tag:theconversation.com,2011:/global/topics/arkeologi-46551/articles
Arkeologi – The Conversation
2024-02-20T07:41:23Z
tag:theconversation.com,2011:article/222717
2024-02-20T07:41:23Z
2024-02-20T07:41:23Z
Orang Afrika menemukan fosil dinosaurus jauh sebelum istilah ‘palaentologi’ ada
<p>Penghargaan untuk penemuan tulang dinosaurus pertama biasanya diberikan kepada orang-orang Inggris atas penemuan mereka antara abad ke-17 dan ke-19 di Inggris. </p>
<p><a href="http://www.oum.ox.ac.uk/learning/htmls/plot.htm">Robert Plot</a>, seorang ahli sejarah alam Inggris, adalah orang pertama yang <a href="https://www.amnh.org/explore/videos/dinosaurs-and-fossils/who-discovered-the-first-dinosaur-fossils?utm_source=twitter&utm_medium=social&utm_campaign=share-from-amnh-org">mendeskripsikan</a> tulang dinosaurus, dalam bukunya <em>The Natural History of Oxfordshire</em> pada 1676. Selama dua abad berikutnya, palaentologi dinosaurus akan didominasi oleh banyak ilmuwan alam Inggris. </p>
<p>Namun, <a href="https://www.lyellcollection.org/doi/10.1144/SP543-2022-236">penelitian kami</a> menunjukkan bahwa sejarah palaentologi dapat ditelusuri lebih jauh ke masa lalu. Kami menyajikan bukti bahwa tulang dinosaurus pertama mungkin telah ditemukan di Afrika sejak 500 tahun sebelum Plot.</p>
<p>Kami adalah tim ilmuwan yang mempelajari fosil di Afrika Selatan. Mengintip literatur arkeologi, sejarah, dan palaentologi yang telah dipublikasikan dan tidak dipublikasikan, kami menemukan bahwa ada ketertarikan terhadap fosil di Afrika sepanjang kehidupan manusia di benua tersebut. </p>
<p>Hal ini tidak mengejutkan. Manusia berasal dari Afrika: <em>Homo sapiens</em> telah ada setidaknya selama <a href="https://www.nature.com/articles/nature22336">300 ribu tahun</a>. Benua ini memiliki keanekaragaman singkapan batuan yang besar, seperti lapisan Kem Kem di Maroko, depresi Fayum di Mesir, Lembah Celah di <a href="https://theconversation.com/the-maasai-legend-behind-ancient-hominin-footprints-in-tanzania-119373">Afrika timur</a> dan Karoo di Afrika selatan, yang mengandung fosil-fosil yang selalu dapat diakses oleh nenek moyang kita. </p>
<p>Jadi, orang Afrika yang menemukan fosil lebih dulu bukan cuma kemungkinan, melainkan tidak bisa dihindari.</p>
<p>Sering kali, fosil dinosaurus pertama yang seharusnya ditemukan oleh para ilmuwan justru ditemukan oleh pemandu lokal. Contohnya adalah penemuan dinosaurus raksasa <a href="https://kids.britannica.com/students/article/Jobaria/390687"><em>Jobaria</em></a> oleh suku Tuareg di Niger dan <a href="https://www.inaturalist.org/taxa/542624-Giraffatitan"><em>Giraffatitan</em></a> oleh suku Mwera di Tanzania.</p>
<p>Makalah kami mengulas apa yang diketahui tentang pengetahuan masyarakat asli Afrika tentang fosil. Kami membuat daftar fosil yang tampaknya telah lama dikenal di berbagai situs di Afrika, dan mendiskusikan bagaimana fosil-fosil tersebut mungkin telah digunakan dan ditafsirkan oleh masyarakat Afrika sebelum ilmu palaentologi muncul.</p>
<h2>Tempat berlindung dari batu Bolahla di Lesotho</h2>
<p>Salah satu yang menarik dari makalah kami adalah situs arkeologi Bolahla, sebuah tempat berlindung dari Zaman Batu di Lesotho. Berbagai teknik penanggalan menunjukkan bahwa situs ini ditempati oleh orang Khoesan dan Basotho dari abad ke-12 hingga ke-18 (1100 hingga 1700 Masehi). </p>
<p>Bolahka dikelilingi oleh bukit-bukit yang terbuat dari endapan yang terkonsolidasi yang tertimbun di bawah gurun pasir yang keras seperti Sahara. Endapan ini berusia sekitar 180 juta hingga 200 juta tahun yang lalu, ketika dinosaurus pertama berkeliaran di Bumi. </p>
<p>Bagian Lesotho ini sangat terkenal karena menghasilkan spesies <em>Massospondylus carinatus</em>, dinosaurus berleher panjang dan berkepala kecil sepanjang 4–6 meter. Tulang fosil <em>Massospondylus</em> berlimpah di daerah tersebut dan sudah ada ketika situs ini diduduki oleh orang-orang pada Abad Pertengahan. </p>
<p>Pada 1990, <a href="https://www.jstor.org/stable/3889171">arkeolog</a> yang bekerja di Bolahla menemukan bahwa tulang jari <em>Massospondylus</em>, sebuah fosil ruas jari, telah diangkut ke dalam gua. Tidak ada kerangka fosil yang mencuat dari dinding gua, jadi satu-satunya kemungkinan bahwa tulang jari ini berakhir di sana adalah karena seseorang di masa lalu mengambilnya dan membawanya ke gua. </p>
<p>Mungkin orang ini melakukannya karena rasa ingin tahu, atau mengubahnya menjadi liontin atau mainan, atau menggunakannya untuk ritual penyembuhan tradisional. </p>
<p>Bukan hal yang aneh jika, setelah hujan lebat, orang-orang di daerah tersebut menemukan tulang belulang spesies yang sudah punah yang telah tersapu dari batu induknya. Mereka biasanya mengidentifikasikannya sebagai milik monster mirip naga yang melahap manusia atau bahkan seluruh rumah. </p>
<p>Di Lesotho, suku Basotho menyebut <em>Massospondylus</em> sebagai “Kholumolumo”. Sementara itu, di provinsi Eastern Cape yang berbatasan dengan Afrika Selatan, suku Xhosa menyebutnya sebagai <a href="https://chosindabazomhlaba.com/2022/03/29/ukufika-kwamacikilishe-angamagongqongqo/">“Amagongqongqo”</a>.</p>
<p>Sayangnya, tanggal pasti kapan barisan tersebut dikumpulkan dan diangkut tidak diketahui. Berdasarkan pengetahuan saat ini, aktivitas itu bisa saja terjadi saat pendudukan tempat penampungan dari abad ke-12 hingga ke-18. Hal ini membuka kemungkinan bahwa tulang dinosaurus ini bisa saja dikumpulkan hingga 500 tahun sebelum penemuan Robert Plot.</p>
<h2>Pengetahuan awal tentang makhluk yang telah punah</h2>
<p>Kebanyakan orang mengetahui tentang fosil jauh sebelum era ilmiah, sepanjang ingatan kolektif masyarakat. </p>
<p>Di Aljazair, misalnya, orang-orang menyebut beberapa jejak kaki dinosaurus sebagai milik <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10420940109380182">“burung Roc”</a> yang legendaris . Di Amerika Utara, lukisan gua yang menggambarkan jejak kaki dinosaurus dilukis oleh <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10420940109380182">suku Anasazi</a> antara tahun 1000 dan 1200 Masehi. Penduduk asli Australia mengidentifikasi jejak kaki dinosaurus sebagai milik “<a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10420940109380182">Emu-man</a>” yang legendaris. </p>
<p>Di sebelah selatan, penakluk terkenal Hernan Cortes diberi fosil tulang paha Mastodon oleh suku <a href="https://books.google.co.za/books/about/Fossil_Legends_of_the_First_Americans.html?id=CMsgQQkmFqQC&redir_esc=y">Aztec</a> pada tahun 1519. Di Asia, orang-orang Hindu menyebut amon (fosil kerang laut yang melingkar) sebagai “<a href="https://theconversation.com/shaligrams-the-sacred-fossils-that-have-been-worshipped-by-hindus-and-buddhists-for-over-2-000-years-are-becoming-rarer-because-of-climate-change-209311">Shaligrams</a>” dan telah memujanya selama lebih dari 2.000 tahun. </p>
<h2>Mengklaim pengakuan</h2>
<p>Fakta bahwa orang-orang di Afrika telah lama mengetahui tentang fosil telah terbukti dari cerita rakyat dan catatan arkeologi. Namun, kita masih harus banyak belajar tentang hal itu. </p>
<p>Sebagai contoh, tidak seperti orang-orang di Eropa, Amerika dan Asia, para ahli paleontologi asli Afrika beberapa kali menggunakan fosil untuk pengobatan tradisional. Kami masih belum yakin apakah ini merupakan ciri budaya yang benar-benar unik yang dimiliki oleh sebagian besar budaya Afrika atau karena pengetahuan kami yang masih belum lengkap. </p>
<p>Selain itu, beberapa situs fosil yang cukup menonjol, seperti tempat tidur Kem Kem di Maroko dan gua-gua Unesco <a href="https://www.maropeng.co.za/content/page/introduction-to-your-visit-to-the-cradle-of-humankind-world-heritage-site">Cradle of Humankind</a> di Afrika Selatan, masih belum memberikan bukti yang kuat untuk pengetahuan asli. Hal ini sangat disayangkan. Tradisi yang berhubungan dengan fosil dapat membantu menjembatani kesenjangan antara masyarakat lokal dan ahli palaentologi, yang pada gilirannya dapat berkontribusi dalam <a href="https://theconversation.com/graffiti-threatens-precious-evidence-of-ancient-life-on-south-africas-coast-157777">melestarikan</a> situs-situs warisan yang penting.</p>
<p>Dengan mengeksplorasi palaentologi asli di Afrika, tim kami mengumpulkan potongan-potongan masa lalu yang terlupakan yang memberikan penghargaan kepada masyarakat setempat. Kami berharap hal ini akan menginspirasi generasi baru ahli paleontologi lokal untuk mengikuti jejak para pemburu fosil pertama di Afrika.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/222717/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Julien Benoit menerima dana dari program DSI-NRF African Origins Platform dan GENUS (DSI-NRF Centre of Excellence in Palaeosciences)</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Cameron Penn-Clarke menerima dana dari GENUS (DSI-NRF Centre of Excellence in Palaeosciences).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Charles Helm tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Some time between 1100 and 1700 AD, a Massospondylus bone was discovered and carried to a rock shelter in Lesotho.
Julien Benoit, Senior Researcher in Vertebrate Palaeontology, University of the Witwatersrand
Cameron Penn-Clarke, Senior Researcher, University of the Witwatersrand
Charles Helm, Research Associate, African Centre for Coastal Palaeoscience, Nelson Mandela University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/219969
2023-12-18T05:54:51Z
2023-12-18T05:54:51Z
Seni gua Madagaskar mengungkap hubungan kuno antara Afrika dan Asia
<p>Seni cadas prasejarah yang unik telah ditemukan di Gua Andriamamelo di Madagaskar barat.</p>
<p>Saya adalah bagian dari tim yang <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15564894.2020.1749735">menemukan dan mendeskripsikan</a> harta karun kuno ini: sebuah seni bergambar pertama, yang menggambarkan alam dengan figur mirip manusia dan hewan, yang dapat dilihat di pulau itu. Sampai saat ini, seni cadas di Madagaskar hanya menghasilkan sedikit situs dengan simbol-simbol dasar.</p>
<p>Penemuan dramatis ini mengandung beberapa kejutan, termasuk petunjuk adanya hubungan budaya yang luar biasa.</p>
<p><em>Pertama</em>, pemandangan yang digambarkan dalam beberapa kasus berhubungan langsung dengan motif keagamaan Mesir dari periode Ptolemeus (300-30 SM).</p>
<p><em>Kedua</em>, kesimpulan lain dari simbol dan tulisan di dinding menunjukkan hubungan dengan dunia Etiopia dan Afro-Arab.</p>
<p><em>Terakhir</em>, simbologi dan motif yang lazim mengingatkan kita pada gaya seni gua Kalimantan yang berusia dua milenium.</p>
<p>Kejutan tambahan lainnya: setidaknya tiga hewan Madagaskar yang telah punah (diperkirakan telah punah selama berabad-abad) dapat digambarkan–lemur raksasa, burung gajah, dan kura-kura raksasa.</p>
<p>Telah lama diyakini–dan <a href="https://www.researchgate.net/publication/30846019_The_Culture_History_of_Madagascar">bukti</a> telah mengonfirmasi–bahwa masyarakat, bahasa, dan budaya Madagaskar berakar pada hubungan kuno yang jauh dengan Kalimantan, dan pulau di Asia Tenggara, dikombinasikan dengan pengaruh kuat dari benua Afrika bagian timur.</p>
<p>Namun, siapakah orang Malagasi pertama, kapan mereka tiba, dan apa yang mereka lakukan setelah itu, semuanya masih menjadi topik <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0277379119303282?via%3Dihub">yang diperdebatkan</a>.</p>
<p>Meskipun temuan kami bersifat spekulatif, informasi apapun yang mungkin diperoleh dari bukti Gua Andriamamelo sangat menarik untuk merekonstruksi sejarah awal Malagasi.</p>
<h2>Koneksi di luar Madagaskar</h2>
<p>Kelompok penelitian kami–termasuk ilmuwan Malagasi dari institusi lokal, dan spesialis dari Amerika, Inggris, dan Australia-–mengunjungi lokasi di dekat desa Anahidrano di tepi barat laut kawasan lindung Beanka di Madagaskar seluas 17.100 hektar pada tahun 2013.</p>
<p>Tim kami menghabiskan beberapa hari untuk merekam gambar, mensurvei dan memetakan seluruh gua, mencari situs arkeologi terkait, dan mewawancarai penduduk desa setempat mengenai seni tersebut. Namun, perlu waktu beberapa tahun untuk menelusuri literatur dan arsip museum yang relevan untuk memastikan keunikan dan signifikansi dari apa yang kami temukan.</p>
<p>Kami membuat salinan digital dan gambar tangan dari 72 objek seni gua. Ini digambar dengan pigmen hitam dan mencakup 16 hewan, enam bentuk manusia, dua bentuk hibrida manusia-hewan, dua desain geometris, 16 contoh simbol berbentuk M, dan banyak pola serta bentuk tidak jelas lainnya.</p>
<p>Koneksi Mesir diisyaratkan dalam delapan gambar utama, termasuk elang (Horus); dewa berkepala burung Thoth; dewi burung unta Ma`at dan dua sosok manusia-hewan yang mirip dengan Anubis–dewa Mesir kuno yang biasanya digambarkan sebagai pria berkepala anjing.</p>
<p>Angka M yang ada di mana-mana dan misterius menuntut penjelasan. Analisis kami, setelah mencari banyak abjad yang relevan, hanya ada satu huruf yang cocok yaitu huruf “hawt” (ሐ) dalam alfabet Amharik Etiopia kuno, dilafalkan “ha”.</p>
<p>Namun yang mengejutkan, kami juga menemukan simbol ini pada seni gua di Kalimantan yang diperkirakan berusia sekitar 2.000 tahun. Ini tidak ditemukan pada seni gua atau cadas lain di kawasan Indo-Pasifik. Dalam beberapa bahasa Austronesia (rumpun bahasa beragam yang terbentang dari Malagasi di barat hingga Hawaii dan Rapa Nui di Pasifik), kata “ha” adalah istilah untuk “nafas kehidupan”.</p>
<p>Semua kemungkinan hubungan ini mengingatkan bahwa masyarakat, bahasa, dan budaya Madagaskar bersifat sinkretis, memadukan pengaruh Afrika dan Asia untuk menghasilkan masyarakat Malagasi yang unik.</p>
<p>Karya seni yang sangat detail dan beragam juga terkenal karena apa yang tidak ditampilkannya.</p>
<p>Tidak ada simbolisme Kristen, Muslim atau Hindu yang digambarkan, dan tidak ada motif yang relatif modern seperti alfabet Latin, mobil, pesawat terbang atau bendera. Bahkan zebu (sapi) yang ada di mana-mana dan merupakan simbol budaya terpenting selama lebih dari seribu tahun terakhir di Madagaskar, juga tidak ada.</p>
<h2>Kapan dan milik siapa</h2>
<p>Sulit untuk mengetahui secara pasti kapan gambar-gambar ini dibuat. Penanggalan langsung seni gua terkenal sulit. Dalam kasus ini, pigmen hitam terbuat dari mineral anorganik gelap dengan hanya sedikit komponen arang yang dapat digunakan untuk penanggalan radiokarbon.</p>
<p>Kehadiran hewan-hewan yang punah, dan kurangnya motif modern serta alfabet yang digunakan di Malagasi modern, sangat bertentangan dengan gagasan tentang asal usul seni ini.</p>
<p>Kami menduga karya seni tersebut berusia sekitar dua ribu tahun–berasal dari zaman Cleopatra atau sebelumnya, berdasarkan motif keagamaan. Jika dugaan kami benar, maka hal ini luar biasa dan berguna untuk diketahui karena dapat memberikan bukti siapa yang menjajah Madagaskar dan kapan.</p>
<p>Sebaliknya, jika serangkaian kepercayaan agama pra-Kristen bertahan selama berabad-abad atau bahkan ribuan tahun di antara kelompok etnis tertentu di wilayah yang sangat terpencil di pulau besar ini–dengan tetap mempertahankan pengaruh yang dapat dikenali dari Mesir, Etiopia, dan Kalimantan–maka hal tersebut akan menjadi lebih luar biasa lagi. Informan desa mengisyaratkan kemungkinan tersebut, dengan menyatakan bahwa “penyihir” dalam gambar tersebut adalah anggota kelompok misterius “Vazimba” atau “Bosy” yang tinggal di hutan terdekat.</p>
<p>Jadi, karya seni siapa ini?</p>
<p>Kami berharap kami tahu, tetapi sebagian besar petunjuknya masih kurang. Satu-satunya tulisan yang mungkin, selain angka M, adalah sebaris tulisan samar di pojok kanan bawah seni cadas ini.</p>
<p>Tebakan terbaik kami adalah bahwa enam dari delapan karakter tengah yang terbaca, yang disimpulkan sebagai <em>sorabe</em>, tulisan Malagasi kuno dalam aksara Arab, mungkin bertuliskan “D-A-NT-IA-R-K”.</p>
<p>Apakah itu merujuk pada Antiokhus IV Epiphanes? Raja Kekaisaran Seleukia (Asia Barat) pada periode Ptolemeus yang membangun angkatan laut yang besar, menaklukkan sebagian besar Mesir pada tahun 170 SM, dan mengirimkan ekspedisi penjelajahan dan perdagangan ke Laut Merah dan pantai timur Afrika? Pedagang gading pada periode itu <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1086/200009">menyebar</a> barang-barang Romawi sampai ke pelabuhan di selatan Tanzania di selatan Zanzibar, untuk diperdagangkan dengan Azania, kerajaan kuno di sekitar Afrika bagian tenggara.</p>
<p>Sampai lebih banyak lagi karya seni atau bukti arkeologis yang relevan mengenai pengaruh Afrika dan Asia kuno di Madagaskar muncul, kita hanya bisa berspekulasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219969/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>David Burney menerima dana dari National Geographic Society untuk penelitian lapangan yang mengarah pada penemuan ini.</span></em></p>
Seni cadas dari gua di Madagaskar mengisyaratkan beberapa hubungan budaya yang luar biasa.
David Burney, Professor of Conservation Paleobiology, National Tropical Botanical Garden, and Adjunct Professor, University of Hawaii
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/216611
2023-10-30T02:18:49Z
2023-10-30T02:18:49Z
Pisau bergigi hiu berusia 7.000 tahun ditemukan di Indonesia
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/556435/original/file-20231026-37260-5cxl3t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=31%2C31%2C5083%2C3414&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/tiger-shark-jaw-showing-teeth-343934774">Matthew R McClure/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Penggalian di pulau Sulawesi, Indonesia, telah menemukan dua artefak unik yang berasal dari sekitar 7.000 tahun yang lalu – gigi hiu macan yang digunakan sebagai pisau.</p>
<p>Temuan ini, yang dilaporkan dalam jurnal <a href="https://doi.org/10.15184/aqy.2023.144"><em>Antiquity</em></a>, adalah beberapa bukti arkeologi paling awal secara global mengenai penggunaan gigi hiu dalam senjata komposit – senjata yang dibuat dengan banyak bagian. Hingga saat ini, bilah gigi hiu tertua yang ditemukan berusia kurang dari 5.000 tahun.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Photos of two bone shards with a serrated edge and holes along the bottom" src="https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=467&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=467&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=467&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=587&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=587&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/550157/original/file-20230926-23-g9d5se.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=587&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gigi hiu macan yang dimodifikasi ditemukan di lapisan Leang Panninge (atas) dan Leang Bulu’ Sipong 1 (bawah) berusia 7.000 tahun di pulau Sulawesi, Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">M.C. Langley</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tim internasional kami menggunakan kombinasi analisis ilmiah, reproduksi eksperimental, dan pengamatan komunitas manusia baru-baru ini untuk menentukan bahwa dua gigi hiu yang dimodifikasi tersebut pernah dipasang pada gagang sebagai bilahnya. Kemungkinan besar mereka digunakan dalam ritual atau peperangan.</p>
<h2>Gigi berusia 7.000 tahun</h2>
<p>Kedua gigi hiu tersebut ditemukan selama penggalian sebagai bagian dari program penelitian arkeologi gabungan Indonesia-Australia. Kedua spesimen tersebut ditemukan dalam konteks arkeologi yang dikaitkan dengan <a href="https://theconversation.com/who-were-the-toaleans-ancient-womans-dna-provides-first-evidence-for-the-origin-of%20-a-misterious-lost-culture-166565">budaya Toalean</a> – sebuah masyarakat pencari makan misterius yang hidup di barat daya Sulawesi dari sekitar 8.000 tahun yang lalu hingga periode yang tidak diketahui di masa lalu.</p>
<p>Gigi hiu tersebut berukuran sama dan berasal dari <a href="https://oceana.org/marine-life/tiger-shark/">hiu macan</a> (<em>Galeocerda cuvier</em>) yang panjangnya kurang lebih dua meter. Kedua giginya berlubang.</p>
<p>Sebuah gigi lengkap, ditemukan di situs gua Leang Panninge, memiliki dua lubang yang dibor hingga ke akarnya. Yang lainnya – ditemukan di gua bernama Leang Bulu’ Sipong 1 – memiliki satu lubang, meski sudah pecah dan kemungkinan besar awalnya juga memiliki dua lubang.</p>
<p>Pemeriksaan mikroskopis pada gigi menemukan bahwa gigi tersebut pernah dipasang erat pada pegangan menggunakan benang nabati dan bahan seperti lem. Perekat yang digunakan merupakan kombinasi bahan mineral, tumbuhan dan hewan.</p>
<p>Metode penempelan yang sama juga terlihat pada bilah gigi hiu modern yang digunakan oleh budaya di seluruh Pasifik.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Close-up photo of a pointy yellow tooth tooth with scratches clearly visible" src="https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=476&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=476&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=476&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=598&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=598&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555969/original/file-20231026-32800-1mgf8c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=598&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Goresan dan potongan di ujung gigi hiu Leang Panninge menunjukkan penggunaannya oleh manusia 7.000 tahun yang lalu..</span>
<span class="attribution"><span class="source">M.C. Langley</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pemeriksaan pada tepi setiap gigi menemukan bahwa gigi tersebut telah digunakan untuk menusuk, memotong, dan mengikis daging dan tulang. Namun, kerusakan yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan yang biasa dialami hiu saat makan.</p>
<p>Meskipun sisa-sisa ini secara dangkal menunjukkan bahwa masyarakat Toalean menggunakan pisau bergigi hiu sebagai alat pemotongan sehari-hari, data etnografis (pengamatan komunitas terkini), arkeologi, dan eksperimen menunjukkan sebaliknya.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A brownish yellow bone close up with holes and grooves clearly visible" src="https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=264&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=264&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=264&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=332&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=332&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555970/original/file-20231026-30-epfmyw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=332&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Alur dan bekas resin berwarna merah di sepanjang pangkal gigi Leang Panninge menunjukkan cara pemasangan gigi menggunakan benang.</span>
<span class="attribution"><span class="source">M.C. Langley</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mengapa menggunakan gigi hiu?</h2>
<p>Percobaan kami menemukan bahwa pisau bergigi hiu macan sama efektifnya untuk membuat luka yang panjang dan dalam pada kulit saat digunakan untuk menyerang (ketika berkelahi) maupun saat menyembelih kaki babi segar.</p>
<p>Memang, satu-satunya aspek negatifnya adalah gigi tersebut relatif cepat tumpul – bahkan cenderung terlalu cepat sehingga tidak dapat digunakan sebagai pisau sehari-hari.</p>
<p>Fakta ini, serta fakta bahwa gigi hiu dapat menimbulkan luka yang dalam, mungkin menjelaskan mengapa bilah gigi hiu hanya digunakan sebagai senjata ketika terjadi konflik dan kegiatan ritual di masa sekarang dan masa lalu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/evolution-of-a-smile-400-million-year-old-spiny-fish-overturns-shark-theory-of-tooth-origins-160563">Evolution of a smile: 400 million year old spiny fish overturns shark theory of tooth origins</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pisau bergigi hiu belakangan ini</h2>
<p>Banyak masyarakat di seluruh dunia telah mengintegrasikan gigi hiu ke dalam budaya material mereka. Secara khusus, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai (dan aktif melakukan penangkapan ikan hiu) cenderung menggunakan lebih banyak gigi ke dalam beragam peralatan.</p>
<figure class="align-left zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Three serrated implements with neat rows of pointy teeth attached" src="https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=667&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=667&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=667&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=838&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=838&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/550163/original/file-20230926-28-azgt97.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=838&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gigi hiu banyak digunakan sebagai senjata tempur mematikan atau pedang ritual yang kuat di Pasifik. Kiri: pisau dari Kiribati; tengah dan kanan: senjata dari Hawaii.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.britishmuseum.org/collection/search?keyword=shark&keyword=tooth&keyword=knife">The Trustees of The British Museum</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/">CC BY-NC-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pengamatan terhadap masyarakat saat ini menunjukkan bahwa, ketika tidak digunakan untuk menghiasi tubuh manusia, gigi hiu hampir secara universal digunakan untuk membuat pisau untuk konflik atau ritual – termasuk ritual pertarungan.</p>
<p>Misalnya, pisau tempur yang ditemukan di seluruh Queensland utara, Australia, memiliki satu bilah panjang yang terbuat dari sekitar 15 gigi hiu yang ditempatkan satu per satu pada batang kayu keras berbentuk oval, dan digunakan untuk menyerang bagian panggul atau pantat lawan.</p>
<p>Senjata, termasuk tombak, pisau, dan pentungan yang dipersenjatai dengan gigi hiu diketahui berasal dari daratan Nugini dan Mikronesia, sedangkan tombak merupakan bagian dari kostum berkabung di Tahiti.</p>
<p>Lebih jauh ke timur, masyarakat Kiribati terkenal dengan belati, pedang dan tombak bergigi hiu, yang tercatat telah digunakan dalam konflik yang sangat ritual dan sering kali berakibat fatal.</p>
<p>Gigi hiu yang ditemukan dalam konteks arkeologi Maya dan Meksiko secara luas dianggap telah digunakan untuk ritual pertumpahan darah, dan gigi hiu diketahui telah digunakan sebagai pisau tato di Tonga, Aotearoa Selandia Baru, dan Kiribati.</p>
<p>Di Hawaii, apa yang disebut “pemotong gigi hiu” digunakan <a href="https://www.jstor.org/stable/20702769">sebagai senjata tersembunyi dan untuk</a> “memotong kepala suku yang mati dan membersihkan tulang mereka sebagai persiapan menghadapi pemakaman adat”.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A wooden weapon with a rounded handle and jagged tooth attachments at the other end" src="https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=302&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=302&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=302&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=379&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=379&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/550167/original/file-20230926-18-o9w9uq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=379&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pisau bergigi hiu dari Pulau Aua, Papua Nugini. Panah merah menyoroti keausan dan kerusakan yang disebabkan oleh pertempuran.</span>
<span class="attribution"><span class="source">M. Langley and The University of Queensland Anthropology Museum</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Temuan arkeologis gigi hiu lainnya</h2>
<p>Hampir semua artefak gigi hiu yang ditemukan secara global telah diidentifikasi sebagai hiasan, atau ditafsirkan demikian.</p>
<p>Memang, gigi hiu yang dimodifikasi telah ditemukan dari konteks yang lebih tua. Gigi hiu macan dengan satu lubang dari Buang Merabak (Irlandia Baru, Papua Nugini) berumur sekitar 39.500–28.000 tahun yang lalu. Sebelas gigi berlubang tunggal dari Kilu (Pulau Buka, Papua Nugini) berumur sekitar 9.000–5.000 tahun yang lalu. Dan sejumlah gigi yang tidak diketahui jumlahnya dari Garivaldino (Brasil) berasal dari sekitar 9.400–7.200 tahun yang lalu.</p>
<p>Namun, dalam setiap kasus, gigi tersebut kemungkinan besar merupakan hiasan pribadi, bukan senjata.</p>
<p>Artefak gigi hiu Indonesia yang kami deskripsikan di atas, dengan kombinasi modifikasi dan jejak mikroskopisnya, menunjukkan bahwa artefak tersebut tidak hanya melekat pada pisau, namun kemungkinan besar terkait dengan ritual atau konflik.</p>
<p>Baik memotong daging manusia atau hewan, gigi hiu dari Sulawesi ini dapat memberikan bukti pertama bahwa jenis persenjataan khusus di kawasan Asia-Pasifik telah ada jauh lebih lama dari yang kita duga.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216611/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Para arkeolog telah menemukan dua gigi hiu macan berusia 7.000 tahun yang pernah menjadi bagian dari ritual atau pedang pertarungan di pulau Sulawesi, Indonesia.
