tag:theconversation.com,2011:/ca/topics/kesehatan-bayi-42261/articlesKesehatan bayi – The Conversation2024-01-31T06:54:04Ztag:theconversation.com,2011:article/2190212024-01-31T06:54:04Z2024-01-31T06:54:04ZMerencanakan kehamilan? Pertimbangkan berhenti minum alkohol sebelum dan selama kehamilan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/562928/original/file-20230413-14-lfsl69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=65%2C57%2C5390%2C3571&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kamu mungkin ingin menjadikan minuman keras sebagai masa lalu.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/positive-multiethnic-couple-drinking-wine-with-guests-5876657/">pexels/monstera</a></span></figcaption></figure><p>Ketika pasangan suami istri berencana untuk memiliki bayi, sering kali perempuanlah yang dianggap bertanggung jawab atas <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0749379716000660#bib8">kesehatan bayi yang belum lahir</a>. </p>
<p>Di Inggris, <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/545937/UK_CMOs__report.pdf">pedoman minum alkohol</a> terbitan Kementerian Kesehatan merekomendasikan agar perempuan tidak mengonsumsi alkohol selama kehamilan. Hal ini karena alkohol diketahui dapat meningkatkan risiko <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31194258/">keguguran</a> dan <a href="https://www.nhs.uk/conditions/foetal-alcohol-spectrum-disorder/">gangguan spektrum alkohol pada janin</a> (FASD). </p>
<p><a href="https://theconversation.com/how-foetal-alcohol-spectrum-disorders-could-be-a-hidden-epidemic-52835">FASD</a> adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan berbagai tantangan emosional, perilaku, perkembangan, dan pembelajaran yang terkait dengan <a href="https://theconversation.com/up-to-17-of-children-in-the-uk-could-have-symptoms-of-foetal-alcohol-spectrum-disorder-according-to-latest-estimates-107649">paparan alkohol</a> pada bayi selama berada di dalam rahim.</p>
<p>Pedoman ini juga merekomendasikan bahwa jika kamu berencana untuk hamil, pendekatan yang paling aman adalah <a href="https://theconversation.com/health-risks-of-light-drinking-in-pregnancy-confirms-that-abstention-is-the-safest-approach-83753">tidak minum</a> sama sekali untuk meminimalkan risiko pada kehamilan kamu.</p>
<p>Namun, bukti dari survei besar menunjukkan bahwa tidak semua perempuan berhenti minum alkohol sebelum hamil - baik kehamilan itu diinginkan atau tidak. Dalam sebuah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28277356/">penelitian</a> tahun 2017 terhadap 5.036 perempuan di AS, prevalensi konsumsi alkohol sebelum kehamilan serupa antara mereka yang memiliki kehamilan yang diinginkan (55%) dan yang tidak diinginkan (56%). </p>
<p>Dalam <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/aogs.12816">penelitian</a> lainnya pada 2015 terhadap 3.390 perempuan Swedia, konsumsi alkohol mingguan tidak berbeda secara signifikan antara perempuan dengan “kehamilan yang sangat direncanakan” (11%) dibandingkan dengan perempuan dengan “kehamilan yang sangat tidak direncanakan” (14%). </p>
<p>Dan sebuah <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.3109/13625187.2013.851183">survei</a> pada 2013 terhadap 258 perempuan Denmark menemukan bahwa meskipun 77% kehamilan mereka “sangat” atau “cukup terencana”, satu dari lima orang melaporkan pesta minuman keras pada awal kehamilan. Di antara perempuan dengan kehamilan yang tidak direncanakan, angka ini meningkat menjadi satu dari tiga.</p>
<p>Namun, meskipun fokusnya cenderung pada hubungan perempuan dengan alkohol sebelum dan selama kehamilan, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan alkohol oleh laki-laki juga <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0749379716000660#bib8">berperan</a> dalam hal kesehatan bayi. </p>
<p>Memang, alkohol dapat <a href="https://www.ajog.org/article/S0002-9378(08)02037-1/fulltext">memengaruhi DNA sperma</a>, dalam beberapa kasus mengurangi <a href="https://theconversation.com/how-mens-damaged-sperm-could-play-significant-role-in-recurrent-miscarriage-109683">kesuburan</a> dan potensi untuk hamil. </p>
<h2>Mengapa berhenti minum alkohol?</h2>
<p>Hasil kesehatan yang lebih baik untuk bayi <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/729018/Making_the_case_for_preconception_care.pdf">dimulai sebelum pembuahan</a>, dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4293222/">hubungan yang jelas dibuat</a> antara kesehatan laki-laki dan perempuan sebelum kehamilan dan kesehatan keturunan mereka. </p>
<p>Penelitian menunjukkan bahwa jika pasangan sedang mencoba untuk hamil, masuk akal jika mereka berdua berhenti minum minuman keras <a href="https://edition.cnn.com/2019/10/03/health/dads-trying-to-conceive-stop-drinking-wellness/index.html">setidaknya enam bulan sebelum kehamilan</a>. Hal ini membantu mengurangi risiko hasil negatif yang mungkin terjadi pada bayi, seperti <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/2047487319874530?journalCode=cprc">penyakit jantung bawaan</a>.</p>
<p>Hal ini juga memiliki <a href="https://www.drinkaware.co.uk/advice/how-to-reduce-your-drinking/the-benefits-of-drinking-less">manfaat</a> untuk <a href="https://www.drugsandalcohol.ie/32647/1/R-de-Visser-Dry-January-evaluation-2019.pdf">calon orang tua</a>, seperti kualitas tidur yang lebih baik, peningkatan energi, dan tingkat konsentrasi yang lebih baik.</p>
<p>Penelitian juga <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0749379716000660#bib8">menemukan</a> bahwa jika pasangan hidup bersama dan pasangan laki-laki minum alkohol, ada kemungkinan lebih tinggi bahwa perempuan akan minum alkohol sebelum dan selama kehamilan.</p>
<p>Salah satu alasan mengapa hal ini bisa terjadi dieksplorasi dalam <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1757975912441225">penelitian lain</a>. Dala riset ini para perempuan mengatakan bahwa minum-minum dengan pasangan, baik sebelum atau selama kehamilan, memberikan rasa hubungan sosial.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Pregnant woman holding belly." src="https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515255/original/file-20230314-3238-lcctzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebaiknya hindari alkohol sama sekali jika ingin hamil.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/smiling-pregnant-woman-caressing-tummy-in-house-room-5427247/">Pexels/Amina Filkins</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Periode sebelum kehamilan, yang dikenal sebagai prakonsepsi, adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5975952/pdf/emss-77899.pdf">sebuah jendela kesempatan</a> bagi calon orang tua untuk meningkatkan kesehatan mereka dan meningkatkan kemungkinan mereka untuk hamil. Dan <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/729018/Making_the_case_for_preconception_care.pdf">konsumsi alkohol</a> harus dipertimbangkan sebagai bagian dari hal ini. </p>
<p>Sebagai bagian dari penelitian terbaru kami, kami <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2772653322000405?via=ihub">meninjau literatur</a> yang mengeksplorasi pandangan masyarakat dan profesional kesehatan tentang informasi dan dukungan untuk mengurangi konsumsi alkohol pada periode sebelum hamil. </p>
<p>Kami menemukan bahwa para perempuan menyadari bahwa faktor gaya hidup seperti merokok atau minum alkohol dapat memengaruhi kehamilan mereka dan meningkatkan risiko hasil yang buruk bagi bayi. Namun, terdapat kurangnya kesadaran akan pentingnya laki-laki untuk mengurangi konsumsi alkohol ketika merencanakan kehamilan. </p>
<p>Memang, laki-laki <a href="https://www.jabfm.org/content/jabfp/26/2/196.full.pdf">biasanya tidak pergi ke klinik</a> untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan prakonsepsi, karena hal ini biasanya diserahkan pada perempuan. </p>
<h2>Suami dan istri berhenti minum alkohol</h2>
<p>Meskipun ada beberapa indikasi bahwa laki-laki, dan juga perempuan, terbuka untuk mengubah perilaku minum alkohol saat merencanakan kehamilan, tinjauan literatur kami menemukan bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877575617300940?via=ihub">sangat sedikit penelitian</a> yang mengeksplorasi pandangan laki-laki atau pasangannya tentang kesehatan prakonsepsi.</p>
<p>Dan meskipun ada hasil yang menjanjikan dari intervensi dan pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan prakonsepsi pada laki-laki dan perempuan, seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877575617300940?via=ihub">skrining alkohol</a> diikuti dengan konseling dan pendidikan kesehatan mengenai <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877575617300940?via=ihub">mengubah perilaku</a>, tetapi masih belum ada penekanan yang cukup pada kesehatan laki-laki pada tahap prakonsepsi. Hal ini perlu diubah karena, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian, kesehatan bayi dipengaruhi oleh ibu dan ayah. </p>
<p>Jadi, jika kamu sedang mempertimbangkan untuk mencoba mendapatkan momongan, sekarang adalah waktu yang tepat bagi kedua pasangan untuk menetapkan tujuan baru dan <a href="https://www.nhs.uk/pregnancy/keeping-well/drinking-alcohol-while-pregnant/">mengurangi konsumsi alkohol</a> bersama-sama. Dan jika kamu khawatir dengan jumlah yang kamu minum, atau ketergantungan pada alkohol, kamu harus mendapatkan <a href="https://www.nhs.uk/conditions/alcohol-misuse/treatment/">saran dan dukungan profesional</a> tentang cara mengurangi minum alkohol dengan aman.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219021/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kami mengucapkan terima kasih kepada Lisa Schölin, Queens Medical Research Institute, University of Edinburgh; Andrea Hilton, Department of Paramedical, Perioperatif and Advanced Practice, University of Hull dan Anand Ahankari, Faculty of Health and Medical Sciences, University of Surrey yang telah menjadi bagian dari tim peneliti serta membantu dalam penulisan dan penelaahan artikel ini.
</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Lesley Smith menerima dana dari National Institute of Health Research, The Institute of Alcohol Studies, Alcohol Research UK (sekarang Alcohol Change UK) dan The Joseph Rowntree Foundation untuk penelitian terkait alkohol.
</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jayne Walker tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mengurangi konsumsi alkohol sebelum hamil dapat bermanfaat bagi kesehatan laki-laki, perempuan, dan bayi mereka.Lolita Alfred, Senior Lecturer in Mental Health, School of Health and Psychological Sciences, City, University of LondonJayne Walker, Senior lecturer| Professional Lead. School of Paramedical, Peri-Operative and Advanced Practice. Faculty of Health Sciences., University of HullLesley Smith, Professor of Women's Public Health, Institute of Clinical and Applied Health Research, University of HullLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2132292023-09-22T09:59:19Z2023-09-22T09:59:19ZMengapa bayi menangis ketika baru lahir dari ibunya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/547362/original/file-20230816-21-5r1861.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=2%2C0%2C995%2C664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/newborn-baby-78559918">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><blockquote>
<p>Mengapa bayi selalu menangis ketika dilahirkan oleh ibunya? - Nam, 12 tahun, Hanoi, Vietnam</p>
</blockquote>
<p>Ketika bayi lahir, mereka semua tampak menangis. Kita sering melihat hal ini <a href="https://www.goldderby.com/gallery/best-tv-births-ranked-worst-to-best/tvs-most-memorable-births-little-house-ont-the-prarie/">di TV</a>.</p>
<p>Namun, tidak semua bayi yang baru lahir langsung menangis. Inilah yang terjadi.</p>
<h2>Apa yang terjadi saat lahir?</h2>
<p>Ketika seorang bayi lahir, mereka berpindah dari tubuh ibu mereka yang hangat, dan keluar dari dunia mereka yang gelap dan berair ke dunia yang lebih sejuk, lebih kering, dan lebih terang.</p>
<p>Proses ini sedikit meremas. Saat bayi keluar dari ibunya, udara yang lebih dingin menyentuh kulitnya yang basah. </p>
<p>Udara yang lebih dingin membuat mereka terkesiap. Mereka juga terkesiap ketika bidan atau dokter menyentuh tubuh mereka untuk membantu mereka datang ke dunia.</p>
<p>Hembusan napas tersebut adalah napas pertama mereka, yang biasanya disertai dengan tangisan. Dan ketika hal ini terjadi, napas atau tangisan tersebut memicu <a href="https://www.youtube.com/watch?v=zTXmaVgobNw">perubahan yang luar biasa</a> tentang bagaimana bayi mendapatkan oksigen dan memindahkannya ke seluruh tubuh mereka.</p>
<h2>Perubahan apa yang terjadi?</h2>
<p>Di dalam rahim, bayi bergantung pada ibunya untuk mendapatkan oksigen - melalui <a href="https://theconversation.com/explainer-what-is-placenta-28851">plasenta</a> dan <a href="https://theconversation.com/ive-always-wondered-whats-behind-the-belly-button-84598">tali pusar</a>.</p>
<p>Plasenta terlihat seperti panekuk dan menyaring darah yang kaya oksigen dari ibu. Tali pusar kemudian memompanya ke bayi yang belum lahir.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Bayi yang belum lahir dengan tali pusar dan plasenta" src="https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/543140/original/file-20230817-17-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Plasenta, di sebelah kiri, dan tali pusar bekerja sama untuk mengirimkan oksigen dari darah ibu ke bayi yang belum lahir.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/3d-rendered-medically-accurate-illustration-fetus-727111807">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun, begitu bayi lahir, napas atau tangisan pertama mereka memicu berbagai macam perubahan pada cara jantung mereka menggerakkan darah ke seluruh tubuh mereka. Jadi, alih-alih menghirup cairan dari dalam rahim, mereka sekarang dapat menghirup udara dan memasukkan oksigen ke dalam paru-paru mereka seperti yang kita lakukan. </p>
<p>Proses kelahiran juga mengeluarkan air dari paru-paru bayi, sehingga memungkinkan mereka untuk bekerja dengan baik.</p>
<p>Tangisan bayi yang baru lahir adalah suara yang sangat <a href="https://www.romper.com/p/why-do-babies-cry-at-birth-the-answer-will-probably-surprise-you-18746386">membahagiakan</a> orang tua dan petugas kesehatan . Hal ini karena biasanya berarti bayi dalam keadaan sehat dan tidak memerlukan bantuan tambahan untuk bernapas.</p>
<p>Namun tidak semua bayi yang baru lahir menangis. Dan itu tidak selalu merupakan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.</p>
<h2>Mengapa tidak semua bayi menangis?</h2>
<p>Kadang-kadang peralihan ini untuk memindahkan oksigen ke seluruh tubuh seperti kita <a href="https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/persistent-pulmonary-hypertension#:%7E:text=Dalam%20persistent%20pulmonary%20hypertension%2C%20juga,%20sulit%20lahir%2C%20atau%20lahir%20asfiksia.">tidak terjadi dengan lancar</a>.</p>
<p>Mungkin ada masalah dengan jantung bayi, atau mungkin ada kelahiran yang sulit. Misalnya, bayi mungkin sangat kekurangan oksigen di dalam rahim dan membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas saat dilahirkan. </p>
<p>Kadang-kadang ada penundaan pada bayi yang menangis. </p>
<p>Bayi yang lahir melalui operasi caesar - ketika dokter mengoperasi ibu untuk mengangkat bayi keluar dari rahimnya - mungkin lebih <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s00404-019-05208-7">lambat</a> untuk bernapas dan menangis. Hal ini karena mereka tidak memiliki cairan yang diperas dari paru-paru seperti yang terjadi pada bayi yang dilahirkan melalui vagina. </p>
<p>Kadang-kadang bayi yang baru lahir tidak menangis sama sekali.</p>
<p>Bayi yang lahir di dalam air (dikenal sebagai <a href="https://www.bellybelly.com.au/birth/doulas/preparing-for-a-water-birth/"><em>waterbirth</em></a>) mungkin memiliki banyak air hangat di sekitar mereka dan bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah dilahirkan. Hal ini karena mereka tidak merasakan udara dingin saat mereka datang ke dunia; mereka sering kali berada dalam dekapan ibunya di dalam air. Jadi, mereka cenderung hanya <a href="https://www.sarawickham.com/questions-and-answers/whats-an-aqua-apgar/">bernapas dengan tenang</a>, dan berubah menjadi merah muda (menunjukkan bahwa mereka mendapatkan oksigen yang cukup), tanpa menangis.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213229/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hannah Dahlen menerima dana dari NHMRC dan ARC. Beliau berafiliasi dengan The Australian College of Midwives</span></em></p>Menangis memicu perubahan dalam cara bayi yang baru lahir mendapatkan oksigen. Tetapi tidak semua bayi baru lahir menangis, dan itu tidak selalu menjadi masalah.Hannah Dahlen, Professor of Midwifery, Associate Dean Research and HDR, Midwifery Discipline Leader, Western Sydney UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2034092023-04-12T08:49:57Z2023-04-12T08:49:57ZBelanja kosmetik selama Ramadan naik: bagaimana memilah kosmetik bayi dari kosmetik dewasa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/520477/original/file-20230412-20-2hnqdf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pilihlah kosmetik anak yang memang diproduksi untuk anak.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/a-girl-having-a-lipstick-applied-on-her-lips-11737414/">Pexels/Abhijith TS</a></span></figcaption></figure><p>Selama Ramadan, <a href="https://ihram.republika.co.id/berita/robr36366/perempuan-milenial-bakal-banyak-belanja-kosmetik-pada-ramadan-2023">produk kosmetik</a> diprediksi merupakan salah satu produk belanja yang <a href="https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230329202159-33-425623/laris-manis-ini-produk-kecantikan-yang-diincar-saat-ramadan">paling banyak dicari konsumen</a>.</p>
<p>Agar tidak keliru dan berdampak buruk bagi kesehatan kulit, kita perlu mengetahui secara pasti apakah produk kosmetik itu hanya diperuntukkan untuk orang dewasa atau hanya untuk bayi dan anak-anak. Termasuk kita perlu mengenali jenis produsennya. </p>
<p>Di level produsen, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/129878/permenkes-no-1175menkesperviii2010-tahun-2010">Peraturan Menteri Kesehatan No 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang izin kosmetika</a> membagi izin produksi menjadi dua jenis: golongan A dan B. </p>
<p>Industri kosmetik golongan A dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetik. Sedangkan golongan B hanya dapat membuat beberapa bentuk dan jenis sediaan kosmetik tertentu dengan teknologi sederhana. </p>
<p>Industri kosmetik <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/129878/permenkes-no-1175menkesperviii2010-tahun-2010">tipe B dilarang</a> memproduksi bentuk dan jenis kosmetik untuk bayi. Mereka juga dilarang memproduksi kosmetik yang digunakan di sekitar mata, rongga mulut, anti jerawat, pencerah kulit, tabir surya, <em>chemical peeling</em> (produk untuk mengelupaskan kulit secara kimia), atau pewarna rambut dan kosmetik yang dalam pembuatannya memerlukan teknologi tinggi seperti <a href="https://notifkos.pom.go.id/upload/informasi/20210319091150.pdf">aerosol dan serbuk kompak</a>.</p>
<p>Sementara, industri tipe A harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab. Mereka juga harus memiliki fasilitas produksi dan laboratorium serta menerapkan <a href="https://pafi.or.id/media/upload/20200307073546_466.pdf">Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)</a>.</p>
<p>Persyaratan ini lebih ketat dibandingkan dengan persyaratan industri tipe B. Salah satunya karena faktor keamanan yang perlu dijaga dari produk yang dihasilkan. </p>
<h2>Kenapa kosmetik untuk bayi berbeda dengan kosmetik dewasa?</h2>
<p>Salah satu alasan kosmetik untuk bayi berbeda dari komestik untuk dewasa adalah karena perbedaan jenis kulit.</p>
<p>Stratum korneum, bagian terluar dari lapisan kulit manusia, pada bayi lebih tipis dibandingkan <a href="https://doi.org/10.1111/j.1468-2494.2010.00611.x.">pada manusia dewasa</a>. Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan pelindung bagian dalam tubuh dari komponen asing yang berada di luar tubuh, seperti mikroba, virus, termasuk kosmetik.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://doi.org/10.1016/j.yrtph.2021.105052">rasio luas permukaan tubuh</a> terhadap bobot badan pada bayi lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa, yaitu 1,5 kali lipat (anak usia 5 tahun dibandingkan dengan manusia dewasa normal) sampai 2,3 kali lipat (bayi baru lahir dibandingkan dengan manusia dewasa normal). </p>
<p>Kosmetik adalah suatu bahan yang hanya boleh digunakan di <a href="https://jdih.pom.go.id/download/file/1223/Perka_BPOM_2019.pdf">bagian luar tubuh</a> dan tidak ada kontrol berapa jumlah yang boleh digunakan setiap harinya. </p>
<p>Maka ketika komponen kosmetik ini masuk kebagian kulit yang lebih dalam dari stratum korneum, hal ini bisa menjadi berbahaya. </p>
<p>Masuknya bagian kosmetik ke bagian kulit lebih dalam ini seringkali disebut sebagai penetrasi. Proses penetrasi akan <a href="https://www.academia.edu/49268334/MARTINS_PHYSICAL_PHARMACY_AND_PHARMACEUTICAL_SCIENCES_Physical_Chemical_and_Biopharmaceutical_Principles_in_the_Pharmaceutical_Sciences_SIXTH_EDITION_Editor">meningkat ketika lapisan</a> untuk penetrasi (dalam hal ini stratum korneum) lebih tipis dan luas permukaan untuk proses penetrasi lebih luas. </p>
<p>Selain faktor kulit, beberapa organ pada bayi masih dalam proses perkembangan sehingga cenderung lebih sensitif terhadap efek toksik (tingkat kerusakan) ketika dipaparkan suatu bahan tertentu. </p>
<p>Efek toksik yang perlu menjadi perhatian khusus ketika memproduksi kosmetik untuk bayi adalah <a href="https://doi.org/10.1016/B978-012370877-9.00057-8.">efek terhadap organ saraf</a>, sistem pertahanan tubuh (imun), sistem pernafasan, dan <a href="https://www.rivm.nl/bibliotheek/rapporten/320012001.html">sistem endokrin</a> (sistem yang berfungsi untuk menghasilkan hormon).</p>
<p>Laju metabolisme pada bayi relatif mendekati manusia dewasa pada usia 6 bulan dan masih terus mengalami <a href="https://doi.org/10.1016/j.taap.2003.10.010">penyempurnaan hingga usia 2 tahun</a>. Proses metabolisme ini meliputi proses penyerapan ke dalam aliran darah (absorpsi), penyebaran keseluruh bagian tubuh (distribusi) hingga proses pengeluaran dari tubuh (eliminasi) baik melalui urin, tinja, keringat, dan bentuk lainnya. </p>
<p>Selain dari faktor fungsi tubuh yang belum sempurna, faktor perilaku bayi juga berbeda dibandingkan dengan manusia dewasa. Bayi sedang melalui perkembangan intelektual untuk mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya dengan menempatkan berbagai benda ke dalam mulutnya. </p>
<p>Toksisitas atau tingkat kerusakan yang mungkin ditimbulkan suatu bahan yang terkandung dalam kosmetik tentu berbeda ketika bahan tersebut digunakan ke kulit dan dimasukan ke dalam mulut. </p>
<p>Selain proses menelan melalui mulut, masuknya bahan kosmetik juga mungkin dapat terjadi melalui saluran pernafasan atau mata <a href="https://www.edqm.eu/en/cosmetics-for-children-under-the-age-of-three">karena proses eksplorasi tersebut</a>. </p>
<p>Saat ini, terdapat beberapa industri rumahan yang menjual sabun dengan berbagai klaim dengan bahan baku berasal dari alam. Mereka memasarkannya via media sosial.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/reel/Cozt5rTu_f7/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Industri ini juga membuat sabun baik untuk dewasa ataupun bayi. Aktualnya, bahan yang berasal dari <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/edit/10.3109/9781420020854/cosmetic-formulation-skin-care-products-lauren-thaman-zoe-diana-draelos">alam belum tentu aman dan boleh digunakan untuk siapa saja</a>. Selain itu, industri rumahan juga tidak memiliki izin sesuai dengan persyaratan industri kosmetik tipe A. </p>
<h2>Cara memilih kosmetik aman untuk bayi</h2>
<p>Hal pertama adalah pemilihan bahan yang berkualitas. </p>
<p>Pemilihan bahan ini akan menjadi perhatian bagi industri yang akan melakukan produksi kosmetik untuk bayi.</p>
<p>Pemilihan bahan meliputi data toksisitas, kemampuan mengiritasi, proses absorbsi secara perkutan (masuknya suatu zat ke dalam aliran darah melalui kulit), ketersediaan di pasar, komposisi secara kimia dan mikrobiologi serta bersifat allergen (dapat memicu rekasi alergi) atau tidak. </p>
<p>Hal kedua adalah pemilihan formula. </p>
<p>Suatu produk kosmetik seringkali tidak hanya mengandung bahan utama, namun juga mengandung bahan lain yang kita sebut dengan <a href="https://indonesianjpharm.farmasi.ugm.ac.id/index.php/3/article/view/613">eksipien</a>.</p>
<p>Contohnya sampo, selain menghasilkan bahan pembentuk busa untuk membersihkan kotoran sebagai bahan utama, sampo juga mengandung pengawet, pewarna dan pewangi sebagai bahan tambahan. </p>
<p>Jumlah bahan tambahan yang boleh ditambahkan ke dalam formula adalah ukuran minimum sehingga perhitungan keamanan produk akhir menjadi lebih terukur dan jauh dari batas toksik. </p>
<p>Hal ketiga adalah proses pemakaian yang berkaitan dengan lamanya paparan produk tersebut mengenai kulit bayi. Uji toksisitas akan diperhitungkan dengan mempertimbangkan lamanya paparan kosmetik terhadap kulit ataupun kemungkinan proses akumulasi (penumpukan) kosmetik di kulit. </p>
<p>Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah kemasan. </p>
<p>Kemasan kosmetik bagi bayi harus dapat mencegah kemungkinan bayi dengan tangannya sendiri dapat mengeluarkan isi kosmetik tersebut. Kemudian risiko terluka ketika bayi berkontak dengan kemasan kosmetik tersebut, misalnya sudut yang tajam. </p>
<p>Kemasan dengan bahan kaca juga dihindari karena risiko pecah, terutama ketika digunakan dalam kondisi basah, seperti saat mandi. </p>
<p>Bentuk kemasan tidak boleh terlalu kecil atau mengandung bagian yang mungkin bisa lepas lalu tertelan atau terhirup oleh bayi. Bentuk kosmetik yang seperti mainan juga harus <a href="https://www.edqm.eu/en/cosmetics-for-children-under-the-age-of-three">mengikuti aturan yang berlaku</a>.</p>
<p>Bagi konsumen, pertimbangan-pertimbangan tersebut akan sulit dilakukan kecuali bagian kemasan. Untuk itu, penting agar kita memilih produk bayi yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). </p>
<p>Selain itu, konsumen harus tetap memperhatikan bayi saat menggunakan produk tersebut. Misalnya, timbul gejala alergi seperti ruam atau gatal-gatal hingga kemerahan atau gejala keracunan karena tertelan sepeti muntah. </p>
<p>Satu hal terpenting lainnya adalah tidak memberi bayi produk yang sebenarnya diperuntukan untuk dewasa sekalipun produk tersebut terdaftar BPOM.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203409/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Putriana Rachmawati tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kemasan kosmetik bagi bayi harus dapat mencegah kemungkinan bayi dengan tangannya sendiri dapat mengeluarkan isi kosmetik tersebut.Putriana Rachmawati, Dosen Program Studi Farmasi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1926132022-10-20T06:34:44Z2022-10-20T06:34:44ZSatu riset temukan komponen plastik mikro dalam ASI: haruskah kita berhenti susui bayi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/490774/original/file-20221020-23-64n8np.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Manfaat menyusui bayi jauh lebih besar untuk ibu dan bayi dibanding risiko kesehatan. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/grayscale-photo-of-a-mother-breastfeeding-her-child-12169643/">Pexels/ Alina Matveycheva</a></span></figcaption></figure><p>Baru-baru ini sebagian masyarakat di Indonesia khawatir setelah ada <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20221013151048-255-860131/pertama-kalinya-mikroplastik-ditemukan-dalam-asi">berita</a> yang menyebutkan adanya temuan komponen plastik mikro (selanjutnya disingkat KPM) dalam air susu ibu (ASI). </p>
