tag:theconversation.com,2011:/id/topics/negara-islam-50790/articles
Negara Islam – The Conversation
2023-07-11T09:58:16Z
tag:theconversation.com,2011:article/209437
2023-07-11T09:58:16Z
2023-07-11T09:58:16Z
Bendera ISIS ‘membajak’ kalimat suci Islam, tapi melarangnya dapat menimbulkan ketidakadilan bagi umat Muslim
<p>Pemerintah Australia dikhawatirkan akan membuat komunitas Islam menjadi sasaran kriminalisasi, menyusul diajukannya usulan legislasi yang bersifat karet. </p>
<p>Parlemen Australia baru saja mendapatkan usulan <a href="https://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/legislation/bills/r7048_first-reps/toc_pdf/23077b01.PDF;fileType=application%2Fpdf#search=%22legislation/bills/r7048_first-reps/0000%22">rancangan undang-undang (RUU)</a> baru yang melarang tampilan “simbol-simbol terlarang” di depan umum. Ini termasuk dua simbol Nazi dan bendera ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).</p>
<p>RUU ini awalnya diajukan guna melarang simbol <em>Nazi Hakenkreuz</em> (swastika), karena Australia tengah menghadapi peningkatan <a href="https://time.com/6286524/australia-ban-nazi-symbols/">aktivitas Neo-Nazi</a>. Kelompok Neo-Nazi semakin menjadi ancaman karena mereka mencoba merekrut anggota baru dan sudah semakin berani <a href="https://www.sbs.com.au/news/podcast-episode/neo-nazi-groups-becoming-more-brazen-says-asio-chief/f4ke3kbyv">menunjukkan diri di depan publik</a>, menurut Direktur Jenderal Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) Mike Burgess.</p>
<p><a href="https://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/legislation/bills/s1373_first-senate/toc_pdf/23S01020.pdf;fileType=application%2Fpdf#search=%22legislation/bills/s1373_first-senate/0000%22">Rancangan awal</a> RUU tersebut tidak memuat apa pun tentang bendera ISIS. Jaksa Agung Mark Dreyfus kemudian menambahkannya. Ia <a href="https://ministers.ag.gov.au/media-centre/speeches/second-reading-counter-terrorism-legislation-amendment-prohibited-hate-symbols-and-other-measures-bill-2023-14-06-2023">mengatakan</a> bendera ISIS melambangkan “tindakan menjijikkan yang dilakukan oleh salah satu organisasi teroris paling mematikan dan paling aktif di dunia”.</p>
<p>Menurut <em>draft</em> RUU terbaru, bendera ISIS akan menjadi simbol terlarang. Apa pun yang “sangat mirip” dengan bendera ISIS, dan “kemungkinan besar dapat disalahartikan sebagai” bendera ISIS, juga akan dilarang.</p>
<p>RUU tersebut kemudian merinci apa yang dimaksud dengan menunjukkan diri di muka umum: “jika dapat dilihat oleh masyarakat yang berada di tempat umum”.</p>
<p>Ini dapat mencakup dokumen seperti koran atau majalah, intinya adalah semua bagian tempat umum di mana “simbol” yang dimaksud dapat dilihat.</p>
<p>Namun, yang jadi masalah adalah bendera ISIS memuat – dalam hal ini membajak – kata-kata yang sakral bagi seluruh umat Islam. Larangan bagi bendera ISIS kemungkinan besar akan menciptakan lebih banyak masalah daripada menyelesaikannya – dan sebaiknya dihapus dari RUU ini. Atau paling tidak, ketentuan tersebut harus ditunda pembahasannya sampai ada data yang kuat yang membuktikan bahwa penggunaannya bermasalah.</p>
<p>Sudah ada beberapa reaksi keras terhadap rincian kalimat dalam ketentuan itu. Menanggapi hal ini, Dreyfus mengatakan bahwa pemerintah Partai Buruh <a href="https://www.sbs.com.au/news/article/well-listen-government-responds-to-concerns-over-proposed-is-flag-ban/y5xqk8wf5">akan mencatat kekhawatiran tersebut</a> dan bahwa masih ada kemungkinan perubahan akhir pada kata-kata tersebut, meskipun masih harus dilihat lagi bagaimana bentuknya. </p>
<p>RUU tersebut sekarang akan dibahas oleh komite parlemen.</p>
<h2>Apa yang ada di bendera ISIS?</h2>
<p>Bendera ISIS mengandung sebuah tulisan yang sangat penting bagi umat Islam, yakni “Tidak ada Tuhan selain Allah” dalam bahasa Arab, yang merupakan prinsip dasar Islam. Ini adalah akidah Islam. Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh umat Islam setidaknya sekali seumur hidup mereka, sementara sebagian besar umat Islam akan mengulanginya beberapa kali dalam sehari.</p>
<p>Tulisan dalam lingkaran putih pada bendera tersebut berbunyi “Allah, Rasul, Muhammad”. Diyakini bahwa ini merupakan <a href="https://time.com/3311665/isis-flag-iraq-syria/">stempel</a> yang digunakan oleh Nabi Muhammad untuk menyegel surat-surat yang dikirimkan kepada para pejabat. Secara historis, menyegel surat dengan cara seperti itu adalah hal yang umum.</p>
<p>Semua umat Islam menggunakan kata-kata yang terdapat pada bendera ISIS itu. ISIS mengadopsi tulisan itu di bendera mereka untuk mengklaim bahwa mereka bertindak atas nama Tuhan dan mengikuti cara Nabi Muhammad. </p>
<p>Dengan pendekatan seperti itu, para teroris mengklaim <a href="https://newlinesmag.com/essays/the-hoax-in-the-isis-flag/">legitimasi</a> - ini artinya mereka “membajak” Islam.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Saudi Arabia flag" src="https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/535998/original/file-20230706-21-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kalimat syahadat juga ada di bendera Arab Saudi: La ‘ilaha 'illa-llah ('tidak ada Tuhan selain Allah’), muhammadun rasūlu-llāh (‘Muhammad adalah utusan Allah’).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kebingungan dan kecurigaan yang tidak perlu</h2>
<p>Melarang bendera ISIS atau apa pun yang “hampir menyerupai” bendera tersebut berpotensi menimbulkan banyak masalah dan kebingungan dalam kehidupan sehari-hari bagi umat Islam - kelompok agama yang telah mengalami begitu banyak penderitaan akibat <a href="https://theconversation.com/lets-rip-it-off-her-head-new-research-shows-islamophobia-continues-at-disturbing-levels-in-australia-179106">Islamofobia</a>.</p>
<p>Banyak umat Islam yang memajang kalimat syahadat dalam bahasa Arab di dalam rumah mereka, sebagai stiker di mobil, di masjid, atau sebagai karya seni dalam berbagai bentuk. Baru minggu lalu, saya mengendarai mobil dengan tulisan syahadat yang besar dan tebal di kaca belakangnya.</p>
<p>Bahkan <a href="https://www.britannica.com/topic/flag-of-Saudi-Arabia">bendera Saudi</a> memiliki tulisan syahadat Islam, meskipun dengan latar belakang hijau, tapi kata-katanya sama persis dengan yang ada di bendera ISIS. </p>
<p>Seorang penegak hukum, politikus, atau orang awam mungkin tidak mengetahui perbedaan yang mencolok antara bendera ISIS dan penggunaan kalimat syahadat oleh umat Islam dalam kehidupan pribadi mereka. Hal ini nantinya dapat menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu atau bahkan penangkapan semena-mena.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1503599434319474688"}"></div></p>
<p>Bagi umat Islam dan mereka yang memahami Islam, kalimat syahadat telah dibajak oleh organisasi teroris. Maksud dari larangan dalam RUU tersebut mungkin baik, namun implementasinya akan menciptakan lebih banyak masalah daripada menyelesaikannya.</p>
<p>Kalimat dalam RUU yang diusulkan ini bahkan dapat memperkuat <a href="https://www.jstor.org/stable/48603170">narasi</a> ISIS, bahwa “umat Islam dan identitas Islam sedang diserang oleh negara-negara Barat”.</p>
<p>Terlebih lagi, dampak ISIS <a href="https://www.gisreportsonline.com/r/syria-isis-terrorism/">telah berkurang</a> secara signifikan - tidak lagi menjadi ancaman seperti pada tahun 2014 dan 2019.</p>
<p>Data Kepolisian New South Wales, Australia, menunjukkan bahwa pengibaran bendera ISIS di depan umum telah <a href="https://www.smh.com.au/national/nsw/islamic-state-flag-flown-over-300-times-in-nsw-in-last-six-years-20211130-p59dje.html">menurun drastis</a> sejak puncaknya pada tahun 2015. Jadi, tidak perlu untuk melarang bendera <a href="https://www.gisreportsonline.com/r/syria-isis-terrorism/">organisasi yang telah melemah</a>.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209437/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Zuleyha Keskin terafiliasi dengan Akademi ISRA. </span></em></p>
Meskipun larangan bendera tersebut memiliki tujuan yang baik, kita harus ingat bahwa akidah Islam telah ‘dibajak’ oleh organisasi teroris.
