Menu Close
Vaksin COVID-19 Astrazeneca sebelum diberikan ke pendiduk di Kota Jombang, Jombang, Jawa Timur, 22 Maret 2021. ANTARA FOTO/Syaiful Arif/hp

Fatwa haram tapi boleh: seperti ini proses produksi vaksin AstraZeneca sebenarnya

Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan vaksin COVID-19/Astrazeneca haram karena dalam proses produksinya dituduh memakai unsur dari babi, tapi boleh (mubah) digunakan karena darurat kesehatan, menuai kontroversi.

Produsen Astrazeneca membantah. Mereka menyatakan produknya tidak menggunakan unsur babi atau unsur hewan lainnya.

Mengapa terjadi perbedaan pendapat antara produsen dan pembuat fatwa terkait tuduhan penggunaan “tripsin babi” pada proses produksi vaksin COVID-19 Astrazeneca? Mana yang benar?

Untuk menjawab hal tersebut terlebih dulu kita harus mengetahui tahapan proses pembuatan vaksin dari Inggris ini. Kami menjelaskan proses sebenarnya pembuatan COVID/19 Astrazeneca pada bagian yang dituduhkan fatwa tersebut.

Kami tahu persis proses produksi vaksin ini karena, satu dari kami, Carina Citra Dewi Joe, merupakan peneliti Indonesia yang mengembangkan metode produksi vaksin COVID-19/Astrazeneca di Universitas Oxford.

Lewat dua proses: pembuatan bahan aktif dan produk akhir

Setiap vaksin mengandung bahan aktif yang mampu memicu tubuh menghasilkan kekebalan. Bahan aktif ini dapat berupa virus utuh yang dimatikan, bagian protein virus, atau material genetik virus.

Dalam konteks vaksin Astrazeneca, bahan aktifnya adalah virus Adenovirus dari simpanse yang disisipi gen spike protein dari SARS-COV-2 (virus corona).

Pembuatan bahan aktif terbagi dalam dua proses: hulu dan hilir. Di bagian hulu meliputi proses pengembangbiakan sel, menanam bibit vaksin, dan panen.

Sedangkan proses hilir merupakan proses pemurnian yang memisahkan bahan aktif dari sisa produksi.

Proses pembuatan produk akhir meliputi peracikan vaksin, pengisian vaksin ke dalam botol, dan pengemasan.

Sebelum sampai tahap hulu hingga pengemasan, para peneliti melakukan riset persiapan sebelum mereka memproduksi vaksin.

Prosesnya bisa Anda lihat di bagian di bawah ini.

Ilustrasi alur produksi vaksin. Dokumentasi Pribadi

Apakah vaksin Astrazeneca pakai tripsin babi (porcine)?

Dalam dokumen penjelasan fatwa MUI, pembuat fatwa menuduh ada tiga proses produksi vaksin COVID-19 Astrazeneca yang menggunakan bahan atau pernah bersentuhan dengan bahan dari babi.

Proses yang dituduhkan tersebut berada pada dua tahap (sebelum proses produksi dan saat produksi) meliputi:

  1. Persiapan plasmid (pembuatan DNA) yang merupakan cetak biru vaksin COVID-19 pada tahapan riset. Ini proses riset sebelum produksi vaksin.
  2. Proses pengembangbiakan sel inang pada saat proses produksi vaksin COVID-19.
  3. Proses pembuatan stok sel inang (pre-GMP) – sebelum proses produksi vaksin.

Kami akan jelaskan bagaimana ketiga proses di atas sebenarnya.

1. Proses riset pembuatan plasmid untuk vaksin COVID-19/Astrazeneca.

Dokumen penjelasan fatwa menyatakan bahwa tripsin babi digunakan untuk pertumbuhan bakteri E. coli untuk memperbanyak plasmid pada saat proses riset pra-produksi vaksin Astrazeneca.

