tag:theconversation.com,2011:/es/topics/internet-42057/articlesinternet – The Conversation2024-01-09T03:16:55Ztag:theconversation.com,2011:article/2187372024-01-09T03:16:55Z2024-01-09T03:16:55Z‘Deepfake’ begitu banyak di internet: bagaimana strategi bedakan fakta dari fiksi ciptaan AI<p>Pembuatan gambar atau video, termasuk elemen audio, dengan perangkat komputer yang dikenal dengan teknologi media sintetis (media tiruan) dalam perfilman, telah lama menjadi komponen inti dalam menciptakan dunia sinematografi yang menawan. </p>
<p>Kita bisa melihat hasilnya dalam film-film terkenal termasuk seri <a href="https://www.imdb.com/title/tt0499549/">Avatar</a> dan <a href="https://www.jurassicworld.com">Jurassic Park</a>. </p>
<p>Teknologi ini bukan fenomena baru. Sejak debutnya dalam film “<a href="https://littlebitsofgaming.com/2022/09/09/what-was-the-first-released-film-to-use-cgi/">Vertigo</a>” pada 1958, media sintetis telah berkembang signifikan. Ini terbukti dengan penerapannya secara penuh dalam “<a href="https://www.wired.com/1995/12/toy-story/">Toy Story</a>” pada 1995.</p>
<p>Penerapan media sintetis di dunia perfilman tidak berbahaya. Ketika ditujukan untuk audiens dengan usia yang tepat dan hiburan, media ini menambah dimensi baru pada pengalaman menonton film. </p>
<p>Namun, kini, dengan kemajuan algoritme <a href="https://www.techtarget.com/searchenterpriseai/definition/generative-AI">AI generatif</a>, kemampuan untuk menghasilkan media sintetis tidak lagi dimonopoli oleh profesional film dan pengeditan video. Orang awam pun bisa mengakses teknologi ini untuk menghasilkan konten yang kompleks dengan cepat, mudah, dan berbiaya murah. </p>
<p>Salah satu masalahnya adalah media sintetis versi AI yang disalahgunakan bisa menimbulkan konsekuensi serius. Misalnya, ketika digunakan untuk menciptakan “<a href="https://www.businessinsider.com/guides/tech/what-is-deepfake"><em>deepfake</em></a>,” yaitu konten media sintetis yang dibuat dengan tujuan menyesatkan atau melakukan kejahatan. Kita perlu meningkatkan kapasitas dan regulasi untuk mengurangi dampak negatif ini.</p>
<h2>Dampak negatif <em>deepfake</em></h2>
<p>Ada banyak model AI generatif yang digunakan untuk membuat media sintesis. Model yang paling sering digunakan adalah tiga model berikut “<a href="https://www.oracle.com/sg/artificial-intelligence/generative-ai/what-is-generative-ai/">(1) Encoders/Decoders” dan “(2) Generative Adversarial Networks” (GAN</a>). </p>
<p>Kedua model ini memungkinkan penciptaan gambar atau video yang sangat realistis, dari pertukaran wajah hingga kreasi video binatang yang terlihat berbicara. </p>
<p>Lalu model ketiga, “<a href="https://www.adcreative.ai/post/generative-ai-and-style-transfer?utm_source=google&utm_medium=cpc&utm_campaign=19569174900&utm_term=&campaignid=19569174900&adgroupid=143674240765&keyword=&device=c&gad_source=1&gclid=CjwKCAiAsIGrBhAAEiwAEzMlCzsYls9ZyOCIabOwGAxTLvdywtbFR4gWH-IVFj5LXLKwwlfpRDy9dxoC3O4QAvD_BwE">Style Transfer</a>” yang menawarkan kapabilitas untuk menyisipkan nuansa artistik ke dalam foto atau video, mengonversi gambar biasa menjadi karya seni yang estetis.</p>
<p>AI telah membuka jalan bagi inovasi dalam media sintetis, meskipun terkadang menciptakan konten yang begitu nyata sehingga sulit dibedakan apakah audio atau video yang dihasilkan palsu atau asli.</p>
<p><em>Deepfake</em> ini bisa berupa audio dan video yang sebenarnya palsu tapi tampak nyata, ditambah lagi dengan narasi-narasi yang sensitif dan memanipulasi psikologi manusia.</p>
<p>Contoh nyata dari dampak negatif ini terjadi pada 2022, ketika <a href="https://www.bbc.com/news/technology-60780142">video <em>deepfake</em> Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky</a>, beredar luas. Ketika ia terlihat mengajak warga Ukraina menyerah kepada Rusia. Kejadian serupa terjadi pada 2023 dengan tersebarnya <a href="https://www.politico.eu/article/fake-vladimir-putin-announces-russia-under-attack-ukraine-war/">video <em>deepfake</em> Presiden Rusia Vladimir Putin</a> yang mengklaim Rusia akan diserang oleh Ukraina. </p>
<p>Di Slovakia, <a href="https://www.wired.co.uk/article/slovakia-election-deepfakes">audio <em>deepfake</em> jurnalis Denník N, Monika Tódová</a> digunakan untuk mendiskreditkan media dengan menyebarluaskan percakapan palsu tentang manipulasi pemilihan umum pada 2023.</p>
<p>Sayangnya audio ini menyebar luas di media sosial pada saat masa tenang, dan pihak yang berwenang di Slowakia tidak bisa membantahnya. Akibatnya terjadi <a href="https://incidentdatabase.ai/cite/573/">keresahan publik dan pesta demokrasi di Slowakia ternodai</a>. </p>
<p>Tiga insiden di atas menunjukkan bagaimana <em>deepfake</em> dapat memicu kepanikan dan kebingungan di tengah situasi yang sudah tegang.</p>
<p>Dampak <em>deepfake</em> tidak hanya terbatas pada ranah sosial dan politik; kejahatan finansial juga menjadi arena yang rawan. Ini terjadi pada 2019, ketika seorang <a href="https://www.forbes.com/sites/jessedamiani/2019/09/03/a-voice-deepfake-was-used-to-scam-a-ceo-out-of-243000/?sh=2aac4e822416">eksekutif perusahaan energi di Inggris</a> tertipu oleh audio <em>deepfake</em> yang menirukan suara salah satu atasannya. Penipuan ini menyebabkan kerugian finansial yang signifikan, setara Rp3,7 miliar. </p>
<p>Kejadian ini memperlihatkan bagaimana teknologi yang canggih bisa disalahgunakan untuk menipu dan mengakibatkan kerugian material yang besar. Dengan demikian <a href="https://news.bloomberglaw.com/us-law-week/reputation-management-and-the-growing-threat-of-deepfakes"><em>deepfake</em> punya dampak yang sangat merugikan</a>, mulai dari privasi, fitnah, pelanggaran hak cipta, kerugian keuangan, hingga keresahan sosial. </p>
<h2>Langkah strategis memitigasi dampak ‘deepfake’</h2>
<p>Untuk menghadapi tantangan yang disebabkan oleh <em>deepfake</em>, ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan. </p>
<p>Pertama, <a href="https://www.theguardian.com/technology/2020/jan/13/what-are-deepfakes-and-how-can-you-spot-them">kita perlu memahami ciri-ciri dan elemen <em>deepfake</em></a>, seperti ketidakkonsistenan dalam gambar, video atau audio. Hal ini mencakup inkonsistensi pada ekspresi wajah, arah tatapan yang tidak sesuai, pergerakan rambut yang tidak alami, perspektif wajah yang salah, pencahayaan dan bayangan yang tidak realistis, serta kurangnya ekspresi mikro wajah. Elemen-elemen ini bisa mengindikasikan <em>deepfake</em>. Salah satu contoh yang terkenal adalah <em>deepfake</em> gambar <a href="https://news.berkeley.edu/2019/06/18/researchers-use-facial-quirks-to-unmask-deepfakes">mantan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama</a>. Selain itu, kita juga harus kritis dengan narasi-narasi yang bisa memanipulasi psikologi kita ketika melihat <em>deepfake</em> tersebut. </p>
<p>Kedua, solusi teknologi seperti algoritme AI yang dirancang untuk mendeteksi <em>deepfake</em> mampu mengidentifikasi ketidakkonsistenan ini secara otomatis. Selain bisa digunakan untuk menghasilkan <em>deepfake</em>, AI juga bisa digunakan untuk menandai atau memfilter <em>deepfake</em>. </p>
<p>Ada beberapa repositori <em>big</em> data yang bisa diakses secara publik untuk melatih algoritme AI supaya bisa mendeteksi audio dan video <em>deepfake</em>, di antaranya <a href="https://www.kaggle.com/c/deepfake-detection-challenge">Deepfake Detection Challenge</a>, dan <a href="https://github.com/yuezunli/celeb-deepfakeforensics">Celeb-DF</a>. Para ilmuwan dan perusahaan-perusahaan teknologi multinasional saling bekerja sama untuk mengembangkan algoritme AI pendeteksi <em>deepfake</em> ini.</p>
<p>Ketiga, melibatkan langkah-langkah hukum dan kebijakan, termasuk pengembangan peraturan yang memadai dan kerja sama internasional untuk mengatasi penyebaran <em>deepfake</em> secara global.</p>
<p><a href="https://www.europarl.europa.eu/thinktank/en/document/EPRS_STU(2021)690039">EU Research Report</a>, misalnya, mengidentifikasi lima dimensi regulasi untuk memerangi <em>deepfake</em>: teknologi, penciptaan, sirkulasi, target, dan audiens. </p>
<p>Dimensi teknologi menyoroti AI sebagai dasar dari <em>deepfake</em>, dengan regulasi yang diterapkan oleh Komisi Eropa. Dimensi “penciptaan” menekankan pada pelaku dan alat yang digunakan untuk membuat <em>deepfake</em>. </p>
<p>Aspek “sirkulasi” merujuk pada penyebaran <em>deepfake</em> melalui platform dan kanal tertentu. Aspek “target” fokus pada korban <em>deepfake</em>, sementara dimensi “audiens” fokus kepada pendidikan publik untuk mengenali dan memahami bahaya <em>deepfake</em>.</p>
<p>Pelajaran lainnya bisa diambil dari <a href="https://www.reuters.com/technology/chinas-rules-deepfakes-take-effect-jan-10-2022-12-12/">Badan Keamanan Siber Cina</a> yang telah menetapkan peraturan pada Januari 2023 untuk mengatur <em>deepfake</em>. </p>
<p>Tujuan peraturan ini untuk mengekang penyalahgunaan <em>deepfake</em> dengan mewajibkan persetujuan (<em>consent</em>), memverifikasi identitas pengguna model AI yang digunakan untuk membuat media sintetis. Selain itu, juga untuk memerangi disinformasi, memastikan kepatuhan hukum, dan mewajibkan konten untuk ditandai sebagai media sintetis guna menjaga kepercayaan publik terhadap informasi digital, dan mencegah penipuan.</p>
<p>Keempat, <a href="https://www.academicgates.com/news/story/fostering-media-literacy-in-the-age-of-deepfakes/10419">peningkatan kesadaran publik dan pendidikan</a> adalah kunci untuk mempersenjatai masyarakat dengan pengetahuan untuk membedakan antara konten asli dan palsu. Meningkatkan kesadaran tentang bahaya konten manipulatif dapat membuat masyarakat menjadi konsumen informasi yang lebih kritis melalui lokakarya, kampanye media, dan kurikulum pendidikan. </p>
<p>Pada tataran global, beberapa platform menyediakan pendidikan publik untuk mengenali dan menghindari bahaya <em>deepfake</em>, di antaranya, <a href="https://deepfakes.virtuality.mit.edu">MIT Media Literacy</a>, <a href="https://www.poynter.org/mediawise/">Digital Media Literacy for All</a>, <a href="https://www.washingtonpost.com/graphics/2019/politics/fact-checker/manipulated-video-guide/">The Washington Post Fact Checker Guide to Manipulated Videos</a>, <a href="https://edition.cnn.com/interactive/2019/01/business/pentagons-race-against-deepfakes/">CNN Deepfake Explained</a>, dan <a href="https://www.spotdeepfakes.org/en-US">Microsoft Spotting Deepfake</a>.</p>
<p>Di Indonesia sudah ada inisiatif serupa, seperti panel ahli cek fakta Pemilu 2024 yang dikelola oleh <a href="https://theconversation.com/id">The Conversation Indonesia</a>, dan <a href="https://cekfakta.com/">Cek Fakta</a>. </p>
<p>Terakhir, pentingnya platform repositori media yang dipercaya dan mekanisme autentikasi, misalnya seperti <a href="https://realitydefender.com/">Reality Defender</a>, dan <a href="https://contentauthenticity.org/">Content Authenticity Initiative</a>. Platform ini memainkan peran krusial dalam menjaga integritas informasi dengan menyediakan sumber yang terverifikasi dan dapat diandalkan. Ini juga termasuk penggunaan <em>watermark</em> digital dan teknologi lain untuk memastikan keaslian konten. </p>
<p>Melalui implementasi langkah-langkah strategis ini, kita bisa meminimalkan penyebaran <em>deepfake</em> yang meresahkan publik, melindungi integritas diskursus publik dan kebenaran informasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/218737/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arif Perdana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meningkatkan kesadaran tentang bahaya konten manipulatif dapat membuat masyarakat menjadi konsumen informasi yang lebih kritis melalui lokakarya, kampanye media, dan kurikulum pendidikan.Arif Perdana, Associate Professor Digital Strategy and Data Science, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2195302023-12-11T03:42:37Z2023-12-11T03:42:37ZKapan waktu yang tepat memberikan ponsel pertama pada anak?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/564486/original/file-20231122-15-lsw1by.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=411%2C9%2C5819%2C4138&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/content-african-american-teenage-girl-lying-2081784520">Pressmaster/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Saya menghabiskan karir saya untuk meneliti generasi muda dan internet: apa yang mereka lakukan saat sedang <em>online</em>, apa pendapat mereka tentang hal tersebut, dan bagaimana perbedaan pandangan mereka dengan orang tua mereka.</p>
<p>Saya sering mendapat pertanyaan dari orang tua tentang penggunaan internet anak-anak mereka. Salah satu yang paling umum adalah kapan harus memberikan ponsel kepada anak, serta bagaimana menjaga mereka tetap aman saat memilikinya. Inilah jawaban saya atas beberapa pertanyaan kunci.</p>
<h2>Umur berapa anak saya sebaiknya mendapatkan ponsel pertama kali?</h2>
<p>Saya khawatir saya sering mengecewakan orang tua dengan jawaban saya atas pertanyaan ini karena tidak memberi mereka angka pasti. Namun, kuncinya adalah untuk apa anakmu akan menggunakan ponsel tersebut–dan kapan waktu yang tepat untuk anak tersebut.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.ofcom.org.uk/__data/assets/pdf_file/0027/255852/childrens-media-use-and-attitudes-report-2023.pdf">laporan 2023</a> yang dibuat oleh regulator komunikasi Inggris Ofcom, 20% anak usia tiga tahun sekarang memiliki ponsel. Namun, ponsel ini hanya bisa digunakan untuk mengambil gambar, bermain <em>game</em> sederhana, dan <em>video call</em> dengan keluarga yang diawasi.</p>
<p>Pertanyaan yang lebih relevan adalah kapan anak-anak harus memiliki ponsel yang terhubung sepenuhnya, dan dapat mereka gunakan tanpa pengawasan untuk menghubungi orang lain secara daring.</p>
<p>Saat seorang anak menginjak usia sekolah dasar, besar kemungkinan mereka akan terbiasa dengan pengawasan orang dewasa di sebagian besar aspek kehidupannya. Mereka akan berada di sekolah, di rumah, bersama teman dan orang dewasa yang dipercaya, atau dengan anggota keluarga lainnya.</p>
<p>Kebutuhan mereka untuk menghubungi orang dewasa yang jauh mungkin tidak terlalu besar. Namun, kamu perlu memikirkan apa saja kebutuhan spesifik anakmu.</p>
<p>Biasanya transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah terjadi ketika anak-anak berada jauh dari rumah, terlibat dalam kegiatan sekolah, atau saat bersosialisasi dengan teman-teman. Ini membuat kemampuan untuk menghubungi rumah menjadi lebih penting. Saya berbincang dengan banyak anak muda yang menyatakan sekolah menengah sebagai titik di mana mereka pertama kali memiliki telepon genggam.</p>
<h2>Bagaimana cara memastikan mereka menggunakan ponsel dengan aman?</h2>
<p>Pertama-tama, jika anakmu <em>online</em>–pada usia berapapun dan dengan perangkat apapun–berdiskusilah dengan mereka tentang keamanan daring.</p>
<p>Orang tua berperan mendidik anak-anak dan menyadarkan mereka tentang risiko yang timbul saat <em>online</em>, serta menyadari bahwa sebagian besar pengalaman <em>online</em> <a href="https://theconversation.com/why-children-dont-talk-to-adults-about-the-problems-they-encounter-online-202304">tidak berbahaya</a>.</p>
<p>Saya melakukan <a href="https://link.springer.com/book/10.1007/978-3-030-88634-9">penelitian ekstensif</a> dengan generasi muda mengenai dampak buruk aktivitas <em>online</em>. Sebagai bagian dari penelitian ini, saya dan rekan saya mengembangkan sejumlah <a href="https://www.headstartkernow.org.uk/digital-resilience/parent-digital-offer/">sumber daya untuk orang tua</a> dengan bantuan lebih dari seribu anak muda.</p>
<p>Anak-anak muda ini paling banyak mengemukakan keiingintahuan mereka soal siapa yang bisa diandalkan saat membutuhkan bantuan. Mereka ingin meyakini bahwa mereka akan menerima dukungan, bukan teguran atau penyitaan gawai. Artinya, langkah pertama yang penting adalah meyakinkan anakmu bahwa saat terkena masalah, mereka bisa datang kepadamu, dan kamu akan membantu mereka tanpa menghakimi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-children-dont-talk-to-adults-about-the-problems-they-encounter-online-202304">Why children don't talk to adults about the problems they encounter online</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Penting juga untuk mendiskusikan dengan anakmu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan gawainya. Hal ini bisa berarti, misalnya, penetapan aturan dasar aplikasi apa saja yang boleh mereka pasang di <em>smartphone</em>, dan kapan mereka harus berhenti menggunakannya di penghujung hari.</p>
<p>Kamu juga harus menjelajahi pengaturan privasi aplikasi di gawai anakmu, untuk memastikan bahwa mereka tidak dapat dihubungi oleh orang asing atau mengakses konten yang tidak pantas. <em>National Society for the Prevention of Cruelty to Children</em> (NSPCC), badan amal anak-anak di Inggris, <a href="https://www.nspcc.org.uk/keeping-children-safe/online-safety/parental-controls/">memiliki materi</a> untuk orang tua tentang cara menggunakan pengaturan privasi.</p>
<h2>Haruskah saya memeriksa telepon anak saya?</h2>
<p>Terkadang orang tua bertanya kepada saya apakah mereka dapat memeriksa perangkat anak-–baik dengan melihat ponsel secara fisik atau dengan “safetytech” : perangkat lunak di perangkat lain yang dapat mengakses komunikasi di <em>smartphone</em> anak.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Father and son looking at mobile phone" src="https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/561044/original/file-20231122-23-pkqa2g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Percakapan terbuka tentang penggunaan telepon adalah kuncinya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/father-son-using-smart-phone-outdoor-2084154532">Khorzhevska/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saya meyakini hal ini juga perlu kamu diskusikan dengan anakmu. Kepercayaan penting untuk memastikan bahwa anakmu mendatangimu jika ada masalah <em>online</em>. Jadi, jika kamu ingin memantau ponselnya, bicarakan hal tersebut dengan mereka daripada melakukannya secara sembunyi-sembunyi.</p>
<p>Tampaknya pengawasan orang tua yang masuk akal untuk mengakses perangkat anak ketika mereka berada di usia sekolah dasar, sama seperti orang tua menanyakan kepada orang tua anak lain sebelum mengizinkan mereka mengunjungi rumahnya.</p>
<p>Namun, seiring bertambahnya usia anakmu, mereka mungkin tidak ingin orang tuanya melihat semua pesan dan interaksi <em>online</em> mereka. <a href="https://www.unicef.org.uk/what-we-do/un-convention-child-rights/">Konvensi PBB tentang Hak Anak</a> dengan jelas menyatakan bahwa seorang anak memiliki hak atas privasi.</p>
<h2>Haruskah saya melacak lokasi anak saya melalui ponselnya?</h2>
<p>Saya berbicara dengan beberapa keluarga yang melacak perangkat satu sama lain secara terbuka dan transparan, dan ini adalah keputusan keluarga. Namun, saya juga telah berbicara dengan anak-anak yang merasa sangat menyeramkan jika <em>smartphone</em> seorang teman remajanya dilacak oleh orang tuanya.</p>
<p>Pertanyaannya di sini adalah apakah orang tua meyakini anak mereka aman, atau apakah mereka ingin tahu apa yang anak mereka lakukan tanpa sepengetahuan mereka. Saya mengalami percakapan yang sangat berkesan dengan seseorang yang mengatakan bahwa temannya sangat kesal karena putri mereka telah mengganti gawai sehingga mereka tidak dapat lagi melacaknya. Ketika saya bertanya berapa umur putrinya, mereka menjawab dia berusia 22 tahun.</p>
<p>Perlu juga dipertimbangkan apakah teknologi seperti ini benar-benar memberikan jaminan. Teknologi memang memungkinkan orang tua mengetahui di mana anak mereka, tapi tidak memastikan keamanan mereka.</p>
<p>Terkait pemantauan ponsel anak-anak, ada baiknya orang tua mempertimbangkan apakah strategi menciptakan kondisi ideal bagi mereka untuk datang kepadamu jika ada masalah. Bisa jadi, hal ini lebih mungkin didorong oleh percakapan terbuka dan lingkungan yang saling percaya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219530/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andy Phippen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bicaralah dengan anakmu tentang keamanan saat ‘online’ – dan yakinkan mereka bahwa kamu akan membantu mereka mengatasi masalah apapun yang mereka temui saat ‘online’.Andy Phippen, Professor of IT Ethics and Digital Rights, Bournemouth UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2128022023-09-16T01:57:46Z2023-09-16T01:57:46ZGaduh tapi acuh? Bagaimana meramaikan aktivisme digital berkualitas untuk mendorong perubahan sosial<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/548212/original/file-20230914-27-qk0xrb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=14%2C7%2C2382%2C1688&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi aksi protes daring di media sosial.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/online-protest-design-vector-illustration-flat-2235141113">Vectors Bang/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Perkembangan internet dan sistem teknologi informasi berkembang cepat seiring dengan ketergantungan manusia terhadapnya. Di Indonesia saja, ada sekitar <a href="https://apjii.or.id/berita/d/apjii-di-indonesia-digital-outloook-2022_857">201 juta warganet</a> alias <em>netizen</em> yang aktif menggunakan internet. Ini menjadikan Indonesia negara dengan pengguna internet terbanyak keenam di dunia.</p>
<p>Dengan jumlah pengguna internet sebanyak itu, Indonesia berpotensi menjadi ladang subur <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1369118X.2012.670661">aktivisme digital</a>–aktivisme melalui teknologi digital di dunia maya untuk mempromosikan gerakan sosial. Apalagi saat ini masyarakat Indonesia tengah berhadapan dengan <a href="https://www.thejakartapost.com/indonesia/2022/03/21/activists-face-danger-amid-shrinking-civic-space.html">penyempitan ruang sipil</a>, yang ditandai dengan gencarnya represi fisik dan digital, serta pencaplokan lembaga-lembaga kunci dalam demokrasi <a href="https://pshk.or.id/blog-id/menyempitnya-ruang-sipil/">oleh aktor-aktor yang memegang kekuasaan</a>.</p>
<p>Sayangnya, mayoritas aktivitas digital yang dilakukan warganet masih seputar <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/29/masyarakat-ri-paling-banyak-gunakan-internet-untuk-berkomunikasi">keperluan berkomunikasi saja</a>. Padahal, dengan penggunaan internet yang masif, kita bisa mendorong munculnya banyak aktivisme digital yang dapat mendorong perubahan-perubahan sosial. Contohnya seperti gerakan <a href="https://blacklivesmatter.com/">#Blacklivesmatter</a> di Amerika Serikat (AS) dan gerakan mendorong <a href="https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/pengesahan-ruu-tpks">Pengesahaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)</a> di Indonesia.</p>
<p>Oleh karena itu, penting bagi berbagai pihak, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil, untuk tidak hanya memfasilitasi peningkatan aktivitas digital para warganet secara kuantitas, tapi juga kualitas. Tujuannya agar kegiatan digital pengguna internet di Indonesia bisa sekaligus berkontribusi dalam menghadirkan keadilan sosial. </p>
<p>Setidaknya terdapat empat cara yang kami tawarkan untuk memperluas dan meningkatkan kualitas aktivisme digital warganet di Indonesia.</p>
<h2>1. Memperluas pemahaman mengenai aktivisme digital</h2>
<p>Aktivisme sering dipandang sebagai kegiatan “luar biasa” yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena yang diperjuangkan biasanya isu yang berat dan berisiko tinggi. Contohnya adalah penolakan terhadap rancangan undang-undang (RUU) tertentu melalui demonstrasi di jalanan.</p>
<p>Ini membuat banyak individu, komunitas, dan organisasi masyarakat sipil <a href="https://www.forbes.com/sites/civicnation/2019/03/21/anyone-can-be-an-activist/?sh=4cfdc1f079c4">memisahkan</a> aktivitas rutin mereka dari label “aktivisme”.</p>
<p>Padahal, banyak aktivitas yang tanpa kita sadari merupakan bentuk aktivisme. Contohnya ketika petani memilih menggunakan benih lokal organik daripada produk rekayasa genetika yang lebih murah demi mempertahankan kualitas tanah dan kemandirian petani. </p>
<p>Contoh lainnya adalah ketika guru memilih mengajar melalui permainan, bukan buku teks, demi mendorong pemikiran kritis muridnya. Bisa juga melalui penulisan laporan investigatif oleh seorang jurnalis, bukan sekadar tulisan pengumpan klik atau <em>clickbait</em>, demi membongkar eksploitasi. Itu semua adalah aktivisme karena berkonstribusi secara aktif dalam mendorong keadilan sosial.</p>
<p>Dengan hadirnya teknologi digital, termasuk tersedianya gawai pribadi, aktivisme seharusnya menjadi lebih dekat dan semakin mudah dilakukan oleh semua orang dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan tanpa perlu turun ke jalan.</p>
<p>Hanya saja, masyarakat harus menyadari bahwa apa yang mereka lakukan di dunia maya pun bisa berdampak besar bagi kebijakan negara.</p>
<p>Cara-cara menarik dukungan seperti melalui tagar media sosial atau petisi <em>online</em> merupakan contoh gerakan aktivisme yang bisa menarik ribuan hingga jutaan pendukung dalam waktu yang relatif singkat serta bisa menjangkau kalangan yang lebih luas.</p>
<p>Dalam hal ini, kelompok masyarakat sipil bisa berkontribusi membangun kesadaran publik, terutama kaum muda, untuk bisa lebih banyak menggunakan media sosial mereka untuk mendorong kegiatan-kegiatan aktivisme yang bermanfaat bagi masyarakat luas.</p>
<h2>2. Meningkatkan intensitas dan kualitas</h2>
<p><a href="https://www.tifafoundation.id/artikel/siaran-pers-memperluas-aktivisme-digital-untuk-hadapi-penyempitan-ruang-sipil-di-indonesia-2/">Survei</a> tahun 2022 menunjukkan bahwa meskipun jumlah aktivisme digital di Indonesia meningkat pesat dalam lima tahun terakhir (2016-2021), yakni dari 114 menjadi 1.548 kampanye aktivisme digital, jenis dan variasi metodenya masih cukup terbatas.</p>
<p>Aktivisme digital yang banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil sekaligus paling banyak disukai publik, adalah berbagi informasi dan tips, protes daring, dan webinar. </p>
<p>Contoh protes daring yang cukup efektif menggerakkan massa di antaranya adalah melalui tagar #SahkanRUUPKS (kampanye mendorong pengesahan RUU TPKS dan penghapusan kekerasan seksual), #BaliTolakReklamasi (kampanye menolak reklamasi Teluk Benoa di Bali), dan #PapuanLivesMatter (aksi menolak diskriminasi dan mendorong pemenuhan hak-hak orang asli Papua).</p>
<p>Sementara itu, aktivisme lain seperti penggalangan petisi daring, mobilisasi aksi luring, penggalangan dana, serta perekrutan anggota masih belum banyak dan belum terlalu diminati.</p>
<p>Dengan kata lain, aktivisme digital di Indonesia masih didominasi oleh kegiatan yang sekadar menyuarakan aspirasi dan membagikan informasi, bukan yang mengajak terlibat langsung dalam memperjuangkan keadilan sosial.</p>
<p>Maka dari itu, penting untuk dapat meningkatkan intensitas aktivisme digital warga dengan kegiatan yang lebih beragam dan terstruktur agar bisa lebih menghasilkan dampak yang pasti.</p>
<h2>3. Menjaga keamanan pribadi dan organisasi di ruang siber</h2>
<p>Sebagaimana saat melakukan kegiatan di ruang luring, di ruang daring pun penting bagi publik untuk memahami aneka potensi ancaman dan risiko, sehingga kita dapat mengarahkan pergerakan aktivisme kita dengan tepat.</p>
<p>Dalam konteks Indonesia saat ini, setidaknya terdapat empat faktor risiko yang perlu diperhatikan supaya kita dapat dengan aman bergerak di ruang daring maupun luring.</p>
<p>Pertama, sebisa mungkin hindari kemungkinan warganet terhindar dari jerat pidana Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).</p>
<p>Merujuk pada laporan <a href="https://safenet.or.id/id/2021/03/revisi-uu-ite-total-sebagai-solusi/">SAFEnet</a>, pada 2013-2021 saja, ada 393 orang yang telah dituntut secara hukum berdasarkan UU ITE. Pada 2022, jumlahnya bertambah sebanyak 97 tuntutan. Banyak sekali terlapor yang memiliki latar belakang sebagai kelompok kritis, aktivis, mahasiswa, dan jurnalis. Sementara itu, pelapor umumnya berasal dari kalangan pejabat publik dan juga korporasi.</p>
<p>Kedua, penting bagi aktivis untuk menyusun strategi kampanye dan advokasi yang sensitif terhadap perlindungan data pribadi. Misalnya, menghindari penyebaran identitas pribadi sasaran yang dituju.</p>
<p>Ketiga, kita harus pahami ada beberapa gangguan teknis yang sangat mungkin kita alami, seperti lambatnya akses internet (<em>internet throttling</em>), sensor terhadap konten yang memuat kata/isu kunci pergerakan, dan pemutusan total akses internet pada wilayah geografis tertentu.</p>
<p>Terakhir, sangat mungkin kita akan menghadapi ancaman-ancaman siber lain seperti <em>doxxing</em> (menyebarkan informasi pribadi seseorang dengan tujuan menjatuhkan orang tersebut), <em>phishing</em> (penipuan daring untuk mendapatkan informasi data individu) dan <em>cyber espionage</em> (serangan siber terhadap pemerintah atau entitas bisnis). Dalam menanggulangi hal-hal tersebut, kita harus lebih awas dalam memperlakukan aset-aset digital dan informasi kita.</p>
<p>Selain pengamanan secara teknis, kami juga melihat pentingnya pengamanan secara sosiologis. Ini terkait bagaimana individu dan organisasi dapat membangun jejaring yang dapat saling mendukung ketika terdapat ancaman siber seperti hilangnya akses data atau jalur komunikasi utama. </p>
<h2>4. Pelembagaan aktivisme</h2>
<p>Perubahan sosial bukanlah sesuatu yang dapat dicapai dengan mudah dan cepat. Seiring berjalannya waktu, gerakan atau aktivisme yang tidak dikelola secara mumpuni berisiko kehabisan dana, ditinggalkan para penggeraknya, mengalami kelelahan, dilumpuhkan oleh lawan, hingga kehilangan simpati dari masyarakat.</p>
<p>Guna mengantisipasi risiko-risiko tersebut, pelembagaan atau institusionalisasi memegang peranan kunci. Pelembagaan ini bukan hal yang mudah dilakukan, apalagi di tengah kegiatan-kegiatan riset, kampanye, dan advokasi, yang biasanya sudah sangat menyita perhatian dan sumber daya kita.</p>
<p>Proses pelembagaan sendiri bisa dimulai dari, misalnya, pemetaan tujuan, prinsip, dan kebutuhan, penyusunan panduan aktivisme digital, pengembangan kapasitas individu dalam organisasi, serta pengembangan jejaring dan kolaborasi antarindividu dan institusi. </p>
<p>Aktivisme digital bukanlah potret statis individu, komunitas, ataupun organisasi masyarakat sipil dalam mengupayakan keadilan sosial melalui perantaraan teknologi digital. Ini adalah sesuatu yang dinamis, yang mencerminkan perjalanan, atau bahkan petualangan, yang tiada henti.</p>
<p>Keberagaman tingkatan aktivisme digital adalah sumber kekuatan bergerak. Oleh karena itu, kolaborasi antarindividu dan komunitas menjadi penting untuk senantiasa didorong dalam rangka menciptakan aktivisme yang bermakna dan berdampak bagi semua.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212802/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Aktivisme digital di Indonesia meningkat secara kuantitas, namun masih lemah secara kualitas. Publik harus didorong melakukan aktivisme digital yang bisa membawa perubahan sosial.Treviliana Eka Putri, Lecturer at Department of International Relations, Researcher at Center for Digital Society, Universitas Gadjah Mada Diah Kusumaningrum, Lecturer and researcher at Department of International Relations, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2121202023-08-24T06:24:00Z2023-08-24T06:24:00ZBelajar dari Kanada: kaum muda membutuhkan lebih banyak dukungan untuk mengatasi bahaya seksual ‘online’<iframe style="width: 100%; height: 100px; border: none; position: relative; z-index: 1;" allowtransparency="" allow="clipboard-read; clipboard-write" src="https://narrations.ad-auris.com/widget/the-conversation-canada/young-people-need-more-support-coping-with-online-sexual-harms" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Teknologi digital dan internet telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari bagi banyak anak muda di Kanada dan seluruh dunia. Meskipun peningkatan jumlah hubungan yang terbentuk membawa banyak manfaat, hal ini juga dapat membuka peluang bahaya dan penyalahgunaan <em>online</em> bagi generasi muda. Karena itu, penting untuk memberikan dukungan yang berarti guna melindungi mereka dari kekerasan seksual.</p>
<p>Pada tahun 2020, organisasi kemanusiaan <em>Plan International</em> <a href="https://www.planinternational.nl/uploaded/2020/09/SOTWGR2020-CommsReport-EN.pdf?x10967">melakukan survei terhadap lebih dari 14.000 anak perempuan dan perempuan</a> berusia 15-25 di 22 negara, termasuk Kanada. Lima puluh delapan persen peserta melaporkan mengalami beberapa bentuk pelecehan online secara pribadi, termasuk pelecehan seksual.</p>
