tag:theconversation.com,2011:/fr/topics/kebijakan-49040/articlesKebijakan – The Conversation2023-07-03T23:21:00Ztag:theconversation.com,2011:article/2084602023-07-03T23:21:00Z2023-07-03T23:21:00ZPerawatan paliatif pasien kanker di rumah kurang dukungan, apa yang harus pemerintah lakukan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/535110/original/file-20230701-15-tht509.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Suami mendukung istrinya yang sakit.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/husband-supporting-sick-wife_2910739.htm#query=cucu%20merawat%20nenek%20sakit&position=49&from_view=search&track=ais">Rawpixel/Freepik</a></span></figcaption></figure><p>Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan tingkat kematian tertinggi di Indonesia. Data <a href="https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf">Global Burden of Cancer Study tahun 2020</a> mencatat jumlah kasus baru penyakit kanker di Indonesia mencapai hampir 400 ribu kasus. </p>
<p>Tiga jenis <a href="https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf">kanker di Indonesia dengan peningkatan kasus tertinggi</a> adalah kanker payudara (16,6%), serviks (9,2%), dan paru-paru (8,8%). </p>
<p>Kebutuhan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960977622000741">pasien kanker</a> selama menjalani pengobatan sangat beragam, seperti obat-obatan, tindakan penanganan atau terapi, dan kontrol rutin. Mereka juga perlu <a href="https://docs.google.com/presentation/d/16EJE671wGOwSvsYLNItLE1s7ZlTNjPWP/edit#slide=id.p1">perawatan paliatif</a> selama berada di rumah, dan dukungan rumah singgah untuk pasien dari luar daerah saat berobat di kota-kota besar seperti Jakarta. </p>
<p>Perawatan paliatif merupakan perawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang kemungkinan sembuhnya kecil.</p>
<p>Masalahnya adalah cakupan <a href="https://docs.google.com/presentation/d/16EJE671wGOwSvsYLNItLE1s7ZlTNjPWP/edit#slide=id.p1">perawatan paliatif</a> di Indonesia masih sangat rendah, yakni 1% dari total pasien terminal.</p>
<p>Penelitian terbaru <a href="https://theprakarsa.org/konsekuensi-finansial-pengobatan-kanker-di-indonesia-studi-kasus-penderita-kanker-di-ibu-kota-jakarta/">kami, yang akan terbit akhir bulan ini, menunjukkan</a> bahwa ketahanan pasien kanker dipengaruhi oleh dukungan dari keluarga, komunitas, dan lingkungan kerja. </p>
<p>Temuan lapangan dalam penelitian ini membuktikan bahwa keluarga menjadi sosok utama untuk mendukung dan mendampingi pasien kanker selama dan setelah proses pengobatan. </p>
<h2>Risiko kanker makin tinggi, tapi kebijakan belum akomodatif</h2>
<p>Peningkatan risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2515569/#:%7E:text=The%20fact%20that%20only%205,major%20opportunities%20for%20preventing%20cancer.">penyakit kanker sekitar 90-95% disebabkan</a> oleh gaya hidup tidak sehat. </p>
<p>Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, obesitas, infeksi virus, dan lingkungan yang terkontaminasi oleh polutan merupakan faktor-faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan penyakit kanker. </p>
<p>Peningkatan polutan dalam udara akibat perubahan iklim juga meningkatkan risiko penduduk dunia terkena penyakit kanker. Faktanya, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9853937/">2,6 miliar penduduk negara miskin</a> dan berkembang tidak memiliki akses pada bahan bakar nonfosil, sehingga peningkatan risiko kanker akibat paparan polusi udara juga bertambah. </p>
<p>Peningkatan <a href="https://www.cancer.gov/types/lung/hp/non-small-cell-lung-treatment-pdq#_37_toc">polusi udara</a> juga diprediksi akan meningkatkan risiko penyakit kanker paru-paru dan risiko kematian pada pasien <a href="https://aacrjournals.org/cebp/article/28/4/751/71913/Particulate-Matter-and-Traffic-Related-Exposures">kanker payudara</a> stadium awal secara khusus. </p>
<p>Selama ini, upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya cakupan perawatan paliatif ini belum menyasar pada perawatan paliatif berbasis rumah (<em>homebase palliative care</em>). Absennya kebijakan mengenai perawatan paliatif yang dilakukan oleh keluarga di rumah membuat kebutuhan atas pelatihan perawatan paliatif bagi keluarga pasien terabaikan. </p>
<p>Struktur penduduk di Indonesia juga akan mengalami penuaan dan jumlahnya akan meningkat tajam akibat bonus demografi saat ini. Sehingga kesiapan perawat, keluarga, dan tenaga profesional dalam melaksanakan perawatan paliatif harus diperhatikan.</p>
<p>Sayangnya <a href="https://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2017/08/PEDOMAN_NASIONAL_PROGRAM_PALIATIF_KANKER.pdf">perawatan paliatif di Indonesia</a> masih berfokus pada perawatan paliatif berbasis rumah sakit. </p>
<p>Kebijakan khusus perawatan paliatif hanya diatur dalam <a href="http://pdk3mi.org/file/download/KMK%20No.%20812%20Th%202007%20ttg%20Kebijakan%20paliatif.pdf">keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor 812 Tahun 2007 tentang kebijakan paliatif</a>. Kebijakan ini hanya berfokus pada pelaksanaan perawatan paliatif yang dilakukan oleh dokter, perawat, tenaga kesehatan, dan tenaga terkait lainnya. Keluarga pasien masih diposisikan sebagai sasaran dari perawatan paliatif. </p>
<p>Padahal, perawatan yang dilakukan oleh keluarga selama pasien melakukan pengobatan dapat dikategorikan sebagai <em>homebase palliative care</em>. </p>
<h2>Perawat yang tidak dibayar</h2>
<p>Riset <a href="https://theprakarsa.org/konsekuensi-finansial-pengobatan-kanker-di-indonesia-studi-kasus-penderita-kanker-di-ibu-kota-jakarta/">kami menunjukkan</a> bahwa keluarga merupakan bagian dari tim perawatan karena ikut membantu dan mengawasi pemberian obat. Mereka juga mengelola efek samping, melaporkan masalah pasien, dan memberikan bantuan perawatan diri serta hal-hal lain.</p>
<p>Mereka dikategorikan sebagai perawat dari keluarga atau perawat informal yang tidak dibayar dalam memberikan perawatan pada pasien kanker. </p>
<p>Model <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30665063/">trayektori kesakitan <em>(illness trajectory)</em></a> yang digunakan dalam riset ini menangkap bagaimana dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikologis pasien kanker.</p>
<p>Dukungan dari keluarga membuat pasien kanker mampu melewati setiap stadium pengobatan sesuai dengan jenis kankernya. Oleh karena itu, perawatan berbasis rumah sangat penting bagi pasien karena proses pradiagnosis hingga pascadiagnosis diakui memberatkan fisik dan psikis pasien serta keluarganya. </p>
<p>Selain absennya kebijakan mengenai <em>homebased palliative care</em>, modul pelatihan untuk perawat keluarga informal juga belum tersedia, sehingga kebutuhan atas pelatihan perawatan paliatif bagi keluarga belum terjawab. </p>
<p>Data persebaran perawatan paliatif yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) atau rumah sakit juga tidak dapat ditemukan. Hanya terdapat satu rumah sakit rujukan kanker nasional yang mempublikasikan data perawatan paliatif berbasis fasilitas kesehatan. Sehingga perawatan paliatif di fasilitas kesehatan belum bisa teridentifikasi dengan jelas. </p>
<h2>Belajar dari Australia</h2>
<p>Australia merupakan salah satu negara yang memiliki <a href="https://www.mja.com.au/journal/2003/179/6/home-based-support-palliative-care-families-challenges-and-recommendations">tren pertumbuhan praktik perawatan paliatif di rumah</a> bagi pasien dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan.</p>
<p>Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk optimalisasi penyelenggaraan perawatan paliatif berbasis rumah adalah kompleksitas perawatan dan peningkatan keterampilan perawat dari keluarga untuk mengatasi gejala pasien. Juga tanggung jawab mereka terhadap kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dan dinamika hubungan antara perawat dan pasien. </p>
<p>Perawat dari keluarga juga akan terdampak secara fisik, emosional, finansial, dan sosial saat merawat pasien kanker di rumah. Beban sosial seperti keterbatasan waktu untuk diri sendiri, perubahan rutinitas, dan berkurangnya waktu senggang dialami oleh perawat keluarga.</p>
<p>Oleh karena itu, penerapan praktik perawatan paliatif berbasis rumah wajib memberikan dukungan kebijakan bagi perawat dari aspek psikososial, kesehatan, dan pekerjaan. Dukungan ini dapat diwujudkan dengan perluasan manfaat program jaminan kesehatan nasional bagi keluarga pasien kanker. </p>
<p>Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota perlu mengembangkan kebijakan dan program yang mengintegrasikan perawatan paliatif untuk seluruh pasien kanker di seluruh jenjang fasilitas kesehatan dengan perawatan paliatif berbasis rumah.</p>
<p>Integrasi ini dapat memberikan edukasi pada perawat keluarga apa yang perlu dilakukan saat proses pradiagnosis, selama pengobatan, dan pascapengobatan pasien kanker. Peningkatan kualitas hidup pasien kanker dan keluarganya juga bisa terjamin bila integrasi ini dilakukan sesuai dengan praktik baik yang sudah ada sebelumnya. </p>
<p>Satu catatan penting bagi pemerintah bahwa rekomendasi mengenai optimalisasi peran keluarga untuk melaksanakan perawatan paliatif berbasis di rumah tidak dapat dicapai tanpa dukungan pemerintah. </p>
<p>Pemerintah wajib hadir untuk mendukung sistem perawatan paliatif di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan paripurna. Sehingga proses perawatan bagi pasien kanker bukan hanya menjadi tanggung jawab perawat keluarga dan tenaga kesehatan saja, tapi juga tanggung jawab negara. </p>
<p>Namun, pentingnya transformasi perawatan paliatif di Indonesia belum terefleksikan dalam muatan <a href="https://news.detik.com/berita/d-6797153/ruu-kesehatan-belum-disahkan-juga-oleh-dpr-ternyata-ini-alasannya">Rancangan Undang-Undang Kesehatan</a> yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/208460/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Aqilatul Layyinah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Optimalisasi peran keluarga untuk melaksanakan perawatan paliatif berbasis di rumah tidak dapat dicapai tanpa dukungan pemerintah.Aqilatul Layyinah, Peneliti kebijakan sosial, The PrakarsaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1969512023-01-02T06:38:29Z2023-01-02T06:38:29ZSeperlima penduduk Indonesia berusia 60 tahun pada 2045: bagaimana kebijakan mengantisipasi penuaan populasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/502586/original/file-20221223-26821-6vo7oy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kelompok lanjut usia membutuhkan layanan kesehatan, uang dan tempat tinggal yang memadai walau produktivitas mereka menurun.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/smiling-man-and-woman-wearing-jackets-1642883/">Tristan Le/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Pada 2045 ketika Republik Indonesia berusia seabad, <a href="https://theconversation.com/pada-2045-1-dari-5-orang-indonesia-akan-berusia-lanjut-beban-atau-potensi-103647"></a><a href="https://indonesia.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/Proyeksi%20Penduduk%202015-2045_.pdf">satu dari lima orang penduduk negeri ini akan berusia di atas 60 tahun</a>. </p>
<p>Dengan segala tantangan dan peluang yang mengikuti, penuaan penduduk bukan suatu hal yang baru. Beberapa negara seperti <a href="https://www.prb.org/resources/countries-with-the-oldest-populations-in-the-world/">Australia, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Italia, dan Spanyol</a> telah menghadapi fenomena ini dan menerapkan strategi dan kebijakan untuk menghadapi kenyataan tersebut. </p>
<p>Sebagai pendatang baru dalam fenomena struktur penduduk tua, Indonesia memiliki kesempatan untuk belajar dari kebijakan dan strategi yang telah diterapkan oleh negara-negara tersebut. </p>
<p>Meski fenomena penduduk tua di Indonesia diperkirakan terjadi 20 tahun lagi, kebijakan dan strategi pemenuhan kebutuhan lansia harus dipersiapkan jauh sebelumnya mengingat kelompok lanjut usia masa depan adalah penduduk usia produktif saat ini.</p>
<p>Fenomena struktur penduduk tua berdampak signifikan pada suatu negara, termasuk dalam aspek kesehatan, keuangan, tempat tinggal, serta kebutuhan dasar lainnya. Perlu dukungan formal dari institusi dan dukungan informal dari keluarga dan masyarakat untuk menghadapi masalah tersebut.</p>
<h2>Struktur penduduk tua: penyebab dan dampaknya</h2>
<p><em>Ageing population</em> atau penuaan penduduk merupakan fenomena yang terjadi saat proporsi penduduk lanjut usia (lansia) cukup tinggi, hingga melebihi 20%. </p>
<p>Sebagai dampak dari penurunan angka kelahiran dan meningkatnya angka harapan hidup, penuaan penduduk telah terjadi lebih dulu di negara-negara maju.</p>
<p>Penduduk berusia lanjut identik dengan berbagai masalah kesehatan akibat penuaan sel-sel tubuh. Sel yang menua mengalami penurunan fungsi dan kemampuan, seperti fungsi penglihatan, pendengaran, pergerakan, dan sebagainya. </p>
<p>Kondisi tersebut membatasi aktivitas dan produktivitas lansia, baik secara finansial maupun sosial, serta meningkatkan kebutuhan lansia akan pelayanan kesehatan.</p>
<p>Negara-negara di Asia dengan adat ketimurannya cenderung mengutamakan dukungan informal dan meletakkan tanggung jawab merawat lansia pada generasi setelahnya. Bahwa anak sebaiknya merawat dan memenuhi kebutuhan orang tuanya pada hari tua. </p>
<p>Namun apakah mengandalkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan lansia masih relevan di tengah penurunan angka kelahiran dan jumlah anggota keluarga, urbanisasi, dan fenomena <a href="https://humanrights.gov.au/our-work/publications/its-about-time-chapter-8"><em>sandwich generation</em></a> yang berdampak pada tingkat kesejahteraan generasi muda?</p>
<p>Kita perlu belajar dari kebijakan negara lain yang sedang dan telah mengalami penuaan penduduk.</p>
<h2>Kesehatan</h2>
<p>Struktur penduduk tua umumnya ditandai dengan <a href="https://theconversation.com/data-bicara-kenapa-usia-harapan-orang-indonesia-naik-80-dalam-70-tahun-terakhir-tapi-harapan-hidup-sehat-rendah-188372">peningkatan angka harapan hidup</a> dan penurunan kematian akibat penyakit menular atau gizi buruk dalam populasi. </p>
<p>Masalah kesehatan negara dengan penuaan penduduk umumnya berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, dan penyakit demensia lainnya. </p>
<p>Di sisi lain, sistem kesehatan Indonesia saat ini masih menghadapi masalah penyakit menular dan gizi buruk serta <a href="https://theconversation.com/riset-terbesar-usia-harapan-hidup-orang-indonesia-naik-beban-penyakit-tidak-menular-meningkat-96901">peningkatan penyakit tidak menular</a> seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan lainnya yang umumnya juga ditemui pada lansia.</p>
<p>Pemerintah perlu menguatkan sistem kesehatan dalam menghadapi penuaan penduduk. Termasuk di dalamnya sumber daya dan kemampuan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan lansia serta kelompok penduduk lainnya.</p>
<p>Kebijakan <em>active ageing</em> (penuaan aktif) dan <em>healthy ageing</em> (penuaan sehat) oleh <a href="https://www.who.int/initiatives/decade-of-healthy-ageing">Badan Kesehatan Dunia (WHO</a>) menjadi pegangan bagi beberapa negara yang telah mengalami dan akan menghadapi penuaan penduduk. </p>
<p>Kebijakan ini bertujuan untuk mempertahankan kebugaran dan kesehatan penduduk di hari tua dengan mempromosikan gaya hidup sehat, mengontrol perilaku kesehatan yang berisiko misalnya merokok, serta memfasilitasi perilaku hidup sehat seperti aktivitas fisik, gizi seimbang, dan deteksi dini masalah kesehatan dalam masyarakat. </p>
<p>Mendorong penduduk untuk menua dengan sehat juga membantu meringankan beban sistem pelayanan kesehatan yang cenderung memiliki sumber daya terbatas.</p>
<p>Pemerintah juga harus memikirkan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan. Penuaan penduduk identik dengan peningkatan pembiayaan kesehatan karena naiknya penggunaan pelayanan serta teknologi kesehatan. </p>
<p>Tantangan terbesar bagi negara yang mengalami penuaan penduduk adalah mengembangkan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang seimbang dan berkelanjutan, tanpa menitikberatkan pada subsidi negara atau masyarakat yang membayar saat menerima pelayanan kesehatan (<em>out-of-pocket payment</em>).</p>
<p>Besarnya biaya kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan penyakit kronis, membuat skema asuransi kesehatan, yaitu membayar premi setiap bulan untuk mendapat perlindungan ketika tiba-tiba mengalami masalah kesehatan, terasa lebih masuk akal dan menguntungkan. Sayangnya, <a href="http://lipi.go.id/publikasi/jkn-dalam-kacamata-pekerja-sektor-informal/37418">banyak penduduk Indonesia</a> menganggap membayar premi asuransi kesehatan sebagai sesuatu yang merugikan dan lebih mengharapkan bantuan pemerintah dalam pembayaran premi asuransi kesehatan misalnya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan.</p>
<p>Kepemilikan asuransi kesehatan dan dana pensiun akan dibahas dalam aspek selanjutnya, yaitu keuangan.</p>
<h2>Keuangan</h2>
<p>Uang merupakan amunisi utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar, entah itu kebutuhan pangan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Penurunan kemampuan dan produktivitas bekerja lansia berkaitan erat dengan kondisi finansial lansia dan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar.</p>
<p>Menyadari hal tersebut, skema pendanaan pensiun telah dikembangkan dengan cukup baik oleh beberapa negara dengan struktur penduduk tua, termasuk <a href="https://csis-website-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-public/legacy_files/files/publication/131010_Jackson_GlobalAgingPreparednessIndex2E_Web.pdf">Australia, Kanada, dan Chili</a>. Di sana sistem dana pensiunnya memiliki indeks kecukupan dan keberlanjutan yang paling tinggi di antara negara lainnya. </p>
<p>Mengalami dan memiliki struktur penduduk tua dalam jangka waktu lama tidak serta merta membuat suatu negara memiliki sistem pendanaan pensiun yang cukup dan berkelanjutan. </p>
<p>Sistem pendanaan pensiun di Italia misalnya, termasuk dalam jajaran negara dengan <a href="https://csis-website-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-public/legacy_files/files/publication/131010_Jackson_GlobalAgingPreparednessIndex2E_Web.pdf">indeks terendah</a> sistem dana pensiunnya. Namun, Italia berupaya mereformasi sistem pendanaan pensiun secara signifikan dengan menitikberatkan pada kontribusi individual dalam dana pensiun dibandingkan dengan bantuan dari negara. </p>
<p>Selain itu, kecukupan dan keberlanjutan sistem pendanaan pensiun dapat dicapai dengan meningkatkan usia minimal penduduk yang dapat menerima dana pensiun dan meningkatkan partisipasi lansia di dunia kerja. </p>
<p>Partisipasi pihak swasta dalam menyediakan dana pensiun juga sangat diharapkan. Namun, hal ini berkaitan erat dengan kesadaran penduduk terkait pentingnya memiliki simpanan hari tua.</p>
<p>Literasi keuangan penduduk Indonesia masih perlu kita tingkatkan mengingat masih banyaknya pekerja yang melakukan aksi protes ketika usia minimal untuk mengakses dana pensiun BPJS Ketenagakerjaan naik menjadi <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60365041">56 tahun</a>. </p>
<p>Kesadaran akan pentingnya memiliki simpanan pada hari tua berperan penting meski hal ini juga masih menjadi tantangan di negara maju yang telah mengalami struktur penduduk tua.</p>
<h2>Lingkungan tempat tinggal</h2>
<p>Lingkungan tempat tinggal mencakup lingkungan fisik dan sosial. </p>
<p>Penurunan kemampuan mobilitas lansia membuat desain rumah tempat tinggal menjadi sangat penting untuk keamanan dan kemudahan lansia dalam beraktivitas. </p>
<p>Beberapa negara seperti <a href="https://www.ageuk.org.uk/globalassets/age-uk/documents/policy-positions/housing-and-homes/ppp_retirement_housing_england.pdf">Inggris</a>, <a href="https://www.frenchentree.com/living-in-france/retiring/preparing-for-old-age-in-france-care-homes-home-help-benefits/">Prancis</a>, <a href="https://www.hdb.gov.sg/about-us/news-and-publications/publications/hdbspeaks/housing-benefits-for-our-seniors#">Singapura</a>, dan <a href="https://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:1591839/FULLTEXT01.pdf">Cina</a> memberikan beberapa pilihan tempat tinggal untuk lansia selain bersama keluarga besarnya, termasuk <em>aged care</em>, kompleks perumahan khusus lansia, apartemen, serta bantuan finansial untuk memodifikasi tempat tinggal lansia. </p>
<p>Sesuai dengan kondisi kesehatannya, lansia selalu memiliki pilihan untuk tinggal bersama keluarganya di dalam masyarakat, atau tinggal di sebuah institusi dengan fasilitas yang dibutuhkan lansia. </p>
<p>Di Indonesia, keberadaan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan program pensiun untuk kalangan PNS merupakan langkah awal yang baik untuk memberi proteksi keuangan pada kelompok lansia pada masa datang. </p>
<p>Selain itu, keberadaan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/178090/perpres-no-88-tahun-2021">Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2021</a> tentang <a href="https://www.bappenas.go.id/id/berita/bappenas-luncurkan-stranas-kelanjutusiaan-strategi-indonesia-hadapi-silver-economy-PIUBP">Strategi Nasional Kelanjutusiaan</a> diharapkan dapat menjadi pendorong terjadinya peningkatan kualitas sistem pelayanan kesehatan, peningkatan literasi keuangan, serta kebijakan terkait tempat tinggal lansia Indonesia di masa depan. </p>
<p>Kebijakan terkait penuaan penduduk membutuhkan komitmen yang serius dari pemerintah sejak saat ini agar kelompok sepuh tetap memiliki kualitas hidup yang baik saat satu abad usia Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196951/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Marya Yenita Sitohang tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan terkait penuaan penduduk membutuhkan komitmen yang serius sejak saat ini agar kelompok sepuh tetap memiliki kualitas hidup yang baik saat satu abad usia IndonesiaMarya Yenita Sitohang, Peneliti Kesehatan Masyarakat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1912142022-10-07T12:32:02Z2022-10-07T12:32:02ZJangan tunggu viral dulu: pentingnya portal ‘e-participation’ untuk gandeng warga dalam kebijakan publik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/488732/original/file-20221007-12-niknuy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/law-judgement-justice-equality-concept_19134627.htm#query=digital%20law&position=4&from_view=search&track=sph">(Freepik/Rawpixel)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Minimnya pelibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan <a href="https://pshk.or.id/publikasi/capaian-dan-partisipasi-publik-legislasi-2021-nilai-merah-tidak-berubah/">terus menjadi masalah di Indonesia</a>. Luasnya wilayah, jarak, akses, dan jumlah penduduk turut menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menggandeng partisipasi publik. </p>
<p>Tersumbatnya kanal partisipasi formal kemudian mendorong publik menyalurkan aspirasi lewat medsos – atau terkadang istilahnya “<em>viral-based policy</em>” – demi <a href="https://jurnal.jentera.ac.id/index.php/jentera/article/view/28/22">mendesak respons dari pemerintah</a>. Kita melihat ini, misalnya, pada kampanye <a href="https://projectmultatuli.org/mengapa-percuma-lapor-polisi-dan-apa-yang-harus-dibenahi-dari-institusi-ini/">#PercumaLaporPolisi</a> atau <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/07/30/130000765/tagar-blokirkominfo-mengemuka-usai-kominfo-blokir-beragam-platform-digital?page=all">#BlokirKominfo</a> baru-baru ini. </p>
<p>Kendati pun sesekali manjur memancing upaya korekif dari negara, metode viral bukanlah bentuk partisipasi warga yang ideal.</p>
<p>Selain karena ancaman <a href="https://mediaindonesia.com/nusantara/519391/sebut-polisi-sebagai-warga-sambo-di-medsos-seorang-wanita-di-sikka-ditangkap">kriminalisasi UU ITE</a> terhadap warganet, dalam banyak kesempatan, intervensi pemerintah baru muncul selepas suatu kejadian. Padahal, efek dari kebijakan yang merugikan sudah terlanjur diderita sebelum upaya korektif diambil. </p>
<p>Untuk mengatasi ini, pemerintah perlu mewadahi aktivisme digital tersebut lewat portal partisipasi daring – sering disebut <a href="https://www.un.org/esa/desa/papers/2020/wp163_2020.pdf"><em>e-participation</em></a> – agar tercipta <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/governance/eight-ways-to-institutionalise-deliberative-democracy_4fcf1da5-en">perdebatan publik yang bermakna</a> antara masyarakat dan perumus kebijakan.</p>
<p>Lantas, seperti apa <em>e-participation</em> yang ada saat ini di Indonesia, dan bagaimana cara memperbaikinya?</p>
<h2>Dari DPR sampai kementerian: <em>e-participation</em> di Indonesia belum serius libatkan warga</h2>
<p>Sejak 2011, undang-undang (UU) <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39188/uu-no-12-tahun-2011">mensyaratkan partisipasi publik</a> dalam proses pembentukan regulasi. Terkini, lewat <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/212810/uu-no-13-tahun-2022">UU Nomor 13 Tahun 2022</a> terkait pembentukan peraturan perundang-undangan, pemerintah bahkan bisa memanfaatkan teknologi digital untuk menampung partisipasi publik. </p>
<p>Memang, tak semua masalah teratasi dengan digitalisasi. Tapi, pilihan ini jadi beralasan, mengingat <a href="https://data.tempo.co/data/1234/jumlah-rumah-tangga-pemilik-ponsel-di-indonesia-pada-2020-sebanyak-9075-persen-tertinggi-bukan-di-ibu-kota">90,75% penduduk Indonesia</a> dilaporkan merupakan pengguna <em>smartphone</em>.</p>
<p>Persoalannya, fitur pada situs-situs milik kementerian dan lembaga negara belum sepenuhnya mendukung terwujudnya partisipasi (digital) secara bermakna. </p>
<p>Meski laporan PBB tentang <a href="https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/indeks-e-government-indonesia-naik-19-peringkat-di-level-internasional">indeks <em>e-governance</em> (EGDI)</a> menunjukkan Indonesia naik 30 peringkat ke peringkat 77 dunia dalam lima tahun terakhir, kenyataannya masih banyak portal <em>e-participation</em> yang bersifat <a href="https://c4innovates.com/wp-content/uploads/2020/01/CDLWR-3476__YESS_Tokenism-TipSheet_v4.pdf">“tokenistik”</a>. Artinya, kanal tersebut sekadar formalitas dan hanya menempatkan warga sebagai penerima informasi saja.</p>
<p>Sebagai contoh, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merilis <a href="https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/index">portal Partisipasi Masyarakat dalam Perancangan Undang-Undang (SIMAS PUU)</a> sejak 2017 lalu. Namun, sebagian besar kontennya baru <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/02/090000969/komunikasi-satu-arah-one-way-communication---pengertian-dan-contohnya">bersifat satu arah</a> dan tidak memungkinkan warga memberi umpan-balik langsung. </p>
<p>Belum lagi, informasi publik seperti <a href="https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/index-na">naskah akademik</a> atau <a href="https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/index-ruu">draf RUU</a> yang semestinya tersedia nyatanya belum lengkap terunggah. Ini menghambat akses publik untuk mengawal proses legislasi yang tengah berjalan di parlemen.</p>
<p>Sedikit lebih inovatif, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) punya situs interaktif <a href="http://evadata.bphn.go.id/">Evaluasi Database Hukum Nasional (EVADATA)</a> dan <a href="https://e-partisipasi.peraturan.go.id/">E-partisipasi Pembentukan Perundang-Undangan</a>. </p>
<p>Hanya saja, selain data-data hukumnya <a href="https://e-partisipasi.peraturan.go.id/rancangan/ruu">belum lengkap</a>, ada masalah teknis lain seperti <a href="https://e-partisipasi.peraturan.go.id/backend/login">belum adanya fitur registrasi akun</a> yang membuat publik belum tentu bisa mengakses portal tersebut. </p>
<p>Ditambah lagi, ada beragam persoalan lain dalam portal <em>e-governance</em> seperti <a href="https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/62cc0215de92a/sri-mulyani-keluhkan-24-ribu-aplikasi-pemerintah-banyak-dan-boros">banyaknya situs dan aplikasi</a> sejenis milik masing-masing kementerian yang <a href="https://pshk.or.id/wp-content/uploads/2019/11/PSHK_KAJIAN-REFORMASI-REGULASI-DI-INDONESIA.pdf">belum terintegrasi</a> satu sama lain.</p>
<p>Alih-alih memudahkan, ini justru mempersulit dan membingungkan masyarakat awam dalam memilih portal untuk menyampaikan aspirasinya.</p>
<h2>Berkaca dari <em>e-participation</em> di negara lain</h2>
<p>Di <a href="https://oag.ca.gov/initiatives">Amerika Serikat (AS)</a>, Kantor Kejaksaan California punya mekanisme daring untuk pengusulan peraturan atau amandemen konstitusi. Di <a href="https://petitions.ourcommons.ca/en/home/index">Kanada</a>, parlemen menyediakan portal untuk membuat petisi ke wakil rakyat dan menggalang dukungan. Sementara, <a href="https://ec.europa.eu/info/law/better-regulation/have-your-say_en">Komisi Eropa</a> punya situs konsultasi publik terkait kebijakan yang berkembang di Uni Eropa – dari emisi mobil sampai perpajakan.</p>
<p>Berbeda dengan Indonesia, <em>e-participation</em> di negara dengan skor indeks <em>e-governance</em> yang lebih tinggi dari Indonesia ini memungkinkan konsultasi kebijakan secara interaktif dan transparan.</p>
<p>Pemerintah negara tersebut pun menyediakan <a href="https://petitions.ourcommons.ca/en/home/index">panduan penggunaan portal</a> yang relatif mudah bagi orang awam. </p>
<p>Setiap masukan publik mereka pilah berdasarkan relevansi dan urgensi. Jika ada masukan yang memenuhi kriteria dan relevan, perancang kebijakan wajib menindaklanjuti dengan jawaban beserta penjelasan.</p>
<p>Dialog pun tak lekas selesai setelah ada tanggapan dari otoritas. Jika warga menganggap tanggapan itu tidak memuaskan, mereka bisa mengajukan keberatan. Ini juga bermanfaat bagi pemerintah karena jadi peluang untuk meluruskan miskomunikasi terkait suatu kebijakan atau membedahnya kembali jika ada data tandingan. </p>
<p>Selain itu, sistem ini juga “memaksa” pembuatan regulasi jadi lebih tertib prosedur. Alasannya, perancang hukum wajib memastikan bahwa naskah RUU, misalnya, sudah harus bisa diakses masyarakat sebelum tahap konsultasi publik mulai, dan baru bisa ditutup jika seluruh masukan rampung ditindaklanjuti atau mencapai konsensus. </p>
<p>Masyarakat juga berkesempatan mengintervensi prosesnya, <a href="https://www.aph.gov.au/e-petitions">baik melalui petisi</a> atau rancangan legislasi tandingan seandainya produk rancangan versi pemerintah dinilai abai terhadap kepentingan publik.</p>
<p>Peran masyarakat semacam ini selaras dengan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01944366908977225">“teori tangga partisipasi”</a>, yang mengatakan bahwa dalam pembuatan kebijakan, ‘kendali warga’ adalah prioritas tertinggi.</p>
<h2>Mengapa harus jadi prioritas</h2>
<p>Kendati fiturnya masih perlu banyak perbaikan, pemanfaatan portal <em>e-participation</em> perlu menjadi prioritas karena membawa beragam manfaat lain bagi pemerintah dan publik.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, dalam analisis biaya-manfaat, memperbarui fitur <em>e-participation</em> akan meminimalisir pemborosan anggaran negara untuk konsultasi publik luring yang seringkali mahal, minim manfaat, dan kerap formalitas belaka. </p>
<p>Ambil contoh <a href="https://nasional.tempo.co/read/1470604/sosialisasi-rkuhp-di-11-daerah-yasonna-akui-masih-ada-kontroversi-di-masyarakat"><em>roadshow</em> sosialisasi RKUHP</a> di 11 kabupaten/kota pada tahun lalu. Asumsikan saja acara ini berlangsung di auditorium hotel berkapasitas 150 orang, berdurasi 3 jam, dengan mendatangkan 1 wakil menteri, 2 anggota DPR, 1 pejabat daerah, 4 pakar, dan 15 staf panitia. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://jdih.kemenkeu.go.id/download/a73998d2-c308-4451-a907-35438a028e80/60%7EPMK.02%7E2021Per.pdf">Satuan Masukan Biaya Tahun 2022</a> terbitan Kementerian Keuangan, estimasi kasar untuk pengeluaran satu sesi konsultasi ini <a href="https://docs.google.com/spreadsheets/d/1SYy62H9iWh93GQkgju659zZcLEQsdQvfV2GDF0ocfiE/edit#gid=0">bisa melebihi Rp 240 juta</a>, atau sekitar Rp 2,65 miliar untuk seluruh rangkaian kegiatan. Ini baru untuk satu produk RUU saja dan belum menghitung ongkos tiket pesawat, personel keamanan, tunjangan, serta pengeluaran lain.</p>
<p>Dengan <a href="https://www.bphn.go.id/index.php/pubs/news/read/2021120710044651/dpr-bersama-pemerintah-tetapkan-40-ruu-prolegnas-prioritas-tahun-2022">puluhan RUU dalam Prolegnas Tahunan</a> mengantre untuk melewati tahap konsultasi publik tiap tahunnya, pengeluarannya bisa menumpuk jadi puluhan miliar setahun. Itu pun tanpa jaminan bahwa berbagai masukan publik bisa dibahas dengan mendalam, terutama mengingat durasi sesi tanya jawab terbuka biasanya amat terbatas. </p>
