tag:theconversation.com,2011:/fr/topics/dana-riset-45008/articlesDana riset – The Conversation2022-05-27T13:00:01Ztag:theconversation.com,2011:article/1834422022-05-27T13:00:01Z2022-05-27T13:00:01ZLemahnya sistem pendanaan riset di Indonesia semakin terasa di tengah pandemi: berikut pengalaman para dosen<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/465753/original/file-20220527-19-l7qt0v.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(Unsplash/Dan Dimmock)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Skema pendanaan penelitian dari pemerintah Indonesia saat ini <a href="https://theconversation.com/ini-desain-dan-prinsip-pengelolaan-dana-abadi-penelitian-agar-efektif-dan-berdampak-optimal-129455">belum mampu menopang riset yang sifatnya multi-tahun</a> akibat siklus anggaran negara yang sifatnya tahunan. Ini menyulitkan dosen untuk merancang riset jangka panjang.</p>
<p>Berdasarkan <a href="http://uis.unesco.org/apps/visualisations/research-and-development-spending/">data terakhir UNESCO</a>, besaran anggaran riset yang dialokasikan pemerintah Indonesia pun masih sangat rendah (0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto pada 2021) bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga (0,5% di Thailand, 1,3% di Malaysia, dan 2,1% di Singapura).</p>
<p>Pandemi COVID-19 yang ‘memaksa’ pemerintah untuk mengatasi krisis – sehingga menggeser anggaran dan prioritas riset – semakin memperparah kondisi ini bagi banyak peneliti dan dosen.</p>
<p>Seberapa banyak dukungan pendanaan yang diberikan untuk riset-riset yang dilakukan selama pandemi? Bagaimana nasib pendanaan riset dengan topik yang tidak berkaitan dengan pandemi secara langsung?</p>
<p>Kami di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) melakukan <a href="https://pspk.id/wp-content/uploads/2022/04/Kilas-Kebijakan-PSPK-Membangun-Keahlian-dengan-Profesionalisme-di-Kampus-Merdeka-Kajian-Mengenai-Beban-Kerja-Dosen-di-Indonesia.pdf">wawancara mendalam dengan tiga dosen</a> di perguruan tinggi di Indonesia untuk mendapat gambaran tentang lika-liku pendanaan riset selama pandemi.</p>
<p>Berikut cerita mereka.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memajukan-industri-pengetahuan-di-indonesia-apa-yang-bisa-dilakukan-pemerintah-102486">Memajukan industri pengetahuan di Indonesia, apa yang bisa dilakukan pemerintah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dana penelitian yang berkurang</h2>
<p>Pandemi berdampak pada penurunan alokasi anggaran riset yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Asumsinya, riset tidak dilaksanakan secara tatap muka atau turun lapangan ketika pandemi.</p>
<p>Berdasarkan pengalaman Shahnaz Safitri, dosen psikologi di Universitas Indonesia (UI) yang fokus pada riset efektivitas pembelajaran, penurunan dana riset pada awal pandemi mencapai 50% dari yang biasanya sekitar Rp 300 juta untuk riset sosial yang berjangka panjang. Baru pada tahun kedua pemberian dana riset mulai pelan-pelan bertambah.</p>
<p>Jumlah anggaran yang berkurang ini, menurut Shahnaz, sebenarnya masih cukup untuk desain penelitian psikologi yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Tapi, beda halnya dengan rekan-rekannya yang menggunakan pendekatan kualitatif.</p>
<p>“Untuk desain penelitian kuantitatif, dosen psikologi [di UI] biasanya memakai instrumen survei daring. Yang lebih terdampak adalah peneliti kualitatif karena harus turun lapangan, atau peneliti eksakta karena membutuhkan biaya yang besar untuk peralatan”, ujar Shahnaz. </p>
<p>Masalah yang berbeda juga diceritakan oleh Daryanto, dosen teknik elektro di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).</p>
<p>Alokasi hibah dari pemerintah selama pandemi tidak berdasarkan kebutuhan riil yang diajukan dosen peneliti. Jatah hibah kini diplot dengan kisaran angka tertentu (seperti 50 juta, 100 juta, 200 juta, dan seterusnya).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bukan-hanya-soal-anggaran-bagaimana-dana-riset-dibelanjakan-juga-penting-112873">Bukan (hanya) soal anggaran. Bagaimana dana riset dibelanjakan juga penting</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Bagi Daryanto, pembatasan anggaran ini menyulitkan dosen dan peneliti, terutama yang berada di rumpun teknik dan eksakta karena penelitian yang dilakukan membutuhkan pembelian peralatan atau infrastruktur lainnya.</p>
<p>“Seringkali, kampus juga belum menyediakan infrastruktur yang memadai untuk riset”, kata Daryanto. </p>
<p>Meski ada penurunan dana riset secara umum di ranah non-pandemi, Aryo Wicaksono dari Universitas Airlangga (UNAIR) mengamati adanya dampak positif pasca COVID-19.</p>
<p>Menurutnya, pandemi memberikan stimulus masyarakat untuk melakukan perubahan di berbagai sektor. Aryo memprediksi tren topik riset ke depan tidak lagi membahas dampak pandemi, namun seharusnya sudah membahas proses resiliensi (<em>bounce back</em>) masyarakat terhadap krisis.</p>
<h2>Ada akar masalah yang lebih besar</h2>
<p>Selain isu besaran anggaran anggaran riset pemerintah, terdapat permasalahan lain terkait pendanaan penelitian di Indonesia.</p>
<p>Pertama, masalah pemerataan pendanaan riset.</p>
<p>Pendanaan riset yang proporsinya didominasi APBN – itu pun hanya 0,1% dari PDB untuk 2021 – seringkali hanya bisa diakses oleh perguruan tinggi unggulan dan dosen yang mempunyai jam terbang riset tinggi.</p>
<p>Daryanto menyebutkan “pola <a href="https://theconversation.com/sepak-terjang-peneliti-muda-indonesia-berkembang-pesat-tapi-masih-terbentur-banyak-tantangan-174408">pembinaan dosen muda</a> yang tidak terstruktur dengan baik” membuat dosen-dosen muda kurang mempunyai kesempatan untuk memenangkan hibah riset. Temuan ini senada dengan hasil riset <a href="http://www.reality-check-approach.com/uploads/6/0/8/2/60824721/study_14_v6_web.pdf">Reality Check Approach (2017)</a> yang menunjukkan bahwa untuk memenangkan hibah riset, dosen muda memerlukan profil “dosen senior” di dalam pengajuan proposalnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/sepak-terjang-peneliti-muda-indonesia-berkembang-pesat-tapi-masih-terbentur-banyak-tantangan-174408">Sepak terjang peneliti muda Indonesia: berkembang pesat tapi masih terbentur banyak tantangan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kedua, pelaporan hasil riset yang masih <a href="https://theconversation.com/lebih-dari-sepertiga-dosen-indonesia-tidak-menerbitkan-riset-3-solusi-memperbaikinya-140248">berorientasi administratif</a> ketimbang aspek substansi riset.</p>
<p>Tingginya beban administrasi membuat dosen peneliti seperti Shahnaz, Aryo, dan Daryanto kekurangan motivasi untuk mendaftar hibah riset dari pemerintah.</p>
<p>“Pemerintah memang mulai berorientasi untuk kebijakan pendanaan riset berbasis luaran (<em>output</em>), namun pada kenyataannya dosen masih disibukkan dengan nota-nota bukti dan pelaporan yang kaku,” ujar Daryanto.</p>
<p>Ia menambahkan bahwa orientasi pelaporan berbasis laporan pertanggungjawaban (LPJ) keuangan menyulitkan dosen untuk melakukan hilirisasi hasil penelitian menjadi produk.</p>
<p>“LPJ keuangan kan sifatnya per termin satu tahun anggaran, sehingga sistem ini tidak memungkinkan penelitian untuk menjadi sebuah produk.”</p>
<p>Di tengah penurunan besaran hibah riset selama pandemi, kompetisi yang kurang sehat maupun beban administrasi yang berat semakin membatasi akses banyak dosen untuk mendanai riset berkualitas.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/465700/original/file-20220527-19-9m2rjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kompetisi yang kurang sehat dan beban administrasi menghambat banyak dosen mengakses dana riset yang memadai.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Memperbaiki birokrasi riset</h2>
<p>Pengalaman dosen peneliti seperti Shahnaz, Aryo, dan Daryanto menunjukkan bahwa hambatan yang muncul akibat alokasi anggaran yang menurun selama pandemi hanyalah satu gejala tambahan dari masalah yang lebih besar – yakni ekosistem pendanaan riset yang buruk.</p>
<p>Lalu, apa yang perlu dilakukan pemerintah dalam jangka panjang?</p>
<p>Menurut Shahnaz, dalam jangka pendek, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) perlu menginisiasi suatu pusat pembelajaran (<em>learning center</em>) khususnya untuk dosen peneliti muda. Hal ini penting untuk meningkatkan peluang dosen muda mendapatkan hibah.</p>
<p>Tak hanya menjalankan fungsi peningkatan kapasitas, <em>learning centre</em> juga dapat berperan sebagai jembatan kolaborasi antarperguruan tinggi di Indonesia.</p>
<p>Kemudian, dalam jangka panjang, Aryo dan Dayanto mengusulkan pentingnya penyederhanaan birokrasi penelitian di Indonesia.</p>
<p>Daryanto menekankan pentingnya pemberian dana berdasarkan kebutuhan topik yang diteliti dosen, bukan berdasarkan pada tahun anggaran sehingga bisa meningkatkan jumlah inovasi.</p>
<p>Sementara, Aryo menyarankan untuk menguatkan prosedur etik, dan pembenahan peran penelaah proposal penelitian agar relevan dengan topik yang diajukan peneliti. </p>
<p>Ini selaras dengan <a href="https://theconversation.com/bagaimana-skema-pengelolaan-dana-abadi-penelitian-yang-ideal-komunitas-peneliti-berpendapat-129082">rekomendasi Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI)</a> pada 2019 agar pemerintah Indonesia menunjuk lembaga tepercaya untuk mengelola pemberian hibah dari Dana Abadi Penelitian supaya proses manajemen proposal penelitian menjadi lebih profesional dan terpisah dari siklus tahunan negara.</p>
<p>Krisis tentu akan datang dan pergi mengguncang dunia riset, tapi ekosistem pendanaan penelitian yang matang akan membantu dosen dan peneliti melewatinya dengan lebih baik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183442/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daya Sudrajat bekerja sebagai konsultan riset dan kebijakan di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Diyon Iskandar terafiliasi dengan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Ia berhubungan konsultasi dengan Kemdikbudristek. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Faris Hafizh Makarim tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pandemi COVID-19 yang ‘memaksa’ pemerintah untuk mengatasi krisis telah menggeser anggaran dan prioritas riset. Bagaimana nasib dosen dan peneliti di Indonesia?Daya Sudrajat, Konsultan Riset dan Kebijakan, Pusat Studi Pendidikan dan KebijakanDiyon Iskandar, Policy Analyst, Pusat Studi Pendidikan dan KebijakanFaris Hafizh Makarim, Policy Analyst, Pusat Studi Pendidikan dan KebijakanLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1744082022-01-14T15:29:47Z2022-01-14T15:29:47ZSepak terjang peneliti muda Indonesia: berkembang pesat tapi masih terbentur banyak tantangan<p>Komunitas peneliti punya peran besar dalam suatu negara – terlebih peneliti muda.</p>
<p>Di Indonesia, misalnya, mereka diharapkan mendukung impian <a href="https://almi.or.id/sains45-indonesia/">menjadi negara maju pada 2045</a> melalui pembangunan berbasis ilmu pengetahuan. Mereka juga diharapkan mengatasi beragam isu dari kemiskinan hingga bencana. </p>
<p>Sebagai <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-55563-4_14">aktor kunci dunia riset</a> masa depan, penting bagi Indonesia memahami kondisi dan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1360080X.2017.1330814">kebutuhan para peneliti muda</a>.</p>
<p><a href="https://drive.google.com/drive/folders/1s5S2BaMmOiyCZSa0bRfp_ZKZ2phG-D1m">Studi pendahuluan</a> yang saya lakukan bersama The Conversation Indonesia (TCID), misalnya, mencoba memahami karakter peneliti muda serta peluang dan tantangan yang mereka hadapi untuk jadi pemimpin di dunia riset.</p>
<p>Kami mengumpulkan data dan berbicara pada 283 peneliti muda yang bergelar doktor atau sedang menjalani S3.</p>
<p>Mereka berasal dari bidang kelautan, perubahan iklim, kesehatan, dan ketahanan masyarakat, serta memiliki rekam jejak kuat dalam menerbitkan karya akademik.</p>
<p>Pada 2020, kami memperkirakan ada lebih dari 14.000 peneliti muda dari total sekitar <a href="https://sinta.ristekbrin.go.id/">216.000 peneliti</a> di Indonesia.</p>
<p>Jumlah mereka pun terus meningkat, dengan kapasitas kolaborasi yang lebih inovatif dan kemampuan berkomunikasi yang jauh lebih lihai.</p>
<p>Namun, studi kami juga menemukan peneliti muda juga menghadapi beragam hambatan untuk berdampak lebih luas bagi dunia riset, dari masalah pendanaan hingga kesetaraan gender.</p>
<h2>Berkembang pesat, jago berkomunikasi, dan punya motivasi tinggi</h2>
<p>Hasil dari studi kami menunjukkan bahwa peneliti muda di Indonesia memiliki beragam kekuatan dan potensi.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, dalam empat tema penelitian tersebut, jumlah peneliti muda <a href="https://drive.google.com/drive/folders/1s5S2BaMmOiyCZSa0bRfp_ZKZ2phG-D1m">mengalami peningkatan</a> dari sekitar 2.500 pada 2010 menjadi lebih dari 14.000 pada 2020.</p>
<p>Hal ini terjadi karena ada berbagai skema baru untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia dalam satu dekade terakhir.</p>
<p>Di antaranya skema <a href="https://www.pmdsu.com/about-us/">Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU)</a>, beasiswa <a href="https://lpdp.kemenkeu.go.id/">Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)</a>, sampai program <a href="https://manajementalenta.brin.go.id/">Manajemen Talenta</a> inisiasi Badan Riset dan Inovasi Negara (BRIN).</p>
<p><strong>Kedua</strong>, peneliti muda sangat menyadari pentingnya berjejaring (<em>networking</em>) karena membantu memfasilitasi kolaborasi, serta mendobrak sekat antar disiplin ilmu maupun antara sains dan kebijakan.</p>
<p>Banyak peneliti muda, misalnya, aktif memperkuat peran <a href="https://almi.or.id">Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI)</a>. Ada yang membentuk jaringan baru termasuk <a href="https://i4indonesia.org/profil/">Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia (I4)</a> yang mendorong kerja sama peneliti diaspora dan dalam negeri, maupun <a href="https://uinspire.id/?r3d=2019-flash-floods">U-INSPIRE Indonesia</a> yang menjembatani wawasan kebencanaan antara pemangku kepentingan dan aktor penanggulangan bencana.</p>
<p>Selain menghubungkan peneliti dan institusi lintas negara, berbagai jaringan tersebut juga dapat meningkatkan <a href="https://theconversation.com/pembuatan-kebijakan-di-indonesia-tidak-didukung-riset-berkualitas-dan-kebebasan-akademik-128472">peran sains dalam pembuatan kebijakan</a>. </p>
<p><strong>Ketiga</strong>, kami melihat banyak bukti bahwa peneliti muda memiliki kemampuan komunikasi riset yang jauh lebih baik.</p>
<p>Sebelumnya, para peneliti sebatas menyebarkan hasil riset melalui jurnal ilmiah. Saat ini, mereka mulai merambah media sosial, menuliskan opini di media cetak dan online, hingga menjadi narasumber di televisi dan radio.</p>
<p>Pada 2021, misalnya, data internal dari TCID menunjukkan <a href="https://twitter.com/ConversationIDN/status/1476769807215128576?s=20">700 peneliti menerbitkan 695 artikel populer</a> di media tersebut – mayoritasnya adalah peneliti muda.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kutukan-ilmu-pengetahuan-banyak-akademisi-lebih-fokus-terdengar-pintar-daripada-membumikan-sains-pada-masyarakat-158877">Kutukan ilmu pengetahuan: banyak akademisi lebih fokus 'terdengar pintar' daripada membumikan sains pada masyarakat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><strong>Keempat</strong>, studi kami juga menunjukkan bahwa mayoritas peneliti muda memiliki motivasi tinggi untuk menjadi pemimpin riset di Indonesia yang mendukung inovasi dunia riset.</p>
<p>Misalnya, mereka lebih berani mempercepat penyaluran hasil penelitian ke luar “zona nyaman” penelitian (seperti jurnal dan konferensi), termasuk membawa hasil riset mereka untuk <a href="https://theconversation.com/strategi-agar-ilmuwan-tidak-mudah-frustrasi-ketika-terlibat-dalam-proses-kebijakan-publik-156758">memasuki arena politik</a>. </p>
<h2>Beragam tantangan jadi peneliti kelas dunia</h2>
<p>Namun, para peneliti muda juga menghadapi tantangan terkait pendanaan, budaya penelitian dan lemahnya mentorship, hingga kesenjangan gender. </p>
<p><strong>Pertama</strong>, di bidang pendanaan, banyak responden kami kesulitan mendapat <a href="https://theconversation.com/ini-desain-dan-prinsip-pengelolaan-dana-abadi-penelitian-agar-efektif-dan-berdampak-optimal-129455">pendanaan riset yang baik</a> dari negara maupun sumber lain. Ini bisa berupa kebutuhan peralatan riset, langganan jurnal ilmiah, pembiayaan penerbitan, serta dana riset longitudinal (jangka waktu bertahun-tahun).</p>
<p>Pada saat yang sama, bisa jadi para peneliti muda juga kesulitan untuk menghasilkan proposal penelitian yang berkualitas.</p>