Zuleyha Keskin, Associate Professor, Charles Sturt University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/200239
2023-02-19T05:32:42Z
2023-02-19T05:32:42Z
Riset: Pembatasan COVID-19 secara tak terduga telah mengurangi kekerasan ISIS
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/510962/original/file-20230219-336-18eik9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=1%2C0%2C666%2C439&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang perempuan berjalan di Raqa, bekas ibu kota Negara Islam Suriah, pada Desember 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://media.gettyimages.com/id/1230242180/photo/topshot-syria-conflict-daily-life-raqa.jpg?s=1024x1024&w=gi&k=20&c=i-FdQOqRBmciGD8TCY0hyKF8kvbZ5ixLz7y_77mY_7E=">Delil Souleiman/AFP via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>Pada awal pandemi COVID-19, para pemimpin dunia dan <a href="https://www.crisisgroup.org/global/contending-isis-time-coronavirus">pakar kebijakan</a> sempat <a href="https://time.com/5828630/isis-coronavirus/">khawatir</a> jika krisis kesehatan akan membuat dunia semakin berbahaya. Mereka secara khusus khawatir organisasi teroris seperti <a href="https://www.dni.gov/nctc/groups/isil.htm">kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)</a> akan <a href="https://www.justsecurity.org/69508/how-terrorist-groups-will-try-to-capitalize-on-the-coronavirus-crisis/">memanfaatkan situasi pandemi</a> untuk meningkatkan serangan terhadap warga sipil dan merekrut simpatisan baru.</p>
<p>Dalam beberapa hal, pandemi global memberikan peluang bagi kelompok ISIS, karena peningkatan pengeluaran kesehatan yang tiba-tiba telah <a href="https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/35298/From-Double-Shock-to-Double-Recovery-Implications-and-Options-for-Health-Financing-in-The-Time-of-COVID-19.pdf?sequence=8&isAllowed=y">membebani anggaran banyak negara</a> dan membuat dunia mengalihkan perhatian <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2020/04/28/preventing-violent-extremism-during-and-after-the-covid-19-pandemic">dari isu ekstremisme</a>. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7870912/">Banyak pemerintah</a> yang merespons penyebaran COVID-19 ini dengan meminta polisi dan militernya untuk fokus membantu memberikan layanan perawatan kesehatan.</p>
<p>Namun, kekhawatiran akan meningkatnya kekerasan ISIS <a href="https://politicalviolenceataglance.org/2021/06/28/has-isis-made-gains-as-a-result-of-the-pandemic/">sebagian besar tidak terbukti</a>.</p>
<p>Kami merupakan <a href="https://scholar.google.com/citations?user=C2IitzkAAAAJ&hl=en&oi=ao">cendekiawan yang mempelajari</a> penyebab kekerasan yang terjadi di dalam negeri di banyak negara, biasanya antara kelompok bersenjata dengan pemerintah, dan apa yang dapat mencegahnya. Bersama <a href="https://www.atlanticcouncil.org/expert/qutaiba-idlbi/">Qutaiba Idlbi</a>, rekan senior kami di lembaga riset <a href="https://www.atlanticcouncil.org/">Atlantic Council</a>, <a href="https://scholar.google.com/citations?user=1dHeQGgAAAAJ&hl=en&oi=ao">kami ingin mengetahui</a> bagaimana pembatasan sosial selama pandemi COVID-19 memengaruhi kemampuan beroperasi kelompok kriminal seperti ISIS.</p>
<p><a href="https://www.cambridge.org/core/journals/american-political-science-review/article/locking-down-violence-the-covid19-pandemics-impact-on-nonstate-actor-violence/19073EF1BC0873E1D614A34F6BD1365C">Penelitian</a> terbaru kami menunjukkan bahwa penerapan <em>lockdown</em> selama pandemi, termasuk pembatasan jam malam dan larangan bepergian – yang sekarang <a href="https://ig.ft.com/coronavirus-lockdowns/">sudah dicabut</a> oleh sebagian besar negara – telah mempersulit ISIS untuk beroperasi dan, sebagai akibat tidak langsung, membantu mengurangi jumlah kekerasan di Mesir, Irak dan Suriah.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A soldier in camouflage steps into a destroyed vehicle that appears charred from the inside." src="https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Seorang pejuang Irak memeriksa lokasi serangan kelompok ISIS di bagian utara Baghdad pada Mei 2020.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://media.gettyimages.com/id/1211657465/photo/topshot-iraq-conflict-is.jpg?s=1024x1024&w=gi&k=20&c=s34V40b5F3hAhyP1ZlD-BjZRPY6MdKZxgDoUmPzBCL0=">Ahmad Al-Rubaye/AFP via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Memahami kelompok ISIS</h2>
<p><a href="https://www.cnn.com/2016/08/12/middleeast/here-is-how-isis-began/index.html">Kelompok Negara Islam</a> – selain disebut ISIS, juga dikenal sebagai IS dan ISIL – muncul di Irak sekitar tahun 2004 sebagai cabang dari <a href="https://www.state.gov/foreign-terrorist-organizations/">organisasi teroris militan</a> Islam, Al-Qaeda.</p>
<p>Dalam kebangkitannya, ISIS menggunakan <a href="https://www.bbc.com/news/world-us-canada-61016908">taktik</a> brutal dan sadis yang tidak biasa terhadap pejabat pemerintah serta warga sipil, termasuk <a href="https://www.hrw.org/news/2014/11/04/syria-isis-tortured-kobani-child-hostages">penyiksaan</a> yang intens dan <a href="https://www.newyorker.com/news/news-desk/death-steven-sotloff">pemenggalan kepala</a>.</p>
<p>Tetapi ISIS masih bisa mendapat dukungan tulus dari beberapa penduduk setempat di Irak dan Suriah dengan memanfaatkan <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2022/02/17/not-by-counterterrorism-alone-root-causes-and-the-defeat-of-the-islamic-state-group/">keluhan mereka</a> atas pemerintahan yang lemah dan korup. Di wilayah yang dikuasainya, ISIS juga kerap memberikan <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2018/04/04/world/middleeast/isis-documents-mosul-iraq.html">layanan publik</a> yang lebih baik, seperti pembersihan jalan rutin dan perbaikan saluran listrik, daripada yang dilakukan pemerintah.</p>
<p>Omar, seorang jurnalis lokal dan aktivis masyarakat sipil asal Kota Deir Ezzor, Suriah, mengungkapkan kepada Qutaiba pada 2022 tentang betapa banyak orang di provinsinya yang “ketika ISIS mengambil alih provinsi Deir Ezzor, orang miskin dan mereka yang tidak dapat melarikan diri justru merasa senang karena provinsi tersebut tidak jatuh kembali ke tangan rezim Bashar al-Assad (Presiden Suriah). Bagi mereka, ISIS adalah setan yang lebih baik (dari Assad).”</p>
<p>Sepanjang tahun 2013-2014, <a href="https://cisac.fsi.stanford.edu/mappingmilitants/profiles/islamic-state">ISIS mulai</a> mengambil alih wilayah di Suriah dan Irak. Pada saat itu, Presiden Assad <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-35806229">terlibat dalam perang saudara</a>, yang sudah dimulai sejak tahun 2011 ketika beliau berusaha membatalkan pemberontakan melawan rezim pemerintahan keluarganya yang telah berkuasa selama 40 tahun.</p>
<p>Rezim Assad menembak <a href="https://www.theguardian.com/world/2011/apr/22/syria-protests-forces-shoot">demonstran yang tengah melakukan aksi protes damai</a>, menahan dan menyiksa aktivis, serta <a href="https://www.ohchr.org/sites/default/files/documents/hrbodies/hrcouncil/coisyria/2022-06-28/Policy-paper-CoH-27-June.pdf">menyerang balik masyarakat</a> yang menantang otoritasnya. Pada 2013, <a href="https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2013/09/18/united-nations-releases-report-use-chemical-weapons-syria">pemerintah di bawah kepemimpinan Assad menyerang warganya sendiri</a> dengan gas sarin (gas kimia beracun), yang membunuh lebih dari 1.400 orang – kebanyakan anak-anak – di Ghouta Timur.</p>
<p>Pada saat itu, ketidakstabilan politik tidak hanya terjadi di Suriah.</p>
<p>Di Irak, misalnya, Perdana Menteri saat itu, Nouri al-Maliki, menghadapi <a href="https://www.reuters.com/article/us-iraq-protests/thousands-rally-in-iraqs-day-of-rage-protests-idUSTRE71O1RN20110225">rangkaian protes pada tahun 2011</a> yang menentang korupsi dengan kekerasan, penculikan, <a href="https://www.npr.org/2011/02/02/133440159/group-claims-iraq-secret-prison-in-operation">penyiksaan dan</a> <a href="https://www.jpost.com/opinion/who-are-the-people-killed-by-nouri-al-maliki-and-why-482227">pembunuhan terhadap aktivis</a> dan pengunjuk rasa.</p>
<p>ISIS tumbuh selama masa konflik sipil dan pemberontakan publik itu, dan <a href="https://www.cfr.org/backgrounder/whos-who-syrias-civil-war">mencoba membangun</a> kendali atas wilayah di beberapa bagian Irak dan Suriah.</p>
<p>Puncaknya adalah pada tahun 2014, ketika ISIS <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-47678157">menguasai</a> 34.000 mil persegi – atau 88.000 kilometer persegi – dari total wilayah Suriah dan Irak, rumah bagi sekitar <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-27838034">10 juta penduduk</a>. Kelompok itu juga mengubah <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-27994277">namanya, dari awalnya Negara Islam Irak dan al-Sham, menjadi Negara Islam</a>, mencerminkan rencananya untuk memperluas kendali atas lebih banyak wilayah.</p>
<p>Amerika Serikat (AS) meluncurkan <a href="https://www.wilsoncenter.org/article/timeline-us-policy-isis">intervensi militer internasional</a> untuk mengalahkan kelompok ISIS pada tahun 2014.</p>
<p>Koalisi militer ini <a href="https://www.nytimes.com/2018/12/19/us/politics/trump-syria-turkey-troop-withdrawal.html">membuat ISIS bertekuk lutut</a> pada awal 2018 dan mengakhiri kendalinya atas wilayah besar yang pernah dikuasainya di Suriah dan Irak.</p>
<p>AS <a href="https://www.nytimes.com/2018/12/19/us/politics/trump-syria-turkey-troop-withdrawal.html">mengumumkan akan menarik pasukannya</a> dari Suriah pada 2018 dan menyatakan kemenangan atas ISIS. Kelompok itu kemudian kehilangan kendali atas <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-47678157">bagian wilayah</a> terakhirnya di Suriah pada 2019.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A group of men, one with crutches and an amputated leg, walk, followed by some men with cameras photographing them." src="https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Laki-laki yang dicurigai bekerja sama dengan ISIS dibebaskan dari penjara Suriah pada Oktober 2020.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://media.gettyimages.com/id/1229085930/photo/topshot-syria-conflict-kurds-prisoners.jpg?s=1024x1024&w=gi&k=20&c=mGP42EEK4ZWsKARtSrKaK5OxLHxJxpKX8gWJAF_MWQw=">Delil Souleiman/AFP via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>ISIS selama <em>lockdown</em></h2>
<p>Terlepas dari kemundurannya, termasuk <a href="https://www.businessinsider.com/gen-raymond-thomas-socom-60000-to-70000-isis-fighters-killed-2017-7">puluhan ribu</a> pejuangnya yang tewas sejak kemunculannya, ISIS <a href="https://www.theatlantic.com/politics/archive/2020/02/kurdish-leader-isis-conflict-iraq-iran/606502/">tetap aktif pada awal 2020</a>.</p>
<p>Pada Maret 2020, <a href="https://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/syrian-arab-republic-covid-19-response-2020-fact-sheet">pemerintah Suriah memberlakukan</a> <em>lockdown</em> selama dua bulan. Ini termasuk menutup sebagian besar bisnis dan membatasi jam malam. <a href="https://crisis24.garda.com/alerts/2020/03/iraq-nationwide-lockdown-implemented-march-22-update-15">Irak</a> <a href="https://english.alarabiya.net/coronavirus/2020/06/23/Coronavirus-Egypt-to-reopen-restaurants-cafes-sports-clubs-from-July-27">dan Mesir</a> juga menerapkan pembatasan luas untuk mencegah penyebaran COVID-19.</p>
<p>Kami menganalisis data lebih dari 1.500 serangan yang diprakarsai oleh ISIS di negara-negara tersebut selama periode 18 bulan dari 2019 hingga 2020. <a href="https://www.doi.org/10.1017/S0003055422001423">Riset kami</a> yang diterbitkan pada Januari 2023 tersebut menunjukkan bahwa larangan bepergian dan pembatasan jam malam membantu mengurangi serangan ISIS secara substansial.</p>
<p>Temuan ini menyoroti bahwa penerapan <em>lockdown</em> COVID-19 memengaruhi kemampuan ISIS untuk beroperasi. Jam malam telah mempersulit simpatisan ISIS untuk mencari pendapatan finansial, sementara penutupan institusi publik dan swasta serta pembatasan perjalanan antar provinsi telah membuat kelompok tersebut sulit menyembunyikan pergerakannya. </p>
<p>Analisis kami menunjukkan bahwa ketika masih berlaku, pembatasan jam malam dan perjalanan telah membantu mengurangi kekerasan ISIS secara signifikan, terutama di daerah padat penduduk.</p>
<p>Di Irak, kekerasan menurun sekitar 30% berkat <em>lockdown</em>. Di Suriah, tingkat kekerasan berkurang sekitar 15% secara keseluruhan selama periode tersebut.</p>
<p>Tetapi di Mesir, pemerintahnya memang telah memberlakukan pembatasan jam malam di beberapa daerah <a href="https://egyptindependent.com/curfew-announced-in-some-north-sinai-areas/">akibat kehadiran dan kekerasan yang dilakukan ISIS</a>, sehingga sulit bagi kami untuk menganalisis dampak <em>lockdown</em> COVID-19 di sana secara spesifik.</p>
<p>Tidak seperti banyak kelompok militan lainnya, ISIS memiliki <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2019/03/isis-caliphate-money-territory/584911/">cadangan keuangan</a> yang besar untuk bertahan selama <em>lockdown</em>. Selain itu, sebagian besar dari mereka beroperasi di <a href="https://www.crisisgroup.org/middle-east-north-africa/eastern-mediterranean/syria/207-averting-isis-resurgence-iraq-and-syria">daerah pedesaan</a>, sehingga tidak terlalu terdampak dengan penerapan <em>lockdown</em> seperti di daerah perkotaan.</p>
<h2>Implikasi lebih luas</h2>
<p>Penelitian kami hadir pada saat kritis, ketika para pembuat kebijakan dan <a href="https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/research_reports/RRA900/RRA958-1/RAND_RBA958-1.pdf">ahli kontraterorisme</a> memperdebatkan strategi jangka panjang untuk melumpuhkan ISIS.</p>
<p>Pada tahun 2022, AS dan <a href="https://www.economist.com/the-economist-explains/2023/01/19/who-are-the-syrian-democratic-forces">pasukan militer lokal di</a> Suriah <a href="https://www.understandingwar.org/iraqi-security-forces">dan Irak</a> melakukan 313 operasi di dua negara tersebut, menewaskan 700 militan ISIS.</p>
<p>AS dan para sekutunya di kawasan itu juga telah membunuh beberapa <a href="https://www.defense.gov/News/News-Stories/Article/Article/3266973/us-partners-find-success-in-mission-to-defeat-isis/">pemimpin ISIS</a> terkemuka selama beberapa tahun terakhir, termasuk Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi <a href="https://www.defense.gov/News/News-Stories/Article/Article/2922796/leader-of-isis-dead-following-us-raid-in-syria/">yang tewas</a> pada Februari 2022.</p>
<p>Namun, menurut kami, <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2019/10/09/the-us-played-down-turkeys-concerns-about-syrian-kurdish-forces-that-couldnt-last/">strategi AS saat ini</a>, yang sangat berfokus pada aliansi militer dengan sekutu lokal, tidak berkelanjutan – sebagian karena AS tidak mengindahkan alasan mengapa beberapa orang di Suriah dan Irak masih mendukung ISIS.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200239/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Pemimpin dunia dan pakar kebijakan luar negeri memperkirakan ISIS akan meningkatkan serangannya selama masa pandemi COVID-19, tapi lockdown justru membantu mempersulit mereka melakukan kekerasan.