<p>Berita ini bersumber dari <a href="https://www.mdpi.com/2073-4360/14/13/2700">penelitian di Roma, Italia</a> dan telah dipublikasikan di <em>peer-reviewed journal</em> pada Juni 2022. Penelitian dilakukan pada sampel ASI dari 34 ibu, dan KPM ditemukan pada 26 sampel ASI (76%). </p>
<p>Sampel ASI diperoleh dengan memerah menggunakan tangan, bukan alat pumping untuk menghindari kontaminasi komponen plastik dari alat tersebut. KPM yang ditemukan meliputi polyethylene, polyvinyl chloride, dan polypropylene dengan ukuran bervariasi dari 2-12 μm (mikrometer).</p>
<p>Berita ini membuat khawatir sebagian masyarakat Indonesia akan dampak hal tersebut pada kesehatan bayi, meski sejatinya peneliti di Roma itu tidak menyarankan penghentian pemberian ASI. Lalu, bagaimana kita menyikapi temuan riset tersebut?</p>
<h2>Bagaimana bisa ada kandungan plastik mikro dalam ASI?</h2>
<p><a href="https://www.statista.com/statistics/282732/global-production-of-plastics-since-1950/">Produksi plastik di dunia</a> mencapai 367 juta ton pada tahun 2020. Sampah plastik yang dibuang ke lingkungan membutuhkan waktu <a href="https://www.wwf.org.au/news/blogs/the-lifecycle-of-plastics#gs.fl04aq">20-500 tahun</a> untuk hancur, yang kemudian menjadi komponen plastik mikro (KPM).</p>
<p>Ada tiga jalur manusia dapat terpapar komponen plastik mikro: (1) melalui proses menelan, (2) menghirup, dan (3) kontak kulit. Dari ketiga jalur tersebut, jalur menelan merupakan jalur utama. Setelah tertelan, KPM dapat menembus membran sel manusia. </p>
<p>Peneliti di Roma mencari hubungan antara usia ibu, pola makan, penggunaan produk kosmetik yang mengandung plastik (seperti pelembab kulit, sabun mandi dan pasta gigi) serta konsumsi ibu (seperti ikan, kerang, minuman atau makanan dalam kemasan plastik) selama 7 hari sebelum dan 7 hari setelah melahirkan. Hal-hal itu yang menjadi variabel yang diteliti dalam <a href="https://www.mdpi.com/2073-4360/14/13/2700">riset</a> yang menemukan ada KPM dalam ASI sampel. Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan. </p>
<p>Paparan dari produk kosmetik dinilai tidak terlalu signifikan karena hanya partikel yang berukuran kurang dari 100 nanometer yang dapat menembus kulit. Sedangkan untuk pola konsumsi 34 ibu yang diambil sampel ASI-nya, tidak dapat diketahui secara spesifik komponen apa dari makanan ibu yang menjadi penyebab. Ini artinya paparan KPM yang berasal dari lingkungan tidak dapat terelakkan lagi.</p>
<h2>Formula versus ASI</h2>
<p>Kalau begitu, apakah penggunaan susu formula jadi lebih aman dibandingkan menyusui? </p>
<p>Tentu saja tidak. Karena, pemberian susu formula pada bayi justru memerlukan media botol dan dot yang mayoritas menggunakan bahan dari plastik. </p>
<p>Penelitian <a href="https://www.nature.com/articles/s43016-020-00171-y">pada tahun 2020 menemukan</a> paparan partikel plastik mikro dari proses penyiapan susu formula. Ada dua faktor yang menyebabkan proses ini melepaskan KPM, yaitu suhu tinggi pada saat sterilisasi botol dan mengocok botol pada saat pembuatan susu formula.</p>
<p>Selain dampak penggunaan plastik terhadap kesehatan, kita juga perlu menilik dampak <a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13006-019-0243-8">pemberian susu formula terhadap lingkungan</a>. Produksi susu formula melalui proses panjang. Mulai dari peternakan sapi, yang menjadi bahan baku mayoritas susu formula, hingga proses produksi di pabrik, proses distribusi (dari pabrik ke toko) serta pada proses pembuatan formula di rumah. </p>
<p>Penelitian di <a href="https://www.babymilkaction.org/wp-content/uploads/2014/10/Carbon-Footprints-Due-to-Milk-Formula.pdf">6 negara Asia Pasifik</a> (Australia, Korea Selatan, Cina, Malaysia, India, dan Filipina) menemukan bahwa penjualan susu formula di enam negara tersebut menghasilkan 3,95-4,04 kilogram gas buang karbondioksida (CO2) per kilogram susu formula. Ini setara dengan gas buang dari perjalanan menggunakan mobil sejauh 6 miliar mil (= 9,65 miliar kilometer).</p>
<p>Banyak penelitian dan laporan dari organisasi internasional yang menghitung dampak lingkungan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0890334421994769">penggunaan susu formula</a> dibandingkan dampak menyusui terhadap lingkungan. </p>
<p>Sebagian orang berargumen bahwa menyusui juga memberikan dampak ke lingkungan. Salah satunya karena ibu menyusui memerlukan tambahan kalori yang lebih banyak (2,5 <em>megajoule</em>) dibandingkan saat tidak menyusui. Ini artinya butuh lebih banyak makanan, salah satunya daging sapi, dengan demikian ada dampak tidak langsung yang diberikan pada lingkungan.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9180168/">Penelitian yang dipublikasikan</a> pada 2022 menemukan bahwa pemberian susu formula eksklusif selama 4 bulan membawa dampak lingkungan yang lebih tinggi 35-72% daripada menyusui eksklusif selama 4 bulan.</p>
<h2>Dampak KPM terhadap kesehatan</h2>
<p>Laporan dari <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/326499/9789241516198-eng.pdf?ua=1">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan</a> bahwa masih belum ada cukup bukti mengenai dampak KPM terhadap kesehatan manusia, termasuk pada bayi.</p>
<p>Namun demikian, pemerintah dan masyarakat harus mencegah KPM itu mencemari air susu ibu. Apa yang bisa pemerintah lakukan? </p>
<p>Seperti yang disarankan para peneliti di Roma, dengan ditemukannya KPM dalam ASI, maka jelas pemerintah butuh kebijakan dan aksi yang lebih kuat mengenai pengaturan produksi dan penggunaan plastik. </p>
<p>Kebijakan pembatasan penggunaan <a href="https://theconversation.com/catatan-untuk-jakarta-tiga-masalah-dalam-larangan-kantong-plastik-di-ibu-kota-142910">kantong plastik</a> sekali pakai telah lama dikampanyekan di Indonesia untuk konsumen, namun demikian fokusnya juga harus diarahkan pada pelaku industri. Misalnya mereka diharuskan mengganti kemasan produknya dengan botol kaca atau bahan ramah lingkungan lainnya. </p>
<p>Prosedur pengembalian botol plastik bekas pakai di depo, yang kemudian ditukar dengan uang tunai juga banyak diterapkan di <a href="https://actcds.org.au/">negara maju</a> untuk mengurangi sampah plastik.</p>
<p>Di level individu, kita juga harus lebih bijak dalam menggunakan plastik, serta memilih produk yang ramah lingkungan.</p>
<p>Dalam konteks pemberian makan pada bayi dan anak, pemerintah harus memperkuat komitmen dan kebijakan, serta meningkatkan layanan edukasi dan dukungan menyusui pada calon orang tua. </p>
<h2>Apa yang harus dilakukan (calon) ibu dan keluarga?</h2>
<p>Sesuai rekomendasi <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_1">WHO</a> dan <a href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/1-2-3-menuju-asi-eksklusif">Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)</a>, menyusui merupakan metode pemberian makan terbaik sejak lahir hingga minimal dua tahun.</p>
<p><a href="https://www.healthline.com/health/breastfeeding/11-benefits-of-breastfeeding#benefits-for-you">Manfaat kesehatan</a> dari menyusui didapatkan oleh ibu dan anak, baik jangka pendek maupun untuk jangka panjang. </p>
<p>Menyusui memang hal yang alamiah, namun perlu dipelajari seawal mungkin. Saat kehamilan, calon orang tua dapat mulai berdiskusi dengan tenaga kesehatan dan <a href="https://theconversation.com/10-langkah-yang-perlu-rs-lakukan-untuk-dukung-ibu-menyusui-bayi-113942">memilih fasilitas layanan kesehatan yang mendukung menyusui</a>.</p>
<p>Jika ada kondisi medis yang menyebabkan tidak dapat menyusui pada awal kelahiran, segera diskusi dan cari bantuan tenaga kesehatan yang berkompeten.</p>
<p>Meski satu penelitian telah menemukan KPM dalam ASI, namun ibu disarankan masih terus menyusui. Hal ini karena manfaat kesehatan yang didapatkan dari menyusui lebih besar dibandingkan dari risiko kesehatan yang mungkin timbul dari konsumsi ASI.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/192613/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andini Pramono terafiliasi dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. Andini menerima dana dari LPDP untuk pendidikan S3 di Australian National University.</span></em></p>Meski satu penelitian telah menemukan KPM dalam ASI, namun ibu disarankan masih terus menyusui. Manfaat kesehatan yang didapatkan dari menyusui lebih besar dibandingkan dari risiko kesehatan.Andini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1879832022-08-31T09:06:55Z2022-08-31T09:06:55ZRiset tunjukkan mayoritas persalinan selama pandemi melalui sesar, hak asasi kesehatan perempuan terampas<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/481750/original/file-20220830-17833-luuuk8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Operasi sesar untuk melahirkan bayi begitu populer selama pandemi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/doctor-and-nurses-performs-caesarean-section-in-hospital-12116867/">Isaac Hermar/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Selama pandemi COVID-19, persalinan sesar mendominasi beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia. Penelitian terbaru saya dan kolega – laporannya sedang direview oleh ilmuwan sejawat – bertema pelayanan kesehatan ibu hamil di salah satu rumah sakit rujukan tingkat provinsi di Jawa Timur. Hasilnya menunjukkan lebih dari setengah pasien COVID-19 (53,9%) maupun non-COVID-19 (52,4%) bersalin dengan metode sesar. </p>
<p>Riset <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8784935/">lain di RS Universitas Airlangga Surabaya</a> juga menyatakan 63,3% pasien non-COVID-19 dan 71,7% pasien COVID-19 bersalin menggunakan metode sesar. Metode persalinan serupa digunakan 80% ibu suspek COVID-19 dan 64% positif COVID-19 yang bersalin di <a href="https://jurnal.ikbis.ac.id/infokes/article/download/260/155">RSUD Wangaya Denpasar</a> pada April sampai Mei 2021, serta 86,7% persalinan pasien COVID-19 di <a href="https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/viewFile/2229/pdf">RSUP Dr. Kariadi Semarang</a> pada periode yang sama.</p>
<p>Penelitian secara global pun <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/ijgo.13376">melaporkan</a> bahwa intervensi medis sering terjadi pada perempuan bersalin pada awal pandemi, seperti induksi persalinan dan persalinan sesar. </p>
<p>Hal itu merupakan masalah besar karena perempuan kerap “tak berdaya” berhadapan dengan “rezim kekuasaan medikalisasi berlebihan” dari dokter kandungan dan rumah sakit. Jauh sebelum ada pandemi, ada ketimpangan pengetahuan (dan kekuasaan) medis antara dokter dan pasien dan keluarganya. </p>
<p>Perempuan seharusnya memiliki hak untuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7656141/pdf/medethics-2020-106526.pdf">menentukan metode persalinan</a> apa yang akan mereka pilih sebagai pertimbangan keberlangsungan tubuh mereka ke depan. </p>
<p>Minimnya otoritas perempuan dalam pengambilan keputusan pada proses persalinan adalah salah satu bentuk <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/ijgo.13376">perampasan hak asasi persalinan</a>. Sebenarnya, seseorang berhak menentukan apa yang akan terjadi pada tubuhnya serta menyetujui maupun menolak intervensi medis yang akan mereka dapatkan.</p>
<h2>Hak asasi dan persalinan selama pandemi</h2>
<p>Perlu kita tekankan bahwa hak asasi dalam proses persalinan juga menjadi bagian dari hak-hak kesehatan reproduksi. Persalinan yang tidak mengedepankan sifat-sifat <em>respect</em> dan cenderung mendekati kekerasan, seperti operasi sesar, menjadi salah satu sorotan. </p>
<p>Salah satu bentuk penyimpangan dalam hal ini adalah minimnya otoritas perempuan untuk memilih pelayanan yang akan mereka dapatkan pada proses persalinan. </p>
<p>Bahkan, <a href="https://reproductive-health-journal.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12978-016-0264-3.pdf">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a> menyoroti medikalisasi berlebihan (<em>over-medicalised</em>) pada proses persalinan. </p>
<p>Beberapa kebijakan yang diambil selama pandemi COVID-19 difokuskan pada pencegahan penyebaran wabah. Namun hal ini justru mengeliminasi <a href="http://humanrightsinchildbirth.org/wp-content/uploads/2020/05/Human-Rights-in-Childbirth-Pregnancy-Birth-and-Postpartum-During-COVID19-Report-May-2020.pdf">hak asasi pada proses persalinan</a>. </p>
<p>Keterbatasan sumber daya selama pandemi COVID-19 menyebabkan perempuan tidak dapat memilih metode persalinan apa yang akan mereka dapatkan. Kondisi ini memiliki dampak pada psikologis perempuan. </p>
<p>Sebuah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32913116/">penelitian di Inggris</a> menyatakan bahwa ibu yang bersalin selama pandemi COVID-19 memiliki rasa trauma dan depresi yang lebih tinggi. </p>
<p>Bahkan, keterbatasan perempuan untuk memilih pengobatan, tempat persalinan dan pemilihan metode persalinan yang sesuai keinginannya membuat mereka mengalami <a href="https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s00404-021-06310-5.pdf">depresi pascapersalinan</a>. </p>
<p>Kita sangat berharap pengendalian COVID tidak merampas hak kesehatan reproduksi, khususnya persalinan. Persalinan menjadi sebuah peristiwa yang alami dan tentunya akan menimbulkan sebuah rasa trauma untuk persalinan ke depan jika tidak dilakukan sebuah pelayanan yang menekankan pada <em>respect</em>. </p>
<h2>Kurang bukti</h2>
<p>Sedikitnya bukti berbasis riset (<em>evidence-based</em>) terkait hubungan metode persalinan dan COVID-19 menjadikan sesar semakin berkembang sebagai jalan tengah untuk mencegah penularan virus. Misalnya saja, persalinan sesar digunakan untuk mencegah transmisi COVID-19 dari ibu kepada bayi.</p>
<p>Dalam kondisi normal, persalinan sesar harus mempertimbangkan indikasi medis <a href="https://theconversation.com/mengapa-persalinan-sesar-naik-drastis-sejak-ada-jkn-dan-apa-dampaknya-bagi-ibu-146110">seperti kelainan letak janin, ari-ari menutupi jalan lahir</a>, janin besar, janin dalam posisi sungsang, denyut jantung janin melemah saat proses kelahiran, panggul sempit, dan lainnya.</p>
<p>Sebenarnya, beberapa referensi tidak merekomendasikan persalinan sesar sebagai jalan untuk mencegah penuran virus ini selama pandemi. Misalnya, penelitian yang dimuat <em>The Lancet</em> menyatakan <a href="https://doi.org/10.1111/1471-0528.16278">persalinan melalui vagina</a> mampu menurunkan risiko penularan COVID-19 dari ibu kepada bayi. </p>
<p>Sebuah artikel review pun menjelaskan bahwa COVID-19 seharusnya bukan menjadi alasan mutlak penentuan metode persalinan sesar, melainkan harus mempertimbangkan indikasi medis yang dimiliki. </p>
<p>Realitas yang ditemukan <a href="https://e-journal.unair.ac.id/MOG/article/view/25471">dalam suatu review</a> juga menyatakan bahwa persalinan pervaginam justru terbukti dapat menurunkan risiko penularan dari ibu kepada bayi.</p>
<p>Pada awal pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan hal ini. </p>
<p><a href="https://pogi.or.id/publish/rekomendasi-penanganan-infeksi-virus-corona-covid-19-%20pada-maternal">Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)</a> mengikuti kebijakan yang dibuat oleh dunia dengan mengeluarkan sebuah rekomendasi persalinan sesar untuk pasien COVID-19. </p>
<p>Lebih lanjut, terjadi perubahan rekomendasi terkait hal ini, pemilihan metode persalinan pada ibu positif COVID-19 dilakukan berdasarkan indikasi medis yang mendukung. COVID-19 <a href="https://pogi.or.id/publish/rekomendasi-penanganan-infeksi-virus-corona-covid-19-pada-maternal/">bukan lagi menjadi indikasi</a> mutlak dalam pemilihan metode persalinan sesar. </p>
<h2>Sistem kesehatan kolap sebagai penyebab</h2>
<p>Lemahnya sistem pelayanan kesehatan dalam menghadapi bencana COVID-19 begitu nyata. Banyaknya tenaga kesehatan yang tumbang karena COVID-19 mengindikasikan pemilihan persalinan sesar kepada pasien COVID-19. Keputusan ini dimaksudkan agar penularan virus COVID-19 kepada petugas kesehatan dapat dicegah. </p>
<p>Apalagi, alat pelindungan diri (APD) yang menjadi senjata utama terkait pencegahan penularan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8784935/">masih minim</a>. Kesiapan APD memang menjadi problem Indonesia dalam menghadapi bencana pandemi ini. </p>
<p>Pada awal pandemi, ketersediaan APD seperti makser N95, <em>face shield</em>, dan hazmat sangatlah kurang. Bahkan, tenaga kesehatan harus menggunakan <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpubh.2021.649819/full">APD yang didaur ulang</a> untuk melakukan sebuah pelayanan.</p>
<p>Beberapa kebijakan yang dimaksudkan untuk menurunkan risiko penularan justru merenggut hak perempuan untuk memberikan pendapat mengenai persalinannya. Misalnya, keterbatasan APD menginisiasi rumah sakit untuk membuat kebijakan persalinan sesar kepada perempuan dengan COVID-19 untuk menurunkan penularan ke tenaga kesehatan. </p>
<p>Disrupsi fasilitas kesehatan selama pandemi COVID-19 menjadi sebuah pelajaran bagi setiap negara untuk melakukan persiapan mitigasi bencana kesehatan. Sehingga, tidak ada lagi intervensi kesehatan yang <a href="https://gh.bmj.com/content/bmjgh/7/1/e007247.full.pdf">belum memiliki <em>evidence</em> pasti dilakukan</a>.</p>
<p>Perlu kita ingat bahwa persalinan sesar memberikan dampak medis lainnya pada perempuan seperti perdarahan dan infeksi. Selain itu, persalinan sesar juga memberikan dampak psikologis perempuan serta memimalkan ruang antara ibu dan bayi selama pascapersalinan. </p>
<p>Bahkan, <a href="https://bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12884-022-04473-w">sebuah penelitian menyatakan</a> bahwa kualitas hidup perempuan yang bersalin dengan metode pervaginam cenderung lebih baik dibandingkan dengan persalinan sesar. </p>
<p>Karena itu, perempuan harus diberi otoritas untuk memutuskan metode persalinan mana yang dipilih. Tentu saja keputusan itu juga perlu mempertimbangkan indikasi medis yang akurat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187983/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sofia Al Farizi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bahkan, sebuah penelitian menyatakan bahwa kualitas hidup perempuan yang bersalin dengan metode pervaginam cenderung lebih baik dibandingkan dengan persalinan sesar.Sofia Al Farizi, Lecturer in midwifery, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1851992022-06-24T06:12:58Z2022-06-24T06:12:58ZRiset ungkap masalah struktural yang hambat kemajuan pendidikan kebidanan di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/470724/original/file-20220624-22-lg4o20.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pelantikan bidan di Universitas Pahlawan Riau, Desember 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/164635809@N02/50716401233/in/album-72157717305054893/">Universitas Pahlawan/Flickr.com</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel diterbitkan untuk memperingati Hari Bidan Nasional, 24 Juni.</em> </p>
<p>Sekolah kebidanan di Indonesia pertama kali berdiri 150 tahun lalu pada masa kolonial Belanda, tapi secara hukum, pendidikan untuk menyiapkan tenaga bidan profesional baru kokoh setelah terbitnya <a href="https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2019/uu4-2019bt.pdf">Undang-Undang Kebidanan pada 2019</a>. </p>
<p>Walau terlambat, UU Kebidanan merupakan elemen penting untuk memastikan kerangka nasional pendidikan kebidanan di Indonesia. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877575622000404?via%3Dihub">Riset terbaru saya</a> menunjukkan bahwa struktur program kebidanan, akreditasi, UU Kebidanan, dan Konsil Kebidanan, memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas pendidikan kebidanan. </p>
<p>Dari empat hal itu, masing-masing memiliki masalah dan hanya Konsil Kebidanan yang belum ada di Indonesia. Tanpa ada Konsil, tak ada lembaga yang menetapkan standar profesional pendidikan kebidanan dan profesi bidan.</p>
<h2>Peran bidan</h2>
<p>Bidan merupakan tulang punggung asuhan kebidanan di Indonesia. Pada <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf">2018</a>, 62,7% layanan persalinan dilakukan oleh bidan, diikuti oleh dokter kandungan-ginekologi (28,9%), dokter umum (1,2%), dan perawat (0,3%), dengan 93,1% persalinan secara keseluruhan ditolong oleh tenaga terampil dan 6,2% ditolong oleh dukun bayi.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24965819/">Sebuah riset pada 2014 memberikan bukti</a> kuat bahwa bidan terdidik, berlisensi, dan teregulasi dari program pendidikan kebidanan berkualitas tinggi memainkan peran penting di negara-negara yang dibebani dengan angka kematian ibu yang tinggi, termasuk Indonesia.</p>
<p>Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menggalakkan program kesehatan ibu dan bayi baru lahir dengan meningkatkan jumlah bidan sebagai salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Namun, <a href="https://www.countdown2030.org/2015/2015-final-report">Indonesia tidak mencapai tujuan</a> penurunan sebesar tiga perempat angka kematian ibu selama periode Tujuan Pembangunan Milenium (2000-2015).</p>
<p>Hal itu bisa dilihat dari <a href="https://resourcecentre.savethechildren.net/document/levels-trends-in-child-mortality-report-2013/">laporan</a> bahwa di Indonesia, satu anak balita meninggal setiap tiga menit, atau sekitar 150.000 anak meninggal per tahun – walau kita memiliki <a href="https://openrepository.aut.ac.nz/bitstream/handle/10292/13409/Final%20thesis%20Qorinah%20Estiningtyas%20Sakilah%20Adnani.pdf">sejarah panjang praktik dan pendidikan kebidanan</a>.</p>
<p>Masalah <a href="https://theconversation.com/alasan-mengapa-indonesia-gagal-turunkan-angka-kematian-ibu-melahirkan-161848">kematian ibu dan bayi begitu kompleks</a>, dan bidan merupakan satu dari beberapa pihak yang terlibat dalam layanan kelahiran bayi.</p>
<h2>Pendidikan kebidanan</h2>
<p>Pada 2015, 151 program kebidanan dari seluruh Indonesia menghasilkan sekitar 34.401 bidan baru. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia telah <a href="https://openrepository.aut.ac.nz/bitstream/handle/10292/13409/Final%20thesis%20Qorinah%20Estiningtyas%20Sakilah%20Adnani.pdf">melisensikan 856 lembaga pendidikan swasta dan publik</a> yang menawarkan program kebidanan di Indonesia.</p>
<p>Kurikulum kebidanan memiliki keseimbangan praktik klinis terhadap teori dengan rasio 60:40 guna menghasilkan tingkat kompetensi lulusan yang memenuhi standar internasional dan pedoman nasional.</p>
<p>Bidan di Indonesia memperoleh kualifikasi kebidanan mereka dengan menyelesaikan program bidan yang diajarkan di institusi negeri dan swasta. Seseorang bisa bekerja sebagai bidan setelah menyelesaikan pendidikan baik gelar diploma tiga (D3) tahun kebidanan atau program kebidanan profesional lima tahun (S1). </p>
<p>Riset <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877575622000404?via%3Dihub">kualitatif ini dilakukan</a> dari Agustus 2016 hingga Januari 2017, melibatkan 37 responden dari 12 sekolah kebidanan di delapan kota di Indonesia: Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Mojokerto, dan Padang.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877575622000404?via%3Dihub">responden penelitian</a>, perbedaan antara diploma, diploma lanjutan, dan gelar sarjana kebidanan membingungkan. Seorang responden yang berprofesi sebagai dosen kebidanan, Dhendra, mengatakan mentor yang bekerja sama dengan mahasiswa di klinik saat magang tidak selalu memahami perbedaan hasil belajar dari program kebidanan yang berbeda. </p>
<p>Ketika seorang mentor tidak memahami program dari mana siswa berasal (diploma, diploma lanjutan, atau sarjana), dampak yang dapat terjadi adalah siswa perlu menghabiskan lebih banyak waktu dan membayar waktu klinis tambahan untuk memenuhi persyaratan hasil pembelajaran. “Terkadang hal itu merugikan siswa untuk karir dan keuangan mereka,” ujar Dhendra. </p>
<h2>Akreditasi sekolah kebidanan</h2>
<p>Sekolah kebidanan wajib melakukan akreditasi yang dijalankan oleh <a href="https://lamptkes.org/">Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia</a>. Ini juga merupakan bagian dari syarat berjalannya program kebidanan. </p>
<p>Status akreditasi ini mempengaruhi mudah atau sulitnya lulusan untuk mencari pekerjaan setelah lulus. Makin bagus akreditasinya, makin mudah lulusan diterima di fasilitas layanan kesehatan.</p>
<p>Saat riset ini dilakukan, akreditasi sekolah kebidanan diklasifikasikan dalam nilai A, B, dan C dengan <a href="https://lamptkes.org/File-Unduhan-Instrumen-7-standar">tujuh kriteria</a>. Kini model akreditasi diubah jadi penilaian Unggul, Baik Sekali, dan Baik dengan <a href="https://lamptkes.org/File-Unduhan-Instrumen-9-kriteria">sembilan kriteria</a>. </p>
<p>Salah satu masalah akreditasi, menurut para responden, adalah penilaian akreditasi lebih besar bobotnya pada penilaian dokumentasi dan administrasi ketimbang pengajaran yang sebenarnya di sekolah. </p>
<p>“Lembaga pendidikan itu seperti pabrik. Bagaimana menciptakan produk yang sesuai dengan tuntutan profesi. Ya, ada akreditasi, tapi nyatanya hal ini tidak bisa menilai hal-hal operasional” ujar Shinta, seorang bidan. </p>
<h2>Pentingnya Konsil Kebidanan</h2>
<p>Di level struktural, responden menyoroti adanya peluang memperkuat pendidikan kebidanan melalui UU Kebidanan tahun 2019 tapi pada saat yang sama belum ada <a href="http://kesehatan.ukim.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/PERPRES_NO_86_2019.pdf">Konsil Kebidanan – walau sudah terbit peraturan presiden</a> seperti halnya Konsil Kedokteran Indonesia.</p>
<p>Para responden juga berbicara tentang pentingnya memiliki Konsil Kebidanan untuk memperkuat pendidikan kebidanan. Sony, seorang dokter kandungan, menyebutkan tidak adanya Konsil Kebidanan telah menyulitkan untuk melegitimasi standar pendidikan kebidanan.</p>
<p>“Kami memiliki Konsil Kedokteran; bidan tidak memilikinya. Sebagai garda profesional, bidan harus menangani perempuan dan keluarga, jadi regulator perlu mengaturnya” ujar Sony.</p>
<p>Konsil Kebidanan ini penting untuk menetapkan standar profesional bagi bidan dan pendidikan kebidanan, termasuk memastikan kompetensi bidan. Seorang responden lainnya, Ratna, mengidentifikasi bahwa tidak adanya Konsil Kebidanan berkontribusi pada ketidakmampuan untuk menetapkan standar profesional dalam pendidikan kebidanan. </p>
<p>Seperti <a href="http://www.kki.go.id/">Konsil Kedokteran</a>, lembaga ini bertugas memastikan bahwa pendidikan kebidanan dapat menghasilkan bidan profesional yang memenuhi kebutuhan ibu dan anak di masyarakat. Karena itu, pemerintah perlu segera mempunyai Konsil Kebidanan untuk meningkatkan kualitas praktik dan pendidikan kebidanan, serta meningkatkan kemampuan memberikan asuhan kebidanan yang optimal kepada perempuan dan keluarga.</p>
<p><a href="https://openrepository.aut.ac.nz/bitstream/handle/10292/13409/Final%20thesis%20Qorinah%20Estiningtyas%20Sakilah%20Adnani.pdf">Konsil Kebidanan</a> akan memastikan bidan memenuhi dan mempertahankan standar profesional pendidikan kebidanan, termasuk akreditasi program kebidanan pada masa depan dan kinerja bidan yang tinggi sepanjang tahun praktik kebidanan mereka.</p>
<p>Di beberapa negara lain seperti di <a href="https://www.nmc.org.uk/about-us/our-role/.">Inggris</a> dan <a href="https://www.midwiferycouncil.health.nz/professional-standards">Selandia Baru</a>, Konsil Kebidanan tidak hanya menetapkan standar untuk pendidikan tapi mereka juga mengakreditasi sekolah kebidanan untuk memastikan bahwa lulusan kebidanan dipersiapkan dengan baik untuk praktik.</p>
<p>Pada akhirnya, asosiasi dan kolegium kebidanan perlu lebih keras bersuara untuk menuntut peningkatan kualitas pendidikan kebidanan, mendorong pembentukan Konsil Kebidanan, dan meningkatkan profesionalisme sekolah kebidanan, sehingga profesionalisme bidan di fasilitas layanan kesehatan bisa lebih meningkat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185199/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani menerima dana dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Indonesia dan beasiswa disertasi dari LPDP untuk riset ini.