<p>Satu informan kunci yang bekerja sebagai penyalur dana riset menggambarkan bahwa pada 2020, hanya 4-7% proposal yang mereka terima layak didanai. Banyak peneliti hanya menjual “topik penelitian” dan bukan “nilai manfaat dari penelitian tersebut”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bukan-hanya-soal-anggaran-bagaimana-dana-riset-dibelanjakan-juga-penting-112873">Bukan (hanya) soal anggaran. Bagaimana dana riset dibelanjakan juga penting</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Informan lain menyebutkan bahwa di lembaganya, dari 237 proposal yang diterima, hanya 99 yang baik dan hanya 11 yang akhirnya didanai. Mayoritas proposal kolaborasi riset juga memposisikan peneliti Indonesia <a href="https://theconversation.com/riset-gaya-helikopter-siapa-yang-untung-dari-riset-internasional-di-indonesia-102166">hanya sebagai kolaborator</a> dan bukan peneliti utama.</p>
<p>Padahal, para responden peneliti lulusan dalam negeri selama ini telah banyak mengalami kesulitan meraih dana riset kolaborasi akibat <a href="https://theconversation.com/para-ilmuwan-diaspora-indonesia-luncurkan-program-perjodohan-peneliti-untuk-tingkatkan-kolaborasi-internasional-145541">terbatasnya relasi</a>, yang sebelumnya sudah terhambat bahasa.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, dalam diskusi kelompok, peneliti muda juga mengakui bahwa budaya riset yang mendorong hubungan <em>mentorship</em> (pendampingan) masih lemah.</p>
<p><a href="https://www.nature.com/articles/447791a">Kajian di jurnal ternama <em>Nature</em></a> menunjukkan <em>mentorship</em> yang baik membantu peneliti muda mendapatkan masukan untuk memoles kemampuan memimpin riset. <em>Mentorship</em> mempermudah akses jejaring penelitian yang lebih luas untuk meningkatkan prestise mereka.</p>
<p>Tanpa jejaring, para peneliti akan terisolasi dan bergerak sendiri saat meneliti, menyebarluaskan hasilnya, dan tidak akan dilihat pemangku kepentingan terkait.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, responden dalam studi kami juga mengonfirmasi masih adanya masalah kesenjangan gender yang menghambat banyak peneliti muda mengembangkan kapasitas mereka sebagai pemimpin riset.</p>
<p>Hal ini sejalan dengan tren di banyak ranah riset, di <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1360080X.2017.1330814">berbagai negara</a>.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048733318300404">Riset tahun 2018</a> yang mengikuti lebih dari 6.000 peneliti internasional, misalnya, menemukan bahwa banyak peneliti perempuan di universitas mengalami hambatan perkembangan karir antara fase pasca-doktoral hingga lektor kepala (<em>associate professor</em>).</p>
<p>Peneliti perempuan juga beralih jadi peneliti utama dalam riset dengan laju yang lebih rendah dari peneliti laki-laki (hingga 20% lebih lamban).</p>
<p>Di Indonesia, ini semakin diperparah oleh <a href="https://theconversation.com/mengapa-belum-banyak-peneliti-indonesia-gunakan-perspektif-gender-dan-minoritas-dalam-riset-145635">budaya kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI) yang masih lemah</a>.</p>
<p><strong>Keempat</strong>, responden kami merasa bahwa sistem insentif untuk kegiatan riset mereka masih bias dan kurang mendukung.</p>
<p>Bagi peneliti muda di perguruan tinggi, misalnya, sistem angka kredit yang ada sekarang <a href="https://theconversation.com/lebih-dari-sepertiga-dosen-indonesia-tidak-menerbitkan-riset-3-solusi-memperbaikinya-140248">memberikan beban lebih pada tugas mengajar</a> – dari menyusun materi kuliah hingga evaluasi hasil belajar mahasiswa – ketimbang memproduksi riset.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/lebih-dari-sepertiga-dosen-indonesia-tidak-menerbitkan-riset-3-solusi-memperbaikinya-140248">Lebih dari sepertiga dosen Indonesia tidak menerbitkan riset: 3 solusi memperbaikinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Butuh dukungan “horizontal” dan “vertikal”</h2>
<p>Melihat potensi dan tantangan yang dihadapi peneliti muda Indonesia, perlu lebih banyak dukungan bagi mereka untuk <a href="https://14226776-c20f-46a2-bcd6-85cefe57153f.filesusr.com/ugd/a8b141_65db299b1e274cdc84e3de48016b9862.pdf">mengembangkan kapasitas secara “horizontal” dan juga “vertikal”</a>.</p>
<p>Secara horizontal, kebanyakan peneliti muda sebenarnya telah mendapatkannya dalam bentuk pendidikan dan pengalaman dari pekerjaan riset mereka. Secara akademik, mereka sudah memperoleh kepakaran dalam bidang sains masing-masing. </p>
<p>Namun untuk pengembangan vertikal, peneliti muda masih kurang dukungan.</p>
<p>Mereka membutuhkan bantuan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan riset yang kompleks – dari kelincahan menghadapi ekosistem penelitian Indonesia yang dinamis, hingga memimpin kolaborasi yang lebih luas dengan banyak pihak secara strategis.</p>
<p>Pengembangan vertikal ini tidak dapat dilakukan secara instan melalui pelatihan.</p>
<p>Peneliti muda membutuhkan peningkatan kapasitas yang berkelanjutan. Ini dapat berupa <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0223876"><em>mentorship</em> yang terarah, pendampingan untuk kolaborasi riset, atau beragam program <em>fellowship</em></a>.</p>
<p>Kedua jenis dukungan di atas, baik horizontal maupun vertikal, akan mendukung peneliti muda untuk memiliki <a href="https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs10734-007-9081-5">kompetensi pemimpin riset</a> yang matang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174408/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mizan Bustanul Fuady Bisri menerima dana dari TCID untuk melaksanakan Studi Pendahuluan Program Science Leadership Collaborative (SLC).</span></em></p>Studi kami menemukan bahwa peneliti muda di Indonesia semakin banyak dan inovatif, tapi mereka masih menghadapi banyak tantangan pengembangan karir dan kapasitas.Mizan Bustanul Fuady Bisri, Assistant Professor, Kobe UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1588792021-04-22T10:53:18Z2021-04-22T10:53:18ZDilema peleburan Kemendikbud-Ristek: bagaimana negara lain mengatur pendidikan dan riset nasional?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/396496/original/file-20210422-17-1ipi2pk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/_QstzxTWnXY">(Unsplash/Sidharth Bhatia)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Presiden Joko “Jokowi” Widodo, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), memutuskan untuk <a href="https://www.youtube.com/watch?v=4qnqJWeesyc">meleburkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)</a> ke dalam Kementerian Pendidikan (Kemendikbud).</p>
<p>Jokowi mengambil langkah ini seiring dengan rencana untuk membuat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) – lembaga payung pelaksanaan riset nasional yang kini melekat pada Kemenristek – menjadi badan yang independen.</p>
<p>Bongkar pasang antara kedua kementerian ini <a href="https://news.detik.com/berita/d-4757802/utak-atik-jokowi-dulu-ceraikan-kemendikbud-dikti-kini-gabungkan-lagi">bukan kali pertama</a> di masa pemerintahan Jokowi. </p>
<p>Padahal, pengaturan terkait kelembagaan yang menaungi riset dan pendidikan memiliki dampak yang sangat luas – dari bagaimana sistem pendidikan dijalankan hingga arah riset nasional.</p>
<p>Tapi, penggabungan Kemenristek dan Kemendikbud yang terbaru ini nampaknya menunjukkan bahwa pemerintah kebingungan dalam menentukan format kelembagaan antara kedua bidang ini.</p>
<p>Dalam tulisan ini, saya ingin menjelaskan beberapa model yang diterapkan oleh beberapa negara untuk mengatur kebijakan pendidikan dan riset di level nasional, serta memberikan rekomendasi pilihan mana yang cocok untuk Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/peleburan-kemenristek-dan-kemendikbud-munculkan-banyak-masalah-dan-tunjukkan-buruknya-strategi-riset-nasional-158794">Peleburan Kemenristek dan Kemendikbud munculkan banyak masalah dan tunjukkan buruknya strategi riset nasional</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Model kelembagaan riset dan pendidikan seperti apa yang diterapkan negara lain?</h2>
<p>Raksasa sains di Asia Tenggara, yakni Singapura mengelola kebijakan pendidikan dan riset melalui dua lembaga yang berbeda.</p>
<p>Kebijakan pendidikan diatur oleh Kementerian Pendidikan (<a href="https://www.moe.gov.sg/about-us"><em>Ministry of Education</em></a>, atau MoE), sementara riset oleh Yayasan Riset Nasional (<a href="https://www.nrf.gov.sg/about-nrf/governance/research-innovation-and-enterprise-council-(riec)"><em>National Research Foundation</em></a>, atau NRF) – lembaga yang bertanggung jawab langsung pada Perdana Menteri.</p>
<p>Pengaturan yang terpisah ini membantu negara lebih fokus dalam menentukan arah riset nasional karena secara kelembagaan tidak harus mengurusi banyak bidang. Dengan pemisahan ini, kementerian riset lebih leluasa mengarahkan <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/JIUC-09-2019-0016/full/pdf?title=a-framework-to-improve-universityindustry-collaboration">komersialisasi hasil riset ke sektor industri</a> dan membantu lembaga penelitian memperbanyak sumber daya peneliti yang ahli dalam menghasilkan riset terapan.</p>
<p>Singapura, misalnya, tidak hanya menjadi <a href="https://opengovasia.com/soft-power-30-global-report-names-singapore-the-worlds-best-performer-for-enterprise-for-the-third-consecutive-year/">magnet dunia dalam hal riset</a>, tapi juga menjadi ekosistem pendidikan tinggi kelas dunia dalam hal <a href="https://www.universityworldnews.com/post.php?story=20171215122350628">kolaborasi penelitian</a> maupun destinasi studi mahasiswa.</p>
<p>Model pemisahan riset dengan pendidikan ala Singapura ini juga diterapkan di Inggris.</p>
<p>Bahkan, lebih dari sekadar memisahkan, Inggris juga mengarahkan kebijakan riset selaras dengan pengembangan industri – khususnya energi, di bawah <a href="https://www.gov.uk/government/organisations/department-for-business-energy-and-industrial-strategy">Departemen Bisnis, Energi, dan Strategi Industri</a>. Integrasi erat antara riset dengan pengembangan industri energi ini menempatkan Inggris menjadi negara <a href="https://www.smart-energy.com/renewable-energy/top-ten-countries-with-the-highest-proportion-of-renewable-energy/">kedua tertinggi</a> dalam produksi energi terbarukan di dunia.</p>
<p>Berbeda dengan Singapura dan Inggris, beberapa negara seperti <a href="https://www.bmbf.de/en/index.html">Jerman</a> dan <a href="http://government.ru/en/department/388/events/">Rusia</a> sebaliknya menerapkan praktik penggabungan fungsi riset dan pendidikan, seperti yang baru saja diputuskan oleh pemerintah Indonesia melalui peleburan Kemenristek.</p>
<p>Melalui model ini, Jerman ingin mempererat kesinambungan antara produksi riset dari universitas dengan pengembangannya di industri.</p>
<p>Hal ini dilakukan karena meskipun Jerman adalah salah satu <a href="https://www.scimagojr.com/countryrank.php">negara dengan produksi riset tertinggi</a>, kekuatan riset mereka secara nasional masih didominasi oleh <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-020-03318-w">lembaga riset non-universitas</a>.</p>
<p>Tiga produsen hasil riset terbesar di Jerman berdasarkan <a href="https://www.natureindex.com/country-outputs/germany/Life%20Sciences">Indeks Luaran Riset Tahun 2020 dari Majalah Nature</a>, misalnya, tidak berasal dari universitas melainkan jaringan lembaga riset publik seperti <a href="https://www.natureindex.com/institution-outputs/germany/max-planck-society/5139073234d6b65e6a0021a2"><em>Max Planck Society</em></a> dan <a href="https://www.natureindex.com/institution-outputs/germany/helmholtz-association-of-german-research-centres/5139073734d6b65e6a00221f"><em>Helmholtz Association of German Research Centres</em></a>.</p>
<p>Banyak riset oleh universitas di Jerman masih bergulat pada riset dasar <a href="https://theconversation.com/menelusuri-hubungan-antara-riset-dasar-dan-penerapannya-di-kehidupan-sehari-hari-83470">(<em>basic research</em>)</a>, yaitu penelitian yang didorong rasa ingin tahu dengan hasil yang tidak serta merta bisa diaplikasikan di industri. </p>
<p>Di sini, perampingan kelembagaan dapat menyederhanakan birokrasi sehingga keselarasan kebijakan dapat lebih mudah – terutama untuk mempererat kesinambungan antara pendidikan tinggi dengan pengembangan riset di industri karena berada di dalam satu badan.</p>
<p>Meski demikian, manfaat ini juga tidak selalu bisa terwujud dalam waktu cepat.</p>
<p><a href="https://www.researchgate.net/publication/313418364_Merging_and_Demerging_Education_Ministries_in_Malaysia">Riset tahun 2017</a> yang meneliti penggabungan dan pemisahan kementerian pendidikan di Malaysia, misalnya, menyimpulkan bahwa penggabungan atau peleburan belum membawa perubahan yang signifikan bagi pendidikan dan riset di negara itu.</p>
<p>Pemerintah Malaysia butuh waktu dua tahun untuk mengatur pembagian anggaran, pembagian sumber daya, staf, hingga pembagian fasilitas sarana dan prasarana, sebelum mereka bisa menerapkan strategi pendidikan dan riset nasional.</p>
<h2>Mana yang ideal untuk Indonesia?</h2>
<p>Sekilas terlihat bahwa pilihan pemerintah dalam menggabungkan Kemenristek dan Kemendikbud adalah hal yang baik untuk mempererat kesinambungan riset universitas dengan industri, sebagaimana yang terjadi di Jerman.</p>
<p>Namun, berbeda dengan Jerman, ekosistem riset di Indonesia secara umum masih lemah.</p>
<p>Kenyataannya, sekitar <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210409130524-20-627872/kemendikbud-buka-suara-soal-penggabungan-dengan-kemenristek">80% riset di Indonesia berasal dari universitas</a> dan sebagian besar hanya berhenti di publikasi jurnal dan prosiding, sementara <a href="https://risbang.ristekbrin.go.id/publikasi/berita-media/publikasi-ilmiah-indonesia-terbanyak-kedua-di-asean/">jumlah yang mengutip juga sedikit</a>.</p>
<p>Sisanya berasal berbagai lembaga riset di lingkup kementerian yang juga masih <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20210413151305-4-237521/melihat-skenario-brin-riset-ri-bakal-selevel-negara-maju">terkendala masalah dana penelitian</a>.</p>
<p>Artinya, menghubungkan riset terapan di universitas menjadi lebih mudah dengan model penggabungan hanya jika ekosistem riset industri sudah mapan seperti di Jerman.</p>
<p>Di Jerman, misalnya, industri setiap tahun menyediakan <a href="https://www.research-in-germany.org/en/jobs-and-careers/info-for-postdocs-and-junior-researchers/where-to-do-research/research-in-industry.html">lebih dari dua pertiga dari total dana investasi</a> untuk litbang – yakni sekitar <a href="https://www.osa-opn.org/home/newsroom/2021/february/public_research_funding_in_germany_a_closer_look/">Rp 1,8 trilyun atau 3.13% total PDB Jerman</a> – termasuk menawarkan prospek karir yang menarik bagi sumber daya peneliti unggul.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/belajar-dari-jerman-memajukan-riset-indonesia-dengan-dukungan-dari-pihak-swasta-110033">Belajar dari Jerman: memajukan riset Indonesia dengan dukungan dari pihak swasta</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sementara di Indonesia, alokasi anggaran belanja litbang hanya <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4646270/dana-riset-ri-rp-35-t-sri-mulyani-diecer-ecer-ke-45-kl">0,28% dari total PDB</a>. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar seperlima yang berasal dari industri.</p>
<p>Mempertimbangkan hal ini, menurut saya Indonesia bisa bercermin dari model Singapura dan Inggris yang memisahkan antara pengaturan kebijakan riset dan pendidikan.</p>
<p>Model ini dapat membantu pemerintah untuk fokus membangun ekosistem industri yang unggul terlebih dahulu, sehingga nantinya bisa maksimal saat menghubungkan universitas dengan industri. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/396532/original/file-20210422-21-zpcf5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Alokasi anggaran belanja litbang Indonesia hanya 0,28% dari total PDB. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar seperlima yang berasal dari industri.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan mengelola dua hal itu secara terpisah, maka pemerintah bisa menguatkan industri dan daya saing negara. Misalnya, pemerintah bisa menguatkan lembaga riset independen non-universitas yang fokus pada penciptaan dan komersialisasi prototipe, tanpa mengorbankan tujuan pendidikan nasional dalam upaya tersebut. </p>
<p>Pada akhirnya, pilihan pemisahan antara ristek dan pendidikan adalah model yang cocok bagi Indonesia saat ini, di samping <a href="https://theconversation.com/peleburan-kemenristek-dan-kemendikbud-munculkan-banyak-masalah-dan-tunjukkan-buruknya-strategi-riset-nasional-158794">munculnya masalah lain</a> – seperti filosofi kedua bidang yang berbeda hingga potensi penyelewengan kekuasaan dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) – apabila Kemenristek dan Kemendikbud digabung.</p>
