Menu Close
Kolibri adalah satu-satunya burung yang dapat terbang ke samping dan ke belakang, berkat fitur evolusi dari struktur muskuloskeletal mereka. Shutterstock

Bagaimana sayap burung hantu dan kolibri menginspirasi drone, kincir angin, dan teknologi lainnya

Apakah evolusi menghasilkan temuan terbaik? Jika dilihat hasil selama jutaan tahun di dunia alami yang menjadi kanvasnya, sepertinya pernyataan ini benar.

Kemampuan unta untuk menyimpan air di dalam tubuhnya, dan juga teknik yang digunakan oleh burung elang laut untuk terbang dengan jarak yang sangat jauh melewati lautan membuktikan bahwa evolusi telah membantu berbagai satwa untuk dapat bertahan hidup dan berkembang.

Penelitian pascasarjana saya mengeksplorasi tentang berbagai temuan hebat yang terjadi berkat adanya evolusi, yang seringkali ditemukan pada burung.

Secara khusus, hal yang saya pelajari adalah perilaku yang ditunjukkan oleh sekelompok burung ketika mereka sedang terbang, dan juga hubungan antara massa tubuh, ukuran sayap, keterkaitan satu spesies burung dengan spesies burung lainnya, dan berbagai sifat biologis burung lain yang telah berevolusi, dapat menghasilkan teknik terbang yang indah di berbagai macam spesies burung.

Temuan-temuan baru berkat evolusi sangat luar biasa, maka dari itu, para ilmuwan mempelajarinya dan lalu menerapkannya dalam mendesain berbagai macam teknologi sehari-hari.

Sebagai contoh, cara terbang burung kolibri yang cepat dan tepat telah menjadi inspirasi dalam mengembangkan berbagai perangkat terbang agar mampu melakukan manuver yang rumit. Contoh lainnya adalah teknik terbang burung hantu yang secara diam-diam tanpa suara telah menjadi inspirasi dari desain turbin angin yang sunyi dan efisien.

Berdasarkan kedua contoh tersebut, kita bisa melihat bagaimana temuan-temuan alami dapat menginspirasi biomimikri (inovasi teknologi yang mengadopsi sistem yang sudah lama ada di alam) dalam merancang dan memperbarui berbagai teknologi masa kini.

Manuver yang tepat

Burung kolibri adalah salah satu spesies burung terkecil di dunia. Mereka memiliki tubuh yang kecil dan ringan dengan sayap yang besar yang membuat mereka mampu terbang secara cepat dan tepat dengan presisi yang luar biasa.

Banyak burung lainnya yang juga memiliki sayap yang besar, namun, dengan kemampuan manuvernya yang luar biasa menjadi keunikan tersendiri dari burung kolibri jika dibandingkan dengan jenis burung. Mengapa?

Rahasianya terletak pada otot dan tulang-tulangnya.

Burung kolibri menggunakan otot sayap nya besar agar dapat tetap mengepakkan sayap secara cepat ketika terbang. Hal ini dikenal sebagai high wing beat frequency, atau frekuensi ketukan sayap yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan burung kolibri mampu terbang secara melayang, biasanya mereka lakukan pada saat musim panas, ketika mereka datang menghampiri bunga-bunga dan tempat makan burung atau bird-feeders di halaman belakang rumah.

Burung kolibri membutuhkan banyak energi untuk dapat tetap terbang dalam kurun waktu yang cukup panjang dan juga untuk mengumpulkan makanan.

Selain itu, kerangka tulang dada yang panjang yang dimiliki oleh burung kolibri menjadi permukaan yang tepat sebagai tempat otot sayap mereka merekat. Semakin besar permukaan dari kerangka tulang dada suatu burung, semakin banyak otot yang dapat terhubung satu dengan yang lainnya.

Agar dapat melayang, burung kolibri mengepakkan sayapnya dalam pola angka delapan. Kepakan sayap ini dapat mereka lakukan berkat kibasan sayapnya secara terus menerus yang dapat dilakukan karena bentuk tulang sayapnya yang pendek. Tulang sayap yang pendek ini menjadi keunikan lain bagi burung kolibri, yang tidak ditemukan di spesies burung lainnya.

Selain itu, otot dan tulang burung kolibri bekerja sama agar mampu melayang dan juga mampu terbang menyamping dan ke belakang dengan kecepatan hingga 50 kilometer per jam.

Ketika para peneliti melihat bagaimana cara otot dan tulang burung kolibri bekerja agar dapat menghasilkan teknik terbang yang cepat dan tepat walaupun dengan tubuhnya berukuran kecil, mereka menjadi tertarik untuk mencari tahu apakah mekanisme serupa dapat digunakan dalam untuk teknologi masa kini.

