Menu Close
Ibu membawa bayinya dalam penerbangan. Semestinya setiap dewasa berempati pada bayi yang menangis di pesawat. ChameleonsEye/Shuttestock

Bayi menangis di pesawat terbang: bagaimana sebaiknya penumpang dan awak kabin bersikap?

Model dan aktris Angela Gilsha menumpahkan rasa kesalnya terhadap tangisan bayi yang dia dengar selama penerbangan domestik baru-baru ini. Lewat Instagram, dia menyatakan lebih memilih memperbolehkan hewan daripada bayi untuk naik pesawat. Setelah dihujat di media sosial, dia minta maaf atas pernyataan tersebut.

Penyikapan atas kasus bayi yang menangis di penerbangan cukup beragam. Kaum penentang tangisan bayi tidak segan menyarankan orang tua memberikan obat sedatif, sebuah senyawa obat penenang yang dalam dosis besar dapat menyebabkan seseorang tertidur pulas, bagi anak kecil selama penerbangan. Padahal penggunaan obat sedatif bagi anak meningkatkan risiko gangguan pernapasan dan efek samping lain seperti sakit kepala, muntah, dan mual.

Bagaimana Anda menyikapi bayi yang menangis tiada henti dalam penerbangan ribuan meter di angkasa? Apakah Anda akan membantu orang tua menenangkan si bayi, diam saja dan tutup telinga seperti patung, atau meluapkan kekesalan kepada orang tua bayi? Perusahaan penerbangan seharusnya juga membekali awak kabin keterampilan melayani penumpang bayi.

Sebuah riset menunjukkan saat tangisan bayi tak kunjung usai atau bahkan semakin menjadi-jadi di pesawat, tingkat stres orang tua meningkat yang berisiko pada perilaku pengasuhan negatif yang ditunjukkan orang tua. Walaupun tidak serta merta melakukan kekerasan pada bayinya di depan umum, raut muka yang ditunjukkan oleh orang tua dalam merespons tangisan bayi ternyata dapat dipahami oleh bayi. Si kecil dapat merasakan suasana marah yang dirasakan orang tua. Saat kondisi ini secara konsisten dirasakan oleh bayi, kualitas ikatan keterikatan orang tua dan bayinya menurun dan meningkatkan risiko kekerasan pada bayi.

Karena itu, etika kepedulian dan empati perlu dipertimbangkan dalam kondisi ini. Saat bayi menangis, dia merasa tidak nyaman alias tergolong sebagai orang yang sedang mengalami kesusahan, maka mestinya orang dewasa menunjukkan kepedulian dan empati. Tangisan bayi semerdu apa pun tetap akan membuat orang tua menjadi tertekan. Lalu apakah sebagai orang dewasa kita hanya akan berdiam diri melihat orang lain kesusahan?

Cerita tentang penerbangan dengan tangisan bayi sudah beberapa kali menjadi kontroversi. Kasusnya bukan hanya ulah nir-empati penumpang, tapi juga oleh awak kabin pesawat. United Airlines pernah melarang terbang seorang pramugari dan menggelar investigasi internal terkait perlakuan pramugari tersebut saat ada bayi berusia 8 bulan menangis di gendongan ibunya dalam penerbangan dari Sidney ke San Fransisco, 24 September 2018.

Alih-alih membantu si ibu menenangkan bayinya, pramugari tersebut menjelaskan bahwa kebijakan maskapai hanya membolehkan bayi tidak boleh menangis lebih dari lima menit. Ketika bayi tersebut tidak berhenti menangis, pramugari meminta ibu dan bayinya yang membeli tiket di kursi bisnis pindah ke kelas ekonomi agar tidak menganggu penumpang kelas bisnis lainnya.

Dari sejumlah kasus bayi menangis di pesawat polanya hampir sama: bayi menangis tiada henti lalu orang dewasa kesal. Penumpang lain atau awak kabin meluapkan kekesalan pada orang tua. Orang tua semakin tertekan. Bayi semakin menangis. Orang dewasa semakin kesal. Siklus tersebut terus berlangsung hingga Anda sampai di tempat tujuan.

Penyebab bayi menangis di pesawat

Tangisan bayi menunjukkan bahwa dia sedang dalam kondisi yang tidak nyaman. Rasa tidak nyaman ini dapat terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah respons bayi terhadap rasa sakit.

Jet lag, gangguan kesehatan akibat perjalanan udara yang paling populer, bukan satu-satunya gangguan kesehatan akibat perjalanan udara. Gangguan kesehatan lain yang umum terjadi adalah rasa sakit pada telinga. Perubahan tekanan udara yang sangat cepat saat pesawat lepas landas dan mendarat berisiko pada terjadinya cedera telinga. Rasa sakit pada telinga ini terjadi tidak hanya pada orang dewasa tapi juga bayi.

Saat lepas landas, pramugari biasanya akan menawarkan permen untuk penumpang. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari cedera telinga. Sayangnya, trik ini tidak bisa dilakukan pada bayi karena tekstur permen terlalu keras untuk bayi dan dapat membuat bayi tersedak. Untuk mengurangi sakit telinga pada bayi saat tinggal landas dapat dilakukan dengan menyusui bayi.

