Menu Close
Premiere film Godzilla: King of the Monsters di TCL Chinese Theatre di Hollywood, California, 18 Mei 2019 Sheri Determan/WENN.com

Godzilla: King of the Monsters, evolusi pesan-pesan lingkungan dalam film Godzilla

Film tentang monster hijau raksasa, Godzilla akan hadir kembali di layar perak.

Film terbaru tentang Godzilla akan tayang di bioskop minggu ini.

Trailer film ‘Godzilla: King of the Monsters’ 2019 (Legendary Pictures. Sutradara: Michael Dougherty)

Sejak kemunculan perdananya pada tahun 1954 sebagai monster hasil mutasi yang berwujud seperti dinosaurus, Godzilla kerap kali menyebarkan pesan lingkungan kepada publik, walau pesannya berubah-ubah seiring zaman.

Walau versi lama film ini identik dengan bencana nuklir yang mengerikan, film barunya tampaknya membuang pesan anti-nuklir untuk fokus menyajikan masalah lingkungan terkini pada publik, seperti perubahan iklim dan kepunahan massal. Para pemeran dan produser film ini telah menyatakan dukungannya pada tema lingkungan yang diangkat.

Godzilla yang sekarang

Dalam film Godzilla versi terbaru, sang monster merupakan mahkluk purba yang berevolusi sejak lama ketika Bumi lebih bersifat radioaktif. Dalam film terbaru ini, Godzilla ditampilkan sebagai penjaga alam yang berusaha membawa keseimbangan bumi yang dirusak oleh manusia.

Dalam film Godzilla yang terbaru, energi nuklir dianggap sebagai sumber energi yang alami dan bom nuklir tidaklah berbahaya karena sang monster menggunakan energi tersebut untuk mengisi kekuatannya dan bertarung melawan sekelompok monster lain. Selain itu, Godzilla juga bersekutu dengan militer Amerika Serikat (AS) untuk menaklukkan lawan-lawan mereka demi merebut gelar sebagai ‘raja dari segala monster’.

Bagi para pecinta lingkungan, film Godzilla tahun ini akan tampak seperti film bertema lingkungan hidup yang dangkal. Namun, film bertema lingkungan yang lebih dalam seperti An Inconvenient Truth atau Before the Flood mungkin hanya menarik minat orang-orang yang memang sudah terpengaruh oleh pesan lingkungan. Sedangkan, Godzilla berpotensi menarik penonton dari beragam kalangan untuk menonton film bertemakan lingkungan.

Jika kita berpikir positif, kita dapat berharap bahwa separuh dari penonton akan tergerak hatinya untuk sedikit lebih peduli terhadap masalah lingkungan akhir-akhir ini. Namun, sayangnya, banyak yang akan bertanya secara kritis tentang peran ‘nuklir’ atau ’militer ‘ sebagai penyelamat Bumi.

Produser film Godzilla yang terbaru menjalin hubungan kerja yang baik dengan militer AS untuk memastikan representasi militer dan angkatan laut yang kredibel. Hubungan tersebut menjamin tersedianya akses pembuat film terhadap senjata canggih militer, seperti misalnya tank dan kapal perang. Angkatan Darat AS tampak puas dengan hasilnya, tetapi karena adanya dampak lingkungan dari kegiatan militer yang dilakukan, mungkin para produser seharusnya bekerja dengan para penggiat konservasi ketika mereka berusaha menggambarkan Godzilla sebagai mahkluk ekologis.

Godzilla di masa lalu

Secara fiksi, Godzilla berusia sekitar 65 juta tahun. Namun faktanya, ia berusia 65 tahun.

Film Godzilla pertama, atau Gojira dalam bahasa Jepang, dibuat di Jepang pada tahun 1954. Karakter Godzilla adalah monster yang secara tidak sengaja dibangkitkan oleh percobaan bom atom di Samudra Pasifik. Sang monster kemudian sampai di darat dan menghancurkan kota Tokyo, Ibu Kota Jepang.

Pesan pada film Godzilla pertama jelas: bom nuklir dan polusi nuklir itu mengerikan; bermain-main dengan nuklir akan mengundang malapetaka bagi alam dan kemanusiaan. Tema tersebut sesuai dengan Jepang yang pada saat itu baru saja pulih dari serangan bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, di Jepang.