Jóhanna Kristín Birnir, Professor Comparative Politics, University of Maryland
Dawn Brancati, Senior Lecturer, Political Science Department, Yale University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/185656
2022-06-23T04:45:06Z
2022-06-23T04:45:06Z
Mengapa negara-negara mayoritas Muslim cepat merespons dugaan penistaan agama, tetapi sering mengabaikan pelanggaran terhadap hak Muslim minoritas?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/470355/original/file-20220622-34601-4l1q8v.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C613%2C411&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kelompok Muslim membakar obyek yang menggambarkan Nupur Sharma, dalam sebuah demonstrasi di Karachi, Pakistan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/PakistanIndiaIslam/cfcff703192e4cfda0ddc017f7060ad8/photo?Query=nupur%20sharma&mediaType=photo&sortBy=&dateRange=Anytime&totalCount=65&currentItemNo=0">AP Photo/Fareed Khan</a></span></figcaption></figure><p>Pemerintah India saat ini tengah mengalami krisis diplomatik menyusul pernyataan ofensif <a href="https://thewire.in/communalism/after-boycott-india-tweets-in-arab-world-bjp-clarifies-on-insulting-remarks-against-islam">Nupur Sharma</a>, juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), partai pemerintah, tentang Nabi Muhammad SAW dan istrinya, Aisyah.</p>
<p>BJP menangguhkan Sharma dari posisinya di partai, tetapi ternyata itu tidak cukup untuk <a href="https://thewire.in/diplomacy/qatar-summons-indian-envoy-seeks-govts-public-apology-over-bjp-leaders-remarks-on-prophet">meredakan krisis</a>. Puluhan negara mayoritas Muslim – termasuk Pakistan, Iran dan Arab Saudi – mengecam pemerintah India dan menuntut permintaan maaf mereka terhadap masyarakat luas.</p>
<p>Kasus tersebut hanyalah salah satu dari rangkaian insiden terkait <a href="https://indianexpress.com/article/opinion/columns/what-the-recent-hate-speech-incidents-will-achieve-7712243/">ujaran kebencian terhadap Muslim</a>, yang jumlahnya meningkat di India sejak pemerintahan dikuasai oleh BJP, yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi, mulai tahun 2014.</p>
<p>Pemerintah India telah banyak dikritik atas beberapa <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-india-60225543">pembunuhan di luar hukum terhadap Muslim oleh massa Hindu, diiringi dengan sikap apatis polisi dan lembaga peradilan</a>, selama beberapa tahun terakhir.</p>
<p>Pada 2019, BJP mengesahkan undang-undang kewarganegaraan baru <a href="https://www.nytimes.com/2019/12/22/world/asia/modi-india-citizenship-law.html">yang mendiskriminasi Muslim</a>. <a href="https://www.state.gov/reports/2021-report-on-international-religious-freedom/india/">Sikap Islamofobia</a> mereka juga kerap mendorong <a href="https://www.nytimes.com/2022/03/15/world/asia/india-hijab-ban-schools.html">beberapa sekolah dan perguruan tinggi</a> untuk memberlakukan <a href="https://frontline.thehindu.com/cover-story/hijab-controversy-karnataka-the-paradox-of-hijab-quran/article38430996.ece">larangan memakai jilbab bagi siswi ataupun mahasiswi</a>.</p>
<p>Kebijakan-kebijakan diskriminatif tersebut berdampak signifikan bagi tatanan global karena India merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar ketiga di dunia, setelah Indonesia dan Pakistan. Dari perkiraan total 1,4 miliar populasi India, <a href="https://www.pewresearch.org/religion/2015/04/02/religious-projection-table/">15% atau sekitar 210 juta orang</a>, adalah umat Muslim.</p>
<p>Sebagai seorang Muslim, saya menyadari betapa besar dan dalamnya rasa hormat umat Muslim kepada Nabi Muhammad dan memahami kemarahan mereka atas situasi saat ini. Reaksi negara-negara mayoritas Muslim, bagaimanapun, mencerminkan sikap politik mereka.</p>
<p>Seperti yang tertulis dalam buku saya, “<a href="https://ebooks.gramedia.com/books/islam-otoritarianisme-dan-ketertinggalan">_Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan _</a>”, sebagian besar negara-negara Islam atau yang mayoritas populasinya adalah Muslim cenderung bersifat otoriter dan <a href="https://theconversation.com/menista-agama-bisa-dihukum-mati-di-beberapa-negara-muslim-mengapa-dianggap-pelanggaran-besar-132445">lebih mudah mengecam adanya penistaan terhadap Islam</a> daripada melakukan advokasi untuk melindungi hak-hak minoritas Muslim di luar negeri.</p>
<h2>Aisyah: perempuan yang hebat</h2>
<p>Poin masalah kontroversi pernyataan Sharma adalah tentang usia Aisyah ketika ia menikah dengan Nabi Muhammad. <a href="http://cup.columbia.edu/book/politics-gender-and-the-islamic-past/9780231079990">Aisyah adalah salah satu tokoh yang paling penting, dihormati, dan dianggap hebat</a> dalam sejarah Islam.</p>
<p>Ia adalah istri kesayangan Muhammad dan putri dari penerus dan sahabat terdekat Muhammad, Abu Bakar. Ia menjadi narator hadis – catatan kata-kata dan perilaku hidup Nabi yang dijadikan pedoman hidup umat Muslim – yang terkemuka. Asiyah juga menjadi guru dari banyak akademisi, serta pernah menjadi pemimpin militer dalam perang saudara.</p>
<p>Menurut catatan hadis, <a href="https://yaqeeninstitute.org/read/paper/understanding-aishas-age-an-interdisciplinary-approach">Aisyah masih berusia 9 tahun</a> ketika ia menikah dengan Nabi Muhammad. Bagi sebagian umat Muslim pada masa itu, usia tersebut termasuk normal untuk menikah.</p>
<p>Sebagian Muslim lainnya, dengan merujuk ke hadis lain, meyakini bahwa Aisyah sudah berusia antara <a href="https://unity1.store/2021/09/26/the-age-of-aisha-at-marriage/">18</a> atau <a href="https://www.hindustantimes.com/india/hazrat-aisha-was-19-not-9/story-G4kaBHqM0VXoBhLR0eI2oO.html">19 tahun</a> ketika menikah.</p>
<p>Kita tidak mungkin mengetahui dengan pasti fakta sebenarnya tentang usia menikah Aisyah. Seperti yang ditekankan oleh pakar hukum Islam, <a href="https://law.ucla.edu/faculty/faculty-profiles/khaled-m-abou-el-fadl">Khaled Abou El Fadl</a>, bahwa “<a href="https://www.searchforbeauty.org/2016/06/30/my-good-friend-confronted-me-on-the-issue-of-the-prophet-s-wife-aisha-and-asked-did-muhammad-rape-a-child-i-was-disturbed-and-confounded-and-did-not-answer/">kami tidak tahu dan tidak akan pernah tahu</a>”.</p>
<p>Kala itu dalam pidato sambutannya, Sharma hanya menggunakan satu narasi tentang usia Aisyah, dan mengabaikan alternatif penjelasan lain.</p>
<h2>Mengutamakan penistaan agama, bukan HAM</h2>
<p>Ini bukan pertama kalinya negara-negara Islam bereaksi terhadap dugaan pencemaran nama baik terhadap Nabi Muhammad. Pada 1989, Pemimpin Tertinggi Iran, Ruhollah Khomeini, <a href="https://www.history.com/this-day-in-history/salman-rushdie-satanic-verses-fatwa-iran">menyerukan kepada umat Muslim untuk membunuh novelis Salman Rushdie</a> karena bukunya yang berjudul ‘<em>The Satanic Verses</em>’ dianggap menghina Muhammad.</p>
<p>Pada 2006, negara-negara Timur Tengah ramai-ramai <a href="https://yalebooks.yale.edu/book/9780300124729/the-cartoons-that-shook-the-world/">memboikot produk Denmark di seluruh kawasan tersebut</a> sebagai reaksi terhadap puluhan kartun yang diterbitkan dalam sebuah surat kabar. Kartun-kartun tersebut dianggap mengejek Muhammad dan menghina Islam.</p>
<p>Ada pola menarik yang terlihat dari sikap negara-negara mayoritas Muslim: Mereka sangat vokal dalam kasus serangan verbal maupun artistik terhadap nilai-nilai Islam, tapi cenderung diam tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap individu Muslim sendiri.</p>
<p>Selama lebih dari satu dekade, sudah banyak masyarakat Muslim di India yang mengeluhkan maraknya pelanggaran terhadap hak-hak mereka, tapi <a href="https://time.com/6185355/india-bjp-muslim-world-prophet/">negara-negara mayoritas Muslim telihat tidak menunjukkan reaksi yang signifikan</a> terhadap BJP.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Dua laki-laki dan seorang perempuan memegang poster yang menampilkan foto-foto warga Uyghur yang hilang." src="https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=421&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=421&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=421&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=529&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=529&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/468274/original/file-20220610-43412-vmhhoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=529&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Warga Uyghur, yang mengatakan bahwa mereka sudah bertahun-tahun tidak mendengar kabar tentang nasib sanak keluarganya, melakukan protes di dekat Kedutaan Besar Cina di Ankara, Turki, pada Februari 2021.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/TurkeyChinaUighurs/85e4020b2b5a4241be53a5fe19abf6e8/photo?Query=%20uighurs&mediaType=photo&sortBy=&dateRange=Anytime&totalCount=947&currentItemNo=100">AP Photo/Burhan Ozbilici</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Contoh lainnya adalah apa yang terjadi di Cina terhadap Muslim Uyghur. Pemerintah Cina telah <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-china-22278037">mempersekusi 12 juta Muslim Uyghur</a> selama bertahun-tahun, tapi <a href="https://www.rferl.org/a/islamic-world-china-uyghurs/31324045.html">tidak ada negara Islam yang menunjukkan reaksi keras</a>.</p>
<p>Negara-negara tersebut justru malah berfokus kepada kepentingan materi mereka dan <a href="https://uhrp.org/wp-content/uploads/2021/06/Transnational-Repression_FINAL_2021-06-24-1.pdf">menutup mata terhadap bagaimana Cina memperlakukan kelompok minoritas Muslim di sana</a>.</p>
<p>Standar ganda tersebut dapat dijelaskan dengan meluasnya otoritarianisme di dunia Muslim. Dari 50 negara Muslim di dunia, <a href="https://institute.global/policy/ulema-state-alliance-barrier-democracy-and-development-muslim-world">hanya lima yang menerapkan prinsip demokrasi</a>.</p>
<p>Sebagian besar pemerintahan otoriter di negara-negara mayoritas Muslim memiliki aturan hukum tentang penistaan agama yang <a href="https://theconversation.com/menista-agama-bisa-dihukum-mati-di-beberapa-negara-muslim-mengapa-dianggap-pelanggaran-besar-132445">mengkriminalisasi individu yang mengeluarkan pernyataan asusila dan menyuarkan pandangan yang berbeda</a>.</p>
<p>Aturan tersebut membuat pemerintah negara-negara mayoritas Muslim ini menuntut hukuman terhadap pelaku penistaan dan pencemaran nama baik yang terjadi India maupun negara-negara yang bukan mayoritas Muslim.</p>
<p>Karakteristik lain dari pemerintahan Islam otoriter adalah mereka sendiri kerap melakukan <a href="https://www.state.gov/reports/2021-report-on-international-religious-freedom/">pelanggaran terhadap hak-hak agama dan etnis minoritas</a> di negaranya.</p>
<p>Di Pakistan, misalnya, pelanggaran dihadapi oleh kelompok <a href="https://www.uscirf.gov/sites/default/files/2022-06/USCIRFAnnualReport2022_ONLINE_FINAL.pdf">Ahmadiyah, Syiah, Hindu dan beberapa komunitas agama minoritas lainnya</a>. Di Iran, etnis minoritas – termasuk Turki Azerbaijan, Baluchis dan Kurdi – menghadapi <a href="https://www.amnesty.org/en/location/middle-east-and-north-africa/iran/report-iran/">diskriminasi di sektor pendidikan dan pekerjaan</a>. Oleh karena itu, narasi penegakan HAM di luar negeri akan bertentangan dengan kebijakan dalam negeri negara-negara ini.</p>
<p>Otoritarianisme di negara-negara mayoritas Muslim membawa konsekuensi tragis bagi minoritas Muslim di India dan negara lain. Reaksi emosional jangka pendek mereka terhadap beberapa kasus pencemaran nama baik tidak akan membantu memperbaiki kondisi penderitaan minoritas Muslim, yang sebenarnya membutuhkan dukungan yang lebih konsisten.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185656/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ahmet T. Kuru tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Seorang akademisi Islam menulis tentang bagaimana otoritarianisme yang meluas di negara-negara Islam memengaruhi kebijakan luar negeri mereka terhadap minoritas Muslim di luar negeri.