<p>Bandingkan dengan pengembangan <a href="https://ecourt.mahkamahagung.go.id/">e-Court</a> milik Mahkamah Agung yang terbilang mutakhir untuk harga <a href="https://lpse.mahkamahagung.go.id/eproc4/lelang/7922555/pengumumanlelang">Rp 1,9 Miliar</a>. Meski biaya pengembangannya sekian kali lebih mahal berkat kebutuhan fitur pendukung serta server yang lebih besar, anggaran operasionalnya tetap tidak seboros konsultasi luring, tak hanya berlaku untuk satu produk hukum saja, dan bisa menjangkau lebih banyak orang. </p>
<p><strong>Kedua</strong>, dalam perspektif keadilan sosial, <em>e-participation</em> membuat dialog kebijakan lebih inklusif karena bisa melibatkan warga di wilayah 3T (terluar, terdepan, tertinggal).</p>
<p>Minimnya akses selama ini membuat advokasi kebijakan level nasional seolah jadi privilese kelompok kepentingan ibu kota saja. Hadirnya portal <em>e-participation</em> memberi kesempatan lebih bagi organisasi masyarakat sipil (OMS) di daerah untuk terlibat aktif dalam legislasi nasional dari jarak jauh. </p>
<p><strong>Ketiga</strong>, pemanfaatan <em>e-participation</em> juga meminimalisasi efek buruk yang kerap ditemui dalam konsultasi luring, misalnya fenomena <a href="https://theconversation.com/group-think-alias-jebakan-pemikiran-kelompok-apa-artinya-dan-bagaimana-cara-menghindarinya-169361"><em>groupthink</em></a> (sekadar ikutan pandangan mayoritas), manipulasi forum dengan mengundang peserta secara partisan, hingga sikap sinis pejabat terhadap kelompok oposisi.</p>
<p>Dalam <a href="https://www.youtube.com/watch?v=TPdrScl_yHo">cuplikan dialog RUU Cipta Kerja</a> ini, misalnya, Menkopolhukam Mahfud MD mencecar balik mahasiswa yang menyampaikan kritik.</p>
<blockquote>
<p>“Saudara mengerti tidak apa artinya <em>omnibus law</em>? Coba sini (saudara) jelaskan. Kalau tahu, baru saya jawab, jangan-jangan saudara <em>nggak</em> tahu,” tantang Mahfud. </p>
</blockquote>
<p>Selain tidak peka dengan kesenjangan relasi kuasa atas lawan bicaranya, sikap sinis ini juga berpotensi membuat orang awam makin sungkan untuk berdialog dengan elit. </p>
<p>Partisipasi publik bukan ajang bagi pejabat untuk meredam kekhawatiran akar rumput <a href="https://news.detik.com/berita/d-4882392/mahfud-md-yang-demo-tolak-omnibus-law-itu-nggak-ngerti">atas nama teknokrasi</a>. Partisipasi bermakna bertujuan memberi kesempatan luas agar publik ikut mengendalikan arah kebijakan yang dampaknya akan mereka pikul. </p>
<p>Dengan kanal <em>e-participation</em> yang tepat, aktivisme warganet adalah modal sosial untuk mencegah lahirnya kebijakan-kebijakan yang merugikan.</p>
<hr>
<p><em>Artikel ini meraih predikat Honorable Mention pada Kompetisi Menulis Hari Ulang Tahun ke-5 The Conversation Indonesia.</em> </p>
<p><em>Ronald Rofiandri (PSHK) dan Budi Hartadi (PUSILKOM-UI) turut berkontribusi dalam tulisan ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/191214/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Auditya Firza Saputra tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meski sesekali manjur, memviralkan isu di medsos bukanlah partisipasi warga yang ideal dalam pembuatan kebijakan. Negara perlu portal e-participation demi perdebatan publik yang bermakna.Auditya Firza Saputra, Peneliti, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1899682022-09-14T06:57:08Z2022-09-14T06:57:08ZAncaman wabah di depan mata: pemerintah harus segera terbitkan regulasi Laboratorium Kesehatan Masyarakat yang komprehensif!<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/484486/original/file-20220914-14-chysb4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Fungsi laboratorium kesehatan kesehatan yang terintegrasi sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan penyakit.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/photo-of-female-scientist-working-on-laboratory-3938023/">Pexels/Chokniti Khongchum</a></span></figcaption></figure><p>Indonesia kini memiliki penduduk sekitar <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5981874/jumlah-penduduk-indonesia-capai-273-juta-terbanyak-ada-di-mana">273 juta</a> yang tersebar di pulau-pulau berpenghuni di antara 17 ribu pulau. </p>
<p>Indonesia memiliki <a href="https://drive.google.com/file/d/1_2fwb8b1HdGkRhkvz8L7pedna69KCLck/view">129 pintu masuk</a> (<em>point of entries</em>) yang menghubungkan dengan negara lain, yaitu melalui bandar udara, pelabuhan, dan daratan. Pandemi COVID-19 telah mengajarkan bahwa pintu masuk negara juga pintu masuk penyakit menular. </p>
<p>Dari sudut pandang kesehatan, tingginya biodiversitas dan interaksi antara manusia, hewan, dan lingkungan menjadikan Indonesia sangat riskan akan bahaya penyakit yang muncul dan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan di masyarakat. Hal itu juga berpotensi besar mengancam ketahanan kesehatan. </p>
<p><a href="https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1149609/retrieve">Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, untuk mencegah dan mengendalikan penyakit, suatu negara membutuhkan laboratorium kesehatan masyarakat (Labkesmas) yang komprehensif. Lab ini merupakan salah satu sistem yang mensinergikan dan mengkoordinasi semua laboratorium dari tingkat komunitas, kabupaten atau kota, provinsi, sampai nasional. Segala operasional lab, termasuk biaya dibebankan kepada negara. </p>
<p>Menurut <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf">data Kementerian Kesehatan </a>, sampai saat ini ada 1.535 unit laboratorium kesehatan di seluruh Indonesia pada 2020. Rinciannya, 1.275 unit milik swasta, 228 unit milik pemerintah kabupaten dan kota, 28 unit milik pemerintah provinsi, dan 4 unit miliki Kementerian Kesehatan.</p>
<p>Masalahnya adalah dari begitu banyak laboratorium kesehatan belum ada peraturan yang mengatur tentang lab tersebut secara komprehensif dalam bentuk Labkesmas. Maksudnya, peraturan yang mencakup fungsi, kelembagaan, tanggung jawab, dan kedudukan di setiap tingkatan pemerintahan sesuai dengan bentuk Labkesmas <a href="https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1149609/retrieve">rujukan WHO</a>.</p>
<p>Saat ini istilah Labkesmas di Indonesia baru ada di <a href="https://www.regulasip.id/book/4935/read">Keputusan Menteri Kesehatan 364 Tahun 2003</a>, belum ada pengaturan yang rinci. Laboratorium kesehatan yang ada hanya mencerminkan beberapa fungsi dari 13 fungsi Labkesmas <a href="https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1149609/retrieve">sesuai standar WHO</a> dan belum terorganisasi dengan baik. </p>
<h2>Peran jejaring lab penting, malah dibubarkan</h2>
<p>Dalam konteks Indonesia, banyak hal yang dapat mendekatkan manusia pada risiko ancaman kesehatan. Mulai dari perilaku manusia menggunakan pestisida dan anti mikroba secara berlebihan yang berdampak resistensi antibiotika. </p>
<p>Ada pula penyakit yang bersumber binatang (<em>zoonosis</em>) dan berpotensi menular kepada manusia. Penyakit yang merebak di suatu negara dan berpotensi menulari negara sekitarnya. Bahkan hingga masalah kesehatan lainnya yang dapat ditimbulkan akibat perubahan iklim, bencana alam, serta dampak penggunaan bahan kimia. </p>
<p>Selama ini laboratorium yang menangani kasus penyakit potensi wabah penyakit menular hanya menjalankan beberapa fungsi Labkesmas, yang diatur dalam <a href="https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/pmk6582009.pdf">Peratuan Menteri Kesehatan No. 658 Tahun 2009</a> tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi Emerging dan Re-Emerging (PINERE).</p>
<p>Dalam peraturan ini, jelas disebutkan jejaring laboratorium pemerintah mulai dari level nasional sampai daerah. Sayangnya, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator jejaring lab dibubarkan setelah terbit <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/178084/perpres-no-78-tahun-2021#:%7E:text=Perpres%20ini%20mengatur%20mengenai%20Badan,dan%20Inovasi%20Daerah%20(BRIDA).">Peraturan Presiden No 78 Tahun 2021 tentang Pembentukan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN)</a> pada Agustus 2021. Sampai kini pemerintah belum menerbitkan baru terkait koordinasi jejaring lab.</p>
<p>Keputusan tersebut sangat berpengaruh terhadap tugas pokok, fungsi, dan peran jejaring laboratorium tersebut dalam upaya penanganan penyakit dan potensi wabah di Indonesia. Jika ingin mencegah dan mengendalikan penyakit menular, pemerintah perlu menata kembali jejaring laboratorium tersebut. </p>
<p>Jejaring laboratorium tersebut pernah dan masih menangani pemeriksaan penyakit infeksi yang sedang mewabah (<em>emerging</em>) dan kembali mewabah (<em>re-emerging</em>), di antaranya, penyakit flu burung, Ebola, penyakit polio, Mers-Cov, Influenza A baru (H1N1), chikunganya, rabies, campak, demam berdarah, hepatitis, kolera, difteri, pertusis, antraks, dan leptospira. </p>
<p>Penyakit yang terakhir ditangani adalah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, disusul penyakit hepatitis misterius dan cacar monyet. </p>
<h2>Mandat peraturan internasional</h2>
<p>Salah satu dampak dari kekosongan hukum terkait keberadaan jejaring laboratorium dalam bentuk Labkesmas adalah dapat menyebabkan ketidakpastian dalam penanganan penyakit potensi wabah di masyarakat. Tidak ada koordinasi siapa melakukan apa, bagaimana sistem jejaring rujukan laboratorium, dan bagaimana perannya.</p>
<p>Bukan hanya WHO yang menyarankan setiap negara seharusnya memiliki jejaring lab yang terkoordinasi. Konvensi internasional yang diratifikasi Indonesia juga memandatkan hal itu.</p>
<p><em>Pertama</em>, dalam <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789241580410">International Health Regulations (IHR 2005)</a>, disebutkan tujuan IHR adalah untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara internasional. Juga untuk merespons atas masalah kesehatan masyarakat sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Pemerintah Indonesia mengklaim telah berhasil <a href="https://drive.google.com/file/d/1CioGI5OaPTpwFRsvlSu1j3qzhQGRdidC/view">mengimplementasikan IHR 2005 secara penuh pada 2014</a>, tapi perlu peningkatan. </p>
<p>Ada 8 kapasitas inti dalam IHR 2005 diharapkan setiap negara memiliki kemampuan deteksi dini, mencegah, dan respons yang adekuat terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang berpotensi menyebar antarnegara. </p>
<p>Kemampuan ini didasarkan pada sistem surveilans nasional dan peraturan perundangan yang telah ada di masing-masing negara. Salah satu dari 8 kapasitas inti adalah kapasitas laboratorium yang komponennya adalah </p>
<ol>
<li><p>Regulasi dan koordinasi laboratorium pelayanan</p></li>
<li><p>Diagnostik dan konfirmasi pemeriksaan yakni laboratorium pelayanan yang memprioritaskan pengujian penyakit yang mengancam kesehatan dan adanya surveilan influenza</p></li>
<li><p>Pengumpulan, pengepakan dan pengiriman spesimen</p></li>
<li><p><em>Biosafety dan Biosecurity</em> laboratorium (keselamatan dan keamanan di laboratorium)</p></li>
<li><p>Surveilans berbasis laboratorium dengan adanya sistem pelaporan data.</p></li>
</ol>
<p><em>Kedua</em>, adanya forum kerja sama antarnegara yang bersifat terbuka dan sukarela. Tujuannya untuk memperkuat kapasitas nasional dalam penanganan ancaman penyakit menular dan kesehatan global yang disebut <a href="https://www.kemkes.go.id/article/print/18110200001/global-health-security-agenda-ghsa-2018.html">Global Health Security Agenda (GHSA)</a>. Agenda ini diluncurkan pada Februari 2014 dengan salah satu aksinya (dari 11 aksi) adalah penguatan sistem laboratorium nasional.</p>
<p>Ketiga, konsep <a href="https://theconversation.com/konsep-one-health-harus-diutamakan-untuk-memungkinkan-kita-untuk-mencegah-pandemi-148448">One Health</a> merupakan suatu konsep yang melihat bidang kesehatan baik kesehatan manusia, hewan, maupun kesehatan lingkungan saling bersinergi untuk mencapai kesehatan global. </p>
<p>Tujuan dari <em>One Health</em> adalah mengurangi risiko dampak tinggi penyakit pada antarmuka ekosistem hewan-manusia atau kesiapsiagaan terhadap pandemik melalui deteksi laboratorium. </p>
<p>Dengan demikian, Indonesia sangat membutuhkan laboratorium kesehatan masyarakat yang bekerja secara sinergi lintas Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).</p>
<h2>Penguatan sistem lab nasional sangat mendesak</h2>
<p>Dalam upaya pendekatan One Health, kita perlu regulasi setingkat peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Sebab, implementasi pendekatan ini membutuhkan kerja sama lintas kementerian dan instansi: Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). </p>
<p>Pemerintah Indonesia perlu segera membuat regulasi untuk mengatur laboratorium kesehatan dalam bentuk Sistem Jejaring Labkesmas mulai tingkat nasional sampai daerah yang terintergrasi. </p>
<p>Regulasi ini sifatnya urgen dan bisa dilakukan setingkat Kementerian Kesehatan berupa keputusan menteri atau peraturan menteri kesehatan, atau bila memungkinkan dalam bentuk peraturan presiden. </p>
<p>Jika peraturan itu terbit, pemerintah sebaiknya membuat sistem laboratorium kesehatan masyarakat yang mengacu pada saran WHO. Secara teknis, tugas dan peran ini bisa diarahkan dalam program dalam Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan perlu menyusun pedoman Labkesmas secara detail, termasuk alat, sumber daya manusia, standar lab, dan jenis pemeriksaan.</p>
<p>Kekosongan hukum terkait jejaring lab kesehatan masyarakat tidak bisa dibiarkan terlalu lama karena penyakit menular sedang mengancam di depan mata setiap saat. Taruhannya adalah kesehatan dan nyawa penduduk!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189968/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kambang Sariadji tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kekosongan hukum terkait jejaring lab kesehatan masyarakat tidak bisa dibiar terlalu lama karena penyakit menular sedang mengancam di depan mata setiap saat. Taruhannya adalah nyawa penduduk!Kambang Sariadji, Researcher and Policy Analysis in Laboratory Public Health, Health Policy and Development Agency, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian KesehatanLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1874462022-08-08T04:43:11Z2022-08-08T04:43:11ZMengapa statistik dianggap lebih unggul dalam perumusan kebijakan? Ilmu sosial-humaniora juga punya peran penting dalam menjembati gap kebijakan publik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/477558/original/file-20220804-9397-pjndo2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Data statistik sering dianggap sebagai lebih unggul dibanding data kualitatif.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/white-android-tablet-turned-on-displaying-a-graph-186464/">Pexels/Burak The Weekender</a></span></figcaption></figure><p>Dalam satu dekade terakhir, pemerintah Indonesia, dibantu oleh <a href="https://www.gatra.com/news-541876-pendidikan-satu-dekade-ksi-dorong-kebijakan-berbasis-penelitian.html">para mitra pembangunan</a>, giat mendorong produsen ilmu pengetahuan seperti lembaga riset dan universitas untuk menggunakan kebijakan berbasis bukti sebagai satu ukuran emas dalam proses perumusan kebijakan publik.</p>
<p>Banyak pihak sepakat bahwa perumusan kebijakan publik memang mestinya berlandaskan pada data dan informasi yang diperoleh secara empiris, ketimbang hanya mengandalkan intuisi dan prasangka.</p>
<p>Meski memiliki peran penting untuk <a href="https://press-files.anu.edu.au/downloads/press/n1672/pdf/ch09.pdf">meningkatkan kualitas perumusan kebijakan dengan mengedepankan rasionalitas dan ilmu pengetahuan</a>, kebijakan berbasis bukti memiliki sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kebijakan berbasis bukti cenderung menganakemaskan bukti-bukti yang dilahirkan dari disiplin ilmu eksakta. Ilmu ini dinilai lebih mampu mengkuantifikasikan suatu persoalan secara matematis dan terukur.</p>
<p>Konsekuensinya, studi-studi dan <a href="https://indoprogress.com/2015/02/apa-kegunaan-mendasar-ilmu-sosial/">pendekatan ilmu sosial yang lebih kritis</a> dan emansipatif dalam disiplin ilmu sosial-humaniora, yang berkelindan secara strategik dalam perumusan kebijakan publik, cenderung dianaktirikan. Sebab, proses pembacaan dan pemahaman bukti dalam disiplin ilmu sosial-humaniora membutuhkan waktu dan tidak bisa dipahami begitu saja oleh pemangku kepentingan. </p>
<p>Bahkan, jenis bukti tersebut sering dipandang bukan sebagai bukti oleh sebagian pengambil kebijakan. Hal ini telah menjadi perdebatan panjang oleh beberapa ilmuwan eksakta, yang menilai karya-karya ilmu sosial sebagai “<a href="https://leibniz.stanford.edu/friends/preview/pseudo-science/">pseudo-sains</a>”. </p>
<p>Padahal, mengacu pada pandangan filsuf Jerman Wilhelm Dhiltey, ilmu sosial humaniora masuk ke dalam kategori sains yang mengartikulasikan <a href="https://leibniz.stanford.edu/friends/preview/pseudo-science/">cara pikiran manusia bekerja melalui serangkaian hal</a>. Sebagai <em>homo socius</em> (makhluk sosial), manusia digerakkan oleh pikiran dan dari hal itu perlu kajian sosial humaniora.</p>
<h2>Kekuasaan statistik dan teknikalisasi problem</h2>
<p>Selain dianggap lebih ilmiah, bukti yang tersaji melalui statistik dan angka juga cenderung lebih mudah diterima, karena dianggap memiliki akurasi yang lebih terukur. Watak semacam itu memang menjadi karakter utama para perencana dan pengambil kebijakan publik di Indonesia. </p>
<p>Sosiolog Inggris Nikolas Rose menyebut kejadian itu sebagai <a href="https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/67587/1/rendering-society-technical.pdf">teknikalisasi permasalahan</a> (<em>rendering technical</em>), yaitu upaya menyederhanakan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan teknis yang bertujuan untuk mengelola dan menguasai suatu bukti.</p>
<p>Tania Murray Li, antropologi dari Universitas Toronto Kanada, juga meminjam konsep tersebut untuk menjelaskan <a href="https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/67587/1/rendering-society-technical.pdf">fenomena kepengaturan yang dilakukan negara terhadap masyarakat petani kakao di Lauje, Sulawesi Tengah</a>.</p>
<p>Dengan teknikalisasi permasalahan, para pengambil kebijakan merasa mampu memecahkan kompleksitas masalah sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan melalui pembacaan terhadap statistik dan angka semata.</p>
<p>Padahal, hal itu juga perlu diimbangi dengan menyelam lebih jauh ke dalam realitas sosial yang berlapis yang seringkali mustahil dikuantifikasikan melalui angka. </p>
<p>Persoalan tersebut semakin problematis mengingat bukti-bukti yang diproduksi dalam proses produksi pengetahuan tidak pernah netral. Produksi pengetahuan selalu dilingkupi oleh dimensi kekuasaan dan kepentingan. </p>
<p>Akibatnya, perumusan kebijakan publik kerap dinilai sebagai buah dari <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2021/10/15/publikasi-ilmiah-dan-kebijakan-publik">kesepakatan politik</a> di antara para pemimpin yang sedang berkuasa atau lebih sesuai dengan keinginan sekelompok orang yang berkepentingan —- biasanya adalah mereka yang akan terdampak langsung dari suatu kebijakan.</p>
<p>Contohnya adalah peran penting <a href="http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/129779">sebuah lembaga riset di Jakarta</a> yang memproduksi ilmu pengetahuan yang dijadikan oleh pemerintah Orde Baru sebagai alat legitimasi rezim pembangunanisme. </p>
<p>Orde Baru dan lembaga riset tersebut memiliki hubungan yang saling menguntungkan: lembaga riset itu menggunakan kedekatannya dengan rezim Soeharto untuk memperluas pengaruh studinya. Sementara, rezim Soeharto menggunakan hasil studi lembaga riset itu untuk memenuhi standar keilmuan rumusan kebijakan pemerintah yang menggelorakan watak pembangunanisme.</p>
<h2>Kekuasaan dan pengetahuan</h2>
<p>Filsuf Prancis, Michel Foucault, merupakan salah satu ilmuwan yang fokus pada kajian <a href="https://indoprogress.com/2014/01/gerakan-mahasiswa-dan-politik-liberalisasi-pendidikan-pasca-2014/">kekuasaan yang bertumpu pada pengetahuan dan kekuasaan memanfaatkan pengetahuan</a>. Di sisi lain, dia menunjukkan bagaimana kekuasaan juga mereproduksi pengetahuan dengan mewujudkannya sesuai dengan intensi sang pemilik pengetahuan.</p>
<p>Mempertimbangkan dimensi kekuasaan yang melekat pada proses perumusan kebijakan berbasis bukti, produksi bukti lewat penelitian tidak cukup jika hanya didekati dengan pendekatan positivistik yang cenderung melihat segala sesuatu secara netral, hitam putih, dan apa adanya.</p>
<p>Contohnya, sejumlah akademisi-aktivis pro-lingkungan menilai bahwa kesaksian <a href="https://nasional.tempo.co/read/651935/bela-tambang-semen-petani-kecam-akademikus-ugm">dua akademisi dari Universitas Gadjah Mada</a> yang dihadirkan PT Semen Indonesia dalam persidangan kasus tambang semen di Kendeng, Jawa Tengah, telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan. </p>
<p>Kedua ahli itu menerapkan metodologi sedemikian rupa untuk melegitimasi praktik pertambangan semen di Kendeng sebagai sesuatu yang tidak memberikan dampak destruktif pada lingkungan. Dalam kaidah akademik, bukti yang dihadirkan oleh keduanya barangkali memiliki justifikasi ilmiah.</p>
<p>Namun, bukti tersebut rupanya berbeda dengan bukti yang dipegang oleh masyarakat lokal dan akademisi-aktivis pro-lingkungan. Mereka meyakini bahwa praktik pertambangan, bagaimana pun bentuknya, akan mengancam kelangsungan hidup masyarakat.</p>
<p>Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bagaimana landasan bukti diproduksi secara berbeda tergantung pada kepentingan masing-masing kelompok. Dalam situasi tersebut, terlihat siapa kelompok yang akan diuntungkan dan dirugikan dalam proses produksi bukti melalui kegiatan penelitian. Kehadiran penguasa, pemilik modal, dan para penyandang dana (donor) sangat memengaruhi proses tersebut.</p>
<p>Masalah di atas menunjukkan bahwa kerja-kerja penelitian rentan hanya akan menjadi mesin anti-politik demi memenuhi keinginan penguasa dan lembaga pemberi dana. Penelitian tidak memperhitungkan dimensi kekuasaan dan kelompok masyarakat mana yang akan diuntungkan atau dirugikan. </p>
<h2>Dimensi ekonomi politik dan kekuasaan</h2>
<p>Kebijakan berbasis bukti perlu lebih sensitif dalam melihat dimensi kekuasaan dan aspek ekonomi politik dalam proses perumusan kebijakan. Hal itu hanya bisa dibaca jika kita memiliki pemahaman yang baik pada ilmu sosial-humaniora yang memang menyediakan kerangka untuk melihat bukti secara lebih kritis. </p>
<p>Hal itu juga memberikan peluang untuk tidak mengabaikan aspek ekonomi politik dalam proses perumusan kebijakan, sebab kebijakan publik sendiri dibuat dalam konteks politik jangka pendek.</p>
<p>Misalnya saja, kendati menyelesaikan persoalan pandemi, apa motif para pengambil kebijakan membuka lahan sawah baru (<em>food estate</em>) di Kalimantan Tengah pada masa genting seperti saat ini? </p>
<p>Pengambilan keputusan atas <a href="https://wri-indonesia.org/id/blog/3-alasan-food-estate-belum-menjawab-agenda-ketahanan-pangan-dan-gizi">penyediaan kebutuhan stok pangan melalui <em>food estate</em> sejak era Orde Baru hingga Pasca Reformasi</a> seringkali mengalami kegagalan lantaran tidak berhasil mengefektifkan penggunaan lahan. Sebaliknya, proyek ini justru menyeret permasalahan lainnya, seperti risiko lingkungan, ekonomi, dan kesehatan. </p>
<p>Kebijakan itu semata-mata mengamini asumsi bahwa pengambilan keputusan memang memihak pada bukti matematis.</p>
<p>Pendeknya, kultur numerikal jangan sampai menggerogoti upaya kita mendebat perumusan kebijakan publik yang produktif —- hingga membuat kita <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2018/07/31/bahaya-buta-data?status=sukses_login&status=sukses_login&utm_source=kompasid&utm_medium=login_paywall&utm_campaign=login&utm_content=https%3A%2F%2Fwww.kompas.id%2Fbaca%2Fopini%2F2018%2F07%2F31%2Fbahaya-buta-data&status_login=login">buta data</a>. Pendekatan kritis dalam ilmu sosial-humaniora perlu diletakkan sejajar dengan disiplin lain yang lebih mampu mengkuantifikasikan bukti.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187446/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Artikel ini mencerminkan pandangan penulis dan tidak niscaya mewakili pandangan organisasi atau penyandang dananya.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Penulis bertanggung jawab penuh atas pandangan yang diungkapkan di sini. Setiap kesalahan fakta atau analisis adalah tanggung jawab penulis.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Palmira Permata Bachtiar tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan berbasis bukti perlu lebih sensitif dalam melihat dimensi kekuasaan dan aspek ekonomi politik dalam proses perumusan kebijakan.Abdullah Faqih, Junior Researcher, SMERU Research InstituteFahmi Rizki Fahroji, Research Officer, Resilience Development Initiative (RDI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1685752022-03-14T05:24:57Z2022-03-14T05:24:57ZIni sebab mengapa isu kesehatan selalu kalah saat berhadapan dengan industri rokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/430993/original/file-20211109-27-1nx3ty9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pelajar di Mataram Nusa Tenggara Barat berkampanye menolak menjadi sasaran pemasan industri rokok.</span> <span class="attribution"><span class="source">Lentera Anak</span></span></figcaption></figure><p>Presiden Joko Widodo kerap menyatakan <a href="https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/119953/presiden-ingin-kebijakan-pemerintah-berpihak-kepada-rakyat">keberpihakannya</a> pada kepentingan publik dalam menyusun kebijakan, termasuk kesehatan. </p>
<p>Ketika menjadi pembicara dalam Sidang Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Juli tahun lalu, <a href="https://sdgs.bappenas.go.id/jokowi-sampaikan-4-sikap-di-sidang-dewan-ekonomi-sosial-pbb/">Jokowi</a> mengatakan percepatan pemulihan ekonomi harus dilakukan dengan tetap mengutamakan kesehatan serta pembangunan berkelanjutan.</p>
<p>Namun, apakah betul hal tersebut yang terjadi dalam menentukan kebijakan pengendalian tembakau? Selain belum meneken Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO, pemerintah Indonesia juga tidak kunjung menyelesaikan revisi <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5324/pp-no-109-tahun-2012#:%7E:text=PP%20No.%20109%20Tahun%202012,Bagi%20Kesehatan%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D">Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012</a> tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. </p>
<p>Sementara itu, investasi <a href="https://market.bisnis.com/read/20200228/192/1207126/bertemu-jokowi-phillip-morris-lirik-pasar-rokok-elektrik-indonesia">industri rokok multinasional</a> untuk produk tembakau baru berjalan terus, bahkan cenderung <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20211201/9/1472201/hm-sampoerna-investasi-us1661-juta-ini-komentar-menko-airlangga">dipermudah</a>.</p>
<p>Riset saya pada <a href="https://seatca.org/dmdocuments/Indonesia%20TII%20in%20Tax%20Bahasa.pdf">2019 menunjukkan</a> kuatnya pengaruh industri rokok dalam penyusunan kebijakan terkait dengan cukai tembakau di Indonesia. Lalu mengapa begitu sulit bagi pemerintah untuk lepas dari pengaruh industri rokok dalam pembuatan kebijakan?</p>
<p>Paling tidak ada tiga hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi: <em>pertama</em>, adanya peran aktif industri rokok yang mempengaruhi kebijakan; <em>kedua</em>, persepsi masyarakat termasuk pemerintah yang masih menganggap partisipasi industri rokok sebagai hal yang normal; <em>ketiga</em>, minimnya pemahaman aparatur negara tentang prinsip dasar pencegahan benturan kepentingan dalam membuat kebijakan kesehatan.</p>
<h2>Keterlibatan langsung industri rokok dalam pembuatan kebijakan</h2>
<p>Sebagai produk kena cukai, Indonesia sebenarnya sudah mengakui bahwa industri rokok adalah industri yang memproduksi barang tidak normal dan berdampak negatif pada kesehatan. </p>
<p>Hal tersebut tertulis dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39962/uu-no-39-tahun-2007">Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai</a> yang menyatakan bahwa cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat berdampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. </p>
<p>Meski negara mengakui produk tembakau sebagai produk yang berdampak negatif, namun industrinya tidak serta merta menjadi ‘pesakitan’ dalam proses menentukan kebijakan cukai. Dalam undang-undang yang sama, untuk menentukan kebijakan cukai, pemerintah wajib mengundang industri yang memproduksi barang yang dikenai cukai. </p>
<p>Ketentuan yang sangat kontradiktif dengan tujuan pengenaan cukai yaitu pengendalian konsumsi. Pihak yang mendorong konsumsi dan menimbulkan dampak negatif justru diajak terlibat dalam pembahasan aturan pengendalian konsumsi. </p>
<p>Situasi ini berhasil dimanfaatkan oleh industri rokok untuk terlibat secara aktif dalam mempengaruhi kebijakan. Pada 2018, industri rokok berhasil memengaruhi kebijakan cukai dengan memanfaatkan tahun politik. Mereka menyuarakan penolakan kenaikan cukai dalam berbagai kesempatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.</p>
<p>Tekanan industri rokok tersebut akhirnya berhasil membuat pemerintah membatalkan aturan penyederhanaan layer cukai yang sudah ditetapkan pada 2017 dan memutuskan tidak menaikkan cukai pada 2019, tahun berlangsungnya pemilihan umum. </p>
<h2>Membeli pengaruh lewat kegiatan CSR</h2>
<p>Selain terlibat langsung dalam kebijakan, industri rokok juga mencoba membeli pengaruh secara tidak langsung lewat program <em>Corporate Social Responsibility</em> (CSR). </p>
<p>Sebagai industri yang memproduksi barang tidak normal, sejak 2004 <a href="https://escholarship.org/content/qt6kf7q7v9/qt6kf7q7v9.pdf?t=krngy6">Badan kesehatan Dunia (WHO)</a> sudah menyatakan bahwa kegiatan CSR industri rokok adalah akal-akalan industri untuk mengaburkan fakta dampak negatif produk tembakau terhadap kesehatan dan lingkungan. </p>
<p>Namun hal tersebut tidak dipahami sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Iklan, promosi, sponsor, termasuk publikasi kegiatan CSR industri rokok dibiarkan mempengaruhi masyarakat Indonesia selama puluhan tahun. </p>
<p>Akibatnya masyarakat terlanjur percaya bahwa CSR industri rokok adalah murni niat baik industri, dan seperti pohon yang akarnya kokoh, kepercayaan ini tidak mudah untuk diubah. Sehingga citra baik industri rokok di mata publik mungkin akan bertahan lebih lama dari yang kita harapkan. </p>
<p>Selama pandemi, industri bahkan mampu memanfaatkan situasi sulit di masyarakat pada titik maksimal. Bantuan dan kegiatan CSR dari industri rokok justru ditujukan pada institusi pelayanan kesehatan dan aparat pemerintah. Bantuan tersebut mulai dari makanan, alat pelindung diri, mesin PCR, sampai dengan mobil ambulans. </p>
<p>Berbagai apresiasi kepada industri rokok pun hadir bersamaan dengan munculnya bukti ilmiah tentang adanya hubungan perilaku merokok dengan peningkatan risiko terpapar COVID-19. Sebuah anomali di sektor layanan kesehatan yang seolah biasa dan tidak apa-apa.</p>
<p>Membiarkan industri rokok melakukan publikasi kegiatan CSR bukan hanya memunculkan citra baik industri di mata publik, tapi juga dapat digunakan untuk menekan kebijakan pengendalian tembakau. Salah satunya aturan larangan iklan rokok di luar ruang. </p>
<p>Pada 2020 Bupati Karangasem pernah menerima <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SAMPOERNA_2JUNE%202020.pdf">surat</a> dari manajer hubungan regional dan CSR PT. HM Sampoerna yang meminta pencabutan aturan larangan reklame iklan rokok. Surat tersebut diawali dengan pembukaan manis tentang program CSR Sampoerna di wilayah Karangasem. Sebuah bukti nyata bahwa kegiatan CSR bukan semata-mata lahir dari niatan baik industri, namun bagian dari agenda besar industri rokok dalam memberikan pengaruh di masyarakat dan pemerintah.</p>
<h2>Perang proksi lewat pihak ketiga</h2>
<p>Selain melalui keterlibatan langsung yang memang diperbolehkan oleh undang-undang, industri juga kerap menerapkan strategi perang proksi untuk memengaruhi kebijakan. </p>
<p>Dalam setiap periode penentuan tarif cukai, industri rokok berhasil memobilisasi berbagai suara mulai dari asosiasi industri, lembaga non-pemerintah, sampai politikus dari berbagai partai untuk ramai-ramai menentang kenaikan tarif cukai. Upaya tersebut ditujukan untuk semua pihak, baik untuk mengubah opini publik maupun pembuat kebijakan. Situasi ini tidak jarang membuat kebijakan cukai kurang efektif.</p>
<p>Cara seperti ini sudah lama dilakukan oleh industri rokok dan terjadi di hampir semua negara, yang membedakan hanya bagaimana pemerintah di negara tersebut merespons gangguan industri tersebut. </p>
<p>Merujuk pada laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) tentang <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SEATCA%202020%20TII%20Index%20in%20ASEAN%20Countries.pdf">indeks campur tangan industri tembakau di ASEAN</a>, sejak 5 tahun terakhir (2015-2019) Indonesia selalu menempati urutan teratas dalam hal campur tangan industri rokok. Ini menjadikan Indonesia sebagai lahan subur bagi industri rokok untuk meraup untung dengan cara mempengaruhi kebijakan kesehatan.</p>
<h2>Lemahnya kebijakan pencegahan dan transparansi</h2>
