Menu Close
Target Indonesia bebas sampah 2035 juga perlu mempertimbangkan sampah makanan rumah tangga. Wikimedia Commons

Ahli: 3 solusi untuk kurangi sampah makanan

Artikel ini diterbitkan untuk Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari.


Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia penyumbang sampah makanan setelah Arab Saudi.

Hal ini terlihat dari beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa 60% sampah padat dari dua kota di Indonesia – Surabaya di Jawa Timur dan Bogor di Jawa Barat – adalah sampah makanan.

Sampah makanan dalam jumlah besar juga berkontribusi terhadap pemanasan global.

Sampah yang membusuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan menghasilkan gas metan, gas rumah kaca 25 kali lebih berbahaya dibandingkan dengan karbon dioksida.

Sebagai peneliti dalam bidang konsumsi dan sampah makanan, saya menawarkan tiga strategi berikut bagi pemerintah Indonesia untuk menurunkan jumlah sampah makanan di Indonesia.

1. Dukung dan investasi pada penjual tradisional

Secara umum, orang Indonesia sudah diajarkan untuk tidak membuang-buang makanan.

Dalam riset saya tentang konsumsi dan sampah makanan di Bogor, hampir 84% responden mengakui bahwa ada tradisi yang melarang mereka membuang-buang makanan.

Kata-kata seperti “Ayo dimakan nasinya, nanti nasinya menangis (kalau tidak dimakan)” sering keluar dari mulut para orang tua agar anak mereka menghabiskan makanan mereka.

Sayangnya, sudah terjadi perubahan pola konsumsi makanan akibat industrialisasi, urbanisasi, serta pertumbuhan populasi kelas ekonomi menengah. Dewasa ini, konsumen seringkali terpancing dengan promosi “beli satu gratis satu”, yang kemudian mengarah pada pembelian tak terencana.

Pasar tradisional dan pedagang sayur keliling bisa menjadi alternatif solusi untuk menurunkan frekuensi kebiasaan pembelian yang berlebihan.

Tipe penjualan eceran sejenis ini berpotensi membantu konsumen untuk membatasi pembelian tak terencana karena sesuai dengan musim dan pilihan membeli dalam jumlah secukupnya.

Lebih lanjut, pasar tradisional hanya menerima transaksi tunai yang bisa membantu para konsumen berbelanja sesuai kebutuhan dan anggaran yang ada.

Kesan pasar tradisional sebagai tempat yang gelap dan kotor perlu diubah agar pembeli bisa nyaman berbelanja. pexels

Tapi, perdagangan eceran di pasar tradisional mengalami penurunan mencapai 2% per tahun karena berkompetisi dengan supermarket modern.

Oleh karena itu, pemerintah, baik daerah hingga nasional, harus mendukung revitalisasi pasar tradisional di daerah mereka.

Revitalisasi difokuskan kepada menyediakan tempat penyimpanan dan sanitasi yang lebih baik agar kepuasan konsumen bisa meningkat.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo bahkan sudah berkomitmen untuk merevitalisasi pasar tradisional. Hingga saat ini, 5.000 pasar induk dan 8.900 pasar desa berhasil direvitalisasi.

2. Pendidikan di sekolah dan media sosial

Sekolah juga perlu mengajarkan murid-murid untuk tidak membuang-buang makanan.

Di belahan utara Amerika, banyak sekolah dan organisasi, seperti Comission for Environmental Cooperation sudah mengembangkan cara-cara untuk meningkatkan kesadaran siswa terkait sampah makanan melalui berbagai aktivitas dan inisiatif.

Contohnya, mengajarkan anak-anak untuk mengukur sampah makanan melalui aktivitas audit limbah. Belajar mengurangi sampah makanan juga bisa dilakukan dan disertakan pada pelajaran matematika atau memasak.

Media sosial juga bisa kita gunakan untuk menyampaikan informasi mengenai sampah makanan. Tidak hanya itu, aplikasi juga bisa dipakai untuk mengenalkan tentang arti nol sampah dan memulai pergerakan kolektif di berbagai penjuru Indonesia.

Sebuah contoh di Indonesia adalah inisiatif GiFood Food Warriors. Saat bulan Ramadhan, mereka menggunakan sebuah aplikasi untuk membantu masyarakat Indonesia berbagi makanan berlebih agar tidak terbuang percuma.

3. Inovasi dan kolaborasi

Sudah banyak perusahaan di Indonesia mengajukan variasi ide dan solusi untuk membuat sampah makanan menjadi produk baru dan berguna.

Contohnya, Perusahaan Magalarva, perusahaan nirlaba di Bogor dengan fokus pada kompos makanan, mampu menghasilkan makanan ikan dalam bentuk larva lalat tentara hitam dari sampah makanan.

Pemerintah Indonesia bisa membantu perusahaan semacam ini berkembang dengan mengembangkan skema kerjasama dari berbagai kalangan -– bisnis, akademisi, hingga instansi publik -– untuk menjawab permasalahan sampah makanan secara bersama-sama.

Apa selanjutnya?

Untuk menurunkan jumlah sampah, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca dari sampah sebanyak 6% – walau patut dicatat bahwa belum ada perkembangan terbaru tentang komitmen tersebut.

Penurunan jumlah sampah makanan juga selayaknya masuk dalam agenda pemerintah Indonesia agar dapat memenuhi komitmen tersebut.

Namun, mengurangi jumlah sampah makanan tidak mudah.

Penelitian terbaru saya menemukan bahwa kebiasaan belanja masyarakat Indonesia sudah berubah dan keberadaan dan perkembangan supermarket modern ikut menjadi salah satu faktor penggerak aktivitas konsumsi berlebih pada masyarakat.

Hal ini mengarah pada kebiasaan membuang-buang makanan.

Riset saya yang melibatkan lebih dari 300 rumah tangga di kota Bogor juga sampai pada kesimpulan bahwa masyarakat dengan sumber penghasilan tingkat menengah hingga tinggi cenderung berbelanja di supermarket.

Ragam promosi dan kebiasaan menyimpan stok makanan di rumah menjadi alasan-alasan keluarga sering membeli lebih banyak dari yang mereka butuhkan.

Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri untuk menyelesaikan masalah ini. Masyarakat, industri, dan institusi pendidikan, semua harus bisa bekerja bersama pemerintah dan mengajukan solusi efektif yang bisa dilakukan agar kita bisa berhenti membuang-buang makanan.

Stefanus Agustino Sitor menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris


Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di sini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now