</span></em></p>Konsil Kebidanan ini penting untuk menetapkan standar profesional bagi bidan dan pendidikan kebidanan, termasuk memastikan kompetensi bidan.Qorinah ES Adnani, Dosen Program Studi Kebidanan Fakultas Kedokteran, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1818512022-06-21T03:13:17Z2022-06-21T03:13:17ZMengapa penting persiapan menyusui sebelum bayi lahir? Juga hindari suapi makanan tambahan di bawah 6 bulan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/469688/original/file-20220620-27-fib3iq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/a-woman-sitting-on-the-couch-while-breastfeeding-her-baby-7491413/">Mart Production/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Menyusui adalah salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir. </p>
<p>Bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif memiliki risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6175423/">terjadinya <em>stunting</em> (bayi kerdil)</a>. Anak yang tidak disusui secara eksklusif <a href="https://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/3291">berisiko 3 kali lipat</a> lebih tinggi terjadinya <em>stunting</em>, dari pada anak yang disusui secara eksklusif. </p>
<p>Inilah mengapa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF sangat <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#:%7E:text=WHO%20and%20UNICEF%20recommend%20that,child%20wants%2C%20day%20and%20night.">merekomendasikan</a> pemberian ASI eksklusif, yakni ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain, termasuk air putih.</p>
<p>Setelah 6 bulan, bayi mulai bisa diberikan makanan pendamping ASI (MPASI), namun sangat disarankan untuk tetap mendapatkan ASI hingga 2 tahun atau lebih. </p>
<p>Sayangnya, dalam praktiknya, komitmen pemberian ASI ekslusif sering kali sulit terwujud. Ini karena kurangnya edukasi menyusui yang didapat oleh para calon ibu ketika masa kehamilan.</p>
<h2>Aturan bagus, praktik tanya besar</h2>
<p>Pada kenyataanya, ternyata banyak bayi di seluruh dunia yang belum mendapatkan ASI eksklusif. Secara global, <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_1">2 dari 3 bayi tidak disusui secara eksklusif selama 6 bulan</a>. </p>
<p>Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah berusaha mengikuti rekomendasi WHO dengan menerbitkan <a href="http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PP%20No.%2033%20ttg%20Pemberian%20ASI%20Eksklusif.pdf">Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012</a> tentang pemberian ASI eksklusif. Peraturan ini telah diikuti oleh peraturan yang secara otonom diterbitkan di berbagai kota atau kabupaten.</p>
<p>Tetap saja, peraturan tersebut belum diiringi oleh praktik yang sesuai di lapangan.</p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.who.int/indonesia/news/detail/03-08-2020-pekan-menyusui-dunia-unicef-dan-who-menyerukan-pemerintah-dan-pemangku-kepentingan-agar-mendukung-semua-ibu-menyusui-di-indonesia-selama-covid-19">hanya 1 dari 2 bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif</a> pada 2020, dan hanya sedikit (5%) anak yang masih diberi ASI pada usia 23 bulan.</p>
<p>Artinya, hampir separuh dari seluruh anak Indonesia tidak mendapatkan nutrisi yang mereka butuhkan selama dua tahun pertama kehidupan.</p>
<p>Menurut data <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf">Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019</a>, cakupan ASI eksklusif di Indonesia secara berurutan dari tahun 2017 hingga 2019 adalah 35,7%, 68,74%, dan 67,74%. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat (86,26%) dan urutan terakhir adalah Papua Barat (41,12%). </p>
<p>Angka tersebut menunjukkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum memenuhi target pemerintah sebesar <a href="http://ppid.kemkes.go.id/uploads/img_60e3c13edba9f.pdf">80% dan belum mencapai target global 70% pada 2030</a>.</p>
<h2>Risiko bila bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif</h2>
<p>Menurut <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34959815/">penelitian di Indonesia timur</a>, ASI eksklusif dapat melindungi anak-anak, terutama yang berasal dari kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah, supaya terhindar dari <em>stunting</em>.</p>
<p>Tak hanya pada sisi anak, ibu yang tidak menyusui bayinya juga menghadapi beberapa resiko, seperti lebih berpeluang besar terkena <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28486362/">kanker endometrium</a>, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30686553/">kanker ovarium</a>, dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28818244/">kanker payudara</a>. </p>
<p>Meningkatnya kasus penyakit tersebut berkontribusi pada meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi di suatu negara. Pengeluaran dana negara di sektor kesehatan juga akan meningkat akibat dari tingginya angka kesakitan ibu dan bayi.</p>
<p>Data juga menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 40 persen bayi di Indonesia yang sudah diperkenalkan pada MPASI terlalu dini, yaitu sebelum mereka mencapai usia 6 bulan. Makanan yang diberikan, seperti pisang, seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, bahkan berisiko membahayakan mereka karena tidak sesuai dengan perkembangan sistem pencernaan di usianya. </p>
<p>Dari sisi medis, pemberian makanan terlalu dini sebelum bayi berusia 6 bulan dapat meningkatkan risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4258846/">infeksi telinga, infeksi tenggorokan, atau infeksi sinus</a> pada saat usia 6 tahun. </p>
<p><a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1746-4358-3-28">Studi</a> pada 272 bayi di Bangladesh menunjukkan bahwa bayi yang telah mendapatkan MPASI sebelum umur 6 bulan, berisiko 3 kali lebih tinggi mengalami diare dan 2 kali lebih tinggi terkena infeksi saluran pernapasan akut, dibandingkan dengan bayi yang disusui secara eksklusif.</p>
<h2>Peran penting edukasi menyusui</h2>
<p><a href="https://www.who.int/elena/bbc/breastfeeding_education/en/">WHO</a> menyatakan bahwa edukasi pentingnya menyusui terbukti efektif dalam meningkatkan cakupan ASI eksklusif. </p>
<p><a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458-11-S3-S24">Studi terhadap 268 penelitian</a> menunjukkan bahwa edukasi menyusui terbukti efektif dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif. Dampak terbesar terjadi di negara berkembang, yakni dapat meningkatkan 6 kali lipat cakupan ASI eksklusif dengan adanya intervensi edukasi menyusui.</p>
<p>Implementasi edukasi menyusui dapat dilakukan dengan berbagai cara, bisa dipilah berdasarkan waktu (sebelum melahirkan, sesudah melahirkan atau keduanya), model penyampaian (personal atau kelompok), lokasi (rumah, komunitas atau fasilitas kesehatan), dan pemberi edukasi (perorangan, kader atau konselor menyusui yang tersertifikasi). </p>
<p>Selama masa kehamilan, edukasi tersebut dapat berupa konseling dan pemberian informasi melalui berbagai sarana. </p>
<p>WHO merekomendasikan 7 kontak edukasi menyusui, yakni pada saat usia kehamilan 28 minggu, usia kehamilan 36 minggu, persalinan, dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, dalam 7 hari setelah melahirkan, dalam 2 minggu setelah melahirkan, dan hingga nifas hari ke-39.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29119825/">Penelitian di Cina</a> dengan lebih dari 500 responden menunjukkan bahwa ibu yang tidak mendapatkan edukasi menyusui saat hamil cenderung berhenti menyusui sebelum bayinya berusia 6 bulan. </p>
<p>Sementara itu, <a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13006-020-00328-2">studi di Malaysia</a> dengan 421 responden menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan edukasi menyusui selama hamil berpeluang 8 kali lebih tinggi untuk menyusui secara eksklusif dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan edukasi menyusui selama hamil.</p>
<p>Edukasi menyusui pada saat hamil atau sebelum melahirkan terbukti efektif dalam membantu mempersiapkan ibu secara praktis dan mempromosikan inisiasi menyusui setelah melahirkan. </p>
<p>Jika seorang calon ibu telah mendapatkan edukasi menyusui, maka ia akan mampu memberikan asi secara maksimal setelah melahirkan, serta mampu mengadapi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada proses menyusui, seperti persepsi ketidakcukupan ASI, bayi enggan menyusu, lecet pada puting dan bengkak pada payudara.</p>
<p>Sebagai contoh, ketika ibu dapat melakukan teknik menyusui dengan benar, maka ibu akan terhindar dari puting lecet dan bengkak, serta bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup sehingga pertumbuhannya akan meningkat sesuai kurva. Sering kali ibu merasa ASI-nya kurang juga diakibatkan pengeluaran ASI yang tidak optimal karena teknik menyusui yang tidak tepat. </p>
<p>Selain melibatkan ibu hamil, edukasi menyusui ini harus juga menyasar orang-orang dekat seperti ayah, orang tua, dan mertua yang memiliki “kekuasaan” untuk mempengaruhi kelancaran pemberian ASI selama enam bukan pertama bayi lahir. Karena bagaimana pun, budaya memberi makanan tambahan sebelum bayi berusia enam bulan masih kuat di masyarakat karena rendahnya literasi kesehatan terkait manfaat ASI ekslusif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/181851/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hanifatur Rosyidah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Edukasi menyusui pada saat hamil atau sebelum melahirkan terbukti efektif dalam membantu mempersiapkan ibu secara praktis dan mempromosikan inisiasi menyusui setelah melahirkan.Hanifatur Rosyidah, Konselor Menyusui, Lecturer, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) SemarangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1617272021-11-17T23:56:43Z2021-11-17T23:56:43Z78 persen rumah tangga Indonesia teracuni asap rokok dari perokok aktif, berdampak pada kesehatan bayi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/432532/original/file-20211117-24-jomxy7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang anak bermain di Taman Braga, Bandung, Jawa Barat, 17 November 2021. Pemerintah Kota Bandung menjadikan Jalan Braga sebagai kawasan tanpa rokok.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1637127310">ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom</a></span></figcaption></figure><p>Efek negatif kesehatan dari merokok tidak terbatas pada perokok. </p>
<p>Perokok pasif, juga dikenal sebagai Second-hand Smoke (SHS), <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21112082/">telah menyebabkan 600.000 kematian secara global</a> dan lebih dari 33% populasi terpapar secara aktif atau pasif terhadap asap rokok. </p>
<p>Perempuan dan anak-anak di bawah lima tahun merupakan kelompok yang paling rentan. <a href="https://www.who.int/gho/phe/secondhand_smoke/en/">Sekitar 35% dari semua perempuan yang bukan perokok</a> terpapar asap perokok pasif di dalam ruangan atau rumah. Sedikitnya 40% anak-anak telah menjadi perokok pasif karena SHS di rumah mereka, sekitar <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21112082/">31% di antaranya meninggal</a> karena asap rokok yang mereka hirup setiap harinya. </p>
<p><a href="https://www.researchgate.net/publication/356253780_Second-Hand_Smoke_Exposure_inside_the_House_and_Adverse_Birth_Outcomes_in_Indonesia_Evidence_from_Demographic_and_Health_Survey_2017">Penelitian terbaru kami</a> dari Universitas Indonesia dan Imperial College London Inggris menunjukkan prevalensi SHS di dalam rumah di Indonesia sangat tinggi, yakni 78,4% dibandingkan negara-negara lain seperti <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19131456/">Cina (48,3%)</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4832965/">Bangladesh (46,7%)</a>, dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7057047/">Thailand (46,8%)</a>.</p>
<p>Salah satu dampaknya adalah perempuan hamil yang terpapar asap rokok berisiko memiliki bayi yang lebih rendah bobotnya dibanding perempuan yang tidak terpapar asap rokok. </p>
<p>Karena itu, kami mendorong lingkungan bebas rokok tidak hanya terbatas pada Kawasan Tanpa Rokok di tempat kerja, umum, dan sekolah saja, tapi juga di rumah tinggal. Langkah ini bisa diwujudkan melalui Peraturan Bebas Asap Rokok di Rumah yang diterbitkan oleh pemerintah nasional dan daerah, dengan dikawal oleh aparat penegak hukum.</p>
<h2>Dampak Perokok pasif</h2>
<p>Second-hand Smoke (SHS) adalah istilah tempat tertutup yang dipenuhi dengan asap rokok. Tempat ini bukan tempat khusus untuk merokok, melainkan tempat umum yang tertutup yang di dalamnya terdapat para perokok aktif dan perokok pasif.</p>
<p>Riset kami untuk mengetahui prevalensi, level, dan pola paparan perokok pasif di dalam rumah serta menyelidiki hubungan antara paparan perokok pasif di dalam rumah dan hasil kelahiran. </p>
<p>Riset ini mengambil data dari 19.935 perempuan (pernah menikah, berusia 15-49 tahun, dan melahirkan dalam lima tahun terakhir sebelum survei diadakan) dan suami mereka di dalam sampel rumah tangga. Kami menggunakan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, yang representatif secara nasional dan berskala besar.</p>
<p>Ada banyak riset dampak perokok pasif terhadap kesehatan. Untuk ibu-ibu hamil, SHS berhubungan (korelasi) dengan kelahiran yang “berkualitas rendah”, antara lain rata-rata berat badan bayi 71,6 gram lebih rendah, 16% lebih tinggi kemungkinan Berat Badan Lahir Rendah, dan 51% lebih tinggi kemungkinan ukuran lahir yang lebih kecil daripada rata-rata.</p>
<p>Paparan perokok pasif selama kehamilan telah dikaitkan dengan berbagai risiko kesehatan, kematian, dan kesakitan pada bayi, termasuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11962112/">lahir mati, prematur</a>, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18298691/">keguguran</a>, dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15085493/">Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)</a>.</p>
<p>Fenomena yang ditemukan dari bahaya rokok tembakau adalah bermunculannya <em>third-hand smoker</em> yang terpapar dari partikel-partikel beracun dari aktivitas rokok pada permukaan-permukaan tertentu yang tertinggal lama, misalnya pada dinding rumah.</p>
<p>Ventilasi atau jendela juga bukan hal terbaik untuk menghindari SHS, karena asap rokok tetap dapat menyelinap masuk atau masih menempel di celah-celah ruangan yang tetap terhirup oleh para perokok pasif. </p>
<p>Dari urine anak-anak penghuni non-perokok yang pindah ke rumah perokok selama tiga bulan, ditemukan adanya residu partikel asap rokok yang ternyata masih dapat terhirup walau sudah tidak ada aktivitas rokok di dalam rumah tersebut. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21037269/"><em>Second-hand</em> dan <em>third-hand smoker</em> perlu dilindungi</a> dari dampak buruk asap rokok bahkan dari jejak partikel yang ditinggalkannya. </p>
<p>Semua orang memiliki hak untuk menghirup udara bersih. Tidak ada batas kadar pajanan SHS yang aman. Demi kesehatan bersama, sebaiknya rumah dijaga bebas asap rokok. Kondisi bebas asap rokok harus diupayakan bersama, baik perokok aktif maupun bukan. </p>
<h2>Dampaknya pada kelahiran</h2>
<p>Salah satu temuan riset kami adalah ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara berat bayi lahir dan keterpaparan asap rokok di dalam rumah. Ibu yang merupakan perokok pasif memiliki bayi dengan berat lahir sebesar 71,6 gram lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Ibu perokok pasif berisiko 1,16 kali lebih besar memiliki anak dengan Berat Badan Lahir Rendah.</p>
<p>Dilihat dari frekuensi keterpaparan terhadap asap rokok, ibu yang setiap hari terpapar asap rokok memiliki rata-rata berat bayi lahir 63,4 g lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok sama sekali. </p>
<p>Dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok, ibu perokok pasif yang terpapar asap rokok tiap minggu dan tiap hari memiliki risiko 1,33. dan 1,18 kali lebih besar untuk memiliki anak dengan Berat Badan Lahir Rendah.</p>
<p>Dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar dengan asap rokok, ibu yang terpapar memiliki peningkatan risiko melahirkan anak dengan ukuran lebih kecil dari rata-rata sebesar 1,51 kali lipat. </p>
<p>Dilihat dari frekuensi keterpaparannya, ibu yang terpapar asap rokok setiap hari memiliki peningkatan risiko melahirkan anak dengan ukuran lebih kecil dari rata-rata sebesar 1,54 kali lipat dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar dengan asap rokok. </p>
<h2>Manfaat lingkungan bebas dari asap rokok</h2>
<p>Jika kita menciptakan lingkungan 100% bebas dari rokok, maka akan terjadi penurunan substansial dalam paparan SHS dan mengurangi penggunaan tembakau pada orang dewasa dan kaum muda. Ada bukti luas dari sejumlah negara bahwa undang-undang bebas rokok yang komprehensif mendorong masyarakat - dan terutama para orang tua - untuk membuat rumah mereka bebas asap rokok. </p>
<p>Di <a href="https://www.health.govt.nz/publication/tobacco-use-2012-13-new-zealand-health-survey">Selandia Baru</a>, paparan terhadap asap rokok di rumah yang dilaporkan hampir berkurang setengahnya dalam tiga tahun. Di Skotlandia, paparan anak-anak terhadap asap rokok turun sebesar <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17827487/">hampir 40%</a>. Di kedua negara tersebut, larangan merokok di dalam rumah berlaku setelah undang-undang bebas rokok dimulai.</p>
<p>Selain itu, terdapat pula <a href="https://www.cancer.org/latest-news/diseases-linked-to-smoking-cost-the-world-422-billion-in-health-related-expenses.html">manfaat dari sisi ekonomi</a>, antara lain biaya medis langsung menjadi lebih rendah untuk merawat kondisi yang disebabkan oleh keterpaparan SHS dan mengurangi biaya asuransi kesehatan. Terjadi juga peningkatan produktivitas bagi antara anggota keluarga yang tidak merokok dan tidak lagi terpapar asap rokok.</p>
<h2>Rekomendasi</h2>
<p>Lingkungan bebas dari rokok harus diamanatkan oleh penegakan hukum yang sederhana, jelas, dapat ditegakkan, dan komprehensif, bukan oleh kebijakan sukarela. </p>
<p>Lebih dari <a href="https://nasional.tempo.co/read/1497749/selama-pandemi-ada-tambahan-15-daerah-buat-peraturan-kawasan-tanpa-rokok/full&view=ok">370 kabupaten dan kota</a> telah memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok yang melarang merokok di tempat kerja, umum, tempat ibadah, dan sekolah. Namun sampai kini, belum ada peraturan yang melarang merokok di dalam rumah. </p>
<p>Karena itu, kita perlu kampanye lebih kencang untuk mewujudkan rumah bebas dari asap rokok. Di rumah tidak bisa diterapkan ruangan khusus untuk para perokok seperti yang saat ini tersedia di tempat umum.</p>
<p>Kita perlu sosialisasi dan kampanye edukasi dengan melibatkan masyarakat sipil, karena rumah sering merupakan sumber tertinggi paparan asap rokok untuk anak-anak dan orang dewasa yang tidak bekerja di luar rumah. </p>
<p>Edukasi dapat menjadi strategi yang efektif dalam mempromosikan perlindungan dari asap rokok di rumah.</p>
<p>Pemerintah dan masyarakat sipil perlu mengembangkan rencana implementasi (termasuk edukasi dan konsultasi) dan penegakan hukum yang memadai yang dapat mengukur dampak, memastikan infrastruktur pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi kebijakan bebas rokok di rumah. Dengan itu, bayi-bayi yang lahir bisa lebih sehat karena ibunya bebas dari paparan asap rokok dari para perokok aktif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/161727/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Helen Andriani menerima dana dari Indonesian Tobacco Control Research Network (ITCRN) 2020. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Abdillah Ahsan, Dian Kusuma, dan Nurul Dina Rahmawati tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Untuk ibu-ibu hamil, SHS berhubungan (korelasi) dengan kelahiran yang “berkualitas rendah”.Dian Kusuma, Researcher in global health at the Centre for Health Economics & Policy Innovation, Imperial College LondonAbdillah Ahsan, Lecturer in Department of Economics,, Universitas IndonesiaHelen Andriani, Lecturer in Health Policy and Administration, Universitas IndonesiaNurul Dina Rahmawati, Lecturer in Public Health Nutrition, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1654622021-08-05T06:51:27Z2021-08-05T06:51:27ZMengapa kita perlu waspadai pemberian makanan pralaktasi pada bayi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/414500/original/file-20210804-24-6rzyo8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/a-mother-taking-a-selfie-with-her-baby-6849495/">Photo by RODNAE Productions from Pexels</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati Pekan Menyusui Sedunia, 1-7 Agustus.</em></p>
<p>Walau air susu ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik bagi bayi, nyatanya di Indonesia, sekitar 30-40 dari setiap 100 bayi baru lahir masih diberi susu formula atau berbagai makanan yang tidak selayaknya dikonsumsi bayi, seperti madu, bubur nasi, bahkan pisang.</p>
<p>Data tersebut berasal dari <a href="http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf">Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)</a> dan <a href="https://dhsprogram.com/pubs/pdf/FR342/FR342.pdf">Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)</a> terbaru. Makanan atau minuman selain ASI yang diberikan pada bayi dalam <a href="https://dhsprogram.com/pubs/pdf/FR342/FR342.pdf">beberapa hari setelah lahir</a> atau <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/9789241597494.pdf">sebelum ASI keluar</a> seperti di atas disebut juga makanan pralaktasi. </p>
<p>Jika tidak ada indikasi medis, bayi tidak membutuhkan makanan pralaktasi. Memberikan makanan pralaktasi sembarangan justru berpotensi membawa risiko kesehatan, seperti <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31523040/">infeksi saluran cerna</a> dan <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/9789241597494.pdf">berkurangnya produksi ASI</a>. </p>
<h2>Kondisi seperti apa yang memicu ibu atau keluarga untuk memberikan makanan pralaktasi pada bayi?</h2>
<p>Di luar alasan medis yang terbilang sangat jarang, ada banyak faktor yang melatarbelakangi pemberian makanan pralaktasi. <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0243097">Riset saya menggunakan data SDKI</a> menunjukkan bahwa praktik pemberian makanan pralaktasi lebih sering terjadi pada ibu-ibu yang tidak melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), melahirkan anak pertama, melahirkan secara sesar, dan tidak punya buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). </p>
<p><a href="https://www.who.int/elena/titles/early_breastfeeding/en/">Pemberian ASI dalam satu jam setelah bayi lahir alias IMD</a> termasuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27885658/">kontak kulit ibu dan bayi sangat berperan dalam keberhasilan menyusui</a>. Jika ASI keluar pada jam-jam pertama kelahiran, maka proses menyusui akan lebih mudah ke depannya. </p>
<p>Sebaliknya, jika tidak, ibu akan stres dan stresnya akan semakin mempersulit produksi ASI. Mengedukasi ibu tentang manfaat IMD dan mengupayakan rawat gabung –bayi dan ibu dalam satu ruangan rawat inap – niscaya dapat meminimalisasi pemberian makanan pralaktasi. </p>
<p>Persalinan sesar berisiko membuat IMD terhambat, karena ibu masih dalam masa pemulihan sesudah operasi, dan ASI keluar lebih lambat sehingga menyusui <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21815988/">jadi lebih sulit</a>. Hal ini berujung membuat ibu cemas dan terburu-buru memberikan makanan pralaktasi. Oleh karena itu persalinan spontan (atau yang dikenal awam sebagai ‘normal’) perlu diupayakan semaksimal mungkin.</p>
<p>Pemeriksaan kehamilan sangat penting untuk menghindari komplikasi yang berujung pada kelahiran sesar. Jika kelahiran sesar memang dibutuhkan karena alasan medis, maka ibu perlu mendapat informasi dan pendampingan pascasalin untuk mengurangi kecemasan. </p>
<p>Pemberian makanan pralaktasi kerap berhubungan dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29973298/">kurangnya pengetahuan</a>. Ibu yang baru melahirkan pertama kali biasanya memiliki lebih sedikit pengalaman menyusui, sehingga lebih berpotensi memberikan makanan pralaktasi. </p>
<p>Demikian juga dengan orang tua yang tidak memiliki buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Kemungkinan besar mereka minim kontak dengan tenaga kesehatan selama kehamilan dan kurang <a href="https://libportal.jica.go.jp/library/Archive/Indonesia/242i.pdf">informasi tentang menyusui yang termuat dalam buku tersebut</a>. Buku ini bisa <a href="https://dinkes.surakarta.go.id/apa-yang-baru-dari-buku-kia-revisi-2020-seri-pertama-kesehatan-ibu/#:%7E:text=Buku%20KIA%20dapat%20diperoleh%20pada,lainnya%20milik%20Pemerintah%20atau%20Swasta.">didapatkan</a> oleh ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di dokter kandungan atau bidan di klinik, pondok bersalin desa (polindes), puskesmas atau rumah sakit.</p>
<h2>Risiko makanan pralaktasi</h2>
<p>Tidak hanya di Indonesia, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/mcn.12535">bayi-bayi di banyak negara lain kerap diberikan makanan pralaktasi</a>. Alasan pemberiannya juga bervariasi, antara lain <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19114243/">tradisi atau kepercayaan</a>, arahan <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/NFS-07-2017-0144/full/pdf">orang sekitar</a>, atau kekhawatiran ASI <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29973298/">tidak cukup</a>. </p>
<p>Namun semua ini biasanya didasari oleh kurangnya informasi soal risiko infeksi pada bayi serta pemahaman akan proses menyusui.</p>
<p>Infeksi dapat timbul dari kontaminasi atau penyiapan makanan dan minuman yang tidak higienis. Bahkan beberapa makanan seperti <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/botulism">madu mengandung bakteri penghasil <em>botulinum toxin</em> (racun) sehingga Badan Kesehatan Dunia (WHO) melarang pemberian madu untuk bayi di bawah satu tahun</a>. </p>
