Menu Close

Humor dan komedi adalah media informasi untuk perubahan iklim yang lebih efektif ketimbang berita serius

Protes di Gauhati, India, pada 20 September 2019, bagian dari rangkaian demonstrasi dunia menjelang KTT AS di New York. AP Photo/Anupam Nath

Pada dasarnya, perubahan iklim tidaklah lucu. Biasanya, para ilmuwan dengan serius menggambarkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang merusak Bumi, baik di darat dan laut.

Atau, menjelaskan bahwa perubahan iklim berperan dalam kebakaran hutan atau topan terbaru.

Publik pada akhirnya mencapai titik jenuh bila terus menerus disodorkan kondisi perubahan iklim yang suram, menyedihkan, dan mengancam manusia. Hal inilah menginspirasi penelitian yang saya lakukan dengan Beth Osnes untuk menyampaikan pesan tentang perubahan iklim melalui komedi dan humor.

Saya telah mempelajari dan mempraktikkan komunikasi iklim selama kurang lebih 20 tahun.

Buku terbaru saya, “Creative (Climate) Communications” mengintegrasikan ilmu sosial serta penelitian dan praktik humaniora untuk menjalin hubungan setiap orang melalui isu yang mereka pedulikan secara lebih efektif.

Ketimbang membahasakan sains dengan “bahasa yang lebih bodoh”, penelitian ini justru berdasarkan pendekatan “membuat lebih pintar” yang ternyata justru bisa menyatukan orang yang memiliki kepedulian pada topik yang berbeda-beda.

Mahasiswa Universitas Colorado-Boulder tampil dalam sebuah sketsa komedi di atas pesawat yang gerakkan secara manual.

Kenapa menertawakan perubahan iklim?

Sains sangat penting untuk memahami dahsyatnya tantangan iklim dan bagaimana masalah ini terhubung dengan masalah lain seperti bencana, keamanan pangan, kualitas udara lokal, dan migrasi.

Tapi, cara penyampaian ilmiah gagal melibatkan dan menggerakkan khalayak luas secara signifikan.

Pendekatan dan interpretasi yang suram biasanya akan membuat penonton takut dan bukannya menginspirasi mereka untuk melakukan sesuatu. Contohnya, novelis Jonathan Franzen baru-baru ini menerbitkan sebuah esai di The New Yorker dengan judul “Bagaimana Jika Kita Berhenti Berpura-pura”. Ia menegaskan:

“(Menghentikan perubahan iklim) merupakan tujuan yang sudah jelas selama 30 tahun belakangan, dan meskipun sudah ada upaya, pada dasarnya, kita tidak membuat kemajuan sama sekali.”

Penelitian ilmu sosial dan humaniora telah menunjukkan bahwa framing semacam ini secara efektif melemahkan pembaca yang sebenarnya dapat disadarkan dan digerakkan oleh pendekatan yang lebih cerdas.

Para komika mengambil jalan yang berbeda ketika Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change) merilis sebuah laporan pada tahun 2018.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa dunia hanya memiliki waktu sampai 2030 untuk mencengah pemanasan pada level yang bisa ditanggung Bumi.

Trevor Noah, pembawa acara Comedy Central “The Daily Show,” mengamati:

“Kalian tahu orang yang berteriak-teriak di jalan bahwa dunia akan berakhir? Ternyata, mereka semua sebenarnya ilmuwan iklim.”

Dalam program televisi ABC, “Jimmy Kimmel Live,” Kimmel berkomentar:

“Selalu ada hikmahnya. Malapetaka di satu planet adalah kesempatan untuk mencari planet lain.”

Ia pun menunjukkan iklan bangkrut dari Planet Bumi yang berbunyi :

“Semuanya dijual! 50% dari semua hewan nokturnal, serangga, reptil dan amfibi … dijual sebelum pergi ke neraka. Kalian harus bertindak secepatnya, karena Bumi akan segera berakhir. Dan ketika Bumi hilang, ia benar-benar hilang.”

Semakin panas di sini

Ilmu pengetahuan sosial dan humaniora sudah mulai mempelajari cara-cara baru yang lebih efektif untuk menyampaikan informasi tentang perubahan iklim.

