tag:theconversation.com,2011:/au/topics/psikologi-43817/articlesPsikologi – The Conversation2024-03-17T04:51:54Ztag:theconversation.com,2011:article/2227152024-03-17T04:51:54Z2024-03-17T04:51:54ZPentingnya menyendiri: mengapa waktu sendirian terkadang baik untuk diri kita<p>Menghabiskan waktu sendirian bisa jadi menakutkan bagi banyak orang, dan itu bisa dimengerti. Itu mungkin karena kita sering salah paham mengenai perbedaan antara kesendirian dan kesepian. </p>
<p>Sebagai seorang psikolog, saya mempelajari tentang kesendirian-yang diartikan sebagai waktu yang kita habiskan sendirian, tidak berinteraksi dengan orang lain. Saya memulai penelitian ini lebih dari 10 tahun yang lalu dan, pada saat itu, <a href="https://doi.org/10.1111/j.1467-6494.1978.tb00191.x">saya menemukan bahwa suasana hati (<em>mood</em>) kaum muda</a> sering memburuk ketika sedang sendirian.</p>
<p>Di media sosial, televisi, atau musik yang kita dengarkan, kebahagiaan kerap digambarkan sebagai kegembiraan, antusiasme, dan energi. Akibat perspektif tersebut, kesendirian sering disalahartikan sebagai kesepian.</p>
<p>Dalam psikologi, para peneliti mendefinisikan <a href="https://doi.org/10.1177/026540758900600107">kesepian sebagai perasaan tertekan</a> yang kita alami ketika kita tidak memiliki, atau tidak bisa mendapatkan, koneksi sosial atau hubungan yang kita harapkan. Sementara <a href="http://www.tandf.co.uk/journals/pp/01650254.html">kesendirian adalah hal yang berbeda</a>.</p>
<p>Definisi kesendirian setiap orang bisa berbeda-beda. Namun yang menarik adalah bagi banyak orang, kesendirian <a href="https://doi.org/10.1177/01461672221115941">tidak selalu berarti tidak ada orang lain di sekitarnya</a>. Sebaliknya, banyak dapat merasakan kesendirian di ruang publik, seperti saat sedang duduk menikmati secangkir teh di kafe yang ramai atau membaca buku di taman. Penelitian saya juga menunjukkan bahwa meluangkan waktu untuk diri sendiri dapat memberikan dampak positif pada suasana hati sehari-hari.</p>
<p>Dalam berkegiatan sehari-hari, banyak dari kita yang mengalami masalah di tempat kerja, atau ketika segala sesuatunya tidak berjalan seperti yang kita harapkan maupun ketika kita mengerjakan terlalu banyak hal dan merasa kewalahan. <a href="https://doi.org/10.1177/0146167217733073">Saya menemukan bahwa</a> belajar meluangkan sedikit waktu untuk diri sendiri dan menyendiri sejenak dapat membantu kita menghadapi perasaan-perasaan ini. </p>
<h2>Apa manfaat dari menyendiri?</h2>
<p>Dalam <a href="https://doi.org/10.1177/0146167217733073">serangkaian eksperimen</a>, saya mengajak beberapa mahasiswa ke sebuah ruangan untuk duduk diam sendirian. Pada sebagian penelitian, saya mengambil ransel dan ponsel mereka agar mereka hanya untuk duduk berdiam dengan pikiran mereka sendiri; pada sebagian penelitian lagi, mereka tetap berada di dalam ruangan dengan buku-buku atau ponsel mereka. </p>
<p>Setelah 15 menit menyendiri, saya menemukan ada penurunan emosi kuat yang mungkin tengah dirasakan oleh para peserta, seperti kegelisahan atau kegembiraan. Ini membuat saya menyimpulkan bahwa kesendirian dapat menurunkan tingkat gairah seseorang. Artinya, hal ini dapat berguna dalam situasi ketika kita merasa frustrasi, gelisah, atau marah.</p>
<p>Mungkin banyak orang beranggapan bahwa hanya orang <em>introvert</em> yang menikmati kesendirian. Benar bahwa <a href="https://doi.org/10.1006/jrpe.1995.1005">orang <em>introvert</em> mungkin lebih suka menyendiri</a>, tetapi mereka <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0267185">bukan satu-satunya orang</a> yang dapat merasakan manfaat dari kesendirian. </p>
<p>Dalam sebuah survei terhadap lebih dari 18 ribu orang dewasa di seluruh dunia, lebih dari setengahnya memilih menyendiri sebagai <a href="https://www.bbc.co.uk/news/magazine-37444982">salah satu aktivitas utama yang mereka lakukan untuk beristirahat</a>. Jadi, meskipun kamu seorang <em>extrovert</em>, jangan sampai kamu jadi tidak meluangkan waktu menyendiri untuk menenangkan diri.</p>
<h2>Berdiam diri saja itu sulit</h2>
<p>Bagian yang menantang dari menghabiskan waktu sendirian adalah rasa bosan dan kesepian.</p>
<p>Banyak orang merasa bahwa duduk sendirian-hanya bersama dengan pikiran mereka-adalah hal yang sulit, karena mereka lebih suka melakukan sesuatu. Memaksakan diri untuk duduk saja tanpa melakukan apa pun juga bisa membuat <a href="https://www.science.org/doi/10.1126/science.1250830">waktu sendirimu terasa kurang menyenangkan</a>. Jadi, mungkin kamu lebih suka untuk tetap melakukan suatu aktivitas selama menyendiri. </p>
<p>Dalam <a href="https://doi.org/10.1525/collabra.31629">penelitian saya</a>, saya memberikan pilihan kepada para partisipan, untuk tidak melakukan apa-apa atau menghabiskan waktu mereka untuk menyortir ratusan pensil ke dalam kotak.</p>
<p>Setelah diminta untuk menyendiri selama 10 menit, sebagian besar peserta memilih untuk menyortir pensil. Padahal ini termasuk kegiatan yang umumnya membosankan bagi sebagian besar orang. Namun, pilihan untuk melakukan tugas yang membosankan ini muncul karena adanya keinginan untuk tetap sibuk demi mengisi ruang mental kita.</p>
<p>Jadi, jika kamu mendapati dirimu beraktivitas dengan perangkatmu setiap kali kamu memiliki waktu untuk menyendiri, ini hal yang wajar. Jangan menyiksa dirimu sendiri. Banyak orang fokus pada perangkatnya untuk <a href="https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.01.068">mengatasi stres dan rasa bosan</a>. Beberapa orang juga lebih suka menghabiskan waktu sendirian untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti berbelanja atau mencuci pakaian. Ini semua adalah hal yang valid dilakukan ketika menyendiri.</p>
<h2>Melakukan kegiatan menyenangkan sendirian</h2>
<p>Menariknya, banyak orang <a href="https://doi.org/10.1093/jcr/ucv012">menghindari untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan sendirian</a>, seperti pergi ke bioskop atau makan di restoran. Mungkin karena umumnya orang menganggap hal tersebut adalah kegiatan yang biasa dilakukan bersama teman dan orang terdekat, sehingga melakukannya sendirian dapat membuat kita <a href="https://doi.org/10.1108/IJCHM-06-2019-0584">merasa dihakimi dan tidak percaya diri</a>. Bepergian sendirian juga bisa jadi kegiatan yang cukup mengintimidasi, <a href="https://doi.org/10.1080/0966369X.2011.617881">terutama bagi perempuan</a>.</p>
<p>Namun, manfaat utama dari melakukan perjalanan seorang diri adalah kita bisa menemukan ketenangan, dan memiliki kebebasan untuk memilih apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. </p>
<p>Selama mempelajari tentang kesendirian, saya menantang diri saya sendiri untuk melakukan beberapa kegiatan menyenangkan ini di saat-saat kesendirian saya, dan saya merasa bebas. Perempuan lain juga memiliki pengalaman yang sama, terutama saat bepergian, yang membuat mereka <a href="https://doi.org/10.3727/154427205774791663">merasa berdaya dan bebas</a>. </p>
<p>Untuk mengatasi rasa takut kita akan kesendirian, kita perlu mengenali manfaatnya dan <a href="https://doi.org/10.1177/19485506211048066">melihatnya sebagai sebuah pilihan yang positif</a>, bukan sesuatu yang terjadi pada diri kita. Melakukan perjalanan solo mungkin sedikit berlebihan untukmu saat ini, tetapi kamu tetap butuh meluangkan waktu di tengah jadwal sibukmu untuk menyendiri.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/222715/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Thuy-vy Nguyen menerima dana dari Economic and Social Research Council (Ref ES/W002256/1)</span></em></p>Menyendiri itu pilihan, tidak bisa dipaksakan.Thuy-vy Nguyen, Associate Professsor, Department of Psychology, Durham UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2250922024-03-07T03:56:14Z2024-03-07T03:56:14ZBagaimana caranya agar saya bisa berhenti ‘overthinking’? Ini solusi dari psikolog klinis<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/579800/original/file-20240304-18-36ogm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C336%2C2995%2C1661&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/asian-indian-businessman-taking-ride-work-242436511">szefei/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Sebagai seorang psikolog klinis, saya sering menemui klien yang mengatakan bahwa mereka bermasalah dengan pikiran-pikiran yang “terus berputar tanpa henti” di kepala mereka, yang sulit mereka atasi.</p>
<p><em>Rumination</em> (merenung) dan <em>overthinking</em> (berpikir berlebihan) sering kali dianggap sama. Keduanya memang saling terkait tapi sedikit berbeda. <a href="https://www.apa.org/monitor/nov05/cycle"><em>Rumination</em></a> adalah memikirkan hal yang berulang-ulang di benak kita. Hal ini dapat menyebabkan <em>overthinking</em>–menganalisis pemikiran tersebut tanpa menemukan solusi atau memecahkan masalah.</p>
<p>Ini seperti piringan hitam yang memutar bagian lagu yang sama berulang-ulang karena adanya goresan. Sementara alasan kita terlalu banyak berpikir sedikit lebih rumit.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-do-we-wake-around-3am-and-dwell-on-our-fears-and-shortcomings-169635">Why do we wake around 3am and dwell on our fears and shortcomings?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mewaspadai ancaman</h2>
<p>Otak kita terprogram untuk berjaga-jaga terhadap ancaman, membuat rencana untuk mengatasi ancaman tersebut dan menjaga kita tetap aman. Persepsi ancaman tersebut mungkin didasarkan pada pengalaman masa lalu, atau “kemungkinan” yang kita bayangkan bisa terjadi di masa depan.</p>
<p>Kemungkinan-kemungkinan ini biasanya merupakan hasil yang negatif dari pola pikir “Gimana kalau?”. Inilah yang kami sebut “<a href="https://ccbhc.org/hot-thinkts-what-are-they-and-how-can-you-handle-them/"><em>hot thoughts</em></a>"–hal ini memunculkan banyak emosi (terutama kesedihan, kekhawatiran atau kemarahan), yang berarti kita dapat dengan mudah terjebak pada pikiran-pikiran tersebut dan terus memikirkannya.</p>
<p>Karena ini tentang hal-hal yang telah terjadi atau mungkin terjadi di masa depan (tetapi tidak terjadi sekarang), kita tidak dapat menyelesaikan masalahnya dan membuat kita terus memikirkan hal yang sama.</p>
<h2>Siapa yang terlalu banyak berpikir?</h2>
<p>Kebanyakan orang pada suatu waktu menemukan diri mereka dalam situasi terlalu banyak berpikir.</p>
<p>Beberapa orang <a href="https://www.apa.org/monitor/nov05/cycle">mungkin lebih sering</a> merenung. Orang-orang yang pernah menghadapi tantangan atau mengalami trauma mungkin lebih waspada dan berjaga-jaga terhadap ancaman dibandingkan orang yang tidak pernah mengalami kesulitan.</p>
<p>Pemikir mendalam, orang-orang yang rentan terhadap kecemasan atau suasana hati yang buruk, dan mereka yang sensitif atau merasakan emosi secara mendalam juga lebih cenderung merenung dan berpikir berlebihan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Woman holds her head, looking stressed" src="https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=464&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=464&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=464&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=583&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=583&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/579447/original/file-20240304-22-b9wamx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=583&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kita semua pernah berpikir berlebihan, tetapi beberapa orang lebih sering merenung.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/woman-in-white-tank-top-NW61v3xF0-0">BĀBI/Unsplash</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain itu, saat kita stres, emosi kita cenderung menjadi lebih kuat dan bertahan lebih lama. Pikiran kita menjadi kurang akurat, yang berarti kita bisa terjebak pada pikiran lebih dari biasanya.</p>
<p>Menjadi lesu atau tidak sehat secara fisik juga bisa membuat pikiran kita <a href="https://healthify.nz/hauora-wellbeing/m/mental-health-and-your-body/">lebih sulit diatasi</a> dan dikelola.</p>
<h2>Akui perasaanmu</h2>
<p>Ketika pikiran terus berulang, ada gunanya menggunakan <a href="https://link.springer.com/referencework/10.1007/978-1-4419-1005-9">strategi</a> yang berfokus pada emosi dan masalah.</p>
<p>Berfokus pada emosi berarti mencari tahu bagaimana perasaan kita terhadap sesuatu dan mengatasi perasaan itu. Misalnya, kita mungkin merasa menyesal, marah atau sedih atas sesuatu yang telah terjadi. Atau, bisa saja kita khawatir terhadap sesuatu yang mungkin terjadi.</p>
<p>Mengakui emosi tersebut, menggunakan teknik perawatan diri, dan mengakses dukungan sosial untuk membicarakan dan mengelola perasaanmu akan sangat membantu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-to-be-kind-to-yourself-without-going-to-a-day-spa-223194">How to be kind to yourself (without going to a day spa)</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Bagian kedua adalah berfokus pada masalah–apa yang akan kamu lakukan secara berbeda (jika pemikiran tersebut mengenai sesuatu dari masa lalumu) dan membuat rencana untuk menghadapi kemungkinan masa depan yang muncul dari pemikiranmu.</p>
<p>Namun sulit untuk merencanakan semua kemungkinan, sehingga strategi ini memiliki kegunaan yang terbatas.</p>
<p>Hal yang lebih bermanfaat adalah membuat rencana untuk satu atau dua kemungkinan yang lebih mungkin terjadi dan menerima bahwa bisa saja ada hal-hal yang tidak terpikirkan olehmu.</p>
<h2>Pikirkan alasannya</h2>
<p>Perasaan dan pengalaman kita adalah informasi–penting untuk menanyakan apa yang disampaikan informasi ini kepadamu dan mengapa pemikiran ini muncul sekarang.</p>
<p>Misalnya, universitas baru saja dimulai kembali. Orang tua dari lulusan sekolah menengah mungkin terbangun di malam hari (waktu ketika merenung dan berpikir berlebihan adalah hal biasa) mengkhawatirkan anak mereka.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Man lays awake in bed" src="https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/579451/original/file-20240304-16-is53tt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pikirkan apa yang disampaikan informasi tersebut kepadamu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/dramatic-portrait-dark-attractive-depressed-worried-1721465689">TheVisualsYouNeed/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Mengetahui bagaimana kita akan menanggapi beberapa kemungkinan yang berpeluang terjadi, semisal anak kita mungkin membutuhkan uang, kesepian atau rindu kampung halaman, bisa membantu.</p>
<p>Namun, terlalu banyak berpikir juga merupakan tanda adanya tahap baru dalam hidupmu, dan kamu perlu mengurangi kendali atas pilihan dan kehidupan anakmu, sambil menginginkan yang terbaik untuknya. Menyadari hal ini berarti kamu juga dapat membicarakan perasaan tersebut dengan orang lain.</p>
<h2>Biarkan pikiran itu pergi</h2>
<p>Cara bermanfaat untuk mengelola <em>overthinking</em> adalah ”<a href="https://www.getselfhelp.co.uk/docs/Options.pdf">ubah, terima, dan lepaskan</a>“.</p>
<p>Tantang dan ubah aspek pemikiranmu sebisa mungkin. Misalnya saja, kemungkinan anakmu akan kehabisan uang, tidak punya makanan, dan kelaparan (berpikir berlebihan cenderung membuat otakmu memunculkan akibat yang sangat buruk!) kecil kemungkinannya.</p>
<p>Kamu dapat merencanakan untuk bertanya kepada anakmu secara teratur tentang bagaimana dia mengatasi masalah keuangan dan mendorongnya untuk mengakses dukungan penganggaran dari layanan universitas. </p>
<p>Pikiranmu hanyalah ide. Hal-hal tersebut belum tentu benar atau akurat, namun jika kita terlalu memikirkannya dan mengulang-ulangnya, hal-hal tersebut akan mulai terasa benar karena sudah familiar. Memunculkan pemikiran yang lebih realistis dapat membantu menghentikan putaran pemikiran yang tidak perlu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-do-i-remember-embarrassing-things-ive-said-or-done-in-the-past-and-feel-ashamed-all-over-again-190535">Why do I remember embarrassing things I've said or done in the past and feel ashamed all over again?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Menerima emosi dan menemukan cara untuk mengelolanya seperti perawatan diri yang baik, dukungan sosial, atau komunikasi dengan orang-orang terdekat, juga akan membantu. Begitu pula dengan menerima bahwa hidup pasti tidak bisa dikendalikan – yang bisa kita kendalikan adalah reaksi dan perilaku kita.</p>
<p>Ingat bahwa kamu memiliki tingkat keberhasilan 100% dalam melewati tantangan hingga saat ini. Kamu mungkin ingin melakukan sesuatu secara berbeda (dan berencana melakukannya) tapi kamu sudah pernah berhasil.</p>
<p>Jadi, bagian terakhir adalah melepaskan kebutuhan untuk mengetahui secara pasti bagaimana segala sesuatunya akan terjadi, dan percaya pada kemampuanmu (dan terkadang orang lain) untuk mengatasinya.</p>
<h2>Apa lagi yang bisa kamu lakukan?</h2>
<p>Otak yang stres dan lelah akan <a href="https://mentalhealth.org.nz/resources/resource/stress-and-how-to-manage-it">lebih mungkin</a> berpikir berlebihan, sehingga menyebabkan lebih banyak stres dan menciptakan siklus yang dapat memengaruhi kebahagiaan atau <em>wellbeing</em>-mu.</p>
<p>Jadi, penting untuk mengelola tingkat stresmu dengan makan dan tidur nyenyak, menggerakkan tubuh, melakukan hal-hal yang kamu sukai, bertemu orang-orang yang kamu sayangi, dan melakukan hal-hal yang memberi energi pada jiwa dan semangatmu.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Woman running" src="https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/579455/original/file-20240304-26-vgg0bd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Temukan cara untuk mengelola tingkat stresmu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://theconversation.com/why-do-i-remember-embarrassing-things-ive-said-or-done-in-the-past-and-feel-ashamed-all-over-again-190535">antoniodiaz/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Distraksi–dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bertemu orang-orang yang membuatmu gembira–juga dapat membuat pikiranmu tidak berulang-ulang.</p>
<p>Jika kamu merasa <em>overthinking</em> memengaruhi hidupmu, dan tingkat kecemasanmu meningkat atau suasana hatimu menurun–tidur, nafsu makan, dan kenikmatan hidup serta orang-orang terkena dampak negatif–mungkin inilah saatnya untuk berbicara dengan seseorang dan mencari tahu strategi mengelolanya.</p>
<p>Ketika segala sesuatunya menjadi terlalu sulit untuk dikelola sendiri (atau dengan bantuan orang-orang terdekatmu), terapis dapat memberikan alat yang terbukti bermanfaat. Beberapa alat bermanfaat untuk mengelola kekhawatiran dan pikiranmu juga dapat ditemukan <a href="https://www.cci.health.wa.gov.au/Resources/Looking-After-Yourself/Anxiety">di sini</a>.</p>
<p>Ketika kamu mendapati dirimu <em>overthinking</em>, pikirkan mengapa kamu memiliki "pikiran panas”, akui perasaanmu, dan lakukan pemecahan masalah yang berfokus pada masa depan. Tetapi, terimalah juga bahwa hidup tidak dapat diprediksi dan fokuslah pada keyakinan dan kemampuanmu untuk mengatasinya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/new-years-resolutions-how-to-get-your-stress-levels-in-check-34539">New year's resolutions: how to get your stress levels in check</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/225092/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kirsty Ross tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Otak yang stres dan lelah akan cenderung ‘overthinking’. Orang yang suka berpikir mendalam, rentan terhadap kecemasan, dan orang yang merasakan emosi mendalam juga cenderung berpikir berlebihan.Kirsty Ross, Associate Professor and Senior Clinical Psychologist, Massey UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2248712024-03-01T08:41:37Z2024-03-01T08:41:37ZBahaya terlalu mengandalkan tes IQ: keterampilan kognitif penting justru tidak diukur<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/579130/original/file-20240221-30-c7urzw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=56%2C28%2C6190%2C4139&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/female-pupil-desk-taking-school-exam-541632589">SpeedKingz/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Banyak orang yang keberatan dengan tes kecerdasan. Ada yang bilang nilai tes <em>intelligence quotient</em> (IQ) terlalu sering disalahgunakan. Beberapa orang menganggap tes semacam ini tidak adil bagi anak-anak, karena jika mereka “gagal” dalam tes ini, mereka akan menerima kualitas pendidikan menengah yang lebih buruk dibandingkan teman-temannya yang “berhasil” – sehingga mereka akan dirugikan seumur hidup.</p>
<p>Beberapa orang menolak tes IQ karena alasan pribadi: betapa stresnya mereka saat mengikuti tes. Banyak yang meragukan bahwa hasil yang mereka peroleh benar-benar cerminan diri dan merefleksikan mereka potensi di masa depan. </p>
<p>Seberapa bermanfaatkah tes IQ – dan keterampilan serta kualitas apa yang tidak bisa diukur melalui tes ini?</p>
<p>Lebih dari 30 tahun yang lalu, saya menemukan <a href="https://homepages.abdn.ac.uk/j.crawford/pages/dept/pdfs/Intelligence_2000_Stability_IQ.pdf">arsip unik setengah terlupakan</a> yang berisi lebih dari 89 ribu tipe tes IQ dari tahun 1932. Sampel ini mencakup sampel nasional anak-anak Skotlandia yang lahir pada tahun 1921-dan saat ini sudah berusia sekitar 76 tahun.</p>
<p>Tujuan saya sederhana: menemukan penduduk lokal yang cocok dengan arsip dan membandingkan kemampuan mental mereka saat ini dengan hasil tes mereka pada tahun 1932. Sebuah gambaran <a href="https://doi.org/10.1136/bmj.322.7290.819">dengan cepat muncul</a> menghubungkan skor IQ yang lebih rendah dengan usia kematian yang lebih awal dari perkiraan dan demensia yang timbul lebih awal.</p>
<p>Perang dunia kedua menghasilkan beberapa keganjilan yang tidak terduga. Laki-laki muda dengan nilai IQ masa kanak-kanak yang lebih tinggi lebih sering meninggal dalam dinas aktif. Anak perempuan dengan nilai lebih tinggi lebih sering menjauh dari daerah tersebut.</p>
<p>Saya bersepeda keliling Aberdeen, Skotlandia, untuk belajar lebih banyak tentang sejarah sosialnya, dan mengenal sekolah dasar tempat anak-anak mengikuti ujian pada tahun 1932. Rata-rata nilai IQ sering kali berbeda secara signifikan antar sekolah. Siswa yang bersekolah di daerah yang padat penduduknya cenderung mempunyai nilai ujian yang kurang baik.</p>
<p>Penelitian kami selanjutnya menunjukkan bahwa orang-orang dengan IQ lebih tinggi terlibat dalam <a href="https://www.bmj.com/content/363/bmj.k4925">aktivitas yang lebih merangsang secara intelektual</a>, seperti membaca novel yang rumit atau mempelajari alat musik. Namun, kita tidak dapat mengetahui apakah memiliki IQ yang tinggi membuat orang mencari aktivitas tersebut atau apakah orang yang memiliki keingintahuan intelektual mengembangkan IQ yang lebih tinggi karena mereka terlibat dalam tugas-tugas kognitif yang kompleks sepanjang hidup.</p>
<p>Dan itu adalah pertanyaan penting. Orang-orang dari latar belakang yang lebih miskin, seperti lingkungan yang kurang beruntung di Kota Aberdeen, mungkin tidak mempunyai kesempatan untuk mengejar kepentingan intelektual karena kurangnya waktu dan sumber daya.</p>
<p>Untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang pekerjaan saya, saya mencari penduduk lokal yang memiliki pengalaman panjang mengajar di Aberdeen. Pandangan mereka juga diamini oleh para pekerja di bidang kesehatan masyarakat dan psikologi.</p>
<p>Guru tersebut memperingatkan saya untuk tidak lupa bahwa tes IQ telah digunakan selama bertahun-tahun untuk memajukan “<a href="https://via.library.depaul.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1270&context=law-review">rasisme ilmiah”</a> dan mereka khawatir bahwa tidak lama lagi, para pendukung tes IQ sayap kanan akan ingin menggunakan data Skotlandia yang ditemukan kembali ini untuk mencari dasar genetik dari kecerdasan. Karena khawatir tersebut, saya melihat kembali alasan survei pada tahun 1932 mengenai kemampuan mental anak-anak sekolah Skotlandia.</p>
<p>Survei ini didanai oleh Eugenics Society (eugenika adalah ilmu untuk meningkatkan kualitas umat manusia melalui pemilihan sifat-sifat keturunan yang “baik”) dengan bantuan dari Rockefeller Foundation. Prioritas bersama mereka adalah untuk menunjukkan hubungan antara ukuran keluarga besar dan kemampuan mental di bawah rata-rata.</p>
<p>Pada saat itu, hubungan negatif antara IQ seorang ibu dan kepemilikan anak mudah terlihat. Namun, reformasi pendidikan setelah tahun 1945, yang menyebabkan lebih banyak anak perempuan menyelesaikan pendidikan tinggi, menghasilkan hubungan yang jauh lebih kompleks antara IQ ibu, prestasi pendidikan, usia pertama kali melahirkan, dan kesuburan seumur hidup.</p>
<p>Hal ini menimbulkan kekhawatiran publik kontemporer bahwa rata-rata kemampuan mental masyarakat umum diturunkan karena hilangnya begitu banyak pemuda yang dianggap memiliki kemampuan di atas rata-rata selama perang dunia pertama. Surat kabar berpendapat bahwa anak-anak sekolah perlu dinilai dan diseleksi untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada mereka yang paling mungkin menerima manfaat.</p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tes IQ dapat memberi tahu kita sesuatu tentang keberhasilan akademis atau risiko demensia, banyak yang tidak tercakup dalam tes tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa sistem ini telah lama digunakan untuk alasan yang tidak jelas, sering kali sebagai alasan untuk mengurangi dana pada jenis sekolah tertentu, sehingga menciptakan sistem dua tingkat.</p>
<p>Mayoritas anak-anak, mereka yang tidak mengikuti atau lulus ujian masuk ala IQ di sekolah swasta atau sekolah dasar, akan memiliki banyak kualitas yang tidak diukur dalam tes IQ. Mereka mungkin juga mungkin mengalami keterlambatan perkembangan.</p>
<h2>Yang tidak diukur oleh tes IQ</h2>
<p>Jadi, apa yang tidak bisa diukur oleh tes IQ? Penelitian menunjukkan bahwa skor IQ <a href="https://theconversation.com/iq-tests-are-humans-getting-smarter-158837">meningkat sekitar 3 poin per dekade</a> selama sebagian besar abad ke-20, namun <a href="https://psycnet.apa.org/record/2012-26835-000">mungkin menurun</a> selama sekitar 30 tahun terakhir.</p>
<p>Beberapa ahli berpendapat hal ini mencerminkan perubahan kurikulum sekolah atau mungkin hanya kompleksitas kehidupan modern. Perolehan “pengetahuan isi” (membaca dan menghafal) pernah menjadi landasan ujian umum dan berkaitan dengan kinerja tes IQ.</p>
<p>Misalnya, kita tahu bahwa memori kerja <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1041608002000493">terkait dengan</a> kinerja tes IQ. Namun, penelitian telah mengungkap bahwa <a href="https://doi.org/10.1111/j.1467-9280.2005.01641.x">disiplin diri sebenarnya merupakan prediktor yang lebih baik</a> terhadap hasil ujian dibandingkan IQ.</p>
<p>Saat ini, anak-anak di negara Barat diajari pemecahan masalah ilmiah secara kolektif, dikombinasikan dengan keterampilan antarpribadi dan kerja sama tim, yang memerlukan lebih sedikit hafalan. Hal ini sebenarnya dapat membuat siswa cenderung tidak mendapat nilai tinggi dalam tes IQ, meskipun metode-metode ini membantu umat manusia secara keseluruhan menjadi lebih pintar. Bagaimanapun, pengetahuan terus berkembang, dan sering kali merupakan hasil kolaborasi penelitian yang sangat besar.</p>
<p>Jenis “pembelajaran prosedural” ini mengarah pada kesadaran diri yang matang, stabilitas emosi, pengakuan terhadap pikiran dan perasaan orang lain, serta pemahaman tentang dampak individu terhadap kinerja kelompok. Yang terpenting, kurangnya keterampilan ini dapat menghambat pemikiran rasional. Penelitian menunjukkan bahwa ketika kita mengabaikan atau gagal memahami perasaan kita, <a href="https://oro.open.ac.uk/31984/#:%7E:text=We%20conclude%20that%20emotions%20%20dan,untuk%20pedagang%20perilaku%20dan%20kinerja.">kita lebih mudah dimanipulasi oleh perasaan tersebut</a>.</p>
<p>IQ tinggi juga tidak serta merta melindungi dari bias atau kesalahan. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa orang dengan IQ tinggi bisa <a href="https://www.thetimes.co.uk/article/review-the-intelligence-trap-why-smart-people-do-stupid%20-hal-hal-dan-cara-membuat-keputusan-bijaksana-oleh-david-robson-mengesankan-dan-dapat%20dibaca-tgr72mshs/">sangat rentan terhadap kesalahan</a>, seperti menemukan pola meskipun tidak ada, atau tidak relevan.</p>
<p>Hal ini dapat menyebabkan bias konfirmasi dan kesulitan untuk menyerah pada suatu ide, solusi atau proyek meskipun ide tersebut tidak lagi berfungsi. Hal ini juga dapat menghalangi penalaran rasional. Namun, kelemahan tersebut terlewatkan oleh tes IQ.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="Image of Albert Einstein." src="https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/577001/original/file-20240221-30-nfj86z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Einstein menghargai kreativitas dan intuisi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">wikipedia</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Banyak lompatan besar dalam kecerdikan manusia didorong oleh kreativitas, kolaborasi, persaingan, intuisi atau rasa ingin tahu, bukan hanya IQ individu. Misalnya saja Albert Einstein, yang sering dipuji sebagai seorang jenius.</p>
<p>Dia tidak pernah mengikuti tes IQ, tetapi orang-orang terus-menerus <a href="https://timesofindia.indiatimes.com/life-style/parenting/moments/5-genius-kids-who-have-an-iq-%20skor-lebih%20tinggi-dari-albert-einstein/photostory/99929937.cms">berspekulasi tentang IQ-nya</a>. Namun, dia <a href="https://www.weforum.org/agenda/2019/08/albert-einstein-quotes-inspiring-clever-funny-famous/#:%7E:text=%E2%80%20%9C%20penting%20hal%20adalah%20bukan,dari%20ini%20misteri%20setiap%20hari.%E2%80%9D">sering memuji rasa ingin tahu dan intuisinya</a> sebagai kekuatan pendorong utama keberhasilan ilmiah-dan ini bukanlah kualitas yang diukur dengan tes IQ.</p>
<p>Etos sekolah modern tidak didorong oleh preferensi untuk hanya mendidik anak-anak yang dalam seleksi memenuhi standar minimum tes mental. Sekolah mengakui bahwa hasil pendidikan tidak ditentukan semata-mata oleh kemampuan bawaan tetapi juga dipengaruhi oleh semua pengalaman sebelumnya yang memengaruhi kompetensi emosional, motivasi, keingintahuan intelektual, wawasan dan penalaran intuitif.</p>
