Menu Close
Bagaimana tanggapanmu terhadap Facebook? AlesiaKan/Shutterstock.com

Bagaimana Facebook berubah dari teman menjadi kawan sekaligus musuh

Pada saat Facebook merayakan 15 tahun pertemanan mayanya, penelitian ilmu sosial telah mengumpulkan banyak riset yang mendokumentasikan hubungan cinta-benci antara publik dengan teman sekaligus musuh terbaik mereka.

Sesuatu yang dulu dianggap sebagai teman yang dapat dipercaya telah berubah menjadi teman dengan hubungan yang berantakan, terperangkap oleh ambiguitas dan ketidakpercayaan. Hubungan ini tersia-siakan tapi pada saat yang sama menyulitkan membuat para pengguna bertanya-tanya apakah mereka harus beralih ke teman-teman yang lebih sehat.

Dulu situasinya tidak seperti ini.

Pada mulanya bersahabat

Ketika diluncurkan pertama kali, Facebook adalah salah satu mitra jejaring sosial paling otentik. Jaringan pertemanan online lainnya, seperti MySpace, memiliki perusahaan induk yang berpengaruh yang membawahi platform tersebut, mengganggu pengguna dengan iklan dan banyak tipuan. Tapi Facebook menjanjikan sesuatu yang berbeda: hubungan pertemanan yang utuh. Suatu ruang sosial yang tidak tereksploitasi dalam menjalani kehidupan terbaik Anda.

Sampai hari ini, persahabatan dengan Facebook hadir dengan banyak fasilitas. Yang paling penting, itu menjadi teman yang menyatukan semua orang. Berpartisipasi dalam komunitas ini ditunjukkan dengan memperkuat hubungan antara teman dekat dan kenalan biasa.

Para individu dapat terikat karena berada dalam komunitas, memiliki identitas bersama, atau sekadar dari video yang menghibur. Facebook telah dipercaya karena turut membantu menggerakkan koalisi untuk menjatuhkan diktator dan mengumpulkan jutaan dollar AS untuk melawan penyakit.

Berkaitan dengan popularitas Facebook, pengguna juga dapat dengan hati-hati menciptakan citra publik diri mereka, mengekspresikan momen-moment terbaik dalam hidup mereka. Situs ini telah menjadi sumber utama yang tidak hanya sekadar berbagi informasi tentang satu sama lain, tapi juga dunia. Proses berbagi secara sosial sangat tinggi, seperti dua pertiga dari pengguna Facebook di AS dilaporkan membaca berita melalui platfrom ini.

Para akademisi juga berteman dengan Facebook. Saya memimpin sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa Facebook menjadi subjek penelitian yang paling banyak diteliti di bidang teknologi informasi dan komunikasi sejak 2005. Fokus ini telah menyebabkan kemajuan dalam memahami interaksi secara online, aktivisme digital dan psikologi manusia.

Merusak kepercayaan

Facebook vacuums up users’ data. Alexander Limbach/Shutterstock.com

Tapi keberhasilan Facebook yang tampak menakjubkan datang dengan mengorbankan privasi teman-teman mayanya. Model bisnis “menjual iklanmungkin terdengar biasa-biasa saja, tapi platform ini mengumpulkan lebih banyak data dan informasi tentang pengguna daripada yang dapat disadari pengguna sendiri.

Dengan membagi data pengguna, maka terjadi kampanye disinformasi dan campur tangan di pemilu, Facebook telah mengungkapkan ke mana mereka menempatkan loyalitas mereka–bukan pada penggunanya. Kecerobohan, atau yang semakin terlihat sebagai penyalahgunaan data pengguna yang disengaja, telah membuat banyak orang sulit untuk mempercayai platform ini sebagai ruang hubungan secara intim.

Skandal-skandal ini memiliki konsekuensi. Penelitian menemukan bahwa pengguna dapat dimanipulasi secara emosional dengan mengubah algoritme Facebook. Ini membuat publik lebih terpolarisasi secara politis dan lebih kecil kemungkinannya untuk berbagi pandangan minoritas–suatu implikasi yang dapat berpengaruh buruh bagi demokrasi.

Algoritme yang memperlihatkan perbandingan sosial sehari-hari juga berdampak buruk pada kesehatan mental. Penelitian terbaru secara meyakinkan menunjukkan bahwa penggunaan Facebook dapat meredam kebahagiaan individu–baik secara langsung dan juga dalam jangka panjang. Penggunaan Facebook telah dikaitkan dengan depresi dan dampak psikologis yang negatif lainnya sampai menginspirasi sebuah ringkasan laporan berisi 56 studi tentang topik tersebut.

Teman sekaligus musuh

Meski menyebarnya gerakan #DeleteFacebook pada 2018, sebagian besar pengguna masih mempertahankan profil mereka. Mengapa? Karena tidak menggunakan Facebook berarti melepaskan jaringan yang bernilai secara sosial. Situs ini memiliki 2,2 miliar pengguna, hampir 30 persen dari populasi global. Seperti yang ditunjukkan oleh anggota Kongres AS baru-baru ini, Facebook tidak memiliki banyak pesaing, yang berarti menjadi cara utama, jika bukan satu-satunya, bagi komunitas besar untuk terhubung. Facebook menahan pengguna mereka (atau kadang-kadang menyandera) dengan menjaga hubungan dengan semua teman mereka.

Bagi mereka yang lebih suka Instagram atau WhatsApp, ketahuilah bahwa Facebook memiliki kedua platform tersebut, dan sedang mencoba menyatukan teknologi keduanya. Bahkan mereka yang sungguh-sungguh memutuskan untuk melepaskan Facebook tetap akan diambil datanya oleh Facebook dalam konten yang orang lain taruh di platfrom tersebut. Hampir mustahil untuk lepas dari genggaman Facebook.

Menjelang ulang tahunnya bulan ini, Facebook berupaya mengingatkan kembali kenangan indah dengan mendorong pengguna untuk bernostalgia dengan #10YearChallenge. Penghargaan untuk perubahan terbesar dimenangkan oleh Facebook itu sendiri–dari teman yang tidak egois menjadi musuh sekaligus teman yang cerdik.

Merebut kembali kepercayaan publik akan membutuhkan perubahan signifikan. Bisa berupa beranda tidak dirubah, iklan yang transparan, dan kontrol pengguna terhadap data dan metadata akan menjadi tempat yang baik untuk memulai. Namun saat ini, tidak jelas apakah Facebook akan melakukan perubahan ini untuk menyelamatkan miliaran pertemanannya.

Sementara itu, sebagian besar teman Facebook memperbarui pengaturan privasi mereka dan mencoba hidup berdampingan.

Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Muhammad Gaffar.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now