Ahmet T. Kuru, Professor of Political Science, San Diego State University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/120085
2019-07-23T09:05:28Z
2019-07-23T09:05:28Z
Neurosains terorisme: Temuan dari riset perdana tentang pemindaian otak orang-orang radikal
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/283223/original/file-20190709-51258-bc3tg9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C1997%2C1997&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hasil pemindaian otak dari tiga orang 'radikal'. </span> <span class="attribution"><span class="source">© Nafees Hamid dan Clara Pretus</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Pemuda yang duduk di ruang tunggu fasilitas <em>neuroimaging</em> (pemetaan otak) kami itu mengenakan celana jins dan sepatu olahraga. Ia tampak seperti orang Spanyol keturunan Maroko usia 20-an pada umumnya. Yassine* tidak bisa diam, mengobrol dengan asisten peneliti, dan tampak bersemangat. Dari luar, dia seperti pemuda Barcelona di Spanyol lainnya. Bedanya dia secara terbuka mau menggunakan kekerasan untuk tujuan jihad.</p>
<p>Saat dia kami minta menjalani serangkaian tes dan kuesioner, dia nyaris tidak bisa diam di kursinya. Ia berulangkali menyatakan kesediaannya pergi ke Suriah untuk bunuh diri. “Aku akan pergi besok, aku akan melakukannya besok,” katanya. Ketika kami tanya sejauh mana niatnya, ia menjawab, “Syaratnya, kita pergi bersama. Anda yang bayar tiketnya”, sambil mengedipkan mata dan tersenyum. Kalau sudah begitu, dia tidak seperti pejuang dan provokator ekstremis asing. Ia menikmati mengumpat kami seenaknya dan menunjukkan jari tengah ketika ia pergi. Tapi tetap saja, Yassine setuju untuk membiarkan kami memindai otaknya–untuk studi pemindaian otak pertama tentang radikalisasi.</p>
<p>Bayangkan diri Anda menjadi seorang pemuda Muslim, di jalanan di Barcelona, lalu Anda didekati oleh orang tidak dikenal yang menanyakan apakah mereka dapat mensurvei Anda. Survei ini berkaitan dengan nilai-nilai agama, politik dan budaya Anda. Kedengarannya biasa saja, tapi survei dilakukan ketika Negara Islam (IS) atau ISIS sedang jaya-jayanya di Suriah dan Irak; dan survei ini mencakup pertanyaan tentang apakah mereka setuju dengan pendirian negara Islam di seluruh dunia, pemberlakuan hukum syariah yang ketat, dan melibatkan diri dalam jihad bersenjata.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pasar di Barcelona yang sibuk.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/barcelona-spain-august-2018-market-hall-1165712356?src=Ufk93fM5hp0Mb5kzx_jBHQ-1-50">MikeDotta / Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Anda kemudian diberi tahu alasan untuk survei ini adalah untuk menemukan orang yang cocok untuk dipindai otaknya. </p>
<p>Nyatanya, beberapa orang yang kami temukan itu adalah beberapa orang-orang yang dianggap paling radikal; sebuah kenyataan yang hanya terungkap dalam tanya-jawab setelah eksperimen dilakukan. Yang mengejutkan kami, proses pemindaian otak ini ternyata menggelitik minat mereka.</p>
<p>Tanggapan para peserta beragam, mulai dari merasa resah: “Anda pikir ada sesuatu yang salah dengan otak saya?”, hingga merasa bangga: “Pasti ada sesuatu yang berbeda tentang otak saya.” Bahkan mereka yang paling keras mendukung jihad menjadi penasaran dan mulai mengajukan pertanyaan tentang bagaimana otak bekerja, apa yang kami temukan dalam penelitian lain, dan apa implikasinya pada penelitian ini. </p>
<p>Beberapa bahkan berencana meminta saran medis kepada kami (kami harus menjelaskan bahwa kami bukan dokter). Setelah puas bertanya tentang manfaat ilmiah dari penelitian kami, sebagian besar setuju untuk berpartisipasi.</p>
<p>Seperti yang dikatakan Ahmed*, seorang imigran Pakistan berusia 31 tahun dan pendukung setia Al Qaeda, kepada kami: “Orang-orang seperti kami, otak kami sangat berbeda. Anda tidak dapat membandingkan kami dengan orang lain. Tapi silakan dan coba saja. Yang Anda lakukan sangat menarik. ”</p>
<p>Namun dia memiliki satu syarat yang sangat penting untuk dipenuhi sebelum menyetujui untuk terlibat. Dia mendekat, seolah-olah takut didengar orang, dan berbisik, “Boleh saya minta gambar otak saya? Untuk bukti ke ibu saya, saya benar-benar punya otak.” Humor dari para peserta kami ini tak ada habisnya.</p>
<p>Kami melakukan dua studi terkait otak di Barcelona antara tahun 2014 dan 2017. Spanyol adalah salah satu negara Eropa yang <a href="https://www.europol.europa.eu/activities-services/main-reports/european-union-terrorism-situation-and-trend-report-2018-tesat-2018">sering</a> menjadi sasaran serangan teror, baik yang gagal maupun berhasil. Daerah Barcelona dan sekitarnya menjadi <a href="http://www.realinstitutoelcano.org/publicaciones/libros/Informe-Estado-Islamico-%20Espana.pdf">pusat</a> rekrutmen orang-orang radikal. Faktanya, <a href="https://www.nybooks.com/daily/2017/09/19/terrorism-the-lessons-of-barcelona/">selama penelitian lapangan kami</a>, terjadi serangan terkait ISIS di Barcelona dan Cambrils pada Agustus 2017 yang menewaskan 16 dan melukai 152 warga sipil.</p>
<p>Mengingat tujuan kami adalah mempelajari kemauan seseorang untuk terlibat dalam kekerasan demi nilai-nilai budaya dan agama, kami membutuhkan sampel orang-orang dengan latar belakang budaya dan bahasa yang sama. Jadi, kami merekrut laki-laki Muslim Sunni yang berasal dari Maroko dan Pakistan (dua kelompok Muslim Sunni terbesar di provinsi Barcelona) untuk berpartisipasi dalam penelitian kami.</p>
<p>Terlepas dari <a href="https://www.nybooks.com/daily/2017/08/23/what-makes-a-terrorist/">penelitian</a> yang telah dilakukan bertahun-tahun, publik masih dipengaruhi pemikiran yang terlalu sederhana tentang ekstremisme dengan kekerasan. </p>
<p>Di satu sisi, ada pemikiran yang ingin mereduksi radikalisasi menjadi “penyakit” individu. Dalam pandangan ini, orang yang menjadi teroris dianggap memiliki penyakit mental, memiliki IQ (kecerdasan intelektual) rendah, atau gangguan kepribadian. </p>
<p>Di sisi lainnya, ada yang mengabaikan individu sama sekali dan menjelaskan bahwa teroris dihasilkan oleh faktor lingkungan - misalnya kemiskinan, marginalisasi, atau “pencucian otak” oleh propaganda <em>online</em>.</p>
<p>Jadi penyebab radikalisasi cenderung dilihat karena karakteristik individu atau murni faktor sosial. Dan tentu saja, tak satu pun dari penggambaran ini benar. Kami justru mencoba untuk memahami interaksi antara faktor-faktor ini.</p>
<h2>Nilai sakral</h2>
<p>Kami adalah bagian dari tim peneliti internasional, <a href="https://artisinternational.org/">Artis International</a>, yang telah mempelajari suatu hal yang disebut “nilai-nilai sakral” dan perannya dalam konflik kekerasan di seluruh dunia. Nilai sakral adalah nilai moral yang tidak dapat ditawar dan tidak dapat diganggu gugat. Anda tidak akan menukarnya dengan materi. Terlepas dari label “sakral”, nilai-nilai ini tidak harus bersifat religius.</p>
<p>Misalnya, sebagian besar pembaca bisa jadi meyakini kebebasan individu adalah hak dasar seseorang. Kalau di seluruh dunia ada jaminan bahwa semua orang dijamin akan makmur secara ekonomi dan individu, namun dengan syarat ada sebagian kecil orang yang harus diperbudak, apa Anda akan setuju? Kalau tidak, berarti anti-perbudakan adalah nilai sakral bagi Anda.</p>
<p>Kami telah mempelajari nilai-nilai sakral dalam berbagai konflik, dari negara-bangsa seperti <a href="https://www.pnas.org/content/104/18/7357">Israel dan Palestina</a>, <a href="http://csjarchive.cogsci.rpi.edu/Proceedings/2009/papers/677/paper677.pdf">India dan Pakistan</a>, dan <a href="https://jeannicod.cnrs.fr/ijn_00505191/file/jdm91203.pdf">Iran dan Amerika Serikat</a> hingga kelompok-kelompok sub-negara, seperti <a href="https://www.researchgate.net/profile/Scott_Atran/publication/319470470_The_devoted_actor%27s_will_to_fight_and_the_spiritual_dimension_of_human_conflict/links/59c4d2eaa6fdccc719148e30/The-devoted-actors-will-to-fight-and-the-spiritual-dimension-of-human-conflict.pdf">Milisi Kurdi</a> dan <a href="https://aeon.co/essays/why-isis-has-the-potential-to-be-a-world-altering-revolution">ISIS/Al-Qaeda</a>. </p>
<p>Kami juga meneliti konflik tanpa kekerasan seperti gerakan <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/10/catalan-referendum-spain-independence/541656/">separatis Catalonia di Spanyol</a>. Nilai-nilai sakral yang mendorong konflik-konflik ini adalah nilai-nilai yang dianggap (atau memang sebenarnya) dipertentangkan.</p>
<p>Mulai dari hak Israel untuk eksis, kedaulatan Palestina, atau masa depan Kashmir, hingga kebangkitan kekhalifahan, ketika orang-orang merasa nilai-nilai sakral mereka terancam, mereka akan memperjuangkannya. Ini bisa terjadi baik untuk nilai-nilai yang telah lama dipegang atau nilai-nilai baru yang diadopsi sebagai bagian dari proses radikalisasi mereka. Ancaman-ancaman ini bahkan bisa abstrak: pemusnahan budaya, misalnya. Seorang imam di Barcelona yang terlibat dalam serangan teroris yang gagal pada 2008 berkata pada kami:</p>
<blockquote>
<p>Terserah Anda mau bilang apa Al-Qaeda, Taliban, atau lainnya. Jika budaya kami nanti terbukti bertahan dari modernitas, itu berkat kelompok-kelompok ini.</p>
</blockquote>
<p>Dalam kasus radikalisasi, penerimaan nilai-nilai ekstremis cukup memprihatinkan. Dan saat semakin banyak dari nilai-nilai ini menjadi sakral, kecenderungan terhadap kekerasan meningkat dan peluang deradikalisasi menjadi berkurang.</p>
<h2>Pengasingan sosial</h2>
<p>Dalam proses pemindaian otak, kami menggunakan alat yang disebut pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) yang merekam dan mengidentifikasi area otak mana yang aktif selama kegiatan tertentu. <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2018.02462/full">Penelitian fMRI pertama kami</a> mengeksplorasi apa yang bisa membuat nilai-nilai non-sakral berubah jadi sakral.</p>
<p>Setelah melakukan 535 survei terhadap pemuda-pemuda asal Maroko di Barcelona, kami merekrut 38 peserta yang secara terbuka mengatakan mereka mau terlibat dalam aksi kekerasan untuk tujuan jihad. </p>
<p>Para pemuda ini diminta untuk memainkan “Cyberball”, sebuah permainan video tempat mereka dan tiga pemain Spanyol laki-laki muda lainnya akan memberikan bola virtual satu sama lain. Sampai sesi akhir, mereka tidak diberi tahu bahwa para pemain Spanyol lain itu murni virtual, bukan dimainkan oleh orang sungguhan.</p>
<p>Setengah dari peserta ini kemudian “dikucilkan secara sosial” saat para pemain Spanyol berhenti memberikan umpan kepada pemain Maroko dan hanya bermain di antara mereka sendiri. Setengah lainnya terus mendapatkan bola. Kemudian, baik peserta yang dikucilkan dan yang tidak, kami pindai otaknya, agar kami dapat mengukur kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati untuk nilai-nilai sakral mereka (misalnya, melarang kartun nabi, melarang pernikahan gay) dan nilai-nilai penting tetapi tidak sakral bagi mereka (perempuan yang mengenakan niqab, ajaran Islam di sekolah) yang dipastikan sebelumnya dalam survei.</p>
<p>Tidak mengejutkan, peserta menunjukkan bahwa mereka bersedia untuk memperjuangkan dan bahkan mati demi nilai-nilai sakral dibandingkan non-sakral. Secara neurologis, nilai sakral mengaktifkan <em>girus frontal inferior</em> (GFI) kiri atau area tempat pemrosesan aturan dan berkorelasi dengan nilai sakral seperti telah ditemukan pada penelitian <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/full/10.1098/rstb.2011.0262">mahasiswa di Amerika Serikat</a>. </p>