Michelle Langley, Associate Professor of Archaeology, Griffith University
Adam Brumm, Professor, Griffith University
Adhi Oktaviana, PhD Candidate, Griffith University
Akin Duli, Professor, Universitas Hasanuddin
Basran Burhan, PhD candidate, Griffith University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/196750
2022-12-30T06:19:42Z
2022-12-30T06:19:42Z
Riset ungkap paparan racun merkuri sudah ada sejak Suku Maya hidup 2000 tahun sebelum masehi
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/501556/original/file-20221216-16-zh49jn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Merkuri merupakan logam berat yang beracun. Ketika meresap ke lingkungan hidup, merkuri terakumulasi dan <a href="https://www.nationalgeographic.org/activity/biomagnification-and-bioaccumulation/">bertambah</a> melalui rantai makanan, yang pada akhirnya akan mengancam kesehatan manusia dan ekosistem.</p>
<p>Selama satu abad terakhir, aktivitas manusia telah meningkatkan konsentrasi merkuri di atmosfer sebesar 300-500% <a href="https://www.google.com.au/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi-2IXCu7P6AhViQ_EDHYViCQYQFnoECAgQAQ&url=https%3A%2F%2Fwedocs.unep.org%2Fbitstream%2Fhandle%2F20.500.11822%2F25462%2FGMA%25202018-ReviewDraft_250518_CLEAN_SEC.pdf%3Fsequence%3D1%26isAllowed%3Dy&usg=AOvVaw1rvXANIdBNzIPH69buH2US">di atas batas normal</a>.</p>
<p>Namun, di beberapa bagian dunia, manusia telah memodifikasi siklus merkuri selama ribuan tahun. Penggunaan merkuri antropogenik (yang disebabkan oleh manusia) ini telah berujung pada hadirnya merkuri di berbagai tempat di dunia yang sebelumnya tidak mengandung merkuri, seperti <a href="https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/es9030408">di danau atau tanah</a> di lokasi terpencil.</p>
<p>Wilayah dengan sejarah penggunaan merkuri yang sangat panjang (tetapi tidak terdokumentasi dengan baik) adalah Meksiko dan Amerika Tengah. Masyarakat Mesoamerika awal, seperti Suku Olmek, telah menambang dan menggunakan merkuri di Meksiko bagian selatan sejak tahun 2000 SM.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=814&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=814&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=814&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1023&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1023&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486997/original/file-20220928-12-9igmxa.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1023&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Peta Meksiko dan Amerika Tengah ini menunjukkan situs tempat ditemukannya merkuri cair, sumber geologis yang diketahui, dan situs Maya dengan merkuri tanah yang tinggi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fenvs.2022.986119/full</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Penelitian kami, yang <a href="https://doi.org/10.3389/fenvs.2022.986119">diterbitkan</a> di jurnal Frontiers in Environmental Science, mengulas cara Suku Maya menggunakan merkuri, juga misteri bagaimana mereka mengetahui sumbernya, dan mengungkap sejarah penggunaan merkuri di masa lalu.</p>
<p>Masalah merkuri saat ini memiliki warisan sejarah yang dalam. Dengan memahami asal-usul merkuri, kita dapat memahami ketertarikan umat manusia, penggunaan – dan penyalahgunaan – elemen merkuri ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-poisonous-mercury-gets-from-coal-fired-power-plants-into-the-fish-you-eat-176434">How poisonous mercury gets from coal-fired power plants into the fish you eat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Peran penting dalam budaya dan kreativitas</h2>
<p>Selama lebih dari satu abad, para arkeolog telah menemukan merkuri di berbagai situs arkeologi di Meksiko dan Amerika Tengah.</p>
<p>Bentuk merkuri yang paling umum dilaporkan adalah sinabar (merkuri sulfida, atau HgS), yaitu mineral berwarna merah cerah yang banyak digunakan oleh Suku Maya Kuno untuk keperluan dekorasi, kerajinan, dan ritual seperti penguburan dan di makam. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486944/original/file-20220927-22-rb0u29.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Terlihat dari warna merahnya yang khas, Suku Maya menggunakan sinabar dalam prosesi penguburan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Cinnabar_for_Burial_of_Kinich_Hanab_Pakal,_Ruler_of_Palenque,_615-683_AD.jpg">Maya Gallery, National Museum of Anthropology/Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sementara itu, merkuri cair (elemental) adalah jenis merkuri yang lebih jarang ditemukan. Sejauh yang kami ketahui, hanya ada tujuh penemuan merkuri cair di berbagai situs Mesoamerika.</p>
<p>Namun, ada kemungkinan terdapat lebih banyak lagi merkuri cair, hanya saja hal tersebut tidak terdapat dalam catatan arkeologi masa kini. Seiring berjalannya waktu, merkuri cair dari 1.000 tahun yang lalu atau lebih dapat menguap atau meresap ke lingkungan. </p>
<h2>Melebihi kadar beracun</h2>
<p>Sebagian besar pemukiman Suku Maya terletak sangat jauh dari sumber merkuri yang diketahui terletak di Meksiko dan Honduras, dan mungkin Guatemala dan Belize. Artinya, proses produksi, perdagangan, dan penggunaan merkuri sangat penting dan sulit secara logistik – terutama dalam pengelolaan merkuri cair yang beracun.</p>
<p>Selama dua dekade terakhir, para ilmuwan yang mengerjakan proyek arkeologi Suku Maya telah menguji artefak, tanah, dan sedimen tanah untuk kandungan kimianya, termasuk kandungan merkuri. Hal ini dilakukan untuk lebih memahami aktivitas manusia di masa lalu.</p>
<p>Mereka menguji tanah dan bekas area Suku Maya yang digali jauh di bawah permukaan tanah masa kini, yang mengandung informasi mengenai tingkat merkuri selama masa Suku Maya hidup.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486905/original/file-20220927-14-oe03bu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Rob Griffin mengambil sampel sedimen merkuri di dekat dasar reservoar Corriental di Tikal, Guatemala.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Nick Dunning</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Data gabungan dari pengujian ini menunjukkan sebagian besar situs Suku Maya mengalami peningkatan kadar merkuri di tanah terkuburnya. Secara khusus, tujuh dari sepuluh lokasi diketahui memiliki kadar merkuri yang sama atau melebihi batasan kadar racun lingkungan modern.</p>
<p>Lokasi-lokasi dengan kadar merkuri tinggi biasanya merupakan area yang ditinggali Suku Maya, termasuk teras rumah, yang berasal dari Zaman Klasik Akhir (600-900 M). Merkuri juga meresap ke beberapa sumber air minum, termasuk sumber mata air pusat di Tikal, Guatemala.</p>
<p>Bijih sinabar merah yang menarik perhatian mungkin adalah penyebab polusi merkuri. Selain itu, merkuri cair yang sama menariknya dan berkilauan adalah penyebab lain dari polusi berkelanjutan di beberapa daerah, seperti Lamanai di Belize saat ini.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Tetesan logam cair keperakan" src="https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486703/original/file-20220927-26-5gr5e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Merkuri, juga dikenal sebagai air raksa, terbentuk secara alami dan merupakan satu-satunya unsur logam yang tetap cair pada suhu ruangan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">MarcelClemens/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Di situs yang lebih kompleks, peningkatan kadar merkuri mungkin merupakan hasil dari masa modern dan kuno. Misalnya, tidak jelas apakah merkuri yang terdeteksi di pulau pemukiman Suku Maya Marco Gonzalez (juga di Belize) berasal dari zaman kuno atau modern.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/belize-shows-how-local-engagement-is-key-in-repatriating-cultural-artifacts-from-abroad-171363">Belize shows how local engagement is key in repatriating cultural artifacts from abroad</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya</h2>
<p>Penelitian kami mengungkapkan sejarah penggunaan merkuri yang kaya dari Suku Maya dan menantang gagasan bahwa masyarakat pra-industri tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan mereka.</p>
<p>Namun, masih banyak yang belum kita ketahui saat ini. Di mana dan bagaimana Suku Maya memperoleh merkuri? Siapa yang menambangnya, memperdagangkannya, dan mengangkutnya dengan berjalan kaki sejauh ratusan kilometer melintasi daerah yang sekarang dikenal sebagai Amerika Tengah?</p>
<p>Lalu ada pertanyaan apakah Suku Maya dipengaruhi oleh paparan merkuri. Langkah selanjutnya bagi ahli geokimia dan arkeolog adalah melacak sumber merkuri di situs-situs utama dan, jika memungkinkan, meneliti sisa-sisa arkeologi dan manusia untuk tanda-tanda paparan merkuri di masa lalu.</p>
<p>Kita juga perlu mencari tahu bentuk merkuri yang terdapat di lingkungan masa kini, sehingga kita dapat lebih memahami asalnya dan memberikan panduan tentang tindakan pencegahan (jika diperlukan) yang perlu diambil saat bekerja dengan merkuri dari masa lalu.</p>
<p>Menemukan petunjuk tentang penggunaan merkuri mula-mula sangat penting untuk memahami interaksi antara merkuri warisan dan kontaminasi merkuri di lingkungan masa kini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/climate-conflict-collapse-how-drought-destabilised-the-last-major-precolonial-mayan-city-187165">Climate, conflict, collapse: how drought destabilised the last major precolonial Mayan city</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196750/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Duncan Cook menerima dana dari Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nicholas Dunning bekerja untuk Universitas Cincinnati. Karyanya terkait Merkurius di Dataran Rendah Maya telah didanai oleh US National Science Foundation dan Wenner-Gren Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sheryl Luzzadder-Beach bekerja untuk University of Texas at Austin, dan menerima dana untuk penelitian ini dari universitas ini, US National Science Foundation, dan National Geographic Society. Ia terafiliasi dengan American Association of Geographers.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Simon Turner menerima dana dari untuk penelitian merkuri ini dari The Leverhulme Trust.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Timothy Beach bekerja untuk University of Texas at Austin dan bekerja untuk Georgetown University selama 21 tahun. Ia menerima dana untuk penelitian ini dari kedua universitas tersebut, US National Science Foundation, dan National Geographic Society.</span></em></p>
Suku Maya harus mendapatkan merkuri dari lokasi-lokasi yang jauh dan mengangkutnya dengan berjalan kaki sejauh ratusan kilometer melintasi Amerika Tengah.
Duncan Cook, Associate Professor in Geography, Australian Catholic University
Nicholas Dunning, Professor, University of Cincinnati
Sheryl Luzzadder-Beach, Centennial Professor of Geography and the Environment, The University of Texas at Austin
Simon Turner, Senior Research Fellow in Geography, UCL
Timothy Beach, Professor, The University of Texas at Austin
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/196220
2022-12-13T03:42:06Z
2022-12-13T03:42:06Z
Bukti arkeologis baru mengubah cara pandang kita tentang bagaimana menu manusia purba
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/499769/original/file-20221208-7486-p3m533.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/wild-caveman-sitting-near-bonfire-vector-1373148815">Kit8.net/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Sebagai manusia, kita tidak pernah berhenti bereksperimen dengan makanan kita. Coba pikirkan berbagai cara penyajian kentang – banyak buku telah ditulis hanya untuk resep kentang. Industri restoran lahir dari kecintaan kita dengan membumbui makanan dengan cara yang baru dan menarik.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.15184/aqy.2022.143">Tim saya menganalisis</a> sisa-sisa makanan hangus purba yang pernah ditemukan menunjukkan bahwa meramaikan waktu makan malam adalah kebiasaan manusia yang telah ada sejak setidaknya 70.000 tahun lalu.</p>
<p>Bayangkan orang-orang purba berbagi makanan. Karena stereotip yang ada tentang orang purba, beberapa orang mungkin membayangkan mereka merobek bahan mentah atau memanggang daging di atas api. Namun , studi baru kami menunjukkan bahwa Neanderthal dan <em>Homo sapiens</em> memiliki pola makan kompleks yang melibatkan beberapa langkah persiapan. Mereka berusaha membumbui dan menggunakan tanaman dengan rasa yang pahit dan tajam.</p>
<p>Tingkat kerumitan dalam hal kuliner ini belum pernah didokumentasikan sebelumnya untuk pemburu dan pengumpul di era Paleolitikum.</p>
<p>Sebelum penelitian kami, sisa makanan nabati paling awal yang diketahui di Asia barat daya berasal dari <a href="https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.1801071115">situs pemburu dan pengumpul</a> di Yordania yang kira-kira berasal dari 14.400 tahun yang lalu. Ini dilaporkan pada tahun 2018 lalu.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=274&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=274&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=274&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=344&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=344&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/496976/original/file-20221123-18-83lk07.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=344&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Memindai gambar Mikroskop Elektron dari sisa makanan berkarbonasi. Kiri: Makanan mirip roti yang ditemukan di Gua Franchthi. Kanan: Potongan makanan kaya pulsa dengan kacang polong liar dari Gua Shanidar.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ceren Kabukcu</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Untuk melihat pola makan para pengumpul pemburu awal, kami memeriksa sisa-sisa makanan dari dua situs dari zaman Paleolitikum akhir yang mencakup rentang waktu hampir 60.000 tahun. Bukti didasarkan pada potongan-potongan makanan nabati yang sudah disiapkan (seperti potongan roti yang dibakar, kue, dan gumpalan bubur) yang ditemukan di dua gua. Secara kasat mata, atau di bawah mikroskop berdaya rendah, mereka terlihat seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0305440321002053?via%3Dihub">remah atau bongkahan berkarbonisasi</a>, dengan potongan-potongan biji yang menyatu. Mikroskop elektron pemindaian yang kuat memungkinkan kami untuk melihat sel tumbuhan dengan lebih detail.</p>
<h2>Koki prasejarah</h2>
<p>Kami menemukan fragmen-fragmen makanan berkarbonasi di <a href="https://www.google.com/url?sa=D&q=https://doi.org/10.1371/journal.pone.0207805&ust=1669201080000000&usg=AOvVaw0aOuYECeSFcUvc9mjYPYgj&hl=id&source=gmail">Gua Franchthi</a> (Aegean, Yunani) yang berasal dari sekitar 13.000-11.500 tahun yang lalu. Selain makanan yang kaya akan biji-bijian dan yang digiling kasar, kami juga menemukan satu fragmen dari makanan yang digiling halus, yang mungkin berupa roti, adonan, atau sejenis bubur, di Gua Franchthi. </p>
<p>Kami juga menemukan fragmen makanan kuno di <a href="http://www.antiquity.ac.uk/projgall/barker348">Gua Shanidar</a> (Zagros, Kurdistan Irak), terkait dengan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0003552118300797?via%3Dihub">manusia modern awal</a> sekitar 40.000 tahun yang lalu dan <a href="https://www.google.com/url?sa=D&q=https://doi.org/10.15184/aqy.2019.207&ust=1669201080000000&usg=AOvVaw2S-06APcMlB03PTkE4h3NC&hl=en&source=gmail">Neanderthal sekitar 70.000 tahun</a> yang lalu. Ini termasuk mustard liar dan <em>terebinth</em> (kacang pistachio liar) yang dicampur ke dalam makanan. Kami menemukan benih rumput liar bercampur dengan kacang-kacangan di sisa-sisa lapisan Neanderthal yang hangus. Studi sebelumnya di Shanidar menemukan jejak benih rumput di <a href="https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.1016868108">tartar pada gigi Neanderthal</a>.</p>
<p>Di kedua situs tersebut sering dijumpai biji kacang-kacangan pala yang digiling atau ditumbuk seperti <em>vetch</em> pahit (<em>Vicia ervilia</em>), kacang rumput (<em>Lathyrus spp</em>), dan kacang liar (<em>Pisum spp</em>). Orang-orang yang tinggal di kedua gua menambahkan benih ke dalam campuran yang dipanaskan dengan air selama menggiling, menumbuk, atau menumbuk benih yang direndam.</p>
<p>Mayoritas campuran kacang-kacangan liar dicirikan oleh campuran rasa pahit. Dalam <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s00334-011-0302-6">masakan modern</a>, kacang-kacangan ini sering direndam, dipanaskan, dan dikuliti (dibuang kulit bijinya) untuk mengurangi rasa pahit dan toksin. Peninggalan kuno yang kami temukan menunjukkan bahwa manusia telah melakukan ini selama puluhan ribu tahun. Namun, dengan tidak sepenuhnya menghilangkan kulit pada biji, orang-orang kuno ingin mempertahankan sedikit rasa pahit dari kulit tersebut.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/496977/original/file-20221123-20-sdj04n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemandangan Gua Shanidar di Zagros, Kurdistan Irak.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Chris Hunt</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa yang ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya</h2>
<p>Dengan rasa tajamnya yang khas, mustard liar adalah <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s003340200006">bumbu yang didokumentasikan dengan baik pada periode Aceramic</a> (awal kehidupan desa di Asia barat daya, 8500 SM) dan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/antiquity/article/abs/private-pantries-and-celebrated-surplus-storing-and-sharing-food-at-neolithic-catalhoyuk-central-anatolia/3BAA8477B1B7E87B54D3D3EE79584327">situs Neolitik selanjutnya</a> di wilayah tersebut. Tumbuhan seperti badam liar (pahit), terebinth (kaya akan tanin dan berminyak), dan buah-buahan liar (tajam, kadang asam, dan kadang kaya tanin) tersebar di sisa-sisa tumbuhan dari Asia barat daya dan Eropa selama periode Paleolitikum akhir (40.000-10.000 tahun yang lalu). Dengan dimasukkan ke hidangan yang berdasarkan rumput, umbi-umbian, daging, ikan, mereka akan memberikan rasa khusus pada makanan yang sudah jadi. Tumbuhan-tumbuhan ini dimakan selama puluhan ribu tahun di wilayah yang terpisah hingga ribuan kilometer. Hidangan ini mungkin adalah asal mula praktik kuliner manusia.</p>
<p>Berdasarkan bukti dari tumbuh-tumbuhan yang ditemukan selama rentang waktu ini, tidak ada keraguan bahwa pola makan Neanderthal dan manusia modern awal melibatkan berbagai tumbuhan. Studi sebelumnya menemukan sisa makanan yang terperangkap dalam karang gigi pada gigi Neanderthal dari Eropa dan Asia barat daya yang menunjukkan bahwa mereka memasak dan memakan <a href="https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.1016868108">rumput dan umbi-umbian</a>, seperti jelai liar, dan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s00114-012-0942-0">tanaman obat</a>. Sisa-sisa tanaman yang dikarbonisasi menunjukkan bahwa mereka mengumpulkan <a href="https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0305440304001694">kacang-kacangan</a> dan <a href="https://www.science.org/doi/10.1126/science.aaz7943">kacang pinus</a>.</p>
<p>Residu tanaman yang ditemukan pada alat penggiling atau penumbuk dari periode Paleolitik akhir di Eropa menunjukkan bahwa <a href="https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.1505213112">manusia modern awal menumbuk</a> dan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/antiquity/article/abs/earliest-evidence-for-clay-hearths-aurignacian-features-in-klisoura-cave-1-southern-greece/FB720B41A572CAB4C26D75FC85F0AF67">memanggang biji rumput liar</a>. Residu dari situs dari era Palaeolitikum Atas di stepa Pontic, di Eropa timur, menunjukkan bahwa orang-orang kuno <a href="https://doi.org/10.1016/j.jasrep.2021.102999">menumbuk umbi</a> sebelum mereka memakannya. Bukti arkeologis dari Afrika Selatan sejak 100.000 tahun yang lalu menunjukkan bahwa <em>Homo sapiens</em> memanfaatkan <a href="https://doi.org/10.1126/science.1173966">biji rumput liar</a> yang telah ditumbuk.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/496978/original/file-20221123-22-ztb31l.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Perapian Neanderthal ditemukan di Gua Shanidar.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Graeme Barker</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meskipun Neanderthal dan manusia modern awal memakan tumbuhan, hal ini tidak muncul secara konsisten dalam bukti isotop stabil dari kerangka yang memberi tahu kita tentang sumber utama <a href="https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.0903821106">protein dalam pola makan</a> selama kehidupan seseorang. Studi terbaru menunjukkan populasi Neanderthal di Eropa merupakan <a href="https://www.pnas.org/doi/10.1073/pnas.2109315119">karnivora tingkat atas</a>. Studi juga menunjukkan bahwa <em>Homo sapiens</em> tampaknya memiliki <a href="https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.0903821106">keanekaragaman yang lebih luas</a> dalam pola makan mereka daripada Neanderthal, dengan proporsi tumbuhan yang lebih tinggi. Namun, kami yakin bukti yang kami temukan tentang kompleksitas kuliner awal adalah permulaan dari banyak penemuan situs pemburu dan pengumpul awal di wilayah tersebut.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196220/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ceren Kabukcu menerima dana dari Leverhulme Trust (Early Career Fellowship, ECF–284). Ia saat ini bekerja sebagai Research Associate yang didanai oleh Gerda Henkel Stiftung. Penelitian di Gua Shanidar, dengan tim yang dipimpin oleh Graeme Barker, telah menerima dana dari Leverhulme Trust (Research Grant RPG–2013–105), Rust Family Foundation, British Academy, Wenner-Gren Foundation, Society of Antiquaries, McDonald Institute of Archaeological Research di Cambridge University dan Natural Environment Research Council’s Oxford Radiocarbon Dating Facility (NF/2016/2/14) dan Templeton Foundation.</span></em></p>
Studi baru menunjukkan Neanderthal dan Homo sapiens memiliki selera makan yang kuat dan pahit.
Ceren Kabukcu, Research Associate in Archaeology, University of Liverpool
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/188937
2022-08-19T03:55:28Z
2022-08-19T03:55:28Z
Berapa banyak zaman es yang dimiliki Bumi, dan dapatkah manusia bertahan hidup di dalamnya
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/479660/original/file-20220817-12-6ce6hv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Selama zaman es, lapisan es seperti yang ada di Greenland telah menutupi sebagian besar permukaan bumi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/the-greenland-ice-sheet-is-the-largest-ice-sheet-in-the-news-photo/1399203109">Thor Wegner/DeFodi Images via Getty Images</a></span></figcaption></figure><blockquote>
<p><strong>Berapa banyak zaman es di Bumi, dan dapatkah manusia bertahan hidup di dalamnya? – Mason C., umur 8, Hobbs, New Mexico</strong></p>
</blockquote>
<p><a href="https://theconversation.com/id/topics/curious-kids-83797"><img src="https://images.theconversation.com/files/386375/original/file-20210225-21-1xfs1le.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=90&fit=crop&dpr=2" width="100%"></a></p>
<p>Pertama , apa itu <a href="https://geology.utah.gov/map-pub/survey-notes/glad-you-asked/ice-ages-what-are-they-and-what-causes-them">zaman es</a>? Zaman es adalah ketika Bumi memiliki suhu dingin untuk waktu yang lama – jutaan hingga puluhan juta tahun – yang menyebabkan lapisan es dan gletser menutupi sebagian besar permukaannya.</p>
<p>Kita tahu bahwa Bumi telah mengalami <a href="http://iceage.museum.state.il.us/content/when-have-ice-ages-occurred">setidaknya lima zaman es</a>. Yang pertama terjadi sekitar 2 miliar tahun yang lalu dan berlangsung sekitar 300 juta tahun. Yang terbaru dimulai sekitar 2,6 juta tahun yang lalu, dan faktanya, secara teknis kita masih berada di dalamnya.</p>
<p>Jadi mengapa Bumi tidak tertutup es sekarang? Itu karena kita berada dalam periode yang dikenal sebagai “interglasial.” Di zaman es, suhu akan berfluktuasi antara tingkat yang lebih dingin dan lebih hangat. Lapisan es dan gletser mencair selama fase yang lebih hangat, yang disebut interglasial, dan mengembang selama fase yang lebih dingin, yang disebut glasial.</p>
<p>Saat ini kita berada dalam periode interglasial hangat terbaru, yang dimulai sekitar 11.000 tahun yang lalu.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/I4EZCy14te0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Iklim bumi mengalami siklus pemanasan dan pendinginan yang dipengaruhi oleh gas di atmosfernya dan variasi orbitnya mengelilingi matahari.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana rasanya berada dalam zaman es?</h2>
<p>Ketika kebanyakan orang berbicara tentang “zaman es,” mereka biasanya mengacu pada periode glasial terakhir, yang dimulai sekitar 115.000 tahun yang lalu dan berakhir sekitar 11.000 tahun yang lalu dengan dimulainya periode interglasial saat ini.</p>
<p>Saat itu, planet ini jauh lebih dingin daripada sekarang. Pada puncaknya, ketika lapisan es menutupi sebagian besar Amerika Utara, suhu rata-rata global sekitar <a href="https://www.smithsonianmag.com/smart-news/ice-age-temperature-science-how-cold%20-180975674/">46 derajat Fahrenheit</a> (8 derajat Celcius). Itu 11 derajat F (6 derajat C) lebih dingin dari rata-rata suhu tahunan global saat ini.</p>
<p>Perbedaan itu mungkin terdengar tidak signifikan, tetapi zaman itu mengakibatkan sebagian besar Amerika Utara dan Eurasia tertutup lapisan es. Bumi juga jauh lebih kering, dan <a href="https://www.usgs.gov/media/images/coastline-eastern-us-changesslowly">permukaan laut jauh lebih rendah</a>, karena sebagian besar air bumi terperangkap di lapisan es . <a href="https://education.nationalgeographic.org/resource/steppe">Dataran berumput kering</a>adalah hal yang biasa dijumpai. Begitu juga <a href="http://kids.nceas.ucsb.edu/biomes/savanna.html">sabana</a>, atau dataran berumput yang lebih hangat, dan juga gurun</p>
<p>Banyak <a href="https://ucmp.berkeley.edu/quaternary/ple.html">binatang yang ada selama zaman es</a> tidak asing bagi Anda, termasuk beruang coklat, karibu, dan serigala. Tapi ada juga megafauna yang punah di akhir zaman es, seperti <a href="https://uwaterloo.ca/earth-sciences-museum/resources/ice-age-mammals"><em>mammoth</em>, mastodon, kucing bertaring tajam</a> dan <a href="https://www.livescience.com/56762-giant-ground-sloth.html">kungkang raksasa</a>.</p>
<p>Ada perbedaan pendapat tentang <a href="https://samnoblemuseum.ou.edu/understanding-extinction/extinctions-in-the-recent-past-and-the-present-day/pleistocene-extinctions/">mengapa hewan-hewan ini bisa punah</a> . Salah satunya adalah manusia memburu mereka hingga punah.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Scientist and workers gather around a jawbone and horns protruding out of the ground." src="https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/468864/original/file-20220614-2525-72v0y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Menggali kerangka mastodon di Burning Tree Golf Course di Heath, Ohio, Desember 1989. Kerangka tersebut, ditemukan oleh para pekerja yang sedang menggali kolam, telah selesai 90% hingga 95% dan berusia lebih dari 11.000 tahun..</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://flic.kr/p/mF53eR">James St. John/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Tunggu, adakah manusia saat jaman es?!</h2>
<p>Ya, orang-orang seperti kita hidup melalui zaman es. Sejak spesies kita, <em>Homo sapiens</em>, <a href="https://humanorigins.si.edu/evidence/human-fossils/species/homo-sapiens">muncul sekitar 300.000 tahun yang lalu di Afrika</a>, kita telah menyebar ke seluruh dunia.</p>
<p>Selama zaman es, beberapa populasi tetap berada di Afrika dan tidak mengalami efek penuh dari dingin. Lainnya pindah ke bagian lain dunia, termasuk lingkungan glasial Eropa yang dingin.</p>
<p>Dan mereka tidak sendirian. Pada awal zaman es, ada spesies hominin lain – kelompok yang juga merupakan nenek moyang langsung dan kerabat terdekat kita – di seluruh Eurasia, seperti <a href="https://humanorigins.si.edu/evidence/human-fossils/species/homo-neanderthalensis">Neanderthal</a> di Eropa dan <a href="https://www.newscientist.com/definition/denisovans/">Denisovans</a> yang misterius di Asia. Kedua kelompok ini tampaknya telah punah sebelum akhir zaman es.</p>
<p>Ada banyak ide tentang bagaimana spesies kita selamat dari zaman es ketika sepupu hominin kita tidak. Beberapa orang berpikir bahwa itu ada hubungannya dengan seberapa mudah kita beradaptasi, dan bagaimana kita <a href="https://www.discovermagazine.com/planet-earth/how-humans-survived-the-ice-age">menggunakan keterampilan dan alat sosial dan komunikasi kita</a>. Dan tampaknya manusia tidak berdiam diri selama zaman es. Sebaliknya mereka pindah ke daerah baru.</p>
<p>Untuk waktu yang lama telah diperkirakan bahwa manusia tidak memasuki Amerika Utara sampai lapisan es mulai mencair. Tapi <a href="https://www.nps.gov/whsa/learn/nature/fossilized-footprints.htm">jejak kaki fosil</a> ditemukan di <a href="https://www.nps.gov/whsa/index.htm">Taman Nasional White Sands</a> di New Mexico yang menunjukkan bahwa manusia telah berada di Amerika Utara setidaknya sejak 23.000 tahun yang lalu , saat puncak zaman es terakhir.</p>
<hr>
<p><em>Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin ditanyakan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami.</em>
<em>Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:</em></p>
<ul>
<li><p><em>mengirimkan email <a href="mailto:curiouskids@theconversation.com">redaksi@theconversation.com</a></em></p></li>
<li><p><em>tweet ke kami <a href="https://twitter.com/ConversationIDN">@conversationIDN</a> dengan tagar #curiouskids</em></p></li>
<li><p><em>DM melalui Instagram <a href="https://www.instagram.com/conversationIDN/">@conversationIDN</a></em></p></li>
</ul>
<hr>
<p><em>Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188937/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Denise Su tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Bumi telah memiliki setidaknya lima zaman es utama, dan manusia muncul tepat waktu untuk yang terbaru. Faktanya, kita masih di dalamnya.