<p>Ini adalah pekerjaan rumah yang tidak dapat selesai dalam sisa dua tahun kepemimpinan Jokowi. Jika dipaksakan atau keliru memilih keputusan, Indonesia akan mengorbankan berbagai kemajuan di bidang pendidikan maupun riset yang selama ini diraih.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158879/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ayu Anastasya Rachman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penggabungan Kemenristek dan Kemendikbud yang bukan kali pertama ini menunjukkan pemerintah bingung dalam menentukan kelembagaan antara bidang riset dan pendidikan. Bagaimana negara lain mengaturnya?Ayu Anastasya Rachman, PhD Student in International Relations and Higher Education Diplomacy, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1555692021-04-13T06:19:28Z2021-04-13T06:19:28ZUrgensi mewujudkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) – impian lama koordinasi riset yang nasibnya terkatung-katung<p>Kemelut pembentukan <a href="https://theconversation.com/bagaimana-bentuk-badan-riset-dan-inovasi-nasional-yang-efektif-dan-inovatif-125821">Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)</a> – lembaga yang direncanakan akan mengkoordinasi pelaksanaan riset di Indonesia – kembali <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210412071539-199-628600/kronologi-peleburan-kemenristek-brin-ke-kemendikbud">hangat diperbincangkan</a>. </p>
<p>Keberadaaan BRIN diamanatkan Undang-Undang <a href="https://penelitian.ugm.ac.id/2019/08/21/undang-undang-no-11-tahun-2019-tentang-sistem-nasional-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi/">(UU) Nomor 11 tahun 2019</a> tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek).</p>
<p>Meski ada wacana kuat dari pemerintah untuk menjadikannya lembaga otonom – yang juga ditandai dengan keputusan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=4qnqJWeesyc">peleburan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)</a> ke dalam Kementerian Pendidikan (Kemendikbud) – Peraturan Presiden (Perpres) terkait struktur dan kelembagaannya masih belum jelas bahkan setelah hampir 2 tahun.</p>
<p>Investigasi Koran Tempo minggu lalu, misalnya, menceritakan adanya <a href="https://koran.tempo.co/read/berita-utama/463661/jokowi-dan-tarik-ulur-penggabungan-badan-riset?">ketidakjelasan dan komunikasi yang tersendat</a> antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Kemenristek tentang kelembagaan BRIN.</p>
<p>Terhambatnya perpres BRIN menunjukkan minimnya perencanaan yang matang dari pemerintah. Padahal, pembentukan lembaga ini bertujuan menjawab <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2020/07/21/brin/">kerisauan Jokowi</a> atas lemahnya pengelolaan hasil riset di Indonesia – terutama dari lembaga yang <a href="https://koran.tempo.co/read/editorial/463689/tajuk-rencana-suramnya-masa-depan-riset-nasional-selepas-keputusan-jokowi-soal-brin?">tersebar di berbagai kementerian</a> dan menggunakan anggaran negara.</p>
<p>Melalui tulisan ini, saya ingin menjelaskan tentang urgensi dari BRIN, tantangan hukum pembentukannya, dan rekomendasi bagi pemerintah untuk mempercepat hadirnya lembaga koordinasi riset tersebut.</p>
<h2>Mengapa BRIN harus segera direalisasikan</h2>
<p>Pada 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan hanya 43,74% dari total anggaran riset yang <a href="https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2066-perpres-brin-disandera">benar-benar digunakan untuk kegiatan penelitian</a>. Sisanya digunakan untuk hal lain seperti belanja operasional (30,68%), belanja jasa (13,17%), belanja modal (6,65%), serta belanja pendidikan dan pelatihan (5,77%).</p>
<p>KPK juga menemukan <a href="https://www.kpk.go.id/images/pdf/LHKA-Dana-Penelitian-2018.pdf">berbagai masalah lain</a> seperti penelitian fiktif, tumpang tindih penelitian, pemotongan dana penelitian sebesar 10%-50%, pemberian dan penggunaan dana penelitian yang tidak sesuai aturan, hingga pengendapan dana penelitian.</p>
<p>Berbagai permasalahan tersebut disebabkan oleh <a href="https://www.kpk.go.id/images/pdf/LHKA-Dana-Penelitian-2018.pdf">tidak jelasnya pengaturan lembaga penelitian</a> di lingkup pemerintah.</p>
<p>Akhirnya, selain berpotensi membuang anggaran, riset yang dijalankan di banyak kementerian menjadi <a href="https://republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/15/08/05/nsm35p284-mengapa-riset-teknologi-di-indonesia-sulit-berkembang-pesat">tumpang tindih, tidak terkoordinasi, dan sulit berkembang</a>.</p>
<p>Kehadiran BRIN akan punya peran strategis dalam menyelesaikan masalah ini karena ia bisa menjadi lembaga induk yang mengkoordinasi pelaksanaan riset dari berbagai badan penelitian di berbagai kementerian, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-bentuk-badan-riset-dan-inovasi-nasional-yang-efektif-dan-inovatif-125821">Bagaimana bentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional yang efektif dan inovatif?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tantangan hukum</h2>
<p>Keinginan pemerintah untuk membentuk BRIN tidak berjalan mulus dan terganjal masalah peraturan pelaksana yang tidak kunjung dikeluarkan. </p>
<p>Padahal, UU Sisnas Iptek sudah menjelaskan dengan tegas bahwa badan tersebut dibentuk oleh presiden melalui Perpres.</p>
<p>Pengaturan tersebut sebenarnya pernah ditindaklanjuti melalui serangkaian perpres transisi yang membentuk “BRIN sementara” – yang saat ini melekat pada <a href="https://www.ristekbrin.go.id">Kemenristek</a> – dan memberikan waktu pada presiden untuk meresmikan versi final dari BRIN.</p>
<p>Namun, kedua perpres transisi yang ada – yakni <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/122785/perpres-no-74-tahun-2019">Perpres No. 74 tahun 2019</a> dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/129203/perpres-no-95-tahun-2019">Perpres No. 95 tahun 2019</a> – sudah kadaluwarsa.</p>
<p>Sebelum perpres transisi tersebut kadaluwarsa, seharusnya Jokowi menerbitkan perpres baru yang isinya adalah pembentukan BRIN secara resmi. Sayangnya, perpres pamungkas ini tidak kunjung disahkan.</p>
<p>Tidak ada alasan pasti mengapa hal itu terjadi. Selain komunikasi tersendat yang disebutkan sebelumnya, testimoni dari Menristek Bambang Brodjonegoro mengindikasikan penerbitan Perpres ini nampaknya <a href="https://majalah.tempo.co/read/nasional/162549/wawancara-menristekkepala-brin-bambang-brodjonegoro-soal-polemik-perpres-badan-riset-dan-inovasi-nasional">terhadang ketidaksepakatan politik</a> dari beberapa pihak.</p>
<p>Akibatnya, perpres yang kabarnya sudah ditandatangai Jokowi sejak 30 Maret 2020 lalu <a href="https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2066-perpres-brin-disandera">tidak kunjung ditempatkan di Lembaran Negara</a> oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). </p>
<p>Merujuk pada UU No. 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Perpres setelah ditandatangani harus ditempatkan dalam Lembaran Negara agar setiap orang mengetahuinya.</p>
<p>Ketiadaan Perpres ini setidaknya memiliki dua dampak terhadap pembentukan BRIN.</p>
<p><em>Pertama</em>, ini menyebabkan mandat koordinasi penelitian sebagaimana yang diamanatkan UU Sisnas Iptek tidak kunjung berjalan.</p>
<p>Tanpa adanya Perpres, maka BRIN belum secara resmi terbentuk meskipun saat ini namanya sudah melekat pada Kemenristek.</p>
<p><em>Kedua</em>, secara kelembagaan, ketiadaan Perpres ini menyebabkan “BRIN sementara” di pada Kemenristek saat ini tidak memiliki tujuan dan fungsi yang jelas – karena UU Sisnas Iptek juga belum mengatur secara rinci. </p>
<h2>Mendorong percepatan pengesahan BRIN</h2>
<p>Wacana terbaru terkait pembentukan BRIN dari pemerintah adalah mendirikannya sebagai lembaga induk riset independen yang terpisah dari Kemenristek.</p>
<p>Menurut saya, memberikan BRIN otonomi sendiri sebagai payung berbagai lembaga riset bisa jadi pilihan yang baik karena koordinasi nasional dalam bidang penelitian dan pengembangan <a href="https://theconversation.com/bagaimana-bentuk-badan-riset-dan-inovasi-nasional-yang-efektif-dan-inovatif-125821">bisa menjadi lebih selaras</a>.</p>
<p>Namun, kita juga tidak boleh mengabaikan <a href="https://twitter.com/yanuarnugroho/status/1381304088021770240?s=20">kekhawatiran berbagai akademisi</a> tentang potensi pemusatan pembuatan kebijakan riset di BRIN setelah meleburnya Kemenristek ke Kemendikbud. Pemusatan ini memunculkan peluang penyelewengan kekuasaan apabila posisi BRIN sebagai pembuat kebijakan sekaligus pelaksana.</p>
<p>Yang jelas, berbagai perdebatan tersebut jangan sampai membuat perpres mengenai peresmian BRIN semakin tertunda.</p>
<p>Apabila memang perpres BRIN tertahan di salah satu kementerian, Jokowi dapat bertindak lebih tegas dengan memberi teguran keras terhadap bawahannya. Jokowi harus menegaskan kembali bahwa menteri hanyalah pembantu presiden yang tunduk pada visi dan misi presiden.</p>
<p>Impian pembentukan BRIN adalah mengkoordinasi riset yang dilakukan berbagai kementerian dan lembaga, baik di pusat dan daerah. </p>
<p>Tapi, dengan segala dilema yang saat ini muncul ke publik, impian untuk menyatukan visi riset yang sudah sejak lama ini nasibnya bisa semakin terkatung-katung.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/155569/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Antoni Putra tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meskipun sudah diwacanakan sejak 2019, Peraturan Presiden (Perpres) terkait struktur dan kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) masih belum jelas bahkan setelah hampir 2 tahun.Antoni Putra, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1411202020-06-19T12:56:36Z2020-06-19T12:56:36ZMemanfaatkan kekuatan universitas sebagai aktor baru dalam diplomasi global<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/342971/original/file-20200619-43196-25zf4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Universitas Gadjah Mada baru saja bergabung ke dalam daftar 300 universitas terbaik di dunia pada QS World Rankings tahun 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Meskipun selama ini menjadi <a href="https://dl1.cuni.cz/pluginfile.php/486328/mod_resource/content/0/Kenneth%20N.%20Waltz%20Theory%20of%20International%20Politics%20Addison-Wesley%20series%20in%20political%20science%20%20%20%201979.pdf">aktor utama dalam hubungan internasional</a>, negara kini mengalami berbagai tantangan dalam menghadapi isu kontemporer - seperti krisis iklim, pandemi, terorisme, hingga kesenjangan ekonomi - karena <a href="https://www.greeneconomycoalition.org/news-analysis/climate-change-and-corruption">seringkali tidak efisien atau bahkan korup</a>.</p>
<p>Hal ini berujung pada kemunculan sejumlah aktor non-negara. Misalnya, kelompok teroris seperti ISIS yang begitu mempengaruhi <a href="https://www.wilsoncenter.org/article/trump-administration-isis-al-qaeda">kebijakan luar negeri dari berbagai negara terkait terorisme</a>, atau aktor lain seperti grup musik K-Pop BTS yang berhasil diri mempengaruhi <a href="https://thediplomat.com/2019/03/bts-and-the-global-spread-of-korean-soft-power/">cara dunia melihat Korea Selatan sebagai negara</a>.</p>
<p>Universitas dan institusi pendidikan tinggi kini juga telah mulai <a href="http://www.rochelleterman.com/ir/sites/default/files/Barnett%20and%20Duvall%202005.pdf">mengambil alih peran negara</a> sebagai kekuatan yang dominan dalam menarik investasi asing - terutama terkait sumber daya manusia dan teknologi.</p>
<p>Manajemen pendidikan tinggi yang baik telah membantu berbagai negara - seperti <a href="https://www.topuniversities.com/student-info/university-news/how-much-do-international-students-bring-uk-economy">Inggris dan Cina</a>, misalnya - untuk meningkatkan profil internasional mereka dan menarik tidak hanya peneliti berbakat tapi juga triliunan rupiah ke ekonomi mereka.</p>
<p>Pasar pendidikan tinggi dunia sendiri sangatlah masif, dan terus berkembang. Pada tahun 2017, <a href="https://migrationdataportal.org/themes/international-students">lebih dari 5,3 juta</a> mahasiswa belajar di luar negara mereka, meningkat hampir tiga kali lipat dari 2 juta di tahun 2000an.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memahami-universitas-sebagai-ajang-pertempuran-ideologi-politik-104249">Memahami universitas sebagai ajang pertempuran ideologi politik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Memahami ‘<em>soft power</em>’ dari pendidikan tinggi</h2>
<p>Untuk menjelaskan potensi besar dari universitas, pertama kita harus memahami konsep “<em>soft power</em>” atau “kekuasaan lunak”.</p>
<p>Peneliti politik dari Harvard University, <a href="http://forum.mit.edu/articles/soft-power-and-higher-education/">Joseph Nye</a> mendefinisikannya sebagai kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan melalui daya tarik ketimbang menggunakan paksaan atau bayaran. Menurutnya, faktor yang menentukan daya tarik suatu negara mencakup budaya, ideologi politik dan kebijakan luar negeri.</p>
<p>Institusi pendidikan tinggi dapat menjadi instrumen diplomasi dengan membuat suatu negara atau budaya memiliki daya tarik yang tinggi melalui keunggulan intelektual.</p>
<p>Berdasarkan <a href="https://softpower30.com/wp-content/uploads/2019/10/The-Soft-Power-30-Report-2019-1.pdf">indeks ‘<em>Soft Power 30</em>’</a>, kuatnya pengaruh pendidikan tinggi suatu negara dinilai dari beberapa indikator: jumlah universitas top dunia, publikasi akademik, dan mahasiswa internasional di negara tersebut.</p>
<p>Negara dengan capaian yang baik pada indikator-indikator tersebut banyak yang kemudian memiliki pengaruh dan daya tarik global tinggi.</p>
<p>Misalnya, <a href="http://data.uis.unesco.org">UNESCO</a> melaporkan bahwa Inggris, Jerman, dan Cina termasuk di antara 10 negara destinasi utama untuk mahasiswa asing.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-korea-selatan-dan-taiwan-mengembangkan-ekonomi-mereka-dengan-cepat-sementara-malaysia-dan-indonesia-tertinggal-119775">Bagaimana Korea Selatan dan Taiwan mengembangkan ekonomi mereka dengan cepat, sementara Malaysia dan Indonesia tertinggal</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://www.researchgate.net/publication/327747453_Conceptualizing_Soft_Power_Conversion_Model_of_Higher_Education_Globalization_and_Universities_in_China_and_the_World">Sebuah riset tahun 2018</a> dari Indiana University, AS, menunjukkan bagaimana kebijakan pendidikan tinggi pemerintah Cina - termasuk menyediakan peluang pendidikan pada mahasiswa di negara berkembang hingga mendirikan institusi mitra di luar negeri - berhasil membantu menarik banyak talenta akademik ke sana.</p>
<p>Sementara itu di Inggris, mahasiswa internasional menyumbang <a href="https://www.topuniversities.com/student-info/university-news/how-much-do-international-students-bring-uk-economy">Rp 57 triliun pendapatan negara tersebut selama 10 tahun terakhir</a> melalui pajak penghasilan dan iuran jaminan sosial. Jumlah ini bahkan belum termasuk uang kuliah atau biaya visa kerja pasca kuliah.</p>
<p>Pasar yang ada ini tidak hanya bisa digunakan untuk mensubsidi mahasiswa dan riset domestik, tapi juga mendorong kolaborasi lintas budaya dan membantu menciptakan masyarakat yang lebih multikultural.</p>
<h2>Untuk meningkatkan ‘<em>soft power</em>’, perbanyak investasi riset global</h2>
<p>Dalam dua dekade terakhir, raksasa sains Asia Tenggara yakni Singapura mengarahkan pengembangan sistem pendidikan tingginya pada <a href="https://www.a-star.edu.sg/Collaborate/collaboration-models">kolaborasi riset internasional</a> serta <a href="https://www.scmp.com/tech/enterprises/article/3026044/creating-innovation-culture-singapores-not-so-secret-formula">pertukaran inovasi dan bisnis</a> secara intensif.</p>
<p>Misalnya, investasi Singapura pada riset dan pengembangan global meningkat sepuluh kali lipat dalam 25 tahun terakhir; pemerintah Singapura mengalokasikan lebih dari <a href="https://www.nrf.gov.sg/docs/default-source/default-document-library/rie2020-publication-(final-web).pdf">Rp 270 triliun</a> untuk rencana strategis mereka hingga tahun 2020.</p>
<p>Melalui <em>National Research Foundation (NRF)</em>, Singapura menawarkan berbagai hibah riset internasional, bahkan juga pendanaan antara perusahaan serta universitas Singapura dan ilmuwan asing - seperti melalui Dana Penyelarasan Industri (<a href="https://www.nrf.gov.sg/docs/default-source/default-document-library/rie2020-publication-(final-web).pdf"><em>Industry Alignment Fund</em></a>).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mencari-model-pendanaan-riset-yang-lebih-baik-bagi-indonesia-belajar-dari-singapura-122265">Mencari model pendanaan riset yang lebih baik bagi Indonesia: Belajar dari Singapura</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Hasilnya, Singapura menjadi satu-satunya negara Asia dalam <a href="https://www.topuniversities.com/university-rankings/world-university-rankings/2020">posisi 15 teratas di <em>World University Rankings</em></a> - sebuah ukuran penting untuk menentukan indeks ‘<em>Soft Power 30</em>’.</p>