<p>Orang-orang yang mengalami masalah ini melaporkan <a href="https://www.cigionline.org/publications/supporting-safer-digital-spaces/">dampak buruk yang signifikan</a> terhadap kesejahteraan mereka, termasuk <a href="https://webfoundation.org/2020/11/the-impact-of-online-gender-based-violence-on-women-in-public-life/">harga diri rendah, peningkatan kecemasan, stres</a> dan bahkan <a href="http://www.bwss.org/wp-content/uploads/2014/05/CyberVAWReportJessicaWest.pdf">usaha menyakiti diri sendiri</a>.</p>
<p>Selanjutnya, penelitian menunjukkan bahwa tingkat pelecehan seksual meningkat drastis di antara orang-orang dengan satu atau beberapa identitas terpinggirkan seperti ras, <a href="https://www.cigionline.org/static/documents/SaferInternet_Special_Report.pdf">orientasi seksual</a> atau keterbatasan fisik.</p>
<p>Kaum muda yang <a href="https://mediasmarts.ca/sites/default/files/2023-07/report_ycwwiv_trends_recommendations.pdf">mengalami diskriminasi semacam ini</a> dapat menghadapi risiko masalah kesehatan mental signifikan yang lebih tinggi.</p>
<p>Meskipun dampak buruknya sangat parah, sebagian besar pendidikan, dukungan sosial, dan undang-undang di Kanada tidak memberikan alat dan perlindungan yang diinginkan dan dibutuhkan generasi muda.</p>
<p>Orang tua, guru, perusahaan teknologi, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah sedang berjuang mencari cara untuk mendukung generasi muda dalam kasus-kasus ini. Jadi, di mana letak kesalahan kita?</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A young woman looks at a phone with an upset look." src="https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/540262/original/file-20230731-104526-v5p4rm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pelecehan dan kekerasan <em>online</em> dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan harga diri remaja.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kita perlu menggunakan kata-kata yang tepat</h2>
<p><a href="https://1332d589-88d9-46fd-b342-d3eba2ef6889.usrfiles.com/ugd/1332d5_0b255967851a48c580f8a3c23e786399.pdf">Penelitian kami menunjukkan</a> bahwa istilah seperti <em>cyberbullying</em> atau perundungan siber tidak lagi mencakup dampak buruk yang dialami generasi muda di dunia digital. Penggunaan istilah ini dapat meremehkan keseriusan masalah karena lebih memunculkan gagasan tentang ejekan di halaman sekolah dan bukan bentuk kekerasan seksual yang lebih serius yang dapat dialami remaja.</p>
<p>Bentuk kekerasan seksual digital ini dapat mencakup <a href="https://doi.org/10.1007/978-3-030-83734-1_31">menerima gambar eksplisit yang tidak diminta</a>, pelecehan seksual, pemerasan seksual yang eksploitatif, dan distribusi gambar intim tanpa persetujuan. Banyak dari perilaku ini berada di luar apa yang rata-rata orang bayangkan ketika mereka memikirkan <em>cyberbullying</em>. Sehingga, diperlukan terminologi baru yang secara akurat menggambarkan apa yang dialami remaja.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/be-careful-with-photos-talk-about-sex-how-to-protect-your-kids-from-online-sexual-abuse-139971">Be careful with photos, talk about sex: how to protect your kids from online sexual abuse</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sebagai sekelompok ilmuwan yang mempelajari tantangan unik dalam menjalani hubungan dan pengalaman seksual secara <em>online</em>, kami mengadopsi istilah “kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi” untuk menggambarkan dampak buruk seksual yang dialami remaja di ruang digital.</p>
<p>Situs web kami menawarkan <a href="https://www.diydigitalsafety.ca/resources">pusat sumber daya</a> untuk membantu mendukung generasi muda dan mengatasi kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi.</p>
<p>Melalui proyek penelitian lima tahun yang kami lakukan, <a href="https://www.diydigitalsafety.ca/"><em>Digitally Informed Youth (DIY) Digital Safety</em></a>, kami akan berinteraksi dengan generasi muda dan orang dewasa yang mendukung mereka. Ini adalah proyek penelitian pertama di Kanada yang secara khusus mengkaji kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi di kalangan remaja berusia 13-18 tahun. Kami bertujuan untuk memahami tantangan mereka, cara mereka mengatasinya, dan ide solusi mereka.</p>
<p><a href="https://www.diydigitalsafety.ca/publications">Penelitian kami</a> menekankan bahwa mengatasi masalah ini memerlukan pengakuan terhadap kehidupan digital dan fisik generasi muda yang terintegrasi dan mengakui bahwa teknologi sebagai alat dapat memfasilitasi bahaya sekaligus dapat dimanfaatkan untuk memerangi bahaya tersebut.</p>
<h2>Kurangnya penelitian di Kanada</h2>
<p>Para pendidik dan pembuat kebijakan harus memahami permasalahan ini dalam konteks unik masyarakat Kanada. Meskipun semakin banyak penelitian di Kanada mengenai kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi, sebagian besar penelitian mengenai topik ini dilakukan di negara-negara seperti Amerika Serikat atau Australia.</p>
<p>Secara khusus, hanya ada sedikit penelitian mengenai apa yang dialami oleh generasi muda di Kanada saat <em>online</em>, terminologi apa yang harus kita gunakan untuk mengidentifikasi dampak buruk ini, dan dukungan apa yang dianggap efektif bagi generasi muda. Selain itu, beberapa generasi muda di Kanada menghadapi tantangan karena mereka tinggal di komunitas terpencil atau kurang memiliki akses terhadap sumber daya pendukung.</p>
<p>Penting untuk memiliki penelitian berbasis bukti yang kontekstual sehingga para pendidik dapat berbicara dengan generasi muda tentang hak-hak mereka, memahami perilaku apa yang berbahaya dan mengetahui bagaimana generasi muda harus menanggapi perilaku seksual <em>online</em> yang melecehkan. Suara dan perspektif anak muda harus dimasukkan dalam analisis ini.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="One person placing their hands around another's." src="https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/540270/original/file-20230731-227785-volgbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Mendukung generasi muda berarti menciptakan solusi berdasarkan kepercayaan dan dialog terbuka.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Dukungan yang konsisten dan dapat diakses</h2>
<p>Seiring berkembangnya teknologi, sistem hukum Kanada telah memperkenalkan undang-undang untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap remaja dan orang dewasa, seperti undang-undang pidana yang melarang <a href="https://laws-lois.justice.gc.ca/eng/acts/c-46/section-163.1.html">pornografi anak</a>, <a href="https://laws.justice.gc.ca/eng/AnnualStatutes/2007_20/FullText.html">memikat anak</a>, <a href="https://laws-lois.justice.gc.ca/eng/acts/c-46/section-162.HTML"><em>voyeurisme</em></a> atau perilaku seksual di mana seseorang merasakan kepuasan saat mengintip orang lain telanjang, mandi, atau berhubungan seksual, dan <a href="https://www.justice.gc.ca/eng/rp-pr/other-autre/cndii-cdncii/p6.html">distribusi gambar intim tanpa persetujuan</a>.</p>
<p>Namun, generasi muda masih menerima <a href="https://doi.org/10.1177/0964663917724866">pesan yang membingungkan</a> tentang bagaimana undang-undang ini berlaku bagi mereka dan perilaku seksual mana yang berbahaya. Misalnya, banyak anak muda menerima <a href="https://needhelpnow.ca/app/en/resources_involving_safe_adult">pesan tidak akurat yang menyalahkan korban</a> tentang gambar tubuh yang mereka ambil.</p>
<p>Intervensi hukum mungkin merupakan respons yang tepat dalam beberapa kasus paling serius dari kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi. Namun <a href="https://doi.org/10.1177/17416590221142762">kaum muda membutuhkan lebih dari sekadar tindakan hukum</a>. Kenyataannya, banyak yang mencari berbagai bentuk dukungan dari sekolah, teman, <a href="https://mediasmarts.ca/sites/default/files/2023-07/report_ycwwiv_trends_recommendations.pdf">keluarga</a>, organisasi nirlaba dan organisasi layanan korban.</p>
<p>Saat ini, kurikulum dan kebijakan sekolah di Kanada menangani kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi dengan berbagai cara. Pendekatannya sangat bervariasi antar provinsi dan wilayah. Di beberapa daerah, kurikulum dan kebijakan terkait kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi sangat sedikit atau bahkan tidak ada.</p>
<p>Dengan teknologi yang terus menjadi bagian dari kehidupan generasi muda, kebijakan dan kurikulum sekolah harus diperbarui untuk mengatasi realitas hubungan generasi muda yang semakin terdigitalisasi.</p>
<p>Untuk memperbarui kebijakan dan kurikulum sekolah secara efektif, beberapa peneliti mempromosikan konsep <a href="https://doi.org/10.1080/14681811.2023.2204223">“warga negara seksual”</a> di kalangan generasi muda. Ini berarti mendorong mereka untuk menjalani kehidupan dan hubungan mereka dengan landasan etika dan interpersonal yang kuat. Model ini beralih dari penyampaian pesan yang menyalahkan korban dan hanya sekedar pantangan menjadi berfokus pada membina hubungan dan komunikasi yang sehat.</p>
<p>Memotivasi generasi muda untuk berpikir kritis tentang risiko <em>online</em> adalah sebuah pendekatan yang memberdayakan. Hal ini membantu mereka mengakui pengaruh stereotip atau prasangka terhadap seseorang berdasarkan karakteristik tertentu, kesenjangan dan standar ganda seksis dalam diskusi dan bagaimana hal-hal tersebut berdampak pada akses individu terhadap kekuasaan dan sumber daya.</p>
<p>Mengandalkan taktik menakut-nakuti dengan hukum atau metode pengawasan yang dilakukan oleh pengasuh dan perusahaan teknologi <a href="https://mediasmarts.ca/sites/default/files/2023-07/report_ycwwiv_trends_recommendations.pdf">merusak kepercayaan antara generasi muda dan orang dewasa dalam kehidupan mereka</a>. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan generasi muda tentang bagaimana platform menggunakan data yang dikumpulkan dari mereka.</p>
<p>Sebaliknya, kita memerlukan solusi berdasarkan kepercayaan dan dialog terbuka. Juga bagi orang tua, pendidik, perusahaan teknologi, dan pembuat kebijakan untuk melibatkan generasi muda sebagai langkah pertama menciptakan perubahan budaya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212120/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian Alexa Dodge menerima dana dari Dewan Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Kanada (SSHRC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Christopher Dietzel menerima dana dari iMPACTS: Kolaborasi untuk Mengatasi Kekerasan Seksual di Kampus; Hibah Kemitraan Dewan Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Kanada (SSHRC) 895–2016-1026 (Direktur Proyek, Shaheen Shariff, Ph.D., Profesor James McGill, Universitas McGill).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Kaitlynn Mendes menerima dana dari Dewan Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Kanada (SSHRC) dan Program Ketua Penelitian Kanada.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Penelitian Suzie Dunn mendapat dana dari Social Sciences and Humanities Research Council of Canada (SSHRC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Estefania Reyes tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pendekatan baru diperlukan untuk mengatasi cakupan pelecehan yang dialami remaja saat ‘online’.Estefania Reyes, PhD student, Sociology, Western UniversityAlexa Dodge, Assistant Professor of Criminology, Saint Mary’s UniversityChristopher Dietzel, Postdoctoral fellow, the Sexual Health and Gender Lab, Dalhousie UniversityKaitlynn Mendes, Canada Research Chair in Inequality and Gender, Western UniversitySuzie Dunn, Assistant Professor, Law, Dalhousie UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2098222023-07-25T00:46:48Z2023-07-25T00:46:48ZChatGPT merupakan mimpi buruk bagi privasi data. Jika pernah memposting secara online, sepertinya perlu khawatir<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/537522/original/file-20230714-29-wdqkk2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>ChatGPT telah menggemparkan dunia. Dalam waktu dua bulan setelah dirilis, aplikasi ini telah mencapai 100 juta <a href="https://news.yahoo.com/chatgpt-100-million-users-january-130619073.html">pengguna aktif</a>, menjadikannya <a href="https://www.reuters.com/technology/chatgpt-sets-record-fastest-growing-user-base-analyst-note-2023-02-01/">aplikasi konsumen dengan pertumbuhan tercepat</a> yang pernah diluncurkan.</p>
<p>Para pengguna tertarik dengan <a href="https://oneusefulthing.substack.com/p/chatgtp-is-my-co-founder">kemampuan canggih</a> alat ini - dan khawatir dengan potensinya yang dapat menyebabkan gangguan di <a href="https://theconversation.com/chatgpt-students-could-use-ai-to-cheat-but-its-a-chance-to-rethink-assessment-altogether-198019">berbagai sektor</a>.</p>
<p>Implikasi yang jarang dibicarakan adalah risiko privasi yang ditimbulkan oleh ChatGPT pada kita semua. Baru-baru ini, <a href="https://blog.google/technology/ai/bard-google-ai-search-updates/">Google meluncurkan</a> AI (<em>artificial intelligence</em>) percakapannya sendiri yang disebut <em><a href="https://bard.google.com/">Bard</a></em>, dan yang lainnya pasti akan menyusul. Perusahaan-perusahaan teknologi yang bekerja pada AI telah memasuki perlombaan superioritas ini.</p>
<p>Masalahnya, hal ini didorong oleh data pribadi kita.</p>
<h2>300 miliar kata. Berapa banyak yang milik kamu?</h2>
<p>ChatGPT didukung oleh model bahasa besar yang membutuhkan data dalam jumlah besar agar dapat berfungsi dan berkembang. Semakin banyak data yang dilatih, semakin baik model ini dalam mendeteksi pola, mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya, dan menghasilkan teks yang masuk akal.</p>
<p>OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, memberi alat ini sekitar <a href="https://www.sciencefocus.com/future-technology/gpt-3/">300 miliar kata</a> yang diambil secara sistematis dari internet: buku, artikel, situs web, dan postingan - termasuk informasi pribadi yang diperoleh tanpa persetujuan.</p>
<p>Jika kamu pernah menulis postingan di suatu blog atau ulasan produk, atau mengomentari sebuah artikel secara daring, ada kemungkinan besar informasi ini dikonsumsi oleh ChatGPT.</p>
<h2>Jadi, mengapa hal itu menjadi masalah?</h2>
<p>Pengumpulan data yang digunakan untuk melatih ChatGPT bermasalah karena beberapa alasan.</p>
<p>Pertama, tidak ada satu pun dari kita yang ditanya apakah OpenAI dapat menggunakan data kita. Ini jelas merupakan pelanggaran privasi, terutama ketika data tersebut bersifat sensitif dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kita, anggota keluarga kita, atau lokasi kita.</p>
<p>Bahkan ketika data tersedia untuk umum, penggunaannya dapat melanggar apa yang kita sebut <a href="https://digitalcommons.law.uw.edu/wlr/vol79/iss1/10/">integritas kontekstual</a>. Ini adalah prinsip dasar dalam diskusi hukum tentang privasi. Prinsip ini mensyaratkan bahwa informasi individu tidak boleh diungkapkan di luar dari konteks penggunaan informasi tersebut.</p>
<p>Selain itu, OpenAI tidak menawarkan prosedur bagi individu untuk memeriksa apakah perusahaan menyimpan informasi pribadi mereka, atau untuk memintanya dihapus. Ini adalah hak yang dijamin sesuai dengan Peraturan Perlindungan Data Umum Eropa (<a href="https://gdpr-info.eu/art-17-gdpr/">GDPR</a>) - meskipun masih dalam perdebatan apakah ChatGPT mematuhi <a href="https://blog.avast.com/chatgpt-data-use-legal">persyaratan GDPR</a>.</p>
<p>“Hak untuk dilupakan” ini sangat penting terutama dalam kasus-kasus yang informasinya tidak akurat atau menyesatkan, yang tampaknya <a href="https://www.fastcompany.com/90833017/openai-chatgpt-accuracy-gpt-4">sering terjadi</a> pada ChatGPT.</p>
<p>Selain itu, data hasil pencarian ini yang digunakan ChatGPT bisa jadi merupakan hak milik atau hak cipta. Misalnya, ketika saya memintanya, alat ini menghasilkan beberapa bagian pertama dari buku Joseph Heller, <em><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Catch-22">Catch-22</a></em> - sebuah teks yang dilindungi hak cipta.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="ChatGPT" src="https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=263&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=263&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=263&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=330&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=330&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=330&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">ChatGPT tidak selalu mempertimbangkan perlindungan hak cipta ketika menghasilkan <em>output</em>.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Akhirnya, OpenAI tidak membayar data yang diambilnya dari internet. Individu, pemilik situs web, dan perusahaan yang memproduksinya tidak diberi kompensasi. Hal ini sangat penting mengingat OpenAI baru-baru ini <a href="https://www.nasdaq.com/articles/microsofts-%2410-billion-investment-in-openai%3A-how-it-could-impact-the-ai-industry-and-stock">dihargai sebesar US$29 miliar (Rp 433 triliun)</a>, lebih dari dua kali lipat <a href="https://www.forbes.com/sites/nicholasreimann/2023/01/05/chatgpt-creator-openai-discussing-offer-valuing-company-at-29-billion-report-says/?sh=f2ca73b11e04">nilainya pada 2021</a>.</p>
<p>OpenAI juga baru saja <a href="https://openai.com/blog/chatgpt-plus/">mengumumkan ChatGPT Plus</a>, suatu paket langganan berbayar yang akan menawarkan pelanggan akses berkelanjut, waktu respons yang lebih cepat, dan akses prioritas ke fitur-fitur baru. Paket ini akan berkontribusi pada <a href="https://www.reuters.com/business/chatgpt-owner-openai-projects-1-billion-revenue-by-2024-sources-2022-12-15/">pendapatan yang diharapkan sebesar $1 miliar (Rp 15 triliun) pada 2024</a>.</p>
<p>Semua ini tidak akan mungkin terjadi tanpa data - data kita - yang dikumpulkan dan digunakan tanpa izin dari kita.</p>
<h2>Kebijakan privasi yang lemah</h2>
<p>Risiko privasi lainnya melibatkan data yang diberikan kepada ChatGPT dalam bentuk pertanyaan pengguna. Ketika kita meminta alat ini untuk menjawab pertanyaan atau melakukan tugas, kita mungkin secara tidak sengaja menyerahkan <a href="https://www.forbes.com/sites/lanceeliot/2023/01/27/generative-ai-chatgpt-can-disturbingly-gobble-up-your-private-and-confidential-data-forewarns-ai-ethics-and-ai-law/?sh=5d7dd7ce7fdb">informasi sensitif</a> dan meletakkannya di domain publik.</p>
<p>Misalnya, seorang pengacara mungkin meminta alat ini untuk meninjau draf perjanjian perceraian, atau seorang programmer mungkin memintanya untuk memeriksa sebuah kode. Perjanjian dan kode, selain esai yang dihasilkan, sekarang menjadi bagian dari basis data ChatGPT. Ini berarti mereka dapat digunakan untuk melatih alat ini lebih lanjut, dan disertakan dalam tanggapan terhadap permintaan orang lain.</p>
<p>Selain itu, OpenAI mengumpulkan cakupan yang luas dari informasi pengguna lainnya. Menurut <a href="https://openai.com/privacy/">kebijakan privasi</a> perusahaan OpenAI, mereka mengumpulkan alamat IP (Internet Protocol) pengguna, jenis dan pengaturan <em>browser</em>, dan data interaksi pengguna dengan situs - termasuk jenis konten yang digunakan pengguna, fitur-fitur yang mereka gunakan, dan tindakan yang mereka lakukan.</p>
<p>OpenAI juga mengumpulkan informasi tentang aktivitas penjelajahan pengguna dari waktu ke waktu dan di seluruh situs web. Yang mengkhawatirkan, OpenAI menyatakan dapat <a href="https://openai.com/privacy/">membagikan informasi pribadi pengguna</a> dengan pihak ketiga yang tidak ditentukan, tanpa memberi tahu mereka, untuk memenuhi tujuan bisnis mereka.</p>
<h2>Saatnya untuk mengendalikannya?</h2>
<p>Beberapa ahli percaya bahwa ChatGPT <a href="https://hbr.org/2022/12/chatgpt-is-a-tipping-point-for-ai">merupakan titik kritis bagi AI</a> - sebuah realisasi perkembangan teknologi yang dapat merevolusi cara kita bekerja, belajar, menulis, dan bahkan berpikir. Terlepas dari potensi manfaatnya, kita harus ingat bahwa OpenAI adalah perusahaan swasta pencari laba yang kepentingan dan kepentingan komersialnya tidak selalu selaras dengan kebutuhan masyarakat yang lebih besar.</p>
<p>Risiko privasi yang melekat pada ChatGPT seharusnya menjadi peringatan. Dan sebagai konsumen dari teknologi AI yang semakin banyak, kita harus sangat berhati-hati tentang informasi apa yang kita bagikan dengan alat tersebut.</p>
<p><em>The Conversation telah menghubungi OpenAI untuk meminta komentar, tetapi mereka tidak merespons hingga batas waktu yang ditentukan.</em></p>
<hr>
<p><em>Koreksi: sehubungan dengan potensi ChatGPT untuk menghasilkan teks berhak cipta, artikel ini sebelumnya merujuk pada novel Peter Carey, True History of the Kelly Gang, dengan tangkapan layar ChatGPT yang bukan merupakan kutipan aktual dari buku tersebut. Ini telah diubah menjadi contoh akurat yang merujuk pada buku Joseph Heller, Catch-22.</em></p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209822/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Uri Gal tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>ChatGPT dilatih dengan 300 miliar kata data pengguna, namun pengguna tidak memiliki cara untuk mengetahui apakah data mereka digunakan atau tidak.Uri Gal, Professor in Business Information Systems, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2082252023-06-30T11:10:10Z2023-06-30T11:10:10ZBagaimana rivalitas Microsoft dan Google bisa membuat pengembangan AI semakin melejit<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/534976/original/file-20230630-21-rn9wgf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=18%2C27%2C6020%2C3983&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kedua perusahaan telah melakukan investasi besar -besaran pada perusahaan AI.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/uk-london-january-30-2023-microsoft-2260520033">kovop/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Microsoft dan Google baru-baru ini menanamkan investasi besar di dua perusahaan terbesar dalam bidang kecerdasan buatan (AI). OpenAI, yang mengembangkan ChatGPT, telah menerima <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2023-01-23/microsoft-makes-multibillion-dollar-investment-in-openai">investasi masif sebesar US$10 miliar (Rp 149,4 triliun) dari Microsoft</a>, sementara Google <a href="https://www.ft.com/content/583ead66-467c-4bd5-84d0-ed5df7b5bf9c">menginvestasikan US$300 juta (Rp 4,4 triliun) di Anthropic</a>.</p>
<p>Dukungan finansial dari para raksasa teknologi ini terhadap AI telah membuat persiangan ketat mereka semakin tersorot publik. Perjuangan Google untuk berebut dominasi dengan Microsoft semakin menguat dan menjadi topik utama dalam diskusi tentang kesuksesan AI pada masa depan.</p>
<p>Google telah memberikan kontribusi yang sangat besar di bidang pengembangan AI, termasuk penemuan transformer – suatu bentuk pembelajaran mesin (<em>machine learning</em>) dengan algoritme terus berkembang dalam menjalankan fungsi-fungsi tertentu seiring “dilatih” dengan data – kemajuan beragam teknik untuk mengotomatiskan terjemahan bahasa dan <a href="https://www.theguardian.com/technology/2014/jan/27/google-acquires-uk-artificial-intelligence-startup-deepmind">akuisisi perusahaan AI DeepMind</a>.</p>
<p>Meskipun Google secara konsisten memosisikan dirinya di garis depan pengembangan AI, hadirnya ChatGPT menjadi sebuah tonggak sejarah yang signifikan. Perusahaan OpenAI yang berbasis di California, Amerika Serikat (AS) <a href="https://openai.com/blog/chatgpt">merilis ChatGPT pada November 2022</a> dan <a href="https://sg.style.yahoo.com/chatgpt-4-openai-releases-version-075830243.html">versi yang lebih canggih, GPT-4</a>, diluncurkan pada Februari 2023.</p>
<p>Kehadiran ChatGPT memicu diskusi luas tentang kecerdasan umum buatan (<em>artificial general intelligence</em> atau AGI) – yakni ketika mesin melampaui kecerdasan manusia. Ini juga menjadi fokus dalam peringatan dari Geoffrey Hinton, seorang tokoh berpengaruh dalam bidang AI, yang <a href="https://www.bbc.co.uk/news/world-us-canada-65452940">dalam beberapa wawancara</a> menguraikan kekhawatirannya tentang teknologi ini setelah mengundurkan diri dari Google awal tahun ini.</p>
<p>Akibatnya, <a href="https://arxiv.org/search/?query=large+language+models&searchtype=all&source=header&start=150">jumlah penelitian</a> yang berfokus pada model bahasa besar (<em>large language models</em> atau LLM) – jenis teknologi AI yang mendasari ChatGPT – melonjak. Topik penelitian lainnya terkait AI, seperti sistem dialog dan pencarian informasi, berpotensi kalah populer.</p>
<p>Di tengah gangguan teknologi yang cepat ini, tampaknya Google <a href="https://www.theguardian.com/technology/2023/may/05/google-engineer-open-source-technology-ai-openai-chatgpt">takut kehilangan keunggulan teknologinya</a> dan dominasi pasar.</p>
<h2>Posisi yang bertolak belakang?</h2>
<p>Kekhawatiran Google bukan tanpa alasan. ChatGPT, yang dibuat oleh pesaingnya langsung, telah memanfaatkan teknik pencarian internet rintisan Google untuk menghasilkan keuntungan yang signifikan. Selain itu, <a href="https://www.businessinsider.com/chatgpt-openai-microsoft-hired-former-google-meta-apple-tesla-staff-2023-2?r=US&IR=T">perpindahan talenta dari Google ke OpenAI</a> – bersamaan dengan cepatnya perkembangan OpenAI – sepertinya menjadi tren yang mengkhawatirkan bagi sang raksasa mesin pencari.</p>
<p>Ketika OpenAI didirikan, salah satu prinsipnya adalah <a href="https://www.reuters.com/technology/openai-readies-new-open-source-ai-model-information-2023-05-15/">membuat perangkat lunak yang bersifat “<em>open source</em>” (sumber terbuka)</a>. Artinya, perangkat lunak ini tersedia untuk umum dan memungkinkan pengembang untuk berbagi serta memodifikasinya. Google, sementara itu, bertahan dengan pendekatan komersial yang relatif konsisten dalam berbagai rencana dan ambisinya.</p>
<p>Namun, pergeseran OpenAI menuju komersialisme baru-baru ini dan penerapan <em>closed-source</em> – alias membuat sumber-sumber jadi tertutup – tampaknya bertentangan dengan filosofi awal perusahaan ini.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Representasi ChatGPT" src="https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/532379/original/file-20230616-27-carmc6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">ChatGPT telah berhasil memanfaatkan teknik-teknik pencarian yang dipelopori oleh Google.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/screen-smartphone-chatgpt-chat-ai-tool-2261871807">Giulio Benzin / Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa “orang dalam” industri <a href="https://fortune.com/2023/03/17/sam-altman-rivals-rip-openai-name-not-open-artificial-intelligence-gpt-4/">mengkritik OpenAI</a> karena pendekatannya yang agak kontradiktif. Meskipun menampilkan dirinya sebagai juara teknologi AI yang menggunakan sumber terbuka, tapi <a href="https://www.technologyreview.com/2020/02/17/844721/ai-openai-moonshot-elon-musk-sam-altman-greg-brockman-messy-secretive-reality/">tidak diragukan lagi bahwa OpenAI tetap entitas komersial</a>, sebuah fakta yang memang tidak mudah mereka akui.</p>
<p>Ketegangan antara citra publik OpenAI dan realitas bisnis ini telah membuat persaingannya dengan Google semakin menarik.</p>
<p>Salah satu hal yang mungkin muncul dari kompetisi ini adalah evolusi dan penyempurnaan teknologi AI yang terus berlanjut, didorong oleh kebutuhan untuk tetap unggul di pasaran. Teknik-teknik Google, yang sebelumnya dieksploitasi oleh OpenAI untuk keuntungan komersial, mungkin akan mengalami inovasi lebih lanjut.</p>
<p>Evolusi ini tidak hanya akan meningkatkan fungsionalitas aplikasi AI, tetapi juga akan sangat meningkatkan pengalaman pengguna.</p>
<p>Yusuf Mehdi, Wakil Presiden Korporat di Microsoft, baru-baru ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merasa tidak perlu merombak lanskap persaingan mesin pencari, mengingat <a href="https://mashable.com/article/microsoft-vp-yusuf-mehdi-bing-google-generative-ai">peningkatan hanya satu poin saja dalam pangsa pasar sudah sama dengan kenaikan nilai sebesar US$2 miliar</a> (Rp 30,1 triliun). Perampingan strategis terkait ambisi ini bisa menjadi upaya untuk mengurangi tekanan persaingan di industri teknologi.</p>
<h2>Pengawasan yang lebih ketat</h2>
<p>Perlu dicatat bahwa asosiasi Microsoft dengan OpenAI telah mempertebal persaingan yang sudah kompleks ini. Google juga telah menunjukkan keinginan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek AI eksternal untuk memperluas pengaruhnya.</p>
<p>Investasi Google di Anthropic, sebuah perusahaan riset AI, misalnya, mencerminkan strategi Google untuk mempertahankan keunggulan teknologinya melalui kemitraan strategis. </p>
<p>Salah satu kekhawatiran yang dirasakan banyak orang, termasuk saya, adalah potensi misinformasi, disinformasi, dan distorsi yang dibuat oleh ChatGPT. Dengan lebih dari 200 juta pengguna, teknologi ini melayani sekitar 2,53% dari populasi global.</p>
<p>Disinformasi yang tersebar luas di media sosial telah secara signifikan <a href="https://misinforeview.hks.harvard.edu/article/misinformation-in-action-fake-news-exposure-is-linked-to-lower-trust-in-media-higher-trust-in-government-when-your-side-is-in-power/">mengikis kepercayaan pada konten-konten <em>online</em></a> dan bahkan dilaporkan telah <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-018-07761-2">memengaruhi pemilihan presiden AS tahun 2016</a>.</p>
<p>Dengan basis pengguna yang begitu luas untuk ChatGPT, mungkin saja perusahaan teknologi bisa memanipulasi percakapan, memengaruhi preferensi dan keputusan pengguna secara halus dengan berbagai cara. Oleh karena itu, kebutuhan akan pengawasan dan regulasi yang lebih kuat terhadap model bahasa besar ini menjadi semakin mendesak.</p>
<p>Terlepas dari meningkatnya persaingan atas AI, Google tetap menjadi entitas yang dihormati di industri teknologi global. Persaingan AI antara Google dan Microsoft telah mendorong kedua perusahaan untuk mendobrak batasan-batasan teknologi ini. Hal ini menjanjikan kemajuan yang menarik pada tahun-tahun mendatang.</p>
<p>Berbagai strategi yang digunakan dalam kompetisi ini, mulai dari akuisisi talenta hingga investasi strategis, mencerminkan betapa besarnya pertaruhan dalam lanskap AI. Secara khusus, memperoleh talenta terbaik memungkinkan perusahaan-perusahaan ini meningkatkan kemampuan AI mereka, sehingga memberi mereka keunggulan kompetitif.</p>
<p>Investasi strategis, di sisi lain, memungkinkan diversifikasi dan perluasan ke berbagai aplikasi dan sektor AI baru, sehingga meningkatkan pengaruh dan pangsa pasar mereka di bidang AI. Ini semua menunjukkan tingginya nilai dan potensi teknologi AI dalam membentuk masa depan kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/208225/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yali Du tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Persaingan terkait AI sedang memanas antara dua raksasa teknologi.Yali Du, Lecturer in Artificial Intelligence, King's College LondonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2062022023-05-26T00:35:36Z2023-05-26T00:35:36ZApa itu internet? Ilmuwan komputer menjawabnya dan jelaskan asal-usulnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/528178/original/file-20230525-15-5d05u8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak dari kita menggunakan internet untuk mengakses Google.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/EDZTb2SQ6j0?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Benjamin Dada/Unsplash</a></span></figcaption></figure><blockquote>
<p><strong>Apa sebenarnya internet itu? Nora, usia 8 tahun, Akron, Ohio, Amerika Serikat</strong></p>
</blockquote>
<hr>
<p>Internet adalah kumpulan komputer global yang tahu bagaimana cara mengirim pesan satu sama lain. Hampir semua yang terhubung ke internet adalah sebuah komputer - atau memiliki komputer di dalamnya. </p>
<p>Pada awal tahun 1960-an, komputer hanya digunakan untuk tujuan khusus seperti <a href="https://www.sciencesource.com/1756131-livermore-advanced-research-computer-1960.html">penelitian ilmiah</a>. Jumlahnya pun tidak banyak karena ukurannya yang besar dan mahal. Satu komputer dan aksesori yang menyertainya dapat <a href="https://www.pimall.com/nais/pivintage/burroughscomputer.html">dengan mudah memenuhi sebuah ruangan</a>. Untuk bertukar data, orang akan mengatur waktu untuk bekerja bersama dan satu komputer akan <a href="https://medium.com/dish/75-years-of-innovation-acoustic-modem-6a5e56e5b6ee">terhubung dengan komputer lain dengan panggilan telepon</a>.</p>