Denise Su, Associate Professor, Arizona State University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/185850
2022-06-29T03:42:16Z
2022-06-29T03:42:16Z
Curious Kids: Bagaimana orang pada Zaman Batu berbicara?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/470948/original/file-20220626-20-8tb7c5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/tribe-prehistoric-huntergatherers-wearing-animal-skins-1596021505">Gorodenkoff/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p><strong>Bagaimana orang pada Zaman Batu berbicara? – Tsubamé, umur 8, London, Inggris</strong></p>
<p><a href="https://theconversation.com/id/topics/curious-kids-83797"><img src="https://images.theconversation.com/files/386375/original/file-20210225-21-1xfs1le.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=90&fit=crop&dpr=2" width="100%"></a></p>
<p><a href="https://www.britannica.com/event/Stone-Age">Zaman Batu</a> mengacu pada masa lalu yang jauh. Itu dimulai sekitar 3 juta tahun yang lalu dan berlangsung hingga sekitar <a href="https://www.sciencedirect.com/topics/social-sciences/upper-paleolithic">40.000 tahun yang lalu</a>.</p>
<p>Dinamakan Zaman Batu karena pada masa itu nenek moyang kita membuat perkakas dari batu. Manusia seperti kita – spesies <em>Homo sapiens</em> – muncul lama setelah dimulainya Zaman Batu, sekitar <a href="https://www.nationalgeographic.com/science/article/controversial-study-pinpoints-birthplace-modern-humans">200.000 tahun yang lalu</a>.</p>
<p>Zaman Batu dimulai ketika beberapa spesies kera mulai membuat alat sederhana dengan memotong potongan batu yang tajam dari potongan batu yang lebih besar. Kera-kera ini berdiri setengah tegak ketika berjalan dan itu berarti tangan mereka bebas melakukan sesuatu, seperti membuat alat perkakas. <a href="https://education.nationalgeographic.org/resource/lucy-discovered-africa">Kera tegak awal</a> ini memiliki otak kecil, tidak jauh berbeda dengan otak simpanse, dan mereka tidak berbicara.</p>
<p>Kera lain yang berjalan tegak datang kemudian di Zaman Batu. Mereka telah diberi nama seperti <em>Homo habilis</em> (pria terampil) atau <em>Homo erectus</em> (pria tegak). <a href="https://humanorigins.si.edu/evidence/human-fossils/species/homo-habilis">Spesies ini</a> hidup di Afrika sekitar 1 hingga 2 juta tahun yang lalu, masih jauh sebelum manusia seperti kita ada. Mereka memiliki otak yang lebih besar daripada kera tegak pertama, tetapi otak mereka masih lebih kecil dari kita. Mereka tidak secerdas kita dan tidak berbicara, meskipun mereka mengeluarkan suara.</p>
<p>Sekitar 400.000 tahun yang lalu, <a href="https://www.science.org/content/article/ancient-dna-puts-face-mysterious-denisovans-extinct-cousins-neanderthals">tiga spesies</a> yang memiliki otak jauh lebih besar daripada spesies sebelumnya semuanya hidup <a href="https://www.science.org/content/article/ancient-siberian-cave-hosted-neanderthals-denisovans-and-modern-humans-possibly-same">pada waktu yang hampir bersamaan</a>. Ini disebut Neanderthal, Denisovans, dan bentuk awal spesies <em>Homo sapiens</em> – yang merupakan nenek moyang kita.</p>
<p>Neanderthal dan Denisovans tinggal di luar Afrika di bagian dunia <a href="https://www.thesciencebreaker.org/breaks/evolution-behaviour/when-were-denisovans-and-neanderthals-present-in-eurasia">yang dikenal sebagai Eurasia</a>, yang meliputi Eropa. Sedikit yang diketahui tentang Denisovans, tetapi sekitar 100.000 tahun yang lalu Neanderthal memiliki tombak kayu dan beberapa alat sederhana yang terbuat dari tulang binatang seperti rusa selain alat mereka yang terbuat dari batu.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Two skulls on black background" src="https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=312&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=312&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=312&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=392&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=392&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/465986/original/file-20220530-16-gpnler.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=392&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tengkorak manusia modern di kiri dan tengkorak Neanderthal di kanan dari Museum Sejarah Alam Cleveland.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sapiens_neanderthal_comparison_en_blackbackground.png">hairymuseummatt (original photo), DrMikeBaxter (derivative work), via Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa orang berpikir bahwa karena otak mereka yang besar dan kemampuan mereka untuk membuat alat selain dari batu, <a href="https://www.bbc.com/news/science-environment-25465102">Neanderthal dapat berbicara</a>. Tapi ini hanya dugaan. Neanderthal terakhir mati sekitar <a href="https://news.stanford.edu/2019/11/07/new-theory-neanderthal-extinction/">40.000 tahun yang lalu</a>.</p>
<h2>Orang seperti kita</h2>
<p>Manusia purba hidup di Afrika. Sekitar 200.000 tahun yang lalu <em>Homo sapiens</em> primitif telah berevolusi menjadi apa yang sekarang kita sebut <a href="https://www.nationalgeographic.com/science/article/controversial-study-pinpoints-birthplace-modern-humans"> dengan manusia modern</a>. Manusia modern ini sama cerdasnya dengan kita saat ini, dan dapat berbicara menggunakan bahasa seperti yang kita lakukan hari ini. “Homo sapiens” sendiri berarti “manusia bijak”.</p>
<p>Kemudian di Zaman Batu, <a href="https://education.nationalgeographic.org/resource/their-footsteps-human-migration-out-africa">sekitar 60.000 tahun yang lalu</a>, orang melakukan perjalanan keluar dari Afrika dan akhirnya menyebar ke seluruh Dunia.</p>
<p>Awalnya, nenek moyang kita <em>Homo sapiens</em> hanya bisa membuat alat dari batu, namun karena memiliki kemampuan berbicara, mereka mungkin menggunakan bahasa mereka untuk mengajar satu sama lain.</p>
<p>Seiring berjalannya waktu, mereka belajar membuat berbagai macam alat dari batu, kayu, tulang, dan kulit. Mereka memiliki pakaian, sepatu dan membuat tempat berteduh, dan mereka berburu bersama untuk makanan. Pada 40.000 tahun yang lalu, dan bahkan mungkin lebih awal lagi, manusia modern menggambar di dinding gua.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZjejoT1gFOc?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">National Geographic video on cave painting.</span></figcaption>
</figure>
<p>Akan ada jauh lebih sedikit bahasa yang berbeda di Zaman Batu daripada yang ada sekarang. Tetapi bahasa yang ada akan sama seperti bahasa modern kita. Orang-orang akan berbicara dalam kalimat dengan kata benda dan kata kerja, meskipun kata-kata yang mereka gunakan akan berbeda, seperti, katakanlah, kata-kata dalam bahasa Jepang berbeda dengan yang ada dalam bahasa Inggris atau bahasa Prancis.</p>
<h2>Bahasa yang berbeda</h2>
<p>Bahasa akan berbeda di antara suku-suku. Orang mungkin akan kesulitan untuk berbicara dengan seseorang dari suku lain, seperti halnya ketika kita pergi berlibur ke negara lain, terkadang kita sulit memahami bahasanya.</p>
<p>Bahasa akan memiliki lebih sedikit kata daripada yang kita miliki saat ini karena mereka tidak membutuhkan kata-kata untuk hal-hal seperti televisi, mobil, atau komputer. Tapi seperti kita, manusia modern 200.000 tahun yang lalu akan menghitung banyak hal. Mereka akan memiliki kata-kata untuk “ibu” dan “ayah” atau “saudara perempuan” dan “saudara laki-laki”. Mereka akan memiliki nama untuk hewan dan tumbuhan, mereka akan dapat membuat rencana, mengatakan “tolong” dan “terima kasih” dan mereka akan memiliki nama untuk satu sama lain.</p>
<p>Manusia modern awal mungkin membicarakan banyak hal yang sama dengan yang kita bicarakan: apa yang harus dimakan, siapa teman mereka. Orang tua akan berbicara tentang anak-anak mereka, dan anak-anak akan bermain satu sama lain, mungkin berbicara sepanjang waktu seperti yang dilakukan anak-anak hari ini. Mereka juga akan menyanyikan lagu satu sama lain.</p>
<p>Mereka mungkin orang Zaman Batu, tapi mereka modern dalam hal berbicara.</p>
<hr>
<p><em>Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin ditanyakan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami.</em>
<em>Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:</em></p>
<ul>
<li><p><em>mengirimkan email <a href="mailto:curiouskids@theconversation.com">redaksi@theconversation.com</a></em></p></li>
<li><p><em>tweet ke kami <a href="https://twitter.com/ConversationIDN">@conversationIDN</a> dengan tagar #curiouskids</em></p></li>
<li><p><em>DM melalui Instagram <a href="https://www.instagram.com/conversationIDN/">@conversationIDN</a></em></p></li>
</ul>
<hr>
<p><em>Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185850/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mark Pagel menerima dana dari Dewan Riset Inggris dan perwalian swasta.</span></em></p>
Sekitar 200.000 tahun yang lalu, orang-orang hidup yang sama cerdasnya dengan kita.
Mark Pagel, Professor of Evolutionary Biology, University of Reading
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/150655
2021-01-15T06:02:30Z
2021-01-15T06:02:30Z
Menelusuri jejak Pamatan, kota yang hilang setelah letusan Gunung Samalas di Pulau Lombok
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/377320/original/file-20210106-19-1gxuh9r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3557%2C2242&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Puncak Gunung Rinjani terlihat dari Kecamatan Suela di Pulau Lombok. Dulu kala, Pamatan terletak di sebuah kaki gunung api di pulau ini.</span> <span class="attribution"><span class="source">Ahmad Subaidi/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Pamatan adalah sebuah kota di Pulau Lombok yang kemungkinan hilang akibat letusan gunung api pada abad ke-13. Lokasi persis kota ini sampai saat ini belum ditemukan. </p>
<p>Temuan ini bermula dari hasil <a href="https://www.pnas.org/content/110/42/16742">penelitian</a> yang dipublikasikan tahun 2013, yang berhasil mengungkap misteri letusan besar tujuh abad silam. </p>
<p>Hasil eksplorasi dengan berbagai pendekatan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s00445-015-0960-9">studi</a> telah menyimpulkan bahwa letusan tersebut berasal dari gunung api yang ada di Pulau Lombok, yaitu <a href="https://www.pnas.org/content/110/42/16742">Samalas</a>. </p>
<p>Nama gunung ini tercatat dalam Naskah Babad Lombok. Naskah ini juga juga telah digunakan untuk <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10708-019-10083-5">merekonstruksi</a> terbentuknya kaldera Gunung Rinjani. </p>
<p>Hilangnya kota Pamatan memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di Pompeii, Italia, sehingga dijuluki sebagai “<a href="https://www.pnas.org/content/110/42/16742">Pompeii in the far east</a>”. </p>
<p>Sampai saat ini belum ada kesimpulan akhir di mana tepatnya lokasi kota Pamatan pada abad ke-13. </p>
<p>Saya dan rekan-rekan peneliti dari <a href="https://www.lgp.cnrs.fr/a-propos-de/franck-lavigne/">University of Paris 1</a> dan Universitas Gadjah Mada mencoba kembali menelusuri lokasi kota Pamatan melalui interpretasi Babad Lombok, dengan analisis spasial menggunakan pendekatan geografis.</p>
<h2>Kota Pamatan dalam Babad Lombok</h2>
<p>Dalam Babad Lombok - yang dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Lalu Gde Suparman pada 1994, Pamatan adalah negeri baru yang dibangun dari penduduk yang bermigrasi dari Desa Lae. Desa ini diduga berada di ujung timur-laut Lombok. </p>
<p>Pamatan digambarkan memiliki bangunan benteng kota, jalanan yang besar dan ramai, taman kota, balai pertemuan, serta banyak rumah-rumah penduduk.</p>
<p>Kota ini berada pada lahan yang subur, dengan banyak hasil pertanian dan perkebunan yang bermacam-macam seperti padi, jagung, timun, semangka, dan berbagai jenis sayuran. </p>
<p>Hasil perikanan seperti ikan, kepiting, tiram, dan rumput laut juga digambarkan melimpah. </p>
<p>Hasil bumi dan laut yang berlimpah menjadikan Pamatan sebuah kota perdagangan, bahkan orang dari Bajo dari Sulawesi pun berdatangan untuk ikut berdagang. </p>
<p>Babad Lombok menceritakan bahwa penduduk Pamatan mencapai sepuluh ribu orang dan hidup sejahtera di wilayah yang berada di kaki gunung. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=334&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=334&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=334&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=420&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=420&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/378760/original/file-20210114-23-hlv3ld.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=420&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa bait terjemahan Babad Lombok yang menggambarkan lanskap kota Pamatan.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Berdasarkan bait-bait yang menceritakan kondisi kota Pamatan saat itu, kita dapat menginterpretasi kondisi fisik lokasi Pamatan. </p>
<p>Yang pertama adalah tanah yang subur. Melihat kondisi geologi Lombok yang banyak terbentuk dari batuan gunung api, tanah subur yang dimaksud mungkin adalah tanah dari material produk gunung api. </p>
<p>Jenis tanah ini lebih subur dibandingkan degan tanah dari pelapukan batuan gampingan seperti yang ada di wilayah pegunungan Lombok selatan. </p>
<p>Tanah yang subur umumnya berada pada bagian lereng bawah sampai lereng kaki gunung api karena tanah sudah berkembang cukup tebal. </p>
<p>Jenis tanaman yang disebutkan juga merupakan jenis tanaman pada lahan berlereng rendah. Hal ini sesuai dengan catatan Babad bahwa kota Pamatan berada di kaki gunung. </p>
<p>Selain subur, wilayah tersebut adalah wilayah yang memiliki banyak sumber daya air, baik sungai, mata air, maupun air tanah. </p>
<p>Yang menjadi pertanyaan adalah gunung apa yang dimaksud dan di lereng sebelah mana? </p>
<p>Indikasi lain yang dapat merujuk pada lokasi Pamatan adalah adanya hasil perikanan laut dan hubungan perdagangan antarpulau. </p>
<p>Ini tentu menggambarkan bahwa Pamatan adalah kota pesisir yang mungkin memiliki pelabuhan yang cukup besar untuk kapal-kapal bersandar. </p>
<p>Pertanyaan selanjutnya adalah kota ini berada di pesisir Lombok sebelah mana?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apakah-gempa-di-lombok-bisa-pengaruhi-aktivitas-gunung-api-di-sekitarnya-100851">Apakah gempa di Lombok bisa pengaruhi aktivitas gunung api di sekitarnya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Di mana persisnya?</h2>
<p>Dalam merekonstruksi letak kota Pamatan, kami menggunakan beberapa asumsi. </p>
<p>Asumsi yang pertama adalah kota ini terletak di kaki lereng gunung. Gunung yang dimaksud mungkin adalah salah satu gunung api yang ada pada waktu yaitu Gunung Samalas atau Rinjani. </p>
<p>Asumsi yang kedua adalah lokasi di wilayah pesisir. Pulau Lombok adalah pulau yang tidak terlalu besar sehingga wilayah pesisir yang dimaksud bisa di pesisir bagian utara, barat, dan timur. </p>
<p>Pesisir bagian selatan tidak mencirikan deskripsi yang ada dalam Babad, karena pesisir bagian selatan jauh dari gunung api dan merupakan wilayah pesisir berbukit. </p>
<p>Merujuk pada Babad Lombok, saat terjadi letusan Samalas banyak rumah kota Pamatan yang hanyut sampai ke laut. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa kota Pamatan menjadi jalur aliran material letusan (<em>pyroclastic density current</em> atau PDC). Sehingga, kemungkinan letak Pamatan ada di wilayah pesisir yang terkena aliran letusan Samalas.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/377465/original/file-20210106-19-22c72e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Bekas galian tambang batu apung pada wilayah endapan PDC.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Asumsi selanjutnya adalah dengan melihat respons penduduk Pamatan saat terjadi bencana Samalas. </p>
<p>Babad menceritakan ada penduduk yang naik ke atas bukit (menghindari aliran PDC, lahar dan sejenisnya). Ada juga yang menyelamatkan diri menggunakan perahu; ini menguatkan asumsi bahwa Pamatan adalah kota pesisir. </p>
<p>Dalam Babad juga disebutkan desa-desa lokasi tempat warga Pamatan menyelamatkan diri. Nama-nama desa tersebut antara lain Leneng (Lenek), Jeringo, Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, Pasalun, Serowok, Pilin, Ranggi, Sembalun, Pajang, Pundung, Buak Bakang, Tana Bea’, Lembuak, Bebidas, Kembang Kekrang, Langko dan Pejanggik. </p>
<p>Nama-nama tersebut mungkin sudah mengalami perubahan. Namun informasi nama tempat (toponimi) dari Peta Rupa Bumi Indonesia dapat menjadi petunjuk informasi keberadaan desa-desa tersebut. Perlu dicatat, posisi desa saat itu mungkin berbeda dengan sekarang walau memiliki kemiripan nama. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=312&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=312&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=312&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=392&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=392&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/377466/original/file-20210106-13-1g4yv36.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=392&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Terjemahan Babad Lombok yang menceritakan proses terkuburnya kota Pamatan dan evakuasi penduduk pada saat terjadi letusan.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saat ini beberapa artefak telah ditemukan yang diduga terkubur saat letusan Samalas, seperti di <a href="https://regional.kompas.com/read/2019/08/09/16263831/ntb-berencana-kembangkan-diorama-tanak-beak-yang-tertimbun-letusan-gunung">Tanak Beak</a> dan <a href="https://globalfmlombok.com/read/2019/08/18/riwayat-kehancuran-pamatan-dalam-babad-lombok.html">Aik Berik</a>. Lokasi tersebut juga cukup representatif sesuai dengan karakteristik yang diceritakan Babad. </p>
<p>Namun dari hasil analisis geografis, ada juga potensi bahwa Pamatan berada di sebelah timur. </p>
<p>Seperti ditunjukkan oleh lingkaran merah dalam gambar, posisi Pamatan bisa berada di sebelah timur ataupun barat. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=496&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=496&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=496&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=623&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=623&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/376051/original/file-20201220-23-2rrnl7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=623&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Rekonstruksi geografi kemungkinan posisi kota Pamatan pada abad ke-13.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Posisi ini cukup sesuai dengan catatan dalam Babad dan memenuhi beberapa kriteria:</p>
<ol>
<li>Berada di lereng kaki gunung. Sebenarnya posisi hasil rekonstruksi tidak tepat pada lereng kaki. Lokasi kota ada pada dataran kaki Gunung Samalas, namun berada di lereng kaki gunung api tua (tersier) Gunung Punikan dan Gunung Nangi.</li>
<li>Berada dekat dengan perbukitan yang bisa digunakan untuk mengungsi.</li>
<li>Berada di wilayah pesisir. Namun, material PDC mungkin telah mengubah bentuk garis pantai zaman dulu. </li>
<li>Berada dekat laut yang memungkinkan penduduknya mengungsi menggunakan perahu dan kapal, atau mengungsi ke desa-desa lain yang ada di wilayah selatan dan timur Pamatan. </li>
</ol>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-kita-bisa-tahu-gunung-berapi-akan-meletus-149635">Bagaimana kita bisa tahu gunung berapi akan meletus?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Perlu ditelusuri lebih lanjut</h2>
<p>Hasil rekonstruksi ini belum memberikan kesimpulan pasti letak Pamatan. Ini adalah temuan awal berdasarkan perspektif geografis dari interpretasi naskah Babad Lombok. </p>
<p>Selain itu pemetaan nama-nama desa dalam Babad juga hanya berdasarkan informasi toponimi dari peta saat ini. </p>
<p>Analisis historis pada nama-nama desa tersebut mungkin menyimpulkan posisi yang berbeda. Beberapa artefak yang telah ditemukan juga akan sangat berguna dalam lanjutan penelusuran kota ini. </p>
<p>Penelitian ini masih terus berlanjut dan perlu adanya tambahan analisis dari pendekatan arkeologis dan historis yang lebih komprehensif. Penyelidikan bawah permukaan dengan pendekatan geofisika juga akan sangat membantu mengungkap keberadaan Pamatan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/150655/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mukhamad Ngainul Malawani juga mahasiwa doktoral di Univ. Paris 1 dan merupakan awardee beasiswa BPPLN. Dia mendapat pelatihan penulisan artikel populer dari The Conversation Indonesia bekerja sama dengan PPI Prancis, dengan dukungan Institut Francais Indonesia, Kedutaan Besar Prancis di Indonesia.</span></em></p>
Melalui interpretasi Babad Lombok dan analisis spasial menggunakan pendekatan geografis, kami mencoba menelusuri lokasi tepat kota Pamatan.
Mukhamad Ngainul Malawani, Lecturer in Environmental Geography, Universitas Gadjah Mada
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/153296
2021-01-14T05:38:58Z
2021-01-14T05:38:58Z
Kami menemukan lukisan gua yang menggambarkan binatang yang tertua di sebuah lembah rahasia di Sulawesi
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/378756/original/file-20210114-13-12uep7m.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4496%2C3000&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> <span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Pengukuran umur sebuah lukisan gua yang sangat tua yang menggambarkan hewan-hewan yang baru-baru ini ditemukan di Sulawesi Selatan terbit dalam <a href="https://advances.sciencemag.org/lookup/doi/10.1126/sciadv.abd4648" title="Oldest cave art found in Sulawesi">karya ilmiah</a> kami yang terbit hari ini.</p>
<p>Lukisan ini menggambarkan citra babi berkutil sulawesi (<em>Sus celebensis</em>), yaitu sejenis babi liar kecil (dengan berat 45-85 kilogram) berkaki pendek yang merupakan hewan asli Pulau Sulawesi.</p>
<p>Berusia setidaknya 45.500 tahun, lukisan gua ini mungkin adalah penggambaran tertua tentang binatang, dan mungkin seni figuratif (citra yang mirip objek yang hendak digambarkan) paling awal dan belum terungkap.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/b-wAYtBxn7E?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Seni rupa gua tertua ditemukan di Sulawesi.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Karya seni Zaman Es di Indonesia</h2>
<p>Sulawesi memiliki karya seni gua berlimpah, pertama dilaporkan pada 1950-an.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/indonesian-cave-paintings-show-the-dawn-of-imaginative-art-and-human-spiritual-belief-128457">Indonesian cave paintings show the dawn of imaginative art and human spiritual belief</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Hingga belum lama ini, karya seni ini dianggap sebagai buah tangan petani Neolithic yang tiba sekitar 4.000 tahun lalu dari wilayah selatan Cina, dan bukan hasil karya pemburu-peramu yang telah tinggal di Sulawesi selama puluhan ribu tahun. </p>
<p>Kini kita tahu pandangan itu salah.</p>
<p>Pada 2014, kami <a href="https://www.nature.com/articles/nature13422" title="Pleistocene cave art from Sulawesi, Indonesia">melaporkan</a> temuan awal usia-usia karya seni cadas dari Sulawesi Selatan.</p>
<p>Berdasarkan analisis serial uranium pada endapan mineral (kalsit) yang terbentuk secara alami pada karya seni itu, kami menemukan bahwa gambar tangan manusia yang ditemukan di satu gua berusia setidaknya 40.000 tahun.</p>
<p>Ini bersamaan dengan zaman yang menghasilkan karya seni gua Zaman Es di Eropa.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZVEqkVDn6Y4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Karya seni gua di wilayah tropis.</span></figcaption>
</figure>
<p>Lalu pada 2019, kami <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-019-1806-y" title="Earliest hunting scene in prehistoric art">mengukur usia</a> sebuah lukisan spektakuler di gua lain yang adegan makhluk setengah manusia-setengah hewan berburu babi berkutil dan kerbau kerdil (anoa). </p>
<p>Adegan perburuan ini berusia setidaknya 43.900 tahun dan bisa jadi adalah gambaran paling tua tentang makhluk-makhluk supernatural.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/gx8ohlEAfy4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Gambaran perburuan paling tua dalam karya seni prasejarah.</span></figcaption>
</figure>
<p>Penelitian terakhir kami menemukan bahwa karya seni cadas Sulawesi berada sedikit lebih jauh pada masa lalu.</p>
<h2>Lembah rahasia</h2>
<p>Pada Desember 2017, kami melakukan survei pertama terhadap sebuah lembah terisolasi di area pegunungan yang terletak hanya sepelemparan batu dari Makassar.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A lush green valley landscape." src="https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=203&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=203&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=203&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=255&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=255&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/378222/original/file-20210112-13-12qnkdb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=255&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Lembah karst batu kapur tempat Leang Tedongnge berada.</span>
<span class="attribution"><span class="source">David P McGahan</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Walau dekat dengan sebuah kota besar, tidak ada jalanan menuju lembah ini. Komunitas kecil yang terdiri dari petani Bugis lokal di sana tinggal terpencil, walau mutu (dan kerasnya) arak nira (ballo) buatan mereka sangat dikenal.</p>
<p>Menurut mereka, belum pernah ada orang Barat yang menginjakkan kaki di lembah mereka sebelumnya.</p>
<p>Lembah rahasia ini adalah lingkungan yang asri dan memiliki keindahan alami luar biasa. Hampir tidak ada sampah di desa kecil yang berada di tengah lembah itu.</p>
<p>Berada di sana seperti berada pada masa lalu.</p>
<p>Lembah ini memiliki gua batu kapur bernama Leang Tedongnge dan di dalamnya kami menemukan sebuah lukisan batu; orang-orang lokal mengatakan mereka tidak pernah menyadari ada lukisan itu di sana.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Inside the cave is a painting of warty pigs." src="https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/378444/original/file-20210112-15-b12tdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Adhi Agus Oktaviana di depan panel lukisan batu Leang Tedongnge.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adhi Agus Oktaviana</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Lukisan itu dibuat menggunakan pigmen mineral merah (hematit dari batuan sedimen ironstone, atau oker). Lukisan itu menggambarkan setidaknya tiga babi berkutil sulawesi dalam sebuah interaksi sosial.</p>
<p>Kami menginterpretasikan bahwa elemen-elemen yang masih bertahan dari karya seni ini adalah sebuah komposisi cerita atau adegan. Pada masa kini, ini adalah sebuah cara umum yang kita gunakan untuk bercerita menggunakan gambar; tapi cara ini tidak umum dalam karya seni gua awal.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="The Leang Tedongnge rock art panel enhanced to make the artwork clearer." src="https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=526&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=526&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=526&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=661&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=661&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/378223/original/file-20210112-13-1d6fvd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=661&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar atas telah diolah agar terlihat lebih jelas. Gambar bawah menunjukkan arsiran itu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adhi Agus Oktaviana</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Menguak zaman seni</h2>
<p>Mengukur usia karya seni batu sangat susah. Tapi di Leang Tedongnge kami beruntung dapat mengindentifikasi sedimen kalsit (juga dikenal sebagai “<a href="https://science.howstuffworks.com/environmental/earth/geology/what-is-cave-popcorn.htm">cave popcorn</a>” yang terbentuk di atas salah satu gambar babi (babi 1).</p>
<p>Kami mengambil sampel kalsit ini dan melakukan analisis serial uranium. Yang mengejutkan, hasil analisis menunjukkan usia 45.500 tahun untuk kalsit, ini artinya usia lukisan tempat kalsit ini terbentuk minimal berusia sama.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A closer image of one of the wild pigs and two hand stencils" src="https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/378220/original/file-20210112-21-18klrdt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tampak dekat lukisan babi berkutil di Leang Tedongnge.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Maxime Aubert</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Seni awal di Wallacea</h2>
<p>Temuan kami menggarisbawahi pentingnya Sulawesi, dan wilayah Indonesia, di panggung dunia, untuk kita memahami di mana dan kapan tradisi seni gua pertama oleh spesies kita pertama berkembang.</p>
<p>Usia karya seni yang sangat tua ini juga menawarkan petunjuk akan kemungkinan adanya temuan-temuan penting lain di wilayah ini.</p>
<p>Sulawesi adalah pulau terbesar di Wallacea, sebuah zona kepulauan yang terletak antara dataran Asia dan lempeng landas kontinen Australia-Guinea Baru.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/first-pocket-sized-artworks-from-ice-age-indonesia-show-humanitys-ancient-drive-to-decorate-132187">First pocket-sized artworks from Ice Age Indonesia show humanity's ancient drive to decorate</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Manusia modern diperkirakan telah melintasi Wallacea setidaknya <a href="https://www.nature.com/articles/nature22968" title="Human occupation of northern Australia by 65,000 years ago">65 ribu tahun lalu</a> untuk tiba di Australia.</p>
<p>Tapi kepulauan Wallacea sedikit sekali dieksplorasi dan hingga kini bukti-bukti arkeologis paling awal yang digali di wilayah ini berusia jauh lebih muda.</p>
<p>Kami yakin penelitian lebih lanjut akan menyibak karya seni yang lebih tua di Sulawesi atau di pulau-pulau Wallacea lain, berusia setidaknya 65 ribu tahun atau mungkin lebih tua lagi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/153296/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adam Brumm menerima dana dari Australian Research Council dan the National Geographic Society.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Adhi Oktaviana adalah peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan mahasiswa PhD di Griffith University. Riset dia fokus pada seni prasejarah dan seni batu di Indonesia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Basran Burhan adalah peneliti lepas yang saat ini menempuh studi PhD di Griffith University.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Maxime Aubert menerima dana dari Australian Research Council dan the National Geographic Society.</span></em></p>
Lukisan babi berusia setidaknya 45.500 tahun di sebuah dinding gua di Sulawesi Selatan mungkin karya seni batu paling tua yang pernah ditemukan.
Adam Brumm, Professor, Griffith University
Adhi Oktaviana, PhD Candidate, Griffith University
Basran Burhan, PhD candidate, Griffith University
Maxime Aubert, Professor, Griffith University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/153203
2021-01-13T10:17:27Z
2021-01-13T10:17:27Z
Kisah penemuan ‘hobbit’ di Indonesia yang mengubah
wawasan jejak evolusi manusia
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/378513/original/file-20210113-23-1i3o6yp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:H-floresiensis-Cretan-microcephalic.jpg">(Wikimedia Commons/Avandergeer)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/70UoimDPuybbkPjbly8Vua" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Pengetahuan ilmuwan sebelumnya hanya meyakini dua spesies manusia yang datang ke Indonesia - yakni manusia purba atau <em>Homo erectus</em> (berdasarkan riset terbaru sekitar <a href="https://science.sciencemag.org/content/367/6474/210">1,3 juta - 600 ribu tahun lalu</a>), dan juga manusia modern atau <em>Homo sapiens</em> (mulai sekitar <a href="https://www.nature.com/articles/nature23452">70 ribu tahun lalu</a>)</p>
<p>Namun, hal tersebut berubah sejak 2004 ketika sebuah tim Indonesia-Australia <a href="https://www.nature.com/articles/nature02999">mengumumkan penemuan sisa manusia purba lain</a> yaitu <em>Homo floresiensis</em> atau kerap dipanggil si “Hobbit” di Flores, Nusa Tenggara Timur.</p>
<p>Penemuan ini mengguncang komunitas peneliti arkeologi dan paleontologi saat pertama kali ditemukan.</p>
<p>Selain ukuran bagian tubuhnya yang cukup kecil dengan karakter biologis yang <a href="https://theconversation.com/ancestors-of-flores-hobbits-may-have-been-pioneers-of-first-human-migration-out-of-africa-76560">bahkan lebih purba</a> dari <em>Homo erectus</em>, sisa <em>Homo floresiensis</em> ini juga ditemukan di kepulauan Indonesia tengah atau “Wallacea” - daerah perairan dalam yang <a href="https://www.nature.com/scitable/knowledge/library/homo-floresiensis-making-sense-of-the-small-91387735/">terisolasi oleh arus laut yang kuat</a> sehingga sangat menyulitkan migrasi manusia purba dari barat maupun timur.</p>
<p>Bagaimana cerita seru penemuannya di Flores, dan bagaimana penemuan si ‘Hobbit’ ini mengubah wawasan kita tentang pola evolusi dan migrasi manusia?</p>
<p>Untuk menjawab hal tersebut, kami berbicara dengan Thomas Sutikna, arkeolog di University of Wollongong, Australia yang juga merupakan salah satu anggota <a href="https://www.nature.com/news/the-discovery-of-homo-floresiensis-tales-of-the-hobbit-1.16197">tim legendaris</a> yang menemukan <em>Homo floresiensis</em>.</p>
<p>Bagaimana lengkapnya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/153203/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Padad episode ini, kami berbicara dengan Thomas Sutikna, arkeolog di University of Wollongong, Australia yang juga merupakan salah satu anggota tim legendaris yang menemukan Homo floresiensis.
Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education Editor
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/147751
2020-10-09T06:13:20Z
2020-10-09T06:13:20Z
Bukan manusia, melainkan hutan tropis penyebab punahnya megafauna Asia Tenggara
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/362375/original/file-20201008-18-11m44t2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=2%2C4%2C1345%2C659&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Peter Schouten</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Membayangkan Asia Tenggara saat ini mungkin akan langsung terlintas hutan hujan tropis yang lebat dengan hewan ikonik seperti orang utan, harimau, dan monyet.</p>
<p>Namun, ada hewan-hewan bertubuh besar lainnya yang mungkin kurang terkenal, tapi sama pentingnya bagi ekosistem, seperti <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Serow">serow</a> (mirip kambing), <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Goral">goral</a>, 3 spesies <a href="https://www.wwf.org.uk/learn/wildlife/asian-rhinos">badak Asia</a>, dan satu-satunya spesies <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Malayan_tapir">tapir</a> masih tinggal di “Dunia Lama”. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Tapir duduk di hutan yang hijau." src="https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/362098/original/file-20201007-16-10up6pm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tapir Melayu, hewan yang terancam punah ini terbesar dari 4 spesies lain dan satu-satunya yang asli Asia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Makhluk ini bersama-sama membentuk megafauna Asia Tenggara, kedua setelah Afrika soal keanekaragaman. </p>
<p>Kedua ekosistem kontinental ini merupakan sisa terakhir dari dunia yang sebagian besar telah punah - tempat raksasa pernah menjelajahi Bumi. Lalu, apa yang menyebabkan begitu banyak spesies megafauna punah?</p>
<p>Beberapa teori menunjukkan bahwa ini bisa karena manusia, perubahan iklim, atau keduanya yang membawa megafauna Asia Tenggara menuju kepunahan. </p>
<p>Namun, penelitian terbaru kami di <em><a href="https://www.nature.com/articles/s41586-020-2810-y">Nature</a></em> mengindikasikan bahwa naik turunnya sabana yang mendorong terjadinya kepunahan.</p>
<h2>Punahnya megafauna Asia Tenggara</h2>
<p>Asia Tenggara telah kehilangan banyak spesies mamalia besar selama periode <em>Quarternary</em> (periode keempat), dalam 2,6 juta tahun terakhir. </p>
<p>Spesies-spesies ini antara lain kera terbesar di dunia, <em><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Gigantopithecus">Gigantopithecus</a></em>, <em><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Stegodon">stegodon</a></em>, makhluk mirip gajah, dan kerbau besar. </p>
<p>Kepunahan ini juga dialami oleh relasi terdekat manusia, yaitu <em>Homo erectus</em> dan <em>Homo floresiensis</em> (“<em>Hobbit</em>”) serta <em>Homo luzonensis</em>. </p>
<p>Spesies manusia terakhir yang tercatat dalam gen Asia Tenggara saat ini: <em>Denisovan</em>, yang kemungkinan tersebar <a href="https://cosmosmagazine.com/palaeontology/southeast-asia-was-crowded-long-before-we-turned-up/">di seluruh wilayah</a>.</p>
<p>Berdasarkan <a href="https://theconversation.com/new-analysis-finds-no-evidence-that-climate-wiped-out-australias-megafauna-53821">studi sebelumnya</a>, antagonis utama dalam kepunahan megafauna adalah manusia. </p>
<p>Beberapa berpendapat bahwa kedatangan manusia ke pulau-pulau baru selama lebih dari 60.000 tahun terakhir, – yang terlalu banyak berburu dan mengubah habitat – mendorong punahnya mamalia besar ini. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/new-analysis-finds-no-evidence-that-climate-wiped-out-australias-megafauna-53821">New analysis finds no evidence that climate wiped out Australia's megafauna</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Para peneliti lain telah berpendapat bahwa <a href="https://theconversation.com/humans-coexisted-with-three-tonne-marsupials-and-lizards-as-long-as-cars-in-ancient-australia-138534">perubahan iklim</a> sebagai penyebab kepunahan megafauna. </p>
<p>Sementara, sebagian mengatakan <a href="https://theconversation.com/did-people-or-climate-kill-off-the-megafauna-actually-it-was-both-127803">keduanya</a>, manusia dan iklim berpengaruh.</p>
<h2>Wawasan tentang lingkungan pada masa lalu</h2>
<p>Untuk penelitian ini, kami melihat perubahan lingkungan di Asia Tenggara selama <a href="https://www.nationalgeographic.com/science/prehistoric-world/quaternary/">2,6 juta tahun terakhir</a> untuk menjelaskan dampaknya terhadap kepunahan. </p>
<p>Kami menganalisis <a href="https://www.futurelearn.com/courses/archaeology/0/steps/15267">isotop yang stabil</a> pada gigi mamalia yang ditemukan di wilayah saat ini, termasuk dari catatan fosil yang tersedia. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/meet-the-giant-wombat-relative-that-scratched-out-a-living-in-australia-25-million-years-ago-141296">Meet the giant wombat relative that scratched out a living in Australia 25 million years ago</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Isotop stabil adalah bentuk non-radioaktif dari berbagai elemen. </p>
<p>Isotop yang stabil pada karbon dan oksigen diawetkan dalam gigi mamalia mencatat informasi penting tentang jenis tumbuhan apa yang dimakan hewan tersebut dan seberapa basah lingkungan mereka.</p>
<p>Karbon isotop yang stabil membantu dalam mencatat apakah hewan tersebut sebagian besar memakan daun dan buah-buahan dari hutan atau rumput di tempat yang lebih terbuka. </p>
<p>Ini memungkinkan kami mengidentifikasi perubahan lingkungan dari waktu ke waktu.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Fosil gigi." src="https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=363&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=363&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=363&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=456&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=456&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/362110/original/file-20201007-14-1ux7jsp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=456&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Fosil gigi dari gajah Asia Tenggara adalah satu contoh dari berbagai gigi yang ada dalam catatan fosil.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Julien Louys</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Hutan yang berubah-ubah</h2>
<p>Selama 1,5 juta tahun pertama atau pada masa Pleistosen (zaman geologi yang berlangsung dari sekitar 2.580.000 hingga 11.700 tahun yang lalu), bagian utara Asia Tenggara sebagian besar adalah hutan dan bagian selatan adalah hutan atau padang rumput. </p>
<p>Sekitar 1 juta tahun lalu, hutan mulai menyusut di mana-mana di wilayah tersebut dan padang rumput mulai mendominasi. </p>
<p>Bersamaan dengan perubahan tersebut, hewan-hewan besar yang beradaptasi dengan hutan, seperti <em>Gigantopithecus</em>, dan panda besar relatif menghilang dari wilayah utara Asia Tenggara. </p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Model dari _Gigantopithecus blacki_." src="https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=831&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=831&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=831&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1045&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1045&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/362105/original/file-20201007-20-1wpzz47.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1045&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"><em>Gigantopithecus blacki</em> adalah kera besar yang punah dan hidup saat masa Pleistosen atau disebut Cina Selatan. Hewan ini telah punah sejak 300.000 tahun yang lalu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/22077805@N07/5484933159/in/photostream/">Greg Williams/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Lalu, 400.000 tahun yang lalu, Paparan Sunda Asia Tenggara mulai tenggelam dan siklus iklim berubah. Akibatnya, kondisi hutan kembali pulih. .</p>
<p>Waktu bersamaan, makhluk yang beradaptasi dengan padang ruput memenuhi wilayah tersebut, termasuk <em>hyena</em> (anjing hutan) raksasa, <a href="http://www.eartharchives.org/articles/stegodon-the-elephant-with-sideways-trunk/"><em>stegodon</em></a>, <a href="https://www.britannica.com/animal/bovid"><em>bovid</em></a>, dan <em>Homo erectus</em> mulai menghilang, – dan punah di pengujung era Pleistosen. </p>
<p>Sisanya, berpindah ke hutan hujan. </p>
<p>Selama belasan ribu tahun terakhir, kami melihat bukti pertama hutan hujan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Stratification_(vegetation)">bertingkat</a> dan tertutup di Asia Tenggara. Ini telah mendominasi wilayah tersebut selama 20.000 tahun atau lebih.</p>
<p>Spesies yang beradaptasi dengan hutan hujan seharusnya diuntungkan dengan kembalinya hutan hujan, namun satu penyelundup mengubah semuanya. </p>
<p><em>Homo sapiens</em> merupakan satu-satunya spesies dalam pohon keluarga manusia yang berhasil beradaptasi dan mengeksploitasi hutan hujan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/old-teeth-from-a-rediscovered-cave-show-humans-were-in-indonesia-more-than-63-000-years-ago-82075">Old teeth from a rediscovered cave show humans were in Indonesia more than 63,000 years ago</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Meskipun manusia tinggal di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara sejak 73.000 tahun lalu, mungkin saja hanya <a href="https://advances.sciencemag.org/content/4/6/e1701422">10.000 tahun terakhir</a> <em>Homo sapiens</em> mulai mengubah habitat dan memanfaatkan mamalia. </p>
<h2>Dunia yang menghilang</h2>
<p>Asia Tenggara terus melestarikan beberapa megafauna yang terancam punah di Bumi. </p>
<p>Megafauna khas padang rumput merupakan kehilangan terbesar akibat dari hilangnya sabana 400.000 tahun yang lalu. Saat ini, megafauna hutan hujan juga terancam punah. </p>
<p>Untungnya, nasib baik spesies kita sendiri berubah menjadi lebih baik dengan munculnya hutan tropis Asia Tenggara. Namun, kita sekarang menjadi ancaman yang dapat <a href="https://theconversation.com/guns-snares-and-bulldozers-new-map-reveals-hotspots-for-harm-to-wildlife-113361">menghancurkan mereka selamanya</a>.</p>
<hr>
<p><em>Wiliam Reynold menerjemahkan artikel ini ke dalam Bahasa Indonesia.</em></p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/147751/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Julien Louys menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Patrick Roberts menerima dana dari Max Planck Society and the European Research Council.</span></em></p>
Beberapa teori mengatakan manusia, perubahan iklim atau keduanya membuat megafauna di Asia Tenggara punah. Penelitian kami melihat hal yang berbeda.
Julien Louys, ARC Future Fellow, Griffith University
Patrick Roberts, Research Group Leader, Max Planck Institute of Geoanthropology
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/145328
2020-09-01T00:19:49Z
2020-09-01T00:19:49Z
Alat-alat batu dari gua di Maluku Utara memberi petunjuk kehidupan manusia pelintas kepulauan seribu tahun lalu
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/355533/original/file-20200831-14-1npz0lg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">ANU</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Kapak dan manik-manik prasejarah yang ditemukan di gua-gua di Pulau Obi, Maluku Utara, menunjukkan bahwa area itu adalah tempat penting bagi pelaut-pelaut yang tinggal di wilayah itu ketika Zaman Es terakhir mulai berlalu.</p>
<p>Temuan kami, yang terbit bulan lalu di <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0236719">PLOS ONE</a>, menunjukkan bahwa manusia tiba di pulau tropis tersebut paling tidak 18.000 tahun lalu, dan kemudian berhasil terus bermukim di sana selama 10.000 tahun kemudian.</p>
<p>Temuan itu juga menjadi bukti arkeologi pertama yang mendukung argumen bahwa pulau-pulau di sana sangat penting bagi manusia yang bermigrasi antar-pulau seribu tahun yang lalu.</p>
<p>Pada awal April 2019, kami dan rekan-rekan dari Universitas Gadjah Mada dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menjadi arkeolog pertama yang mengeksplor Obi. </p>
<p>Kami menemukan contoh kapak <em>edge-ground</em> (kapak yang salah satu sisinya diasah tajam) tertua dari Indonesia timur. Kapak ini dibuat dengan mengasah sebuah batu hingga tajam menggunakan material kasar seperti <em>sandstone</em> (batu sedimen). </p>
<p>Kapak-kapak ini kemungkinan digunakan untuk membuka hutan dan membuat kano.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Tangan memegang kapak batu prasejarah" src="https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/353556/original/file-20200819-42831-1gqncd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kapak batu adalah alat penting untuk membuka hutan dan membuat kano.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ANU</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Temuan kami menunjukkan bahwa orang prasejarah yang tinggal di Obi mampu hidup dengan baik di darat dan di laut, berburu di hutan hujan yang lebat, mencari makan di tepi laut, dan bahkan mungkin membuat kano untuk bepergian antarpulau.</p>
<p>Penelitian kami adalah bagian dari <a href="https://epicaustralia.org.au/mapping-the-journeys-of-australias-first-people/">proyek</a> untuk memahami bagaimana orang-orang pertama kali tersebar dari benua Asia, melalui kepulauan Indonesia dan tiba di Sahul - sebuah benua prasejarah yang dulu menghubungkan Australia dan Papua.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/alat-alat-batu-menunjukkan-manusia-purba-di-india-selamat-dari-letusan-dahsyat-toba-74-000-tahun-lalu-132593">Alat-alat batu menunjukkan manusia purba di India selamat dari letusan dahsyat Toba 74.000 tahun lalu</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Batu loncatan</h2>
<p>Model <a href="https://epicaustralia.org.au/mapping-the-journeys-of-australias-first-people/">terbaru</a> oleh <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-019-42946-9">peneliti CABAH</a> mengidentifikasi kumpulan pulau-pulau kecil di timur laut Indonesia - khususnya Obi - sebagai “batu loncatan” yang paling mungkin digunakan oleh manusia dalam perjalanan mereka ke arah timur menuju daerah utara Sahul (kini Pulau Papua), sekitar 65.000-50.000 tahun yang lalu.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Peta Obi dan pulau sekitarnya. " src="https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=593&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=593&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=593&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=745&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=745&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/353613/original/file-20200819-24815-zdtt7d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=745&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Peta wilayah yang menunjukkan lokasi Pulau Obi dan situs-situs yang digali tim dan peta geografi daerah tersebut ketika muka air laut lebih rendah.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Migrasi melewati wilayah ini - yang dinamai <a href="https://theconversation.com/wallacea-a-living-laboratory-of-evolution-85602">Wallacea</a> diambil dari nama penjelajah penyelidik alam asal Inggris Alfred Russel Wallace - membutuhkan beberapa kali penyeberangan pada zaman dulu.</p>
<p>Dengan demikian, kepulauan yang sangat besar ini memiliki signifikansi unik dalam sejarah ini, karena wilayah ini menjadi tempat orang-orang berangkat melakukan perjalanan laut yang lama.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0047248418302136">Penelitian kami terdahulu</a> menunjukkan bahwa pulau-pulau di bagian utara Wallacea, termasuk Obi, menawarkan rute migrasi paling mudah.</p>
<p>Tapi untuk mendukung teori ini, kami membutuhkan bukti arkeologis bahwa manusia bermukim di tempat terpencil ini pada zaman dulu. Maka kami pergi ke Obi untuk mencari situs gua yang dapat memiliki bukti pemukiman awal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/di-hutan-borneo-kami-menemukan-bukti-keberadaan-manusia-purba-89312">Di hutan Borneo, kami menemukan bukti keberadaan manusia purba</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Alat-alat dan harta karun</h2>
<p>Kami menemukan dua situs naungan batu, di wilayah pedalaman desa Kelo di pesisir utara Obi, yang cocok untuk penggalian. Dengan ijin dan bantuan warga Kelo, kami melakukan satu uji galian di masing-masing situs.</p>
<p>Kami menemukan banyak artefak, termasuk pecahan kapak <em>edge-ground</em>, beberapa berumur 14.000 tahun. Kapak tertua di Kelo dibuat dari cangkang kerang. </p>
<p>Kapak dari cangkang juga telah ditemukan di wilayah ini dengan umur yang kurang lebih sama, termasuk di Pulau Gebe di timur laut Obi. Secara tradisional, kapak ini digunakan untuk melubangi batang pohon untuk membuat kano. </p>
<p>Besar kemungkinan kapak Obi juga digunakan untuk membuat kano, sehingga memungkinkan orang-orang masa itu untuk menjalin hubungan antar pulau terdekat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Orang berjalan di antara pohon kelapa " src="https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/353561/original/file-20200819-24671-j439w8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tim peneliti berjalan melalui hutan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ANU</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Lapisan kultural tertua dari situs Kelo, yang berisi campuran serpihan alat kerang dan batu, memberi kami catatan paling awal dari pemukiman manusia di Obi, berusia sekitar 18.000 tahun. </p>
<p>Masa itu, iklim lebih kering dan dingin dibanding saat ini, dan hutan belantara pulau ini pasti lebih mudah ditembus dibanding sekarang. </p>
<p>Permukaan laut saat itu 120 meter lebih rendah; ini berarti Pulau Obi saat itu lebih luas, meliputi pulau-pulau terdekat lainnya seperti Bisa dan beberapa pulau kecil.</p>
<p>Kira-kira 11.700 tahun lalu, saat Zaman Es berakhir, iklim berubah jauh lebih hangat dan basah, sehingga hutan di Obi menjadi lebih lebat.</p>
<p>Mungkin bukan kebetulan bahwa kapak-kapak yang kami temukan berasal dari masa itu terbuat dari batu - alih-alih dari kerang, mungkin menandakan penggunaan yang meningkat dan lebih berat untuk membuka hutan dan modifikasi untuk hutan yang semakin lebat.</p>
<p>Manusia butuh waktu dua kali lebih banyak untuk mengasah batu menjadi kapak dibanding kerang, namun material yang lebih keras ini berarti mata kapak tetap tajam untuk waktu lebih lama.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Rupa-rupa tampilan kapak batu." src="https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=517&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=517&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=517&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=650&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=650&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/353657/original/file-20200819-42893-t2s41e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=650&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kapak-kapak batu yang ditemukan di wilayah dekat desa Kelo. Batang skala mewakili 1 centimeter (cm).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shipton et al. 2020</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dilihat dari tulang-tulang yang kami temukan di gua Kelo, orang-orang yang tinggal di sini terutama berburu <a href="https://www.iucnredlist.org/species/16852/6506978">Rothschild’s cuscus</a>, sejenis tupai yang masih hidup di Obi hingga hari ini. Seiring hutan menjadi kian lebat, orang-orang mungkin membuka petak-petak hutan agar berburu lebih mudah.</p>
<p>Lagi-lagi, mungkin bukan kebetulan bahwa kapak-kapak dari batu volkanik - yang tajam lebih lama dan diketahui telah digunakan di Papua - pertama kali muncul dalam catatan arkeologi saat iklim mulai berubah. </p>
<p>Kami juga menemukan manik-manik kerang dan obsidian - yang sepertinya dibawa dari pulau lain, karena tidak ditemukan sumber obsidian di Obi - mirip dengan yang ditemukan di pulau-pulau di utara Wallacea. Ini lagi-lagi mendukung teori bahwa penghuni Obi secara rutin bepergian ke pulau-pulau lain.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Beberapa kepingan cangkan kuno." src="https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=537&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=537&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/353557/original/file-20200819-24757-3totpy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=537&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Serpihan cangkang laut di dasar gua.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ANU</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/lukisan-gua-sulawesi-menunjukkan-awal-mula-seni-imajinatif-dan-kepercayaan-spiritual-manusia-128927">Lukisan gua Sulawesi menunjukkan awal mula seni imajinatif dan kepercayaan spiritual manusia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pindah atau meneruskan perjalanan?</h2>
<p>Penggalian kami menunjukkan bahwa orang-orang berhasil hidup di Kelo selama 10.000 tahun. Tapi, 8.000 tahun yang lalu kedua situs itu ditinggalkan.</p>
<p>Apakah para penghuni seluruhnya meninggalkan Obi, atau pindah ke tempat lain dalam pulau itu? </p>
<p>Mungkin hutan semakin rapat hingga kapak manusia (yang dari batu sekalipun!) tidak mampu mengimbangi. Mungkin mereka hanya pindah ke pesisir dan menjadi nelayan alih-alih pemburu.</p>
<p>Apa pun alasannya, kami tidak menemukan bukti gua-gua ini digunakan untuk hunian hingga, sekitar 1.000 tahun lalu, datang orang-orang yang memiliki barang-barang gerabah dan logam. </p>
<p>Tampaknya mungkin, karena Obi terletak di tengah “Kepulauan Rempah” Maluku, bahwa gua-gua Kelo ini digunakan orang-orang yang terlibat perdagangan rempah bersejarah itu.</p>
<p>Kami berharap untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini saat kami kembali ke Obi tahun depan, jika situasi wabah COVID-19 memungkinkan, untuk menggali gua-gua di pesisir.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/145328/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Shimona Kealy menerima dana dari Australian Research Council (ARC) melalui ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage. Dia terafiliasi dengan Australian National University, College of Asia and the Pacific. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sue O'Connor menerima dana dari Australian Research Council (ARC) melalui ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage. Dia terafiliasi dengan Australian National University, College of Asia and the Pacific. </span></em></p>
Temuan arkeologis di gua di hutan kepulauan Maluku menunjukkan manusia tiba di sana 18.000 tahun lalu dan memutuskan untuk tinggal di sana sambil berburu dan membuat kano.
Shimona Kealy, Postdoctoral Researcher, College of Asia & the Pacific, Australian National University
Sue O'Connor, Distinguished Professor, School of Culture, History & Language, Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/143188
2020-08-28T06:23:20Z
2020-08-28T06:23:20Z
75 tahun merdeka, Indonesia masih punya banyak potensi kembangkan sektor kelautan dan perikanan
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/352457/original/file-20200812-18-1crolj7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2995%2C2001&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemukiman suku Bajo, Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, yang berada di atas laut mulai dikunjungi wisatawan setelah sepi akibat pandemi COVID-19.</span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/aww.</span></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini bagian dari rangkaian tulisan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.</em></p>
<hr>
<p>Diapit oleh <a href="https://setkab.go.id/membangkitkan-kejayaan-ekonomi-kelautan-indonesia/">Samudra India dan Pasifik</a>, Indonesia memiliki <a href="https://setkab.go.id/membangkitkan-kejayaan-ekonomi-kelautan-indonesia/">potensi ekonomi kelautan</a> yang luar biasa. </p>
<p>Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020 memperkirakan <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4335872/edhy-prabowo-potensi-ekonomi-kelautan-dan-perikanan-indonesia-usd-1338-miliar">potensi ini bisa mencapai US$ 1338 miliar</a> atau Rp19,6 triliun per tahun.</p>
<p>Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki <a href="https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data-rujukan-wilayah-kelautan-indonesia/">kurang lebih 16.000 pulau</a> dan terkenal akan <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/29/090000069/potensi-sumber-daya-alam-lautan?page=all">kekayaan keanekaragaman hayati laut</a> (<a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/29/090000069/potensi-sumber-daya-alam-lautan?page=all">8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu karang</a>).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang pemandu wisata memperagakan atraksi gerakan salto dengan 'flyboard' di kawasan pantai wisata bahari Tanjung Benoa, Bali." src="https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=377&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=377&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=377&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/355034/original/file-20200827-22-np2ha5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kawasan Wisata Bahari di Tanjung Benoa menjadi tujuan wisata utama bagi wisatawan di Bali yang ingin merasakan berbagai atraksi di laut seperti ski air, jet ski, <em>flyboard</em>, sea walker dan para sailing.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Zarqoni Maksum/ama/17</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Permasalahannya adalah bahwa potensi luar biasa ini belum bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia secara optimal. </p>
<p><a href="https://cdn.theconversation.com/static_files/files/1186/PUBLIKASI_PDB_MARITIM_FINAL_Oktober_2017%281%29.pdf?1598524965">Publikasi PDB Maritim Indonesia 2010-2016</a> yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa kontribusi sektor kelautan di Indonesia terhadap ekonomi bangsa masih jauh dari harapan, yaitu hanya sekitar 6% dari Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2018. </p>
<p>Namun secara perlahan, hampir seluruh provinsi di Indonesia memiliki rencana pengelolaan kawasan laut mereka (tata ruang laut) atau nama resminya, <a href="https://kkp.go.id/djprl/bpsplpadang/page/263-tata-ruang-laut">Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3)</a> sejak tahun 2014. </p>
<p>Dokumen ini digunakan untuk memetakan pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan setidaknya <a href="https://www.mongabay.co.id/2020/02/28/zonasi-laut-kunci-mengelola-wilayah-laut-nusantara/">selama 20 tahun mendatang</a>. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengubah-anjungan-minyak-menjadi-wisata-terumbu-karang-mungkinkah-83149">Mengubah anjungan minyak menjadi wisata terumbu karang, mungkinkah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Bukan tidak mungkin, sektor kelautan memiliki kesempatan untuk menjadi salah satu penopang ekonomi negeri ini di masa depan. </p>
<p>Berikut beberapa potensi kelautan Indonesia yang dapat dikembangkan secara ekonomi: </p>
<h2>Kawasan konservasi perairan</h2>
<p>Indonesia sudah menetapkan lebih dari <a href="https://kumparan.com/kumparanbisnis/tahun-ini-indonesia-punya-20-juta-hektare-kawasan-konservasi-laut-1540893644766560167">20 juta hektare kawasan konservasi perairan (<em>Marine Protected Areas</em>)</a> pada tahun 2020. </p>
<p>Awalnya, proses penetapan kawasan konservasi laut di Indonesia dianggap hanya mengeluarkan biaya tanpa ada pemasukan. Namun, pengelolaan kawasan konservasi laut ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Grafik kawasan konservasi perairan tahun 2019." src="https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/355035/original/file-20200827-20-1n9468p.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Capaian Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2019.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://kkp.go.id/djprl/artikel/16653-capaian-kawasan-konservasi-perairan-tahun-2019">Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Nilai ekonomi ini berasal dari kegiatan pemanfaatan riset yang menggali potensi kelautan dan perikanan bagi manusia. </p>
<p>Selain itu, konservasi laut juga memberikan nilai ekonomi dalam bentuk kelebihan (<em>spill over</em>) sumber daya ikan yang dapat dimanfaatkan nelayan di luar kawasan konservasi. </p>
<p>Pemanfaatan ekowisata di kawasan konservasi perairan juga akan mendatangkan keuntungan ekonomi dalam bentuk pemasukan daerah melalui kunjungan turis lokal maupun mancanegara.</p>
<p>Ditambah lagi, konsep ekosistem yang menjaga keseimbangan ekosistem akan membantu upaya perlindungan alam. </p>
<p>Lalu, kekayaan keanekaragaman hayati yang bermanfaat untuk <a href="http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xxxiii(1)11-18.pdf">bahan baku obat-obatan</a>, <a href="https://news.kkp.go.id/index.php/produk-kecantikan-berbasis-marine-cosmetics-dorong-industri-hasil-laut/">kosmetika</a>, hingga <a href="https://www.antaranews.com/berita/1422897/produksi-stabil-fao-ri-bisa-jadi-pemasok-pangan-hasil-laut-dunia">pangan</a> juga memiliki nilai ekonomi. </p>
<p>Laut juga menyimpan sumber daya energi terbarukan yang bisa diberdayakan seperti <a href="https://www.researchgate.net/publication/337538338_POTENSI_PANAS_LAUT_SEBAGAI_ENERGI_BARU_TERBARUKAN_DI_PERAIRAN_PAPUA_BARAT_DENGAN_METODE_OCEAN_THERMAL_ENERGY_CONVERSION_OTEC">panas air laut</a>, gelombang laut, hingga arus laut.</p>
<p>Laut juga menyimpan sumber daya energi tidak terbarukan di dasar laut, seperti minyak dan gas bumi. </p>
<p>Sayangnya, potensi ini sampai sekarang masih belum dapat dimanfaatkan, karena belum adanya kemauan politik yang kuat, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya, terkait pengembangan sumber daya energi ini. </p>
<h2>Pariwisata</h2>
<p>Pariwisata bahari adalah raksasa tidur yang harus segera dibangunkan karena sektor ini menjadi salah satu ekspor utama negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. </p>
<p>Sektor ini berpotensi menjadi sumber devisa yang sangat signifikan setelah minyak bumi. Selain itu, wisata bahari juga menjadi sumber pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja.</p>
<p><a href="https://cdn.theconversation.com/static_files/files/1186/PUBLIKASI_PDB_MARITIM_FINAL_Oktober_2017%281%29.pdf?1598524965">Publikasi PDB Maritim Indonesia 2010-2016.</a> menyebutkan bahwa pencapaian tertinggi wisata bahari menyumbang 4.88% pada tahun 2015.</p>
<p>Pemerintah Indonesia sendiri berambisi untuk meningkatkan angka ini <a href="https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/industri-sektor/pariwisata/item6051">hingga 2 kali lipat atau setara dengan kedatangan 20 juta wisatawan</a> mulai tahun 2019.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seekor Komodo (Varanus komodoensis) berjalan di pinggir pantai Pulau Komodo, di Komplek Taman Nasional Komodo, NTT" src="https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=497&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=497&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/355039/original/file-20200827-20-i06tir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=497&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu dari 10 wisata prioritas Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf/ss/nz/10</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pariwisata bahari merupakan kegiatan yang melibatkan pengetahuan interdisiplin seperti pariwisata, ilmu kelautan, geografi, ilmu sosial, psikologi, ilmu lingkungan, ekonomi, pemasaran dengan berbagai isu manajemen laut. </p>
<p>Sehingga, untuk mengembangkan pariwisata bahari memerlukan perencanaan dan pengembangan yang terintegrasi, antarsektor, antarwilayah, dan antardisiplin ilmu.</p>
<p>Tahun 2015, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan <a href="https://www.inews.id/travel/destinasi/mengenal-10-destinasi-bali-baru-wisata-prioritas-yang-jadi-urusan-wishnutama">10 destinasi wisata prioritas</a>, yang diproyeksikan menjadi “Bali Baru”. Setidaknya 6 dari 10 lokasi tersebut merupakan wisata bahari.</p>
<p>Belum ada data keseluruhan, namun pandemi ini berpotensi menyebabkan <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1303758/virus-corona-wishnutama-kerugian-devisa-pariwisata-capai-548-t/full&view=ok">Indonesia kehilangan US$4 miliar atau Rp58,8 triliun dari kunjungan wisatawan asing dari Cina</a> saja. </p>
<p>Meskipun demikian, sektor ini tetap akan <a href="https://bisnis.tempo.co/read/843902/pemerintah-bidik-wisata-bahari-sumbang-devisa-us-4-miliar/full&view=ok">menjanjikan</a> dalam jangka panjang sehingga pemerintah harus terus-menerus mengembangkannya. </p>
<h2>Kekayaan arkeologi</h2>
<p>Potensi laut yang selama ini luput dari perhatian adalah <a href="https://edukasi.kompas.com/read/2013/10/24/1145446/Situs.Arkeologi.Bawah.Air.Kekayaan.Nusantara.yang.Terpendam?page=all">kekayaan arkeologi</a> atau harta karun di wilayah laut Indonesia. </p>
<p>Harta karun atau <a href="https://www.mongabay.co.id/2020/08/18/pengibaran-bendera-75-meter-oleh-45-penyelam-di-tulamben/">potensi arkeologi</a> ini berasal dari <a href="https://tirto.id/kasus-penjarahan-bangkai-kapal-menuai-sorotan-lsm-hingga-dpr-cDKK">kapal karam</a> di masa lalu yang membawa berbagai barang berharga seperti koin mas, dan barang-barang antik. </p>
<p>Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2000 menyebutkan ada <a href="https://kkp.go.id/djprl/artikel/10667-faq-barang-muatan-kapal-tenggelam">463 lokasi kapal tenggelam (<em>shipwrecks</em>)</a> yang tersebar di perairan Indonesia. </p>
<p>Dari sisi ekonomi, lokasi kapal tenggelam ternyata memiliki potensi ekonomi antara antara <a href="https://kkp.go.id/djprl/artikel/10667-faq-barang-muatan-kapal-tenggelam">US$80,000 (Rp1,1 miliar) hingga US$18 juta (Rp264 miliar)</a>. </p>
<p>Selain nilai ekonominya, harta karun tersebut juga bisa menjadi tujuan pariwisata yang bisa menghasilkan antara <a href="https://kkp.go.id/djprl/artikel/10667-faq-barang-muatan-kapal-tenggelam">US$800 (Rp11,7 juta) hingga US$126 ribu (Rp1,8 miliar)</a> per bulan per lokasi. </p>
<p>Contohnya, wisata menyelam di <a href="https://sains.kompas.com/read/2010/04/26/20185573/Ditemukan.5.Situs.Bawah.Air.Karimunjawa">desa Tulamben</a>, kabupaten Karangasem, Bali, untuk melihat kerangka kapal USAT Liberty, sebuah kapal kargo milik Amerika Serikat yang tenggelam saat Perang Dunia II, tahun 1942.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/EpI4MWDB8JU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Menyelam di USAT Liberty Wreck Tulamben, kabupaten Karangasem, Bali. Sumber video: Samudra Visions.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Kebijakan pendukung</h2>
<p>Untuk mengoptimalkan potensi dan kesempatan sektor kelautan di atas, pemerintah perlu membangun infastruktur laut dan mengeluarkan kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan tanpa lupa menjamin perlindungan terhadap keanekaragaman hayati kelautan.</p>
<p><strong>1) Infrastruktur laut</strong> </p>
<p>Indonesia sudah mulai membangun <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/07/100000869/manfaat-tol-laut">tol laut</a> sejak tahun 2015.</p>
<p>Tol laut merupakan sistem transportasi antar pulau menggunakan kapal-kapal besar untuk distribusi logistik. Sistem ini penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. </p>
<p>Hingga tahun 2020, sudah ada <a href="https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4936600/lama-tak-terdengar-apa-kabar-program-tol-laut-jokowi">99 pelabuhan</a> yang terkoneksi dengan tol pelabuhan. Angka ini berkembang pesat dari 31 pelabuhan pada tahun 2016.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Aktivitas bongkar muat di pelabuhan." src="https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/352456/original/file-20200812-20-ph1781.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kementerian Perhubungan mengoptimalkan peran tol laut untuk melayani pengiriman logistik ke 26 trayek menggunakan 26 kapal dengan 99 pelabuhan singgah di seluruh Indonesia saat pandemi COVID-19.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain membangun tol laut, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas armada penangkapan ikan Indonesia, terutama ukuran kapal di atas 10 <em>gross tonnage</em> (GT). </p>
<p>Hingga kini, kemampuan armada penangkapan ikan Indonesia masih didominasi oleh kapal ukuran kecil dan perikanan skala kecil yang lebih banyak beroperasi di perairan pesisir sampai dengan 12 mil. </p>
<p>Ini menyebabkan kondisi kekosongan armada di perairan kita, terutama di perairan ZEE (Kawasan Ekonomi Khusus), 200 mil dari pulau terluar. </p>
<p>Konsekuensinya, banyak kapal-kapal asing tidak berizin yang mencuri sumber daya ikan Indonesia atau <em>illegal fishing</em>.</p>
<p><strong>2) Ekonomi kelautan berkelanjutan</strong></p>
<p>Pengelolaan kawasan laut Indonesia pada dasarnya dapat dioptimalkan dengan menggunakan kerangka <a href="https://www.antaranews.com/berita/1279535/indonesia-sudah-saatnya-kelola-laut-dengan-konsep-blue-economy">ekonomi biru (<em>blue economy</em>)</a>, sebuah konsep tata kelola laut secara berkelanjutan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. </p>
<p>Konsep pembangunan <em>blue economy</em> atau ekonomi biru ini diadaptasi untuk ekonomi kelautan yang dikenal dengan semboyan “<em>Blue Sky, Blue Ocean</em>” di mana “ekonomi tumbuh, rakyat Sejahtera, namun langit dan laut tetap biru”. </p>
<p>Berbagai praktik pengelolaan ekonomi biru, seperti ekowisata, pembayaran jasa lingkungan, penghijauan pesisir dengan menanam mangrove, inovasi produk-produk kelautan skala kecil yang ramah lingkungan, sudah dilakukan di perairan Indonesia.</p>
<p>Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menginisiasi pelaksanaan <a href="https://www.antaranews.com/berita/408496/fao-bahas-implementasi-blue-economy">program ekonomi biru</a>, seperti program pembangunan pedesaan di Nusa Tenggara Timur dengan mengembangkan 3 komoditas yaitu jagung, ternak dan rumput laut. Selain itu, ada program lahan gambut di Kalimantan yang merupakan kerja sama dengan Norwegian REDD+ dan memasukkan program budidaya perikanan. </p>
<p>Harapannya, kita akan dapat membangun ekonomi kelautan yang sehat, efisien, dan berkelanjutan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dilema-penggunaan-rumpon-kepentingan-ekonomi-versus-konservasi-tuna-82719">Dilema penggunaan rumpon: kepentingan ekonomi versus konservasi tuna</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dari segi investasi, sektor kelautan perlu menerapkan sistem yang menguntungkan tanpa merusak lingkungan dengan <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/menkeu-skema-blended-finance-biayai-pembangunan-puluhan-proyek-infrastruktur">memadukan modal swasta (filantropi atau hibah), publik, dan pemerintah (subsidi)</a> untuk mendanai proyek pemulihan ekosistem pesisir laut secara berkelanjutan </p>
<p>Model investasi ini juga bisa diterapkan dalam membangun infrastuktur laut, seperti pelabuhan, sarana dan prasarana untuk energi laut terbarukan, hingga riset. </p>
<p><strong>3) Berpihak pada industri kecil dan menjangkau daerah timur Indonesia</strong></p>
<p>Indonesia juga perlu kebijakan yang berpihak kepada industri kecil dan menengah di sektor kelautan, terutama di Indonesia bagian timur yang memiliki sumber daya kelautan yang tinggi. </p>
<p>Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan terkait pembangunan infrastruktur pelabuhan, tempat pelelangan ikan (TPI), hingga unit pendingin di kawasan timur Indonesia.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Sejumlah pekerja membongkar muat ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta" src="https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/355040/original/file-20200827-16-1d6t5b1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hasil perikanan Indonesia bisa menjadi penopang ekonomi, khususnya dari bagian timur.</span>
<span class="attribution"><span class="source">FOTO ANTARA/Ismar Patrizki/pd/11</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Daerah timur Indonesia juga membutuhkan perhatian lebih karena menyumbang <a href="http://www.fao.org/fishery/facp/IDN/en">hampir 40% </a>dari total hasil ikan laut di Indonesia, meskipun aktivitas ekonomi di sana hanya bernilai <a href="http://www.fao.org/fishery/facp/IDN/en">kurang dari 9%</a> dari total aktivitas ekonomi nasional.</p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/143188/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Zuzy Anna is also Director of SDGs Center Universitas Padjadjaran. </span></em></p>
Selama 75 tahun Indonesia merdeka, sektor kelautan sudah mendapatkan perhatian. Meski demikian, banyak PR di masa depan untuk pengembangan ekonomi Indonesia (blue economy).