<p>Namun mereka yang diasingkan dalam permainan meningkatkan kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati untuk nilai-nilai non-sakral mereka, dan GFI kiri menjadi diaktifkan bahkan selama pemrosesan nilai non-sakral.</p>
<iframe title="Left IFG activity" aria-label="Grouped Column Chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/wdEx8/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Dengan kata lain, pengucilan sosial membuat nilai-nilai non-sakral menjadi seperti nilai-nilai sakral. Perubahan mengkhawatirkan ini menunjukkan bahwa pengucilan sosial berkontribusi dalam menjadikan sikap seseorang kurang luwes dan meningkatkan kecenderungan terhadap kekerasan. Ketika nilai-nilai non-sakral menjadi nilai-nilai sakral yang dipegang penuh, prospeknya suram: tidak ada penelitian yang dapat menunjukkan bagaimana cara menghilangkan kesakralan nilai tersebut.</p>
<h2>Sangat radikal</h2>
<p>Bahkan jika kita tidak bisa menghilangkan nilai-nilai sakral, mungkin kita masih bisa menarik orang yang sangat radikal terhindar dari kekerasan. Itu yang kami coba telusuri dalam <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/10.1098/rsos.181585">studi pemindaian otak kedua</a>. Setelah mensurvei 146 laki-laki Pakistan dari komunitas kecil dan erat di Barcelona, kami merekrut 30 peserta yang secara eksplisit mendukung rekanan Al-Qaeda, <a href="https://www.counterextremism.com/threat/lashkar-e-taiba">Lashkar-e-Taiba</a>. Mereka mendukung kekerasan terhadap Barat, mendukung jihad terhadap Barat, dan menyatakan mereka akan bersedia melakukan kekerasan atas nama jihad bersenjata. Peserta ini lebih teradikalisasi daripada peserta penelitian kami sebelumnya.</p>
<p>Pada bagian pertama penelitian, gambar otak mereka dipindai ketika mereka sedang mengisi tingkat kesediaan mereka untuk berjuang dan mati untuk nilai-nilai sakral dan non-sakral mereka. Partisipan yang kedua menunjukkan pola aktivitas saraf yang berbeda dari orang Maroko dalam penelitian pertama kami yang menunjukkan pola yang sama dengan mahasiswa Amerika Serikat.</p>
<p>Ketika orang-orang Pakistan yang sangat teradikalisasi ini mengungkapkan nilai-nilai sakral mereka, ada sebuah jaringan yang mencakup korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC)–bagian otak yang berhubungan dengan pertimbangan untung rugi–menjadi tidak aktif. Ketika mereka menyatakan keinginan yang tinggi untuk berjuang sampai mati untuk nilai-nilai mereka, kami menemukan bagian dari otak yang terkait dengan penilaian subjektif (korteks prefrontal ventromedial (vmPFC)) menjadi aktif. Dalam kehidupan sehari-hari, DLPFC dan vmPFC bekerja bersamaan ketika membuat keputusan.</p>
<iframe title="Willingness to fight and die" aria-label="Grouped Column Chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/2lTJ4/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="433"></iframe>
<p>Sebuah <a href="https://academic.oup.com/scan/advance-article/doi/10.1093/scan/nsz034/5486105">analisis lanjutan</a> menemukan bahwa kedua wilayah otak ini sangat terhubung ketika partisipan memiliki kemauan untuk berjuang sampai mati–dalam arti, nilai subjektif diatur oleh mekanisme kontrol keputusan. Akan tetapi ketika mereka menyatakan keinginan yang tinggi untuk berjuang sampai mati, kami menemukan bahwa kedua wilayah ini berkurang keterhubungannya. Ini menunjukkan bahwa, ketika seseorang siap untuk membunuh dan dibunuh untuk membela suatu ide, mereka tidak lagi menggunakan mekanisme kontrol keputusan yang biasanya terlibat dalam penalaran yang hati-hati.</p>
<p>Mereka pada dasarnya menonaktifkan bagian otak mereka ini. Namun, kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati semakin rendah saat bagian yang berkaitan dengan penalaran yang hati-hati dan subjektif mereka terhubung kembali. Jadi mekanisme apa yang membawa orang untuk menurunkan kesediaan mereka untuk berjuang sampai demi suatu alasan?</p>
<h2>Pengaruh teman sebaya</h2>
<p>Di bagian kedua penelitian kami, dalam proses pemindaian, para peserta kembali ditunjukkan tiap-tiap nilai dengan skor penilaian mereka sendiri tetapi kali ini mereka dapat menekan sebuah tombol untuk melihat kesediaan rata-rata untuk berjuang dan mati di peringkat rekan-rekan mereka. Apa yang tidak mereka katakan adalah bahwa peringkat rata-rata ini adalah sebuah rekaan dan merupakan manipulasi eksperimental dengan pembagian acak secara merata antara peringkat yang lebih rendah, sama, atau lebih tinggi.</p>
<p>Ketika mereka keluar dari mesin pemindai, mereka sekali lagi menilai kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati untuk setiap nilai. Dalam wawancara dan survei pasca-pemindaian, para peserta menyatakan bahwa mereka terkejut dan bahkan marah ketika rekan-rekan mereka tidak mau menggunakan kekerasan seperti mereka.</p>
<p>Meskipun demikian, kami menemukan bahwa orang-orang menurunkan kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati demi nilai-nilai sakral dan non-sakral ketika melihat respons rekan-rekan mereka. Perubahan ini berkorelasi dengan peningkatan aktivasi DLPFC di otak. Jalur penalaran hati-hati mereka dibuka kembali.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemindaian otak dari tiga ‘radikal’ yang mengambil bagian dalam studi di Barcelona.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Brain scans from three 'radicals'. © Nafees Hamid and Clara Pretus</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Radikal ‘normal’</h2>
<p>Jadi, bagaimana penjelasan ini disandingkan dengan dua pemikiran sederhana di atas?</p>
<p>Mari kita ambil anggapan bahwa semuanya bermuara pada karakteristik individu. Ketika kami memberi semua peserta serangkaian tes untuk mengukur IQ mereka, menilai ada tidaknya gangguan mental, dan mengukur kepribadian mereka. Mereka semua “normal”.</p>
<p>Kami juga menemukan pemikiran bahwa radikalisasi hanya berasal dari kondisi sosial atau lingkungan itu cacat. Penelitian kami tidak menemukan hubungan antara faktor-faktor ekonomi seperti kemiskinan dan dukungan untuk ide-ide atau kelompok-kelompok ekstremis. Gambaran yang mulai muncul dari penelitian kami adalah gambaran yang lebih rumit–dan ini memiliki beragam implikasi pada kebijakan.</p>
<p>Studi pertama kami menunjukkan bahwa pengucilan sosial dapat berkontribusi pada pembentukan nilai-nilai keras yang mendorong kemauan mereka untuk terlibat dalam kekerasan. Ini konsisten dengan penelitian lain tentang pengucilan sosial seperti <a href="https://behavioralpolicy.org/wp-content/uploads/2017/05/BSP_vol1is2_-Lyons-Padilla.pdf">temuan survei</a>, yang menunjukkan bahwa ketika Muslim Amerika terpinggirkan mendapat diskriminasi, mereka meningkatkan dukungan mereka untuk kelompok-kelompok radikal.</p>
<p>Tetapi pengucilan sosial tidak hanya berarti adanya pengalaman diskriminasi. Pengucilan sosial adalah fenomena yang jauh lebih luas dan lebih kompleks–perasaan seseorang bahwa mereka tidak menjadi bagian dalam masyarakat mereka sendiri.</p>
<p>Kelompok teroris merekrut anggota baru di seluruh dunia dengan memanfaatkan perasaan ini. Penelitian sebelumnya di <a href="https://www.international-alert.org/sites/default/files/Syria_YouthRecruitmentExtremistGroups_EN_2016.pdf">Suriah</a>, <a href="https://issafrica.s3.amazonaws.com/site/uploads/Paper266.pdf">Somalia,</a>, dan <a href="https://www.peacemakersnetwork.org/wp-content/uploads/2016/07/Understanding-Boko-Haram-in-Nigeria-%CC%B6-Reality-and-persepsi-%20WEB.pdf">Nigeria</a> telah menunjukkan bahwa perasaan dikucilkan dari kelompok agama, etnis, atau politik mendorong individu dan suku untuk bergabung dengan organisasi teroris.</p>
<p>Perasaan tidak didengar tidak mengarah pada radikalisasi dengan sendirinya, tetapi perasaan itu menciptakan celah sosial yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ekstremis lokal dengan mengklaim mereka berjuang atas nama mereka, kelompok-kelompok yang kehilangan haknya.</p>
<p>Perasaan dikucilkan oleh orang-orang Arab Sunni di Irak pasca-invasi adalah <a href="https://carnegie-mec.org/publications/55372">faktor penting</a> bagi kemenangan ISIS. <a href="https://ctc.usma.edu/islamic-states-lingering-legacy-among-young-men-mosul-area/">Penelitian</a> kami terhadap Mosul pasca-ISIS dan riset pendahuluan pada Raqqa pasca-ISIS menunjukkan bahwa orang-orang yang paling rentan terhadap perekrutan ISIS adalah mereka yang dikucilkan secara sosial. Ini bisa dijadikan modal untuk mendirikan kelompok serupa.</p>
<p>Negara-negara Barat memiliki komunitas terpinggirkan yang menjadi target rekrutmen kelompok jihadis dan ekstrem kanan. Di negara-negara inilah perasaan kehilangan hak terasa sangat kuat karena narasi masyarakat ini seakan didasarkan pada akses yang tidak bias terhadap mobilitas sosial dan kesetaraan.</p>
<p>Namun pada kenyataannya, pengalaman hidup dari komunitas yang terpinggirkan di Barat membuat mereka melihat klaim ini sebagai hal yang munafik. Kelompok-kelompok ekstremis memperburuk perasaan ini dengan narasi lain yang mempolarisasi mereka dari seluruh masyarakat sambil “memberdayakan” mereka dengan mengajaknya bergabung dengan revolusi melawan orang-orang yang meminggirkan mereka. Seperti yang dinyatakan oleh seorang anggota ISIS dalam penelitian kami yang sedang berlangsung:</p>
<blockquote>
<p>Saya punya pilihan untuk “menjual barang dagangan” untuk sistem yang korup atau menjadi bagian dari revolusi menentangnya.</p>
</blockquote>
<p>Semua ini menyiratkan bahwa kebijakan luar negeri dan dalam negeri yang memfasilitasi inklusi sosial dapat berguna, salah satunya untuk membongkar isu yang paling dapat dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis.</p>
<h2>Pesan kontra</h2>
<p>Penelitian kami juga menunjukkan potensi masalah dalam kebijakan anti-terorisme. Salah satu alat yang digunakan banyak pemerintah adalah kampanye pesan alternatif dan pesan kontra, seperti kampanye <a href="http://www.stop-djihadisme.gouv.fr/">Stop-Djihadisme</a> di Prancis. Kampanye semacam itu dibuat oleh organisasi masyarakat sipil yang didanai secara diam-diam oleh pemerintah. </p>
<p>Bentuknya sebagian besar merupakan pesan <em>online</em> yang mencoba untuk menumbangkan daya tarik kelompok-kelompok ekstremis dengan, dalam beberapa kasus, mendorong refleksi diri.</p>
<p>Penelitian kami menunjukkan bahwa jika area otak yang terkait dengan penalaran hati-hati tidak aktif untuk nilai-nilai sakral, maka pesan yang ditujukan untuk masalah ini mungkin tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, nilai-nilai sakral bersifat unik bagi individu. Ini menjadi tantangan bagi solusi alternatif yang disampaikan secara <em>online</em> dan didistribusikan secara massal dan menggunakan solusi menggunakan pesan kontra.</p>
<p>Radikalisasi yang berhasil, bahkan secara <em>online</em>, biasanya melibatkan interaksi orang-per-orang. Investigasi terbaru terhadap pejuang asing Barat yang pergi ke Suriah <a href="https://www.sciencenews.org/article/new-studies-explore-why-ordinary-people-turn-terrorist?">menemukan</a> bahwa 90% dari mereka direkrut menggunakan interaksi sosial tatap muka atau <em>online</em>. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pesan <em>online</em> tanpa kontak fisik memainkan peran yang penting. Radikalisasi adalah proses sosial yang mendalam yang menjanjikan seseorang untuk memiliki rasa saling memiliki dan peran yang bermakna untuk perubahan sosial.</p>