Plasmid adalah material genetik (DNA) sampingan dari bakteri yang dapat memperbanyak diri sendiri tanpa bakteri harus membelah diri. Bayangkan suatu buku yang memiliki abstrak, abstrak ini dapat diperbanyak tanpa harus mengkopi seluruh isi buku. Seperti itu analoginya.

Medium pertumbuhan bakteri biasanya mengandung sumber nutrisi berupa Trpyton (peptone). Ini merupakan hasil pemecahan senyawa casein (senyawa dari susu sapi) yang menggunakan enzim dari pankreas babi. Ini biasa dipakai dalam proses ini, tapi dalam riset untuk Astrazeneca tidak memakai enzim dari pankreas babi.

Susu sapi mengandung protein yang tinggi namun protein ini terlalu kompleks untuk dicerna bakteri sehingga perlu dipecah lebih kecil terlebih dulu menjadi Trypton. Bayangkan induk koala (hewan berkantung khas Australia) yang mengunyah tanaman eucalyptus (sehingga jadi lebih lembut dan kecil) dan menyuapkan hasil kunyahannya itu kepada bayi koala.

Dalam perbanyakan plasmid untuk vaksin Astrazeneca, peneliti menggunakan medium pertumbuhan bakteri berupa medium alternatif bernama vegiton yang mengandung sumber nutrisi dari tumbuhan.

Sumber protein dari tumbuhan ini dipecah menggunakan enzim papain yang berasal dari pepaya, bukan tripsin babi.

2. Pengembangbiakkan sel inang

Dalam dokumen yang sama,fatwa MUI menyatakan tripsin babi digunakan dalam proses pengembangbiakan sel inang untuk menumbuhkan virus Adenovirus.

Tripsin merupakan cairan enzim yang diperoleh dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang berfungsi untuk memotong protein. Kami menjelaskan proses produksi vaksin dalam beberapa tahap.

Vaksin COVID-19/Astrazeneca mengandung bahan aktif berupa virus Adenovirus (ChAdOX1) dari simpanse.

Peneliti Oxford mengembangkan vaksin ini dengan cara memasukan gen spike protein dari SARS-COV-2 ke dalam Adenovirus simpanse. Virus ini dipilih karena lebih aman dibanding virus SARS-COV-2 utuh.

Selain itu, manusia tidak memiliki antibodi yang dapat menghalangi virus Adenovirus simpanse untuk masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian, virus ini cocok untuk digunakan sebagai kendaraan untuk mengantarkan vaksin COVID-19.

Sebagai perbandingan, bayangkan seorang agen intelijen yang menyamar menjadi tukang bakso agar tidak dikenali target yang ia mata-matai di suatu perkampungan. Mirip seperti itu prosesnya, virus dari simpanse seperti agen intelijen.

Proses produksi virus ini membutuhkan sel inang berupa sel mamalia (T-Rex-293).

Dalam proses produksi virus lain (bukan Astrazeneca), untuk dapat tumbuh biasanya sel mamalia harus menempel pada permukaan mikrokarir (manik-manik tempat sel melekat di dalam tangki). Sel ini mengeluarkan protein yang berfungsi sebagai lem untuk melekat pada permukaan manik tersebut.

Ketika sel tumbuh menutupi seluruh permukaan, sel harus dipindahkan ke tangki yang baru dengan bantuan tripsin. Tripsin yang dipakai dapat berasal dari babi, sapi atau mikroba (rekombinan). Tripsin memotong protein dan melepaskan sel dari mikrokrarir. Lalu sel dipindahkan ke tangki yang lebih besar dengan mikrokarir dan medium pertumbuhan yang baru.

Proses ini disebut pasase, setiap satu kali pasases dihitung sebagai satu generasi.