Zuzy Anna, Professor, Faculty of Fisheries and Marine Science, Universitas Padjadjaran
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/141375
2020-07-03T05:55:02Z
2020-07-03T05:55:02Z
120 juta tahun yang lalu, buaya raksasa berkaki dua ini menjelajah wilayah Korea Selatan
<p>Fosil jejak kaki dan trek memberikan gambaran bagaimana hewan-hewan purba bergerak. Dan beberapa penemuan tersebut mengejutkan kita. </p>
<p>Dalam riset yang dipublikasikan di <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-020-66008-7"><em>Scientific Reports</em></a>, saya bersama kolega internasional merincikan hasil temuan kami berupa jejak kaki buaya terbentuk 120 juta tahun yang lalu tapi masih tergolong utuh. </p>
<p>Temuah ini berasal dari daerah yang kini bernama Sacheon di Korea Selatan.</p>
<p>Fosil jejak ini memperlihatkan sejumlah buaya yang berjalan dengan kedua kaki (<em>bipedal walking</em>), layaknya dinosaurus.</p>
<p>Jejak-jejak kaki kuno tersebut mirip dengan jejak yang dibuat oleh manusia, yaitu panjang dan ramping dengan tumit yang menonjol. </p>
<p>Tapi, ada ciri-ciri tambahan termasuk jejak bersisik tebal mulai dari tapak kaki dan jari kaki yang relatif panjang dan jangkauan tapak lebih luas.</p>
<p>Bentuk jejak kaki ini sangat mirip dengan jejak kaki buaya, atau lebih dikenal dengan jejak <em>Batrachopus</em> dari zaman Jura, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10420940490428832">yang ditemukan di Amerika Serikat (AS)</a>. Nama “<em>Batrachopus</em>” juga ditetapkan sebagai nama trek hewan tersebut. </p>
<p>Jejak fosil Sacheon lebih besar, bukan terbentuk dari jejak buaya dengan 4 kaki dan seukuran kucing. </p>
<p>Jejak kaki tersebut panjangnya 24 centimeter (cm), jejak ini berasal dari hewan yang memiliki kaki seperti kaki manusia dan panjang badan lebih dari 3 meter.</p>
<h2>Leluhur jauh</h2>
<p>Kini, buaya berjalan dengan 4 kaki dengan langkah yang lebar. Sementara, jalur tapak buaya Sacheon memiliki pola pergerakan yang sedikit berbeda. </p>
<p>Jejak Sacheon tidak menghasilkan cetakan menyerupai “telapak tangan” dan jarak langkah lebih sempit seolah-olah sedang berjalan seimbang di atas seutas tali.</p>
<p>Ini menunjukkan bahwa kaki buaya purba ini terletak di bawah tubuh mereka, seperti dinosaurus, dan bukan bentuk buaya yang kita kenal saat ini. </p>
<p>Jejak-jejak tersebut bukan berasal dari dinosaurus karena ada satu perbedaan antara kedua hewan purba tersebut. </p>
<p>Buaya berjalan dengan kaki datar dan meninggalkan kesan tumit yang lebih tegas. Sementara, dinosaurus dan burung - mereka satu keturunan - berjalan dengan berjinjit dan tumit tidak menapak tanah. </p>
<h2>Detail kecil tapi berpengaruh</h2>
<p>Fosil jejak kaki dapat ditemukan dalam kondisi yang berbeda-beda, mulai dari yang terlihat sangat jelas hingga hampir tidak jelas. Ini berpengaruh terhadap proses identifikasi hewan yang meninggalkan jejak tersebut.</p>
<p>Seringkali, jejak-jejak berada di situs yang terdiri dari sedimen yang tidak bisa mempertahankan fitur fosil dengan baik atau sudah terjadi pengikisan akibat terpapar banyak elemen. </p>
<p>Kami bisa mengetahui jejak Sacheon berasal dari kaki buaya purba karena jejak ini tersimpan dengan detail yang masih sangat bagus. </p>
<p>Ini sebagian disebabkan oleh sedimen berlumpur dan halus di sekitar danau purba yang mampu mempertahankan jejak kaki buaya purba ketika tertutup oleh air yang sarat sedimen.</p>
<p>Lebih lanjut, situs ini baru digali dari lokasi pembangunan desa baru dan belum terpapar erosi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/penemuan-fosil-terkini-homo-erectus-bisa-jadi-sudah-ada-200-000-tahun-lebih-dahulu-136300">Penemuan fosil terkini: _Homo erectus_ bisa jadi sudah ada 200.000 tahun lebih dahulu</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Titik acuan yang berguna</h2>
<p>Fosil jejak kaki Sacheon yang terjaga dengan sempurna menjadi acuan kami untuk menilai kembali jejak lain yang tidak biasa yang telah terekam di daerah tersebut, tapi terekam dalam kondisi yang buruk.</p>
<p>Kami memfokuskan penelitian pada situs di Gain-ri dan Pulau Adu, 10 kilometer (km) dari Sacheon, yang mengalami pengikisan jejak pada <a href="https://www.crd.bc.ca/education/our-environment/ecosystems/coastal-marine/intertidal-zone">zona intertidal</a>, antara pasang rendah dan tinggi.</p>
<p>Jejak-jejak sempit dengan tapak kaki yang panjang dan ramping, tapi tidak terdapat cetakan tangan atau tanda ekor seperti pada jejak buaya Sacheon. </p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10420940.2011.625779">Satu dekade kemudian</a>, jejak kaki tersebut diartikan sebagai jejak hewan purba yang dikenal sebagai <a href="https://www.nationalgeographic.com/magazine/2017/11/pterosaurs-weirdest-wonders-on-wings/">pterosaurus</a>. </p>
<p>Makhluk purba bersayap ini – bertalian dengan dinosaurus tapi tidak diklasifikasikan secara resmi sebagai dinosaurus – terkenal menguasai langit ketika dinosaurus menguasai daratan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bertemu-dinosaurus-raksasa-yang-menghuni-afrika-selatan-200-juta-tahun-lalu-86854">Bertemu dinosaurus raksasa yang menghuni Afrika selatan 200 juta tahun lalu</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Buaya dan pterosaurus cukup berbeda, terutama karena yang satu penghuni darat dan satu lagi lebih banyak di udara. </p>
<p>Dua mahluk ini memiliki bentuk tangan yang sangat berbeda, tapi menariknya, cetakan tapak kaki mereka bisa terlihat serupa.</p>
<p>Ketika pterosaurus berada di darat, mereka umumnya berjalan dengan merangkak menggunakan kaki belakang dan tangan untuk menopang badan saat mereka bergerak, seperti buaya masa kini.</p>
<p>Namun, karena jejak “pterosaurus” di Gain-ri dan Pulau Adu tidak menunjukkan adanya cetakan telapak tangan, mereka dianggap berkaki dua. Alhasil, jejak-jejak ini secara keliru dianggap berasal dari pterosaurus.</p>
<p>Ketika pertama kali ditemukan, jejak pterosaurus sangat umum di Korea Selatan, sementara jejak buaya jarang ditemukan. </p>
<p>Tanpa adanya fosil cetakan telapak tangan dalam kondisi yang baik, interpretasi yang memungkinkan adalah bahwa jejak ini berasal dari perilaku tidak biasa pterosaurus, mahluk yang umum daerah tersebut. </p>
<p>Bukti baru dari Sacheon memungkinkan untuk mengevaluasi jejak di Gain-ri dan Pulau Adu, yang dapat diduga berasal dari buaya yang sama yang juga berkelana di sekitar Sacheon 120 juta tahun yang lalu.</p>
<hr>
<p><em>Nadila Taufana Sahara telah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/141375/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anthony Romilio tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Kami menemukan jejak kaki sepanjang 24 cm. Dugaan awal, jejak ini berasal dari hewan yang memiliki ukuran kaki dan tinggi kaki yang sama dengan manusia.
Anthony Romilio, PhD, Independent Researcher, The University of Queensland
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/133919
2020-04-17T08:08:25Z
2020-04-17T08:08:25Z
Bagaimana perubahan iklim pengaruhi pola perburuan manusia prasejarah di Indonesia
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/324775/original/file-20200402-23157-1c2ehaa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Pada masa transisi dari <a href="https://www.livescience.com/40311-pleistocene-epoch.html">zaman Pleistosen</a> (atau zaman es; 2,58 juta hingga 11.700 tahun lalu) menuju <a href="https://www.livescience.com/28219-holocene-epoch.html">zaman Holosen</a> (11.700 tahun lalu hingga sekarang), suhu permukaan bumi mengalami perubahan besar.</p>
<p>Di periode fluktuatif ini, es di kutub mulai mencair dan <a href="https://www.giss.nasa.gov/research/briefs/gornitz_09/">level permukaan air laut meningkat</a>.</p>
<p>Hasilnya, pulau-pulau di <a href="https://theconversation.com/wallacea-a-living-laboratory-of-evolution-85602">Wallacea</a> - daerah perairan di Indonesia bagian tengah - semakin <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15564894.2015.1119218">mengecil dan terisolasi</a>. Area ini juga mengalami perubahan vegetasi yang memaksa manusia di sana untuk lebih beradaptasi dengan sumber daya makanan yang tersedia.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=477&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=477&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=477&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=599&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=599&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/325387/original/file-20200403-74225-lsr7tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=599&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Peta yang menunjukkan lokasi Pulau Kisar. Warna abu-abu merupakan luas daratan yang timbul ketika masa Pleistosen.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Keunikan geografi prasejarah ini membuat kepulauan Wallacea sangat cocok untuk diteliti terkait pola hidup manusia prasejarah dalam beradaptasi setelah berakhirnya zaman es.</p>
<p>Pada September dan Oktober 2015, tim kami yang terdiri dari peneliti Indonesia dan Australia melakukan penggalian di <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/15564894.2018.1443171">Gua Here Sorot Entapa di Pulau Kisar</a> - suatu pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya yang <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/cambridge-archaeological-journal/article/ideology-ritual-performance-and-its-manifestations-in-the-rock-art-of-timorleste-and-kisar-island-island-southeast-asia/9D66588AF7B8A12E781D337474E406E8">kaya akan jejak peninggalan manusia prasejarah</a> - khususnya untuk mempelajari perubahan pola konsumsi manusia akibat perubahan iklim.</p>
<h2>Ketika iklim tiba-tiba mendingin di Indonesia</h2>
<p>Manusia mulai menghuni Gua Here Sorot Entapa 15.000 tahun yang lalu ketika level air laut meningkat setelah berakhirnya puncak zaman es. Fenomena iklim tersebut diperkirakan mendorong <a href="https://science.sciencemag.org/content/292/5517/679">tumbuh suburnya kehidupan pesisir</a> dan meningkatnya intensitas hunian di banyak situs prasejarah di Wallacea.</p>
<p>Pada awal periode tersebut, manusia penghuni Here Sorot Entapa dominan mengkonsumsi ikan, penyu, kerang, kepiting, dan bulu babi.</p>
<p>Tiba-tiba, perubahan iklim secara drastis terjadi selama tahap akhir masa pencairan es, atau disebut periode <em>Bølling-Allerød</em> pada 14.500-12.800 tahun lalu, mengakibatkan meningkatnya intensitas hunian di Gua Here Sorot Entapa.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=167&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=167&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=167&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=209&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=209&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/325078/original/file-20200402-74874-ei9wax.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=209&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Fluktuasi suhu bumi di penghujung zaman es, diukur berdasarkan suhu es di Greenland.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.nature.com/articles/srep40338">(Platt et al., 2017)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ketika itu, daerah sekitar Kepulauan Sunda Kecil termasuk Kisar <a href="https://www.nature.com/articles/ncomms3908">justru menunjukkan pendinginan</a> bahkan saat es di belahan bumi utara mencair. </p>
<p>Kombinasi kedua peristiwa di atas membuat iklim di Wallacea menjadi dingin, namun level air laut terus meningkat karena penghangatan di belahan bumi utara. </p>
<p>Kami menemukan banyak kail terbuat dari kerang pada era tersebut yang mendukung kemungkinan bahwa mereka semakin sering pergi berburu ikan hingga ke perairan laut dalam.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=505&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=505&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/328580/original/file-20200417-192754-zgtxb9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=505&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tim Indonesia-Australia melakukan penggalian di Gua Here Sorot Entapa, Pulau Kisar.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada periode ini, manusia di Pulau Kisar juga menambahkan menu konsumsinya dengan hewan darat terutama reptil seperti ular dan kadal.</p>
<p>Hewan-hewan tersebut dapat berkembang-biak dengan baik karena memiliki kemampuan bertahan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16321368">pada kondisi iklim yang dingin</a>.</p>
<h2>Lalu perlahan menghangat kembali</h2>
<p>Kemudian, pada 12.800-9.500 ribu tahun yang lalu, intensitas penghunian di Gua Here Sorot Entapa semakin berkurang, hingga akhirnya ditinggalkan selama sekitar 3.000 tahun.</p>
<p>Periode hunian ini bertepatan dengan masa <em>Younger Dryas</em>, peristiwa turbulensi iklim di Eropa di mana sebelumnya iklim mulai menghangat namun <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/104061829500049O">tiba-tiba kembali dingin</a> selama beberapa ratus tahun.</p>
<p>Namun lagi-lagi di sekitar ekuator, yang terjadi adalah sebaliknya. Selama <em>Younger Dryas</em>, kondisi iklim di sekitar khatulistiwa <a href="https://www.nature.com/articles/ngeo2182">justru menghangat</a>.</p>
<p>Situasi tersebut - di mana suhu menjadi semakin panas, padahal level air laut berhenti meningkat - kemungkinan menyebabkan penghuni Here Sorot Entapa pergi, berpindah ke pulau yang memiliki lebih banyak sumber daya untuk bertahan hidup.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=515&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=515&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=515&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=648&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=648&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/325392/original/file-20200403-74261-84wv8b.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=648&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Grafik perubahan intensitas hunian di Gua Here Sorot Entapa sejak 15 ribu tahun yang lalu yang diperbandingkan dengan rekam fluktuasi iklim dari Gua Liang Luar, Flores. HS1: Heinrich Stadial 1; B-A: Bølling-Allerød; dan YD: Younger Dryas.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selama masa minim hunian ini, penggalian fosil kami menunjukkan bahwa intensitas perburuan hewan laut menurun, sedangkan hewan darat meningkat.</p>
<p>Hewan darat yang sebelumnya didominasi ular yang tergolong sebagai reptil, kini juga didominasi tikus yang masuk dalam kelompok mamalia. </p>
<p><a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0026357">Berbagai studi</a> arkeologi dan paleontologi menunjukkan bahwa populasi tikus bertambah banyak seiring meningkatnya aktivitas transportasi antar pulau, bercocok tanam, dan pembersihan lahan <a href="https://academic.oup.com/ej/article-abstract/116/513/751/5087867?redirectedFrom=PDF">di awal masa Holosen</a>. </p>
<p>Populasi tikus kemungkinan besar meningkat di Pulau Kisar karena terbawa kapal dari pulau lain.</p>
<h2>Menuju kestabilan iklim Holosen</h2>
<p>Berdasarkan data arkeologi kami, Gua Here Sorot Entapa kembali dihuni pada 5.000-1.600 tahun yang lalu.</p>
<p>Pada masa ini, iklim perlahan <a href="https://www.pnas.org/content/109/19/E1134">menjadi stabil</a> - karena berakhirnya proses pencairan es akibat iklim yang menghangat - hingga pada keadaan yang serupa dengan masa sekarang.</p>
<p>Idealnya iklim ini membuat manusia mulai semakin dapat mengembangkan teknologi <a href="https://academic.oup.com/ej/article-abstract/116/513/751/5087867?redirectedFrom=PDF">bercocok tanam dan berternak</a>. Mereka juga mulai hidup lebih berkelompok dan membangun komunitas yang lebih besar.</p>
<p>Hal ini didukung dengan ditemukannya pecahan tembikar dan sisa arang yang tinggi yang berasal dari pertengahan masa Holosen, yaitu sekitar 4.000 tahun lalu. Penemuan ini mengindikasikan awal berkembangnya teknologi dalam mengolah dan menyimpan makanan.</p>
<h2>Belajar dari masa lalu untuk mempersiapkan masa depan</h2>
<p>Dengan ilmu arkeologi dan paleontologi, kita dapat mempelajari bagaimana lingkungan berperan sebagai faktor sentral dalam perkembangan peradaban manusia.</p>
<p>Memahami masa lalu bisa membantu kita mengetahui posisi kita dalam peradaban umat manusia. Manusia telah mampu bertahan hidup melewati berbagai perubahan iklim yang terjadi di muka bumi dengan memanfaatkan sumber daya di sekitarnya. </p>
<p>Pemanasan global yang terjadi belakangan ini merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan saksama. Kebakaran hutan, banjir, dan kondisi cuaca yang fluktuatif semakin rentan terjadi.</p>
<p>Oleh karena itu, kita dituntut untuk lebih baik dalam mengelola alam. Seluruh lapisan masyarakat sepatutnya dapat memenuhi kebutuhan energi, pangan, dan air bersih dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan.</p>
<p>Komunitas awal Pulau Kisar telah menunjukkan daya tahan dan adaptabilitas yang menakjubkan dari spesies kita. Kita memiliki kapasitas untuk mengatasi perubahan di depan mata - rekaman sejarah kita telah membuktikannya.</p>
<p>Kita adalah ‘manusia bijak’ atau ‘<em>Homo sapiens</em><em>Homo sapiens</em>’, dalam bahasa latin. Maka kita harus terus bersikap bijak, atau masa kita di bumi harus berakhir.</p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/133919/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Riset lapangan ini merupakan bagian dari proyek penelitian gabungan Australian National University dan Universitas Gadjah Mada, dan didanai ARC Laureate Fellowship yang diberikan kepada Sue O'Connor (FL120100156). Izin untuk meneliti di Pulau Kisar diberikan oleh Kementerian Riset & Teknologi, melalui visa penelitian 315: 1456/FRP/SM/VII/2015 kepada O'Connor.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span> </span></em></p>
Pada masa transisi dari zaman Pleistosen menuju zaman Holosen, suhu permukaan bumi mengalami perubahan besar. Hal ini memaksa manusia prasejarah di Indonesia untuk mengubah pola perburuan mereka.
Hendri A. F. Kaharudin, Higher Degree Research Candidate, Australian National University
Shimona Kealy, Postdoctoral Researcher, College of Asia & the Pacific, Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/132597
2020-03-03T04:34:04Z
2020-03-03T04:34:04Z
Riset baru: manusia purba di Afrika mungkin telah kawin silang dengan spesies misterius yang telah punah
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/318232/original/file-20200303-18308-rxj22c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Homo rhodesiensis adalah sebuah contoh manusia purba.</span> <span class="attribution"><span class="source">wikipedia, CC BY-SA</span></span></figcaption></figure><p>Satu penemuan yang mengejutkan muncul dari <a href="https://www.nature.com/articles/nature12886">pengurutan genom DNA manusia purba</a> yaitu semua manusia di luar Afrika memiliki jejak DNA dalam genomnya yang tidak dimiliki oleh spesies kita.</p>
<p>Kira-kira enam miliar orang di Bumi yang leluhurnya bukan berasal dari Afrika mewarisi antara 1% dan 2% genom dari kerabat terdekat mereka yang sekarang telah punah: <a href="https://theconversation.com/neanderthals-cared-for-each-other-and-survived-into-old-age-new-research-93110">spesies Neanderthal</a>. Orang-orang di Asia Timur dan Oseania juga mewarisi sejumlah kecil leluhur dari keluarga <a href="https://genographic.nationalgeographic.com/denisovan/">Denisovan</a>, kerabat dekat dari Homo Sapiens.</p>
<p>Sekarang sebuah studi yang dipublikasikan di <a href="https://advances.sciencemag.org/content/6/7/eaax5097">Science Advances</a> menunjukkan bahwa manusia purba yang tinggal di Afrika mungkin juga telah mengalami kawin silang dengan para hominin purba. Mereka adalah spesies punah yang masih berkerabat dengan Homo Sapiens.</p>
<p>Perkawinan silang di luar Afrika terjadi setelah nenek moyang kita Homo Sapiens berkembang keluar dari Afrika menuju lingkungan baru. Di sanalah mereka <a href="https://theconversation.com/jaw-bone-discovery-reveals-more-about-secret-sex-lives-of-neanderthals-and-early-humans-43656">berhubungan seks dengan spesies Neanderthal</a> dan <a href="https://theconversation.com/how-breeding-with-an-ancient-human-species-gave-tibetans-their-head-for-heights-28818">Denisovan</a>.</p>
<p>Ini membawa kita pada penemuan baru. Studi genetik awal orang-orang dari seluruh dunia sebelumnya menunjukkan <a href="https://www.nature.com/articles/325031a0">penyebaran kita saat ini</a> merupakan hasil dari sebuah ekspansi tunggal manusia purba yang keluar dari Afrika sekitar 100.000 tahun lalu. Namun, identifikasi leluhur Neanderthal dan Denisovan pada orang-orang Eurasia modern merupakan hal yang rumit.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=328&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=328&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=328&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=412&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=412&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/315048/original/file-20200212-61952-1ijzkgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=412&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Homo Sapiens versus Neanderthal.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Wikipedia</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kami masih berpikir bahwa mayoritas leluhur orang-orang yang tidak tinggal di Afrika saat ini, dengan presentase antara <a href="https://www.nature.com/articles/s41559-019-0992-1">92 hingga 98,5%</a>, memang berasal dari ekspansi di luar Afrika. Tapi kami mengetahui sekarang bahwa sisanya berasal dari spesies purba yang leluhurnya telah meninggalkan Afrika ratusan atau ribuan tahun sebelumnya.</p>
<h2>Apa yang dulu terjadi di Afrika?</h2>
<p>Pengetahuan akan perkawinan silang telah didukung oleh ketersediaan genom modern dan kuno yang jauh lebih besar berasal dari luar Afrika. Hal ini karena lingkungan dingin dan kering di Eurasia jauh lebih baik dalam melestarikan DNA dibandingkan dengan lingkungan panas dan tropis Afrika. </p>
<p>Namun pemahaman kami mengenai hubungan antara leluhur manusia purba di Afrika dan koneksi mereka dengan manusia purba lainnya semakin dalam. Studi <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2017.08.049">pada 2017 mengenai DNA manusia purba di wilayah selatan Afrika</a> menginvestigasi 16 genom kuno dari orang yang telah hidup dalam 10.000 tahun terakhir. Studi tersebut menunjukkan bahwa sejarah populasi Afrika begitu kompleks. <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-020-1929-1">Tidak ada satu kelompok manusia saja</a> di Afrika ketika mereka berkembang dan berekspansi 10.000 tahun yang lalu.</p>
<p>Hasil tersebut juga didukung sebelumnya oleh sebuah riset yang <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-020-1929-1">memeriksa DNA kuno dari empat orang</a> yang berasal dari wilayah yang sekarang menjadi negara Kamerun. Secara bersama-sama, riset ini menyatakan bahwa ada kelompok yang berbeda secara geografis di Afrka jauh sebelum ekspansi manusia purba keluar dari benua tersebut. Dan banyak dari kelompok-kelompok ini akan kontribusi pada leluhur orang-orang yang hidup di Afrika hari ini. </p>
<p>Selain itu, riset ini juga memunculkan adanya potensi aliran gen ke populasi Homo Sapiens Afrika dari leluhur purba. Salah satu cara yang bisa terjadi yakni orang-orang yang melakukan ekspansi ke luar Afrika berhubungan seks dengan Neanderthal dan kemudian bermigrasi kembali ke Afrika. Hal ini juga telah didemonstrasikan <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2020.01.012">dalam penelitian terbaru</a>.</p>
<p>Makalah baru memberikan bukti bahwa mungkin adanya aliran gen pada nenek moyang Afrika Barat langsung dari manusia purba yang masih misterius. Para peneliti membandingkan DNA Neanderthal dan Denisovan dengan DNA populasi manusia yang sekarang tinggal di Afrika Barat. Dengan menggunakan beberapa perhitungan matematis yang elegan, mereka kemudian membangun model statistik untuk menjelaskan hubungan antara manusia purba dengan orang Afrika modern. </p>
<p>Menariknya, mereka berpendapat bahwa 6-7% genom orang Afrika Barat berasal dari leluhur manusia purba. Tapi nenek moyang manusia purba ini bukan Neanderthal ataupun Denisovan. Model mereka menunjukkan adanya leluhur tambahan yang datang dari sebuah populasi manusia purba yang kita belum miliki genomnya sekarang.</p>
<p>Populasi “tak kasat mata” ini kemungkinan terpisah dari leluhur manusia purba dan Neanderthal antara 360.000 dan 1,2 juta tahun lalu. Periode itu jauh sebelum peristiwa aliran gen yang membawa DNA Neanderthal kembali ke Afrika Barat yang terjadi sekitar 43.000 tahun lalu, meski hal ini masih mungkin terjadi antara 0 sampai 124.000 tahun lalu.</p>
<p>Tanggal-tanggal ini memposisikan spesies “tak kasat mata” ini sebagai sesuatu yang mirip dengan Neanderthal, namun mereka ada di Afrika selama 100.000 tahun terakhir. Penjelasan alternatif mengenai hal ini yaitu manusia purba telah ada di luar Afrika dan melakukan kawin silang di sana sebelum bermigrasi kembali ke Afrika. </p>
<p>Penulis sangat berhati-hati dengan hasil ini karena analisis yang menunjukkannya bukan merupakan artefak dari metodologi atau proses genetik lainnya. Mereka mengatakan perlu ada analisis lebih lanjut mengenai DNA kuno dan kontemporer dari berbagai populasi di Afrika.</p>
<p>Namun demikian, penelitian ini berkontribusi untuk penelitian berkelanjutan ke depannya yang mendemonstrasikan perilaku tak biasa, termasuk perkawinan silang, yang dilakukan oleh para nenek moyang kita.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132597/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>George Busby receives funding from Wellcome, the Medical Research Council, Oxford University and The Royal Geographical Society.</span></em></p>
Sekarang sebuah studi menunjukkan bahwa manusia purba yang tinggal di Afrika mungkin juga telah mengalami kawin silang dengan para hominin purba yang masih berkerabat dengan Homo Sapiens.