<p>Pemerintah Amerika Serikat menginginkan sebuah jaringan yang memungkinkan komputer berkomunikasi secara otomatis dan <a href="https://www.internethalloffame.org/2012/09/06/what-do-h-bomb-and-internet-have-common-paul-baran/">bahkan jika beberapa sambungan telepon terputus</a>. Misalkan kamu ingin mengirim pesan dari Komputer A ke Komputer B di masing-masing dari tiga jenis jaringan yang berbeda. Yang pertama adalah jaringan dengan satu komputer pusat yang terhubung ke semua komputer lainnya sebagai sambungan. Yang kedua adalah jaringan yang terdiri dari beberapa jaringan yang terhubung dengan <em>hub</em> mereka. Yang ketiga adalah jaringan di mana setiap komputer terhubung ke beberapa komputer lain, membentuk semacam jaring. Menurut kamu, mana yang paling bisa diandalkan jika ada beberapa komputer dan sambungan yang rusak? </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="internet" src="https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=567&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=567&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/514724/original/file-20230310-462-lhuuzz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=567&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Untuk mengirimkan pesan dari A ke B, jenis jaringan mana yang kemungkinan besar akan terus bekerja jika beberapa jalurnya terputus?</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:P2P_Topology.jpg">Txelu Balboa via Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jaringan pertama rentan karena jika komputer pusat hilang, maka tidak ada komputer yang dapat berkomunikasi. Jaringan kedua rentan karena jika salah satu komputer <em>hub</em> hilang, jalur antara A dan B terputus. Namun pada jaringan ketiga, banyak komputer dan sambungan individu dapat hilang dan masih ada jalur untuk menghubungkan A dan B. Jadi jaringan ketiga akan menjadi yang paling dapat diandalkan.</p>
<h2>ARPANET dan gagasan <em>hot potatoes</em></h2>
<p>Seorang insinyur Amerika bernama <a href="https://www.rand.org/about/history/baran.html">Paul Baran</a> bekerja pada masalah ini di sebuah perusahaan bernama Rand Corp. Pada tahun 1962, dia mempublikasikan sebuah ide baru untuk jaringan komputer, yang dia sebut sebagai <em><a href="https://culture.pl/en/article/how-paul-baran-invented-the-internet">hot potato networking</a></em>.</p>
<p>Dalam ide Baran, sebuah pesan akan dipecah menjadi banyak bagian kecil - <em>potatoes</em>. Ketika Komputer A ingin mengirimkan pesannya ke Komputer B, komputer tersebut akan mengirimkan kentang-kentang kecil tersebut ke komputer tetangga. Komputer tersebut akan meneruskannya ke arah yang benar sesegera mungkin. Untuk memastikan pesan terkirim dengan cepat, potongan-potongan pesan diperlakukan seolah-olah masih panas, sehingga kamu tidak ingin pesan tersebut berada di tanganmu terlalu lama.</p>
<p>Pesan-pesan tersebut diberi nomor urut sehingga ketika sampai di Komputer B, komputer tujuan akhir, mesin tersebut akan tahu bagaimana menempatkannya dalam urutan yang tepat untuk menerima pesan secara lengkap.</p>
<p>Ide Baran diimplementasikan sebagai <a href="https://www.ibiblio.org/pioneers/baran.html">ARPANET</a>. Jaringan ini adalah pendahulu langsung dari internet saat ini. </p>
<p>Alih-alih <em>hot potatoes</em>, sistem ini mendapat nama yang lebih formal, yang masih kita gunakan sampai sekarang: <em><a href="https://www.geeksforgeeks.org/packet-switched-network-psn-in-networking/">packet switched networking</a></em>. <em>Potatoes</em> diganti namanya menjadi <em>packet</em> - bagian kecil dari pesan yang lengkap. </p>
<p>Vinton Cerf, seorang ilmuwan komputer Amerika dikenal sebagai salah satu bapak internet. Dia menyumbangkan banyak ide penting termasuk bahwa komputer penerima dapat menanyakan kepada komputer pengirim tentang paket yang hilang - yang kadang-kadang mereka lakukan. Hal ini dikenal dengan nama <em><a href="https://www.wired.com/2012/04/epicenter-isoc-famers-qa-cerf/">transmission control protocol</a></em> atau TCP.</p>
<h2>Lahirnya World Wide Web (WWW)</h2>
<p>Kontributor penting lainnya adalah <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Tim_Berners-Lee">Tim Berners-Lee</a>, seorang ilmuwan komputer Inggris. Berners-Lee bekerja di CERN, Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir. Dia ingin menciptakan sebuah sistem bagi para koleganya untuk berbagi hasil penelitian mereka dengan lebih baik satu sama lain.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Tim Berners-Lee" src="https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=484&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=484&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/514746/original/file-20230310-22-cbebaz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=484&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tim Berners-Lee menemukan World Wide Web pada awal tahun 1990-an.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://cds.cern.ch/images/CERN-GE-9407011-31">CERN</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sekitar tahun 1990, Berners-Lee muncul dengan ide bahwa komputer dapat menjadi tuan rumah bagi kumpulan “halaman,” yang masing-masing memiliki <a href="https://webfoundation.org/about/vision/history-of-the-web/">teks, gambar, dan tautan ke halaman lain</a>. Dia menciptakan cara yang mudah bagi tautan untuk menentukan komputer mana saja - konsep URL, atau <em><a href="https://www.welcometothejungle.com/en/articles/btc-url-internet">uniform resource locator</a></em>.</p>
<p>Berners-Lee menamai sistem ini sebagai <a href="https://thenextweb.com/news/how-the-world-wide-web-was-nearly-called-the-information-mesh">world wide web</a>. Dia menulis kode untuk browser web pertama untuk melihat halaman web dan server web untuk mengirimkannya. Jika kamu melihat URL yang menyertakan “www” - itu adalah nama aslinya.</p>
<p>Berners-Lee mungkin telah merencanakan untuk menggunakan web terutama untuk berbagi teks, gambar dan file. Namun, karya-karya sebelumnya di internet <a href="https://www.thebroadcastbridge.com/content/entry/10882/a-brief-history-of-ip-audio-networks">membuat web juga cocok untuk video dan suara</a>. YouTube, Instagram dan TikTok dibuat menggunakan aturan yang sama atau protokol yang dikembangkan oleh Cerf dan Berners-Lee.</p>
<h2><em>Internet of Things</em></h2>
<p>Dalam 20 tahun terakhir, komputer telah menjadi semakin canggih dan murah. Sekarang, sebuah chip komputer yang dapat <a href="https://www.nabto.com/how-much-iot-device-cost-business/">terhubung langsung ke internet dijual seharga US$5</a> (Rp 73 ribu) - jauh lebih murah daripada laptop dan ponsel masa kini (sekitar $300 (Rp 4,4 juta) atau komputer seukuran kamar ($1 juta (Rp 14.4 milyar) atau lebih!) . </p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="kulkas pintar, bagian dari Internet of Things" src="https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=659&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=659&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=659&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=829&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=829&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/514561/original/file-20230309-22-mth9ci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=829&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Banyak peralatan yang lebih baru seperti kulkas pintar ini yang terkoneksi dengan internet.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/Smart_refrigerator#/media/File:Samsungfamilyhub.png">Paul Stefaan Mooij/Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/">CC BY-NC-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Biaya yang lebih rendah ini telah menghasilkan <a href="https://www.statista.com/statistics/1183457/iot-connected-devices-worldwide/">jutaan perangkat</a> yang terhubung ke internet. Perangkat-perangkat ini termasuk sensor. Sebuah <a href="https://www.safewise.com/smart-home-faq/how-do-smart-thermostats-work/">termostat pintar</a> memonitor rumah kamu dengan menggunakan sensor suhu. Kamera keamanan mengawasi teras depan rumah kamu menggunakan serangkaian sensor cahaya kecil.</p>
<p>Perangkat ini juga memiliki <a href="https://www.geeksforgeeks.org/actuators-in-iot/"><em>actuator</em></a> - mekanisme yang mengontrol aktivitas di dunia fisik. Sebagai contoh, termostat pintar dapat menghidupkan dan mematikan sistem pemanas dan pendingin di rumahmu.</p>
<p>Bersama-sama, semua perangkat pintar ini disebut <em><a href="https://www.wired.co.uk/article/internet-of-things-what-is-explained-iot">internet of things</a></em> atau IoT. Internet tidak hanya mencakup komputer dan telepon, tetapi juga semua perangkat IoT ini. Kamu mungkin memiliki <a href="https://www.wired.co.uk/article/internet-of-things-what-is-explained-iot">kulkas pintar</a> yang memiliki kamera di dalamnya. Ketika mengetahui kamu kehabisan susu, kulkas tersebut akan mengirimkan pesan ke ponsel dan mengingatkan kamu untuk membeli lebih banyak.</p>
<p>Hampir semua hal terhubung ke internet sekarang.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206202/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fred Martin menerima dana dari the National Science Foundation dan Google. </span></em></p>Hampir semua orang menggunakan internet hampir setiap hari. Namun, apakah kamu benar-benar tahu apa itu internet?Fred Martin, Professor of Computer Science, UMass LowellLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2006412023-03-16T16:21:48Z2023-03-16T16:21:48ZMisinformasi belum tentu menyebabkan perilaku buruk, tidak ada cukup bukti tentang ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/515737/original/file-20230316-14-hu3ken.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">E C BE F BFB E F D</span> </figcaption></figure><p>“Selama pengaruh surat kabar terhadap pikiran dan moral masyarakat masih mengkhawatirkan, tidak ada keraguan rasional bahwa telegraf telah menyebabkan masalah besar.” </p>
<p>Begitulah kata <a href="https://www.theatlantic.com/technology/archive/2014/07/in-1858-people-said-the-telegraph-was-too-fast-for-the-truth/375171/">The New York Times</a> pada tahun 1858, ketika kabel transatlantik yang menghubungkan Amerika Utara dan Eropa selesai dibangun.</p>
<p>Pada dekade awal kemunculannya, telegraf pernah dianggap sebagai sarana penyebaran propaganda. Beberapa pihak pun menuding mesin ini bakal memecah belah masyarakat. Sebagian mereka juga melihat telegraf <a href="https://monoskop.org/images/b/bf/Lippman_Walter_Public_Opinion.pdf">dapat memutus koneksi manusia</a> dari dunia nyata, dengan cara memperkenalkan ide-ide palsu di benak orang-orang. </p>
<p>Kita saat ini mungkin merasa anggapan di atas sebagai ketakutan yang tidak rasional atau <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/mono/10.4324/9780203828250/folk-devils-moral-panics-stanley-cohen">kepanikan moral</a>.</p>
<p>Mundurlah lebih jauh ke masa lalu. Kita akan menemukan contoh informasi meragukan turut disebarluaskan melalui teknologi masa lampau – <a href="https://journals.ala.org/index.php/ltr/article/view/6497">seperti dalam bentuk tanah liat, batu, dan papirus</a>.</p>
<p>Majulah lagi ke masa kini. Kita akan melihat kekhawatiran senada terhadap informasi di media sosial.</p>
<p>Jadi, apakah reaksi kita berlebihan? Kami <a href="https://doi.org/10.1177/17456916221141344">mempertanyakan kembali bukti-bukti</a> yang menunjukkan bahwa informasi yang salah menyebabkan keyakinan dan perilaku yang buruk. Kami menemukan bahwa itu masih berupa kemungkinan.</p>
<p>Masyarakat nampaknya kian mengkhawatirkan misinformasi. Jika kita mengetik “misinformasi” di mesin pencari akademik, kita akan mendapatkan sekitar 100 ribuan topik antara tahun 1970 dan 2015. Dalam tujuh tahun terakhir saja, ada lebih dari 150 ribu topik.</p>
<p><a href="https://www.mpf.se/en/mission/">Swedia</a>, <a href="https://www.aec.gov.au/About_AEC/files/eiat/eiat-disinformation-factsheet.pdf">Australia</a>, <a href="https://www.canada.ca/en/canadian-heritage/services/online-disinformation.html">Kanada</a>, <a href="https://publications.parliament.uk/pa/cm201719/cmselect/cmcumeds/1791/1791.pdf">Inggris</a>, <a href="https://www.state.gov/disarming-disinformation/">Amerika Serikat</a>, <a href="https://digital-strategy.ec.europa.eu/en/policies/online-disinformation">Uni Eropa</a>, <a href="https://www.who.int/health-topics/infodemic">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),</a> dan <a href="https://www.un.org/en/un-coronavirus-communications-team/un-tackling-infodemic-misinformation-and-cybercrime-covid-19">Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)</a>, melakukan riset intensif tentang topik ini. Penelitian tersebut berkaitan dengan pengenalan undang-undang, rancangan undang-undang, serta satuan tugas dan unit untuk memblokir penyebaran virus misinformasi. </p>
<p>Benang merah dari berbagai riset di atas: misinformasi merupakan masalah besar.</p>
<p>Mengapa temuan-temuan riset mereka senada? Ketika kami meninjau penelitian <a href="https://doi.org/10.1177/17456916221141344">dari sejumlah disiplin ilmu yang berbeda</a> – termasuk sosiologi, ilmu komputer, psikologi, filsafat, dan studi media – kesimpulan mengarah pada adanya evolusi internet. </p>
<p>Kemunculan media sosial telah mengubah konsumen yang pasif informasi (hanya menerima) menjadi produsen dan distributor aktif. Hasilnya adalah informasi yang tidak terverifikasi dan tidak terkontrol dapat meningkatkan kepercayaan pada klaim palsu.</p>
<p>Penelitian ini menunjukkan bahwa misinformasi dapat meningkatkan ketidakpercayaan publik pada berita di media serta pemerintah, ataupun maraknya perilaku politik nonliberal (misalnya serangan kekerasan terhadap kelompok etnis tertentu). </p>
<p>Selain dampak di atas, misinformasi juga mengganggu stabilitas perilaku ekonomi. Saham Pepsi, misalnya, <a href="https://www.nim.org/en/publications/gfk-marketing-intelligence-review/all-issues/brand-risk-matters/how-truthiness-fake-news-and-post-fact-endanger-brands-and-what-do-about-it">turun sekitar 4%</a> karena <a href="https://www.snopes.com/fact-check/pepsi-ceo-tells-trump-supporters-to-take-their-business-elsewhere/">viralnya cerita palsu</a> bahwa Kepala Eksekutif (CEO) mereka, Indra Nooyi, mengatakan kepada pendukung Trump untuk “membawa bisnis mereka ke tempat lain”.</p>
<p>Kendati begitu, anggapan tentang keterkaitan antara media sosial dan keresahan sosial kerap didasarkan pada asumsi, bukan bukti empiris. Asumsi-asumsi ini biasanya berbentuk rantai sebab-akibat, seperti ini: informasi yang salah → keyakinan buruk → perilaku buruk.</p>
<p>Sejumlah disiplin ilmu seperti <a href="https://mitpress.mit.edu/9780262530743/matter-and-consciousness">filsafat</a> dan <a href="https://www.penguin.co.uk/books/285465/the-mind-is-flat-by-chater-nick/9780241208779">psikologi</a> mempertanyakan keabsahan hubungan sebab-akibat antara keyakinan dan perilaku. Pada kenyataannya, <a href="https://gcs.civilservice.gov.uk/wp-content/uploads/2022/09/Wall_of_Beliefs_-publication.pdf">hubungan antara keyakinan dan perilaku amat dinamis</a>. Artinya, keduanya dapat mendorong satu sama lain secara kompleks.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Hooded hacker person using smartphone in infodemic concept with digital glitch effect." src="https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/511121/original/file-20230220-14-56d1sa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kami sering menemukan sumber yang tidak dapat dipercaya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/hooded-hacker-person-using-smartphone-infodemic-2111213687">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada prinsipnya, masyarakat harus mampu menilai kualitas informasi dan sumbernya. Kita telah berhadapan dengan kebohongan dan ketidakakuratan informasi selama ribuan tahun. Meski terkadang pengiklan bisa menipu kita, tidak ada model yang sempurna tentang bagaimana saluran komunikasi tertentu dengan konten tertentu dapat meyakinkan orang-orang untuk bertindak dalam skala besar.</p>
<h2>Titik buta dalam penelitian</h2>
<p>Hanya karena banyak peneliti setuju bahwa ada infodemik yang menyebabkan penyakit masyarakat – ketidakpercayaan pada institusi, misalnya – bukan berarti akar masalahnya ditemukan ataupun buktinya aman. Dengan menggabungkan perspektif sejarah dan psikologis, kami menemukan kelemahan dalam penalaran ini.</p>
<p>Rantai sebab-akibat yang dijelaskan di atas mensyaratkan kita semua untuk sepakat tentang apa itu misinformasi. Definisi itu tidak berubah dari waktu ke waktu. </p>
<p>Namun apa jadinya jika lama-kelamaan apa yang awalnya diberi label misinformasi menjadi informasi, atau informasi menjadi misinformasi?</p>
<p>Tantangan Galileo tahun 1632 terhadap model astronomi geosentris yang menganggap Bumi sebagai pusat tata surya, adalah contoh klasik. Terlepas dari kenyataan bahwa dia benar, gereja Katolik tidak secara resmi <a href="https://www.nytimes.com/1992/10/31/world/after-350-years-vatican-says-galileo-was-right-it-moves.html">mencoret vonis bidah mereka terhadap Galileo</a> hingga tahun 1992. Jadi, selama beberapa abad, kebenaran yang disampaikan Galileo dianggap sebagai misinformasi.</p>
<p>Baru-baru ini ada perdebatan mengenai asal-usul virus SARS-CoV-2. Informasi bahwa virus itu dikembangkan di laboratorium pada awalnya secara luas dianggap sebagai <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13669877.2020.1758193">teori konspirasi</a>. Seiring waktu, ada pihak yang melihat informasi itu sebagai suatu <a href="https://www.science.org/content/article/who-chief-sharpens-call-china-further-help-probe-origin-pandemic">hipotesis yang masuk akal</a> .</p>
<p>Upaya menggolongkan suatu hal sebagai misinformasi atau bukan kian sulit karena banyak perdebatan dan ketidaksepakatan arti istilahnya maupun gagasan yang terkait: berita palsu dan disinformasi–walaupun ada beberapa <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/17456916221141344">usulan definisi</a> dan karakteristik misinformasi dalam literatur ilmiah.</p>
<p>Karena ketiadaan kesepakatan itu, tidak ada cara yang jelas untuk menentukan peran misinformasi dalam membentuk keyakinan dan, sebaliknya, bagaimana keyakinan tersebut memengaruhi perilaku.</p>
<p>Titik buta kedua berkaitan dengan aksesibilitas informasi. Kemajuan teknologi tidak hanya memunculkan cara-cara baru untuk mengakses dan berbagi informasi, tapi juga memberikan peluang baru bagi jurnalis, pemerintah, dan peneliti untuk menganalisis berbagai bentuk komunikasi manusia dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.</p>
<p>Ada kesan umum adalah bahwa orang-orang di media sosial memilah-milih fakta versi mereka sendiri tentang dunia. Ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap berbagai institusi (berita di media, pemerintah, sains) dan membuat masyarakat terpecah.</p>
<p>Namun, akses lebih banyak untuk mengetahui volume komunikasi yang sangat besar antarorang di dunia maya, tak serta-merta menyebabkan penyakit masyarakat. Bisa jadi kita sebenarnya hanya mengamati bagian kecil dari jalinan komunikasi manusia, seperti yang biasanya terjadi di pasar, pub, dan saat makan malam keluarga.</p>
<p>Kita juga perlu membahas cara menangani misinformasi. Namun, masih belum jelas bagaimana langkah-langkah yang dirancang untuk menghambat penyebaran, katakanlah, klaim ilmiah yang menyesatkan akan berhasil. Kita memerlukan aturan untuk membatasi penelitian dan praktik yang tidak etis. Namun, jika pembatasannya berlebihan, fondasi masyarakat demokratis akan terkikis.</p>
<p>Sejarah mengajarkan kita bahwa penyensoran <a href="https://www.perlego.com/book/2646812/dangerous-ideas-a-brief-history-of-censorship-in-the-west-from-the-ancients-to-fake-news-pdf">sering menjadi bumerang</a> dan menurunkan kepercayaan masyarakat pada suatu lembaga.</p>
<p>Tidak ada solusi yang instan. Upaya kita mencegah maupun menangani misinformasi mesti <a href="https://royalsociety.org/topics-policy/projects/online-information-environment">menyeimbangkan</a> kebebasan berekspresi dan nilai-nilai demokrasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200641/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kita sering menganggap misinformasi bisa mengarahkan pada keyakinan yang salah, dan kemudian menyebabkan perilaku antisosial. Sejauh ini hanya ada sedikit bukti yang mendukung argumentasi tersebut.Magda Osman, Principal Research Associate in Basic and Applied Decision Making, Cambridge Judge Business SchoolBjörn Meder, Professor of Psychology, Health and Medical UniversityChristos Bechlivanidis, Associate Professor - Experimental Psychology, UCLZoe Adams, Research associate, Cambridge Judge Business SchoolLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1986912023-01-28T03:42:45Z2023-01-28T03:42:45ZApa yang terjadi pada data pribadi kita ketika kita tidak lagi menggunakan media sosial?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/506786/original/file-20230127-12-lgo9m.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Apa yang terjadi pada semua konten yang diunggah di platform media sosial dan blog — seperti MySpace dan LiveJournal — lebih dari dua dekade lalu?</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock) </span></span></figcaption></figure><p>Internet memiliki peran sentral dalam kehidupan kita. Saya — dan banyak orang seusia saya — tumbuh beriringan dengan perkembangan media sosial dan platform konten.</p>
<p>Bersama rekan-rekan saya, saya membuat situs web pribadi di <a href="https://www.howtogeek.com/692445/remembering-geocities-the-1990s-precursor-to-social-media/">GeoCities</a>, membuat blog di <a href="https://www.livejournal.com/about/">LiveJournal</a>, berteman di <a href="https://www.failory.com/cemetery/myspace">MySpace</a> dan bergaul di <a href="https://www.macleans.ca/society/technology/nexopia-is-an-online-utopia-for-teens/">Nexopia</a>. Banyak dari platform dan ruang sosial sebelumnya menempati sebagian besar ingatan masa muda kita. Oleh karena itu, web telah menjadi keterikatan yang rumit yang menjadi dasar hubungan dan koneksi.</p>
<p>Penelitian doktoral saya melihat bagaimana kita telah menjadi “<em>databound</em>” — <a href="https://hdl.handle.net/1807/125246">terikat pada data yang telah kita hasilkan sepanjang hidup kita, baik dengan cara yang dapat kita kendalikan maupun tidak</a>.</p>
<p>Apa yang terjadi pada data kita saat kita meninggalkan platform? Apa yang seharusnya terjadi? Apakah Anda ingin mendapatkan jawabannya?</p>
<h2>Data pribadi dalam jumlah yang sangat besar</h2>
<p>Sebagai bagian dari pekerjaan, komunikasi, perbankan, perumahan, transportasi, dan kehidupan sosial kita, kita memproduksi data setiap hari. Kita sering tidak menyadari — dan oleh karena itu tidak dapat menghindarinya — berapa banyak data yang kita hasilkan. Kita juga jarang dapat menentukan cara penggunaan, penyimpanan, atau penyebarannya.</p>
<p>Kurangnya kendali ini berdampak negatif pada kita, dan efeknya tidak proporsional kaitannya dengan perbedaan ras, jenis kelamin, dan kelas. Informasi tentang identitas kita dapat digunakan dalam algoritme dan oleh orang lain untuk <a href="https://research-information.bris.ac.uk/en/publications/patterns-of-use-conceptualising-the-role-of-web-archives-in-onlin">menindas</a>, <a href="https://www.dhi.ac.uk/san/waysofbeing/data/data-crone-crawford-2015b.pdf">mendiskriminasi</a>, <a href="https://pudding.cool/2021/10/lenna/">melecehkan</a>,<a href="https://doi.org/10.7551/mitpress/10483.001.0001">menyebarluaskan data pribadi</a>, dan <a href="https://doi.org/10.26522/ssj.%20v15i3.2536">merugikan kita</a>.</p>
<p>Privasi data pribadi sering dipikirkan dengan adanya <a href="https://globalnews.ca/news/9271365/privacy-sobeys-data-breach-perscriptions/">pelanggaran perusahaan</a>, <a href="https://www.cbc.ca/news/canada/toronto/scarborough-health-network-data-breach-1.6465355">peretasan rekam medis</a>, dan <a href="https://toronto.ctvnews.ca/ontario-gamblers-affected-by-recent-betmgm-data-breach-1.6217778">pencurian kartu kredit</a>.</p>
<p>Penelitian saya tentang partisipasi kaum muda dan produksi data pada platform populer yang menjadi ciri akhir tahun 1990-an hingga 2000-an — seperti GeoCities, Nexopia, LiveJournal, dan MySpace — menunjukkan bahwa periode ini adalah era di mana privasi data jarang dipertimbangkan dalam konteks kontemporer.</p>
<p>Data seringkali bersifat pribadi dan dibuat dalam konteks partisipasi sosial dan digital yang khusus. Contohnya termasuk blog bergaya buku harian, penulisan kreatif, swafoto, dan ketika seseorang ikut dalam fandom. Konten buatan pengguna ini, kecuali memang ada tindakan untuk menghapusnya, dapat bertahan lama: ingat, <a href="https://www.salon.com/2018/01/10/the-tyranny-of-the-internet-is-forever/">internet bersifat abadi</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-real-problem-with-posting-about-your-kids-online-110131">The real problem with posting about your kids online</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Keputusan tentang apa yang akan terjadi pada jejak digital kita harus dipengaruhi oleh orang yang membuatnya. Penggunaannya mempengaruhi privasi, otonomi, dan anonimitas kita. Pada akhirnya, ini merupakan masalah kekuasaan.</p>
<p>Biasanya, saat situs web atau platform “mati,” atau “<a href="https://www.netlingo.com/word/sunset.php">tidak melanjutkan operasinya (<em>sunset</em>)</a>,” keputusan tentang data dibuat oleh karyawan perusahaan pada <a href="https://www.latimes.com/opinion/story/2021-05-04/yahoo-answers-shut-down-social-platforms">dalam kurun waktu tertentu (<em>ad-hoc</em>)</a>.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/Cm7qN7MuTMT","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<h2>Mengontrol data</h2>
<p>Data milik pribadi — yang diproduksi di platform dan dipegang oleh perusahaan — dikuasai oleh perusahaan, bukan orang yang memproduksinya. Lebih sering, opsi yang diberikan platform kepada pengguna untuk menentukan privasi atau penghapusan mereka tidak menghapus semua jejak digital dari basis data internal. Meskipun beberapa data dapat dihapus secara teratur (<a href="https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/mar/10/yahoo-deleted-all-my-emails-and-theres-nothing-i-can-do-about-it">seperti surel Yahoo</a>), data lain dapat tetap bertahan secara online untuk waktu yang sangat lama.</p>
<p>Terkadang, data ini dikumpulkan oleh <a href="https://archive.org/">Internet Archive</a>, sebuah perpustakaan digital online. Setelah diarsipkan, data tersebut menjadi bagian dari warisan budaya kolektif kita. Namun, tidak ada konsensus atau standar tentang bagaimana data ini harus diperlakukan.</p>
<p>Para pengguna harus diikusertakan untuk mempertimbangkan bagaimana data pada platform mereka dikumpulkan, disimpan, dipertahankan, disebarkan, atau dihapuskan, dan dalam konteks apa. Apa yang seharusnya terjadi pada data kita?</p>
<p>Dalam penelitian saya, saya mewawancarai para pengguna tentang pendapat mereka mengenai pengarsipan dan penghapusan data. Tanggapan yang diberikan sangat bervariasi: beberapa dari mereka kecewa ketika mereka menemukan blog mereka dari tahun 2000 telah lenyap, sementara yang lain merasa takut bahwa konten mereka masih ada hingga sekarang.</p>
<p>Perbedaan pendapat ini umumnya berada dalam konteks produksi seperti: ukuran asli audiens yang mereka lihat, kepekaan materi, dan apakah kontennya terdiri dari foto atau teks, menggunakan bahasa yang tidak jelas atau eksplisit, atau berisi tautan ke informasi yang dapat diidentifikasi seperti profil Facebook saat ini.</p>
<h2>Perlindungan privasi</h2>
<p><a href="https://aoir.org/ethics/">Para peneliti sering berdebat</a> apakah konten buatan pengguna harus digunakan untuk penelitian, dan <a href="https://doi.org/10.1108/JICES-12-2021-0125">dalam kondisi apa</a> konten tersebut dapat digunakan.</p>
<p>Di Kanada, <a href="https://ethics.gc.ca/eng/policy-politique_tcps2-eptc2_2022.html"><em>Tri-Council Policy Statement guidelines</em></a> (pedoman Pernyataan Kebijakan Tri-Dewan) untuk penelitian etis menegaskan bahwa informasi yang dapat diakses publik tidak memiliki ekspektasi privasi yang wajar. Namun, terdapat interpretasi yang menyertakan persyaratan khusus media sosial untuk penggunaan secara etis. Hanya saja, pembedaan konteks publik dan konteks privat tidak mudah dibuat dalam konteks digital.</p>
<p><a href="https://gdpr-info.eu/">Regulasi Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa</a> telah membantu mengubah standar penanganan data pribadi oleh perusahaan dan lainnya. Hal ini memperluas hak untuk mempertimbangkan pembatasan untuk mengakses, mengubah, menghapus, dan memindahkan data pribadi.</p>
<p>Pasal 17 dan 19 GDPR tentang <a href="https://www.dataprotection.ie/en/individuals/know-your-rights/right-erasure-articles-17-19-gdpr">hak untuk menghapus (hak untuk melupakan data)</a> merupakan langkah signifikan menuju hak privasi digital individu. Jika dapat berujung pada cedera pribadi, bahaya, atau memberikan informasi yang tidak akurat, para anggota UE dapat menghapus jejak digital mereka secara hukum.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="dua remaja perempuan yang memakai kacamata hitam mengambil swafoto" src="https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kita sering membuat dan mengunggah konten tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Hak atas keamanan online</h2>
<p>Namun, banyak yang berpendapat bahwa fokus pada privasi individu melalui <em>informed consent</em> (persetujuan yang diinformasikan) tidak ditempatkan dengan baik dalam konteks digital di mana privasi sering dialami secara kolektif. Model <em>informed consent</em> juga menegaskan harapan bahwa individu dapat mempertahankan batasan akan data mereka dan harus mampu mengantisipasi penggunaan data tersebut di masa mendatang.</p>
<p>Pengguna platform media sosial didorong untuk “mengambil alih” kehidupan digital mereka, sehingga <a href="https://reallifemag.com/digital-hygiene/">penggunaan data diri sendiri dapat selalu diawasi dan jejak digital dapat dibatasi</a>. Sebagian besar produksi data berada di luar kendali pengguna, hanya karena metadata dihasilkan dengan berpindah melalui ruang online.</p>
<p>Jika web akan menjadi ruang belajar, bermain, eksplorasi, dan koneksi, maka terus-menerus mengurangi risiko di masa depan dengan mengantisipasi bagaimana dan kapan informasi pribadi digunakan dapat secara aktif menghambat terwujudnya tujuan tersebut.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/au/topics/social-media-and-society-125586"><img src="https://images.theconversation.com/files/498128/original/file-20221129-22-imtnz0.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=144&fit=crop&dpr=1" width="100%"></a></p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198691/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Katie Mackinnon menerima dana dari Ontario Graduate Scholarship (OGS).</span></em></p>Pengguna media sosial dan platform penerbitan telah menghasilkan data dalam jumlah besar. Data ini bersifat online setelah platform telah lama berhenti digunakan dan dapat memengaruhi kehidupan orang.Katie Mackinnon, Postdoctoral Fellow, Critical Digital Humanities Initiative, University of TorontoLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1981642023-01-20T03:09:38Z2023-01-20T03:09:38ZBagaimana caranya membasmi budaya toksik dalam e-sports?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/505498/original/file-20230120-22-k6zlm0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Suatu tim _gaming_ tingkat perguruan tinggi di AS berlatih bermain League of Legends.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/login?returnUrl=%2Fdetail%2FLeagueofLegendsEsports101%2F82e5316f00e046da906c96a16d9f07d7%2Fphoto%3FQuery%3DLeague%2520of%2520legends%26mediaType%3Dphoto%26sortBy%3D%26dateRange%3DAnytime%26totalCount%3D225%26currentItemNo%3D13">(AP Photo/M. Spencer Green)</a></span></figcaption></figure><p>Dalam kehidupan sehari-hari, kita kemungkinan jarang mendengar orang berteriak kepada kita, “Sana balik ke dapur dan masak aja!” Tapi jika kamu adalah seorang perempuan yang bermain <em>online game</em>, ungkapan semacam ini – atau bahkan yang lebih parah – sangat sering muncul.</p>
<p>Apalagi saat pandemi COVID-19 mendorong gencarnya kehidupan daring dan juga memicu <a href="https://www.washingtonpost.com/video-games/2020/05/12/video-game-industry-coronavirus/">pertumbuhan <em>online gaming</em></a>, pelecehan di ruang tersebut maupun sudut internet lainnya <a href="https://webfoundation.org/2020/07/theres-a-pandemic-of-online-violence-against-women-and-girls/">makin meningkat</a>. Pada 2020, sebanyak <a href="https://www.statista.com/statistics/232383/gender-split-of-us-computer-and-video-gamers/">41% pemain <em>video game</em></a> di Amerika Serikat (AS), negara saya mengajar, merupakan perempuan.</p>
<p>Meski terjadi di ruang digital, pelecehan <em>online</em> bisa punya <a href="https://repository.law.umich.edu/mlr/vol108/iss3/3/">dampak di dunia nyata bagi para korban</a>, termasuk tekanan dan stres emosional maupun fisik. Ini membuat perusahaan <em>video game</em> maupun para pemainnya berupaya mendorong teknik-teknik manajemen komunitas yang lebih baik untuk mencegah pelecehan.</p>