Sebagai contoh, AeroVironment Nano Hummingbird, sebuah prototipe yang dikembangkan oleh Defense Advanced Research Projects Agency di Amerika Serikat, terinspirasi dari burung kolibri. Nano Hummingbird sendiri adalah sebuah perangkat drone yang meniru cara terbang burung kolibri yang tangkas dan lincah.

Drone ini dapat mengakses lokasi-lokasi yang sulit atau bahkan tidak dapat dijangkau. Selain itu, drone ini juga dapat mengumpulkan informasi melalui kamera video yang terpasang.

Penelitian lebih lanjut mengenai presisi cara terbang burung kolibri dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan terjadinya penemuan drone semacam ini, yang membuat kita dapat melihat wilayah-wilayah alami yang belum dapat dipetakan secara detail dan efektif. Temuan semacam ini nyatanya terjadi jauh lebih cepat dibandingkan prediksi yang diyakini sebelumnya. Kemajuan teknologi yang dapat kita lihat dari drone ini dapat diterapkan untuk memantau cuaca, mengirim paket, dan bahkan untuk sinematografi.

Penerbangan yang senyap

Sebagai predator pada malam hari, burung hantu mengandalkan teknik terbang secara diam-diam agar bisa menangkap mangsa. Untuk lepas landas sebelum terbang, burung hantu membutuhkan gaya angkat. Selain itu, mereka juga membutuhkan lebih banyak energi untuk tetap berada di udara.

Untuk menghasilkan gaya angkat tersebut, burung hantu harus mengepakkan sayapnya yang berukuran besar. Ketika burung hantu mengepakkan sayapnya yang lebar, bukankan mereka akan menghasilkan suara yang sangat keras, yang tentunya akan membuyarkan tujuan untuk memangsa secara sembunyi-sembunyi?

Ketika sedang terbang, gerakan dari sayap seekor burung menciptakan turbulensi di udara yang menghasilkan suara kepakan sayap. Namun, tidak seperti burung pada umumnya, burung hantu memiliki sebuah mekanisme luar biasa yang dapat mengurangi kebisingan selama mereka terbang. Rahasianya terletak pada struktur bulu mereka.

Sayap burung hantu memiliki bulu dengan ujung yang tajam, yang biasa disebut gerigi, yang terletak di sepanjang bagian depannya, yang bersentuhan dengan udara selama mereka terbang. Gerigi inilah yang memecah turbulensi udara yang biasanya menyebabkan suara kepakan sayap yang pada akhirnya mengurangi kebisingan yang dihasilkan selama mereka terbang.

Struktur di ujung sayap burung hantu yang berbentuk rumbaian semakin mengurangi kebisingan dengan cara menyebarkan turbulensi yang terjadi secara cepat dan efektif. Ketika sedang terbang meluncur, gerigi dan rumbai ini sangat berkontribusi dalam menciptakan ketenangan pada saat burung hantu sedang berburu.

Dengan menjadikan teknik terbang secara diam-diam yang dilakukan burung hantu sebagai acuan, para peneliti berusaha untuk menggunakan struktur serupa untuk mengurangi kebisingan yang dihasilkan oleh kincir angin dan kipas angin yang akan meningkatkan efisiensinya.

Menerapkan struktur bulu burung hantu ke dalam desain teknologi turbin modern juga dapat meningkatkan efisiensi dalam mengkonversi energi angin. Hal ini membuktikan keefektifan yang dapat dicapai jika kita dapat mengintegrasikan dunia alami dan teknologi.

Hanya sebagian kecil dari kemungkinan akan munculnya temuan lainnya

Keunikan dari cara terbang burung kolibri dan burung hantu yang telah dijelaskan di atas hanya sebagian kecil dari kemungkinan-kemungkinan munculnya temuan lainnya yang terinspirasi dari alam pada masa depan.

Contoh biomimikri lainnya dapat dilihat pada teknologi pencegah gegar otak yang terinspirasi dari burung pelatuk, desain kereta yang dirancang sesuai dengan bentuk paruh burung raja udang, dan juga teknologi laser yang terinspirasi dari bulu burung yang berwarna-warni.

Alam memang telah menjadi inspirasi dari berbagai kemajuan di bidang teknologi. Maka dari itu, penting bagi kita untuk tetap melanjutkan eksplorasi mengenai berbagai sistem alam yang menakjubkan lainnya yang tersedia di bumi ini.

Diva Tasya Belinda Rauf menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now