Dalam proses produksi vaksin COVID-19/Astrazeneca, peneliti Oxford mengembangkan metode baru untuk menumbuhkan sel inang ini. Jadi ini metode yang tidak biasa. Sel inang yang digunakan telah diadaptasikan untuk dapat tumbuh dalam keadaan melayang di dalam medium (tersuspensi). Sehingga, mikrokarir dan tripsin tidak diperlukan dalam proses pasase.

Picture revised. Dokumentasi pribadi

Metode produksi vaksin Astrazeneca ini juga pernah digunakan untuk mengembangkan vaksin rabies sebelumnya di Universitas Oxford.

Metode ini berbeda dengan metode umum yang dirujuk dalam penjelasan fatwa. Metode umum tersebut memang menyebutkan bahwa proses pengembang biakan sel inang menggunakan tripsin babi (Tripsin-EDTA).

3. Pembuatan stok sel inang (Pre-GMP)

Pembuatan stok sel inang merupakan proses riset saat persiapan sebelum proses produksi vaksin.

Dalam menentukan fatwa vaksin COVID-19/Astrazenca, MUI mengacu salah satunya pada dokumen laporan asesmen vaksin COVID-19/Astrazeneca yang dikeluarkan oleh Badan Regulasi Obat Uni Eropa.

Meski Astrazeneca menyatakan produknya tidak mengandung bahan yang berasal dari hewan, dalam dokumen tersebut menyebutkan bahwa terdapat bahan dari hewan yang digunakan dalam proses pembuatan stok sel inang.

Keterangan tersebut bukan merujuk pada penggunaan tripsin babi melainkan merujuk pada penggunaan serum dari sapi yang digunakan pada saat proses adaptasi sel inang.

Hal itu dijelaskan pada keterangan selanjutnya bahwa bahan hewan yang digunakan telah memiliki sertifikasi TSE (Transmissible Spongiform Encephalopathy). Sertifikat ini memastikan bahan dari sapi ini terbebas dari penyakit sapi gila.

Serum dari sapi memang digunakan dalam proses adaptasi sel inang dengan kadar yang dikurangi pada setiap pasase. Adaptasi ini dilakukan dari awal mula bahan baku sel didapatkan dari agen penyuplai, sel di-pasase beberapa generasi (>10 kali) dalam keadaan melayang hingga sel tumbuh dengan baik.

Kemudian sel yang teradaptasi diperbanyak dan digunakan sebagai stok sel untuk proses produksi vaksin COVID-19.

Stok sel untuk produksi vaksin tidak lagi memerlukan serum untuk dapat tumbuh sehingga proses pembuatan bahan aktif benar-benar menggunakan bahan baku yang bukan berasal dari hewan.

Cara audit penggunaan tripsin babi dan hewan lainnya

Jika masih belum yakin bahwa vaksin Astrazeneca bebas dari unsur dari hewan, ada cara untuk memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan yang berasal dari hewan seperti tripsin (babi).

Salah satunya dengan mendeteksi keberadaan jejak DNA dari hewan pada orang yang divaksin dengan metode qPCR. Ini metode yang sama yang digunakan untuk tes PCR COVID-19.

Selain itu, lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal dapat mengaudit pabriknya untuk menginvestigasi apakah ada penggunaan tripsin babi dalam proses produksi. Sayangnya, sebelum dua cara itu dilakukan, terbitlah fatwa vaksin tersebut.

Walau bukan termasuk hukum positif, fatwa ini dapat mempengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat yang mungkin bisa meningkatkan penolakan masyarakat terhadap vaksin COVID-19.

Hingga 28 April pemerintah baru menyuntikkan 12,5 juta dosis vaksin untuk dosis pertama dan 7,3 juta dosis kedua, masih jauh sekali dari target vaksinasi 181 juta penduduk.

Para ilmuwan masih berjuang keras untuk menghasilkan vaksin COVID-19 yang efektif menaikkan kekebalan tubuh. Kini saatnya kita berani turut ambil peran dalam perang menghadapi COVID-19 melalui vaksinasi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,000 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now