<p>Hal lain yang masih lemah adalah pemahaman tentang bagaimana pemerintah seharusnya melindungi proses pembuatan kebijakan kesehatan. Selama ini proses tersebut belum merujuk pada prinsip <em>good governance</em> dalam penyusunan kebijakan. Misalnya seputar ketiadaan aturan pencegahan benturan kepentingan dan transparansi terhadapnya. </p>
<p>Lemahnya kebijakan pencegahan dan transparansi dimanfaatkan oleh industri untuk merekrut mantan pejabat pemerintah dan memberikan posisi, baik di dalam asosiasi industri maupun langsung dalam direksi perusahaan. Hal tersebut membuat industri lebih leluasa dalam mempengaruhi kebijakan. Praktik ini terjadi sudah cukup lama dan dibiarkan terus berlangsung sampai hari ini.</p>
<p>Bagi negara-negara anggota FCTC, pedoman Pasal 5.3 sudah dengan jelas mengatur bagaimana seharusnya interaksi dengan industri rokok dilakukan oleh setiap negara. Pedoman tersebut diterapkan demi mencegah gangguan industri terhadap kebijakan kesehatan. Bahkan definisi industri rokok dalam pedoman tersebut mencakup pihak ketiga yang turut bekerja untuk kepentingan industri. Namun sayangnya Indonesia bukanlah anggota FCTC.</p>
<h2>Pentingnya peraturan benturan kepentingan</h2>
<p>Saat ini Indonesia memang belum memiliki instrumen hukum yang melarang partisipasi industri rokok dalam pengembangan kebijakan. Campur tangan industri masih dianggap biasa dan tidak melanggar aturan formal, namun bukan berarti situasi tersebut harus terus dibiarkan. </p>
<p>Jika pemerintah memang benar-benar serius memprioritaskan kepentingan kesehatan, maka sudah saatnya kebijakan kesehatan di lindungi oleh sebuah aturan. Misalnya dengan membuat aturan pedoman penanganan benturan kepentingan (<em>conflict of interest</em>) dengan industri rokok di lingkungan pemerintahan. Sehingga tidak ada lagi keterlibatan industri rokok dalam pembuatan kebijakan kesehatan.</p>
<p>Jika tidak, urusan kesehatan masyarakat akan selalu dikorbankan, dan Indonesia akan terus tertinggal dalam hal keberpihakan terhadap kepentingan publik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168575/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mouhamad Bigwanto tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sudah saatnya kebijakan kesehatan dilindungi oleh aturan. Salah satunya adalah dengan membuat pedoman penanganan benturan dengan industri tembakau di lingkungan pemerintahan.Mouhamad Bigwanto, Asst. Prof at Faculty of Helath Sciences, Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA and Ph.D Student at Faculty of Education and Psychology ELTE, Eötvös Loránd UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1785332022-03-04T07:22:53Z2022-03-04T07:22:53ZTahun ketiga pandemi COVID-19: mengapa sistem kesehatan kita perlu perubahan besar<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/449994/original/file-20220304-8225-f2wqhm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Warga berjalan di dekat mural bertema pencegahan penyebaran COVID-19 di Jakarta, 2 Maret 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1646223015">ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa</a></span></figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/2Jrx0z8zazwRnuIH7mz0PQ?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Pandemi COVID-19 di Indonesia pekan ini <a href="https://theconversation.com/pandemi-memasuki-tahun-ketiga-mengapa-layanan-telemedicine-harus-mulai-diperkuat-178162">memasuki tahun ketiga</a> dan belum ada tanda bahwa penyebaran pepenyakit global ini akan segera berakhir. Artinya kita tetap perlu menerapkan protokol kesehatan dan terus meningkatkan cakupan vaksinasi.</p>
<p>Dalam dua tahun terakhir, gelombang penularan lebih banyak dipicu varian delta setelah libur panjang <a href="https://theconversation.com/kasus-covid-19-dan-kematian-di-asia-tenggara-meningkat-tajam-apa-penyebabnya-162255">(libur Idul Fitri 2021)</a> dan kini varian omicron sejak pasca libur akhir tahun lalu. Apakah pola seperti ini berulang? Kita belum tahu jawabannya secara pasti karena pola tersebut baru berjalan dua tahun saat cakupan vaksinasi masih rendah. </p>
<p>Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo pertama kali mengumumkan ada dua kasus positif COVID di negeri ini. Setelah dua tahun, <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">5,6 juta orang telah terinfeksi COVID</a> dan 149 ribu di antaranya meninggal. Di level dunia, lebih dari 430 juta orang telah terinfeksi dan 5,9 juta yang meninggal. Jumlah ini terus meningkat.</p>
<p>Di Indonesia, upaya pengendalian melalui vaksinasi menunjukkan angka menggembirakan, <a href="https://theconversation.com/apakah-vaksinasi-covid-19-di-indonesia-akan-molor-hingga-10-tahun-5-faktor-yang-pengaruhi-cepat-lambat-imunisasi-155127">walau pada tahap awal banyak yang skeptis</a>. Vaksinasi tahap pertama per hari ini telah <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">mencapai 91 persen (190 juta)</a> dari target 208 juta penduduk yang akan divaksin. Vaksin tahap kedua baru 69 persen (144 juta). Dosis ketiga masih di bawah 5 persen (sekitar 10 juta). Varian omicron telah membuat vaksinasi makin relevan karena vaksinasi mampu mengurangi level keparahan pasien yang terinfeksi.</p>
<p>Lalu, belajar dari kegagalan dan keberhasilan pengendalian pandemi, bagaimana strategi memperkuat sistem kesehatan kita agar tahan terhadap serangan pandemi pada masa depan?</p>
<p>Untuk menjawabnya, pada episode podcast SuarAkademai kali ini, kami berbicara dengan Teguh Haryo Sasongko, peneliti The Cochrane Collaboration dan Associate Professor, Royal College of Surgeons in Ireland (RCSI) School of Medicine, Perdana University Malaysia. Dia banyak <a href="https://theconversation.com/profiles/teguh-haryo-sasongko-1031062/articles">menulis artikel COVID-19 selama pandemi</a>. </p>
<p>Teguh menjelaskan dinamika kebijakan selama pandemi antara kesehatan dan ekonomi, implementasi sains dalam kebijakan, dan pentingnya Indonesia bisa segera memproduksi vaksin sendiri, dan desakan untuk memperkuat sistem kesehatan.</p>
<p>Simak lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/178533/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Teguh menjelaskan dinamika kebijakan selama pandemi antara kesehatan dan ekonomi, implementasi sains dalam kebijakan, dan pentingnya Indonesia bisa segera memproduksi vaksin sendiri.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1727792021-12-11T08:27:25Z2021-12-11T08:27:25ZWarga memaknai dan menaati pembatasan sosial pandemi secara ‘berbeda’: temuan dari Malang<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/436310/original/file-20211208-25-nowwsj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=335%2C275%2C3658%2C2383&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang warga melintas di depan portal jalan yang ditutup di Perumahan Araya, Malang, Jawa Timur, pada 2020.</span> <span class="attribution"><span class="source">Ari Bowo Sucipto/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.kemenkopmk.go.id/pembatasan-sosial-berskala-besar">Pembatasan</a> <a href="https://money.kompas.com/read/2021/07/17/111002626/masih-belum-paham-apa-itu-ppkm?page=all">pergerakan</a> selama pandemi di Kota Malang, Jawa Timur, menyebabkan permasalahan tersendiri bagi Aji, seorang pengemudi ojek <em>online</em>.</p>
<p>Berbagai penyekatan di jalan raya selama masa pembatasan memaksa Aji mencari jalan pintas untuk sampai ke tujuan. Bukan karena dia ingin melanggar aturan, tapi karena tuntutan pekerjaan.</p>
<p>Cerita lain datang dari Arif, seorang pemilik toko kelontong di Kota Batu. Di kampungnya, warga melakukan karantina wilayah secara lokal saat angka penularan COVID-19 sedang tinggi.</p>
<p>Tujuannya bukan untuk membatasi interaksi antarwarga, tapi justru agar warga setempat tetap bisa berinteraksi, misalnya melaksanakan pengajian rutin. Dengan melarang orang lain masuk kampung mereka, mereka berharap tetap terhindar dari COVID-19.</p>
<p>Dua contoh di atas memperlihatkan bagaimana masyarakat memaknai ruang sosial saat pandemi COVID-19 secara berbeda dengan maksud pemerintah. </p>
<p>Mereka tidak serta merta menerima pembatasan-pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah. Namun, mereka melakukan negosiasi atas aturan tersebut.</p>
<p>Sayangnya, hampir tidak ada diskusi tentang ruang sosial itu sendiri, khususnya <a href="https://scholar.google.com/scholar?start=0&q=psbb+ppkm&hl=en&as_sdt=0,5">bagaimana masyarakat memaknai sekaligus berusaha menciptakan dan mengkonstruksi ruang sosial pandemi</a>. Padahal, esensi dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) adalah produksi dan negosiasi ruang sosial.</p>
<p>Kami meneliti bagaimana warga Malang Raya, Jawa Timur, menegosiasikan ruang sosial selama pandemi. Kami menemukan bahwa warga menaati kebijakan pembatasan dalam level berbeda-beda bahkan kadang bertentangan dengan maksud pemerintah.</p>
<h2>Pemaknaan dan negosiasi kreatif</h2>
<p><a href="https://www.wiley.com/en-us/The+Production+of+Space-p-9780631181774">Ruang sosial</a> bukanlah sesuatu yang terbentuk secara alamiah, melainkan diproduksi dan dikonstruksikan secara sosial.</p>
<p>Karena sifatnya yang sosial inilah, maka ruang sosial senantiasa berubah melalui proses negosiasi antara berbagai pihak. Dalam kasus pembatasan ruang saat pandemi, negosiasi itu berlangsung antara pemerintah dengan warga.</p>
<p>Kami melakukan penelitian di Malang Raya karena wilayah ini pernah melaksanakan semua jenis pembatasan ruang yang ditetapkan pemerintah.</p>
<p>Malang Raya juga pernah menempati <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5119713/angka-kematian-covid-19-malang-raya-tertinggi-di-indonesia">posisi pertama sebagai wilayah dengan rasio kematian COVID-19 tertinggi di Indonesia</a>. Artinya, ada masalah terkait penanganan COVID-19 di sana.</p>
<p>Kami mewawancarai enam informan dari berbagai latar belakang. Mereka adalah Ana (digital <em>entrepreneur</em>), Bagus (pemilik toko musik, penyintas COVID-19), Doni (pengelola warung kopi), Putri (pemilik <em>cafe</em>, mahasiswi), serta Aji dan Arif.</p>
<p>Salah satu temuan utama kami adalah masyarakat memaknai sekaligus menegosiasikan pembatasan ruang sosial akibat kebijakan PSBB dan PPKM dengan cara-cara yang kreatif. </p>
<p>Dengan kata lain, masyarakat memaknai pembatasan ruang sosial secara berbeda dengan maksud pemerintah.</p>
<p>Masyarakat memang tidak sepenuhnya menaati aturan pembatasan ruang dari pemerintah. Namun, bukan berarti masyarakat abai dengan kesehatan mereka sendiri.</p>
<p>Dua ilustrasi di awal tulisan adalah contoh dari negosiasi kreatif tersebut. </p>
<p>Dalam kasus Arif, karantina kampung secara lokal dapat dimaknai sebagai bentuk negosiasi kreatif warga terhadap kebijakan pemerintah. Karena masyarakat Indonesia berkarakter kolektif, warga lalu mencari cara untuk aman dari wabah, namun tetap dapat berinteraksi.</p>
<p>Sementara itu, kasus Aji yang “melanggar” aturan pembatasan sosial mencerminkan apa disebut sebagai <a href="https://books.google.co.id/books/about/Social_Justice_and_the_City.html?id=GJMFBAAAQBAJ&redir_esc=y">ekspresi kapitalisme</a>. Usaha Aji dengan mencari jalan pintas agar tetap dapat mengantar penumpang dan pesanan makanan, merupakan aktivitas yang bertujuan agar roda perekonomian yang tunduk pada logika kapitalisme dapat terus berputar.</p>
<p>Lain lagi dengan Bagus, sembari melakukan ekspresi kapitalisme, dia juga menerapkan aturan pembatasan sosial yang ketat di tokonya. Misalnya, ia melarang calon pembeli yang tidak menggunakan masker untuk masuk ke dalam tokonya. Pembeli tak bermasker harus menunggu di luar dan Bagus akan mengambilkan barang yang ingin dibeli.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jika-diterapkan-dengan-baik-penutupan-sekolah-dan-tempat-kerja-selama-setahun-pandemi-di-jakarta-bisa-hemat-hingga-rp-480-triliun-172151">Jika diterapkan dengan baik, penutupan sekolah dan tempat kerja selama setahun pandemi di Jakarta bisa hemat hingga Rp 480 triliun</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penyatuan ruang</h2>
<p>Kami juga mengamati terjadinya penyatuan (konvergensi) ruang.</p>
<p>Informan kami Ana, sebagai orang yang paham bagaimana logika digital bekerja, memaknai ruang fisik dan virtual selama pandemi sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan.</p>
<p>Menurut Henri Lefebvre, filsuf dan sosiolog asal Prancis, ruang tidak terpisahkan dari hubungan-hubungan sosial. Baginya, <a href="https://www.jstor.org/stable/10.5749/j.ctttsrv7">ruang dibentuk oleh kapitalisme dan neo-kapitalisme</a> yang terefleksikan dalam dunia bisnis.</p>
<p>Misalnya dalam dunia bisnis saat ini, kita bisa jumpai pada fenomena <a href="https://voffice.co.id/jakarta-virtual-office/business-tips/what-is-coworking-space/"><em>coworking space</em></a>, tempat orang dapat bersantai layaknya di <em>cafe</em>, sekaligus bekerja layaknya di kantor. </p>
<p>Christian Fuchs, ilmuwan sosial asal Austria, menyebut fenomena ini sebagai <a href="https://www.triple-c.at/index.php/tripleC/article/view/1167">kapitalisme menciptakan konvergensi ruang</a>. Pandemi, menurut Fuchs, telah mendorong konvergensi ruang sampai pada titik ekstrem. </p>
<p>Kita bisa lihat bagaimana fungsi rumah sekarang ini. Rumah dulunya hanya sebagai tempat untuk tinggal dan beristirahat; kini, fungsi rumah mengalami konvergensi menjadi tempat untuk bekerja, bersekolah, bersantai, sekaligus beristirahat.</p>
<p>Konvergensi ruang ini juga terjadi pada usaha rintisan milik Ana. Semenjak pandemi, Ana melakukan semua aktivitas kantor secara daring dari rumah. Komputer kantor bahkan sampai dipindahkan ke rumah pegawai.</p>
<p>Uniknya, konvergensi yang terjadi di kantornya tidak hanya pada ruang-ruang fisik seperti yang dimaksud Fuchs, tapi juga konvergensi antara ruang fisik dan virtual.</p>
<p>Misalnya, selama bekerja dari rumah, Ana menerapkan satu aturan unik bagi pegawainya: setiap pegawai harus berjemur minimal 15 menit setiap pagi dan melaporkannya melalui ruang virtual.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/survei-pengetahuan-dan-partisipasi-masyarakat-selama-psbb-masih-rendah-perlu-ada-perbaikan-selama-memulai-pelonggaran-140083">Survei: pengetahuan dan partisipasi masyarakat selama PSBB masih rendah. Perlu ada perbaikan selama memulai pelonggaran</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Saran bagi pemerintah</h2>
<p>Berdasarkan riset kami, hampir semua informan mengaku tidak mengetahui secara detail perbedaan antara pembatasan ruang (PSBB atau PPKM) yang satu dengan lainnya. Selain karena secara teknis memang terlalu rumit, sosialisasi yang dilakukan pun tidak maksimal.</p>
<p>Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, <a href="https://news.detik.com/berita/d-5838978/kapan-ppkm-level-3-dimulai-se-indonesia-ini-jadwal-aturannya">ada wacana memperketat pembatasan ruang secara nasional</a>. </p>
<p>Menurut kami, pemerintah bisa melakukan dua hal. Pertama, menyederhanakan aturan-aturan terkait pembatasan ruang. Kedua, meningkatkan keterlibatan pemimpin lokal dalam pembatasan ruang. </p>
<p>Pembatasan ruang yang paling efektif justru bukan yang didesain pemerintah pusat atau daerah, melainkan yang dilakukan secara lokal, baik yang dilakukan di kampung-kampung, maupun yang dilakukan secara personal oleh warga.</p>
<hr>
<p><em>Dicky Wahyudi dan Salma Salima Hariza Nihru (mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya), serta Septamares Dwi Santosa (alumnus Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya), ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172779/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdul Hair menerima dana dari Program Hibah Penelitian Internal FISIP Universitas Brawijaya Tahun Akademik 2020/2021.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nisa Alfira menerima dana dari Program Hibah Penelitian Internal FISIP Universitas Brawijaya Tahun Akademik 2020/2021.</span></em></p>Masyarakat memaknai sekaligus menegosiasikan pembatasan sosial dengan cara-cara yang kreatif. Dengan kata lain, masyarakat memaknai pembatasan ruang sosial secara berbeda dengan maksud pemerintah.Abdul Hair, Lecturer at Department of Communication, Universitas BrawijayaNisa Alfira, Dosen, Universitas BrawijayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1730652021-12-07T05:14:19Z2021-12-07T05:14:19ZKebijakan berbasis bukti adalah yang terbaik? Belum tentu<p>Kebijakan berbasis bukti merupakan standar emas dalam tugas advokasi, apalagi bagi seorang peneliti. Kebijakan yang tidak didukung bukti kerap dianggap sebagai <a href="http://www.smeru.or.id/sites/default/files/publication/news32.pdf">kebijakan yang gagal</a>. </p>
<p>Kebijakan yang mengandalkan bukti tentu lebih baik dibandingkan kebijakan yang sekadar didorong kepentingan penguasa. </p>
<p>Namun kebijakan berbasis bukti tidak selamanya ideal. </p>
<p>Dinamika kuasa yang timpang dan pemaknaan bukti yang cenderung beragam rentan menyebabkan pembuatan kebijakan malah menjadi eksklusif dan tidak berpihak pada kepentingan kelompok marginal.</p>
<h2>Kekuasaan menentukan bukti yang dianggap valid</h2>
<p>Klaim bahwa bukti layak dianggap valid atau tidak berkaitan erat dengan <a href="https://press-files.anu.edu.au/downloads/press/n1672/pdf/ch09.pdf">kekuasaan</a>. </p>
<p>Bukti dari lembaga besar yang didominasi oleh peneliti level global kerap dianggap lebih mudah dipercaya dibanding bukti dari lembaga akar rumput yang sebenarnya lebih dekat dengan masyarakat.</p>
<p>Misalnya, negara-negara di dunia sering menggunakan <a href="https://www.doingbusiness.org/en/doingbusiness">indeks kemudahan berbisnis</a> keluaran Bank Dunia sebagai landasan untuk mempermudah birokrasi. </p>
<p>Di Indonesia, salah satu pendorong pengembangan Undang-Undang (UU) omnibus Cipta Kerja adalah performa buruk Indonesia dalam indeks itu. UU Cipta Kerja kemudian tetap dibuat meski analisis lain menunjukkan bahwa kebijakan itu <a href="https://theconversation.com/mengapa-uu-cipta-kerja-tidak-menciptakan-lapangan-kerja-tapi-memperkuat-oligarki-147448">mengancam banyak kelompok</a>, khususnya kelompok buruh. </p>
<p>Tahun ini, Bank Dunia <a href="https://theconversation.com/scandal-involving-world-banks-doing-business-index-exposes-problems-in-using-sportslike-rankings-to-guide-development-goals-169691">menghentikan publikasi indeks</a> itu karena isu manipulasi data. Analisis lembaga besar belum tentu bebas dari masalah. </p>
<p>Selain itu, kesamaan kepentingan lembaga dan kekuasaan juga membuat bukti-bukti dari lembaga yang dekat dengan kekuasaan cenderung bisa dianggap lebih benar dibandingkan bukti yang lain. </p>
<p>Ini rentan membuat <a href="https://theconversation.com/buyarnya-mimpi-teknokrat-pembentuk-ide-brin-saatnya-komunitas-ilmiah-berhenti-naif-dan-anti-politik-159913">lembaga riset</a> dipolitisasi untuk menyediakan pembenaran atas praktik-praktik yang hanya menguntungkan kekuasaan.</p>
<p>Di samping lembaga riset, jenis riset juga kerap mempengaruhi bukti mana yang dianggap lebih valid. </p>
<p>Studi kuantitatif sering dianggap <a href="https://jech.bmj.com/content/57/7/527">lebih saintifik</a> dibandingkan studi kualitatif. Uji acak terkontrol (<em>randomised controlled trial</em> atau RCT) sering disebut sebagai <a href="https://www.povertyactionlab.org/resource/introduction-randomized-evaluations">standar emas</a> dalam evaluasi dampak, termasuk dampak kebijakan. Pendekatan ini mengukur secara kuantitatif seberapa efektif suatu kebijakan atau intervensi dengan membandingkan performa kelompok intervensi dengan kelompok non-intervensi, yang keduanya dipilih secara acak. </p>
<p>Kebijakan dianggap efektif jika performa kelompok intervensi - secara kuantitatif - lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. </p>
<p><a href="https://www.hup.harvard.edu/catalog.php?isbn=9780674048218">Penganakemasan riset kuantitatif</a> erat kaitannya dengan dinamika kuasa dan ketimpangan gender.</p>
<p>Riset kualitatif dengan sampel terbatas yang lebih banyak dilakukan perempuan kerap dianggap lebih feminim, kurang tepercaya, dan tidak solid dibandingkan studi kuantitatif yang didominasi oleh laki-laki.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/buyarnya-mimpi-teknokrat-pembentuk-ide-brin-saatnya-komunitas-ilmiah-berhenti-naif-dan-anti-politik-159913">Buyarnya mimpi teknokrat pembentuk ide BRIN. Saatnya komunitas ilmiah berhenti naif dan anti-politik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Bukti sering kali bersifat kontekstual</h2>
<p>Satu kebijakan atau program bisa terbukti efektif di daerah tertentu, namun ternyata gagal di konteks lain. </p>
<p>Di bidang psikologi, fenomena ini kerap dinamakan <a href="https://www.theatlantic.com/science/archive/2018/11/psychologys-replication-crisis-real/576223/">krisis replikasi</a>. Misalnya, psikolog Carol Dweck asal Amerika Serikat (AS) membuktikan pentingnya <a href="https://www.youtube.com/watch?v=-71zdXCMU6A">pola pikir berkembang</a>. Temuannya menunjukkan bahwa pelajar yang memandang bahwa intelegensi bisa dikembangkan cenderung akan berusaha lebih banyak sehingga bisa lebih sukses dibandingkan mereka yang memandang bahwa intelegensi bersifat permanen. </p>
<p>Sayangnya, intervensi pola pikir yang dilakukan di sekolah publik di Argentina tidak membuktikan hal yang sama. Pola pikir berkembang <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.3102/0162373720938041">tidak berpengaruh</a> pada sikap belajar dan performa akademis siswa di sana.</p>
<p>Di dunia pendidikan, hasil belajar kerap digunakan sebagai acuan untuk menentukan apakah kebijakan terbukti efektif atau tidak. </p>
<p>Meski memperbaiki kualitas pendidikan itu penting, kita perlu memahami bahwa tidak semua kebijakan pendidikan (harus) berorientasi pada hasil belajar. </p>
<p>Kebijakan zonasi yang membatasi seleksi nilai dalam penerimaan siswa baru belum tentu berhasil meningkatkan hasil belajar. Namun, <a href="http://www.rise.smeru.or.id/sites/default/files/publication/Infografis%20Zonasi%20RISE.pdf">temuan awal</a> menunjukkan bahwa kebijakan ini berhasil membuka akses anak-anak marginal ke sekolah negeri gratis. </p>
<p>Menghapus kebijakan zonasi hanya karena dianggap tidak efektif meningkatkan hasil belajar siswa akan berpotensi membatasi akses pendidikan anak-anak kelompok ekonomi menengah-bawah.</p>
<p>Sebaliknya, kebijakan yang berhasil meningkatkan hasil belajar siswa belum tentu tanpa problem. </p>
<p>Pelibatan orang tua dalam pendidikan sering dianggap dapat <a href="https://theconversation.com/studi-tegaskan-masifnya-dampak-orang-tua-dalam-pembelajaran-anak-kita-harus-bangun-terus-peran-mereka-selepas-pandemi-169375">meningkatkan hasil belajar siswa</a>, meski tidak sedikit juga <a href="https://academic.oup.com/sf/article-abstract/94/4/e106/2461395">bukti yang membantahnya</a>. </p>
<p>Kebijakan ini belum tentu layak diperluas karena adanya isu <a href="https://theconversation.com/survei-beban-pendampingan-belajar-anak-selama-pandemi-lebih-banyak-ke-ibu-ketimbang-ayah-143538">ketimpangan gender</a> dalam tugas-tugas pendampingan belajar. </p>
<p>Pergeseran tanggung jawab sekolah ke orang tua juga berpotensi <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01411920701243578">menstigmatisasi</a> keluarga berpenghasilan rendah, yang meski peduli pada pendidikan anaknya tapi menghadapi banyak tantangan untuk membantu anak belajar.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/survei-beban-pendampingan-belajar-anak-selama-pandemi-lebih-banyak-ke-ibu-ketimbang-ayah-143538">Survei: beban pendampingan belajar anak selama pandemi lebih banyak ke ibu ketimbang ayah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pengembangan kebijakan berbasis bukti cenderung eksklusif</h2>
<p>Idealnya, kebijakan dibuat untuk kepentingan umum, bukan hanya untuk sebagian elit.</p>
<p>Oleh karena itu, pengembangan kebijakan perlu mempertimbangkan aspirasi semua kelompok - termasuk kelompok marginal - terlepas mereka punya latar belakang sebagai peneliti atau tidak.</p>
<p>Semata menggunakan bukti sebagai landasan kebijakan bisa mengancam proses yang demokratis dalam pengembangan kebijakan.</p>
<p>Dalam demokrasi, setiap warga punya suara yang sama di mata hukum dan negara, termasuk dalam pembuatan kebijakan. </p>
<p>Sayangnya, bukti umumnya dimonopoli oleh peneliti, yang <a href="https://aaronclauset.github.io/slides/Clauset_2021_FacultyHiringAndChangingRepresentationInAcademia_BerkeleyCTEG.pdf">dominan berlatar kelas menengah</a>. </p>
<p><a href="http://pspk.web.id/kilas-pendidikan/kilas-pendidikan-edisi-17-ketimpangan-mutu-dan-akses-pendidikan-di-indonesia-potret-berdasarkan-survei-pisa-2015/">Ketimpangan pendidikan</a> serta terbatasnya <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/is-education-reform-finally-paying-off-for-indonesian-kids/">mobilitas sosial</a> di Indonesia membuat orang dari kelompok marginal sulit menjadi peneliti yang biasanya membutuhkan pendidikan tinggi. </p>
<p>Mendorong kebijakan berbasis bukti memberikan ruang penting pada peneliti menyampaikan suara, namun di sisi lain juga rentan mengabaikan suara kelompok marginal. </p>
<p>Sebuah studi menunjukkan bahwa <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01436597.2021.1882297">elit kelas menengah</a> cenderung lebih sering merepresentasikan kepentingan yang berlawanan dengan kepentingan kelompok marginal. </p>
<p>Latar belakang peneliti yang umumnya adalah kelompok terdidik juga cenderung membuat mereka mudah <a href="https://psycnet.apa.org/record/2017-53158-001">menstigma kelompok lain</a> yang pendidikannya lebih terbatas.</p>
<p>Dalam bukunya “<a href="https://www.theguardian.com/books/2020/sep/06/michael-sandel-the-populist-backlash-has-been-a-revolt-against-the-tyranny-of-merit">The Tyranny of Merit: What’s Become of the Common Good</a>”, akademisi Harvard University Michael Sandel menjelaskan bahwa eksklusivitas dalam pengembangan kebijakan yang umumnya dilakukan sebagian kecil elit cenderung membuat kelompok non elit antipati pada negara. Ia menganggap hal ini juga berkontribusi pada populisme di AS, termasuk kemenangan Donald Trump.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-kelompok-privilese-menyamankan-diri-di-tengah-ketimpangan-160354">Bagaimana kelompok privilese menyamankan diri di tengah ketimpangan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Berbasis bukti saja tidak cukup, kebijakan harus berpihak</h2>
<p>Penelitian memiliki banyak tujuan, salah satunya adalah mendorong kebijakan yang lebih baik. Untuk kepentingan ini, kita yang berprofesi sebagai peneliti, penting untuk terus menggali bukti-bukti terkait efektivitas suatu kebijakan atau intervensi. </p>
<p>Pengetahuan ini harus disebarluaskan ke publik sebagai upaya untuk mendemokratisasi pengetahuan.</p>
<p>Dengan begini, pengetahuan tidak saja dimiliki oleh kelompok berpendidikan yang punya akses lebih memadai ke aktivitas riset, buku, hasil penelitian, termasuk ke lingkar kekuasaan. </p>
<p>Sebuah <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/387501468322733597/pdf/WPS6851.pdf">studi</a> tentang produk pengetahuan Bank Dunia menunjukkan bahwa 31% di antaranya tidak pernah diunduh dan 87% tidak pernah dikutip. Ini tidak saja menggambarkan penggunaan sumber daya yang kurang efisien tapi juga betapa pengetahuan sulit diakses publik.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/id">The Conversation Indonesia</a> merupakan salah satu media tempat peneliti dapat membagikan hasil riset dan analisisnya kepada awam. Namun, perlu diingat bahwa media ini juga hanya menyediakan akses berbagi riset ke peneliti yang, seperti sudah saya sebut di atas, didominasi oleh kelas menengah.</p>
<p>Selanjutnya, peneliti perlu lebih banyak memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini kurang terdengar, terutama dari kelompok marginal, dalam penelitiannya.</p>
<p>Usaha yang dilakukan oleh <a href="https://projectmultatuli.org/">Project Multatuli</a>, sebuah platform yang mengusung keberpihakan pada kelompok rentan, dapat menjadi contoh. Di sana, peneliti dapat bekerja sama dengan media popular dan kelompok akar rumput untuk mengadvokasi perubahan kebijakan dan sistem dari bawah (<em>bottom-up</em>) yang lebih berpihak pada masyarakat umum.</p>
<p>Kebijakan berbasis bukti tentu lebih baik dibandingkan kebijakan tanpa bukti. Namun itu saja tidak cukup. Pengembangan kebijakan harus berbasis bukti dan mengikutsertakan suara kelompok rentan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173065/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Isi dalam artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi dimana penulis bekerja maupun afiliasinya.</span></em></p>Dinamika kuasa yang timpang dan pemaknaan bukti yang cenderung beragam rentan membuat kebijakan malah menjadi eksklusif dan tidak berpihak pada kelompok marginal.Senza Arsendy, Research and Learning Specialist, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1692702021-10-28T01:10:22Z2021-10-28T01:10:22ZMengapa ‘policy’ dimaknai sebagai ‘kebijakan’ dalam Bahasa Indonesia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/426876/original/file-20211018-17-1os4pca.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=11%2C191%2C3437%2C2467&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi berpidato pada pembukaan forum Kebijakan Luar Negeri dan Kesehatan Global di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Januari 2020.</span> <span class="attribution"><span class="source">M Risyal Hidayat/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Lewat lema ‘kebijakan’, bahasa Indonesia menyamakan ‘policy’ dengan kebijaksanaan.</p>
<p>Padahal, kalau kita bandingkan dengan bahasa lain, makna ‘policy’ lekat dengan ‘politics’ (politik). </p>
<p>Misalnya, ‘policy’ dalam bahasa Melayu adalah ‘polisi’, dalam bahasa Belanda ‘politiek’, bahasa Prancis ‘politique’, dan dalam bahasa Arab ‘siyasah’. Bahkan, kata ‘policy’ tidak berbeda secara makna dengan kata ‘politik’ dalam bahasa Denmark ‘politik’ dan bahasa Italia ‘politica’.</p>
<p>Sangat berbeda dengan yang terjadi dalam bahasa nasional kita. Saya mencari tahu mengapa kata ini dipilih lewat riset linguistik sejarah semantik kata ‘kebijakan’.</p>
<h2>Kebijakan dan makna terkait</h2>
<p>Kata ‘kebijakan’ merupakan kata benda dari akar kata ‘bijak’. Imbuhan ke- dan -an berfungsi untuk membuat kata benda dari bijak yang menggambarkan kondisi yang berhubungan dengan akar kata tersebut. </p>
<p>Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menghubungkan kata sifat ‘<a href="https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/bijak">bijak</a>’ dengan dua makna, yaitu selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir; dan pandai bercakap-cakap; petah lidah. </p>
<p>KBBI lalu mendefinisikan kata <a href="https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kebijakan">kebijakan</a> sebagai dua hal. Yang pertama kepandaian, kemahiran, dan kebijaksanaan. Dan yang kedua rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; dan garis haluan.</p>
<p>Konstruksi kata ‘kebijakan’ ini bisa dikaitkan dengan ‘kebijaksanaan’, yang merupakan kata benda dari ‘bijaksana’. Kata 'bijak’ dan ‘bijaksana’ memiliki makna yang sama.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.kemhan.go.id/badiklat/2016/04/11/perbedaan-kata-kebijakan-dan-kebijaksanaan-serta-mencolok-atau-menyolok.html">kebijaksanaan lebih universal</a> daripada kebijakan. Kebijakan memiliki asosiasi spesifik yang merujuk pada ‘policy’, dan muncul pada wacana politis.</p>
<p>Kata lain yang <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Anagram">anagram</a> dan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Homophone">homofon</a> dengan kebijakan adalah kebajikan. Akar kata ‘bajik’ berarti baik, sehingga <a href="https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kebajikan">kebajikan</a> berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan, keberuntungan, dan sebagainya) dan perbuatan baik.</p>
<p>Meski ‘kebajikan’ tidak digunakan dalam konteks politik, anagram dan homofon ini berpotensi menciptakan bayangan makna sehingga kebijakan bisa diasosiasikan dengan kebajikan dan kebijaksanaan.</p>
<p>Bayangan makna ini bisa meletakkan ‘kebijakan’ pada posisi baik yang universal dan tidak bermakna politis (apolitis).</p>
<p>Dengan demikian, ‘kebijakan’ menjadi tidak dapat ditentang, karena siapa yang bisa melawan kebijaksanaan atau kebaikan?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-penggunaan-bahasa-jaksel-bisa-tingkatkan-prestasi-akademik-siswa-170640">Bagaimana penggunaan bahasa 'Jaksel' bisa tingkatkan prestasi akademik siswa</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kemunculan kata kebijakan</h2>
<p>Tidak mudah untuk menelusuri awal mula kemunculan sebuah kata. Ada dua sumber yang bisa digunakan, yakni kamus dan penggunaan sehari-hari yang terdokumentasi. </p>