<p>Ketika partisipan lokal dalam survei tahun 1932 diwawancarai pada usia lanjut, mereka berbicara dengan hangat tentang masa sekolah mereka – khususnya tentang persahabatan. Mereka jarang menyebutkan pendidikan mereka. Pembelajaran pengetahuan konten, dengan ancaman hukuman fisik, tidak dianggap baik. Beberapa orang ingat pernah mengikuti tes IQ pada tahun 1932 dan merasa senang karena sebagian besar sekolah tidak lagi melakukan tes IQ seperti itu kepada anak-anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/224871/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lawrence Whalley menerima dana dari Pemerintah Skotlandia, Henry Smith Charity, BBSRC, MRC, Alzheimer's Research Trust, The Wellcome Trust.</span></em></p>Mayoritas anak-anak yang tidak mengikuti atau lulus ujian masuk ala IQ di sekolah swasta atau sekolah tata bahasa, akan memiliki banyak kualitas yang tidak diukur dalam tes IQ.Lawrence Whalley, Emeritus Professor of Mental Health, University of AberdeenLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2243522024-02-27T10:10:57Z2024-02-27T10:10:57ZUntuk apa sebenarnya hipnosis itu? Kami menyanggah beberapa mitos<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/577755/original/file-20240105-25-zazsuq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=20%2C50%2C6689%2C4416&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/psychotherapist-patient-office-hypnotherapy-session-1705371610">New Africa/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Mungkin karena pengaruh film dan televisi, banyak orang masih mengasosiasikan hipnosis dengan trik sulap atau mantra-mantra yang menghilangkan kehendak kita. Namun, jika kita melupakan mitos-mitos tersebut, kita akan melihat bahwa hipnosis adalah sebuah teknik yang memiliki dasar ilmiah yang kuat dan dapat memberikan manfaat dalam situasi-situasi tertentu. Tidak lebih, tidak kurang. </p>
<p>Kontroversi tentang apa sebenarnya hipnosis telah berlangsung sejak awal kemunculannya. Hipnosis sering didefinisikan sebagai tidur yang diinduksi, karena dikaitkan dengan relaksasi. </p>
<p>Namun, karakteristik kantuk atau kepasifan ini segera menuai kritik. Pada tahun 1924, <a href="https://psycnet.apa.org/record/1926-07638-001">psikolog Wesley Raymond Wells</a> menciptakan konsep “hipnosis bangun”, mengusulkan metode induksi di mana orang tersebut tetap terjaga dan waspada.</p>
<p>Saat ini, kita dapat mendefinisikannya sebagai <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/da.22046">kondisi ketika perhatian terkonsentrasi, dengan pemisahan pikiran dan sensasi yang tetap berada di luar kesadaran</a>. Dengan kata lain, ini adalah teknik yang membantu memusatkan perhatian dan mengesampingkan distraksi.</p>
<p>Meskipun sulit untuk mencapai konsensus tentang konsep hipnosis, karena dipengaruhi oleh orientasi teoritis peneliti atau terapis, kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah kami tunjukkan di awal: Sejauh mana hipnosis didukung oleh ilmu pengetahuan? Untuk kasus-kasus apa saja hipnosis benar-benar efektif? </p>
<h2>Bukti ilmiah</h2>
<p>Pada abad ke-20, penelitian lebih banyak <a href="https://datos.bne.es/edicion/bimo0001610397.html">berfokus pada studi tentang sugesti</a>, yang dianggap sebagai bagian penting dan tak terpisahkan dari hipnosis. Dengan kata lain, kecenderungan yang kita miliki terhadap stimulus membuat kita menghayati pengalaman tersebut dengan satu atau lain cara.</p>
<p>Saat ini, penelitian yang ada <a href="https://scholar.google.es/citations?hl=es&user=tpy76ewAAAAJ">lebih variatif</a>, semisal tentang indikator psikologis dan fisiologis hipnosis, dasar neurologisnya, termasuk faktor kognitif terkait pengalaman subjektif subjek yang terhipnotis. </p>
<p>Ketersediaan teknik pencitraan fungsional dan semakin diterimanya “ketidaksadaran kognitif” dalam membentuk pengalaman dan perilaku, telah memberikan kesempatan bagi para ilmuwan saraf untuk mengeksplorasi korelasi neurokognitif dari hipnosis dan sugesti. Dengan demikian, penelitian seperti yang dilakukan oleh <a href="https://www.nature.com/articles/nrn3538">David A. Oakley dan Peter W. Halligan</a> dan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0163834323002074">Michael H. Connors</a> dengan pemindaian <em>magnetic resonance imaging</em> (MRI) fungsional telah mampu menghubungkan area tertentu di otak dengan kondisi hipnosis. </p>
<p>Secara khusus, para ilmuwan telah mendeteksi penurunan aktivitas <em>cingulate anterior dorsal</em> yang bertanggung jawab untuk memusatkan perhatian; peningkatan koneksi antara <em>korteks prefrontal dorsolateral</em> dan <em>insula</em>, yang memproses dan mengontrol apa yang terjadi di dalam tubuh; dan berkurangnya koneksi antara <em>korteks prefrontal dorsal</em> dan jaringan mode <em>default</em>. Yang terakhir ini terdiri dari pemisahan antara tindakan dan refleksi yang memungkinkan seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang disarankan oleh dirinya sendiri atau, misalnya, dokter. </p>
<p>Namun, ini adalah temuan terbaru yang perlu dipelajari lebih lanjut dan direplikasi dalam penelitian lain agar dapat digunakan dalam psikoterapi.</p>
<p>Penelitian lain yang juga perlu dilakukan adalah menguji efektivitas hipnosis klinis dalam mengatasi berbagai gangguan psikologis. Hipnosis klinis diketahui bermanfaat dalam penanganan rasa sakit dan masalah medis lainnya, seperti <a href="https://digibuo.uniovi.es/dspace/handle/10651/27503">depresi</a>, gangguan tidur, merokok, obesitas, asma, mengompol pada masa kanak-kanak, pengendalian kebiasaan, <a href="https://dialnet.unirioja.es/servlet/articulo?codigo=7324573">kecemasan</a>, dan <a href="https://idus.us.es/handle/11441/109959">gangguan stres pascatrauma</a>.</p>
<p>Sebagai contoh, <a href="https://revistas.um.es/analesps/article/view/31231">studi tentang hipnosis dan manajemen nyeri</a> telah mengkonfirmasi bahwa analgesia hipnosis adalah proses penghambatan aktif yang melibatkan sistem otak yang terkait dengan proses perhatian.</p>
<h2>Tujuh keyakinan yang salah</h2>
<p>Selama berabad-abad, mitos-mitos yang salah telah menyertai hipnosis, baik melalui salah tafsir maupun kepercayaan yang tidak berdasar. Gagasan-gagasan ini ada dalam kesadaran kolektif masyarakat dan mempengaruhi penerimaan masyarakat atas hipnosis. Berikut gagasan-gagasan yang paling banyak dipercaya:</p>
<ol>
<li><p><strong>Hipnosis menghilangkan kemauan.</strong> Seperti yang telah kita lihat, jika tidak ada kemauan untuk dihipnotis, maka tidak akan ada hipnotis. Hipnosis tidak dapat diinduksi tanpa kerja sama dari orang yang dihipnosis. </p></li>
<li><p><strong>Sebuah bentuk tidur.</strong> Ketika kita berbicara tentang sugesti dan hipnotis, banyak orang berpikir: “mereka akan menidurkan saya”. Keyakinan ini menyebabkan perasaan kehilangan kendali dan, akibatnya, mengakibatkan banyak orang menolak untuk dihipnotis atau dihipnotis. Menutup mata hanya memfasilitasi konsentrasi, tetapi seseorang dapat dihipnotis dengan mata terbuka.</p></li>
<li><p><strong>Orang yang dihipnotis berada di bawah kendali praktisi.</strong>
Hal ini sama sekali tidak benar, karena mereka yang menjalani teknik ini tetap memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang baik. </p></li>
<li><p><strong>Kondisi “super-konsentrasi” disebabkan oleh kekuatan penghipnotis.</strong> Tidak, siapa pun yang memiliki persiapan yang memadai, bisa menginduksinya. </p></li>
<li><p><strong>Orang tidak dapat mengingat apa yang terjadi ketika mereka sangat berkonsentrasi.</strong> Dengan beberapa pengecualian, kebanyakan orang mengingat segala sesuatu atau hampir semua yang mereka lakukan saat berada dalam kondisi ini.</p></li>
<li><p><strong>Orang yang mudah terhipnotis memiliki mental yang lemah.</strong> Mitos ini dipicu oleh acara televisi yang memperlihatkan bagaimana para sukarelawan “melakukan” apapun yang diminta untuk mendapatkan penonton.</p></li>
<li><p><strong>Teknik berbahaya.</strong> Hipnotis tidak dapat mengendalikan atau merusak pikiran seseorang <a href="https://datos.bne.es/obra/XX5123241.html">lebih dari percakapan</a>.</p></li>
</ol>
<h2>Bukan terapi, melainkan teknik yang berguna</h2>
<p>Ketertarikan terhadap kegunaan hipnosis sebagai intervensi psikologis telah mengalami perkembangan yang progresif. Namun, hipnosis bukanlah sebuah terapi itu sendiri, melainkan sebuah teknik khusus atau tambahan yang dapat dimasukkan ke dalam situasi terapeutik tertentu.</p>
<p>Prosedur hipnosugesti harus digunakan sebagai katalisator untuk terapi yang lebih luas. Prosedur ini bertujuan untuk memfasilitasi proses perubahan dan memberi pasien strategi untuk meningkatkan kapasitas pribadi dan meningkatkan kemampuan kognitif dan emosional dalam menghadapi masalah kehidupan.</p>
<p>Sebelum menerapkannya, daya sugesti individu harus selalu diuji melalui latihan. Hal ini didasarkan pada imajinasi dan aktivasi penciuman, pencecapan, sensasi otot, dll. </p>
<p>Jadi, terlepas dari mitos-mitos yang ada, kita dapat menegaskan bahwa hipnosis adalah intervensi klinis yang bisa digunakan untuk mengobati berbagai masalah psikologis dan medis.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini menerjemahkan artikel ini dari bahasa Spanyol</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/224352/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fátima Servián Franco tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mereka tidak menidurkan atau menghilangkan kehendak kita. Terlepas dari legenda yang melingkupinya, hipnosis adalah intervensi yang efektif untuk berbagai masalah psikologis dan medis.Fátima Servián Franco, Dra. en Psicología aplicada al ámbito Clínico y de la Salud. Directora del Centro de Psicología RNCR y PDI en la Universidad Internacional de Valencia, Universidad Internacional de ValenciaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2190192024-01-24T07:07:29Z2024-01-24T07:07:29ZApakah rasional untuk mempercayai intuisi kita? Seorang ahli saraf menjelaskan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/562926/original/file-20231201-25-rzdprj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Intuisi terjadi sebagai hasil dari pemrosesan yang cepat dalam otak.</span> <span class="attribution"><span class="source">Valerie van Mulukom</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Bayangkan seorang direktur perusahaan besar mengumumkan sebuah keputusan penting dan menjustifikasinya dengan hanya berdasarkan intuisi. Hal ini akan disambut dengan ketidakpercayaan - bukankah keputusan penting harus dipikirkan dengan hati-hati, sengaja dan rasional? </p>
<p>Memang, mengandalkan intuisi pada umumnya memiliki reputasi yang buruk, terutama di bagian Barat dunia, tempat pemikiran analitik telah <a href="https://theconversation.com/how-knowledge-about-different-cultures-is-shaking-the-foundations-of-psychology-92696">terus dipromosikan selama beberapa dekade terakhir</a>. Secara bertahap, banyak orang berpikir bahwa manusia telah berkembang dari mengandalkan pemikiran primitif, magis, dan religius menjadi pemikiran analitis dan ilmiah. Akibatnya, mereka memandang emosi dan intuisi sebagai alat yang keliru, bahkan aneh. </p>
<p>Namun, sikap ini didasarkan pada mitos kemajuan kognitif. Emosi sebenarnya bukanlah respons bodoh yang selalu harus diabaikan atau bahkan dikoreksi oleh kemampuan rasional. Emosi adalah penilaian terhadap apa yang baru saja dialami atau dipikirkan - dalam hal ini, emosi juga merupakan bentuk <a href="https://books.google.co.uk/books?hl=en&lr=&id=1EpnDAAAQBAJ">pemrosesan informasi</a>. </p>
<p>Intuisi atau firasat juga merupakan hasil dari banyak proses yang terjadi di otak. Penelitian menunjukkan bahwa otak adalah mesin prediktif yang besar, yang secara konstan <em>membandingkan</em> informasi sensorik yang masuk dan pengalaman saat ini dengan pengetahuan yang tersimpan dan ingatan tentang pengalaman sebelumnya, dan <em>memprediksi</em> apa yang akan terjadi selanjutnya. Hal ini dijelaskan oleh para ilmuwan sebagai <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/behavioral-and-brain-sciences/article/whatever-next-predictive-brains-situated-agents-and-the-future-of-cognitive-science/33542C736E17E3D1D44E8D03BE5F4CD9">“kerangka kerja pemrosesan prediktif”</a>. </p>
<p>Hal ini memastikan bahwa otak selalu siap untuk menghadapi situasi saat ini seoptimal mungkin. Ketika terjadi ketidaksesuaian (sesuatu yang tidak diperkirakan), otak akan memperbarui model kognitifnya. </p>
<p>Pencocokan antara model sebelumnya (berdasarkan pengalaman masa lalu) dan pengalaman saat ini terjadi secara otomatis dan tanpa disadari. Intuisi terjadi ketika otak kita telah membuat kecocokan atau ketidakcocokan yang signifikan (antara model kognitif dan pengalaman saat ini), tetapi hal ini belum mencapai kesadaran sadar kita. </p>
<p>Sebagai contoh, mungkin kamu sedang mengemudi di jalan pedesaan dalam kegelapan sambil mendengarkan musik, ketika tiba-tiba kamu memiliki intuisi untuk mengemudi di satu sisi jalur. Ketika terus mengemudi, kamu menyadari bahwa kamu baru saja melewatkan sebuah lubang besar yang dapat merusak mobil kamu secara signifikan. Kamu senang karena telah mengandalkan intuisi meskipun kamu tidak tahu dari mana asalnya. Kenyataannya, mobil di kejauhan di depan kamu melakukan belokan kecil yang sama (karena mereka adalah penduduk setempat dan tahu jalan), dan kamu mengetahui hal ini tanpa sadar.</p>
<p>Apabila kamu memiliki banyak pengalaman dalam bidang tertentu, otak memiliki lebih banyak informasi untuk dicocokkan dengan pengalaman saat ini. Hal ini membuat intuisi kamu lebih dapat diandalkan. Ini berarti bahwa, seperti halnya <a href="https://theconversation.com/the-secret-to-creativity-according-to-science-89592">kreativitas</a>, intuisi kamu sebenarnya bisa meningkat seiring dengan pengalaman. </p>
<h2>Pemahaman yang bias</h2>
<p>Dalam literatur psikologi, intuisi sering kali dijelaskan sebagai salah satu dari dua cara berpikir secara umum, bersama dengan penalaran analitik. Pemikiran intuitif <a href="https://www.nytimes.com/2011/11/27/books/review/thinking-fast-and-slow-by-daniel-kahneman-book-review.html">digambarkan sebagai</a> otomatis, cepat, dan tidak disadari. Sebaliknya, pemikiran analitik bersifat lambat, logis, sadar, dan disengaja.</p>
<p>Banyak yang menganggap pembagian antara pemikiran analitis dan intuitif berarti bahwa kedua jenis pemrosesan (atau “gaya berpikir”) tersebut berlawanan, bekerja dengan cara yang saling bertolak belakang. Namun, sebuah <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/bdm.1903">meta-analisis terbaru</a> - sebuah investigasi atas dampak dari sekelompok penelitian diukur - telah menunjukkan bahwa pemikiran analitis dan intuitif biasanya tidak berkorelasi dan dapat terjadi pada waktu yang bersamaan.</p>
<p>Jadi, meskipun benar bahwa satu gaya berpikir cenderung terasa dominan di atas yang lain dalam situasi apa pun - khususnya pemikiran analitis - sifat bawah sadar dari pemikiran intuitif menyulitkan kita untuk menentukan dengan tepat kapan hal itu terjadi, karena banyak hal yang terjadi di bawah kesadaran kita.</p>
<p>Sesungguhnya, kedua gaya berpikir ini saling melengkapi dan dapat bekerja secara bersamaan - kami sering menggunakan keduanya secara bersamaan. Bahkan penelitian ilmiah yang inovatif dapat dimulai dengan pengetahuan intuitif yang memungkinkan para ilmuwan untuk merumuskan ide dan hipotesis inovatif, yang kemudian dapat divalidasi melalui pengujian dan analisis yang ketat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Einstein menghargai intuisi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">wikipedia</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Terlebih lagi, meskipun intuisi dianggap ceroboh dan tidak akurat, pemikiran analitis juga dapat merugikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa terlalu banyak berpikir <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0146167293193010">dapat secara serius menghambat proses pengambilan keputusan</a>. </p>
<p>Dalam kasus lain, pemikiran analitis mungkin hanya terdiri dari pembenaran <em>post-hoc</em> atau rasionalisasi keputusan berdasarkan pemikiran intuitif. Hal ini terjadi misalnya ketika kita harus menjelaskan keputusan kita dalam dilema moral. Efek ini <a href="https://www.theguardian.com/books/2012/apr/22/righteous-mind-jonathan-haidt-review">membuat beberapa orang</a> menyebut pemikiran analitis sebagai “sekretaris pers” atau “pengacara batin” dari intuisi. Seringkali kita tidak tahu mengapa kita mengambil keputusan, tetapi kita tetap ingin memiliki alasan untuk keputusan kita.</p>
<h2>Percaya pada naluri</h2>
<p>Jadi, haruskah kita hanya mengandalkan intuisi kita, mengingat intuisi itu membantu kita dalam mengambil keputusan? Ini rumit. Karena intuisi bergantung pada evolusi yang lebih tua, pemrosesan otomatis dan cepat, intuisi juga menjadi mangsa kesalahan, seperti bias kognitif. Ini adalah kesalahan sistematis dalam berpikir, yang dapat terjadi secara otomatis. Meskipun demikian, membiasakan diri dengan bias kognitif yang umum dapat membantu kita menemukannya di masa depan: ada tips yang bagus tentang cara melakukannya <a href="http://uk.businessinsider.com/cognitive-biases-that-affect-decisions-2015-8">di sini</a> dan <a href="https://betterhumans.coach.me/cognitive-bias-cheat-sheet-55a472476b18">di sini</a>.</p>
<p>Demikian pula, karena pemrosesan cepat adalah hal yang kuno, terkadang bisa sedikit ketinggalan zaman. Sebagai contoh, pertimbangkan sepiring donat. Meskipun kamu mungkin tertarik untuk memakan semuanya, tapi tidak mungkin kamu membutuhkan gula dan lemak dalam jumlah yang banyak. Namun, pada masa pemburu-pengumpul, menyimpan energi merupakan naluri yang bijaksana. </p>
<p>Jadi, untuk setiap situasi yang melibatkan keputusan berdasarkan penilaian kita, pertimbangkan apakah intuisi kita telah menilai situasi tersebut dengan benar. Apakah ini merupakan situasi lama atau baru yang berevolusi? Apakah situasi tersebut melibatkan bias kognitif? Apakah kamu memiliki pengalaman atau keahlian dalam situasi seperti ini? Jika situasi ini bersifat evolusioner, melibatkan bias kognitif, dan kita tidak memiliki keahlian dalam hal ini, maka andalkanlah pemikiran analitis. Jika tidak, jangan ragu untuk mempercayai pemikiran intuitif kita. </p>
<p>Sudah saatnya kita menghentikan perburuan intuisi, dan melihatnya apa adanya: gaya pemrosesan bawah sadar yang cepat, otomatis, dan dapat memberikan kita informasi yang sangat berguna yang tidak dapat diberikan oleh analisis yang disengaja. Kita harus menerima bahwa pemikiran intuitif dan analitik harus muncul bersamaan, dan ditimbang satu sama lain dalam situasi pengambilan keputusan yang sulit.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219019/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Valerie van Mulukom telah bekerja pada penelitian pemikiran analitis dan intuitif untuk proyek-proyek yang didanai oleh hibah BIAL Foundation (62/06 dan 380/14) yang diberikan kepada Dr Miguel Farias (Universitas Coventry).</span></em></p>Saatnya berhenti menyalahkan intuisi.Valerie van Mulukom, Senior Lecturer in Psychology, Oxford Brookes UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2184122024-01-05T06:42:58Z2024-01-05T06:42:58ZDari ‘ghosting’ hingga ‘backburner’: alasan orang berperilaku buruk di aplikasi kencan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/561123/original/file-20220323-23-1r30mf7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C7%2C5112%2C2866&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/man-using-smartphone-walking-through-night-2037557108">Gorodenkoff/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.pnas.org/doi/abs/10.1073/pnas.1222447110">Kencan <em>online</em></a> dan aplikasi kencan telah mengubah cara kita memulai, membentuk, dan mengakhiri hubungan romantis. Kita mungkin juga mempertanyakan apakah kenyamanan dari aplikasi-aplikasi ini telah mendorong kita berperilaku berbeda dari yang kita lakukan di “kehidupan nyata”. Lebih khusus lagi, apakah aplikasi kencan melahirkan perilaku buruk atau antisosial?</p>
<p>Jika kamu menggunakan aplikasi kencan, mungkin kamu pernah mengalami “di-<em>ghosting</em>” (seseorang tiba-tiba berhenti menghubungimu) - atau mungkin kamu sendiri yang meng-<em>ghosting</em> seseorang. Mungkin karena kamu mengetahui bahwa seseorang yang kamu ajak mengobrol di aplikasi kencan ternyata sudah memiliki pacar. Atau jika kamu tidak menggunakan aplikasi-aplikasi ini, kamu mungkin pernah mendengar cerita-cerita tersebut dari teman.</p>
<p>Mari kita lihat beberapa perilaku buruk yang paling sering muncul - dan bagaimana psikologi menjelaskannya.</p>
<p>Salah satu tema utama yang dilihat adalah seberapa umum orang menggunakan aplikasi kencan ketika sedang menjalin hubungan. Data dari Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0747563218303625#bib37">sekitar 42%</a> orang yang memiliki profil Tinder sedang berpacaran atau sudah menikah. </p>
<p>Dalam <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0191886917306311">sebuah penelitian</a> terhadap mahasiswa sarjana di AS, sekitar dua pertiga mengungkapkan bahwa mereka menemui seseorang di Tinder yang mereka tahu sedang menjalin hubungan. Lebih lanjut, 17% partisipan mengatakan bahwa mereka mengirim pesan kepada seseorang di Tinder ketika sedang menjalin hubungan. Bahkan, 7%-nya terlibat hubungan seksual dengan seseorang yang mereka temui di Tinder meski sedang menjalin hubungan.</p>
<p>Ada juga bukti bahwa orang-orang menggunakan aplikasi kencan untuk mempertahankan apa yang disebut sebagai hubungan <a href="https://www.academia.edu/35860478/Communication_Research_Reports_Maintaining_Relationship_Alternatives_Electronically_Positive_Relationship_Maintenance_in_Back_Burner_Relationships">“<em>backburner</em>”</a>. Ini adalah ketika seseorang di aplikasi kencan mempertahankan kontak dengan orang lain dengan harapan suatu hari nanti akan melakukan sesuatu yang romantis atau seksual.</p>
<p>Yang mengejutkan, <a href="https://www.academia.edu/35860478/Communication_Research_Reports_Maintaining_Relationship_Alternatives_Electronically_Positive_Relationship_Maintenance_in_Back_Burner_Relationships">studi tahun 2018 di AS yang melibatkan 658 mahasiswa sarjana,</a>, menemukan bahwa jumlah <em>backburner</em> yang dilaporkan tidak berbeda secara signifikan antara mereka yang masih lajang, berpacaran biasa, atau dalam hubungan yang berkomitmen. Sekitar 73% dari semua responden melaporkan bahwa mereka memiliki setidaknya satu <em>backburner</em>.</p>
<p>Komunikasi <em>online</em>, tentu saja, membuat komunikasi menjadi lebih mudah. Para peneliti <a href="https://www.academia.edu/35860478/Communication_Research_Reports_Maintaining_Relationship_Alternatives_Electronically_Positive_Relationship_Maintenance_in_Back_Burner_Relationships">telah menyarankan</a> bahwa pemeliharaan hubungan dalam hubungan <em>backburner</em> melibatkan kepositifan (bersikap baik pada orang lain dan memastikan bahwa interaksi dengan mereka seru dan menyenangkan), keterbukaan (mengungkapkan informasi pribadi pada mereka, bahkan mungkin berbagi rahasia), dan jaminan (menunjukkan harapan agar hubungan tersebut dapat bertahan dari waktu ke waktu).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Tangan yang memegang ponsel pintar, yang menampilkan aplikasi kencan." src="https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/453839/original/file-20220323-23-1f5ws2e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Bukan hal yang aneh jika orang menggunakan aplikasi kencan saat menjalin hubungan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/find-love-online-concept-adult-woman-1851220126">Studio Romantic/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kencan <em>online</em> juga membuat <em>ghosting</em> menjadi lebih mudah. Sebuah <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0276236618820519">studi tahun 2019</a> menemukan bahwa responden telah meng-<em>ghosting</em> 29% orang yang mereka kencani, dan telah di-<em>ghosting</em> oleh 25% teman kencan mereka sendiri. Selain itu, 74% responden percaya bahwa <em>ghosting</em> adalah cara yang tepat untuk mengakhiri sebuah hubungan.</p>
<p>Partisipan dalam penelitian ini melaporkan adanya kasus <em>ghosting</em> yang tiba-tiba dan <em>ghosting</em> bertahap (memperlambat kontak sebelum menghilang sama sekali). <em>Ghosting</em> bertahap meningkatkan tingkat ketidakpastian bagi orang yang dihantui.</p>
<p><em>Ghosting</em> mungkin sering terjadi karena mudahnya mengakhiri hubungan dengan cara ini, terutama jika pasangan belum pernah bertemu langsung. Para penulis dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0276236618820519">studi yang sama</a> juga menyoroti bahwa kencan <em>online</em> menawarkan banyak sekali kemungkinan pasangan, dan orang-orang yang “meng-<em>ghosting</em>” satu pasangan mungkin melakukannya lagi ke pasangannya yang lain.</p>
<p>Orang-orang tidak hanya menggunakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0747563217300286">aplikasi kencan</a> untuk mencari hubungan atau seks - banyak orang yang melaporkan bahwa mereka menggunakannya hanya untuk bersenang-senang. Dengan demikian, pengguna yang lebih tulus dari aplikasi-aplikasi ini dapat menjadi sasaran empuk bagi para <em>troll</em>, yang hanya ingin menciptakan konflik dan menyebabkan kesusahan pada pengguna <em>online</em> lainnya demi hiburan mereka sendiri.</p>
<p>Sebuah <a href="https://isiarticles.com/bundles/Article/pre/pdf/117718.pdf">studi 2017</a> menemukan bahwa <em>troll</em> aplikasi kencan mendapat skor tinggi dalam ukuran perilaku sadis, yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap rasa sakit atau penderitaan yang ditimbulkan pada orang lain; dan skor tinggi dalam hal impulsif disfungsional, yang dicirikan dengan tidak menindaklanjuti janji-janji.</p>
<h2>Beberapa alasan umum untuk perilaku buruk</h2>
<p>Kenyamanan dan banyaknya pilihan dalam kencan <em>online</em> mungkin mendorong budaya “disposabilitas” - “bertukar pasangan” di pasar kencan dan meninggalkan pasangan yang dimiliki saat ini dengan lebih mudah. Perangkat seluler pribadi, yang dilengkapi dengan kode sandi atau perlindungan pengenalan wajah, memungkinkan dan bahkan mendorong perilaku yang lebih sembunyi-sembunyi dan rahasia.</p>
<p>Perilaku <em>online</em> pada umumnya sering dicirikan oleh <a href="http://drleannawolfe.com/Suler-TheOnlineDisinhibitionEffect-2004.pdf">disinhibisi</a> - kita cenderung berperilaku lebih bebas saat <em>online</em> daripada saat bertatap muka. Hal ini disebabkan, salah satunya, oleh perasaan anonimitas yang kita miliki saat <em>online</em>.</p>
<p>Terakhir, cara orang menggunakan aplikasi kencan sangat terkait dengan karakteristik kepribadian. Misalnya, orang-orang dengan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0747563218303625#:%7E:text=Untuk%20pengguna%20Tinder%20yang%20tidak%20lajang,%20Tinder%20untuk%20orang%20ego%20boost">gaya kepribadian</a> terbuka terhadap pengalaman (berjiwa petualang) dan kurang menyenangkan (kurang peduli dan perhatian terhadap orang lain) cenderung menggunakan aplikasi kencan dengan cara yang lebih santai.</p>
<p>Jika perilaku buruk atau disfungsional sekarang tampak lumrah di aplikasi kencan, media sosial, dan <em>online</em> secara umum, teknologi yang memunculkan perilaku ini akan terus berlanjut. Sehingga, kita mungkin perlu menyesuaikan ekspektasi kita.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/218412/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Martin Graff tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika kamu menggunakan aplikasi kencan, kamu mungkin pernah mengalami ghosting, atau lebih buruk lagi.Martin Graff, Senior Lecturer in Psychology of Relationships, University of South WalesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2178162023-11-16T02:39:05Z2023-11-16T02:39:05ZBagaimana mencegah maraknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa?<iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/1NiTXbKJHeZ9M5cV0vsNvY?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan mahasiswa Indonesia belakangan ramai diperbincangkan. Belum lama ini, seorang <a href="https://news.detik.com/berita/d-7020289/mahasiswi-unair-yang-ditemukan-tewas-di-mobil-tinggalkan-2-surat-wasiat">mahasiswi di Sidoarjo, Jawa Timur, ditemukan meninggal dunia di dalam mobilnya</a> dan diduga melakukan bunuh diri.</p>
<p>Kasus tersebut bukanlah kasus pertama yang terjadi dalam 3 bulan terakhir. Sebelumnya, kasus mahasiswa yang melakukan bunuh diri terjadi di <a href="https://www.detik.com/jateng/jogja/d-6960716/mahasiswi-fisipol-umy-tewas-diduga-bunuh-diri-lompat-dari-lantai-4">Yogyakarta</a>, <a href="https://news.republika.co.id/berita/s2g9js425/dalam-2-hari-2-mahasiswa-semarang-bunuh-diri-ini-reaksi-wali-kota">Semarang</a>, dan <a href="https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/10/31/tiga-mahasiswa-di-ntt-bunuh-diri-periode-oktober-2023">Nusa Tenggara Timur (NTT)</a>.</p>
<p>Menurut data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas), Kepolisian RI (Polri), terdapat <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/18/ada-971-kasus-bunuh-diri-sampai-oktober-2023-terbanyak-di-jawa-tengah">971 insiden bunuh diri di Indonesia</a> selama periode dari bulan Januari hingga 18 Oktober 2023. Jumlah tersebut telah melebihi angka kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang mencapai 900 kasus.</p>
<p>Dengan fenomena kasus bunuh diri yang semakin banyak, apa yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya?</p>
<p>Dalam episode <em>SuarAkademia</em> terbaru, kami berbincang dengan Siti Aminah, dosen dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).</p>
<p>Siti mengatakan, kondisi psikologis mahasiswa yang sedang memasuki masa transisi menuju dewasa adalah masa-masa yang rawan. Sehingga, kesehatan mental mereka patut mendapatkan perhatian bersama.</p>
<p>Ketika mereka sedang dalam kondisi yang tidak baik, ada peluang para mahasiswa ini mengambil keputusan buruk yang dianggap dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.</p>