<p>Namun, kisah yang berbeda terjadi pada negara tetangganya, Indonesia - negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.</p>
<p>Meskipun Indonesia memiliki <a href="https://www.share-asean.eu/sites/default/files/SHARE%20Infographic%20HE%20in%20ASEAN_Apr%202019.pdf">jumlah universitas terbanyak di Asia Tenggara</a>, <a href="http://dx.doi.org/10.1080/03050068.2015.1112566">minimnya kebebasan akademik</a> dan <a href="https://theconversation.com/moving-indonesian-research-forward-with-more-private-sector-support-lessons-from-germany-109382">tidak efektifnya kebijakan pendanaan riset</a> telah menghambat pendidikan tinggi di Indonesia selama beberapa dekade terakhir.</p>
<p>Berdasarkan <a href="http://uis.unesco.org/apps/visualisations/research-and-development-spending/">data UNESCO terkini</a>, Indonesia hanya mengalokasikan 0,24% dari Pendapatan Domestic Bruto (PDB) untuk riset dibanding Singapura dengan 2,2%.</p>
<p>Hal ini telah mengurangi ketertarikan dunia internasional untuk berkolaborasi dan berinvestasi terhadap institusi pendidikan tinggi di Indonesia.</p>
<p>Pada tahun 2017, rasio jumlah mahasiswa asing terhadap jumlah total mahasiswa yang terdaftar hanya 0,1%, <a href="https://wenr.wes.org/2019/03/education-in-indonesia-2#_ftn1">paling rendah dibanding negara lain di Asia Tenggara</a> yakni Singapura (27,2%), Malaysia (8%), Thailand (1,3%) dan bahkan Vietnam (0,24%).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/indonesia-ingin-jadi-no-1-di-asean-tapi-dalam-dunia-ilmu-pengetahuan-kolaborasi-lebih-penting-83984">Indonesia ingin jadi No. 1 di ASEAN, tapi dalam dunia ilmu pengetahuan kolaborasi lebih penting</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ini menunjukkan bahwa untuk mencapai pengaruh global atau bahkan memasuki indeks ‘<a href="https://softpower30.com/wp-content/uploads/2019/10/The-Soft-Power-30-Report-2019-1.pdf"><em>Soft Power 30</em></a>’ yang prestisius, penting bagi pemerintah untuk berinvestasi lebih pada kemampuan sektor pendidikan tinggi Indonesia untuk menarik minat publik internasional.</p>
<p><a href="http://aei.pitt.edu/63496/1/WP23-HigherEducation-EUSG.pdf">Sudah banyak riset</a> yang menunjukkan bahwa membuka kanal untuk kolaborasi riset global - melalui beasiswa atau dana hibah - dapat meningkatkan daya tarik suatu negara secara lebih besar ketimbang faktor-faktor pendidikan lainnya yang mempengaruhi <em>soft power</em>.</p>
<p>Apabila perubahan-perubahan ini tidak dilakukan, berbagai negara termasuk Indonesia akan tertinggal dalam perlombaan untuk mendayagunakan institusi pendidikan tinggi sebagai kekuatan untuk diplomasi global.</p>
<hr>
<p><em>CATATAN EDITOR: Kami melakukan koreksi terhadap versi sebelumnya yang salah menyebutkan jumlah mahasiswa asing di Indonesia.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/141120/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ayu Anastasya Rachman adalah Kepala Kantor Urusan Internasional, Universitas Bina Mandiri Gorontalo.</span></em></p>Institusi pendidikan tinggi kini telah mulai mengambil alih peran negara sebagai kekuatan yang dominan dalam menarik investasi asing - terutama terkait sumber daya manusia dan teknologi.Ayu Anastasya Rachman, PhD Student in International Relations, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1294552020-01-09T01:45:14Z2020-01-09T01:45:14ZIni desain dan prinsip pengelolaan Dana Abadi Penelitian agar efektif dan berdampak optimal<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/308999/original/file-20200108-107209-b5vsar.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/experimentation-creative-thinking-ideas-research-development-447354073">Abyrvalg00/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Berkaca dari kesuksesan pengelolaan <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4043809/dana-abadi-pendidikan-bakal-capai-rp-56-triliun">Dana Abadi Pendidikan</a>, pemerintah mulai mengalokasikan <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/14/110000326/sri-mulyani-alokasi-dana-abadi-penelitian-rp-1-triliun-pada-2019">dana Rp1 triliun tahun lalu</a> dan tahun ini <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/tahun-depan-ada-dana-abadi-kebudayaan-dan-perguruan-tinggi-untuk-apa-saja">Rp5 triliun untuk Dana Abadi Penelitian</a>. Dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, diperkirakan dana ini <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-targetkan-dana-abadi-riset-mencapai-rp-50-triliun-lima-tahun-mendatang?page=all">bisa bertambah hingga puluhan triliun</a>. </p>
<p>Selain dana yang menjanjikan itu, kini Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) sedang menyusun struktur organisasi dan tata kerja Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Keputusan Presiden Joko Widodo <a href="https://www.gatra.com/detail/news/453142/milenial/ini-alasan-pendidikan-tinggi-kembali-masuk-kemendikbud">melepaskan urusan pendidikan tinggi dari Kementerian Riset dan Teknologi</a> dalam kabinet baru membawa harapan makin fokusnya pengembangan riset ke depan. Keberadaan BRIN yang disatukan dalam Kementerian Riset diharapkan mampu mengkoordinasi dan memfasilitasi riset dan inovasi secara efektif dari hulu hingga hilir. </p>
<p>Kini para peneliti berharap pendanaan penelitian di Indonesia lebih meningkat dan efektif dengan dibentuknya Dana Abadi Penelitian tersebut. Supaya efektif, pemerintah perlu memisahkan tiga proses bisnis pengelolaan dana dan mempertimbangkan delapan prinsip manajemen dana riset tersebut, yang saya bahas di bawah ini.</p>
<h2>Bedakan proses bisnis dan teknis</h2>
<p>Pengelolaan <a href="https://theconversation.com/bagaimana-skema-pengelolaan-dana-abadi-penelitian-yang-ideal-komunitas-peneliti-berpendapat-129082">Dana Abadi Penelitian</a> meliputi setidaknya tiga proses bisnis: (a) menginvestasikan dana abadi untuk menambah jumlahnya, (b) menetapkan prioritas riset yang didanai, (c) menyeleksi proposal dan menyalurkan dana riset kepada para peneliti.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-skema-pengelolaan-dana-abadi-penelitian-yang-ideal-komunitas-peneliti-berpendapat-129082">Bagaimana skema pengelolaan Dana Abadi Penelitian yang ideal? Komunitas peneliti berpendapat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ketiga proses bisnis tersebut memerlukan tiga kecakapan yang berbeda. Agar efektif, lembaga dan mekanisme untuk menjalankan masing-masing fungsi tersebut harus terpisah. </p>
<p><strong>1. “Membiakkan” dana</strong> </p>
<p>Fungsi pengelolaan investasi sebaiknya diserahkan pada suatu lembaga yang memiliki kecakapan “membiakkan” dana seperti dalam pengembangan <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-targetkan-imbal-hasil-dana-abadi-lpdp-capai-rp-45-triliun-tahun-depan?page=all">Dana Abadi Pendidikan</a> dan <a href="https://www.wartaekonomi.co.id/read232725/dana-kelolaan-capai-rp1123-triliun-bpkh-dapat-opini-wtp-dari-bpk.html">Dana Abadi Umat</a>.</p>
<p>Dana abadi yang telah dialokasi dari APBN, harus diinvestasikan dalam berbagai instrumen investasi yang menguntungkan. Hasil dari investasi itulah yang dipakai untuk mendanai riset sebagai hibah. Tugas ini bisa diberikan kepada lembaga khusus yang ditunjuk oleh pemerintah seperti halnya <a href="https://www.lpdp.kemenkeu.go.id/program/pengelolaan-dana/#1509433854441-c5f066db-d702">Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)</a> di bawah kendali Kementerian Keuangan. </p>
<p>Dalam konteks investasi, harus ada proyeksi kebutuhan pendanaan penelitian dan informasi jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Proyeksi disusun dalam kerangka sinergi dengan bentuk pendanaan dari sumber-sumber lain yang saling melengkapi seperti <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/tahun-depan-ada-dana-abadi-kebudayaan-dan-perguruan-tinggi-untuk-apa-saja">Dana Abadi Perguruan Tinggi</a> dan Dana Abadi Pendidikan, maupun sumber pendanaan APBN dan non-APBN. </p>
<p><strong>2. Menetapkan prioritas riset</strong> </p>
<p>Penetapan prioritas riset yang didanai perlu mempertimbangkan komposisi jenis-jenis riset. Misalnya seberapa besar komposisi antara pendanaan riset agenda nasional dan riset garda depan, antara riset <em>top-down</em> (yang ditetapkan oleh negara) dan <em>bottom-up</em> (yang muncul dari keinginan para peneliti), dan antara riset interdisiplin dan riset sektoral. </p>
<p>Hal yang tak kalah penting juga komposisi antara pendanaan penelitian dan pengembangan inovasi, serta komposisi antara pendanaan murni dari dana abadi dan pendanaan gabungan dari sumber lain dengan persentase tertentu yang perlu disepakati.</p>
<p>Kementerian Riset dan Teknologi bisa menjalankan fungsi ini dengan cara membuat regulasi dan menetapkan prioritas riset yang didanai.</p>
<p><strong>3. Menyeleksi proposal dan menyalurkan dana riset</strong></p>
<p>Pengelola dana hibah penelitian dari hasil investasi dan penyalur dana tersebut sebaiknya dipisah dari pengelola investasi. </p>
<p>Selain menyalurkan dana riset ke para peneliti, mandat penyalur dana riset juga perlu mencakup tanggung jawab substansi (penilaian proposal, seleksi, monitoring dan evaluasi riset) dan tanggung jawab administratif (penyaluran dana hibah dan pertanggungjawaban administrasi keuangan), serta tanggung jawab evaluasi dampak dari pendanaan penelitian.</p>
<p>Di bawah administrasi pemerintahan yang baru ini, Kemenristek/BRIN dapat menjadi pilihan untuk melaksanakan fungsi menyeleksi proposal sekaligus menyalurkan dana ke para peneliti. Namun, di negara-negara berpendapatan tinggi seperti Amerika dan Eropa, peran penyaluran pendanaan termasuk penyeleksian proposal umumnya diserahkan kepada satu atau beberapa lembaga pengelola dana independen di luar kementerian. Pemisahan dalam konteks negara maju itu akan membuat proses seleksi lebih transparan dan independen karena tidak melibatkan pembuat regulasi (pemerintah) tapi melibatkan komunitas ilmiah.</p>
<p>Dalam konteks Indonesia, lembaga seperti <a href="https://www.dipi.id">Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) </a> yang dibentuk pada 2016, sebenarnya bisa menjadi pilihan sebagai penyalur dana riset. <a href="https://news.okezone.com/read/2016/08/04/65/1454744/467-peneliti-bersaing-raih-dana-riset-dipi">DIPI telah beroperasi sebagai lembaga pendanaan penelitian independen</a> yang berpengalaman dalam menerapkan proses ulasan sejawat (<em>peer review</em>) dalam <a href="https://aipi.or.id/frontend/news/read/424730475a516736">seleksi proposal riset berbasis kompetisi</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bukan-hanya-soal-anggaran-bagaimana-dana-riset-dibelanjakan-juga-penting-112873">Bukan (hanya) soal anggaran. Bagaimana dana riset dibelanjakan juga penting</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Prinsip dasar</h2>
<p>Lembaga pendanaan yang diberi kewenangan untuk mengelola hibah penelitian dari imbal Dana Abadi Penelitian juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip dasar. Ini untuk memastikan bahwa penyaluran dana hibah riset benar-benar efektif menghasilkan buah penelitian, inovasi dan hasil cipta yang akan berguna bagi rakyat Indonesia.</p>
<p>Prinsip pertama, independensi dalam kompetisi proposal riset yang akan didanai. Seleksi kompetitif berfokus pada proposal penelitian yang paling menarik, terbaik, dan memprioritaskan riset demi kemajuan nasional. “<a href="http://theconversation.com/uu-sisnas-iptek-baru-mengapa-semangat-indonesia-senada-dengan-peraturan-hungaria-yang-semi-otoriter-121242">Prinsip Haldane</a>,” yang diterima oleh komunitas riset global, menyerukan independensi dan otonomi keputusan penelitian dari unsur politik atau politikus. Ini berarti keputusan seleksi proposal riset sebaiknya diserahkan kepada komunitas riset itu sendiri.</p>
<p>Sistem seleksi proposal harus transparan dan akuntabel serta melalui proses ulasan sejawat, yang dapat memanfaatkan komunitas epistemik yaitu para ilmuwan, baik nasional maupun internasional. Pendapat pengulas sejawat ini akan dikumpulkan dan dianalisis oleh sebuah komite yang terdiri dari ilmuwan untuk memutuskan pemenang proposal. </p>
<p>Prinsip berikutnya, manajemen profesional. Pengelolaan lembaga pendanaan penelitian yang profesional memerlukan sumber daya manusia yang cakap di bidang manajemen riset guna memastikan kualitas proses dan hasil riset memiliki dampak luas. Sistem seleksi proposal ditangani oleh SDM profesional yang bertindak sebagai manajer pendanaan riset dengan kapasitas manajemen penelitian. Manajer pendanaan riset berperan vital untuk memastikan bahwa pendanaan riset diberikan kepada pihak yang tepat.</p>
<p>Pengelolaan keuangan yang fleksibel dan bersifat tahun jamak (<em>multi-years</em>) merupakan prinsip selanjutnya. Dana riset sebaiknya tidak terikat tahun anggaran pemerintah agar selaras dengan karakteristik riset yang membutuhkan fleksibilitas untuk memastikan kualitas penelitian yang dihasilkan. Ini untuk menjamin peneliti mendapat waktu sebanyak yang mereka butuhkan. Pengelolaan penyaluran pendanaan melalui lembaga independen seperti DIPI, yang bukan satuan kerja pemerintah, telah terbukti mampu melaksanakan prinsip ini.</p>
<p>Prinsip keempat adalah adanya dana yang mencukupi, dapat diprediksi, dan dapat berasal dari beberapa sumber pendanaan. Sumber pendanaan tidak hanya dari investasi dana abadi, tapi juga badan usaha (sektor swasta), dana internasional dan dana masyarakat (donasi filantropi). Hal ini akan memiliki implikasi pada bentuk kelembagaan yang tepat untuk pengelola penyaluran pendanaan, apakah badan layanan umum atau dana perwalian. </p>
<p>Keterbukaan dan transparansi dalam hal informasi dan pengambilan kebijakan untuk mendapatkan kepercayaan dari komunitas penelitian merupakan prinsip yang wajib ada. Transparan berarti pengelolaan dana bersifat akuntabel baik secara kelembagaan maupun proses pemilihan proposal hingga pemberian dana penelitian. Pemanfaatan komunitas para ahli dalam sistem seleksi proposal dan pelaksanaannya adalah suatu keniscayaan dalam pelaksanaan prinsip ini.</p>
<p>Prinsip lainnya adalah misi pendanaan penelitian harus jelas. Pendanaan penelitian nasional semestinya memiliki satu dari pilihan misi berikut: untuk (1) mencapai keunggulan ilmiah global; (2) meningkatkan daya saing nasional; (3) meningkatkan kesejahteraan manusia dan perlindungan terhadap lingkungan; atau (4) meningkatkan keamanan dan pertahanan.</p>
<p>Selain itu, akademisi secara global melihat perubahan paradigma dari penelitian tradisional ‘mode 1’ ke ‘mode 2’ yaitu <a href="http://www.oecd.org/innovation/policyplatform">penelitian yang relevan terhadap konteks transdisiplin, situasi sosial dan ekonomi yang lebih luas</a>. Penjabaran visi pendanaan secara jelas dan terukur juga akan membantu lembaga dalam menetapkan kekhususan dan mengembangkan keunggulan.</p>
<p>Terbuka bagi beragam pelaku riset merupakan prinsip penting berikutnya. Riset terpilih bisa dilaksanakan oleh lembaga penelitian mana pun, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Pemerintah perlu mendorong kolaborasi riset dengan industri dan peneliti internasional, lintas disiplin, dan memperluas jejaring antar lembaga.</p>
<p>Prinsip terakhir adalah keseimbangan pengalokasian pendanaan. Pemerintah harus memastikan penyediaan penelitian dasar yang diperlukan untuk inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu mengalokasikan lebih banyak dana pada riset dasar seperti dilakukan <a href="http://www.unesco.org/new/en/member-states/single-view/news/what_is_the_optimal_balance_between_basic_and_applied_resear/">negara berpendapatan tinggi</a>, dan memberikan kesempatan luas pada industri untuk mengambil porsi lebih besar pada pendanaan riset terapan. </p>