<p>Makanan pralaktasi juga membuat <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/9789241597494.pdf">bayi merasa kenyang dan enggan menyusu sehingga payudara ibu tidak terstimulasi dengan optimal</a>. Akibatnya, produksi ASI pun semakin berkurang dan siklus ini akan berulang seperti lingkaran setan. </p>
<p>Karena itu, <a href="https://www.who.int/teams/nutrition-and-food-safety/food-and-nutrition-actions-in-health-systems/ten-steps-to-successful-breastfeeding">dalam rekomendasi 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui, WHO</a> melarang pemberian makanan pralaktasi tanpa indikasi medis yang jelas.</p>
<h2>Memahami proses laktasi</h2>
<p>Secara umum, ibu, ayah dan keluarga besar perlu memahami bahwa bayi baru lahir tidak memerlukan makanan apa pun selain ASI. Proses keluarnya ASI pun bervariasi antar ibu dan tidak semua langsung keluar pada jam atau bahkan hari pertama kelahiran. </p>
<p>ASI yang tidak keluar sampai tiga hari atau 72 jam pasca persalinan umumnya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17983996/">masih terbilang wajar</a> sehingga jika bayi sehat dan tidak ada komplikasi lainnya, makanan pralaktasi tidak perlu terburu-buru diberikan. </p>
<p>Ibu dan keluarga perlu berdiskusi dengan dokter atau bidan yang membantu proses persalinan untuk mendapat pemahaman yang benar dan percaya diri bahwa ASI-nya cukup. Itulah pentingnya mencari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang memahami dan mendukung ASI. </p>
<p>Ibu hamil juga disarankan berkonsultasi dengan konselor laktasi untuk mendukung ibu mempersiapkan diri untuk menyusui. Jika memungkinkan, pasangan atau keluarga ibu ikut diedukasi agar tidak ada lagi informasi menyesatkan dari orang sekitar seputar pemberian makanan bayi.</p>
<p>Menyusui itu alamiah tapi prosesnya tidak selalu mudah. Ibu dan keluarga wajib mempersiapkan kelahiran jauh-jauh hari, minimal saat kehamilan, untuk menghindari pemberian makanan pralaktasi yang tidak perlu. Harapannya, proses menyusui dapat berjalan lancar. </p>
<h2>Kondisi khusus</h2>
<p>Walau jarang, memang ada kondisi-kondisi tertentu bayi secara medis <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/WHO_NMH_NHD_09.01_eng.pdf">membutuhkan makanan pralaktasi</a>. Misalnya ibu sakit berat atau menerima obat-obatan tertentu sehingga ia betul-betul tidak bisa menyusui bayinya sementara waktu dan tidak ada donor ASI yang aman. </p>
<p>Akan tetapi, perlu diingat bahwa makanan pralaktasi yang diberikan <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/WHO_NMH_NHD_09.01_eng.pdf">hanya boleh berupa susu formula bayi yang disiapkan sesuai dengan standar kesehatan</a>, bukan makanan lain. </p>
<p>Pada kondisi ini, penting bagi ibu untuk memperoleh informasi yang komprehensif dari tenaga kesehatan, pendampingan menyusui, serta bantuan untuk relaktasi. <a href="https://www.cdc.gov/breastfeeding/breastfeeding-special-circumstances/supporting-families-with-relactation.html">Relaktasi</a> adalah proses kembali menyusui setelah sempat terhenti untuk beberapa saat. </p>
<p>Jika relaktasi berhasil, ibu dapat kembali menyusui secara ekslusif sampai bayi berusia enam bulan. Ibu tidak perlu berkecil hati selama bayi sehat dan mendapat makanan sesuai kebutuhan dan kondisinya.</p>
<p>Jika makanan pralaktasi di luar indikasi medis terlanjur diberikan, maka segera hentikan dan pantau tanda-tanda infeksi pada bayi seperti demam, muntah, dan diare. Periksakan kepada dokter jika ibu dan keluarga merasa khawatir. </p>
<p>Carilah pendampingan menyusui dan bantuan relaktasi oleh dokter, bidan, atau konselor laktasi untuk mendukung keberhasilan menyusui.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165462/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lhuri D. Rahmartani menerima beasiswa dari Jardine Foundation untuk studi doktoral di University Oxford.</span></em></p>Secara umum, ibu, ayah dan keluarga besar perlu memahami bahwa bayi baru lahir tidak memerlukan makanan apa pun selain ASI.Lhuri D. Rahmartani, PhD student at Nuffield Department of Population Health, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1409772020-11-09T05:38:02Z2020-11-09T05:38:02ZAngka infeksi HIV pada ibu hamil naik, bagaimana kita bisa ikut mencegahnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/367628/original/file-20201105-17-1g2sji.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/pills-on-blue-background-3936366/">Miguel Á. Padriñán/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Dalam dua puluh tahun terakhir risiko penularan <em>Human Immunodeficiency Virus</em> (HIV) secara vertikal dari ibu ke bayi telah meningkatkan populasi anak dengan infeksi virus ini di masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. </p>
<p>Penularan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29747581/">ini</a> bisa terjadi sejak dalam kandungan hingga masa menyusui yang menjadi metode penularan utama infeksi HIV pada anak di bawah 15 tahun.</p>
<p>Data <a href="https://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/liputan-media/503-hiv-aids-pada-ibu-hamil-ancaman-nyata-yang-selama-ini-kurang-diketahui">menunjukkan jumlah anak Indonesia di bawah usia 15 tahun</a> yang hidup dengan infeksi HIV meningkat dari 500 anak pada tahun 2000 menjadi lebih dari 3.000 kasus pada 2016. </p>
<p>Angka kejadian perempuan hamil dengan infeksi HIV di Indonesia dalam kurun waktu tersebut juga meningkat. Sebuah <a href="http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/943/877">riset dengan data sekunder 11.693 ibu hamil</a> dalam rentang 2003-2010 di delapan kota di Indonesia menunjukkan angka kejadian perempuan hamil dengan infeksi virus ini mencapai <a href="http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/943/877">0,36%</a> pada 2003-2006. Angka kejadian serupa meningkat menjadi <a href="https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/4014">0,49%</a> pada 2016. </p>
<p>Sebuah skrining HIV massal yang melibatkan sekitar 43.000 ibu hamil pada 2012 di Indonesia menunjukkan angka positif HIV <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">mencapai 1.329 kasus (3,04%)</a>. </p>
<p>Guna mencegah infeksi virus HIV yang berdampak pada anak, maka pemerintah, masyarakat, kita dan pasangan perlu mempersiapkan kehamilan, pemeriksaan, dan tata laksana kehamilan yang mampu mencegah risiko penularan vertikal. </p>
<h2>Skrining sebelum kehamilan</h2>
<p>Sebuah riset di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23097595/">Inggris</a> menunjukkan 41% perempuan dengan infeksi HIV ingin memiliki anak dan 11% responden menyatakan tidak ingin menunda kehamilan. </p>
<p>Penelitian di <a href="https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/23070">Semarang</a> terbitan tahun lalu menunjukkan lima responden perempuan, sudah menikah dan terinfeksi HIV, menyatakan anak merupakan pelengkap keluarga dan mereka sangat ingin memiliki keturunan bersama pasangan. </p>
<p>Para ibu bisa mengurangi risiko penularan HIV ke anak dan pasangan dengan cara merencanakan kehamilan, minum obat antiretroviral (ARV) untuk menekan infeksi dan replikasi virus HIV hingga tidak terdeteksi, serta menggunakan kontrasepsi yang aman ketika tidak merencanakan kehamilan. </p>
<p>Perempuan yang merencanakan kehamilan, terutama pada kelompok <a href="http://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-HIV-AIDS-2018.pdf">risiko tinggi</a> terinfeksi HIV, harus menjalani <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf">skrining</a> untuk memastikan status infeksi. </p>
<p>Mereka yang termasuk di dalam kelompok risiko tinggi adalah ibu hamil di daerah dengan kasus tinggi seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua yang menempati 5 besar provinsi dengan kasus HIV terbanyak. Kelompok risiko tinggi lainnya adalah individu dengan perilaku berisiko seperti pengguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), seks bebas dengan banyak pasangan, dan individu dengan riwayat HIV sebelumnya.</p>
<p>Jika terinfeksi, mereka harus minum obat ARV, guna menekan jumlah virus aktif di dalam darah hingga tidak terdeteksi, untuk menurunkan risiko penularan vertikal hingga <a href="https://www.cdc.gov/hiv/group/gender/pregnantwomen/index.html#:%7E:text=What%20CDC%20Is%20Doing,transmission%20per%20100%2C000%20live%20births.">1%</a>. Pasangan laki-laki sebaiknya menggunakan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30979726/">kondom</a> saat berhubungan seks dan pemeriksaan berkala setiap tahun. </p>
<p>Studi terbaru menunjukkan tindakan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26688556/">pencucian sperma</a>, pada teknologi reproduksi berbantu, dari suami yang terinfeksi HIV dapat menurunkan risiko transmisi vertikal. Teknologi ini tersedia di Indonesia, khususnya di RS besar yang menyediakan fasilitas reproduksi berbantu, baik inseminasi ataupun bayi tabung.</p>
<h2>Tata laksana HIV dalam kehamilan</h2>
<p>Seluruh ibu hamil dengan infeksi HIV harus mendapat <a href="https://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/art/artpregnantwomen/en/">ARV</a> tanpa melihat <em>viral load</em> (jumlah virus dalam darah). </p>
<p>Beberapa riset menyatakan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21078446/">risiko</a> terbesar penularan HIV dari <a href="https://www.elsevier.com/books/sandes-hiv-aids-medicine/volberding/978-1-4557-0695-2">ibu ke anak</a> terjadi pada saat <a href="https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/committee-opinion/articles/2018/09/labor-and-delivery-management-of-women-with-human-immunodeficiency-virus-infection">persalinan</a>. Jenis persalinan dan <em>viral load</em> juga akan mempengaruhi tinggi rendahnya risiko transmisi.</p>
<p>Dalam sebuah uji klinis, <em>viral load</em> tidak terdeteksi dan operasi sesar sebelum adanya tanda persalinan atau pecahnya selaput ketuban terbukti efektif menurunkan angka transmisi. Persalinan normal akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.</p>
<p>Meski demikian, masih terdapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26075762/">13%</a> populasi di dunia dengan <em>viral load</em> yang masih terdeteksi. Namun data ini belum ada untuk populasi di Indonesia. </p>
<p>Banyak <a href="http://labdata.litbang.kemkes.go.id/ccount/click.php?id=19">faktor</a> yang dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26075762/">berkontribusi</a> terhadap risiko penularan vertikal. Rendahnya status sosial ekonomi dan pengetahuan pasien, durasi penggunaan ARV selama hamil, terlambat memeriksakan kehamilan, dan sikap sebagian besar masyarakat yang cenderung menyembunyikan kasus HIV merupakan faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. </p>
<p>Setelah lahir, seluruh bayi yang lahir dari ibu dengan HIV wajib mendapatkan ARV sebagai terapi <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf">pencegahan</a> pada usia 6-12 jam setelah lahir. </p>
<p>ARV selama 6 minggu terbukti efektif untuk pencegahan pada bayi yang lahir dari ibu yang mendapat ARV dan <em>viral load</em> tidak terdeteksi.</p>
<h2>Setelah persalinan dan kontrasepsi</h2>
<p>Keputusan menyusui bayi harus mempertimbangkan risiko penularan dan manfaat proteksi terhadap kematian bayi akibat malnutrisi, diare, dan pneumonia. </p>
<p><a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf">Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013</a> menyatakan infeksi HIV adalah salah satu kondisi medis yang dapat membuat ibu tidak menyusui.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28348636/">Paska persalinan</a>, pengobatan ARV dilanjutkan dan perlu mencegah penularan pada pasangan. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23097595/">Pencegahan kehamilan</a> dapat dilakukan melalui program keluarga berencana (KB) yang menyediakan metode yang efektif, efek samping minimal, nyaman dan dapat melindungi terhadap transmisi HIV atau infeksi menular seksual (IMS) lain, serta berinteraksi minimal dengan ARV. </p>
<p><a href="http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/RPT%202016%20Final.pdf">Kondom</a> menjadi metode paling efektif yang mampu memberikan perlindungan terhadap risiko transmisi. </p>
<p>Penggunaan alat kontrasepsi sangat penting untuk mengatur dan menjarangkan kehamilan serta mencegah penularan dari ibu ke bayi. </p>
<h2>Penularan dari ibu ke anak</h2>
<p><em>Human Immunodeficiency Virus</em> (HIV) menyerang kekebalan tubuh manusia. Virus ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik bersama, transplantasi organ, dan penularan dari ibu ke janin. </p>
<p>Badan PBB untuk Urusan HIV/AIDS <a href="https://docplayer.info/150958076-Infeksi-human-immunodeficiency-virus-hiv-dalam-kehamilan.html">(UNAIDS)</a> melaporkan ada 1,4 juta perempuan hamil dengan infeksi HIV di seluruh dunia pada akhir 2016.</p>
<p>Di Asia, diperkirakan sekitar <a href="http://www.kebijakanaidsindonesia.net/jdownloads/Publikasi%20Publication/hiv_in_asia_and_the_pacific_unaids_report_2013.pdf">210.000</a> anak hidup dengan HIV pada 2012. Namun dengan semakin gencarnya promosi dan upaya kesehatan yang dilakukan untuk menurunkan penularan dari ibu ke anak, angka ini <a href="https://www.avert.org/professionals/hiv-around-world/asia-pacific/overview">menurun</a> hingga 30%.</p>
<p>Secara umum, laporan <a href="http://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-HIV-AIDS-2018.pdf">(Kementerian Kesehatan)</a> Indonesia menyatakan pada 2017 ada sekitar 280.000 orang terinfeksi HIV. Kelompok usia produktif mendominasi angka kasus, dengan jumlah tertinggi 16,9% kasus di Jawa Timur dan 13,7% di DKI Jakarta. </p>
<p>Infeksi ini berisiko menyebabkan penularan vertikal dari ibu ke anak (<em>Mother to Child Transmission</em>/MTCT) sebesar <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">20-50%</a>. </p>
<p>Dalam kasus ibu hamil terinfeksi HIV, banyak <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29747581/">faktor</a> yang dapat mempengaruhi penularan virus, seperti lama dan pola menyusui. Semakin lama durasi ibu menyusui bayi, maka paparan terhadap virus yang ada di ASI akan semakin meningkat. Risiko penularan naik jika menyusuinya dicampur antara ASI dan susu formula. WHO menyatakan pemberian susu formula bisa mengurangi risiko penularan pada bayi. Jika itu tidak memungkinkan, maka bayi bisa diberi ASI eksklusif 6 bulan dan setelah itu diganti dengan susu formula dan makanan pendamping ASI. </p>
<p>Faktor lainnya adalah bayi lahir kurang bulan (prematur), penggunaan obat anti retro viral (ARV), jumlah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29435421/">virus</a> dalam darah ibu dan cara persalinan. </p>
<p>Bayi prematur lebih rentan terinfeksi karena belum sempurnanya perkembangan organ dan sistem imunitas. Bayi yang diberikan ASI, terutama dari ibu yang tidak mendapatkan ARV, akan memiliki risiko tertular <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">5-20%</a>.</p>
<h2>Upaya promotif</h2>
<p>Upaya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28839513/">mencegah penularan HIV dari ibu ke anak</a> selama kehamilan, persalinan, dan menyusui di Indonesia sudah dikembangkan sejak 2004.</p>
<p>Namun hingga akhir 2011 pelayanan ini baru menjangkau sekitar 7% dari perkiraan populasi. Sejak 2013, layanan <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">pencegahan ini</a> diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), KB dan konseling remaja untuk memperluas cakupan. Program ini mulai dari fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas hingga rumah sakit rujukan.</p>
<p>Kita perlu bekerja sama lintas disiplin untuk memberikan layanan kesehatan dan tata laksana yang komprehensif pada ibu agar bisa mencegah penularan HIV ke anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140977/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mutiara Riani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah, masyarakat, kita dan pasangan perlu mempersiapkan kehamilan, pemeriksaan dan tata laksana kehamilan yang mampu mencegah risiko penularan vertikal HIV dari ibu ke anak.Mutiara Riani, Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1446832020-08-27T05:54:04Z2020-08-27T05:54:04ZDampak pandemi COVID-19 global: ada tambahan 15 juta kehamilan yang tak direncanakan, apa risikonya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/354586/original/file-20200825-25-17kxcue.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kehamilan yang tidak direncanakan akan memiliki berbagai dampak negatif terhadap ibu dan bayi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/baby-s-feet-on-brown-wicker-basket-161534/">Pixabay/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 dalam tujuh bulan terakhir telah mempengaruhi <a href="https://www.guttmacher.org/journals/ipsrh/2020/04/estimates-potential-impact-covid-19-pandemic-sexual-and-reproductive-health">kesehatan reproduksi dan seksual</a> pasangan usia subur (PUS). Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dilakukan pemerintah Indonesia menyebabkan gangguan pada ketersediaan layanan kontrasepsi dan konseling Keluarga Berencana. </p>
<p>Data <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/07/24/18243691/penjelasan-bkkbn-soal-kehamilan-meningkat-di-tengah-pandemi-covid-19">Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)</a> menunjukkan keterbatasan akses terhadap layanan kontrasepsi dapat menyebabkan peningkatan angka kehamilan yang tidak direncanakan. </p>
<p>Di <a href="https://www.kompas.com/global/read/2020/05/19/201058570/media-asing-sorot-potensi-kelahiran-420000-bayi-di-indonesia-usai-pandemi?page=all">Indonesia</a>, BKKBN memprediksi akan ada <a href="https://www.bkkbn.go.id/detailpost/cegah-baby-boom-pasca-covid-19-bkkbn-apresiasi-bidan">tambahan 370.000-500.000</a> kelahiran pada medio awal 2021. Pembatasan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20200511120551-8-157571/bkkbn-khawatirkan-naiknya-kehamilan-tak-terencana-saat-psbb">kegiatan di luar rumah</a> dan <a href="https://www.economist.com/graphic-detail/2020/04/03/will-the-coronavirus-lockdown-lead-to-a-baby-boom">intensitas kebersamaan pasangan usia subur</a> yang meningkat secara signifikan juga mempengaruhi tingginya angka kehamilan.</p>
<p>Sebuah <a href="https://www.guttmacher.org/journals/ipsrh/2020/04/estimates-potential-impact-covid-19-pandemic-sexual-and-reproductive-health">riset global baru-baru ini</a> yang melihat efek pandemi terhadap kesehatan reproduksi di 132 negara miskin dan berkembang memperkirakan akan ada tambahan sekitar 15 juta kehamilan yang tidak direncanakan. </p>
<p>Padahal, kehamilan yang tidak terencana akibat minimnya proteksi pada pasangan akan menyebabkan rendahnya kesiapan untuk memeriksakan kehamilan yang teratur ke dokter. Dampak lanjutannya, risiko-risiko pada ibu dan bayi tidak dapat terdeteksi sejak awal dan tata laksana tidak dapat dilakukan dengan optimal dan menyeluruh. </p>
<p>Ini belum termasuk akan muncul kemungkinan <a href="https://www.bkkbn.go.id/detailpost/cegah-baby-boom-pasca-covid-19-bkkbn-apresiasi-bidan">tindakan aborsi ilegal</a> dan risiko bayi dan ibunya kekurangan nutrisi karena pendapatan keluarga mungkin berkurang baik akibat pemutusan hubungan kerja, bisnis seret atau penyebab lainnya. Karena itu, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada masa pandemi harus diupayakan sekuat tenaga. </p>
<h2>Dampak dari keterbatasan akses kesehatan selama kehamilan</h2>
<p>Tanpa penyulit apa pun, kehamilan merupakan suatu kondisi yang berisiko, baik bagi ibu maupun bayi. Perubahan alami pada metabolisme dan sirkulasi darah ibu akan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3802121/#:%7E:text=The%20increase%20in%20cardiac%20output,and%20remains%20elevated%20until%20term.">meningkatkan beban kerja jantung</a> dan kejadian anemia dalam kehamilan. </p>
<p>Jika perubahan ini tidak dapat diatasi dengan baik oleh ibu, maka akan <a href="https://www.hindawi.com/journals/anemia/2018/1846280/">menyebabkan berbagai dampak buruk</a> pada janin seperti janin dengan berat badan lahir rendah, gangguan fungsi kognitif dan risiko kelahiran prematur. </p>
<p>Demikian pula dengan beberapa kelainan bawaan yang dapat dideteksi sejak dalam kandungan. Deteksi dini akan mempersiapkan calon orangtua dan dokter di fasilitas kesehatan untuk mempersiapkan kelahiran dan rencana tata laksana lanjutan. </p>
<p>Keengganan masyarakat untuk <a href="https://www.ippf.org/news/covid-19-pandemic-cuts-access-sexual-and-reproductive-healthcare-women-around-world">mengunjungi fasilitas kesehatan dan pembatasan</a> operasional klinik keluarga berencana, karena dianggap bukan merupakan layanan darurat dan utama pada masa pandemi sekarang ini, menjadi salah satu alasan yang berkontribusi pada terjadinya gangguan ini.</p>
<p>Kehamilan yang tidak direncanakan akan memiliki berbagai dampak yang negatif terhadap ibu dan bayi. Kondisi saat pra-konsepsi tentu tidak berada dalam keadaan yang paling optimal mengingat pasangan usia subur tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi kehamilan ini. Demikian pula dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan di dokter sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah seorang ibu menyadari dirinya hamil. </p>
<p>Keengganan untuk periksa <a href="https://www.smeru.or.id/sites/default/files/publication/cp05_covidkia_in.pdf">karena khawatir tertular</a> virus dari fasilitas kesehatan menjadi faktor utama yang menyebabkan turunnya kunjungan. Padahal <a href="https://www.euro.who.int/en/data-and-evidence/evidence-informed-policy-making/publications/pre2009/what-is-the-efficacyeffectiveness-of-antenatal-care#:%7E:text=The%20purpose%20of%20antenatal%20care,and%20birth%20as%20positive%20experiences.">kunjungan pemeriksaan kehamilan</a> bertujuan untuk memastikan tumbuh kembang bayi dan keadaan ibu selama kehamilan dalam keadaan optimal sehingga bayi akan lahir dengan sehat dan ibu menjalani proses kehamilan dan bersalin dengan perasaan yang positif. </p>
<p>Jika kunjungan ini tidak dilakukan dengan baik, maka risiko kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi akan semakin meningkat dan kualitas generasi penerus bangsa dipertaruhkan.</p>
<h2>Risiko kehamilan di tengah ancaman krisis ekonomi global</h2>
<p>Per 26 Agustus, pandemi COVID-19 telah menelan korban lebih <a href="https://coronavirus.jhu.edu/map.html">dari 800.000 jiwa</a> secara global dengan jumlah orang terinfeksi hampir 24 juta. Keadaan buruk ini memaksa pemerintah di seluruh belahan dunia membatasi kegiatan massal yang <a href="https://www.cnbc.com/2020/04/24/coronavirus-pandemics-impact-on-the-global-economy-in-7-charts.html">kemudian membawa status ekonomi dunia</a>, termasuk Indonesia, ke titik nadir dan menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaannya. </p>
<p>Resesi ekonomi membuat sebagian besar orang berpikir ulang untuk menjalani proses kehamilan. Kehamilan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Ibu hamil perlu biaya untuk asupan gizi dan vitamin serta kunjungan periksa ke dokter selama kehamilan. Selain itu ibu juga perlu biaya proses persalinan dan penyediaan makanan bergizi pada saat menyusui.</p>
<p>Situasi ekonomi yang memburuk dapat menyebabkan nutrisi selama kehamilan tidak tercukupi dengan baik dan <a href="https://www.hilarispublisher.com/proceedings/effect-of-malnutrition-during-pregnancy-on-pregnancy-outcomes-18176.html#:%7E:text=Lack%20of%20adequate%20nutrition%20of,term%20delivery%20and%20maternal%20mortality.">dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin</a>. </p>
<p>Ibu akan rentan terhadap risiko anemia dan tekanan darah tinggi dalam kehamilan hingga risiko perdarahan saat persalinan yang dapat berujung pada kematian. Janin akan berisiko mengalami pertumbuhan terhambat di dalam kandungan yang dapat memicu berat badan di bawah 2.500 gram.</p>
<h2>Pencegahan yang dapat dipertimbangkan</h2>
<p>Melihat dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan akibat kehamilan tidak terencana selama masa pandemi, maka perlu dilakukan langkah-langkah yang efektif dan tepat guna untuk menurunkan angka kehamilan.</p>
<p>Saat ini Kementerian Kesehatan dan BKKBN sudah menetapkan layanan kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya layanan pemeriksaan kehamilan dan keluarga berencana (KB), sebagai layanan <a href="https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/maintaining-essential-health-services---ind.pdf?sfvrsn=d8bbc480_2">esensial</a> dengan prioritas tinggi selama masa pandemi.</p>
<p>Masyarakat harus diedukasi mengenai pentingnya kesehatan reproduksi dan perlunya merencanakan kehamilan sebaik mungkin termasuk kesiapan ekonomi. Edukasi dapat dilakukan di seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan tenaga kesehatan dari fasilitas tingkat primer hingga tersier dan para tokoh masyarakat seperti kader, pejabat masyarakat dan para pemuka agama. </p>
<p>Kemudian perlu digalakkan <a href="https://www.guttmacher.org/journals/ipsrh/2020/04/estimates-potential-impact-covid-19-pandemic-sexual-and-reproductive-health">pemanfaatan teknologi <em>telemedicine</em></a> agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau dokter untuk berkonsultasi mengenai pilihan kontrasepsi dan persiapan kehamilan yang terbaik. </p>