George Busby, Senior Research Associate in Translational Genomics, University of Oxford
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/132593
2020-02-28T07:55:04Z
2020-02-28T07:55:04Z
Alat-alat batu menunjukkan manusia purba di India selamat dari letusan dahsyat Toba 74.000 tahun lalu
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/317762/original/file-20200228-24651-ndp8l1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Christina Neudorf, Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Sekitar 74.000 tahun lalu sebuah letusan gunung berapi di tempat yang sekarang menjadi Danau Toba di Pulau Sumatra, Indonesia, menciptakan salah satu bencana alam paling dramatis dalam 2 juta tahun terakhir. Berbagai material hasil ledakan gunung berapi tersebut terhempas hingga 30 kilometer atau bahkan lebih ke langit di sekitarnya yang menyebabkan terbentuknya <a href="https://pubs.geoscienceworld.org/gsa/geology/article-abstract/15/10/913/204210/Dispersal-of-ash-in-the-great-Toba-eruption-75-ka">lapisan abu</a> yang menyelimuti sebagian besar India dan sebagian Afrika. </p>
<p>Beberapa ilmuwan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/quaternary-research/article/climatevolcanism-feedback-and-the-toba-eruption-of-74000-years-ago/6C5611CF710962C41436E08196EFE9E6">berpendapat</a> letusan itu membuat Bumi memasuki “musim dingin vulkanik” selama 6 tahun yang diikuti oleh masa pendinginan permukaan planet selama ribuan tahun. Kejadian ini bahkan dapat menyebabkan hampir punahnya spesies kita.</p>
<p>Salah satu <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0047248498902196">teori yang paling terkemuka</a> mengatakan letusan gunung berapi itu merupakan peristiwa penting dalam evolusi manusia. Jika hal tersebut benar, maka beberapa manusia yang selamat di Afrika akan mengembangkan strategi sosial, simbol, dan ekonomi yang lebih canggih untuk mengatasi kondisi yang membahayakan tersebut. Strategi-strategi baru tersebut memungkinkan mereka untuk mengisi kembali Afrika dan bermigrasi ke Eropa, Asia, dan Australia pada 60.000 hingga 50.000 tahun lalu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/armageddon-and-its-aftermath-dating-the-toba-super-eruption-10393">Armageddon and its aftermath: dating the Toba super-eruption</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Masih belum jelas seberapa kuat dampak dari letusan Toba sebenarnya dan bagaimana ia mempengaruhi kehidupan manusia kala itu. Debat mengenai hal ini telah berlangsung selama beberapa dekade yang berdasarkan tinjauan banyak disiplin ilmu, baik ilmu iklim, geologi, arkeologi, maupun genetika. </p>
<p>Kami telah menemukan bukti baru bahwa manusia di India selamat dari letusan Toba dan terus berkembang setelahnya. Studi ini, yang merupakan kolaborasi para peneliti dari University of Queensland, University of Wollonggong, Max Planck Institute for the Science of Human History, the University of Allahabad, dan yang lainnya, telah dipublikasikan baru-baru ini di <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-020-14668-4">Nature Communications</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=532&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=532&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=532&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=668&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=668&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/317006/original/file-20200225-24690-1of22zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=668&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa alat batu ditemukan di Dhaba.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Chris Clarkson</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Menjalin hidup ketika ledakan gunung terjadi</h2>
<p>Kami mempelajari sebuah catatan arkeologis unik yang berusia 80.000 tahun di situs Dhaba yang terletak di tengah lembah Son, India utara. Abu dari letusan Toba ditemukan di lembah Son pada 1980-an, namun sampai sekarang belum ada bukti arkeologis yang mendukungnya.</p>
<p>Situs Dhaba mengisi celah waktu yang besar untuk memahami bagaimana manusia purba selamat keluar dari Afrika dan bermigrasi ke seluruh dunia. Alat-alat batu yang kami temukan di Dhaba sangat mirip dengan alat-alat yang manusia purba gunakan di Afrika dalam waktu yang bersamaan.</p>
<p>Alat-alat ini telah ada di Dhaba sebelum dan setelah ledakan besar Toba. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi manusia selamat dari peristiwa tersebut. Sangat besar kemungkinan bahwa manusia purba membuat jenis alat yang sama di sepanjang rute penyebaran mereka dari Afrika menuju India, bahkan hingga Australia yang <a href="https://www.nature.com/articles/doi:10.1038/nature22968">setidaknya terjadi 65.000 tahun lalu</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/buried-tools-and-pigments-tell-a-new-history-of-humans-in-australia-for-65-000-years-81021">Buried tools and pigments tell a new history of humans in Australia for 65,000 years</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Oleh karena itu, situs Dhaba menyediakan hubungan budaya yang penting antara Afrika, Asia, dan Australia. Meskipun bukti fosil dan genetika mengindikasikan manusia modern telah hidup di luar Afrika selama 200.000 tahun terakhir, berdasarkan penemuan bukti di situs Apedima, Misliya, Qafzeh, Skhul, Al Wusta, dan gua Fuyan, tapi hanya bukti fosil manusia yang tanpa keraguan dapat membuktikan bahwa telah ada manusia purba di India 80.000 tahun lalu.</p>
<p>Kendati demikian, alat-alat bantu di situs Dhaba sangat menunjukkan keberadaan manusia.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=371&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=371&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=371&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/316996/original/file-20200225-24668-k6jcdh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kemungkinan rute migrasi manusia purba.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Chris Clarkson</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Memecah teka-teki</h2>
<p>Penemuan kami di situs Dhaba cocok dengan bukti arkeologis dari Afrika, Asia, dan tempat lain di India. Hal ini mendukung gagasan bahwa letusan besar Toba memiliki efek yang minim pada kehidupan manusia dan tidak menyebabkan hambatan populasi. Situs arkeologi di Afrika selatan menunjukkan populasi manusia berkembang pesat setelah letusan besar Toba.</p>
<p>Catatan iklim dan vegetasi dari Danau Malawi di Afrika Timur juga <a href="https://www.pnas.org/content/early/2013/04/24/1301474110.abstract">tidak menunjukkan bukti</a> “musim dingin vulkanik” pada masa saat letusan Toba terjadi. Studi genetika juga belum mendeteksi adanya hambatan populasi yang jelas terjadi pada sekitar 74.000 tahun lalu.</p>
<p>Di Jwalapuram, di India selatan, <a href="https://science.sciencemag.org/content/317/5834/114">Michael Petraglia dan kolega</a> menemukan alat batu zaman Paleolitik Tengah yang serupa di atas dan di bawah lapisan tebal abu Toba. Di situs Lida Ajer, di Sumatra, yang terletak dekat dengan lokasi letusan gunung berapi, Kira Westaway dan kolega <a href="https://www.nature.com/articles/nature23452">menemukan gigi manusia</a> yang berumur sekitar 73.000 hingga 63.000 tahun. Ini mengindikasikan manusia telah hidup di Sumatra yang merupakan lingkungan hutan hujan berkanopi tertutup (hutan dengan densitas pohon tinggi yang membuat cahaya matahari sulit menembus ke tanah) tidak lama setelah letusan Toba terjadi.</p>
<p>Temuan baru kami berkontribusi untuk merevisi pemahaman akan dampak global dari letusan besar Toba. Walau letusan besar Toba yang secara pasti merupakan peristiwa luar biasa memberikan dampak yang minim, bisa jadi pendinginan global juga memberikan dampak yang kurang signifikan dari yang diperkirakan sebelumnya.</p>
<p>Bagaimanapun juga, bukti arkeologis menunjukkan bahwa manusia selamat dan dapat mengatasi salah satu peristiwa vulkanik terbesar dalam sejarah manusia. Kelompok kecil manusia purba yang berburu dan mengumpulkan makanan menjadi kelompok yang paling adaptif dalam menghadapi perubahan iklim.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/under-the-volcano-predicting-eruptions-and-coping-with-ash-rain-32899">Under the volcano: predicting eruptions and coping with ash rain</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/132593/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Chris Clarkson receives funding from the Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Michael Petraglia tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Kami telah menemukan bukti baru bahwa manusia di India selamat dari letusan Toba dan terus berkembang setelahnya.
Chris Clarkson, Professor in Archaeology, The University of Queensland
Michael Petraglia, Professor of Archaeology, Max Planck Institute of Geoanthropology
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/129456
2020-01-08T08:56:25Z
2020-01-08T08:56:25Z
Kepunahan mamalia Zaman Es ternyata memaksa nenek moyang kita untuk menemukan peradaban baru
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/308949/original/file-20200108-107204-ycy5tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/File:Hunting_Woolly_Mammoth.jpg">Wikimedia Commons/Cloudordinary,</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Mengapa kita membutuhkan waktu lama untuk menciptakan sebuah peradaban? <em>Homo sapiens</em> modern pertama kali berevolusi sekitar <a href="https://theconversation.com/modern-humans-evolved-100-000-years-earlier-than-we-thought-and-not-just-in-east-africa-78875">250.000 hingga 350.000</a> tahun yang lalu. Tapi langkah awal menuju peradaban - bercocok tanam, kemudian <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Domestikasi">domestikasi</a> tanaman - baru dimulai <a href="https://science.sciencemag.org/content/288/5471/1602?ijkey=3c1b653d8a610f044ce71bd2e41594fe7be12060&keytype2=tf_ipsecsha">sekitar 10.000 tahun yang lalu</a>, kemudian peradaban pertama muncul <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10814-010-9041-y">6.400 tahun yang lalu</a>.</p>
<p>Sepanjangepanjang 95% dari sejarah spesies kita, kita tidak bertani, menciptakan pemukiman besar, atau hierarki politik yang kompleks. Kita hidup dalam kelompok kecil, pengembara, berburu, dan mengumpulkan makanan. Kemudian, sesuatu berubah.</p>
<p>Kita beralih dari kehidupan pemburu-peramu ke bercocok tanam dan budidaya makanan hingga akhirnya mendirikan kota-kota. Yang mengejutkan, peralihan ini terjadi hanya setelah hewan raksasa Zaman Es menghilang, seperti mammoth, kungkang tanah raksasa, dan kuda. Alasan mengapa manusia mulai bercocok tanam <a href="https://phys.org/news/2019-04-food-thought-farming.html">masih belum jelas</a>, tapi hilangnya beberapa hewan yang menjadi kebutuhan manusia sebagai makanan mungkin memaksa budaya kita untuk berevolusi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=393&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=393&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=393&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=494&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=494&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=494&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Manusia memburu ternak, kuda, dan rusa liar di Prancis 17.000 tahun yang lalu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Wikipedia</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Manusia purba cukup pintar untuk bertani. Semua kelompok manusia modern memiliki tingkat kecerdasan yang sama. Hal ini menunjukkan kemampuan kognitif kita telah berkembang sebelum populasi manusia terpisah <a href="https://science.sciencemag.org/content/358/6363/652/tab-pdf">sekitar 300.000 tahun yang lalu</a>, yang kemudian berubah sedikit setelahnya. Jika nenek moyang kita tidak menanam tumbuhan, itu bukan berarti mereka tidak cukup pintar. Sesuatu di lingkungan saat itu yang mencegah mereka, atau sederhananya mereka tidak perlu melakukan itu.</p>
<p>Pemanasan global pada penghujung periode glasial terakhir, 11.700 tahun yang lalu, mungkin <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/american-antiquity/article/was-agriculture-impossible-during-the-pleistocene-but-mandatory-during-the-holocene-a-climate-change-hypothesis/246B240BFFFBE904B1AC31296AD72949">membuat pertanian lebih mudah dilakukan</a>. Temperatur yang lebih hangat, musim tanam yang lebih panjang, curah hujan yang lebih tinggi, dan <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/pdfplus/10.1086/605359">stabilitas iklim yang lebih lama</a> membuat lebih banyak wilayah cocok untuk pertanian. Situasi Bumi juga sepertinya memungkinkan pertanian dilakukan di mana-mana. Bumi mengalami <a href="https://science.sciencemag.org/content/292/5517/686">banyak peristiwa pemanasan</a> seperti yang terjadi pada 11.700, 125.000, 200.00, dan 325.000 tahun yang lalu. </p>
<p>Namun, peristiwa pemanasan global sebelumnya ini tidak memacu eksperimen dalam pertanian. Perubahan iklim tidak bisa jadi alasan satu-satunya yang mendorong peralihan ini.</p>
<p>Migrasi manusia mungkin juga berkontribusi dalam hal ini. Ketika spesies kita berkembang dari selatan Afrika ke <a href="https://science.sciencemag.org/content/358/6363/652/tab-pdf">seluruh benua Afrika</a>, <a href="https://www.nature.com/articles/nature22968">ke Asia</a>, ke Eropa, dan kemudian <a href="https://science.sciencemag.org/content/365/6456/891">ke Amerika</a>, kita menemukan lingkungan baru dan <a href="https://nph.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1469-8137.2012.04253.x">tanaman baru</a> yang cocok jadi makanan. Tapi manusia purba menempati wilayah-wilayah ini jauh sebelum pertanian dimulai. Domestikasi tanaman datang jauh sesudah migrasi manusia purba hingga puluhan ribu tahun.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gandum hitam, salah satu tanaman pertama.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Wikipedia</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika peluang untuk menciptakan pertanian sudah ada, maka penemuan pertanian yang tertunda ini menunjukkan nenek moyang kita tidak butuh atau tidak ingin bertani.</p>
<p>Pertanian memiliki kerugian signifikan dibandingkan dengan mencari makanan. Bertani <a href="https://www.discovermagazine.com/planet-earth/the-worst-mistake-in-the-history-of-the-human-race">memerlukan lebih banyak usaha dan menyisakan waktu luang yang lebih sedikit dan diet yang lebih rendah</a>. Jika manusia purba pemburu lapar pada pagi hari, mereka dapat memiliki makanan yang dibakar pada malam hari. Sedangkan bertani membutuhkan kerja keras hari ini untuk menghasilkan makanan berbulan-bulan kemudian, atau bahkan tidak panen sama sekali. Bertani membutuhkan penyimpanan dan pengelolaan kelebihan makanan sementara waktu agar dapat mencukupi kebutuhan sepanjang tahun. </p>
<p>Seorang manusia purba pemburu yang mengalami hari jelek dapat berburu kembali pada esok hari atau mencari tempat perburuan yang lebih baik di tempat lain. Tapi manusia purba petani yang terikat dengan lahan taninya, bergantung pada nasib alam yang tidak pasti. Bisa saja terjadi hujan yang datang lebih dulu atau terlambat, kekeringan, salju, penyakit tanaman atau serangan belalang yang dapat menyebabkan gagal panen dan kelaparan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=492&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=492&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=492&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pertanian memiliki banyak kekurangan dibanding berburu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/Ancient_Egyptian_agriculture#/media/File:Maler_der_Grabkammer_des_Sennudem_001.jpg">Wikipedia</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pertanian juga memiliki kelemahan dari segi militer dan keamanan. Para pemburu dan pengumpul mudah bergerak dan dapat melakukan perjalanan jarak jauh, baik untuk menyerang maupun untuk mundur. Latihan terus menerus dengan tombak dan panah menjadikan mereka <a href="https://theconversation.com/were-other-humans-the-first-victims-of-the-sixth-mass-extinction-126638">pejuang yang mematikan</a>. Sedangkan petani terikat dengan lahan taninya dan jadwal mereka ditentukan oleh musim. Hal ini yang membuat petani bisa diprediksi dan berpotensi menjadi target yang mungkin saja diburu oleh manusia purba lain yang tergoda makan persediaan makanan.</p>
<p>Dan setelah berkembang ke gaya hidup, manusia mungkin hanya senang menjadi pemburu nomaden. Orang-orang Indian Comanche <a href="https://www.amazon.com/dp/B003KN3MDG/ref=dp-kindle-redirect?_encoding=UTF8&btkr=1">berjuang sampai mati</a> untuk mempertahankan gaya hidup perburuan mereka. <em>Kalahari Bushmen</em> di selatan Afrika <a href="https://www.bbc.co.uk/news/world-africa-24821867">terus menolak</a> gaya hidupnya diubah menjadi petani dan penggembala. Yang mengejutkannya, ketika para petani Polinesia menemukan burung-burung Selandia Baru yang tak dapat terbang, mereka meninggalkan gaya hidup bertani dan menciptakan <a href="https://teara.govt.nz/en/1966/maori-material-culture">budaya pemburu Maori</a>. </p>
<h2>Perburuan ditinggalkan</h2>
<p>Namun sesuatu berubah. Sejak 10.000 tahun yang lalu dan seterusnya, manusia berulang kali meninggalkan gaya hidup pemburu-pengumpul makanan dan beralih menjadi bertani. Mungkin setelah kepunahan mammoth dan binatang besar lainnya dari zaman Pleistosen, dan gaya hidup pemburu-pengumpul makanan menjadi kurang memungkinkan untuk dilakukan dan mendorong manusia purba untuk bercocok tanam dan memanennya. Mungkin peradaban tidak lahir karena hasil dari dorongan proses untuk berkembang, melainkan karena <a href="https://www.penguinrandomhouse.com/books/112492/plagues-and-peoples-by-william-h-mcneill/">bencana</a> yang secara ekologis memaksa orang untuk meninggalkan gaya hidup tradisional mereka. </p>
<p>Ketika manusia meninggalkan Afrika untuk menguasai wilayah-wilayah baru, hewan-hewan besar mulai menghilang di tempat mana pun yang didatangi oleh manusia. Di Eropa dan Asia, hewan-hewan besar seperti badak berbulu, mammoth, dan Rusa Irlandia lenyap <a href="https://www.researchgate.net/profile/Adrian_Lister/publication/264785182_Patterns_of_Late_Quaternary_megafaunal_extinctions_in_Europe_and_northern_Asia/links/53f0e69f0cf2711e0c431517.pdf">sekitar 40.000 hingga 10.000 tahun yang lalu</a>. </p>
<p>Di Australia, kanguru raksasa dan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Wombat">wombat</a> menghilang <a href="https://science.sciencemag.org/content/292/5523/1888">46.000 tahun yang lalu</a>. Di Amerika Utara, kuda, unta, armadilo raksasa, mammoth, dan kukang tanah jumlahnya menurun dan menghilang sekitar <a href="https://science.sciencemag.org/content/326/5956/1100.full">15.000 hingga 11.500 tahun yang lalu</a>, menyusul kepunahan yang sama di Amerika Selatan sekitar <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1040618209004236">14.000 hingga 8.000 tahun yang lalu</a>. </p>
<p>Setelah manusia tersebar hingga Kepulauan Karibia, <a href="https://www.pnas.org/content/100/19/10800.short">Madagaskar</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277379114003734">Selandia baru</a>, dan <a href="https://science.sciencemag.org/content/217/4560/633">Oseania</a>, hewan-hewan besar yang hidup di sana turut punah. Kepunahan hewan-hewan besar tak terhindarkan terjadi di mana pun manusia tiba.</p>
<p>Memanen atau beternak hewan besar seperti <a href="https://www.pnas.org/content/112/14/4263.short">kuda, unta</a>, dan <a href="https://science.sciencemag.org/content/334/6054/351">gajah</a> menghasilkan <a href="https://www.researchgate.net/publication/24107608_The_Primitive_Hunter_Culture_Pleistocene_Extinction_and_the_Rise_of_Agriculture/link/57dd854f08ae4e6f1849a954/download">hasil yang lebih baik</a> daripada berburu hewan kecil seperti kelinci. Tapi hewan besar seperti gajah bereproduksi secara perlahan dan memiliki sedikit keturunan dibandingkan dengan hewan kecil, seperti kelinci, sehingga <a href="https://www.researchgate.net/publication/24107608_The_Primitive_Hunter_Culture_Pleistocene_Extinction_and_the_Rise_of_Agriculture/link/57dd854f08ae4e6f1849a954/download">membuat mereka rentan terhadap panen yang berlebihan</a>. </p>
<p>Ke mana pun manusia pergi, kecerdikan manusia, seperti dalam berburu dengan pelempar tombak, mengumpulkan hewan dengan api, dan menyerbu mereka dari atas tebing, membuat manusia dapat memanen hewan besar lebih cepat daripada hewan tersebut untuk bereproduksi. Hal ini yang akan menjadi krisis keberlanjutan pertama. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Karena mangsa buruan kita pergi, kita terpaksa menciptakan peradaban.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/egypt-sakkara-step-pyramid-king-djoser-109821740">WitR/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan cara hidup lama yang tidak dapat bertahan, manusia akan dipaksa untuk berinovasi, meningkatkan fokus pada <a href="https://www.researchgate.net/publication/24107608_The_Primitive_Hunter_Culture_Pleistocene_Extinction_and_the_Rise_of_Agriculture/link/57dd854f08ae4e6f1849a954/download">pengumpulan makanan, kemudian menanam tanaman untuk bertahan hidup</a>. Gaya hidup ini membuat populasi manusia dapat berkembang. Memakan tanaman lebih <a href="https://www.google.com/search?q=jared+diamong+third+chimpanzee&rlz=1C5CHFA_enGB841GB841&oq=jared+diamong+third+chimpanzee&aqs=chrome..69i57j35i39l2j0l4j69i60.4797j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8">efisien dalam penggunaan lahan</a> dibandingkan dengan memakan daging, sehingga pertanian mendukung lebih banyak manusia yang hidup di daerah yang sama jika dibandingkan dengan berburu. Gaya hidup juga memungkinankan manusia untuk menetap secara permanen, membangun pemukiman dan kota, lalu peradaban. </p>
<p>Catatan arkeologis dan fosil memberitahu kita bahwa nenek moyang kita melakukan pertanian karena hanya memiliki sedikit alternatif. Manusia kala itu bisa saja terus berburu kuda dan mammoth selamanya, tapi karena keterampilan mereka yang terlalu baik justru memungkinkan musnahnya persediaan makanan mereka sendiri.</p>
<p>Pertanian dan peradaban mungkin diciptakan bukan karena sebagai bentuk peningkatan dari gaya hidup leluhur kita, melainkan karena kita tidak memiliki pilihan lain. </p>
<p>Pertanian adalah upaya putus asa untuk memperbaiki keadaan kita ketika kita mengambil lebih banyak daripada apa yang bisa dipertahankan ekosistem. Jika demikian, kita meninggalkan kehidupan pemburu pada zaman es untuk menciptakan dunia modern yang terjadi secara tidak sengaja - bukan karena hasil pandangan ke depan dan niat - yang disebabkan bencana ekologis yang kita ciptakan sendiri ribuan tahun yang lalu.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129456/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nicholas R. Longrich tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Pertanian dan peradaban mungkin diciptakan bukan sebagai bentuk peningkatan gaya hidup leluhur kita, melainkan karena kita tidak memiliki pilihan lain.
Nicholas R. Longrich, Senior Lecturer, Paleontology and Evolutionary Biology, University of Bath
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/128927
2019-12-16T09:44:40Z
2019-12-16T09:44:40Z
Lukisan gua Sulawesi menunjukkan awal mula seni imajinatif dan kepercayaan spiritual manusia
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/307102/original/file-20191216-124041-raqg5y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Adegan berburu ini, dilukis 44.000 tahun yang lalu, adalah karya tertua seni representasional di dunia.</span> <span class="attribution"><span class="source">Ratno Sardi, Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Tim kami telah menemukan sebuah lukisan gua di Indonesia yang setidaknya berumur 44.000 tahun dan mungkin memperlihatkan petunjuk baru mengenai permulaan budaya agama modern.</p>
<p>Lukisan kuno dari Pulau Sulawesi ini terdiri dari sebuah adegan yang menggambarkan makhluk setengah manusia setengah hewan yang sedang berburu babi liar dan binatang kecil seperti kerbau dengan tombak atau tali.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=274&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=274&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=274&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=344&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=344&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/305545/original/file-20191206-38984-12n37d0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=344&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Adegan berburu di Leang Bulu’ Sipong 4. Gambar atas menunjukkan sebuah panorama foto jahitan dari panel seni cadas (gambar disempurnakan menggunakan DStretch). Gambar bawah adalah sebuah penelusuran digital adegan seni cadas.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ratno Sardi (top); Adhi Agus Oktaviana (bottom).</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebagaimana yang kami laporkan baru-baru ini di <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-019-1806-y">Nature</a>, studi terbaru kami menunjukkan lukisan gua ini adalah karya seni tertua di dunia yang ditemukan (karena gambar-gambar yang dilukiskan bersifat kiasan di alam).</p>
<p>Penggambaran pemburu bertubuh setengah manusia dan setengah binatang mungkin juga merupakan bukti awal dari kemampuan kita untuk memahami hal-hal yang tidak ada di dunia alami. Kemampuan ini menjadi landasan pemikiran dan pengamalan agama yang asal-usulnya telah lama diselimuti misteri.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/gx8ohlEAfy4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Adegan berburu paling awal dalam seni prasejarah.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Karya seni zaman es Sulawesi</h2>
<p>Situs seni gua baru ini dinamakan Leang Bulu’ Sipong 4 dan kolega kami dari Indonesia menemukannya pada Desember 2017. Ini merupakan satu situs dari ratusan situs peninggalan gua di wilayah kapur Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=317&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=317&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=317&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/305547/original/file-20191206-39014-1xrblju.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Peta Sulawesi yang menunjukkan lokasi situs seni gua Leang Bulu’ Sipong 4.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Kim Newman</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada 2014, kami <a href="https://www.nature.com/articles/nature13422">mengumumkan</a> bahwa sebuah gua (Leang Timpuseng) di Maros-Pangkep memiliki salah satu motif seni batu tertua di dunia yang berupa stensil tangan yang dibuat setidaknya 40.000 tahun yang lalu.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZVEqkVDn6Y4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Penemuan pertama dari seni gua berusia 40.000 tahun di Sulawesi.</span></figcaption>
</figure>
<p>Kami baru-baru ini juga <a href="https://theconversation.com/borneo-cave-discovery-is-the-worlds-oldest-rock-art-in-southeast-asia-106252">melaporkan</a> sebuah lukisan figuratif seekor banteng (satu spesies ternak liar) yang berasal setidaknya 40.000 tahun yang lalu dari sebuah gua yang terletak berdekatan dengan Pulau Kalimantan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/b4-rKQSLFg8?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Penemuan seni gua paleolitik di Kalimantan.</span></figcaption>
</figure>
<p>Sampai sekarang, lukisan ini menjadi motif figuratif yang paling awal diketahui di planet ini.</p>
<h2>Usaha tim untuk mengetahui umur karya seni</h2>
<p>Seni batuan sangatlah menantang hingga saat ini.</p>
<p>Untungnya, kita dapat mengumpulkan pertumbuhan mineral kecil yang terbentuk di atas lukisan-lukisan di gua Leang Bulu’ Sipong 4. Kami mengukur umur “<a href="https://www.nps.gov/grba/learn/nature/cave-popcorn.htm">cave popcorn</a>” dengan menggunakan analisis seri uranium yang mengkalkulasikan usia dengan mengukur peluruhan unsur radioaktif.</p>
<p>Kami melakukan penelitian ini bekerja sama dengan para peneliti dari beberapa lembaga di Indonesia, termasuk Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (ARKENAS) dan para ilmuwan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) di Makassar.</p>
<p>Empat “popcorn” ditemukan berasal dari era antara 35.100 dan 43.900 tahun yang lalu.</p>
<p>Jadi karya seni di gua Indonesia ini diciptakan setidaknya 44.000 tahun yang lalu!</p>
<h2>Mengapa karya seni ini penting?</h2>
<p>Hasil kami menunjukkan lukisan di Leang Bulu’ Sipong 4 adalah seni figuratif tertua di dunia.</p>
<p>Selain dari keantikan luar biasa dari lukisan ini, ini adalah kali pertama narasi visual yang rinci atau “cerita” telah teridentifikasi dalam seni gua pada periode awal.</p>
<p>Pandangan umum di Eropa adalah bahwa seni batuan manusia yang pertama terdiri dari simbol geometeris sederhana yang berevolusi menjadi lukisan figuratif hewan indah dari Prancis dan Spanyol dari sekitar 35.000 tahun yang lalu. Menurut pandangan ini, adegan pertama dan makhluk manusia-binatang (dikenal sebagai <em>therianthropes</em>, setengah manusia dan setengah hewan) tersebut akan muncul jauh setelah lukisan di Eropa.</p>
<p>Tapi seni di Leang Bulu’ Sipong 4 menunjukkan komponen utama dari budaya artistik yang maju dan telah ada di Sulawesi sejak 44.000 tahun lalu, yakni seni figuratif, adegan-adegan, dan <em>therianthropes</em>.</p>
<p>Mungkin seni “kompleks” seperti ini sudah dibuat di suatu tempat di Asia atau Afrika lebih lama lagi.</p>
<h2>Permulaan spiritualitas manusia</h2>
<p>Gambaran awal <em>therianthropes</em> pada Leang Bulu’ Sipong 4 sangatlah mengagumkan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=788&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=788&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=788&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=990&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=990&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/305542/original/file-20191206-38993-1t2gqlj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=990&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Adegan berburu di Leang Bulu’ Sipong 4. Sebuah kelompok setengah manusia setengah hewan tampaknya menangkap seekor anoa (binatang asli Sulawesi yang mirip kerbau) dengan tali atau tombak.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ratno Sardi</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam budaya Barat, kita sangat akrab dengan gambaran tubuh sebagian manusia dan sebagian binatang seperti manusia serigala. Tapi <em>therianthropes</em> sering memiliki dampak agama dan kepercayaan yang besar.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/305544/original/file-20191206-39032-1llgf5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sebuah gambar setengah manusia-setengah hewan dalam adegan perburuan di Leang Bulu’ Sipong 4. Motif ini muncul untuk mewakili sosok manusia dengan kepala dan paruh seperti burung.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ratno Sardi</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebagai contoh, orang Mesir kuno menghormati dan takut akan banyak dewa dan iblis yang bentuk fisiknya gabungan antara hewan dan manusia, seperti dewa kematian berkepala serigala, Anubis, dan Sphinx yang memiliki tubuh singa dan kepala manusia.</p>
<p>Kapan kita pertama kali mengembangkan kemampuan kita untuk membayangkan makhluk luar biasa seperti itu?</p>
<p>Sampai sekarang, gambar yang paling awal diketahui dari seorang <em>therianthrope</em> dalam arkeologi dunia adalah “<a href="https://blog.britishmuseum.org/the-lion-man-an-ice-age-masterpiece/">Manusia singa</a>” dari Jerman yang berupa sebuah patung manusia berkepala kucing dan diukir dari gading mamut raksasa. Para arkeolog Nazi menemukan artefak ini pada 1939 dan konon disebut artefak ini berusia 40.000 tahun.</p>
<p>Dengan umur 44.000 tahun atau lebih, gambar-gambar dari Leang Bulu’ Sipong 4 mendahului “Manusia singa”. Mereka mungkin petunjuk awal dari kemampuan kita untuk membayangkan keberadaan entitas yang tidak nyata seperti setengah manusia-setengah hewan.</p>
<h2>Dunia kuno ini menghilang</h2>
<p>Karya seni gua Sulawesi merupakan sebuah hadiah dari permulaan budaya manusia. Tapi hadiah ini mulai runtuh di depan mata kita.</p>
<p>Survei seni batuan kami dengan kolega Indonesia telah menemukan banyak situs gua baru di Maros-Pangkep dengan lukisan figuratif spektakuler yang masih menunggu untuk diketahui usianya. Kami juga mengamati kerusakan seni ini di hampir setiap lokasi.</p>
<p>Pemantauan oleh BPCB mengkonfirmasi bahwa permukaan dinding gua batu kapur tempat gambaran-gambaran ini dibuat mulai terkelupas dan menghapus seni yang ada. Proses ini telah berjalan begitu cepat: di beberapa lokasi, gambaran seni ini hilang 2-3 cm dalam tiap bulannya.</p>
<p>Jika karya seni hebat yang sangat tua ini menghilang dalam kehidupan kita, itu akan menjadi sebuah tragedi. Kita perlu data konkrit yang dapat menjelaskan mengapa seni batuan yang berdampak besar ini terus rusak dan apa saja yang dapat kita lakukan - dan kita membutuhkan data ini segera.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/128927/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adam Brumm receives funding from the Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Maxime Aubert receives funding from the Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Adhi Oktaviana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Pada 44.000 tahun, gambar dari Leang Bulu’ Sipong 4 di Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan mendahului “Manusia singa” di Jerman yang diklaim berusia 40 ribu tahun.