<p>Pada akhirnya, efektivitas pengelolaan Dana Abadi Penelitian merupakan syarat penting untuk menjamin supaya momentum baik pengembangan riset yang saat ini tersedia bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dengan demikian, tujuan pengembangan riset dan inovasi untuk mendorong kemajuan perekonomian nasional bisa terwujud.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129455/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Berry Juliandi merupakan Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).</span></em></p>Efektivitas pengelolaan Dana Abadi Penelitian merupakan syarat penting untuk menjamin supaya momentum baik pengembangan riset yang saat ini tersedia bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.Berry Juliandi, Lecturer in Biology, Head of Veterinary Stem Cells Laboratory (PPSHB-IPB), Chief Editor HAYATI Journal of Biosciences, General Secretary of Indonesia Young Academy of Sciences (ALMI), IPB UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1275142019-12-11T02:11:53Z2019-12-11T02:11:53ZDaya tarik riset eksotis di Indonesia bagi periset luar negeri dan pembelajaran bagi peneliti lokal<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/302875/original/file-20191121-524-1isstg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penduduk Bali menyaksikan adu ayam jago, Maret 2016.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1426325753?size=medium_jpg">Zahirul Alwan/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Indonesia merupakan laboratorium raksasa bagi keanekaragaman hayati dan sosial budaya yang menarik para peneliti global. Di negeri ini, mereka kerap mengeksplorasi topik-topik riset lapangan yang kurang diperhatikan oleh peneliti dalam negeri.</p>
<p>Data Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia menunjukkan kini makin banyak peneliti asing menjadikan Indonesia sebagai “objek” riset. Pada 2005, <a href="http://lipi.go.id/lipimedia/izin-penelitan-asing-meningkat/15081">izin riset yang dikeluarkan kementerian ini ada 208 judul</a>. Sepuluh tahun kemudian, izin serupa menjadi lebih dua kali lipat, mencapai 537 judul. </p>
<p>Sayangnya, seperti kata <a href="http://www.unpad.ac.id/2016/02/indonesia-surga-riset-tapi-jumlah-peneliti-masih-sedikit/">seorang peneliti Indonesia</a> bahwa yang memanfaatkan “surga” tempat riset tersebut itu bukan orang Indonesia. Padahal, beberapa riset orang asing di Indonesia melahirkan teori baru dan berkontribusi dalam perdebatan ilmiah global, bahkan ada yang mendapat <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2019/10/17/nobel-prize-sd-inpres-poverty-research-in-indonesia-and-women-in-economics.html">Hadiah Nobel bidang ekonomi</a>. </p>
<h2>Riset hewan eksotis dan manusia</h2>
<p>Salah satu jenis riset yang menarik peneliti asing adalah kegiatan sosial untuk mengisi waktu luang seperti adu <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-349-62965-7_10">ayam jago</a>, karapan sapi, balapan burung dara, dan adu bagong (babi hutan).</p>
<p>Mereka menganggap kegiatan-kegiatan ini eksotis dan menjadi bagian dari pesona Dunia Ketiga. Riset mereka di wilayah negeri ini kadang memunculkan teori baru dalam konteks interaksi manusia, masyarakat, dan hewan-hewan tersebut. </p>
<p>Antropolog kondang Amerika Serikat Clifford Geertz, misalnya, menjadi begitu kesohor karena berhasil menunjukkan adanya maskulinitas dan kepahlawanan orang-orang di balik <a href="https://www.scribd.com/document/68122987/Clifford-Geertz-Deep-Play-Notes-on-the-Balinese-Cockfight-1972">sabung ayam di Bali pada akhir 1950-an</a>. Belakangan, riset Geertz ini ditindaklanjuti oleh antropolog dari Universitas Stockholm <a href="http://www.spafajournal.org/index.php/spafa1991journal/article/view/82/73">John Lindquist</a> yang pada 2007 membandingkan studi mengenai adu ayam di Bali (oleh Geertz) dengan adu ayam di Kepulauan Riau. </p>
<p>Ada pula <a href="https://edepot.wur.nl/141509">peneliti dari Belanda, Marjon Schultinga,</a> yang mengaitkan perilaku impor sapi dari peternak di Madura dengan tradisi perlombaan karapan sapi. Ia menggambarkan bahwa tradisi karapan sapi memegang peranan besar untuk mendorong para peternak tersebut mengupayakan kawin silang dengan sapi impor pada hewan ternaknya. Peternak berharap mendapat pemasukan serta posisi sosial yang lebih baik di masyarakat setelah memenangkan kompetisi tersebut. </p>
<p>Hampir bersamaan dengan riset tradisi karapan sapi, <a href="https://epress.lib.uts.edu.au/journals/index.php/portal/article/view/4799">Leyla Stevens dari University of Technology Sydney</a>, Australia meneliti tentang ekspresi maskulinitas masyarakat Jawa dalam permainan balapan burung dara. Temuan ini diambil setelah dia meneliti kelompok pemuda di Yogyakarta yang melatih burung dara untuk balapan. Latar belakang sosial ekonomi kelas bawah disebutkan mendorong pemuda-pemuda tersebut untuk membuat pilihan adu burung dara sebagai ajang untuk menunjukkan sifat kelaki-lakian mereka.</p>
<p>Mereka membuktikan bahwa dalam ilmu sosial, penelitian yang langsung turun ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat sangat penting untuk memperkaya pengalaman peneliti. Pengalaman peneliti menjadi bagian dari kehidupan masyarakat akan memperkuat teori-teori sosial yang dikembangkan. </p>
<p>Mereka dapat melakukan riset dengan mengamati kegiatan sosial dan mendengarkan warna percakapan dan intonasi yang digunakan masyarakat dalam kesehariannya. Pengamatan tersebut juga mendorong peneliti untuk merasakan seperti apa peran mereka ketika menjadi bagian dari kegiatan masyarakat yang berlangsung. </p>
<p>Semua kegiatan masyarakat yang melibatkan mereka tersebut berlangsung tanpa rekayasa dan menjadi ladang pengetahuan untuk menggali kebudayaan Indonesia.</p>
<h2>Masalah desain riset dalam negeri</h2>
<p>Meskipun peneliti Indonesia berada di pusat laboratorium raksasa, hasil-hasil riset mereka kurang berkontribusi pada produksi penelitian ilmu sosial global karena adanya masalah desain riset dalam negeri.</p>
<p>Selama ini desain riset mereka hanya untuk kepentingan birokrasi yang berkuasa. </p>
<p>Ini belum termasuk masalah <a href="https://www.researchgate.net/publication/335104677_Getting_an_Indonesian_Research_Permit_and_Other_Catastrophes_Why_make_it_easy_when_you_can_make_it_hard_Part_One">panjang</a> dan <a href="https://almi.or.id/2019/09/11/perizinan-berbelit-dan-tumpang-tindih-masih-hantui-dunia-riset-ri/">ruwetnya</a> birokrasi yang harus ditempuh untuk dapat izin riset lapangan, termasuk pada isu-isu eksotis. </p>
<p>Sebuah <a href="https://cipg.or.id/riset-sosial-indonesia-tertinggal/">riset lapangan pada 2015 di lima universitas negeri di Indonesia</a> menguatkan hal tersebut. Selain terkotak kotak, riset lapangan tersebut menunjukkan peneliti juga tidak mempunyai rencana jangka panjang studi. Riset yang dilakukan banyak memiliki kemiripan dan cenderung menjadi rutinitas biasa, jangka pendek, praktis dan tidak menjawab persoalan utama di lapangan. Padahal, riset jangka panjang sangat dibutuhkan untuk menghasilkan terobosan dan solusi jangka panjang.</p>
<p>Ditambah dengan adanya <a href="https://theconversation.com/mencari-model-pendanaan-riset-yang-lebih-baik-bagi-indonesia-belajar-dari-singapura-122265">pendanaan yang terbatas</a>, banyak kegiatan penelitian pada akhirnya lebih fokus pada studi literatur, percobaan laboratorium, bongkar-pasang rumus, dan penelitian di kelas. </p>
<h2>Contoh riset eksotis yang bisa digarap</h2>
<p>Padahal ada banyak riset eksotis yang bisa digarap oleh peneliti Indonesia. </p>
<p>Pada 2007 saya terlibat dalam riset yang dilakukan <a href="http://cess.unpad.ac.id/tentang-kami/lembaga/sejarah/">Lembaga Penelitian Ekologi Universitas Padjadjaran</a> dalam pemetaan sosial pada masyarakat sekitar yang tinggal di daerah sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap Chevron di tiga kabupaten (Sukabumi, Bogor, dan Garut). </p>
<p>Ketika di lapangan untuk riset ini, saya bertemu tiga generasi pemburu babi hutan.</p>
<p>Selama proses riset tersebut, saya menemukan bahwa penelitian mengenai berburu babi hutan merupakan contoh penelitian yang eksotis dan memberikan banyak perspektif baru bagi ilmu sosial. Meski mata pencaharian utama mereka adalah bertani dan berkebun, kegiatan memburu babi hutan dan melatih anjing-anjing pemburu babi hutan juga merupakan fokus utama mereka.</p>
<p>Hasil dari penjualan anjing-anjing terlatih ini kadang memberikan pemasukan lebih besar daripada penjualan hasil bumi. Tak hanya melatih anjing, klan pemburu babi hutan juga menyilangkan keturunan beberapa jenis anjing yang dilatih untuk mendapat keturunan anjing yang tangguh saat saat berhadapan dengan babi hutan. </p>
<p>Riset sejenis juga pernah dilakukan oleh <a href="https://journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/1037/866">Zainal Arifin dari Universitas Andalas< Sumatra Barat pada 2009-2012</a>. Risetnya menunjukkan bagaimana berburu babi dijadikan sebagai media politik identitas bagi laki-laki Minangkabau dalam mengukuhkan dan memperkuat identitas mereka di tengah dominasi matriarkat masyarakat Minangkabau. </p>
<p>Keberhasilan dalam berburu (yang kadang hasil buruannya ditinggalkan sekarat di hutan) untuk menunjukkan sifat kelaki-lakian yang kuat kepada anggota masyarakat yang ikut perburuan. </p>
<p>Lalu juga ada <a href="http://hubsasia.ui.ac.id/old/index.php/hubsasia/article/view/664">hasil riset Pattiselanno dan Mentansan dari Universitas Negeri Papua pada 2009-2010</a> yang menunjukkan praktik kearifan tradisional Suku Maybrat Papua seperti penggunaan alat buru, tempat berburu, dan jenis satwa yang diburu, yang secara tidak langsung memberikan dampak positif dalam mendukung upaya pelestarian satwa di Sorong Selatan. Ada kepercayaan turun-temurun di masyarakat bahwa ada tempat tertentu di hutan yang bersifat sakral, sehingga kegiatan perburuan dilarang di sini.</p>
<p>Kegiatan berburu dilihat sebagai tambahan kegiatan ekonomi, bagian dari olah raga berburu, pengelolaan sumber daya makanan, dan perlawanan politik. </p>
<p>Dan Indonesia adalah surga riset semacam itu. </p>
<p>Ruang terbuka untuk peneliti bertemu dan berbagi ide penelitan tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk diciptakan. Baik itu dalam bentuk ruang digital ataupun tatap muka. Harapannya adalah tercipta koordinasi lebih baik untuk pengelola pendanaan riset agar peneliti dapat menjelajahi lebih luas taman firdaus tersebut. </p>
<p>Agar peneliti lokal, seperti periset global, punya kesempatan mengeksplorasi laboratorium raksasa dari ujung timur hingga barat Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/127514/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ari Zulkarnaen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Riset mengenai berburu babi hutan merupakan contoh penelitian yang eksotis dan memberikan banyak perspektif baru bagi ilmu sosial.Ari Zulkarnaen, Lecturer, London School of Public Relation (LSPR) JakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1258212019-11-02T02:27:38Z2019-11-02T02:27:38ZBagaimana bentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional yang efektif dan inovatif?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/299428/original/file-20191030-17901-1vodx8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU3MjQ1NTk0MSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTUwMTM2NTQ3OSIsImsiOiJwaG90by8xNTAxMzY1NDc5L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIkZ3OEZ1S1JPOGlOVmpGUCtrQVV5M2t2VTVsTSJd%2Fshutterstock_1501365479.jpg&pi=33421636&m=1501365479&src=xhMbwQuld7480SwnkMgf4Q-1-98">Metamorworks/Shuttestock</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.bappenas.go.id/files/rpjmn/Narasi%20RPJMN%20IV%202020-2024_Revisi%2014%20Agustus%202019.pdf">Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024</a> secara eksplisit menekankan keharusan usaha untuk mentransformasi perekonomian Indonesia menjadi perekonomian negara maju yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.</p>
<p>Periode kedua pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo berusaha mewujudkan rencana tersebut dengan menyatukan kendali atas Kementerian Riset dan Teknologi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di bawah <a href="https://kabar24.bisnis.com/read/20191023/15/1162358/jejak-karir-menristek-dan-kepala-badan-riset-inovasi-bambang-brodjonegoro-">Menteri Bambang Brodjonegoro</a>.</p>
<p>RPJMN disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ketika Bambang Brodjonegoro masih menjadi Menteri Bappenas dalam periode pertama kabinet Jokowi. Kini dia tidak lagi perencana, tapi eksekutor. </p>
<p>Dalam tiga bulan ke depan, Menteri Bambang akan <a href="https://www.antaranews.com/berita/1128332/3-bulan-menristek-bambang-formulasikan-brin">memformulasikan bentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional</a>, sebuah badan yang mengintegrasikan riset dari hulu sampai hilir, yang sebelumnya tersebar di berbagai kementerian dan <a href="https://ristekdikti.go.id/kabar/capaian-4-tahun-lpnk-di-bawah-koordinasi-kemenristekdikti/">lembaga riset pemerintah non-kementerian</a> seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Penelitian (BPPT).</p>
<p>Bentuk kelembagaan dan fungsi spesifik dari badan ini, yang dibentuk berdasarkan <a href="https://penelitian.ugm.ac.id/2019/08/21/undang-undang-no-11-tahun-2019-tentang-sistem-nasional-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi/">Undang-Undang No 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek)</a>, akan mempengaruhi kinerjanya dalam mendorong kemajuan riset. </p>
<p>Terkait pembentukan BRIN, <a href="https://almi.or.id/tentang-almi/struktur-organisasi/">Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI)</a>, yang dibentuk oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) 2016, tahun lalu <a href="https://www.aipi.or.id/assets/pdf/pdf_file/ALMI_Masukan_RUU_Sisnas_Iptek_Final.pdf">menyarankan kepada pemerintah dan DPR dalam pembahasan rancangan UU Sisnas Iptek agar lebih mengutamakan penguatan lembaga iptek yang telah ada</a> dan menyerahkan wewenang koordinasi kepada lembaga tersebut. Namun dalam proses penyusunan RUU tersebut, pemerintah dan parlemen memutuskan membentuk lembaga baru: BRIN.</p>
<p>Ada dua bentuk kelembagaan yang bisa diadopsi BRIN, namun masing-masing memiliki kelemahannya. </p>
<h2>Pilihan kelembagaan</h2>
<p>Proses pembentukan BRIN perlu memperhatikan beberapa prinsip dasar untuk memastikan lembaga baru ini mampu melaksanakan fungsinya secara efektif. Prinsip dasar yang paling penting adalah BRIN harus memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan riset baik yang dilakukan oleh lembaga non-pemerintah maupun yang di bawah kementerian dan lembaga pemerintah lainnya. Khusus untuk fungsi koordinasi lembaga pemerintah, BRIN perlu memiliki kewenangan memastikan jumlah pagu anggaran dan kesesuaian penelitian dan pengembangan dengan rencana induk pemajuan iptek nasional.</p>
<p>Sejauh ini ada dua pilihan utama untuk bentuk kelembagaan BRIN yang sempat mengemuka pada berbagai forum diskusi pemangku kepentingan iptek dan inovasi.</p>
<p><em>Pertama</em>, menggabungkan BRIN dengan kementerian yang mengurus riset dan teknologi, dan menjadikan lembaga baru ini semacam Kemenristek/BRIN. Unit lembaga penelitian dan pengembangan kementerian dan lembaga penelitian pemerintah lainnya akan memiliki struktur yang sama seperti saat ini, dengan Kemenristek/BRIN sebagai koordinator. </p>
<p>Bentuk Kemenristek/BRIN akan memungkinkan lembaga ini untuk berperan sebagai regulator dan koordinator. Model kelembagaan seperti ini juga akan memiliki kewenangan memastikan kesesuaian pagu definitif penelitian dan dengan demikian memastikan keselarasan kegiatan penelitian di kementerian dan lembaga lain dengan agenda nasional. Hal ini cukup berat karena lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) di setiap kementerian tentu masih memiliki agenda-agenda sektoral yang selama ini diamanatkan juga oleh negara dan belum tentu selaras dengan apa yang akan ditetapkan oleh Kemenristek/BRIN. </p>
<p>Kekurangan lain dari bentuk ini adalah masih tersimpannya potensi kesulitan koordinasi karena lembaga litbang masih berinduk utama ke kementerian masing-masing sehingga diperlukan peraturan atau struktur yang mengikat agar mereka mematuhi arahan koordinasi dari Kemenristek/BRIN.</p>
<p><em>Kedua</em>, membentuk BRIN sebagai badan baru dan melebur semua unit litbang kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang mengelola riset dan teknologi ke dalam lembaga tersebut. Bentuk ini membuat koordinasi menjadi lebih mudah karena semua kegiatan litbang dan strukturnya akan menginduk kepada satu kementerian sehingga pelaksanaan agenda nasional dalam bidang litbang akan berjalan selaras dan lancar. </p>
<p>Namun, bentuk BRIN yang berdiri sendiri ini tidak memungkinkannya mengatur anggaran penelitian kementerian dan lembaga lain, sehingga dapat berpotensi mempersulit kemampuannya mengkoordinasi berbagai sumber daya yang berada di luar kewenangannya. Peleburan unit-unit litbang dan lembaga riset pemerintah non-kementerian juga berpotensi menciptakan proses transisi yang rumit, terkait dengan pemindahan pegawai dan aset negara serta isu-isu yang terkait dengan peleburan budaya organisasi. </p>
<p>Untuk kondisi Indonesia saat ini yang harus berkonsentrasi pada kesinambungan jalannya pemerintahan dan bukan pada upaya restrukturisasi yang mungkin akan banyak menghabiskan waktu dan sumber daya strategis, maka pilihan pertama adalah yang paling ideal untuk dilaksanakan pada saat ini. </p>