<p>Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia dipengaruhi oleh Bahasa Melayu, Bahasa Jawa, Bahasa Belanda, Bahasa Arab, dan bahasa asing lainnya termasuk Bahasa Inggris. Saya melakukan studi bahasa pada kamus monobahasa maupun dwibahasa dalam bahasa di atas yang diterbitkan dari tahun 1901, 1916, 1920, 1953, 1970, 1982, 1988, 2004 hingga kamus digital tahun ini. </p>
<p>Pada awal 1900, kata ‘kebijakan’ tidak ada dalam <a href="https://books.google.co.id/books/about/A_Malay_English_Dictionary.html?id=TFkOAQAAMAAJ&redir_esc=y">kamus Bahasa Melayu</a>, tapi ada kata ‘bijak’. Dalam kamus tersebut, ‘policy’ diterjemahkan menjadi peraturan. <a href="https://openlibrary.org/works/OL10709469W/English_Javanese_vocabulary">Kamus Bahasa Jawa 1920</a> mencatat kata ‘wicaksana’, yang kemudian diadopsi menjadi bijaksana dalam bahasa Indonesia. </p>
<p>Pada Abad ke-15 dan ke-16, ‘policy’ juga disebut sebagai <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0002716205276734"><em>political sagacity</em></a> dalam bahasa Inggris, yang artinya kecerdasan politis. </p>
<p>Istilah ‘politics’ dan ‘political strategies’ muncul beberapa abad setelah itu. Istilah ini muncul dalam <a href="http://pidato.net/1101_pjmsukarno-1">pidato Presiden Sukarno</a> setelah Indonesia merdeka untuk mengkritik imperialisme.</p>
<p>Pada masa pemerintahan Sukarno (1945–1966), kata ‘kebijaksanaan’ sangat jarang ditemui di dokumen kenegaraan. Setelah mencermati dokumen kebijakan yang sudah didigitalisasi, kata ‘kebijaksanaan’ muncul dua kali di Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) No. II/MPRS/1960. </p>
<p>Kata ‘amanat’ dan ‘manifesto’ lebih sering digunakan pada masa Orde Lama, misalnya amanat presiden dan manifesto politik. Kata ‘<a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09540253.2020.1802407">amanat</a>’ merupakan transliterasi dari bahasa Arab yang berarti tanggung jawab kepada Tuhan. Sedangkan 'manifesto’ adalah <a href="https://books.google.co.id/books?id=WM3_ulRJFlkC&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false">kata yang sudah dihapus selama masa standardisasi</a> dan netralisasi bahasa Indonesia pada zaman Orde Baru.</p>
<p>Pada masa Orde Baru, kata kebijaksanaan dan kebijakan lebih sering muncul untuk merujuk makna ‘policy’. </p>
<p>Meski ‘policy’ konsisten diterjemahkan sebagai ‘kebijakan’, ada dua pengecualian, yakni pada “Politik Etis” dan “Politik Luar Negeri”. </p>
<p><a href="https://tirto.id/sejarah-politik-etis-tujuan-tokoh-isi-dampak-balas-budi-gao6">Politik Etis</a> merupakan terjemahan dari bahasa Belanda ‘Ethische Politiek’ yang seharusnya - jika ingin konsisten - diterjemahkan menjadi Kebijakan Etis. </p>
<p>Begitu pula halnya dengan <a href="https://tirto.id/apa-definisi-prinsip-tujuan-politik-luar-negeri-indonesia-gd5u">Politik Luar Negeri</a> adalah terjemahan dari Foreign Policy.</p>
<p>Ini semakin menegaskan bahwa penerjemahan kata ‘policy’ tidak pernah netral.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/siapa-yang-sungguh-bertutur-dalam-bahasa-indonesia-86356">Siapa yang sungguh bertutur dalam bahasa Indonesia?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Membongkar ‘kebijakan’</h2>
<p>‘Kebijakan’ pada dasarnya memiliki sifat apolitis, tapi ‘policy’ jelas-jelas melibatkan proses politik; menempelkan kedua kata ini menjadi tidak masuk akal. </p>
<p>Atau mungkinkah pemilihan kata ‘kebijakan’ menjadi tabir untuk menutupi proses politis yang terjadi?</p>
<p>Sosiolog Ariel Heryanto mengemukakan bahwa bahasa Indonesia lebih merefleksikan <a href="https://openresearch-repository.anu.edu.au/bitstream/1885/145809/1/PL-D86.pdf">realitas politis alih-alih realitas linguistik</a>. </p>
<p>Standardisasi bahasa yang ketat dilakukan tidak semata-mata untuk estetika kebahasaan, tapi untuk <a href="https://books.google.co.id/books?id=XNpEx2_9QV8C&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false">alat kepentingan kekuasaan</a>. Bahasa bukanlah kacamata netral untuk mengenali realitas, tapi alat untuk mengkonstruksi realitas.</p>
<p>Seiring dengan perkembangan Indonesia yang semakin demokratis, banyak pihak mempertanyakan <a href="https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/01/04/pelajaran-dari-kebijakan-yang-tidak-bijak/">kebijakan yang tidak bijak</a>. Kata ‘kebijakan’ perlu kita tinjau kembali untuk memisahkan makna kebijaksanaan dan kebajikan dari ‘policy’.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169270/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Zulfa Sakhiyya tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mari kita tengok sejarah semantik kata ‘kebijakan’.Zulfa Sakhiyya, Assistant Professor at the Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri SemarangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1697382021-10-12T08:55:09Z2021-10-12T08:55:09ZMenumbuhkan benih sains: mengumpamakan informasi sebagai kebun dalam mengatasi misinformasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/425880/original/file-20211012-13-2ess3v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3982%2C2521&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pengunjuk rasa menolak kewajiban vaksin di Kosta Rika.</span> <span class="attribution"><span class="source">Jeffrey Arguedas/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Lebih dari <a href="https://ourworldindata.org/covid-vaccinations">47%</a> penduduk dunia - dan lebih dari <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/indonesia-sudah-menyuntikkan-15243-juta-dosis-vaksin-covid-19-hingga-7-oktober">45%</a> penduduk Indonesia - telah menerima dosis pertama vaksin COVID-19; perlahan kita menuju <em>herd immunity</em>. </p>
<p>Sayangnya, laju yang baik ini dapat terganggu akibat misinformasi terkait vaksin yang membuat sebagian orang <a href="https://theconversation.com/27-penduduk-indonesia-masih-ragu-terhadap-vaksin-covid-19-mengapa-penting-meyakinkan-mereka-150172">enggan divaksin</a>.</p>
<p>Saat kita berusaha mengatasi masalah misinformasi vaksin dan seringkali tidak berhasil. Ini karena keengganan menerima vaksin, seperti halnya semua masalah misinformasi, adalah masalah kompleks. Untuk mengatasinya, kita perlu memikirkan bermacam pengaruh faktor berbeda yang bersifat sistemik dan saling terkait. Kita bisa mengatakan masalah ini <a href="https://theconversation.com/how-to-address-coronavirus-misinformation-spreading-through-messaging-apps-and-email-134310">bersifat ekologis</a>.</p>
<p>Kita hidup di lingkungan informasi yang semakin kompleks dan terpengaruh oleh sistem-sistem dan proses-proses dinamis yang beririsan. Berkebun bisa jadi sebuah perumpamaan yang baik untuk memahami bagaimana misinformasi bisa dilihat sebagai bagian dari <a href="https://mitpress.mit.edu/books/you-are-here">ekosistem informasi</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/27-penduduk-indonesia-masih-ragu-terhadap-vaksin-covid-19-mengapa-penting-meyakinkan-mereka-150172">27% penduduk Indonesia masih ragu terhadap vaksin COVID-19, mengapa penting meyakinkan mereka</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Menabur benih sains vaksin</h2>
<p>Dalam metafora berkebun ini, benih pengetahuan adalah sains soal vaksin. Dan benih ini bisa dipengaruhi berbagai faktor.</p>
<p>Keyakinan dan pengetahuan individu adalah tanah di kebun yang harus subur agar benih bisa mengakar. Di dalam ekologi informasi, tingkat kesuburan tanah untuk menumbuhkan gagasan tentang keamanan dan keefektifan vaksin bergantung pada <a href="https://doi.org/10.1037/xlm0000977">sejarah dan pengalaman individu</a>, <a href="https://doi.org/10.37016/mr-2020-020">pendidikan</a>, <a href="https://coinform.eu/wp-content/uploads/2019/12/Understanding-the-Role-of-Human-Values-in-the-Spread-of-Misinformation.pdf">nilai-nilai yang dianut</a> and <a href="https://doi.org/10.1111/pops.12494">perspektif hidup</a></p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Woman sits with hands over her ears as megaphone, cell phone, 2 laptops, 2 iPads are thrust in her face" src="https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=30%2C0%2C5080%2C3402&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebagian besar upaya menangkal misinformasi cenderung menyasar individu pengguna informasi atau platform media sosial.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kelompok masyarakat dan hubungan dalam masyarakat adalah pengunjung kebun yang baik atau berbahaya (misalnya serangga yang membantu penyerbukan atau justru hama). Pengunjung ini menentukan apakah tanaman bisa tumbuh dan berkembang. <em>Influencer</em> bisa menjadi serangga baik atau jahat yang bisa <a href="https://doi.org/10.7202/1060911ar">membantu atau menghalangi informasi vaksin</a>.</p>
<p>Peraturan dan kebijakan pemerintah adalah tukang kebun yang membantu menyingkirkan tanaman pengganggu sebelum mengakar di tanah. Kebijakan yang memandu bagaimana media sosial seharusnya <a href="http://doi.org/10.5325/jinfopoli.10.2020.0276">merespon misinformasi</a> atau yang mempengaruhi <a href="https://doi.org/10.1207/s14241250ijmm0802_2">konsolidasi media</a> penting dalam menyingkirkan gulma misinformasi dalam ekologi informasi.</p>
<p>Kebijakan yang <a href="https://doi.org/10.1037/0003-066X.56.6-7.477">memperkuat atau melemahkan pendidikan publik</a> juga berperan. Warga negara perlu memiliki pemahaman yang baik tentang sains dan memiliki akses pada media yang menyediakan informasi terbaik tentang vaksin.</p>
<p>Terakhir, budaya adalah matahari dan hujan yang melingkupi kita semua dan dapat membantu informasi tumbuh subur, atau membuat informasi kering dan rentan terhadap misinformasi. Ide-ide budaya seperti “<a href="https://doi.org/10.1080/21689725.2018.1460215">pasar gagasan</a>” - asumsi bahwa kompetisi informasi selalu membuat gagasan yang paling baik saja yang mampu bertahan - justru dapat menyediakan lahan subur bagi pertumbuhan misinformasi.</p>
<p>Dalam perumpamaan ini, misinformasi adalah spesies perusak. Misinformasi dapat mengakar jika menemukan kondisi yang cocok, dan lalu sulit sekali dihilangkan.</p>
<h2>Mempertimbangkan keseluruhan lingkungan informasi</h2>
<p>Upaya menangkal misinformasi cenderung menyasar <a href="https://theconversation.com/how-canadians-can-use-social-media-to-help-debunk-covid-19-misinformation-155653">individu pengguna informasi atau platform media sosial</a>. Upaya ini berharap orang-orang akan menolak misinformasi ketika mereka menjumpainya, menekankan pada literasi informasi dan digital individu, dan fokus pada perbaikan teknis yang bisa dilakukan oleh platform untuk menghentikan penyebaran misinformasi.</p>
<p>Upaya semacam ini jelas penting, namun tanpa upaya yang berbasis pemerintah dan budaya, maka solusi individual dan platform jadi kurang efektif - kita perlu semua bagian dari ekosistem informasi untuk bergerak bersama.</p>
<p>Kembali pada metafora berkebun tadi, jika kita punya tanah yang baik dan serangga yang berguna, tapi tanpa tukang kebun untuk mencabut gulma, tanpa matahari atau air, benih kita tidak akan tumbuh.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Graphic depicting COVID misinformation. Woman sits in front of big TV man holds sign reading fake news" src="https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=420&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=420&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=420&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=528&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=528&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=528&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Menumbuhkan benih kita</h2>
<p>Apa artinya ini bagi mereka yang mempelajari informasi? Ini artinya riset dan inisiatif yang menyasar psikologi dan keyakinan individu yang menggerakkan informasi harus berlanjut, seiring dengan pendekatan berbasis platform teknologi dan komunitas - misalnya <a href="https://www.scienceupfirst.com/">#ScienceUpFirst</a>, sebuah inisiatif yang mendorong ilmuwan untuk berpartisipasi dalam komunikasi publik tentang karya mereka.</p>
<p>Tapi selain taktik ini, ilmuwan dan komunikator sains yang ingin mengatasi misinformasi vaksin juga perlu melihat intervensi kebijakan dan budaya.</p>
<p>Seperti apa? Di sisi kebijakan, <a href="https://doi.org/10.37016/TASC-2021-03s">pendekatan seluruh masyarakat</a> yang ditawarkan ilmuwan sosial Joan Donovan menunjukkan bahwa kelompok masyarakat sipil dapat melawan misinformasi dengan bekerja sama dengan warga, tenaga kesehatan, dan platform teknologi.</p>
<p>Serupa dengan itu, sudah waktunya ilmuwan bekerja lebih banyak dalam memahami hubungan antara, misalnya, pendanaan sekolah dan misinformasi, atau deregulasi media dan misinformasi. Para jurnalis mengatakan mereka melihat adanya hubungan-hubungan ini, tapi yang paling penting adalah mencari cara untuk mempelajarinya.</p>
<p>Di sisi budaya, kita perlu memikirkan bagaimana kita melakukan pendekatan terhadap kerangka budaya semacam pasar gagasan. Ilmuwan perlu memperjelas peran-peran kerangka semacam ini dalam melindungi misinfomasi yang merusak.</p>
<p>Pembuat kebijakan dan jurnalis perlu membahas kebebasan berpendapat lewat cara-cara yang membuat kita mampu melawan pendapat berbahaya seperti misinformasi dan yang melecehkan. </p>
<p>Upaya ini memerlukan pemahaman dan menemukan cara yang yang lebih baik dalam mengkomunikasikan bagaimana gagasan-gagasan beririsan dengan kekuasaan dan uang - yang sudah berada di luar dikotomi “lebih banyak pendapat itu baik vs kurang pendapat itu buruk”.</p>
<p>Jika perhatian yang diberikan pada elemen individual dan platform diberikan juga pada elemen kebijakan dan kebudayaan terkait ekosistem misinformsi, maka kita akan mampu memastikan bahwa benih komunikasi sains kita akan mendapat cahaya, air, dan perawatan agar bisa subur, dan misinformasi bisa dicabut sebelum sempat berakar.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169738/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jaigris Hodson menerima dana dari program Social Sciences and Humanities Research Council of Canada (SSHRC) Canada Research Chairs.</span></em></p>Upaya menangkal misinformasi di level individu dan platform perlu dibarengi dengan upaya kebijakan dan kebudayaan.Jaigris Hodson, Associate Professor of Interdisciplinary Studies, Royal Roads UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1563002021-06-21T04:42:00Z2021-06-21T04:42:00ZSejarah menunjukkan penanganan banjir di Jakarta selalu bergantung pada solusi infrastruktur, dan banjir terus hadir<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/405602/original/file-20210610-16-1xv4erd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Solusi infrastruktur bukan obat mujarab masalah banjir di Jakarta.</span> <span class="attribution"><span class="source">Muhammad Adimaja/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Wilayah yang kini kita kenal sebagai Jakarta sudah dilanda banjir <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/22/084300069/sejarah-banjir-jakarta-dari-zaman-tarumanegara-hingga-hindia-belanda?page=all">sejak belasan abad lalu</a>.</p>
<p>Hadirnya pemerintahan dan tata kelola modern dalam 400 tahun terakhir ternyata belum mampu menyediakan jalan keluar bagi megapolitan ini.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1177/2399654418813578">Analisis</a> yang saya lakukan bersama rekan saya Katrina Charles, peneliti senior bidang geografi dan lingkungan di University of Oxford, Inggris, menemukan bahwa sepanjang era modern, penanganan banjir di Jakarta selalu bergantung pada infrastruktur sebagai solusi. </p>
<p>Padahal, pendekatan infrastruktur memiliki dampak lingkungan dan peningkatan risiko banjir di tempat lain. Lebih dari itu, pendekatan infrastruktur semata tidak mengatasi penyebab utama banjir yang diyakini merupakan kombinasi dari berkurangnya daerah resapan air dan tingginya intensitas hujan.</p>
<h2>Penanganan banjir dari masa ke masa</h2>
<p>Menggunakan kerangka analisis sejarah terkait lembaga (<em>historical institutionalism</em>), sumber data sekunder (buku, artikel ilmiah dan dokumen kebijakan), dan wawancara dengan 38 ahli, kami membagi sejarah Jakarta berdasarkan perubahan kebijakan politik yang signifikan. </p>
<p><strong>1. Era VOC (1619–1810)</strong></p>
<p>Banjir besar yang tercatat dalam sejarah Jakarta terjadi tiga tahun setelah Kongsi Dagang Hindia Timur (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC) berkuasa di Batavia – saat ini wilayah Kota Tua. </p>
<p>VOC meresponnya dengan meluruskan sungai menjadi kanal di dalam wilayah kota. Sungai yang dijadikan kanal geometris, meniru pola penanganan banjir di Belanda, menghasilkan tumpukan sedimen yang diperparah dengan erupsi Gunung Salak tahun 1654 dan gempa bumi tahun 1699. </p>
<p>Adanya pembukaan lahan pertanian untuk industri gula dan persawahan di wilayah selatan Batavia yaitu Ommelanden (saat ini wilayah Bogor) memicu deforestasi skala besar yang memperparah banjir dan mencemari perairan di Batavia.</p>
<p>Pada periode ini, respons terhadap banjir cukup lambat karena fungsi Batavia sebagai pelabuhan perdagangan sehingga penguasa hanya mengutamakan kebijakan yang mendukung fungsi ini. </p>
<p>Selain itu, berbagai kebijakan strategis, termasuk penanganan banjir, di Batavia membutuhkan persetujuan dari pemerintah pusat Belanda.</p>
<p><strong>2. Era pemerintah kolonial (1810-1945)</strong></p>
<p>Runtuhnya kejayaan VOC di akhir Abad ke-18 diikuti dengan pemindahan pusat pemerintahan kolonial dari Batavia ke Weltevreden (saat ini wilayah Menteng) yang berlokasi sekitar 6 kilometer (km) di selatan Batavia. </p>
<p>Pada era ini, pemerintah kolonial mengusung kebijakan baru “kebijakan etis” dengan membuat daerah jajahan yang layak namun tetap menjaga posisi tinggi pemerintah kolonial. </p>
<p>Hal ini memungkinkan tersedianya dana untuk pembangunan infrastruktur di Batavia serta memberi ruang untuk keterlibatan pribumi di arena politik.</p>
<p>Infrastruktur utama yang dibangun untuk menangani banjir pada era ini adalah pembangunan kanal banjir barat yang membagi aliran Sungai Ciliwung ke arah barat kota menuju laut. </p>
<p>Selain karena kondisi politik yang mendukung, pembangunan kanal ini juga didorong oleh banjir besar tahun 1918. Kanal ini merupakan salah satu tanda modernisasi Batavia dan investasi penting untuk menarik investasi swasta di Batavia.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=750&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=750&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=750&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=943&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=943&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/404467/original/file-20210604-15-168na8y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=943&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://doi.org/10.1177/2399654418813578">The evolution of Jakarta’s flood policy over the past 400 years: The lock-in of infrastructural solutions</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/">CC BY-NC-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>3. Awal kemerdekaan (1945-1966)</strong></p>
<p>Pada masa ini, Presiden Sukarno yang merupakan seorang arsitek memiliki visi untuk mengubah Jakarta menjadi kota internasional dengan pembangunan berbagai monumen sebagai simbol modernisasi Jakarta. </p>
<p>Namun visi ini tidak didukung dengan kondisi ekonomi di masa awal kemerdekaan. </p>
<p>Pembangunan tersebut turut mempengaruhi semakin buruknya kondisi banjir di ibu kota. Contohnya, kompleks olahraga Senayan seluas 300 hektar yang dibangun tahun 1962 menyebabkan warga Kampung Senayan pindah ke daerah Kemang dan Tebet yang awalnya ditujukan sebagai daerah resapan air. </p>
<p>Belum lagi pembangunan daerah baru seperti Grogol, Rawamangun, dan Kebayoran Baru yang kebanyakan dibangun di atas rawa yang dikeringkan.</p>
<p>Untuk mengatasi masalah banjir, Sukarno membentuk sebuah lembaga bernama Kopro Banjir (Komando Proyek Penanggulangan Banjir Jakarta) pada tahun 1965 yang mengadopsi rencana pengendalian banjir yang telah dibuat selama masa kolonial. </p>
<p>Namun, rencana tersebut tidak bisa diterapkan karena kendala dana.</p>
<p><strong>4. Era Orde Baru (1966-1998)</strong></p>
<p>Banjir terus menjadi masalah besar di Jakarta pada era ini. Pemerintah membangun Waduk Pluit dan Waduk Setiabudi dan menyusun rencana induk penanganan banjir yang juga dipakai di era berikutnya. </p>
<p>Pada rencana induk tersebut, diusulkan kelanjutan pembangunan kanal banjir barat hingga laut dan pembangunan kanal banjir timur untuk membagi aliran sungai Ciliwung ke daerah timur kota. </p>
<p>Namun karena keterbatasan dana, rencana ini diganti sementara dengan pembangunan kanal skala kecil yaitu Cengkareng Drain dan Cakung Drain.</p>
<p>Solusi penanganan banjir ibu kota mulai mengarah kepada pentingnya mengendalikan pembangunan baik di dalam Jakarta dan kawasan di luar Jakarta. </p>
<p>Walaupun demikian, pertumbuhan Jakarta semakin pesat dengan pembangunan daerah hunian dan bisnis baru.</p>
<p><strong>5. Jakarta masa kini (1998-2016)</strong></p>
<p>Pada era ini, banjir semakin sering terjadi; banjir besar terjadi pada 1996, 2002, 2007, dan 2013. </p>
<p>Dengan kondisi ekonomi yang perlahan memulih pasca krisis 1998, pemerintah memulai pembangunan kanal banjir timur yang tertunda selama 30 tahun sebagai respon terhadap banjir 2002. </p>
<p>Banjir 2007 adalah salah satu banjir terbesar sepanjang sejarah Jakarta dengan 60% daerah tergenang banjir. </p>
<p>Pengerukan sungai dan riset mendalam dengan tenaga ahli dari Belanda tentang penyebab dan solusi banjir menjadi tindakan utama pemerintah untuk menangani banjir ini. </p>
<p>Dari riset tersebut diketahui bahwa penurunan muka tanah turut memperparah kejadian banjir di Jakarta.</p>
<p>Pemerintah merespon banjir 2013 yang menggenangi pusat kota Jakarta dengan normalisasi waduk dan kanalisasi sungai. </p>
<p>Pemerintah pusat juga mengumumkan rencana pembangunan tanggul laut lepas pantai yang menandakan upaya pengendalian banjir ke arah utara Jakarta.</p>
<p>Selain upaya struktural tersebut, pemerintah juga melakukan upaya non-struktural lewat Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). </p>
<p>Peraturan tersebut merupakan upaya non-struktural karena, salah satunya, mengatur format kelembagaan koordinasi kawasan Jabodetabekpunjur yang bertujuan untuk perbaikan kualitas lingkungan di tengah kebutuhan ruang fisik yang semakin mendesak.</p>
<p>Namun, upaya non-struktural ini terkesan sekunder dibanding berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur. </p>
<h2>Perlu upaya lain</h2>
<p>Setelah menganalisis berbagai kebijakan terkait banjir dari masa ke masa, kami menyimpulkan bahwa penanganan banjir di Jakarta berfokus pada pendekatan infrastruktur. </p>
<p>Walaupun pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya yang cukup besar di awal, namun pembangunan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu yang singkat dan dapat dilihat oleh publik. Ini ideal untuk siklus pemerintahan yang pendek. </p>
<p>Karena mekanisme ini dianggap cocok, kecenderungan untuk mempertahankan pola kebijakan serupa berlanjut di era pemerintahan berikutnya. </p>
<p>Jakarta seakan tidak memiliki banyak ketersediaan ruang dan waktu untuk menerapkan (atau “bereksperimen” pada) langkah-langkah mitigasi banjir lainnya seiring semakin sering dan besarnya kejadian banjir termasuk dampaknya terhadap kehidupan masyarakat kota.</p>
<p>Padahal, sejarah telah menunjukkan ketergantungan pada upaya struktural tidak cukup memberikan perlindungan seperti yang diharapkan. </p>
<p>Misalnya, saat curah hujan ekstrim seperti yang menyebabkan banjir di awal tahun 2020 atau bahkan banjir yang justru terjadi akibat tanggul jebol.</p>
<p>Selain itu, perubahan tata guna lahan di daerah hulu sangat berpengaruh terhadap kejadian banjir di Jakarta bahkan sejak masa kolonial.</p>
<p>Pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai pengendalian pembangunan kawasan penyangga Jakarta – terakhir dengan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20200612180806-4-165048/jokowi-tata-ulang-zona-jabodetabek-punjur-ini-kelebihannya">Perpres No 60 tahun 2020</a> tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur (revisi Perpres No 5 tahun 2008) yang masih terkendala kolaborasi pemerintah daerah terkait dan penegakan hukum di lapangan. </p>
<p>Upaya ini penting untuk dilakukan dan dikombinasikan dengan kegiatan struktural dan non-struktural lainnya untuk memberikan perlindungan jangka panjang yang juga adaptif terhadap perubahan lingkungan kota.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156300/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Thanti Octavianti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pendekatan infrastruktur semata tidak mengatasi penyebab utama banjir yang diyakini merupakan akibat dari dari berkurangnya daerah resapan air dan tingginya intensitas hujan.Thanti Octavianti, Research Fellow in Cities, Water and Resilience, University of the West of EnglandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1599132021-04-29T05:47:44Z2021-04-29T05:47:44ZBuyarnya mimpi teknokrat pembentuk ide BRIN. Saatnya komunitas ilmiah berhenti naif dan anti-politik<p>Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, yang baru kemarin <a href="https://nasional.sindonews.com/read/411582/15/jokowi-resmi-lantik-mendikbudristek-menteri-investasi-dan-kepala-brin-1619597094">dilantik</a> menyatakan bahwa Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) <a href="https://kumparan.com/kumparannews/kepala-brin-megawati-jadi-ketua-dewan-pengarah-1ve5pWgWqvB">Megawati Soekarnoputri</a> akan menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. </p>
<p>Menurut Laksana, dalam Peraturan Presiden (Perpres) mengenai BRIN yang belum dipublikasikan, Ketua Dewan Pengarah BRIN dijabat oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Megawati saat ini menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP.</p>
<p>BRIN, lembaga yang memayungi pelaksanaan riset, menjadi badan otonom setelah dipisahkan dari Kementerian Riset dan Teknologi yang kini melebur dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek). </p>
<p>Kedudukan BRIN sebagai lembaga otonom yang memiliki dewan pengarah kini membuka ruang terhadap <a href="https://majalah.tempo.co/read/nasional/162991/faktor-pdip-di-balik-pemisahan-brin-dan-kementerian-riset">campur tangan partai politik</a> dalam pelaksanaan riset di Indonesia. </p>
<p>Peluang campur tangan itu tidak hanya memberi akses digunakannya anggaran riset untuk kepentingan ekonomi politik sempit, tetapi juga membuka jalan terjadinya politisasi lembaga riset menjustifikasi praktik pencarian keuntungan (rente). Ini misalnya dengan memberi dukungan ilmiah untuk proyek-proyek bernilai besar yang tidak sepenuhnya menguntungkan publik.</p>
<p>Megawati sebelumnya juga mengatakan pembentukan BRIN adalah upaya <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20210413124417-4-237461/brin-mimpi-megawati-yang-diwujudkan-jokowi">membumikan Pancasila</a>, alih-alih mengarusutamakan riset. </p>
<p>Dengan ini, BRIN ditempatkan seolah sebagai instrumen indoktrinasi ideologi negara untuk kepentingan penguasa. </p>
<p>Hal ini membuyarkan cita-cita para teknokrat, para cendekiawan yang berkiprah dalam mengelola dan menjalankan negara, yang mendorong pembentukan BRIN sebagai wahana untuk menciptakan ekosistem pengetahuan dan inovasi yang mendukung lahirnya kebijakan-kebijakan publik berbasis riset yang berkualitas.</p>
<p>Perubahan desain kelembagaan BRIN yang memberi peluang intervensi politik ini menunjukkan keengganan pemerintah mengutamakan riset dan teknologi serta menjadi bukti keterbatasan ide-ide teknokrasi.</p>
<h2>Keterbatasan ide teknokrasi</h2>
<p>Pembentukan BRIN - yang diamanatkan oleh <a href="https://penelitian.ugm.ac.id/2019/08/21/undang-undang-no-11-tahun-2019-tentang-sistem-nasional-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi/">Undang-Undang (UU) No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek)</a> - adalah upaya teknokratik untuk mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan publik berbasis riset. </p>
<p>Teknokrasi merujuk pada pemerintahan yang dijalankan oleh para teknokrat, yaitu para cendekiawan yang berkiprah dalam mengelola dan menjalankan negara. </p>
<p>Ide-ide teknokratik bersandar pada perubahan di level institusi yang menekankan aspek kapasitas aktor dan lembaga serta tata kelola kelembagaan. Ide ini berpandangan bahwa suatu masalah terjadi karena kapasitas aktor dan kelembagaan yang lemah atau desain kelembagaan yang belum memadai. </p>
<p>Upaya penguatan kapasitas aktor yang bekerja dalam suatu institusi melalui berbagai pelatihan adalah contoh ide teknokratik itu. Mendorong penyusunan suatu peraturan atau pembentukan lembaga baru, seperti BRIN, untuk membangun ekosistem riset yang unggul juga wujud upaya perubahan yang berpijak pada ide teknokratik.</p>
<p><a href="https://www.ksi-indonesia.org/id/about">Knowledge Sector Initiative</a> (KSI), program kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia, adalah <a href="https://www.ksi-indonesia.org/id/wawasan/detail/1136-membangun-badan-riset-dan-inovasi-nasional-yang-efektif">salah satu pendukung utama ide-ide teknokrasi</a> terkait pembentukan ekosistem riset dan inovasi. KSI adalah salah satu donor untuk The Conversation Indonesia. </p>
<p>KSI memposisikan diri sebagai katalis perubahan yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong perumusan kebijakan berbasis riset. </p>
<p>Untuk mewujudkan ide teknokratik itu, program kemitraan ini telah memfasilitasi pertemuan-pertemuan lintas kementerian – terutama dari Kemenristek, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi – menyusun dokumen <a href="https://lldikti5.kemdikbud.go.id/assets/thirdparty/filemanager/source/sistem_informasi/regulasi/FINAL%20-%20CETAK%20BIRU%20EKOSISTEM%20PENGETAHUAN%20%26%20INOVASI.pdf">cetak biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi</a> (EPI). Dokumen ini bertujuan ‘menyelaraskan kebijakan dan program’ serta berbagai peraturan perundang-undangan dalam pembentukan ekosistem pengetahuan. </p>
<p>KSI juga mendukung lembaga penelitian kebijakan maupun komunitas ilmiah dalam penyusunan UU Sisnas Iptek yang mengamanatkan pembentukan BRIN. </p>
<p>Namun, manuver yang dilakukan pemerintah dalam desain kelembagaan BRIN yang memungkinkan campur tangan politik ini menunjukkan bahwa pendekatan teknokratik tidak cukup untuk mendorong perubahan yang bermakna.</p>
<p>Pendekatan ini bermasalah karena dua hal. Pertama, ia cenderung mengabaikan aspek-aspek kekuasaan dan melihat lembaga publik seolah berada dalam ruang hampa. </p>
<p>James Ferguson, profesor antropologi di Stanford University, Amerika Serikat (AS), menyebut cara pandang ini sebagai <a href="https://www.upress.umn.edu/book-division/books/the-anti-politics-machine">anti-politik</a> karena ia menyingkirkan aspek-aspek politik dalam memahami realitas. </p>
<p>Suatu institusi atau peraturan bisa saja dibuat dengan tujuan yang mulia, tapi hubungan-hubungan kekuasaanlah yang pada akhirnya menentukan bagaimana institusi atau aturan akan bekerja. </p>
<p>Yang kerap terjadi, ide-ide teknokrasi justru dapat melegitimasi kekuasaan itu sendiri.</p>
<p>Kedua, karena sifat anti-politik ini, pendekatan ini cenderung optimistis tetapi agak naif dalam melihat suatu masalah. Ini tergambar dari beberapa <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2021/04/15/riset-dan-inovasi-di-simpang-jalan/">tulisan para teknokrat</a> soal polemik BRIN. </p>
<p>Walau kini terbuka ruang lebih besar bagi kepentingan politik praktis untuk mencampuri BRIN, para teknokrat masih meyakini bahwa negara <a href="https://theconversation.com/brin-cerai-dari-kementerian-riset-dan-teknologi-benarkah-akan-mengakhiri-ketidakpastian-status-dan-fungsinya-158947">tetap berpihak pada riset dan inovasi</a>. </p>
<p>Padahal, penghapusan Kemenristek jelas menunjukkan bahwa pemerintah tidak menjadikan upaya membangun ekosistem riset yang unggul sebagai prioritas. </p>
<h2>Fokus mencari keuntungan ekonomi semata</h2>
<p>Politisasi BRIN juga memperlihatkan pada kita bahwa produk penelitian tidak dipandang penting untuk dijadikan sebagai fondasi pembuatan kebijakan. </p>
<p>Pemerintah jelas lebih mengutamakan pembangunan ekonomi di atas bidang lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. </p>
<p>Dalam menangani pandemi COVID-19 saja, urusan kesehatan publik yang berkaitan dengan nyawa manusia selama ini telah dinomorduakan dari <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/investment-at-all-costs-jokowi-fails-the-coronavirus-test/">prioritas bidang ekonomi</a>. </p>
<p>Pemberian vaksin COVID-19 yang mengutamakan kelompok produktif tertentu ketimbang penduduk yang rentan seperti kelompok lanjut usia juga menunjukkan <a href="https://www.channelnewsasia.com/news/commentary/covid-19-indonesia-vaccine-program-worker-mandiri-jokowi-sinovac-14341636">motif pemulihan ekonomi di atas upaya pengendalian pandemi</a>. </p>
<p>Pertanyaannya, ekonomi macam apa yang sebenarnya menjadi perhatian utama pemerintah? </p>