<p>Menurut Siti, situasi ini semakin menantang karena informasi tentang kesehatan mental kini sangat mudah diakses di internet. Hal ini bisa membuat banyak anak muda melakukan <em>self diagnosis</em> tentang kesehatan mental mereka. Padahal <em>self diagnosis</em> justru bisa berpengaruh pada kesehatan mental dengan menyebabkan seseorang mengalami kekhawatiran yang tidak perlu.</p>
<p>Menanggapi maraknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa, Siti berpendapat bahwa masyarakat harus mengubah stigma bahwa konsultasi ke psikolog adalah hal buruk. Siti menambahkan, kesadaran seseorang untuk mendatangi profesional ketika mengalami gangguan kesehatan mental justru penting karena bisa memberikan penilaian yang lebih valid dibandingkan <em>self diagnosis</em>.</p>
<p>Pemahaman yang baik tentang kesehatan mental, juga peran teman dan keluarga untuk memberikan dukungan ketika menghadapi masalah, atau sekadar memberikan rasa aman dan nyaman untuk bercerita, bisa menjadi langkah yang tepat untuk mencegah kasus ini terulang kembali.</p>
<p>Simak episode selengkapnya di <em>SuarAkademia</em> - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/217816/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan mahasiswa Indonesia belakangan ramai diperbincangkan. Belum lama ini, seorang mahasiswi di Sidoarjo, Jawa Timur, ditemukan meninggal dunia di dalam mobilnya dan…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2170912023-11-11T05:54:52Z2023-11-11T05:54:52Z4 penjelasan psikologis terjadinya aksi solidaritas kolektif bela Palestina: bukan hanya tentang agama<p>Konflik yang terjadi di Jalur Gaza antara pemerintah Israel dan organisasi Hamas asal Palestina telah menjadi perhatian dunia dalam sebulan terakhir ini.</p>
<p>Di Indonesia, pada 5 November 2023 lalu, <a href="https://www.voaindonesia.com/a/gelar-aksi-bela-palestina-ratusan-ribu-orang-padati-monas/7342200.html">ratusan ribu masyarakat</a> dari berbagai daerah dan kalangan, termasuk jajaran petinggi negara dan tokoh masyarakat, menghadiri Aksi Akbar Bela Palestina di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Mereka <a href="https://www.kompas.id/baca/english/2023/11/05/en-perdamaian-di-palestina-harus-terwujud">menyerukan dukungan</a> untuk Palestina dan menyuarakan harapan agar pemerintah Indonesia menunjukkan langkah konkret untuk mendorong perdamaian.</p>
<p>Sebelum konflik kali ini, masih banyak masyarakat yang berpikir bahwa membela Palestina berlandaskan pada <a href="http://perspektif.ppj.unp.ac.id/index.php/perspektif/article/view/533/266">kesamaan identitas agama</a>, yaitu Islam. Ini karena dalam hampir setiap aksi, persoalan identitas seringkali diyakini sebagai aspek utama yang mengobarkan semangat beraksi.</p>
<p>Faktanya, aksi bela Palestina di Indonesia ini tidak hanya melibatkan umat Islam dan organisasi Muslim, tetapi juga berbagai <a href="https://www.thejakartapost.com/world/2023/11/05/indonesians-join-interfaith-rally-in-solidarity-with-palestine.html">organisasi dan masyarakat lintas agama</a>. Aksi serupa juga terjadi di berbagai negara yang mayoritasnya non-Muslim.</p>
<p><a href="https://www.arabnews.com/node/2400776/world">Di Sri Lanka</a>, contohnya, umat Buddha yang merupakan mayoritas <a href="https://www.tamilguardian.com/content/sri-lankas-sinhala-buddhist-monks-rally-support-israel">melakukan aksi protes</a> di ibukota Colombo atas penyerangan Israel di Gaza. <a href="https://www.democracynow.org/2023/11/3/boston_rally_ceasefire_gaza">Di berbagai negara bagian</a> di Amerika Serikat (AS), negara yang sikap pemerintahnya jelas <a href="https://edition.cnn.com/2023/10/11/politics/presidents-israel-cnn/index.html">mendukung penuh Israel</a>, masyarakat lintas agama <a href="https://www.nytimes.com/2023/11/04/us/protests-israels-gaza.html">turun ke jalan</a> untuk mendukung Palestina, serta memprotes sikap Presiden AS Joe Biden.</p>
<p><a href="https://www.bbc.com/news/uk-67320715">Di Inggris</a>, yang juga sekutu Israel, puluhan ribu warga dari berbagai kota, termasuk London, melakukan aksi protes serupa untuk mendukung Palestina dan menuntut gencatan senjata. Solidaritas terhadap Palestina bahkan <a href="https://www.instagram.com/p/CyR_Jj6ASzX/?igshid=NmdyaWN1b3V0bWFj">disuarakan oleh Jewish Voice for Peace</a>, organisasi komunitas Yahudi pendukung pembebasan Palestina.</p>
<p>Aksi-aksi tersebut menunjukkan adanya fenomena <a href="https://scholar.ui.ac.id/en/publications/palestinian-solidarity-action-the-dynamics-of-politicized-and-rel">solidaritas kolektif</a>, yang menjadi bukti bahwa membela Palestina kini tidak hanya dilandasi oleh kesamaan identitas semata.</p>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/record/2022-08521-001">Studi-studi psikologi sosial</a> memang menyebutkan bahwa isu identitas menjadi penggerak aksi kolektif yang konsisten. Namun, identitas hanyalah satu dari aspek-aspek lain yang juga sangat penting dalam menggerakkan aksi kolektif.</p>
<p>Setidaknya ada empat alasan lain mengapa orang-orang dengan identitas berbeda ikut melakukan aksi solidaritas terhadap Palestina, berdasarkan aspek psikologi.</p>
<h2>1. Identifikasi isu politik lebih penting daripada kesamaan identitas</h2>
<p>Kesamaan identitas saja tidak cukup dalam menjelaskan aksi kolektif. Tidak semua orang dengan identitas yang sama peduli dengan isu dalam identitasnya. Bahkan, banyak yang menghindari isu ini. Misalnya, <a href="https://jspp.psychopen.eu/index.php/jspp/article/view/7303">mereka dengan identitas keagamaan namun apolitis</a> mungkin tidak terlalu menunjukkan sikap yang kuat dalam isu-isu politik tertentu.</p>
<p>Adapun aspek yang lebih terlihat adalah “<a href="https://psycnet.apa.org/record/2022-08521-001">identifikasi seseorang terhadap kelompok yang menyuarakan isu politis</a>”. Ini mencakup <a href="https://psycnet.apa.org/record/2001-00625-003">keterlibatan, keanggotaan, atau sekadar identifikasi seseorang terhadap kelompok-kelompok aktivis, gerakan sosial, ataupun komunitas yang menghadapi ketidakadilan</a>. Contohnya adalah organisasi HAM, gerakan sosial humanitarian, atau forum yang menyuarakan isu politik tertentu baik yang secara langsung maupun lewat dunia maya.</p>
<p>Contoh lainnya adalah kaum buruh. Identitas sebagai buruh sebenarnya melekat pada banyak orang–tidak hanya kelompok menengah ke bawah. Namun, tidak semuanya tertarik melakukan aksi perjuangan buruh. Mereka yang beraksi atau memiliki solidaritas biasanya adalah memiliki <a href="https://doi.org/10.1002/9780470674871.wbespm163">identifikasi terhadap isu-isu perjuangan politik</a>.</p>
<p><a href="https://bpspsychub.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.2044-8309.2010.02001.x">Studi</a> menunjukkan bahwa identifikasi terhadap kelompok-kelompok ini penting karena mereka biasanya memiliki norma dan tujuan yang jelas dalam memandang suatu isu sosial.</p>
<p>Niatan seseorang melakukan aksi dapat terbentuk ketika mereka–terlepas dari identitas agama masing-masing–merasa terwakili atau memiliki kesamaan dengan kelompok-kelompok aktivis atau gerakan sosial. Jadi, yang penting bukan hanya memiliki agama yang sama, tetapi juga kepedulian senada terhadap isu-isu politik.</p>
<p>Mereka dengan agama berbeda bisa berjejaring juga di lingkaran aktivisme atau gerakan sosial yang memperjuangkan isu lintas agama. Ini juga bisa terjadi dalam dunia maya, seperti gerakan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/articles/c3gldnyzy7ro">boikot produk-produk Israel</a>.</p>
<h2>2. Keyakinan akan adanya kewajiban moral</h2>
<p>Meskipun dipisahkan oleh berbagai identitas, manusia telah lama <a href="https://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev-psych-010814-015355">beradaptasi dengan saling membantu satu sama lain</a>. Mereka yang memiliki kelebihan dapat membantu mereka yang kesulitan, tertinggal, atau mengalami penderitaan. Aksi ini tidak hanya didorong oleh empati, melainkan juga oleh <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ejsp.2675">keyakinan dari kelompok berprivilese mengenai kewajiban mereka terhadap yang lemah</a>.</p>
<p>Misalnya saja dalam konteks <em>Black Lives Matter</em> di AS, berbagai identitas etnis–tidak hanya etnis Afrika-Amerika–<a href="https://compass.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/soc4.13098">ikut beraksi dan menunjukkan solidaritas terhadap perjuangan kesetaraan hak antaretnis</a>.</p>
<p>Inilah yang terjadi pada mereka yang berada jauh dari Gaza dan tidak merasakan langsung penderitaan warga di Palestina, tetapi lantang dalam bersuara membela Palestina. Biasanya, orang-orang yang termasuk kelompok ini <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ejsp.2675">akan merasa bersalah atau malu</a> jika mereka tidak ikut bersuara secara moral. Mereka merasa jadi terdakwa sebagai pihak yang pasif.</p>
<p>Secara psikologis, banyak masyarakat dari seluruh dunia yang merasa memiliki kewajiban moral dalam melindungi anak-anak atau warga sipil yang tidak berdaya di wilayah perang.</p>
<p>Jika tidak bersuara, maka artinya mereka pasif dan tidak berperan seperti semestinya. Ini juga mungkin menjelaskan orang-orang bisa begitu marah terhadap mereka yang tidak mau bersuara–atau memilih diam–dalam mendukung Palestina.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/558913/original/file-20231111-23-7nkgue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Aksi bela Palestina di London, Inggris, 28 Oktober 2023.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/pro-palestine-rally-march-through-city-2381025289">Wally Cassidy/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>3. Merasakan ketidakadilan yang sama</h2>
<p>Aspek kesamaan pengalaman menghadapi ketidakadilan turut berkontribusi membentuk rasa solidaritas. Banyak komunitas global, terlepas apapun agamanya, yang menilai Israel telah memperlakukan masyarakat Palestina di Gaza secara semena-mena, termasuk penjajahan selama puluhan tahun. </p>
<p>Rasa solidaritas akan lebih mungkin dirasakan oleh mereka yang pernah merasa atau mengalami perlakuan tidak adil terhadap diri mereka sendiri atau kelompoknya.</p>
<p>Genosida yang terjadi pada kelompok Yahudi di masa lalu, misalnya, <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0725513615625239?casa_token=THnMiYjTw0oAAAAA%3A8c_IopEl_gM6L03NfudrxqifCAG1PziUAasYlx6DOkHf3P6wRacJhYHy8Wu1UWcX5TCIEaTvomg">dapat memupuk perasaan solidaritas terhadap berbagai kelompok lain yang mengalami nasib sama</a>. Seperti yang ditunjukkan pada kelompok <a href="https://www.instagram.com/p/CyR_Jj6ASzX/?igshid=NmdyaWN1b3V0bWFj">Jewish Voice for Peace yang justru menyuarakan pembebasan Palestina</a>.</p>
<p>Riset juga menunjukkan bahwa kelompok dengan sejarah diperlakukan tidak adil, seperti kelompok minoritas, <a href="https://www.mdpi.com/2077-1444/11/11/604">dapat lebih merasakan solidaritas terhadap kelompok-kelompok lain yang mengalami hal sama</a>. Misalnya, kelompok minoritas beragama cenderung mendukung hak-hak minoritas seksual karena mereka memiliki kesamaan dalam pengalaman diskriminatif.</p>
<p>Selain itu, persepsi ketidakadilan juga bisa <a href="https://psycnet.apa.org/record/2022-08521-001">menimbulkan emosi dan amarah</a>. Emosi tersebut menjadi kunci bagi seseorang untuk bertindak dalam mengubah keadaan, seperti melakukan atau menginisiasi aksi kolektif dalam membela Palestina.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=366&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=366&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=366&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=460&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=460&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/558912/original/file-20231111-26-49unl4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=460&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Aksi bela Palestina dan seruan gencatan senjata oleh masyarakat di Washington DC, Amerika Serikat, 20 Oktober 2023.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/washington-dc-us-20-oct-2023-2382304637">Johnny Silvercloud/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>4. Kesempatan melakukan aksi</h2>
<p>Di negara demokrasi, penyampaian opini politik adalah hal yang wajar dan positif. Masyarakat era demokrasi dan keterbukaan dapat memperoleh informasi yang lebih luas dengan mudah, sehingga bisa lebih memahami isu yang terjadi.</p>
<p>Ditambah lagi, di negara demokrasi umumnya tidak ada larangan bersuara dan berdemonstrasi, sehingga rakyatnya bisa lebih mendapatkan ruang untuk melakukan aksi solidaritas.</p>
<p>Hal tersebut kemudian mendorong terciptanya aspek persepsi terhadap kemampuan diri dalam bertindak, atau istilahnya adalah <em>efficacy</em>. Menurut <a href="https://psycnet.apa.org/record/2022-08521-001">riset psikologi sosial</a> tahun 2021, aspek <em>efficacy</em> merupakan salah satu faktor penentu dalam terbentuknya aksi solidaritas kolektif. Mereka merasa mampu untuk bebas berekspresi dan berkoalisi dalam menyuarakan ketidakadilan, sehingga mampu pula mendorong individu lainnya untuk saling mendukung dalam menyuarakan isu-isu masyarakat.</p>
<p>Inilah mengapa aksi-aksi solidaritas biasanya dilakukan terutama di <a href="https://samidoun.net/2023/10/calendar-of-resistance-for-palestine-events-and-actions-around-the-world/">negara-negara dengan kecenderungan demokrasi yang baik</a>. Sebaliknya, pada <a href="https://www.channelnewsasia.com/singapore/israel-hamas-conflict-events-public-assemblies-applications-reject-speakers-corner-police-nparks-3852891">negara-negara yang membatasi aktivitas, suara, atau ekspresi politik</a>, warganya mungkin kesulitan menyuarakan dukungan atau solidaritasnya.</p>
<p>Dengan kata lain, aksi bisa tercipta bukan hanya ketika ada persepsi ketidakadilan, kewajiban moral, dan tujuan (identitas terpolitisasi), melainkan juga karena adanya kesempatan dan ruang.</p>
<p>Pada akhirnya, aksi solidaritas kolektif terhadap Palestina menunjukkan sisi positif dari kemanusiaan. Apalagi ini dilakukan tidak hanya oleh satu identitas saja, tetapi oleh berbagai kelompok lintas agama dan ras. </p>
<p>Aksi ini bisa tercipta karena adanya identifikasi dengan jejaring aktivisme atau gerakan sosial, adanya keyakinan akan kewajiban moral, adanya persepsi ketidakadilan, dan adanya kesempatan dalam beraksi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/217091/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Joevarian Hudiyana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Aksi solidaritas membela Palestina terjadi di banyak negara, tidak hanya negara-negara Muslim. Ini menandakan bahwa kesamaan identitas bukanlah satu-satunya alasan mengapa solidaritas terjadi.Joevarian Hudiyana, Assistant Professor, Faculty of Psychology, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2163572023-10-26T17:24:15Z2023-10-26T17:24:15ZMengapa kita begitu membenci Israel? Ini penjelasan psikologisnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/556197/original/file-20231026-19-1h0l1i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4920%2C3280&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pembakaran bendera Israel dalam aksi protes di Istanbul, Turki.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/istanbul-turkey-08-december-2017-protestors-771321148">thomas koch/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Israel semakin menjadi sorotan dunia dan dihujani <a href="https://www.reuters.com/world/malaysian-pm-joins-thousands-condemn-israel-western-allies-barbarism-gaza-2023-10-24/">kecaman internasional</a> setelah berhari-hari menyerang jantung kota Gaza, termasuk mengarahkan roket ke beberapa rumah sakit yang di dalamnya terdapat ratusan warga sipil. Hingga kini, korban jiwa dari pihak Palestina sudah mencapai <a href="https://news.detik.com/internasional/d-6998495/korban-tewas-di-gaza-terus-bertambah-kini-capai-5-ribu-orang#:%7E:text=Kemenkes%20Palestina%20menyebut%20korban%20tewas,lebih%20dari%202.000%20anak%2Danak.">5 ribu orang</a>, dan diperkirakan masih terus bertambah.</p>
<p>Hamas, organisasi paramiliter di Gaza, dan tentara pemerintah Israel saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab atas kejadian tersebut.</p>
<p>Dukungan dunia pun <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20231013091316-8-480244/palestina-israel-berebut-dukungan-perang-dingin-menghantui">terpecah</a>. Pemerintah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan mayoritas negara Eropa berpihak penuh pada Israel. Sementara itu, negara-negara <a href="https://carnegieendowment.org/2023/10/13/arab-perspectives-on-middle-east-crisis-pub-90774">Timur Tengah seperti Iran dan Arab Saudi</a>, ditambah <a href="https://www.reuters.com/world/china-russia-find-common-cause-israel-hamas-crisis-2023-10-20/">Rusia dan Cina</a>, cenderung mendukung langkah Hamas sebagai perjuangan kemerdekaan Palestina.</p>
<p>Di Indonesia, tidak sulit untuk melihat arah dukungan publik. Banyak masyarakat Indonesia, mayoritasnya Muslim, mengekspresikan kemarahan kepada Israel, dalam bentuk mulai dari <a href="https://www.detik.com/jateng/berita/d-6993167/aksi-bela-palestina-di-semarang-massa-gelar-bendera-israel-di-jalan-pahlawan">demonstrasi massa</a>, ajakan untuk <a href="https://ekonomi.republika.co.id/berita/s2m1qy457/ramai-ajakan-boikot-ini-daftar-komoditas-israel-yang-diimpor-ke-ri">memboikot produk Israel</a>, <a href="https://www.rri.co.id/toli-toli/daerah/413354/lazismu-penggalangan-dana-untuk-korban-palestina">penggalangan dana untuk korban Palestina </a> dan aksi kemanusiaan lainnya, hingga narasi-narasi kecaman di media sosial.</p>
<p>Fenomena kemarahan dan kebencian publik terhadap Israel bisa dijelaskan melalui kajian ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial. Utamanya, ini merupakan fenomena <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1368430217702725?casa_token=nP93DDlmD6wAAAAA:Ot1mS2eZEbkaQl_RnQafHUyOTXdM-MQIuZeYeUmO6oNBHlrkY_oycn349_icEDshUUTN-QiRMBvtNjA">emosi di level kelompok</a>.</p>
<p>Tidak ada yang salah dengan ekspresi emosi tersebut. Namun, jika terlalu berlebihan akan berdampak buruk dan mengakibatkan diskriminasi kelompok.</p>
<h2>Emosi dan kebencian terhadap Israel</h2>
<p>Alasan utama munculnya emosi dan rasa benci publik terhadap Israel dapat dijelaskan melalui <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1754073915590614?casa_token=wAdm_Vy5GvcAAAAA:NAVkAvY1wqgKDHx2lfBVCjxZOyQ2VHe-xErX1t2dcRuybDkHdlzkSiUSGgQ6dfB0AqaPPLaG3F7VIMs"><em>Intergroup Emotions Theory</em></a>, yaitu tentang adanya emosi level kelompok yang juga dipengaruhi faktor tingkat identifikasi kita terhadap suatu kelompok. </p>
<p>Sementara itu John M. Levine, profesor emeritus psikologi dari University of Pittsburgh di AS dalam bukunya, <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/edit/10.4324/9780203869673/group-processes-john-levine">Group Processes</a>, menyatakan bahwa emosi berdampak besar terhadap memori, kognisi, dan juga perilaku individu. </p>
<p>Sementara menurut <a href="https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=BgBREAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA56&dq=Tajfel+dan+Turner,+1979&ots=5r_gFggs3o&sig=LOndFJmB5O21sVrUYWNBCQfnwXA&redir_esc=y#v=onepage&q=Tajfel%20dan%20Turner%2C%201979&f=false">Teori Kategorisasi Diri</a>, hal ini dapat memicu perasaan kebencian terhadap ‘<em>outgroup</em>’, yaitu pihak yang dianggap menzalimi ‘<em>ingroup</em>’. <em>Ingroup</em> adalah kelompok sendiri, sementara <em>outgroup</em> adalah kelompok berbeda/bukan kelompoknya.</p>
<p>Terlebih, dalam kelompok yang berbasis agama–karena Indonesia dan Palestina sama-sama mayoritas Muslim–individu menunjukkan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11211-012-0175-6">lebih banyak emosi negatif</a> terhadap <em>outgroup</em>-nya. </p>
<p>Dalam konteks konflik antara Israel dan Hamas, Israel merupakan <em>outgroup</em> bagi masyarakat Indonesia karena representasi kelompok mereka adalah Yahudi. Sementara itu, Hamas atau kelompok-kelompok yang dianggap mewakili Palestina, adalah <em>ingroup</em> karena representasi penduduk mereka adalah Muslim, sama dengan Indonesia.</p>
<p>Kategorisasi keyakinan (identitas agama) ini biasanya menjadi landasan paling kuat munculnya “emosi” untuk membela suatu kelompok, termasuk ketika ada peristiwa yang mengancam <em>ingroup</em> tersebut.</p>
<p>Misalnya, jika anggota kelompok merasa bahwa <em>ingroup</em> mereka diperlakukan tidak adil atau dihina oleh kelompok lain, mereka mungkin mengalami emosi negatif terhadap anggota <em>outgroup</em> serta membentuk sikap negatif tentang mereka. </p>
<p>Ini juga menjelaskan mengapa kebencian masyarakat terhadap Israel seringkali merembet, tidak hanya pada Israel, tetapi juga pengikut Yahudi dari negara-negara lain.</p>
<p>Terlepas dari kondisi geopolitik yang ada, publik di Indonesia mayoritas merasa Palestina adalah saudara sesama Muslim yang mendapatkan perlakuan tidak adil dan dijajah.</p>
<p>Kekuatan identifikasi <em>ingroup</em> ini dapat berkontribusi pada <a href="https://doi.org/10.1002/ejsp.296">intensitas emosi antarkelompok</a>. Individu dengan <a href="https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=AiMqEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA337&dq=Iyer+%26+Leach,+2009&ots=ll7mDWK8yG&sig=INMTvYN4DyuzTxYVw4z6o0Y2fu8&redir_esc=y#v=onepage&q=Iyer%20%26%20Leach%2C%202009&f=false">tingkat identifikasi yang tinggi</a> terhadap kelompoknya cenderung menunjukkan pengalaman emosional yang lebih kuat.</p>
<h2>Apa dampaknya?</h2>
<p>Kebencian dan emosi negatif pastinya dapat merugikan, karena dapat memicu konflik antarkelompok bahkan penggunaan kekerasan. <a href="https://doi.org/10.1080/10478400903028540">Penelitian</a> menunjukkan bahwa kebencian yang intens dapat memicu tindakan kekerasan dan konflik fisik antara kelompok yang berkonflik. </p>
<p>Dampak buruknya, kebencian dapat mendorong diskriminasi terhadap kelompok yang menjadi sasaran kebencian. Individu berprasangka buruk terhadap kelompok tertentu <a href="https://doi.org/10.1177/1368430217712052">cenderung mendiskriminasi</a> anggota kelompok tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.</p>
<p>Contohnya, <a href="https://grafis.tempo.co/read/3264/penolakan-timnas-israel-u-20-ke-indonesia-semakin-kuat">beragam penolakan</a> kedatangan Tim Nasional Israel ke Indonesia untuk mengikuti gelaran Piala Dunia Sepak Bola U-20. Tanpa disadari, rasa kebencian publik sudah merembet ke pihak yang seharusnya tidak menjadi target. Padahal, Timnas Israel kemungkinan tidak terkait dengan perang di Gaza dan mereka belum tentu mendukung serangan pemerintahnya ke Gaza.</p>
<p>Konsekuensinya, Indonesia batal menjadi tuan rumah turnamen internasional tersebut, padahal sudah menggelontorkan dana sebanyak <a href="https://news.detik.com/kolom/d-6648400/penolakan-israel-pembatalan-piala-dunia-u-20-dan-kepentingan-nasional">Rp4,1 triliun</a> untuk menggelarnya.</p>
<h2>Bagaimana meredamnya?</h2>
<p>Kebencian merupakan emosi negatif <a href="https://doi.org/10.1177/0022002708314665">ekstrem dan terus-menerus</a>, melibatkan perasaan permusuhan dan penghinaan anggota <em>outgroup</em>, dan kesediaan untuk menyakiti atau bahkan menghancurkan <em>outgroup</em> itu.</p>
<p>Siapapun objek dari bentuk emosi ini berdampak terhadap keinginan atau perilaku untuk melukai <em>outgroup</em>. Kebencian sebagai emosi negatif ekstrem akan lebih mudah untuk mendorong perilaku yang kelewat batas.</p>
<p>Contohnya, kebencian ekstrem bisa saja membangkitkan sel-sel tidur kelompok terorisme di Indonesia yang siap <a href="https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/04/13/dpo-tersangka-teroris-tewas-dalam-baku-tembak-di-lampung">berjihad di Palestina</a> atau bahkan menargetkan simbol-simbol Israel di Indonesia. Tindakan mereka tersebut bisa saja mengancam keselamatan warga sipil di Indonesia.</p>
<p>Oleh karena itu kebencian ekstrem harus diredam agar, siapapun objek kebenciannya, tidak berdampak negatif bagi individu atau bahkan masyarakat yang lebih luas.</p>
<p>Kita dapat meredam kebencian dengan merujuk pada konsep <em>Superordinat Identity</em>, yaitu dengan <a href="https://doi.org/10.1080/14792779343000004">menemukan identitas bersama</a> yang lebih besar daripada perbedaan kita, sehingga dapat menyatukan orang-orang dari kelompok berbeda.</p>
<p>Jadi, dalam konteks kebencian terhadap Israel, teori ini akan menekankan persamaan lebih besar di antara semua manusia, di luar persamaan identitas agama semata.</p>
<p>Misalnya, ketika kita berbicara tentang hak asasi manusia (HAM), perdamaian, dan kemanusiaan, ini adalah nilai-nilai yang bersifat universal dan berlaku untuk semua orang, terlepas dari latar belakang atau identitas mereka.</p>
<p>Kita tidak akan cenderung membenci Israel karena agama yang dianut populasinya, tapi lebih kepada pelanggaran HAM yang dilakukannya, sehingga kita juga bisa lebih objektif dalam mendukung atau tidak mendukung tindakan Hamas yang <em>notabene</em> menyerang masyarakat sipil.</p>
<p>Dengan menekankan identitas manusia secara general, konsep identitas superordinat mencoba meminimalkan perbedaan yang bisa memicu kebencian.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216357/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Vici Sofianna Putera tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Konflik Israel dan Palestina (Hamas) menyebabkan kebencian terhadap Israel, hal ini terjadi sebagai bentuk emosi di level kelompok yang terbentuk dari proses kategorisasi dan identifikasi sosial.Vici Sofianna Putera, Lecturer, Universitas Islam BandungLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2126952023-10-17T04:09:25Z2023-10-17T04:09:25ZUntuk laki-laki: begini cara membantu perempuan PMS<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/545861/original/file-20170501-12970-zb42tm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Perempuan dapat mengalami tekanan yang signifikan menjelang menstruasi.</span> <span class="attribution"><span class="source">from shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Banyak perempuan mengalami berbagai gejala fisik dan emosional sebelum mereka menstruasi. <a href="https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/premenstrual-syndrome-pms">Stres pramenstruasi</a>, yang juga dikenal sebagai PMS, sering kali dimanifestasikan oleh ketegangan atau kemarahan dalam hubungan mereka. Beberapa perempuan mungkin merasa sangat marah pada pasangannya sehingga mereka ingin <a href="https://www.researchgate.net/publication/225090569_PMS_as_a_Gendered_Illness_Linked_to_the_Construction_and_Relational_Experience_of_Hetero-Femininity">meninggalkannya</a>.</p>
<p>Dalam sebuah penelitian yang baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal <a href="http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0175068">PLoS ONE</a>, kami menemukan bahwa pasangan seorang perempuan dapat membantu mengurangi gejala PMS, dan bukannya memperparahnya. Penelitian kami menunjukkan bahwa konseling dengan pasangan dapat mengurangi gejala-gejala <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3955202/">gejala pramenstruasi</a> yang sedang hingga parah dan meningkatkan kepuasan hubungan.</p>
<h2>Masalah hubungan</h2>
<p>Sekitar 40% perempuan perempuan wanita melaporkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22393222">stres pramenstruasi sedang hingga berat</a> pada tiga hingga empat hari sebelum menstruasi. Gejala yang paling umum adalah mudah tersinggung, marah dan depresi, terkadang disertai dengan kelelahan, sakit punggung dan sakit kepala. </p>
<p>Gejala-gejala ini diakibatkan oleh kombinasi dari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23624686">perubahan hormonal</a> dan <a href="http://researchdirect.westernsydney.edu.au/islandora/object/uws:26243">tekanan hidup</a>. Tingkat keparahannya dipengaruhi oleh <a href="http://researchdirect.uws.edu.au/islandora/object/uws%3A16540">strategi mengatasi masalah</a> yang digunakan perempuan dan konteks hubungan mereka. Perempuan yang mengakui perubahan pramenstruasi, melakukan perawatan diri dan meminta dukungan akan lebih <a href="https://www.researchgate.net/publication/224053890_Challenging_the_Positioning_of_Premenstrual_Change_as_PMS_The_Impact_of_a_Psychological_Intervention_on_Women's_Self-Policing">kecil kemungkinannya</a> untuk mengalami stres pramenstruasi yang ekstrem.</p>
<p>Ketika kami mewawancarai perempuan yang mengalami PMS, biasanya kami mendengar bahwa mereka merasa tidak puas dengan elemen-elemen dalam hubungan mereka - baik itu <a href="https://www.researchgate.net/publication/224053989_The_ongoing_silencing_of_women_in_families_An_analysis_and_rethinking_of_premenstrual_syndrome_and_therapy">dukungan emosional</a> yang mereka terima di rumah, atau piring-piring yang ditinggalkan di tempat cuci piring di penghujung hari.</p>
<p>Bagi perempuan yang menderita stres pramenstruasi sedang hingga berat, masalah-masalah ini dapat <a href="http://researchdirect.westernsydney.edu.au/islandora/object/uws:5319">dibiarkan mendidih selama tiga minggu</a> setiap bulan, ketika mereka dapat ditekan atau diabaikan. Namun selama satu minggu itu perempuan, ketika wanita merasa lebih sensitif atau <a href="http://researchdirect.westernsydney.edu.au/islandora/object/uws:21336">rentan</a>, semuanya bisa menjadi terlalu berlebihan. </p>
<p>Kemarahan dan kebencian yang terpendam akhirnya mencapai titik didih dan perempuan merasa mereka <a href="http://researchdirect.westernsydney.edu.au/islandora/object/uws:10272">tidak lagi memegang kendali</a>. Hal ini dapat menyebabkan tekanan yang signifikan dan <a href="http://researchdirect.westernsydney.edu.au/islandora/object/uws:15438">ketegangan hubungan</a>.</p>
<h2>Bagaimana terapi membantu</h2>
<p>Kita telah mengetahui bahwa <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19247573">terapi satu lawan satu</a> dapat mengurangi gejala-gejala stres pramenstruasi. Fokusnya adalah membantu perempuan memahami asal-usul gejalanya dan mengembangkan <a href="https://www.academia.edu/23389578/A_woman-centred_psychological_intervention_for_premenstrual_symptoms_drawing_on_cognitive-behavioural_and_narrative_therapy">strategi mengatasinya</a>. Hal ini mungkin termasuk mengambil waktu istirahat untuk perawatan diri, menghindari konflik, mengekspresikan kebutuhan akan dukungan, dan mengurangi stres dalam hidup.</p>