<p>Konsultasi dapat menjadi bekal untuk menentukan metode kontrasepsi yang tepat dan jika memungkinkan dapat dilakukan layanan antar alat kontrasepsi ke rumah, terutama untuk kontrasepsi berbentuk pil dan kondom.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/144683/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mutiara Riani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kehamilan yang tidak terencana akan menyebabkan rendahnya kesiapan untuk memeriksakan kehamilan yang teratur ke dokter. Di Indonesia akan ada tambahan 370-500 ribu bayi setelah pandemi.Mutiara Riani, Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1429972020-08-07T11:19:00Z2020-08-07T11:19:00ZMengapa kampanye ASI tidak menyenangkan industri susu formula dan pendukungnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/350839/original/file-20200803-18-s272s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Jika tidak ada halangan medis dan non-medis yang signifikan, pemberian ASI perlu diupayakan semaksimal mungkin.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-cinta-kasih-rasa-sayang-3398674/">Laura Garcia/Pexels</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati <a href="https://www.who.int/news-room/detail/31-07-2020-world-breastfeeding-week-2020-message">Pekan Menyusui Sedunia (World Breastfeeding Week), 1-7 Agustus</a>.</em></p>
<p>Pertentangan antara kelompok yang memandang “air susu ibu (ASI) adalah hak bayi” dan kelompok yang memandang “menyusui atau tidak adalah hak ibu” bisa dirunut dalam gerakan yang kompleks selama satu abad terakhir. Kampanye yang kedua acapkali justru menguntungkan produsen susu formula, baik langsung maupun tidak langsung. </p>
<p>Berbagai kampanye pro-ASI muncul awal 1900-an sebagai reaksi dari <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25012139/">promosi masif dan agresif industri susu formula yang marak sejak abad ke-19</a> di Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Swiss. Salah satu tokohnya adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1694861/pdf/amjph00534-0134.pdf">dokter Cicely Williams</a>, yang dikenal <a href="http://archive.wphna.org/wp-content/uploads/2014/03/1939_Cicely_Williams_Milk_and_murder.pdf">vokal menentang komersialisasi susu formula pada 1932</a>.</p>
<p>Setelah itu, muncul berbagai kampanye mendukung ASI seperti <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/1467-9566.00149">“breast is best” (ASI yang terbaik)</a>. Kampanye-kampanye ini berperan mengubah pola pikir masyarakat yang sebelumnya sempat memandang susu formula sebagai <a href="https://psycnet.apa.org/record/1983-00936-001">makanan terbaik dan merupakan simbol status sosial</a> orang tua bayi. </p>
<p>Akan tetapi, oleh sebagian orang, ternyata <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/1467-9566.00149">kampanye ASI dianggap mendiskreditkan ibu yang tidak menyusui</a>. Salah satu kampanye yang belakangan timbul sebagai reaksi terhadap “breast is best” <a href="https://fedisbest.org/about/">adalah jargon “<em>fed is best</em>” (makanan apa pun terbaik</a>). </p>
<p>Para aktivis yang menolak argumen “ASI hak bayi” umumnya menggadang-gadang formula sebagai solusi jitu. Amy Tuteur, dokter kebidanan asal Amerika Serikat sekaligus penulis buku <em>parenting</em>, misalnya, awal tahun lalu mengkritik pedas <em>British Medical Journal (BMJ)</em> saat jurnal kedokteran tersebut memboikot pemasangan iklan susu formula.</p>
<p><a href="https://slate.com/technology/2019/03/bmj-decision-ban-formula-bad-for-women-not-based-on-evidence.html">Amy membela formula dengan menulis</a> “formula menyelamatkan dan meningkatkan kehidupan yang tak terhitung jumlahnya setiap tahun dan tidak membahayakan siapa pun”. </p>
<p>Kita perlu memahami kedua jargon kampanye tersebut secara proporsional. Kegagalan memahami kampanye secara utuh berpotensi menciptakan persepsi masyarakat yang penuh penghakiman dan mudah menghujat ibu yang tidak menyusui. Kedua pesan kampanye tidak harus dibenturkan secara ekstrem, sebaliknya keduanya justru saling melengkapi. </p>
<h2>Kondisi umum versus kondisi khusus</h2>
<p>Ahli kesehatan dan dunia kesehatan sampai saat ini menyatakan dengan jelas bahwa ASI adalah pilihan makanan terbaik bagi bayi. Walaupun demikian, harus diketahui pula bahwa ada beragam situasi atau keadaan khusus saat ASI mustahil diberikan pada bayi. Hal ini bukan berarti anak tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal. </p>
<p>Di sisi lain, susu formula tidak perlu dimusuhi berlebihan, karena susu jenis ini diperlukan dalam kondisi tertentu. Namun juga susu formula jangan dinormalisasi (dianggap sebagai hal yang normal) karena keserakahan industri yang diberi panggung bisa kembali merusak sistem kesehatan. Diperlukan keseimbangan dalam menyikapi kedua pesan kampanye.</p>
<p>Kedua kampanye, “<em>breast is best</em>” dan “<em>fed is best</em>”, sebenarnya punya itikad baik. Namun tanpa konteks yang benar dan akurat, salah tafsir sangat mudah terjadi, terutama antara dua kutub ekstrem yang mengatasnamakan pembela “hak bayi” dan penjunjung “hak ibu”. </p>
<p>Benar bahwa ibu berhak atas tubuhnya. Namun perlu diingat bahwa ada hak bayi untuk memperoleh asupan terbaik berdasarkan keilmuan termutakhir. Maka jika memang tidak ada halangan medis atau sosioekonomi, ASI tetap harus menjadi prioritas.</p>
<p>Namun, dalam kasus khusus misalnya, tidak seorang pun berhak menghakimi korban perkosaan yang tidak mampu menyusui akibat trauma psikis. Pun terhadap ibu bekerja yang, jika ia menyusui, ia hanya bisa memberi makan bayinya tapi tidak bisa menafkahi anggota keluarga lainnya. </p>
<h2>Mengapa ada kampanye “breast is best”?</h2>
<p>Ilmu pengetahuan saat ini <a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S0140-6736%2815%2901044-2">menunjukkan bukti bahwa ASI</a> adalah nutrisi yang unggul dibandingkan susu formula maupun makanan lainnya. Hal ini ditunjang dengan banyaknya riset yang melaporkan beragam manfaat air susu ibu dan menyusui baik untuk ibu maupun bayi.</p>
<p>Itu sebabnya sampai saat ini <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_3">pemberian ASI masih menjadi rekomendasi WHO bagi seluruh negara</a>. Kesadaran publik tentang khasiat ASI mulai meningkat sejak <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/39679/9241561300.pdf?sequence=1">rekomendasi tersebut diterbitkan pada 1989</a>. </p>
<p>ASI adalah intervensi kesehatan masyarakat, terutama dalam menurunkan angka kematian bayi. Bayi yang tidak mendapatkan ASI memiliki risiko meninggal (pada 2 tahun pertama masa kehidupan) <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/apa.13147">14 kali lebih tinggi dibanding bayi yang diberi ASI eksklusif</a>. Pemberian ASI adalah investasi yang baik, apalagi bagi negara dengan akses air bersih yang tidak merata seperti Indonesia.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4535724/">teori perkembangan asal muasal kesehatan dan penyakit</a> menyatakan risiko berbagai penyakit metabolik pada masa dewasa, termasuk diabetes, hipertensi, penyakit jantung, hingga kanker, sebenarnya sudah bermula sejak awal kehidupan. Hal ini membuat banyak peneliti menaruh perhatian khusus pada 1000 hari pertama kehidupan dimulai dari kehamilan dan dua tahun masa bayi, dan efeknya pada berbagai penyakit. </p>
<p>Hasilnya, nutrisi yang diterima seorang individu saat berada dalam rahim ibu (janin) dan masa bayi merupakan salah satu faktor lingkungan utama yang mempengaruhi risiko kesehatan dan penyakit pada masa dewasa tersebut.</p>
<p>Kandungan makronutrien, hormon, dan faktor bioaktif dalam ASI berasosiasi dengan pengaturan nafsu makan dan pola tumbuh kembang bayi yang optimal serta penurunan risiko obesitas dan penyakit metabolik lainnya berpuluh tahun kemudian.</p>
<p>Dalam hal ini, pemberian ASI seoptimal dan semaksimal mungkin tidak hanya berdampak baik pada bayi tersebut secara individual, tapi juga untuk komunitas karena membantu menurunkan angka kejadian berbagai penyakit tidak menular pada masa mendatang.</p>
<p>Meski demikian, tidak semua ibu bisa bisa menyusui bayinya. Pemberian ASI tidak selalu bisa dilakukan oleh ibu baik karena faktor medis maupun non-medis. Bagi sebagian orang dari kubu yang ekstrem, jargon “breast is best” bisa seolah mengindikasikan kegagalan ibu dan keluarganya memberi yang asupan terbaik pada bayinya.</p>
<p>WHO pun bahkan membolehkan pemberian susu formula pada bayi jika <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/69938/WHO_FCH_CAH_09.01_eng.pdf?sequence=1">terdapat halangan medis baik dari sisi ibu maupun bayi</a>. Walau relatif jarang, ada kondisi medis seperti galaktosemia klasik, saat bayi tidak mampu mencerna galaktosa dengan normal sehingga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1518/">ASI justru bisa mengancam nyawanya</a>. </p>
<p>Faktor lingkungan pun bisa berujung pada rekomendasi yang berbeda. Contohnya ibu dengan HIV. Di area yang rawan gizi buruk dan infeksinya tinggi, ibu dengan HIV disarankan tetap menyusui, <a href="https://pediatrics.aappublications.org/content/129/3/e827">namun di negara maju yang akses terhadap air bersih dan susu formula mudah dijangkau, ASI tidak menjadi rekomendasi</a>.</p>
<p>Selain itu, walau bukan alasan mutlak, banyak ibu kesulitan menyusui saat mengalami infeksi payudara dan depresi pasca-kelahiran. Di luar aspek medis, ada pula faktor sosio-ekonomi yang tidak memungkinkan ibu menyusui. Faktor ini sangat kompleks dan tidak seragam antara satu ibu dengan yang lainnya. </p>
<h2>Mengapa ada kampanye “fed is best”?</h2>
<p>ASI memang makanan terbaik bagi bayi, tapi penafsiran kampanye kencang pro-ASI tanpa konteks bisa membuat para ibu tertekan. Tidak bisa dimungkiri bahwa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/jocn.13663">gencarnya kampanye ASI dapat membuat sebagian ibu merasa gagal ketika tidak mampu menyusui</a>. Padahal, kebahagiaan ibu sangat mempengaruhi kesehatan bayi.</p>
<p>Slogan “fed is best” muncul sebagai <a href="https://fedisbest.org/about/">respons dari kampanye “breast is best” yang dianggap kurang inklusif terhadap ibu yang tidak memberi ASI</a>.</p>
<p>Gerakan ini sebenarnya tetap mendukung ASI namun berempati kepada ibu-ibu yang memilih susu formula atau mencampur keduanya. “Fed is best” dan kampanye sejenisnya tidak menitikberatkan ASI sebagai pilihan yang lebih tinggi. Yang lebih dijunjung adalah kemerdekaan otoritas ibu terhadap tubuh dan pilihannya; dari ibu yang menolak menyusui karena alasan apa pun sampai ibu yang menyusui di tempat umum. </p>
<p>Yang menjadi masalah, walau terkesan lebih netral dan menghargai pilihan ibu, penafsiran tanpa konteks juga memiliki risiko, sebab ASI dan susu formula tidak seharusnya dijadikan pilihan bebas yang setara. </p>
<p>Walau berbagai produsen susu formula sudah berupaya keras menyesuaikan dan memperkaya kandungan susu formula agar setara dengan ASI, terdapat banyak komponen ASI yang tidak tergantikan, terutama faktor bioaktif termasuk antibodi, hormon, sel-sel imun, dan lain-lain. </p>
<p>Itulah sebabnya, dari segi kesehatan, susu formula seharusnya hanya diberikan pada situasi yang ASI tidak memungkinkan.</p>
<p>Menormalisasi kesetaraan ASI dan formula berpotensi membuka kembali celah <a href="https://www.thebureauinvestigates.com/stories/2020-07-30/the-baby-brands-turning-indonesian-instagram-into-free-formula-milk-ads">komersialisasi susu formula</a> dan menjadikan perjuangan selama ini sia-sia. </p>
<h2>ASI jika mampu</h2>
<p>Selain akses informasi dan edukasi, sebenarnya masih banyak aspek yang perlu ditingkatkan untuk mempermudah ibu untuk menyusui, dan hal ini membutuhkan dukungan keluarga dan peran banyak pihak.</p>
<p>Misalnya, perlu ada kebijakan cuti hamil dan melahirkan yang memadai, penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja dan ruang publik, serta dukungan nutrisi dan psikososial yang cukup untuk ibu menyusui.</p>
<p>Akhirnya, baik menyusui atau tidak, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6860203/pdf/MCN-11-33.pdf">semua ibu punya perjuangannya masing-masing</a>, entah itu cibiran ketika menyusui di tempat umum maupun hujatan kerabat karena memberikan susu formula. </p>
<p>Meski demikian, menimbang manfaat ASI jangka pendek dan panjang untuk ibu, bayi, dan komunitas, sebaiknya penggunaan formula difungsikan sebagaimana muasalnya: alternatif asupan bayi yang aman pada kondisi ketiadaan ASI. </p>
<p>Jadi, jika tidak ada halangan medis dan non-medis yang signifikan, pemberian ASI perlu diupayakan semaksimal mungkin. Jangan terbujuk rayu promosi industri susu formula.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/142997/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menormalisasi kesetaraan ASI dan formula berpotensi membuka kembali celah komersialisasi susu formula dan menjadikan perjuangan selama ini sia-sia.Lhuri D. Rahmartani, PhD student at Nuffield Department of Population Health, University of OxfordLaurentya Olga, PhD Student in Paediatrics, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1398652020-06-23T08:53:16Z2020-06-23T08:53:16ZDarurat Covid-19: mengapa pemisahan bayi dari ibu setelah persalinan lebih banyak mudaratnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/343443/original/file-20200623-188904-1t5sre8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kebijakan menyatukan bayi dan ibu setelah persalinan adalah langkah terbaik untuk menjaga kesehatan ibu dan anak.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/insightimaging/3709268648/in/photostream/">John Ryan/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Sejumlah negara menerapkan kebijakan wajib operasi caesar untuk melahirkan bayi dan memisahkan anak dari ibunya setelah persalinan di rumah sakit guna mencegah penularan coronavirus. </p>
<p>Padahal, Organisasasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak mengubah <a href="https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/question-and-answers-hub/q-a-detail/q-a-on-covid-19-and-breastfeeding">rekomendasi</a> untuk tetap melakukan inisiasi menyusu dini segera setelah lahir dan merawat ibu dan bayi secara bersama (rawat gabung dalam satu ruangan) setelah persalinan pada masa pandemi ini. </p>
<p>Rekomendasi WHO cukup jelas bahwa menyusui harus tetap didukung demi manfaat kesehatan ibu dan bayi, termasuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi. </p>
<p>Persalinan dengan operasi caesar menjadi prosedur baru untuk perempuan hamil di beberapa negara seperti <a href="http://humanrightsinchildbirth.org/wp-content/uploads/2020/05/Human-Rights-in-Childbirth-Pregnancy-Birth-and-Postpartum-During-COVID19-Report-May-2020.pdf">Spanyol, Kroasia,</a> dan <a href="https://www.beritasatu.com/kesehatan/623551-selama-wabah-covid19-persalinan-harus-dilakukan-dengan-operasi-sesar">Indonesia</a>. </p>
<p>Strategi persalinan caesar yang bisa dijadwalkan dibandingkan persalinan alami yang tidak dapat diduga durasi dan waktunya mungkin membantu layanan kesehatan mengatur beban dan sumber daya akibat kasus COVID-19.</p>
<p>Namun yang jarang dilihat adalah apa saja konsekuensinya, dan bagaimana strategi ini dibandingkan dengan rekomendasi global yang berdasar bukti ilmiah untuk layanan persalinan selama pandemi.</p>
<p>Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan peringatan akan dampak negatif terhadap <a href="https://www.un.org/victimsofterrorism/sites/www.un.org.victimsofterrorism/files/un_-_human_rights_and_covid_april_2020.pdf">hak asasi</a> termasuk kepada perempuan selama pandemi COVID-19 ini. Pemisahan bayi dan ibu setelah melahirkan hanya merupakan salah satunya. </p>
<p>Riset terbaru dari <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/mcn.13033">John Hopkins University dan Western Sydney University menekankan</a> dampak kumulatif dari pemisahan ibu dan bayi sangat perlu dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan di masa pandemi ini. </p>
<p>Meski berdasarkan niat baik, kebijakan pemisahan ibu dan bayi ini membawa lebih banyak risiko daripada manfaat. </p>
<h2>Perubahan praktik layanan persalinan</h2>
<p>Pada awal masa pandemi, sebuah rumah sakit swasta di Sydney Australia sempat menerapkan kebijakan <a href="https://www.smh.com.au/national/memo-stating-babies-would-be-separated-from-covid-19-mothers-retracted-20200412-p54j51.html">memisahkan ibu dan bayi setelah melahirkan</a>, meski kemudian kebijakan tersebut dicabut. </p>
<p>Pada April, Rumah Sakit Universitas Gold Coast berhasil melakukan persalinan normal <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32294229/">tanpa komplikasi pada orang tua positif COVID-19 tanpa diikuti pemisahan ibu dan bayi</a>.</p>
<p>Kebijakan pemisahan bayi dan ibu setelah melahirkan terjadi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Cina, dan Indonesia. </p>
<p>Bahkan di Indonesia, proses kelahiran secara caesar diwajibkan untuk semua perempuan yang akan melahirkan, seperti dinyatakan oleh <a href="https://www.beritasatu.com/kesehatan/623551-selama-wabah-covid19-persalinan-harus-dilakukan-dengan-operasi-sesar">Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)</a>. Meski demikian, pernyataan ini masih menjadi perdebatan di kalangan anggota profesi POGI. </p>
<p>Kebijakan serupa terjadi di <a href="http://humanrightsinchildbirth.org/wp-content/uploads/2020/05/Human-Rights-in-Childbirth-Pregnancy-Birth-and-Postpartum-During-COVID19-Report-May-2020.pdf">Spanyol dan Kroasia</a>. Di sana tindakan operatif per vaginam (dengan forcep atau vacuum), induksi dan operasi caesar dilakukan pada ibu melahirkan tanpa melihat status COVID-nya dan tanpa memberikan pilihan. </p>
<h2>Menghemat sumber daya rumah sakit?</h2>
<p>Proses persalinan alami tidak dapat diduga dan merencanakannya dapat ‘menghemat’ sumber daya rumah sakit. </p>
<p>Kini tidak mudah memasukkan prosedur proses persalinan baik alami maupun caesar dalam prosedur rumah sakit, terutama dalam masa krisis COVID-19 ini, karena sumber daya serba terbatas. </p>
<p>Banyak laporan mengenai bidan dan perawat dipindah tugasnya dari mengobservasi persalinan (yang seringkali tidak terduga dari waktu dan durasinya) ke <a href="http://humanrightsinchildbirth.org/wp-content/uploads/2020/05/Human-Rights-in-Childbirth-Pregnancy-Birth-and-Postpartum-During-COVID19-Report-May-2020.pdf">area pelayanan lain</a>. Kebijakan ini sepertinya menguntungkan pengelolaan rumah sakit, namun tidak bagi keselamatan dan kesehatan ibu dan bayi.</p>
<p>Banyak rumah sakit di <a href="https://news.griffith.edu.au/2020/04/30/a-timeline-of-covid-19-and-human-rights-overwhelmed-hospitals-and-rights-to-life-and-health/">berbagai negara</a> mengalami keterbatasan sumber daya dalam <a href="https://www.washingtonpost.com/graphics/2020/investigations/coronavirus-hospitals-data/">menghadapi pandemic COVID-19</a>. Mereka menerapkan protokol pencegahan dan pengontrolan infeksi. </p>
<p>Rumah sakit, misalnya, menerapkan kebijakan yang melarang suami atau orang terdekat lainnya untuk mendampingi ibu selama proses persalinan, dan memisahkan ibu dan bayi setelah lahir. Beberapa rumah sakit bahkan melarang menyusui segera setelah melahirkan.</p>
<p>Untuk mengurangi penyebaran COVID-19, <a href="https://www.massgeneral.org/obgyn/news/faq-coronavirus-during-pregnancy">rumah sakit</a> meniadakan beberapa <a href="https://www.abc.net.au/news/2020-05-20/queensland-giving-birth-during-coronavirus-pandemic/12263510">layanan non-esensial</a>, seperti kunjungan kehamilan yang tidak urgent, kelas antenatal, dan sebagainya. </p>
<p>Beberapa RS di negara maju, seperti di Australia dan Amerika, menggantinya dengan kelas edukasi atau kunjungan antenatal secara online. </p>
<p>Hal serupa sulit dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia yang belum memiliki sistem <em>telehealth</em> yang mumpuni. Belum lagi tidak semua warganya memiliki akses internet dan juga <a href="http://nwmphn.org.au/wp-content/uploads/2017/07/Communicating-with-patients_improving-health-literacy-and-outcomes.pdf,%20https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3086818/">literasi kesehatan</a> yang baik.</p>
<h2>Kecemasan di rumah sakit</h2>
<p>Sebenarnya normal jika perempuan hamil mengalami kecemasan, terutama pada kehamilan pertama. Namun dalam kondisi pandemi ini, <a href="https://www.bostonglobe.com/2020/05/09/opinion/hospitals-are-separating-mothers-newborns-during-coronavirus-pandemic-with-little-evidence-it-will-help-slow-spread-disease/,%20https://khn.org/news/born-into-a-pandemic-virus-complicates-births-for-moms-and-babies/,%20https://www.healio.com/pediatrics/emerging-diseases/news/online/%7B5f505829-4036-438a-9350-e7e27b9ff0ce%7D/aap-recommends-temporarily-separating-newborns-from-mothers-with-covid-19,%20https://www.usatoday.com/story/news/health/2020/03/26/pregnant-women-covid-19-could-separated-babies-birth/2907751001/,%20https://www.thecut.com/2020/04/coronavirus-newborns-hospitals-parents.html">kecemasan</a> meningkat berkali lipat. Berita mengenai tenaga kesehatan yang terinfeksi virus ini menyebabkan perempuan hamil merasa cemas akan terinfeksi saat mereka melahirkan di rumah sakit. </p>
<p>Perubahan ini menimbulkan kontroversi dan <a href="https://www.abc.net.au/news/2020-04-18/pregnancy-and-birth-during-the-coronavirus-pandemic/12157822">menyebabkan kecemasan pada ibu yang akan bersalin</a>, sehingga banyak ibu yang akan bersalin memilih untuk melakukan persalinan di rumah. </p>
<p>Pengurangan layanan pemeriksaan kehamilan dan layanan kebidanan berbasis masyarakat (seperti <a href="https://www.theguardian.com/world/2020/mar/27/nhs-trusts-suspending-home-births-coronavirus#maincontent">dilaporkan di Inggris</a>), atau <a href="https://www.abc.net.au/news/2020-04-12/coronavirus-fears-drive-increase-in-homebirth-interest/12138386">meningkatnya permintaan persalinan di rumah di Australia</a> meningkatkan risiko munculnya kasus perempuan bersalin <a href="https://www.euronews.com/2020/04/28/giving-birth-in-times-of-coronavirus-covid-19-leads-couples-to-consider-home-births">tanpa didampingi tenaga persalinan yang terampil</a>.</p>
<p>Organisasi profesional medis, termasuk Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists (RANZCOG) dan Australian College of Midwives (ACM) telah meminta pemerintah memberikan<a href="https://anmj.org.au/acm-calls-for-greater-community-based-maternity-care-and-access-to-homebirths-amid-covid-19/"> potongan biaya</a> persalinan untuk layanan persalinan di rumah. Jika tidak ada potongan biaya, dikhawatirkan para ibu akan memilih melahirkan di rumah tanpa bantuan tenaga medis karena mereka keberatan membayar biaya persalinan di rumah yang tidak ditanggung oleh lembaga asuransi pemerintah Medicare.</p>
<p>Hingga saat ini, data mengenai konsekuensi perubahan kebijakan ini masih sedikit. Namun <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/mcn.13033">bukti ilmiah</a> menunjukkan bahwa kebijakan pemisahan ibu dan bayi setelah persalinan ini berbahaya untuk ibu dan bayi, dan berbeda dari rekomendasi internasional.</p>
<h2>Kontak kulit, rawat gabung dan menyusui tetap rekomendasi terbaik bagi ibu dan bayi</h2>
<p>Mencegah inisiasi menyusu dini (IMD) justru berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir, produksi air susu ibu dan meningkatkan stres pada ibu. </p>
<p>Meski telah tersedia panduan global, beberapa organisasi kesehatan negara juga mengeluarkan rekomendasi berdasarkan data dan situasi di masing-masing negara. </p>
<p><a href="https://www.uhs.nhs.uk/OurServices/Maternityservices/Maternity-services-during-COVID-19-pandemic/Maternity-services-during-COVID-19-pandemic.aspx">Sistem Kesehatan Nasional (NHS) Inggris</a>, contohnya, tetap merekomendasikan kontak kulit dan inisiasi menyusu dini segera setelah melahirkan.</p>
<p>Sedangkan <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/caring-for-newborns.html">Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat</a> dan <a href="http://www.chinacdc.cn/en/COVID19/202004/P020200421436572702166.pdf">Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Cina</a> tidak secara tegas mengatur hal ini namun merekomendasikan untuk mempertimbangkan pemisahan sementara bayi yang dilahirkan dari ibu yang dicurigai atau telah terkonfirmasi positif COVID-19.</p>
<p>Beberapa organisasi profesi kesehatan juga mengeluarkan panduan layanan maternitas selama pandemi ini. <a href="https://www.rcog.org.uk/en/guidelines-research-services/guidelines/coronavirus-pregnancy/covid-19-virus-infection-and-pregnancy/">Royal College of Obstetricians and Gynecologists Inggris</a> merekomendasikan tetap melakukan kontak kulit dan IMD dengan melakukan protokol keamanan standar untuk COVID-19. </p>
<p>Senada dengan CDC Amerika, meski tetap merekomendasikan menyusui, American Academy of Pediatric merekomendasikan pemisahan sementara ibu dan bayi pasca persalinan. Tapi lembaga ini mengakui <a href="https://services.aap.org/en/pages/2019-novel-coronavirus-covid-19-infections/faqs-management-of-infants-born-to-covid-19-mothers/">adanya perbedaan pendapat di antara tenaga kesehatan professional terkait hal ini</a>.</p>
<p>Sementara itu di Indonesia, <a href="https://covid19.go.id/p/protokol/panduan-klinis-tata-laksana-covid-19-pada-anak">Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan tidak dilakukan IMD</a> atau kontak kulit pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang dicurigai atau telah terkonfirmasi positif COVID-19.</p>
<p>Sebuah artikel dari <a href="https://trends.hms.harvard.edu/2020/03/31/covid-19-separating-infected-mothers-from-newborns-weighing-the-risks-and-benefits/">Melissa Bartick</a>, dokter penyakit dalam dari Mount Auburn Hospital yang mendalami bidang laktasi, dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7236243/">Alison Stuebe</a>, ahli dalam bidang pemberian makan bayi dan anak dari University of North Carolina menjelaskan] bahwa pemisahan mungkin memperlambat penularan virus corona, namun tidak mencegahnya.</p>
<h2>“First do no harm”</h2>
<p>Pertanyaan penting yang patut didiskusikan adalah dampak yang ditimbulkan kebijakan ini terhadap kualitas layanan maternitas. Alison Stuebe mencatat bahwa <a href="https://sph.unc.edu/sph-news/should-mothers-with-covid-19-be-separated-from-their-newborns/">kebijakan pemisahan ibu dan bayi setelah persalinan ini menambah beban rumah sakit untuk menyediakan sumber daya manusia, alat perlindungan diri dan kamar dua kali lipat</a>. </p>