<p>Namun, dorongan untuk menjadi agen perubahan sosial tidak perlu ditiadakan. Justru, seharusnya disalurkan kembali untuk tujuan positif. Jadi, alih-alih menggunakan pesan kontra yang sederhana, kebijakan harus diarahkan untuk <a href="https://icct.nl/publication/dont-just-counter-message-counter-engage/">melawan-keterlibatan</a> dengan mendorong kegiatan yang mengembangkan rasa saling memiliki dan bertujuan hidup.</p>
<p>Inilah yang kami temukan dalam <a href="https://www.youtube.com/watch?v=O-GmXLvLGlY">penelitian di Belgia</a> yang sedang berlangsung tentang alasan beberapa jaringan pemuda tetap menolak ajakan bergabung ke dalam ISIS. </p>
<p>Salah satu perbedaan utama mereka adalah bagaimana teman sebaya yang tidak teradikalisasi terlibat dalam komunitas mereka. Mereka terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat secara sosial, seperti pendampingan kaum muda, membantu para tunawisma, membantu para pengungsi, atau melakukan aktivisme sosial seperti advokasi politik untuk komunitas mereka sendiri atau komunitas lainnya. Meskipun beberapa masih frustrasi, mereka tetap merasa memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan sosial. Semakin besar perasaan ini, semakin rendah daya tarik gerakan anti-kekuasaan yang melibatkan kekerasan.</p>
<h2>Merasa terlibat</h2>
<p>Eksperimen kami menunjukkan bahwa menciptakan masyarakat inklusif yang memberi kesempatan semua warga di dalamnya memiliki tujuan hidup dan rasa saling memiliki harus menjadi prioritas dalam perang melawan kekerasan politik. Radikalisasi adalah fenomena sosial yang harus diperangi secara sosial dengan bantuan pemerintahan secara inklusif, teman dan keluarga, dan media.</p>
<p>Kebijakan yang bertujuan untuk melepaskan para ekstremis dari jalur kekerasan mungkin, misalnya, akan bermanfaat dengan adanya bantuan dari teman-teman mereka yang tidak teradikalisasi. Selain itu, komunikasi strategis apa pun yang dapat meningkatkan persepsi di kalangan pemuda bahwa “teman-teman mereka menolak kekerasan politik” bisa membantu mencegah pecahnya ekstremisme pada masa depan.</p>
<p>Contohnya, Fahad, seorang pemuda karismatik yang kami temui selama kerja lapangan kami. Setiap minggunya, ia memiliki tujuan hidup yang baru: menjadi atlet, ilmuwan, seniman, bahkan politikus. Pada setiap kesempatan, orang tuanya yang konservatif menolak ambisinya. Dia mulai menutup diri, mengurangi waktu dengan teman-teman, dan lebih banyak berkeliaran di jalan-jalan Barcelona sendirian.</p>
<p>Suatu hari dia bertemu dengan seorang kenalan yang sudah diradikalisasi. Dalam beberapa minggu, sikap Fahad berubah. Tak lama setelah itu, dia menghilang. Akun media sosial dan bentuk komunikasi lain miliknya ditutup.</p>
<p>Beruntungnya, skenario terburuk ternyata tidak terjadi. Orang tuanya menjadi sadar akan perubahan dirinya yang baru dan memberinya solusi alternatif: jika ia bekerja paruh waktu dalam bisnis keluarganya maka ia boleh menghabiskan sisa waktunya mengejar ambisi karirnya. Ketika kesempatan tersebut diberikan, hal ini menghilangkan ketertarikan seseorang terhadap ideologi ekstremis. Ketika kami berkomunikasi lagi dengannya, Fahad memberi tahu kami betapa baik hidupnya dan bagaimana akhirnya dia merasa bahwa dia “benar-benar punya tempat di sini”.</p>
<p>Proses radikalisasi adalah suatu sistem kompleks yang tidak dapat hanya direduksi sebagai sesuatu yang hanya ada pada otak, perilaku, dan lingkungan. Ia berada pada irisan ketiganya. Penjelasan sederhana yang menyebut mereka sebagai “orang gila”, menyalahkan satu agama atau etnis, atau menyalahkan komunitas lokal justru mengaburkan solusi praktis dan justru mendorong proses rekrutmen oleh kelompok-kelompok teroris. </p>
<p>Sasaran kebijakan dalam melawan ekstremisme yang melibatkan kekerasan seharusnya adalah tercapainya masyarakat inklusif yang memiliki makna kegunaan dalam hidup.</p>
<hr>
<p><em>*Semua nama telah diubah untuk melindungi identitas partisipan. Penelitian kami tunduk di bawah tinjauan etis akademis yang sangat ketat yang mengatur protokol agar melindungi peneliti, partisipan, dan masyarakat umum seperti yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat. Suatu hal yang meyakinkan orang-orang yang teradikalisasi untuk mau berbicara dengan kami adalah jaminan anonimitas mereka. Namun, jika kami merasa publik berada dalam bahaya, kami akan mengikuti protokol yang sesuai untuk memastikan keamanan.</em></p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/120085/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nafees Hamid menerima dana dari Minerva Research Initiative and the Frederick Bonnart-Braunthal Trust. Ia adalah anggota dari Artis International.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Clara Pretus menerima dana dari Minerva Research Initiative and the BIAL Foundation. Ia terafiliasi dengan Artis International.</span></em></p>
Proses radikalisasi adalah suatu sistem kompleks yang tidak dapat hanya direduksi sebagai sesuatu yang hanya ada pada otak, perilaku, dan lingkungan. Ia berada pada irisan ketiganya.
Nafees Hamid, PhD Candidate, Department of Security and Crime Science, UCL
Clara Pretus, Postdoctoral Fellow in Psychiatry and Legal Medicine, Universitat Autònoma de Barcelona
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/99299
2018-07-10T09:39:06Z
2018-07-10T09:39:06Z
Bagaimana Densus 88 di Indonesia menjadi model untuk negara sekitarnya
<p>Penyerangan yang terjadi beberapa bulan lalu di Indonesia mengingatkan kita bahwa <a href="https://theconversation.com/defeated-in-syria-and-iraq-the-islamic-state-is-rebuilding-in-countries-like-indonesia-96724">ISIS menjadi suatu ancaman yang tangguh</a>, dengan jangkauan pengaruh yang luas yang belum hilang meskipun kekhalifahan di Suriah dan Irak telah tumbang. </p>
<p><a href="http://jakartaglobe.id/news/unprecedented-attacks-provide-new-window-understand-tackle-terrorism-indonesia/">Penyerangan mematikan yang terjadi di Jawa dan Sumatra</a> pada Mei lalu telah menewaskan 53 orang, termasuk 15 warga sipil, tujuh polisi, dan 31 pelaku penyerangan. Selebihnya, 50 orang terluka, dan banyak dari mereka mengalami luka yang serius. </p>
<p><a href="http://time.com/5275738/indonesia-suicide-bombings-isis-surabaya/">Data tersebut menunjukkan jumlah korban tewas tertinggi</a> dari serangan teroris di Indonesia, sejak Bom Bali 2002 yang menewaskan hingga 202 orang, termasuk 88 warga Australia. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-indonesia-mengatasi-ancaman-dari-pejuang-is-yang-kembali-ke-tanah-air-96727">Bagaimana Indonesia mengatasi ancaman dari "pejuang" IS yang kembali ke tanah air</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Penyerangan tersebut tentunya mengejutkan bagi banyak orang, termasuk pasukan elit anti-terorisme yang dikenal juga dengan Detasemen 88 (atau Densus 88). <a href="http://densus88-antiteror.blogspot.com/2010/07/history-of-densus-88.html">Mereka terbentuk</a> setelah terjadinya peristiwa Bom Bali pada Juni 2003, dan beroperasi penuh dua tahun kemudian. Detasemen 88 telah membuktikan dirinya sebagai salah satu unit anti-terorisme terbaik di dunia, melampaui segala harapan meski pada awalnya tidak menjanjikan.</p>
<p>Keberhasilan Detasemen 88 adalah hasil kerja intelijen yang sangat baik, meski tidak ada lembaga mana pun yang memiliki intelijen sempurna. Dan dalam era ISIS, Detasemen 88 juga harus mengawasi lebih banyak orang yang dicurigai menjadi bagian kelompok ekstremis, yang membuat pekerjaan mereka lebih menantang. </p>
<h2>Teknik pelatihan terdepan</h2>
<p>Selama tiga dekade rezim Suharto, Kepolisian Negara Indonesia (Polri) dianggap sebagai sepupu “miskin” dari Angkatan Bersenjata Indonesia (yang berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia). Setelah Suharto mengundurkan diri pada 1998, Polri menjadi independen dari militer, tapi tetap kurang pendanaan, kurang alat perlengkapan, dan kurang pelatihan, sehingga mereka menjadi tidak disiplin dan korup.</p>
<p>Setelah peristiwa penyerangan mengejutkan di Bali, yang dilakukan oleh kelompok teroris yang terkait dengan Al-Qaeda, Jemaah Islamiyah, Australia dan Amerika Serikat menggelontorkan dana ratusan juta dolar untuk meningkatkan kapasitas Densus 88, reformasi lembaga kepolisian, dan juga pelatihan-pelatihan di Indonesia. </p>
<p>Sebagai bagian dari upaya ini, sebuah prakarsa bilateral yang melibatkan Kepolisian Federal Australia (AFP) dan Polri menghasilkan pembentukan pusat pelatihan anti-terorisme untuk polisi dan pejabat pemerintah dari seluruh Asia Tenggara–The <a href="https://www.jclec.org/">Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation</a> (JCLEC). Inisiatif ini dilakukan secara bersamaan dengan pengembangan Detasemen 88. </p>
<p>Hampir 15 tahun kemudian, <a href="https://www.aspistrategist.org.au/future-jakarta-centre-law-enforcement-cooperation/">JCLEC telah berkembang menjadi salah satu lembaga yang menyediakan fasilitas pelatihan anti-terorisme</a> terkuat di dunia, mereka memberikan pelatihan kepada lebih dari 20.000 pegawai dari 70 negara. Dan Detasemen 88 <a href="https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesia-beefs-up-anti-terror-unit-to-tackle-growing-terror-threat">belakangan ini telah tumbuh dengan lebih dari 1.300 petugas</a>, dengan tujuan untuk meningkatkan kehadirannya di 16 provinsi dari total 34 provinsi yang ada di Indonesia. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/lewat-propaganda-berisi-fantasi-isis-merekrut-anggota-88401">Lewat propaganda berisi fantasi ISIS merekrut anggota</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Masyarakat sekarang mengenal standar operasi taktis pasukan berseragam hitam Detasemen 88, yang diperlengkapi dengan senjata anti-terorisme yang dipasok oleh Amerika seperti, M4A1 carbine, senapan AR-10, senapan mesin ringan MP5, pistol Glock 17, dan senapan Remington. Pasukan penembak jitu yang terlatih secara khusus dan tim pasukan penerobos juga termasuk dalam Detasemen 88.</p>
<p>Yang kurang dikenal oleh masyarakat adalah ahli teknis dari Detasemen 88, seperti spesialis bahan peledak dan ahli forensik pascaledakan. Pelatihan dan bantuan untuk hal ini banyak datang dari program <a href="https://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2018/03/279457.htm">Bantuan Anti-Terorisme</a> dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, juga program serupa dari Australia, termasuk keterlibatan mendalam yang awalnya dari AFP. </p>
<p>Pasukan Detasemen 88 pada saat ini dilatih di fasilitas khusus yang berada di pinggiran selatan Jakarta yang dikelola oleh mantan pelatih pasukan khusus AS dan Australia, bersama dengan para ahli CIA, FBI, Pasukan Pengaman Presiden AS, dan AFP. </p>
<h2>Mengambil hati masyarakat</h2>
<p>Tidak hanya kekuatan hebat dan kapasitas taktis yang membuat Detasemen 88 berbeda dengan unit lainnya, tapi juga kerja intelijennya. Mereka tidak hanya mengandalkan para anggota yang mereka miliki untuk mengumpulkan data intelijen. Pengumpulan data juga dilakukan dengan bekerja sama dengan pemuka agama dan pemimpin masyarakat untuk mendapatkan informasi berharga tentang informasi keberadaan aktivitas kelompok militan. Upaya ini merupakan program yang dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri yang <a href="http://www.mei.edu/content/map/indonesia-and-terrorism-success-failure-and-uncertain-future">dijuluki dengan “sistem peringatan dini”</a>.</p>