Dampak kesehatan yang paling serius justru disebabkan oleh hipoksia, sebuah kondisi saat jaringan tubuh kekurangan oksigen. Normalnya oksigen dalam darah sekitar 75-100 milimeter air raksa (mm Hg), bila di bawah 60 mm Hg akan terkena hipoksia dan butuh oksigen tambahan. Dalam penerbangan, hipoksia terjadi akibat turunnya tekanan parsial oksigen dalam udara yang dihirup seiring dengan ketinggian yang melebihi kemampuan fisiologi tubuh.

Respon tubuh terhadap hipoksia berbeda untuk masing-masing individu. Pada bayi, hipoksia dalam jangka waktu yang lama (risiko meningkat saat penerbangan jarak jauh) dikabarkan dapat menyebabkan kematian mendadak. Hipoksia juga terbukti menyebabkan kondisi tidak nyaman selama perjalanan udara baik pada bayi maupun orang dewasa. Bayi menangis merupakan satu indikasi ketidaknyamanan tersebut.

Etika menjadi orang tua vs etika kepedulian dan empati

Dalam buku The Ethics of Parenthoods, Norvin Richards menjelaskan tentang bagaimana etika yang terjadi pada interaksi orang tua dan anak pada setiap tahapan kehidupan. Seorang anak hadir di dunia karena ego orang dewasa untuk memiliki penerus. Implikasinya, segala urusan yang ditimbulkan oleh si “anak” merupakan tanggung jawab orang tuanya.

Selain dalam kasus bayi menangis di pesawat, kontroversi tentang etika menjadi orang tua juga muncul saat membahas tentang menyusui bayi di tempat umum. Banyak orang dewasa merasa terganggu dengan praktik menyusui di tempat umum. Orang tua diminta untuk menyusui bayinya di tempat menyusui yang belum tentu lokasinya dekat. Untuk bisa segera disusui, si bayi harus menunggu sampai ibu mendapatkan lokasi menyusui yang tepat.

Alhasil bayi diminta untuk berkorban menahan rasa lapar atau merasakan sensasi makan di toilet atau mungkin juga menyusu dengan kegerahan karena tertutup celemek menyusui. Berkaca pada kasus ini, bayi selalu menjadi pihak yang dirugikan karena peran orang tua sebagai makhluk sosial.

Menjadi orang tua sekaligus makhluk sosial tampaknya merupakan tugas yang sulit. Pertanyaan yang muncul pada etika menjadi orang tua adalah apakah orang dewasa harus memiliki hubungan biologis untuk dapat disebut sebagai orang tua? Dalam kajian etika ini, pendekatan deontologis/kewajiban etis dipakai untuk meyakinkan bahwa semua orang dewasa, walaupun tanpa hubungan biologis, seharusnya selalu berperilaku baik kepada anak.

Sekali lagi empati

Dalam kasus bayi menangis di pesawat dan bayi menyusu di tempat umum, kepedulian dan empati merupakan solusi yang menyenangkan semua pihak, terlepas siapa yang menunjukkan kepedulian dan empati tersebut.

Empati tersebut ditunjukkan oleh seorang perempuan yang naik Alaskan Airlines dari Seattle ke Denver pada 29 Juli 2017. Dalam pesawat tersebut penumpang ini melihat seorang ibu sedang berjuang menenangkan bayi dan dua balitanya yang menangis bersamaan. Dalam unggahan di media sosialnya, perempuan tersebut menggambarkan bagaimana rasa kepedulian dan empati telah hilang dari para penumpang lainnya. Saat perempuan tersebut menawarkan bantuan, seketika ibu yang kesusahan tersebut memintanya menggendong bayinya. Ajaibnya bayinya langsung tertidur pulas.

Penerbangan “FlyBabies” yang diluncurkan oleh maskapai JetBlue menunjukkan bentuk empati yang lebih berimbang antara orang tua bayi dan juga penumpang lainnya. Dalam penerbangan ini, setiap kali ada seorang bayi menangis di pesawat, semua penumpang akan menerima diskon 25% untuk penerbangan JetBlue berikutnya. Walaupun hanya bersifat promotif memperingati Hari Ibu 22 Desember, kebijakan ini membuat penumpang lain menerima tangisan bayi dalam penerbangan.

Terbang bersama tangisan bayi tentu sangat melelahkan, namun bayi juga memiliki hak yang sama sebagai penumpang untuk berekspresi di pesawat. Seharusnya kru kabin tidak hanya dibekali dengan keterampilan melayani penumpang dewasa melainkan juga menangani penumpang bayi yang menangis di pesawat. Saat kru kabin menunjukkan empatinya maka orang tua dan penumpang lain akan lebih merasa tenang dan memiliki kemungkinan tertular untuk melakukan hal yang tidak emosional.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,900 academics and researchers from 4,919 institutions.

Register now