<p>Jika upaya membangun ekosistem riset dan inovasi dipinggirkan, maka yang menjadi perhatian utama adalah <a href="https://investor.id/archive/politik-kekuasaan-dan-perburuan-rente">ekonomi rente</a> yang secara khusus bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam tak terbarukan (industri ekstraktif), yang merusak alam dan meminggirkan masyarakat lokal/adat. </p>
<p>Logikanya sederhana saja: jika kegiatan ekonomi rente sudah dapat memberi keuntungan bagi persekongkolan politikus-pengusaha, mengapa harus berinvestasi lebih untuk kegiatan riset yang hasilnya belum tentu berguna untuk dunia industri? </p>
<p>Sementara itu, kontrol politik atas BRIN juga membuka peluang praktik mencari untung atas sumber-sumber dana penelitian. Kontrol atas pengetahuan juga memberi pembenaran ilmiah atas praktik itu.</p>
<p>Ekonomi rente telah begitu dominan di Indonesia, ditandai dengan persoalan <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9780203155011-14/democracy-money-politics-case-indonesia-vedi-hadiz">korupsi yang endemik</a>. </p>
<p>Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya telah <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/the-end-of-the-kpk-at-the-hands-of-the-good-president/">dilemahkan</a> membuka jalan yang lebih lapang bagi praktik perburuan rente itu. </p>
<p>Artinya, dominasi ekonomi rente tidak hanya meminggirkan ekonomi liberal yang bertumpu pada pemerintahan yang bersih dan baik, tetapi juga meminggirkan ekonomi yang berbasis riset dan inovasi.</p>
<h2>Lemahnya komunitas ilmiah</h2>
<p>Politisasi BRIN juga menunjukkan lemahnya komunitas ilmiah dalam membaca kondisi politik dan menyusun strategi yang efektif. </p>
<p>Pendekatan teknokratik terlampau optimistis dan abai memeriksa kekuatan komunitas ilmiah dalam mendorong perubahan. </p>
<p>Pendekatan ini hanya mengandalkan dokumen semacam cetak biru EPI serta pembentukan institusi baru dalam upaya membangun ekosistem riset yang unggul. </p>
<p>Dengan dokumen semacam ini, seolah elite ekonomi politik yang berkuasa menjadi berkepentingan memajukan riset dan inovasi.</p>
<p>Faktanya, para politikus dan pengusaha punya logika sendiri yang kepentingan utamanya mengumpulkan kekayaan dan kekuasaan. </p>
<p>Harus ada dorongan atau ancaman untuk membuat persekongkolan politikus-pengusaha mengesampingkan kepentingan ekonomi-politik mereka. </p>
<p>Dokumen cetak biru dan institusi baru semacam BRIN saja bukan hanya tidak cukup memberi dorongan dan ancaman, tapi justru bisa menyediakan jalan bagi kepentingan yang amat berbeda. Dokumen cetak biru EPI bahkan <a href="https://lldikti5.kemdikbud.go.id/assets/thirdparty/filemanager/source/sistem_informasi/regulasi/FINAL%20-%20CETAK%20BIRU%20EKOSISTEM%20PENGETAHUAN%20%26%20INOVASI.pdf">mendukung</a> peraturan bermasalah seperti <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/omnibus-law-shows-how-democratic-process-has-been-corrupted/">UU Cipta Kerja</a> yang mengancam <a href="https://tirto.id/dampak-omnibus-law-uu-cipta-kerja-rugikan-buruh-hingga-abaikan-ham-f5Cs">hak-hak buruh</a> dan <a href="https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/5f7c3f0e25cc1/bahaya-pasal-pasal-omnibus-law-uu-ciptaker-yang-ancam-lingkungan-hidup">lingkungan hidup</a> serta memfasilitasi <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/10/05/20012551/diatur-uu-cipta-kerja-lembaga-pengelola-investasi-dinilai-berpotensi?page=all">praktik rente</a>. </p>
<p>Oleh karena itu, pendekatan teknokratik dengan sikap anti-politiknya harus ditinggalkan. </p>
<p>Perubahan, termasuk upaya membangun ekosistem pengetahuan, adalah sesuatu yang diperjuangkan secara politik; tidak lahir begitu saja karena belas kasihan dan niat baik para politikus. </p>
<p>Mendorong terjadinya perubahan adalah dengan memasuki arena pertarungan politik itu: pertarungan antara kepentingan yang memajukan riset dengan kepentingan mengumpulkan kekayaan; pertarungan antara ekonomi berbasis pengetahuan dengan ekonomi rente.</p>
<p>Namun, perjuangan politik bukan sekadar lobi-lobi atau mencari-cari jabatan di dalam kekuasaan dengan harapan dapat melakukan perubahan dari dalam. </p>
<p>Cara itu tak lain sekadar menyerahkan diri untuk diperalat atau sengaja mencari keuntungan pribadi. </p>
<p>Yang diperlukan adalah mengubah komunitas ilmuwan bersama dengan kelompok sosial lainnya yang peduli pada isu keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa menjadi kekuatan politik yang dapat menekan aliansi predator politikus dan pengusaha.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/159913/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdil Mughis Mudhoffir adalah honorary research fellow di Asia Institute, University of Melbourne, dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta serta komisioner Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)</span></em></p>Desain BRIN yang rawan campur tangan politik menunjukkan keengganan pemerintah mengutamakan riset dan teknologi.Abdil Mughis Mudhoffir, Assistant Professor at the Department of Sociology, State University of Jakarta and Honorary Research Fellow at the Asia Institute, University of Melbourne, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1563222021-03-03T08:21:51Z2021-03-03T08:21:51ZSetahun pandemi: ini 5 riset COVID-19 penting di Indonesia, agar kita tak terperosok berulang kali<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/387404/original/file-20210303-23-ja2wez.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Peziarah berdoa di depan makam keluarganya di pemakaman khusus dengan protokol COVID-19 di TPU Bambu Apus, Jakarta Timur, 2 Maret 2021. Pemakaman ini telah penuh terisi 1.050 jenazah yang meninggal akibat COVID-19. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1614695718">ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Pada awal Maret ini, genap setahun pandemi COVID-19 dinyatakan masuk ke Indonesia. Selama setahun ini, pemerintah menerbitkan dan mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk mengendalikan pandemi. </p>
<p>Namun hingga kini belum ada kebijakan yang efektif untuk menekan penyebaran virus corona di Indonesia. </p>
<p><a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">Hingga awal Maret</a> 2021, pandemi ini telah memakan korban jiwa lebih dari 36 ribu jiwa dan 1,3 juta lebih orang terinfeksi di negeri ini. Ini <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/">jumlah kasus dan kematian tertinggi di Asia Tenggara.</a> </p>
<p>Satu tahun pandemi merupakan momen yang tepat bagi pemerintah untuk kembali mengevaluasi berbagai kebijakan yang selama ini telah dilaksanakan. Agar lebih efektif, kebijakan yang diambil haruslah berbasis bukti. </p>
<p>Dalam <a href="https://issues.org/problem-with-evidence-based-policy/">proses pembuatan kebijakan publik yang berbasis bukti</a>, berbagai riset ilmiah baik yang berskala internasional dan nasional dapat menjadi bahan masukan untuk merumuskan perbaikan kebijakan ke depan.</p>
<p>Dalam tahap evaluasi kebijakan, setidaknya ada dua pertanyaan besar yang berusaha dijawab yakni bagaimana kondisi pencapaian saat ini dan perbaikan apa yang harus dilakukan ke depan. </p>
<p>Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, saya merangkum lima hasil penelitian yang dapat menjadi sumber informasi bagi pemerintah untuk mengetahui kondisi pencapaian kita saat ini dan apa yang harus dilakukan ke depan. Lokasi dan sampel riset ini diambil di Indonesia.</p>
<h2>Posisi Indonesia di level internasional</h2>
<p>Pada awal Januari lalu, Institute Lowy yang berbasis di Sydney menerbitkan sebuah riset global, <a href="https://interactives.lowyinstitute.org/features/covid-performance/">COVID-19 Performance Index; Deconstructing Pandemic Responses</a>, untuk menilai kinerja penanganan pandemi COVID-19 di 98 negara, termasuk Indonesia.</p>
<p>Ada enam indikator utama yang digunakan dalam riset ini untuk pemeringkatan negara yakni (1) jumlah kasus yang dikonfirmasi, (2) kasus yang dikonfirmasi per juta orang, (3) kematian yang dikonfirmasi, (4) kematian yang dikonfirmasi per juta orang, (5) kasus yang dikonfirmasi sebagai proporsi tes, dan (6) tes per seribu orang.</p>
<p>Puluhan negara dievaluasi dengan skor hasil penilaian berkisar antara 0-100. Skor 0 (nol) berarti terburuk dan skor 100 berarti terbaik. </p>
<p><a href="https://interactives.lowyinstitute.org/features/covid-performance/#rankings">Hasil penilaian tersebut</a> menunjukkan Selandia Baru mencapai skor 94,4, Vietnam 90,8, dan Taiwan 86,4. Ketiganya menduduki tiga teratas. Indonesia hanya mendapatkan skor 24,7 dan menjadi urutan ke-13 dari bawah dalam penilaian ini.</p>
<p>Menariknya, penelitian ini menemukan bahwa tingkat perkembangan ekonomi atau sistem politik negara tidak berpengaruh banyak dalam meningkatkan kinerja penanganan pandemi. </p>
<p>Faktor seperti populasi kecil (kurang dari 10 juta), tingginya kelekatan (kohesifitas) masyarakat serta adanya berbagai lembaga negara yang kompeten lebih menunjukkan hubungan yang kuat dalam meningkatkan kinerja penanganan COVID-19 sebuah negara.</p>
<p>Dari temuan ini dapat kita lihat bahwa Indonesia memiliki kelemahan dari sisi populasi penduduk yang sangat besar serta kemampuan sistem kesehatan yang masih tidak merata. Namun, di sisi lain kita memiliki potensi yang selama ini masih kurang dimaksimalkan oleh pemerintah dalam merancang kebijakan pengendalian COVID-19 yakni struktur kelekatan atau keeratan masyarakat. </p>
<p>Karena itu, kini saatnya pemerintah membuat kebijakan penanganan pandemi ke depan lebih menekankan pada upaya-upaya untuk peningkatan keterlibatan masyarakat dengan <a href="https://www.antaranews.com/berita/1966788/kearifan-lokal-dalam-pengendalian-covid-19">memperhatikan berbagai kearifan lokal</a> yang berkembang di masing-masing daerah.</p>
<h2>Kondisi sistem kesehatan dan perbaikan yang dibutuhkan</h2>
<p>Pada awal 2021, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menerbitkan sebuah buku bunga rampai studi berjudul <a href="https://covid19.go.id/storage/app/media/Hasil%20Kajian/2021/Februari/Buku%20Studi%20Pembelajaran%20Penanganan%20COVID-19_BAPPENAS.pdf">Studi Pembelajaran Penanganan COVID-19 Indonesia</a>. </p>
<p>Studi ini memberikan gambaran bagaimana lemahnya sistem kesehatan kita saat ini dalam menghadapi pandemi. </p>
<p>Dari sisi kapasitas keamanan kesehatan ditemukan bahwa <a href="https://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf">sistem surveilans</a> di Indonesia saat ini belum berjalan dengan baik. Integrasi data antardaerah dan pusat juga masih menjadi permasalahan. </p>
<p>Selain itu, keterampilan sumber daya manusia di daerah khususnya dalam hal pengelolaan data surveilans juga masih rendah. Kapasitas pemeriksaan laboratorium juga saat ini masih belum maksimal ditandai dengan belum mampunya sistem pemeriksaan berjalan 24 jam sehari sehingga masih belum memenuhi standar yang ditargetkan Organisasi Kesehatan Dunia.</p>
<p>Sisi kapasitas pelayanan kesehatan juga masih memperlihatkan beberapa kelemahan. Dimulai dari sumber daya manusia kesehatan yang terbatas baik dari segi kuantitas, kualitas hingga distribusi.</p>
<p>Kapasitas perawatan COVID-19 baik ruang isolasi maupun ruang rawat intensif sangat kurang bila lonjakan kasus terjadi. Fasilitas pengolahan limbah medis sangat terbatas dan sebarannya belum merata di seluruh wilayah.</p>
<p>Sistem rujukan yang ada saat ini belum adaptif dalam menghadapi kondisi lonjakan kasus (seperti pada masa pandemi).</p>
<h2>Kondisi perilaku masyarakat dan intervensi yang perlukan</h2>
<p>Salah unsur utama keberhasilan pengendalian pandemi adalah tingkat kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.</p>
<p><a href="https://covid-19.bps.go.id">Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar survei perilaku masyarakat pada masa pandemi COVID-19</a> pada 7-14 September 2020 dengan <a href="https://covid-19.bps.go.id">jumlah responden 90.967 orang</a>. Dari riset ini sejumlah catatan penting dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan di Indonesia.</p>
<p>Survei ini menemukan dua alasan utama kenapa masyarakat Indonesia saat ini masih kurang patuh dalam menerapkan protokol kesehatan. </p>
<p>Pertama, karena tidak adanya sanksi (55%) dan yang kedua adalah karena anggapan tidak adanya kejadian penderita COVID-19 di lingkungan sekitar mereka (39%).</p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan tindakan yang paling efektif adalah adanya ketegasan dan konsistensi dalam penerapan sanksi bagi masyarakat yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan. </p>
<p>Selain itu, kejelasan dan transparansi informasi terkait kondisi pandemi di lingkungan terkecil tempat tinggal masyarakat seperti RW/RT harus disosialisasikan dengan baik ke masyarakat sekitar. </p>
<p>Dengan adanya kejelasan dan transparansi informasi terkait kondisi di wilayahnya maka masyarakat akan bisa lebih waspada. Hal ini sesuai dengan hasil survei BPS yang menemukan bahwa respons yang paling banyak dilakukan masyarakat ketika ada yang terinfeksi COVID-19 di lingkungan sekitarnya adalah memperketat protokol kesehatan.</p>
<p>Pemerintah saat ini perlu lebih fokus meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan khususnya di pasar tradisional/pedagang kaki lima dan angkutan umum angkot/mikrolet. Hal ini harus dilakukan karena berdasarkan hasil survei BPS, tempat-tempat tersebut merupakan tempat yang paling banyak ditemukan pelanggaran protokol kesehatan.</p>
<p>Dalam upaya perubahan perilaku, pemerintah perlu lebih fokus untuk memanfaatkan saluran media sosial, televisi, dan WhatsApp. Saluran ini merupakan media terpopuler yang digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai protokol kesehatan dan pentingnya mencegah penyebaran COVID-19. </p>
<p>Survei ini juga menemukan bahwa populasi pada rentang umur 17-30 tahun perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam upaya peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku. Perhatian ini sangat penting karena di antara kelompok masyarakat yang memiliki persepsi bahwa mereka tidak mungkin mereka dapat tertular COVID-19, mayoritas berasal dari kelompok umur ini (20,2%).</p>
<h2>Dampak pada populasi rentan</h2>
<p>Selain membawa dampak langsung yakni tingginya angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19, pandemi saat ini juga telah membawa dampak tidak langsung terhadap kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia. Khususnya pada kelompok ibu dan anak.</p>
<p>Kementerian Kesehatan, Universitas Gadjah Mada dan 12 universitas lainnya <a href="https://drive.google.com/file/d/1D2SKrYBRY2bs7mFK92N14P8Fk6ky095C/view">menggelar survei monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan ibu dan anak pada era pandemi</a> di 120 kabupaten dan kota di Indonesia. Survei mereka menemukan bahwa pandemi ini telah membawa dampak negatif terhadap kesehatan ibu dan anak di Indonesia.</p>
<p>Dari 120 kabupaten dan kota yang disurvei, terdapat 59 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang masuk dalam kategori terdampak sedang, 46 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk dalam kategori ringan dan 15 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk dalam kategori terdampak berat.</p>
<p>Sepanjang 2020, pelayanan kesehatan ibu dan anak di berbagai daerah tersebut tidak berjalan dengan baik akibat beberapa kendala seperti adanya pembatasan kunjungan di fasilitas pelayanan kesehatan. Kendala lainnya, banyaknya tenaga kesehatan yang terinfeksi dan adanya ketakutan masyarakat khsususnya ibu dan anak untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas hingga posyandu. </p>
<p>Kendala-kendala itu menyebabkan sepanjang 2020 terjadi penurunan jumlah kunjungan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Juga terjadi menurunnya jumlah bayi dan balita yang dipantau pertumbuhannya hingga terganggunya cakupan jumlah <a href="http://p2p.kemkes.go.id/imunisasi-lengkap-indonesia-sehat/">imunisasi dasar lengkap</a>. </p>
<p>Survei ini juga menemukan bahwa 28,3% kabupaten/kota mengalami peningkatan angka kematian ibu dan anak pada 2020 akibat dampak tidak langsung dari pandemi.</p>
<p>Sebelum permasalahan ini semakin membesar ke depan, berbagai program-program inovasi untuk mengejar ketertinggalan cakupan layanan kesehatan ibu dan anak pada 2020 harus segera dilakukan pada tahun ini.</p>
<p>Saat ini pemerintah kabupaten dan kota membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi untuk mengejar berbagai ketertinggalan tersebut baik dari segi peningkatan kapasitas dan inovasi pelaksana di lapangan hingga pendanaan.</p>
<h2>Tantangan vaksin ke depan</h2>
<p>Di tengah upaya pemerintah saat ini untuk segera mengakhiri pandemi dengan program vaksinasi nasional, sebuah studi menarik yang belum direview rekan sejawat di server Medrxiv, BMJ Yale, <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.12.21.20248241v1.full.pdf"><em>Mathematical Models for Assessing Vaccination Scenarios in Several Provinces in Indonesia</em></a>, yang dilakukan di tiga provinsi (DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat), memperlihatkan hasil yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam pelaksanaan program vaksinasi di Indonesia. </p>
<p>Dengan pemodelan matematika, tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung dan empat universitas lainnya menyatakan bahwa di Indonesia kemungkinan akan terjadi lebih dari satu puncak wabah walau diprediksi puncaknya tidak akan sebesar yang pertama. </p>
<p>Oleh karena itu, menurut riset ini, waktu yang tepat melakukan program vaksinasi adalah pada tahap awal pandemi. Vaksinasi pada waktu tersebut akan menekan jumlah kasus aktif dan kematian dengan segera. Setelah jumlah kasus aktif mencapai puncaknya, pelaksanaan program vaksinasi tidak akan mengurangi jumlah kematian secara signifikan.</p>
<p>Selain itu, program pemberian vaksinasi harus dilakukan secara konsisten dan cepat. Agar vaksinasi bisa lebih efektif mengurangi angka kematian secara signifikan, penyuntikan vaksin harus menyasar prioritas orang dewasa yang aktif dan juga yang lebih tua (di atas 50 tahun).</p>
<p>Dari lima riset itu, cukup jelas bahwa bukti-bukti ilmiah lebih dari cukup untuk menyusun kebijakan yang efektif mengendalikan pandemi dan mengurangi dampaknya. </p>
<p>Kita membutuhkan kemauan politik yang kuat dari pengambil kebijakan dari level presiden hingga kepala daerah untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan berbasis bukti.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156322/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Irwandy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari lima riset itu, cukup jelas bahwa bukti-bukti ilmiah lebih dari cukup untuk menyusun kebijakan yang efektif mengendalikan pandemi dan mengurangi dampaknya.Irwandy, Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas HasanuddinLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1349882020-04-02T00:34:42Z2020-04-02T00:34:42ZAnalisis: pemuka agama bisa berperan lebih dalam komunikasi terkait pandemi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/324212/original/file-20200331-65543-8dtva8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C297%2C1968%2C1063&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia</span></span></figcaption></figure><p>Tagar <a href="https://www.theguardian.com/world/2016/jan/14/jakarta-attacks-kamitidaktakut-hashtag-shows-indonesians-are-not-afraid">#KamiTidakTakut</a> adalah tagar yang sempat populer di media sosial pasca serangan teroris terjadi di Jakarta pada Januari 2016. </p>
<p>Tagar tersebut bertujuan untuk menunjukkan keberanian dan semangat, serta mengagalkan upaya teroris menimbulkan ketakutan di masyarakat. Sebagian keberanian tersebut diwujudkan dalam beberapa swafoto di tempat kejadian, lengkap dengan para pedagang asongan yang berjualan di lokasi yang mendadak menjadi tempat wisata. </p>
<p>Sebagai negara yang berlokasi di <a href="https://www.nationalgeographic.org/encyclopedia/ring-fire/">Cincin Api</a>, masyarakat Indonesia juga akrab dengan berbagai bencana alam: gempa, tsunami, dan gunung meletus. Namun, berbeda dengan serangan teroris, berita soal bencana alam umumnya dibarengi dengan kewaspadaan dan solidaritas warga. </p>
<p>Sayangnya, narasi publik ketika menghadapi wabah COVID-19 cenderung mengikuti narasi #KamiTidakTakut, alih-alih mengikuti narasi bencana. </p>
<p>Hingga Maret, kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah banyak, seperti <a href="https://coconuts.co/jakarta/news/me-you-kua-and-corona-marriage-officials-brave-covid-19-in-the-name-of-love/">pernikahan</a> dan <a href="https://www.reuters.com/article/us-health-coronavirus-indonesia-event/muslim-event-in-indonesia-stopped-amid-coronavirus-fears-idUSKBN21605Q">peribadatan</a>, masih lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia. </p>
<p>Padahal, pandemi ini bencana yang mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat di seluruh dunia, bukan serangan teroris yang dapat diidentifikasi pelakunya dan dipatahkan serangannya sesederhana dengan tagar #KamiTidakTakut.</p>
<p>Kesalahan persepsi ini sebagian disebabkan oleh <a href="https://theconversation.com/analisis-pemerintah-masih-bisa-perbaiki-komunikasi-krisis-pandemi-yang-sejauh-ini-gagal-134542">kegagalan pemerintah melakukan komunikasi efektif</a>.</p>
<p>Sebagai negara dan bangsa yang memiliki sentimen keagamaan kuat, Indonesia bisa mengandalkan tokoh agama untuk berperan lebih dalam komunikasi di tengah krisis. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-agama-dan-kepercayaan-membentuk-gerakan-peduli-lingkungan-hidup-di-indonesia-126782">Bagaimana agama dan kepercayaan membentuk gerakan peduli lingkungan hidup di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Peran institusi agama</h2>
<p>Di Indonesia, pemimpin keagamaan memiliki potensi membangun narasi publik. </p>
<p>Sentimen keagamaan masyarakat Indonesia masih sangat kuat, terutama dalam <a href="https://www.jstor.org/stable/pdf/26539178.pdf?casa_token=FVkDMmFmzHIAAAAA:CXH-wKSkMWGA24KUp6ON_ma1H-AGO8RfwU1M07xTf79jXTXkq3cGmK4hhG2J3EEDKvpEGOOeBydA6QmJnBRcvr4rGFuflV72AdNRqDYTdMxSA-Eby2MU">preferensi politik </a>. </p>
<p>Data dari Pew Research Center pada 2018 menunjukkan bahwa <a href="https://www.pewresearch.org/global/2019/04/22/how-people-around-the-world-view-religions-role-in-their-countries/">83% populasi di Indonesia</a> berpendapat bahwa agama memiliki peran yang lebih besar saat ini dibanding 20 tahun yang lalu. </p>
<p>Pemimpin keagamaan juga memiliki peranan penting untuk <a href="https://link.springer.com/article/10.1186/s12889-019-6706-4">meningkatkan kesadaran publik</a> mengenai isu kesehatan di level lokal. </p>
<p>Pemuka agama lokal Indonesia, misalnya, terbukti <a href="https://theconversation.com/di-balik-gagalnya-target-cakupan-imunisasi-mr-di-indonesia-106000">berperan penting dalam program vaksinasi rubella</a> antara 2017 dan 2018.</p>
<p>Salah satu kesulitan dalam meningkatkan kesadaran publik di Indonesia adalah persepsi bahwa COVID-19 adalah penyakit global yang jauh dari konteks lokal. </p>
<p>Pesan-pesan untuk diam di rumah, menghindari kerumunan, isolasi mandiri, dan menjaga sanitasi akan lebih mudah dipahami oleh masyarakat di level akar rumput jika disampaikan oleh tokoh keagamaan. </p>
<p>Kegiatan keagamaan seringkali <a href="https://www.nytimes.com/2020/03/20/world/asia/coronavirus-malaysia-muslims-outbreak.html">melibatkan massa dalam jumlah yang banyak</a>. Kesadaran tokoh keagamaan untuk menyesuaikan aktivitas keagamaan dengan kondisi wabah akan sangat berpengaruh pada potensi penyebaran wabah. </p>
<p>Di Italia, Paus Fransiskus memutuskan untuk mengadakan <a href="https://www.catholicnewsagency.com/news/pope-francis-will-offer-easter-liturgies-in-st-peters-basilica-and-with-no-public-87766">Misa Paskah di Vatikan tanpa kehadiran umat</a>. Di Arab Saudi, <a href="https://www.aljazeera.com/news/2020/03/saudi-arabia-bans-prayers-holy-mosques-coronavirus-fears-200320063001931.html">Masjidil Haram ditutup</a>.</p>
<p>Beberapa negara seperti Inggris sudah <a href="https://mcb.org.uk/press-releases/mcb-calls-for-the-suspension-of-congregational-activities-at-uk-mosques-and-islamic-centres/">menutup segala kegiatan keagamaan</a> sejak pertengahan Maret. </p>
<p>Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, sudah mengeluarkan fatwa yang membolehkan untuk <a href="https://mui.or.id/">tidak melaksanakan salat Jumat</a> selama kondisi wabah masih membahayakan umat. Anjuran ini belum dilaksanakan dan ditaati dengan sama dan seragam oleh umat Islam di seluruh Indonesia. </p>
<p>Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menetapkan bahwa gereja-gereja Katolik <a href="https://www.kaj.or.id/read/2020/03/21/13679/gereja-gereja-katolik-tidak-menggelar-ibadah-misa-harian-atau-mingguan-serta-ibadah-lain-yang-melibatkan-umat-datang-ke-gereja.php">tidak menggelar ibadah</a> harian, mingguan atau ibadah lain yang melibatkan umat datang ke gereja terkait situasi wabah.</p>
<p>Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) juga telah menerbitkan surat edaran mengenai <a href="https://phdi.or.id/uploads/312_PEDOMAN_PERAWATAN_JENAZAH_DA.pdf">pedoman pemulasaraan jenazah</a> yang menyesuaikan dengan kondisi wabah. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pentingnya-riset-tentang-keseharian-anak-muda-dalam-memahami-tingkat-konservatisme-di-antara-mereka-132665">Pentingnya riset tentang keseharian anak muda dalam memahami tingkat konservatisme di antara mereka</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dakwah wabah</h2>
<p>Per 30 Maret, sudah ada <a href="https://www.covid19.go.id/">1.414 kasus positif</a> di Indonesia, meningkat hampir dua kali lipat dibanding 4 hari sebelumnya, dengan total 122 pasien yang meninggal. </p>
<p>Peneliti sudah memprediksi bahwa pada akhir bulan April jumlah kasus COVID yang positif di Indonesia <a href="https://theconversation.com/penularan-covid-19-di-indonesia-bisa-tembus-11-71-ribu-akhir-april-jika-tak-ada-intervensi-cepat-129619">bisa menyentuh angka 71.000 orang</a>. Pemerintah juga memperkirakan bahwa 600.000-700.000 orang di Indonesia berisiko terinfeksi.</p>
<p>Pemerintah sendiri sejak awal gagal membangun narasi publik yang waspada, malah cenderung menciptakan citra Indonesia sebagai <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/02/26/govt-to-pay-rp-72-billion-to-influencers-to-boost-tourism-amid-coronavirus-outbreak.html">negara yang aman dari virus</a>. </p>
<p>Pada saat yang sama, pilihan awal untuk menyelamatkan ekonomi, ditambahkan tidak adanya koordinasi dan transparansi informasi dengan pemerintah daerah, menciptakan <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/investment-at-all-costs-jokowi-fails-the-coronavirus-test/">beragam narasi di publik yang membingungkan</a>. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apa-dampak-politisasi-fatwa-mui-bagi-indonesia-130701">Apa dampak politisasi fatwa MUI bagi Indonesia?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Indonesia juga memiliki tantangan besar dalam media dan sistem komunikasi. <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00472336.2012.757434?casa_token=KpvhOoSri6wAAAAA%3AlcJmwp-HHo1m_Cva6Wh2__snyefs0f3DblzkCtEYy7AyfQ8NBmKbi93pJsVc6uL0pcBwHu1Y5RSkPw">Televisi nasional</a> cenderung tidak memiliki agenda publik yang terstruktur, sementara media sosial <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/02/03/indonesia-wages-war-against-coronavirus-misinformation-as-hoaxes-spread-online.html">diperkeruh oleh misinformasi</a>.</p>
<p>Dalam kondisi genting saat ini, kesehatan dan keselamatan umat perlu dijadikan prioritas yang utama.</p>
<p>Tokoh keagamaan harus berada di garda terdepan dalam memberikan pencerahan dan menaruh kepercayaan pada bukti-bukti ilmiah. </p>
<p>Dalam kondisi saat perkumpulan publik harus dihindari dan <a href="https://www.statista.com/statistics/486480/mobile-messaging-user-reach-indonesia/">penetrasi media sosial semakin meningkat</a>, peran tokoh keagamaan di media sosial perlu semakin ditingkatkan.</p>
<p>Sementara sistem komunikasi, sistem kesehatan, dan kepemimpinan di level nasional belum bisa diandalkan, <a href="https://saidmuniruddin.com/2020/03/16/bubarnya-agama/?fbclid=IwAR2N7JGII1pADLyRbO6EsUxOYy6iXBXcfUXysBbi8925IpTi-NBf6Sz3yAs">narasi keagamaan</a> yang menekankan akan keseimbangan antara harapan dan kewaspadaan sangat penting untuk menghindari pemahaman masyarakat yang keliru terhadap krisis. </p>
<p><em>Aisha Amelia Yasmin berkontribusi pada penerbitan artikel ini.</em></p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/134988/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Asep Muizudin Muhamad Darmini menerima dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan Republik Indonesia. </span></em></p>Di tengah kekacauan penanganan COVID-19 di Indonesia, tokoh keagamaan memiliki peranan penting di dalam mengatasi penyebaran wabah.Asep Muizudin Muhamad Darmini, PhD Student in Media and Communication, University of WarwickLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1338702020-03-17T03:14:07Z2020-03-17T03:14:07ZApa itu ‘social distancing’ dan kenapa ini cara terbaik untuk melawan penyebaran COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/320830/original/file-20200316-27643-19tm0by.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menjaga jarak beberapa meter dari orang lain dapat membantu mencegah penyebaran virus corona. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/school-children-in-uniforms-standing-on-painted-royalty-free-image/1083673198?adppopup=true">Klaus Vedfelt/ DigitalVision via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p><em>Seiring menyebarnya COVID-19 ke banyak komunitas, pejabat kesehatan masyarakat menempatkan tanggung jawab pada individu untuk membantu dalam memperlambat pandemi. Social distancing adalah cara yang harus dilakukan. Ahli geriatri, Thomas Perls, menjelaskan bagaimana cara penting ini bekerja.</em></p>
<h2>Apa itu <em>social distancing</em>?</h2>
<p><em>Social distancing</em> adalah sebuah cara yang direkomendasikan oleh ahli kesehatan masyarakat untuk memperlambat penyebaran penyakit yang ditularkan dari orang ke orang. Sederhananya, cara ini mengharuskan kita untuk menjaga jarak satu sama lain sehingga virus - atau patogen apa pun - tidak dapat menyebar dari satu orang ke orang lain. </p>
<p>Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS), <em>social distancing</em> adalah <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/php/risk-assessment.html">menghindari pertemuan massal dan menjaga jarak</a> 2 meter - atau kira-kira satu depa - dari orang lain. Di New York City, misalnya, <a href="https://www.cbsnews.com/news/broadway-closes-new-york-state-bans-public-gatherings-of-500-people-over-coronavirus/">bioskop telah ditutup sementara</a>, banyak <a href="https://www.latimes.com/business/story/2020-03-05/coronavirus-industry-conventions">konvensi di seluruh dunia dibatalkan</a>, dan <a href="https://www.chicagotribune.com/nation-world/ct-nw-coronavirus-united-states-school-closings-20200312-sh2d5vi525drvcf5dwm7hnebru-story.html">seluruh sekolah di AS ditutup</a>. </p>
<p>Saya berhenti naik kereta saat jam sibuk. Sekarang saya bekerja dari rumah atau berkendara dengan istri saya, atau saya naik kereta di luar jam kerja sehingga saya bisa menjaga jarak 2 meter dari orang lain.</p>
<p><em>Social distancing</em> juga berarti tidak menyentuh orang lain, termasuk jabat tangan. <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/about/prevention.html">Sentuhan fisik adalah cara yang paling memungkinkan</a> seseorang terpapar SARS-CoV2 (virus corona baru) dan cara termudah untuk menyebarkannya. Ingat, jaga jarak sejauh 2 meter dan jangan bersentuhan.</p>
<p><em>Social distancing</em> tidak akan dapat mencegah 100% penularan, tapi dengan mengikuti aturan sederhana ini, individu dapat memainkan peran penting dalam memperlambat penyebaran virus. Jika jumlah kasus tidak dapat ditekan di bawah jumlah yang bisa ditangani oleh sistem pelayanan kesehatan pada suatu waktu – disebut <a href="https://www.statnews.com/2020/03/11/flattening-curve-coronavirus/">perataan kurva</a> (<em>flattening the curve</em>) – rumah sakit bisa kewalahan dan berujung pada kematian dan penderitaan yang tidak perlu.</p>
<figure>
<img src="https://cdn.theconversation.com/static_files/files/890/Flatten_the_curve1.gif?1583941324">
<figcaption><span class="caption">Meratakan kurva adalah sebutan lain dari memperlambat penyebaran.</span></figcaption>
</figure>
<p>Ada beberapa istilah lain selain <em>social distancing</em> yang mungkin Anda dengar. Salah satunya adalah “swakarantina” (<em>self-quarantine</em>). Ini berarti <a href="https://time.com/5796642/how-to-quarantine-yourself-coronavirus/">tinggal diam, mengisolasi diri Anda dari orang lain</a> karena ada kemungkinan Anda telah bersentuhan atau terpapar dengan orang yang terkena virus.</p>
