Menu Close

Gerakan mata dapat membantu kita mengetahui cara membaca pikiran orang

Gambar jarak dekat wajah yang berfokus pada mata berwarna cokelat
Mata Anda dapat mengungkapkan lebih banyak hal dari yang Anda pikirkan. True Touch Lifestyle/Shutterstock

Dari sebagian besar sejarah manusia, jika ingin mengetahui apa yang terjadi di belakang kita, kita harus menebaknya. Akan tetapi, sejak tahun 1960-an, para ilmuwan telah mempelajari bagaimana gerakan mata dapat membantu membaca pikiran seseorang. Kemampuan untuk menguping lamunan dan monolog internal seseorang secara detail masih menjadi fiksi ilmiah, tetapi penelitian membantu kita mempelajari lebih lanjut tentang hubungan antara mata dan kondisi mental kita.

Baru-baru ini, penelitian di Jerman menunjukkan bahwa pelacakan gerakan mata dapat membantu mendeteksi posisi seseorang dalam proses berpikirnya.

Penelitian semacam ini bukan sekadar keingintahuan umum. Bayangkan jika kamu adalah seorang pilot yang sedang mencoba manuver rumit yang membutuhkan konsentrasi penuh. Sementara itu, kamu melewatkan alarm berkedip yang membutuhkan perhatian. Teknologi hanya akan berguna jika selaras dengan cara manusia berpikir dan berperilaku di dunia nyata.

Kemampuan untuk melacak proses berpikir dapat menghindari kondisi yang mengancam jiwa antara manusia dan komputer. Jika penelitian psikologi tentang pelacakan mata digabungnkan dengan AI (kecerdasan buatan), hasilnya dapat merevolusi antarmuka komputer (computer interface) dan memberi manfaat bagi orang-orang dengan disabilitas belajar.

Pelacakan gerakan mata dimulai pada tahun 1960-an ketika versi pertama teknologi dikembangkan oleh ilmuwan Alfred Yarbus yang meneliti isu ini pertama kali. Saat itu, penutup hisap yang tidak nyaman dipasang di mata peserta dan pantulan cahaya menelusuri titik fokus mereka.

Yarbus menemukan bahwa manusia terus-menerus mengalihkan pandangannya untuk berfokus pada berbagai bagian pemandangan di depan. Dengan setiap gerakan mata, bagian pemandangan yang berbeda menjadi fokus tajam, dan bagian lain di ujung pandangan menjadi buram. Kita tidak dapat menerimanya sekaligus.

Sampel pemandangan tidak diambil secara acak. Dalam studi Yarbus yang terkenal pada tahun 1967, dia meminta orang-orang untuk melihat sebuah lukisan.

Seorang pelayan menunjukkan seorang laki-laki ke arah ruang tamu di mana seorang perempuan yang lebih tua bangkit dari kursinya dan anak-anak duduk di sekitar meja
Lukisan ini, They Did Not Expect Him, digunakan dalam studi Yabus. Ilya Repin/Wikimedia

Dia kemudian bertanya kepada peserta “Seberapa kaya orang-orang itu” dan “Apa hubungan antara mereka?” Pola gerakan mata yang berbeda muncul sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

Membuat kemajuan

Sejak itu, kamera inframerah dan program komputer membuat pelacakan mata lebih mudah. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah menunjukkan bahwa pelacakan mata dapat mengungkapkan pada tahap apa seseorang berpikir. Dalam eksperimen psikologi kognitif, orang-orang sering diminta untuk menemukan objek dalam buku Where’s Wally.

Niat yang dimiliki seseorang mempengaruhi cara matanya bergerak. Misalnya, jika dia sedang mencari benda berwarna merah, matanya pertama-tama akan berpindah ke semua benda berwarna merah di tempat kejadian. Artinya, gerakan mata seseorang mengungkap isi memori jangka pendeknya.

Studi tahun 2022 di Jerman mengungkapkan bahwa pelacakan mata dapat membedakan antara dua fase berpikir. Mode ambien melibatkan pengambilan informasi, sementara pemrosesan fokus terjadi pada tahap akhir pemecahan masalah.

Dalam mode ambien, mata bergerak cepat dalam jarak jauh untuk melihat impresi samar dari target yang menarik. Ini digunakan untuk orientasi spasial. Kemudian, kita fokus pada informasi untuk jangka waktu yang lebih lama saat memprosesnya lebih dalam.

Sebelumnya, perubahan-perubahan dalam pola pandangan telah dipelajari dalam konteks perubahan stimulus visual. Namun, studi di Jerman tersebut adalah salah satu studi pertama yang menemukan bahwa mata kita berubah di antara pola gerakan ini sebagai respons terhadap proses berpikir.

Subyek uji diminta untuk merakit sebuah kubus Rubik sesuai dengan modelnya. Stimulus visual tidak berubah, tetapi gerakan mata peserta menunjukkan bahwa mereka berada dalam mode ambien saat informasi diambil. Pola gerakan mata peserta berubah saat mereka beralih ke bagian tugas yang berbeda, seperti memilih potongan puzzle.

Mata manusia berwarna cokelat dilihat dari dekat
Setidaknya saat ini relawan penelitian tidak perlu memakai penutup hisap di mata mereka. Ingaav/Shutterstock

Melihat ke depan

Penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi yang dimaksudkan untuk bekerja sama dengan operator manusia dapat menggunakan pelacakan mata untuk melacak proses pemikiran penggunanya. Dalam pekerjaan terbaru saya bersama tim, kami merancang sistem yang menghadirkan banyak tampilan berbeda secara paralel di layar komputer.

Dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk menghasilkan panah dan sorotan di layar, program kami melacak gerakan mata orang-orang untuk mengidentifikasi informasi yang dilihat peserta dan memandu mereka ke arah yang seharusnya mereka lihat. Penerapan metode kecerdasan buatan ke data pelacakan mata juga dapat membantu mengetahui jika seseorang merasa lelah atau memiliki gangguan belajar seperti disleksia.

Gerakan mata juga dapat menjadi petunjuk tentang keadaan emosi seseorang. Sebagai contoh, satu studi menemukan bahwa suasana hati yang sedang tidak baik membuat orang lebih sering mengalihkan mata untuk melihat kata-kata negatif seperti “kegagalan.” Sebuah penelitian yang menganalisis hasil dari banyak percobaan menemukan bahwa orang-orang yang mengalami depresi menghindari melihat rangsangan positif (seperti wajah bahagia) dan mereka yang memiliki kecemasan terpaku pada tanda-tanda ancaman.

Melacak gerakan mata juga dapat membantu orang-orang belajar dengan memantau di mana mereka terjebak dalam suatu tugas. Satu studi, yang melibatkan ahli jantung yang belajar untuk membaca elektrokardiogram, menggunakan AI berdasarkan gerakan mata mereka untuk memutuskan apakah mereka memerlukan panduan lebih lanjut.

Di masa depan, kecerdasan buatan mungkin dapat menggabungkan pelacakan mata dengan ukuran lain, seperti detak jantung atau perubahan aktivitas otak, untuk mendapatkan estimasi yang lebih akurat tentang pemikiran seseorang saat memecahkan masalah. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah kita ingin komputer mengetahui apa yang kita pikirkan?


Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now