<p>Meskipun sering kali dicaci oleh kelompok teroris seperti ISIS dan Jemaah Islamiyah, para petugas Detasemen 88 telah terbukti efektif menggunakan teknik wawancara yang lembut untuk membangun hubungan yang baik dan mendapatkan kepercayaan dari banyak militan yang mereka tangkap. </p>
<p>Menggunakan teknik psikologi mutakhir dan didukung oleh para ahli dengan pengetahuan agama yang mendalam, Detasemen 88 sukses merangkul banyak anggota jaringan teroris. Ini dilakukan dengan bantuan dari orang tua dan anggota keluarga para militan tersebut. Pendekatan penuh nuansa semacam ini adalah kekuatan khas Detasemen 88 dan, bersamaan dengan berbagai elemen lain dari pengumpulan informasi intelijen, hal ini telah memungkinkan untuk mencegah berkembangnya jaringan terorisme. </p>
<p>Intelijen Detasemen 88 telah membawa lebih dari 1.200 penangkapan sejak pertama kali dibentuk pada 2003, dengan sebagian besar dari mereka dituntut di pengadilan. Sejak 2010, Densus 88 menggagalkan lebih dari 80 rencana serangan teroris.</p>
<p>Beberapa hari yang lalu, Aman Abdurrahman, pendiri kelompok ekstremis Jemaah Ansharut Daulah, yang berjanji untuk setia kepada Negara Islam (IS), <a href="https://www.nytimes.com/2018/06/22/world/asia/indonesia-isis-aman-abdurrahman.html">dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati</a> setelah memerintahkan untuk melakukan penyerangan di Indonesia pada 2016 dan 2017, walaupun dia sudah dipenjara menjalani hukuman. Aman sebelumnya divonis 9 tahun penjara karena dia membiayai pelatihan kelompok teror di Aceh pada 2010.</p>
<p>Meski mereka tidak menyadari serangan yang terjadi pada Mei lalu, mereka secara cepat memperbaiki kecerobohan intelijen tersebut dan mengidentifikasi jaringan yang lebih besar di balik serangan tersebut. Dalam beberapa hari, para petugas Detasemen 88 menggerebek sejumlah tempat di Pulau Jawa dan Sumatra dan <a href="https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/110-suspects-arrested-in-connection-with-surabaya-bombings">menangkap puluhan tersangka</a>. </p>
<p>Meskipun kemampuan Densus 88 mengesankan, rekam jejak mereka tidak sempurna. Terlepas dari serangan terorisme yang gagal mereka cegah, <a href="https://www.theaustralian.com.au/news/world/threat-of-backlash-as-indonesias-terrorist-busters-get-heavy-handed/news-story/15bfd1496ad8fc3663cbf6c3ef2be2df?sv=e2841828e145be9c3a69df4bd5313b11">terdapat kekhawatiran</a> tentang sejauh mana pergulatan pahit antara polisi dan ekstremis menyebabkan mereka terlalu cepat untuk menggunakan kekuatan yang mematikan ketika terlibat konfrontasi. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perlukah-undang-undang-antiterorisme-yang-lebih-keras-97120">Perlukah undang-undang antiterorisme yang lebih keras?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Serangan terhadap <a href="https://thediplomat.com/2018/05/indonesias-prison-system-is-broken/">penegak hukum</a>, contohnya eksekusi lima polisi oleh narapidana di penjara dalam Markas Komando Brimob di Depok pertengahan Mei lalu, memberi tekanan besar pada tim respons taktis. Begitu juga dengan realitas yang suram bahwa banyak militan lebih memilih mati dalam pertempuran bersenjata atau bunuh diri dengan menggunakan peledak, atau meluncurkan serangan terhadap pos polisi dengan penjagaan rendah. </p>
<p>Meskipun demikian, tidak ada satupun dari hal ini dapat menjadi pembenaran adanya pelanggaran hak asasi manusia–sebuah masalah menahun di kepolisian. Dan dalam menghadapi lawan yang menggunakan propaganda sebagai amunisi, setiap pelanggaran oleh Detasemen 88 justu akan merusak kredibilitas pasukan ini dan otoritas moral dengan komunitas kunci.</p>
<h2>Lebih kooperatif dengan Australia</h2>
<p>Pada tahun-tahun pembentukannya, Detasemen 88 mendapatkan banyak manfaat dari pelatihan, sumber daya, dan investasi yang mereka dapatkan dari Kepolisian Federal Australia (AFP) dan dari kepolisian negara-negara Barat lainnya.</p>
<p>Sekarang, arus pembelajaran terjadi dua arah dan AFP sangat menghargai apa yang dipelajari dari mitra Indonesia, baik dalam hal intelijen yang efektif dan dalam membangun respons taktis di bawah tekanan. </p>
<p>Dengan perkembangan ISIS sekarang yang telah mencapai ke seluruh dunia, kini merupakan waktu yang ideal untuk memfasilitasi hubungan kerja sama di antara Detasemen 88 dan unit kepolisian anti-terorisme (CT) baik unit CT yang AFP punya maupun unit CT yang berkaitan pasukan kepolisian negara bagian Australia, khususnya di Queensland, New South Wales, dan Victoria.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/99299/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Greg Barton terlibat dalam berbagai proyek yang bekerja untuk memahami dan melawan ekstremisme kekerasan di Australia dan di Asia Tenggara yang didanai oleh pemerintah Australia.</span></em></p>
Dengan perkembangan ISIS sekarang yang telah mencapai ke seluruh dunia, kini waktu yang ideal untuk memfasilitasi hubungan kerja sama antara Detasemen 88 dan uni anti-terorisme Australia.
Greg Barton, Chair in Global Islamic Politics, Alfred Deakin Institute for Citizenship and Globalisation; Co-Director, Australian Intervention Support Hub, Deakin University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/96862
2018-05-22T06:27:44Z
2018-05-22T06:27:44Z
Kalah di Suriah dan Irak, IS bangkit lagi di negara-negara seperti Indonesia
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/219673/original/file-20180521-42233-15z0es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Polisi antiteror berjaga di dekat rumah pelaku bom bunuh diri di Surabaya, 15 Mei 2018. Serangan teror dua hari berurutan menewaskan 25 orang.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://photos.aap.com.au/search/Surabaya%20attack?q=%7B%22pageSize%22:25,%22pageNumber%22:1%7D">STRINGER/EPA </a></span></figcaption></figure><p>Bahkan setelah <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180515160915-20-298385/densus-88-tangkap-total-13-anggota-jad-surabaya">penangkapan baru-baru ini</a> dan tewasnya puluhan anggotanya, jaringan grup militan di Indonesia yang terhubung dengan Negara Islam atau Islamic State (IS) yang terorganisasi di bawah payung Jemaah Anshoruh Tauhid (JAD) jelas tetap kekuatan yang besar.</p>
<p>Dalam sepekan terakhir, lima pengeboman telah mengguncang Pulau Jawa, menewaskan setidaknya 27 orang dan melukai lebih dari 50 orang. Ini merupakan serangkaian serangan bom teroris yang paling mematikan di negara ini sejak Bom Bali pada 2002. Serangan tersebut termasuk <a href="http://www.abc.net.au/news/2018-05-13/indonesia-explosions-outside-churches-in-surabaya/9756260">pengeboman tiga gereja</a> di Kota Surabaya, yang dilakukan oleh sebuah keluarga yang menggunakan anak-anaknya sebagai pelaku bunuh diri.</p>
<p><a href="https://www.nytimes.com/2018/05/16/world/asia/indonesia-swords-terrorism-sumatra.html">Serangan terakhir terjadi pada Rabu pekan lalu</a> ketika empat penyerang bersenjata pedang menyerang kantor polisi di Sumatra. Satu polisi terbunuh dan dua lainnya terluka. Para terduga militan ditembak mati. Seminggu sebelumnya, <a href="https://theconversation.com/tindakan-terorisme-pertama-dalam-penjara-penyulut-dan-bagaimana-mencegahnya-96510">akibat kerusuhan di rumah tahanan di Markas Komando Brigade Mobil di Depok</a>, enam polisi disandera oleh narapidana teroris terkait ISIS, akhirnya lima polisi dibunuh dan satu pelaku tewas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/to-fight-terrorism-indonesia-needs-to-move-beyond-security-measures-53231">To fight terrorism, Indonesia needs to move beyond security measures</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dibentuk pada 2015, JAD mencapai ketenaran pada Januari 2016 dengan <a href="http://time.com/4184110/jakarta-attack-death-toll-suspects-isis/">sebuah serangan bergaya militer</a> di pusat Jakarta yang menyebabkan kematian 4 orang biasa dan 4 penyerang. Puluhan serangan potensial lainnya digagalkan dalam dua tahun berikutnya, tapi dari beberapa serangan kecil yang dilakukan, sebagian besar ditujukan terhadap unit elit polisi kontra terorisme Detasemen Khusus (Densus) 88 - musuh bebuyutan JAD. </p>
<p>Dibentuk setelah pengeboman Bali 2002, dengan bantuan dari Kepolisian Federal Australia, Densus 88 menjadi <a href="https://www.reuters.com/article/us-indonesia-security/fighting-back-how-indonesias-elite-police-turned-the-tide-on-militants-idUSKBN14C0X3">salah satu unit kontra terorisme yang paling efektif di dunia</a>, setelah menangkap lebih dari 1.000 militan.</p>
<p>Pada tahun lalu saja, 172 terduga teroris ditangkap dan 16 orang ditembak mati, menyusul penangkapan 163 terduga pada 2016 dan 73 pada 2005. Mayoritas dari para militan yang ditangkap baru-baru ini dikaitkan dengan JAD dan jaringan pendukung Negara Islam terkait Mujahidin Indonesia Timur (MIT).</p>
<h2>Kembalinya pejuang</h2>
<p>Sejak deklarasi <a href="https://theconversation.com/caliphate-a-disputed-concept-no-longer-has-a-hold-over-all-muslims-41521">khalifah</a> di Suriah dan Irak pada 2014, Negara Islam telah memberikan perhatian khusus pada perencanaan dan inspirasi serangan teroris <a href="http://www.bbc.com/news/world-middle-east-36703874">selama Muslim berpuasa pada Ramadan</a>, yang mulai pekan lalu.</p>
<p>Kali ini adalah Ramadan pertama sejak kelompok teroris ini kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah kekuasaannya yang berpusat di sekitar Raqqa di Suriah dan Mosul di Irak. Karena Negara Islam jelas putus asa untuk mempertahankan <em>brand</em>-nya dan membuktikan potensi kelanjutannya di seluruh dunia, kini ada kekhawatiran bahwa serangan baru-baru ini di Indonesia adalah sebuah tanda kelompok ini telah memperluas jangkauannya ke arah timur ke negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia itu. </p>
<p>Sejak Negara Islam menjadi terkenal dengan <a href="https://www.washingtonpost.com/world/insurgents-seize-iraqi-city-of-mosul-as-troops-flee/2014/06/10/21061e87-8fcd-4ed3-bc94-0e309af0a674_story.html?utm_term=.2e3f89ea0b93">kejatuhan Mosul pada 2014</a>, telah ada kekhawatiran tentang potensi untuk menghidupkan kembali jaringan jihadi yang telah berusia puluhan tahun di Indonesia.</p>
<p>Sejak 2013, diperkirakan antara 600-1.000 orang Indonesia telah berkunjung ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan konflik tersebut, mayoritas tertarik pada Negara Islam dan kekhalifahan dongeng itu. (Lainnya bergabung dengan afiliasi Al-Qaeda seperti Jabhat al-Nusra).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-indonesia-is-dealing-with-the-new-threat-posed-by-returning-islamic-state-fighters-96535">How Indonesia is dealing with the new threat posed by returning Islamic State fighters</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kepolisian Indonesia memperkirakan 400-500 dari para pejuang itu kemudian kembali ke Indonesia, baik dari Suriah maupun Irak, atau dari Turki dalam perjalanan mereka untuk bergabung dalam konflik tersebut. Banyak yang telah ditemukan di bandar udara oleh otoritas dan dibawa ke dalam program rehabilitasi. Tapi lainnya kembali tanpa pemberitahuan. Dengan kelemahan hukum di Indonesia, pejuang yang kembali tersebut tidak didapat dituntut karena perjalanan ke luar negeri untuk bergabung Negara Islam.</p>
<p>Setelah serangan JAD baru-baru ini di Indonesia, polisi lokal telah menyatakan tentang sel-sel tidur dari orang-orang yang kembali dari Timur Tengah dan kawan-kawan mereka, yang berbaring lemah dan memberikan kesan tidak memiliki kencenderungan melakukan kekerasan, bahkan ketika mereka mempersiapkan sebuah serangan pada waktu yang tepat.</p>