<p>Yang mengherankan adalah mengapa saat menyusun kebijakan ini pembuat kebijakan sebelumnya tidak mengidentifikasi masalah potensial ini. Persalinan merupakan <a href="https://www.aihw.gov.au/getmedia/d5f4d211-ace3-48b9-9860-c4489ddf2c35/aihw-hse-204.pdf.aspx?inline=true">alasan utama rawat inap akut di Australia</a>. </p>
<p>Layanan maternitas (tak hanya persalinan tapi juga pemeriksaan kehamilan, layanan setelah persalinan, hingga layanan di rumah hingga 6 pekan setelah persalinan) tidak terlalu sulit untuk diprediksi dan direncanakan, sehingga tidak seharusnya pandemi ini merusak standar kualitas layanan secara parah.</p>
<p>Pemisahan bayi dan ibu pasca bersalin, saat kondisi ibu dan bayi sama-sama stabil, meski hanya sementara, merupakan strategi yang membawa risiko lebih besar daripada manfaat. Strategi ini perlu dipertimbangkan ulang untuk mencapai kesehatan ibu dan anak yang optimal selama dan setelah masa pandemi COVID-19.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/139865/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andini Pramono receives funding from Indonesian Endownment Fund for Education (LPDP). Andini involves in Indonesian Breastfeeding Mothers Association.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Hannah Dahlen receives funding from NHMRC and ARC</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Julie Smith receives funding from the Australian Research Council under an ARC Future Fellowship for 'Research to enhance measurement, understanding, and policy regulatory approaches to emerging markets and trade in mothers' milk'.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jane Desborough tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Rekomendasi WHO cukup jelas bahwa menyusui harus tetap didukung demi manfaat kesehatan ibu dan bayi, termasuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi.Andini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National UniversityHannah Dahlen, Professor of Midwifery, Associate Dean Research and HDR, Midwifery Discipline Leader, Western Sydney UniversityJane Desborough, Registered Nurse, Registered Midwife, MPH, PhDJulie P. Smith, Honorary Associate Professor, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1352132020-04-08T02:11:18Z2020-04-08T02:11:18ZBagaimana cara ibu menyusui bayi yang aman dari risiko penularan COVID-19?<p>Serangan pandemi COVID-19 yang kini mencapai lebih dari <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/">200 negara dan teritorial</a> menyebabkan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52029629">2,6 miliar orang kini menjalani isolasi diri sesuai dengan rekomendasi pemerintah di seluruh dunia</a>. </p>
<p>Salah satu kelompok rentan dalam bencana penyakit menular massal ini adalah para ibu yang menyusui bayi berusia di bawah dua tahun. <a href="https://www.vox.com/2020/3/18/21181009/coronavirus-in-kids-symptoms-covid-19-risk">Bayi dan anak-anak</a> termasuk kelompok yang rentan tertular COVID-19, meski dengan alasan yang belum diketahui, tingkat kematiannya cukup rendah dibanding pada orang usia lanjut. Kondisi ini menyebabkan kebingungan pada kaum ibu, terutama apakah mereka masih bisa menyusui anaknya atau tidak pada masa sulit ini.</p>
<p>Sejumlah organisasi global seperti <a href="https://www.who.int/publications-detail/clinical-management-of-severe-acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, <a href="https://www.cdc.gov/breastfeeding/breastfeeding-special-circumstances/maternal-or-infant-illnesses/covid-19-and-breastfeeding.html">Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)</a>, <a href="https://lactationmatters.org/2020/03/18/ilca-statement-on-breastfeeding-and-lactation-support-during-the-covid-19-pandemic/">Asosiasi Konsultan Laktasi Internasional (ILCA)</a>, <a href="https://www.unicef.org/stories/novel-coronavirus-outbreak-what-parents-should-know"> Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF)</a> merekomendasikan para ibu masih terus dapat menyusui anaknya di tengah masa pandemi COVID-19 saat ini. </p>
<p>Air susu ibu (ASI) memiliki komposisi unik yang berubah sesuai dengan usia dan kebutuhan masing-masing bayi. Kandungan ASI <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3586783/">yang meliputi</a> immunoglobulin A (IgA), laktoferin, <a href="https://www.breastfeeding.asn.au/bfinfo/breastmilk-composition">leukosit, dan zat gizi lainnya</a>, juga memiliki peran untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak.</p>
<p>Di seluruh <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/global-bf-scorecard-2019/en/">dunia</a>, sekitar 41% bayi di bawah usia 6 bulan disusui eksklusif dan 70% anak hingga usia 1 tahun dan 45% anak hingga 2 tahun masih disusui.</p>
<p>Sampai artikel ini ditulis, belum banyak penelitian terkait menyusui bayi di tengah pandemi COVID-19 yang dipublikasikan. Sebagian besar penelitian sedang berlangsung. Satu <a href="https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(20)30360-3.pdf">penelitian</a> pada sampel terbatas berkesimpulan tidak ditemukan virus COVID-19 pada ASI ibu yang terinfeksi. Ini artinya COVID-19 tidak menular melalui ASI.</p>
<h2>Virus mengubah keadaan</h2>
<p>Pandemi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, namun juga sosial dan ekonomi masyarakat. </p>
<p>Penerapan kebijakan <a href="https://www.health.gov.au/news/health-alerts/novel-coronavirus-2019-ncov-health-alert/how-to-protect-yourself-and-others-from-coronavirus-covid-19/social-distancing-for-coronavirus-covid-19"><em>social distancing</em></a> dan <a href="https://www1.nyc.gov/assets/doh/downloads/pdf/imm/coronavirus-factsheet.pdf">gerakan bekerja dan belajar dari rumah</a>, menyebabkan banyak masyarakat, terutama yang bekerja di sektor informal dan penerima upah harian, <a href="https://theconversation.com/bagaimana-kebijakan-mengisolasi-diri-akibat-pandemi-covid-19-menghukum-penduduk-miskin-di-indonesia-134236">kehilangan pendapatan</a>. </p>
<p>Penurunan pendapatan bisa menyebabkan para orang tua kesulitan memenuhi kebutuhan pokok dan nutrisi berkualitas, terutama pada keluarga yang memiliki bayi. </p>
<p>Perubahan pola hidup yang drastis ini juga membawa <a href="https://www.sahealth.sa.gov.au/wps/wcm/connect/f584ac43-db54-44d5-a5df-82c6415f18d7/Mental+Health+and+COVID-19+-+Information+for+the+community.pdf?MOD=AJPERES&CACHEID=ROOTWORKSPACE-f584ac43-db54-44d5-a5df-82c6415f18d7-n32cE0f">dampak psikologis</a> seperti <a href="https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/26/7/20-0407_article">perasaan cemas berlebihan, stres</a>, perasaan terisolasi, gangguan pada fungsi dan rutinitas harian.</p>
<p>Bagi orang tua yang memiliki anak kecil, menyusui dapat memberikan solusi pada masalah ini. Selain pemenuhan nutrisi anak, menyusui juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan ibu, termasuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6096620/">kesehatan mental ibu</a>. </p>
<p>Menyusui dapat menurunkan stres, gejala kecemasan, perasaan negatif serta meningkatkan ikatan emosional ibu dan anak. Jadi menyusui sangat bermanfaat bagi ibu dan anak dalam menghadapi wabah penyakit ini. </p>
<p>Lalu bagaimana cara menyusui bayi yang aman dari risiko penularan COVID-19?</p>
<h2>Menyusui langsung yang aman</h2>
<p>Sampai saat ini proses penularan COVID-19 yang diketahui sama seperti penularan penyakit saluran pernapasan lainnya, yakni melalui cairan/percikan kecil sekali yang dikeluarkan saat bersin, batuk atau bicara. </p>
<p>Orang yang terpapar virus ini dapat menampakkan gejala maupun tidak. Gejala yang muncul antara lain demam tinggi di atas 37,5 derajat Celsius, batuk, dan sesak nafas.</p>
<p>Karena itu, pencegahan penularan COVID-19 masih diutamakan dengan menerapkan <a href="https://theconversation.com/berhenti-menyentuh-wajah-itu-susah-bagaimana-caranya-agar-tidak-terkena-wabah-covid-19-134400">higienitas personal yang baik</a> (mencuci tangan dengan air dan sabun, atau pembersih tangan dari bahan alkohol, menutupi mulut dengan tisu saat batuk dan bersin atau melakukannya di bagian dalam siku tangan) serta menjaga <a href="https://theconversation.com/penerapan-social-distancing-setengah-hati-di-indonesia-berpotensi-gagal-kurangi-kasus-baru-covid-19-134237">jarak sosial antarmanusia</a>. </p>
<p>Jika ibu terpapar virus dan masih dapat terus menyusui, maka <a href="https://www.who.int/publications-detail/clinical-management-of-severe-acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected">teruslah menyusui</a>. Ibu hanya perlu mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan setelah menyusui. Ibu juga disarankan menggunakan masker untuk meminimalkan adanya penularan melalui percikan saat bersin, batuk dan bicara. </p>
<p>Jika ibu terpapar virus dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit, maka pilihan selanjutnya adalah <a href="https://www.who.int/publications-detail/clinical-management-of-severe-acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected">memerah ASI</a>. Hal ini perlu didiskusikan dengan keluarga inti lainnya yang akan ikut merawat bayi selama ibu diisolasi di rumah sakit.</p>
<h2>Prosedur memerah susu yang aman</h2>
<p>Prosedur memerah dan menyimpan ASI yang aman pada masa pandemi COVID-19 ini sama seperti <a href="https://www.cdc.gov/healthywater/hygiene/healthychildcare/infantfeeding/breastpump.html">memerah dan menyimpan ASI</a> pada masa normal, dengan tambahan penekanan prosedur cuci tangan sebelum memegang peralatan. </p>
<p>Begitu pula dengan sterilisasi alat pompa dan media pemberian ASI perah. </p>
<p>Jika ibu tidak memungkinkan memerah ASI selama dirawat di rumah sakit, maka pilihan selanjutnya adalah mencari ibu susu atau donor ASI perah. Sampai saat ini bank ASI biasanya hanya menyediakan ASI perah pada bayi prematur dan bayi sakit di NICU. Sedangkan di Indonesia sampai saat ini belum ada bank ASI.</p>
<p>Prosedur donor ASI perah secara informal yang biasa dilakukan di Indonesia juga perlu perhatian khusus. Meski virus COVID-19 tidak ditemukan dalam ASI, tapi penanganan donor ASI perah secara informal harus melalui <a href="https://abm.memberclicks.net/assets/DOCUMENTS/ABM%27s%202017%20Position%20Statement%20on%20Informal%20Breast%20Milk%20Sharing%20for%20the%20Term%20Healthy%20Infant.pdf">prosedur yang aman</a>. Seperti orang tua lebih dulu menggali riwayat kesehatan ibu pendonor dan sebelum diminumkan ke bayi, <a href="https://www.llli.org/breastfeeding-info/milk-donation/">ASI dari donor dipanaskan untuk membunuh organisme yang merugikan dengan metode <em>flash heating</em> atau pasteurisasi</a>.</p>
<h2>Susu formula pilihan terakhir</h2>
<p>Pemberian susu formula merupakan pilihan terakhir jika ibu ada akses untuk mendapatkan formula secara terus menerus (perhatikan daya beli masyarakat yang menurun di kondisi seperti ini), ketersediaan air bersih dan listrik untuk pembuatan formula dan sterilisasi media pemberian formula, seperti botol susu pada kondisi pandemi ini. </p>
<p>Ibu perlu memperhatikan prosedur pembuatan dan pemberian susu formula. Seluruh peralatan dan media pemberian susu formula, seperti botol susu dan dot, harus disterilkan. </p>
<p>Jika bayi telah berusia di atas 6 bulan, orang tua dapat memfokuskan pada <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/guiding_principles_compfeeding_breastfed.pdf">pemberian makanan tambahan</a> untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya.</p>
<p>WHO memiliki panduan pemberian makan pada bayi dan anak pada <a href="https://www.ennonline.net/attachments/2671/Ops-G_2017_WEB.pdf">situasi darurat</a>, termasuk dalam situasi pandemi COVID-19 ini. Pemerintah disarankan memetakan dan menganalisis kondisi dan sumber daya yang ada, termasuk jumlah bayi dan balita, status kesehatan mereka, ketersediaan pangan dan keberlanjutan penyediaan sumber pangan. </p>
<p>ASI merupakan sumber pangan yang dapat diandalkan pada situasi darurat. </p>
<p>Bantuan dari pihak ketiga berupa susu formula tidaklah bijak, mengingat tidak semua wilayah memiliki akses air bersih dan listrik yang cukup untuk pembuatan susu formula yang baik. </p>
<p>Selain itu, dalam situasi darurat, perlu dipertimbangkan pula kemampuan orang tua dalam mengakses susu formula jika bantuan telah dihentikan, baik dari kemampuan finansial maupun akses transportasi.</p>
<p>Oleh karena itu, WHO memberikan rekomendasi untuk mempertimbangkan relaktasi (usaha untuk menyusui kembali anak) pada ibu yang tidak menyusui anaknya. </p>
<p>Pemerintah dapat mengalokasikan sumber dayanya untuk menyediakan tenaga kesehatan terlatih (yang telah mengikuti pelatihan konseling menyusui) dan alat bantu yang dibutuhkan untuk membantu ibu kembali atau terus menyusui selama masa darurat ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/135213/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andini Pramono adalah konsultan laktasi bersertifikat internasional (International Board Certified Lactation Consultant/IBCLC). Andini memiliki afiliasi dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI).
Andini merupakan penerima beasiswa LPDP dari pemerintah Indonesia.</span></em></p>Dunia sedang digemparkan dengan penyakit yang dikenal dengan COVID-19. Apa rekomendasi badan kesehatan internasional? Bagaimana pencegahan agar anak terhindar dari paparan COVID-19 selama menyusu?Andini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1261452019-11-04T10:21:13Z2019-11-04T10:21:13ZMenyusui bisa membantu menghadapi perubahan iklim. Ini penjelasan akademisi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/299624/original/file-20191031-28972-11ogjse.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C4%2C1356%2C667&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/peaceful-loving-young-african-mother-sitting-1440379625?src=xJYXH3-ZmUGFbKT3J0uPDA-1-2">shutterstock/SeventyFour </a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.bmj.com/content/367/bmj.l5646">Menyusui</a> akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai kontribusi signifikan para ibu untuk perubahan iklim. </p>
<p>Namun, perlu kehati-hatian dalam menyampaikan pesan tersebut. </p>
<p>Menginformasikan kepada perempuan bahwa menyusui mampu menyelamatkan planet Bumi malah dapat memicu rasa <a href="https://connect.springerpub.com/content/sgrcl/9/4/200">marah, sedih, dan kehilangan</a> bagi mereka yang tidak dapat menyusui. </p>
<p>Inggris, contohnya, memiliki <a href="https://www.breastfeedingnetwork.org.uk/crisis-in-bf/">tingkat menyusui terendah di dunia</a> bukan karena keengganan para ibu untuk menyusui. </p>
<p>Sudah banyak faktor yang memengaruhi para ibu yang ingin menyusui - tetapi tidak dapat melakukannya - yang berada di <a href="https://www.pinterandmartin.com/breastfeeding-uncovered">luar kendali mereka</a>.</p>
<p>Pesan apapun yang menyiratkan mereka harus <a href="https://theconversation.com/breastfeeding-is-not-easy-stop-telling-new-mothers-that-it-is-98026">berusaha lebih keras</a> untuk menyusui membuat mereka tertekan. </p>
<p>Oleh karena itu, hanya memberi tahu perempuan bahwa menyusui itu penting <a href="https://www.liebertpub.com/doi/abs/10.1089/bfm.2015.0175">tidak akan mengubah apa-apa</a>. </p>
<p>Meski demikian, ada kesamaan cara media menginformasikan krisis iklim dan menyusui secara tidak efektif, yaitu dengan judul berita yang menggugah emosi tentang pentingnya setiap individu melakukan aksi. </p>
<p>Sebagai individu, tentu saja setiap orang semua memiliki peran masing-masing. Tapi, perubahan nyata hanya bisa terjadi pada tingkat komunal. </p>
<p>Hal ini menjadi alasan bagi perlunya investasi pemerintah terkait dengan ASI dalam bentuk perubahan kebijakan, industri, serta lingkungan kerja. Tujuannya adalah menciptakan planet sekaligus populasi manusia yang lebih sehat. </p>
<h2>Dampak lingkungan</h2>
<p>Baru-baru ini terungkap sains terkait <a href="http://www.babymilkaction.org/wp-content/uploads/2014/10/Carbon-Footprints-Due-to-Milk-Formula.pdf">menyusui dan perubahan iklim</a>. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">Menyusui mengekstraksi</a> sedikit sumber daya alam, seperti air atau tanah, tidak menghasilkan emisi karbon, dan minim atau nol limbah.</p>
<p>Pemberian ASI <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4757-4242-8_7">menekan ovulasi</a>, membantu mengurangi jumlah anggota keluarga, dan menjaga <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673615010247">keluarga tetap sehat</a>. Hal ini bisa menjaga sumber daya Bumi dari dampak yang ditimbulkan oleh manusia. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">Sebuah penelitian terbaru</a> menunjukkan bahwa menyusui selama enam bulan menghemat 95-153kg CO₂e (carbon dioksida ekuivalen) per bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula. </p>
<p>Apabila semua bayi di Inggris diberikan ASI selama enam bulan saja, maka <a href="https://www.epa.gov/energy/greenhouse-gas-equivalencies-calculator">penghematan emisi karbon</a> sama dengan mengeluarkan 50.000 sampai 77.500 mobil dari jalan selama setahun. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">Data ini tetap berlaku</a>, bahkan ketika tuntutan diet menyusui turut dijadikan pertimbangan.</p>
<p><a href="https://www.pnas.org/content/109/9/3232.short">Susu bubuk</a> memerlukan sekitar 4.700 liter air per kilo susu. Susu formula menggunakan bahan-bahan
seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi. </p>
<p>Terlepas dari klaim industri tentang ‘menghijaukan’ rantai pasokan, <a href="https://www.abc.net.au/news/science/2018-06-29/nestle-suspended-sustainable-palm-oil/9923238">pencabutan sementara</a> keanggotaan Nestlé dari Perkumpulan untuk Sawit Berkelanjutan (<em>Roundtable on Sustainable Palm Oil</em>) memperlihatkan adanya masalah dalam keberlanjutan produksi pangan global.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/palm-oil-boycott-could-actually-increase-deforestation-sustainable-products-are-the-solution-106733">Palm oil boycott could actually increase deforestation – sustainable products are the solution</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Hanya ada <a href="https://wayback.archive-it.org/7993/20170405150238/https://www.fda.gov/ohrms/dockets/ac/03/briefing/3939b1_tab4b.htm">40-50 pabrik pengolahan susu formula di seluruh dunia</a>.</p>
<p>Jumlah air yang diperlukan untuk pengangkutan mulai dari bahan mentah ke pabrik pengolahan hingga ke tangan konsumen di seluruh dunia memang belum diketahui, tetapi jelas sangat besar.</p>
<p>Susu formula bubuk membutuhkan air yang <a href="https://www.firststepsnutrition.org/making-infant-milk-safely">dipanaskan hingga suhu 70°C</a> agar steril dan aman dikonsumsi. Hal ini menyerap sumber daya. </p>
<p>Di Inggris, perkiraan biaya energi untuk mendidihkan air bagi produksi susu untuk bayi di tahun pertama setara dengan mengeluarkan <a href="https://fn.bmj.com/content/100/2/F173.short">lebih dari 1,5 juta kilogram karbon dioksida</a>. Belum lagi sampah yang dihasilkan. Sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula, 86.000 ton logam, dan 364.000 ton kertas yang <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140673609606619/fulltext">dibuang ke TPA setiap tahunnya</a>. </p>
<p>Industri susu formula meningkat dua kali lipat saat penelitian tersebut diterbitkan tahun 2009. </p>
<p>Lebih lanjut, tidak menyusui biasanya berarti <a href="https://digital.hbs.edu/platform-rctom/submission/the-ecological-impact-of-feminine-hygiene-products/">period haid akan lebih cepat</a>. </p>
<p>Perempuan di Inggris rata-rata menggunakan <a href="https://www.huffingtonpost.co.uk/entry/period-cost-lifetime_n_7258780?guccounter=1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_referrer_sig=AQAAAAMFUc2GGJ0uXPVUr8JMO9KfkFtMt24sxoa5lAUMDb7eFJrQ4GqQsk7YqihIOTGcvvLFX63RS038IkQZ3xRv6DWkSXijGB6CDUBx71eJ6g8BiZyNKQ387XMvizhAq62-tm-hE4OQNXU3Zl42AOIjZ3zdAWHX-ZmiUjp27S7S_k6N">264 pembalut</a> dan tampon, setiap tahunnya. Menyusui dapat menurunkan permintaan akan serat katun, plastik polietilena dan <a href="https://www.researchgate.net/publication/265149999_Comparative_Life_Cycle_Assessment_of_Sanitary_Pads_and_Tampons_GROUP_6">bahan lainnya</a> yang digunakan untuk produksi pembalut dan tampon. </p>
<h2>Perlu dukungan lebih</h2>
<p>Ada kesenjangan pengetahuan di seluruh sektor kehidupan manusia yang harus segera diatasi oleh para ilmuwan. </p>
<p>Namun, jelas bahwa <a href="https://www.bmj.com/content/367/bmj.l5816">mengurangi ketergantungan kita pada susu formula</a>, jika memungkinkan, adalah langkah penting dalam menghadapi krisis iklim. </p>
<p>Tapi, apa gunanya pesan tersebut <a href="https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2018/jul/27/breastfeeding-support-services-failing-mothers-due-to-cuts">dalam sistem yang gagal mendukung ibu menyusui</a>? </p>
<p>Perempuan membutuhkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/jhn.12496">lingkungan dan dukungan yang tepat</a> agar menyusui dapat berkembang. </p>
<p>Pemerintah gagal memberikan perhatian terhadap isu ini meski terus-menerus
menghimbau untuk meningkatkan jumlah perempuan menyusui. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sudah ada peraturan yang melarang meminta ibu menyusui untuk meninggalkan tempat umum, meskipun demikian banyak masih merasa sulit menyusui di luar rumah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/young-beautiful-woman-breastfeeding-little-baby-1029287806?src=y3YDVRuiHydKAhGA631m0Q-2-23">Shutterstock/Irina Polonina</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada akhirnya, menyoroti peran ibu menyusui dalam melindungi Bumi bukan pesan bagi setiap perempuan. Namun, ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan. </p>
<p>Soal meningkatkan menyusui, maka pemerintah yang harus melakukan investasi dalam <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1523-536X.2010.00446.x?casa_token=P5_x0OetRhYAAAAA:nIHWjNpm8Cc_B8TxxpDP_3mCoRvZBlDUMoZiv7QvnKitjnkepNK3hwDa3yBWOrqXkr91XcD3gRjrDCQ">dukungan profesional kesehatan yang lebih besar</a>, mengurangi <a href="https://www.bmj.com/content/362/bmj.k3577/rapid-responses?int_source=trendmd&int_medium=trendmd&int_campaign=trendmd">jangkauan industri pengganti ASI</a>, memastikan <a href="https://www.unicef.org.uk/babyfriendly/still-talking-about-a-womans-right-to-breastfeed-in-public/">ruang publik</a> dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30335485">tempat kerja</a> memiliki kebijakan untuk memungkinkan bagi ibu menyusui, serta meningkatkan <a href="http://theconversation.com/six-ways-the-world-has-empowered-and-enabled-breastfeeding-121333">perlindungan kehamilan</a> bagi calon ibu. </p>
<p>Hal ini berarti memastikan bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">sekecil mungkin jejak karbon</a> yang dikeluarkan ketika susu formula diperlukan. </p>
<p>Beberapa strategi yang bisa diterapkan seperti mengurangi ketergantungan pada susu formula siap pakai dan botol sekali pakai, mengurangi banyaknya sumber daya yang digunakan dalam promosi susu formula, terutama <a href="https://www.nhs.uk/conditions/pregnancy-and-baby/types-of-infant-formula/">instruksi yang tidak perlu dan susu balita</a>, dan mengharuskan industri bertanggung jawab untuk mengurangi dampaknya sendiri, seperti membuat produk daur ulang.</p>
<p>Ini menjadi langkah penting yang dapat melindungi kita semua, tidak peduli bagaimana pilihan orang dalam memilih makanan bayi mereka.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/126145/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Natalie Shenker menerima dana dari UKRI melalui Future Leaders Fellowship. Natalie juga salah satu pengurus dan co-founder Human Milk Foundation, sebuah yayasan amal yang bertujuan untuk menjamin makin banyak bayi mendapatkan asi. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Amy Brown pernah menerima dana dari ESRC, NIHR, Public Health Wales, Breastfeeding Network dan First Steps Nutrition Trust. Amy adalah penulis dari empat buku yang diterbitkan oleh Pinter and Martin Ltd - 'Breastfeeding Uncovered: who really decides how we feed our babies', 'Why starting solids matters' , 'The Positive Breastfeeding Book' dan "Informed is best'</span></em></p>Dukungan yang tepat bagi ibu menyusui adalah lingkungan.Natalie Shenker, Research Associate in the Faculty of Medicine, Imperial College LondonAmy Brown, Professor of Child Public Health, Swansea UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1172052019-05-20T09:41:25Z2019-05-20T09:41:25ZSeperempat ibu depresi setelah melahirkan, tapi penanganannya belum optimal. Mengapa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/275224/original/file-20190518-69169-puwvws.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ibu hamil membutuhkan dukungan dari suami dan orang-orang di sekitarnya agar tidak depresi. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/lovely-muslim-indonesian-couple-walking-park-1392295505?src=rDpHdWk_RF-XskMwjV_tKg-1-50">Mila Supinskaya Glashchenko/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tingginya angka depresi pada perempuan, baik saat hamil maupun setelah melahirkan, membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah dan keluarga agar dampaknya tak semakin buruk.</p>
<p>Akhir April lalu, misalnya, seorang ibu muda bersama bayinya berusia empat bulan <a href="http://jabar.tribunnews.com/2019/04/29/8-fakta-ibu-bunuh-diri-ajak-bayinya-di-jembatan-serayu-cilacap-alami-syndrome-baby-blues">bunuh diri dengan cara terjun ke Sungai Serayu yang deras di Cilacap Jawa Tengah</a>. </p>