<p>Sementara <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2217/WHE.13.62">pengobatan medis</a>, seperti antidepresan SSRI (<em>selective serotonin re-uptake inhibitor</em>), dapat digunakan untuk membantu wanita mengatasi stres pramenstruasi, terapi psikologis lebih <a href="https://www.researchgate.net/publication/11172704_Medical_fluoxetine_and_psychological_cognitive-behavioural_therapy_treatment_for_premenstrual_dysphoric_disorder_A_study_of_treatment_processes">efektif</a> dalam jangka panjang. Terapi ini juga <a href="https://www.researchgate.net/publication/224968314_Evaluating_the_relative_efficacy_of_a_self-help_and_minimal_psycho-educational_intervention_for_moderate_premenstrual_distress_conducted_from_a_critical_realist_standpoint">berhasil</a> dalam versi <a href="https://www.westernsydney.edu.au/pmds_selfhelp"><em>self-help</em></a>, di mana perempuan membaca tentang cara mengatasi PMS dalam sebuah buku panduan tertulis, daripada berbicara dengan terapis.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=766&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=766&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=766&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=963&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=963&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/167320/original/file-20170501-12984-15w94yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=963&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Perempuan dalam hubungan lesbian melaporkan dukungan dan pengertian yang lebih besar sebelum menstruasi dari pasangannya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?src=7En1XSNWy9TgT2Fx5iFoPA-1-20">www.shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meskipun terapi untuk stres pramenstruasi mempertimbangkan masalah hubungan, pasangan umumnya tidak dilibatkan secara langsung dalam sesi tersebut. Ini adalah kelalaian yang serius. Banyak laki-laki <a href="https://www.researchgate.net/publication/23181933_A_Complex_Negotiation_Women's_Experiences_of_Naming_and_Not_Naming_Premenstrual_Distress_in_Couple_Relationships">mengatakan bahwa mereka tidak mengerti</a> PMS. Mereka ingin mendukung pasangannya tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. </p>
<p>Yang lain mungkin menghindari pasangan mereka ketika mereka memiliki gejala, yang membuat perempuan merasa ditolak dan membuat <a href="https://www.researchgate.net/publication/225090569_PMS_as_a_Gendered_Illness_Linked_to_the_Construction_and_Relational_Experience_of_Hetero-Femininity">stres pramenstruasi semakin parah</a>.</p>
<p>Perempuan dalam <a href="https://www.researchgate.net/publication/224053984_Empathy_Egalitarianism_and_Emotion_Work_in_the_Relational_Negotiation_of_PMS_The_Experience_of_Women_in_Lesbian_Relationships">hubungan lesbian</a> telah melaporkan dukungan dan pengertian yang lebih besar sebelum menstruasi dari pasangannya. Dukungan semacam ini <a href="http://researchdirect.westernsydney.edu.au/islandora/object/uws:25775">berhubungan dengan berkurangnya gejala</a> dan peningkatan kemampuan mengatasi masalah. Pasangan laki-laki yang mendukung dapat memberikan <a href="https://www.researchgate.net/publication/235403536_PMS_as_a_process_of_negotiation_Women%27s_experience_and_management_of_premenstrual_distress">efek positif</a> yang serupa. </p>
<h2>Terapi pasangan bahkan lebih baik</h2>
<p>Dalam penelitian terbaru kami, kami membandingkan dampak dari terapi satu lawan satu dan terapi pasangan untuk gangguan pramenstruasi dengan kelompok kontrol yang berada dalam daftar tunggu terapi. <a href="http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0175068">Hasil penelitian</a> menunjukkan bahwa terapi berbasis pasangan adalah yang paling efektif dalam meningkatkan hubungan dan mengurangi gangguan pramenstruasi.</p>
<p>Penelitian yang berlangsung selama tiga tahun ini melibatkan 83 perempuan yang menderita PMS sedang hingga berat. Mereka secara acak dibagi menjadi tiga kelompok: kelompok terapi satu lawan satu, kelompok terapi pasangan, dan kelompok daftar tunggu. Sebagian besar (95%) berada dalam hubungan heteroseksual.</p>
<p>Perempuan dalam dua kelompok terapi melaporkan gejala pramenstruasi, reaksi emosional, dan gangguan pramenstruasi yang lebih rendah, dibandingkan dengan kelompok kontrol daftar tunggu. Hal ini menegaskan bahwa terapi ini efektif, apapun jenisnya. </p>
<p>Namun, para perempuan dalam kelompok terapi pasangan memiliki strategi penanggulangan perilaku yang secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan kelompok terapi satu lawan satu dan kelompok kontrol daftar tunggu. Pada kelompok terapi pasangan, 58% perempuan melaporkan peningkatan perawatan diri dan penanggulangan. Hal ini dibandingkan dengan 26% pada kelompok terapi satu-satu, dan 9% pada kelompok daftar tunggu.</p>
<p>Sebagian besar perempuan dalam kelompok terapi pasangan (57%) melaporkan adanya peningkatan hubungan dengan pasangannya. Hal ini dibandingkan dengan 26% pada kelompok terapi empat mata dan 5% pada kelompok daftar tunggu yang melaporkan adanya perbaikan.</p>
<p>Pada kelompok terapi pasangan, 84% perempuan melaporkan peningkatan kesadaran dan pemahaman pasangannya terhadap PMS, dibandingkan dengan 39% pada kelompok terapi empat mata dan 19% pada kelompok daftar tunggu.</p>
<h2>Laki-laki dapat menjadi bagian dari solusi</h2>
<p>Setelah mengikuti sesi terapi, para perempuan melaporkan bahwa mereka lebih kecil kemungkinannya untuk <a href="https://www.researchgate.net/publication/224053890_Challenging_the_Positioning_of_Premenstrual_Change_as_PMS_The_Impact_of_a_Psychological_Intervention_on_Women's_Self-Policing">“kehilangan kendali”</a> ketika mengekspresikan perasaan mereka selama masa PMS. Mereka telah meningkatkan kesadaran akan potensi konflik hubungan; menggambarkan ketegangan hubungan sebagai hal yang tidak terlalu bermasalah; dan lebih mungkin untuk berbicara dengan pasangan mereka tentang PMS dan meminta dukungan. </p>
<p>Peningkatan ini terlihat jelas pada kedua kelompok terapi dalam penelitian kami. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perempuan melakukan terapi tanpa pasangannya, terapi ini tetap dapat memberikan dampak positif. Para perempuan masih akan belajar perawatan diri dan strategi koping, mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang PMS, dan pulang ke rumah dan memberi tahu pasangannya tentang pengalaman terapi.</p>
<p>Namun, hasil penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa dampak positif terbesar terlihat ketika pasangan perempuan berpartisipasi dalam sesi terapi juga. Jadi, para laki-laki mungkin merasa difitnah karena <a href="https://www.researchgate.net/publication/269575960_Representations_of_PMS_and_Premenstrual_Women_in_Men's_Accounts_Atas_Analysis_of_Online_Posts_from_PMSBuddycom">“disalahkan”</a> untuk PMS. Namun, mereka bisa menjadi bagian dari solusi, bukan penyebab masalah.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212695/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jane Ussher menerima dana dari Australian Research Council (ARC) untuk penelitian tentang hubungan dan Premenstrual Stress (PMS), dan evaluasi terapi pasangan untuk PMS</span></em></p>Sebuah studi baru menemukan bahwa pasangan seorang perempuan dapat membantu mengurangi gejala PMS, dan bukannya memperparahnya.Jane Ussher, Professor of Women's Health Psychology, Translational Health Research Institute (THRI), Western Sydney UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2126762023-10-16T03:37:23Z2023-10-16T03:37:23ZBertahan atau putus? Alasan mengapa orang-orang memutuskan hubungan menurut ahli<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/545828/original/file-20210211-15-158vmy7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=275%2C351%2C4028%2C2621&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Apakah kamu merasa 'berjodoh' atau 'selamat tinggal' dengan hubunganmu?</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/heart-shaped-conversation-candies-background-copy-royalty-free-image/1200840322">Christine_Kohler/iStock via Getty Images Plus</a></span></figcaption></figure><p>Di mana kamu melihat dirimu dalam lima tahun ke depan? Ini adalah pertanyaan standar saat wawancara kerja, tapi pertanyaan ini juga baik ditanyakan pada diri sendiri tentang hubungan asmara yang kamu miliki.</p>
<p>Orang yang kamu ajak bicara, berkencan, tinggal bersama, bertunangan, menikah, putus, atau bercerai - semuanya terserah kamu. Kamu memegang kemudi penuh dalam menentukan arah hubunganmu.</p>
<p>Seringkali, kamu mungkin melaju dengan kendali otomatis (<em>autopilot</em>), mempertahankan kondisi yang sudah ada. Namun, sesekali, ada sesuatu yang mengganggu keseimbangan itu dan membuatmu merenungkan nasib hubunganmu dengan serius.</p>
<p>Pada titik tertentu, kebanyakan orang menemukan diri mereka menghadapi keputusan yang rumit, apakah akan bertahan atau berhenti. Meskipun ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan saat kamu merenungkan situasi itu, mengetahui bagaimana orang lain menghadapi keputusan penting dalam hidup tersebut mungkin akan membantu. Penelitian terbaru, <a href="https://www.littlebrown.com/titles/gary-w-lewandowski-jr-phd/stronger-than-you-think/9780316454704/">termasuk penelitian saya sendiri di bidang ilmu hubungan</a>, telah mengeksplorasi bagaimana orang membuat pilihan-pilihan ini.</p>
<h2>Faktor-faktor saat menimbang sebuah hubungan</h2>
<p>Rasa-rasanya, jumlah alasan mengapa seseorang memutuskan untuk mempertahankan atau mengakhiri sebuah hubungan, sama banyaknya dengan jumlah hubungan yang ada.</p>
<p>Untuk mempelajari lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya dipertimbangkan oleh orang-orang, para peneliti psikologi seperti <a href="https://scholar.google.com/citations?user=3lKgR-QAAAAJ&hl=en&oi=ao">Samantha Joel</a>, <a href="https://scholar.google.com/citations?user=Xji4sRAAAAAJ&hl=en&oi=ao">Geoff Macdonald</a> dan <a href="https://scholar.google.com/citations?user=VhP69dEAAAAJ&hl=en&oi=ao">Elizabeth Page-Gould</a> bertanya kepada lebih dari 400 orang yang tengah mempertanyakan hubungan mereka: “<a href="https://doi.org/10.1177/1948550617722834">Apa saja alasan</a> yang mungkin diberikan seseorang untuk tetap bersama atau meninggalkan pasangan romantisnya?”</p>
<p>Dari semua situasi yang ada, muncul 50 tema umum.</p>
<p><iframe id="kAJzE" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/kAJzE/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<p>Orang-orang memberikan 27 alasan utama untuk bertahan dalam hubungan. Alasan-alasan tersebut berfokus pada komponen-komponen hubungan utama seperti ketertarikan, keintiman fisik dan emosional, serta dukungan. Orang-orang enggan kehilangan waktu dan usaha yang telah mereka investasikan serta takut sendirian. Mereka mempertimbangkan nilai tambah, seperti aspek-aspek yang diinginkan dari kepribadian pasangan mereka dan seberapa banyak kesenangan yang mereka miliki bersama. Mereka juga mempertimbangkan isu-isu praktis, termasuk potensi gangguan keluarga dan implikasi keuangan.</p>
<p>Para peserta juga mengemukakan 23 alasan umum untuk berpisah. Ini mencakup banyak tema yang sama dengan yang disebutkan pada alasan untuk bertahan, tetapi berfokus pada sisi negatif, seperti kepribadian pasangan yang bermasalah, tindakan penipuan atau perselingkuhan, jarak emosional, kurangnya dukungan, dan keintiman emosional atau fisik yang tidak memadai.</p>
<h2>Begitu banyak alasan, apa yang harus dilakukan?</h2>
<p>Membuat daftar tema-tema ini adalah satu hal. Lalu, bagaimana individu mempertimbangkannya dalam keputusan nyata untuk tetap tinggal atau pergi? Untuk mengetahuinya, para peneliti melakukan penelitian lanjutan terhadap lebih dari 200 orang yang sedang mempertimbangkan untuk berpisah atau bercerai.</p>
<p>Sekitar setengah dari peserta ini melaporkan bahwa mereka merasa, secara imbang, lebih cenderung untuk tetap bertahan dalam hubungan yang bermasalah. Hal ini masuk akal karena rasa enggan berubah itu kuat. Bertahan sering kali membutuhkan usaha yang lebih sedikit.</p>
<p>Namun, orang-orang yang sama secara bersamaan memiliki kecenderungan di atas rata-rata untuk pergi, yang berarti mereka menilai diri mereka cenderung untuk berpisah. Di situlah masalahnya. Para peserta termotivasi untuk tetap bersama pasangannya, tapi pada saat yang sama juga termotivasi untuk mengakhiri hubungan. Dan keraguan ini sangat umum terjadi. </p>
<p>Keraguan akan hubungan yang begitu umum dan orang-orang yang sering kali bingung tentang apa yang harus dilakukan adalah hal yang membuat penelitian semacam ini berpotensi membantu. Penelitian ini sedikit membantu dengan mengidentifikasi apa yang paling penting.</p>
<h2>Jalan yang panjang dan berliku</h2>
<p>Keputusan dalam sebuah hubungan jarang sekali sesederhana “apakah saya harus tetap tinggal atau pergi?” Sebaliknya, orang-orang mengalami pergeseran halus dalam komitmen mereka yang terbangun dari waktu ke waktu. Apa yang menyebabkan variasi dalam komitmen ini? </p>
<p>Peneliti hubungan <a href="https://scholar.google.com/citations?user=aJgXSyoAAAAJ&hl=en&oi=sra">Laura Machia</a> dan <a href="https://scholar.google.com/citations?user=aCOyAim5Kz4C&hl=en&oi=sra">Brian Ogolsky</a> berusaha mencari tahu dengan <a href="https://doi.org/10.1177/0146167220966903">mewawancarai partisipan dalam hubungan yang stabil </a>. Pada setiap wawancara delapan bulanan, 464 partisipan mengindikasikan seberapa serius hubungan mereka dengan menilai seberapa besar kemungkinan mereka akan menikah dengan pasangan mereka saat ini - “0% jika mereka yakin tidak akan pernah menikah dengan pasangan mereka atau tidak pernah memikirkan pernikahan, dan 100% jika mereka yakin akan menikah dengan pasangan mereka di masa depan.” Setiap kali persentase “komitmen untuk menikah” mereka berubah dari satu wawancara ke wawancara berikutnya, para peneliti menanyakan alasannya.</p>
<p>Para peserta mengungkapkan banyak alasan, tepatnya 13.598 alasan, yang menyebabkan naik-turunnya komitmen. Para peneliti menyaringnya menjadi 14 tema utama. Alasan yang paling berpengaruh adalah penggambaran positif dan negatif tentang pasangan dan hubungan. Ini termasuk pernyataan langsung tentang pasangan - seperti “dia menyenangkan, perhatian, dan baik hati” - atau tentang mereka sebagai pasangan - seperti “kami mulai menjauh.” Seperti yang bisa diduga, pernyataan positif lebih berkaitan dengan peningkatan komitmen, sementara pernyataan negatif berkaitan dengan penurunan.</p>
<p><iframe id="dkQGK" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/dkQGK/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<p>Alasan yang paling banyak disebutkan berikutnya adalah keadaan yaitu kejadian atau pengalaman yang tidak terduga seperti kehilangan pekerjaan, pasangan jatuh sakit, atau harus pindah. Menariknya, perubahan hidup seperti ini dapat meningkatkan atau menurunkan komitmen seseorang terhadap hubungan. Temuan ini merupakan bukti lebih lanjut bahwa peristiwa itu sendiri - misalnya, pandemi di seluruh dunia - bukanlah satu-satunya penentu nasib suatu hubungan. Dinamika yang ada pada pasangan juga memainkan peran yang besar.</p>
<p>Dari semua alasan yang mungkin mendorong orang untuk menaikkan atau menurunkan skala komitmen, ada satu alasan yang paling menonjol yang dapat memprediksi apakah pasangan akan berpisah yaitu selingkuh. Meskipun ada banyak faktor lain yang membuat orang merasa lebih atau kurang mungkin untuk mempertimbangkan pernikahan, keterlibatan dengan pasangan kencan lain adalah satu-satunya pembunuh hubungan yang sebenarnya. </p>
<p>Di sisi lain, penelitian ini juga mengidentifikasi satu faktor yang meningkatkan komitmen dan mendorong hubungan lebih dekat ke arah pernikahan: pengungkapan diri secara positif. Itulah yang dimaksud oleh para psikolog, bahwa ketika kita saling berbagi informasi yang mendorong perasaan positif, pada gilirannya hal tersebut akan mendukung hubungan kita. Pikirkanlah tentang bertukar cerita tentang masa kecilmu, mengenal satu sama lain lebih dalam, atau berbagi kabar baik. <a href="https://doi.org/10.1037/0022-3514.91.5.904">Pengungkapan semacam ini dapat memperkuat hubungan</a>.</p>
<h2>Cinta adalah sebuah keputusan - dan jarang sekali jelas</h2>
<p>Hubungan itu rumit, dan tidak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi di masa depan. Sulit untuk mengetahui apa keputusan terbaik jika kamu sedang memikirkan apakah akan tetap bersama pasangan atau berpisah. Hubungan terbaik memiliki masalah, sementara hubungan terburuk masih memiliki kebaikan. Meskipun tidak ingin terjebak dengan pasangan yang buruk, kamu juga tidak ingin bersikap terlalu keras terhadap hubungan yang seharusnya menjadi hubungan yang baik. Mungkin dengan mengetahui apa yang orang lain anggap sebagai faktor penting dapat membantu kamu membuat pilihan terbaik.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212676/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gary W. Lewandowski Jr. tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Setiap orang memiliki banyak alasan untuk bertahan atau mengakhiri sebuah hubungan romantis. Namun, para peneliti telah mengidentifikasi beberapa tema umum yang memengaruhi keputusan besar ini.Gary W. Lewandowski Jr., Professor of Psychology, Monmouth UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2148462023-10-03T07:01:15Z2023-10-03T07:01:15ZTiga langkah mengatasi iri di media sosial – saran dari psikolog<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/551605/original/file-20230926-25-iilg30.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=72%2C18%2C5934%2C3989&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Iri karena unggahan di media sosial itu normal, tapi bagaimana mengelolanya?
iSOMBOON/Shutterstock</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/concept-blue-light-smartphone-screen-asian-2126164370">iSOMBOON/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Di masa lalu, kita mungkin iri pada tetangga yang membeli mobil baru atau pergi berlibur ke luar negeri. Walaupun rasa iri tersebut valid, perasaan ini sifatnya insidental dan hanya berlangsung sebentar.</p>
<p>Tapi dunia saat ini sangatlah berbeda. Telepon seluler alias ponsel, telah membuat kita membawa ‘mesin pembanding’ bernama media sosial kemana-mana. Munculnya media sosial tidak hanya memberikan banyak manfaat, tetapi juga menimbulkan rasa iri di media sosial ketika penggunanya melihat kehidupan orang lain yang sempurna – meskipun sebenarnya belum tentu sesempurna yang terlihat di permukaan.</p>
<p>Menurut filsuf kuno <a href="https://kairos.technorhetoric.net/stasis/2017/honeycutt/aristotle/rhet2-10.html">Aristoteles</a>, iri hati adalah rasa sakit terhadap nasib baik atau keberuntungan orang lain. Berkat media sosial, definisi yang ditulis lebih dari 2.000 tahun yang lalu ini tampak lebih relevan dari sebelumnya.</p>
<p>Seperti yang mungkin sudah diduga banyak orang, <a href="https://www.liebertpub.com/doi/abs/10.1089/cyber.2009.0257">penelitian telah menunjukkan</a> bahwa pengguna media sosial mengunggah informasi yang diinginkan secara sosial untuk menampilkan citra diri mereka yang lebih baik kepada yang lain. Dan media sosial memungkinkan pengguna untuk secara cermat memilih informasi yang mereka <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0747563208000204?casa_token=0KpBhlsz9_IAAAAA:ZtaCazV0HRMYyFTSNG9YyxLbKnAj_zSu3pgYdgvrDfpJBPqiXb8ZWPXysb1URoCYDOE%203lE7RSUI">bagikan</a>.</p>
<p>Hal ini dapat membuat kita <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0146167296225009?casa_token=p-nQ8nELbOYAAAAAA:b5rjk5RYz_KnHrqJeO6LoCQ_LGPfsBlzhkNuaHihhgGoZWEh1sjD-FktYjG%20mdCB6o03bIsr__AvGrQ">membandingkan diri dengan orang lain</a>. Kehidupan kita sendiri pada umumnya biasa-biasa saja, namun media sosial dapat membuat kehidupan orang lain terlihat luar biasa. Hal ini dapat membuat kita merasakan respons emosional yang berbeda.</p>
<p>Emosi ini bisa positif atau negatif. Misalnya, rasa iri bisa membawa perbaikan pada diri sendiri. <a href="https://psycnet.apa.org/record/2009-07991-013">Peneliti</a> menemukan bahwa siswa belajar lebih lama dan prestasi akademis mereka meningkat, ketika mereka iri dengan rekan-rekan mereka yang sukses. Hal ini disebut sebagai “<a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0146167214564959?casa_token=rBad4ScjEAwAAAAA%3AGH4eS1k_7l7FJMCCnxCejnrXNLhuEdCA1SxrtHUwxSOdSJHq_wl4hApu%20CYgeylnNWLeBf-N9TRgf3A"><em>benign envy</em> atau iri hati yang tidak berbahaya (jinak)</a>”.</p>
<p>Namun rasa iri bisa juga menimbulkan emosi negatif. Kita mungkin merasa rendah diri dan mempunyai pikiran negatif terhadap orang yang menurut kita berada dalam posisi yang lebih baik daripada kita. Hal ini disebut sebagai “<a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0146167214564959?casa_token=rBad4ScjEAwAAAAA%3AGH4eS1k_7l7FJMCCnxCejnrXNLhuEdCA1SxrtHUwxSOdSJHq_wl4hA%20puCYgeylnNWLeBf-N9TRgf3A"><em>malicious envy</em> atau kecemburuan yang jahat (dengki)</a>”.</p>
<p>Karena rasa iri adalah respons alami, penting untuk membiarkan diri kita merasakan emosi tersebut. Trik sebenarnya adalah memastikan kita menghentikan rasa iri berubah menjadi dengki dan memanfaatkan rasa iri yang tidak berbahaya. Tapi bagaimana melakukannya?</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Tangan memegang dan menggulir telepon." src="https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/550409/original/file-20230926-18-8burvb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Betapa mudahnya ponsel kita menjadi ‘mesin pembanding’ di saku.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/FPt10LXK0cg?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink">Robin Worrall/Unsplash</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>1. Akui bahwa kita iri</h2>
<p>Dengan menerima bahwa kita iri pada seseorang ketika melihat <em>postingan</em> di media sosial, <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0146167214564959?casa_token=rBad4ScjEAwAAAAA%3AGH4eS1k_7l7FJMCCnxCejnrXNLhuEdCA1S%20xrtHUwxSOdSJHq_wl4hApuCYgeylnNWLeBf%20-N9TRgf3A">kita telah melakukan langkah pertama</a> untuk mengadopsi respons yang lebih sehat. Kita kemudian dapat membuat keputusan untuk menggunakan perasaan ini untuk mendorong perbaikan diri.</p>
<p>Pergeseran perspektif ini dapat membantu kita mendapatkan gaya hidup atau objek yang awalnya membuat kita iri karena termotivasi untuk meraihnya.</p>
<h2>2. Ikuti dan berhenti mengikuti</h2>
<p>Selanjutnya, cobalah mengidentifikasi panutan serta orang-orang yang harus dihindari atau berhenti diikuti. Teladan dapat berupa siapa saja yang mendorong rasa iri hati dan mendorong keinginan untuk menjadi lebih baik. Ini bisa berupa teman, keluarga, atau selebriti.</p>
<p>Mengidentifikasi orang-orang yang membuat kita iri hati juga sama pentingnya. Berhenti mengikuti akun media sosial orang-orang ini mungkin bermanfaat.</p>
<p>Anggap saja seperti ini: kita mungkin meminum minuman tertentu karena minuman tersebut membuat kita merasa bahagia atau bersemangat. Di sisi lain, kita mungkin mendapati beberapa minuman membuat kita mual atau kembung, sehingga kita menghindari minuman tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan media sosial.</p>
<p>Jika ada sesuatu yang mendorong kita untuk berkomentar negatif, cobalah mengambil langkah untuk menghindarinya, seperti berhenti mengikuti atau mematikan notifikasi unggahan.</p>
<h2>3. Praktikkan kewajaran</h2>
<p>Seperti di banyak bidang kehidupan, menggunakan media sosial secara wajar adalah kuncinya. Meskipun terkadang kita mengambil inspirasi dari unggahan media sosial, kita juga bisa berharap atas keburukan orang di seberang ponsel. Oleh karena itu, penting untuk mewaspadai kedua jenis rasa iri ini dan menyalurkan energi kita untuk perbaikan diri daripada perasaan negatif atau jahat.</p>
<p>Yochi Cohen-Charash, peneliti emosi di <em>Baruch College</em>, New York, Amerika Serikat, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1559-1816.2009.00519.x">menyatakan bahwa</a> “target rasa iri akan selalu menjadi seseorang yang sebanding dengan kita.” Jadi ingat, jika kamu merasa iri pada seseorang, kemungkinan besar orang tersebut juga mempunyai situasi yang sama denganmu – baik hal tersebut terpampang di media sosialnya atau tidak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/214846/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daniel Walker tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menerima bahwa kamu iri pada seseorang adalah langkah pertama untuk mengambil respons yang lebih sehat.Daniel Walker, Lecturer in Psychology, University of BradfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2122362023-09-08T00:15:34Z2023-09-08T00:15:34Z5 hal yang belum kamu ketahui tentang psikopat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/544643/original/file-20230824-25-4uejft.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.imdb.com/name/nm3069650/mediaviewer/rm2721927168">IMDB</a></span></figcaption></figure><p>Dalam acara TV BBC yang terkenal, <a href="https://www.imdb.com/title/tt7016936/"><em>Killing Eve</em></a>, Villanelle, seorang pembunuh bayaran psikopat, memberi tahu Eve, seorang petugas keamanan, “Kamu tidak boleh menyebut seorang psikopat dengan sebutan psikopat. Itu membuat mereka kesal.” Dia kemudian mencibirkan bibirnya untuk menirukan seseorang yang merasa kesal.</p>
<p>Kebanyakan orang berpikir bahwa mereka tahu apa itu psikopat: seseorang yang tidak memiliki perasaan. Seseorang yang mungkin menyiksa hewan untuk bersenang-senang ketika mereka masih kecil. Namun, berikut adalah lima hal yang mungkin belum kamu ketahui tentang psikopat.</p>
<p>1. <strong>Ada sedikit psikopat dalam diri kita semua.</strong> Psikopat adalah sebuah spektrum, dan kita semua berada di suatu tempat dalam spektrum tersebut. Jika kamu pernah menunjukkan kurangnya rasa bersalah atau penyesalan, atau tidak merasakan empati dengan seseorang, atau kamu telah memikat seseorang untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan (ingat wawancara kerja terakhir?), maka kamu telah menunjukkan ciri-ciri psikopat. Mungkin kamu tidak memiliki rasa takut dalam situasi tertentu atau kamu telah mengambil risiko besar - juga merupakan ciri-ciri psikopat.</p>
<p>2. <strong>Tidak semua psikopat adalah “psikopat”.</strong> Patrick Bateman dalam film <em>American Psycho</em> dan Hannibal Lecter dalam film <em>Silence of the Lambs</em> adalah gambaran khas psikopat dalam budaya populer. Meskipun benar bahwa sebagian besar pembunuh berantai adalah psikopat, sebagian besar psikopat bukanlah pembunuh berantai. Psikopat terdiri dari <a href="https://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822(14)00771-4?_returnURL=https%3A%2F%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS0960982214007714%3Fshowall%3Dtrue">sekitar 1%</a> dari populasi umum dan dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif. </p>
<p>Kurangnya emosi mereka, seperti kecemasan dan ketakutan, membantu mereka untuk tetap tenang dalam situasi yang menakutkan. Eksperimen telah menunjukkan bahwa mereka memiliki <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2242355/">respons terkejut yang berkurang</a>. Jika seseorang membuat kamu ketakutan saat kamu menonton film horor, kamu mungkin akan menunjukkan “respons kaget yang berlebihan” - dengan kata lain, kamu akan melompat keluar dari tempat tidur. Psikopat bereaksi jauh lebih tidak intens dalam situasi yang membangkitkan rasa takut seperti itu. Jika ada, mereka tetap tenang. Ini bisa menjadi sifat yang berguna jika kamu adalah seorang tentara, ahli bedah, atau pasukan khusus.</p>
<p>Psikopat juga bisa sangat menawan (meskipun hanya di permukaan) dan mereka memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dengan percaya diri, kejam, berorientasi pada tujuan, dan membuat keputusan yang berani. Hal ini membuat mereka sangat cocok dengan lingkungan seperti industri keuangan Wall Street, ruang rapat, dan parlemen. Di sini, psikopat lebih cenderung mencetak untung sangat besar secara cepat lewat spekuasi di pasar saham daripada membunuh.</p>
<p>3. <strong>Psikopat lebih menyukai <em>Sex in the City</em> daripada <em>Little House on the Prairie.</em></strong> Psikopat lebih mungkin ditemukan di kota-kota besar. Mereka lebih menyukai apa yang disebut oleh para psikolog sebagai <a href="http://aglenn.people.ua.edu/uploads/1/4/1/8/14182546/glenn_avb_2011.pdf">“strategi sejarah hidup cepat”</a>. Artinya, mereka berfokus pada peningkatan peluang kawin jangka pendek dan jumlah pasangan seksual daripada menginvestasikan banyak usaha untuk kawin jangka panjang, menjadi orang tua, dan stabilitas hidup. Strategi ini terkait dengan peningkatan pengambilan risiko dan keegoisan. </p>
<p>Selain itu, kota juga menawarkan kesempatan yang lebih baik bagi para psikopat untuk menemukan orang yang bisa dimanipulasi. Kota juga menawarkan anonimitas yang lebih besar sehingga mengurangi risiko terdeteksi. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/239006/original/file-20181002-85617-49e8zw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Psikopat menyukai pertaruhan yang tinggi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/583864891?src=M58xPBBaFUjdd_hMPUw4Gw-1-5&size=medium_jpg">F8 studio/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>4. <strong>Psikopat perempuan agak berbeda.</strong> Meskipun psikopat laki-laki dan perempuan mirip dalam banyak hal, beberapa penelitian menemukan perbedaan. Sebagai contoh, psikopat perempuan tampaknya lebih rentan terhadap <a href="https://guilfordjournals.com/doi/pdf/10.1521/pedi_2016_30_237">kecemasan, masalah emosional, dan pergaulan bebas</a> daripada psikopat laki-laki. </p>
<p>Beberapa psikolog berpendapat bahwa psikopat perempuan terkadang didiagnosis dengan gangguan kepribadian ambang, yang ditandai dengan emosi yang tidak diatur dengan baik, reaksi impulsif, dan ledakan kemarahan. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa tingkat psikopat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19042020">lebih rendah pada perempuan</a>.</p>