Trailer film ‘Godzilla: King of the Monsters’ tahun 1954 (Toho. Sutradara: Ishirō Honda).

Namun, jika tujuan utama Godzilla adalah untuk mencegah pengembangan nuklir yang berbahaya, upaya itu gagal. Sebab Jepang memulai program energi nuklir besar-besaran setelah itu.

Selain tidak efektif, Godzilla mungkin juga dianggap tidak orisinal. Banyak penggemar fiksi ilmiah mengakui Godzilla versi 1954 menjiplak karakter film Hollywood yang berjudul The Beast from 20,000 Fathoms tahun 1953. Karakter utama di film tersebut adalah dinosaurus raksasa yang juga lahir dari ledakan uji coba nuklir .

Japan’s Atomic Monsters – Origins and Legacy (2019) Produser: Alan Marshall & Nanthawan Kaenkaew.

Para penulis The Beast from 20,000 Fathoms berhasil mengangkat peran militer Amerika Serikat dan menguraikan kekuatan senjata-mega buatan sendiri. Namun, para penulis Godzilla tahun 1954 tidak melakukan hal yang sama. Para penulis pada film Godzilla tahun 1954 tidak menyalahkan militer Jepang sendiri sebagai penyebab kehadiran monster tersebut, tetapi karena uji coba nuklir AS di Pasifik.

Dengan melakukan ini, Godzilla asli menghindari menyelidiki pertanyaan tentang obsesi Jepang terhadap kekuatan militer dan sebagai gantinya memilih untuk menyalahkannya pada AS atas kekerasan yang dilakukan pada Perang Dunia II dan bom nuklirnya yang tidak manusiawi. Sikap anti-Amerika warisan Godzilla tahun 1954 harus dihapus sebelum tayang di bioskop AS .

Evolusi Godzilla

Sejak film 1954, lebih dari tiga puluh film Godzilla telah diproduksi.

Pada era 1960-an dan 1970-an, Godzilla dianggap sebagai film murahan. Publik mengganggapnya sebagai film aneh yang menyajikan dua aktor yang berpakaian karet sebagai monster yang saling menyeringai yang saling memukul. Beberapa kritikus film mencemooh versi 60-an dan 70-an ini sebagai tidak berseni dan kekanak-kanakan, tetapi pengamat film lainnya telah mengakui nilai dan pesona yang ditampilkan film ini. Film Godzilla dianggap sebagai film eksentrik yang pertempurannya dapat ditiru secara imajinatif oleh anak-anak sekolah yang penuh energi.

Walau ringan, film-film Godzilla tahun 1960-an dan 1970-an sering berhasil menyebarkan pesan lingkungan dengan mengangkat kembali tema anti-nuklir atau atau jenis polusi lainnya.

Sebagai contoh, film Godzilla tahun 1971 yang berjudul, Godzilla Vs the Smog Monster memunculkan karakter mengerikan yang berasal dari limbah polusi laut dan asap kota.

Trailer film ‘Godzilla Vs The Smog Monster’ tahun 1971 (Toho. Sutradara: Yoshimitsu Banno).

Dalam film Godzilla yang dirilis tahun 2014, pesan anti-nuklir tampak muncul kembali. Adegan pembuka film ini menggambarkan pembangkit nuklir yang mengalami kebocoran seperti reaktor Fukushima di Jepang dan kota mati yang menyerupai kota hantu, Fukushima.

Namun, kita segera tahu bahwa bencana tersebut disebabkan oleh mutan yang haus akan radiasi yang besar dan bukan karena kelalaian kerja atau kesalahan teknologi .

Trailer film ‘Godzilla’ tahun 2014 (Legendary Pictures. Sutradara: Gareth Edwards).

Secara keseluruhan, Godzilla sering dipuji oleh para kritikus dan para penggemarnya karena pesannya yang mencerminkan keprihatinan publik terhadap bencana lingkungan. Namun pesan lingkungan yang disampaikan oleh banyak versi Godzilla sering kali dibebani dengan narasi yang lain, dan juga oleh kebutuhan pasar akan tontonan yang fantastis, sehingga pesan lingkungan yang ingin disampaikan menjadi membingungkan atau kurang kuat.

Jamiah Solehati menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now