Menu Close

Cara-cara atasi fobia Islam di Eropa

Dibutuhkan sebuah narasi baru untuk melawan Islamophobia ini. Monkey Business Images/Shutterstock

Beberapa penelitian menunjukkan penyebaran fobia Islam (Islamophobia) atau rasa ketakutan atau kebencian akan semua hal yang berbau Islam di berbagai wilayah Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Di Inggris, jumlah kejahatan yang berhubungan dengan fobia Islam mencapai rekor tertinggi pada 2017. Di seluruh wilayah daratan Eropa lainnya juga ditemukan temuan serupa tentang pertumbuhan Islamophobia.

Dalam sebuah proyek penelitian baru yang mencakup wilayah Eropa baru, saya dan kolega saya merancang kumpulan bahan yang dapat digunakan untuk melawan Islamophobia. Penelitian ini akan merangkum berbagai metode terbaik yang kami lihat telah dimanfaatkan untuk melawan fobia Islam di Eropa.

Dalam setiap diskusi tentang Islamphobia, ada definisi Islamophobia yang mengakui semua bentuk-bentuk Islamophobia, baik yang berupa diskriminasi secara langsung dan bentuk lainnya yang lebih halus dan bernuansa. Definisi yang diterbitkan Parlemen Inggris tentang muslim Inggris pada November 2018 menyatakan “Islamophobia berakar pada rasisme dan merupakan jenis rasisme yang menargetkan muslim atau hal-hal yang berurusan dengan muslim”. Definisi ini menjadi titik awal yang berguna.

Kami memulai riset dengan memeriksa ide-ide Islamophobia yang paling umum yang beredar di delapan negara: Prancis, Belgia, Jerman, Inggris, Republik Ceko, Hongaria, Yunani dan Portugal. Meskipun bahasa dan retorika fobia Islam berbeda di masing-masing negara, pada dasarnya semuanya menganggap orang muslim, praktik-praktik Islam, dan situs-situs Islam seperti masjid atau pusat komunitas, dekat dengan kekerasan dan tidak sesuai dengan pandangan cara hidup orang Eropa. Sebagai contoh, di Prancis, mengenakan jilbab dan menunjukkan identitas sebagai seorang Muslim dipandang oleh beberapa orang bertentangan dengan nilai-nilai sekuler Perancis sehingga menjadikan orang tersebut melawan budaya Prancis.

Kami juga menemukan banyak contoh baik dalam menangkal Islamophobia. Misalnya, proyek antaragama di Jerman yang menyoroti kecocokan budaya antara Muslim dan non-Muslim.

Seni juga digunakan dalam sejumlah kasus di Belgia dan Inggris untuk menantang ide-ide Islamophobia. Komik bernamaTuffix yang dibuat oleh seorang seniman Jerman bernama Soufeina dan film buatan Inggris tahun 2017, Freesia, menyoroti kontribusi umat Islam dalam masyarakat, dan masalah yang dihadapi banyak Muslim sebagai akibat dari Islamophobia.

Narasi baru

Berdasarkan analisis kami, perangkat kami menyoroti beberapa strategi spesifik yang bisa melawan Islamophobia. Karena Islamophobia didasarkan pada gagasan bahwa Muslim mengancam cara hidup, nilai-nilai dan budaya Eropa, salah satu cara menantang ide-ide ini adalah dengan menyoroti banyaknya peran sehari-hari yang dilakukan oleh mereka yang beragama Islam di dalam masyarakat. Dan karena kami menemukan bahwa persepsi fobia Islam sering didasarkan pada gagasan bahwa Islam dan Muslim adalah kelompok yang seksis, maka kami menggunakan proyek yang memperjuangkan perempuan Muslim, pekerjaan dan suara mereka sebagai salah satu cara untuk menghancurkan prasangka-prasangka ini.

Perempuan muslim terkena dampak dari praktek Islamofobia secara tidak proporsional. Mereka tidak hanya dipandang sebagai ancaman bagi Barat, tetapi mereka juga digambarkan sebagai korban dari praktik Islam yang dianggap seksis. Ide-ide yang saling bertolak belakang ini harus dibatalkan dengan narasi baru, yang dibuat oleh perempuan muslim. Ide-ide ini bisa disajikan melalui seni, media, dan budaya populer, untuk menggambarkan keberagaman kehidupan mereka.

Islamophobia perlu diamati dengan benar untuk menilai ruang lingkup dan sifat dari fenomena ini. Narasi serta logika yang salah yang digunakan untuk menyerang harus secara efektif didekonstruksi dan ditantang. Narasi informasi yang keliru tentang Islam dan Muslim yang beredar harus dibongkar. Diperlukan rekonstruksi gagasan arus utama seputar Islam dan muslim, yang lebih dekat dengan realitas agama dan praktiknya. Hal ini berarti bahwa gagasan dominan tentang muslim dan Islam yang terdapat dalam budaya populer harus mencerminkan beragam pengalaman sehari-hari mereka.

Semua ini dapat diringkas dengan pendekatan empat langkah: pertama mendefinisikan, dan mendokumentasikan Islamophobia, selanjutnya mendekonstruksi narasinya, dan kemudian merekonstruksi narasi positif dan realistis baru di sekitar umat Islam.

Pendekatan ini meninggalkan pendekatan kontra Islamophobia yang reaktif, seperti cara umat Islam berulang kali mengutuk serangan teror dan berupaya memisahkan tindakan-tindakan semacam itu dari Islam. Dalam melakukan hal ini, sering sekali komentar mereka tidak didengar dan malah berisiko menimbulkan asosiasi antara muslim dan kekerasan.

Tujuan utama perlawanan terhadap Islamophobia adalah menciptakan masyarakat yang adil bagi semua orang, yang menghargai dan melindungi kewarganegaraan para anggotanya.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now