<p><a href="http://conference.unizd.hr/ecp19/wp-content/uploads/sites/11/2018/07/Program.pdf">Penelitian terbaru kami</a> menunjukkan bahwa psikopat perempuan tampaknya lebih suka berkencan dengan laki-laki non-psikopat dalam jangka pendek, mungkin sebagai mainan atau untuk memudahkan penipuan dan manipulasi. Namun untuk hubungan jangka panjang, seorang psikopat perempuan akan mencari sesama psikopat. Akhirnya, burung yang sama akan hinggap di dahan yang sama.</p>
<p>5. <strong>Psikopat memang memiliki perasaan… ya, beberapa perasaan.</strong> Meskipun psikopat menunjukkan kurangnya emosi tertentu, seperti kecemasan, ketakutan, dan kesedihan, mereka dapat merasakan emosi lain, seperti kebahagiaan, kegembiraan, keterkejutan, dan rasa jijik, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh sebagian besar dari kita. Jadi, meskipun mereka mungkin kesulitan mengenali wajah-wajah yang takut atau sedih dan kurang responsif terhadap ancaman dan hukuman, mereka dapat mengenali wajah-wajah yang bahagia dan mereka merespons secara positif saat diberi hadiah. </p>
<p>Namun, meskipun memenangkan lima dolar mungkin membuat kita bahagia, seorang psikopat akan membutuhkan hadiah yang lebih besar untuk membuat mereka bersemangat. Dengan kata lain, mereka dapat merasa senang dan termotivasi jika hadiahnya cukup besar. </p>
<p>Tentu saja, mereka juga bisa marah, terutama dalam menanggapi provokasi, atau merasa frustrasi ketika tujuan mereka digagalkan. Jadi Villanelle benar, sampai batas tertentu. Kamu bisa menyakiti perasaan seorang psikopat, tapi mungkin dengan perasaan yang berbeda dan dengan alasan yang berbeda pula.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212236/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nadja Heym tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Villanelle mungkin seorang psikopat, tetapi dia tidak mewakili sebagian besar psikopat.Nadja Heym, Senior Lecturer in Psychology, Nottingham Trent UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1879782023-08-10T01:58:17Z2023-08-10T01:58:17Z“Find your passion!”: ahli luruskan 4 mitos seputar ‘passion’<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/536761/original/file-20230711-19-ko29i2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ian schneider (Unsplash)</span> </figcaption></figure><p>Temukan <em>passion</em>-mu!</p>
<p>Kalimat tersebut adalah saran yang sering dikemukakan oleh <em>motivator</em>, mentor, atau seminar <em>self-help</em> untuk mendorong audiens keluar dari rutinitas hidup yang membosankan dan mulai mencari makna hidup yang sesungguhnya. </p>
<p>Pembahasan terkait <em>passion</em> memang cukup populer, baik di media maupun artikel ilmiah. </p>
<p>Banyak penelitian telah dilakukan untuk melihat relasi antara <em>passion</em> dengan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1467-6494.2007.00447.x">performa</a> kerja, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/job.2661">perilaku kerja</a>, <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/10422587211069858">kewirausahaan</a>, perkembangan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/job.2552">karier</a>. Sebuah artikel di <a href="https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2019/07/30/five-characteristics-of-a-successful-leader/">Forbes</a> menyebutkan bahwa <em>passion</em> adalah salah satu karakter penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang berhasil. </p>
<p>Menariknya, tidak semua orang mengetahui apa yang menjadi <em>passion</em> nya. Bahkan sebagian dari mereka yang berpikir telah mengerjakan <em>passion</em>-nya juga bisa merasa lelah dan kehilangan arah lalu <a href="https://www.bbc.com/worklife/article/20230509-is-it-time-to-quit-your-passion-job">meninggalkan</a> apa yang telah mereka bangun selama ini. Ada juga yang menganggap mencari <em>passion</em> merupakan sebuah petualangan yang berharga sehingga <a href="https://personalexcellence.co/blog/quit-job/">rela</a> meninggalkan pekerjaan atau kegiatan yang sedang mereka jalani saat itu. </p>
<p>Faktanya, <em>passion</em> bukanlah sesuatu yang ditemukan. </p>
<p>Para psikolog dari Yale-NUS dan Stanford justru melihat bahwa kalimat temukan <em>passion</em>-mu! adalah <a href="https://qz.com/1314088/find-your-passion-is-bad-advice-say-yale-and-stanford-psychologists">saran yang kurang tepat</a>.</p>
<p>Berikut beberapa hal terkait passion yang perlu kamu tahu:</p>
<h2>1. Mengembangkan (bukan menemukan) <em>passion</em></h2>
<p>Para <a href="https://qz.com/1314088/find-your-passion-is-bad-advice-say-yale-and-stanford-psychologists/">peneliti</a> dari universitas Stanford dan Yale-NUS college di Singapura menyatakan bahwa kalimat “temukan <em>passion</em>-mu” cenderung membuat orang menjadi pasif dan menyarankan untuk menggunakan “kembangkan <em>passion</em>-mu” sebagai pola pikir yang lebih tepat.</p>
<p>Pola pikir mengembangkan <em>passion</em> membuat pikiran kita lebih terbuka untuk melihat berbagai kemungkinan dan arah baru dalam mengaktualisasikan <em>passion</em>. Pendapat ini masuk akal karena tidak semua orang yang <em>passionate</em> dengan hal-hal yang berkaitan dengan musik, misalnya, harus selalu menjadi musisi. Karena itu, saya percaya bahwa <em>passion</em> sebaiknya tidak ditinjau dengan pola pikir <em>fixed mindset</em>. Seseorang yang memiliki <em>mindset</em> yang tepat mengenai <em>passion</em> sesungguhnya punya banyak kesempatan untuk <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9781003233923-6/create-magdalena-grohman-heather-snyder">menyelaraskan</a> <em>passion</em>-nya dengan berbagai aktivitas yang kreatif dan bernilai tinggi.</p>
<h2>2. Bedakan <em>passion</em> dari hobi</h2>
<p>Pandangan yang menganggap bahwa <em>passion</em> itu ditemukan biasanya berangkat dari mitos bahwa hobi kita adalah <em>passion</em> kita. Ketika dulu saya bertanya kepada beberapa orang mengenai <em>passion</em>, saya sering ditanggapi dengan pertanyaan, “Apa hobimu?” yang mengindikasikan bahwa hobi sama dengan <em>passion</em>.</p>
<p>Padahal, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan <a href="https://kbbi.web.id/hobi">hobi</a> sebagai sebuah kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. Memang dalam kasus tertentu, hobi yang dikembangkan dengan serius dapat menjadi <a href="https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.04.020">pemantik <em>passion</em></a>. Namun, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah. Langkah yang mungkin lebih tepat adalah ketika kita bisa mengubah <a href="https://www.forbes.com/sites/85broads/2012/05/29/passion-hobby-or-purpose/?sh=9d3a2d952178">perspektif</a> dari hobi yang bertujuan untuk menyenangkan atau memuaskan diri sendiri menjadi sebuah kegiatan yang bermakna bagi orang lain. </p>
<p><em>Passion</em> sebaiknya tidak didasarkan pada perasaan namun pada nilai-nilai yang dikontribusikan. <em>Passion</em> yang berbasis pada kontribusi nilai positif pada masyarakat sesungguhnya memiliki <a href="https://osf.io/qj6y9/download">pengaruh positif</a> pada kepuasan kerja, dan berpotensi mencegah keinginan untuk mengundurkan diri dibandingkan <em>passion</em> yang berbasis pada kesenangan dan kepuasan pribadi belaka (hobi).</p>
<p>Jika kita bisa lebih rasional dalam menerjemahkan <em>passion</em> ke dalam aktivitas-aktivitas hidup kita, kita bisa menggunakan <em>passion</em> sebagai <a href="https://psywb.springeropen.com/articles/10.1186/2211-1522-2-1">“bahan bakar” jangka panjang</a> dalam menggapai performa yang lebih baik.</p>
<h2>3. Tidak ada istilah “satu solusi untuk semua”</h2>
<p>Selain itu, kita juga perlu lebih dewasa dalam menyikapi <em>passion</em>. Jangan jadikan <em>passion</em> sebagai solusi universal untuk semua orang. Terlepas dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0018726719844812">temuan</a> bahwa orang-orang dengan <em>passion</em> yang tepat cenderung lebih adaptif terhadap perubahan karir, memiliki hidup yang <a href="https://www.elaborer.org/pdf/2009_1.pdf">sejahtera</a> dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8792226/">sehat</a>, proses mengejawantahkan <em>passion</em> menjadi sesuatu yang nyata bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Faktanya, pengaruh positif yang didapatkan dari <em>passion</em> <a href="https://www.pnas.org/doi/10.1073/pnas.2016964118">berbeda-beda</a> dari satu individu ke individu lainnya. Motivasi untuk sukses pada seseorang bisa saja datang dari berbagai model dan sumber, menyesuaikan dengan latar belakang, situasi yang dijalani, dan kebutuhan masing-masing. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541418/original/file-20230807-19-eqraxl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Setiap individu berproses secara berbeda. Shutterstock.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika digunakan dengan tepat, saya percaya bahwa setiap individu yang mampu menanamkan <em>passion</em> dalam apapun yang mereka kerjakan cenderung mencapai hasil akhir yang lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang menjalani aktivitas secara ala kadarnya. Seperti yang dikatakan oleh Steve Jobs pada salah satu <a href="https://www.forbes.com/sites/carminegallo/2011/01/17/steve-jobs-people-with-passion-can-change-the-world/?sh=4b9573136ddf">wawancaranya</a>: “<em>People with passion can change the world for the better.</em>”</p>
<h2>4. Cara mengembangkan <em>passion</em></h2>
<p>Bagi sebagian dari kita yang masih mencari cara mengembangkan <em>passion</em>, banyak jalan menuju Roma. Salah satunya, kita dapat memulai dengan <a href="https://journal.media-culture.org.au/index.php/mcjournal/article/view/954">mengenali diri kita sendiri</a>, apa yang sesungguhnya <a href="https://psycnet.apa.org/record/2012-03350-007">kita anggap penting</a>, dan apa yang menjadi <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0149206311433855">kemampuan</a> kita. Hal-hal tersebut adalah nilai yang dapat kita kontribusikan kepada sekeliling kita. Nilai itulah yang kemudian memiliki potensi paling besar untuk dapat kita kembangkan sebagai <em>passion</em>. Namun, semua itu adalah proses yang membutuhkan banyak waktu, <a href="https://journals.aom.org/doi/abs/10.5465/AMPROC.2023.16182abstract">masukan</a> dari berbagai <a href="https://www.evidencebasedmentoring.org/how-mentoring-is-suited-to-developing-passions-more-about-nurturing-a-spark-than-finding-a-flame/">mentor</a>, dan keterbukaan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187978/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Carter Bing Andika terafiliasi dengan Tanoto Foundation sebagai Strategic Planning Manager.</span></em></p>Kita sering mendengar dan menerima saran: “Temukan ‘passion'mu”. Tapi ternyata, saran tersebut tidak sepenuhnya benar, bahkan bisa berdampak negatif. Mengapa?Carter Bing Andika, Strategic Planning Manager - Tanoto Foundation, Universitas Pelita Harapan Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2106762023-08-03T04:24:34Z2023-08-03T04:24:34ZPsikolog jelaskan “Starseeds”, orang-orang yang mengira mereka adalah alien yang tinggal di Bumi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/539998/original/file-20230728-35026-z38cp9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Selamat datang di realitas baru.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/double-exposure-portrait-young-woman-close-1723327936">sun ok/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Ada sekelompok orang di Bumi yang percaya bahwa mereka adalah alien.
Orang-orang bintang, atau <a href="https://brill.com/display/book/9789004435537/BP000031.xml"><em>starseeds</em></a>, adalah individu-individu yang percaya bahwa mereka telah datang ke Bumi dari dimensi lain untuk membantu menyembuhkan planet ini dan membimbing umat manusia menuju “zaman keemasan” - sebuah periode kebahagiaan, kemakmuran, dan pencapaian yang luar biasa. </p>
<p>Mungkin terdengar sedikit tidak masuk akal, tetapi pencarian di internet untuk istilah ini menghasilkan lebih dari 4 juta hasil. Bahkan, banyak orang yang memposting video di TikTok, <a href="https://www.instagram.com/explore/tags/starseed/?hl=en">Instagram</a> dan Facebook percaya bahwa mereka berasal dari dunia lain. Memang, konten dengan istilah <a href="https://www.tiktok.com/tag/starseed?lang=en">#<em>starseed</em></a> memiliki lebih dari 1 miliar penayangan di TikTok.</p>
<p>Tidak seperti “jiwa-jiwa Bumi”, yang dikatakan bereinkarnasi di Bumi, para <em>starseed</em> percaya bahwa mereka telah bangkit kembali dari planet lain untuk dilahirkan di sini. <a href="https://www.simonandschuster.com/books/The-Beginners-Guide-to-Starseeds/Whitney-Jefferson-Evans/9781507215364">Mereka percaya</a> bahwa mereka adalah penghubung antara alam ilahi dan Bumi dan bahwa mereka dapat berpindah antar galaksi melalui <a href="https://insighttimer.com/hypnolution/guided-meditations/starseed-activation-meditation">meditasi</a>. <em>Starseeds</em> juga percaya bahwa mereka dapat berkomunikasi dalam “<a href="https://blog.mindvalley.com/light-language/">bahasa cahaya</a>” - sebuah bentuk komunikasi yang dikatakan dapat melewati keterbatasan manusia dan menjadi bahasa jiwa.</p>
<p>Secara luas, ide ini dilontarkan oleh penulis <a href="https://www.waterstones.com/author/brad-steiger/320608">Brad Steiger</a> yang memang banyak menulis tentang hal-hal yang tidak diketahui dan sangat tertarik pada kehidupan alien dan makhluk luar angkasa. Dalam bukunya tahun 1976, <a href="https://www.goodreads.com/en/book/show/894911"><em>Gods of Aquarius</em></a>, Steiger memperkenalkan gagasannya bahwa beberapa orang berasal dari dimensi lain. </p>
<p>Para penganutnya mengklaim bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui apakah kamu adalah keturunan bintang. Ini termasuk mencari makna dalam hidup dan merasa kurang terhubung dengan lingkungan sekitar. Spiritualitas tinggi serta intuisi yang kuat juga merupakan kualitas dari seorang keturunan bintang.</p>
<p>Mereka juga dikatakan memiliki kemampuan berempati, sensitif, dan memiliki lebih banyak <a href="https://books.google.co.uk/books?hl=en&lr=&id=q8L657GHi6kC&oi=fnd&pg=PA1&dq=starseed+mental+and+physical+health+problems&ots=YZ263SVYMB&sig=rbmofx2MVrP6MExxKJjQkkmszzX0#v=onepage&q=starseed%20mental%20and%20physical%20health%20problems&f=false">masalah kesehatan fisik dan mental</a> karena jiwa mereka tidak terbiasa dengan tubuh manusia. <em>Starseeds</em> ingin membantu umat manusia. Tapi mereka kewalahan dengan kehidupan di Bumi dan mengisi ulang tenaga dengan menghabiskan waktu sendirian.</p>
<p>Para penganut kepercayaan juga mengatakan bahwa para <em>starseed</em> memiliki keinginan untuk menjelajahi dan mengalami budaya dan lingkungan baru, yang membantu manusia bintang untuk kemudian memberikan wawasan baru tentang keberadaan. Contohnya termasuk <a href="https://theconversation.com/conspiracy-theories-start-to-take-hold-at-age-14-study-suggests-156006">teori (konspirasi) baru</a> tentang masyarakat, intervensi kesehatan holistik, dan juga pemikiran tentang <a href="https://www.nationalgeographic.com/travel/article/ancient-sites-built-by-aliens">alien dan peradaban kuno</a>.</p>
<h2>Apa itu Starseeds?</h2>
<p>Kamu mungkin mengenali beberapa aspek dari dirimu sendiri dalam deskripsi di atas. Banyak orang, misalnya, melaporkan <a href="https://www.pewresearch.org/global/2021/11/18/finding-meaning-in-what-one-does/">mencari makna dalam hidup</a> bersamaan dengan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00332747.2015.1015867">merasa terlantar</a> atau seperti <a href="https://www8.gsb.columbia.edu/newsroom/newsn/11261/feeling-like-you-dont-belong-racial-and-identity-based-insults-and-slights-can-lower-self-esteem-and-damage-quality-of-life">tidak terhubung</a> pada saat-saat tertentu. </p>
<p>Memang, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00332747.2015.1015867#:%7E:text=Kesimpulan%3A%20Sense%20of%20belonging%20adalah,dalam%20pengobatan%20depresi.">penelitian menunjukkan</a> bahwa rasa memiliki keterhubungan yang rendah sering dikaitkan dengan depresi. Namun, apa yang membuat beberapa orang yang mengalami perasaan seperti itu <a href="https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2021/oct/17/eva-wiseman-conspirituality-the-dark-side-of-wellness-how-it-all-got-so-toxic">langsung mengambil kesimpulan</a> bahwa mereka pasti berasal dari planet lain? Terutama karena tidak ada kehidupan di luar Bumi yang pernah ditemukan dan <a href="https://astrobiology.nasa.gov/about/">tidak ada bukti</a> bahwa kehidupan asing pernah mengunjungi Bumi.</p>
<p>Selamat datang di <a href="https://neurofied.com/barnum-effect-the-reason-why-we-believe-our-horoscopes/">Efek Forer</a>. Istilah itu berasal dari <a href="http://apsychoserver.psych.arizona.edu/jjbareprints/psyc621/forer_the%20fallacy%20of%20personal%20validation_1949.pdf">Bertram Forer</a>, psikolog yang pertama kali menemukan bahwa cukup mudah untuk membuat orang setuju dengan deskripsi yang tidak jelas tentang diri mereka sendiri - horoskop contohnya.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/S4kL_XWqy1s?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Konsep <em>starseeds</em> adalah sebuah bentuk <a href="https://www.icsahome.com/articles/what-is-new-age-langone">kepercayaan zaman baru</a>. Istilah ini mengacu pada <a href="https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007/978-3-319-08956-0_78-1">praktik spiritual alternatif</a> yang berkembang pada 1970-an. </p>
<p>Meskipun setiap <a href="https://www.pewresearch.org/fact-tank/2018/10/01/new-age-beliefs-common-among-both-religious-and-nonreligious-americans/">kepercayaan zaman baru</a> berbeda, filosofi-filosofi tersebut memiliki kesamaan ciri-ciri: mereka memandang keberadaan dalam kaitannya dengan alam semesta dan fokus pada spiritualitas serta <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10253860500241930?casa_token=Rz5YQdqjZhcAAAAA%3A_g8SOXBuZsO5Ftgb4lWC7AnBRgnbB1TtAFM9LJUS1Ru7K9jTJvLlz4pIt8e1eLj9LBWyDH6UEO">diri</a>. Misalnya, kristal, penyembuhan energi, dan <a href="https://theconversation.com/the-science-of-why-so-many-people-believe-in-psychic-powers-102088">kemampuan psikis</a>.</p>
<p>Fitur lainnya termasuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3705678/#:%7E:text=Reinkarnasi%20adalah%20agama%20atau,dari%20tindakan%20kehidupan%20sebelumnya.">reinkarnasi</a>, <a href="https://www.livescience.com/41462-what-is-karma.html">karma</a> dan kemungkinan untuk mencapai <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S136466131630002X">tingkat kesadaran yang lebih tinggi</a>.</p>
<p>Dukungan untuk <a href="https://psycnet.apa.org/record/2012-21330-003">kepercayaan zaman baru</a> - seperti <em>starseeds</em> - sedang <a href="https://www.pewresearch.org/fact-tank/2018/10/01/new-age-beliefs-common-among-both-religious-and-nonreligious-americans/">meningkat</a>. Hal ini berasal dari <a href="https://www.sciencealert.com/distrust-in-science-is-causing-harm-but-these-researchers-have-a-plan#:%7E:text=Ketidakpercayaan%20terhadap%20ilmu%20pengetahuan%20adalah%20sebuah%20ketidakpercayaan%20yang%20lebih%20kuat%20dari%20kebenaran%20yang%20adalah%20kebenaran%20sebenarnya">ketidakpercayaan terhadap ilmu pengetahuan</a> dan keraguan terhadap <a href="https://theconversation.com/is-reality-a-game-of-quantum-mirrors-a-new-theory-suggests-it-might-be-162936">persepsi konvensional mengenai realitas</a>. Khususnya, sinisme tentang <a href="https://apnews.com/article/covid-technology-health-government-and-politics-new-york-cfb56a95aec23dddbabcf3ebbe839f05">masyarakat modern</a> dan upaya untuk menemukan makna hidup.</p>
<h2>Karakter dan kepribadian orang-orang Starseeds</h2>
<p>Karakteristik kepribadian tertentu juga dapat membuat beberapa orang percaya pada gagasan tentang <em>starseeds</em>. Misalnya, jika kamu adalah orang yang <a href="https://metro.co.uk/2020/09/11/overactive-imagination-you-might-have-a-fantasy-prone-personality-type-13247464/">mudah berkhayal</a> dan sering mencampuradukkan khayalan dan peristiwa nyata, kamu mungkin melihat teori kesadaran alien sebagai sesuatu yang mendalam dan menarik.</p>
<p>Dalam istilah psikologi, hal ini dikenal sebagai <a href="https://escholarship.org/content/qt2t1731dw/qt2t1731dw.pdf"><em>source monitoring error</em></a>, yang merupakan jenis kesalahan memori bawah sadar di mana seseorang menjadi bingung antara apa yang nyata dan akurat dengan apa yang tidak nyata dan khayalan. </p>
<p>Hal ini umumnya terlihat pada skizofrenia. Penelitian telah menemukan hubungan antara <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0165178117312301">gangguan kepribadian skizotipal</a> - gangguan umum yang dianggap sebagai bentuk skizofrenia ringan - dan kepercayaan pada teori konspirasi.</p>
<p>Efek lebih lanjut yang dapat mendorong kepercayaan semacam itu adalah apa yang dikenal sebagai <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2158244018809874#:%7E:text=Kebingungan%20ontologis%20adalah%20sebuah%20kekeliruan,%20yang%20mungkin%20disebabkan%20oleh%20penyimpangan%20kategorikal">kebingungan ontologis</a>. Hal ini terjadi ketika orang tidak dapat membedakan antara <a href="https://www.psypost.org/2018/11/people-who-are-religious-and-ontologically-confused-are-more-likely-to-share-pseudo-profound-bullshit-52583#:%7E:text=Sebagai%20contoh%2C%20kebingungan%20antologis%20orang%20lebih%20mungkin%20disebabkan%20oleh%20kategori%20melanggar%20kategori%20">metaforis dan faktual</a> pernyataan seperti: “Furnitur tua mengetahui banyak hal tentang masa lalu.” Hal ini dapat ditafsirkan secara lebih harfiah daripada secara metaforis sehingga lebih memungkinkan orang untuk mendukung teori-teori pseudosains dan transendental.</p>
<p>Hal ini terutama terjadi ketika sumber informasi dianggap dapat dipercaya dan berpengetahuan luas. Dijuluki <a href="https://www.sciencealert.com/the-einstein-effect-people-trust-nonsense-from-scientists-more-than-spiritual-gurus#:%7E:text=Penulis%20memikirkan%20hasil%20penelitian%20mereka,%20kredibilitas%20sosial%20yang%20mereka%20memiliki.">efek Einstein</a>, ini adalah saat di mana sumber informasi tepercaya diberikan kepercayaan lebih karena kredibilitas sosial yang mereka miliki. </p>
<p>Dalam kasus <em>starseeds</em>, <a href="https://www.waterstones.com/book/letters-to-a-starseed/rebecca-campbell/9781788175876">beberapa buku</a> yang diterbitkan oleh <a href="https://www.simonandschuster.co.uk/books/The-Beginners-Guide-to-Starseeds/Whitney-Jefferson-Evans/9781507215371">penerbit besar</a> dapat memberikan kesan keaslian. Begitu juga dengan fakta bahwa beberapa di antaranya merupakan buku terlaris. Tampaknya kehidupan yang kita kenal, memang tidak sesederhana yang kita bayangkan.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210676/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami telah menghabiskan waktu lama untuk mempelajari orang-orang yang berpikir bahwa mereka berasal dari planet lain, jadi kamu tidak perlu melakukannya.Ken Drinkwater, Senior Lecturer and Researcher in Cognitive and Parapsychology, Manchester Metropolitan UniversityAndrew Denovan, Senior Lecturer in Psychology, University of HuddersfieldNeil Dagnall, Reader in Applied Cognitive Psychology, Manchester Metropolitan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2088502023-07-13T03:38:36Z2023-07-13T03:38:36ZHoaks di grup WhatsApp keluarga jelang pemilu: mengapa orang bisa percaya dan ikut menyebar berita palsu?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/536977/original/file-20230712-19-9g5770.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C25%2C5639%2C3731&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penyebaran berita palsu melalui aplikasi pesan pribadi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/berlin-germany-11-25-2020-macro-1292186692">Henryk Ditze/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Indonesia tampaknya menghadapi tantangan yang cukup pelik terkait dengan penyebaran berita atau informasi palsu (hoaks). <a href="https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/snki/article/view/2557">Banyak riset</a> membuktikan bahwa penyebaran hoaks masih tumbuh subur di media sosial.</p>
<p>Namun ada satu hal yang lebih menantang, yakni penyebarannya melalui aplikasi pesan personal, termasuk WhatsApp. Sering kita temui penyebaran hoaks di grup-grup WhatsApp, bahkan grup yang hanya berisikan anggota keluarga kita sendiri.</p>
<p><a href="https://journal.unesa.ac.id/index.php/jptt/article/view/18288">Satu riset terbaru</a> menunjukkan bahwa pada Pemilu 2019, banyak grup WhatsApp keluarga beralih fungsi menjadi wadah untuk berbagi omong kosong dan hoaks, yang kemudian berkembang menjadi tempat perdebatan antara dua kubu anggota keluarga. </p>
<p>Di media sosial saja, selama triwulan pertama tahun 2023, sudah ada <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/48363/siaran-pers-no-50hmkominfo042023-tentang-triwulan-pertama-2023-kominfo-identifikasi-425-isu-hoaks/0/siaran_pers">425 isu hoaks</a> yang menyebar, menurut temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan pertama tahun 2022 yang mencapai 393 isu hoaks.</p>
<p>Belum ada data pasti mengenai temuan penyebaran hoaks melalui pesan-pesan personal. Namun angka kemungkinan besar tidak jauh berbeda, atau bahkan jauh lebih parah karena belum ada aplikasi pesan personal yang bisa menyaring informasi mana yang benar mana yang salah.</p>
<p>Fenomena penyebaran hoaks ini bisa berdampak signifikan, karena bisa sangat memengaruhi persepsi penerima informasi.</p>
<p>Pada masa pandemi COVID-19, misalnya, penyebaran hoaks – mencakup tentang pengobatan alternatif, vaksin, hingga konspirasi terkait virus – <a href="https://www.kompas.tv/nasional/126036/polisi-tetapkan-104-tersangka-kasus-berita-bohong-covid-19-jenis-penyebaran-hoax-berbeda-beda">begitu masif</a>, sampai menghalangi berbagai upaya penanggulangan COVID-19. </p>
<p>Banyak masyarakat yang menolak vaksin karena percaya pada informasi palsu bahwa vaksin tidak berguna atau akan <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210120094327-199-596012/hoaks-vaksin-covid-pakai-chip-erick-thohir-hingga-bill-gates">ada <em>chip</em></a> dalam vaksin.</p>
<p>Umumnya, secara psikologis, individu yang menerima informasi palsu secara perlahan membangun keyakinan mereka yang baru. Hal ini akan mendorong mereka untuk bertindak lebih jauh, mulai dari menyebar informasi hingga mengutarakan dukungannya pada isi informasi tersebut.</p>
<p>Pada tahun politik, penyebaran hoaks bisa berdampak pada rusaknya rasionalitas pemilih dan menurunnya kualitas penyelenggaraan pemilu. Lebih jauh lagi, ini bisa menimbulkan permusuhan antara pihak yang pro dan yang kontra terhadap informasi palsu tersebut.</p>
<h2>Mengapa terjadi penyebaran hoaks?</h2>
<p>Ada dua pihak yang secara sengaja atau tanpa sadar menjadi penyebar hoaks. Pertama adalah pihak yang sengaja menyusun atau membuat berita palsu itu. Kedua adalah pihak yang termakan berita palsu lalu menyebarnya secara sukarela. Masing-masing pihak memiliki motif berbeda dalam melakukan penyebaran.</p>
<p>Dalam tulisan ini, saya hanya akan membahas motif pihak kedua. Ini karena motif pihak pertama jelas untuk mencapai tujuan tertentu secara kelompok, dan ini adalah hal dilakukan dengan sadar. Namun pada pihak kedua, motifnya kerap kali tidak mereka sadari dan bersifat sangat personal.</p>
<p>Dalam teori psikologi, ada yang disebut <a href="https://www.researchgate.net/publication/284069014_Processing_Fluency_and_Decision-Making_The_Role_of_Language_Structure">_processing fluency effect</a>_, yaitu proses kognitif ketika individu lebih mudah merespons dan menerima berbagai informasi yang sederhana untuk dicerna karena ia tidak membutuhkan usaha lebih untuk memahaminya. Dalam konteks berita, proses ini dapat memotivasi seseorang untuk mau membagikan informasi yang didapatkan. </p>
<p>Profesor psikologi dari Amerika Serikat (AS) <a href="https://kahneman.scholar.princeton.edu/">Daniel Kahneman</a> menjabarkan ada <a href="https://suebehaviouraldesign.com/kahneman-fast-slow-thinking/">sistem 1 dan sistem 2</a> yang ada pada sistem kognitif manusia. Kedua sistem saling berinteraksi dalam proses pemikiran dan pengambilan keputusan. Sistem 1 secara otomatis menghasilkan respons yang lebih cepat dan intuitif. Sedangkan sistem 2 terlibat saat situasi yang membutuhkan analisis lebih mendalam, evaluasi, dan pemikiran yang lebih lambat.</p>
<p>Kehadiran berita dan informasi palsu yang dibuat semenarik mungkin kerap kali menggerakkan hanya sistem 1, sehingga sistem 2 tidak perlu digunakan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa masih banyak individu yang memiliki keterampilan rendah untuk melakukan verifikasi berita atau menelaah informasi secara kritis. Mereka cenderung hanya melalui sistem 1 – mudah percaya dengan berita yang biasanya viral – lalu menyebarkannya, tanpa melalui sistem 2 alias tidak mengkritik atau pun menganalisis kebenarannya.</p>
<p>Situasi demikian bisa menjadi lebih buruk jika berita atau informasi yang tersebar memiliki kaitan dengan identitas si pengirim atau penerima. <a href="https://www.mdpi.com/2076-0760/11/10/460">Pengaruh identitas dan afiliasi kelompok</a> dapat memengaruhi sejauh mana orang mempercayai berita palsu.</p>
<h2>Hoaks dan pilihan politik</h2>
<p><a href="https://scholar.google.com/citations?user=AIbJenwAAAAJ&hl=id&oi=ao">Gordon Robert Pennycook</a> adalah seorang peneliti psikologi asal Kanada yang berfokus pada tema riset <em>belief</em>, <em>misinformation</em>, <em>metacognition</em>, <em>judgement</em>, dan hal-hal yang berkaitan dengan area tersebut. Salah satu topik yang belakangan ia geluti adalah maraknya berita palsu atau hoaks di masyarakat.</p>
<p>Berangkat dari <a href="https://libraryguides.vu.edu.au/evaluating_information_guide/fakenews2016">maraknya hoaks</a> ketika pemilihan presiden AS tahun 2016, isu berita palsu dalam dunia politik hingga hari ini masih jadi masalah yang belum bisa sepenuhnya diatasi. </p>
