Menu Close

Bagaimana posisi ASEAN di tengah-tengah Cina dan AS dan sekutunya di Indo-Pasifik?

Pesawat tempur AS Air Force B-52H Stratofortress dan dua pesawat tempur F-15 Jepang Koku Jieitai dalam latihan bersama di Laut Timur Cina dan Laut Jepang, pada 26 September 2018. Pacific Air Forces/Cover Images

Asia Tenggara berada di titik transisi antara Samudra Hindia dan Pasifik. Maka wacana mengenai konsep geopolitik “Indo-Pasifik” menjadi penting bagi ASEAN. Konsep “Indo-Pasifik, yang diusung Jepang, India, Australia, dan Amerika Serikat (AS), bertujuan untuk "menahan” kekuatan Cina di wilayah tersebut.

Bagaimana ASEAN dan para anggotanya dapat mengimbangi kekuatan dan kepentingan ekonomi dari pemain-pemain kelas kakap lain di dalam wilayah tersebut? Ketegangan yang timbul karena isu ini akan mewarnai kebijakan luar negeri ASEAN untuk tahun-tahun mendatang.

‘Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka’

Wilayah Indo-Pasifik dapat dilihat sebagai zona maritim yang dikelilingi oleh Samudra Hindia dan Pasifik, serta termasuk semua negara yang berada dalam spektrum ini.

Pada 2017, AS mengadopsi konsep “Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka” (FOIP), dalam Strategi Keamanan Nasional AS. Konsep tersebut menekankan prinsip kebebasan navigasi, supremasi hukum dan kedaulatan negara dalam wilayah tersebut.

Jepang, India, Australia dan AS membentuk suatu kelompok strategis, dinamai “the Quad” untuk mengusung FOIP. Meskipun kelompok tersebut tidak secara eksplisit dibentuk sebagai suatu aliansi melawan pengaruh Cina, secara tidak langsung kelompok tersebut tampak melaksanakan fungsi tersebut. Faktanya, pada 2017, Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono menyatakan bahwa the Quad berusaha untuk “menahan” Cina.

Sikap Cina

Cina meremehkan konsep Indo-Pasifik. Bahkan Menteri Luar Negeri Cina menyatakan bahwa ide tersebut akan “pupus bagaikan busa.” Namun, Cina tetap memulai tindakan mitigasi yang signifikan di wilayah timur Samudra Hindia karena kepentingan ekonomi di jalur komunikasi laut (rute perdagangan dan pertahanan) yang melintasinya.

Cina telah meningkatkan jumlah ekspedisi angkatan laut di bagian timur Samudra Hindia dan telah “mengelilingi” garis pantai India dengan menanamkan modal pada pembangunan beberapa pelabuhan di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara seperti Bangladesh, Sri Lanka, Malaysia, dan Myanmar.

Di daerah Pasifik Barat, klaim Cina terhadap Laut Cina Selatan dan pembangunan fasilitas serta peluncuran misil di atas pulau-pulau yang dipersengketakan juga telah mengusik ASEAN.

Gambar yang bertanggal 11 Mei 2015 menunjukkan tampak atas pulau-pulau yang telah dibuat oleh Cina di perairan Laut Cina Selatan, yang terletak di bagian barat Palawan, Filipina.

Keberpihakan strategis ASEAN

ASEAN belum mempunyai pandangan yang seragam atas konsep Indo-Pasifik. Keterlibatan ASEAN di dalam Indo-Pasifik kemungkinan besar akan dibentuk oleh dorongan aliansi strategis dan kepentingan ekonomi.

Selain India dan Cina, ASEAN harus bersaing dengan tiga anggota the Quad yang semuanya berlomba-lomba untuk mendapatkan pengaruh di Indo-Pasifik.

Beberapa anggota ASEAN mulai khawatir terhadap persekutuan yang terbentuk di antara Jepang, India, Australia, dan AS. Mereka khawatir negara-negara tersebut akan menelantarkan ASEAN.

Namun, ada beberapa anggota yang diam-diam mendukung konsep Indo-Pasifik. Contohnya, Vietnam memiliki hubungan yang dekat dengan India dan tampak “menerima” FOIP. Pada saat yang bersamaan, Indonesia telah menunjukkan dukungannya dengan dikeluarkannya “konsep kerjasama Indo-Pasifik” pada awal tahun ini.

Lima negara Asia Tenggara, Thailand, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar, juga telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan mendukung ide FOIP dari Jepang(setelah Jepang mengumumkan bantuan pembangunan kepada Delta Mekong).

Di lain pihak, pada Mei 2018, menteri luar negeri Singapura menyatakan bahwa mereka belum akan memberikan komitmen terhadap FOIP. Ke depannya, para anggota ASEAN kemungkinan besar akan pilih-pilih dalam membentuk aliansi strategis dengan para pemain besar, tergantung pada kepentingannya masing-masing.