<p>Sebagai seorang <a href="https://scholar.google.com/citations?user=7IEXEiwAAAAJ&hl=en">peneliti yang mempelajari <em>gaming</em></a>, saya menemukan bahwa norma budaya yang tepat bisa menghasilkan komunitas daring yang lebih sehat, bahkan dalam dunia yang sangat kompetitif seperti <em>e-sports</em> (olahraga daring kompetitif termasuk <em>game online</em>).</p>
<p>Taruhannya cukup besar. Dunia <em>e-sports</em> kini menuai pendapatan tahunan lebih dari <a href="https://www.forbes.com/sites/jamesayles/2019/12/03/global-esports-revenue-reaches-more-than-1-billion-as-audience-figures-exceed-433-million/#7c218d871329">US$ 1 milyar</a> (lebih dari Rp 15 triliun). Liga-liga profesional, serta liga tingkat perguruan tinggi maupun SMA kini semakin berkembang, terutama pada saat pandemi ketika <a href="https://www.theguardian.com/sport/2020/apr/11/esports-ride-crest-of-a-wave-as-figures-rocket-during-covid-19-crisis">perkembangan olahraga tradisional melambat</a>.</p>
<h2>Sejarah pelecehan</h2>
<p>Dalam beberapa tahun ke belakang, beragam reportase dari <a href="https://www.nytimes.com/2020/06/23/style/women-gaming-streaming-harassment-sexism-twitch.html">The New York Times</a>, <a href="https://www.wired.com/story/twitch-streaming-metoo-reckoning-sexual-misconduct-allegations/">Wired</a>, hingga <a href="https://www.insider.com/twitch-sexual-assault-misconduct-allegations-video-gaming-community-streamers-harassment-2020-7">Insider</a> dan media lainnya melaporkan kentalnya seksisme, rasisme, homofobia, dan bentuk-bentuk diskriminasi lain di ruang daring. </p>
<p>Namun, isu-isu ini bukanlah hal baru. Masalah serupa sempat mencuat pada 2014 saat skandal <a href="https://www.washingtonpost.com/news/the-intersect/wp/2014/10/14/the-only-guide-to-gamergate-you-will-ever-need-to-read/">Gamergate</a>, gerakan berbasis Twitter yang melecehkan pemain, perancang, dan jurnalis <em>video game</em> perempuan.</p>
<p>Seksisme pun sudah menjadi hal umum bahkan sebelum Gamergate. Misalnya, pemain <em>game</em> profesional Miranda Pakozdi mengundurkan diri dari timnya menyusul <a href="https://www.nytimes.com/2012/08/02/us/sexual-harassment-in-online-gaming-stirs-anger.html?_r=1">pelecehan seksual</a> dari pelatihnya pada 2012. Sang pelatih, Aris Bakhtanians, menyatakan bahwa “<a href="https://kotaku.com/competitive-gamers-inflammatory-comments-spark-sexual-h-5889066">pelecehan seksual adalah bagian dari budaya [<em>game</em> perkelahian]</a>” dan sangat susah dihilangkan.</p>
<p>Beberapa pihak lain mengatakan bahwa <a href="https://doi.org/10.1016/j.chb.2006.09.001">anonimitas</a> dalam ruang-ruang <em>online gaming</em>, ditambah dengan <a href="https://syslab.cs.washington.edu/papers/lol-chi15.pdf">sifat kompetitif</a> para pemain, meningkatkan kemungkinan perilaku toksik. Data survei dari <a href="https://www.adl.org/media/14643/download">Liga Defamasi Amerika (ADL)</a> menemukan setidaknya 37% pemain perempuan pernah menghadapi pelecehan berbasis gender.</p>
<p>Namun demikian, ada juga komunitas <em>online</em> yang positif. Studi dari pengacara dan mantan perancang pengalaman pengguna (UX) di Microsoft, <a href="https://www.osborneclarke.com/lawyers/rebecca-chui/">Rebecca Chui</a> menemukan bahwa <a href="https://doi.org/10.4101/jvwr.v7i2.7073">komunitas <em>online</em> yang anonim</a> pada dasarnya tidak toksik. Lebih tepatnya, budaya pelecehan bisa muncul jika norma komunitas mengizinkannya terjadi. Ini berarti perilaku buruk di ruang daring bisa diatasi secara efektif.</p>
<p>Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya?</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="An arena full of people watching an international videogame tournament" src="https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/353945/original/file-20200820-20-1f601qz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Liga <em>e-sports</em> profesional, serta liga tingkat perguruan tinggi maupun sekolah kini semakin berkembang, termasuk turnamen internasional seperti yang diadakan di Paris pada gambar ini.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/FranceLeagueofLegendsFinals/6bf32ff641ad4aa1985d33b0b5eddec9/photo?Query=League%20of%20legends&mediaType=photo&sortBy=&dateRange=Anytime&totalCount=225&currentItemNo=7">AP Photo/Thibault Camus</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Strategi koping para pemain</h2>
<p>Dalam riset berbasis wawancara yang saya lakukan terhadap pemain perempuan, saya menemukan bahwa para pemain punya <a href="https://doi.org/10.1177%2F1555412015587603">banyak strategi untuk mengindari atau merespons pelecehan <em>online</em></a>.</p>
<p>Misalnya, beberapa hanya bermain dengan teman dekat atau menghindari menggunakan <em>chat</em> suara demi menyembunyikan gender mereka. Pemain lain memilih mengasah permainan hingga jago dalam <em>game</em> favorit mereka, demi menutup ruang pelecehan. Penelitian dari ilmuwan media lain, seperti <a href="https://adanewmedia.org/2013/06/issue2-gray/">Kishonna Gray</a> dan <a href="https://doi.org/10.1177%2F0731121419837588">Stephanie Ortiz</a>, menemukan pola serupa lintas ras dan seksualitas.</p>
<p>Strategi-strategi ini, sayangnya, punya beberapa keterbatasan. Misalnya, sekadar mengabaikan atau tak mengacuhkan perilaku toksik berarti membiarkannya terus terjadi. Di sisi lain, melawan balik para pelaku pelecehan sering menimbulkan pelecehan yang lebih parah lagi.</p>
<p>Strategi semacam ini juga bisa menempatkan beban untuk mengatasi pelecehan di pundak korban, ketimbang pada pelaku atau komunitas. Ini bisa mendorong para korban untuk semakin keluar dari ruang daring.</p>
<p>Seiring para responden saya meraih tanggung jawab lebih dalam pekerjaan atau keluarga mereka, misalnya, mereka tak lagi punya tenaga untuk menghadapi pelecehan dan memutuskan berhenti bermain. Studi saya menemukan perusahaan <em>game</em> perlu mengintervensi komunitas mereka supaya para pemain yang menjadi korban tak memikul beban itu sendirian.</p>
<h2>Bagaimana para perusahaan bisa bertindak</h2>
<p>Perusahaan <em>game</em> kini semakin meningkatkan kepedulian terhadap strategi manajemen komunitas. Salah satu penerbit besar, Electronic Arts (EA) mengadakan <a href="https://www.cnet.com/news/gaming-can-be-toxic-toward-women-and-minorities-electronic-arts-wants-to-help-fix-that/">konferensi manajemen komunitas</a> pada 2019, dan perusahaan seperti <a href="https://www.cnet.com/news/microsofts-xbox-team-has-a-plan-to-fight-toxic-gamers/">Microsoft</a> dan <a href="https://www.pcmag.com/news/intel-levels-up-ai-to-battle-toxicity-in-online-games">Intel</a> mengembangkan alat-alat untuk mengelola ruang daring. Sekelompok perusahaan pengembang <em>game</em> juga membentuk <a href="https://fairplayalliance.org/about/">Fair Play Alliance</a>, suatu koalisi yang bekerja untuk mengatasi pelecehan dan diskriminasi dalam dunia <em>gaming</em>.</p>
<p>Tapi, intervensi-intervensi ini wajib mengakar pada pengalaman para pemain. Banyak perusaahaan menerapkan intervensi melalui praktik seperti pelarangan (<em>banning</em>) atau pemblokiran terhadap pelaku pelecehan. Misalnya, platform siaran langsung Twitch pernah menerapkan <em>ban</em> terhadap beberapa kreator menyusul dugaan pelecehan seksual.</p>
<p>Langkah seperti ini bisa jadi langkah awal, tapi para peleceh yang dikenai pemblokiran atau <em>ban</em> sering membuat akun baru dan semudah itu kembali pada perilaku mereka. Pemblokiran juga berarti mengelola pelecehan setelah terjadi ketimbang menghentikannya di sumbernya, sehingga ini perlu dikombinasikan dengan beberapa pendekatan potensial lain.</p>
<p>Pertama, perusahaan perlu mengembangkan alat yang mereka sediakan bagi pemain untuk mengelola identitas <em>online</em> mereka.</p>
<p>Banyak partisipan menghindari <em>chat</em> suara untuk membatasi pelecehan berbasis gender. Tapi ini seringkali mempersulit mereka dalam berkompetisi. Beberapa <em>game</em> seperti Fortnite, League of Legends, and Apex Legends menerapkan <a href="https://www.pcgamer.com/apex-legends-ping-system-is-a-tiny-miracle-for-fps-teamwork-and-communication/">sistem “ping”</a> yang mengizinkan pemain mengkomunikasikan informasi permainan secara cepat, tanpa memerlukan suara. Alat serupa bisa dibangun ke dalam sistem permainan <em>online game</em> lainnya.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1110949804526452741"}"></div></p>
<p>Opsi lain yang disarankan para responden saya adalah mempermudah pemain untuk berkelompok dengan teman-teman dekat mereka, sehingga mereka selalu punya seseorang yang bisa membantu melindungi mereka dari pelecehan. Mekanisme pengelompokan terutama bisa efektif saat disesuaikan dengan setiap <em>game</em> secara spesifik.</p>
<p>Misalnya, dalam <em>game</em> seperti Overwatch dan League of Legends, pemain perlu memainkan peran-peran yang berbeda supaya tim mereka berimbang. Pelecehan bisa terjadi jika para anggota tim yang dipasangkan secara acak kemudian ingin memainkan karakter yang sama.</p>
<p>Overwatch memperkenalkan <a href="https://us.forums.blizzard.com/en/overwatch/t/guide-how-to-use-the-looking-for-group-system/127114">sistem pengelompokan</a> yang mengizinkan pemain untuk memilih karakter mereka, kemudian dipasangkan dengan pemain yang telah memilih peran lain. Ini tampaknya bisa <a href="https://www.theguardian.com/games/2018/aug/17/tackling-toxicity-abuse-in-online-video-games-overwatch-rainbow-seige">mengurangi <em>chat</em> yang bersifat melecehkan</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Screenshot of videogame League of Legends showing clasped hands" src="https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=377&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=377&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=377&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/351423/original/file-20200805-477-13giwws.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Contoh insentif untuk perilaku baik dalam <em>game</em> League of Legends.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/15838163@N00/9375189766">Daniel Garrido/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Terakhir, perusahaan juga perlu mengubah norma-norma kultural yang mendasar. Misalnya, penerbit League of Legends yakni Riot Games pernah menerapkan suatu sistem “<a href="https://www.vox.com/2015/7/7/11564110/doing-something-about-the-impossible-problem-of-abuse-in-online-games">tribunal</a>” yang mengizinkan pemain melihat laporan insiden dan menggunakan hak suara untuk menentukan apakah perilaku tersebut bisa diterima dalam komunitas.</p>
<p>Meski sayangnya Riot Games sayangnya menutup sistem tersebut, melibatkan anggota komunitas dalam solusi apapun adalah ide bagus. Perusahaan juga perlu mengembangkan panduan komunitas yang jelas, mendorong perilaku positif melalui hal-hal seperti penghargaan (<em>in-game achievements</em>), dan merespons isu yang tengah berkembang secara cepat dan tegas.</p>
<p>Jika <em>e-sports</em> terus berkembang tanpa para perusahaan mengatasi lingkungan toksik dalam <em>game</em> mereka, perilaku melecehkan dan diskriminatif kemungkinan akan terus tertanam. Untuk menghindari ini, para pemain, pelatih, tim, liga, perusahaan, hingga platform siaran langsung harus berinvestasi pada upaya-upaya manajemen komunitas yang lebih baik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198164/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Amanda Cote tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Melawan seksisme dan bentuk pelecehan lain dalam online game kuncinya adalah standar komunitas.Amanda Cote, Assistant Professor of Media Studies/Game Studies, University of OregonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1870432022-07-27T07:39:53Z2022-07-27T07:39:53ZInternet Explorer sudah tidak digunakan lagi, apa yang kita bisa pelajari dan lakukan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474140/original/file-20220714-32349-8w2uvc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Setelah 27 tahun, Microsoft akhirnya mengucapkan selamat tinggal pada browser web Internet Explorer, dan akan mengarahkan pengguna Explorer ke versi terbaru dari browser Edge.</p>
<p>Mulai 15 Juni, Microsoft akan menghentikan Explorer pada beberapa versi Windows 10 – yang berarti tidak ada lagi <em>update</em> terkait produktivitas, keandalan, atau keamanan. Explorer akan tetap bisa dipakai, tetapi tidak akan dilindungi saat ancaman baru muncul.</p>
<p>Dua puluh tujuh tahun adalah waktu yang lama dalam dunia komputasi. Banyak yang akan mengatakan langkah ini sudah lama tertunda. Explorer telah lama mengungguli pesaingnya, dan pengalaman pengguna yang buruk selama bertahun-tahun telah membuatnya menjadi sasaran lelucon.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1536938327395680256"}"></div></p>
<h2>Bagaimana awalnya</h2>
<p>Explorer pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995 oleh Microsoft Corporation, dan dibundel dengan sistem operasi Windows.</p>
<p>Explorer memperkenalkan banyak pengguna Windows pada internet untuk pertama kalinya. Bagaimanapun, baru pada tahun 1993 Tim Berners-Lee, bapak web, <a href="https://thenextweb.com/news/20-years-ago-today-the-world-wide-web-opened-to-the-public">merilis</a> browser web publik pertama (yang tepatnya disebut WorldWideWeb).</p>
<p>Menyediakan Explorer sebagai browser default berarti sebagian besar basis pengguna global Windows tidak akan mengalami alternatif. Namun ini harus dibayar mahal, dan Microsoft akhirnya menghadapi beberapa <a href="https://corporatefinanceinstitute.com/resources/knowledge/strategy/microsoft-antitrust-case/">penyelidikan</a> terkait dugaan praktik monopoli di pasar browser.</p>
<p>Namun, meskipun <a href="https://www.mozilla.org/en-US/firefox/browsers/browser-history/">beberapa</a> browser lain muncul (termasuk Netscape Navigator, yang mendahului Explorer), Explorer tetap menjadi pilihan default bagi jutaan orang hingga sekitar tahun 2002, ketika Firefox diluncurkan.</p>
<h2>Bagaimana berakhirnya</h2>
<p>Microsoft telah merilis 11 versi Explorer (dengan banyak revisi kecil di sepanjang perjalannya). Setiap versi menambahkan fungsi dan komponen yang berbeda. Meskipun demikian, ia kehilangan kepercayaan konsumen karena “arsitektur lawas” Explorer <a href="https://www.optimadesign.co.uk/blog/internet-explorer-end-of-life-or-not">desainnya buruk dan juga lambat</a> </p>
<p>Tampaknya Microsoft begitu nyaman dengan monopolinya sehingga membiarkan kualitas produknya merosot, ketika pesaing lain memasuki pasar.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1536687397798350849"}"></div></p>
<p>Bahkan hanya dengan mempertimbangkan penampakkannya (apa yang kamu lihat dan berinteraksi dengan saat kamu mengunjungi situs web), Explorer tidak dapat memberikan pengalaman otentik dari <a href="https://www.techwalla.com/articles/how-to-fix-internet-explorer-pages-not-displaying-correctly">website modern</a>.</p>
<p>Di bagian keamanan, Explorer memamerkan <a href="https://www.cvedetails.com/vulnerability-list/vendor_id-26/product_id-9900/Microsoft-Internet-Explorer.html">kelemahan</a> yang banyak penjahat cyber gunakan.</p>
<p>Sementara Microsoft mungkin telah menambal banyak kelemahan ini pada versi browser yang berbeda, arsitektur yang mendasarinya <a href="https://docs.microsoft.com/en-us/deployedge/microsoft-edge-security-iemode-safer-than-ie">masih dianggap rentan</a> oleh ahli keamanan. Microsoft sendiri telah <a href="https://docs.microsoft.com/en-us/deployedge/microsoft-edge-security-iemode-safer-than-ie">mengakui</a> ini : </p>
<blockquote>
<p>… [Explorer] masih berbasis teknologi yang sudah berusia 25 tahun. Ini adalah browser lawas yang secara arsitektur sudah ketinggalan zaman dan tidak menjawab tantangan keamanan web modern.</p>
</blockquote>
<p>Kekhawatiran ini telah mengakibatkan <a href="https://www.dhs.gov/">Departmen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat</a> berulang kali menasihati pengguna internet agar tidak <a href="https://windowsreport.com/internet-explorer-security-issues/">menggunakan Explorer</a>.</p>
<p>Kegagalan Explorer untuk memenangkan audiens modern lebih lanjut terbukti melalui upaya berkelanjutan Microsoft untuk mendorong pengguna ke Edge. Edge pertama kali diperkenalkan pada tahun 2015, dan sejak itu Explorer hanya digunakan sebagai solusi kompatibilitas.</p>
<h2>Apa yang dihadapi Explorer</h2>
<p>Dalam konteks <a href="https://gs.statcounter.com/browser-market-share#monthly-202206-202206-bar">persaingan pasar</a> , lebih dari 64% pengguna browser saat ini menggunakan Chrome. Explorer telah turun menjadi kurang dari 1%, dan bahkan Edge hanya menyumbang sekitar 4% pengguna. Apa yang membuat Chrome semakin berkembang di pasar browser?</p>
<hr>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10361649/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/10361649/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/10361649" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<hr>
<p>Chrome pertama kali diperkenalkan oleh Google pada tahun 2008, pada <a href="https://www.chromium.org/chromium-projects/">proyek Chromium</a> open source, dan sejak itu dikembangkan dan didukung secara aktif.</p>
<p>Menjadi open source berarti perangkat lunak tersedia untuk umum, dan siapa pun dapat memeriksa kode sumber yang berjalan di belakangnya. Individu bahkan dapat berkontribusi pada kode sumber, sehingga meningkatkan produktivitas, keandalan, dan keamanan perangkat lunak. Ini tidak pernah menjadi pilihan dengan Explorer.</p>
<p>Selain itu, Chrome adalah multi-platform: dapat digunakan di sistem operasi lain seperti Linux, MacOS, dan pada perangkat seluler, dan telah mendukung berbagai sistem jauh sebelum Edge dirilis.</p>
<p>Sementara itu, Explorer <a href="https://www.zdnet.com/article/zune-hd-no-youtube-in-the-browser-for-you/">terutama</a> telah <a href="https://docs.microsoft.com/en-us/deployedge/microsoft-edge-supported-operating-system">dibatasi sistemnya</a> ke Windows, XBox, dan beberapa versi MacOS.</p>
<h2>Edge dan Chrome</h2>
<p>Browser Edge Microsoft menggunakan kode sumber terbuka <a href="https://www.chromium.org/chromium-projects/">Chromium</a> yang sama dengan yang digunakan Chrome sejak awal. Ini menggembirakan, tetapi masih harus dilihat bagaimana Edge akan bersaing dengan Chrome dan browser lain untuk memenangkan kepercayaan pengguna.</p>
<p>Kami tidak akan terkejut jika Microsoft gagal mendorong pelanggan untuk menggunakan Edge sebagai browser favorit mereka. Statistik terbaru menunjukkan Edge masih jauh di belakang Chrome dalam hal pangsa pasar.</p>
<p>Selain itu, fakta bahwa Microsoft membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menghentikan Explorer setelah rilis awal Edge menunjukkan bahwa perusahaan tersebut belum sukses dalam memasarkan Edge.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A screenshot of a Microsoft web page showing Internet Explorer has been retired." src="https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/469137/original/file-20220616-13070-5lnc2u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Hanya beberapa sistem operasi Microsoft (terutama platform server) yang akan terus menerima pembaruan keamanan untuk Explorer berdasarkan perjanjian dukungan jangka panjang.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Screenshot</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa selanjutnya?</h2>
<p>Browser web memainkan peran penting dalam membangun privasi dan keamanan bagi pengguna. Desain dan kenyamanan merupakan faktor penting bagi pengguna saat memilih browser. Jadi pada akhirnya, browser yang paling efektif menyeimbangkan keamanan dan kemudahan penggunaan akan dipilih pengguna.</p>
<p>Dan sulit untuk mengatakan apakah popularitas Chrome saat ini akan bertahan. Google pasti menginginkannya untuk terus berlanjut, karena browser web adalah <a href="https://fourweekmba.com/how-does-mozilla-make-money/">sumber pendapatan</a> yang signifikan.</p>
<p>Tetapi Google sebagai perusahaan menjadi semakin tidak populer karena adanya <a href="https://theconversation.com/google-is-leading-a-vast-covert-human-experiment-you-may-be-one-of-the-guinea-pigs-154178">Pengumpulan data</a>
dan <a href="https://theconversation.com/is-google-getting-worse-increased-advertising-and-algorithm-changes-may-make-it-harder-to-menemukan-apa-yang-Anda-cari-untuk-166966">iklan intrusif</a> praktik. Chrome adalah komponen kunci dari mesin pengumpul data Google, jadi mungkin saja penggunanya perlahan-lahan akan berpaling.</p>
<p>Adapun apa yang harus dilakukan Explorer (jika kamu salah satu dari sedikit orang yang masih memilikinya di desktopmu) – cukup <a href="https://docs.microsoft.com/en-us/troubleshoot/developer/browsers/installation/disable-internet-explorer-windows"><em>unsinstall</em> saja</a> untuk menghindari risiko keamanan.</p>
<p>Bahkan jika kamu tidak menggunakan Explorer, hanya dengan meng-install-nya <a href="https://mashable.com/article/internet-explorer-hacker-windows-pc-exploit">dapat mengancam</a> perangkatmu. Tidak ada yang ingin menjadi korban serangan cyber melalui browser yang sudah mati!</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1537005145711472641"}"></div></p>
<hr>
<p><em>Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187043/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Explorer datang pada awal internet publik. Bagi jutaan orang, ini akan selalu menjadi pengalaman pertama mereka di World Wide Web.Mohiuddin Ahmed, Lecturer of Computing & Security, Edith Cowan UniversityM Imran Malik, Cyber Security Researcher, Edith Cowan UniversityPaul Haskell-Dowland, Professor of Cyber Security Practice, Edith Cowan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1727082021-12-21T06:07:05Z2021-12-21T06:07:05ZIni daftar ‘password’ paling umum tahun 2021, ada punya kamu di situ?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/434134/original/file-20211126-17-1i30mul.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=8%2C26%2C5982%2C3970&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-typing-password-her-laptop-computer-1117015901">Thomas Andreas</a></span></figcaption></figure><p>Bila kamu menggunakan “123456”, “password”, atau “qwerty” sebagai kata sandi (<em>password</em>), kamu mungkin sadar telah membuat diri rentan terhadap peretas. Tetapi kamu juga tidak sendirian - ini adalah tiga dari sepuluh kata sandi paling umum di seluruh dunia, menurut <a href="https://nordpass.com/most-common-passwords-list/">laporan terbaru</a>.</p>
<p>Bekerja sama dengan peneliti independen, layanan manajemen kata sandi NordPass mengumpulkan jutaan kata sandi ke dalam kumpulan data untuk membuat daftar 200 kata sandi yang paling umum digunakan di seluruh dunia pada tahun 2021.</p>
<p>Mereka menganalisis data dan mempresentasikan hasil di 50 negara, melihat seberapa populer berbagai pilihan di berbagai belahan dunia. Mereka juga melihat tren kata sandi berdasarkan jenis kelamin.</p>
<iframe title="Top 10 most common passwords globally" aria-label="table" id="datawrapper-chart-jOmug" src="https://datawrapper.dwcdn.net/jOmug/2/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="510"></iframe>
<p>Penemuan ini menunjukkan pilihan kata sandi biasanya berhubungan dengan referensi budaya pengguna. Contohnya, orang-orang dari berbagai negara biasanya terinspirasi dari klub sepak bola favorit mereka. </p>
<p>Di Inggris, “liverpool” berada dalam urutan ketiga dari kata sandi terpopuler, dengan 224.160 temuan. sedangkan nama klub sepak bola Chili “colocolo” digunakan oleh 15.748 orang di Chili, menjadikannya pilihan paling umum kelima. </p>
<p>Di beberapa negara, kata sandi terkait agama sangat populer. Misalnya, “christ” adalah kata sandi ke-19 yang paling umum digunakan di Nigeria, digunakan 7.169 kali. Sementara itu “bismillah” digunakan oleh 1.599 orang di Arab Saudi – pilihan ke-30 yang paling umum.</p>
<p>Laporan tersebut juga menunjukkan perbedaan antara jenis kelamin. Perempuan cenderung menggunakan kata dan frasa yang lebih positif dan penuh kasih sayang seperti “sunshine” atau “iloveyou”. </p>
<p>Sementara, laki-laki sering menggunakan kata sandi yang berhubungan dengan olahraga. Di beberapa negara, laki-laki lebih banyak menggunakan kata-kata umpatan daripada perempuan.</p>
<p>Kata sandi bertema musik populer di kedua jenis kelamin. Tapi, pilihan seperti “onedirection” atau “justinbieber” lebih populer di kalangan perempuan. Sedangkan lelaki menyukai band seperti “metallica” dan “slipknot”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bila-kode-keamanan-login-via-sms-dan-email-tak-aman-lagi-ini-dia-penggantinya-117321">Bila kode keamanan login via SMS dan email tak aman lagi, ini dia penggantinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Gunakanlah <em>passwords</em> yang panjang dan kompleks</h2>
<p>Kata sandi masih menjadi mekanisme autentikasi utama untuk komputer dan produk serta layanan berbasis jaringan. </p>
<p>Namun kami tahu bahwa orang-orang terus memilih kata sandi yang lemah dan sering kali tidak mengelolanya dengan aman. Akhirnya akun mereka rentan terhadap ancaman keamanan online.</p>
<p>Kata sandi yang lemah mudah ditebak dan dapat dipecahkan tanpa kesulitan oleh penyerang menggunakan <a href="https://www.cloudflare.com/en-gb/learning/bots/brute-force-attack/">metode brute-force.</a> Metode ini mencoba semua kombinasi huruf, angka dan simbol untuk menemukan kecocokan. </p>
<p>Mereka juga menjadi sasaran empuk untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/topics/computer-science/dictionary-attack">serangan kamus</a>, yang merupakan metode sistematis yang digunakan penyerang untuk menebak kata sandi, mencoba banyak kata umum dan variasinya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A man using a smartphone in a cafe." src="https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kombinasi angka sederhana banyak ditemukan dalam daftar 10 kata sandi terpopuler.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/film-effect-handsome-african-student-shirt-435536992">WAYHOME studio/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Untuk mengatasi masalah keamanan, peneliti dan pengembang berfokus pada pembuatan sistem autentikasi yang <a href="https://ieeexplore.ieee.org/stamp/stamp.jsp?tp=&arnumber%20=9152694">tidak bergantung</a> pada kata sandi sama sekali. </p>
<p>Sejauh ini, metode autentikasi dua faktor (2FA) atau autentikasi multi-faktor (MFA) adalah cara yang baik untuk mengamankan akun kita. Metode ini menggabungkan kata sandi dengan informasi biometrik (misalnya, pemindaian wajah atau sidik jari) atau sesuatu yang kita miliki, seperti token.</p>
<p>Kita dapat membuat sandi yang kuat dan mudah diingat dengan menggabungkan <a href="https://www.ncsc.gov.uk/blog-post/three-random-words-or-thinkrandom-0">tiga kata acak</a>. <a href="https://www.ncsc.gov.uk/collection/passwords/updating-your-approach">Kata sandi yang dibuat mesin</a> juga sulit ditebak dan cenderung tidak muncul di kamus kata sandi yang digunakan oleh penyerang.</p>
<p>Tapi tentu saja, semua ini lebih mudah diucapkan ketimbang dilakukan. </p>
<p>Salah satu tantangan yang kita hadapi di era digital saat ini adalah banyaknya jumlah kata sandi yang mungkin akan sulit untuk diingat – terlebih yang rumit, terutama yang dibuat oleh mesin.</p>
<p>Jadi, sebaiknya gunakan pengelola kata sandi yang andal untuk tujuan ini. Mengandalkan browser web kita untuk mengingat kata sandi tidaklah aman. Penyerang bisa saja mengeksploitasi kerentanan di browser untuk mengakses kata sandi yang disimpan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dari-pembobolan-rekening-hingga-pemerasan-seksual-4-risiko-kebocoran-data-pribadi-dan-cara-mudah-mengantisipasinya-163879">Dari pembobolan rekening hingga pemerasan seksual: 4 risiko kebocoran data pribadi dan cara mudah mengantisipasinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Temuan NordPass, meskipun tidak dipublikasikan dalam jurnal peer-review, sejalan dengan apa yang kami temukan pada <a href="https://www.teampassword.com/blog/top-50-worst-passwords-of-2019">daftar serupa</a> yang diterbitkan di tempat lain – bahwa kata sandi yang paling populer memanglah lemah.</p>
<p>Dengan mengetahui daftar ini, semoga kita terdorong untuk menggunakan kata sandi yang lebih kuat. Peretas etis – orang yang bekerja untuk mencegah komputer dan jaringan diretas – juga dapat menggunakan informasi ini untuk kebaikan. </p>
<p>Di sisi lain, kita harus mengakui kemungkinan bahwa peretas dapat menggunakan informasi ini untuk menargetkan serangan kata sandi. Ini semua menjadi faktor kuat agar kita menggunakan kata sandi yang lebih aman.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172708/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Membuat dan mengelola kata sandi yang kuat lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tapi ini diperlukan untuk melindungi keamanan online kita.Chaminda Hewage, Reader in Data Security, Cardiff Metropolitan UniversityElochukwu Ukwandu, Lecturer in Computer Security, Department of Computer Science, Cardiff Metropolitan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1725272021-12-09T03:37:20Z2021-12-09T03:37:20ZBagaimana komunikasi digital dan partisipasi publik mendorong perubahan sosial pada masyarakat perdesaan Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/435808/original/file-20211206-19-b2g1dg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2214%2C1616&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Anis Efizudin/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Kita sering mendengar klaim bahwa <a href="https://www.republika.co.id/berita/qbgfp6330/indonesia-siap-menuju-digital-society-50">digitalisasi membawa perubahan pada masyarakat digital</a>. </p>
<p>Visi <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/16505/apa-itu-industri-40-dan-bagaimana-indonesia-menyongsongnya/0/sorotan_media">industri 4.0</a>, <a href="https://www.japan.go.jp/abenomics/_userdata/abenomics/pdf/society_5.0.pdf">masyarakat 5.0</a>, bahkan <a href="https://money.kompas.com/read/2021/06/10/153800726/-bukit-algoritma-adalah-mimpi-bangsa-indonesia-yang-segera-akan-terwujud--?page=all">Bukit Algoritma</a> seolah menjadi semangat zaman ini dengan <a href="https://kemenperin.go.id/artikel/19902/Teknologi-IoT-Solusi-Pengembangan-Industri-Masa-Depan">Internet of Things (IoT)</a> menjadi lokomotifnya. </p>
<p>Persepsi umum meyakini bahwa inovasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) digital berbasis internet telah mendorong dan bahkan mempercepat perubahan masyarakat.</p>
<p><a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-658-35533-3_8">Penelitian saya</a> menunjukkan bahwa perpaduan antara teknologi digital berbasis internet dan partisipasi publik telah berperan sangat penting dalam merangsang perubahan di komunitas perdesaan di Indonesia. </p>
<h2>Peran teknologi digital</h2>
<p>Saya meneliti dalam konteks kebijakan desentralisasi, terutama sejak penerapan <a href="https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf">Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2014 tentang Desa</a>. </p>
<p>Secara umum, UU Desa menetapkan bahwa desa berhak atas otonomi yang lebih besar untuk mengelola sumber daya dan anggaran sendiri, serta untuk menentukan kebijakan pembangunan sendiri.</p>
<p>Perluasan desentralisasi sampai ke tingkat desa secara politis mengancam dominasi lembaga-lembaga pemerintah yang diposisikan secara struktural di atas desa dan mewakili “pusat”. </p>
<p>Hadirnya internet - teknologi yang berkarakter terbuka - di perdesaan membuat penduduk desa bisa melewati hambatan komunikasi birokratis formal pemerintah daerah untuk langsung berkomunikasi dengan pemerintah pusat. </p>
<p>Internet mengedepankan praktik komunikasi yang saling terhubung (<em>connective</em>) dan mendorong pembentukan komunitas desa yang berjejaring. </p>
<p>Pemanfaatan teknologi digital ini turut mendorong terciptanya ruang publik baru di dunia maya bagi masyarakat desa. Ruang ini menjadi alternatif ruang publik dominan yang dikendalikan dan dikelola oleh media massa atau oleh lembaga birokrat-formal (pemerintah pusat).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/puluhan-triliun-untuk-infrastruktur-internet-benarkah-bisa-atasi-kesenjangan-digital-di-indonesia-160698">Puluhan triliun untuk infrastruktur internet: benarkah bisa atasi kesenjangan digital di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Peran partisipasi publik</h2>
<p>Saya membingkai partisipasi publik yang menunjang perubahan sosial di masyarakat perdesaan dalam sebuah konsep yang menonjolkan peran komunikasi, yaitu “pembangunan komunikasi” - alih-alih istilah “komunikasi pembangunan” yang lebih umum.</p>
