Menu Close

Ekonomi ‘Cosplay’: bagaimana permainan menggunakan kostum tumbuh di masyarakat

Svetlana Quindt alias Kamui Cosplay.

Acara konvensi komik semakin populer dalam beberapa dekade ke belakang dan terkait dengan itu “cosplay” yaitu berdandan seperti karakter favorit pun menjadi lebih dari sekedar hobi bagi banyak orang. Hanya dengan melihat kostum yang mereka kenakan Anda bisa melihat dengan jelas usaha yang dikerahkan untuk membuatnya, baik itu melibatkan kerajinan tangan ataupun mendapatkan bahan baku untuk kostum yang paling pas.

Acara konvensi besar yang baru-baru ini dilaksanakan di Inggris telah menorehkan rekam jejak baru. Lebih dari 133.000 cosplayers hadir dalam acara London MCM Comic Con pada Mei tahun lalu. Jika Anda memperhitungkan harga tiketnya yang bisa lebih dari £20 per orang, maka Anda dapat mengira-ngira jumlah uang yang dihasilkan dari industri baru dan aneh ini untuk ekonomi Inggris. Dan ini tak hanya tiket untuk acara tersebut, orang sering menghabiskan hingga lebih dari £200 untuk bahan-bahan, cat, dan pernak-pernik untuk membuat kostum mereka.

Para Delegasi Comic Con London tahun 2017. Kpopkim, Author provided

Terdapat perdebatan tentang apakah meningkatnya cosplay adalah pertanda kondisi ekonomi yang sulit: anak muda tanpa pekerjaan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menjadi orang/suatu hal yang lain. James Pethokoukis, anggota American Enterprise Institute dan kolumnis, menulis-dengan merujuk pada kegandrungan pada cosplay di Jepang–bahwa “setiap kenaikan jumlah orang yang melarikan diri dari kenyataan menuju dunia khayalan menunjukkan adanya masalah dalam realitas kita”. Dengan mengutip survei yang menunjukkan bahwa anak muda di Amerika saat ini cenderung lebih sedikit berolahraga atau menyaksikan kegiatan olahraga, ekonom Adam Ozimek berpendapat bahwa hal tersebut hanya pertanda perubahan budaya anak muda, dan sebenarnya menggambarkan kenaikan relatif dari kemakmuran. “Saya berani bertaruh menjadi seorang penggemar cosplay lebih berhubungan dengan gaji yang lebih tinggi daripada seorang penggemar sepak bola.”

Kreativitas bukan seksualitas

Namun terlepas dari jumlahnya, kreativitas dari cosplay-lah yang membuat saya, seorang guru desain, antusias. Cosplay memberi ruang bagi seseorang (terutama anak muda) untuk menuangkan jenis kreativitas yang baru. Banyak dari mereka yang menjadi terlatih dalam mencari bahan-bahan dan material hingga satu titik di mana mereka menjadi sangat terlatih dalam menggunakan material tersebut. Keterampilan kreatif seperti membuat sketsa dan pengembangan desain juga menjadi norma bagi para pemula.

Bagi banyak orang, cosplaying bisa menjadi awal dari perjalanan panjang menuju karir di bidang desain, baik menjadi desainer kostum, efek suara, perias wajah atau desainer produk dan properti. Misalnya, orang yang pertama kali membuat saya tertarik pada cosplay, Sorcha McIntyre, meluncurkan karir desain grafis setelah mendatangi berbagai acara. Ia mendapatkan kesempatan berkarier di dunia kreatif karena berhasil menampilkan karya seni dan bakat desainnya.

Alice Postlewaite sebagai Toothless dari film animasi How to Train your Dragon. Alice Postlewaite

Beberapa kostum yang ditampilkan dalam acara-acara tersebut sangat imajinatif dan bisa jadi merupakan hal paling imajinatif yang pernah Anda lihat secara langsung ataupun lewat layar. Bersamaan dengan hal tersebut, terdapat kontroversi yang tak bisa dihindari di sekitar kostum bagi perempuan . Ada tuduhan bahwa cosplay menseksualisasi partisipannya. Media pun juga tak banyak membantu, seperti yang bisa Anda bayangkan, cerita tentang cosplay dan konvensi komik cenderung menampilkan perempuan berpakaian minim. Namun jika anda melihat karakter aslinya atau konsep seni yang mengilhami kostum tersebut, itulah asal konsep tersebut.

Bagi orang-orang yang menghadiri konvensi komik, cosplay bukanlah tentang kostum khusus yang mereka pilih untuk mereka kenakan, ini tentang menjadi karakter favorit mereka dalam sehari. Itu tidak memungkiri bahwa beberapa orang berpakaian seperti ini hanya untuk perhatian, bahkan jika perhatian yang mereka inginkan adalah pengakuan akan kerja keras yang telah mereka berikan untuk membuat kostum tersebut. Jika anda menanyakan kebanyakan cosplayer, maka mereka akan mengakui bahwa perhatian adalah salah satu daya tarik utama dari cosplay. Meski begitu, berdandan menjadi seksi bukanlah faktor penentunya.

Karier cosplayer

Gambaran tersebut tidak terbantu dengan adanya cosplayer paling populer, termasuk Jessica Nigri dan Lindsay Elyse, yang dikenal secara khusus dengan pakaian mereka yang minim dan foto-foto yang diseksualisasi secara berlebihan yang mereka jual. Nigri dilaporkan diminta untuk meninggalkan sebuah acara kecuali ia mengganti kostum kucing dengan garis leher terbuka yang ia kenakan.

Jessica Nigri sebagai Lollipop Chainsaw. Shuichi Aizawa, CC BY

Orang-orang seperti inilah yang seringkali menutupi cosplayer berbakat lain yang tidak merasa perlu untuk menseksualisasi konstumnya. Stevana Quindt, aka Kamui Cosplay tak sekedar mencari uang dengan cosplay, ia juga membagikan pengetahuannya dalam pembuatan kostum kepada para penggemarnya dengan tutorial daring dan buku-bukunya. Beberapa kostum miliknya mungkin dapat dilihat bernuansa seksual namun hal tersebut mencerminkan karakter yang ia gambarkan, bukan cosplayernya.

Ruang aman bagi fantasi

Ellen Hardy sebagai Sindragosa dari World of Warcraft. EHR Cosplay

Dengan menjadi karakter dalam sehari (bahkan bagi orang dengan kostum minim) orang-orang dapat menggunakan topeng figuratif yang bisa menjadi tempat berlindung. Robin S. Rosenberg, seorang Psikolog klinis di AS, secara menarik, berpendapat bahwa cosplay bisa membantu seseorang dalam menghadapi kejadian traumatis. Ia juga percaya bahwa hal tersebut juga memungkinkan para penggemar untuk terhubung dengan orang lain dengan minat yang sama, memberikan lingkungan yang aman bagi mereka yang mungkin merasa tidak nyaman dalam kondisi sosial yang “standar”.

Banyak konvensi menawarkan kesempatan bagi fandom-fandom (kelompok-kelompok penggemar) tertentu untuk berkumpul dalam kelompok-kelompok besar dan berbagi semangat dan pengalaman dalam membuat kostum mereka, memberikan rasa persaudaraan atau sense of community.

Jadi jika Anda berpikir bahwa cosplay hanya soal menggunakan kostum seksi maka Andasalah. Cosplay telah tumbuh dan berkembang; ini adalah seni, hobi yang inklusif, dan pencarian kreatif, dan bagi semakin banyak orang, cosplay adalah jalan hidup.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now