<p>Ada juga “karantina wajib”. Karantina wajib terjadi ketika otoritas pemerintah menyatakan bahwa seseorang harus tinggal di satu tempat, misalnya rumah atau suatu fasilitas, selama 14 hari. Karantina wajib <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/php/risk-assessment.html">dapat diperintahkan untuk orang yang hasil tes virusnya negatif, tapi kemungkinan telah terpapar</a>. </p>
<p>Pemerintah AS telah memberlakukan karantina wajib untuk untuk <a href="https://www.nytimes.com/2020/03/09/us/coronavirus-cruise-ship-oakland-grand-princess.html">orang-orang di kapal pesiar</a> dan mereka <a href="https://www.cdc.gov/quarantine/pdf/Public-Health-Order_Generic_FINAL_02-13-2020-p.pdf">yang bepergian dari Provinsi Hubei, Cina</a>. </p>
<h2>Mengapa <em>social distancing</em> bisa berhasil?</h2>
<p>Jika dilakukan dengan tepat dan dalam skala besar, <a href="https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/26/5/19-0995_article"><em>social distancing</em> dapat menghancurkan atau memperlambat rantai transmisi</a> dari orang ke orang. Orang dapat menyebarkan virus corona selama <a href="https://medicalxpress.com/news/2020-03-covid-days-incubation-period.html">setidaknya lima hari sebelum mereka menunjukkan gejala</a>. <em>Social distancing</em> membatasi jumlah orang yang terinfeksi - dan berpotensi menyebarkan virus - sebelum mereka menyadari bahwa mereka terinfeksi virus.</p>
<p>Sangat penting untuk tidak menyepelekan kemungkinan terjadinya paparan dan mengarantina diri Anda sendiri. Menurut penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan, <a href="https://doi.org/10.7326/M20-0504">swakarantina harus berlangsung selama 14 hari</a> – dalam periode waktu tersebut seseorang dapat menunjukkan gejala COVID-19. </p>
<p>Jika setelah dua minggu mereka masih tidak memiliki gejala, maka karantina dapat dihentikan. Masa karantina yang lebih pendek dapat dilakukan pada orang yang tidak memiliki gejala seiring tersedianya pengujian secara lebih luas.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/320430/original/file-20200313-115112-1hlkj34.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Stadion kosong, konferensi yang dibatalkan dan jalanan kota yang sepi adalah pertanda terjadinya <em>social distancing</em></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.apimages.com/metadata/Index/APTOPIX-Sports-Virus-Outbreak-Basketball/7c9931a43dd447fab54264506ffad39d/3/0">AP Photo/Michael Conroy</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mengapa <em>social distancing</em> menjadi sangat penting?</h2>
<p>Saat ini, <em>social distancing</em> adalah satu-satunya cara yang tersedia untuk memerangi penyebaran virus corona.</p>
<p>Para ahli memperkirakan bahwa <a href="https://www.newyorker.com/news/news-desk/how-long-will-it-take-to-develop-a-coronavirus-vaccine">vaksin baru tersedia 12 hingga 18 bulan lagi</a>. Untuk saat ini, tidak ada obat yang tersedia yang dapat memperlambat infeksi virus corona. </p>
<p>Tanpa cara untuk mengobati orang setelah mereka jatuh sakit atau mengurangi kemungkinan mereka menulari orang lain, satu-satunya taktik yang efektif adalah memastikan perawatan rumah sakit tersedia bagi mereka yang membutuhkannya. </p>
<p>Untuk memastikan ketersediaan perawatan rumah sakit bagi mereka yang membutuhkan, kita harus memperlambat atau menghentikan penyebaran virus dan mengurangi jumlah kasus dalam suatu periode waktu.</p>
<h2>Siapa yang harus melakukannya?</h2>
<p>Setiap orang harus mempraktikkan <em>social distancing</em> untuk mencegah meledaknya jumlah kasus pada satu saat yang bersamaan. Saya adalah seorang ahli geriatri yang peduli pada orang-orang yang paling rentan: <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/specific-groups/high-risk-complications.html">orang usia lanjut yang lemah</a>. </p>
<p>Tentu saja, para lansia harus melakukan semua yang mereka bisa untuk melindungi diri mereka sendiri, rajin mempraktikkan <em>social distancing</em> dan secara signifikan mengubah perilaku publik sampai pandemi ini berakhir. Orang yang tidak lemah perlu melakukan semua yang mereka bisa untuk melindungi mereka yang lemah, dengan membantu meminimalkan paparan mereka terhadap COVID-19. </p>
<p>Jika publik secara keseluruhan menyeriusi <em>social distancing</em>, layanan medis tidak akan kewalahan menangani para penderita. Memperlambat dan mengurangi penyebaran penyakit ini ada di tangan kita masing-masing. </p>
<p><em>Aisha Amelia Yasmin menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/133870/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Thomas Perls tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Belum ada vaksin atau obat untuk COVID-19; perang melawan virus ini dapat dilakukan lewat perubahan perilaku. Ini cara kerjanya.Thomas Perls, Professor of Medicine, Boston UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1218992019-09-13T11:25:08Z2019-09-13T11:25:08ZKeluar dari polemik zonasi sekolah: pentingnya belajar sistem zonasi di Australia dan negara lain<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/291932/original/file-20190911-190007-19keo8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU2ODIyMDc4NSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTQ4MDgyNTkxNiIsImsiOiJwaG90by8xNDgwODI1OTE2L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIjlXSGtNUjZneFJYTUdaczN6NTFrQy9rNU5vNCJd%2Fshutterstock_1480825916.jpg&pi=33421636&m=1480825916&src=sBccKmR-TUx4RjGfFBhinQ-1-94">Paul Rumahorbo/The Conversation</a></span></figcaption></figure><p>Sistem zonasi penerimaan siswa baru di sekolah negeri di Indonesia telah memicu <a href="https://grafis.tempo.co/read/1698/pro-kontra-kemendikbud-menerapkan-zonasi-sekolah-pada-ppdb-2019">pro dan kontra </a> pada Juni lalu dan hal itu akan mengisi ruang publik setiap musim penerimaan murid baru tahun mendatang.</p>
<p>Sebuah hal mendasar yang menjadi penyebab kisruh sistem zonasi adalah perbedaan definisi tentang keadilan antara kelompok yang pro dan kelompok yang kontra zonasi. </p>
<p>Bagi yang <a href="https://tekno.tempo.co/read/1216190/mendikbud-sebut-sistem-zonasi-ppdb-lebih-adil-ini-alasannya/full&view=ok">pro-zonasi</a>, prinsip non-persaingan menolak perangkingan nilai sebagai dasar menerima murid baru. Konsekuensinya, penerimaan murid berdasarkan jarak domisili dianggap sebagai solusinya. </p>
<p>Bagi yang <a href="https://www.jpnn.com/news/protes-ppdb-sistem-zonasi-puluhan-orang-tua-murid-ngamuk-minta-mendikbud-mundur?page=2">kontra</a>, nilai akhir ujian nasional sekolah dasar dan menengah adalah refleksi dari ketekunan belajar siswa sebagai dasar untuk mendapatkan pendidikan di sekolah negeri yang lebih berkualitas. </p>
<p>Terlepas dari hal tersebut, saya melihat bahwa zonasi penerimaan siswa baru di Indonesia adalah kebijakan yang tepat dan berani, tapi telah dieksekusi dengan sangat buruk. </p>
<p>Saya dan anggota <em>Social Researchers Forum</em> di Melbourne Australia mengusulkan pemerintah membuat pemetaan zonasi sekolah melalui <a href="http://mathworld.wolfram.com/VoronoiDiagram.html">Diagram Voronoi</a> seperti yang dipraktikkan baik menyeluruh maupun sebagian di beberapa <a href="http://melbourneschoolzones.com/">kota di Australia</a> untuk melihat zona yang menjadi cakupan satu sekolah negeri. </p>
<p>Pemerintah juga bisa belajar dari penerapan sistem zonasi sekolah yang diterapkan di <a href="https://www.newzealandnow.govt.nz/resources/school-zoning">Selandia Baru</a>, <a href="http://mural.maynoothuniversity.ie/6167/1/CB_spatial%20school.pdf">Inggris</a>, <a href="http://www.goete.eu/news/events/138-reflection-on-national-education-policy-school-zoning-in-franceode=tedp20">Prancis</a>, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00313831.2016.1173094">Swedia, Finlandia, Estonia,</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190627142911-284-407009/zonasi-sekolah-sebuah-catatan-untuk-orang-tua-dan-pemerintah">Jepang</a>. </p>
<h2>Solusi praktis pakai Voronoi</h2>
<p>Ketidakmerataan lokasi dan kekurangan jumlah sekolah negeri adalah polemik yang dihadapi oleh sistem zonasi. </p>
<p>Hal ini menimbulkan banyak titik kosong sehingga banyak siswa yang <a href="https://www.beritasatu.com/nasional/563390/1400-pelajar-lulusan-sd-tak-tertampung-di-smpn-kota-jambi">tidak tertampung</a> di sekolah negeri dan harus memilih sekolah swasta. Tentu saja hal ini melanggar prinsip tak bisa dikecualikan yang digaungkan oleh pejabat Kementerian Pendidikan. </p>
<p>Untuk menuju pemerataan dan mengakomodasi rasa keadilan pihak pro dan kontra selama pemerintah berbenah, Diagram Voronoi dengan sedikit modifikasi bisa dipakai untuk membuat peta zonasi di Indonesia. </p>
<p>Voronoi adalah cara untuk memetakan sebuah titik layanan terdekat (misalnya sekolah) dari titik lain (misalnya rumah siswa) dengan membuat garis khayal yang membentuk kawasan sel atau zona. Diagram ini akan menunjukkan sekolah negeri mana yang terdekat dengan rumah siswa.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=419&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=419&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=419&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=527&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=527&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/289362/original/file-20190826-170906-jejtq8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=527&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sistem Zonasi Sekolah di Melbourne Australia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam gambar di atas, sekolah di titik merah adalah sekolah terdekat dengan semua rumah dalam sel atau zona tersebut. </p>
<p><a href="http://melbourneschoolzones.com/">Sistem Zonasi Sekolah Melbourne </a> telah dengan sangat baik memetakan sekolah dengan sistem zonasi. Tentu saja hal ini didukung oleh tersedianya sekolah negeri yang cukup di setiap zona. </p>
<p>Dengan diagram Voronoi ini dapat diperhitungkan kekurangan sekolah negeri berada pada titik yang sesuai dengan kepadatan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut dan mempertimbangkan adanya sekolah swasta di zona tersebut. </p>
<p>Jika sekolah negeri dalam sel ini merupakan sekolah yang dianggap favorit, rasa keadilan dalam kontruksi berfikir mereka yang kontra zonasi bisa difasilitasi dengan memberikan kesempatan untuk bersaing dalam kuota jalur prestasi yang lebih tinggi daripada 5-15% seperti dilakukan <a href="https://radarsolo.jawapos.com/read/2019/06/21/142386/final-kuota-siswa-prestasi-20-persen">di Jawa Tengah</a>. </p>
<p>Perlu diingat bahwa Diagram Voronoi ini tidak bisa serta merta diterapkan pada saat ini di Indonesia. Dibutuhkan data lapangan yang akurat untuk mewujudkan tujuan zonasi dan meminimalisasi masalah yang muncul dalam masa transisi, termasuk mengakomodasi rasa keadilan semua pihak. </p>
<p>Banyak hal yang perlu dibenahi oleh Indonesia dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain. Persiapan penerapan dengan Diagram Voronoi juga harus dilakukan dengan menimbang apakah akan membangun <a href="https://tirto.id/kpai-sebut-sistem-ppdb-zonasi-perlu-disiasati-bikin-sekolah-baru-edGs">sekolah baru</a> atau <a href="https://tirto.id/tak-perlu-sekolah-baru-saat-penerapan-sistem-zonasi-ppdb-edXP">membangun kemitraan dengan sekolah swasta.</a>. </p>
<p>Selain itu, Kementerian Pendidikan harus segera mengeluarkan dan mensosialisikan kajian target capaian zonasi sebelum masa penerimaan murid baru 2020. Hal ini penting untuk memberikan pemahaman secara lebih meyakinkan kepada masyarakat bahwa zonasi punya tujuan lebih besar dan strategis: menyediakan akses yang lebih adil kepada pada siswa terdekat sekolah dan memeratakan kualitas sekolah.</p>
<h2>Zonasi di negara lain</h2>
<p>Pelajaran tentang zonasi bisa diambil dari pengalaman puluhan tahun zonasi di berbagai negara. </p>
<p>Di Australia, sistem zonasi tidak serta merta memeratakan kualitas sekolah. Hal ini ditandai masih adanya sekolah unggulan di sebuah zona dan adanya kenaikan <a href="https://www.realestate.com.au/news/top-monash-school-zones-stacking-value-on-home-prices/">harga properti</a> di sekitar sekolah-sekolah favorit tersebut. Zonasi di Australia juga tidak diikuti dengan zonasi guru karena ketidakmerataan guru berkualitas tinggi <a href="https://research.acer.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=1001&context=policyinsights">bukan persoalan</a> di negara ini. </p>
<p>Zonasi di <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0268093910060204?journalC">Selandia Baru</a> sejak 1950 telah menyebabkan banyak relokasi warga kelas ekonomi atas yang membeli properti di dekat sekolah yang dituju, seperti halnya yang terjadi di Australia. </p>
<p>Di <a href="http://www.goete.eu/news/events/138-reflection-on-national-education-policy-school-zoning-in-franceode=tedp20">Prancis</a>, zonasi sejak 1960 diniatkan untuk membangun, memeratakan, dan melengkapi fasilitas sekolah dan mendekatkan sekolah dengan masyarakat, persis seperti niat pemerintah Indonesia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, sistem ini malah menyebabkan banyaknya penghindaran terhadap sistem zonasi serta semakin menguatnya sekolah tertentu yang dikelilingi warga dengan ekonomi tingkat atas di dalam zona tertentu. </p>
<p>Tidak berhasilnya sistem zonasi di Prancis untuk menjaga kesetaraan hak bagi masyarakat bawah dalam memilih sekolah menyebabkan zonasi dianggap sebagai alat yang usang untuk meraih kesetaraan. Bahkan ketika direformasi pada 2007, sistem zonasi di sana belum mampu memberikan kesetaraan ideal yang diinginkan. </p>
<p>Dalam satu riset di <a href="https://www-tandfonline-com.ezproxy.lib.monash.edu.au/doi/full/10.1080/00313831.2016.1173094">Swedia, Estonia, dan Finlandia</a>,latar belakang keluarga tetap menjadi penentu penting prestasi anak meski dalam sistem zonasi sekalipun. Meskipun zonasi dapat menurunkan pengaruh latar belakang keluarga terhadap prestasi belajar, zonasi tak bisa dijadikan tumpuan utama kebijakan yang ketat. Dibutuhkan kedinamisan sesuai dengan tuntutan tiap daerah atau sekolah sebagai alternatif. </p>
<h2>Kisruh kebijakan tak transparan</h2>
<p>Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy akan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1235835/rotasi-guru-berdasar-zonasi-efektif-diberlakukan-tahun-depan/full&view=ok">merotasi guru secara nasional berdasarkan zonasi mulai tahun depan</a>. Guru-guru, seperti polisi dan tentara, akan dipindah secara reguler dalam jangka waktu tertentu untuk mengajar di sekolah yang berbeda dalam satu zona. </p>
<p>Rencana ini merupakan bagian dari upaya memeratakan kualitas sekolah setelah pemberlakuan sistem zonasi penerimaan siswa baru di sekolah negeri dalam tiga tahun terakhir. Bila itu terlaksana, guru-guru berkualitas tinggi yang selama ini “mengumpul di sekolah itu-itu saja” akan tersebar ke sekolah lain untuk <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180831045710-20-326379/zonasi-guru-antara-mutasi-pengajar-dan-pemerataan-mutu">memacu kualitas di sekolah tersebut</a>.</p>
<p>Dengan fakta bahwa saat ini sekolah unggulan memang <a href="https://id.theasianparent.com/daftar-sma-terbaik-di-indonesia-versi-kemendikbud-2015">masih ada</a>, kelompok kontra akan tetap merasakan ‘ketidakadilan’ dalam kurun waktu bertahun-tahun selama sistem zonasi belum menunjukkan <a href="https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/07/semua-bisa-sekolah-zonasi-untuk-pemerataan-yang-berkualitas">hasilnya</a>. </p>
<p><a href="https://www.tribunnews.com/nasional/2019/07/01/ombudsman-ri-minta-sosialisasi-sistem-zonasi-ppdb-diperbaiki">Minimnya sosialisasi</a> dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebabkan kurangnya pemahaman masyarakat akan maksud baik zonasi. </p>
<p>Sampai saat ini, Kementerian Pendidikan belum mensosialisasikan melalui situs resminya estimasi berapa tahun waktu yang dibutuhkan untuk terwujudkan pemerataan kualitas pendidikan dengan zonasi. </p>
<p>Sama seperti kebijakan zonasi murid baru dan <a href="https://edukasi.kompas.com/read/2014/01/02/1611598/Penerapan.Kurikulum.2013.Hanya.Sekadar.Formalitas">kurikulum 2013</a>, pemerintah lagi-lagi menerapkan kebijakan radikal ini tanpa adanya publikasi hasil kajian yang memadai atas kebijakan sebelumnya. </p>
<p>Jika dapat mencapai tujuannya dalam kurun waktu yang tepat, misalnya <a href="https://siedoo.com/berita-22869-mendikbud-jepang-terapkan-zonasi-sekolah-butuh-waktu-30-tahun/">30 tahun seperti di Jepang</a>, sistem zonasi akan membawa manfaat makro secara nasional yaitu penghapusan kastanisasi sekolah. Akan tetapi dalam upaya ini, banyak tantangan yang muncul di level mikro sekolah dan ruang kelas (seperti <a href="https://theconversation.com/dampak-sistem-zonasi-penerimaan-peserta-didik-baru-di-sekolah-negeri-bagi-para-guru-dan-siswa-119294">kemampuan siswa yang heterogen</a>) yang harus dicarikan solusinya.</p>
<p>Di ruang kelas juga adanya ancaman tidak maksimalnya perkembangan siswa yang memiliki potensi akademik tinggi. Menteri Pendidikan harus berhenti <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/mendikbud-sebut-sistem-zonasi-akan-hapuskan-penggolongan-sekolah.html">menanamkan kredo simplistis</a> bahwa anak yang pintar walau ditempatkan di mana saja akan tetap menjadi pintar. </p>
<p>Dalam perspektif <a href="https://www.simplypsychology.org/vygotsky.html">teori perkembangan kognisi</a> sosio-kultural dan lingkungan adalah pembentuk dan pemicu utama fungsi kognisi, termasuk intelejensi. </p>
<p>Jadi lingkungan sekolah, interaksi dengan guru, intensitas bimbingan orang tua, dan interaksi teman sebaya dalam zona potensi pembelajaran yang tidak terlampau jauh berbeda adalah syarat-syarat untuk perkembangan kognisi yang optimal. </p>
<p>Anak dengan kecerdasan lebih tinggi tidak serta merta akan dapat mempertahankan tingkat kecerdasannya di lingkungan dan interaksi yang intensitas dan efektivitasnya berada di bawah zona belajar sebelumnya. </p>
<p>Jadi, emas tidak selamanya menjadi emas jika berada di lingkungan yang korosif. </p>
<p>Karena itu, kebijakan zonasi sekolah perlu dipantau baik level makro maupun mikro agar bisa dilakukan revisi untuk menuju perbaikan sistem yang lebih adil dan meningkatkan kualitas siswa.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/121899/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ahmad Junaidi menerima dana dari Australia Awards dalam studi PhD di Monash University. </span></em></p>Diagram Voronoi adalah cara untuk memetakan sebuah titik layanan terdekat (misalnya sekolah) dari titik lain (misalnya rumah siswa) dengan membuat garis khayal yang membentuk kawasan sel.Ahmad Junaidi, Lecturer (Universitas Mataram) , PhD Candidate, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1232682019-09-10T07:33:11Z2019-09-10T07:33:11Z3 alasan Indonesia butuh kementerian urusan digital di kabinet Jokowi periode kedua<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/291709/original/file-20190910-109915-635xv5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Sascha Steinbach/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Presiden Joko “Jokowi” Widodo berencana <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/08/14/new-cabinet-fresh-effort-to-jack-up-economy.html">merombak</a> kabinet pada masa jabatannya yang kedua. Perombakan ini termasuk mendirikan kementerian untuk urusan digital dan ekonomi kreatif.</p>
<p>Indonesia tidak sendiri dalam upaya mendirikan kementerian khusus urusan digital. Negara-negara Afrika seperti Benin, Mali, Togo, dan Pantai Gading juga memiliki rencana yang <a href="http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-2230">sama</a>.</p>
<p>Indonesia akan <a href="http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-2230">mengikuti jejak</a> negara-negara lebih maju seperti Inggris, Prancis, Yunani, Rusia, dan Polandia yang sudah memiliki kementerian semacam ini.</p>
<p>Ada beberapa alasan kementerian urusan digital diperlukan di Indonesia. Berikut argumen kami. </p>
<h2>Jumlah pengguna internet meningkat</h2>
<p>Indonesia adalah negara dengan jumlah pengguna internet <a href="https://wearesocial.com/global-digital-report-2019">terbesar kelima</a> di dunia.</p>
<p><a href="https://wearesocial.com/global-digital-report-2019">Pengguna internet di Indonesia</a> meningkat jumlahnya dari 132 juta menjadi 150 juta tahun lalu. Dalam kurun waktu yang sama, jumlah pengguna sosial media meningkat dari 130 juta menjadi 150 juta sementara jumlah pengguna sosial media lewat gawai meningkat dari 120 juta menjadi 130 juta.</p>
<p>Perusahaan konsultan manajemen McKinsey <a href="https://www.mckinsey.com/%7E/media/McKinsey/Locations/Asia/Indonesia/Our%20Insights/Unlocking%20Indonesias%20digital%20opportunity/Unlocking_Indonesias_digital_opportunity.ashx">memperkirakan</a> bila Indonesia menerapkan digitalisasi, maka ekonominya bisa tumbuh sebesar US$150 miliar (sekitar Rp 2100 triliun) - sekitar 10% dari Pendapatan Domestik Bruto - pada 2025.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/co-working-space-mendorong-inovasi-dan-kesenjangan-digital-90826">Co-working space mendorong inovasi—dan kesenjangan digital</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jumlah masalah juga meningkat</h2>
<p>Kejahatan siber, mulai dari banyak <em>malware</em> dan penipuan <em>online</em> hingga pornografi merajalela dan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-43368591">tidak banyak upaya</a> yang dilakukan untuk mengatasinya.</p>
<p>Indonesia juga memiliki masalah kesenjangan tenaga kerja bidang digital: jumlah orang dengan keahlian kerja bidang digital tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar.</p>
<p>Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan Indonesia <a href="https://www.antaranews.com/berita/853272/kominfo-indonesia-butuh-650-ribu-digital-talent-tiap-tahun">membutuhkan</a> 650.000 tenaga kerja digital tiap tahunnya. Jadi, dari 2015 sampai 2030, akan ada kekurangan 9 juta tenaga kerja digital.</p>
<p>Negara ini juga kesulitan menangani kurangnya pengembangan teknologi.</p>
<p>Menurut sekolah pendidikan bisnis asal Swiss International Institute for Management Development (IMD), Indonesia ada di <a href="https://www.imd.org/wcc/world-competitiveness-center-rankings/world-competitiveness-ranking-2019">peringkat</a> ke-59 dari 63 negara dalam urusan pengembangan teknologi pada 2018.</p>
<p>Satu lagi masalah adalah kebutuhan mengatur ruang siber. Setelah kasus <a href="https://www.theguardian.com/world/christchurch-shooting">penembakan di masjid</a> di Christchurch Selandia Baru, yang menewaskan 51 orang dan disiarkan langsung serta dibagikan beribu kali secara <em>online</em>, masyarakat internasional berusaha mengatur ruang siber.</p>
<p>Upaya pertama adalah melalui <a href="https://www.theguardian.com/world/2019/may/13/christchurch-call-details-emerge-of-arderns-plan-to-tackle-online-extremism">Christchurch Call</a>. Inisiatif ini mengajak para negara yang penandatangan untuk meratifikasi dan menerapkan peraturan yang melarang penyebaran konten kekerasan dan menetapkan panduan bagaimana media tradisional dapat menyebarkan informasi tersebut.</p>
<p>Indonesia sudah menandatangi perjanjian itu dan diharapkan memiliki orang-orang yang mampu di bidangnya demi menjaga kepentingan nasional. </p>
<p>Keberadaan kementerian urusan digital akan membantu pemerintah mengatasi permasalahan di atas. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/era-baru-diplomasi-digital-dan-mengapa-indonesia-harus-menyambutnya-90128">Era baru diplomasi digital dan mengapa Indonesia harus menyambutnya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Indonesia tidak memiliki tata kelola internet yang komprehensif</h2>
<p>Indonesia tidak memiliki strategi digital yang terintegrasi dalam tata kelola internet.</p>
<p>Indonesia saat ini memiliki 34 kementerian, tapi hanya sedikit yang mengurusi masalah digital.</p>
<p>Beberapa inisitif digital yang ada seperti<a href="https://kemenperin.go.id/artikel/18967/Making-Indonesia-4.0:-Strategi-RI-Masuki-Revolusi-Industri-Ke-4"> Making Indonesia 4.0</a> oleh Kementerian Industri dan <a href="https://digitalent.kominfo.go.id/">Digital Talent Scholarship</a> oleh Kominfo tidak selaras satu sama lain. Ini menunjukkan adanya ketidakjelasan peraturan dan manajemen isu digital.</p>
<p>Kementerian memandang masalah transformasi digital, seperti kurangnya tenaga kerja digital di sektor mereka, sebagai isu penting yang butuh perhatian khusus. </p>
<p>Ini menimbulkan masalah di level kementerian, misalnya terkait <a href="https://theconversation.com/kasus-data-dukcapil-pelajaran-terkait-privasi-dan-data-pribadi-di-indonesia-121264">perlindungan data pribadi</a>, yang tidak ditangani, atau kalaupun ditangani, tidak dengan baik.</p>
<p>Memang, Kominfo sudah berusaha menangani isu-isu ini dengan mendirikan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika. Namun, direktorat ini hanya berfokus pada mengatur diseminasi informasi, perlindungan data, dan isu-isu terkait plaform <em>e-commerce</em>. Fokus direktorat ini adalah pada masalah regulasi dan membangun infrastruktur.</p>
<p>Sementara itu, institusi lain berfokus pada mengawasi sektor ekonomi digital, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK menangani masalah penipuan dalam <em>financial technology</em> (fintech) dengan menerbitkan <a href="https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/Inovasi-Keuangan-Digital-di-Sektor-Jasa-Keuangan/pojk%2013-2018.pdf">peraturan sendiri</a> tentang inovasi keuangan digital.</p>
<p>Pada masa depan, kementerian urusan digital akan menangani isu-isu yang lebih luas lagi.</p>
<p>Kementerian tersebut bisa menangani masalah yang saat ini terpinggirkan seperti tenaga kerja digital, kerangka kemampuan dan keamanan siber nasional, dan tata kelola digital.</p>
<p>Kementerian itu bisa juga membantu kementerian lain mengembangkan dan menerapkan kebijakan pada masalah digital sebagai konsultan.</p>
<p>Jika Indonesia bisa memanfaatkan potensi yang dimiliki dalam digitalisasi dan menangani masalah yang terus menggunung, negara ini akan mampu menikmati keuntungan transformasi digital - seperti meningkatnya produksi barang dan kemudahan komunikasi - tanpa harus mengkhawatirkan soal risiko, termasuk terkait tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian dan perlindungan data pribadi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jokowi-menang-dalam-hitungan-cepat-ini-tantangan-ekonomi-untuk-lima-tahun-ke-depan-115638">Jokowi menang dalam hitungan cepat, ini tantangan ekonomi untuk lima tahun ke depan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/123268/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anisa Pratita Kirana Mantovani terafiliasi dengan Center for Digital Society.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Janitra Haryanto terafiliasi dengan dengan Center for Digital Society (CfDS) UGM.</span></em></p>Indonesia membutuhkan kementerian urusan digital kalau ingin memanfaatkan potensi dan menuntaskan masalah.Anisa Pratita Kirana Mantovani, Researcher & Research Manager at Research Division Center for Digital Society, Universitas Gadjah Mada Janitra Haryanto, Project Officer, Research Division, Center for Digital Society, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1223182019-08-27T03:55:32Z2019-08-27T03:55:32ZIntegrasi sosial kunci selesaikan persoalan Papua secara tuntas dan bermartabat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/289469/original/file-20190826-8874-lelozn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Bagus Indahono/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Untuk kesekian kalinya mahasiswa Papua terlibat bentrok dengan ormas dan aparat keamanan. <a href="https://www.tribunnews.com/nasional/2019/08/22/cerita-lengkap-asal-muasal-pengepungan-asrama-mahasiswa-papua-oleh-ormas-di-surabaya">Makian rasis dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya</a>, Jawa Timur, pada 16 Agustus 2019 berbuntut panjang dan <a href="https://news.detik.com/berita/d-4675703/papua-masih-bergejolak-dari-mimika-hingga-fakfak">memicu aksi massa luas di Manokwari, Sorong, Fak Fak, di Papua Barat; dan Biak, Timika, dan Jayapura di Papua</a>. </p>
<p>Ungkapan rasis pada orang Papua sudah lama dan terus terjadi. </p>
<p>Persipura, tim sepakbola asal Jayapura, kerap <a href="https://kbr.id/olahraga/05-2013/persipura_adukan_arema_ke_komdis_pssi/37605.html">diteriaki ‘monyet’</a> oleh pendukung kesebelasan lawan. Bahkan Frans Kaisiepo, pahlawan nasional dari Papua yang fotonya terdapat dalam pecahan uang kertas Rp 10 ribu, tak luput dari <a href="https://bali.tribunnews.com/2016/12/25/miris-netizen-lecehkan-gambar-pahlawan-di-uang-rp-10-ribu-baru-padahal-ini-jasa-besarnya">ledekan bernada rasis</a>. </p>
<p>Lalu mengapa peristiwa kali ini dengan cepat mampu mengobarkan kemarahan masyarakat Papua? </p>
<p>Reaksi keras dan terus mengemukanya kekecewaan masyarakat Papua di tengah tingginya perhatian pemerintah terhadap pembangunan di sana mengindikasikan adanya persoalan serius dalam pendekatan yang selama ini ditempuh negara. </p>
<p>Pendekatan pemerintah cenderung menekankan integrasi teritorial dan pembangunan ekonomi namun mengabaikan integrasi sosial dan pembangunan kemanusiaan. </p>
<h2>Integrasi sosial</h2>
<p>Terlepas dari kontroversi yang terus ada hingga kini, Papua telah menjadi bagian Indonesia yang sah dan diakui dunia internasional dengan disahkannya hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) oleh <a href="http://www.worldlii.org/int/other/UNGA/1969/12.pdf">PBB melalui resolusi no 2504 pada tahun 1969</a></p>
<p>Namun Papua bukanlah tanah kosong tak berpenghuni. <a href="https://www.beritasatu.com/nasional/359549/tujuh-wilayah-adat-papua-akan-menggelar-mubes">Terdapat tujuh wilayah adat yang dihuni oleh ratusan suku di sana</a>. Integrasi teritorial Papua ke Indonesia semestinya dilanjutkan dengan integrasi sosial, yakni memastikan masyarakat Papua dari Sorong sampai Merauke, merasa menjadi bagian dari Bangsa Indonesia. </p>
<p>Sayangnya pendekatan yang dilakukan negara justru membuat integrasi sosial kian rapuh. <a href="https://www.jeratpapua.org/2014/10/22/menjawab-ancaman-transmigrasi-di-papua/">Program transmigrasi misalnya, memunculkan persoalan pelik mulai dari ganti rugi lahan yang tidak sepadan, deforestrasi, malnutrisi, hingga segregasi sosial antara penduduk asli dan warga transmigran</a>. </p>
<p>Upaya meneguhkan kedaulatan teritorial juga kerap dilakukan dengan <a href="https://www.amnesty.org/en/documents/asa21/8198/2018/id/">cara koersif oleh aparat keamanan</a>. </p>
<p>Di Papua, slogan “NKRI Harga Mati” menjadi mantera yg intimidatif. <a href="https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/10/lufd97-jangan-cap-orang-papua-separatis-dan-makar">Para pengkritiknya dengan mudah dicap sebagai pendukung separatis.</a></p>
<p>Mahasiswa Papua di berbagai kota kerap menjadi korban stigma dan prasangka. <a href="https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/07/160714_trensosial_papua">Mereka sulit mendapatkan tempat tinggal karena dianggap sebagai pemabuk, biang onar, dan stigma negatif lainnya</a>. Sehingga tinggal di asrama Papua kerap menjadi satu-satunya pilihan meski mempertegas segregasi sosial dan stigma. </p>
<p>Pemerintah sibuk membangun infrastruktur tapi seolah lupa membangun manusia, khususnya generasi muda Papua. </p>
<p>Sepuluh kali Presiden Joko “Jokowi” Widodo berkunjung ke Papua tapi belum sekalipun berkunjung ke Universitas Cenderawasih atau Universitas Papua, tempat persemaian para intelektual dan calon pemimpin Papua. </p>
<p><a href="https://kabarpapua.co/ori-papua-pemerintah-provinsi-papua-masuk-kategori-merah-soal-pelayanan-publik/">Kabupaten-kabupaten baru dibentuk tapi pelayanan publik tetap terpuruk</a>. </p>
<p>Demikian pula dengan keamanan, <a href="https://kabarpapua.co/kodam-kasuari-bentuk-kelengkapan-satuan-di-sejumlah-kabupaten/">jumlah tentara terus bertambah tapi gangguan keamanan terus terjadi</a>. <a href="https://www.aa.com.tr/id/nasional/182-warga-sipil-meninggal-sejak-konflik-nduga-papua/1556293">Pelaku kasus penembakan di Nduga, Papua akhir tahun lalu hingga kini belum tertangkap</a>.</p>
<p>Semua itu menunjukkan bahwa penekanan semata pada integrasi teritorial telah menciptakan jurang besar dalam relasi sosial antara masyarakat Papua dengan negara dan kelompok masyarakat lainnya.</p>
<h2>Legitimasi semu</h2>
<p>Persoalan kedua adalah ketika upaya membangun kepercayaan rakyat Papua bertumpu pada aspek material terutama dana dan pembangunan fisik.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/memahami-akar-masalah-papua-dan-penyelesaiannya-jangan-gegabah-87785">Akar persoalan Papua</a> pada dasarnya adalah persoalan politik, yakni gugatan terhadap legitimasi negara. <a href="http://www.watchindonesia.org/2547/entwicklung-in-papua-george-junus-aditjondro?lang=ID">Kongres Rakyat Papua pada tahun 2000 bahkan dengan tegas merekomendasikan pemisahan diri Papua dari Indonesia</a>. Namun pemerintah justru selalu menempatkan Papua dalam bingkai persoalan pembangunan ekonomi.</p>