<p>Dalam sejumlah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0736585318305483?casa_token=eRPatlyUn3MAAAAA:L74FtlkSlagOIjm0mx3NH0o41sTURmE1g4BWYs4HmppvMCyoIsXSZnhnRWACpNM9Mbzf583YBE8">penelitian</a>, salah satu yang menjadi tantangan untuk mengurangi hoaks adalah hadirnya <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/10659129211034558?casa_token=q4A70X56J0IAAAAA:ES795tEL5YlfwKBfEcKerLcmOkK76FXsC8THPhek0dIp9rnNWoSS3s6a-QZiNzGDyTVwxVS-PBaeQw"><em>motivated reasoning</em></a> atau “penalaran termotivasi” pada setiap pendukung politik. <em>Motivated reasoning</em> ini adalah kecenderungan kognitif, baik yang disadari maupun tidak disadari, untuk mencari informasi yang mendukung keyakinan mereka yang sudah ada. Proses ini biasa disebut <em>confirmation bias</em>. </p>
<p><em>Motivated reasoning</em> membuat seseorang lebih mungkin memercayai informasi palsu yang sejalan dengan pandangan mereka saja, karena informasi tersebut memperkuat apa yang sudah mereka percayai selama ini. Afiliasi kelompok, seperti dukungan ke salah satu kandidat, pada akhirnya akan berperan dalam membangun kepercayaan yang dimiliki seseorang.</p>
<p>Jika ada hoaks yang tersebar di grup WhatsApp keluarga, misalnya, beberapa anggota keluarga mungkin akan menolak mengakui bahwa informasi itu hoaks. Ini karena mereka telah mengalami bias terhadap kandidat yang mereka dukung. </p>
<p>Menurut <a href="https://pubsonline.informs.org/doi/10.1287/mnsc.2019.3478">suatu studi</a> yang terbit tahun 2020, kecenderungan untuk memercayai berita palsu meningkat saat berita tersebut mendukung keyakinan yang ada atau keyakinan kelompok. </p>
<p>Saat seseorang mengalami bias terhadap informasi, sistem 2 kemungkinan tidak akan bekerja dan membiarkan sistem 1, yang cepat dan otomatis, bertindak lebih besar. Maka, tidak heran jika seorang simpatisan pendukung, dengan berbagai siasat akan menyebarkan berbagai berita-berita yang mewakili bentuk dukungannya, terlepas apakah berita itu benar atau salah.</p>
<p>Jadi, bersiaplah untuk melihat sosial media hingga grup WhatsApp keluarga kita kemungkinan akan dipenuhi kembali dengan debat atau saling serang dengan berita yang memperlihatkan kehebatan kandidat masing-masing. </p>
<h2>Cara menghadapi atau mencegah fenomena ini</h2>
<p>Beberapa <a href="https://pdfs.semanticscholar.org/fcb2/5fb3272d90102962613a4618f1d80750b26c.pdf">studi</a> menyebutkan bahwa grup WhatsApp keluarga berpotensi menjadi wadah penyebaran hoaks akibat rendahnya literasi media dari generasi yang lebih tua. </p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/21670811.2023.2213731?journalCode=rdij20">Studi lain</a> juga mendukung terkait adanya perspektif generasi tua yang belum mampu memaksimalkan pemahaman terkait informasi yang tersebar, sehingga berita hoaks dengan mudah berkembang. <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/21670811.2023.2213731?journalCode=rdij20">Isu yang paling</a> sering dibahas dalam grup WhatsApp keluarga juga berkutat di isu politik dan agama.</p>
<p>Oleh karena itu, peningkatan literasi media dapat menjadi salah satu upaya serius untuk menghadapi masalah – ini harus segera dimulai.</p>
<p>Pendidikan literasi media akan dapat membantu seseorang atau kelompok dalam memahami metode verifikasi fakta, pengenalan sumber berita yang tepercaya, dan pemahaman tentang berbagai taktik manipulatif yang digunakan dalam berita palsu. Langkah ini bisa dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari komunitas, kelompok masyarakat sipil, hingga pemerintah. </p>
<p>Selain itu, perlu adanya penguatan transparansi platform. Ini mencakup peningkatan aturan dan kebijakan terkait dengan penyebaran informasi palsu, memberikan akses yang lebih mudah ke algoritme dan mekanisme penyaringan, serta memperkuat upaya untuk melawan akun palsu dan bot otomatis.</p>
<p>Langkah ini kemungkinan telah dilakukan oleh pemerintah dan para pegiat hak digital. Namun, derasnya informasi kadang tidak mampu terbendung, sehingga dibutuhkan upaya yang lebih maksimal. </p>
<p>Terakhir, kita butuh kolaborasi antara berbagai instansi seperti jaringan jurnalis, lembaga riset, pemeriksa fakta untuk dapat terlibat aktif mengawasi dan merespons berbagai berita atau isu yang berkembang di masyarakat.</p>
<p>Sudah waktunya pemerintah mencari strategi yang lebih terperinci dan solutif dalam menghadapi penyebaran hoaks. Semua ini demi menjaga iklim politik tetap aman dan stabil.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/208850/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Wawan Kurniawan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Secara psikologis, individu yang menerima informasi palsu secara perlahan membangun keyakinan mereka yang baru. Ini bisa mendorong mereka untuk ikut mendukung dan menyebar informasi itu.Wawan Kurniawan, Peneliti di Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2090992023-07-12T07:55:55Z2023-07-12T07:55:55ZButuh terapi psikologi? Inilah cara memilih terapi yang paling sesuai untukmu<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/535602/original/file-20230704-13229-jfeqzw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sangatlah penting untuk menemukan seorang psikolog yang dapat membuatmu merasa nyaman dan memahami dirimu.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/@priscilladupreez">Priscilla Du Preez</a></span></figcaption></figure><p>Setiap tahun, <a href="https://www.blackdoginstitute.org.au/docs/default-source/factsheets/facts_figures.pdf?sfvrsn=8">1 dari 5 orang Australia</a> akan mengalami gejala penyakit mental.</p>
<p>Meskipun pengobatan dengan obat banyak digunakan dan bisa jadi efektif, tapi terkadang ada <a href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/depression/in-depth/antidepressants/art-20049305">efek samping</a> yang mengganggu seperti penambahan berat badan, sakit kepala, dan kelelahan.</p>
<p>Terapi bicara bisa <a href="https://www.psychology.org.au/getmedia/23c6a11b-2600-4e19-9a1d-6ff9c2f26fae/Evidence-based-psych-interventions.pdf">sama efektifnya</a> untuk sejumlah kondisi kesehatan mental termasuk kecemasan dan depresi, atau bisa juga menjadi terapi tambahan yang baik bagi mereka yang berobat.</p>
<p>Terapi ini juga memiliki manfaat tambahan untuk berusaha menangani sumber penyebab timbulnya permasalahan.</p>
<p>Jadi, apa saja pilihan untuk perawatan dan bagaimana cara kerjanya?</p>
<h2>Pertama, temukan psikolog yang tepat</h2>
<p><a href="https://www.cambridge.org/core/journals/the-cognitive-behaviour-therapist/article/whats-therapeutic-about-the-therapeutic-relationship-a-hypothesis-for-practice-informed-by-perceptual-control-theory/98CF8D06E5A621F162361D3C2D1AEDBD">Salah satu aspek terpenting</a> dari perawatan psikologis adalah memiliki hubungan yang menarik dengan psikolog kita.</p>
<p>Jika kita tidak bisa “klik” dalam beberapa sesi pertama, pengobatan tidak akan efektif.</p>
<p>Ini bukan berarti ada yang salah dengan kita atau psikolog itu sendiri. Hanya saja, hubungan khusus ini tidak akan membantu - dan sebaiknya kita mencari seseorang yang dapat membuat kita merasa nyaman.</p>
<p>Penting juga untuk menemukan metode terapi yang paling cocok.</p>
<p>Beberapa orang, misalnya, suka mendapatkan instruksi dan saran yang jelas. Sementara yang lain lebih suka berusaha sendiri untuk menemukan solusi mereka. Masing-masing orang ini akan cocok dengan jenis terapi dan psikolog yang berbeda.</p>
<p>Jadi, apa saja jenis terapi utama yang ditawarkan oleh psikolog dan kepada siapa terapi tersebut paling cocok?</p>
<h2>Terapi perilaku kognitif</h2>
<p>Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah salah satu terapi bicara yang terkenal dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279297/">paling banyak digunakan</a>.</p>
<p>CBT mengacu pada berbagai pendekatan terstruktur yang berbeda didasarkan pada asumsi bahwa cara seseorang berperasaan berkaitan erat dengan cara seseorang berpikir dan berperilaku.</p>
<p>Terapi ini kemudian menggunakan berbagai kegiatan untuk menargetkan pemikiran (kognisi) dan perilaku (perilaku).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/290049/original/file-20190829-106524-1phiuys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Seorang psikolog CBT dapat mendorong seseorang untuk membuat buku harian tentang pemikiran dan perilakunya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/722926381?src=-1-4&size=huge_jpg">Photographee.eu/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Untuk mengubah perasaan seseorang, psikolog yang memberikan CBT akan membantu orang tersebut melakukan berbagai kegiatan yang dapat membantu mengubah pola pikir dan perilaku.</p>
<p>Seorang psikolog CBT dapat mendorong seseorang untuk membuat buku harian, misalnya, tentang hal-hal yang mereka pikirkan sepanjang hari. Buku harian ini sering kali mengikuti format ABC:</p>
<ul>
<li>A, peristiwa yang mengaktifkan - hal yang membuat pikiran itu muncul</li>
<li>B, keyakinan - pemikiran itu sendiri</li>
<li>C, konsekuensi - bagaimana memikirkan pemikiran itu memengaruhi perasaan orang tersebut.</li>
</ul>
<p>Terkadang D dan E ditambahkan:</p>
<ul>
<li>D, sebuah alternatif yang dapat dilakukan - apa yang dapat mereka pikirkan sebagai gantinya</li>
<li>E, hasil akhir - merefleksikan bagaimana cara berpikir alternatif ini memengaruhi perasaan orang itu.</li>
</ul>
<h2>Terapi penerimaan dan komitmen</h2>
<p>Terapi penerimaan dan komitmen atau <em>acceptance and commitment therapy</em> (ACT) adalah terapi populer lainnya yang bisa efektif untuk berbagai situasi dan masalah.</p>
<p>ACT <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28271287">secara khusus menargetkan</a> kecenderungan seseorang untuk menghindari masalah dan membantu mereka mengembangkan fleksibilitas psikologis yang lebih besar sehingga mereka dapat mengejar hal-hal yang bernilai dan menjalani kehidupan yang bermakna.</p>
<p>Ketika CBT mencoba untuk mengubah pemikiran dan perilaku, ACT memperkenalkan gagasan menarik bahwa orang <em>tidak</em> perlu mengubah pemikiran dan perilaku mereka, melainkan mencapai keadaan pikiran yang mereka dapat memperhatikan pikiran, gambaran, perasaan, atau perilaku yang bermasalah, namun tidak dikuasai atau dikonsumsi olehnya. Itulah bagian “penerimaan”.</p>
<p>ACT juga mendorong orang untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang penting bagi mereka dan mencari cara agar kehidupan sehari-hari mereka dapat mencerminkan nilai-nilai tersebut. Itulah bagian komitmen.</p>
<p>Psikolog ACT menyediakan berbagai aktivitas baru dan menarik yang dapat dilakukan. Seorang psikolog ACT dapat membantu seseorang memvisualisasikan pikirannya di atas daun-daun yang mengambang di sungai. Mereka kemudian dapat melihat pikiran mereka melayang dan menghilang di sungai.</p>
<h2>Terapi aktivasi perilaku</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/290043/original/file-20190829-106490-vzc5un.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Aktivasi perilaku membantu orang memahami titik-titik dalam hidupnya yang membuatnya tertekan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/595755389?src=-1-4&size=huge_jpg">Arts Illustrated Studios/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Aktivasi perilaku pada awalnya dikembangkan untuk pengobatan depresi, tetapi kini telah digunakan secara lebih luas. Terapi ini melibatkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22679240">identifikasi dan penjadwalan kegiatan</a> yang dapat meningkatkan kesenangan atau mengurangi stres.</p>
<p>Aktivasi perilaku membantu orang mengidentifikasi hal-hal di lingkungan mereka yang berkontribusi terhadap permasalahannya, dan hal-hal yang benar-benar dapat membantu, bersama dengan perilaku yang berhubungan dengan masing-masing hal tersebut.</p>
<p>Fokus dari aktivasi perilaku adalah membantu orang mengembangkan tujuan-tujuan spesifik dan rencana-rencana nyata untuk mengaktifkan perilaku-perilaku yang positif.</p>
<p>Aktivasi perilaku dapat melibatkan kegiatan yang serupa dengan CBT, dengan lebih menekankan pada perilaku daripada pikiran. Seseorang yang terlibat dengan psikolog aktivasi perilaku, misalnya, dapat menghabiskan waktu untuk memantau kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari dan memberi peringkat pada setiap kegiatan sesuai dengan dampaknya terhadap suasana hati mereka.</p>
<h2>Terapi <em>method of levels</em></h2>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/doiLanding?doi=10.1037%2Fpro0000132">Metode level</a> adalah pengobatan yang lebih baru dan kurang terkenal, tetapi semakin diminati. Terapi ini berfokus pada kendali yang dimiliki seseorang dalam kehidupannya, bagaimana kendali tersebut terganggu, dan bagaimana kendali tersebut dapat dipulihkan.</p>
<p>Metode level ini memiliki kesamaan dengan terapi lainnya, tetapi menggunakan percakapan yang berkembang selama terapi, berdasarkan sudut pandang individu tentang masalah mereka, sebagai “teknik” utama.</p>
<p>Jenis terapi ini menanggapi bagaimana seseorang berfungsi “saat ini” dalam sesi saat mereka berbicara dengan psikolog.</p>
<p>Topik dari setiap sesi ditentukan oleh orang yang memiliki masalah. Psikolog berfokus pada tekanan yang terkait dengan pola gejala tertentu, bukan pada gejalanya itu sendiri.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/290225/original/file-20190829-106524-15y8zs4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Psikolog metode level berfokus pada apa yang terjadi dalam kehidupan seseorang dan bagaimana kendali mereka dapat dipulihkan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1417250087?src=-1-85&size=huge_jpg">Syda Productions/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika seseorang melaporkan, misalnya, merasa sangat cemas dalam situasi sosial dan terus-menerus mengkhawatirkan apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka, psikolog akan tertarik untuk mengeksplorasi apa yang membuat orang tersebut merasa seperti itu, apa yang mengganggunya, dan apa yang membuat mereka tidak dapat melakukan apa pun.</p>
<p>Melalui percakapan ini, psikolog membantu orang untuk menghasilkan solusi mereka sendiri untuk masalah mereka daripada memberikan saran dan bimbingan dari sudut pandang mereka.</p>
<p>Metode level mengenali keberagaman dalam hal durasi waktu yang dibutuhkan orang untuk menyelesaikan masalah psikologis dan sosial. Juga bahwa perubahan psikologis sering kali mengikuti arah yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25601435">tidak linier dan tidak dapat diprediksi</a>, sehingga metode ini menggunakan pendekatan yang dipimpin oleh pasien untuk menjadwalkan janji temu daripada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25601435">jadwal yang rapi</a>.</p>
<h2>Bagaimana jika terapi psikologi tidak berhasil?</h2>
<p>Ada lebih banyak perawatan yang tersedia daripada yang tercantum di atas. Banyak psikolog memiliki keahlian dalam lebih dari satu perawatan atau bahkan dapat menggabungkan berbagai jenis perawatan.</p>
<p>Jika kita dapat menemukan seseorang yang dapat dipercaya, yang tertarik untuk memantau kemajuan kita secara teratur, dan yang dapat bekerja secara fleksibel dan responsif mengenai hal-hal yang membuat kita bermasalah, kemungkinan besar kita akan menemukan bantuan yang dicari.</p>
<p>Tetapi tidak ada jaminan. Perawatan hanyalah sumber bantuan yang dapat digunakan orang untuk membantu memahami hal-hal yang sebelumnya tampak tidak masuk akal dan untuk memulihkan rasa puas serta membuat kita merasa telah menjalani kehidupan yang berharga. <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1098214018824040">Diri kitalah</a> yang membuat perawatan berhasil.</p>
<p>Jika kamu tampaknya tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan menemui orang lain atau mencoba jenis terapi yang berbeda.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209099/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tim Carey telah menerima dana penelitian dari Australian Research Council, Pemerintah Northern Territory, dan Central Australia Academic Health Science Network. Saat ini beliau menjabat sebagai Wakil Presiden Australian Psychological Society dan beliau mengembangkan dan menjadi evaluator utama Metode Level (Method of Levels). </span></em></p>Psikolog menggunakan sejumlah terapi yang berbeda, termasuk terapi perilaku kognitif dan terapi aktivasi perilaku. Berikut ini cara kerjanya beserta kecocokannya denganmu.Timothy A. Carey, Chair Country Health Research and Innovation, Curtin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2089422023-07-05T15:12:38Z2023-07-05T15:12:38ZMengapa orang super kaya suka mengambil risiko lebih besar daripada kita semua?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/535457/original/file-20230704-15-hhb1al.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C9%2C6190%2C4327&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi kapal selam Titan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/titan-submarine-sea-render-3d-photoshop-2321747745">Amnat Phomuang/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Seperti kebanyakan orang, saya menyaksikan terungkapnya tragedi kapal selam Titan dengan perasaan ngeri. Kami membicarakannya di kafe, spontan mengecek berita yang masuk ke ponsel kami, dan bertanya-tanya mengapa ada orang yang benar-benar membayar untuk mengalami risiko seperti itu.</p>
<p>Apakah miliarder seperti ini pada akhirnya memang hanya narsistik atau <a href="https://theconversation.com/are-rich-people-more-intelligent-heres-what-the-science-says-205694">bodoh</a>? Apakah perilaku sembrono mengambil risiko sudah ada dalam DNA mereka?</p>
<p>Ternyata ada banyak penelitian yang mencakup sejumlah bidang psikologi tentang mengapa orang kaya suka mengambil risiko. Satu riset, <a href="https://www.nature.com/articles/s41599-022-01099-3?utm_medium=affiliate&utm_source=commission_junction&utm_campaign=CONR_PF018_ECOM_GL_PHSS_ALWYS_DEEPLINK&utm_content=textlink&utm_term=PID100024933&CJEVENT=51be7437102c11ee824e003a0a18ba73#data-availability">diterbitkan di jurnal Nature</a>, menyelidiki bagaimana kepribadian 1.125 orang di Jerman dengan kekayaan bersih minimal €1 juta (Rp 16,3 miliar) – tidak semua orang ini masuk kategori “super kaya” – berbeda dari kita semua.</p>
<p>Riset tersebut menunjukkan bahwa orang-orang dengan pendapatan yang relatif lebih tinggi ini biasanya ekstrover dan, yang terpenting, toleran terhadap risiko. Ini berarti mereka mungkin memang lebih tertarik mencari sensasi dan mengambil risiko, dalam hal petualangan dan olahraga ekstrem.</p>
<p>Namun, sebagai seorang ahli, yang saya pikirkan kemudian adalah tentang teka-teki ayam dan telur. Mana yang lebih dulu? Kekayaan besar atau terbentuknya kepribadian spesifik tersebut? Apakah uang membentuk kepribadian, atau apakah kepribadian memungkinkan orang tersebut mengembangkan kekayaannya?</p>
<p>Jawabannya adalah sedikit dari keduanya. Kepribadian mengambil risiko kemungkinan besar dapat membantu kamu menghasilkan uang. Namun, ketika kamu telah memperoleh kekayaan yang sangat besar, kemungkinan besar kamu juga merasakan banyak keamanan dalam hidupmu – kamu tidak perlu khawatir mau makan apa, atau apakah kamu mampu menghangatkan diri di rumah ketika musim dingin. Beberapa mungkin mengalami ini dengan perasaan hidup mereka sedikit “terlalu aman”.</p>
<p>Sosiolog Prancis, <a href="https://www.theguardian.com/world/2012/feb/21/pierre-bourdieu-philosophy-most-quoted">Pierre Bordieau</a> berpendapat bahwa cara kita berada di dunia ini – atau “<a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1468-5914.2004.00255.x?casa_token=GpTaAO5jqnEAAAAA%3AVssr5sWX-Nly5SRSjR0dmi5eo4nsv2dU81NEz1uSBNu7myOlQhRhy87KvJZqzIwOvKBcjn1s4d94p0Wu">habitus</a>” kita – adalah bagian dari diri kita. Orang-orang dari budaya yang berbeda atau yang memiliki sejarah tertentu cenderung berbagi habitus – artinya kehidupan bermasyarakat pada akhirnya dapat membentuk pola pikir seseorang.</p>
<p>Ambil contoh tentang berapa banyak uang yang kita miliki. Orang kaya tidak menganggap mobil <em>sport</em> sebagai hal yang di luar jangkauan – lebih sebagai ide terkait barang apa yang bisa mempercantik parkiran rumah mereka. Kekayaan mereka secara sebagian membentuk pandangan mereka tentang dunia dan bagaimana mereka hidup di dalamnya. Jika mengambil risiko adalah bagian dari kepribadian orang kaya, itu akan menjadi pengalaman yang relatif normal dalam keterlibatan mereka sehari-hari dengan dunia.</p>
<p>Meski demikian, penelitian juga menunjukkan bahwa kepribadian tidak terpaku (tidak tetap) – kepribadian <a href="https://www.bbc.com/future/article/20200313-how-your-personality-changes-as-you-age">berubah sepanjang hidup</a> seiring dengan pengalaman-pengalaman kita. Misalnya, pengalaman baru dalam hidup, seperti pindah ke universitas atau memiliki anak, dapat mengubah pandanganmu terhadap dunia sedemikian rupa sehingga kepribadian dan caramu berinteraksi dengan dunia juga berubah.</p>
<p>Jika kamu mengambil banyak risiko dalam kehidupan sehari-hari, ini menjadi cerminan dari hal-hal yang membentuk jati dirimu. Ini kemudian meningkatkan kepribadian “pengambil risiko”, yang membuatmu mengambil risiko lebih banyak, dan seterusnya. Ini mungkin menjelaskan mengapa banyak orang kaya akhirnya menjadi pengambil risiko, entah itu ada dalam gen mereka atau tidak.</p>
<h2>Hidup dengan otentik</h2>
<p>Orang kaya mungkin memandang pengambilan risiko agak berbeda dengan cara pandang kita, seperti saya, yang menganggap diri kita itu cenderung menghindari risiko (<em>risk averse</em>).</p>
<p>Kegiatan yang berbahaya, bagi saya, itu tidak cocok dengan gaya kepribadian saya sendiri. Jadi, jika kemudian saya terlibat dalam sesuatu yang berpotensi berisiko, di luar pengalaman habitus normal saya, saya merasa sangat tidak nyaman. Untuk para penghindar risiko, mantra “menjalani hidup dengan sepenuhnya” (<em>living life to the fullest</em>) tidak berarti harus mencoba olahraga lompat dari titik ketinggian (<em>base jumping</em>) atau pendakian bebas – ini semua tidak sesuai dengan pengalaman mereka.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Miliarder Richard Branson menerima sayap astronotnya" src="https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2817%2C1872&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/534080/original/file-20230626-15-4wg3om.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Miliarder Richard Branson menerima sayap astronotnya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">wikipedia</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan logika ini, masuk akal jika orang kaya terlibat dalam pengalaman yang berisiko. Mengendarai mobil cepat, bermain ski, dan terjun payung adalah wujud umum dari penerimaan risiko semacam ini bagi banyak orang. Namun, jika kamu sangat kaya, akan ada lebih banyak lagi contoh ekstrem dari pengalaman yang sangat berbahaya, yang pada akhirnya dapat membantu mereka menjalani kehidupan yang “otentik” – jujur dan selaras dengan jati diri mereka.</p>
<p>Menariknya, cara menjalani hidup secara otentik yang menghindari risiko tidak dianggap memiliki nilai sosial yang tinggi. Kita sering berasumsi bahwa untuk dapat menikmati hidup sepenuhnya, kita harus punya pengalaman arung jeram, menunggang kuda dan, jika kamu mampu, terbang ke luar angkasa. </p>
<p>Mereka yang mengambil risiko juga sering <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/00251740010378291/full/html?casa_token=V-YYX9JTg1UAAAAA:yfy2zS0P0ufQ6OUpYJQmuQRMl1mBeUE_pp3F5wOiw6HOltczJERdTPcQe6qWFwnlJZIou7WVZ5Qc-u829Pp2RsAhD-y6F55TwTrEN0AiQ8p7DR7svbbV">dilihat sebagai sosok yang didambakan dalam bisnis</a> – sebagai orang yang dapat memajukan perusahaan. Sekali lagi, penghindaran risiko dipandang sebagai kekurangan di sini. Alih-alih melihatnya sebagai cerminan dari soliditas dan stabilitas yang memberikan pengaruh yang tenang dan konsisten, kita sering melihatnya sebagai hal yang menghambat kemajuan.</p>
<p>Saya berpendapat bahwa kedua cara untuk menjalani hidup tersebut benar-benar valid dan harus dihargai dengan cara yang sama. Lagi pula, spesies kita mengandalkan campuran keduanya untuk berkembang: baik sebagai penjelajah maupun penilai risiko.</p>
<h2>Eudaimonia</h2>
<p>Kapitalisme adalah tentang konsumsi – dan sistem ini telah menguasai sebagian besar dunia. Dari tas tangan bermerek dan mobil <em>sport</em> mewah hingga aktivitas mahal, itulah yang kita lakukan dan yang kita hargai. Kita bahkan mengonsumsi sesuatu untuk memenuhi keinginan eksistensi diri kita.</p>
<p>Apa maksudnya? Konsep “<a href="https://plato.stanford.edu/entries/aristotle-ethics/">eudaimonia</a>” adalah tentang menjalani hidup sepenuhnya dengan cara yang memuaskan. Aristoteles menggambarkannya sebagai kebajikan manusia yang paling tinggi – kondisi keberadaan yang positif dan ilahi. Epikuros, filsuf lain di zaman tersebut, berpendapat bahwa hidup dengan menyenangkan adalah cara paling otentik untuk menggambarkan eudaimonia. </p>
<p>Karena itu, saya berpendapat bahwa orang kaya yang berani mengambil risiko hanya mengonsumsi dengan cara yang memuaskan mereka sebanyak mungkin dalam konteks memenuhi eudaimonia. Penghindar risiko pada akhirnya melakukan hal yang sama, tetapi dengan cara yang sangat berbeda. Keduanya hidup secara otentik, menyenangkan dan alamiah, dengan mengacu pada habitus mereka.</p>
<p>Tidak aneh jika orang kaya mau membayar mahal untuk pengalaman yang dijanjikan oleh kapal selam Titan. Sebelum kita mencelanya atas alasan kebodohan dan keserakahan, kita mungkin bisa mencoba melihat alasan yang lebih mendasar dan utama di balik perilaku tersebut.</p>
<p>Lalu, jika kita mengharapkan lebih sedikit kecelakaan, kita sebagai masyarakat perlu melihat ulang bagaimana kita menjunjung pengambilan risiko yang berujung meremehkan peraturan keselamatan, ketimbang menyalahkan individu yang hanya mencoba menjalani kehidupan yang memuaskan bagi mereka – terlepas apakah mereka miliarder atau sebaliknya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/208942/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nigel Holt tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kita perlu melihat bagaimana masyarakat menjunjung pengambilan risiko yang meremehkan peraturan keselamatan, ketimbang hanya menyalahkan individu-individu tertentu.Nigel Holt, Professor of Psychology, Aberystwyth UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2088732023-07-03T05:28:18Z2023-07-03T05:28:18Z‘Aku juga mengalaminya!’ Berbagi pengalamanmu saat ngobrol mungkin hal biasa, tapi kadang lebih baik mendengarkan saja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/535003/original/file-20230630-28038-cyhffd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C8%2C6000%2C3979&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/ethnic-psychologist-touching-black-depressed-clients-shoulder-5699491/">Alex Green/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Apakah kamu punya teman yang menanggapi hampir setiap hal yang kamu ceritakan dengan “Ya ampun, aku juga! Aku jadi ingat waktu aku mengalami itu.” Bisa jadi kamu adalah salah satu dari mereka.</p>
<p>Mungkin secara naluriah, kamu berniat menunjukkan bahwa kamu punya ikatan yang sama dengan lawan bicaramu, dengan cara membagikan pengalaman yang kamu rasa mirip dengan apa yang baru saja diceritakan oleh temanmu.</p>
<p>Dalam ilmu psikologi, situasi ini disebut “<a href="https://theconversation.com/now-lets-talk-about-me-self-disclosure-is-intrinsically-rewarding-6897">pengungkapan diri</a>” (<em>self-disclosure</em>) – kebiasaan mengungkapkan sesuatu tentang diri sendiri kepada orang lain, seringkali dalam upaya membangun hubungan atau koneksi.</p>
<p>Namun, meski kebiasaan ini terasa sangat alami bagi beberapa orang (biasanya lebih pada individu ekstrover dibandingkan introver), hal ini dapat membuat orang lain justru tersinggung atau geram, seperti yang ditunjukkan oleh <em>tweet</em> viral baru-baru ini:</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1673935926915989506"}"></div></p>
<p>Beberapa orang sangat setuju, sementara beberapa lainnya merasa bahwa <em>tidak</em> menanggapi cerita teman dengan pengalaman kita rasanya adalah hal yang sangat aneh dalam norma percakapan.</p>
<p>Jadi mengapa praktik pengungkapan diri ini menimbulkan reaksi yang begitu kuat? Apa kata psikolog tentang kebiasaan ini?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/now-lets-talk-about-me-self-disclosure-is-intrinsically-rewarding-6897">Now, let's talk about me: self-disclosure is intrinsically rewarding</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kenapa orang menceritakan pengalaman diri sendiri?</h2>
<p>Mengungkapkan pengalaman diri adalah alat untuk membentuk ikatan – cara untuk berbagi suatu bagian dari dirimu. Ini dapat <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2019.00558/full">memperdalam keintiman dan persahabatan</a> serta bisa membuatmu sedikit rentan karena terbuka (<em>vulnerable</em>). Keterbukaan ini dapat menyentuh emosi orang lain, membuat mereka merasa bahwa kamu memercayai mereka, sehingga kalian dapat menjalin hubungan.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1674563008624996353"}"></div></p>
<p>Perempuan biasanya <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0749597822000036">lebih banyak</a> melakukan ini daripada laki-laki. Mungkin ini karena perempuan cenderung dibiasakan secara sosial bahwa mereka boleh membuka diri atau bercerita ketika mereka mengalami masalah, sedangkan laki-laki sering dibiasakan secara sosial untuk tidak melakukannya.</p>
<h2>Lalu kenapa hal ini bisa membuat beberapa orang geram?</h2>
<p>Memahami situasi dan konteks (<em>nuance</em>) menjadi kunci. Tidak semua pengungkapan diri itu bermanfaat dan, sebaliknya, menurut saya bukan hal yang pas juga jika seseorang hanya duduk diam saja ketika temannya terus-terusan bercerita.</p>
<p>Targetnya adalah supaya seimbang; pengungkapan diri yang efektif adalah yang bersifat <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S002210311300070X?via%3Dihub">timbal balik</a>.</p>
<p>Terlalu cepat merespons dengan “Oh ya, aku juga mengalaminya” dapat membuat percakapan jadi jenuh dan membuat temanmu merasa bahwa mereka tidak didengarkan sejak awal. Kebiasaan semacam ini bisa membuat seseorang merasa perasaannya tidak tervalidasi dan membuat suasana jadi tidak seimbang.</p>
