Menu Close
Shutterstock

Apa itu ‘biobanking’ dan bagaimana perannya mencegah kepunahan satwa langka?

Platform Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem Antarpemerintah (IPBES) pada 2019 memprediksi sekitar sejuta spesies akan punah pada 2050 akibat perubahan iklim dan deforestasi. Adapun kelompok yang paling terancam adalah vertebrata (hewan bertulang belakang) dengan risiko kepunahan 61.8% dari seluruh jenis yang tercatat di daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).

Jumlah ini merupakan yang tertinggi dalam beberapa ratus tahun terakhir, sehingga banyak ilmuwan menduga bumi sedang menuju ke fase kepunahan massal keenam.

Jika itu terjadi, keseimbangan bumi akan terganggu. Kegiatan ekonomi, ketahanan pangan, kesehatan, dan ketahanan bencana kita juga menjadi taruhannya.

Para ilmuwan pun mencari metode baru untuk mencegah kepunahan satwa liar di dunia. Salah satunya melalui pendirian bank hayati atau jamak disebut biobanking guna mengumpulkan materi genetik spesies satwa liar yang terancam punah.

Biobank adalah istilah teknis untuk arsip materi biologis seperti darah, jaringan, sel tubuh, gamet, dan lainnya. Aktivitas biobanking telah dimulai sejak era Perang Sipil Amerika pada abad ke-19 untuk studi kedokteran militer dan penemuan obat-obatan baru.

Kegiatan ini awalnya terbatas pada manusia, hingga pada 1972, Kebun Binatang San Diego mendirikan Frozen Zoo untuk menyimpan materi genetik satwa beku. Ini menjadi cikal bakal bank hayati satwa liar.

Manfaat bank hayati untuk satwa liar

Biobanking satwa liar berfokus pada pengumpulan, penyimpanan, dan pengawetan materi genetik dari spesies terancam punah. Materi ini dapat berupa sampel DNA, jaringan, darah, sel sperma ataupun sel telur. Materi tersebut disimpan dalam nitrogen cair dengan suhu -196 °C.

Lini sel badak putih utara yang dikumpulkan oleh San Diego Zoo Global Institute for Conservation Research. San Diego Zoo

Dengan teknik ini, para ilmuwan dapat menyelamatkan materi genetik satwa yang terancam punah karena kerusakan habitat, penyakit, atau faktor lainnya tanpa batasan waktu.

Salah satu manfaat utama biobanking satwa liar adalah menyediakan jaring pengaman bagi spesies terancam punah.

Jika spesies tersebut benar-benar punah di alam liar, materi genetik yang tersimpan dapat digunakan untuk menciptakan populasi baru, sehingga menyelamatkan spesies tersebut dari kepunahan permanen.

Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research di Jerman tengah menjajal langkah ini untuk memulihkan populasi badak putih utara (Ceratotherium simum cottoni) yang tidak lagi memiliki pejantan hidup. Berbekal koleksi sperma pejantan spesies di biobank dan teknik “bayi tabung”, para peneliti berhasil memproduksi 14 embrio yang siap ditanamkan dalam badak-badak betina.


Read more: Penelitian genomik jadi salah satu bekal terbaik pelestarian satwa Indonesia


Meski masih kontroversial, beberapa ilmuwan bahkan berupaya menghidupkan kembali spesies yang sudah lama punah seperti mamut berbulu (Mammuthus primigenius) dan merpati penumpang (Ectopistes migratorius) dengan rekayasa genetika menggunakan materi yang tersimpan di biobank.

Selain itu, ilmuwan juga memanfaatkan biobank untuk mempelajari dan memahami susunan genetik spesies hewan yang berbeda. Harapannya, mereka bisa lebih memahami biologi spesies yang punah ataupun terancam serta hubungannya dengan lingkungan. Pemahaman ini dapat digunakan untuk memperbaiki strategi pelestarian satwa.

Biobank juga bisa memperkaya keberagaman genetik dalam populasi satwa. Melalui penyimpanan materi genetik dari individu-individu yang berbeda dalam suatu spesies, biobanking dapat memastikan suatu populasi mempertahankan keberagaman genetiknya meskipun jumlah individu di alam liar menurun.

Keberagaman genetik sangat penting agar spesies beradaptasi lebih baik dengan perubahan lingkungan sekaligus meningkatkan ketahanan mereka terhadap penyakit. Saat ini, keberagaman genetik populasi satwa semakin mengecil akibat perambahan hutan dan habitat yang tak terhubung satu sama lainnya.

Bagaimana tantangannya?

Meskipun jamak manfaat, ada juga beberapa tantangan pelaksanaan biobanking satwa liar. Salah satunya adalah biaya yang sangat mahal untuk mengumpulkan dan memelihara penyimpanan materi genetik.

Biobank juga membutuhkan infrastruktur, pasokan listrik, serta ketersediaan nitrogen cair yang berkelanjutan untuk menjaga dan melestarikan materi genetik dari waktu ke waktu.

Tantangan lainnya adalah keterbatasan pengetahuan yang kita miliki tentang biologi beberapa spesies yang terancam punah. Sebagai contoh, beberapa spesies seperti kancil (Tragulus javanicus), ular pit Toba (Trimeresurus toba), dan burung hantu bertopeng Seram (Tyto almae) belum pernah dipelajari secara mendetail. Akibatnya, pengumpulan dan penyimpanan materi genetiknya bisa lebih sulit.

Karena itu, kita membutuhkan lebih banyak penelitian dan sumber daya untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Banyak negara maju mulai mendirikan institusi biobanking dan bermitra dengan lembaga penelitian, museum, kebun binatang, maupun organisasi konservasi lainnya.

Misalnya, ada lembaga CryoArks di Inggris, serta Nature’s SAFE dan EAZA Biobank di Eropa dan Timur Tengah. Ada juga inisiatif biobank dari Smithsonian Institution (PSCI) dan San Diego Frozen Zoo di Amerika Serikat (AS). Semuanya adalah contoh institusi biobanking dan praktik-praktik ini terus diikuti oleh negara lainnya.

Pengujian dan evaluasi status reproduksi satwa liar badak putih afrika, harimau sumatera, dan gajah sumatera oleh Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research dan IPB University di Taman Safari Indonesia, Bogor. Taman Safari Indonesia

Di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama IPB University dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebenarnya memulai riset teknologi reproduksi berbantuan pada beberapa satwa seperti anoa, banteng, dan harimau sumatra.

Namun, kegiatan biobank satwa liar di tanah air baru dilakukan oleh IPB University bekerjasama dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (Leibniz-IZW) pada awal tahun 2022 dengan fokus pada penyelamatan badak Sumatra.

Indonesia harus melirik potensi biobanking untuk penyelamatan satwa-satwa liar terancam punah di tanah air. Kita membutuhkan dukungan kebijakan, pendanaan, infrastruktur, serta tenaga ahli untuk keberlanjutan proyek-proyek biobank satwa liar terancam lain yang berskala nasional.

Bak bahtera nabi Nuh, kita dapat memanfaatkan biobank untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat menghargai keindahan keberagaman hayati dan pentingnya mereka bagi planet kita.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now