<p><a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol4321/uu-no21-tahun-2001-tentang-otonomi-khusus-bagi-provinsi-papua/">Undang-undang (UU) tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua</a> sebenarnya memuat pilar-pilar penyelesaian secara komprehensif seperti pelurusan sejarah, penuntasan pelanggaran HAM, pemberdayaan masyarakat, hingga pembentukan partai politik. Sayangnya pilar-pilar tersebut ditelikung sedemikian rupa sehingga Otsus Papua dikerdilkan menjadi perkara ekonomi.</p>
<p>Selain berdampak destruktif terhadap integrasi sosial dan memperlebar kesenjangan, orientasi terhadap pembangunan ekonomi telah menciptakan legitimasi semu. Meledaknya amuk massa di Manokwari, Sorong, dan Fak Fak menjadi bukti kuat dan mengejutkan akan hal itu. </p>
<p><a href="https://www.tabloid-wani.com/2017/11/sejarah-opm-organisasi-papua-merdeka.html">Secara historis ketiga kota itu dikenal sebagai basis awal perlawanan rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia</a>. Sejalan dengan kemajuan pembangunan, intensitas perlawanan di kota-kota ini jauh menurun. Meledaknya amarah masyarakat Manokwari, Sorong, dan Fak Fak menunjukkan bahwa pembangunan tidak cukup berhasil meredam kekecewaan masyarakat Papua. </p>
<p><a href="https://regional.kompas.com/read/2019/08/19/15400661/kronologi-kerusuhan-di-manokwari-hingga-pembakaran-gedung-dprd-papua-barat?page=all">Pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua Barat</a> yang merupakan bekas lokasi penyelenggaraan Pepera 50 tahun lalu, memberi pesan kuat kekecewaan masyarakat Manokwari terhadap negara. </p>
<p>Kepedulian dan sentuhan personal yang ditunjukkan oleh Jokowi memang mampu menumbuhkan kepercayaan rakyat Papua kepadanya.<a href="https://www.liputan6.com/pilpres/read/3970146/jokowi-maruf-raup-9066-persen-suara-di-papua?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.co.uk%2F"> Lebih dari 90% pemilih Papua memilih Jokowi dalam Pilpres April lalu</a>. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/mengapa-presiden-jokowi-tak-kunjung-berhasil-merebut-hati-orang-papua-108296">Sayangnya kepercayaan masyarakat Papua terhadap Jokowi tidak menjelma menjadi kepercayaan terhadap negara</a>. </p>
<h2>Penyelesaian tuntas bermartabat</h2>
<p>Berkobarnya bara Papua saat ini <a href="https://papua.go.id/view-detail-berita-6074/pemprov-ajak-papua-barat-dorong-evaluasi-uu-otsus.html">bertepatan dengan agenda perubahan UU Otsus yang ditetapkan tahun 2001</a> dan pernah <a href="https://www.insideindonesia.org/inside-the-special-autonomy-bill">dipandang sebagai jalan tengah penyelesaian persoalan Papua</a>. </p>
<p>Namun hingga 18 tahun pelaksanaan Otsus, persoalan Papua tak kunjung reda. </p>
<p>Gejolak Papua kali ini merupakan momentum yang tepat untuk merancang ulang skema penyelesaian yang tuntas dan bermartabat, sehingga persoalan Papua tidak terus menerus mengganggu perjalanan bangsa.</p>
<p>Untuk itu pelibatan seluruh elemen masyarakat Papua adalah keniscayaan, terutama kelompok-kelompok yang selama ini berseberangan dengan pemerintah seperti <a href="https://www.ulmwp.org/"><em>United Liberation Movement for West Papua</em></a>, <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Komite_Nasional_Papua_Barat">Komite Nasional Papua Barat</a>, para tokoh adat, tokoh agama, serta elemen-elemen kepemudaan dan mahasiswa Papua.</p>
<p>Pemerintah tidak perlu terlalu khawatir bahwa membuka ruang dialog dengan mereka sama artinya dengan membuka jalan bagi referendum yang berakhir seperti Timor Timur. <a href="https://library.fes.de/pdf-files/bueros/indonesien/07847.pdf">Pengalaman Aceh</a> menunjukkan bahwa solusi damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa dicapai. </p>
<p>Terakhir, upaya merangkul Papua bukan hanya tugas negara tapi juga tugas seluruh warga bangsa. Setelah 74 tahun merdeka sudah semestinya bangsa ini mampu menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang berperikemanusian, berperikeadilan, dan berkeadaban.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/122318/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arie Ruhyanto tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pendekatan pemerintah cenderung menekankan integrasi teritorial dan pembangunan ekonomi Papua namun mengabaikan integrasi sosial dan pembangunan kemanusiaan.Arie Ruhyanto, Doctoral Researcher, University of BirminghamLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1096522019-01-16T06:23:52Z2019-01-16T06:23:52ZPeluang SINTA menjadi jembatan riset dan kebijakan–dan mencegah kematian sia-sia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/253357/original/file-20190111-43517-t4xm8e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Korban tsunami berdiri di depan rumahnya yang rusak setelah dihantam tsunami di Desa Ujung Jaya, Kec. Sumur, Banten, 26 Desember 2018.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1273976713?src=VA2SxgIW4cT7gWh12CU7zg-1-3&size=medium_jpg">Fajrul Islam/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Bencana <a href="https://theconversation.com/mengapa-gunung-anak-krakatau-masih-berbahaya-ini-penjelasan-vulkanolog-109371">tsunami di Selat Sunda</a> dan sebelumnya di <a href="https://theconversation.com/apakah-sistem-peringatan-tsunami-yang-lebih-canggih-bisa-cegah-jatuhnya-korban-di-sulawesi-104255">Palu</a>, Sulawesi Tengah menyodorkan fakta tentang minimnya pemanfaatan hasil riset dalam program mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. </p>
<p>Lebih banyak nyawa bisa diselamatkan dari ancaman bencana bila pemerintah <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20181230180634-4-48479/ternyata-tsunami-selat-sunda-sudah-diprediksi-sejak-2012">merujuk hasil riset kredibel</a> untuk menyusun kebijakan (dan implementasi) yang berdampak pada keselamatan rakyat.</p>
<p>Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Ristekdikti) dapat memainkan peran penting di sini jika mereka dapat bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional untuk mengembangkan sistem indeks yang menyediakan peta bagi pembuat kebijakan untuk menemukan riset-riset yang relevan dengan prioritas program kerja mereka. Dan sebaliknya, peneliti juga dapat mengusulkan penelitian sesuai dengan prioritas kebijakan dan fokus riset nasional atau daerah. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-gunung-anak-krakatau-masih-berbahaya-ini-penjelasan-vulkanolog-109371">Mengapa Gunung Anak Krakatau masih berbahaya–ini penjelasan vulkanolog</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Miskoordinasi dan pengabaian temuan riset</h2>
<p>Presiden <a href="https://regional.kompas.com/read/2018/12/24/13115991/jokowi-tsunami-selat-sunda-betul-betul-di-luar-perkiraan-bmkg">Joko Widodo menyatakan</a> bencana tsunami di Selat Sunda tersebut di luar perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Peringatan dini yang dimiliki oleh BMKG menggunakan sensor tektonik, sedangkan tsunami Selat Sunda berkaitan dengan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau. </p>
<p>Karena berkaitan dengan aktivitas gunung api, pemantauannya menjadi ranah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengelola sensor vulkanik. Sampai di sini, tema ceritanya klasik, mengenai koordinasi antar-lembaga yang tidak berjalan baik. </p>
<p>Namun, masalah yang fundamental dari kesiapsiagaan dan mitigasi bencana tsunami Selat Sunda sesungguhnya adalah hasil riset yang terabaikan. </p>
<p>Setelah kejadian tsunami, di berbagai grup WhatsApp beredar hasil riset tahun 2012 oleh <a href="https://theconversation.com/mengapa-gunung-anak-krakatau-masih-berbahaya-ini-penjelasan-vulkanolog-109371">Thomas Giachetti, peneliti Universitas Oregon,</a> dan koleganya, termasuk peneliti Indonesia Budianto Ontowirjo dari Universitas Tanri Abeng, yang <a href="http://sp.lyellcollection.org/content/361/1/79">memperkirakan potensi tsunami akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau</a>. </p>
<p>Berdasarkan simulasi mereka, tsunami akibat aktivitas vulkanik dapat menjangkau bibir pantai Banten dan Lampung dalam hitungan antara 36-68 menit. Karena itu, ketersediaan detektor vulkanik dan sistem peringatan dini yang efisien–bila ada dan berfungsi dengan baik–dapat menyelamatkan masyarakat di pinggir pantai terdampak. </p>
<p>Rasa penasaran terhadap keberadaan karya peneliti Indonesia mengenai potensi tsunami Selat Sunda mendorong kolega dari Institut Teknologi Bandung, <a href="http://dasaptaerwin.net/wp/2018/12/tsunami-sunda-ternyata-sudah-ada-banyak-yang-menulis.html">Dasapta Erwin Irawan, untuk melakukan pencarian di portal Garuda</a> (Garba Rujukan Digital, yang dikelola oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Ia menemukan <a href="http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=167756">publikasi karya Yudhicara dan Budiono</a> yang dimuat di di <a href="https://ijog.geologi.esdm.go.id/index.php/IJOG/article/view/64"><em>Jurnal Geologi Indonesia</em> pada 2008 dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM)</a>. </p>
<p>Riset mereka menyebutkan wilayah Selat Sunda rentan terhadap 4 jenis penyebab tsunami, yaitu gempa bumi, erupsi gunung api, longsoran pantai, dan longsoran bawah laut. Karena itu, sistem deteksi dini tsunami di wilayah tersebut seharusnya meliputi detektor beragam penyebab. </p>
<h2>Bagaimana menjembatani riset dan kebijakan kebencanaan</h2>
<p>Sebenarnya, terdapat peluang untuk menghubungkan riset dengan kebijakan secara sistematik di Indonesia. Presiden Jokowi pada 2018 telah mengeluarkan <a href="http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175498/Perpres%20Nomor%2038%20Tahun%202018%201.pdf">Peraturan Presiden</a> tentang <a href="http://simlitabmas.ristekdikti.go.id/unduh_berkas/RENCANA%20INDUK%20RISET%20NASIONAL%20TAHUN%202017-2045%20%20-%20Edisi%2028%20Pebruari%202017.pdf">Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045</a>, untuk meningkatkan sinergi antar pemangku kepentingan lintas sektoral dalam jangka panjang. </p>
<p>Ristekdikti sendiri pada 2017 telah meluncurkan sistem pengindeks yang disebut <a href="http://sinta2.ristekdikti.go.id">SINTA (<em>Science and Technology Index</em>)</a>. Melalui sinkronisasi dengan <em>Google Scholar</em>, basis data ilmiah komersial <em>Scopus</em>, dan portal Garuda jutaan publikasi yang ditulis oleh periset Indonesia terindeks di sini. Sampai Desember yang lalu, 150 ribuan peneliti dari sekitar 4500-an institusi riset dan akademik telah terindeks di SINTA. </p>
<p>Namun, sejauh ini Ristekdikti baru menjadikan SINTA sebagai alat pengukur kinerja riset, dengan menciptakan sistem <a href="http://www.sciencemag.org/news/2019/01/how-shine-indonesian-science-game-system">pemeringkatan peneliti di SINTA</a>, yang menimbulkan <a href="https://theconversation.com/jalan-evolusi-bibliometrik-indonesia-104781">kritik</a> dari para akademisi. </p>
<p>Daripada hanya menjadikan SINTA sebagai repositori sitiran dan kepakaran, Ristekdikti dapat menjadikannya sebagai jembatan antara dunia riset dan kebijakan dengan memperluas metadata yang disediakan dan menciptakan matriks yang menghubungkan metadata dalam SINTA dengan fokus-fokus prioritas riset nasional. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jalan-evolusi-bibliometrik-indonesia-104781">Jalan evolusi bibliometrik Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kosakata Riset Indonesia</h2>
<p>Saat ini metadata yang terindeks oleh SINTA adalah nama peneliti, afiliasi institusi, bidang keahlian, judul artikel, nama jurnal ilmiah dan sitiran. Sementara metadata kata kunci yang menyediakan informasi mengenai topik-topik yang dibahas setiap artikel ilmiah belum tersedia dalam SINTA. Demikian juga indeksasi produk kebijakan dan fokus riset di RIRN . </p>
<p>Menyertakan kata kunci dan menghubungkannya dengan matriks prioritas riset nasional akan membantu publik–termasuk pembuat kebijakan–untuk menelusuri jutaan publikasi dan menemukan riset yang relevan dengan kebutuhan mereka. </p>
<p>Kerja sama dengan Perpustakaan Nasional RI untuk mengembangkan standar kosakata, metadata, dan indeksasi publikasi (jenis publikasi, kata kunci, bidang ilmu, dan kelompok riset) akan memudahkan kegiatan pemetaan tersebut. </p>
<p>Pengembang dan pengelola SINTA bisa belajar dari praktik terbaik kosakata riset <a href="https://www.nlm.nih.gov/mesh/meshhome.html">Medical Subject Heading (MeSH)</a>, yang merupakan bagian dari basis data <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/">Pubmed</a> yang dikembangkan oleh <em>National Library of Medicine</em> (NLM). MeSH merupakan kosakata yang terstruktur secara hirarkis untuk indeks, katalog dan pencarian makalah kesehatan di Pubmed. Di perpustakaan kesehatan terbesar di dunia itu, petugas pengindeks bertugas membaca setiap artikel baru dari jurnal yang terindeks di Pubmed dan menentukan lema MeSH-nya. </p>
<p>Mengembangkan sejenis Kosakata Riset Indonesia merupakan kerja besar berskala nasional dan berpotensi global. Wirawan Agahari pernah menganalisis pentingnya <a href="https://theconversation.com/pentingnya-data-iptek-di-indonesia-bagaimana-meningkatkan-kualitas-dan-kebaruannya-104000">data untuk mengevaluasi kebijakan dengan mengusulkan pembaharuan regulasi</a>. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pentingnya-data-iptek-di-indonesia-bagaimana-meningkatkan-kualitas-dan-kebaruannya-104000">Pentingnya data iptek di Indonesia, bagaimana meningkatkan kualitas dan kebaruannya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pengembangan Kosakata Riset Indonesia dapat diselaraskan dengan pembahasan <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/167081-pembahasan-ruu-sisnas-iptek-diperpanjang">Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek)</a> yang akan memuat <a href="https://siin.ristekdikti.go.id/">Sistem Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional</a>. Kolaborasi, bukan kompetisi, lintas lembaga diperlukan untuk mengembangkan inovasi ini <em>(collaborative sandbox)</em>. </p>
<h2>Inovasi teknologi untuk kebijakan publik</h2>
<p>Kembali kepada kasus tsunami Selat Sunda. Dalam RIRN terdapat 10 fokus riset, dua diantaranya–kemaritiman dan kebencanaan–relevan dengan pencegahan dan mitigasi bencana di sekitar Selat Sunda. Riset kemaritiman memuat 4 tema riset, salah satunya adalah teknologi penguatan infrastruktur maritim, yang memiliki subtopik sistem peringatan dini tsunami. </p>
<p>Pengembangan matriks 10 fokus riset nasional dalam SINTA dapat dipetakan berdasarkan pelaku, sumber pendanaan, jenis riset (kolaboratif/tunggal), jenis publikasi yang memuat hasil riset sampai dengan jenis kebijakan pemerintah yang memanfaatkan hasil riset tersebut. </p>
<p>Di era multi disiplin seperti sekarang, riset kemaritiman dapat diintegrasikan dengan riset kebencanaan serta delapan fokus riset lainnya. Sebagai contoh, riset inovasi sistem peringatan dini dipadukan dengan riset yang mengkaji implikasinya dari <a href="https://kompas.id/baca/utama/2019/01/11/dimensi-sosial-dalam-pengelolaan-risiko-bencana/">aspek sosial ekonomi dan humaniora</a> dalam satu kerangka penelitian payung. </p>
<p>Hasil riset semacam ini–jika terindeks dengan baik sehingga pembuat kebijakan mudah menemukan dan mengakses–dapat dimanfaatkan untuk mendukung program terpadu mitigasi dan kesiapsiagaan bencana yang sesuai konteks budaya masyarakat.</p>
<p>Dengan demikian, ada kesinambungan antara prioritas nasional, kebutuhan riset untuk pembangunan prioritas, riset yang dilakukan, produk riset yang dihasilkan sampai dengan pemanfaatannya. Tugas selanjutnya adalah memantau sejauh mana riset tersebut menjadi rujukan dalam program kebijakan, pedoman dan regulasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. </p>
<p>Dalam hikayat Ramayana, dewi Shinta rela terjun ke bara api demi cintanya kepada Rama. Ini bisa menjadi alegori untuk pengorbanan waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk mereformasi SINTA menjadi jembatan riset-kebijakan yang berpotensi menyelamatkan puluhan juta nyawa yang hidup di negeri kepulauan rawan bencana.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/109652/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anis Fuad tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Saatnya SINTA tidak hanya berhenti sebagai repositori sitasi dan kepakaran, tapi juga menjembatani kubu riset dan kebijakan untuk mengatasi masalah bersama.Anis Fuad, Lecturer, Department of Biostatistics, Epidemology and Population Health, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1055842018-11-13T07:46:11Z2018-11-13T07:46:11ZAspek keadilan sering dilupakan dalam pembuatan kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia<p>Pembuat kebijakan ketika merancang kebijakan pembangunan infrastruktur harus mempertimbangkan tidak hanya kepentingan bisnis, tapi juga dampak pembangunan terhadap masyarakat dan lingkungan setempat. Namun praktiknya, pemerintah membuat hukum dan kebijakan yang memudahkan pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan mengabaikan ongkos sosial yang ditanggung masyarakat setempat. </p>
<p>Mengutip dari <a href="https://www.idntimes.com/business/economy/ita-malau/berapa-sih-jumlah-kata-infrastruktur-di-pidato-tahunan-jokowi/full">pidato Presiden Joko “Jokowi” Widodo</a> pada upacara Peringatan Hari Kemerdekaan lalu, sebanyak 477 pelabuhan telah dikembangkan dan dibangun sepanjang 2015, 11 bandara dibangun, 397 kilometer jalan tol sudah mulai beroperasi, dan 369 kilometer spoor rel kereta dibangun sepanjang 2015-2017. </p>
<p><a href="https://tirto.id/bpk-tak-ada-pembangunan-infrastruktur-yang-mangkrak-pada-2015-2017-c8n7">BPK pun menguatkan pernyataan bahwa sepanjang tahun tersebut tidak ada pembangunan infrastruktur yang mangkrak</a>, meski sempat beredar dugaan adanya kebocoran anggaran infrastruktur sebesar Rp45,6 triliun. </p>
<p>Tak dapat dipungkiri, Indonesia memerlukan pelabuhan, lapangan terbang, dan jalan untuk memudahkan pengiriman barang dan jasa di negara kepulauan ini. Konektivitas yang lebih baik diharapkan dapat mengatasi ketimpangan ekonomi antara bagian barat dan timur Indonesia. Namun, proyek-proyek pembangunan ini tak jarang mengambil lokasi yang sudah dihuni masyarakat sehingga dapat menyebabkan konflik. </p>
<h2>Regulasi yang represif</h2>
<p>Sebelum sebuah proyek pembangunan infrastruktur dimulai, berbagai proses yang rumit harus dilalui. Dimulai dengan perencanaan yang didesain baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, diikuti dengan pengeluaran izin lokasi. Dalam peraturan izin inilah yang kemudian membuka peluang masuknya politik ruang dan tanah. Dengan begitu agresifnya proyek infrastruktur, berbagai rencana pembangunan yang telah disusun terpaksa dilanggar <a href="http://jateng.metrotvnews.com/peristiwa/ObzB9B1b-pembangunan-bandara-kulon-progo-banyak-tabrak-aturan">seperti terjadi dalam pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam proyek pembangunan bandara baru</a>.</p>
<p>Untuk mengatasi konflik antara masyarakat setempat dan bisnis yang melaksanakan proyek, pemerintahan Jokowi pada 2017 mengeluarkan peraturan presiden yang mengatur penanganan dampak sosial dalam penyediaan tanah untuk proyek infrastruktur. Peraturan ini kemudian diperbarui dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional. </p>
<p>Namun, regulasi ini justru cenderung represif terhadap masyarakat. Terdapat pasal yang menyatakan aparat keamanan dapat turun tangan jika diperlukan. Aturan ini juga lebih mengatur bagaimana proyek yang ada dapat tetap berjalan dengan mudah. Aturan ini tidak memandang proyek sebagai pengembangan bersama antara masyarakat lokal dengan pemerintah. </p>
<h2>Contoh kebijakan yang baik</h2>
<p>Masyarakat lokal dan lingkungan harus diperhatikan dalam pelaksanaan proyek infrastruktur. Proyek infrastruktur tanpa perencanaan dan kajian yang matang dapat meningkatkan terjadinya <a href="http://www.uz.undp.org/content/uzbekistan/en/home/operations/projects/democratic_governance/support-to-enhancement-of-law-making--rulemaking-and-regulatory-.html">dampak sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kriminalitas.</a> </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=565&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=565&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/243847/original/file-20181105-83657-ayx6u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=565&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Foto 9 Agustus 2018, pembangunan Tol Cisumdawu (Bandung - Cirebon), Sumedang, Jawa Barat. Menurut Presiden Joko Widodo 477 pelabuhan telah dikembangkan dan dibangun sepanjang 2015, 11 bandara dibangun, 397 kilometer jalan tol sudah mulai beroperasi, dan 369 kilometer spoor rel kereta dibangun sepanjang 2015-2017.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Akhmad Dody Firmansyah/www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebuah penelitian magister perencanaan kota Universitas Gadjah Mada pada 2006 dari <a href="http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=33631">Muhammad Sarjan</a> mengungkapkan soal konflik pembebasan tanah untuk pembangunan bandara di Lombok Tengah. Pembangunan tersebut justru mengakibatkan peningkatan kemiskinan dan angka kriminalitas sebab banyak petani kehilangan sumber penghidupannya. </p>
<p>Pembangunan yang dilakukan tanpa pengawasan dan perencanaan yang tepat dapat menyebabkan degradasi lingkungan, <a href="https://www.canada.ca/en/services/environment/conservation/assessments/environmental-reviews/environmental-assessment-processes/ia-handbook.html">penelantaran aset, menurunnya tingkat kepercayaan terhadap pemerintah, dan hilangnya peluang kerja.</a> </p>
<p>Dalam sebuah teori pembuatan peraturan ada yang disebut dengan <a href="http://www.oecd.org/regreform/regulatory-policy/ria.htm"><em>Regulatory Impact Assesment (RIA)</em></a>. Ini adalah metode untuk membuat aturan yang lebih baik yang sedang menjadi tren di dunia. OECD melaporkan hampir semua anggotanya telah menerapkan metode RIA dengan berbagai bentuk sesuai dengan keadaan masing-masing negara. </p>
<p>Menggunakan RIA dalam kerangka kerja sistematis dapat mendukung kapasitas pemerintah untuk memastikan bahwa peraturan tersebut efisien dan efektif dalam dunia yang berubah dan kompleks. Sebab cara kerjanya yang selalu mendasarkan kebijakan pada bukti (<em>evidence based</em>)</p>
<p><a href="https://www.canada.ca/en/services/environment/conservation/assessments/environmental-reviews/environmental-assessment-processes/ia-handbook.html">Pemerintah Kanada menggunakannya untuk melindungi lingkungan hidup</a> di Kanada dengan tetap berupaya menumbuhkan ekonomi. Mereka percaya bahwa pembangunan yang dilakukan dengan perencanaan yang bijak akan berimbas pada keberhasilan proyek pemerintah dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi, mendukung masyarakat, dan menciptakan lapangan kerja.</p>
<p>Di Indonesia muncul konsep yang dipopulerkan oleh Mochtar Kusumaatmadja, pakar hukum dari Universitas Padjadjaran. Ia memaknai hukum pembangunan sebagai sarana pembaruan masyarakat. Konsep itu dipengaruhi pemikiran Roscoe Pound mengenai <em>sociological jurisprudence</em>, yang memasukkan unsur sosiologi ke dalam hukum. Dalam perkembangannya, pemikiran ini dikenal juga sebagai aliran fungsional, hukum yang mencerminkan nilai-nilai atau norma-norma yang hidup dalam masyarakat. </p>
<p>Menurut Mochtar, pembangunan pada masa Soeharto menggunakan konsep <em>sociological jurisprudence</em>. Namun nilai-nilai kepentingan publik yang diangkat hanya diwakili konsepsi dan perencanaan dari pemerintah, sementara kepentingan sosial yang mengacu pada kepentingan warga masyarakat diabaikan. Pandangan itu mendorong aktivis di masa Orde Baru untuk menentang pemerintahan yang cenderung membangun secara otoriter. </p>
<p>Model pembangunan rezim Orde Baru inilah yang justru terkesan berulang pada pembangunan infrastruktur saat ini.</p>
<h2>Kasus Yogya</h2>
<p>Kita bisa melihat bagaimana kebijakan pembangunan dapat merugikan masyarakat lokal dalam pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta.</p>
<p>Konflik sosial di Yogyakarta mulai panas pada 2014 dengan pelibatan aparat kepolisian yang memblokade kelompok masyarakat penolak pada acara Forum Diskusi Publik. Kejadian itu mengakibatkan kekacauan sehingga masyarakat yang ingin mengikuti forum diskusi dikriminalisasi. Tiga orang dipenjara. Sementara Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mengeluarkan Izin Penetapan Lokasi. </p>
<p>Dalam upaya pengosongan lahan, aparat kepolisian kembali diturunkan untuk menjaga kepentingan proyek dan mengintimidasi setidaknya 19 keluarga masih bertahan di lokasi itu. Mereka tetap tinggal di rumah yang telah dicabut listriknya. Halaman rumah mereka telah dikelilingi alat konstruksi berat. Namun mereka masih bertani di tanah mereka bersama relawan.</p>
<p>Sebagian besar masyarakat setempat yang kehilangan lahan akibat pembangunan bandara adalah petani buah dan sayuran. Antara Februari dan Agustus 2014, mereka masih mendapat manfaat dari panen cabe sekitar Rp700 juta. Pada waktu itu, keuntungan itu dapat memenuhi kebutuhan banyak keluarga keluarga petani. Tidak mengherankan pada masa awal, ribuan orang menolak proyek bandara itu. Sedangkan kini <a href="https://regional.kompas.com/read/2018/05/07/16212641/45-warga-terdampak-pembangunan-bandara-kulon-progo-terima-rumah-baru">beberapa ada yang beralih membuat tempe</a>, dengan penghasilan yang tidak signifikan dibandingkan penghasilan petani buah dan sayuran. </p>
<p>Proyek pembangunan bandara internasional Yogyakarta adalah salah satu proyek infrastruktur ambisius yang perlu dievaluasi. Data dari Kementerian Keuangan, <a href="https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018">anggaran negara untuk infrastruktur naik Rp 1,7 triliun dari usulan RAPBN 2018.</a> termasuk di dalamnya proyek pembangunan bandara.</p>
<p>Anggaran tanpa peraturan yang baik itu dapat merugikan negara. Perencanaan dan peraturan dalam rencana pemerintah harus dibuat dengan prinsip keadilan dan untuk kesejahterakan rakyat. Jika tidak, proyek infrastruktur bukannya menuai keuntungan namun justru menyengsarakan masyarakat yang terdampak. Peraturan yang baik harapannya dapat membuat dunia perekonomian juga berjalan secara lancar tanpa ada satupun pihak yang dirugikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/105584/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nuresti Tristya Astarina tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kita bisa melihat bagaimana kebijakan pembangunan dapat merugikan masyarakat lokal dalam pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta.Nuresti Tristya Astarina, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1008212018-08-02T10:06:21Z2018-08-02T10:06:21ZMau dibawa ke mana penjara kita?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/229971/original/file-20180731-136664-fq2zyi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=18%2C36%2C5988%2C3971&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Institusi penjara tidak dapat sepenuhnya otoritatif dan represif kepada setiap tahanan, mereka juga memiliki hak untuk kehidupan yang layak.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Ada beberapa “narasi” yang berulang-ulang disampaikan sebagai penyebab banyaknya persoalan yang dihadapi oleh sistem penjara di Indonesia. </p>
<p>Termasuk yang terakhir terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Sukamiskin minggu lalu, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan kepala lapas dengan <a href="https://theconversation.com/ironi-tahanan-koruptor-di-indonesia-layaknya-memenjarakan-beruang-dalam-penjara-bambu-100614">dugaan menerima suap dari narapidana korupsi</a> atas sejumlah “kemewahan” yang mereka dapatkan di dalam lapas itu. </p>
<p>Pada 2009, saya terlibat dalam penelitian yang menyusun dokumen cetak biru <a href="http://icjr.or.id/cetak-biru-pembaharuan-pelaksanaan-sistem-pemasyarakatan/">“Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan tahun 2009”</a>. Cetak biru yang telah dijadikan <a href="http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2009/bn5-2009.pdf">Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-OT.02.02 Tahun 2009</a> sebenarnya sudah memberikan alternatif-alternatif solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi institusi penjara atau pemasyarakatan. </p>
<p>Solusi ini mencakup perbaikan sistem pemasyarakatan mulai dari aspek manajemen organisasi, sumber daya manusia, pelaksanaan tugas hingga pengawasan. </p>
<p>Tapi ternyata masalah dan narasi-narasi usang tetap terus bermunculan. Apa yang bisa kita lakukan? Dalam tulisan ini saya akan membahas satu persatu narasi ini dan apa yang mesti dilakukan oleh otoritas penjara untuk jangka pendek sebagai solusinya. </p>
<h2>Penjara yang terlalu padat</h2>
<p>Situasi di mana jumlah tahanan melebihi kapasitas penjara atau dikenal dengan istilah <em>over-crowding</em> (terlalu padat), memang masalah besar. </p>
<p>Hasil penelitian yang saya lakukan untuk menyusun dokumen cetak biru menemukan bahwa di penjara yang jumlah tahanan melebihi daya tampung ada anggapan bahwa prestasi minimal seorang kepala penjara adalah mencegah kerusuhan dan pelarian. </p>
<p>Hal ini berdampak pada pola pengendalian perilaku narapidana dalam penjara yang kurang tegas. Karena ketika kepala penjara bersikap tegas dan represif, ada ketakutan potensi konflik akan membesar.</p>
<p>Jumlah petugas yang sangat terbatas kemudian menyebabkan pola pengendalian informal justru lebih banyak digunakan. Narapidana tertentu diberikan “keistimewaan” sebagai kepala kamar atau pemuka untuk mengendalikan narapidana lain. </p>
<p>Namun permasalahannya, relasi-relasi informal inilah yang menjadi cikal bakal sejumlah penyimpangan yang terjadi di dalam penjara.</p>
<p>Ke depannya, pemerintah perlu merumuskan alternatif hukuman selain penjara di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk mengurangi <em>overcrowding</em> dalam penjara. </p>
<p>Sebagaimana <a href="https://www.jstor.org/stable/42909676">dijelaskan oleh ahli kriminologi Richard Quinney</a>, tindak kejahatan tidak dapat dilihat murni semata-mata pelanggaran pidana, ada juga tindak kejahatan untuk bertahan hidup. Sebelumnya, kriminolog asal Belanda, Willem Bonger melalui <a href="https://www.jstor.org/stable/23635247">disertasinya</a> juga menjelaskan adanya kejahatan yang terpaksa dilakukan oleh mereka yang tidak beruntung secara ekonomi. </p>
<p>Terhadap kejahatan-kejahatan tersebut, hukuman penjara bukanlah putusan yang tepat. Contoh alternatif hukuman misalnya kerja sosial, sehingga tidak semua terdakwa dimasukkan ke dalam penjara. Alternatif penghukuman semacam ini dapat kita temui di negara-negara Barat <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/228560/8469.pdf">seperti Inggris</a> yang telah diberlakukan sejak <a href="https://www.theguardian.com/society/2013/jan/08/forty-years-community-service">empat puluh tahun yang lalu</a>.</p>
<p>Demikian pula dengan narapidana yang berstatus penyalah guna narkotika. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, semestinya mereka tidak dipenjara, namun mendapatkan rehabilitasi.</p>
<p>Namun, hingga kini Indonesia belum memiliki alternatif dari hukuman penjara, sehingga mau tidak mau lapas harus siap dan mampu mengembangkan kebijakan yang lebih keras terhadap narapidana di penjara yang melampaui kapasitas.</p>
<h2>Anggaran yang kurang</h2>
<p>Narasi kedua mengenai permasalahan lapas adalah kurangnya anggaran dan sumber daya manusia (SDM). </p>
<p>Konsensus internasional memang tidak memberikan standar yang jelas mengenai besaran anggaran ideal untuk pembinaan narapidana dan pelayanan tahanan. Hal yang diatur adalah standar minimal, seperti yang diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1955 melalui <a href="https://www.unodc.org/pdf/criminal_justice/UN_Standard_Minimum_Rules_for_the_Treatment_of_Prisoners.pdf">Resolusi tahun 1957</a>. </p>
<p>Di dalam standar ini disebutkan tahanan setidaknya menempati sel sendirian dengan jendela yang cukup besar, penerangan yang memadai, air minum yang cukup dan makanan yang bergizi. </p>
<p>Di Indonesia, <a href="http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2008/64%7EPMK.02%7E2008Per.htm">Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2008</a> telah menetapkan bahwa standar biaya makan narapidana Rp15.000 per hari atau Rp5.000 sekali makan.</p>
<p>Faktanya, kemampuan lapas untuk menyediakan seluruh layanan minimum yang menjadi hak narapidana masih sangat minim. Hal ini dapat diperlihatkan oleh beberapa contoh, seperti terbatasnya ruang, penerangan, air bersih, makanan, layanan kesehatan, informasi hingga yang berkaitan dengan sarana pembinaan. </p>
<p>Sementara itu, perbandingan ideal antara narapidana dengan petugas adalah 1 petugas banding 25 narapidana. Tapi faktanya di Indonesia 1 banding 55, menurut hasil wawancara saya dengan Akbar Hadi (mantan kepala sub-bagian humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan).</p>