<p>Sejumlah besar penelitian psikologi menunjukkan bahwa, pada dasarnya, manusia ingin merasa didengarkan. Jika temanmu baru saja memberi tahu kamu tentang beberapa hal penting yang terjadi padanya, beri dia ruang untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya.</p>
<p>Cara lain pengungkapan diri, walaupun bermaksud baik, yang dapat memperburuk suasana dalam percakapan adalah ketika satu orang berbagi pengalaman yang bagi mereka terasa setara – tetapi sebenarnya tidak. Pengalamanmu saat <em>hampir</em> kehilangan orang yang kamu sayangi tidak sama dengan pengalaman temanmu yang benar-benar kehilangan orang yang ia sayangi.</p>
<p>Terkadang seseorang langsung memberikan saran dan menceritakan apa yang, bagi mereka, terasa seperti pengalaman serupa – padahal salah tempat – seolah-olah untuk mencoba “memperbaiki” masalah lawan bicaranya.</p>
<p>Faktanya, konteks pengalaman dan kapasitas setiap orang berbeda-beda.</p>
<p>Ironisnya, kadang upaya kamu untuk “membantu” mungkin membuat temanmu merasa malu karena merasa tidak dapat menyelesaikan masalahnya semudah kamu melakukannya.</p>
<h2>Kesedihan bisa menjadi titik sensitif</h2>
<p>Kesedihan (<em>grief</em>) seringkali bisa menjadi titik sensitif yang nyata untuk terjadinya “bentrokan” seputar pengungkapan diri ini.</p>
<p>Jika seorang teman berbicara tentang kesedihannya dan instingmu adalah membandingkannya dengan pengalamanmu sendiri, ingatlah bahwa tidak ada dua pengalaman kesedihan yang persis sama.</p>
<p>Kesedihan bisa menjadi pengalaman yang sangat mengasingkan. Setelah suatu kejadian sedih, orang-orang akan berkerumun menemanimu dan kamu bisa merasa sangat sibuk, tetapi beberapa hari atau minggu kemudian kamu akan terjebak dalam kesedihan lagi, sementara semua orang kembali ke kehidupan normal mereka masing-masing.</p>
<p>Bahkan, teman dekat pun bisa panik dan tidak tahu harus berkata apa setelah kesedihan teman mereka mereda. Mereka mungkin mencoba untuk “membantu” dengan berbicara tentang pengalaman mereka sendiri, atau menyemangatinya untuk lekas pulih dari rasa sedihnya (<em>move on</em>). Namun, hal ini pada akhirnya dapat membuat temannya itu merasa pengalaman dan rasa berdukanya tidak valid.</p>
<p>Hal yang paling aman adalah mendengarkan dan membiarkan orang yang berduka meresapi emosinya.</p>
<h2>Bukan kompetisi</h2>
<p>Tentu saja tidak setiap “perselisihan” tentang pengungkapan diri itu tentang kesedihan. Terkadang ini bisa terjadi pada hal-hal yang tampaknya biasa saja. Kamu senang dengan pencapaian kecil, tetapi setelah menceritakannya pada seorang teman, mereka mengatakan bahwa mereka juga pernah melakukannya.</p>
<p>Jika kamu adalah orang yang suka menceritakan pengalaman dirimu secara naluriah, berhati-hatilah agar tidak melakukannya terlalu cepat. Temanmu bisa saja membacanya sebagai bentuk persaingan (bahkan jika tidak disengaja).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/534964/original/file-20230630-29-2ehxuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">‘Bentrokan’ dalam pengungkapan diri dapat terjadi karena sesuatu yang remeh.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/women-arguing-while-pointing-finger-in-face-at-home-6383206/">Pexels/Liza Summer</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Tidak semua pengungkapan diri itu salah!</h2>
<p>Tidak semua pengungkapan diri berdampak buruk. Berbagi pengalaman hidup dapat menjadi awal percakapan yang baik dan juga hubungan yang bermakna. Kita pasti tidak ingin berada dalam posisi harus “mengkerdilkan” kegembiraan kita sendiri karena selalu khawatir terkait bagaimana ekspresi kegembiraan itu akan memengaruhi orang lain.</p>
<p>Pada akhirnya, kita perlu membiarkan satu sama lain merasakan kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan semua emosinya masing-masing.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1674530783711858691"}"></div></p>
<p>Saling memberi ruang untuk merasakan emosi itu adalah kuncinya. Saat teman kamu menceritakan kisahnya, ajukan beberapa pertanyaan tentang itu. Beri mereka waktu dan ruang untuk merenungkan pengalaman mereka dan bagaimana hal itu memengaruhi mereka, sebelum kamu langsung memotongnya dengan menceritakan pengalamanmu sendiri.</p>
<p>Ingat, konteks juga menjadi kunci: terkadang pengungkapan diri dapat memperdalam hubunganmu dengan temanmu, tetapi di saat tertentu, menceritakan pengalamanmu bisa jadi justru tidak akan terlalu membantu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/what-do-your-earliest-childhood-memories-say-about-you-101330">What do your earliest childhood memories say about you?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/208873/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kim Felmingham menerima dana dari the NHMRC dan the ARC.</span></em></p>Terlalu cepat merespons dengan ‘Oh ya, aku juga mengalaminya’ membuat percakapan jadi menjenuhkan dan membuat temanmu merasa tidak didengarkan sejak awal.Kim Felmingham, Chair of Clinical Psychology, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2075202023-06-16T14:50:55Z2023-06-16T14:50:55ZSuara apa yang muncul saat kita membaca dalam hati?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/531287/original/file-20230612-146960-byp5nm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Membaca menjadi lebih cepat ketika kita tidak perlu mengucapkan setiap kata dengan keras.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/illustration/propaganda-conceptual-illustration-royalty-free-illustration/1148108285?phrase=brain+speaking+illustration&adppopup=true">Gary Waters/Science Photo Library via Getty Images</a></span></figcaption></figure><hr>
<blockquote>
<p><strong>Suara apa yang muncul di kepala kita saat membaca? - Luiza, usia 14 tahun dari Goiânia, Brasil</strong></p>
</blockquote>
<hr>
<p>Saat pertama kali mulai membaca, kita membaca dengan suara yang keras.</p>
<p>Membaca dengan suara keras bisa membuat teks menjadi lebih mudah dipahami ketika kita adalah pembaca pemula atau ketika kita membaca sesuatu yang menantang. Mendengarkan diri sendiri saat membaca <a href="https://www.carnegielearning.com/blog/5-benefits-reading-aloud/">bisa membantu kita meningkatkan pemahaman</a>.</p>
<p>Setelah itu, kita bisa jadi mulai “<a href="https://www.alamo.edu/siteassets/nvc/academics/tutoring-services/reading-and-english-lab/reading-resources/strategies01.pdf">membaca sambil bergumam</a>”. Kita bergumam, berbisik, atau menggerakkan bibir saat membaca. Namun, kebiasaan ini perlahan-lahan akan memudar seiring dengan berkembangnya kemampuan membaca kita, dan kemudian kita akan mulai “membaca dalam hati”. Saat itulah ketika suara di dalam kepala kita mulai muncul.</p>
<p>Sebagai pakar dalam <a href="https://scholar.google.com/citations?user=rtqNMWcAAAAJ&hl=en">membaca</a> dan <a href="https://scholar.google.com/citations?user=XdcULRkAAAAJ&hl=en">bahasa</a>, kami sering kali melihat transisi ini – dari membaca dengan suara keras menjadi membaca dalam hati. Ini adalah bagian normal dari perkembangan kemampuan membaca seseorang. Biasanya, anak-anak sudah mahir <a href="https://www.dreambox.com/resources/blogs/what-is-silent-reading-fluency-and-how-educators-help-students">membaca dalam hati</a> pada kelas empat atau lima.</p>
<p>Pergeseran dari membaca dengan suara keras ke membaca dalam hati sangat mirip dengan bagaimana anak-anak mengembangkan keterampilan berpikir dan berbicara.</p>
<p>Anak-anak kecil sering berbicara kepada diri mereka sendiri sebagai cara untuk berpikir saat menghadapi tantangan. <a href="https://www.verywellmind.com/lev-vygotsky-biography-2795533">Lev Vygotsky</a>, psikolog dari Rusia, menyebutnya sebagai “<em>private speech</em>” (“pembicaraan pribadi”).</p>
<p>Namun, bukan hanya anak-anak saja yang berbicara kepada diri mereka sendiri. Lihat saja orang dewasa yang mencoba merakit penyedot debu baru. Kita mungkin akan mendengar mereka bergumam sendiri saat mereka mencoba memahami instruksi perakitan.</p>
<p>Seiring kemampuan berpikir anak-anak menjadi lebih baik, mereka beralih untuk berbicara di dalam kepala mereka, bukan dengan suara keras. Hal ini disebut “<em>inner speech</em>” (“pembicaraan dalam hati”). </p>
<p>Saat kita sudah menjadi pembaca yang baik, akan lebih mudah bagi kita untuk membaca dalam hati. Membaca menjadi lebih cepat karena kita tidak perlu mengucapkan setiap kata. Kita juga bisa kembali ke bagian-bagian sebelumnya untuk membaca ulang teks tanpa mengganggu alur bacaan. Kita bahkan dapat melewatkan kata-kata pendek yang sudah kita kenal.</p>
<p>Membaca dalam hati itu lebih fleksibel dan memungkinkan kita untuk fokus pada hal-hal yang penting. Selama membaca dalam hati pula, kita mulai bisa mengenali “suara batin” kita (<em>inner voice</em>). </p>
<h2>Mengembangkan “suara batin”</h2>
<p>Mendengar adanya <em>inner voice</em> atau suara batin saat kita membaca adalah hal yang relatif lumrah. Bahkan, sebuah penelitian menemukan bahwa <a href="https://doi.org/10.1111/sjop.12368">4 dari 5 orang</a> mengatakan mereka sering atau selalu mendengar adanya suara batin ketika mereka membaca dalam hati.</p>
<p>Ada juga yang mengatakan bahwa ada banyak <a href="https://bookriot.com/what-does-your-inner-narrator-sound-and-look-like/">jenis suara batin</a>. Suara batin kita bisa jadi adalah suara <a href="https://doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0025782">kita sendiri</a>: Mungkin saja suara itu terdengar mirip dengan cara kita berbicara atau mungkin sama seperti suara lisan kita. Atau, bisa jadi suara itu punya nada atau warna nada yang sama sekali berbeda.</p>
<p>Sebuah penelitian terhadap <a href="https://www.theatlantic.com/national/archive/2011/07/hearing-voices-your-head-normal-while-reading/353390/">pembaca dewasa</a> menemukan bahwa suara yang kita dengar di dalam kepala bisa berubah tergantung pada apa yang sedang kita baca. Sebagai contoh, jika kalimat-kalimat dalam sebuah buku diucapkan oleh karakter tertentu, kita mungkin mendengar suara karakter tersebut di kepala kita.</p>
<p>Jadi, jangan takut jika mulai muncul banyak suara di kepala kita ketika membaca sebuah buku - itu berarti kita sudah menjadi seseorang yang terampil membaca dalam hati. </p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara berkontribusi dalam penerjemahan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/207520/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>“Suara batin” kita berkembang seiring kita menjadi lebih terampil membaca dalam hati.Beth Meisinger, Associate Professor of Psychology, University of MemphisRoger J. Kreuz, Associate Dean and Professor of Psychology, University of MemphisLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2035672023-04-20T02:12:53Z2023-04-20T02:12:53ZApa itu cinta menurut riset dan sains<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/520180/original/file-20230411-14-7jayc9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">apa itu cinta</span> </figcaption></figure><p>Dari lagu, puisi hingga novel dan film, cinta yang romantis adalah salah satu subjek yang paling abadi untuk karya seni selama berabad-abad. Tapi bagaimana dengan ilmu pengetahuan?</p>
<p>Bukti sejarah, budaya, dan bahkan evolusi menunjukkan bahwa cinta sudah ada sejak zaman kuno dan di berbagai belahan dunia. Cinta yang romantis telah ditemukan ada dalam <a href="https://www.jstor.org/stable/3773618?seq=1">147 dari 166 budaya</a> yang diteliti dalam sebuah penelitian.</p>
<p>Kompleksitas cinta sangat berkaitan dengan bagaimana orang mengalaminya secara berbeda dan bagaimana cinta dapat berubah seiring berjalannya waktu. </p>
<h2>Membedakan perasaan suka, cinta, dan jatuh cinta</h2>
<p><a href="https://www.wiley.com/en-gl/The+Science+of+Intimate+Relationships%2C+2nd+Edition-p-978111943004">Penelitian</a> psikologis selama 50 tahun terakhir telah menyelidiki perbedaan antara menyukai seseorang, mencintai seseorang, dan jatuh cinta. </p>
<p>Menyukai digambarkan sebagai memiliki pikiran dan perasaan positif terhadap seseorang dan merasa bahwa kebersamaan dengan orang tersebut bermanfaat. Kita juga sering merasakan kehangatan dan kedekatan dengan orang yang kita sukai. Dalam beberapa kasus, kita memilih untuk menjadi intim secara emosional dengan orang-orang ini. </p>
<p></p>
<p>Saat kita <a href="https://www.wiley.com/en-gl/The+Science+of+Intimate+Relationships%2C+2nd+Edition-p-9781119430049">mencintai seseorang</a>, kita mengalami pikiran dan pengalaman positif yang sama seperti saat kita menyukai seseorang. Namun, kita juga mengalami rasa kepedulian dan komitmen yang mendalam terhadap orang tersebut. </p>
<p><a href="https://www.wiley.com/en-gl/The+Science+of+Intimate+Relationships%2C+2nd+Edition-p-9781119430049">Jatuh cinta</a> mencakup semua hal di atas, tetapi juga melibatkan perasaan gairah dan ketertarikan seksual. Namun, penelitian terhadap pandangan orang tentang cinta menunjukkan bahwa tidak semua cinta itu sama. </p>
<h2>Cinta yang bergairah vs cinta yang penuh kasih</h2>
<p>Cinta romantis terdiri dari dua jenis: cinta yang penuh gairah dan cinta yang bersahabat. Sebagian besar hubungan romantis, baik itu <a href="https://psycnet.apa.org/record/2014-04679-005">heteroseksual atau sesama jenis</a> memiliki kedua bentuk itu.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0140197186800434">Cinta yang penuh gairah</a> adalah apa yang biasanya orang anggap sebagai cinta. Ini mencakup perasaan bergairah dan kerinduan yang kuat terhadap seseorang, sampai-sampai mereka mungkin secara obsesif berpikir ingin berada dalam pelukannya. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/344454/original/file-20200629-155334-1hqomqi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Berbagai penelitian melaporkan sekitar 20-40% pasangan mengalami penurunan gairah cinta selama menjalani hubungan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Rawpixel.com/ Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Bagian kedua dikenal sebagai <a href="https://books.google.com.au/books?hl=en&lr=&id=VBZgXsk-gsAC&oi=fnd&pg=PR5&dq=walster+and+Walster,+1978&ots=0taBWjnn8h&sig=8RUJd06PzySh2WKlazt-WxvJyKI&redir_esc=y#v=onepage&q=walster%20and%20Walster%2C%201978&f=false">cinta yang bersahabat</a>. Cinta ini tidak terasa begitu intens, namun kompleks dan menghubungkan perasaan keintiman emosional dan komitmen dengan keterikatan yang mendalam terhadap pasangan romantis.</p>
<h2>Bagaimana cinta berubah seiring berjalannya waktu?</h2>
<p><a href="https://dialnet.unirioja.es/servlet/articulo?codigo=5216150">Penelitian</a> yang melihat perubahan cinta romantis dari waktu ke waktu biasanya menemukan bahwa meskipun cinta yang penuh gairah diawali denga intensitas yang tinggi, cinta tersebut akan menurun seiring berjalannya suatu hubungan. </p>
<p>Ada berbagai alasan untuk hal ini. </p>
<p>Ketika pasangan belajar lebih banyak tentang satu sama lain dan menjadi lebih percaya diri dalam masa depan jangka panjang hubungan, rutinitas pun berkembang. Kesempatan untuk mengalami hal baru dan kegembiraan juga dapat menurun, begitu juga dengan frekuensi <a href="https://insights.ovid.com/nejm/200708230/00006024-200708230-00005">aktivitas seksual</a>. Hal ini dapat menyebabkan gairah cinta mereda. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="cinta" src="https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/344467/original/file-20200629-155339-4e5cu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Berkurangnya rasa saling menyayangi, lebih-lebih rasa cinta yang menggebu-gebu, yang bisa berdampak negatif pada kelanggengan sebuah hubungan romantis.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Monkey Business Images/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meskipun penurunan cinta yang penuh gairah tidak dialami oleh semua pasangan, berbagai penelitian melaporkan sekitar 20-40% pasangan mengalami penurunan ini. Dari pasangan yang telah menikah lebih dari sepuluh tahun, penurunan paling tajam kemungkinan besar terjadi pada <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1948550611417015">dekade kedua</a>. </p>
<p>Peristiwa kehidupan dan transisi juga dapat membuat sulit untuk mengalami gairah. Orang-orang memiliki tanggung jawab yang saling bersaing yang memengaruhi energi mereka dan membatasi <a href="https://www.wiley.com/en-gl/The+Science+of+Intimate+Relationships%2C+2nd+Edition-p-9781119430049">kesempatan</a> untuk menumbuhkan gairah. Menjadi orang tua adalah salah satu contohnya.</p>
<p>Sebaliknya, <a href="https://psycnet.apa.org/record/1999-04141-000">cinta yang penuh belas kasih</a> biasanya ditemukan meningkat seiring berjalannya waktu. </p>
<p>Meskipun penelitian menemukan bahwa sebagian besar hubungan romantis terdiri dari cinta yang penuh gairah dan cinta penuh kasih, ketiadaan atau berkurangnya bentuk cinta yang kedua, lebih dari bentuk cinta yang pertama, yang dapat berdampak negatif pada kelanggengan hubungan romantis. </p>
<h2>Tapi apa gunanya cinta?</h2>
<p>Cinta adalah sebuah emosi yang membuat orang terikat dan berkomitmen satu sama lain. Dari perspektif psikologi evolusioner, cinta berevolusi untuk menjaga orang tua dan anak tetap bersama dalam waktu yang cukup lama sehingga mereka dapat bertahan hidup dan mencapai <a href="https://psycnet.apa.org/record/1988-20021-001">kematangan seksual</a>.</p>
<p>Masa kanak-kanak pada manusia jauh lebih lama dibandingkan spesies lain. Karena keturunan bergantung pada orang dewasa selama bertahun-tahun untuk bertahan hidup dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk hidup sukses, cinta sangat penting bagi manusia. </p>
<p>Tanpa cinta, sulit untuk melihat bagaimana spesies manusia dapat <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1745691614561683">berevolusi</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="kegunaan cinta" src="https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/344463/original/file-20200629-155322-q9etm2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Cinta berevolusi untuk membuat orang tua dan anak tetap bersama dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga mereka dapat bertahan hidup dan mencapai kematangan seksual.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Nattakorn_Maneerat/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Landasan biologis juga</h2>
<p>Tidak hanya ada dasar evolusi untuk cinta, cinta juga berakar pada biologi. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1743609515327636">Studi Neurofisiologis</a> tentang cinta romantis menunjukkan bahwa orang yang sedang dilanda cinta yang menggebu-gebu mengalami peningkatan aktivasi di daerah otak yang terkaitan dengan penghargaan dan kesenangan. </p>
<p>Faktanya, <a href="https://psycnet.apa.org/record/2006-12371-004">wilayah otak</a> yang diaktifkan sama dengan yang diaktifkan oleh kokain.</p>
<p>Daerah-daerah ini melepaskan bahan kimia seperti oksitosin, vasopresin, dan dopamin, yang menghasilkan perasaan bahagia dan euforia yang juga terkait dengan gairah dan kegembiraan seksual. </p>
<p>Menariknya, <a href="https://academic.oup.com/scan/article/7/2/145/1622197">wilayah otak</a> ini tidak diaktifkan ketika memikirkan hubungan non-romantis seperti teman. Temuan ini memberi tahu kita bahwa menyukai seseorang tidak sama dengan jatuh cinta pada seseorang. </p>
<h2>Apa gaya cinta kamu?</h2>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/buy/1986-13421-001">Penelitian</a> telah menemukan tiga gaya utama cinta. Pertama kali dicetuskan oleh psikolog <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/014616727700300204">John Lee</a>, gaya cinta tersebut adalah <em>eros</em>, <em>ludus</em>, dan <em>storge</em>. Gaya-gaya ini mencakup keyakinan dan sikap orang tentang cinta dan bertindak sebagai panduan bagaimana mendekati hubungan romantis.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="gaya cinta atau love style" src="https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/344469/original/file-20200629-155299-1wzq5r5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Orang yang memiliki gaya cinta storge memiliki rasa percaya dan tidak membutuhkan atau bergantung pada orang lain.</span>
<span class="attribution"><span class="source">BLACKDAY/ Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>Eros</strong> </p>
<p>Gaya cinta ini mengacu pada cinta erotis dan berfokus pada ketertarikan fisik dan terlibat dalam seks, perkembangan cepat dari perasaan yang kuat dan bergairah untuk orang lain dan keintiman yang intens. </p>
<p><strong>Ludus</strong></p>
<p>Gaya ini melibatkan jarak secara emosional dan sering kali melibatkan “permainan”. Tidak mengherankan jika orang yang mendukung gaya cinta ini cenderung tidak berkomitmen, merasa nyaman untuk mengakhiri hubungan dan sering kali memulai hubungan baru sebelum mengakhiri hubungan yang sekarang. </p>
<p><strong>Storge</strong></p>
<p>Storge sering dianggap sebagai bentuk cinta yang lebih dewasa. Prioritas diberikan untuk menjalin hubungan dengan orang yang memiliki minat yang sama, kasih sayang diungkapkan secara terbuka dan tidak terlalu menekankan pada daya tarik fisik. Orang yang memiliki cinta storge sangat percaya pada orang lain dan tidak membutuhkan atau bergantung pada orang lain.</p>
<h2>Atau apakah campuran lebih sesuai dengan gaya kamu?</h2>
<p>Kamu mungkin melihat dirimu sendiri dalam lebih dari satu gaya ini.</p>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0265407598152001">Bukti</a> menunjukkan bahwa beberapa orang memiliki campuran dari tiga gaya cinta utama; campuran ini dilabeli oleh Lee sebagai mania, pragma, dan agape. </p>
<p>Cinta mania meliputi perasaan yang intens terhadap pasangan serta kekhawatiran untuk berkomitmen pada hubungan. Cinta pragmatis melibatkan pembuatan pilihan hubungan yang masuk akal dalam menemukan pasangan yang akan menjadi pendamping dan teman yang baik. Agape adalah cinta yang rela berkorban yang didorong oleh rasa tanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/345711/original/file-20200706-33943-1uqx1w9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Perkembangan kepribadian dan pengalaman hubungan seseorang di masa lalu mempengaruhi gaya cinta seseorang.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Gustavo Frazao/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mengapa kamu mencintai dengan cara yang kamu lakukan?</h2>
<p>Gaya cinta seseorang tidak ada hubungannya dengan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1111/j.1467-9280.1994.tb00624.x">genetika</a> mereka. Sebaliknya, hal ini terkait dengan perkembangan kepribadian dan pengalaman hubungan seseorang di masa lalu.</p>
<p>Beberapa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0191886910002771">penelitian</a> telah menemukan bahwa orang-orang yang memiliki sifat-sifat gelap, seperti narsisme, psikopat, dan <em>machiavellianisme</em>, lebih banyak mendukung gaya cinta ludus atau pragmatis. </p>
<p>Orang yang memiliki gaya <a href="https://psycnet.apa.org/doiLanding?doi=10.1037%2F0022-3514.58.2.281">keterikatan tidak nyaman</a> yang melibatkan kebutuhan yang tinggi akan validasi dan keasyikan dengan pasangan hubungan, mendukung lebih banyak cinta mania, sementara mereka yang merasa tidak nyaman dengan keintiman dan kedekatan tidak melakukan cinta eros. </p>
<p>Terlepas dari perbedaan dalam cara merasakan cinta, ada satu hal yang sama bagi semua orang: kita sebagai manusia adalah hewan sosial yang memiliki ketertarikan yang mendalam terhadap cinta.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203567/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gery Karantzas menerima dana dari Australian Research Council. Dia adalah founder dari relationshipscienceonline.com. </span></em></p>Banyak orang mengalami cinta secara berbeda. Namun, terlepas dari perbedaan dalam cara mengalaminya dan bagaimana cinta berubah seiring waktu, manusia adalah makhluk sosial yang sangat terpesona olehnya.Gery Karantzas, Professor in Social Psychology / Relationship Science, Deakin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2019592023-03-17T06:23:59Z2023-03-17T06:23:59ZMengapa kita tertawa saat melihat seseorang terjatuh?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/515725/original/file-20230316-18-sphr9m.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ketawa</span> </figcaption></figure><p>Siapa sih diantara kita yang tidak pernah tertawa terbahak-bahak saat teman kita jatuh tersandung jalan, kepala terjedot dinding, ataupun salah langkah saat naik tangga?</p>
<p>Saya akan jadi orang pertama yang mengakui sering melakukan kebiasaan buruk ini. Jadi saya akan menggunakan momen ini untuk sekali lagi meminta maaf kepada teman kerja saya, Janie, karena telah tertawa terbahak-bahak karena melihat dia jatuh dalam <em>slow motion</em>, sambil sedikit terkejut melihat dia memegang kakinya yang kesakitan.</p>
<p>Keteledoran, hilangnya keseimbangan, dan kejatuhan – adalah bagian dari acara <em>Charlie Chaplin’s adventures</em>, <em>burlesque performances</em>, dan <em><a href="https://fr.wikipedia.org/wiki/Dr%C3%B4le_de_vid%C3%A9o#:%7E:text=Dr%C3%B4le%20de%20vid%C3%A9o%20est%20une,jours%20envoy%C3%A9s%20par%20les%20spectateurs.">America’s funniest home videos</a></em> yang menampilkan banyak video tentang anak kecil yang terjatuh maupun orang orang yang terjebak dalam sesuatu. Dari ketiga acara inilah kita sering tertawa kencang bahkan seringkali tidak terkontrol. </p>
<p>Tetapi bukankah kita seharusnya merasa kasihan terhadap orang-orang yang kita tertawakan tersebut karena mereka pasti merasa malu dan pastinya rasa sakit? Tenanglah, ternyata rasa ingin tertawa kita bukan menunjukkan bahwa kita tidak punya empati ataupun menunjukkan bahwa kita adalah orang yang sadis. </p>
<p>Sebagai seorang psikolog klinis yang memiliki keahlian dalam bidang pengontrolan emosi, saya akan menjelaskan mengenai berbagai aspek dari situasi ini yang mungkin merangsang keinginan kita untuk ketawa. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang pria terpeleset di tangga bersalju" src="https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=611&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=611&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=611&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=768&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=768&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/508435/original/file-20230206-15-1sdsvu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=768&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kita tertawa saat kita yakin orang yang kita tertawakan tidak merasa sakit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Ketidakpastian dan keanehan</h2>
<p>Hal pertama yang membuat kita ketawa adalah rasa kaget itu sendiri, khususnya rasa kaget melihat orang yang tertimpa sesuatu di saat mereka berpikir bahwa semua situasi berada di kendali mereka. Ketidakpastian inilah yang membuat kita terkejut dan membuat kita melihat situasi yang tadinya <a href="https://doi.org/10.1016/0093-934X(83)90002-0">bisa diprediksi menjadi tidak</a>. </p>
<p>Keanehan dari situasi tersebut menunjukkan kesalahan dari prediksi kita, kita memprediksi bahwa adegan X akan menghasilkan adegan Y, tapi ternyata adegan x malah menghasilkan adegan Z. Kita membuat kesalahan dalam prediksi mengenai hal yang akan terjadi dan akhirnya situasi menjadi tidak koheren. Tertawa terhadap situasi tersebut adalah cara bagi kita untuk mengakhiri keanehan yang terjadi dengan memformulasikan sebuah tindakan yang <a href="https://doi.org/10.1162/jocn.2006.18.11.1789">lebih koheren dan konyol terhadap apa yang terjadi</a>. </p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/reel/Cj-ni5Ljbf4/ ?utm_source=ig_web_copy_link","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<h2>Ekspresi wajah</h2>
<p>Menghadapi hal yang mengagetkan dan tidak pasti mendorong otak kita untuk mencari informasi agar diri kita dapat menginterpretasi apa yang terjadi dan bereaksi dengan cara yang sesuai. Pesan apa yang bisa kita ambil dari ekpresi seseorang yang baru saja jatuh? Reaksi kita akan bergantung pada jawaban dari pesan yang kita olah. </p>
<p>Sebuah studi <a href="https://doi.org/10.1016/j.neuropsychologia.2014.06.029">mengeksplorasi hal ini</a> dengan menggunakan partisipasi beberapa orang untuk melihat 210 foto yang berisi 3 tipe ekpresi:</p>
<ul>
<li><p>Ekpresi orang yang sedang kebingungan</p></li>
<li><p>Ekpresi orang yang sedang marah dan kesakitan </p></li>
<li><p>Kumpulan orang yang ditempatkan di posisi yang aneh tanpa memperlihatkan wajahnya (Contoh: kepala orang tersebut kelihatan namun wajahnya tertutup tangannya)</p></li>
</ul>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/BIv-yUXggjp/ ?utm_source=ig_web_copy_link","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Dua puluh foto tambahan berupa foto pemandangan digunakan untuk membuat bingung para partisipan mengenai tujuan dari studi tersebut. Para partisipan disuruh untuk menekan sebuah tombol setiap sebuah foto pemandangan muncul dan aktivitas otak mereka di catat selama mereka melakukan tes tersebut. Tiap partisipan juga disuruh untuk menentukan seberapa lucu tiap foto yang ada. </p>
<p>Di akhir penelitian tersebut, mayoritas dari partisipan menganggap bahwa foto yang di dalamnya terdapat orang berekspresi kebingungan adalah foto yang lebih lucu daripada foto yang menunjukkan orang berekspresi marah maupun foto orang yang ditempatkan dalam posisi aneh namun tidak terlihat wajahnya. Data penelitian itu juga menunjukkan bahwa ekspresi orang adalah hal yang menentukan tingkat kelucuan suatu hal. </p>
<p>Jadi, ketika kita melihat ekspresi konyol seseorang yang terkena musibah karena keteledorannya sendiri, kondisi inilah yang merangsang kita untuk tertawa. Lain hal jika kita melihat penderitaan dan kemarahan dalam ekspresi seseorang, hal ini akan mendorong kita untuk lebih berempati terhadap orang yang terkena musibah tersebut dan mencegah diri kita untuk tertawa. Otak kita terlihat bisa menentukan situasi mana yang memang lucu dan tidak berbahaya. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/PT4fATKBkRI?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<h2>Bagaimana jika hal itu terjadi pada saya?</h2>