<p>Dalam pembangunan ekosistem iptek nasional, Indonesia melalui <a href="https://penelitian.ugm.ac.id/2019/08/21/undang-undang-no-11-tahun-2019-tentang-sistem-nasional-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi/">UU Sisnas Iptek</a> telah mengambil langkah tepat khususnya dalam dua hal: pembentukan BRIN yang berfungsi untuk mengkoordinasi kegiatan penelitian nasional dan pengembangan sistem pendanaan penelitian yang efektif. Langkah-langkah ini selaras dengan praktik internasional, khususnya di negara-negara maju yang berbasis iptek seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. </p>
<h2>Sistem Pendanaan</h2>
<p>Pembentukan BRIN tidak bisa dipisahkan dari pembangunan sistem pendanaan penelitian. Dalam hal ini, kini ada kesempatan besar untuk memperbaiki sistem pendanaan penelitian yang saat ini telah menjadi norma di Indonesia. </p>
<p>Jika melihat praktik internasional, pendanaan penelitian yang efektif memiliki dua fitur utama: <em>pertama</em>, penyaluran pendanaan selalu berbasis kompetisi dengan memanfaatkan proses <em>peer review</em>; <em>kedua</em>, adanya pengakuan bahwa penelitian dan pengembangan tidak mungkin hanya dilakukan dalam kurun waktu singkat. Oleh karena itu pendanaan tahun jamak (<em>multi years</em>) selalu menjadi pilihan untuk mendukung riset.</p>
<p>Selain itu, pengelolaan Dana Abadi Penelitian perlu memisahkan fungsi “manajemen investasi” dan “penyaluran dana penelitian.” Fungsi pertama dapat dimainkan oleh Kementerian Keuangan atau diserahkan ke badan profesional. </p>
<p>Fungsi kedua perlu diserahkan ke lembaga yang memiliki kapasitas untuk menyalurkan dana penelitian yang berbasis kompetisi dan proses <em>peer review</em>, di bawah koordinasi BRIN. Untuk tujuan terakhir tersebut, BRIN dapat bermitra dengan kelembagaan pemerintah yang memang sudah memiliki kapasitas tersebut, seperti<a href="https://www.dipi.id"> Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI)</a>.</p>
<h2>Optimalkan dampak riset</h2>
<p>Sebagai negara berpendapatan menengah bawah dan salah satu negara dengan aktivitas perekonomian terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju dalam waktu singkat. </p>
<p>Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat stabil pada kisaran rata-rata 5,7% per tahun, maka pada 2020 posisi Indonesia diprediksi dapat meningkat ke negara berpendapatan menengah atas dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190108150234-532-359304/indonesia-butuh-17-tahun-lagi-jadi-negara-maju">menjadi negara maju pada 2036</a>. </p>
<p>Namun demikian, dengan persaingan dalam era Industri 4.0 yang sangat berat dan pertumbuhan ekonomi saat ini yang masih di kisaran 5%, potensi yang dimiliki Indonesia ini akan sangat sulit direalisasikan seandainya negara ini terus tertinggal di satu area kunci untuk kemajuannya: pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.</p>
<p>Kini kita perlu memastikan bahwa implementasi regulasi dan pembentukan badan baru tersebut mampu mendorong terbentuknya ekosistem iptek di Indonesia yang menunjang segala kegiatan penelitian dan pemanfaatan hasil inovasi. Dampaknya akhirnya yang diharapkan adalah ekonomi tumbuh dengan cepat berlandaskan hasil riset dan inovasi teknologi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/125821/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Berry Juliandi merupakan Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).</span></em></p>Indonesia telah mengambil langkah tepat khususnya dalam dua hal: pembentukan badan yang berfungsi untuk mengoordinasi penelitian nasional dan pengembangan sistem pendanaan penelitian yang efektif.Berry Juliandi, Lecturer in Biology, Head of Veterinary Stem Cells Laboratory (PPSHB-IPB), IPB UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1247022019-10-08T05:22:06Z2019-10-08T05:22:06ZRiset yang mendapatkan dana dari industri mengaburkan kebenaran. Ini penjelasan ahli<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/295672/original/file-20191005-118260-lb6pw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini merupakan bagian dari serial <a href="https://theconversation.com/uk/search?utf8=%E2%9C%93&q=Academic+Freedom">kebebasan akademisi</a> di mana para akademisi terkemuka dari seluruh bagian dunia dapat menulis tentang kondisi kebebasan berpendapat di daerah mereka masing-masing.</em></p>
<hr>
<p>Selama lebih dari dua dekade, terjadi peningkatan <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/article-abstract/2089358">jumlah pendanaan industri untuk penelitian medis</a> secara global, sementara dana dari pemerintah dan lembaga nirlaba justru menurun. Pada tahun 2011, pendanaan riset dari dunia industri sudah mencakup dua pertiga dari seluruh penelitian medis di seluruh dunia, dibandingkan dengan sumber publik. </p>
<p>Pendanaan penelitian dari sektor <a href="https://www.chronicle.com/article/As-Beef-Cattle-Become/131480">industri lain juga meningkat</a>, termasuk dari industri makanan dan minuman, kimia, pertambangan, komputer, dan perusahaan telpon
genggam. Hal ini berujung kepada terancamnya kebebasan para akademisi. </p>
<h2>Sponsor berasal industri akan menekan hasil riset</h2>
<p>Seorang akademisi muda baru-baru ini meminta saran kepada saya mengenai penelitiannya yang didanai oleh industri. </p>
<p>Berdasarkan kontrak – yang ditandatangani oleh pembimbingnya – ia tidak dapat mempublikasikan hasil uji klinis dari penelitiannya. </p>
<p>Seorang peneliti lain lagi, mahasiswa program doktoral, meminta bantuan untuk disertasi yang sedang dilakukannya. Penelitian yang ia lakukan ternyata berada di bawah perjanjian pendanaan yang dilakukan oleh pembimbing disertasi dengan sebuah perusahaan. </p>
<p>Perjanjian tersebut mencegah publikasi setiap penelitian yang dianggap <em>commercial-in-confidence</em> (dianggap akan merugikan secara komersial) bagi penyandang dana. Artinya, mahasiswa tersebut tidak diperbolehkan untuk memasukkan makalah yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan disertasi. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/influential-doctors-arent-disclosing-their-drug-company-ties-110888">Influential doctors aren't disclosing their drug company ties</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Saya sering mendapati cerita yang serupa dan mereka memiliki kesamaan, yaitu publikasi yang diblokir karena menempatkan produk-produk perusahaan pada posisi yang tidak menguntungkan. </p>
<p>Walau hak untuk publikasi riset adalah kebebasan akademis, tapi kontrak penelitian <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0203179">sering menyertakan pasal-pasal</a> yang menyerahkan keputusan final untuk publikasi berada di tangan para sponsor. </p>
<p>Para peneliti muda rentan akan pembatasan publikasi semacam ini, yaitu penelitian yang didanai oleh perusahaan. </p>
<p>Publikasi terhadap penelitian sangat penting bagi karier mereka, namun pembimbing dapat mengontrol hubungan tersebut dengan industri. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/282807/original/file-20190705-51268-1rmuw22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sebuah penelitian menemukan bahwa obat generik memiliki kualitas yang sama dengan obat bermerek, yang menyebabkan perusahaan obat berusaha keras untuk menekan temuan tersebut.</span>
<span class="attribution"><span class="source">dari shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tidak hanya peneliti muda, peneliti senior juga rentan terhadap industri yang menekan penelitian mereka. </p>
<p>Pada tahun 1980-an, sebuah <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/article-abstract/415402">perusahaan farmasi mendanai</a> peneliti untuk membandingkan obat tiroid dari perusahaan tersebut dengan obat generik. Hasilnya, ia menemukan bahwa obat generik memiliki kualitas sama baiknya dengan obat farmasi. </p>
<p>Sponsor penelitian tersebut berusaha keras untuk menghentikan publikasi dari penelitian tersebut, termasuk mengambil tindakan hukum terhadap peneliti dan universitas.</p>
<p>Selanjutnya, ada juga faktor pengawasan yang lemah dari institusi. </p>
<p>Sebuah <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0203179">studi tahun 2018 menemukan bahwa</a> hanya sepertiga dari 127 institusi akademis di AS yang mewajibkan fakultas mereka untuk menyerahkan perjanjian konsultasi penelitian untuk ditinjau oleh institusi. </p>
<p>Sebanyak 35% institusi akademis berpikir tidak perlu meninjau ulang perjanjian tersebut. Ketika meninjau perjanjian, hanya 23% institusi akademis yang melihat pada hak-hak publikasi. Dan, hanya 19% yang melihat persyaratan soal kerahasiaan yang tidak sepatutnya, seperti melarang segala komunikasi tentang penelitian tersebut. </p>
<h2>Industri mempromosikan fakta yang dimanipulasi</h2>
<p>Definisi kebebasan akademik bermuara pada kebebasan penyelidikan, investigasi, penelitian, ekspresi dan publikasi (atau diseminasi).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/freedom-of-speech-a-history-from-the-forbidden-fruit-to-facebook-119597">Freedom of speech: a history from the forbidden fruit to Facebook</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dokumen internal dari industri yang diperoleh melalui litigasi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23432773">memperlihatkan</a> banyaknyanya sponsor dari sektor dari industri yang memengaruhi rencana dan pelaksanaan penelitian, serta <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28207928">publikasi penelitian yang parsial</a>, hanya temuan yang menguntungkan bagi mereka yang dipublikasikan.</p>
<p>Sebagai contoh, sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1124865/">studi di Jepang</a> di tahun 1981 menunjukkan relasi antara perokok pasif dan kanker paru-paru. </p>
<p>Penelitian tersebut menunjukkan bahwa istri dari perokok berat memiliki risiko dua kali lipat terkena kanker paru-paru daripada istri non-perokok. Risiko juga berkaitan dengan dosis.</p>
<p>Hal ini membuat perusahaan tembakau <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1124865/">mendanai penelitian</a> yang menyangkal temuan tersebut. </p>
<p>Perusahaan tembakau terlibat langsung dalam setiap tahapan penelitian tersebut, namun berhasil menyembunyikan keterlibatan mereka selama puluhan tahun. </p>
<p>Mereka membingkai pertanyaan penelitian, merancang penelitian, mengumpulkan dan menyediakan data, dan menulis publikasi akhir.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/282805/original/file-20190705-51312-1en5hh2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Perusahaan tembakau membuat studi mereka sendiri untuk menyangkal temuan tentang bahaya perokok pasif.</span>
<span class="attribution"><span class="source">dari shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Publikasi akhir dari perusahaan inilah yang digunakan sebagai “bukti” bahwa merokok tembakau tidaklah berbahaya. Kesimpulan yang diambil adalah tidak ada bukti langsung yang membuktikan bahwa paparan perokok pasif meningkatkan risiko kanker paru-paru. </p>
<p>Industri tembakau berbondong-bondong <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8543375">mengutip peneltian tersebut</a> di pemerintahan dan dokumen regulasi untuk membantah data independent yang menunjukan bahaya dari perokok pasif. </p>
<h2>Sponsor dari industri memengaruhi agenda penelitian</h2>
<p>Ancaman terbesar bagi kebebasan akademis adalah pengaruh yang dimiliki oleh sponsor dari industri pada tahap pertama proses penelitian, yaitu menetapkan agenda penelitian. </p>
<p>Artinya, industri memiliki kontrol atas pertanyaan terhadap studi yang akan dilakukan. </p>
<p>Baru-baru ini, kami <a href="https://ajph.aphapublications.org/doi/10.2105/AJPH.2018.304677">menelaah kembali studi penelitian</a> yang melihat pengaruh korporasi pada agenda penelitian. </p>
<p>Kami menemukan pendanaan dari industri mendorong para peneliti untuk meneliti hal-hal yang bisa memaksimalkan manfaat dan meminimalkan bahaya pada produk mereka, mengalihkan perhatian dari penelitian independen yang tidak menguntungkan, menurunkan regulasi atas produk mereka, dan mendukung posisi hukum dan kebijakan mereka.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/282806/original/file-20190705-51288-oq97p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Industri gula mendanai peneliti universitas untuk menemukan bukti yang menyalahkan penyebab penyakit jantung dari gula menjadi lemak.</span>
<span class="attribution"><span class="source">dari shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Contoh lain yang berhubungan dengan tembakau, tiga perusahaan tembakau mendirikan dan mendanai <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8784687">Pusat Penelitian Udara Dalam Ruangan</a> yang akan melakukan penelitian untuk “mengalihkan perhatian” dari bukti-bukti bahaya bagi perokok pasif.</p>
<p>Sepanjang tahun 1990-an, pusat ini mendanai puluhan proyek penelitian yang mengatakan bahwa benda-benda, seperti karpet yang mengeluarkan <em>volatile organic compound</em> (VOC) atau gas ke udara (<em>off gas</em>) atau filter udara kotor, lebih berbahaya daripada tembakau.</p>
<p>Industri gula juga berusaha mengalihkan fokus dari bukti yang menunjukkan relasi antara gula dengan penyakit jantung.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27617709">Baru-baru ini terungkap bahwa</a> pada tahun 1960-an, industri gula membayar para ilmuwan dari Universitas Harvard untuk meminimalkan hubungan antara gula dan penyakit jantung dan mengalihkan kesalahan ke lemak sebagai penyebab penyakit jantung.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/essays-on-health-how-food-companies-can-sneak-bias-into-scientific-research-65873">Essays on health: how food companies can sneak bias into scientific research</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa rekomendasi diet saat ini sebagian besar dibentuk oleh industri gula. Dan, beberapa ahli telah mempertanyakan apakah informasi yang keliru tersebut dapat menyebabkan <a href="https://www.nytimes.com/2016/09/13/well/eat/how-the-sugar-industry-shifted-blame-to-fat.html?_r=0">krisis obesitas saat ini</a>.</p>
<p>Produk seperti Coca-Cola dan Mars juga <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/food-industry-sponsorship-of-academic-research-investigating-commercial-bias-in-the-research-agenda/A4D9C0DC429218D5EFDFBE80FAE5E087">mendanai penelitian universitas</a> terkait aktivitas fisik untuk mengalihkan perhatian adanya relasi produk mereka dengan obesitas.</p>
<h2>Bagaimana melindungi kebebasan akademik?</h2>
<p>Hubungan antara akademisi dan industri kini terus didorong dan pendanaan akan riset terus tumbuh, namun para akademisi harus berhati-hati terhadap ancaman kebebasan akademis yang dilakukan oleh dukungan industri. </p>
<p>Kebebasan akademis berarti pendanaan dari industri haruslah tanpa syarat. Peneliti sendiri yang bisa mempertimbangkan apakah dana dari industri berkontribusi bagi penemuan baru atau hanya mengakomodir agenda dari industri untuk meningkatkan keuntungan mereka semata. </p>
<p>Pemerintah atau konsorsium independen dari banyak penyandang dana, termasuk pemerintah dan industri, harus memastikan dukungan untuk penelitian bagi kebutuhan publik.</p>
<p>Ketika penelitian dibiayai oleh industri, maka pemberi dana tidak boleh ikut campur dalam menetapkan kerangka, kinerja penelitian, atau publikasi. </p>
<p>Banyak universitas telah memiliki dan menjalankan kebijakan yang mencegah hal tersebut, namun tidak berlaku universal. Ilmu pengetahuan yang terbuka, termasuk protokol publikasi dan data, dapat mengekspos campur tangan industri dalam penelitian.</p>
<p>Lebih lanjut, para peneliti tidak boleh menandatangani, atau membiarkan lembaga mereka menandatangani, perjanjian yang memberikan kekuatan pemberi dana untuk mencegah penyebaran temuan-temuan penelitian mereka. </p>
<p>Universitas dan jurnal ilmiah harus melindungi para peneliti baru dan mendukung semua akademisi dalam mencegah pengaruh industri dan menjaga kebebasan akademik.</p>
<hr>
<p><em>Artikel pertama dari serial kebebasan akademis dapat dibaca <a href="https://theconversation.com/academic-freedom-universities-must-take-a-stance-or-risk-becoming-complicit-with-chinese-government-interference-118001">di sini</a></em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/124702/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lisa Bero menerima dana dari National Health and Medical Research Council untuk meneliti bias dalam riset. Ia terlibat dengan sejumlah universitas, baik dalam komite nasional dan internasional, yang berkaitan dengan konflik kepentingan, relasi akademisi-industri, atau kebebasan akademis.