<p>Penelitian saya mengamati praktik pembangunan komunikasi bawah-ke-atas (<em>bottom-up</em>) yang dimulai pada 2011 di <a href="https://www.melung.desa.id/">Desa Melung</a>, Banyumas, Jawa Tengah. Praktik ini adalah inisiatif bersama di bawah naungan <a href="https://www.gedhe.or.id/gerakan-desa-membangun/">Gerakan Desa Membangun (GDM)</a> yang menggunakan TIK berbasis internet sebagai platform perjuangan pembangunan desa.</p>
<p>Saya menemukan setidaknya empat tahap utama pembangunan komunikasi dari bawah-ke-atas, yaitu inisiatif dari bawah (desa); tanggapan dari atas (pusat); reaksi paksa dari pusat untuk bersaing atau mendukung inisiatif desa; dan konsekuensi pembangunan komunikasi bawah-ke-atas.</p>
<p>Tahap pertama melibatkan pencarian identitas bersama masyarakat desa melalui jurnalisme dan <a href="https://gobumdes.id/2019/04/30/gerakan-desa-membangun-adalah/">“desa bersuara”</a>, yaitu strategi <a href="https://jurnal.unpad.ac.id/kajian-jurnalisme/article/view/12224">pengarusutamaan isu perdesaan</a> melalui berbagai saluran komunikasi daring yang dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat desa, seperti laman <a href="https://www.dermaji.desa.id/refleksi-4-tahun-desa-id-hasilkan-3-resolusi/">khusus desa.id</a> dan <a href="https://twitter.com/desamembangun?s=20">situs jejaring sosial</a>. </p>
<p>Tahap ini penting sebagai mekanisme pendidikan mandiri komunitas desa. </p>
<p>Pada tahap kedua, ada tiga jenis respons pemerintah terhadap inisiatif warga, yaitu pengakuan, penolakan dan pengabaian. </p>
<p>Pada tahap ketiga, masyarakat desa dapat memaksa pemerintah daerah untuk bereaksi. </p>
<p>Dalam bereaksi, pemerintah daerah bisa melakukan inisiatif tandingan, seperti membuat portal desa versi pemerintah dengan domain “go.id” (kini tidak aktif). Atau sebaliknya: mendukung inisiatif desa karena mendapat tekanan dari pemerintah pusat sebagai hasil komunikasi langsung desa dengan pusat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pertahanan-siber-indonesia-jadi-tugas-penting-panglima-tni-yang-baru-171599">Pertahanan siber Indonesia jadi tugas penting panglima TNI yang baru</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Perubahan sosial</h2>
<p>Pada tahap keempat, saya menemukan setidaknya delapan perubahan sosial di masyarakat perdesaan.</p>
<p>Pertama, hubungan pusat-daerah dari yang semula berbasis pada <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/002234337100800201">struktur kekuasaan feodal</a> berubah menjadi relasi berdasarkan jaringan. Di sini, internet membantu membangun solidaritas dan jaringan antar-desa di seluruh Indonesia secara efektif.</p>
<p>Kedua, terjadi <a href="https://www.melung.desa.id/konflik-identitas-desa-melung-sebuah-refleksi/">konflik identitas</a> sebagai akibat dari keterlibatan media massa dalam pembangunan komunikasi. Pada akhirnya, selalu terjadi tarik-menarik terhadap konsep diri desa lewat interaksi dinamis antara “motivasi internal” dan “tekanan eksternal”.</p>
<p>Ketiga, GDM sebagai gerakan organik yang berasal dari desa telah mengubah gerakan akar rumput melalui deradikalisasi dan memilih untuk tidak memobilisasi orang secara fisik dalam menunjukkan ketidaksetujuannya dengan pusat. </p>
<p>Dengan berbagi informasi secara daring, GDM membangun kepercayaan diri desa dengan mengungkapkan informasi publik tentang isu-isu perdesaan. Pada saat yang sama, GDM menempatkan pemerintah pusat di bawah tekanan untuk tetap transparan dan bertanggung jawab kepada publik.</p>
<p>Keempat, internet memungkinkan desa menciptakan ruang publik sendiri sebagai lawan dari ruang publik dominan milik media massa. </p>
<p>“Desa bersuara” memenuhi ruang publik dengan segala hal yang berkaitan dengan isu desa. Ini bentuk partisipasi politik desa dengan membuat, mengelola dan mengendalikan ruang publik sendiri.</p>
<p>Kelima, ruang publik tandingan desa menunjukkan kedaulatan desa di dunia digital dan menunjukkan perlawanan terhadap praktik demokrasi yang bertitik berat di pusat (<em>center-centric</em>). </p>
<p>GDM mencoba menghadirkan bersama-sama praktik demokrasi digital dan non-digital untuk mewujudkan demokrasi substansial sebagai pembanding demokrasi yang terwujud dalam mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang <a href="https://ciburial.desa.id/dilema-perencanaan-pembangunan-desa/">kerap dikritik sebagai <em>pseudo-bottom-up</em> yang prosedural</a>.</p>
<p>Keenam, proyek pembangunan berbasis internet rentan mengalami ketidakberkelanjutan, terutama ketika pemrakarsa proyek – biasanya kepala desa – digantikan dan tidak lagi memiliki wewenang untuk mengendalikan proyek. </p>
<p>Ini menandakan adanya ketidakcocokan proyek pembangunan digital dengan kebutuhan pembangunan desa yang sesungguhnya.</p>
<p>Ketujuh, proyek pembangunan desa yang mempromosikan penggunaan teknologi digital secara luas juga dapat menyebabkan degradasi nilai pengetahuan tertentu. </p>
<p>Saya menemukan, misalnya, situasi kearifan lokal berhadapan pada pengetahuan baru dan modern tentang teknologi digital. Masyarakat lokal yang meremehkan pengetahuan tradisional dapat kehilangan kepercayaan diri karena merasa tidak memiliki pengetahuan yang tepat untuk bertahan pada era digital saat ini. Situasi ini menyebabkan adanya kesenjangan antara mereka yang memiliki pengetahuan tradisional dan mereka yang menguasai pengetahuan tentang teknologi digital. </p>
<p>Terakhir, pembangunan komunikasi telah meningkatkan pentingnya “jaringan” untuk sebuah gerakan. </p>
<p>GDM telah berhasil mengoptimalkan <a href="https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/1136">“kekuatan pembuatan jaringan” (<em>network-making power</em>)</a> dengan menempatkan partisipan di posisi-posisi strategis. </p>
<p>Jaringan GDM terbuka dalam melibatkan partisipan dari berbagai latar belakang, dari anggota parlemen, aparat sipil negara, lembaga donor, pekerja sosial, mahasiswa, pengusaha, hingga relawan. Sehingga, mereka bisa memengaruhi proses pengambilan keputusan dalam lingkungan kerja mereka untuk membuat program yang bermanfaat bagi desa. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-kreator-konten-bisa-menghasilkan-karya-yang-berpihak-pada-masyarakat-dan-kemanusiaan-163009">Bagaimana kreator konten bisa menghasilkan karya yang berpihak pada masyarakat dan kemanusiaan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pelajaran untuk pembangunan</h2>
<p>Belajar dari pengalaman GDM, setiap anggota masyarakat yang secara sosial terpinggirkan dapat memanfaatkan teknologi digital untuk menyuarakan kepentingannya pada publik - bahkan membentuk publiknya sendiri. Saya menyebut ini sebagai “pemberdayaan komunikasi”. </p>
<p>Lebih lanjut, pusat dan pinggiran perlu dipersatukan dalam proses “penjembatanan” (<em>bridging</em>) yang merupakan pendekatan komunikasi ke atas dan ke bawah, sehingga terbentuk pola komunikasi yang konvergen.</p>
<p>Dari satu sisi, pusat mendekati desa dengan menghilangkan hambatan birokrasi. Dari sisi lain, desa mendekati pusat secara aktif melalui inisiatif, inovasi, dan ide otentik dengan mengikuti aturan main yang disepakati bersama.</p>
<p><em>Bridging</em> diperlukan dalam rangka meraih tujuan pembangunan karena masing-masing pihak memiliki hal yang tidak dimiliki oleh pihak lainnya (jaringan milik desa atau dana milik pemerintah). Dengan bekerja bersama, masing-masing dapat mengisi kekurangan yang lain.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172527/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tulisan ini berasal dari disertasi Subekti W. Priyadharma di University of Erfurt, Jerman. Dalam melaksanakan penelitiannya, ia menerima dana dari DAAD (German Academic Exchange Service).</span></em></p>Kelompok masyarakat yang secara sosial terpinggirkan dapat memanfaatkan teknologi digital untuk menyuarakan kepentingannya pada publik - bahkan membentuk publiknya sendiri.Subekti W. Priyadharma, Communication Science Lecturer, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1692552021-11-18T09:34:39Z2021-11-18T09:34:39ZFacebook kerap menghapus bukti tindak kekejaman di negara seperti Suriah dan Myanmar – tapi kita tetap bisa mengamankannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/424636/original/file-20211005-17-ldzstq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=8%2C35%2C5955%2C3871&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/march-20-2021-taunggyi-myanmar-army-1979560676">R. Bociaga/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Hampir setengah dari populasi dunia <a href="https://www.bankmycell.com/blog/how-many-phones-are-in-the-world">memiliki <em>smartphone</em> (ponsel pintar)</a>. Bagi mereka yang tinggal di zona konflik, atau mengalami pelanggaran hak asasi manusia, perangkat ini sangatlah <a href="https://www.un.org/en/academic-impact/harnessing-power-internet-support-human-rights">penting</a>. Perangkat ini membantu masyarakat awam merekam dan membagikan bukti kekejaman yang mereka saksikan – memperingatkan dunia tentang keadaan buruk yang sedang terjadi, dan menuntut pertanggungjawaban atas berbagai kejahatan kemanusiaan di sekitar mereka.</p>
<p>Namun, setelah mereka mengunggah bukti digital penting di platform media sosial, mereka kerap mendapati unggahan mereka disensor dan <a href="https://www.hrw.org/news/2020/09/10/social-media-platforms-remove-war-crimes-evidence">dihapus secara permanen</a>.</p>
<p>Perusahaan seperti Facebook – yang kini korporasi induknya dinamai <a href="https://theconversation.com/facebook-relaunches-itself-as-meta-in-a-clear-bid-to-dominate-the-metaverse-170543">“Meta”</a> – memang tidak memiliki kewajiban untuk menyimpan bukti semacam itu, dan di sisi lain mereka juga <a href="https://www.law.georgetown.edu/georgetown-law-journal/wp-content/uploads/sites/26/2018/07/Regulating-Online-Content-Moderation.pdf">telah dituduh</a> terburu-buru memoderasi konten secara ad hoc, dan terkadang secara tidak konsisten.</p>
<p>Human Rights Watch sendiri menyebut kekejaman di seluruh dunia sebagai “<a href="https://www.hrw.org/world-report/2019/country-chapters/global-2">new normal</a>” di era modern. Oleh karena itu, kita perlu segera menciptakan sistem di mana masyarakat di seluruh dunia dapat menjaga, membagi, dan mempublikasikan bukti digital kekejaman tanpa takut akan pembalasan atau sensor.</p>
<p>Kejadian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa perusahaan media sosial tidak dapat dipercaya untuk menjaga bukti digital terkait tindak kekejaman.</p>
<p>Kita bisa ambil contoh dari peran Facebook di Myanmar. Facebook telah <a href="https://www.dw.com/en/facebook-bans-all-myanmar-military-linked-accounts/a-56682648">memblokir akun</a> yang terafiliasi dengan militer Myanmar sebagai respons terhadap <a href="https://theconversation.com/myanmar-coup-how-the-military-has-held-onto-power-for-60-years-154526">kudeta</a> Februari 2021.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kudeta-myanmar-militer-kembali-berkuasa-membuat-demokrasi-myanmar-semakin-rapuh-154384">Kudeta Myanmar: militer kembali berkuasa, membuat demokrasi Myanmar semakin rapuh</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Facebook sendiri telah mengakui “<a href="https://about.fb.com/news/2018/08/removing-myanmar-officials/">keterlambatan mereka untuk bertindak</a>” atas kasus Myanmar, meski perusahaan itu mengaku telah mengembangkan teknologi yang lebih baik dan kini mempekerjakan lebih banyak peninjau konten untuk mencegah penyebaran kebencian di negara tersebut.</p>
<p>Penyensoran yang subjektif ini tidak hanya terjadi di Myanmar.</p>
<p>Dalam konflik terkini antara Gaza dan Israel, Facebook membungkam pandangan kritis, <a href="https://www.aljazeera.com/news/2016/9/26/is-facebook-neutral-on-palestine-israel%20-conflict">memblokir akun editor</a> di kantor berita Shehab News yang berbasis di Gaza. YouTube juga telah dituduh secara rutin <a href="https://theintercept.com/2017/11/02/war-crimes-youtube-facebook-syria-rohingya/">menghapus bukti</a> atas kekejaman selama gelombang revolusi Arab (<em>Arab Spring</em>) pada awal 2010-an dan juga perang saudara Suriah.</p>
<p>Konten tersebut telah secara salah ditandai oleh algoritme dan dianggap melanggar pedoman YouTube. Kesalahan ini diakui oleh Google – perusahaan induk Youtube – yang mengatakan bahwa “<a href="https://www.wired.co.uk/article/chemical-weapons-in-%20syria-youtube-algorithm-delete-video">algoritme tidak selalu benar</a>”, namun tetap menganggap insiden seperti ini “sangat serius”.</p>
<p>Untuk mengatasi masalah ini, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) dalam beberapa tahun terakhir telah membentuk mekanisme untuk mengumpulkan, memperkuat, menjaga, dan menganalisis bukti yang berkaitan dengan kejahatan internasional yang serius. Untuk Suriah, upaya ini disebut <a href="https://iiim.un.org/faq/">IIIM</a> dan untuk Myanmar disebut <a href="https://iimm.un.org/what-is-the-independent-investigative-%20mekanisme-untuk-myanmar/">IIMM</a>.</p>
<p>Mekanisme khusus ini telah mengadopsi pendekatan media tradisional, di mana penyelidik yang berpengalaman secara strategis memilih individu dan mengurai bukti dari mereka. Materi dipilih berdasarkan kekuatannya untuk digunakan sebagai bukti dalam proses pengadilan di masa depan, di mana pelaku kekejaman dapat dimintai pertanggungjawaban.</p>
<p>Di tempat lain, organisasi jurnalisme masyarakat global seperti <a href="https://www.bellingcat.com/">Bellingcat</a> menggunakan pendekatan yang berbeda. Mereka mengumpulkan bukti dari berbagai platform media sosial dan menggunakan jaringan sukarelawan untuk menganalisis dan menyelidikinya.</p>
<p>Sebagai contoh, <a href="https://www.bbc.co.uk/news/uk-45665380">Bellingcat</a> berperan di balik <a href="https://www.bellingcat.com/news/uk-and-%20europe/2018/09/26/skripal-suspect-boshirov-identified-gru-colonel-anatoliy-chepiga/">pembukaan kedok</a> laki-laki Rusia yang dituduh meracuni Sergei Skripal, seorang agen ganda yang bekerja untuk intelejen Ingrris, dan juga putrinya Yulia di kota Salisbury, Inggris pada tahun 2018.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1045189449770881024"}"></div></p>
<h2>Sistem yang cacat</h2>
<p>Meski baik, pendekatan seperti ini memiliki kekurangan. Salah satunya adalah bahwa sifatnya terpusat. Hal ini meningkatkan risiko bahwa identitas warga negara dapat terungkap (melalui peretasan, misalnya) yang sering membuat orang enggan untuk maju dan memberikan bukti tindak kekejaman.</p>
<p>Sistem investigasi yang terpusat juga rentan terhadap kompromi, subjektivitas, diskriminasi, atau bahkan kehancuran data.</p>
<p>Perangkat komputer yang berisi bukti dari pelapor Edward Snowden, misalnya, <a href="https://www.theguardian.com/world/video/2014/jan/31/snowden-files-computer-destroyed-guardian-gchq-basement-video">dihancurkan</a> oleh media The Guardian, di bawah pengawasan pejabat dari badan intelijen Inggris (GCHQ) pada tahun 2013. Baru-baru ini, angkatan bersenjata Israel <a href="https://www.reuters.com/world/middle-east/gaza-tower%20-housing-ap-al-jazeera-collapses-after-missile-strike-witness-2021-05-15/">mengebom</a> kantor Associated Press dan Al Jazeera di Gaza pada Mei 2021, menghancurkan semua bukti yang disimpan oleh kantor tersebut.</p>
<p>Jelas bahwa kita membutuhkan platform terdesentralisasi, tanpa penjaga gerbang atau potensi kegagalan tunggal, untuk melestarikan bukti digital kekejaman orang dengan baik. Ini bisa dikatakan mirip dengan Wikipedia: sifatnya terdistribusi dan tidak berada di bawah kendali langsung oleh siapa pun.</p>
<p>Namun, tidak seperti Wikipedia, platform semacam itu harus dapat menjamin anonimitas untuk melindungi warga dari paparan dan pembalasan di masa depan.</p>
<p>Setelah bukti diunggah, bukti tersebut perlu diberi stempel waktu dan dibuat tidak dapat diubah, sehingga tidak seorang pun (termasuk penyedia bukti) dapat mengedit atau menghapus bukti tersebut. Platform itu sendiri juga harus tahan terhadap segala bentuk serangan siber, sehingga tidak dapat ditutup (<em>take down</em>). Semua ini membutuhkan keterlibatan teknologi baru.</p>
<h2>Pelestarian bukti yang kuat</h2>
<p>Membuat situs web yang terdistribusi sebenarnya relatif mudah.</p>
<p>Situs web konvensional menggunakan apa yang disebut <em>hypertext transfer protocol</em> (<a href="https://techterms.com/definition/http">HTTP</a>), yang menyimpan file situs web di server pusat atau komputer. Tetapi ada alternatif, seperti protokol <em>peer-to-peer</em> (seperti <a href="https://hackernoon.com/a-beginners-guide-to-ipfs-20673fedd3f">IPFS</a>, misalnya) yang memungkinkan file situs web disimpan di banyak komputer. Ini berarti tidak ada otoritas yang bisa menutupnya. Demikian pula, IPFS juga dapat digunakan untuk menyimpan file terkait bukti secara terdistribusi dan terdesentralisasi.</p>
<p>Membuat proses pembagian bukti tindak kekejaman yang bersifat anonim, hanya membutuhkan situs web yang terintegrasi dengan semacam portal unggahan bukti yang didukung oleh <a href="https://www.torproject.org/">Tor</a> – teknologi ini membuat perangkat lunak yang terbuka dan gratis untuk komunikasi anonim. Outlet berita seperti The Guardian dan New York Times, misalnya, sudah menggunakan Tor untuk <a href="https://www.theguardian.com/technology/2014/jun/05/guardian-launches-securedrop-whistleblowers-documents">pembagian file anonim</a>. Warga juga harus didorong untuk menggunakan <a href="https://vpnooverview.com/privacy/anonymous-browsing/tor/">browser anonim Tor</a> untuk melindungi diri dari pelacakan perusahaan dan pengawasan pemerintah.</p>
<p>Terakhir, tidak seperti sistem terpusat, bukti yang diunggah secara anonim ke sistem file terdistribusi (IPFS) ini harus tetap dibuat tidak boleh diubah dan tidak dapat dihancurkan.</p>
<p>Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan jaringan <a href="https://www.investopedia.com/terms/b/blockchain.asp"><em>blockchain</em></a>, yang merupakan teknologi di balik <a href="https://www.bankofengland.co.uk/working-paper/2020/blockchain-structure-and-cryptocurrency-prices">mata uang kripto</a>.</p>
<p>Blockchain adalah sistem pencatatan atau sistem data terdistribusi yang terbuka, di mana salinan catatan yang selalu diperbarui tersedia untuk semua pemangku kepentingan, dan dapat diakses setiap saat di seluruh dunia. Hal ini membuat hampir tidak mungkin bagi satu orang atau perusahaan untuk meretas catatan aktivitas semua orang, sehingga memastikan keamanan terhadap serangan siber. Data ini menyimpan data transaksi mata uang kripto – tetapi <em>blockchain</em> juga dapat menyimpan bukti digital.</p>
<h2>Melawan ketidakadilan dan kekejaman</h2>
<p>Situs web untuk mengirim bukti-bukti yang kami usulkan ini memberikan kesempatan kepada korban dan saksi untuk mengunggah bukti mereka <a href="https://www.icj.org/on-video-how-can-the-un-respond-effectively-to-crimes%20-di%20bawah-hukum-internasional-dalam-situasi-krisis/">ketika krisis terjadi</a>, dan jika situasinya mendukung, data tersebut dapat digunakan oleh jurnalis investigasi atau oleh penuntut umum di Mahkamah Internasional.</p>
<p>Situs web semacam itu akan memberdayakan masyarakat awam dan pelapor untuk melawan ketidakadilan dan kekejaman.</p>
<p>Pada saat yang sama, penyebarannya akan memberikan tekanan psikologis pada pelaku, yang lambat laun akan mengetahui bahwa ada bukti kejahatan mereka yang tidak dapat dihancurkan, diubah, atau dibatalkan. Pergeseran kekuasaan dan pola pikir ini dapat merombak hubungan antara penindas dan yang tertindas, memutar balik makna “<em>new normal</em>” atas kekejaman yang telah terjadi di seluruh dunia.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169255/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Video amatir pun dapat digunakan sebagai bukti untut menuntut pelaku tindak kekejaman di seluruh dunia – namun bukti digital ini harus bisa disimpan dengan baik.Imtiaz Khan, Reader (Associate Professor) in Data Science, Cardiff Metropolitan UniversityAli Shahaab, PhD Candidate, Distributed Ledgers / Blockchain Technology, Cardiff Metropolitan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1606982021-11-16T03:36:57Z2021-11-16T03:36:57ZPuluhan triliun untuk infrastruktur internet: benarkah bisa atasi kesenjangan digital di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/431851/original/file-20211115-19-lumnci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Guru mendampingi siswa saat pembelajaran menggunakan layanan internet gratis Kementerian Komunikasi dan Informatika di SDN 51 Simpang Kubu Kandang, Pemayung, Batanghari, Jambi, 30 Oktober 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1635569401">ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah bekapan pandemi, pemerintah Indonesia menyiapkan anggaran sekitar Rp 17 triliun per tahun untuk <a href="https://money.kompas.com/read/2021/04/05/115357626/anggaran-penyediaan-akses-internet-di-daerah-3t-capai-rp-17-triliun-per-tahun?page=all">membangun layanan internet 4G di sekitar 9.000 desa</a> di daerah perbatasan, pedalaman, dan tertinggal hingga 2024.</p>
<p>Sebelumnya, <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/3289/palapa-ring/0/palapa_ring">proyek pembangunan jaringan serat optik nasional Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur</a> di laut yang menghabiskan <a href="https://teknologi.bisnis.com/read/20210610/101/1403725/rute-palapa-ring-integrasi-hubungkan-batam-hingga-jakarta">sekitar Rp 7,6 triliunan</a> telah selesai. Proyek baru Palapa Ring Terintegrasi dari barat ke timur membutuhkan <a href="https://www.kompas.tv/article/211758/telan-anggaran-rp8-6-triliun-proyek-palapa-ring-integrasi-bakal-mulai-tahun-depan">dana Rp 8 triliun</a> mulai tahun depan. </p>
<p>Pertanyaan besarnya: apakah proyek baru ini akan mampu mengikis kesenjangan internet dan digital di Jawa dan luar Jawa, kota dan desa?</p>
<p>Pemerintah Indonesia bisa belajar dari <a href="https://data.worldbank.org/indicator/IT.NET.USER.ZS?locations=NL">Belanda yang telah memiliki penetrasi internet lebih dari 90%</a> tapi tetap menghadapi <a href="http://eprints.lse.ac.uk/61807/1/__lse.ac.uk_storage_LIBRARY_Secondary_libfile_shared_repository_Content_Helsper,%20E_Helsper_Tangible%20outcomes_2015.pdf">masalah kesenjangan digital</a> di sana dan terhambat dalam mencapai keuntungan digital (<em>digital dividend</em>) baik secara ekonomi maupun sosial. </p>
<p>Untuk menciptakan masyarakat digital yang demokratis dan sejahtera secara ekonomi, aspek ketersediaan jaringan internet hanya merupakan salah satu elemennya. </p>
<h2>Mengatasi kesenjangan digital</h2>
<p>Hampir dua tahun pandemi COVID-19 menegaskan peran penting internet dalam kehidupan masyarakat. Teknologi digital mampu memediasi segala bentuk kegiatan dan kebutuhan masyarakat sehingga tidak membuat kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan politik terhenti.</p>
<p>Pemerintah memahami aspek penting teknologi informasi dan komunikasi digital tidak hanya selama masa pandemi tapi untuk pembangunan ke depan. Pengambil kebijakan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lengkap terkait elemen penting untuk menutup kesenjangan digital. Sehingga kebijakan yang dibuat bisa komprehensif dan efisien dari sisi penggunaan anggaran. </p>
<p>Literatur terkait kesenjangan digital bisa digunakan oleh pengambil kebijakan untuk membuat kerangka kebijakan (<em>blueprint</em>) yang komprehensif. Para peneliti kesenjangan digital mengidentifikasi <a href="https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=6DvKDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT7&dq=van+Dijk+AND+digital+divide&ots=6AlHqEYfyE&sig=c4gp9MBkmtxdwponW3V9wM6fyJM&redir_esc=y#v=onepage&q=van%20Dijk%20AND%20digital%20divide&f=false">ada tiga level kesenjangan digital</a>: (1) akses, (2) penggunaan dan kecakapan, dan (3) keuntungan digital kapital. Riset saya di Indonesia dan Amerika Serikat menunjukkan ketiga faktor ini <a href="https://search.proquest.com/openview/4154d3a548395a760bdf632cc0f05d41/1?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y">saling berkorelasi</a>.</p>
<p>Untuk mencapai tujuan agar masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari internet dan teknologi digital, maka perhatian dan kebijakan perlu diarahkan kepada tiga level tersebut.</p>
<p>Kesenjangan pertama terkait akses baik dari sisi ketersediaan jaringan, seperti sambungan kabel pita lebar (<em>broadband</em>) pengirim dan penerima data atau 4G di darat, dan material (misal gawai, teknologi pendukung, biaya perawatan). </p>
<p>Memberikan akses semata belum bisa menutup kesenjangan pada level pertama. Karena ragam gawai akan memberikan kualitas yang berbeda. Pengguna internet dengan akses laptop tentu bisa lebih baik mencari informasi ketimbang yang berbasiskan telepon selular. </p>
<p><a href="https://www.itu.int/en/ITU-D/Statistics/Pages/stat/default.aspx">Data dari International Telecommunication Union (ITU) tahun 2020</a> menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami kesenjangan akses jaringan internet dan juga material akses terhadap komputer. Hanya 53,7% penduduk yang menggunakan internet dan 18,8% memiliki akses laptop. Bandingkan dengan Malaysia yang 89,6% penduduknya menggunakan internet dan 77,6% punya komputer. </p>
<p>Selain itu kualitas jaringan yang stabil dari sisi kapasitas <em><a href="https://www.niagahoster.co.id/blog/pengertian-bandwidth/">bandwidth</a></em> dan sambungan berpengaruh terhadap keuntungan bagi pengguna. Seorang siswa yang mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan kapasitas sambungan terbatas dan tidak andal tentu akan termarginalisasi dibandingkan siswa lain yang tidak mengalami masalah serupa. </p>
<p>Pemerintah perlu memetakan ulang strategi terkait akses fisik internet, terutama sejauh mana Proyek Palapa Ring tidak bertumpang tindih dengan <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/32966/siaran-pers-no-62hmkominfo022021-tentang-lima-paket-kontrak-payung-percepat-pemerataan-bts-4g-di-wilayah-3t/0/siaran_pers">proyek 4G</a>. </p>
<p>Secara kualitas, jaringan internet berbasis kabel optik lebih baik dari sisi teknis. Sementara sistem 4G teresterial atau di darat akan sangat mahal dan rentan dengan perubahan kondisi cuaca dan topografi. Selain itu biaya perawatan juga harus diperhatikan terkait kerusakan atau kendala yang mungkin terjadi.</p>
<p>Ketika akses semakin membaik, ternyata internet menciptakan kesenjangan baru level kedua, yaitu pada dimensi penggunaan dan kecakapan pengguna. Penggunaan atas internet bisa merupakan kegiatan produktif seperti pencarian informasi atau <a href="https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/46743843/Adolescents_Internet_Use_Testing_the_Dis20160623-12271-1f9i2v5-with-cover-page.pdf?Expires=1621250191&Signature=avBQTdrr%7EWuxKk27iOkJk0hxkTh%7ED-P8qrGvgd%7Eir68glb08D3XCVsxjV9PyNdwDqj5jwLQtLkEz7sjTSFSsgG1-RPyz7fTNMap9cwxN0QKQ8CmEbjxchG8huWRhFBsirxLEEdtEVDWk0drgafTrYjfZUeepINkKu0lbbBPSZd3ujU3VeHp5ndYq6Tsbs-qJ9fT0Nr4p2fKKSNYietpuS707F6A%7Ehw03aR%7EcDbL-2LjwXAmjGvrhZoZvE%7EydZju7jhDtlI3aL--Az21MWouPKnqiKUxEogUwg3mtcmxwpug9zIbL-yphr6wqCY0wLda3IYaedQFl9Cb0UbBWO8yFFw__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA">non-produktif untuk konsumsi hiburan</a>. Kritik terhadap penggunaan non-produktif menjadi keprihatinan ketika pengguna internet menjadi pasif dan konsumtif. Sehingga internet lebih memberikan dampak negatif yang tidak sejalan dengan visi pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif melalui pengusaha berskala kecil dan menengah. </p>
<p>Terkait dengan dimensi kecakapan digital (<em>digital skills</em>) ada tiga hal yang perlu diperhatikan: keterampilan medium, literasi informasi, dan pemahaman atas keamanan digital. </p>
<p>Keterampilan dalam menggunakan medium seperti memahami cara menggunakan dan mengoperasikan perangkat digital (misal laptop, PC) menjadi prasyarat mendasar. Pengguna idealnya memiliki kemampuan untuk menggunakan beragam teknologi digital untuk ragam kepentingan berbeda. Pengguna yang memiliki keterampilan digital yang mumpuni tentu akan berkinerja lebih baik. </p>
<p>Selain itu, kecakapan dalam mengolah informasi (<em>information literacy</em>) akan membantu pengguna untuk memilih dan memilah informasi yang penting dan relevan. Kasus banyaknya misinformasi dan disinformasi yang terdistribusi di ruang daring, terutama ruang media sosial, menunjukkan literasi informasi perlu ditingkatkan.</p>
<p>Aspek pemahaman yang masih rendah atas keamanan untuk melindungi data dan informasi dalam media digital menjadi keprihatinan lainnya. Penggunaan <em>third-party applications</em> atau <em>two-factors authentication</em> bisa mencegah terjadinya pencurian data. </p>
<p>Untuk mengurangi kesenjangan digital pada level kedua bisa melalui pendidikan formal atau informal. Pemerintah perlu mengkomunikasikan kepada publik terkait strategi untuk menutup kesenjangan digital pada level kedua. Negara seperti <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Vietnam">Vietnam sudah menjadikan pembelajaran program komputer pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas</a>. </p>
<p>Apabila pemerintah ingin mengejar bonus demografi dengan menciptakan sumber daya yang memiliki kecakapan digital yang baik dan mampu menggunakan internet secara produktif, maka strategi baru perlu diciptakan melalui pembuatan kurikulum digital ataupun penciptaan pelatihan-pelatihan informal. </p>
<p>Kesenjangan level ketiga mengidentifikasi keuntungan yang didapat, baik keuntungan ekonomi, sosial, budaya, maupun personal. Tidak semua pengguna internet bisa mendapatkan keuntungan ekonomi. Sebagian besar pengguna internet masih menjadi konsumen baik dari sisi mengkonsumsi tayangan hiburan atau konsumen bisnis daring. </p>
<p>Dari aras sosial, meningkatnya polarisasi publik dan maraknya berita kebencian di internet, mereduksi sosial kapital dalam masyarakat. Warga negara semakin mudah terpecah dengan isu-isu primordial atas dasar misinformasi dan disinformasi. <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210216094405-32-606726/9-pasal-karet-uu-ite-yang-perlu-direvisi-versi-safenet">Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik ternyata menjadi katalis polarisasi publik</a> ketika bisa digunakan sebagai alat kekuasaan untuk meredam pluralitas opini publik. </p>
<p>Pemerintah perlu memiliki data yang akurat terkait keuntungan yang didapat oleh individu melalui internet. Badan Pusat Statistik bisa menjadi garda depan untuk mengumpulkan data publik terkait sejauh mana internet memberikan keuntungan ekonomi, sosial, budaya, dan personal kepada penggunanya. Sehingga apabila ditemukan efek bumerang yang tidak diinginkan, intervensi sosial bisa cepat dilakukan. </p>
<h2>Masyarakat digital: kesenjangan sosial dan ekonomi makin dalam</h2>
<p>Dengan memahami kompleksitas masyarakat digital dan pengidentifikasian terhadap elemen penting terkait kesenjangan digital, publik dan pemangku kebijakan bisa mendiskusikan kembali langkah kebijakan yang telah diterapkan pemerintah. </p>
<p>Apakah menekankan kepada investasi infrastruktur dengan penggunaan dana yang besar akan memberikan imbalan ekonomi setimpal? Terutama pada masa pandemi saat ini ketika keuangan negara memiliki keterbatasan. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 1: Kesenjangan digital, diadopsi dari Triwibowo (2020)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kerangka berpikir <a href="https://search.proquest.com/openview/4154d3a548395a760bdf632cc0f05d41/1?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y">kesenjangan digital (Gambar 1)</a> memberikan peringatan bahwa menuju masyarakat digital mensyaratkan tiga lapisan yang berbeda namun saling berhubungan. Pun, pemberian akses fisik jaringan juga mensyaratkan adanya akses material pada saat bersamaan. </p>
<p>Apakah petani desa yang diberikan akses kepada internet akan bisa mendapatkan manfaat ekonomi? Ada elemen individu, seperti kemampuan ekonomi terkait material akses baik untuk membeli atau merawat perangkat digital yang harus diperhatikan. </p>
<p>Ada faktor <a href="https://www.utwente.nl/en/bms/vandijk/publications/digital_divide_impact_access.pdf">akses material</a>, individu pengguna (misal keterampilan dan ragam penggunaan), dan sosioekonomi yang berkontribusi dalam penciptaan kesenjangan. </p>
<p>Selain itu, pengetahuan dan pemahaman atas perangkat digital dan cara penggunaan yang produktif, bukan sesuatu yang otomatis didapatkan. </p>
<p>Asumsi bahwa generasi <em>digital natives</em> akan mendapatkan secara langsung keuntungan digital (<em>digital dividend</em>) <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/00012530910973776/full/html?skipTracking=true">tidak memiliki dasar empiris</a>. Teknologi digital adalah teknologi eksperiensial. Pengguna perlu memiliki pengetahuan dasar dan melakukan praktik untuk bisa mengoptimalkan teknologi dan mendapatkan keuntungan. </p>