<p>Sejumlah media menyebut sebelum bunuh diri, ibu tersebut mengalami gejala sindrom <em><a href="https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4530251/kisah-pilu-ibu-dan-bayinya-tewas-setelah-terjun-dari-jembatan-di-cilacap">baby blues</a></em>, yaitu perasaan sedih, cemas, dan mudah marah, yang terjadi dalam jangka pendek (hingga 10 hari setelah melahirkan). Tapi melihat rangkaian kasus tersebut, ibu ini mungkin memiliki gejala depresi setelah melahirkan, bukan sekadar <em>baby blues</em>.</p>
<h2>Beda <em>baby blues</em> dan depresi setelah melahirkan</h2>
<p><em>Postpartum blues</em> atau <em>baby blues syndrome</em> yang mulai disuarakan oleh banyak perempuan di media sosial dialami oleh <a href="https://americanpregnancy.org/first-year-of-life/baby-blues/">mayoritas (70%-80%) ibu melahirkan</a> baik di negara berkembang maupun negara maju. </p>
<p><em>Baby blues</em> disebabkan oleh perubahan hormonal dan sosial (seperti perubahan peran menjadi ibu) setelah melahirkan. Gejala-gejala <em>baby blues</em> yang dialami oleh ibu akan hilang dengan sendirinya, setelah ibu mampu menyesuaikan diri dengan peran barunya. Dengan demikian, <em>baby blues</em> tidak dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental selama masa perinatal. </p>
<p>Berbeda dengan <em>baby blues</em>, depresi bisa dialami oleh ibu pada masa kehamilan, setelah melahirkan maupun pada kedua fase tersebut. Depresi saat hamil juga menjadi salah satu <a href="https://pdfs.semanticscholar.org/5f1d/4110299a6342ab8d1c21130d0635f976d66f.pdf">prediktor depresi postpartum</a></p>
<p>Gejala depresi <em>postpartum</em> mirip <em>baby blues</em> dengan durasi, frekuensi, dan intensitas gejala yang lebih tinggi (parah) dan membutuhkan bantuan tenaga kesehatan untuk menanganinya. Gejala utamanya ditandai dengan adanya pikiran menyakiti diri sendiri/bayinya, keinginan bunuh diri, dan ketidakmampuan merawat bayi yang baru dilahirkan. </p>
<h2>Risiko perempuan lebih tinggi</h2>
<p>Perempuan memiliki <a href="https://www.who.int/mental_health/prevention/genderwomen/en/">risiko tiga kali lebih besar</a> untuk mengalami depresi daripada laki-laki, dan angka kejadiannya banyak ditemukan pada mereka yang masih di usia reproduktif (12-51 tahun).</p>
<p>Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), di negara berkembang, <a href="https://www.who.int/mental_health/prevention/suicide/mmh_jan08_meeting_report.pdf?ua=1">antara 10-50% ibu yang menjalani masa perinatal (saat hamil hingga setahun setelah melahirkan) mengalami depresi</a>. </p>
<p>Menurut sebuah <a href="https://www.scielosp.org/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0042-96862012000200014">tinjauan sistematis</a>, angka kejadian gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan pada ibu di negara berkembang tercatat memiliki <a href="https://www.rumusstatistik.com/2013/08/rata-rata-tertimbang-terbobot.html">rata-rata terbobot</a> 15,6% saat hamil dan 19,8% saat setelah melahirkan. Di Indonesia, tercatat sebanyak <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.2753/IMH0020-7411350105">22,4% ibu mengalami depresi</a> setelah melahirkan (depresi <em>postpartum</em>).</p>
<p>Sayangnya, meski angka kejadian depresi pada ibu selama masa perinatal di negara berkembang lebih tinggi daripada kejadian di negara maju yang prevalensinya berkisar antara <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15051562">7,4</a>-<a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3109/09540269609037816">13%</a>, sistem kesehatan mental perinatal belum tersedia di banyak negara berkembang. Selain itu, ada juga faktor budaya dan kapasitas paramedis yang menghambat penangangan masalah ini secara optimal. </p>
<h2>Kesehatan mental belum jadi prioritas</h2>
<p>Sistem kesehatan mental perinatal belum menjadi prioritas di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Program kesehatan yang diluncurkan oleh pemerintah lebih terfokus pada kematian ibu dan bayi. </p>
<p>Ini sebenarnya bisa dipahami karena pemerintah Indonesia masih menghadapi tantangan besar untuk menurunkan <a href="https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-indonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya">Angka Kematian Ibu (AKI) (305/100.000 kelahiran hidup)</a> dan Angka Kematian Bayi (AKB)<a href="https://beritagar.id/artikel/berita/rapor-merah-angka-kematian-bayi-di-indonesia">(24/1.000 kelahiran)</a> yang saat ini <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/17021000003/keberhasilan-kb-dapat-turunkan-angka-kematian-ibu.html">masih cukup tinggi</a> di antara negara-negara di Asia Tenggara. </p>
<p>Namun berdasarkan banyak penelitian, gangguan kesehatan mental pada masa kehamilan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada masa hamil dan setelah melahirkan, seperti kejadian <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378378202000750">abortus spontan (keguguran)</a>, kelahiran dengan <a href="https://www.nature.com/articles/1601526">berat bayi lahir rendah</a> (kurang dari 2500 gram), dan <a href="https://www.nature.com/articles/1601526">persalinan prematur</a> (sebelum usia 37 minggu). </p>
<p>Sebuah studi <a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/281703.php">jangka panjang</a> untuk mengetahui dampak faktor risiko terhadap suatu penyakit juga menemukan bahwa depresi pada masa perinatal berhubungan dengan kejadian <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapsychiatry/article-abstract/482059"><em>stunting</em> dan gangguan gastrointestinal</a> (pencernaan) seperti diare pada bayi dan balita. </p>
<p>Sedangkan untuk jangka panjang, gangguan kesehatan mental pada ibu hamil diasosiasikan dengan buruknya <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0890856709607425">perkembangan kognisi, perilaku, dan emosi pada anak-anak yang dilahirkan</a>. </p>
<h2>Hambatan budaya dan paramedis</h2>
<p>Pada ibu hamil, stres dikaitkan dengan banyaknya tekanan sosial dan budaya di sekelilingnya. </p>
<p>Dengan berbagai peran yang dipegang oleh seorang ibu (anak dari orang tuanya, istri dari suaminya, ibu dari anak-anaknya dan bayi yang dikandungnya), ia menjadi sangat berisiko mengalami gangguan mental pada saat masa perinatal. Belum lagi, jika ia berkarir di luar wilayah domestik rumah tangga. </p>
<p>Masalah makin runyam karena keluhan stres pada ibu lekat dengan stigma dan stereotip; misalnya ibu dengan gejala depresi dianggap sebagai ibu yang gagal atau kurang bersyukur. </p>
<p>Selain itu, secara umum problem kesehatan mental di Indonesia juga berkaitan dengan adanya kesenjangan <a href="https://theconversation.com/penderita-gangguan-mental-makin-terpojok-oleh-relasi-kuasa-yang-timpang-92753">relasi kuasa</a> yang dialami penderita.</p>
<p>Dalam konteks ini, faktor sosial budaya menjadi salah satu hambatan untuk bisa mewujudkan masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan mental. <a href="http://theconversation.com/260-juta-orang-dan-kurang-dari-1000-psikiater-indonesia-kekurangan-pekerja-kesehatan-mental-105969">Indonesia kekurangan tenaga kesehatan mental yang memadai</a> (psikiater, psikolog dan perawat jiwa) dan belum banyak profesional kesehatan (bidan, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, atau dokter umum) yang menanyakan perihal perasaan atau kondisi psikologis pada ibu hamil dan ibu baru melahirkan. </p>
<p>Karena jumlah kunjungan pasien terlalu banyak, profesional kesehatan kekurangan waktu untuk melayani masing-masing ibu hamil dengan intensif. Selain itu, tenaga kesehatan mental tidak tersedia di semua Puskesmas sehingga layanan tersebut kurang terjangkau masyarakat. </p>
<h2>Pembenahan sistem begitu mendesak</h2>
<p>Upaya pertama untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental untuk para ibu di Indonesia adalah membekali bidan, dokter umum dan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan literasi kesehatan mental dan pengetahuan mengenai dampak buruk depresi dan gangguan kecemasan pada ibu hamil. Mereka perlu tahu bagaimana mendeteksi gangguan kesehatan mental. </p>
<p>Ada beberapa instrumen untuk mendeteksi gangguan kesehatan mental, seperti <a href="http://perinatology.com/calculators/Edinburgh%20Depression%20Scale.htm">Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)</a>, <a href="https://www.svri.org/sites/default/files/attachments/2016-01-13/HADS.pdf">Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)</a>, dan <a href="https://www.ismanet.org/doctoryourspirit/pdfs/Beck-Depression-Inventory-BDI.pdf">Beck Depressive Inventory (BDI)</a> yang bisa digunakan sebagai bentuk penapisan (skrining) awal. </p>
<p>Instrumen-instrumen ini tersedia dalam bahasa Indonesia sehingga seharusnya penggunaannya bisa lebih maksimal. Penapisan awal berguna untuk menentukan mana ibu yang membutuhkan konseling dari tenaga kesehatan terlatih dan mana ibu yang perlu dirujuk karena membutuhkan bantuan lebih lanjut dari psikolog dan psikiater. </p>
<p>Kebijakan yang mendesak adalah memperkuat layanan kesehatan mental di pusat pelayanan kesehatan primer (Puskesmas). <a href="http://www.cmaj.ca/content/178/8/997?utm_source=TrendMD&utm_medium=cpc&utm_campaign=CMAJ_TrendMD_0">Sebuah riset meta-analisis menemukan bahwa</a> melakukan skrining tanpa didukung dengan keberadaan sistem pelayanan dan manajemen yang tepat, tidak memiliki benefit terhadap pasien yang menderita depresi. </p>
<p>Di beberapa Puskesmas di wilayah Yogyakarta, <a href="https://theconversation.com/layanan-psikolog-di-puskesmas-yogyakarta-solusi-deteksi-gangguan-jiwa-di-level-bawah-96484">keberadaan psikolog klinis telah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan</a>. Namun pelayanan psikologis ini belum terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. </p>
<p>Di beberapa Puskesmas di Yogyakarta, ibu hamil telah mendapatkan kesempatan bertemu dengan psikolog dalam sesi psikoedukasi. Sayangnya, hal ini hanya berlaku untuk satu kali selama masa hamil dan biasanya hanya dilakukan pada saat kunjungan pertama. Padahal, gangguan psikologis pada saat masa perinatal bisa dialami ibu kapan saja: trimester ke-1, 2, 3 atau bahkan 4 bulan setelah melahirkan.</p>
<p>Karena itu, membekali tenaga kesehatan pemberi layanan kebidanan dengan keterampilan skrining dan mengintegrasikan pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan layanan psikolog menjadi dua hal yang sangat penting untuk mengoptimalkan pengalaman ibu selama masa perinatal.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117205/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Cesa Septiana Pratiwi bekerja di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta dan merupakan penerima beasiswa LPDP Kemenkeu RI di University of Leeds serta merupakan volunteer di group MotherHope Indonesia.</span></em></p>Sangat penting membekali bidan, dokter umum dan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan literasi kesehatan mental untuk mendeteksi dan menanganinya ibu hamil yang depresi.Cesa Septiana Pratiwi, PhD Researcher, University of LeedsLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1161842019-05-02T14:26:32Z2019-05-02T14:26:32ZMemburu stunting: Wacana pembangunan kesehatan Jokowi dan diskriminasi fisik untuk pekerjaan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/272157/original/file-20190502-103075-9iut1s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Mengukur tinggi dan berat badan bayi sangat penting untuk mengetahui tingkat perkembangan mereka.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU1NjgwNDE4OSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTEwNTQ3MzIyMSIsImsiOiJwaG90by8xMTA1NDczMjIxL21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIldVV3pPNUYwMzNTSXFSUGlUODhsTVY3cWVucyJd%2Fshutterstock_1105473221.jpg&pi=41133566&m=1105473221&src=qU-PugxtzQNR2kWrBiwJdA-1-7">Bookzv/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dengan nada menggelitik Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengatakan “negara lain sudah bicara <em>big data</em>, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/02/12/11242151/jokowi-negara-lain-sudah-bicara-big-data-kita-stunting-belum-selesai">kita belum bisa menyelesaikan masalah stunting</a>”. </p>
<p>Ya, benar. Angka anak kurang tinggi pada populasi anak di bawah lima tahun di Indonesia mencapai <a href="https://lifestyle.bisnis.com/read/20181102/106/855929/riskesdas-2018-stunting-menurun-tapi-diabetes-dan-penyakit-tidak-menular-melonjak">30,8%, menurut Survei Riset Kesehatan Dasar 2018</a>. Walau angka ini turun sekitar 6% dibanding survei serupa lima tahun lalu, jumlah tersebut tetap tinggi. </p>
<p>Isu anak kurang tinggi merupakan salah satu terobosan utama dalam <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/02/12/11242151/jokowi-negara-lain-sudah-bicara-big-data-kita-stunting-belum-selesai">narasi pemerintahan Jokowi</a>. Presiden meminta dinas kesehatan daerah harus menurunkan angka stunting “menjadi 20%, menjadi 10%, dan hilang” karena tak mungkin sumber daya manusia kita bersaing dengan negara lain jika stunting setinggi itu. Bagaimana cara mengatasi masalah stunting, yakni keadaan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang tampak dari tinggi badan anak jauh di bawah rata-rata populasi anak seusianya, juga menjadi materi <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/ini-kata-sandiaga-dan-maruf-amin-soal-stunting-di-indonesia">debat calon wakil presiden pertengahan Maret lalu</a>. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/272283/original/file-20190502-103075-2mb89y.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tak hanya isu kesehatan, stunting kini juga menjadi isu pembangunan ekonomi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-buletin.html">Buletin Jendela Edisi 2018/Kemenkes</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Berbeda dari berat badan, tinggi badan anak berkaitan erat dengan status gizi dalam jangka panjang. Stunting merupakan cerminan kekurangan gizi dalam jangka panjang. Selain pertumbuhan ukuran tubuh, stunting juga berimplikasi pada gangguan perkembangan fungsi organ-organ secara menyeluruh, termasuk fungsi kognitif. Pemahaman ini belakangan memicu kekhawatiran pemerintah akan tingkat produktivitas sumber daya manusia. </p>
<p>Karena itu, intervensi terhadap masalah stunting lantas menjadi topik pemersatu berbagai aktor pembangunan melalui pendekatan kesejahteraan pada era pemerintahan Jokowi. Bank Dunia, misalnya, baru-baru ini berkomitmen <a href="http://projects.worldbank.org/P164686?lang=en">menggelontorkan pinjaman lunak sebesar Rp5,8 trilliun (US$ 400 juta) </a> untuk program <a href="https://www.worldbank.org/en/news/feature/2018/12/20/indonesia-making-the-money-work-to-reduce-child-stunting">lintas sektor yang melibatkan pemerintah</a> di berbagai tingkatan untuk lima tahun ke depan. Empat sektor utama yang menjadi target pendanaan ini adalah intervensi kesehatan, nutrisi, pendidikan, dan sanitasi. </p>
<p>Namun, ada sisi yang tenggelam dari diskusi soal stunting yakni kepanikan moral terkait stunting dan dampaknya yang dapat memperparah diskriminasi fisik dalam pasar kerja, seperti syarat tinggi badan untuk pekerjaan tertentu (polisi, tentara, pramugari, dan lainnya).</p>
<h2>Tak hanya soal kesehatan, juga diskriminasi fisik</h2>
<p>Sebuah riset di <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4892290/">jurnal Nutrition Reviews</a> menunjukkan bahwa kurangnya tinggi badan pada usia dewasa merupakan dampak dari dua masa krusial pertumbuhan vertikal. Yang pertama, pertumbuhan di dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Pada masa ini kebutuhan nutrisi paling besar dibandingkan dengan masa lain dalam siklus hidup, dan paling rentan akan kondisi-kondisi yang mengganggu pertumbuhan, seperti infeksi berulang (penyakit diare misalnya). </p>
<p>Yang kedua, pertumbuhan pada usia remaja tepat sebelum dimulainya masa pubertas. Periode usia ini merupakan kesempatan bagi seorang anak untuk tumbuh tinggi (<em>catch-up growth</em>). Tapi kecil kemungkinan seseorang yang sudah mengalami stunting pada usia awal dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan fisiknya. Singkatnya, seseorang dengan tinggi badan dewasa yang kurang dari rata-rata bisa jadi merupakan produk dari kegagalan sistemik pada masa lampau, dan kini menjadi korban dari kegagalan sistemik pemerataan kesempatan masa kini.</p>
<p>Hingga hari ini, misalnya, <a href="http://makassar.tribunnews.com/2019/01/25/bri-buka-lowongan-kerja-batasnya-sampai-24-februari-lakukan-ini-agar-surat-lamaranmu-diterima?page=all">tinggi badan masih dijadikan prasyarat untuk melamar berbagai lowongan pekerjaan</a> baik di sektor publik <a href="http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/06/09/syarat-tinggi-badan-sulit-dipenuhi-pendaftar-polisi-di-balangan">seperti kepolisian</a> dan <a href="https://tirto.id/syarat-dan-cara-daftar-rekrutmen-perwira-prajurit-karier-tni-2018-cX9y">militer</a> maupun perusahaan seperti <a href="https://sekolahpramugari.co.id/kriteria-fisik-pramugari-yang-dicari-maskapai.html">penerbangan</a> dan <a href="http://bangka.tribunnews.com/2018/09/03/ptkai-buka-lowongan-jadi-pramugari-dan-pramugara-kereta-api-cek-syaratnya">kereta api</a>. </p>
<p>Batas bawah tinggi badan paling rendah yang didapati penulis dari menelusuri pengumuman lowongan pekerjaan di Indonesia adalah sekitar 150 sentimeter untuk perempuan dan 163 cm untuk laki-laki untuk sejumlah posisi yang hanya membutuhkan tingkat pendidikan SMA. Bila dibandingkan dengan data <a href="http://antropometriindonesia.org/index.php/detail/artikel/4/10/data_antropometri">Perhimpunan Ergonomi Indonesia</a>, kedua batas tinggi ini merupakan besaran tinggi di bawah rata-rata (50 persentil) bagi kedua populasi jenis kelamin di Indonesia (155 cm untuk perempuan dan 169 cm untuk laki-laki). </p>
<p><a href="https://lapor.go.id/laporan/detil/lowongan-pekerjaan-terbatas-untuk-orang-dengan-tinggi-badan-150-cm">Permasalahan diskriminasi tinggi badan pada usia dewasa jarang diungkit sebagai isu nasional</a>. Hingga kini belum ada komitmen politik untuk menerapkan prinsip kesetaraan dan anti-diskriminasi yang melarang pencantuman tinggi badan dalam pengumuman lowongan kerja.</p>
<p>Karena itu, alih-alih hanya menjadi permasalahan kesehatan, stunting kini menjadi isu pembangunan ekonomi. Dengan membingkai stunting sebagai isu produktivitas sumber daya manusia, masalah ini dijadikan kambing hitam untuk lemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. </p>
<p>Selain ada bantuan dari <a href="http://projects.worldbank.org/P164686?lang=en">Bank Dunia</a> di atas, sebuah sekretariat penanggulangan stunting akan dijalankan di bawah komando Kantor Wakil Presiden RI selama lima tahun ke depan. Terdapat 1.000 desa yang dijadikan lokasi prioritas untuk intervensi stunting. Pemilihan desa dilakukan dengan mengkombinasikan data statistik kesehatan (Riskesdas 2018) dan data rumah tangga miskin yang menjadi penerima berbagai bentuk program bantuan sosial.</p>
<h2>Kepanikan moral</h2>
<p>Dalam ilmu sosiologi, kepanikan moral digambarkan sebagai proses membangkitkan kepedulian sosial terhadap sebuah isu. Menurut Stanley Cohen, sosiolog dari London School of Economics, dalam bukunya “<a href="https://www.amazon.com/Devils-Moral-Panics-Routledge-Classics/dp/0415610168">Folk Devils and Moral Panics</a>”, kepanikan moral terjadi saat “sebuah kondisi, episode, orang, atau kelompok orang muncul sebagai ancaman terhadap nilai dan kepentingan sosial.” </p>
<p>Kepanikan moral yang berhubungan dengan isu kesehatan masyarakat sering terjadi, di antaranya, seruan <a href="https://rumahcemara.or.id/perang-yang-boros-anggaran-dan-gagal/">‘perang terhadap narkotik’</a> dan <a href="https://www.dw.com/id/kriminalisasi-lgbt-halangi-penanggulangan-hiv-aids/a-44485339">kriminalisasi homoseksualitas</a> di tengah kepanikan akan infeksi HIV. Singkat kata, kepanikan moral yang tidak disadari akan berujung kepada marjinalisasi kelompok masyarakat yang biasanya memang sudah rentan, dan justru kontraproduktif terhadap usaha perbaikan taraf kesehatan masyarakat.</p>
<p>Karena itu, dalam konteks isu stunting di Indonesia, pengamat sosial tidak boleh lengah dengan kemungkinan munculnya diskriminasi terhadap kekerdilan atau tinggi badan. Untuk memahami permasalahan tinggi badan pada populasi, pemerintah harus sadar bahwa keberadaan populasi produktif saat ini yang mengalami diskriminasi kesempatan kerja karena ketimpangan pertumbuhan pada masa lampau. Besaran populasi yang terdampak oleh stunting pada masa lampau pun belum pernah terungkap.</p>
<p>Kepanikan moral menggambarkan sebuah narasi yang meliyankan sekelompok orang dengan suatu karakteristik tertentu. Dengan membingkai kondisi stunting sebagai ancaman produktivitas negara dalam wacana publik tanpa disertai kebijakan yang mengkoreksi ketidakadilan kesempatan kerja karena diskriminasi tinggi badan, maka program pengentasan stunting malah potensial dapat mendiskriminasi lebih lanjut populasi yang sudah rentan. </p>
<h2>Pendekatan inklusif</h2>
<p>Walau demikian, bukan berarti isu stunting tidak dapat menjadi katalis pembangunan kesehatan. Konvergensi perencanaan program dan anggaran lintas sektoral dan berbagai lapis kepemerintahan merupakan satu langkah lebih dekat kepada visi ‘kesehatan dalam seluruh kebijakan’ demi mencapai Indonesia yang sejahtera.</p>
<p>Namun pewacanaan mengenai stunting tidak boleh memarjinalkan masyarakat yang rentan. Sebagai alternatif, prinsip pendekatan kesehatan masyarakat yang tidak meminggirkan akan selalu bercermin kepada kebutuhan lapis masyarakat yang berisiko mengalami diskriminasi. Hal ini memerlukan pendekatan yang memanusiakan manusia, yang memahami kondisi kesenjangan sosial, budaya, dan ekonomi yang melatarbelakangi stunting, dan kebutuhan warga negara yang terdampak akibat stunting pada masa kanak-kanak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/116184/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ade Prastyani (Asty) saat ini bekerja sebagai peneliti untuk Kelompok Kerja Kesehatan di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Tulisan ini tidak mewakili opini resmi TNP2K, pemerintah Republik Indonesia, maupun mitra-mitranya.</span></em></p>Kepanikan moral terkait stunting dan dampaknya dapat memperparah diskriminasi fisik dalam pasar kerja, seperti syarat tinggi badan untuk pekerjaan tertentu.Ade W. Prastyani, New Mandala Indonesia Correspondent Fellow, Coral Bell School of Asia Pacific Affairs, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1139422019-03-25T08:12:36Z2019-03-25T08:12:36Z10 langkah yang perlu RS lakukan untuk dukung ibu menyusui bayi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/265243/original/file-20190322-93044-qlcg6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=1%2C1%2C997%2C664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pada 1989, WHO dan UNICEF) meluncurkan kebijakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui bayi yang baru lahir.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU1MzI1MTUyOCwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTA5MTU0MTg5OSIsImsiOiJwaG90by8xMDkxNTQxODk5L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIjA3V2g0aHA1WnBWUUdYZ1JzSXlib3lyZWdTayJd%2Fshutterstock_1091541899.jpg&pi=41133566&m=1091541899">Art_Photo/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan kehamilan dan persalinan untuk menerapkan <a href="http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20110111/33777/10-langkah-menuju-keberhasilan-menyusui/">10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM</a>). Namun, hingga kini hanya <a href="http://labdata.litbang.depkes.go.id/riset-badan-litbangkes/menu-riskesnas/menu-rifaskes/149-rifas-2011">sekitar 8% rumah sakit pemerintah di Indonesia</a> yang menerapkan kebijakan tersebut. Padahal <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4e9e5320f15c4/node/lt50ed178f595cb/keputusan-menteri-kesehatan-no-450_menkes_sk_iv_2004-tahun-2004-pemberian-air-susu-ibu-(asi)-secara-eksklusif-pada-bayi-di-indonesia">Menteri Kesehatan telah mewajibkan 10 langkah tersebut sejak 2004</a>. </p>
<p>Program ini penting karena pemberian Air Susu Ibu (ASI) memberi manfaat bagi kesehatan ibu dan anak, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Anak yang <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/apa.13136">tidak disusui memiliki risiko lebih tinggi</a> terkena obesitas, maloklusi (gigi berdesakan), asma, dan IQ lebih rendah. Sementara, tidak menyusui <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(15)01024-7/fulltext">meningkatkan risiko</a> terkena kanker payudara, kanker ovarium, diabetes tipe 2, dan osteoporosis pada ibu. </p>
<p>Beberapa <a href="https://www.unicef.org.uk/babyfriendly/lancet-increasing-breastfeeding-worldwide-prevent-800000-child-deaths-every-year/">penelitian</a> menunjukkan di negara maju, menyusui bayi dapat mengurangi risiko <a href="https://id.theasianparent.com/waspadai-kematian-mendadak-pada-bayi-sids/">Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)</a> alias kematian mendadak pada bayi di bawah usia setahun tanpa ditemukan gejala apa pun sebelumnya. Sedangkan di negara berkembang dapat mengurangi risiko diare dan infeksi pernapasan.</p>
<p>Ikatan batin ibu dan anak juga terbentuk secara natural oleh hormon menyusui dan kontak kulit yang terjadi saat menyusui. Beberapa <a href="https://pediatrics.aappublications.org/content/129/3/e827">penelitian</a> juga menunjukkan manfaat menyusui secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/265456/original/file-20190324-36276-12fa4q7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Riset di negara maju tunjukkan menyusui bayi dapat mengurangi risiko kematian mendadak pada bayi di bawah usia setahun.</span>
<span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meski demikian, angka menyusui secara eksklusif sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) hanya terwujud <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/global-bf-scorecard-2017.pdf">40% di seluruh dunia</a>.</p>