<p>Melihat suatu peristiwa tidak menguntungkan menimpa orang lain membuat kita membayangkan jika diri kita di posisi yang sama dan bertanya pada diri sendiri “Bagaimana jika hal itu terjadi pada saya?</p>
<p>Kita dapat mengidentifkasi hal apa saja yang sedang mereka lalui dan rasakan. Latihan empati ini bisa kita lakukan untuk mengaktifkan aspek ketidaknyamanan, ketidakberdayaan, keaiban, dan rasa malu di dalam diri kita. Kemudian dengan kita tertawa, hal ini dapat menyalurkan kelegaan kita karena kita tidak berada di situasi yang tidak menguntungkan tersebut. </p>
<p>Mari kita memaafkan diri kita sendiri karena sudah menertawai situasi lucu yang terjadi karena keteledoran orang lain. Kita sebenarnya tidak menertawakan penderitaan dan stres yang dialami orang tersebut namun kita bereaksi terhadap hal yang membuat kita kaget, hal yang ganjil, dan ekpresi wajah mereka yang lucu karena hal-hal inilah yang menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tidak menderita maupun stres dari peristiwa yang menimpa mereka. </p>
<p>Maka dari itu, saya akan menunggu momen ketika saya bisa membuat kalian semua tertawa kencang saat saya sendiri jatuh tersandung terkena sesuatu di jalan!</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/yhKZCy41g5w?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Prancis Kanada</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/201959/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Geneviève Beaulieu-Pelletier tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seorang psikolog klinis menjelaskan hal-hal yang memicu orang orang untuk tertawa.Geneviève Beaulieu-Pelletier, Psychologue, conférencière et professeure associée, Université du Québec à Montréal (UQAM)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2003122023-02-22T03:08:13Z2023-02-22T03:08:13ZApa itu deja vu? Ini penjelasan psikolog tentang perasaan menyeramkan ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/511170/original/file-20230220-22-3enfil.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bagaimana mungkin suatu tempat yang belum pernah kamu kunjungi terasa begitu familiar?</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/girl-walking-through-door-royalty-free-image/646061622">mrs/Moment via Getty Images</a></span></figcaption></figure><blockquote>
<p><strong>Mengapa kita mengalami deja vu? – Atharva P., umur 10, Bengaluru, India</strong></p>
</blockquote>
<hr>
<p>Apakah kamu pernah merasa aneh ketika kamu merasa pernah mengalami situasi yang persis sama sebelumnya, meskipun itu tidak mungkin? Kadang-kadang bahkan kamu seolah-olah menghidupkan kembali sesuatu yang telah terjadi. Fenomena ini, <a href="https://doi.org/10.1037/0033-2909.129.3.394">dikenal sebagai deja vu</a>, telah membingungkan para ahli filsafat, <a href="https://doi.org/10.1001/archneurpsyc.1959.02340150001001">ahli saraf</a> dan <a href="https://www.jstor.org/stable/25118382">penulis</a> <a href="https://www.google.com/books/edition/The_Cavendish_Lecture/Dg41AQAAMAAJ?hl=en&gbpv=0">untuk waktu yang sangat lama</a>.</p>
<p>Pada akhir 1800-an, <a href="https://www.routledge.com/The-Deja-Vu-Experience/Cleary-Brown/p/book/9780367273200">banyak teori mulai bermunculan</a> tentang apa yang mungkin menyebabkan deja vu, yang berarti “sudah terlihat” dalam bahasa Prancis. Orang-orang mengira mungkin itu berasal dari disfungsi mental atau mungkin sejenis masalah otak. Mungkin juga itu adalah cegukan sementara dalam operasi memori manusia yang normal. Namun, hanya baru-baru ini topik tersebut sampai ke ranah sains.</p>
<h2>Dari ranah paranormal ke ranah ilmiah</h2>
<p>Di awal milenium ini, seorang ilmuwan bernama Alan Brown memutuskan untuk melakukan <a href="https://doi.org/10.1037/0033-2909.129.3.394">pengulasan atas semua yang telah ditulis peneliti tentang deja vu</a> hingga saat itu. Banyak dari apa yang dia temukan memiliki aspek paranormal yang berkaitan dengan hal-hal supernatural – hal-hal seperti kehidupan lampau atau kemampuan psikis. Akan tetapi, dia juga menemukan penelitian yang mensurvei orang-orang biasa tentang pengalaman deja vu mereka. Dari semua makalah ini, Brown dapat mengumpulkan beberapa temuan dasar tentang fenomena deja vu.</p>
<p>Misalnya, Brown menetapkan bahwa kira-kira dua pertiga orang mengalami deja vu di beberapa titik dalam kehidupan mereka. Dia menetapkan bahwa pemicu deja vu yang paling umum adalah adegan atau tempat, dan pemicu paling umum berikutnya adalah percakapan. Dia juga melaporkan petunjuk-petunjuk selama satu abad atau lebih dari literatur medis tentang kemungkinan hubungan antara deja vu dan beberapa jenis aktivitas kejang di otak.</p>
<p>Ulasan Brown membawa topik deja vu ke ranah sains yang lebih umum karena muncul di jurnal ilmiah yang cenderung dibaca oleh para ilmuwan yang mempelajari kognisi dan <a href="https://www.routledge.com/The-Deja-Vu-Experience/Brown/p/book/9781138006010">dalam sebuah buku</a> yang ditujukan untuk para ilmuwan. Karyanya berfungsi untuk mendorong para ilmuwan untuk merancang percobaan-percobaan dengan upaya menyelidiki deja vu.</p>
<h2>Menguji deja vu di lab psikologi</h2>
<p>Didorong oleh karya Brown, tim peneliti saya mulai melakukan eksperimen yang bertujuan untuk menguji hipotesis tentang kemungkinan mekanisme deja vu. Kami <a href="https://www.routledge.com/The-Deja-Vu-Experience/Cleary-Brown/p/book/9780367273200">menyelidiki hipotesis yang telah berusia hampir seabad</a> yang mengatakan bahwa deja vu dapat terjadi jika ada kemiripan spasial antara adegan saat ini dan adegan yang tidak diingat dalam ingatan kita. Para psikolog menyebut ini sebagai hipotesis familiaritas Gestalt.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="area rumah sakit yang terang dengan staf dan pasien" src="https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482854/original/file-20220906-25-tky7ns.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Mungkin tata letak tempat yang baru sangat mirip dengan tempat lain yang pernah kamu kunjungi, tetapi kamu tidak mengingatnya secara sadar.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/nurses-station-in-hospital-royalty-free-image/906005394">FS Productions/Tetra images via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebagi contoh, coba bayangkan kamu sedang melewati pos perawatan di unit rumah sakit dalam perjalanan mengunjungi teman yang sakit. Walaupun kamu belum pernah ke rumah sakit ini sebelumnya, kamu dikejutkan oleh perasaan yang kamu miliki. Penyebab dasar deja vu ini bisa jadi karena tata letak pemandangan, termasuk penempatan furnitur dan objek tertentu di dalam ruang, memiliki tata letak yang sama dengan pemandangan berbeda yang pernah kamu alami di masa lalu.</p>
<p>Mungkin letak pos perawatan – furnitur, barang-barang di konter, dan bagaimana ini terhubung dengan sudut lorong – sama dengan bagaimana satu set meja penerima tamu diatur relatif terhadap berapa penanda dan furnitur di lorong di pintu masuk ke acara sekolah yang kamu hadiri setahun sebelumnya. Menurut hipotesis familiaritas Gestalt, jika situasi sebelumnya dengan tata letak yang mirip dengan yang sekarang tidak muncul di benak kamu, kamu mungkin hanya memiliki perasaan familiaritas yang kuat untuk yang sekarang.</p>
<p>Untuk menyelidiki ide ini di laboratorium, tim kami menggunakan realitas virtual untuk menempatkan orang-orang di dalam adegan. Dengan cara ini, kami dapat memanipulasi lingkungan tempat orang-orang tersebut menemukan diri mereka sendiri – beberapa adegan berbagi tata ruang yang sama sementara sebaliknya menjadi berbeda. Seperti yang diperkirakan, <a href="https://doi.org/10.1016/j.concog.2011.12.010">deja vu lebih mungkin terjadi</a> ketika orang-orang berada dalam adegan yang berisi susunan elemen ruang yang sama dengan adegan sebelumnya yang telah mereka lihat tapi tidak ingat</p>
<p>Penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap deja vu dapat berupa kemiripan spasial dari adegan baru dengan adegan dalam ingatan yang gagal untuk secara sadar dipanggil ke pikiran di masa ini. Namun, bukan berarti kemiripan spasial menjadi satu-satunya penyebab deja vu. Kemungkinan besar, banyak faktor dapat berkontribusi pada apa yang membuat suatu adegan atau situasi terasa familiar. Lebih banyak penelitian sedang dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan faktor tambahan yang berperan dalam fenomena misterius ini.</p>
<hr>
<p><em>Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin dikembangkan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami. Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:</em></p>
<ul>
<li><p><em>mengirimkan email redaksi@theconversation.com</em></p></li>
<li><p><em>tweet ke kami @conversationIDN dengan tagar #curiouskids</em></p></li>
<li><p><em>DM melalui Instagram @conversationIDN</em></p></li>
</ul>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200312/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anne Cleary merupakan anggota American Psychological Association Council of Representatives.</span></em></p>Belakangan ini, topik deja vu muncul di ranah sains. Para peneliti pun mulai melakukan eksperimen untuk menjelaskan deja vu. Jadi, apa penyebab deja vu?Anne Cleary, Professor of Cognitive Psychology, Colorado State UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1988282023-02-03T02:36:40Z2023-02-03T02:36:40ZGerakan mata dapat membantu kita mengetahui cara membaca pikiran orang<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/507064/original/file-20230130-24-1n930q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Mata Anda dapat mengungkapkan lebih banyak hal dari yang Anda pikirkan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/close-face-african-descent-closing-opening-1830481211">True Touch Lifestyle/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dari sebagian besar sejarah manusia, jika ingin mengetahui apa yang terjadi di belakang kita, kita harus menebaknya. Akan tetapi, sejak tahun 1960-an, para ilmuwan telah mempelajari bagaimana gerakan mata dapat membantu membaca pikiran seseorang. Kemampuan untuk menguping lamunan dan monolog internal seseorang secara detail masih menjadi fiksi ilmiah, tetapi penelitian membantu kita mempelajari lebih lanjut tentang hubungan antara mata dan kondisi mental kita.</p>
<p>Baru-baru ini, penelitian di Jerman menunjukkan bahwa <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0277099">pelacakan gerakan mata</a> dapat membantu mendeteksi posisi seseorang dalam proses berpikirnya.</p>
<p>Penelitian semacam ini bukan sekadar keingintahuan umum. Bayangkan jika kamu adalah seorang pilot yang sedang mencoba manuver rumit yang membutuhkan konsentrasi penuh. Sementara itu, kamu melewatkan alarm berkedip yang membutuhkan perhatian. Teknologi hanya akan berguna jika selaras dengan cara manusia berpikir dan berperilaku di dunia nyata.</p>
<p>Kemampuan untuk melacak proses berpikir dapat menghindari kondisi yang mengancam jiwa antara manusia dan komputer. Jika penelitian psikologi tentang pelacakan mata digabungnkan dengan AI (kecerdasan buatan), hasilnya dapat merevolusi antarmuka komputer (<em>computer interface</em>) dan memberi manfaat bagi orang-orang dengan disabilitas belajar.</p>
<p>Pelacakan gerakan mata dimulai pada tahun 1960-an ketika versi pertama teknologi dikembangkan oleh ilmuwan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1068/i0382">Alfred Yarbus</a> yang meneliti isu ini pertama kali. Saat itu, penutup hisap yang tidak nyaman dipasang di mata peserta dan pantulan cahaya menelusuri titik fokus mereka.</p>
<p>Yarbus menemukan bahwa manusia terus-menerus mengalihkan pandangannya untuk berfokus pada berbagai bagian pemandangan di depan. Dengan setiap gerakan mata, bagian pemandangan yang berbeda menjadi fokus tajam, dan bagian lain di ujung pandangan menjadi buram. Kita tidak dapat menerimanya sekaligus.</p>
<p>Sampel pemandangan tidak diambil secara acak. Dalam <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1068/i0382">studi Yarbus yang terkenal pada tahun 1967</a>, dia meminta orang-orang untuk melihat sebuah lukisan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang pelayan menunjukkan seorang laki-laki ke arah ruang tamu di mana seorang perempuan yang lebih tua bangkit dari kursinya dan anak-anak duduk di sekitar meja" src="https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=576&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=576&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=576&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=724&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=724&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/503998/original/file-20230111-14-krrmlx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=724&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Lukisan ini, <em>They Did Not Expect Him</em>, digunakan dalam studi Yabus.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/File:Ilya_Repin_Unexpected_visitors.jpg">Ilya Repin/Wikimedia</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dia kemudian bertanya kepada peserta “Seberapa kaya orang-orang itu” dan “Apa hubungan antara mereka?” Pola gerakan mata yang berbeda muncul sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.</p>
<h2>Membuat kemajuan</h2>
<p>Sejak itu, kamera inframerah dan program komputer membuat pelacakan mata lebih mudah. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah menunjukkan bahwa pelacakan mata dapat mengungkapkan pada tahap apa seseorang berpikir. Dalam eksperimen psikologi kognitif, orang-orang sering diminta untuk menemukan objek dalam buku <em>Where’s Wally</em>.</p>
<p>Niat yang dimiliki seseorang <a href="https://www.annualreviews.org/doi/full/10.1146/annurev-vision-091718-015048#_i2">mempengaruhi cara matanya bergerak</a>. Misalnya, jika dia sedang mencari benda berwarna merah, matanya pertama-tama akan berpindah ke semua benda berwarna merah di tempat kejadian. Artinya, gerakan mata seseorang mengungkap isi memori jangka pendeknya.</p>
<p><a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0277099">Studi tahun 2022 di Jerman</a> mengungkapkan bahwa pelacakan mata dapat membedakan antara dua fase berpikir. Mode ambien melibatkan pengambilan informasi, sementara pemrosesan fokus terjadi pada tahap akhir pemecahan masalah.</p>
<p>Dalam mode ambien, mata bergerak cepat dalam jarak jauh untuk melihat impresi samar dari target yang menarik. Ini digunakan untuk orientasi spasial. Kemudian, kita fokus pada informasi untuk jangka waktu yang lebih lama saat memprosesnya lebih dalam.</p>
<p>Sebelumnya, perubahan-perubahan dalam <a href="https://psycnet.apa.org/record/1975-00202-001">pola pandangan telah dipelajari</a> dalam konteks perubahan stimulus visual. Namun, studi di Jerman tersebut adalah salah satu studi pertama yang menemukan bahwa mata kita berubah di antara pola gerakan ini sebagai respons terhadap proses berpikir.</p>
<p>Subyek uji diminta untuk merakit sebuah kubus Rubik sesuai dengan modelnya. Stimulus visual tidak berubah, tetapi gerakan mata peserta menunjukkan bahwa mereka berada dalam mode ambien saat informasi diambil. Pola gerakan mata peserta berubah saat mereka beralih ke bagian tugas yang berbeda, seperti memilih potongan puzzle.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Mata manusia berwarna cokelat dilihat dari dekat" src="https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/503674/original/file-20230109-17100-csu9q6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Setidaknya saat ini relawan penelitian tidak perlu memakai penutup hisap di mata mereka.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/beautiful-close-human-eye-macro-photography-1962443701">Ingaav/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Melihat ke depan</h2>
<p>Penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi yang dimaksudkan untuk bekerja sama dengan operator manusia dapat menggunakan pelacakan mata untuk melacak proses pemikiran penggunanya. <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-97457-2_6">Dalam pekerjaan terbaru saya bersama tim</a>, kami merancang sistem yang menghadirkan banyak tampilan berbeda secara paralel di layar komputer.</p>
<p>Dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk menghasilkan panah dan sorotan di layar, program kami melacak gerakan mata orang-orang untuk mengidentifikasi informasi yang dilihat peserta dan memandu mereka ke arah yang seharusnya mereka lihat. Penerapan metode kecerdasan buatan ke data pelacakan mata juga dapat membantu mengetahui jika <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0926580519304066?casa_token=p82hyjHRnq4AAAAA:RvUcD3YZENd24OvfNX-zCthoEC29YBfUHAm3rC3MXJjVb5we5cvg2wLl5k0rcx3fnhaN-Pf7INo">seseorang merasa lelah</a> atau memiliki gangguan belajar seperti <a href="https://dl.acm.org/doi/abs/10.1145/2745555.2746644?casa_token=WH5IKy4NN90AAAAA:xy9gyO78VmFvwvSIAC8mpOfC69S00wfUB6gmIW0bDv8V1tPFSgaUFrIjhnJe6bDuLMw9Qlqw">disleksia</a>. </p>
<p>Gerakan mata juga dapat menjadi petunjuk tentang keadaan emosi seseorang. Sebagai contoh, <a href="https://psycnet.apa.org/record/2005-15801-006">satu studi menemukan</a> bahwa suasana hati yang sedang tidak baik membuat orang lebih sering mengalihkan mata untuk melihat kata-kata negatif seperti “kegagalan.” Sebuah penelitian yang menganalisis <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0272735812001390?casa_token=fnsj6OAfeEQAAAAA:yBAG1ZxQYMPjiJXFxc6NKjT2PmFc0ksOgFBMkEAvg4d1KsRXwUA7yMg3WgV38-P_Sg4Hlg_2L0Q">hasil dari banyak percobaan</a> menemukan bahwa orang-orang yang mengalami depresi menghindari melihat rangsangan positif (seperti wajah bahagia) dan mereka yang memiliki kecemasan terpaku pada tanda-tanda ancaman.</p>
<p>Melacak gerakan mata juga dapat membantu orang-orang belajar dengan memantau di mana mereka terjebak dalam suatu tugas. <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-98438-0_17">Satu studi</a>, yang melibatkan ahli jantung yang belajar untuk membaca elektrokardiogram, menggunakan AI berdasarkan gerakan mata mereka untuk memutuskan apakah mereka memerlukan panduan lebih lanjut.</p>
<p>Di masa depan, kecerdasan buatan mungkin dapat menggabungkan pelacakan mata dengan ukuran lain, seperti detak jantung atau perubahan aktivitas otak, untuk mendapatkan estimasi yang lebih akurat tentang pemikiran seseorang saat memecahkan masalah. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah kita ingin komputer mengetahui apa yang kita pikirkan?</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198828/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Szonya Durant bekerja di Royal Holloway, University of London dan menjadi konsultan untuk Paravizion Ltd. Ia menerima dana dari EPSRC dan US Air Force Office of Scientific Research.</span></em></p>Studi gerakan mata dapat melacak keberadaan seseorang dalam proses berpikirnya.Szonya Durant, Senior Lecturer of Psychology, Royal Holloway University of LondonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1985672023-01-27T07:30:27Z2023-01-27T07:30:27ZTeori konspirasi tetap berbahaya bahkan jika hanya ada sangat sedikit orang yang mempercayainya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/506447/original/file-20230125-16-w5uxcx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kebohongan tidak perlu menyebar jauh untuk menimbulkan masalah.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/people-garthered-around-one-outstanding-person-royalty-free-image/1365164005">numismarty/iStock/Getty Images Plus</a></span></figcaption></figure><p>Ada pertanyaan di antara para pakar dan peneliti: Apakah ada <a href="https://www.theatlantic.com/shadowland/">lebih banyak orang Amerika</a> yang <a href="https://doi.org/10.1086/717850">percaya pada teori konspirasi</a> saat ini <a href="https://www.washingtonpost.com/politics/2022/05/18/buffalo-shooting-great-replacement-qanon">daripada sebelumnya</a>?</p>
<p>Sebagai <a href="https://scholar.google.com/citations?user=Q13nvXwAAAAJ&hl=en&oi=ao">ahli teori konspirasi</a> dan orang-orang yang mempercayainya, saya khawatir bahwa terlalu fokus pada jumlah orang Amerika yang percaya teori konspirasi dapat mengalihkan orang-orang dari bahaya teori konspirasi. </p>
<p>Bahkan jika kebanyakan orang mengabaikan teori konspirasi atau <a href="https://press.princeton.edu/books/hardcover/9780691178707/not-born-yesterday">hanya mempercayainya terbatas</a>, <a href="https://doi.org/10.1086/717850">sehingga sangat sedikit orang yang benar-benar percaya</a>, ide-ide yang salah dari teori konspirasi ini masih dapat membuatnya berbahaya.</p>
<h2>Asosiasi tanpa keyakinan</h2>
<p>Ahli filsafat sering menganggap bahwa orang-orang dapat <a href="https://www.jstor.org/stable/2253760">menjelaskan tindakan mereka</a> yang terkait dengan apa yang mereka ingin lakukan atau dapatkan, dan apa yang mereka <a href="https://plato.stanford.edu/entries/belief/">yakini</a>. Namun, banyak tindakan orang dipandu bukan oleh keyakinan eksplisit, melainkan oleh <a href="https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2010/jun/19/oliver-burkeman-aliefs-beliefs">firasat</a> mereka. Firasat bukanlah sesuatu yang pasti, tetapi dapat dipengaruhi oleh pengalaman seseorang.</p>
<p>Prinsip ini sangat dipegang teguh oleh pembuat iklan yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang, <a href="https://www.theatlantic.com/business/archive/2011/10/thinking-vs-feeling-the-psychology-of-advertising/247466/">bukan dengan mengubah cara mereka berpikir tetapi perasaan mereka</a>. Memanipulasi perasaan dengan cara ini dapat dilakukan secara halus dengan mengasosiasikan suatu produk dengan hasil yang diinginkan, seperti status dan jenis kelamin.</p>
<p>Cara ini juga bisa berbentuk negatif, seperti dalam iklan serangan politik yang bertujuan untuk <a href="https://www.jstor.org/stable/3647684">mengasosiasikan lawan</a> politik dengan gambar dan deskripsi yang penuh ancaman. Menempa asosiasi mental yang serupa adalah salah satu cara bagaimana teori konspirasi, <a href="https://doi.org/10.1007/s11229-021-03379-y">seperti bentuk misinformasi lainnya</a>, mungkin memiliki konsekuensi, bahkan tanpa harus dipercaya.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/dDTBnsqxZ3k?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Salah satu iklan serangan politik paling awal, oleh Lyndon Johnson pada tahun 1964, bahkan tanpa menyebutkan nama targetnya.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Beberapa contoh teori konspirasi</h2>
<p>Salah satu contoh teori konspirasi adalah teori bahwa pemilihan presiden Amerika tahun 2020 telah dicurangi. Beberapa orang pasti <a href="https://www.theguardian.com/us-news/2022/jan/05/america-biden-election-2020-poll-victory">mempercayainya</a>. Namun, bahkan jika orang tidak mempercayai kebohongan tersebut sepenuhnya, mereka mungkin masih percaya bahwa ada sesuatu tentang pemilu 2020 yang <a href="https://www.theatlantic.com/ideas/archive/2022/04/trump-voters-big-lie-stolen-election/629572/">“tidak terasa benar,” “tidak terlihat benar,” atau “sepertinya mencurigakan.”</a> Oleh karena itu, mereka mungkin lebih cenderung untuk mendukung upaya yang diklaim politisi akan melindungi integritas pemilu – bahkan jika upaya tersebut berujung kepada <a href="https://www.theguardian.com/us-news/2022/aug/17/florida-republicans-black-voters-justice-department"><em>targeted voter suppression</em></a> (tekanan kepada pemilih yang ditargetkan).</p>
<p>Selain itu, ada teori konspirasi tentang anti-vaksinasi. Terdapat banyak konten anti vaksinasi, baik tentang <a href="https://doi.org/10.1001/jama.287.24.3245">vaksin secara umum</a> maupun <a href="https://www.wired.co.uk/article/covid-vaccine-misinformation-facebook">vaksin COVID-19</a> khususnya, dalam bentuk gambar dan video yang dimaksudkan untuk mengilustrasikan efek samping meresahkan dari vaksinasi. Materi semacam ini dapat berkembang dengan cepat di media sosial. Dengan mengandalkan gambar yang menyesatkan, bukan klaim palsu yang eksplisit, materi-materi tersebut seringkali dapat menjadi <a href="https://www.vice.com/en/article/v7ek3d/anti-vaxxers-are-learning-how-to-game-tiktoks-algorithm-and-theyre-going-viral">tidak terkontrol</a>.</p>
<p>Paparan terhadap informasi anti-vaksinasi mungkin membuat pembaca atau penonton merasa tidak nyaman, dan, sebagai akibatnya, meragukan vaksin, bahkan tanpa menunjukkan kepercayaan anti-vaksinasi secara eksplisit. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang cenderung mengandalkan intuisi dan memiliki emosi negatif terhadap vaksin memiliki <a href="https://doi.org/10.1080/08870446.2019.1673894">kemungkinan lebih besar untuk menolak vaksinasi</a>. Meskipun penelitian tersebut melibatkan vaksin lain, faktor serupa mungkin dapat menjelaskan mengapa <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/us/covid-19-vaccine-doses.html">banyak orang Amerika tidak mendapatkan vaksinasi COVID-19 lengkap, dan sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan vaksin <em>booster</em></a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Kerumunan orang menyerbu Gedung Kapitol AS." src="https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/484683/original/file-20220914-11733-spyrev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Terlepas dari benar-benar percaya atau tidak, para perusuh Gedung Kapitol AS dipengaruhi oleh teori konspirasi..</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/SocialMediaConservativeVoices/1714e596e04b4367956e142598025532/photo">AP Photo/John Minchillo</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kepura-puraan dan koordinasi</h2>
<p>Para ilmuwan sering menyampaikan bahwa banyak orang hanya berpura-pura percaya pada <a href="https://doi.org/10.1093/oso/9780192895325.003.0001">teori konspirasi</a> dan <a href="https://doi.org/10.1093/poq/nfx042">bentuk misinformasi lainnya</a> semata-mata sebagai cara untuk mengekspresikan loyalitas politik mereka. Namun, bahkan kepura-puraan tersebut dapat berakibat fatal. Mari kita pertimbangkan analogi berikut.</p>
<p>Ketika seorang anak kecil menyatakan bahwa “lantainya adalah lahar,” hanya sedikit yang percaya pernyataan tersebut. Namun, anak itu, dan yang lainnya, mulai bertindak seolah-olah pernyataan itu benar. Mereka yang percaya kemudian mungkin memanjat perabotan dan mengulangi pernyataan tersebut kepada orang lain yang memasuki ruang tersebut. Ada anak-anak yang bermain hanya untuk bersenang-senang, ada yang bermain untuk memamerkan keterampilan memanjat dan melompatnya, dan ada yang bermain untuk menyenangkan anak yang memulai permainan.</p>
<p>Beberapa anak cepat merasa bosan dengan permainan tersebut dan ingin berhenti bermain, tetapi mereka menyukai atau menghormati anak yang memulai permainan tersebut, dan tidak ingin mengecewakannya dengan berhenti bermain. Saat permainan berlangsung, beberapa anak bermain dengan terlalu bersemangat. Akibatnya, perabotan rumah rusak, dan beberapa dari mereka terluka saat mencoba melompat dari satu permukaan tinggi ke permukaan lainnya. Walau lahar dalam permainan itu tidak nyata, barang-barang yang rusak merupakan benda nyata.</p>
<p>Dalam konteks yang lebih serius, ketika Donald Trump mengklaim bahwa pemilihan presiden 2020 “<a href="https://abcnews.go.com/Politics/trump-longstanding-history-calling-elections-rigged-doesnt-results/story?id=74126926">dicurangi</a>,” beberapa pejabat dan anggota masyarakat menuruti klaim tersebut. Baik karena <a href="https://www.npr.org/2021/03/02/972564176/antifa-didnt-storm-the-capitol-just-ask-the-rioters">keyakinan yang tulus</a>), keberpihakan, kesetiaan kepada Trump, maupun <a href="https://www.texasmonthly.com/news-politics/true-the-vote-election-fraud/">peluang finansial</a>, banyak orang Amerika berperilaku seolah-olah pemilu 2020 telah berlangsung secara tidak adil.</p>
<p>Beberapa orang yang percaya teori konspirasi pemilu tersebut berkumpul di Washington, D.C. Beberapa dari mereka menyerbu Kantor Kongres Amerika Serikat dan, di belakang layar, beberapa orang lainnya mengembangkan skema untuk mengirimkan<a href="https://www.nytimes.com/2022/07/27/us/politics/fake-electors-explained-trump-jan-6.html"> daftar pemilih palsu</a> yang mendukung pemilihan kembali Trump meskipun dia kalah dalam pemilu. Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini dapat mengandalkan dukungan dari orang lain yang mendukung klaim pemilu yang curang, bahkan jika dukungan tersebut sebagian besar tidak tulus.</p>
<h2>Akibat kepura-puraan</h2>
<p>Akibat dari kepercayaan bahwa pemilu Amerika Serikat 2020 dicurangi tentu lebih besar daripada akibat dari bermain seolah-olah lantai adalah lahar. Kepercayaan dari klaim pemilu 2020 dicurangi berakibat pada kerusakan gedung kongres yang bernilai <a href="https://www.politico.com/minutes/congress/04-8-2022/jan-6-costs/">jutaan dolar</a>, <a href="https://time.com/6133336/jan-6-capitol-riot-arrests-sentences/">ratusan penangkapan</a> perusuh, <a href="https://www.nytimes.com/2022/01/05/us/politics/jan-6-capitol-deaths.html">sejumlah korban jiwa</a>, dan <a href="https://www.theguardian.com/us-news/2021/jan/06/trump-election-attacks-collapse-faith-democracy">ancaman kepada demokrasi Amerika</a>.</p>
<p>Mengingat betapa buruknya risiko yang ada, perlu dianalisis mengapa orang yang tidak sepenuhnya percaya bahwa pemilu tersebut sudah dicurangi berani mengambil risiko untuk berpura-pura percaya. Pemikiran ini menggarisbawahi bahaya yang unik dari teori konspirasi yang didukung oleh para penguasa: Ada banyak keuntungan dari berpura-pura percaya teori konspirasi.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198567/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Keith Raymond Harris menerima dana dari The Ministry of Culture and Science of North Rhine Westphalia.</span></em></p>Mengkhawatirkan berapa banyak orang yang percaya ide-ide palsu melewatkan bahaya yang sebenarnya – bahwa orang tetap dapat dipengaruhi oleh ide-ide tersebut terlepas mereka percaya atau tidak.Keith Raymond Harris, Postdoctoral Research Fellow in Philosophy, Ruhr University BochumLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.