<p>Karena itu, pandangan bahwa teknologi internet memperdalam kesenjangan ekonomi tentu perlu mendapatkan perhatian. <a href="https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832">Platform ekonomi seperti Gojek dan Grab ternyata semakin mengeksploitasi pekerja paruh waktu (<em>gig worker</em>) yang semakin banyak jumlahnya saat ini</a>. Pekerja paruh waktu menjadi kelompok marginal tanpa perlindungan asuransi, jaminan masa tua, dan karir.</p>
<p>Tentu pemerintah tidak ingin masyarakat digital justru menciptakan masyarakat yang terbagi dalam kelas-kelas yang semakin lebar kesenjangannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160698/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Whisnu Triwibowo menerima dana dari Michigan State University dan American Indonesia Chamber of Commerce untuk penelitian yang dilakukan. Dana tersebut berbentuk hibah dan tidak mempengaruhi artikel yang terbit dari penelitian yang dilakukan.</span></em></p>Pemerintah perlu memetakan ulang strategi terkait akses fisik internet, terutama sejauh mana Proyek Palapa Ring tidak bertumpang tindih dengan proyek 4G.Whisnu Triwibowo, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1712972021-11-08T06:18:32Z2021-11-08T06:18:32ZMeningkatnya serangan siber ransomware selama pandemi COVID-19 dapat membawa kita pada era baru internet<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/430432/original/file-20211105-17-1dpgga5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C24%2C5374%2C3553&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tangki penyimpanan Colonial Pipeline. Pada 7 Mei 2021, perusahaan jaringan pipa bahan bakar ini mengalami serangan siber ransomware.</span> <span class="attribution"><span class="source">(AP Photo/Seth Wenig)</span></span></figcaption></figure><p>Selain pandemi COVID-19, kita saat ini juga sedang berada di tengah pandemi digital serangan ransomware. </p>
<p>Serangan ransomware terhadap jaringan pipa bahan bakar <a href="https://www.nytimes.com/2021/05/13/us/politics/biden-colonial-pipeline-ransomware.html">Colonial Pipeline</a> dan pengolah daging terbesar di dunia <a href="https://www.wsj.com/articles/jbs-paid-11-million-to-resolve-ransomware-attack-11623280781">JBS USA Holdings Inc.</a> menunjukkan betapa ngerinya serangan terorganisasi dan terencana terhadap target-target yang semakin penting, dan ketidakmampuan kronis kita untuk melawan mereka.</p>
<p>Yang kita butuhkan adalah internet baru. </p>
<p>Internet yang lama telah rusak.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ancaman-keamanan-siber-peretas-mampu-mematikan-satelit-atau-mengubahnya-menjadi-senjata-132009">Ancaman keamanan siber: peretas mampu mematikan satelit atau mengubahnya menjadi senjata</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Asal usul internet</h2>
<p>Internet yang kita gunakan saat ini berasal dari <a href="https://www.britannica.com/topic/ARPANET/A-packet-of-data">Advanced Research Projects Agency Network (ARPANET) di akhir 1960-an</a> — gabungan beberapa lembaga penelitian yang menghubungkan militer, aktor politik dan industri selama Perang Dingin di Amerika Serikat (AS). </p>
<p>Jaringan ARPANET memungkinkan komunikasi yang aman jika terjadi konflik, dan untuk memfasilitasi penelitian dan pengembangan melalui berbagi informasi secara elektronik. Ini adalah jaringan khusus undangan yang tertutup, dikontrol dengan ketat, dan sangat aman.</p>
<p>Penemuan World Wide Web (WWW) oleh Tim Berners-Lee pada 1990 berujung pada internet berbasis <em>browser</em> yang kita kenal sekarang. WWW memperkenalkan, dan mendorong jaringan-jaringan yang terbuka, inklusif, universal dan tidak dibatasi untuk berkomunikasi satu sama lain. Ini memperkenalkan gagasan <em>hyperlink</em>: pengguna cukup mengklik dan akan masuk ke halaman web baru di jaringan terpisah. </p>
<p>Ini adalah awal dari internet yang bebas, digerakkan oleh pengguna, dan kaya konten.</p>
<p>Paradoks internet adalah bahwa ia lahir, tumbuh, dan ada di lingkungan tempat kendali dan akses selalu berada dalam ketegangan dan konflik.</p>
<h2>Munculnya ransomware</h2>
<p>Kejahatan siber adalah industri yang sedang berkembang, sangat sukses, dan menguntungkan. Menurut Cybersecurity Ventures, kerugian akibat kejahatan dunia maya akan tumbuh sebesar 15% per tahun yang akan mencapai <a href="https://cybersecurityventures.com/annual-cybercrime-report-2020/">10,5 triliun dolar AS (hampir Rp 150 ribu triliun) pada 2025</a> dan akan menjadi “ekonomi” terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Cina.</p>
<p>Ini sebagian besar melibatkan ransomware, serangan multi-arah yang menyandera data dan sistem organisasi. Sejak awal pandemi, serangan ransomware telah meningkat <a href="https://www.bitdefender.com/">hampir 500% sejak awal pandemi COVID-19</a>.</p>
<p>Pembayaran tebusan secara rata-rata juga terus meningkat, <a href="https://www.coveware.com/blog/ransomware-attack-vectors-shift-as-new-software-vulnerability%20-eksploitasi-berlimpah">naik 43% dari kuartal terakhir 2020</a> menjadi lebih dari 200.000 dolar AS. Yang sangat berbahaya dari serangan ini adalah permintaan tebusan sering disertai dengan penerabasan dan penyedotan data perusahaan, dan pemerasan bersamaan dengan ancaman akan merilis data-data ini jika pembayaran tambahan tidak dilakukan.</p>
<p>Pada kuartal pertama 2021, <a href="https://www.coveware.com/blog/ransomware-attack-vectors-shift-as-new-software-vulnerability%20-eksploitasi-berlimpah">lebih dari tiga perempat serangan ransomware terkait dengan ancaman semacam itu</a>.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/_aC0g4PBu58?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">FBI memperingatkan bahwa serangan ransomware sedang meningkat.</span></figcaption>
</figure>
<p>Para penjahat juga telah berevolusi menjadi semakin sistemik. Serangan baru-baru ini terhadap <a href="https://www.nytimes.com/2021/05/29/world/europe/ransomware-russia-darkside.html">Colonial Pipelines oleh kelompok peretas DarkSide</a> menunjukkan hal ini. Seperti penyerang-penyerang siber yang didukung negara, kelompok kriminal ini telah menciptakan organisasi virtual dan menerapkan fokus strategi yang menargetkan sektor dan perusahaan tertentu. </p>
<p>Mereka memiliki sumber daya, keterampilan, dan kesabaran yang tak terbatas. Mereka memainkan permainan jangka panjang: target diidentifikasi, diintai dengan hati-hati dan hanya ditindaklanjuti ketika hasil maksimum dapat diperoleh.</p>
<p>CNA Financial diserang pada akhir Maret, dan membayar uang tebusan 40 juta dolar (Rp 571 miliar) — salah satu pembayaran terbesar yang pernah tercatat. Para peretas tampaknya tertarik untuk mendapatkan akses ke basis data klien CNA tidak hanya untuk memeras perusahaan itu sendiri, tapi juga untuk mengidentifikasi klien-klien yang telah membeli asuransi siber dengan <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-05-20/cna-financial-paid-40-million-in-ransom-after-march-cyberattack">perlindungan pembayaran ransomware untuk mengidentifikasi mana target yang paling menguntungkan</a>. DarkSide juga menjual paket ransomware ke peretas lain — <a href="https://purplesec.us/resources/cyber-security-statistics/ransomware/">Ransomware-as-a-Service (RaaS) menjadi pusat laba yang berkembang</a>.</p>
<h2>Internet lama yang baru</h2>
<p>Para legislator, tentu saja, sudah merespon serangan-serangan ini. Di AS, Presiden Joe Biden sudah memerintahkan badan-badan federal untuk <a href="https://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-releases/2021/05/11/fact-sheet-the-biden-harris-administration-has-launched-an-all-of-government-effort-to-address-colonial-pipeline-incident/">mengerahkan segala upaya untuk mengatasi gangguan digital</a>. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS sedang mengembangkan aturan wajib tentang bagaimana jaringan pipa dan penyedia infrastruktur lainnya harus <a href="https://www.washingtonpost.com/business/2021/05/25/colonial-hack-pipeline-dhs-cybersecurity/">melindungi aset mereka</a>.</p>
<p>Ini langkah yang baik, tapi tidak akan cukup dan kita akan hanya mampu bereaksi saja, selangkah di belakang serangan.</p>
<p>Intranet - jaringan tertutup dan di bawah hak milik - mungkin menjadi kunci untuk mengatasi ancaman ini.</p>
<p>Kita bisa melihat munculnya internet yang baru dengan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi kita akan memiliki internet bebas tanpa saringan dan minim aturan yang bisa diakses siapa saja.</p>
<p>Di sisi lain, kita mungkin akan melihat evolusi “World Wide Intranet” yaitu situs-situs web yang dapat diakses secara luas tapi dikendalikan dengan ketat dengan kendali akses yang keras untuk mencegah kejahatan - misalnya kejahatan yang melibatkan jaringan intranet korporasi yang terjadi dua dekade lalu.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="shadow of a man with his head in his hands looking at a laptop screen that says RANSOMWARE" src="https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/406197/original/file-20210614-73420-1p549ga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Seiring jumlah data meningkat di seluruh dunia, kita semakin rentan terhadap serangan siber.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-cara-kerja-spyware-pegasus-dan-bagaimana-risikonya-bagi-ponsel-kita-166111">Bagaimana cara kerja _spyware_ Pegasus, dan bagaimana risikonya bagi ponsel kita?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Keamanan yang responsif</h2>
<p>Pelaku online besar seperti Amazon, pemerintah, penyedia jasa kesehatan atau organisasi besar lainnya tidak akan lagi memberi toleransi pada serangan kriminal terhadap data dan sumber daya milik mereka dan milik pemangku kepentingan mereka. Oleh karena itu, seiring upaya-upaya keamanan seperti <em>multi-factor authentification</em> muncul, upaya-upaya ini akan diadopsi oleh oganisasi-organisasi dan diteruskan pada pengguna mereka sebagai prasyarat akses.</p>
<p>Sebagai sebuah masyarakat, kita akan menerima kendali-kendali semacam ini asalkan kita terlindungi dari risiko kerugian-kerugian yang lebih besar. Kita melihat ini sebagai konsekuensi tak terelakkan yang berdampak tidak hanya pada jaringan tapi juga individu yang menggunakannya.</p>
<p>Pada 2025, akan ada <a href="https://cybersecurityventures.com/hackerpocalypse-original-cybercrime-report-2016/">200 zettabyte data</a> di dunia - (1 zettabyte setara 1 triliun gigabyte). Peningkatan jumlah transaksi membuat kita tidak punya pilihan lain selain memperketat kendali atas identitas dan akses. </p>
<p>Salah satu jalan keluarnya akan membelah jaringan internet: yang satu terbuka tapi penuh risiko, dan yang satu tertutup, terkendali dan tidak mudah diakses sehingga keamanan dan privasi akan menjadi raja di sana.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171297/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jumlah data dan transaksi online membludak. Hal itu dapat meningkatkan kemungkinan serangan siber, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengatur bagan di internet.Michael Parent, Professor, Management Information Systems, Simon Fraser UniversityDavid R. Beatty, Academic Director of the David and Sharon Johnston Centre for Corporate Governance Innovation, Rotman School of Management, University of TorontoLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1699102021-10-18T04:57:05Z2021-10-18T04:57:05ZPandemi ini adalah peluang emas bagi Papua untuk mengejar ketertinggalannya dalam teknologi pendidikan<p>Saat ini, pendidikan di Papua sangat tertinggal dari berbagai provinsi lain di Indonesia – baik itu dalam hal capaian pembelajaran siswa maupun infrastruktur digital.</p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, <a href="https://www.bps.go.id/indicator/26/418/1/-metode-baru-peringkat-indeks-pembangunan-manusia.html">Indeks Pengembangan Manusia</a> maupun <a href="https://www.bps.go.id/publication/2020/12/15/f52c2f6c113db406967d5cb0/indeks-pembangunan-teknologi-informasi-dan-komunikasi-2019-.html">Indeks Pengembangan Teknologi</a> wilayah ini secara konsisten merupakan salah satu yang terendah di negara ini. Capaian para pelajar Papua dalam Ujian Nasional (UN) juga <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/2066/file/Rural%20and%20remote%20education%20initiative%20for%20Papuan%20Provinces%20-%20Programme%20overview.pdf">tetap rendah</a> sepanjang 2017 hingga 2019.</p>
<p>Pada tahun 2020, di tengah pentingnya <em>online learning</em>, persentase rumah tangga di Papua yang memiliki akses internet merupakan salah satu yang terendah – <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/10531/file/Strengthening%20Digital%20Learning%20across%20Indonesia:%20A%20Study%20Brief.pdf">hanya 29,5%</a> dibandingkan Jakarta yang memiliki 89%.</p>
<p>Ini menandakan bahwa Papua <a href="https://www.eastasiaforum.org/2020/10/22/covid-19-is-widening-indonesias-education-gap">kesulitan menghadapi tuntutan <em>online learning</em></a> selama krisis COVID-19.</p>
<p>Menariknya, bisa jadi ini justru merupakan momen yang tepat untuk berinvestasi dan mengembangkan teknologi pendidikan di Papua.</p>
<h2>Ada pergeseran pola pikir di antara pengajar Papua</h2>
<p><a href="https://research.acer.edu.au/indonesia/1/">Studi tahun 2015</a> dari Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) – suatu kolaborasi antara pemerintah Indonesia, Asian Development Bank (ADB), Australian Aid, dan Uni Eropa (EU) – mengidentifikasi beberapa prasyarat penting untuk mengembangkan teknologi pendidikan di Papua.</p>
<p>Di antaranya adalah:</p>
<p>1) meningkatkan kesadaran di antara tenaga pendidik tentang pentingnya penggunaan teknologi</p>
<p>2) memastikan ketersediaan infrastruktur digital</p>
<p>3) menyiapkan pendidik supaya memiliki kemampuan untuk benar-benar menerapkan berbagai alat dan layanan digital terkait pendidikan.</p>
<p>Poin pertama adalah yang paling susah untuk diwujudkan – bagi guru dan pengajar di Papua, dan bahkan juga di seluruh dunia.</p>
<p>Walaupun memang pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas digital bisa dilakukan pemerintah, butuh tenaga yang besar dan waktu yang lama untuk mengubah pola pikir.</p>
<p>Temuan dari studi di atas, misalnya, menunjukkan bahwa pada saat itu, <a href="https://research.acer.edu.au/indonesia/1/">sekitar 70% guru di Papua</a> menggunakan teknologi hanya untuk kebutuhan administratif atau menyiapkan materi, bukan sebagai bagian dari proses belajar. Padahal, studi tersebut sebenarnya juga menemukan bahwa banyak siswa sudah memiliki laptop dan <em>smartphone</em>.</p>
<p>Bahkan di dunia Barat, sebelum sekitar tahun 2019, platform yang menyediakan kelas daring (<em>Massively Open Online Courses</em>, atau MOOC) memiliki <a href="https://news.harvard.edu/gazette/story/2020/07/in-intervention-study-moocs-dont-make-the-grade/">tingkat penyelesaian kursus yang rendah</a> – meski berbagai platform tersebut didukung penyedia kelas papan atas termasuk universitas ternama. Ini menunjukkan juga bahwa menggeser pola pikir siswa untuk menyelesaikan kelas <em>online</em>, saat mereka terbiasa melakukannya secara <em>offline</em>, adalah hal yang sulit.</p>
<p>Penggunaan <a href="https://www.theatlantic.com/technology/archive/2016/10/theres-no-erasing-the-chalkboard/503975/">papan tulis putih dan spidol</a> pun butuh waktu lama sebelum diadopsi oleh sekolah. Walau sudah tersedia sejak tahun 1960an, sekolah baru mulai mengganti papan kapur dengan papan putih pada tahun 1990an ketika kelas mulai memakai banyak komputer sehingga ruangan harus bebas debu.</p>
<p>Di sini, pandemi COVID-19 memainkan peran yang sangat signifikan dalam mengubah sikap dan perilaku, terutama dalam pendidikan. Tutupnya sekolah mendorong pengajar di Papua untuk meninjau kembali kebiasaan mengajar mereka dan mulai mempertimbangkan pentingnya teknologi pendidikan.</p>
<p>Meski infrastruktur digital di Papua <a href="https://www.unicef.org/indonesia/coronavirus/stories/learning-home-during-covid-19-pandemic">belum memadai</a>, ada berbagai indikasi bahwa penggunaan teknologi pendidikan meningkat tajam di wilayah ini.</p>
<p><a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/535881589465343528/pdf/EdTech-in-Indonesia-Ready-for-Take-off.pdf">Studi tahun 2020 dari Bank Dunia</a>, misalnya, menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pendidikan (termasuk platform seperti Ruangguru, Zenius, dan Google Classroom) di Papua mendekati 10%. Ini setara dengan provinsi lain yang jauh lebih maju seperti Riau dan Sulawesi Selatan. Capaian Papua bahkan melebihi beberapa daerah lain di Sumatra (seperti Aceh dan Bengkulu), Sulawesi, dan Kalimantan.</p>
<p>Di tengah pandemi, guru dan pengajar di Papua nampaknya bersedia untuk melakukan <em>online learning</em> jika diberikan lingkungan yang mendukung.</p>
<p>Ini adalah peluang yang langka bagi pemegang kepentingan di sektor pendidikan Indonesia. Untuk pertama kali dalam sekian lama, guru dan pengajar di Papua bisa berada di medan yang setara dengan rekan-rekan pengajar mereka di seluruh Indonesia.</p>
<h2>Banyak jalan ke depan</h2>
<p>Ada banyak cara supaya Papua bisa memanfaatkan momentum ini.</p>
<p>Dari segi infrastruktur, menyediakan sambungan internet secara umum adalah tanggung jawab pemerintah. Namun, ada juga banyak peluang lain untuk menyediakan konektivitas bagi sekolah, guru, dan siswa, yakni dalam bentuk pendanaan swasta atau kemitraaan pemerintah-swasta.</p>
<p>Sekalipun konektivitas di Papua masih rendah, solusinya bahkan tidak harus bersifat <em>online</em>.</p>
<p>Selama ini, misalnya, sudah ada beragam perangkat alternatif di luar <em>online learning</em>, seperti <a href="https://www.raspberrypi.org">Raspberry Pi</a> – komputer dengan ukuran sekecil kartu kredit yang awalnya didesain untuk mengajarkan ilmu komputer dasar di sekolah dan negara berkembang – yang memiliki kapasitas setidaknya 16 GB untuk menyimpan buku dan materi digital.</p>
<p>Ada juga peluang pendanaan swasta untuk menyediakan <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/535881589465343528/pdf/EdTech-in-Indonesia-Ready-for-Take-off.pdf">perangkat digital maupun bantuan teknis</a> untuk tenaga pendidik. Misalnya, selama pembatasan aktivitas masyarakat di sepanjang pandemi, Kementerian Pendidikan (Kemendikbud-Ristek) bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk memberikan <a href="https://kuota-belajar.kemdikbud.go.id/">dukungan data internet</a> kepada guru di seluruh Indonesia.</p>
<p>Studi dari ACDP juga menyebutkan <a href="https://research.acer.edu.au/indonesia/1/">pentingnya monitoring dan evaluasi</a> untuk memastikan berbagai perangkat dan layanan digital ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ahli pendidikan dapat membantu mengembangkan sistem pengawasan semacam ini di sekolah dan lembaga pendidikan.</p>
<p>Sekolah dan pemerintah daerah juga bisa melatih guru untuk menggunakan teknologi pendidikan melalui kerja sama dengan berbagai lembaga yang <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/10531/file/Strengthening%20Digital%20Learning%20across%20Indonesia:%20A%20Study%20Brief.pdf">khusus bergerak di bidang pengembangan kapasitas guru</a>. Bahkan sudah ada program seperti <a href="https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2021/02/Paparan-Program-Sekolah-Penggerak.pdf">Sekolah Penggerak</a> – yang mendorong kolaborasi antar sekolah dan guru untuk saling berbagi praktik pembelajaran yang inovatif – supaya menutup kesenjangan kualitas guru di wilayah ini.</p>
<p>Semua itu membutuhkan kerja keras, tapi hasilnya kelak tidak akan sia-sia.</p>
<p>Memperbaiki infrastruktur digital dan juga kapasitas pengajar untuk menggunakannya dengan baik, akan mendorong guru dan siswa untuk bereksperimen dengan materi dan teknik belajar di luar tradisi sekolah. Sistem monitoring dan evaluasi yang baik akan mendukung kepemimpinan sekolah, dan pada akhirnnya, berujung pada proses belajar mengajar yang lebih baik.</p>
<p>Hanya ada dua kemungkinan setelah pandemi ini selesai, dan sangat tergantung dengan apa yang dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan selama periode kritis ini. Pendidikan di Papua bisa mendapatkan dukungan yang baik sehingga bisa menjadi kompetitif, serta menutup ketimpangan dengan provinsi lain, atau Papua tidak mendapatkan dukungan yang baik sehingga malah semakin tertinggal.</p>
<p>Apa pun yang dilakukan, pandemi ini adalah peluang emas untuk meninggalkan jejak perubahan yang besar bagi pendidikan di Papua.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169910/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Garry Pawitandra Poluan terafiliasi dengan Australian Council for Educational Research (ACER) Indonesia. ACER Indonesia menerima dana untuk projek Evaluation of ICT in Education in Papua Province (ACDP-045) dari Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP), kemitraan antara Pemerintah Indonesia, Asian Development Bank, Uni-Eropa, dan Pemerintah Australia.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sherine Hassan terafiliasi dengan Australian Council for Educational Research (ACER) Indonesia. ACER Indonesia menerima dana untuk projek Evaluation of ICT in Education in Papua Province (ACDP-045) dari Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP), kemitraan antara Pemerintah Indonesia, Asian Development Bank, Uni-Eropa, dan Pemerintah Australia.</span></em></p>Papua kesulitan menjalani online learning selama COVID-19. Menariknya, krisis in bisa jadi momen yang tepat untuk berinvestasi pada teknologi penndidikan di Papua.Garry Pawitandra Poluan, Senior Project Officer for Research, ACER Indonesia Sherine Hassan, Education Consultant, ACER Indonesia Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1690182021-10-06T06:35:10Z2021-10-06T06:35:10ZDigital Learning adalah pembelajaran dunia nyata, sehingga kombinasi belajar daring dan luring di kampus merupakan metode terbaik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/423957/original/file-20210930-65502-8n3y59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C35%2C7951%2C5261&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/video-call-group-business-people-meeting-1752871988">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pembatasan sosial dan <em>lockdown</em> telah mengubah jalannya perkuliahan di berbagai universitas selama satu setengah tahun terakhir. </p>
<p>Di Australia, tekanan yang dialami para pelajar ditunjukkan oleh penurunan kepuasan pelajar secara drastis dalam <a href="https://www.qilt.edu.au/docs/default-source/ses/ses-2020/2020-ses-national-report.pdf">Survei Pengalaman Mahasiswa</a> tahunan. Pemerintah setempat menggarisbawahi hal ini <a href="https://www.alantudge.com.au/latest-news/our-priorities-for-strengthening-australias-universities/">dalam ajakan</a> agar pelajar kembali mengadakan studi di dalam kampus.</p>
<p>Tapi dunia ‘semakin digital’. Pola-pola lama di ruang kuliah tidak akan membantu lulusan untuk berkembang dalam karir mereka. Kita membutuhkan universitas yang mendukung kesuksesan pelajar dengan mempersiapkan mereka untuk masa depan digital.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-ilmu-sosial-makin-relevan-di-dunia-digital-97682">Mengapa ilmu sosial makin relevan di dunia digital</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Banyak penelitian melaporkan bahwa pekerjaan akan menjadi lebih <a href="https://www.forbes.com/sites/forbesbusinesscouncil/2020/10/20/is-a-blended-office-model-the-future-of-work/?sh=4902ba2a1002">bercampur</a>: lebih sedikit waktu bekerja dari kantor dan lebih banyak waktu bekerja dari rumah. Pandemi COVID-19 <a href="https://www.theage.com.au/business/companies/the-five-day-office-week-is-dead-long-live-the-hybrid-model-says-productivity-boss-20210706-p587d4.html">mempercepat tren ini</a>.</p>
<p>Beragam industri menemukan mereka bisa pindah ke <em>online</em> dengan efektif, dan menjadikan ruang daring sebagai tempat kerja yang otentik. Layanan daring ‘Telehealth’ telah menjadi pilihan biasa untuk berkonsultasi dengan dokter, sedangkan mesin pencari <em>online</em> menjadi tempat pertama yang dipilih masyarakat untuk menemukan layanan atau produk. </p>
<p>Para profesional perlu menggunakan keterampilan mereka untuk beradaptasi dengan berbagai ruang - fisik atau virtual - dan memiliki kepercayaan diri untuk menggunakan ruang baru.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Dokter berkonsultasi dengan pasien dalam Telehealth" src="https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Para profesional di dunia nyata, termasuk dokter, kini harus siap untuk bekerja di lingkungan online dan fisik.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/telemedicine-concept-doctor-pharmacist-headset-during-1683782122">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana dampaknya pada pembelajaran?</h2>
<p>Pembelajaran dilakukan dengan menciptakan interaksi - dengan guru, teman sebaya, dan berbagai informasi. Berbagai temuan penelitian selama puluhan tahun telah menunjukkan peserta didik dapat belajar dengan baik bila sistem pembelajaran <a href="https://library.educause.edu/resources/2017/9/7-things-you-should-know-about-research-on-active-learning-classrooms">aktif</a>, <a href="https://api.semanticscholar.org/CorpusID:155197747">menarik, relevan</a>
dan <a href="https://www.jisc.ac.uk/guides/designing-learning-and-assessment-in-a-digital-age/approaches-to-learning-design">dirancang dengan baik</a>. Dengan prinsip tersebut, pembelajaran yang baik dapat diupayakan di mana pun pelajar berada: di kampus, <em>online</em>, atau di tempat kerja.</p>
<p>Pertanyaan sesungguhnya adalah bagaimana menyeimbangkan sistem <em>online</em> terbaik dengan yang sistem pembelajaran dari kampus dan tempat kerja.</p>
<p>Universitas sudah mengejar upaya ini. Studi di universitas telah bercampur antara daring dan luring selama lebih dari dua dekade seiring sumber studi, kegiatan, dan penilaian dipindahkan ke situs web dalam <a href="http://www.educause.edu/ecar/research-publications/foundations-for-a-next-generation-digital-learning-environment-faculty-students-and-the-lms/ngdle-the-wave-of-the-future">lingkungan pembelajaran virtual</a>.</p>
<p>Pada awalnya, tujuannya adalah untuk mengatur pembelajaran yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Saat ini, lingkungan belajar digital telah jauh lebih canggih. Pembelajaran digital sekarang menawarkan fasilitas untuk pembelajaran kelompok, proyek, dan pengembangan kreativitas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/merombak-online-learning-yang-kikuk-butuh-kolaborasi-antara-guru-siswa-dan-ahli-teknologi-147923">Merombak online learning yang "kikuk" butuh kolaborasi antara guru, siswa, dan ahli teknologi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>‘Pembelajaran jarak jauh darurrat’ bukanlah metode ideal</h2>
<p>Pembelajaran online selama pandemi seringkali adalah hasil kompromi. Desain pembelajaran yang baik membutuhkan waktu karena guru harus menciptakan kurikulum, sumber daya, dan penilaian yang sesuai dengan peserta didik dan disiplin mereka. </p>
<p>Pada Maret 2020, seperti kebanyakan universitas di Australia, akademisi di institusi saya, Universitas Deakin, meluangkan satu minggu untuk merancang kembali perkuliahan kami untuk memungkinkan 41.000 siswa di kampus agar terus belajar. </p>
<p>Tentu saja, banyak kegiatan yang telah kami rencanakan sebelumnya jadi tidak mungkin diadakan dan kelas pengganti <em>online</em> dengan cepat dikembangkan selama beberapa minggu berikutnya untuk menggantikan kelas-kelas luring tersebut.</p>
<p>Pergeseran global ini dijuluki “<a href="https://er.educause.edu/articles/2020/3/the-difference-between-emergency-remote-teaching-and-online-learning">emergency remote teaching</a>” (pembelajaran jarak jauh darurat) oleh profesor asal Amerika <a href="https://about.me/hodges.chuck">Charles Hodges</a> dan rekannya. Mereka memperingatkan agar kita tidak memberikan buru-buru menilai pembelajaran online dengan pengalaman yang disebabkan oleh pandemi ini.</p>
<p>Pembelajaran <em>online</em> yang baik <a href="https://coronavirus.jiscinvol.org/wp/2020/08/28/helping-online-learners-flourish-">menciptakan rasa guyub</a>. Metode ini melibatkan siswa dengan banyak sumber daya serta kegiatan yang beragam. Ini membantu peserta didik untuk menemukan teman belajar dan tempat-tempat yang cocok untuk pembelajaran mandiri mereka.</p>
<p>Namun dalam pembelajaran <em>online</em>, keterlibatan antarindividu akan berbeda. Alih-alih bertemu di kafe, siswa cukup mengirim chat dan mengobrol secara <em>online</em> untuk berbagi ide dan memecahkan masalah. Pembelajaran sosial dapat terjadi di kampus atau secara <em>online</em>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">Riset dampak COVID-19: potret gap akses online 'Belajar dari Rumah' dari 4 provinsi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Ada kegiatan yang cocok di online, ada yang perlu tatap muka</h2>
<p>Beberapa kegiatan perlu tetap berlangsung <em>online</em>. Informasi saat ini berbentuk digital. Meski kita menikmati ruang fisiknya, perpustakaan universitas pada masa kini pada dasarnya hadir secara digital dengan menyediakan sebagian besar buku, jurnal, dan gambar secara <em>online</em>. Berbagai set data juga sebagian besar berbentuk dan dianalisis dengan alat digital – mulai dari tabel sederhana hingga aplikasi canggih.</p>
<p>Pembelajaran digital sangatlah luas untuk dieksplorasi. Dunia ada di ujung jari kita, dan komputer tidak akan pernah lelah mempraktikkan keterampilan dasar bersama kita.</p>
<p>Kegiatan lain harus berada di ruang fisik. Menggunakan peralatan khusus atau mengalami tempat kerja memberikan rasa bahwa kita sedang berada di suatu tempat sebagai ‘seseorang’. </p>
<p>Berada di lapangan mengembangkan keterampilan pengamatan dan memberikan lebih banyak masukan sensorik. Berkolaborasi dengan teman sebaya di ruangan yang sama mengembangkan keterampilan interaksi menggunakan isyarat sosial akan berbeda dari apa yang kita rasakan secara <em>online</em>.</p>
<p>Pembelajaran <em>online</em> dapat membantu kegiatan luring dalam hal persiapan dan tindak lanjut terfokus.</p>
<h2>Belajar dari percobaan terbaik terbaru</h2>
<p>Pembelajaran jarak jauh darurat telah mendorong para pengajar untuk mempertimbangkan cara alternatif untuk belajar. Mereka telah menguji coba dan menyempurnakan aktivitas <em>online</em> terbaru. Banyak pengajar melaporkan bahwa mereka akan terus menggunakan beberapa di antaranya.</p>
<p>Profesor <a href="http://ericmazur.com/about.php">Eric Mazur</a> di Harvard terkenal dengan penggunaan metode instruksi sebaya untuk membuat kelas aktif dan interaktif. Dia <a href="https://www.chronicle.com/newsletter/teaching/2021-05-27">melaporkan</a> bahwa model <em>online</em> yang ia kembangkan selama 2020 itu telah meningkatkan pembelajaran dan dukungan dengan begitu meyakinkan sehingga format tersebut akan terus ia lanjutkan. Mematahkan berbagai asumsi mengenai metode apa yang paling berhasil telah membuka pintu untuk pemahaman yang lebih baik tentang pengajaran <em>online</em>.</p>
<p>Pelajar dari semua sektor pendidikan telah berjuang dengan pengajaran jarak jauh dan latar belakang kehidupan yang terganggu akibat pandemi. Kesulitan ini muncul akibat <a href="https://www.teqsa.gov.au/sites/default/files/student-experience-of-online-learning-in-australian-he-during-covid-19.pdf?v=1606953179">tuntutan pembelajaran online</a>, motivasi yang menurun, rasa kesepian, dan penurunan <a href="https://theconversation.com/stress-out-dropping-Out-covid-has-toll-s-on-students-152004">kesehatan mental</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="mahasiswa muda dari suatu universitas menatap layar laptop" src="https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Universitas harus bekerja untuk melawan dampak negatif dari ‘emergency remote teaching’ pada siswa dengan menyempurnakan sistem pembelajaran online mereka.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/search/struggling+university+student+online">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kebijakan-merdekabelajar-terancam-seiring-siswa-hilang-fokus-di-tengah-pandemi-bagaimana-mengembalikan-kemandirian-belajar-mereka-165089">Kebijakan #MerdekaBelajar terancam seiring siswa hilang fokus di tengah pandemi: bagaimana mengembalikan kemandirian belajar mereka?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Namun universitas terus menyempurnakan program mereka. Ketika siswa mengikuti pembelajaran <em>online</em> yang dirancang dengan baik, mereka membangun keakraban dan kepercayaan diri pada sistem ini. </p>