<p>Terdapat beberapa <a href="http://iris.paho.org/xmlui/handle/123456789/18830">tantangan</a> yang menyulitkan implementasi kebijakan tersebut. Tantangan tersebut di antaranya: resistansi tenaga medis terhadap perubahan, kurangnya dukungan dari tenaga medis, dan kurangnya dukungan pendanaan. </p>
<p>Artikel ini akan menjelaskan 10 langkah tersebut supaya masyarakat memahami bahwa rumah sakit wajib mendukung ibu untuk menyusui bayinya sesaat setelah anak lahir. Kita bisa menuntut rumah sakit bila mereka mengabaikan 10 langkah tersebut. </p>
<h2>Sejarah 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui</h2>
<p>Pada 1989, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) meluncurkan kebijakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM) atau “Ten Steps to Successful Breastfeeding” untuk memastikan seluruh layanan maternitas memberikan dukungan menyusui secara memadai kepada ibu. </p>
<p>Pada April 2018, WHO merevisi kebijakan <a href="https://www.who.int/nutrition/bfhi/ten-steps/en/">10 LMKM</a>. Pemberdayaan, edukasi dan keterlibatan ibu hamil dan keluarganya menjadi poin penting dalam perubahan kebijakan ini.</p>
<p>Di Indonesia, 10 LMKM versi 1989 telah diadopsi dalam <a href="http://www.hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/PP%20No.%2033%20ttg%20Pemberian%20ASI%20Eksklusif.pdf">Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012</a> tentang Air Susu Ibu Eksklusif dan beberapa peraturan Menteri Kesehatan. Dengan adanya PP ini, seluruh pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan kehamilan dan persalinan wajib menerapkan 10 LMKM.</p>
<h2>1. Tingkatkan independensi RS</h2>
<p>Dalam 10 LMKM versi 2018, langkah pertama terbagi dalam 3 bagian.<br>
Bagian pertama adalah mematuhi <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/code_english.pdf">Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI</a> yang dikeluarkan WHO, yang membatasi pemasaran tidak etis oleh produsen produk pengganti ASI (yaitu susu formula dan produk makanan atau minuman lain yang diperuntukkan bagi bayi hingga usia 2 tahun) dan produk lain penghambat pemberian ASI eksklusif (misalnya dot dan empeng). </p>
<p>Ini berarti rumah sakit dilarang bekerja sama dalam bentuk apa pun dengan perusahaan susu formula dan afiliasinya. Contoh dari pemasaran yang tidak etis adalah pemberian bantuan dana pelatihan dari produsen susu formula pada tenaga medis. Ini memunculkan konflik kepentingan pada tenaga medis atau rumah sakit dan dapat mempengaruhi independensi mereka. </p>
<p>Bagian kedua dari langkah pertama adalah membuat kebijakan tertulis tentang pemberian makan bayi dan dikomunikasikan kepada semua staf rumah sakit dan orang tua bayi. Bagian ketiga dari langkah pertama adalah mengawasi dan mengelola data atas penerapan kebijakan ini di rumah sakit secara berkesinambungan. </p>
<h2>2. Tingkatkan kapasitas staf RS</h2>
<p>Langkah kedua adalah memastikan semua staf rumah sakit memiliki pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan dalam memberikan dukungan menyusui. WHO telah menyusun tiga kategori tenaga rumah sakit dan minimal jam pelatihan yang harus diberikan untuk setiap kategori. Ini berarti semua staf rumah sakit seperti bidan, perawat, dokter, bahkan petugas <em>customer service</em> paham dan mampu menerapkan kebijakan menyusui sesuai kapasitasnya masing-masing.</p>
<h2>3. Diskusi dengan ibu</h2>
<p>Langkah ketiga adalah mendiskusikan dengan perempuan hamil dan keluarganya tentang manajemen laktasi dan pentingnya menyusui. Perubahan mendasar pada versi 2018 adalah perubahan penggunaan kata “menginformasikan” menjadi “mendiskusikan”, yang mengindikasikan ada komunikasi dua arah. Selain itu, keluarga juga dilibatkan dalam proses diskusi ini. </p>
<h2>4. Menyusu dini dalam 60 menit pertama</h2>
<p>Memfasilitasi kontak kulit segera setelah lahir dan tanpa interupsi, serta mendukung ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini merupakan langkah keempat. Ini berarti rumah sakit wajib melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam waktu 60 menit setelah bayi lahir, jika kondisi ibu dan bayi memungkinkan. Ini juga berarti rumah sakit wajib melaksanakan IMD tanpa melihat status pendanaan (apakah pasien yang ditanggung BPJS Kesehatan, pasien asuransi swasta atau pasien umum), tanpa melihat kelas perawatan (kelas 1, 2, atau 3).</p>
<h2>5. Mempertahankan menyusui</h2>
<p>Langkah mendukung Inisiasi Menyusu Dini, diikuti langkah kelima yaitu mendukung ibu untuk menginisiasi, mempertahankan menyusui, dan membantu menangani tantangan yang umum dihadapi ibu di awal masa menyusui. Ini berarti rumah sakit wajib membantu semua ibu untuk menyusui bayinya, dan ketika bayi butuh penanganan medis lanjutan sehingga terpisah dari ibunya, RS wajib membantu ibu untuk bisa mempertahankan menyusui. Misal pada kasus bayi baru lahir yang perlu difototerapi karena angka bilirubin yang tinggi, biasanya akan terpisah dari ibunya. </p>
<p>RS wajib memberikan bantuan agar ibu dapat terus menyusui anaknya meski terpisah, contohnya dengan mengajarkan ibu cara memerah ASI dan memberikan ASI perah tersebut kepada bayinya dengan menggunakan media selain dot.</p>
<h2>6. Menghindari asupan selain ASI kecuali atas indikasi medis</h2>
<p>Langkah keenam adalah tidak memberikan asupan selain ASI, kecuali atas <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/69938/WHO_FCH_CAH_09.01_eng.pdf;jsessionid=4BF7733CC0406A522DCFB620F0B8AB12?sequence=1">indikasi medis</a> seperti bayi dengan penyakit galaktosemia, maple syrup urine disease atau kelainan fenilketonuria yang menyebabkan bayi membutuhkan suplementasi susu formula baik untuk jangka waktu sementara maupun permanen.</p>
<h2>7. Rawat gabung ibu dan anak</h2>
<p>Berikutnya, rumah sakit wajib memberikan bantuan dan edukasi agar ibu mau dan mampu merawat bayinya sepanjang 24 jam selama dirawat di RS. Artinya, RS wajib mengizinkan bayi bergabung di kamar rawat inap ibunya sepanjang 24 jam selama ibu berada di bawah perawatan fasilitas kesehatan. Kenyataannya di Indonesia, banyak RS yang tidak mengizinkan atau hanya mengizinkan rawat gabung apabila ibu memilih kamar perawatan kelas 1 atau di atasnya sehingga ibu yang memilih kamar perawatan kelas 2 atau 3 tidak bisa melakukan rawat gabung. </p>
<p>Ibu perlu memahami pentingnya dirawat gabung dalam satu kamar. Dengan rawat gabung, ibu dapat lebih cepat mempelajari tanda lapar bayinya sehingga dapat lebih sering menyusui bayinya dibandingkan jika bayi dirawat di kamar bayi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/265457/original/file-20190324-36264-f1vxeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">RS wajib mengizinkan bayi bergabung di kamar rawat inap ibunya sepanjang 24 jam selama ibu berada di bawah perawatan fasilitas kesehatan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>8. Bantu ibu kenali tanda lapar bayi</h2>
<p>Langkah kedelapan adalah mendukung ibu untuk mengenali dan merespons tanda lapar bayinya. Tanda lapar bayi selama ini hanya diartikan bila bayi menangis, padahal menangis adalah tanda paling akhir. [<a href="https://www.breastfeeding.asn.au/bfinfo/feeding-cues">Tanda awal bayi lapar</a>] antara lain tangan bayi mengepal, kepala menoleh kiri kanan, dan bibir mulai mencecap. Dikombinasikan dengan langkah ketujuh, ibu yang rawat gabung akan lebih mudah mempelajari tanda lapar bayinya.</p>
<h2>9. Beri konseling tentang risiko penggunaan dot pada ibu</h2>
<p>Rumah sakit wajib memberikan konseling ibu atas risiko penggunaan dot, botol susu dan empeng. Meski yang diberikan adalah ASI, tapi tidak direkomendasikan untuk menggunakan dot. <a href="http://www.tensteps.org/step-9-successful-breastfeeding.shtml">Penggunaan dot</a> dapat mengintervensi daya hisap bayi sehingga mempengaruhi produksi ASI. Selain itu di negara berkembang di mana tempat ketersediaan air bersih tidak merata, dot lebih sulit untuk dibersihkan.</p>
<h2>10. Dukungan menyusui setelah keluar dari RS</h2>
<p>Langkah terakhir adalah mengkoordinasikan kepulangan ibu dari RS sehingga ibu dan anaknya mendapat dukungan menyusui yang berkelanjutan meski telah keluar dari RS.</p>
<p>Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai analisis biaya dalam penerapan kebijakan ini. Karena, meski kebijakan 10 LMKM telah diadopsi pemerintah Indonesia, dalam pelaksanaannya masih terdapat tantangan. Pemerintah perlu mengintegrasikan program Inisiatif Rumah Sakit Sayang Bayi dalam program akreditasi nasional RS, sehingga program ini dapat berjalan berkesinambungan. </p>
<p>Bagi masyarakat, kebijakan ini sangat penting untuk diketahui agar dapat memilih rumah sakit yang mendukung ibu menyusui bayi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/113942/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andini Pramono menerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk melanjutkan pendidikan PhD di Australian National University. Dia juga merupakan pengurus Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dan konsultan laktasi bersertifikat internasional (IBCLC).</span></em></p>Banyak RS yang tidak mengizinkan bayi sekamar dengan ibunya atau hanya mengizinkan rawat gabung apabila ibu memilih kamar perawatan kelas 1.Andini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/829042017-09-07T10:58:04Z2017-09-07T10:58:04ZApakah stres pada masa kehamilan dapat membahayakan bayi saya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/183126/original/file-20170823-13285-1w66295.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang stres semasa hamil lebih rentan terkena asma dan alergi pada masa kanak-kanak, serta lebih sering dirawat di rumah sakit akibat penyakit menular seperti gangguan pernapasan dan gastroenteritis. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Kebanyakan wanita hamil saat ini tentu sudah akrab dengan nasihat kesehatan untuk berhenti merokok, menghindari alkohol, dan menjauhi keju lembut dalam segala bentuk. Tapi nasihat kesehatan publik yang resmi mengenai stres semasa kehamilan masih jarang terdengar.</p>
<p>Padahal kita tahu bahwa tingkat stres yang tinggi itu buruk bagi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15738954">kesehatan kita secara umum</a>, mempengaruhi kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko terkena penyakit—baik menular maupun tidak. Pada masa kehamilan, stres mengandung bahaya tertentu bagi kondisi fisik dan emosional si janin, ibunya, serta keluarga keseluruhan.</p>
<p>Stres semasa kehamilan adalah lumrah, antara lain karena kehamilan itu sendiri dapat menimbulkan stres. Ini terjadi terutama pada kehamilan yang tidak direncanakan (seperti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17250620">hampir setengah dari jumlah kehamilan di Australia</a>). Kehamilan akan menimbulkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23786692">sejumlah perubahan di kehidupan keluarga</a>, termasuk hubungan orang tua, pendapatan dan pekerjaan, serta penyesuaian lain seperti pindah rumah. Terkadang stres muncul terkait kejadian tertentu, tetapi juga bisa dialami sebagai kegelisahan atau kecemasan yang terus-menerus.</p>
<h2>Dampak stres</h2>
<p>Pada kehamilan, stres dapat dikaitkan dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11520397">peningkatan risiko kelahiran prematur</a> dan berat badan bayi yang lebih rendah saat lahir. Kelahiran prematur adalah <a href="http://wirf.com.au/pretermbirthprevention">penyebab utama kematian dan cacat</a> balita di Australia.</p>
<p>Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang stres semasa hamil <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21362650">lebih rentan terkena asma</a> dan alergi pada masa kanak-kanak, serta <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21775267">lebih sering dirawat di rumah sakit</a> akibat penyakit menular seperti gangguan pernapasan dan pencernaan. </p>
<p>Selain itu, riset juga telah menelaah dampak stres semasa kehamilan terhadap kecerdasan dan kesehatan mental anak di kemudian hari. Anak-anak yang ibunya stres ketika hamil lebih rentan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23786692">mengidap masalah perilaku selama masa kanak-kanak</a>. Beberapa penelitian juga menunjukkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16019596">berkurangnya kemampuan kecerdasan</a> pada anak-anak yang ibunya mengalami bencana alam ketika hamil.</p>
<p>Ibu-ibu yang mengalami stres atau kegelisahan semasa hamil juga lebih berisiko terkena <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17196663">depresi setelah melahirkan</a>, dan stres semasa hamil dapat menimbulkan dampak jangka panjang bagi keluarga secara keseluruhan.</p>
<h2>Bagaimana ini terjadi?</h2>
<p>Kebanyakan dari kita masih sulit memahami bagaimana mungkin sesuatu yang terjadi dalam pikiran ibu, dapat kemudian menimbulkan masalah pada anak (baik masalah mental maupun kesehatan fisik). Beberapa teori mengatakan, perubahan hormon, metabolisme, dan fisiologi semasa kehamilan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17160980">berdampak langsung pada perkembangan janin</a>, sehingga “memprogram” janin itu untuk beradaptasi dan berkembang dengan cara spesifik. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/siapa-menghindari-seks-dan-mengapa-83236">Siapa menhindari seks, dan mengapa?</a></em></p>
<hr>
<p>Mengalami stres dapat meningkatkan sirkulasi hormon stres kortisol, yang kemudian menembus plasenta ke janin, dan mengubah susunan hormon serta mengganggu perkembangan janin, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15811496">baik fisik maupun sarafnya</a>.</p>
<p>Akibat terpapar kortisol yang meningkat, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15041985">janin yang tengah berkembang pun bersiap</a> menghadapi dunia yang, menurut ibunya, membuat stres. Akibatnya, masalah perilaku pada anak akan timbul dan ini bisa dibilang upaya adaptasi si janin. Sebagai contoh, jika seorang anak diprogram untuk bertahan di tengah dunia yang membuat stres, maka dia harus teramat waspada terhadap potensi bahaya (akibatnya ia jadi kurang bisa konsentrasi pada satu hal). Dia pun menjadi hiperaktif (siap bergerak dan menjelajah), kasar jika harus berkelahi melawan pemangsa, dan lebih sensitif terhadap lingkungan.</p>
<p>Ini semua adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21250994">gejala masalah perilaku</a> seperti kegelisahan, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), dan gangguan perilaku.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/181335/original/file-20170808-22960-c4l7tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Stres dapat mengondisikan anak menjadi teramat waspada, mengakibatkan masalah perilaku.</span>
<span class="attribution"><span class="source">from www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Cara mengurangi stres pada masa kehamilan</h2>
<p>Tidak seperti merokok, alkohol, dan keju yang tidak terpasteurisasi, kita tidak bisa begitu saja berhenti dan mengenyahkan stres dari kehidupan kita yang sibuk. Tapi ada banyak cara untuk mengurangi dan mengatur stres. Bahkan, sebagai bonus, mengurangi stres pada masa kehamilan dapat membuat periode setelah kelahiran jadi lebih mulus.</p>
<p>Beberapa cara mengurangi stres antara lain memanfaatkan dukungan sosial, misalnya menghabiskan waktu bersama teman-teman atau menerima bantuan dari orang sekitar guna mengurangi beban di aktivitas keseharian.</p>
<p>Olahraga ringan, yoga, meditasi, dan relaksasi semuanya dapat membantu mengatur stres. Kelas yoga memang terkesan elit atau tak terjangkau, tetapi sebuah studi terhadap <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25648492">remaja hamil yang kurang mampu di perkotaan</a> di AS baru-baru ini menunjukkan bahwa <a href="http://yogagembira.com/">yoga berkelompok</a> adalah metode yang menarik untuk mengurangi stres dan menjawab kecemasan di antara mereka. Menjadwalkan waktu cuti dan mendiskusikan beban pekerjaan semasa kehamilan bersama bos, juga bisa menjadi cara lain mengurangi stres.</p>
<p>Ketika stres bertambah berat, adalah sangat penting untuk menemui dokter yang dapat merujuk Anda ke seorang psikolog yang dapat membantu Anda mengurangi stres di kehidupan. </p>
<h2>Bisa ditanggulangi</h2>
<p>Walau riset dan penelitian yang disebut di atas terdengar mengerikan, sebuah lingkungan yang sehat dan bahagia setelah kelahiran ternyata dapat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20971919">menghilangkan banyak risiko akibat stres saat hamil</a> bagi ibu dan anak. </p>
<p>Konsep ini dikenal dengan nama “plastisitas perkembangan”, yang maksudnya adalah kemampuan otak untuk beradaptasi dan berubah. Proses plastisitas perkembangan sangat aktif pada awal masa kanak-kanak. <a href="http://www.bucharestearlyinterventionproject.org">Bucharest Early Intervention Project</a> adalah contoh terbaik mengenai hal ini. Bayi-bayi di AS yang diadopsi dari panti asuhan di Rumania ternyata dapat menanggulangi “kerusakan” akibat pengabaian dengan cinta dan asuhan.</p>
<p>Membangun ketahanan keluarga dan anak dalam menghadapi stres adalah sangat penting, dan itulah mengapa kita harus menguasai strategi manajemen stres—tidak saja pada saat kehamilan, tapi juga pada tahun-tahun awal pengasuhan dan perkembangan anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/82904/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Monique Robinson menerima dana dari National Health and Medical Research Council.</span></em></p>Para wanita hamil tentu sudah akrab dengan nasihat kesehatan untuk berhenti merokok dan menghindari alkohol, tetapi tak banyak saran mengenai stres semasa kehamilan.Monique Robinson, Early Career Fellow, Telethon Kids Institute, The University of Western AustraliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/829962017-09-06T09:41:07Z2017-09-06T09:41:07ZPola makan ‘clean eating’ justru dapat merusak kesehatan anak<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/183710/original/file-20170829-22730-4re8ef.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C587%2C4560%2C2525&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak pola makan ekstrem justru membuat bayi kehilangan nutrisi yang diperlukan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/CEEhmAGpYzE">Colin Maynard/Unsplash</a></span></figcaption></figure><p>Pola makan sehat “<em>clean eating</em>” amat cocok diterapkan oleh para orang tua yang ingin anak-anak mereka memiliki kebiasaan sehat sesegera mungkin. Tak terlalu mengherankan sebenarnya: “<a href="https://theconversation.com/a-dietitian-puts-extreme-clean-eating-claims-to-the-test-and-the-results-arent-pretty-63675"><em>clean eating</em></a>” adalah jargon sempurna bagi para orang tua yang selama ini berhadapan dengan rak-rak supermarket berisikan makanan bayi yang <a href="https://www.theguardian.com/science/2013/sep/10/baby-food-nutrition-weaning-breastmilk">kandungan gulanya tinggi dan bergizi rendah</a>. </p>
<p>Beberapa pola makan sehat memang menitikberatkan pada keseimbangan—misalnya mengurangi <a href="https://theconversation.com/forget-about-fats-its-processed-food-we-should-be-worried-about-59850">asupan makanan yang diproses</a> dan menambahkan asupan makanan utuh. Tetapi beberapa ada pula yang ekstrem. Contohnya, ada yang menyarankan mengurangi gluten, atau makanan utuh seperti biji-bijian serta produk susu dan olahannya, sembari menyarankan kita untuk mengonsumsi “makanan super” untuk meningkatkan kesehatan. </p>
<p>Ada alasan mengapa beberapa diet disebut diet “seimbang”, karena ada bahaya yang mengintai ketika anak-anak mengikuti pola makan yang ekstrem. Mereka tidak saja berisiko kekurangan asupan kalori, tapi juga berpotensi mengalami kurang gizi, serta defisiensi vitamin dan mineral.</p>
<h2>Kelompok makanan</h2>
<p>Gluten—sebuah protein yang terdapat dalam biji-bijian seperti gandum, gandum hitam, dan jelai (<em>barley</em>)—kerap kali menjadi target utama bagi pola makan <em>clean eating</em>. Beberapa orang memang memiliki penyakit <em>celiac</em>, yang artinya tubuh mereka memiliki reaksi peradangan terhadap gluten, tetapi kebanyakan orang tidak bermasalah dengan gluten sama sekali. </p>
<p>Berbagai organisasi kesehatan dan gizi terkemuka sedunia justru merekomendasikan produk biji-bijian atau sereal sebagai basis pola makan yang sehat. Contohnya <a href="http://www.nhs.uk/Livewell/Goodfood/Documents/The-Eatwell-Guide-2016.pdf">Badan Kesehatan Publik Inggris</a>, <a href="http://www.eatright.org/resource/food/nutrition/dietary-guidelines-and-myplate/make-your-kids-meal-a-myplate-superstar">Akademi Nutrisi dan Diet</a>, dan <a href="https://www.cnpp.usda.gov/sites/default/files/archived_projects/FGPPamphlet.pdf">Kementerian Pertanian Amerika Serikat</a>. </p>
<p>Sereal juga makanan pokok dalam <a href="http://mediterradiet.org/nutrition/mediterranean_diet_pyramid">diet di kawasan Mediterania</a> dan mengandung karbohidrat yang diperlukan <a href="http://www.nhs.uk/Livewell/loseweight/Pages/the-truth-about-carbs.aspx">tubuh manusia</a> supaya bisa berfungsi, dan merupakan bahan bakar utama bagi otot dan otak bayi, balita, dan anak-anak. Jika mereka dijauhkan dari karbohidrat, pertumbuhan mereka bisa melambat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/181650/original/file-20170810-27661-1gdjktc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Makanan ‘super’?</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/spinach-green-fruits-smoothie-ingredientssuper-foods-519070624?src=yVZjTQOe0R4w70dHiZWOYA-1-52">Losangela/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain menyarankan menghindari gluten, filosofi <em>clean eating</em> yang ekstrem juga memiliki anggapan bahwa karbohidrat itu berbeda-beda, meski <a href="https://theconversation.com/could-some-types-of-sugar-actually-be-good-for-you-55330">molekulnya sama saja</a>. Orang dibuat percaya bahwa gula rafinasi itu jahat, racun yang akan menyabotase kesehatan. Sementara itu, mereka dengan enteng mengonsumsi <em>smoothie</em> yang “hijau” atau “berprotein” yang <a href="https://www.theguardian.com/society/2016/mar/23/fruit-juices-smoothies-contain-unacceptably-high-levels-sugar">kandungan gulanya sama seperti soft drink</a> tanpa merasa bersalah. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/mengapa-saat-diet-kita-justru-mengidamkan-makanan-tak-sehat-84708">Mengapa saat diet kita justru mengidamkan makanan tidak sehat</a></em></p>
<hr>
<p>Mereka justru merasa telah memberi manfaat bagi tubuh mereka dan anak-anak, karena mengonsumsi minuman bergizi dan berserat. Mereka juga menganggap kue yang menggunakan sirup agave, madu, atau gula kelapa (untuk menggantikan gula rafinasi) sebagai alternatif untuk hidup sehat, bisa dimakan tanpa rasa bersalah.</p>
<p>Beberapa pola makan sehat yang ekstrem juga menganjurkan menghindari produk susu dan olahannya, yang jelas merupakan <a href="https://www.nutrition.org.uk/attachments/article/874/Calcium%20Counts.pdf">sumber kalsium alami yang efisien</a>. Secangkir susu atau yogurt, atau selapis keju, dapat mengandung 300-400 mg kalsium, sementara seporsi makanan non-susu lainnya tidak sampai 100 mg (kecuali ikan kecil yang dimakan bersama tulangnya).</p>
<p>Orang dewasa rata-rata memerlukan sekitar 1.000 mg kalsium tiap hari. Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan perlu lebih banyak lagi. Remaja, misalnya, <a href="https://ods.od.nih.gov/factsheets/Calcium-HealthProfessional/">memerlukan 1.300 mg kalsium sehari</a>. Jika pola makan tidak dirancang dengan benar, diet non-susu dapat memperlambat pertumbuhan anak serta mengurangi kekuatan tulang mereka. </p>
<p>Pada saat yang bersamaan, pemberian “makanan super” seperti kubis, ubi bit, dan biji chia, belum tentu cocok bagi anak yang masih kecil. <a href="http://wholesomebabyfood.momtastic.com/kale-for-baby.htm">Kubis</a> dan <a href="http://pediatrics.aappublications.org/content/116/3/784.full">ubi bit</a> secara alamiah mengandung nitrat yang tinggi, dan dapat bersifat beracun bagi bayi. Sementara itu <a href="http://www.littlelondonmagazine.co.uk/food-should-we-be-imposing-clean-eating-on-our-children/">biji chia</a> mengembang dalam perut sehingga berpotensi membuat sakit perut. </p>
<h2>Perilaku sehat</h2>
<p>Di samping dampak secara fisik, menerapkan pola makan <em>clean eating</em> juga dapat mengubah perilaku anak terhadap makanan. Mengapa? Cara paling efektif untuk menciptakan atau meningkatkan keinginan adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18501474">membatasi akses</a>. Bayi yang masih kecil, yang masih belum mengetahui keberadaan “buah terlarang” tentu tidak akan meminta makan buah itu. Tetapi ketika akses itu dibuka dan anak-anak merasakan makanan baru yang enak, mereka tidak dilengkapi kemampuan untuk mengatur keinginan alamiah mereka itu.</p>
<p>Pola makan sehat seharusnya tidak hanya mempromosikan makanan yang menunjang kesehatan fisik, tapi juga perilaku yang menunjang hubungan lebih baik dengan makanan. Tren pola makan <em>clean eating</em> jangan sampai melupakan bahwa makanan lebih dari sekadar bahan bakar bagi tubuh. Makanan adalah sesuatu yang tercipta dari berabad kebudayaan yang dinikmati orang.</p>
<p>Pada akhirnya, membantu anak menjadi sehat dan bahagia bukanlah soal “kotor” atau “bersih”, melainkan mengajari mereka menikmati makanan bergizi, dan menyadari komposisi diet yang seimbang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/82996/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sophia Komninou tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pola makan sehat bagi bayi tidak masalah, asal jangan kebablasan dan mengakibatkan bayi kekurangan gizi.Sophia Komninou, Lecturer in Infant and Child Public Health, Swansea UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.