</span></em></p>Sebagian besar penelitian medis didanai oleh industri, Dan industri memberi tekanan pada peneliti, mulai dari membimbing pertanyaan penelitian hingga menekan temuan yang tidak menguntungkan.Lisa Bero, Chair professor, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1222652019-08-22T09:04:31Z2019-08-22T09:04:31ZMencari model pendanaan riset yang lebih baik bagi Indonesia: Belajar dari Singapura<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/289011/original/file-20190822-170918-bqlvip.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Nanyang Technological University</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Baru-baru ini pemerintah Indonesia mengumumkan upaya-upaya untuk memperbaiki sistem pendanaan riset di Indonesia.</p>
<p>Beberapa di antaranya adalah pengucuran <a href="https://regional.kompas.com/read/2019/01/06/08572021/mulai-2019-ada-dana-abadi-penelitian-nilainya-mencapai-rp-990-miliar">“Dana Abadi Riset”</a> dengan modal awal Rp 990 miliar, pemberian <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/07/09/jokowi-issues-regulation-on-tax-deductions-up-to-300-percent.html">keringanan pajak 300%</a> untuk perusahaan yang melakukan investasi dalam riset dan pengembangan, hingga rencana pembentukan sebuah <a href="https://news.detik.com/berita/d-4471731/maruf-janjikan-badan-riset-nasional-apa-bedanya-dengan-dewan-riset-nasional">“Badan Riset Nasional”</a> untuk mengkoordinir pendanaan riset di Indonesia.</p>
<p>Akademisi memperingatkan bahwa tanpa transparansi, akuntabilitas, dan kompetisi yang sehat, upaya-upaya tersebut akan berakhir sia-sia.</p>
<p>Pada tahun 2019, Indonesia menganggarkan Rp 35,7 triliun atau hanya sekitar <a href="http://uis.unesco.org/apps/visualisations/research-and-development-spending/">0,24% dari GDP</a> untuk riset. Dana ini tersebar di 45 kementerian dan lembaga. Selain itu, <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20190731130600-4-88853/sri-mulyani-buka-bukaan-soal-anggaran-riset-yang-cuma-rp-35-t">hanya 43,7% dari dana ini yang digunakan murni untuk riset</a>, sementara lainnya untuk membiayai operasional.</p>
<p>Dalam diskusi bertema “<em>Mencari Model Pengelolaan Dana dan Pengorganisasian Riset di Indonesia</em>” akhir bulan lalu di Jakarta, akademisi mengatakan Indonesia bisa belajar dari Singapura, yang sering dianggap sebagai negara dengan <a href="https://www.straitstimes.com/singapore/20-of-worlds-top-researchers-from-singapore">riset terbaik di Asia</a>, bagaimana cara mengelola pendanaan riset.</p>
<p>Singapura sendiri mengkoordinir pendanaan risetnya melalui suatu badan bernama <a href="https://www.nrf.gov.sg/about-nrf/national-research-foundation-singapore"><em>National Research Foundation</em></a> (NRF).</p>
<h2>Memperbaiki minimnya koordinasi</h2>
<p>Pada acara diskusi yang diselenggarakan oleh <a href="https://www.ksi-indonesia.org/en/home">Knowledge Sector Initiative (KSI)</a>, Katadata, dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tersebut, Yohanes Eko Riyanto, profesor di <em>Nanyang Technological University</em> (NTU) mengatakan bahwa, serupa dengan Indonesia, ekosistem riset di Singapura juga melibatkan berbagai kementerian dan lembaga pendanaan.</p>
<p>Meskipun demikian, pendanaan riset di Singapura terkoordinasi dengan sangat baik, dikomandoi oleh <a href="https://www.nrf.gov.sg/about-nrf/national-research-foundation-singapore"><em>National Research Foundation</em></a> (NRF).</p>
<p>Lembaga yang berada langsung di bawah kantor eksekutif Perdana Menteri ini menentukan prioritas riset nasional dan mengkoordinir berbagai lembaga pendanaan untuk memastikan tidak ada yang tumpang tindih.</p>
<p>“Rancangan lanskap riset di sini (Singapura) sangat jelas. Tidak ada banyak sekali lembaga yang bekerja sendiri-sendiri seperti di Indonesia,” katanya.</p>
<p>Sistem tersebut bekerja dengan baik. Singapura sangat produktif dalam menghasilkan riset dan inovasi yang berkualitas. Negara tersebut ada di peringkat ke-8 dalam <a href="https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_gii_2019.pdf">Indeks Inovasi Global tahun 2019</a>, mengalahkan raksasa Eropa, Jerman (peringkat ke-9).</p>
<p>Sementara itu, Indonesia menduduki peringkat ke-85, kalah dari Kenya (peringkat ke-77) dan Jamaica (peringkat ke-81).</p>
<h2>Prospek berdirinya “Badan Riset Nasional”</h2>
<p>Rencana pemerintah Indonesia untuk mendirikan <a href="https://setkab.go.id/en/govt-to-establish-national-research-agency/">Badan Riset Nasional</a>, yang dimandatkan dalam <a href="http://peraturan.go.id/peraturan/view.html?id=c7e94c63a2d0a9cc7f1f7c5e030b40ba">Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019</a> tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan pendanaan riset yang tidak efektif.</p>
<p>Riyanto mengatakan bahwa lembaga tersebut dapat menangani minimnya koordinasi pendanaan pada ekosistem riset Indonesia.</p>
<p>Namun, beliau menekankan bahwa Badan Riset Nasional hanya bisa bekerja dengan baik apabila dirancang sebagai lembaga independen yang menawarkan pendanaan secara transparan dan kompetitif.</p>
<p>“Di Singapura, proposal riset dievaluasi berdasarkan kriteria yang ketat seperti indikator keberhasilan proyek dan kontribusi untuk sains. NRF (<em>National Research Foundation</em>) kemudian mengundang para akademisi terbaik dunia untuk duduk di komite evaluasi. Artinya, semua proposal diseleksi dengan standar riset dunia,” katanya.</p>
<p>Peran dari Badan Riset Nasional <a href="https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/yNL7egaK-badan-riset-nasional-ditargetkan-berdiri-di-2020">masih diperdebatkan</a>. Beberapa akademisi telah menyampaikan kekhawatiran bahwa lembaga tersebut <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-019-01160-3">berpotensi memiliki kekuatan dan pengaruh politik yang berlebihan</a>.</p>
<p>Akademisi lain khawatir bahwa lembaga riset ini dapat berlaku bias dan menyalahgunakan kekuasaaannya untuk <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-019-01160-3">hanya mendanai riset yang disetujui oleh pemerintah</a>.</p>
<p>Teguh Dartanto, Kepala Departemen Ekonomi di Universitas Indonesia, mengatakan bahwa permasalahan riset di Indonesia sebagian besar terkait prosedur administratif yang rumit dan masa pendanaan riset yang singkat.</p>
<p>Menurutnya pendirian lembaga ini dapat membuat birokrasi pengelolaan dana riset jadi lebih efisien.</p>
<h2>Menghubungkan peneliti dengan industri</h2>
<p>Indonesia juga berencana untuk memberikan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/07/09/jokowi-issues-regulation-on-tax-deductions-up-to-300-percent.html">keringanan pajak hingga 300%</a> kepada perusahaan yang melakukan investasi terkait riset dan pengembangan. Riyanto mengatakan bahwa Indonesia dapat belajar dari Singapura dalam melibatkan sektor swasta agar mereka bersedia untuk semakin menambah dana untuk riset.</p>
<p>Pada tahun 2016, <em>National Research Foundation</em> mengumumkan bahwa <a href="https://www.nrf.gov.sg/docs/default-source/default-document-library/rie2020-publication-(final-web).pdf">pemerintah Singapura akan menyediakan S$ 19 miliar</a> (hampir Rp 200 triliun) untuk dana penelitian hingga 2020 sebagai bagian dari rencana riset lima-tahunan mereka.</p>
<p>Meskipun demikian, sumbangan dana terbesar berasal dari sektor swasta. Dari total 2,2% PDB Singapura yang disediakan untuk penelitian, <a href="https://www.businesstimes.com.sg/government-economy/three-areas-singled-out-for-bumped-up-rd-funding-after-govt-review">sektor swasta menyumbang lebih dari setengahnya</a> (sekitar 1,2% dari PDB).</p>
<p>Riyanto juga menekankan tentang pentingnya peran <a href="https://www.a-star.edu.sg/About-A-STAR/Overview"><em>Agency for Science, Technology, and Research</em></a> (A-STAR).</p>
<p>A-STAR secara struktural adalah bagian dari Kementerian Perdagangan Singapura, tetapi juga merupakan salah satu lembaga pendanaan riset terpenting yang berada di bawah koordinasi <em>National Research Foundation</em>. Lembaga ini punya peran unik untuk memimpin riset yang berorientasi pasar, dan menjembatani antara dunia akademik dengan sektor swasta.</p>
<p>Lembaga ini juga bekerjasama dengan pemerintah dan industri untuk menyediakan dana yang sangat besar untuk riset mutakhir, mulai dari bidang kesehatan hingga manufaktur.</p>
<p>Pada periode 2011-2015, A-STAR sendiri terlibat dalam 8.965 proyek swasta, sehingga menghasilkan pengeluaran riset <a href="https://www.businesstimes.com.sg/technology/astar-surpasses-5-year-targets-industry-rd-spend-exceeds-s16b">lebih dari US$ 1,15 miliar</a> (sekitar Rp 16 triliun).</p>
<p>Berbagai dana hibah juga <a href="https://www.a-star.edu.sg/Research/Funding-Opportunities/Overview">ditawarkan</a> untuk lembaga riset dan universitas, seperti NTU, secara kompetitif.</p>
<p>“Perusahaan-perusahaan besar seperti misalnya <a href="http://rrntucorplab.ntu.edu.sg/Pages/home.aspx">Rolls-Royce</a>, <a href="http://news.ntu.edu.sg/Pages/NewsDetail.aspx?URL=http://news.ntu.edu.sg/news/Pages/NR2013_Apr23.aspx&Guid=1fa0ec40-4ca4-4417-8040-b8859c87c1ed&Category=@ntu">BMW</a>, dan <a href="https://www.straitstimes.com/singapore/alibaba-group-opens-first-joint-research-institute-outside-china-with-ntu-to-study-ai">Alibaba</a>, bekerja sama dengan NTU untuk mendirikan laboratorium perusahaan. Apabila mereka menginvestasikan dana riset pada universitas, pemerintah melalui NRF juga akan menyuntikkan tambahan dana melalui program <a href="https://www.nrf.gov.sg/programmes/corporate-laboratories-in-universities">Laboratorium Perusahaan di Universitas</a> untuk semakin memperkuat kerjasama tersebut,” Riyanto menjelaskan.</p>
<p>Pada tahun 2017, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (RISTEK DIKTI) menyatakan bahwa sektor swasta baru menginvestasikan sekitar <a href="https://theconversation.com/indonesias-quest-for-innovations-requires-more-funding-from-private-sectors-113951">Rp 6 triliun</a> untuk riset. Jumlah ini setara dengan hanya 0,04% PDB Indonesia.</p>
<p>Para akademisi mengatakan bahwa minimnya keterlibatan industri, atau mungkin tidak adanya lembaga yang mendorong keterlibatan swasta dalam riset, mengakibatkan Indonesia <a href="https://theconversation.com/indonesias-quest-for-innovations-requires-more-funding-from-private-sectors-113951">melewatkan kesempatan menciptakan lapangan kerja yang masif</a> dan juga meningkatkan daya saing global.</p>
<hr>
<p><em>CATATAN EDITOR: Versi sebelumnya salah menyebutkan waktu penyelenggaraan diskusi. Kami telah melakukan koreksi dan menambahkan informasi nama acara dan penyelenggara.</em></p>
<hr><img src="https://counter.theconversation.com/content/122265/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Akademisi menyatakan bahwa Indonesia bisa banyak belajar dari Singapura, yang seringkali dianggap sebagai negara dengan daya riset terbaik di Asia, bagaimana cara mengelola pendanaan riset.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1128732019-03-07T09:42:18Z2019-03-07T09:42:18ZBukan (hanya) soal anggaran. Bagaimana dana riset dibelanjakan juga penting<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/261876/original/file-20190304-110137-12gdrjd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C2%2C924%2C611&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bagaimana memastikan dana riset yang ada mendorong riset unggul? </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Pendanaan riset sedang menjadi topik hangat di Indonesia. Baru-baru ini CEO Bukalapak, sebuah perusahaan e-commerce Indonesia, mengkritik <a href="https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-47249263">kurangnya investasi pemerintah dalam bidang riset dan pengembangan</a>, hingga dia diundang oleh Presiden Joko Widodo <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/02/16/11565301/bertemu-jokowi-ceo-bukalapak-achmad%20-zaky-meminta-maaf">ke Istana</a>.</p>
<p>Para pemimpin di Indonesia <a href="https://kompas.id/baca/utama/2019/02/20/membangun-ekosistem-riset-di-indonesia/">sadar</a> perlunya meningkatkan daya saing dalam penelitian. Presiden Joko Widodo telah secara terbuka mempertanyakan efektivitas <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180409171951-532-289503/jokowi-pertanyakan-penelitian-kl-yang-habiskan-rp249-t">pendanaan penelitian Indonesia</a>.</p>
<p>Sekitar 80% dari dana penelitian di Indonesia langsung masuk ke berbagai kementerian sebagai bagian dari alokasi anggaran rutin. Kurang dari setengahnya dihabiskan untuk kegiatan penelitian. Sisanya mencakup biaya gaji dan operasional, jasa iptek, pendidikan dan pelatihan, dan fasilitas penelitian.</p>
<p>Sekitar Rp2,4 triliun berada di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yang mengelola hibah penelitian kompetitif untuk universitas.</p>
<p>Indonesia memiliki Rencana Induk Riset Nasional, tapi rencana ini tidak menentukan prioritas pendanaan. Akibatnya, Indonesia tidak berinvestasi secara strategis dalam penelitian, atau membelanjakan dana yang ada secara efektif. </p>
<p>Saat ini para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang membahas rancangan undang-undang baru tentang sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi (<em>RUU Sisnas-Iptek</em>). Dan <a href="https://regional.kompas.com/read/2019/01/06/08572021/mulai-2019-ada-dana-abadi-penelitian-nilainya-mencapai-rp-990-miliar">pemerintah baru saja mengumumkan adanya dana abadi untuk penelitian</a> sebesar Rp990 miliar dalam anggaran 2019.</p>
<p>Besarnya alokasi dana untuk penelitian itu penting. Tak kalah penting adalah bagaimana membelanjakan dana itu agar mendorong inovasi dan penelitian yang unggul. </p>
<p>Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik menghadapi tantangan untuk mendorong penelitian kelas dunia dengan berbagai cara. Yang jelas, menerapkan beberapa prinsip utama–termasuk transparansi dan akuntabilitas, persaingan dan seleksi berbasis merit, dan kolaborasi dengan industri–dapat membantu memastikan investasi dalam riset dan pengembangan dihabiskan dengan bijak.</p>
<p>Pengalaman Australia baru-baru ini memberikan satu contoh bagaimana prinsip-prinsip ini telah diterapkan.</p>
<h2>Transparansi dan akuntabilitas</h2>
<p>Di Australia, terdapat tiga badan yang mengelola mayoritas dana penelitian: Dewan Riset Kesehatan dan Medis Nasional (<a href="https://nhmrc.gov.au/">National Health and Medical Research Council, NHMRC</a>), Dewan Penelitian Australia (<a href="https://www.arc.gov.au/">Australian Research Council, ARC</a>), dan <a href="https://www.industry.gov.au/strategies-for-the-future/innovation-and-science-australia">Innovation and Science Australia</a>. Sebagai badan independen, mereka diatur oleh perwakilan dari akademisi, pemerintah, dan bisnis.</p>
<p>Perubahan yang paling utama dalam sistem pendanaan riset di Australia dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin <a href="https://researchmanagement.org.au/">profesionalnya manajemen penelitian</a>. Semua badan penelitian pemerintah serta universitas yang intensif melakukan penelitian bergantung pada staf yang terampil dalam mengembangkan, menyaring, dan mengelola hibah penelitian.</p>
<p>Badan-badan penelitian ini memutuskan proposal penelitian mana yang akan menerima pendanaan berdasarkan kualitas dari proposal tersebut. Dan mereka melakukan ini secara terbuka dan transparan.</p>
<p>Semua proposal, setelah diajukan peneliti, ditinjau secara eksternal. Komentar pengulas biasanya dikirim ke pelamar untuk ditanggapi. Beberapa skema penelitian memiliki lapisan kedua peninjau ahli, dengan komite evaluasi yang diwakili pihak industri, pemerintah, dan universitas. </p>
<p>Meski para menteri memberikan persetujuan akhir untuk rekomendasi pendanaan, intervensi politik jarang terjadi. Jika terjadi, publik akan <a href="https://theconversation.com/simon-birminghams-intervention-in-research-funding-is-not-unpreback-but-dangerous-105737">protes dan mengutuk secara luas</a>.</p>
<p>Semua skema pendanaan menekankan integritas penelitian–ketepatan, kejujuran, obyektivitas dan kerahasiaan–dan mengandalkan universitas untuk memastikan etika penelitian terpenuhi. Sistem audit membantu memastikan proses seleksi lembaga penerima dana dapat dipertanggungjawabkan. </p>