<p>Kami bertanya pada mahasiswa di Universitas Deakin tentang pengalaman belajar mereka selama pandemi dengan survei reguler. Respon mereka menunjukkan kepercayaan diri dalam studi <em>online</em> selama 18 bulan terakhir meningkat pesat seiring mereka membangun keterampilan dan keterbiasaan.</p>
<p>Seiring kita menggunakan model yang lebih berkelanjutan untuk pembelajar modern, universitas-universitas mempertimbangkan ulang sistem kegiatan belajar mengajar. Duduk dan mendengarkan para pengajar di podium akan <a href="https://theconversation.com/covid-killed-the-on-campus-lecture-but-will-unis-raise-it-from-the-dead-152971">diganti</a> dengan pembelajaran aktif menggunakan informasi dan skenario dari dunia nyata.</p>
<p>Kita perlu berinvestasi dalam desain pembelajaran intensional yang menggabungkan sistem <em>online</em> dan pembelajaran langsung di kampus. Pembelajaran ini akan menunjukkan pada para pelajar bahwa mereka bisa belajar, berkembang, dan membangun keterampilan yang mereka butuhkan.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169018/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Elizabeth Johnson tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Universitas dapat menjadi wadah untuk mempersiapkan bibit-bibit unggul dengan memperlihatkan realitas cara kerja para profesional dan masyarakat.Elizabeth Johnson, Deputy Vice-Chancellor Education, Deakin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1677992021-09-20T07:47:26Z2021-09-20T07:47:26ZApa itu “Dark Pattern” – praktik-praktik desain web yang bertujuan untuk mengelabui dan mengeksploitasi pengguna?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/420703/original/file-20210913-20-rdmnw8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=62%2C0%2C5149%2C3469&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bukan hanya kamu; kebanyakan situs e-commerce memiliki desain yang menyulitkan atau bahkan mengelabui pengguna.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/confused-woman-having-problem-with-computer-broken-royalty-free-image/845527006">fizkes/iStock via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>“<em>Dark pattern</em>” adalah unsur dalam desain web yang sengaja dibuat untuk menyembunyikan, mengelabui, menipu, dan bahkan memeras pengunjung suatu situs, atau pengguna suatu aplikasi digital, untuk membuat keputusan spontan yang mungkin berbahaya.</p>
<p>Penggunaan <em>dark pattern</em> dapat ditemukan <a href="https://darkpatternstipline.org/">di banyak jenis situs</a> dan digunakan <a href="https://themarkup.org/2021/06/03/dark-patterns-that-mislead-consumers-are-all-over-the-internet">oleh beberapa jenis organisasi dan perusahaan</a>.</p>
<p>Bentuknya bisa macam-macam; dari tombol atau notifikasi <em>pop-up</em> dengan tulisan yang mengecoh, tombol pilihan yang sulit dibatalkan, atau elemen grafis seperti warna dan bayangan yang mengarahkan atau mengalihkan perhatian pengguna dari pilihan-pilihan tertentu.</p>
<p>Contoh paling umum dari praktik <em>dark pattern</em> ini adalah yang sering digunakan dalam fitur langganan, yang kini ada di berbagai produk dan layanan digital, serta menyediakan berbagai tawaran percobaan gratis (<em>free trial</em>) yang menggiurkan. </p>
<p>Penggunaan <em>dark pattern</em> semacam ini dapat menyulitkan pengguna untuk berhenti berlangganan, atau mungkin secara otomatis mengubah paket <em>free trial</em> menjadi langganan berbayar.</p>
<p>Untuk menunjukkan betapa umumnya praktik desain semacam ini, dan untuk menggambarkan berbagai kerugian yang dapat timbul akbat penggunaannya, <a href="https://scholar.google.com/citations?user=xb9_bTUAAAAJ&hl=en">saya</a> dan juga desainer sekaligus ahli teknologi publik <a href="https://www.stephanienguyen.co/about">Stephanie Nguyen</a> meluncurkan majalah digital atau <em>zine</em> berjudul <a href="https://pacscenter.stanford.edu/news/i-obscura-a-dark-pattern-zine-launched-from-stanford-and-ucla/">I, Obscura</a>.</p>
<p>Majalah ini menerbitkan studi kasus tentang beragam <em>dark pattern</em> dan hal yang perlu dilakukan untuk melindungi pengguna dari praktik ini.</p>
<p>I, Obscura diluncurkan dengan bantuan beberapa mahasiswa; Ryan Tan, Kaylee Doty, dan Kally Zheng, dan bekerja sama dengan <a href="https://pacscenter.stanford.edu/research/digital-civil-society-lab/">Digital Civil Society Lab</a> di Stanford University, Amerika Serikat (AS) dan juga <a href="https://www.c2i2.ucla.edu/">Center for Critical Internet Inquiry</a> di University of California-Los Angeles (UCLA), AS.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/kxkrdLI6e6M?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Contoh dark pattern di berbagai situs web ternama.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Mengapa <em>dark pattern</em> penting untuk dipahami</h2>
<p>Ketidakmampuan pengguna untuk berhenti berlangganan dari satu layanan menimbulkan kerugian keuangan bagi mereka: menghabiskan uang tanpa sepengetahuan pemilik akun. </p>
<p>Tapi, selain itu, <em>dark pattern</em> juga dapat menyebabkan hal berbahaya lainnya.</p>
<p><em>Dark pattern</em> dapat menimbulkan manipulasi emosional, seperti ketika sebuah situs mendadak memunculkan notifikasi <em>pop-up</em> berisi penawaran dan menunjukkan fitur hitung mundur (<em>countdown</em>) untuk memicu keputusan cepat dari pengguna. Padahal waktu tersebut sama sekali tidak memengaruhi harga atau tawaran penjualan dari produk atau layanan tersebut.</p>
<p>Bahaya yang lain adalah ancaman privasi, seperti ketika sebuah aplikasi memaksa pengguna untuk terlebih dahulu berjibaku melewati berbagai pilihan atau menu hanya untuk mematikan pengumpulan data oleh suatu situs.</p>
<p>Di sini, ada <a href="https://www.accessnow.org/eu-digital-services-act/">ketimpangan kuasa</a> antara pengguna dengan organisasi atau perusahaan yang menyulitkan pengguna untuk melindungi diri dari praktik desain yang menipu ini. Kami membuat I, Obscura untuk membantu mendidik pengguna web tentang kemungkinan penipuan ini.</p>
<p>Perlindungan konsumen juga penting. <a href="https://ftc.gov">Komisi Perdagangan Federal (FTC)</a> beserta kejaksaan tinggi di berbagai negara bagian AS telah memberlakukan peraturan perlindungan konsumen yang menghukum para organisasi dan perusahaan yang menggunakan praktik buruk ini, khususnya pada aplikasi yang <a href="https://www.washingtonpost.com/business/2020/09/04/abcmouse-10-million-ftc-settlement/">menyasar anak-anak</a>.</p>
<p>Penting bagi pemerintah untuk melarang penggunaan <em>dark pattern</em>, serta mewajibkan organisasi dan perusahaan untuk membuat interaksi dengan para penggunanya setransparan dan sesederhana mungkin.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167799/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jasmine McNealy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tombol dengan label yang menipu, pilihan yang susah batalkan, desain web yang menyembuyikan menu tertentu – begitulah contoh “dark pattern” yang dipakai situs web untuk mengelabui para pengguna.Jasmine McNealy, Associate Professor of of Media Production, Management and Technology, University of FloridaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1653342021-07-30T08:47:56Z2021-07-30T08:47:56Z‘Kerja dari Bali’: 5 cara undang pekerja dari negara lain untuk datang ke Bali<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/413926/original/file-20210730-19-1w4souw.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Fikri Yusuf/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia belum lama ini mengumumkan rencana memindahkan ribuan aparat sipil negara (ASN) untuk <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57220419">bekerja dari Bali</a> untuk membantu <a href="https://kemenparekraf.go.id/berita/Siaran-Pers-%3A-Work-From-Bali-akan-Diluncurkan-Mulai-Juli-2021-Secara-Bertahap">pemulihan ekonomi</a> di pulau wisata itu.</p>
<p>Jika pemerintah berhasil memvaksin seluruh warga Bali, maka rencana ini cukup masuk akal.</p>
<p>Hotel dan restoran berjuang setengah mati untuk tetap hidup. Tingkat hunian hotel tercatat rata-rata hanya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/16/122/1/tingkat-penghunian-kamar-pada-hotel-bintang.html">10%</a> pada empat bulan pertama 2021 - hanya sepertiga dari rata-rata national.</p>
<p>Antara Januari dan Mei tahun ini, kedatangan wisatawan asing langsung ke Bali tercatat hanya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/16/1150/1/jumlah-kunjungan-wisatawan-mancanegara-per-bulan-ke-indonesia-menurut-pintu-masuk-2017---sekarang.html">34 orang</a>; bandingkan dengan angka 2,3 juta orang pada periode yang sama 2019. Jumlah wisatawan domestik turun dari 1,8 juta pada 2019 menjadi 570.000.</p>
<p>Selain mendatangkan ASN berlaptop ke Pulau Dewata, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan juga untuk membuka Bali ke dunia dan menjadikannya “Pulau Zoom”.</p>
<h2>Memanfaatkan tren bekerja jarak jauh di dunia</h2>
<p>Pandemi selama satu tahun lebih telah mengubah cara pandang kita pada pekerjaan.</p>
<p>Survei <a href="https://www.linkedin.com/pulse/how-pandemic-changed-us-our-fastest-rising-priority-job-george-anders/">LinkedIn Workforce Confidence</a> menemukan bahwa setengah (50%) responden mengatakan bahwa jam kerja atau tempat kerja yang fleksibel semakin penting bagi mereka.</p>
<p>Perusahaan mulai beradaptasi dengan kenyataan baru ini. Perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Twitter telah menerapkan bekerja jarak jauh untuk jangka panjang.</p>
<p>Tren bekerja jarak jauh akibat COVID-19 ini mendorong berjamurnya “Kota Zoom”.</p>
<p>Kota-kota Zoom di Amerika Serikat adalah fenomena ketika pusat-pusat wilayah mengalami peningkatan pekerja jarak jauh menggunakan alat-alat pertemuan via internet seperti Zoom.</p>
<p>Beberapa tempat mengambil keuntungan dari fenomena ini, seperti Bali. Bali memiliki fasilitas dan lokasi strategis untuk mengambil keuntungan dari berubahnya dunia kerja.</p>
<p>Pada 2019, Bali memiliki hampir 5.000 “digital nomads” (orang-orang yang seorang yang bekerja secara digital dari tempat mana pun yang mereka pilih mandiri), <a href="https://www.statista.com/statistics/1103499/southeast-asia-number-of-digital-nomads-by-city/">tertinggi di Asia Tenggara</a>. Kota-kota lain seperti Yogyakarta juga tertarik untuk menangkap pasar digital nomad ini.</p>
<p>Bahkan beberapa pencipta <em>hit</em> musik terbesar dunia - seperti M-Phazes (yang memproduseri Eminem, Kimbra), Detal Goodrem, dan Trey Campbell (Dua Lipa, Bebe Rexha) - menghabiskan waktu di Bali untuk merekam album atau lagu <em>hit</em>.</p>
<h2>Lima rekomendasi</h2>
<p>Untuk menarik pekerja jarak jaruh dari seluruh dunia ke Bali, kami menawarkan lima usulan yang mungkin bisa diterapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.</p>
<p><strong>Pertama, targetkan untuk memvaksin seluruh penduduk Pulau Bali.</strong></p>
<p>Distribusi vaksin COVID-19 sedang berjalan.</p>
<p>Pada Juli, sekitar 2,8 juta penduduk Bali di atas 18 tahun - lebih dari 60% penduduk pulau itu - diperkirakan sudah divaksin.</p>
<p>Target ini semakin penting karena Indonesia saat ini mengalami <a href="https://graphics.reuters.com/world-coronavirus-tracker-and-maps/countries-and-territories/indonesia/">peningkatan jumlah kasus paling pesat</a> dalam sejarah pandemi.</p>
<p><strong>Kedua, memperluas cakupan internet ke seluruh Pulau Bali.</strong></p>
<p>Kecepatan, kapasitas, dan keandalan sambungan internet penting bagi performa kerja.</p>
<p>Menurut perusahaan pemasaran <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210225085756-185-610623/internet-thailand-paling-cepat-indonesia-kalah-dari-malaysia">We Are Social</a>, kecepatan rata-rata sambungan internet lewat kabel di Indonesia adalah 23.32 Mps, jauh dibawah rata-rata global 96.43 Mps.</p>
<p>Kecepatan internet di jaringan mobile 17.26 Mbps, masih di bawah rata-rata global 42.70 Mbps.</p>
<p>Sebagai bandingan, Thailand memiliki kecepatan internet kabel 308.35 Mbps dan internet mobile 51.75 Mbps.</p>
<p><strong>Ketiga, memperbolehkan visa jangka lebih panjang tanpa pembaharuan 30 hari.</strong></p>
<p>Kewajiban untuk keluar dan masuk lagi ke Indonesia setiap 30 hari untuk memperbaharui visa turis sangatlah merepotkan dan mahal.</p>
<p>Pekerja jarak jauh dan pemberi kerja tidak akan tertarik membayar biaya terbang keluar-masuk Indonesia setiap bulan akibat batasan visa. Adanya biaya ini juga mengurangi pengeluaran harian yang mereka lakukan di dalam ekonomi Indonesia.</p>
<p>Pada Oktober tahun lalu, pemerintah Indonesia memperkenalkan <a href="https://www.imigrasi.go.id/uploads/covid/regulasi/13-06-09-Permenkumham_No_26_Tahun_2020.pdf">kebijakan baru</a> yang memperbolehkan pensiunan untuk tinggal di Indonesia dalam kategori baru tinggal sementara (pemegang KITAS). Kebijakan ini perlu diperluas juga untuk mencakup pekerja jarak jauh.</p>
<p>Indonesia telah memiliki aturan rinci yang memperbolehkan pekerja asing dengan jaminan perusahaan lokal. Pengunjung yang menjamin dirinya sendiri seperti halnya para digital nomad tentu tidak termasuk di situ dan harus menggunakan visa turis yang tidak sesuai dengan tujuan mereka.</p>
<p><strong>Keempat, memperkenalkan insentif dan layanan khusus.</strong></p>
<p>Di AS, wilayah-wilayah seperti Northwest Arkansas dan Tucson, Arizona, telah berinvestasi untuk menarik pekerja jarah jauh dari kota-kota AS lain dan dari seluruh dunia.</p>
<p>November lalu, Northwest Arkansa meluncurkan inisiatif senilai 1,5 juta dolar (Rp 21,6 miliar) untuk menarik pekerja. Inisiatif itu menarik 26.000 pelamar dari 50 negara bagian dan 115 negara.</p>
<p>Northwest Arkansas menawarkan mereka yang lolos uang sebesar 10.000 dolar (Rp 144 juta) dan sepeda gratis kalau mereka bersedia pindah ke sana selama satu tahun.</p>
<p>Tucson menawarkan program serupa, “<a href="https://www.startuptucson.com/remotetucson">Remote Tuscon</a>”. Program itu menawarkan insentif sebesar $7.500 (Rp 108 juta) termasuk uang pindah, internet satu tahun, tempat kerja, dan staf khusus yang akan membantu mereka pindah.</p>
<p>Bahkan Finlandia - sebuah negara yang gelap, dingin, dan berangin, tapi <a href="https://worldhappiness.report/blog/its-a-three-peat-finland-keeps-top-spot-as-happiest-country-in-world/">negara paling bahagia di dunia</a> - memiliki <a href="https://www.bbc.com/worklife/article/20210121-finlands-radical-plan-to-lure-global-talent">rencana radikal</a> untuk menarik pekerja dari seluruh dunia.</p>
<p><strong>Kelima, incar generasi milenial di bidang sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika.</strong></p>
<p>Satu lagi tren penting dalam ketenagakerjaan adalah revolusi talenta yang sedang terjadi.</p>
<p>Kompetisi untuk mendapatkan pekerja terampil akan meningkat. </p>
<p>Pekerja terampil muda, terutama di bidang <em>science, technology, engineering, arts and maths</em> (STEAM) akan menuntut fleksibilitas kerja yang lebih tinggi.</p>
<p>Sebuah survei pada <a href="https://www.ey.com/en_au/news/2021/05/more-than-half-of-employees-globally-would-quit-their-jobs-if-not-provided-post-pandemic-flexibility-ey-survey-finds">fleksibilitas dan kerja</a> menemukan bahwa setengah (54%) pekerja dari seluruh dunia memilih berhenti kerja kalau tidak mendapatkan fleksibilitas setelah pandemi usai. </p>
<p>Sembilan dari 10 responden menginginkan fleksibilitas tempat dan waktu bekerja; generasi milenial dua kali lebih besar kemungkinannya untuk berhenti kerja dibanding generasi <em>baby boomer</em>. Di dalam pasar pekerja terampil yang sempit, tidak akan ada perusahaan yang bersedia kehilangan talenta-talenta terbaik.</p>
<p>Sepuluh finalis pertama untuk program Remote Tucson - yang bekerja untuk perusahaan seperti Apple, Pfizer, Facebook dan LinkedIn - sudah mulai tiba; 25 finalis putaran kedua akan pindah ke sana pada beberapa bulan ke depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165334/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kevin Evans terafiliasi dengan Australia Indonesia Centre, the Partnership for Governance Reform in Indonesia</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Eugene Sebastian dan Helen Fletcher-Kennedy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan membuka work from Bali untuk pekerja dari seluruh dunia.Eugene Sebastian, Executive Director, Australia-Indonesia Centre, Monash UniversityHelen Fletcher-Kennedy, Chief Operating Officer, The Australia-Indonesia Centre, Monash UniversityKevin Evans, Indonesia Director, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1603762021-05-07T08:04:57Z2021-05-07T08:04:57ZTiga manfaat penting UU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini terhambat di DPR<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/399425/original/file-20210507-21-163n562.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Layanan Wi-Fi gratis mendorong warga lebih sering berinteraksi dengan pengumpul data digital di internet. </span> <span class="attribution"><span class="source">Engelbertus Wendratama</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Warga tidak lagi akan menerima pesan singkat berisi penipuan yang datang bertubi-tubi ke ponsel, atau penawaran kartu kredit lewat telepon, dan pasrah saja dengan data pribadi yang dikumpulkan tiap kali berinteraksi dengan aplikasi atau laman.</p>
<p>Solusinya ada dalam Undang-Undang Data Pribadi (UU PDP) yang saat ini sedang mandek dibahas oleh pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). </p>
<p>Tujuan utama UU ini adalah melindungi hak warga terkait data pribadi mereka supaya tidak digunakan di luar keinginan atau kewajiban mereka baik oleh pihak swasta maupun pemerintah.</p>
<p>Perlindungan tersebut memungkinkan setiap warga bisa mengetahui tujuan pengumpulan data pribadi, apakah akan dijual ke pihak ketiga? Mereka pun akan diberi pilihan untuk bisa menolaknya. Selain itu, warga bisa meminta perusahaan menghapus data pribadi yang sudah diberikan. </p>
<p>Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) PDP ini ditargetkan selesai pada awal 2021, tapi mengalami kebuntuan karena pemerintah dan DPR belum sepakat tentang siapa yang akan menjadi otoritas penegak UU PDP, apakah komisi independen atau lembaga di bawah kementerian.</p>
<p>Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin otoritas itu di bawah kendalinya, sementara seluruh fraksi di DPR ingin komisi independen, sebuah pilihan yang mengikuti standar internasional. </p>
<p><a href="https://www.youtube.com/watch?v=Whj9Xw6VBJ8">Perdebatan ini</a> menghalangi pengesahan UU PDP yang sebenarnya sangat bermanfaat buat warganet.</p>
<p>Saat ini terdapat <a href="https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia">202,6 juta</a> pengguna internet aktif di Indonesia, terbanyak <a href="https://www.internetworldstats.com/top20.htm">keempat</a> di dunia, dengan <a href="https://en.antaranews.com/news/173182/indonesias-digital-economy-potential-in-2025-reaches-us124-billion#:%7E:text=Indonesia's%20digital%20economy%20potential%20in%202025%20reaches%20US%24124%20billion,-23rd%20April%202021&text=Jakarta%20(ANTARA)%20%2D%20Indonesia's%20digital,Minister%20Sri%20Mulyani%20Indrawati%20stated.&text=This%20is%20a%20tremendous%20potential.">potensi ekonomi digitalnya</a> mencapai US$ 124 miliar atau sekitar Rp 1.770 triliun pada 2025, naik sekitar 180% dari angka pada 2020. Nilai tersebut mengacu pada segala jenis transaksi jasa dan produk yang terhubung dengan internet.</p>
<p>Di sini data pribadi begitu berharga. Data konsumen akan membantu perusahaan mengarahkan pengembangan bisnis dan pemasaran produknya. </p>
<p>Dalam bisnis digital, data akan memberikan kejernihan dalam pengambilan keputusan dan mengurangi risiko, sehingga jasa dan produk bisa lebih sesuai kebutuhan atau keinginan konsumen. Tak heran jika banyak yang bilang <a href="https://www.informationweek.com/strategic-cio/yes-data-is-the-new-oil-in-the-digital-economy/a/d-id/1332734">data adalah minyak baru dalam ekonomi digital</a></p>
<p>Mengingat begitu berharganya data, berikut adalah beberapa manfaat yang bisa warga dapat dengan adanya UU PDP yang memadai:</p>
<p><strong>1. Warga berhak memilih informasi apa saja yang bisa dikumpulkan oleh laman atau aplikasi internet</strong></p>
<p>Dalam <a href="https://gdpr-info.eu/">General Data Protection Regulation</a>, regulasi di Uni Eropa yang menjadi rujukan bagi banyak regulasi perlindungan data pribadi, pengendali data wajib memberikan pilihan ini kepada pemilik data apakah mereka ingin memberikan data mereka. Warga tidak perlu proaktif memintanya. </p>
<p>Misalnya ketika pengguna mengeklik laman/aplikasi media berita <em>The Guardian</em>, yang mengacu pada GDPR, otomatis akan muncul di layar pilihan “<em>Yes, I’m happy</em>” atau “<em>Manage my cookies</em>”. <em>Cookies</em> bisa mengumpulkan informasi seperti lokasi dan lama akses, laman yang dikunjungi, hingga demografi. Dengan <em>cookies</em>, pengiklan bisa menargetkan iklan sesuai dengan hal yang kita sukai</p>
<p>Jika memilih “<em>Manage my cookies</em>”, akan muncul pilihan-pilihan di bawah ini. Pengguna bisa memilihnya satu per satu, bisa juga langsung “tolak semua” atau “terima semua”.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=850&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=850&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=850&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1068&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1068&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/398966/original/file-20210505-15-l9bbaq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1068&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">www.theguardian.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Gambar di bawah ini menjelaskan apa saja yang bisa dilakukan vendor (biasanya biro iklan dan pemasaran) <em>The Guardian</em> terkait data pembaca.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=836&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=836&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=836&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1051&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1051&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/398970/original/file-20210505-13-1qpttdr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1051&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">www.theguardian.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Gambar di bawah menampilkan semua vendor <em>The Guardian</em>, urut dari A-Z, yang mengumpulkan data pembaca. Pembaca bisa memilih satu per satu vendor yang diizinkannya. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=847&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=847&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=847&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1065&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1065&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/398971/original/file-20210505-15-rxvgkc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1065&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">www.theguardian.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>2. Warga berhak menghapus data pribadi yang disimpan oleh perusahaan atau perpanjangannya</strong> </p>
<p>GDPR juga memungkinkan warga menghapus data pribadi yang disimpan oleh perusahaan atau perpanjangannya.</p>
<p>Ini adalah standar emas yang diberikan dalam regulasi perlindungan data pribadi.</p>
<p>Perlindungan semacam ini juga ditemukan dalam <a href="https://www.cnbc.com/2020/01/03/californias-consumer-privacy-act-and-what-it-means-for-you.html"><em>California Consumer Privacy Act</em></a>, hukum di negara bagian California di Amerika Serikat yang mengatur perlindungan data pribadi warga California. </p>
<p>CCPA sangat strategis karena banyak raksasa teknologi global berkantor pusat di California sehingga terikat pada hukum tersebut, seperti Google, Facebook, WhatsApp, Instagram), Twitter, Spotify, dan TikTok. Jadi bukan hal sulit bagi mereka memperluas layanan itu ke warga Indonesia, mengingat sebagian sudah melakukannya ke warga luar California meski tidak diwajibkan. </p>
<p>Jika selama ini seseorang merasa sudah banyak data pribadinya yang dikumpulkan oleh raksasa teknologi itu, ia bisa meminta mereka untuk menghapusnya. </p>
<p><strong>3. Melindungi warga ketika bersengketa dengan perusahaan besar</strong> </p>
<p>Pengaruh lain yang bakal dialami langsung oleh warga adalah ketika menuntut hak-hak mereka saat berinteraksi dengan pengendali data seperti media sosial, <em>marketplace</em>, seperti Tokopedia dan Shopee, lalu aplikasi multiguna seperti GoJek, aplikasi <em>game</em>, hingga badan publik yang mengumpulkan data kependudukan. </p>
<p>Dalam relasi kuasa yang tidak imbang itu, warga bisa saja dirugikan dengan besarnya potensi pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar di atas. </p>
<p>Hal ini tentunya membutuhkan tindakan tegas, adil, dan transparan dari otoritas negara. </p>
<p>Pengalaman GDPR membuktikan, <a href="https://www.bbc.com/news/technology-46944696">denda yang besar</a> tapi terukur menjadi penekan pengendali data untuk ekstra hati-hati saat memanfaatkan data digital warga. Salah satu denda terbesar di bawah GDPR adalah yang diberikan regulator di Prancis kepada Google sebesar 50 juta euro atau sekitar Rp 858 miliar.</p>
<h2>Urgensi pengesahan UU PDP</h2>
<p>Saat ini, belum ada satu pun pasal dalam <a href="https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/4752/Rancangan%20UU%20PDP%20Final%20%28Setneg%20061219%29.pdf">draf RUU PDP</a> yang mengharuskan pengendali data bertindak proaktif memberikan informasi tentang data yang dikumpulkan dan pilihan-pilihan bagi pengguna, termasuk pilihan untuk menolaknya. </p>
<p>Jika tidak ada pasal dalam RUU PDP yang mewajibkan pengendali data bertindak proaktif seperti itu, pengalaman kita saat berinteraksi dengan laman dan aplikasi masih akan sama dengan sekarang. </p>
<p>Jika Indonesia gagal mengesahkan UU PDP ini secara memadai, kita bisa dianggap tidak serius oleh pemerintah luar negeri maupun raksasa teknologi global, sehingga mereka pun bisa menyepelekan kedaulatan data kita. </p>
<p>Karena itu, Indonesia memerlukan komitmen politik dan anggaran besar dari pemerintah dan DPR untuk membangun lembaga otoritas yang independen. Yang dipertaruhkan adalah data pribadi 270 juta penduduk yang bernilai mahal dan strategis. Jadi untuk melindunginya negara harus memiliki lembaga yang kuat dalam aspek hukum dan sumber daya manusianya — menyerupai Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau Komisi Pemberantasan Korupsi. </p>
<p>Semoga ketika pembahasan RUU ini lanjut lagi di DPR setelah Idul Fitri 2021, aturan penting yang menjamin hak warga negara terkait data pribadi bisa segera disahkan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160376/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Engelbertus Wendratama tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika UU PDP Indonesia mengikuti standar internasional, warga akan merasa lebih aman dan memiliki otoritas saat berinternet.Engelbertus Wendratama, Peneliti di PR2Media, PR2MediaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1576052021-04-06T07:52:14Z2021-04-06T07:52:14ZMendorong polisi virtual melakukan edukasi, bukan pengawasan yang represif<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/391617/original/file-20210325-21-18n6uc7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/illustrations/social-media-internet-security-1679307/">Pixabay</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Belum lama ini, kepolisian Indonesia membentuk satuan tugas digital – kerap disebut sebagai <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/26/083100665/3-hal-yang-perlu-diketahui-soal-apa-itu-polisi-virtual-dari-tugas-hingga?page=all">polisi virtual</a> – dengan tujuan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya konten-konten negatif yang beredar di internet. </p>
<p>Akan tetapi, dalam aktivitasnya, alih-alih memberi edukasi, polisi virtual justru fokus pada pemberian peringatan dan melakukan proses interogasi terhadap masyarakat. </p>
<p>Polisi virtual seharusnya mengambil peran penting dalam edukasi literasi digital.</p>
<p>Dengan begitu, satuan tugas digital ini tidak menjadi instrumen represi baru.</p>
<h2>Apa itu polisi virtual?</h2>
<p>Polisi virtual adalah bagian dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), di bawah Direktorat Tindak Pidana Siber pada Badan Reserse Kriminal. </p>
<p>Satuan ini mulai aktif sejak <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/02/23/18103521/polri-se-kapolri-berlaku-juga-untuk-kasus-uu-ite-yang-sedang-diproses">19 Februari 2021</a>. </p>
<p>Berbeda dengan polisi siber yang bertugas untuk menindaklanjuti pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), polisi virtual memiliki tujuan utama untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. </p>
<p>Polisi virtual bekerja melewati <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210225093152-12-610643/cara-kerja-virtual-police-peringatan-polisi-dikirim-via-dm">dua tahap</a>. </p>
<p>Pada tahap pertama, polisi virtual memantau unggahan-unggahan media sosial. Jika mereka menemukan unggahan yang mengandung unsur fitnah; suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); hoaks; ujaran kebencian – khususnya yang melanggar UU ITE dan sebagainya, mereka akan berkonsultasi dengan tim yang terdiri dari ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli ITE. </p>
<p>Tahap kedua, setelah menetapkan bahwa unggahan tersebut merupakan sebuah pelanggaran (dalam definisi pelanggaran UU ITE), polisi virtual kemudian akan menghubungi pelaku melalui pesan langsung (<em>direct message</em> atau DM). </p>
<p>Tidak semua akun yang berada dalam pantauan maupun dilaporkan akan diproses secara langsung. Polisi virtual menyeleksi akun mana yang akan dikirim DM dan mana yang tidak. </p>
<p>Pengiriman kemungkinan besar hanya berlaku bagi akun yang bisa menerima DM dari akun polisi virtual , atau akun yang bersifat <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210225093152-12-610643/cara-kerja-virtual-police-peringatan-polisi-dikirim-via-dm">publik</a>.</p>
<p>Polisi virtual mengirim DM juga dalam dua tahap. </p>
<p>Pada tahap pertama, polisi virtual akan memberikan peringatan kepada pelaku unggahan untuk menghapus unggahan tersebut dalam periode tertentu, yakni dalam 1 x x 24 jam. Jika peringatan tersebut tidak diindahkan, maka polisi mengirim peringatan lanjutan. </p>
<p>Di tahap kedua, jika konten tersebut tetap belum diturunkan, maka polisi virtual akan mengirim surat panggilan pada terduga pelaku untuk sesi interogasi di kantor polisi. </p>
<p>Sejauh ini, sudah ada satu kasus seseorang yang dipanggil untuk diinterogasi, yakni pada kasus dugaan penghinaan terhadap <a href="https://m.cnnindonesia.com/nasional/20210315155630-12-617683/polisi-virtual-ciduk-warga-slawi-karena-mengolok-olok-gibran/">Gibran Rakabuming, Walikota Surakarta di Jawa Tengah</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-polisi-cenderung-menggunakan-tindakan-represif-untuk-menyelesaikan-masalah-140769">Mengapa polisi cenderung menggunakan tindakan represif untuk menyelesaikan masalah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Praktik di Indonesia</h2>
<p>Hingga pertengahan Maret, polisi virtual telah memberikan peringatan kepada <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/03/12/17320661/virtual-police-telah-kirim-peringatan-ke-89-akun-media-sosial">89 akun media sosial</a>. </p>
<p>Akun-akun yang diberi peringatan berasal dari berbagai macam media sosial, baik itu Twitter, Facebook, Instagram, dan media sosial publik lainnya. </p>
<p>Namun, jaring-jaring polisi virtual tidak hanya terbatas pada media sosial publik saja. Mereka juga memantau aplikasi pesan singkat WhatsApp. Pemantauan WhatsApp ini hanya dilakukan berbasis laporan dari individu. </p>
<p>Meskipun polisi virtual tidak dapat melihat isi WhatsApp kita secara langsung, orang lain bisa saja <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210317162147-12-618720/polisi-virtual-selidiki-konten-whatsapp-jika-terima-laporan">melaporkan isi</a> percakapan tersebut dengan dugaan pelanggaran UU ITE.</p>
<p>Praktik ini tentunya cukup meresahkan. Apalagi kini polisi virtual mendorong masyarakat untuk melaporkan konten negatif di internet dengan memberikan penghargaan berupa <a href="https://tirto.id/polri-benarkan-program-badge-awards-bagi-pelapor-pidana-siber-gbdm">lencana atau <em>badge</em></a> kepada pelapor.</p>
<p><em>Badge</em> hanya diberikan kepada pelapor yang laporannya sudah terverifikasi, dianggap sebagai <a href="https://news.detik.com/berita/d-5498348/dirsiber-bareskrim-badge-awards-hanya-untuk-pelapor-kasus-yang-sulit-diungkap">kasus yang sulit diungkap</a>, dan kasusnya sudah mendapat vonis pengadilan. Polisi juga akan merahasiakan identitas pelapor.</p>