Adam Brumm, ARC Future Fellow, Griffith University
Adhi Oktaviana, Griffith University
Maxime Aubert, Professor, Griffith University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/127923
2019-12-04T06:50:57Z
2019-12-04T06:50:57Z
Kepunahan besar pada zaman es kemungkinan membuat hewan yang tersisa terpisah-pisah
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/304396/original/file-20191129-95226-1p4kk1u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kepunahan mamut berbulu dan megafauna lainnya menyebabkan hewan yang masih hidup berpisah.</span> <span class="attribution"><span class="source">Wikimedia</span></span></figcaption></figure><p>Saat dunia bergulat dengan krisis kepunahan, mamalia besarlah yang paling terancam. Spesies-spesies yang terancam ini - badak, panda, harimau, beruang kutub, dan sejenisnya - sangat berpengaruh dalam ekosistem mereka. Jadi apa yang akan terjadi pada hewan-hewan kecil yang ditinggalkan?</p>
<p>Kepunahan fauna yang begitu besar pada masa lalu bisa memberi kita petunjuk. Ribuan tahun yang lalu, banyak mamalia besar punah termasuk mamut, kucing bergigi saber, dan wombat raksasa Australia. Kepunahan terjadi pada waktu yang berbeda, tak lama setelah penguasaan oleh manusia terjadi di setiap benua.</p>
<p>Dalam sebuah studi yang saya pimpin, <a href="https://science.sciencemag.org/content/365/6459/1305">diterbitkan dalam jurnal Science</a>, kami menemukan bahwa setelah megafauna punah, banyak spesies mamalia yang tersisa hidup sendiri-sendiri. Hal ini melemahkan koneksi antar spesies dan mungkin membuat ekosistem lebih rentan.</p>
<p>Ketika aktivitas manusia mendorong kepunahan megafauna modern, penelitian kami memberikan wawasan berharga tentang dampak potensial bagi spesies yang selamat yang lebih kecil.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=394&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=394&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=394&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=495&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=495&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/302594/original/file-20191120-474-vx0b6l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=495&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Banyak mamalia besar seperti beruang kutub berisiko punah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Henry H. Holdsworth/Natural Habi</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Hasil mengejutkan</h2>
<p>Tim kami menganalisis catatan fosil berusia 21.000 tahun dari 93 spesies mamalia di ratusan lokasi di Amerika Utara, sebelum kepunahan terjadi.</p>
<p>Kami kemudian menentukan sejauh mana spesies tertentu hidup berdampingan dengan spesies lain untuk setiap lokasi. Kami menemukan bahwa setelah kepunahan mamalia besar, mamalia kecil kerap menjauhkan diri dari spesies dekatnya, dan hasilnya mereka jauh lebih jarang ditemukan bersama dari yang diduga.</p>
<p>Anehnya, pemisahan ini terjadi ketika mereka yang tersisa menduduki habitat baru setelah kepunahan itu - yang berarti meningkatnya ruang potensial untuk tinggal bersama.</p>
<p>Diagram di bawah ini menunjukkan kemungkinan bagaimana spesies hewan hidup berdampingan sebelum dan sesudah kepunahan megafauna. Pada diagram pertama, dua spesies menempati area yang sama (situs oranye). Pada diagram kedua, hewan menempati area yang sama tapi lebih terpisah (situs merah dan kuning).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=469&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=469&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=469&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=589&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=589&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/299572/original/file-20191030-17888-d1d512.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=589&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">Created by Anikó Tóth</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pemisahan tersebut menunjukkan adanya sebuah perubahan interaksi antar spesies setelah peristiwa kepunahan. Spesies hewan yang selamat mungkin akan dengan cepat berkembang biak ketika mamalia besar menghilang, menyebabkan interaksi yang lebih kompetitif. Ini bisa mendorong mereka untuk saling mengasingkan dari tempat tinggal masing-masing.</p>
<p>Analisis kami menunjukkan dampak kepunahan megafauna yang masih dirasakan hingga saat ini - yang mengarah semakin terpisahnya spesies di seluruh benua, dan cara interaksi mereka yang lebih oportunistik.</p>
<hr>
<p><strong><em>Arahkan kursor ke siluet hewan untuk mempelajari lebih lanjut. Perhatikan perbedaan ukuran terbesar antara fauna di Amerika Utara 12.000 tahun yang lalu dan hari ini</em></strong></p>
<p><iframe id="tc-infographic-446" class="tc-infographic" height="400px" src="https://cdn.theconversation.com/infographics/446/8d436f7689ff8919ba426622354691e5c5fd820a/site/index.html" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<hr>
<h2>Hewan-hewan saling membutuhkan</h2>
<p>Hubungan antara spesies besar dan kecil adalah kunci dalam berjalannya ekosistem, membuatnya stabil dan tangguh. Mamalia besar saat ini relatif lebih kecil dibandingkan megafauna pada zaman es terakhir. Namun, mereka masih memainkan peran penting dalam membentuk ekosistem.</p>
<p>Sama seperti pada masa lalu, mamalia besar modern dapat mengendalikan hama, membantu penyebaran benih, dan menyebarkan nutrisi (dengan berjalan jauh dan membuang vegetasi yang dicerna). Ini bermanfaat bagi manusia dan spesies lainnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-we-need-to-protect-the-extinct-woolly-mammoth-122256">Why we need to protect the extinct woolly mammoth</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Beberapa hewan besar juga membentuk dan membuat rumah untuk hewan lainnya. Sebagai contoh, gajah di Afrika mendorong pohon untuk menciptakan padang rumput terbuka, seperti sepupunya di era Pleistosen, mamut Kolombia. Hal ini memungkinkan spesies lain, seperti rusa dan zebra, untuk beradaptasi dengan padang rumput dan berbagi habitat.</p>
<p>Jika gajah punah dan tidak lagi mendorong pohon, padang rumput akan berubah dan hewan yang tersisa dapat mati atau mencari habitat baru. Dengan demikian, hilangnya interaksi antar spesies dapat membuat ekosistem kurang stabil dan lebih rentan.</p>
<p>Dan kepunahan hewan memiliki efek bola salju dalam hal interaksi spesies. Jika separuh spesies dalam suatu komunitas punah, maka paling tidak tiga perempat dari kemungkinan interaksi dalam sistem akan ikut mati.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/299794/original/file-20191101-26419-l2ixb5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"><em>Thylacoleo carnifex</em>, singa berkantung yang telah punah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Image credit: Mauricio Antón</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Pelajaran untuk konservasi di Australia</h2>
<p>Meskipun penelitian kami terbatas di Amerika Utara, temuan di dalamnya memiliki potensi untuk menjadi acuan dalam upaya konservasi di Australia dan memberi pencerahan tentang masa lalu.</p>
<p>Catatan fosil dan catatan sejarah Australia mendokumentasikan banyak spesies mamalia besar yang telah punah. Sebagai contoh, lebih dari 40.000 tahun yang lalu <a href="https://science.sciencemag.org/content/292/5523/1888">manusia memusnahkan karnivora besar</a> seperti singa berkantung, dan baru-baru ini, harimau Tasmania.</p>
<p>Orang-orang juga memperkenalkan karnivora berukuran sedang yang invasif, seperti rubah dan kucing liar, yang sudah bertahun-tahun ini penyebarannya tidak terkendali. Hal ini merusak rangkaian unik hewan berkantung Australia yang lebih kecil dan beragam.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/an-end-to-endings-how-to-stop-more-australian-species-going-extinct-111627">An end to endings: how to stop more Australian species going extinct</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Saat ini, pemusnahan kucing liar adalah masalah konservasi utama di Australia. Seandainya singa berkantung masih ada, kucing liar mungkin telah dibunuh dan disingkirkan oleh hewan-hewan yang lebih besar ini, memperlambat penyebaran mereka.</p>
<p>Ketika merencanakan konservasi dan pengelolaan hewan, mungkin sama pentingnya untuk melindungi interaksi antar hewan, seperti halnya menyelamatkan individu-individu spesies. Ketika memperkenalkan atau menghilangkan spesies sebagai bagian dari inisiatif lingkungan, sangat penting untuk mempertimbangkan semua interaksi yang perlu kita tambahkan.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/127923/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Aniko Blanka Toth tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Setelah mamut berbulu dan megafauna lainnya punah, hewan yang bertahan hidup tidak lagi berbaur. Ini memiliki implikasi besar bagi konservasi modern.
Aniko Blanka Toth, Postdoctoral Fellow, Macquarie University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/124410
2019-10-02T03:42:27Z
2019-10-02T03:42:27Z
Temuan botol bayi prasejarah menunjukkan bayi diberi susu sapi sejak 5.000 tahun lalu
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/294716/original/file-20190930-185383-1wdbunx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Botol bayi di akhir Zaman Perunggu dari Vösendorf, Austria. </span> <span class="attribution"><span class="source">Enver-Hirsch © Wien Museum, Author provided </span></span></figcaption></figure><p>Bagaimana orang tua merawat anak-anak mereka pada Zaman Batu? Ternyata nenek moyang kita mungkin tidak begitu berbeda dengan ibu dan ayah modern. Bejana dari tanah liat yang ditemukan di Jerman digunakan untuk memberikan air susu ibu dan menyapih anak-anak lebih dari 5.000 tahun yang lalu. Benda ini kemudian umum digunakan di Zaman Perunggu dan Zaman Besi, dan dianggap sebagai botol bayi pertama.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1179/1758571615Z.00000000026?src=recsys&journalCode=ycip20">Analisis terhadap kerangka anak</a> dari periode ini menunjukkan bahwa pemberian makanan kepada bayi dilakukan pada usia sekitar enam bulan dan selesai pada usia dua hingga tiga tahun. Botol-botol ini sering ditemukan di situs pemukiman kuno dan datang dalam berbagai bentuk, tapi selalu sangat kecil dan memiliki cerat, tempat cairan dapat dituangkan atau disusui.</p>
<p>Terkadang mereka mengambil bentuk binatang mitos yang sangat lucu, lengkap dengan kaki dan kepalanya, mungkin dibuat oleh orang tua untuk menghibur anak-anak mereka. Para arkeolog menyatakan bahwa mereka terbiasa memberi makan bayi, tapi mungkin juga memberi makan orang sakit atau orang tua. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu tujuan mereka sebenarnya, atau jenis makanan apa yang mereka miliki.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=140&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=140&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=140&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=176&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=176&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/293894/original/file-20190924-51401-1v83vg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=176&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bejana dari Zaman Perunggu dan Zaman Besi awal dari Znojmo (Republik Ceko), Harting (Bavaria, Jerman), Franzhausen-Kokoron (Austria), Batina (Kroasia) dan Statzendorf (Austria), 1200-600 SM.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Katharina Rebay-Salisbury</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Cara mengasuh anak sepanjang abad</h2>
<p><a href="https://nature.com/articles/s41586-019-1572-x">Dalam penelitian ini</a>, kami memutuskan untuk menyelidiki objek menggunakan teknik yang disebut analisis residu organik. Kami menemukan tiga bejana di kuburan anak di Eropa dan dua di antaranya dengan kondisi lengkap. Biasanya kami akan menggiling pot yang pecah, tapi kami tidak mungkin melakukannya pada bejana yang sangat kecil dan berharga ini.</p>
<p>Sebagai gantinya, kami melakukan pengeboran yang sangat rumit untuk mendapatkan bubuk keramik yang cukup, dan kemudian memperlakukannya dengan teknik kimia untuk mengekstraksi molekul yang disebut lipid. Lipid ini berasal dari lemak, minyak, dan lilin alam, dan biasanya diserap ke dalam pot selama memasak, atau, dalam hal ini, melalui pemanasan susu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/what-ancient-footprints-can-tell-us-about-what-it-was-like-to-be-a-child-in-prehistoric-times-91584">What ancient footprints can tell us about what it was like to be a child in prehistoric times</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Untungnya, lipid ini bisa bertahan selama ribuan tahun. Kami biasanya menggunakan teknik ini untuk mencari tahu jenis makanan apa yang dimasak di pot kuno mereka. Sepertinya mereka memakan banyak makanan yang kita makan hari ini, termasuk berbagai jenis daging, produk susu, ikan, sayuran dan madu.</p>
<figure class="align-left zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=845&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=845&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=845&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1062&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1062&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/293893/original/file-20190924-51414-yuwv1w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1062&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Suasana keluarga prasejarah yang menunjukkan pemberian makan kepada bayi menggunakan botol yang mirip dengan yang kami uji.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Christian Bisig/Archäologie der Schweiz</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa ketiga bejana berisi susu hewan ruminansia, baik sapi, domba atau kambing. Ditemukannya bejana ini di kuburan anak menunjukkan bahwa hewan-hewan ini digunakan untuk memberi susu pada bayi, sebagai makanan tambahan selama penyapihan.</p>
<p>Ini menarik karena susu hewan hanya akan tersedia jika manusia mengubah gaya hidup mereka dan <a href="https://theconversation.com/why-some-humans-developed-a-taste-for-milk-and-some-didnt-56084">menetap dalam komunitas pertanian</a>. Pada saat itu – masa awal bertani - orang pertama kali memelihara sapi, domba, kambing, dan babi. Ini akhirnya mengarah pada “<a href="https://www.semanticscholar.org/paper/The-neolithic-demographic-transition-and-its-Bocquet-Appel-Bar-Yosef/25a36c84878d02df6b0eba8a6b5074555255f74e">transisi demografi Neolitik</a>”, ketika meluasnya penggunaan susu hewan sebagai makanan bayi atau nutrisi tambahan saat menyapih di beberapa bagian dunia, berkontribusi pada meningkatnya angka kelahiran. </p>
<p>Hasilnya, populasi manusia tumbuh secara signifikan, begitu pula luas wilayah pemukiman, yang akhirnya menjadi kota-kota yang kita kenal sekarang. Dengan botol-botol bayi kuno ini, kita terhubung dengan generasi anak pertama yang tumbuh dalam transisi dari kelompok pemburu-peramu ke masyarakat yang berbasis pertanian.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=568&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=568&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=568&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=714&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=714&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/293891/original/file-20190924-51421-n2us8b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=714&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Seorang bayi zaman modern mencoba replika dari salah satu botol kuno.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Helena Seidl da Fonseca</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Penelitian ini memberi kita wawasan yang lebih besar tentang kehidupan ibu dan bayi pada masa lalu dan bagaimana keluarga prasejarah berurusan dengan pemberian makanan dan gizi bayi pada waktu yang sangat berisiko dalam kehidupan bayi. Kematian anak akan tinggi - tidak ada antibiotik pada masa itu - dan memberi makan bayi dengan susu hewan akan memiliki risikonya sendiri. Meskipun kini telah tersedia sumber nutrisi yang baik, hari ini kita tahu bahwa susu yang tidak dipasteurisasi (dipanaskan) membawa risiko kontaminasi dari bakteri dan dapat menularkan penyakit dari hewan.</p>
<p>Seperti semua penelitian, temuan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan baru. Baik orang Yunani kuno maupun Romawi menggunakan bejana yang sangat mirip, dan kita tahu ditemukan juga sejumlah kecil bejana di situs prasejarah di Sudan. Menarik dicari tahu bagaimana anak-anak generasi ini diberi makan dan dibesarkan di tempat lain di dunia. </p>
<p>Temuan ini membahagiakan, karena kita jadi tahu – meski dengan selang waktu yang sangat panjang – bahwa orang-orang ini mencintai dan merawat anak-anak mereka sama seperti yang kita lakukan hari ini.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/124410/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Julie Dunne receives funding from The Leverhulme Trust.</span></em></p>
Meski dalam selang waktu yang sangat panjang, nenek moyang kita mencintai dan merawat anak-anak mereka sama caranya dengan yang kita lakukan hari ini.
Julie Dunne, Postdoctoral Researcher in Archaeology, University of Bristol
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/106697
2018-11-12T07:02:26Z
2018-11-12T07:02:26Z
Temuan gua Borneo: apakah gambar cadas tertua di dunia di Asia Tenggara?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/244831/original/file-20181109-116838-njwxoy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Lukisan tokoh manusia dari Kalimantan Timur. NB: Tokoh-tokoh manusia, awalnya berwarna merah tua, telah dilacak secara digital untuk memperbesar seni ini.</span> <span class="attribution"><span class="source">Pindi Setiawan, Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Lukisan gua di pegunungan terpencil di Borneo telah ada setidaknya 40.000 tahun lalu–jauh lebih awal dari dugaan pertama-menurut sebuah penelitian yang <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-018-0679-9">baru-baru ini terbit di <em>Nature</em></a>.</p>
<p>Karya-karya seni ini termasuk sebuah lukisan yang tampaknya menggambarkan spesies lokal sapi liar. Ini menjadikannya sebagai contoh seni figuratif tertua di dunia. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ancient-stone-tools-found-on-sulawesi-but-who-made-them-remains-a-mystery-92277">Ancient stone tools found on Sulawesi, but who made them remains a mystery</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Penemuan ini memperkuat pandangan bahwa tradisi lukisan gua pertama tidak muncul di Eropa, seperti yang diyakini selama ini.</p>
<h2>Gambar cadas terpencil</h2>
<p>Pada 1990-an, arkeolog Indonesia dan Prancis menjelajah masuk ke pegunungan pedalaman terpencil Kalimantan Timur. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=505&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=505&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/243620/original/file-20181102-12015-1ea3qrw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=505&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pegunungan batu kapur di Kalimantan Timur, Borneo.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Pindi Setiawan</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Di gua-gua batu kapur yang bertengger di tebing dengan hutan yang lebat di puncaknya, tim peneliti menemukan banyak sekali karya seni prasejarah, termasuk ribuan stensil tangan (garis-garis negatif tangan manusia) dan lukisan binatang yang lebih langka.</p>
<p>Yang mencengangkan, terlepas dari lukisan tersebut, tim peneliti tidak menemukan banyak bukti lain yang menunjukkan adanya kehidupan manusia di gua-gua. Sepertinya orang-orang memanjat tebing yang tinggi dan berbahaya ke gua-gua di puncak bukit ini untuk menciptakan karya seni.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/243621/original/file-20181102-83657-kyatg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Liang Banteng, sebuah situs seni cadas di Kalimantan Timur.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Pindi Setiawan</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tim peneliti mengusulkan bahwa karya seni prasejarah tersebut dapat dibagi menjadi setidaknya dua fase produksi seni yang berbeda secara kronologis.</p>
<p>Fase pertama ditandai dengan stensil tangan dan lukisan figuratif besar binatang yang berwarna jingga kemerahan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/243622/original/file-20181102-83638-1hbe4go.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sebuah lukisan cadas dari banteng, satu jenis sapi liar dari Borneo.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Pindi Setiawan</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Stensil tangan juga menjadi ciri fase selanjutnya, tapi stensil ini (dan gambar terkait) cenderung berwarna ungu gelap (“merah tua”). Selama fase ini para seniman juga melukis desain seperti tato di pergelangan tangan, telapak tangan, dan jari-jari dari beberapa stensil-dalam beberapa contoh, stensil tangan dihubungkan dengan motif menyerupai cabang pohon atau tanaman merambat.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/243623/original/file-20181102-83648-17xcfom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Stensil tangan berwarna merah tua di Liang Téwét di Kalimantan Timur. Beberapa stensil tangan memiliki dekorasi internal dan saling terkait dengan motif mirip pohon.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Pindi Setiawan</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Akhirnya, para seniman mulai menggambarkan sosok manusia dalam seni mereka (lihat gambar atas).</p>
<p>Penemuan luar biasa ini menimbulkan sejumlah pertanyaan. Berapa usia seni lukis dalam gua ini? Siapa yang membuatnya dan mengapa?</p>
<p>Pada awal tahun 2000-an tim Prancis-Indonesia <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0033589403000644">memberi tanggal</a> bagian dari sebuah formasi tirai gua yang tumbuh di atas stensil tangan.</p>
<p>Kualitas sampel yang mereka beri tanggal tidak ideal, tapi hasilnya mereka menyiratkan usia setidaknya 10.000 tahun untuk karya seni yang utama.</p>
<h2>Tanggal baru untuk seni kuno</h2>
<p>Kami sekarang percaya karya seni Borneo jauh lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya, menurut penelitian yang kami lakukan dengan rekan-rekan dari Pusat Penelitian Nasional Arkeologi (ARKENAS) di Jakarta dan para ilmuwan Indonesia lainnya.</p>
<p>Dalam <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-018-0679-9">laporan kami</a>, kami melaporkan tanggal seri uranium yang diperoleh dari sampel kalsium karbonat yang dikumpulkan dalam kaitannya dengan seni gua dari enam situs Kalimantan Timur. Hal ini memberikan perkiraan waktu produksi seni cadas tersebut.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=1085&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=1085&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=1085&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1363&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1363&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/244027/original/file-20181106-74763-1goei09.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1363&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">(a, atas): Lokasi Borneo. Seni cadas kuno di Sangkulirang-Mangkalihat Peninsula (SMP). (b, bawah): Situs seni cadas dengan seni gua kuno.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Map source: Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) 1 Arc-Second Global by NASA/NGS/USGS; GEBCO_2014 Grid, version 20150318, (gebco.net). Base maps generated using ArcGIS by M. Kottermair and A. Jalandoni. Figure design and formatting: Adam Brumm</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Gambar seni gua tertua adalah lukisan jingga kemerahan besar dari sebuah hewan, mirip dengan <a href="http://wwf.panda.org/?202813/borneo-banteng">banteng</a> liar masih ditemukan di hutan Kalimantan. Lukisan ini memiliki usia minimal 40.000 tahun.</p>
<p>Sejauh yang kami dapat pastikan hal tersebut adalah karya seni figuratif pertama di Bumi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=486&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=486&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/243626/original/file-20181102-83626-vdpc6i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=486&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Seni cadas kuno dari Lubang Jeriji Saléh. Dua sampel yang dikumpulkan dari atas lukisan binatang figuratif menghasilkan usia uranium-seri minimum 40.000 dan 39.400 tahun yang lalu. Karya seni kuno memudar, tapi kita menafsirkannya sebagai representasi figuratif dari banteng Borneo.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Pindi Setiawan</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Seni stensil tangan jingga kemerahan terbukti sama dalam usia, menunjukkan bahwa gaya seni batu pertama muncul antara sekitar 52.000 dan 40.000 tahun yang lalu.</p>
<p>Lukisan tertua, termasuk stensil hiasan tangan berasal dari sekitar 21.000-20.000 tahun yang lalu. Sebuah gambar manusia merah tua diciptakan setidaknya 13.600 tahun yang lalu.</p>
<p>Penanggalan kami menyiratkan bahwa perubahan besar terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu dalam budaya seni cadas Borneo. Ini adalah masa Maksimum Glasial Terakhir (<a href="https://www.britannica.com/science/climate-change/Climate-change-since-the-advent-of-humans#ref994351">LGM</a>), saat ketika lapisan es berada pada tingkat terbesarnya dan iklim zaman es global paling ekstrem.</p>
<p>Mungkin kehidupan di dunia yang keras ini merangsang bentuk inovasi budaya baru.</p>
<p>Atau mungkin pegunungan Kalimantan Timur menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari perubahan lingkungan hasil LGM, meningkatkan jumlah populasi dan meningkatkan tekanan sosial yang memicu bentuk komunikasi antarkelompok baru, termasuk seni.</p>
<p>Pada 2014 <a href="https://www.nature.com/articles/nature13422">kami mengungkapkan</a> seni cadas serupa muncul di gua Maros di Sulawesi sekitar 40.000 tahun yang lalu.</p>
<p>Sulawesi berbatasan dengan Kalimantan dan belum pernah terhubung dengan benua Eurasia di dekatnya. Pulau tersebut merupakan sebuah <a href="https://www.theguardian.com/australia-news/2018/oct/31/first-humans-to-reach-australia-likely-island-hopped-to-new-guinea-then-walked-study">batu loncatan</a> penting antara Asia dan Australia.</p>
<p>Penemuan terbaru kami menunjukkan bahwa seni cadas menyebar dari Kalimantan ke Sulawesi dan dunia baru lainnya di luar Eurasia, mungkin tiba dengan orang-orang pertama yang menghuni Australia.</p>
<h2>Dua bidang inovasi seni gua Palaeolithik</h2>
<p>Wilayah zaman es Prancis dan Spanyol telah lama dilihat sebagai pusat perkembangan seni gua global karena lukisan-lukisan hewan yang menakjubkan yang dikenal dari daerah ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ice-age-art-and-jewellery-found-in-an-indonesian-cave-reveal-an-ancient-symbolic-culture-75390">Ice age art and 'jewellery' found in an Indonesian cave reveal an ancient symbolic culture</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Borneo adalah pulau terbesar ketiga di planet ini. Namun sebagian besar wilayahnya pada zaman es terhubung oleh permukaan laut yang lebih rendah ke wilayah benua Eurasia yang luas-Borneo dan Eropa adalah ekstremitas yang berlawanan dari daratan ini.</p>
<p>Jadi sekarang tampaknya dua wilayah yang memiliki seni gua awal ada pada saat yang sama di pelosok terpencil di Eurasia Palaeolithik: satu di Indonesia, dan satu di Eropa.</p>
<p>Baru-baru ini terdapat sebuah <a href="https://theconversation.com/how-we-discovered-that-neanderthals-could-make-art-92127">penelitian</a> menunjukkan Neanderthal membuat seni cadas di Spanyol 65.000 tahun yang lalu, tapi ada alasan bagus untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0047248418300915">mempertanyakan klaim ini</a>.</p>
<p>Tentu saja mungkin bahwa seni cadas manusia modern pertama muncul di Afrika dan diperkenalkan ke Eurasia oleh migrasi spesies kita di kemudian hari.</p>
<p>Tapi mungkin juga Indonesia dan Eropa mungkin merupakan wilayah yang masing-masing mengembangkan inovasi seni cadas pada zaman es. Jika demikian, mungkin lukisan gua yang paling awal suatu saat dapat ditemukan di Asia Tenggara daripada di Eropa.</p>
<hr>
<p><em>Adhi Agus Oktaviana, peneliti arkeologi dan seni cadas dari ARKENAS, berkontribusi dalam artikel ini.</em></p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Gracesillya Febriyani</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/106697/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adam Brumm receives funding from the Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Maxime Aubert receives funding from the Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Pindi Setiawan receives funding from Bandung Institute of Technology and from Indonesia's Ministry of Higher Education.</span></em></p>
Lukisan manusia purba di gua-gua di Kalimantan Timur diyakini sebagai karya seni figuratif tertua di dunia.