Secara konsisten, seperti yang dijelaskan dalam buku saya, penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang emosional, menyentuh, dan berdasarkan pengalaman dapat diterima oleh banyak orang. Metode-metode ini membangkitkan aksi dan keterlibatan.

Para akademisi telah meneliti bagaimana acara seperti “Saturday Night Live,” “Last Week Tonight,” “Jimmy Kimmel Live,” “Full Frontal”, dan “The Daily Show” menggunakan lelucon untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan publik.

Sebagai contoh, mantan Wakil Presiden Al Gore muncul di “The Late Show with Stephen Colbert” pada tahun 2017, mereka secara bergantian dengan Colbert menyajikan pickup line tentang perubahan iklim dengan diiring oleh musik :

Gore: “Apakah kamu perubahan iklim? Karena ketika aku melihat kamu, dunia menghilang.”

Colbert: “Aku seperti 97% ilmuwan lain, dan aku tidak bisa menyangkal … suasana semakin panas di sini.”

Gore: “Mudah-mudahan kamu tidak digerakkan bahan bakar berbasis fosil, karena kamu telah mondar-mandir di pikiranku seharian.”

Mantan Wakil Presiden Al Gore dan host acara komedi tengah malam, Steven Colbert, bertukar pickup lines terkait dengan perubahan iklim.

Komedian Sarah Silverman, dalam acara “I Love You America” tayang di Hulu tahun 2018, menyampaikan perlunya bertindak demi mengatasi perubahan iklim.

Dalam monolognya, Sarah fokus kepada perubahan iklim didorong “oleh kepentingan kelompok yang sangat kecil dan orang-orang yang sangat kaya dan berkuasa.” Ia menambahkan :

“Ironi menjijikkan dari semua ini adalah bahwa para miliarder yang telah menciptakan kekejaman global akan menjadi orang-orang yang bisa bertahan hidup. Mereka akan baik-baik saja, sementara kita semua mati kepanasan di dalam mobil pengap seukuran planet.”

Menerobos hambatan dan menemukan titik temu

Penelitian menunjukkan bahwa komedi dapat menurunkan pertahanan dalam polarisasi. Komedi menangguhkan aturan sosial dan menghubungkan orang dengan ide-ide dan cara berpikir atau tindakan yang baru.

Komedi mengeksploitasi celah dalam argumen. Ia menggelitik, menohok, memecut, dan menarik perhatian mereka yang tidak sesuai, munafik, palsu, dan sok. Hal ini membuat dimensi kompleks dari perubahan iklim terlihat mudah dijelaskan dan mudah untuk dihadapi.

Malam komedi perubahan iklim 2019 di Universitas Colorado di Boulder. Ami Nacu-Schmidt, CC BY-ND

Banyak disiplin ilmu yang bisa menyampaikan komedi, termasuk teater, pertunjukan, dan ilmu media.

Saya bersama rekan-rekan lainnya, yaitu Beth Osnes, Rebecca Safran, dan Phaedra Pezzullo di Universitas Colorado, ikut mengarahkan inisiatif Inside the Greenhouse, yang menggunakan wawasan dari bidang kreatif untuk mengembangkan strategi komunikasi iklim yang efektif.

Selama empat tahun, kami telah menjalankan sebuah proyek komedi, “Stand Up for Climate Change”.

Bersama dengan mahasiswa, kami menulis sketsa komedi dan memberikan pertunjukan rutin di depan penonton di Kampus Boulder.

Dari pengalaman tersebut, kami juga mempelajari konten pertunjukan dan tanggapan para pemain dan penonton.

Kami menemukan bahwa humor menyediakan jalur yang efektif untuk meningkatkan kesadaran, pembelajaran, berbagi perasaan, diskusi, dan inspirasi baik bagi para pemain maupun penonton.

Pendekatan komika mungkin terlihat mengecilkan perubahan iklim, yang memiliki implikasi hidup dan mati bagi jutaan orang, terutama penduduk termiskin dan paling rentan di dunia.

Tapi, risiko yang lebih besar adalah jika orang-orang berhenti berbicara tentang masalah ini sepenuhnya, dan kehilangan kesempatan untuk menata kembali dan secara aktif terlibat dalam masa depan kolektif mereka.

Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now