Kepentingan ekonomi

Keberpihakan strategis juga dibentuk oleh kepentingan ekonomi yang krusial, mengingat nilai ekonomi Indo-Pasifik yang besar. Dapat dikatakan bahwa dua perjanjian perdagangan regional terbesar saat ini–Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP)–berlaku di wilayah Indo-Pasifik.

ASEAN berperang penting dalam kedua perjanjian tersebut–semua anggota ASEAN adalah bagian dari RCEP sedangkan empat anggota ASEAN (Singapura, Malaysia, Vietnam dan Brunei) menjadi bagian dari CPTPP–di samping para pemain-pemain Indo-Pasifik lain seperti India, Cina, Australia dan Jepang. Ratifikasi dari RCEP dan CPTPP menjadi mekanisme penyeimbang dalam wilayah tersebut dan pasti menjadi faktor pertimbangan kebijakan luar negeri ASEAN.

Kemitraan keamanan maritim

Dinamika Indo-Pasifik juga akan mempengaruhi keamanan maritim Asia Tenggara. India sangat tertarik menggaet ASEAN untuk membangun kerjasama maritim sebagai penyeimbang terhadap pergerakan militer Cina.

Dengan ukuran dan keahlian militernya, India dapat menjadi mitra efektif bagi anggota-anggota ASEAN untuk menunjang kemampuan pertahanan dan menjaga kepentingan nasional sepanjang garis pantainya. Bentuk kerjasama yang demikian (atau retorika kemitraan lain yang serupa), sudah berjalan.

Di lain pihak, Cina juga telah menjadi mitra strategis ASEAN. Latihan maritim pertama antara ASEAN dan Cina (simulasi yang dilakukan di darat tanpa latihan operasi militer) dilaksanakan pada Agustus 2018.

Dalam pengelolaan aliansi strategis, para anggota ASEAN kemungkinan besar akan menjalin kerjasama keamanan maritim yang baru atau meningkatkan hubungan-hubungan yang ada untuk menjaga stabilitas dalam perairannya.

Kerjasama seperti itu akan fokus terhadap titik-titik penyumbatan maritim atau “choke points” seperti Selat Malaka yang dapat digunakan untuk mengendalikan akses ke jalur-jalur komunikasi laut.

Kerjasama juga dapat terbentuk secara bilateral (disebabkan oleh negara yang lebih mementingkan kepentingan mereka masing-masing) atau melibatkan kelompok-kelompok dalam zona yang spesifik seperti pesisir timur Samudra Hindia. Mekanisme keamanan regional yang demikian telah disebutkan oleh Singapura. Dengan kata lain, kegiatan maritim akan semakin bertambah di perairan ASEAN.

Tantangan ke depan

Pada akhirnya, budaya pengambilan keputusan ASEAN yang berbasis konsensus, ditambah dengan disparitas ekonomi dan keberpihakan geopolitik yang berbeda-beda antara para anggota, akan menjadi tantangan bagi blok tersebut saat menghadapi tekanan eksternal di Indo-Pasifik.

Secara tradisional ASEAN mengandalkan kesatuan mereka saat menghadapi negara-negara berkekuatan besar. Namun dilema Indo-Pasifik tampaknya dapat menjadi permasalahan yang bisa menguji persatuan tersebut. Kegagalan untuk mengeluarkan pernyataan bersama mengenai Laut Cina Selatan (bagian kunci dari Indo-Pasifik) saat Pertemuan Menteri ASEAN tahun 2012 adalah satu contoh untuk runtuhnya persatuan tersebut.

Meskipun ASEAN seringkali telah menunjukkan tampang persatuan, permulaan negosiasi dengan Cina mengenai kode perilaku di Laut Cina Selatan dapat menyulitkan dan memperdalam jurang di antara para anggota.

Perbedaan dalam perspektif para anggota terhadap zona Indo-Posifik dapat mengganggu proses pembentukan respons yang kompak. Sampai pada saat ini, upaya Indonesia untuk memimpin pembentukan “Pandangan ke Masa Depan ASEAN Indo-Pasifik” (ASEAN Indo-Pacific Outlook) adalah langkah ke arah yang benar.

Masa depan yang tidak pasti

Kebangkitan “Indo-Pasifik” menawarkan kesempatan dan tantangan untuk ASEAN. Secara regional, ASEAN menghadapi pilihan-pilihan yang sulit dan tak terelakkan. Bagaimana ASEAN akan mengarungi perairan tersebut akan memiliki dampak yang penting terhadap masa depannya sendiri dan masa depan zona Indo-Pasifik.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now