<p>Namun, jika seluruh anggaran dan kualitas SDM dipenuhi, apakah kemudian masalah-masalah yang dihadapi di penjara akan hilang seketika? Saya kira tidak juga.</p>
<p>Memang benar bahwa Kementerian Hukum dan HAM memiliki masalah soal perencanaan dan penganggaran. Lapas secara teknis memang di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, namun anggarannya ditentukan oleh Sekretariat Jenderal Pemasyarakatan di masing-masing provinsi. </p>
<p>Dualisme ini menyebabkan apa yang dibutuhkan di tingkat teknis sering tidak sesuai dengan “logika anggaran” di Sekretariat Jenderal. Belum lagi ada saja alasan “tidak ada anggaran”. Dalam konteks ini, bisa dikatakan bahwa sistem perencanaan dan penganggaran di Kementerian Hukum dan HAM belum bersahabat dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada.</p>
<p>Masalah terkait struktur organisasi, anggaran, dan SDM adalah “narasi” usang. Namun hingga kini, ketika muncul masalah yang mengejutkan di dalam lapas atau rutan (Rumah tahanan), seketika itu pula “narasi-narasi” ini muncul sebagai kambing hitam. </p>
<p>Saya sendiri, sebagai salah seorang peneliti yang terlibat di dalam penyusunan cetak biru tersebut, menyadari betul bagaimana sulitnya posisi penjara. </p>
<p>Saya juga menaruh tanda tanya besar, apa yang membuat Kementerian Hukum dan HAM begitu merasa sangat sensitif bila sudah membicarakan persoalan di dalam manajemen organisasi dan penganggaran tersebut. Padahal, hal ini adalah masalah klasik yang solusinya sudah diidentifikasi dalam cetak biru.</p>
<h2>Apa yang bisa dilakukan</h2>
<p>Saya berpandangan, untuk jangka pendek, yang diperlukan untuk perbaikan sistem penjara kita saat ini adalah sebagai berikut. </p>
<p>Pertama, perbaikan di dalam sistem pengawasan. </p>
<p>Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM mestinya tidak hanya sekadar basa-basi. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi metode pengawasan melekat (waskat) yang merupakan tanggung jawab atasan langsung, seperti kepala lapas di tingkat teknis. </p>
<p>Salah satu hal yang menyebabkan model “waskat” ini dirasa tidak akan pernah efektif adalah karena yang diawasi adalah “rekan kerja” bahkan “teman” dari yang mengawasi. </p>
<p>Belum lagi bila, sebagaimana diduga terjadi di lapas Sukamiskin, kepala penjara adalah bagian dari masalah. Membersihkan rumah dengan sapu kotor adalah pekerjaan yang sangat sia-sia. </p>
<p>Mungkin inilah yang menjadi latar belakang mengapa dulu Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM sering <a href="https://nasional.sindonews.com/read/1324753/18/dagang-fasilitas-di-sukamiskin-1532471173">melakukan inspeksi mendadak</a>.</p>
<p>Untuk memperkuat pengawasan ini, Balai Pertimbangan Pemasyarakatan (BPP) yang secara langsung memberikan rekomendasi kepada menteri semestinya diberikan peran yang lebih luas dan kuat. BPP cukup potensial karena di dalamnya terdapat unsur akademisi dan masyarakat. </p>
<p>Satu hal lain, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan perlu memberi ruang yang lebih luas untuk pengawasan dari lembaga-lembaga nonpemerintah, khususnya organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam bidang bantuan hukum, hak asasi manusia, atau pemantau sistem peradilan pidana.</p>
<p>Kedua, memastikan disiplin seluruh petugas dan narapidana, dengan melaksanakan seluruh standar atau prosedur yang sudah ada. Sejauh yang saya ketahui, paska cetak biru, ada begitu banyak program di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berkaitan dengan penyusunan standar dan pedoman teknis, serta penguatan kapasitas petugas melalui pelatihan. </p>
<p>Seperti kerja sama antara Direktorat dengan lembaga internasional <em>Search for Common Ground</em> untuk penyusunan pedoman perlakuan narapidana risiko tinggi, seperti teroris. Pedoman ini kemudian <a href="http://www.bapanasnews.com/2016/05/ditjen-pas-dan-sfcg-gelar-lokalatih.html">diadopsi di berbagai lapas di Indonesia</a>. </p>
<p>Ketiga, untuk menghapus “narasi-narasi” yang berulang-ulang itu. Kementerian Hukum dan HAM harus mengkritik kembali bentuk organisasinya. Pemasyarakatan adalah direktorat teknis terbesar, yang bahkan sebenarnya sudah layak untuk berdiri sendiri menjadi badan setingkat kementerian. </p>
<p>Saya tidak akan membahas kembali “narasi-narasi” itu, karena sudah sejak lama diperbincangkan, dan membosankan. Tanyakan saja kepada menteri dan pejabat-pejabat terkait, lebih baik kita fokus pada penyelesaian masalah sehingga narasi-narasi ini bisa berhenti beredar.</p>
<p><em>Bimo Alim ikut berkontribusi dalam artikel ini</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/100821/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Iqrak Sulhin menerima dana dari The Asia Foundation. </span></em></p>Beberapa ‘narasi’ usang yang berulang diakui sebagai penyebab banyaknya persoalan yang dihadapi oleh sistem penjara di Indonesia. Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?Iqrak Sulhin, Ketua Departemen Kriminologi FISIP UI, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1003272018-07-26T10:43:19Z2018-07-26T10:43:19ZMereka yang luput dari kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/229271/original/file-20180725-194158-1y530jv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C798%2C541&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">BPS merilis data yang menunjukkan angka kemiskinan Indonesia terendah sejak masa krisis 1998. Namun jika kita melihat kemiskinan dalam lensa yang lebih luas, ada kelompok masyarakat Indonesia yang luput dari kebijakan pengentasan kemiskinan.</span> <span class="attribution"><span class="source">Mast Irham/EPA </span></span></figcaption></figure><p>Sepuluh hari yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/persentase-penduduk-miskin-maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html">profil kemiskinan di Indonesia</a>. Data tersebut menunjukkan bahwa pada Maret 2018 kemiskinan berada pada angka 9,82 persen atau 25,95 juta penduduk miskin. </p>
<p>Pemerintah kemudian mengklaim bahwa angka tersebut merupakan <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/16/130732026/bps-maret-2018-persentase-kemiskinan-indonesia-terendah-sejak-1999">angka kemiskinan terendah sejak krisis 1998</a>. Untuk mendukung klaim ini, BPS merilis infografis yang menunjukkan tren penurunan angka kemiskinan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/229380/original/file-20180726-106521-1gmvwde.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.bps.go.id/website/images/Kemiskinan-Maret-2018-ind.jpg">Badan Pusat Statistik</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Rendahnya angka kemiskinan ini dianggap sebagai pencapaian dalam implementasi kebijakan pemberantasan kemiskinan sejak dua dasawarsa terakhir.</p>
<p>Namun jika kita melihat kemiskinan dalam lensa yang lebih luas, kita perlu mempertanyakan klaim pemerintah ini sebab ada kelompok masyarakat Indonesia yang luput dari kebijakan pengentasan kemiskinan. </p>
<p>Mereka selama ini terus mengalami kerentanan, pada satu saat berada di ujung garis kemiskinan dan saat lain di bawah garis kemiskinan. Golongan ini, yang oleh para ekonom disebut kelompok miskin transient, berjuang sepanjang hidupnya untuk tidak jatuh miskin, dan kerap gagal. Namun mereka luput dari bantuan pemerintah. </p>
<h2>Kemiskinan transient</h2>
<p>Ekonom Martin Ravallion dari Australia menjelaskan bahwa <a href="https://www.researchgate.net/publication/227346882_Is_Transient_Poverty_Different_Evidence_for_Rural_China">penduduk miskin <em>transient</em></a> adalah mereka yang teridentifikasi berada di bawah garis kemiskinan, tetapi pada periode survei berikutnya berada sedikit di atas garis kemiskinan dan berpeluang kembali berada di bawah garis kemiskinan pada periode survei berikutnya. </p>
<p>Penduduk miskin transient juga mencakup orang-orang yang tidak masuk kategori miskin. Mereka berada sedikit di atas garis kemiskinan, tetapi pernah mengalami pergerakan ke bawah garis kemiskinan walaupun bisa merangkak naik lagi ke atas garis kemiskinan pada periode survei berikutnya. </p>
<p>Posisi penduduk miskin transient sangat labil–mereka sudah tidak dikategorikan sebagai penduduk miskin dan dikeluarkan dari skema kebijakan pemberian bantuan miskin tetapi karena posisinya yang hanya sedikit berada di atas garis kemiskinan, mereka sangat rentan jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan. </p>
<p>Penduduk miskin transient juga terabaikan karena data tentang mereka tidak tersedia. </p>
<p>Metode survei yang dilakukan BPS <a href="https://sirusa.bps.go.id/webadmin/doc/penomoran_rekomendasi.pdf">terutama menggunakan teknik <em>cross-sectional</em></a>, yaitu teknik pengumpulan data pada satu titik waktu tertentu, tidak mampu mendeteksi penduduk miskin transient.</p>
<p>Teknik ini tidak akan mampu menampilkan data pengeluaran dan pendapatan menurut nama dan alamat, dan tidak dapat melihat pergerakan kondisi penduduk dari waktu ke waktu. </p>
<p>Untuk melihat itu hanya bisa dilakukan dengan data <em>continuum</em> melalui <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Longitudinal_study">metode <em>longitudinal</em></a>, yaitu teknik pengumpulan data pada dua atau lebih periode survei dengan subjek yang sama guna melihat dinamika atau perkembangan serta melakukan perbandingan.</p>
<p>Salah satu faktor yang menyebabkan kebijakan pengentasan kemiskinan tidak efektif adalah keterbatasan konseptualisasi tentang apa yang disebut miskin dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Jelas bahwa kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia tidak menyorot penyebab bergeraknya penduduk di sekitar garis kemiskinan. </p>
<h2>Memaknai kemiskinan</h2>
<p>Kemiskinan bukan persoalan deprivasi ekonomi semata, tetapi krisis multidimensi. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html">Kriteria dan ukuran garis kemiskinan yang selama ini pemerintah gunakan</a> adalah garis kemiskinan makanan (2100 kkal/kapita/hari + non makanan esensial). </p>
<p>Garis kemiskinan juga diukur misalnya dengan jumlah pendapatan $1 (atau sekitar Rp 14.000) per hari. Dalam beberapa situasi garis kemiskinan dilihat berdasarkan pada kebutuhan satu kali makan untuk satu orang. </p>
<p>Padahal, ukuran garis kemiskinan yang bersifat kaku tersebut tidak dapat dijadikan patokan dalam merumuskan kebijakan mengingat kompleksitas masalah kemiskinan di Indonesia. </p>
<p>Dalam World Bank Report 2001 disebutkan bahwa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/pam.20492">kemiskinan bukan hanya tentang rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi</a>, melainkan juga rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, nutrisi dan beberapa aspek lain dalam konteks pembangunan manusia (human development). </p>
<p>Dengan kata lain, kemiskinan memang mencakup aspek kesejahteraan yang lebih luas. Kemiskinan terutama berkaitan erat dengan kesenjangan atau ketimpangan. Bahkan, kemiskinan juga berkelindan dengan masalah lingkungan seperti bahaya kebencanaan dan permukiman kumuh. </p>
<p>Pengentasan kemiskinan tidak bisa diukur hanya menggunakan PDB semata karena tidak menggambarkan pemerataan kesejahteraan yang sesungguhnya. Sebagai gantinya, digunakanlah Indeks Pembangunan Manusia (<a href="http://hdr.undp.org/en/content/human-development-index-hdi"><em>Human Development Index</em> atau HDI</a>) yang mencakup tiga komponen: kesehatan, pendidikan dan penghasilan. </p>
<p>HDI mengukur kesejahteraan melalui tiga hal: </p>
<ol>
<li><p>Usia yang diukur melalui angka harapan hidup, </p></li>
<li><p>Akses terhadap pengetahuan yang diukur dengan lama rata-rata pendidikan yang diperoleh dan </p></li>
<li><p>Standar kehidupan ekonomi layak yang diukur dengan GNI (Gross National Income atau pendapatan nasional bruto) per kapita</p></li>
</ol>
<p>HDI Indonesia masih tergolong medium yaitu berada <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170322182446-78-202081/ranking-indeks-pembangunan-manusia-indonesia-turun-ke-113">pada peringkat 113 dari 188 negara</a>. Ini disebabkan 140 juta penduduk Indonesia hanya berpenghasilan Rp 20.000 per hari, tingginya angka kematian yaitu 305 kematian per 100 ribu kelahiran hidup dan 5 juta anak tidak bersekolah. </p>
<p>HDI oleh karena itu, lebih komprehensif dalam mengukur kesejahteraan dibandingkan dengan PDB yang hanya menyorot dimensi ekonomi. </p>
<h2>Kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan</h2>
<p>Kita dihadapkan pada agenda global <a href="https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs"><em>Sustainable Development Goals</em> (SDGs)</a> sebagai kelanjutan dari <a href="http://www.un.org/millenniumgoals/"><em>Millenium Development Goals</em> (MDGs)</a>. Dalam SDGs, terdapat 17 tujuan untuk sama-sama menciptakan Bumi sebagai tempat yang lebih baik. </p>
<p>Dalam kaitannya kemiskinan, tertuang dalam poin pertama yaitu “<em>No Poverty</em>”, artinya, pada tataran lokal, wajib diupayakan pengentasan kemiskinan yang tentu saja bersifat inklusif dan berkelanjutan. </p>
<p>Lingkungan sosial inklusif artinya lingkungan yang aman, nyaman dan menerima semua masyarakat tanpa terkecuali untuk mengakses layanan sosial dengan tujuan menciptakan rasa bahagia dan kondisi sejahtera. Kondisi demikian akan sulit dicapai ketika kemiskinan masih menjadi problem dan dilema tersendiri. </p>
<p>Sementara itu, ukuran garis kemiskinan yang digunakan BPS jelas harus direkonstruksi. Dengen menerapkan metode yang keliru, maka kebijakan yang dihasilkan tidak akan maksimal. </p>
<p>Mengingat bahwa metode <em>cross-sectional</em> tidak akan mampu secara komprehensif menggambarkan kondisi dinamis dan kompleksnya masalah kemiskinan di Indonesia maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah memasukkan miskin transient ke dalam skema perumusan kebijakan. </p>
<p>Untuk mencapai hal tersebut, maka para akademisi, praktisi, pemerhati dan tentu saja pemerintah baik pusat dan daerah harus memahami konsep kemiskinan tersebut dalam frekuensi yang sama. </p>
<p>Lebih dari itu, kebijakan yang lebih bersifat <em>top down</em> dari pemerintah pusat harus diubah karena tidak akan mampu benar-benar merangkul masyarakat. Diperlukan penerapan kebijakan yang inklusif dalam merumuskan kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia. </p>
<p>Kebijakan pengentasan kemiskinan yang disarankan adalah kebijakan yang berbasis partisipasi masyarakat dengan menekankan bentuk pemberdayaan yang mengakomodasi kearifan lokal masyarakat. Kita dapat mengambil contoh <a href="http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/viewFile/283/257">penerapan pembangunan inklusif di kota Solo</a> terutama bagaimana penataan PKL dilakukan dengan cermat ketika Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo.</p>
<p>Kebijakan pengentasan kemiskinan hendaknya tidak diseragamkan melainkan memperhatikan ciri khas masing-masing kelompok masyarakat miskin. Dengan demikian, program bantuan maupun bentuk pemberdayaan yang diberikan bisa lebih tepat sasaran.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/100327/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rusydan Fathy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Agar kebijakan pengentasan kemiskinan berjalan efektif, maka konsep kemiskinan harus dimaknai secara mendalam disamping mulai menerapkan paradigma kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.Rusydan Fathy, Researcher, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/936662018-03-21T11:08:23Z2018-03-21T11:08:23ZReformasi subsidi listrik di Indonesia mendorong peningkatan efisiensi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/211158/original/file-20180320-31605-1chavpp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C668%2C445&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menaikkan tarif listrik ke tingkat yang mencerminkan biaya produksi mengisyaratkan bahwa listrik adalah komoditas berharga.</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Indonesia telah lama menjadi salah satu negara pemberi subsidi listrik <a href="https://www.iea.org/statistics/resources/energysubsidies/">terbesar di dunia</a>. Tarif tenaga listrik ditetapkan pada tingkat yang rendah namun dengan kondisi pemerintah menyalurkan dana kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menutup kerugiannya. Pada tahun 2012, subsidi listrik membebani pemerintah sebesar $10 miliar. </p>
<p>Dalam sebuah program reformasi yang ambisius, sejak tahun 2013 Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk mengurangi beban subsidi ini. Reformasi ini termasuk menaikkan tarif listrik pada tingkat yang lebih mencerminkan biaya produksi, dengan pengecualian untuk konsumen yang menggunakan sambungan daya listrik kecil, termasuk golongan miskin. Subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) juga telah dikurangi. </p>
<p>Dalam penelitian baru yang dimuat dalam <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030142151830096X">Energy Policy</a>, saya dan Sandra Kurniawati menemukan bahwa reformasi subsidi listrik di Indonesia telah mendorong peningkatan efisiensi penggunaan listrik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pemotongan-subsidi-bbm-di-indonesia-mencegah-macet-yang-lebih-parah-84055">Pemotongan subsidi BBM di Indonesia mencegah macet yang lebih parah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jika murah, buat apa berhemat?</h2>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0921800916303494">Idealnya</a> konsumen harus membayar harga listrik yang setidaknya menutup biaya produksi. Jika listrik dijual dengan harga di bawah biaya produksi, konsumen akan cenderung boros menggunakan listrik. Mungkin lampu akan dibiarkan menyala padahal tidak diperlukan. Penggantian perangkat elektronik dengan perangkat yang lebih efisien mungkin saja ditunda-tunda. Mematikan AC di ruang yang tak terpakai? Nanti sajalah.</p>
<p>Menaikkan tarif listrik ke tingkat yang mencerminkan biaya produksi mengisyaratkan bahwa listrik adalah komoditas berharga.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/210876/original/file-20180317-104694-1o27mck.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Apakah Anda akan lebih enggan menghemat listrik jika Anda mendapat tarif subsidi?</span>
<span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Penelitian kami</h2>
<p>Kami memperkirakan efek perubahan tarif listrik terhadap penggunaan listrik di Indonesia dengan menggunakan data pemakaian listrik dan tarif tenaga listrik dari tahun 1992 hingga 2015 untuk semua kelompok konsumen dan wilayah.</p>
<p>Perkiraan kami menunjukkan bahwa pada tahun 2015 pemangkasan subsidi listrik mengurangi pemakaian listrik tahunan sekitar 7% dibandingkan dengan skenario tanpa reformasi. </p>
<p>Pemakaian listrik terus meningkat, tetapi peningkatannya lebih rendah dibandingkan dengan kondisi jika tarif listrik tetap rendah seperti sebelumnya. </p>
<p>Tingkat pemakaian listrik di Indonesia saat ini <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2017/01/25/indonesia-only-needs-15000-mw-extra-electricity-by-2019-minister.html">lebih rendah dari yang diperkirakan pemerintah</a>. Terlalu tingginya perkiraan pemerintah mengenai kebutuhan listrik Indonesia juga disebabkan oleh asumsi yang kurang realistis mengenai tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. </p>
<p>Langkah Indonesia menuju penggunaan listrik yang lebih efisien ini telah menyurutkan tekanan terhadap pemerintah untuk membangun pembangkit listrik baru. Bahkan, beberapa rencana untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar batu bara <a href="https://news.mongabay.com/2017/05/facing-oversupply-indonesia-scales-back-its-coal-based-electricity-plan/">dihentikan seluruhnya</a>. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada infrastruktur yang mengandalkan bahan bakar fosil. Terdapat ruang fiskal yang dapat digunakan untuk prioritas pembangunan lainnya.</p>
<p>Kami memperkirakan bahwa pencabutan sepenuhnya subsidi listrik di Indonesia akan mendorong penghematan tambahan sekitar 6% dalam pemakaian listrik (lihat bagan).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=436&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=436&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=436&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=548&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=548&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/211056/original/file-20180319-31605-kpa1bo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=548&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pemakaian listrik di Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Source: Burke and Kurniawati (2018).</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Lebih tepat sasaran</h2>
<p>Secara historis, subsidi listrik di Indonesia merupakan salah satu bentuk belanja yang <a href="http://www.iisd.org/gsi/subsidy-watch-blog/how-electricity-subsidy-reform-can-benefit-indonesia">regresif</a>.</p>
<p>Selama fase terakhir pemangkasan subsidi pada tahun 2017, pemerintah <a href="https://www.iisd.org/gsi/policy-briefs/indonesia-energy-subsidy-news-briefing-january-2018">mencabut subsidi listrik</a> untuk rumah tangga yang menggunakan sambungan daya 900 volt-ampere (VA), dengan pengecualian rumah tangga miskin. Subsidi untuk rumah tangga dengan sambungan daya yang lebih besar sudah dicabut sebelumnya. Dengan kata lain, reformasi ini mendorong pemberian bantuan pemerintah bagi golongan miskin menjadi lebih tepat sasaran. </p>
<p>Indonesia juga telah menunjukkan kemajuan dalam <a href="http://www.tnp2k.go.id/en/data-indicators/unified-database-1/">menyasar</a> masyarakat miskin untuk pemberian bantuan transfer tunai dan bantuan-bantuan lain bagi masyarakat yang paling membutuhkan. </p>
<h2>Menjadi contoh</h2>
<p>Masyarakat internasional sudah <a href="https://www.reuters.com/article/us-g20-energy/g20-agrees-on-phase-out-of-fossil-fuel-subsidies-idUSTRE58O18U20090926">berkomitmen</a> untuk menghentikan secara bertahap pemberian subsidi bagi penggunaan bahan bakar fosil, termasuk dalam sektor listrik. Reformasi subsidi bahan bakar minyak dan listrik selama beberapa tahun terakhir menjadikan Indonesia terdepan dalam memenuhi komitmen penghapusan subsidi tersebut. </p>
<p>Pengalaman Indonesia memperlihatkan bahwa tidak mustahil untuk melakukan reformasi yang secara bersamaan pro-lingkungan hidup, mengurangi ketimpangan, dan baik untuk kesehatan fiskal. </p>
<p>Salah satu kunci kesuksesan Indonesia dalam melakukan reformasi subsidi energi adalah komunikasi yang cukup jelas mengenai manfaat dari pengurangan subsidi tersebut. Penekanan pada perlindungan bagi golongan miskin juga penting dalam upaya meningkatkan dukungan masyarakat.</p>
<p>Ke depan, Indonesia sangat berpeluang untuk sepenuhnya meninggalkan subsidi bahan bakar minyak dan listrik. Sebagai gantinya, Indonesia dapat mengalihkan subsidi energi ke bantuan sosial dalam bentuk lain bagi mereka yang membutuhkan. Hal itu tentu akan memberikan berbagai macam manfaat, termasuk bagi lingkungan hidup. </p>
<p>Sayangnya, belum lama ini <a href="http://jakartaglobe.id/news/govt-will-keep-fuel-electricity-prices-stable-end-2019/">diumumkan</a> bahwa tarif listrik dan harga bahan bakar minyak tidak akan dinaikkan hingga akhir 2019, tahun pemilihan presiden. Subsidi bahan bakar minyak dan listrik diprediksikan akan mulai meningkat lagi.</p>
<hr>
<p><em>Versi akses terbuka makalah penelitian ini bisa diperoleh <a href="https://acde.crawford.anu.edu.au/publication/working-papers-trade-and-development/12105/electricity-subsidy-reform-indonesia-demand">di sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/93666/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Paul Burke menerima dana dari Dewan Riset Australia (DE160100750) dan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia melalui Australian-German Energy Transition Hub.</span></em></p>Tarif listrik tidak akan naik hingga akhir 2019, tahun pemilihan presiden. Padahal penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan subsidi listrik sebelumnya mendorong peningkatan efisiensi pemakaian listrik.Paul Burke, Fellow, Crawford School of Public Policy, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/931372018-03-20T10:58:53Z2018-03-20T10:58:53ZRp187 triliun ke desa: semangat baru dan praktik lama dari UU Desa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/210763/original/file-20180316-104673-gk0os1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C1000%2C664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">UU Desa diharapkan membuka peluang lebih luas bagi desa dan warganya untuk membayangkan masa depannya sekaligus mewujudkannya sesuai dengan kebutuhan, keragaman, dan keunikannya masing-masing</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sejak 2015 hingga akhir tahun lalu, pemerintah pusat mengucurkan dana <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3606172/pemerintah-kucurkan-dana-desa-sejak-2015-apa-saja-hasilnya">sekitar Rp127 triliun </a>untuk sekitar 70 ribu desa di Indonesia. Ditambah Dana Desa tahun ini Rp60 triliun, total Dana Desa akan menjadi sekitar Rp187 triliun sampai akhir tahun ini yang disalur untuk membangun desa-desa, baik desa yang sudah maju maupun yang masih tertinggal. </p>
<p>Secara konseptual Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggunakan perspektif baru yang menjanjikan, tapi pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pengguna anggaran, perangkat desa, dan stafnya di tingkat desa. </p>
<p>Perlu juga dievaluasi keefektifan penggunaan dana ratusan triliun itu, termasuk adanya kasus-kasus tindak pidana korupsi yang masih menyisakan masalah. Pengawasan terhadap Dana Desa perlu ditingkatkan.</p>
<p><a href="http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf">Undang-Undang Desa </a> lahir dari semangat mulia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga desa yang selama puluhan tahun terpinggirkan. </p>
<p><a href="https://www.antaranews.com/berita/410137/uu-desa-disahkan-kades-harus-belajar-pembukuan">Sebelum disahkan UU Desa</a>, desa ditempatkan sebagai objek dari pembangunan. Konskuensinya, desa hanya menerima apa pun intervensi dari pemerintah pusat atau pemerintah kabupaten dan kota. Ironisnya, hal ini terjadi setelah otonomi daerah. Posisi ini membuat entitas desa hanya memiliki sedikit peluang menggugat meski kebijakan yang ada memberi dampak negatif bagi kehidupan warga desa. </p>
<p>Karena itu banyak lahir kebijakan di masa lalu yang membuat warga desa bisa mudah kehilangan ragam kultur daerahnya dan juga hak atas tanah atau aset penghidupan produktif lainnya atas nama pembangunan.</p>
<p>Rezim setelah disahkannya UU Desa berupaya menggabungkan fungsi desa sebagai satuan masyarakat yang memiliki pemerintahannya sendiri (<em>self-governing community</em>) dan sekaligus sebagai pemerintahan lokal (<em>local self-government</em>). </p>
<p>Yang terbaru dari UU Desa adalah adanya upaya pemberian pengakuan terhadap desa untuk menjalankan hak asal usulnya yang meliputi revitalisasi adat-istiadat, tanah ulayat, dan kearifan lokal (asas rekognisi). Selain itu, UU Desa juga menjamin pemberian kewenangan yang bersifat lokal sehingga sebuah pemerintahan desa bisa menentukan kebijakannya sendiri (asas subsidiaritas).</p>
<p>Dari kedua hal di atas, UU Desa sebenarnya membuka peluang lebih luas bagi desa dan warganya untuk mewujudkannya masa depan mereka sesuai dengan kebutuhan, keragaman, dan keunikannya masing-masing. Apalagi undang-undang ini mengamanatkan pemerintah pusat untuk menyalurkan Dana Desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai bagian dari hak pemerintah desa. </p>
<p>Jumlah Dana Desa semakin besar. Pada <a href="http://krjogja.com/web/news/read/40053/APBN_2017_Pemerintah_Gelontori_Dana_Desa_Rp_60_Triliun">2017</a>, transfer Dana Desa mencapai Rp60 triliun atau rata-rata Rp800 juta per desa. Jumlah ini meningkat dibandingkan alokasi 2015 yang berkisar Rp20,7 triliun rupiah atau sekitar Rp280 juta per desa. </p>
<h2>Pelaksanaan setengah jalan</h2>
<p>Sampai sekarang belum ada kajian yang cukup memadai untuk melihat dampak dari UU Desa baik untuk peningkatan kesejahteraan warga desa maupun untuk penanggulangan kemiskinan. Ini bisa jadi karena usia undang-undang masih baru implementasinya, sementara indikator hasilnya hanya bisa dilihat jangka panjang. </p>
<p>Data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dapat memberi sedikit gambaran mengenai implementasi UU Desa sampai saat inu ini. Hingga 2016, <a href="http://bisnis.liputan6.com/read/3063588/pembangunan-infrastruktur-dari-dana-desa-cetak-sejarah">pembelanjaan Dana Desa</a> telah menghasilkan pembangunan 60.000 kilometer jalan desa, 1800 unit pasar desa, dan 11.000 gedung yang digunakan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Dari angka tersebut, pembangunan infrastruktur memang masih mendominasi.</p>
<p>Selain itu, cerita baik juga hadir dari pengembangan Badan Usaha Milik Desa. Teridentifikasinya 40 Badan Usaha Milik Desa yang telah memiliki omset di atas Rp300 juta patut diapresiasi. </p>
<p>Lewat <a href="http://www.jurnas.com/artikel/28317/Refleksi-Tiga-Tahun-UU-Desa-Pemerintah-Diminta-Penuhi-11-Poin-Ini/">refleksi tiga tahun UU Desa</a>, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengukuhkan Badan Usaha Milik Desa <a href="http://jogja.tribunnews.com/2013/09/24/hebat-badan-usaha-milik-desa-tirtonirmolo-beromzet-miliaran-rupiah">Tirtonirmolo Bantul di Yogyakarta</a> dengan omset Rp8,7 miliar dari usaha pinjam pinjam dan <a href="https://regional.kompas.com/read/2016/09/27/06320091/contohlah.desa.ponggok.setahun.hasilkan.rp.6.5.miliar">Badan Usaha Milik Desa Ponggok </a>di Klaten, Jawa Tengah dengan Rp5,1 miliar dari pengembangan wisata sebagai dua Badan Usaha Milik Desa paling sukses. </p>
<h2>Bukan tanpa tantangan</h2>
<p>Implementasi UU Desa juga bukan tanpa tantangan. Sebut saja kasus korupsi yang melanda pemerintahan desa. Pernyataan pers dari lembaga pengawas tindak pidana korupsi <a href="http://www.beritasatu.com/hukum/477000-icw-kades-jadi-aktor-utama-penyalahgunaan-dana-desa.html">Indonesia Corruption Watch</a> pada 2017 mengungkapkan sedikitnya ada 110 kasus korupsi terkait pembelanjaan Dana Desa sepanjang 2016 sampai Agustus 2017. </p>
<p>Kasus-kasus tersebut melibatkan setidaknya 139 pelaku dengan kerugian negara ditaksir meningkat dari Rp10,4 miliar pada 2016 menjadi Rp30 miliar pada 2017 atau naik hampir tiga kali lipat. </p>
<p><a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/02/20/14223331/dana-desa-paling-banyak-dikorupsi-polisi-minta-masyarakat-aktif-awasi">Modus korupsinya</a> pun beragam, mulai dari tindak penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, peningkatan batas anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran hingga suap. </p>
<p>Namun, perlu dipahami bahwa praktik korupsi merupakan masalah akut yang sudah melanda negeri ini bahkan sebelum lahirnya UU Desa. <a href="http://smeru.or.id/en/content/merancang-skenario-pengawasan-desa-di-era-uu-desa">Akuntabilitas sosial</a>, yakni pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, perlu bekerja untuk mengatasi permasalahan ini.</p>
<p>Selain banyaknya praktik korupsi, tantangan lainnya dalam pelaksanaan UU Desa terkait dengan kesiapan unsur-unsur pemerintah desa dan <a href="http://smeru.or.id/en/content/role-kecamatan-village-law-implementation">pemerintahan di atasnya</a>. Saat ini keterlibatan masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam proses pembangunan masih terbatas. Di samping itu, peran <a href="http://smeru.or.id/en/content/reforming-bpd-strengthen-villages">Badan Permusyaratan Desa</a> juga belum optimal. Belum lagi keberadaan pendamping desa yang masih dihujani kritik. </p>
<p>Selain itu, pemerintah pusat harus menjaga jangan sampai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan melanggar hakikat UU Desa itu sendiri sebagai subjek utama dalam pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah pusat diharapkan tidak hanya sebatas instruksi dan pelengkap administrasi tapi perlu mendorong sebesar-besarnya kemandirian dan keberdayaan desa.</p>
<p>Dengan pelaksanaan UU Desa yang optimal, maka anggapan desa-desa akan maju bila Indonesia maju tidak lagi relevan, karena seharusnya Indonesia akan maju bila desa-desanya telah maju.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/93137/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sejak 2015 hingga tulisan ini diterbitkan, Rendy A. Diningrat terlibat pada studi longitudinal implementasi UU Desa (Sentinel Villages). Studi ini diselenggarakan atas kerjasama The SMERU Research Institute dengan Local Solutions to Poverty (LSP) Bank Dunia.</span></em></p>UU Desa menjanjikan perubahan besar di pedesaan tapi masih menghadapi banyak masalah dalam pelaksanaannya.Rendy A. Diningrat, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.