Adam Brumm, ARC Future Fellow, Griffith University
Maxime Aubert, Associate professor, Griffith University
Pindi Setiawan, Assistant Professor, Institut Teknologi Bandung
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/98409
2018-07-02T09:14:43Z
2018-07-02T09:14:43Z
Cara sampai ke Australia … lebih dari 50.000 tahun lalu
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/223354/original/file-20180615-85825-o5ydlm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=7%2C0%2C1260%2C423&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Matahari terbenam tampak melintasi Port Warrender ke Dataran Tinggi Mitchell di pantai Kimberley. Itu ada di daerah Wunambal Gaambera</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.markjonesfilms.com.au">Mark Jones Films (dengan izin)</a>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Dalam beberapa tahun terakhir, penemuan arkeologis terbaru mengungkapkan adanya kehidupan manusia Aborigin awal Australia di Kakadu, Northern Territory sekitar <a href="https://theconversation.com/buried-tools-and-pigments-tell-a-new-history-of-humans-in-australia-for-65-000-years-81021">65.000 tahun lalu</a>, di wilayah Kimberley dan Pilbara, Australia Barat sekitar <a href="https://theconversation.com/cave-dig-shows-the-earliest-australians-enjoyed-a-coastal-lifestyle-77326">50.000 tahun lalu</a>, dan di Flinders Ranges Australia Selatan sekitar <a href="https://theconversation.com/the-evidence-of-early-human-life-in-australias-arid-interior-67933">49.000 tahun lalu</a>.</p>
<p>Namun, bagaimana cara manusia sampai ke Australia? Dan berapa banyak orang yang sampai ke Australia hingga manusia Aborigin Australia saat ini sangat beragam? </p>
<p>Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di <a href="https://doi.org/10.1016/j.quascirev.2018.04.027">Quaternary Science Reviews</a> baru-baru ini, kami merekonstruksi lingkungan, simulasi perjalanan, dan menggunakan estimasi populasi genetik untuk menunjukkan bahwa kolonisasi Australia 50.000 tahun lalu terjadi karena adanya penjelajahan laut yang terencana dan terkoordinasi, yang merupakan sebuah fase yang sangat signifikan dalam sejarah manusia. </p>
<h2>Lingkungan di masa lalu</h2>
<p>Australia tidak pernah terhubung dengan daratan kering dengan Asia Tenggara. Namun ketika manusia pertama kali tiba di Australia, <a href="https://theconversation.com/australias-coastal-living-is-at-risk-from-sea-level-rise-but-its-happened-before-87686">ketinggian permukaan laut jauh lebih rendah</a> dibandingkan sekarang, daratan Australia bersatu dengan Pulau Tasmania dan Pulau New Guinea (saat ini terbagi menjadi Papua Barat di Indonesia dan Negara Papua Nugini). </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ditemukan-peralatan-batu-kuno-di-sulawesi-tapi-siapa-yang-membuatnya-masih-jadi-misteri-93204">Ditemukan peralatan batu kuno di Sulawesi, tapi siapa yang membuatnya masih jadi misteri</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Menggunakan pemetaan dasar laut dengan resolusi tinggi, analisis kami menunjukkan ketika permukaan laut lebih rendah 75 meter dari saat ini, ada lebih dari 100 rangkaian pulau di dekat pesisir Australia bagian barat laut. Pulau-pulau ini memiliki sumber daya alam yang kaya dan dapat dihuni. </p>
<p>Pulau-pulau ini <a href="https://theconversation.com/island-hopping-study-shows-the-most-likely-route-the-first-people-took-to-australia-93120">terlihat jelas</a> dari dataran tinggi Pulau Timor dan Roti sedekat 87 kilometer. </p>
<p>Rantai pulau-pulau ini bernama Paparan Sahul, saat ini kebanyakan terendam. Paparan ini membentang hampir sepanjang 700 km. Pulau-pulau ini menunjukkan tersedianya sasaran untuk kedatangan yang tidak disengaja maupun disengaja. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=419&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=419&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=419&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=527&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=527&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/218026/original/file-20180508-46353-ts06zx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=527&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Australia Barat Laut menunjukkan sekarang serangkaian pulau yang tenggelam di antara Australia dan Timor/Roti. Pesisir masa kini ditunjukkan dengan garis hitam. Pesisir dengan permukaan laut 75 m lebih rendah ditunjukkan dengan garis abu-abu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Robin Beaman</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Seberapa susah sampai ke Australia?</h2>
<p>Dengen mengkombinasikan model arus laut dan angin dengan model pergerakan partikel, kami melakukan simulasi perjalanan dari tiga situs di Pulau Timor dan Roti. Ini mirip dengan pendekatan yang digunakan untuk membuat model pergerakan puing pesawat <a href="https://blogs.csiro.au/ecos/mh370/">Malaysia Airlines penerbangan MH370</a> yang hilang.</p>
<p>Dalam model kami, kami membuat simulasi “bertolaknya” 100 perahu dari setiap situs pada 1 Februari setiap tahun selama 15 tahun. Tanggal ini dipilih agar berkoresponden dengan periode musim badai di musim panas ketika angin secara umum bergerak ke arah timur-tenggara, sehingga memaksimalkan kemungkinan penyeberangan yang sukses. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=417&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=417&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=417&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=524&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=524&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/218024/original/file-20180508-46347-73zqus.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=524&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Hasil model peluncuran perahu dari Pulau Timor dan Roti, menunjukkan perjalanan mengapung ‘tak disengaja’ saat hanya angin dan arus yang mempengaruhi pergerakan. Titik kuning menunjukkan pulau yang terdekat dengan Timor/Roti.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Scott Condie/Robin Beaman</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hasilnya jelas-jelas menunjukkan bahwa kedatangan yang tak disengaja karena hanyut saja sangat tidak mungkin pada waktu kapan pun. Namun tambahan kayuhan yang sedikit saja menuju Kepulauan Paparan Sahul menghasilkan proporsi tinggi kedatangan yang sukses antara empat hingga tujuh hari. Kemungkinan terbaik tibanya terkait dengan titik tolak di bagian barat Pulau Timor dan Pulau Roti. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/_3wrBK7rMIo?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Warna perahu mulai pudar setelah enam hari perjalanan, mengindikasikan kemungkinan tingkat kesuksesan yang menurun. Pesisir masa kini ditunjukkan dengan warna abu-abu gelap. Pesisir dengan permukaan laut 75 m lebih rendah dari sekarang ditunjukkan dalam warna abu-abu muda. (Animasi oleh Rebecca Gorton, CSIRO).</span></figcaption>
</figure>
<h2>Berapa banyak orang yang diperlukan untuk mengkolonisasi Australia?</h2>
<p>Peneliti telah lama berspekulasi mengenai jumlah manusia yang pertama kali mengkolonisasi Australia. Beberapa <a href="https://books.google.com.au/books?id=Fp-l8IEAFHQC&pg=PA409&lpg=PA409">berargumen</a> bahwa Australia dikolonisasi secara tak sengaja, mungkin oleh hanya sejumlah orang. </p>
<p>Peneliti lain mengusulkan adanya gelombang kolonis yang datang dengan rutin. Estimasi populasi awal berkisar antara <a href="https://theconversation.com/australias-colonisation-was-no-accident-say-the-numbers-13730">1.000 hingga 3.000</a>.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/dna-reveals-aboriginal-people-had-a-long-and-settled-connection-to-country-73958">Bukti genetik</a> menunjukkan bahwa Australia dikolonisasi dalam satu fase, mungkin pada beberapa tempat, tapi dengan alur gen yang terbatas sesudah kolonisasi awal. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/cerita-orang-banjar-menjadi-leluhur-orang-madagaskar-dan-komoro-92596">Cerita orang Banjar menjadi leluhur orang Madagaskar dan Komoro</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Keragaman turunan DNA mitokondria yang ditemukan pada populasi Aborigin memungkinkan kita untuk memperkirakan ukuran minimum populasi yang mengkolonisasi Australia pertama kali. DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu. </p>
<p>Keragaman DNA mitokondria saja menunjukkan setidaknya sembilan hingga 10 garis keturunan terpisah. </p>
<p>Jika kita berasumsi bahwa setiap turunan mitokondria merepresentasikan empat hingga lima perempuan dalam populasi awal (seperti sebuah keluarga dengan seorang ibu dan saudara perempuannya, dan dua anak perempuan) sembilan hingga 10 garis keturunan yang kita ketahui sekarang akan sama dengan sekitar 36-50 perempuan. </p>
<p>Ini perkiraan yang konservatif, karena populasi awal dengan kurang dari 10 perempuan per garis keturunan kecil kemungkinannya dapat bertahan dalam jangka waktu lama karena variasi dalam kesuksesan reproduksi. </p>
<p>Jika kita mengasumsikan rasio keseluruhan antara laki-laki dan perempuan 1:1 (ini juga perkiraan konservatif), populasi yang disimpulkan dari rasio ini sekitar 72-100 orang. Kemungkinannya lebih besar dari ini (mungkin sekitar 200-300) karena ada potensi besar kelompok keluarga yang berhubungan memiliki garis keturunan mitokondria yang sama, yang akan disimpulkan sebagai satu garis keturunan.</p>
<p>Jelas bahwa, kecil sekali kemungkinannya bahwa populasi dengan jumlah perkiraan minimum datang ke Sahul secara tidak sengaja. </p>
<h2>Apa artinya semua ini?</h2>
<p>Banyak dari <a href="https://books.google.com.au/books?id=Fp-l8IEAFHQC&pg=PA409&lpg=PA409">pemikiran awal </a> mengenai bagaimana manusia tiba di Australia berdasarkan asumsi bahwa manusia modern pertama yang menjelajah keluar dari Afrika dan mengkolonisasi daratan yang jauh yaitu Australia dan New Guinea yang entah bagaimana memiliki kapasitas kognitif dan teknologi yang lebih terbatas dibandingkan dengan manusia sesudahnya (yaitu, “kita” semua). </p>
<p>Maka, pembuatan model selalu mengasumsikan bahwa manusia berpindah dari satu pulau ke pulau lain dalam jarak dekat daripada melakukan perjalanan panjang, dan bahwa kemungkinan tiba di Australia tak sengaja. </p>
<p>Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kolonisasi Australia dan New Guinea bukan kecelakaan. Kolonisasi Australia kemungkinan besar tercapai berkat penjelajahan laut yang terencana dan terkoordinasi, dilakukan dengan pengetahuan bahwa ada daratan di selatan Timor/Roti. </p>
<p>Penyeberangan ke Australia dua hingga tiga kali lebih panjang dibandingkan dengan banyak penyeberangan sebelumnya yang pendek-pendek hingga ke Pulau Timor/Roti. Perjalanan terakhir untuk mencapai Australia berarti membutuhkan konstruksi perahu, teknologi pelayaran dan navigasi, kemampuan perencanaan, pertukaran informasi dan sumber daya untuk mendukung perjalanan laut selama empat hingga tujuh hari. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dinosaurus-musnah-karena-asteroid-besar-bagaimana-efek-hantaman-asteroid-kecil-90624">Dinosaurus musnah karena asteroid besar, bagaimana efek hantaman asteroid kecil?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Perjalanan terencana dalam skala ini jelas membutuhkan kemampuan kognitif, linguistik, simbolik, dan kemampuan teknologi. Secara kritis, penemuan ini memberikan sebuah marka waktu yang unik pada <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/j.1834-4453.1992.tb00297.x">kemampuan kognitif leluhur kita</a>.</p>
<p>Dengan cara yang sama kita telah menyepelekan kemampuan <a href="https://www.newscientist.com/article/mg15721250-500-ancient-mariners-early-humans-were-much-smarter-than-we-suspected/">manusia leluhur kita</a>, kita telah <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/j.1834-4453.1992.tb00297.x">menyepelekan kemampuan manusia modern awal</a> untuk membuat rencana, mengkoordinasi dan menjalankan perjalanan maritim skala besar menyeberangi lautan untuk mencapai Australia. Kegiatan penghunian Australia merepresentasikan diaspora maritim paling awal di dunia. </p>
<p>Gambaran yang muncul mengenai manusia modern dengan kemampuan maritim yang tinggi yang secara sengaja menempati benua paling kering di planet ini mengingatkan kita bahwa kita masih perlu belajar banyak mengenai kompleksitas dan kemampuan adaptasi manusia-manusia yang pertama kali menghuni Australia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/98409/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sean Ulm menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Alan Cooper menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Michael Bird menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Peter Veth menerima dana dari Australian Research Council and Kimberley Foundation Australia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Robin Beaman menerima dana dari Geoscience Australia dan Qld Dept of Environment and Science. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Scott Condie menerima dana dari berbagai sumber dari pemerintah, donor dan korporasi. </span></em></p>
Manusia pertama yang sampai ke Australia mungkin menavigasi lautan unuk menyeberang hingga barat laut pesisir benua tersebut lebih dari 50.000 tahun lalu.
Sean Ulm, Deputy Director, ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, James Cook University
Alan Cooper, Director, Australian Centre for Ancient DNA, University of Adelaide
Michael Bird, ARC Laureate Fellow, JCU Distinguished Professor and Landscapes Theme Leader for the ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, James Cook University
Peter Veth, Kimberley Foundation Ian Potter Chair in Rock Art and Professor of Australian Archaeology, Centre for Rock Art Research and Management, The University of Western Australia
Robin Beaman, Research Fellow, College of Science and Engineering, James Cook University
Scott Condie, Senior Principal Research Scientist, CSIRO
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/98190
2018-06-13T03:39:46Z
2018-06-13T03:39:46Z
Penemuan fosil badak menulis ulang sejarah manusia purba Filipina
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/222823/original/file-20180612-112631-1nf8py9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&rect=7%2C7%2C5168%2C3437&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penggalian di Kalinga, di Lembah Cagayan, Luzon, (Filipina). </span> <span class="attribution"><span class="source">G.D. van den Bergh</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Sebuah penggalian di Luzon, pulau di Filipina bagian utara, menghasilkan penemuan fosil badak “Zaman Es” yang dibantai sekitar 700.000 tahun lalu. Fosil tersebut bukti pertama yang menunjukkan keberadaan manusia purba di Filipina.</p>
<p>Penemuan yang memukau ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah <a href="https://www.nature.com/articles/doi:10.1038/s41586-018-0072-8"><em>Nature</em></a>. Penemuan ini mengisyaratkan bahwa hominin awal tersebar di wilayah yang lebih luas di <a href="https://theconversation.com/wallacea-a-living-laboratory-of-evolution-85602">Wallacea</a>–kumpulan pulau di timur Eurasia– dibandingkan perkiraan sebelumnya. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/217001/original/file-20180501-135803-j4f8ud.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Rangka badak yang sudah punah dari Kalinga di Luzon.</span>
<span class="attribution"><span class="source">G.D. van den Bergh</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sekelompok peneliti dari berbagai negara–Prancis, Filipina, Australia dan Belanda–menerbitkan penemuan ini. </p>
<p>Mereka menemukan bangkai badak yang sekarang sudah punah ini ketika menggali situs di Kalinga di Lembah Cagayan, Luzon. Tanda di tulang-belulang menunjukkan irisan oleh alat batu yang tajam. Ini menunjukkan hominin mengambil daging dan lemak dari hewan besar yang mungkin mereka bunuh atau temukan tidak lama sesudah hewan tersebut mati. Alat batu sederhana ditemukan dekat badak. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ancient-stone-tools-found-on-sulawesi-but-who-made-them-remains-a-mystery-92277">Ancient stone tools found on Sulawesi, but who made them remains a mystery</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Si badak dan peralatan batu tersebut ditemukan terkubur di bawah sedimen sungai. Tim peneliti yang dipimpin oleh <a href="https://cas.uow.edu.au/members/UOW094227.html">Gerrit (“Gert”) van den Bergh</a> dari Universitas Wollongong, mengajukan perkiraan usia antara 777.000 hingga 631.000 tahun untuk penemuan mereka. Angka ini cukup tepercaya karena didapatkan menggunakan metode penanggalan yang independen satu sama lain dan semua metode tersebut sampai pada kesimpulan yang sama. </p>
<h2>Siapa yang membantai si badak?</h2>
<p>Dalam ilmu arkeologi, istilah “hominin arkais” secara umum digunakan untuk merujuk pada jenis manusia yang sudah punah. </p>
<p>Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hominin arkais telah tiba di pulau-pulau yang terletak di selatan Luzon, yaitu <a href="http://www.abc.net.au/news/science/2016-01-14/stone-tools-date-earliest-occupations-of-humans-on-sulawesi/7086308">Sulawesi</a> 200.000 tahun lalu dan <a href="http://www.sciencemag.org/news/2010/03/hobbit-ancestors-arrived-flores-early">Flores</a> satu juta tahun lalu. Seperti Luzon, Sulawesi dan Flores adalah pulau-pulau besar di Wallacea yang terletak dekat dengan ujung tenggara kontinen Asia (“Sundaland”). </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/216998/original/file-20180501-135848-1t7vdj0.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tim peneliti di Lembah Cagayan, Luzon, Filipina.</span>
<span class="attribution"><span class="source">G.D. van den Bergh</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Mengingat hominin arkais berhasil menghuni Sulawesi dan Flores, masuk akal jika mereka bisa sampai ke Filipina–tapi hingga kini bukti konklusif soal ini tidak tersedia. </p>
<p>Pada titik ini, kita tidak tahu spesies hominin pembuat alat di Luzon masuk kelompok mana, karena tidak banyak tersedia fosil hominin dari situs ditemukannya fosil badak. </p>
<p>Namun, kandidat yang paling memungkinkan adalah <a href="https://australianmuseum.net.au/homo-erectus"><em>Homo erectus</em></a>, spesies yang pernah mendiami pulau Jawa sejak 1,2 juta tahun lalu, dan juga ada di Cina–"<a href="https://australianmuseum.net.au/homo-floresiensis">Hobbit</a>“ (<em>Homo floresiensis</em>) dari Flores, yang mungkin adalah <em><a href="https://theconversation.com/a-700-000-year-old-fossil-find-shows-the-hobbits-ancestors-were-even-smaller-60192">Homo erectus</a></em> kerdil, juga termasuk dalam kelompok ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/a-700-000-year-old-fossil-find-shows-the-hobbits-ancestors-were-even-smaller-60192">A 700,000-year-old fossil find shows the Hobbits’ ancestors were even smaller</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Tapi, saya tidak memungkiri kemungkinan spesies yang betul-betul tidak pernah dikenal sebelumnya yang menghuni Luzon, karena sudah jelas bahwa Wallacea adalah kawasan yang sulit dipahami dan memiliki peran yang kompleks dalam kisah evolusi manusia. </p>
<h2>Bagaimana para hominin tiba di Luzon</h2>
<p>Tim Luzon <a href="https://www.nature.com/articles/doi:10.1038/s41586-018-0072-8">menyimpulkan</a> bahwa sekelompok hominin menghuni bagian utara Filipina pada masa Pleistosen (antara 781.000 dan 126.000 tahun yang lalu), bahwa mereka berasal dari Borneo di arah barat daya atau Taiwan di arah utara, dan bahwa <em>kemungkinan</em> mereka menggunakan perahu. </p>
<p>Menurut saya kebanyakan ilmuwan akan enggan menerima ide bahwa hominin arkais mendayung keluar Eurasia menggunakan kendaraan air yang mereka buat sendiri, bahkan jika kendaraan tersebut dalam bentuk yang paling dasar sekali pun. Bukan berarti skenario macam ini mustahil, tapi menurut saya jika benar demikian kita mungkin akan telah menemukan bukti hominin purba sampai di wilayah yang lebih jauh, termasuk Australia. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/217000/original/file-20180501-135825-ce9xar.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Penggalian di situs Kalinga di Lembah Cagayan, Luzon.</span>
<span class="attribution"><span class="source">G.D. van den Bergh</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jawaban dari keberadaan populasi hominin di pulau-pulau dekat Asia seperti Flores, Sulawesi, dan Luzon lebih besar kemungkinannya ada pada kejadian luar biasa: misalnya, hominin mungkin terbawa arus laut oleh tsunami dan bertahan dengan berpegangan pada tanaman yang mengapung. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/debris-from-the-2011-tsunami-carried-hundreds-of-species-across-the-pacific-ocean-84773">Debris from the 2011 tsunami carried hundreds of species across the Pacific Ocean</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa akibat penemuan ini terhadap kisah "Hobbit”</h2>
<p>Peralatan batu tertua di Flores berusia <a href="http://www.abc.net.au/radionational/programs/scienceshow/tools-show-humans-in-flores-one-million-years-ago/3115264">setidaknya satu juta tahun</a>. Fosil hominin paling awal dari pulau ini berusia <a href="https://www.theguardian.com/science/2016/jun/08/new-fossils-shed-light-evolution-hobbits-flores">700.000 tahun</a> dan berasal dari populasi mirip Hobbit yang mungkin keturunan langsung dari <em>Homo floresiensis</em>. </p>
<p>Penemuan di Luzon penting bagi kisah Hobbit karena tampaknya bagian utara Wallacea merupakan asal populasi hominin yang pertama kali mencapai Flores (via Sulawesi) di batas selatan Wallacea. </p>
<p>“Jalur Hobbit” mungkin dimulai di Filipina! </p>
<p>Fosil Flores mengisyaratkan bahwa hominin yang terisolasi di pulau di wilayah Wallacea ini bertahan selama ratusan milenium dan mengalami perubahan evolusioner yang tak disangka-sangka, termasuk mengerdil secara dramatis baik dalam ukuran tubuh dan otak. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=433&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=433&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=433&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=544&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=544&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/217175/original/file-20180502-153873-1rc6eh6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=544&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Peta Asia Tenggara dan wilayah sekitarnya pada masa Pleistosen akhir.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adam Brumm</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Mungkin kisah yang mirip mengenai hominin yang berevolusi dalam isolasi genetik juga terjadi di Luzon; tapi, perlu diingat, lingkungan di Luzon beda dari Flores, jadi kita tidak dapat secara gampang memperkirakan hasil dari “percobaan” evolusi dengan parameter yang beda di pulau ini. </p>
<p>Bisa jadi kita menemukan kejutan ketika fosil hominin ditemukan di Luzon pada masa depan. </p>
<h2>Apa “purba” bertemu “modern” di Filipina?</h2>
<p>Dan akhirnya, pertanyaan besar lain adalah apakah hominin arkais di Flores dan Luzon (dan Sulawesi) bertahan cukup lama untuk bertemu secara tatap muka dengan manusia modern, yang bermigrasi dan tiba di wilayah ini mungkin sekitar <a href="https://www.nature.com/articles/nature23452">70.000 tahun yang lalu</a>. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/worlds-scientists-turn-to-asia-and-australia-to-rewrite-human-history-88697">World's scientists turn to Asia and Australia to rewrite human history</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dari DNA purba kita sekarang tahu bahwa spesies kita <a href="https://theconversation.com/worlds-scientists-turn-to-asia-and-australia-to-rewrite-human-history-88697">kawin</a> dengan setidaknya dua (tapi mungkin lebih) spesies hominin arkais yang bertemu dengan manusia modern di luar Afrika: Neanderthal dan Denisovan. </p>
<p>Apakah ada alur gen lain yang melibatkan populasi unik dari manusia purba yang tersebar di wilayah Wallacea? </p>
<p>Kita belum tahu jawaban untuk pertanyaan ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/98190/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adam Brumm menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p>
Sekelompok manusia membantai seekor badak di daerah terpencil di Filipina 700.000 tahun lalu, tapi siapa mereka dan bagaimana mereka bisa ada di sana?
Adam Brumm, ARC Future Fellow, Griffith University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/93204
2018-04-11T23:48:10Z
2018-04-11T23:48:10Z
Ditemukan peralatan batu kuno di Sulawesi, tapi siapa yang membuatnya masih jadi misteri
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/210790/original/file-20180316-104635-1c9wjbb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=2%2C0%2C1341%2C663&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">'Menara' batu kapur di Maros, Sulawesi Selatan di mana Leang Burung 2 berada. </span> <span class="attribution"><span class="source">D.P. McGahan </span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Sekumpulan peralatan batu kuno ditemukan lagi di Sulawesi. Kami menjelaskan rincian peralatan batu kuno berusia 50.000 tahun yang ditemukan di naungan batu yang dikenal sebagai Leang Burung 2, dalam penelitian kami yang terbit hari ini di <a href="http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0193025">PLOS ONE</a>.</p>
<p>Kami tidak menemukan fosil manusia bersama peninggalan alat batu kuno tersebut. Identitas pembuat alat-alat batu ini masih jadi misteri.</p>
<p>Pada 2016 kami <a href="http://www.abc.net.au/news/science/2016-01-14/stone-tools-date-earliest-occupations-of-humans-on-sulawesi/7086308">melaporkan</a> penemuan serupa yang berusia 200.000 tahun di Sulawesi. Kami juga tidak tahu siapa yang membuatnya.</p>
<p><a href="http://www.abc.net.au/news/science/2016-01-14/stone-tools-date-earliest-occupations-of-humans-on-sulawesi/7086308">Peralatan Sulawesi yang paling awal</a> sangatlah tua dan bisa jadi milik salah satu dari beberapa spesies manusia. Kandidatnya meliputi <a href="https://australianmuseum.net.au/homo-erectus"><em>Homo erectus</em></a> dan <a href="https://australianmuseum.net.au/homo-floresiensis"><em>Homo floresiensis</em></a>, “<a href="https://theconversation.com/au/topics/hobbit-13183">Hobbits</a>” dari Flores yang mirip kurcaci.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ilmuwan-dunia-berpaling-ke-asia-dan-australia-untuk-menulis-ulang-sejarah-manusia-89241">Ilmuwan dunia berpaling ke Asia dan Australia untuk menulis ulang sejarah manusia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kemungkinan lain bisa jadi <a href="http://discovermagazine.com/2016/dec/meet-the-denisovans">Denisovan</a>, sepupu jauh <a href="https://australianmuseum.net.au/homo-neanderthalensis">Neanderthal</a>. Mereka bertemu dengan orang Aborigin awal di Asia Tenggara dan meninggalkan <a href="http://www.abc.net.au/news/science/2016-03-29/impact-of-interbreeding-with-ancient-denisovans-and-neanderthals/7275182">warisan genetik</a> pada keturunannya.</p>
<p>Bahkan mungkin mereka adalah <a href="https://australianmuseum.net.au/homo-sapiens-modern-humans"><em>Homo sapiens</em></a> yang telah menjelajah keluar dari Afrika jauh <a href="https://www.theguardian.com/science/2018/jan/25/oldest-known-human-fossil-outside-africa-discovered-in-israel">sebelum</a> eksodus utama spesies kita.</p>
<p>Atau mungkin saja mereka adalah <a href="http://www.abc.net.au/news/2016-10-26/dna-of-extinct-human-species-pacific-islanders-analysis-suggests/7968950">spesies yang benar-benar tidak diketahui</a>.</p>
<h2>Ke mana mereka pergi?</h2>
<p>Kami bukan saja tidak mengetahui siapa penduduk pertama Sulawesi, kami juga tidak tahu apa yang terjadi pada mereka.</p>
<p>Pada <a href="https://theconversation.com/40-000-year-old-rock-art-found-in-indonesia-32674">40.000 tahun lalu, orang-orang menciptakan seni batu</a> di Sulawesi. Mengingat kecanggihan dari karya seni ini, pembuatnya pastilah <em>Homo sapiens</em> dengan pikiran modern seperti kita.</p>
<p>Bila penduduk awal pulau adalah kelompok yang sekarang sudah punah, apa mereka bertahan cukup lama dan sempat bertemu kebudayaan modern?</p>
<p>Sulawesi menjanjikan kemungkinan bagi kita untuk memahami proses wilayah Australia dihuni oleh manusia. </p>
<p>Pulau Sulawesi yang berada pada rute ke Australia ini mungkin telah menjadi landasan peluncuran menuju pantai-pantai di Australia <a href="https://theconversation.com/buried-tools-and-pigments-tell-a-new-history-of-humans-in-australia-for-65-000-years-81021">sampai 65.000 tahun lalu</a>. Bahkan bisa jadi Sulawesi adalah tempat di mana orang Australia Pertama bertemu dengan Denisovan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/209463/original/file-20180308-146703-180bz1d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bagaimana wilayah Asia Tenggara dan Australia terlihat selama Zaman Es. Permukaan laut yang rendah menjembatani penghalang samudera yang sekarang memisahkan Australia dengan Papua dan menghubungkan berbagai pulau di Asia Tenggara satu sama lain dan ke daratan yang berdekatan, dengan pengecualian pulau-pulau di Wallacea, yang selalu tetap terpisah. Panah menunjukkan bagaimana nenek moyang orang Aborigin bisa mencapai Australia hingga 65.000 tahun lalu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adam Brumm</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Memecahkan misteri ini tidaklah mudah pada daratan yang luas seperti Sulawesi. Dari mana kita harus mulai pencarian? Pertanyaan ini membawa kita ke Leang Burung 2.</p>
<h2>Penggalian yang asli</h2>
<p>Leang Burung 2 adalah naungan dari batu kapur di bagian selatan pulau. Pertama kali digali pada 1975 oleh arkeolog Ian Glover. </p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=524&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=524&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=524&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=659&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=659&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/209453/original/file-20180308-146703-7lhqg8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=659&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sulawesi, menunjukkan lokasi naungan batu Leang Burung 2.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ESRI (right map)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Glover menggali hingga kedalaman 3,6 m dan menemukan artefak “Zaman Es” yang berusia 30.000 tahun. Di bagian bawah parit yang ia gali, ia temukan juga lapisan tanah liat kuning. Ini mengandung peralatan batu sederhana dan fosil mamalia besar (megafauna) yang langka dan tidak ada pada lapisan “Zaman Es” (yang lebih muda) di atasnya.</p>
<p>Namun sebelum Glover bisa menjelajahi lebih lanjut petunjuk pemukiman manusia awal ini, ia harus menghentikan penggalian. Batu-batu besar di parit membuatnya tak bisa menggali lebih lanjut. </p>
<p>Beberapa dekade berikutnya, mendiang <a href="https://theconversation.com/archaeologist-who-discovered-the-hobbit-dies-16321">Mike Morwood</a> yang terkenal karena menemukan “Hobbit”, memutuskan untuk memperdalam parit Glover hingga batuan dasar. Ia punya firasat bahwa di bawah tanah liat yang tidak diketahui usianya, mungkin terdapat bukti bahwa manusia purba ada di Sulawesi hingga waktu yang relatif belum lama. Sesungguhnya, Mike berpikir bahwa nenek moyang “Hobbit” mungkin berasal dari pulau ini hingga ke Flores utara.</p>
<p>Pada 2007, tim Mike (dipimpin oleh arkeolog Makassar Irfan Mahmud) memperdalam parit hingga 4,5 m, tapi lagi-lagi penggalian terhenti oleh batu.</p>
<h2>Penggalian baru dan lebih dalam</h2>
<p>Sesudah itu, atas undangan Mike, dan bersama kolega dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (ARKESNAS), saya membuka ulang parit tersebut dalam upaya untuk mencapai ke dasar pada akhirnya.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/207786/original/file-20180226-140181-gk6iw2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Arkeolog Indonesia bekerja di Leang Burung 2.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adam Brumm</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selama tiga musim (2011-2013) kami menggali hingga kedalaman 6,2 m—lebih dalam dari penggalian sebelumnya. Penggalian tersebut sulit. Kami menggunakan alat penopang berat untuk menunjang dinding yang tidak stabil, dan peralatan bor khusus untuk menembus batu besar yang telah menghambat pekerjaan sebelumnya di tempat ini.</p>
<p>Alih-alih mencapai batuan dasar, kami malah mendapati air bawah tanah. Dengan air yang merembes masuk, berakhirlah penggalian kami. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/207785/original/file-20180226-140208-15kt9pf.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Penggalian parit dalam di Leang Burung 2 pada 2012.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adam Brumm</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meski pun demikian, kami bisa memastikan bahwa di bawahnya, memang ada bukti akan kehadiran manusia. Kami menyingkap cakrawala kebudayaan yang kaya di dalam tanah liat coklat, di bawah lempung kuning milik Glover.</p>
<p>Di antara temuan kami yakni peralatan batu besar yang belum sempurna, dan fosil megafauna. Kami juga menemukan fosil dari spesies gajah yang sudah punah, pertama kali fosil spesies gajah tersebut ditemukan di situs itu. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/207789/original/file-20180226-140184-1pdauwh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Fosil pecahan gigi dari gajah yang sudah punah, digali dari Leang Burung 2.</span>
<span class="attribution"><span class="source">M W Moore</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Memperkirakan usia temuan baru</h2>
<p>Kami beruntung memiliki metode pengukuran usia yang belum ada di era Glover, tapi usia dari lapisan yang paling bawah masih sulit untuk diketahui.</p>
<p>Usaha terbaik kami menunjukkan bahwa tanah liat Glover di bagian atas berusia lebih dari 35.000 tahun, sedangkan lempung coklat sekitar 50.000 tahun—dan kami masih belum mencapai titik dasar.</p>
<p>Penduduk awal menggunakan peralatan seperti yang dibuat 200.000 tahun lalu di Sulawesi, sehingga artefak yang paling dalam mungkin berhubungan dengan kultur pembuat alat yang paling tua di pulau ini.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/207788/original/file-20180226-140191-bcn1y2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Artefak batu dari endapan yang dalam di Leang Burung 2, berusia setidaknya 50.000 tahun lalu</span>
<span class="attribution"><span class="source">M W Moore</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para penghuni gua ini mungkin masih ada ketika seni batu pertama kali muncul 40.000 tahun lalu, tapi karena ketidakpastian dalam memperkirakan usia, dan erosi sedimen dalam jumlah besar di Leang Burung 2, kami tidak yakin.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/penemuan-karya-seni-zaman-es-dan-perhiasan-di-sulawesi-mengungkap-budaya-simbolik-zaman-prasejarah-89385">Penemuan karya seni zaman es dan 'perhiasan' di Sulawesi mengungkap budaya simbolik zaman prasejarah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=275&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=275&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=275&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=346&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=346&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/207784/original/file-20180226-140197-ntisxu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=346&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Naungan batu Leang Burung 2.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Adam Brumm</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Sebuah harapan baru</h2>
<p>Sebenarnya mungkin untuk menggali lebih dalam di Leang Burung 2, tapi butuh usaha serius, termasuk menurunkan permukaan air secara artifisial. Namun meski penelitian di naungan ini menantang, hal itu mengarahkan kami ke situs lain dengan prospek yang lebih baik. </p>
<p>Penggalian kami di dekat Leang Bulu Bettue telah <a href="https://theconversation.com/ice-age-art-and-jewellery-found-in-an-indonesian-cave-reveal-an-ancient-symbolic-culture-75390">menemukan</a> ornamen “Zaman Es” yang langka hingga berusia 30.000 tahun, dan kami sekarang telah menggali lebih dalam ke lapisan yang lebih tua.</p>
<p>Pekerjaan lebih lanjut di gua ini bisa memberikan petunjuk penting tentang penduduk asli Sulawesi, termasuk, kami berharap, fosil pertama yang tersisa dari masyarakat yang penuh teka-teki ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/93204/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adam Brumm menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p>
Arkeolog menggali sebuah situs lama di Sulawesi dan menemukan peralatan batu kuno yang dibuat oleh penghuni masa pra-sejarah pulau tersebut. Siapa mereka masih jadi misteri.
Adam Brumm, ARC Future Fellow, Griffith University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.