<p>Dengan integritas dan keterbukaan ini, publik memiliki kepercayaan yang tinggi soal penggunaan dana penelitian. Dan karena hibah untuk penelitian sangat kompetitif, hibah ini membawa kebanggaan tersendiri bagi para peneliti dan lembaga yang mendapatkannya. </p>
<h2>Prioritas strategis</h2>
<p>Seperti banyak negara, Australia menyelaraskan sebagian dana penelitian kompetitifnya dengan prioritas penelitian nasional. NHMRC menjabarkan prioritas strategis dalam <a href="https://nhmrc.gov.au/about-us/publications/nhmrc-corporate-plan-2018-2019">rencana mereka</a>. Mereka juga mengundang proposal penelitian untuk <a href="https://nhmrc.gov.au/funding/find-funding/targeted-and-urgent-calls-research">area riset prioritas</a>.</p>
<p>Hibah ARC mendukung sembilan <a href="https://www.industry.gov.au/data-and-publications/science-and-research-priorities">Prioritas Sains dan Penelitian</a> Australia. Innovation and Science Australia dipandu oleh <a href="https://www.industry.gov.au/data-and-publications/australia-2030-prosperity-through-innovation">peta jalan nasional</a> untuk memperkuat kapasitas inovasi di Australia.</p>
<p>Prioritas-prioritas ini tidak dimaksudkan sebagai “daftar belanja” bidang studi tertentu: mereka adalah agenda penelitian yang dinamis, yang dikembangkan oleh komunitas peneliti yang mengidentifikasi tantangan kritis yang dihadapi Australia dan riset apa yang diperlukan untuk membantu mengatasinya.</p>
<h2>Keterlibatan industri</h2>
<p>Australia memiliki sejumlah skema pendanaan yang mendorong hubungan antara dunia riset dan industri. Hibah dari pemerintah lewat <a href="https://www.arc.gov.au/grants/linkage-program">ARC Linkage Program</a> mendorong kolaborasi yang fleksibel dan praktis antara universitas dan bisnis, pemerintah, organisasi masyarakat dan komunitas internasional.</p>
<p>Program <a href="https://www.industry.gov.au/funding-and-incentif/business-and-startups/cooperative-research-centres">Cooperative Research Centres</a> (CRC) mendukung program riset yang mengarah pada komersialisasi teknologi atau penemuan. Ini adalah hibah skala besar yang diberikan hingga 10 tahun. Pemerintah memberikan hibah sesuai dengan kontribusi dari sektor industri.</p>
<p>Keringanan pajak membantu menjadikan semua ini menarik bagi perusahaan. Di bawah <a href="https://www.ato.gov.au/Business/Research-and-development-tax-incentive/">skema insentif pajak riset dan pengembangan</a>, yang diperkenalkan pada 2012, perusahaan besar dapat mengklaim sampai 38,5% dari dana riset dan pengembangan mereka untuk mengurangi tagihan pajak mereka. Perusahaan kecil dapat mengklaim sampai 43,5% dana riset dan pengembangan sebagai pengembalian pajak.</p>
<h2>Solusi lokal</h2>
<p>Semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa upaya reformasi harus fokus memecahkan masalah yang ada pada konteks lokal dan membangun dari apa yang sudah ada.</p>
<p>Meski memiliki sektor universitas berkualitas tinggi, Australia dipaksa mengevaluasi kembali kebijakannya tentang penelitian dan inovasi ketika mendapatkan peringkat <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/sites/eco_surveys-aus-2017-7-en/index.html?itemId=/content/component/eco_surveys-aus-2017-7-en">terendah di antara negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam kolaborasi sektor penelitian dan industri</a>. Australia harus mengembangkan <a href="https://www.industry.gov.au/data-and-publications/national-innovation-and-science-agenda-report">langkah-langkah untuk mendorong kolaborasi</a>, termasuk insentif bagi para peneliti dan bisnis untuk bekerja bersama, dan meningkatkan investasi dalam infrastruktur penelitian.</p>
<p>Bagi Indonesia, tantangannya adalah bagaimana merancang infrastruktur penelitian yang sesuai dengan konteks lokal. Jika Indonesia ingin bergerak menuju ekonomi berbasis pengetahuan, maka Indonesia harus berinvestasi pada para peneliti terbaik Indonesia dan di bidang-bidang yang kemungkinan memiliki dividen intelektual dan praktis yang tinggi. </p>
<p>Untuk itu diperlukan lebih banyak infrastruktur intelektual: sistem manajemen penelitian yang dirancang seputar independensi, transparansi dan akuntabilitas, kualitas dan etika penelitian, dan profesionalisme. Menghubungkan ini dengan prioritas penelitian strategis yang dikembangkan dalam kolaborasi dengan akademisi, industri dan komunitas yang lebih luas akan membuat sistem riset menjadi lebih kuat.</p>
<p>Hambatan-hambatan utama untuk pengembangan kondisi penelitian Indonesia telah <a href="https://kompas.id/baca/opini/2019/01/28/membangun-ekosistem-penelitian-dan-inovasi/">dipahami dengan baik</a>. Dan pemerintah telah mengambil beberapa langkah penting. Yang dibutuhkan sekarang adalah beberapa pemimpin visioner untuk mewujudkan ide-ide ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/112873/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Knowledge Sector Initiative didanai oleh Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia dan dilaksanakan bermitra dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia. Program ini dikelola oleh RTI International berkolaborasi dengan Australian National University, Nossal Institute University of Melbourne, dan Overseas Development Institute. Namun opini dalam artikel ini tidak merepresentasikan pandangan pemerintah Australia atau Indonesia, RTI International atau mitra-mitranya. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Veronica Taylor dan Australian National University menerima dana sebagai mitra Knowledge Sector Initiative (KSI) sebuah program yang didanai Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia dan dilaksanakan bermitra dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia. Opini dalam artikel ini tidak merefleksikan pandangan pemerintah Australia atau Indonesia. </span></em></p>Besarnya alokasi dana untuk penelitian itu penting. Tak kalah penting adalah bagaimana membelanjakan dana itu agar mendorong inovasi dan penelitian yang unggul.Elisabeth Jackson, Knowledge Exchange and Learning Lead, Knowledge Sector Initiative, RTI InternationalVeronica Taylor, Professor of Law and Regulation, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/851842017-10-20T10:27:33Z2017-10-20T10:27:33ZSektor pengetahuan Indonesia mengejar ketinggalan tapi tetap ada ketimpangan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/190962/original/file-20171019-1066-ui4vf3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Dalam lima tahun terakhir, jumlah publikasi akademis dari Indonesia meningkat pesat.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Publikasi akademis adalah cerminan penting dari seberapa kuat suatu komunitas riset di sebuah negara. Komunitas riset yang kuat bisa menjadi pendorong inovasi dalam ekonomi. Riset juga merupakan landasan dari tersedianya bukti-bukti berkualitas untuk menjadi dasar pengambilan keputusan. </p>
<p>Indonesia, kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, mempunyai pengaruh ekonomi dan politik yang kuat di wilayah Asia-Pasifik. Indonesia mempunyai peluang untuk memberi sumbangan penting melalui riset akademis dan penyebaran ilmu pengetahuan yang bersumber dari universitas-universitas di Indonesia.</p>
<p>Dalam lima tahun terakhir, jumlah publikasi akademis dari Indonesia meningkat pesat. Jumlahnya naik sepuluh kali lipat, dengan pertumbuhan rata-rata 15% per tahun, tumbuh dari 538 pada 1996 menjadi 5.499 pada 2014. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/zkXLt/1/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="350"></iframe>
<p>Riset ini pada akhirnya dapat membantu Indonesia memproduksi barang ekspor yang lebih berkualitas seperti bahan kimia, barang elektronik, dan pembuatan bahan biomedis. Riset juga bisa mempercepat transisi Indonesia menuju negara berpendapatan menengah.</p>
<p>Seperti yang dikatakan <a href="https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/541338/ind-16-9-ref-stern-review.pdf">Lord Nicholas Stern</a>:</p>
<blockquote>
<p>Kreativitas, gagasan, dan pertanyaan-pertanyaan memang memiliki nilai mereka sendiri, tapi masyarakat dan ekonomi yang berinvestasi lebih banyak pada riset secara umum menunjukkan hasil dan pertumbuhan sumber daya manusia yang lebih pesat. </p>
</blockquote>
<h2>Masih ketinggalan</h2>
<p>Tapi dalam hal menerbitkan publikasi ilmiah Indonesia masih harus mengejar ketinggalan agar bisa mengimbangi negara lain di wilayah Asia dan negara lain yang sama-sama berpenghasilan menengah.</p>
<p>Antara 1996 dan 2008 Indonesia menerbitkan hanya lebih dari <a href="http://www.scimagojr.com/">9.000 dokumen ilmiah</a>. Angka itu menunjukkan Indonesia tertinggal lebih dari 13 tahun dari negara berpenghasilan menengah lain seperti Bangladesh dan Kenya.</p>
<p>Indonesia bahkan tertinggal lebih jauh dibandingkan dengan negara tetangga berpenghasilan menengah atas seperti Thailand dan Malaysia atau negara berpenghasilan tinggi seperti Singapura. </p>
<p>Singapura, Afrika Selatan, dan Meksiko masing-masing menghasilkan tiga kali lipat publikasi ilmiah dibandingkan Indonesia. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/Ld8gp/1/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="350"></iframe>
<p><a href="https://dfat.gov.au/about-us/publications/Documents/indo-ks-design.pdf">Rendahnya produksi makalah ilmiah</a> yang dihasilkan oleh lembaga riset Indonesia adalah salah satu gejala lemahnya sektor pengetahuan.</p>
<p>Pada 2014 publikasi akademis dari Indonesia hanya mencakup 0,65% dari seluruh publikasi di wilayah ASEAN. Proporsi dalam jumlah publikasi global lebih kecil lagi: 0,2%. Jika dibandingkan dengan ukuran ekonomi dan populasi Indonesia, ada ketimpangan mendalam antara potensi dari hasil riset dengan kenyataannya.</p>
<p>Indonesia menghasilkan jumlah publikasi akademis terendah per AS$1 miliar PDB (2,2 publikasi per AS$1 miliar PDB), bandingkan dengan negara tetangga ASEAN dan negara mitra di G20. Filipina menghasilkan 2,7 dan Vietnam 7,2 publikasi per AS$1 miliar PDB.</p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/t07SS/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="345"></iframe>
<p>Indonesia juga gagal memaksimalkan <a href="http://www.scidev.net/global/policy-brief/international-scientific-collaboration-a-quick-gui.html">potensi kolaborasi internasional</a> selama beberapa tahun terakhir. Kolaborasi internasional membantu ilmuwan mengakses pengetahuan dan kepakaran, dan menerapkannya pada masalah lokal. Mereka juga meningkatkan kemampuan ilmiah domestik melalui pertukaran pengetahuan dan pengalaman. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/indonesia-ingin-jadi-no-1-di-asean-tapi-dalam-dunia-ilmu-pengetahuan-kolaborasi-lebih-penting-83984">Indonesia ingin jadi No. 1 di ASEAN, tapi dalam dunia ilmu pengetahuan kolaborasi lebih penting</a></em></p>
<hr>
<p>Hingga 2011, 67% dari publikasi melibatkan kolaborasi penulisan, tapi pada 2014 angkanya turun menjadi 44%. Sebelumnya penulis Indonesia lebih kolaboratif ketimbang penulis dari negara lain yang menghasilkan lebih banyak <em>output</em>.</p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/XZzcT/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="350"></iframe>
<h2>Potensi Indonesia</h2>
<p>Jika Indonesia terus menghasilkan publikasi akademis dengan laju yang sekarang, Indonesia bisa saja menyalip negara ASEAN lain seperti Malaysia. Indonesia mungkin saja menyalip negara mitra G20 seperti Afrika Selatan dan Meksiko, yang menunjukkan laju pertumbuhan lebih rendah.</p>
<p>Artikel akademis Indonesia juga menjadi rujukan bagi riset lain. Peneliti lain mengutip semakin banyak artikel dari ilmuwan Indonesia.</p>
<p>Antara 1996 dan 2011, angka rata-rata pertumbuhan publikasi Indonesia yang dikutip publikasi lain adalah 16%. Ini lebih rendah dari Cina dan Singapura, tetapi lebih tinggi dari Filipina, Vietnam, dan Malaysia.</p>
<p>Tetapi, karena jumlah total publikasi dari Indonesia lebih kecil, maka persentase pertumbuhan ini menghasilkan jumlah absolut yang lebih kecil juga dibanding negara G20 yang berpenghasilan menengah. Masih ada ruang untuk perbaikan.</p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/PQqNF/1/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="521"></iframe>
<p>Peneliti Indonesia telah memperlihatkan kemajuan dalam memproduksi pengetahuan. Tetapi Indonesia harus mengejar ketinggalan untuk mengurangi ketimpangan dengan negara lain.</p>
<p>Untuk melakukannya, Indonesia harus terus membangun budaya riset di universitasnya. Ini artinya mendanai riset dasar dan inovasi.</p>
<p>Organisasi pemerintah harus memesan riset langsung dari universitas-universitas dan lembaga riset untuk mendukung pembuatan kebijakan. Pemerintah juga seharusnya memberi insentif untuk mendorong investasi swasta dan filantropi membiayai riset.</p>
<p>Indonesia telah berhasil membuat awalan penting dalam mendanai riset melalui pembentukan <a href="http://www.dipi.id/">Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia</a> tahun lalu. Ini adalah dana riset pertama di Indonesia yang bersifat kompetitif dan ditelaah sejawat.</p>
<p>Perubahan regulasi dan peraturan dibutuhkan untuk memandu pemesanan riset sehingga mereka mendukung kebijakan publik. Juga harus ada perubahan sikap dan ekspektasi dari kalangan pengambil kebijakan.</p>
<p>Di wilayah ini pun ada kemajuan tercatat. Pemerintah sedang mempertimbangkan regulasi pengadaan untuk memberi insentif kepada pembuat kebijakan jika mereka memesan riset dari kampus-kampus dan lembaga riset.</p>
<p>Semua ini mengerucut pada pergeseran budaya yang menghargai riset. Membentuk budaya riset di universitas tidak bisa dilakukan oleh periset saja. Dibutuhkan kepemimpinan dari pemerintah dan para rektor universitas, dan pesan yang jelas bahwa riset dihargai dan digunakan.</p>
<p>Publikasi akademis adalah indikator yang bisa dilihat dari lingkungan riset yang sehat. Sementara budaya riset dibangun dan lingkungan riset bertumbuh publikasi akan bertambah. Maka kita akan melihat Indonesia mengejar —bahkan menyalip— negara-negara lain di wilayah dan menghasilkan bukti-bukti pengetahuan dan riset yang dibutuhkan oleh negara yang ekonominya sedang bertumbuh pesat untuk <a href="https://www.gatesnotes.com/About-Bill-Gates/Accelerating-Innovation?WT.mc_id=20161018124154_AcceleratingInnovation_BG-TW&WT.tsrc=BGTW&linkId=30063675">inovasi</a>.</p>
<hr>
<p><em>Artikel ini adalah penerjemahan dan pemutakhiran dari artikel <a href="https://theconversation.com/indonesias-knowledge-sector-is-catching-up-but-a-large-gap-persists-67937">aslinya</a>. Fred Carden adalah penulis pendamping tulisan ini. Ia adalah kepala di Using Evidence Inc dan Penasihat Senior Riset untuk <a href="http://www.ksi-indonesia.org/index.php/about-2/">Knowledge Sector Initiative</a>, suatu program bersama antara pemerintah Indonesia dan Australia yang mendukung pemanfaatan riset, analisis, dan fakta yang lebih baik dalam pembuatan kebijakan.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/85184/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Helen Tilley adalah peneliti di program Research and Policy in Development untuk Overseas Development Institute (ODI). Artikel ini berdasarkan riset yang dilakukan bersama Knowledge Sector Initiative (KSI) di Indonesia. Pandangan yang diungkapkan di tulisan ini tidak mencerminkan pandangan pemerintah Australia, pemerintah Indonesia, ODI, atau KSI. Semua lembaga ini tidak bertanggung jawab atas liabilitas yang mungkin muncul dari tulisan ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Arnaldo Pellini adalah peneliti di program Research and Policy in Development untuk Overseas Development Institute (ODI) dan Programme Lead for Learning di Knowledge Sector Initiative (KSI). Artikel ini berdasarkan riset yang dilakukan bersama KSI di Indonesia. Pandangan yang diungkapkan di tulisan ini tidak mencerminkan pandangan pemerintah Australia, pemerintah Indonesia, ODI, atau KSI. Semua lembaga ini tidak bertanggung jawab atas liabilitas yang mungkin muncul dari tulisan ini.</span></em></p>Jumlah publikasi ilmiah di Indonesia mulai menunjukkan laju pertumbuhan yang menjanjikan. Tetapi masih banyak ketinggalan yang harus dikejar.Helen Tilley, Research Fellow, Overseas Development InstituteArnaldo Pellini, Senior Research Fellow, Overseas Development InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.