<p>Pemberian lencana ini mengkhawatirkan, karena dapat mendorong masyarakat untuk saling melaporkan dan yang akan terjadi adalah timbul rasa ketakutan untuk berpendapat. </p>
<p>Perkembangan tersebut tentunya akan mengancam upaya perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. </p>
<h2>Praktik di negara lain</h2>
<p>Mengingat kemungkinan berbagai kejahatan yang dapat terjadi di dunia maya seperti <a href="https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/jenis-kejahatan-siber-di-indonesia-2019-2020-1590136655">penipuan <em>online</em>, penyebaran konten provokatif, dan akses ilegal</a>, maka sebetulnya keberadaan polisi virtual bukanlah hal yang baru di dunia. </p>
<p>Cina, misalnya yang <a href="https://www.chinadaily.com.cn/china/2007-08/29/content_6066310.htm">sejak tahun 2007</a> telah memiliki instrumen serupa. </p>
<p>Di sana, patroli dilakukan dengan <a href="https://www.chinadaily.com.cn/china/2007-08/29/content_6066310.htm">memunculkan ikon polisi</a> setiap setengah jam di layar gawai pengguna pada portal-portal yang sering diakses masyarakat, seperti Sohu dan Sina. </p>
<p>Dalam perkembangannya, pemerintah Cina merencanakan ikon polisi virtual itu akan muncul pada <a href="https://www.nbcnews.com/id/wbna20477258">semua website</a> yang terdaftar pada server yang berlokasi di Beijing.</p>
<p>Praktik ini dinilai berhasil untuk mengerem persebaran konten negatif dan perbuatan kejahatan di internet.</p>
<p>Akan tetapi, pada perkembangannya, polisi virtual kian menjadi momok bagi masyarakat di Cina dengan semakin invasifnya jangkauan polisi dan meningkatnya upaya sensor konten. </p>
<p>Praktik polisi virtual yang cukup menarik terjadi di Spanyol. Di sana, polisi virtual menggunakan jalur media sosial untuk <a href="https://www.consumersinternational.org/media/293343/social-media-scams-final-245.pdf">membagikan konten-konten edukatif </a> yang didukung oleh tingkat interaksi yang tinggi di antara polisi dan masyarakat. </p>
<p>Praktik inilah yang menurut kami dapat menjadi contoh bagi polisi virtual di Indonesia untuk mencapai tujuan bersifat mendidik. </p>
<p>Jangan sampai, alih-alih meningkatkan strategi komunikasi, fokus kegiatan yang justru ke arah pengawasan yang represif sebagaimana yang terjadi di Cina.</p>
<p>Pengawasan semacam ini mengingatkan kita pada <a href="https://majalah.tempo.co/read/selingan/8673/stasi-polisi-rahasia-jerman-timur-memburu-sampai-ke-kamar-kecil">operasi Stasi di Jerman Timur</a> pada masa Perang Dingin. Ratusan ribu warga Jerman Timur menjadi informan-informan Stasi untuk melaporkan tindak-tanduk dan gerak-gerik sesama warga.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/empat-alasan-di-balik-tren-meningkatnya-pencalonan-mantan-perwira-militer-dan-polisi-dalam-pilkada-156756">Empat alasan di balik tren meningkatnya pencalonan mantan perwira militer dan polisi dalam pilkada</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Edukasi, bukan represi</h2>
<p>Persebaran konten misinformasi, disinformasi, dan hoaks merupakan <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/19/in-indonesia-young-and-old-share-fake-news-on-social-media.html">permasalahan serius</a> yang perlu ditangani pemerintah. </p>
<p>Terlebih, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia <a href="https://theconversation.com/researchers-find-indonesia-needs-more-digital-literacy-education-84570">masih rendah</a>. </p>
<p>Ini menunjukkan pentingnya edukasi yang inklusif tentang cara mencari, mengakses, mengevaluasi konten bermutu di ruang maya, bagaimana memproduksi konten yang akurat, dan bahaya menyebarkan informasi yang tidak benar di media sosial. </p>
<p>Dalam mengatasi permasalahan ini, <a href="https://theconversation.com/melawan-persebaran-disinformasi-di-indonesia-119285">kolaborasi</a> antara platform penyedia media sosial, pemerintah, dan juga kelompok masyarakat sipil penting untuk dilakukan. </p>
<p>Edukasi terkait literasi digital dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis masyarakat dalam mengolah informasi dan menggunakan perangkat digital. </p>
<p>Hasilnya, masyarakat diharapkan mampu untuk memilah dan memilih informasi yang benar dan baik, sehingga mengurangi jumlah persebaran konten-konten berbahaya pada internet. </p>
<p>Polisi virtual diharapkan dapat menjadi institusi yang berperan aktif dalam mendorong upaya edukasi ini melalui aktivitas produksi konten-konten yang edukatif dan interaktif mengenai konten-konten berbahaya di internet. </p>
<p>Tindakan-tindakan reaktif berupa pemberian peringatan, interogasi, dan publikasi permohonan maaf individu secara publik hanya akan memberi efek jera secara jangka pendek dan memperkuat kesan represif dari polisi virtual. </p>
<p>Padahal, pendekatan pencegahan, yakni edukasi masyarakat, akan mendorong terciptanya ruang digital yang aman dan sehat secara berkelanjutan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/157605/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Polisi virtual seharusnya mengambil peran penting dalam edukasi literasi digital dan tidak menjadi instrumen represi baru.Treviliana Eka Putri, Lecturer at Department of International Relations, Researcher at Center for Digital Society, Universitas Gadjah Mada Muhammad Perdana Sasmita-Jati Karim, Research Assistant, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1543762021-02-03T10:01:13Z2021-02-03T10:01:13ZTwitter melepas kunci akses data: mengapa platfrom media sosial harus membuka data pada peneliti<p>Setelah tertunda sejak pertengahan tahun lalu, akhir Januari kemarin Twitter mengumumkan untuk <a href="https://www.theverge.com/2021/1/26/22250203/twitter-academic-research-public-tweet-archive-free-access">membuka akses data</a> pada peneliti, terutama yang berasal dari kampus. </p>
<p>Twitter juga mengatakan akan membuka lebih banyak data kepada pengembang pihak ketiga. </p>
<p>Sebelumnya, Facebook, perusahaan penyedia platform media sosial dengan pengguna terbesar di dunia, membuka akses data Facebook dan Instagram ke peneliti melalui <a href="https://www.facebook.com/formedia/blog/crowdtangle-for-academics-and-researchers">Crowdtangle</a> -— alat yang dimiliki dan dioperasikan oleh Facebok untuk merekam percakapan publik.</p>
<p>Kebijakan kedua platform tersebut sebenarnya sudah ditunggu lama oleh para peneliti karena selama ini akses terhadap data percakapan sangat terbatas. </p>
<p>Bagi Indonesia – negara dengan salah satu pengguna media sosial terbesar, keterbukaan data penting untuk riset dan kajian yang berdampak bagi masyakarat.</p>
<p>Misalnya, penting bagi publik mengetahui data terkait iklan politik, baik isi, pemasangnya, dan kelompok pemirsa yang disasar untuk menghindari manipulasi terhadap pemilih yang menggunakan media sosial. </p>
<h2>Pentingnya data</h2>
<p>Dalam pengalaman saya bekerja di <a href="https://smartlabohiou.com/">Social Media Research Team Lab (SMART Lab)</a> di Ohio University, AS, keterbatasan data yang dibuka oleh platform media sosial sangat berpengaruh kepada topik penelitian, metode penelitian, sampel, dan hasil analisis. </p>
<p>Dalam ilmu sosial, keterbatasan data ini juga membatasi pemahaman peneliti terhadap fenomena yang terjadi. </p>
<p>Alih-alih mampu menginvestigasi sebuah fenomena dengan menggunakan <em>big data</em>, para peneliti akhirnya hanya dapat melakukan <a href="https://www.poynter.org/fact-checking/2019/these-researchers-are-getting-access-to-facebook-data-to-study-misinformation/">kajian-kajian kualitatif</a> dari unggahan di media sosial.</p>
<p>Sebagai contoh, Twitter awalnya membatasi pengumpulan data hanya pada tujuh hari terakhir.</p>
<p>Jika peneliti ingin membandingkan sebuah gerakan politik di Twitter, misalnya, yang terjadi saat ini dengan kejadian di tahun-tahun sebelumnya, maka data tidak akan tersedia. </p>
<p>Sehingga, sampel yang tersedia tidak dapat dianalisis dan dimaknai lebih lanjut. </p>
<p>Padahal, studi gerakan politik di tahun-tahun lampau penting, misalnya untuk organisasi masyarakat sipil yang ingin mengadvokasikan isu-isu publik.</p>
<p>Selain pada pembatasan waktu, Twitter juga membatasi <a href="https://www.theverge.com/2020/8/12/21364644/twitter-api-v2-new-access-tiers-developer-portal-support-developers">jumlah dan jenis data yang dikumpulkan</a>. </p>
<p>Hal ini menyulitkan peneliti yang khususnya akan menganalisis tentang jaringan penyebaran disinformasi. </p>
<p>Jaringan komunikasi merupakan <a href="https://ejournal.ukm.my/mjc/article/view/28954">akumulasi interaksi</a> yang terjadi di platform, sehingga penting untuk mengetahui siapa yang pertama kali menyebarkannya, jaringan yang mana, dan bagaimana bentuk penyebarannya. Jumlah data akan menentukan analisis mengenai jaringan ini. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memahami-cara-kerja-buzzer-politik-indonesia-125243">Memahami cara kerja _buzzer_ politik Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Platform harus membuka data</h2>
<p>Sejak 2012, Twitter <a href="https://www.theverge.com/2012/8/20/3250218/developers-react-twitter-api-rules">membatasi</a> akses data oleh pihak ketiga, sedangkan Facebook membatasi datanya sejak dipanggil oleh Senat Amerika Serikat (AS) karena <a href="https://www.voanews.com/usa/zuckerberg-apologizes-data-breach-congressional-testimony">pelanggaran privasi</a>.</p>
<p>Meski Facebook telah membuka akses data, beberapa peneliti masih mengganggap kebijakan Facebook ini hanya strategi hubungan masyarakat (humas) semata untuk mengurangi <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-020-00828-5">tekanan dan kritik</a> akibat skandal Cambridge Analytica dan maraknya misinformasi yang beredar di AS. </p>
<p>Selain itu, Mozilla Foundation dan beberapa peneliti juga mengatakan bahwa Facebook, Twitter, dan Google belum transparan dalam menyediakan antarmuka pemrograman aplikasi (<em>application programming interface</em>, API) terkait <a href="https://blog.mozilla.org/blog/2019/03/27/facebook-and-google-this-is-what-an-effective-ad-archive-api-looks-like/">iklan politik</a>. API memungkinkan pemogram lain untuk berinteraksi dengan sebuah sistem operasi.</p>
<p>Transparansi data, khususnya untuk kepentingan penelitian, merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan penyedia platform atas sistem dan algoritma yang mereka bangun. </p>
<p>Saat ini, dengan <a href="https://www.hootsuite.com/resources/digital-trends">4,2 miliar pengguna aktif</a> di seluruh dunia, platform media sosial merupakan ruang publik baru, tempat berbagai pihak berupaya untuk menyebarkan ide, membangun agenda, dan memengaruhi emosi publik dengan memanfaatkan media sosial. </p>
<p>Dibutuhkan kerjasama kolektif antara berbagai pihak, utamanya dari kalangan peneliti, jurnalis, dan komunitas pengembang, yang memiliki kepakaran masing-masing, untuk memastikan ruang publik di media sosial membawa lebih banyak manfaat daripada kerusakan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ada-hoaks-di-balik-demo-membedah-keberhasilan-strategi-gaslighting-pemerintah-148533">"Ada hoaks di balik demo": membedah keberhasilan strategi _gaslighting_ pemerintah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dampaknya untuk riset di Indonesia</h2>
<p>Sebagai negara yang dengan pengguna media sosial terbesar ketiga dan salah satu yang teraktif di dunia, media sosial merupakan bagian dari penting dari keseharian orang Indonesia. </p>
<p>Sayangnya, riset-riset tentang Indonesia dengan menggunakan kajian kuantitatif dari pengumpulan <em>big data</em> di media sosial masih terbatas. </p>
<p>Hal ini tidak saja merugikan kalangan peneliti, namun juga berdampak pada kualitas informasi yang beredar di masyarakat. </p>
<p>Meski jurnalis dan komunitas cek fakta sudah terlatih mengecek kebenaran informasi, namun kemampuan ini perlu diimbangi dengan kemampuan menganalisis sumber penyebaran hoaks, mengenali pola penyebaran informasi, mengenali pihak yang membangun agenda pada sebuah isu, dan mengenali perilaku bot dan akun-akun palsu. </p>
<p>Dengan demikian, jurnalis tidak akan terjebak memberitakan agenda-agenda yang memang secara sistematis dibangun dan digaungkan di media sosial oleh pihak-pihak tertentu, misalnya <a href="https://theconversation.com/memahami-cara-kerja-buzzer-politik-indonesia-125243">pendengung-pendengung (<em>buzzer</em>)</a> <a href="https://www.cnbcindonesia.com/tech/20191004161417-37-104536/wow-jadi-segini-bayaran-buzzer-politik-di-indonesia">bayaran aktor politik</a>.</p>
<p>Selama ini, dalam konteks politik Indonesia, pemerintah menggunakan alasan bahwa publik terperdaya hoaks sebagai narasi utama untuk <a href="https://theconversation.com/ada-hoaks-di-balik-demo-membedah-keberhasilan-strategi-gaslighting-pemerintah-148533">mengalihkan isu</a>, <a href="https://theconversation.com/pembatasan-internet-di-papua-ancam-demokrasi-dan-kebebasan-berpendapat-seluruh-rakyat-indonesia-122263">mematikan akses internet</a>, bahkan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/06/criticism-not-an-insult-polices-plan-to-nab-slanderers-of-govt-over-covid-19-questioned.html">membungkam kritik terhadap pemerintah</a>. </p>
<p>Dengan semakin terbukanya platform atas data mereka, maka peneliti dan jurnalis dapat mengimbangi narasi tersebut berdasarkan data-data dari platform. </p>
<p>Di sisi lain, peneliti juga dapat membantu platform memberikan peringatan dan memahami lebih baik jaringan penyebaran hoaks di Indonesia, maupun perilaku masyarakat dalam menggunakan media sosial.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/154376/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ika Karlina Idris tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebagai ruang publik baru, media sosial memiliki data penting bukan saja untuk penelitian ilmiah, tapi juga agar peneliti dapat terlibat mengatasi berbagai permasalahan di masyarakat.Ika Karlina Idris, Dosen Paramadina Graduate School of Communication, Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1512122021-01-29T06:42:48Z2021-01-29T06:42:48ZRUU PDP masih memiliki banyak kekurangan dibandingkan standar internasional dalam melindungi data pribadi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/377722/original/file-20210108-17-1kk7x7s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/illustrations/cyber-security-technology-network-3374252/">Pete Linfort/Pixabay</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Sebuah <a href="https://www.tifafoundation.id/yayasan-tifa-preliminary-study-a-comparison-of-indonesias-pdp-bill-with-coe-108-and-gdpr/">studi baru</a> yang membandingkan <a href="https://www.antaranews.com/berita/1607946/kenapa-perlu-perlindungan-data-pribadi-">Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP)</a> Indonesia dengan dua regulasi perlindungan data pribadi di Eropa menemukan bahwa RUU PDP memiliki banyak kekurangan jika dibandingkan dengan standar perlindungan data pribadi internasional. </p>
<p>Perbedaan tingkat perlindungan ini terlihat jelas ketika penyedia jasa pesan singkat WhatsApp “<a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210107140044-185-590685/8-poin-kebijakan-privasi-baru-whatsapp-paksa-setor-data-ke-fb">memaksa</a>” semua penggunanya, termasuk pengguna di Indonesia, untuk setuju membagikan data mereka ke perusahaan induk mereka, Facebook, jika ingin tetap menggunakan layanan ini. </p>
<p>Kebijakan penggunaan data ini <a href="https://digit.fyi/facebook-to-access-whatsapp-user-data-except-in-europe/">tidak diberlakukan bagi pengguna di Eropa</a>.</p>
<h2>Ketidakjelasan RUU PDP</h2>
<p>Dalam penelitiannya, <a href="https://www.tifafoundation.id/">Yayasan Tifa</a> membandingkan RUU PDP dengan regulasi perlindungan data pribadi di Eropa, seperti Peraturan Pelindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR) dan Konvensi Eropa 108+ – dua regulasi Eropa yang banyak dijadikan patokan oleh dunia terkait perlindungan data privasi. </p>
<p>Studi Yayasan Tifa menemukan bahwa RUU PDP masih memiliki banyak kekurangan, seperti ketidakjelasan definisi, ketidakjelasan dasar hukum, dan penempatan warga negara di posisi yang lemah.</p>
<p>Dalam RUU PDP, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), memegang otoritas perlindungan data pribadi atau <em>data protection authority</em> (DPA) di Indonesia. </p>
<p>Namun, RUU tersebut tidak menyebutkan secara jelas tugas dan tanggung jawab Kominfo dalam perannya sebagai otoritas pelindungan data pribadi. </p>
<p>Di Eropa, GDPR memastikan otoritas perlindungan data pribadi <a href="https://gdpr-text.com/en/read/article-52/">independen</a> dan memiliki cakupan tanggung jawab yang jelas untuk memastikan badan tersebut bisa menegakkan hukum dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak kepentingan seperti pemerintah dan perusahaan. </p>
<p>Sherly Haristya, salah satu peneliti Yayasan Tifa mempertanyakan indepedensi Kominfo sebagai pengadil perlindungan data pribadi kalau tidak ada detail yang mengatur. </p>
<p>“Sejauh mana dia berhak mengintervensi jika terjadi pelanggaran perlindungan data pribadi? Seberapa jauh dia bisa mengawal agar pengelola data bisa bertanggung jawab?” sebut Sherly.</p>
<p>Masalah utama berikutnya adalah ketidakjelasan RUU PDP dalam pembagian ruang lingkup hukum di antara perorangan dan lembaga. </p>
<p>Di dalam GDPR dan Konvensi Eropa 108+, definisi data pribadi ditetapkan berdasarkan karateristik seperti “informasi apa pun terkait orang perseorangan (pemilik data).” Namun di RUU PDP, orang diartikan sebagai perseorangan atau korporasi. </p>
<p>Hal ini berpotensi mengakibatkan penetapan kewajiban perlindungan data pribadi yang tidak sesuai dengan kapasitas pihak yang berbeda-beda. Ini karena penegak hukum dapat menafsirkan bahwa seorang individu memiliki kewajiban yang sama dengan suatu lembaga yang mengendalikan memproses data.</p>
<p>Menurut Sherly, RUU PDP harus memberikan kejelasan yang lebih mendetail untuk membedakan kegiatan pengolahan data rumah tangga dan aktivitas pemrosesan data komersial. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/belajar-dari-gugatan-terhadap-facebook-di-eropa-indonesia-perlu-lembaga-pengawas-independen-dalam-perlindungan-data-pribadi-145929">Belajar dari gugatan terhadap Facebook di Eropa: Indonesia perlu lembaga pengawas independen dalam perlindungan data pribadi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dasar hukum kurang jelas</h2>
<p>GDPR <a href="https://gdpr-text.com/read/article-5/">menjelaskan</a> bahwa prinsip atau dasar proses data pribadi itu harus adil, sah, dan transparan. Pihak pengendali data dan entitas yang mengumpulkan data hanya bisa mengumpulkan data jika memiliki dasar hukum yang kuat. </p>
<p><a href="https://gdpr-text.com/read/article-6/">GDPR juga</a> menjelaskan secara detail kondisi-kondisi yang dianggap cukup sehingga pemrosesan data dianggap sah. Salah satu kondisi itu adalah <a href="https://gdpr-text.com/read/article-7/"><em>consent</em></a> atau persetujuan. </p>
<p>RUU PDP tidak menawarkan kejelasan tentang keabsahan dan dasar hukum pemrosesan data.</p>
<p>RUU PDP mengatur bahwa pengendali data bisa memproses data untuk memenuhi kewajiban hukum untuk kepentingan publik. Tetapi, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai “kepentingan publik”. </p>
<p>Ada potensi pengendali data bisa menafsirkan sendiri apa yang dimaksud dengan “kepentingan publik” dan memproses data sesuai dengan kepentingan pengendali data belaka. </p>
<h2>Beban pada warga</h2>
<p>GDPR dan Konvensi Eropa 108+ memaparkan hak pemilik data secara detail. </p>
<p>Di dalam Konvensi Eropa 108+, setiap individu memiliki hak untuk tidak tunduk pada keputusan yang mempengaruhi diri mereka secara signifikan karena pemrosesan data otomatis. </p>
<p>Individu berhak mengetahui data mereka dipakai untuk apa, protes dengan pemrosesan data mereka, meminta data mereka diperbaiki atau dihapuskan, dan meminta pemulihan data jika ada haknya dilanggar. </p>
<p>GDPR menjelaskan hal-hal di atas dengan lebih detail. Aturan itu menjelaskan bahwa pengendali data harus memberikan informasi terkait pemrosesan data kepada pemilik data (hak untuk diberitahukan). </p>
<p>GDPR juga mengatur hak pemilik data untuk mengakses, hak perbaikan data, hak untuk dilupakan, hak membatasi pemrosesan data, dan banyak hak-hak pemilik data lainnya. </p>
<p>Kurang lebih, RUU PDP memaparkan hak-hak pemilik data yang serupa dengan hal-hal di atas, seperti hak untuk diberitahukan, hak untuk diperbaiki, hak untuk pemulihan, dan hak-hak lainnya. </p>
<p>Namun, RUU PDP menuntut pemilik data yang harus aktif menuntut hak-hak mereka sebagai pemilik data kepada pengendali data alih-alih membebankan pertanggungjawaban terkait hak-hak tersebut kepada pengendali data sedari awal. </p>
<p>Sederhananya, pemilik data harus menjadi pihak yang aktif menuntut hak mereka, sedangkan pengendali data tidak wajib memberitahukan hak-hak pemilik data sebelum memproses data. </p>
<p>Ini membuka kemungkinan pihak pemilik data di Indonesia baru mengetahui hak-hak mereka sebagai pemilik data sesudah data mereka diproses.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/analisis-dua-ancaman-utama-yang-perlu-diatasi-lewat-uu-perlindungan-data-pribadi-145178">Analisis: dua ancaman utama yang perlu diatasi lewat UU perlindungan data pribadi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penegakan hukum masih sulit</h2>
<p>Rizky Banyualam Permana, peneliti dan dosen hukum internasional di Universitas Indonesia, mengatakan di dunia saat ini belum ada komitmen global – peraturan tingkat hukum global – yang mengatur hukum perlindungan data pribadi. </p>
<p>Sehingga ada pendekatan hukum yang berbeda dari satu negara dengan negara lainnya. </p>
<p>“Kalau kita ingin pembandingan yang komprehensif, kita tentu kita harus melihat pandangan yang berseberangan, misalnya pendekatan Amerika Serikat (AS) yang menekankan hak konsumen,” kata Rizky. </p>
<p>Rizky juga menilai bahwa ada beberapa hal dalam pendekatan di Eropa yang tidak realistis dari sisi penegakan hukum. <a href="https://academic.oup.com/idpl/article/9/2/109/5475799">Studi</a> menunjukkan bahwa klaim yurisdiksi global GDPR nyatanya terbatas karena sulit ditegakkan di luar wilayah Uni Eropa. </p>
<p>Hambatan-hambatan ini dapat mengakibatkan aturan GDPR, termasuk pemberian denda administratif, menjadi tidak bisa ditegakkan dan dilupakan begitu saja.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/151212/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
RUU Perlindungan Data Pribadi masih memiliki banyak kekurangan, seperti ketidakjelasan definisi, ketidakjelasan dasar hukum, dan penempatan warga negara di posisi yang lemah.Andre Arditya, Editor Politik + MasyarakatIgnatius Raditya Nugraha, EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1509602021-01-28T07:06:18Z2021-01-28T07:06:18ZMasih ada banyak celah dalam pengajaran literasi media digital di level sekolah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/380152/original/file-20210122-15-1oc1wfr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1422357312">(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)</a></span></figcaption></figure><p>Pesatnya pertumbuhan <a href="https://apjii.or.id/survei">penggunaan internet di Indonesia</a> tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat dalam menilai dan mengecek kebenaran sumber informasi media melalui teknologi digital. Kemampuan ini dikenal sebagai <a href="https://theconversation.com/tiga-aspek-literasi-digital-mengapa-ponsel-membuat-anda-sulit-fokus-103062">literasi media digital</a>. </p>
<p>Tanpa literasi media digital, pengguna internet Indonesia kewalahan dengan <a href="https://theconversation.com/melawan-persebaran-disinformasi-di-indonesia-119285">banjir berita palsu</a> di berbagai <em>platform</em> media sosial.</p>
<p>Pandemi COVID-19 kemudian <a href="https://theconversation.com/mengapa-infodemi-covid-19-begitu-cepat-menyebar-lewat-media-sosial-137715">memperparah kondisi ini</a>. Sebagian besar masyarakat menggunakan media sosial untuk mencari informasi mengenai <em>coronavirus</em>, tanpa kemampuan memvalidasi mana sumber berita yang bisa dipercaya.</p>
<p>Survei dari Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama beberapa organisasi media lain pada pertengahan 2020 yang melibatkan 1.670 responden di 34 provinsi menunjukkan indeks literasi digital Indonesia <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/30928/siaran-pers-no-149hmkominfo112020-tentang-hasil-survei-indeks-literasi-digital-nasional-2020-akses-internet-makin-terjangkau/0/siaran_pers">masih masuk dalam kategori sedang</a>, yaitu 3,47 dari 5.</p>
<p>Skor terendah (3,17 dari 5) ada pada aspek literasi pengolahan informasi dan data. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/melawan-persebaran-disinformasi-di-indonesia-119285">Melawan persebaran disinformasi di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://theconversation.com/analisis-pentingnya-literasi-digital-yang-kritis-di-tengah-gempuran-misinformasi-pandemi-136184">Beberapa akademisi</a> berpendapat pengajaran literasi media digital terutama di <a href="https://www.newmandala.org/disinformation-democracy-indonesia/">level sekolah</a> karena dapat menjadi solusi yang efektif karena memberikan masyarakat pembekalan untuk dapat mengkritisi informasi di internet sejak usia dini.</p>
<p>Sayangnya, selama tahun 2010-2017 sekolah bahkan hanya menyumbang <a href="https://theconversation.com/pemetaan-9-kota-menegaskan-indonesia-harus-bangkit-dari-gagap-digital-84064">3,7% dari 342 kegiatan literasi media digital</a> yang diselenggarakan di Indonesia.</p>
<p>Dalam tulisan ini, saya ingin menjelaskan beberapa hambatan dari pengajaran literasi media digital yang ada di Indonesia dan rekomendasi untuk mengatasi hambatan tersebut.</p>
<h2>Hambatan pengajaran literasi media digital di Indonesia</h2>
<p>Renee Hobbs, profesor Ilmu Komunikasi di University of Rhode Island, Amerika Serikat, dalam bukunya “<a href="https://mediaeducationlab.com/digital-and-media-literacy-education"><em>Digital and Media Literacy</em></a>” menekankan pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam literasi media digital.</p>
<p>Kemampuan ini terdiri dari lima dimensi yang diperlukan untuk menganalisis dan memberikan solusi terkait konten media.</p>
<p>Kelima dimensi tersebut adalah mengakses, menganalisis, berkreasi, merefleksikan, serta melakukan aksi dengan konten digital.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/5037547/embed" title="Interactive or visual content" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:800px;" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/5037547/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/5037547" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Organisasi Pendidikan, Sains, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebenarnya telah <a href="https://iite.unesco.org/pics/publications/en/files/3214705.pdf">menerbitkan modul</a> tentang pedagogi (teknik pendidikan) literasi media dan informasi untuk diadaptasi di sekolah dengan kompetensi dasar yang memuat lima dimensi cetusan Renee Hobbs.</p>
<p>Modul tersebut memberikan panduan penerapannya dalam tiga tingkatan yaitu dasar, menengah, dan atas. </p>
<p>Sayangnya, masih ada celah antara rekomendasi UNESCO tersebut dengan pendidikan literasi media digital yang ada di Indonesia.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/5037895/embed" title="Interactive or visual content" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/5037895/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/5037895" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Misalnya, pemerintah menerbitkan <a href="https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud%20Nomor%2037%20Tahun%202018.pdf">Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018</a> untuk memasukkan mata pelajaran Informatika (sebelumnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)) di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).</p>
<p>Ini dilakukan sebagai upaya membekali anak muda dengan kemampuan untuk menguasai teknologi maupun informasi di dunia digital. </p>
<p>Namun, terdapat beberapa celah antara mata pelajaran Informatika tersebut dengan yang dianjurkan oleh Hobbs dan UNESCO.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, pembelajaran tersebut belum ada di tingkat Sekolah Dasar (SD) - berlawanan dengan anjuran yang diberikan oleh UNESCO.</p>
<p>Padahal, literasi media dan digital sebaiknya mulai dikenalkan sejak level dasar yang berfokus pada aspek mengakses media dan menganalisis kontennya secara sederhana.</p>
<p>Sehingga pada jenjang selanjutnya, peserta didik sudah fasih dalam mengakses media dan tinggal masuk ke tahap berikutnya yaitu menganalisis, berkreasi, merefleksikan, dan melakukan aksi konten digital yang bermanfaat. </p>
<p><strong>Kedua</strong>, pada jenjang SMP dan SMA pun, empat dari lima topik dalam mata pelajaran Informatika lebih membahas mengenai aspek teknik saja.</p>
<p>Materi dengan muatan literasi media digital hanya terdapat dalam satu topik, yaitu “dampak sosial informatika”.</p>
<p>Bahkan, alokasinya hanya 4-6 jam saja dalam satu semester atau sekitar 16 persen dari komposisi materi Informatika.</p>
<p>Padahal, topik tersebut lah yang memuat etika dalam penggunaan teknologi (dimensi “refleksi”), bagaimana mengolah informasi dengan tepat (dimensi “analisis”), dan komunikasi konten digital yang baik di media sosial (dimensi “kreasi” dan “aksi”).</p>
<p>Hal tersebut penting diajarkan <a href="https://iite.unesco.org/pics/publications/en/files/3214705.pdf">sejak usia SMP</a> mengingat anak-anak di Indonesia mulai aktif menggunakan media sosial <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/23/berapa-usia-mayoritas-pengguna-media-sosial-di-indonesia">sejak usia 13 tahun</a>.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, lebih lanjut lagi di level SMA, dimensi “kreasi” yang diajarkan juga masih sebatas menyinggung pembuatan perangkat seperti program dan aplikasi komputer.</p>
<p>Di tahap ini, dimensi “kreasi” dan “aksi” seharusnya juga fokus pada menciptakan konten digital yang memiliki dampak perubahan - misalnya membuat kampanye sosial yang efektif di berbagai media.</p>
<h2>Apa yang bisa dilakukan?</h2>
<p>Selain mewajibkan mata pelajaran Informatika di seluruh sekolah dan jenjang, pemerintah perlu menyesuaikan atau bahkan merumuskan kurikulum baru yang fokus pada literasi media digital.</p>
<p>Hingga saat ini, materi Informatika disajikan sebagai ilmu eksakta yang dominan membahas teknik komputer. Padahal, pendidikan literasi media digital juga memuat kompetensi mengkritisi informasi dan etika penggunaan media penting diajarkan di sekolah untuk mengakomodasi arahan UNESCO dan lima dimensi Hobbs. </p>
<p>Sebagai upaya tambahan, sekolah juga sebaiknya mengadakan program bimbingan literasi media digital yang dilakukan oleh guru teknologi informasi pada peserta didik maupun tenaga kependidikan lainnya di tingkat SMP dan SMA, misalnya sebagai kegiatan ekstrakurikuler.</p>
<p>Hal ini difasilitasi dalam <a href="https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud_Tahun2015_Nomor045.pdf">Permendikbud Nomor 45 Tahun 2015</a> tentang peran guru TIK di sekolah.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-mendeteksi-berita-bohong-panduan-ahli-untuk-anak-muda-89098">Bagaimana mendeteksi berita bohong—panduan ahli untuk anak muda</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Program bimbingan ini dilakukan secara berkelompok setidaknya 5 kali per semester, maupun secara individual pada setiap jam kerja. Fokus dari program tambahan ini harus mencakup lima dimensi literasi media dan digital di atas.</p>
<p>Misalnya, sekolah bisa memberikan materi tentang <a href="https://theconversation.com/melawan-persebaran-disinformasi-di-indonesia-119285">membedakan berita palsu</a>, teknik membingkai ide tulisan, jurnalisme dasar, komunikasi pemasaran sederhana, dan etika menggunakan media sosial. </p>
<p>Kurikulum dan program pengajaran yang baik di level sekolah akan membangun generasi muda yang tidak mudah termakan hoaks, bahkan mampu melahirkan kreator media sosial yang bermanfaat di dunia maya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/150960/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lisa Esti Puji Hartanti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dalam tulisan ini, saya ingin menjelaskan beberapa hambatan dari pengajaran literasi media digital yang ada di Indonesia dan rekomendasi untuk mengatasi hambatan tersebut.Lisa Esti Puji Hartanti, Doctoral Candidate Department of Communication University of Vienna & Full Lecturer School of Communication, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.