<p>Awalnya, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian <a href="https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2018/05/13/family-of-suicide-bombers-kills-at-least-7-in-indonesia-church-attacks/?utm_term=.7fb82e8a762a">melaporkan</a> bahwa satu keluarga terdiri dari enam orang terlibat dalam serangan bom di tiga gereja di Surabaya telah kembali dari Timur Tengah. Belakangan laporan-laporan media menyebut hal itu tidak terjadi: mereka tidak pernah ke Timur Tengah. Meski demikian, keluarga ini dan dua keluarga lainnya yang terlibat dalam serangan ini <a href="https://edition.cnn.com/2018/05/13/asia/indonesia-attacks-surabaya-intl/index.html">adalah kawan dekat</a> dari para pejuang Negara Islam yang telah kembali.</p>
<h2>Tersingkir di Timur Tengah</h2>
<p>Dunia senang bukan kepalang ketika Raqqa, ibu kota <em>de facto</em> kekhalifahan Negara Islam, <a href="http://www.abc.net.au/news/2017-10-17/raqqa-liberated-from-islamic-state/9060010">akhirnya dibebaskan pada Oktober 2017</a>, setelah pengepungan empat bulan. Dengan jatuhnya kota ini, pertahanan terakhir dari puluhan ribu pejuang lokal dan asing juga dikalahkan.</p>
<p>Beberapa bulan sebelumnya, Mosul, kota terakhir yang dikendalikan oleh Negara Islam di Irak, <a href="https://www.theguardian.com/world/2017/jul/09/iraq-announces-victory-over-islamic-state-mosul">jatuh setelah sembilan bulan</a> terjadi perang urban paling brutal sejak Perang Dunia II. Dengan hancurnya kekhalifahan itu, diyakini Negara Islam akan tereliminasi juga. </p>
<p>Ternyata, kejatuhan Raqqa tidak menunjukkan kehancuran terakhir tentara Negara Islam. Sebaliknya, di bawah sebuah perjanjian rahasia yang diperantai oleh pemimpin Kurdi dan didukung Amerika, Tentara Demokratif Suriah yang memimpin pasukan membebaskan Raqqa, <a href="http://www.bbc.co.uk/news/resources/idt-sh/raqqas_dirty_secret">mengizinkan ribuan pejuang Negara Islam dan keluarga mereka meninggalkan kota</a> itu dalam konvoi banyak bus dan truk. </p>
<p>Banyak yang datang ke Turki, tampaknya ada yang tertinggal. Tapi ribuan lainnya melaju ke padang pasir di Suriah Timur, menduduki wilayah sepanjang Sungai Eufrat dan terhubung dengan lainnya di di seberang perbatasan Irak utara pedesaan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/out-of-the-ashes-of-afghanistan-and-iraq-the-rise-and-rise-of-islamic-state-55437">Out of the ashes of Afghanistan and Iraq: the rise and rise of Islamic State</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Banyak pejuang Negara Islam, terutama Arab lokal, melarikan diri, membaur ke dalam desa-desa dan komunitas gurun Sunni. Bahkan dalam pembebasan Mosul, yang sebagian besar Sunni, banyak orang lokal masih menyatakan dukungan untuk kelompok militan ini.</p>
<p>Pemilihan umum pemerintah yang didominasi Syiah di Baghdad dan gagalnya membangun kembali Mosul dan kota Sunni rusak lainnya, berarti bahwa di Irak, juga di Suriah, semua penderitaan komunal dan sosial yang dulu mendukung munculnya Al-Qaeda di Irak (AQI) dan Negara Islam Irak (ISI) tetap di tempat.</p>
<p>Bahkan ketika Negara Islam telah kehilangan wilayah di Irak dalam beberapa tahun terakhir, para pemimpinnya telah berbicara dengan keyakinan sebuah kultus apokaliptik, dengan percaya diri menyatakan bahwa bahkan jika mereka kehilangan khalifah, pemberontakan bangkit lagi. </p>
<p>Kini, kelompok ini memiliki pendukung dan afiliasi yang aktif di seluruh dunia Muslim, termasuk di Filipina Selatan dan “sebuah pemberontakan virtual” di banyak negara Barat yang berkontribusi sekitar seperempat dari total pejuang asing grup ini <a href="http://www.rudaw.net/english/middleeast/16122017">sebanyak 40.000 di Irak dan Suriah</a>.</p>
<p>Pemberontakan ini masih jauh dari selesai, dan di Indonesia mungkin yang terburuk belum datang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96862/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Greg Barton terlibat dalam berbagai proyek yang bekerja untuk memahami dan melawan ekstremisme kekerasan di Australia dan di Asia Tenggara yang didanai oleh pemerintah Australia.</span></em></p>
Setelah serangan JAD baru-baru ini di Indonesia, polisi menyebut kemungkinan bangkitnya sel-sel tidur dari orang-orang yang kembali dari Suriah.
Greg Barton, Chair in Global Islamic Politics, Alfred Deakin Institute for Citizenship and Globalisation; Co-Director, Australian Intervention Support Hub, Deakin University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/96727
2018-05-16T09:55:26Z
2018-05-16T09:55:26Z
Bagaimana Indonesia mengatasi ancaman dari “pejuang” IS yang kembali ke tanah air
<p>Bukanlah suatu kebetulan bahwa serangan bom bunuh diri di tiga gereja Katolik di Surabaya terjadi ketika umat Islam akan memulai puasa pada bulan suci Ramadan.</p>
<p>Bagi kaum yang taat, Ramadan adalah saat untuk beramal, introspeksi, pembaruan, dan mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Namun, untuk Negara Islam (IS), <a href="http://www.bbc.com/news/world-middle-east-36703874">Ramadan menjadi waktu yang strategis</a> untuk menyerang. Pemilihan waktu ini terinspirasi oleh <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Badar">Pertempuran Badar</a> pada 624 Masehi, terjadi pada 17 Ramadan tahun itu, ketika Nabi Muhammad dan pasukannya mengalahkan kekuatan yang jauh lebih unggul dan meletakkan dasar bagi pertumbuhan Islam.</p>
<p>Pada Ramadan tahun lalu, Negara Islam mengklaim lebih dari <a href="http://news.siteintelgroup.com/blog/index.php/categories/jihad/entry/425-ramadan-in-progress-is-expands-global-presence">300 serangan terpisah di seluruh dunia</a>.</p>
<p><a href="http://www.abc.net.au/news/2018-05-13/indonesia-explosions-outside-churches-in-surabaya/9756260">Bom bunuh diri mengerikan pada Minggu</a>, yang melibatkan anak-anak dan menyebabkab 13 orang tewas serta lebih dari 40 luka-luka, juga menunjukkan adanya pola berbeda, yaitu serangan yang dilakukan oleh kelompok teroris Asia Tenggara.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ketika-teroris-mengorbankan-anak-dalam-aksi-bom-bunuh-diri-apa-yang-bisa-dilakukan-96642">Ketika teroris mengorbankan anak dalam aksi bom bunuh diri—apa yang bisa dilakukan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dengan hilangnya wilayah yang pernah mereka kuasai di Irak dan Suriah, IS secara aktif berusaha memobilisasi dukungan kelompok-kelompok jihadis di negara-negara seperti Libya, Yaman, Nigeria, dan Bangladesh.</p>
<p>Dalam sebuah artikel di majalah Negara Islam <a href="https://ent.siteintelgroup.com/Statements/is-says-losing-terktory-redoubled-its-effort-and-shifted-focus-to-crusader-soil-in-rumiyah-10.html"><em>Rumiyah</em></a> pada 2017, Asia Tenggara, khususnya Filipina dan Indonesia, juga diidentifikasi sebagai target inti. Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, jumlah serangan di wilayah ini telah meningkat. Hal ini sebagian didorong oleh kembalinya para pejuang dari garis depan pertempuran Negara Islam di Timur Tengah.</p>
<h2>Mengembalikan pejuang asing</h2>
<p>Perkiraan konservatif menunjukkan lebih dari 1.000 pejuang telah melakukan perjalanan ke Timur Tengah dari Asia Tenggara untuk bergabung dengan Negara Islam selama lima tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, <a href="http://soufangroup.com/wp-content/uploads/2015/12/TSG_ForeignFightersUpdate3.pdf">sekitar 700 diperkirakan</a> berasal dari Indonesia. Sekitar setengahnya adalah pejuang laki-laki, setengah lainnya perempuan dan anak-anak yang bergabung dengan suami mereka. Sekitar 75 pejuang Indonesia lainnya dideportasi dari Turki sebelum mereka dapat melintas ke Suriah.</p>
<p>Menimbang bahwa 225 juta muslim tinggal di Indonesia, jumlah orang Indonesia yang bertempur di Irak dan Suriah sangat rendah. Australia, yang memiliki populasi muslim 604.000, lebih dari 100 warganya bergabung dengan IS, <a href="https://www.theaustralian.com.au/national-affairs/national-security/aussie-jihadist-death-toll-rises-to-87/news-story/382354258c6bae5661c1e913f69ae6fe">setidaknya 87 tewas</a>. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ideologi-dan-agama-hanya-sebagian-alasan-aksi-terorisme-pasca-11-september-91846">Ideologi dan agama hanya sebagian alasan aksi terorisme pasca 11 September</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jurnalis dan pakar <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2016/01/isis-indonesia-foreign-fighters/422403/">berpendapat</a> bahwa pluralisme di Indonesia berperan penting dalam menekan arus pejuang ke Timur Tengah. </p>
<p>Namun, tindakan segelintir pejuang IS yang terlatih dapat membawa dampak fatal—baik dalam hal korban dan dampak politik yang lebih luas, seperti ditunjukkan oleh serangan di <a href="http://www.bbc.com/news/world-europe-34827497">teater Bataclan</a> di Paris pada 2015. </p>
<p>Meskipun pasukan intelijen Indonesia terlatih dengan baik dan telah bekerja dengan negara-negara seperti Australia untuk meningkatkan pembagian informasi lintas batas, Indonesia tidak memiliki aturan yang melarang warganya pergi ke luar negeri untuk bergabung dengan IS. Selain itu, di Indonesia menyatakan dukungan terhadap IS juga bukan hal yang melanggar hukum. </p>
<p>Masalah menjadi semakin pelik dengan kenyataan bahwa perbatasan Indonesia mudah ditembus, sehingga hampir tidak mungkin mencegah kembalinya pejuang kembali ke negara tanpa diketahui.</p>
<h2>Ancaman dari dalam</h2>
<p>Awalnya media melaporkan bahwa keluarga yang bertanggung jawab atas pengeboman gereja di Surabaya telah bertempur di Suriah, klaim yang kini telah ditarik kembali.</p>
<p>Namun, mereka terkait dengan Jemaah Ansharut Daulah (JAD), sebuah organisasi yang memayungi lusinan kelompok militan di Indonesia. Pemimpin JAD, Aman Abdurrahman, ditahan di penjara <a href="https://www.dailytelegraph.com.au/news/world/islamic-state%20-claims-responsibility-for-death-of-10-indonesian-police%20/%20news-story%20/%20469be19e7eb2d71557a615fad61188e8">Markas Komando Brigade Mobil, tempat terjadinya kerusuhan mematikan minggu lalu</a> yang menyebabkan tewasnya beberapa polisi penjaga penjara.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tindakan-terorisme-pertama-dalam-penjara-penyulut-dan-bagaimana-mencegahnya-96510">Tindakan terorisme pertama dalam penjara: penyulut dan bagaimana mencegahnya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kelompok militan yang beroperasi di dalam payung JAD relatif otonom dan tidak memiliki banyak interaksi satu sama lain. Namun, hampir pasti, meski sulit untuk dibuktikan, bahwa para “pejuang” yang kembali dari Irak dan Suriah telah bergabung dengan mereka membawa pengalaman medan perang dan keahlian militan.</p>
<p>JAD juga <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/14/what-is-jad-terror-group-behind-mako-brimob-riot-surabaya-bombings.html">telah menyatakan dukungannya</a> kepada IS. Ikrar dukungan, atau <em>baiat</em>, kepada pemimpin Negara Islam Abu Bakr Al-Baghdadi mengharuskan pengikut untuk mengikuti perintah Al-Baghdadi. Namun, pada saat yang sama pengikut dapat secara otonom mmenyerang negara, penolak IS, dan orang murtad. </p>
<p>Negara Islam juga menikmati dukungan yang cukup besar dari kalangan orang Indonesia umum. Sebuah <a href="http://www.pewresearch.org/fact-tank/2015/11/17/in-nations-with-significant-muslim-populations-much-disdain-for-isis/">penelitian dari Pew Research</a> menemukan bahwa 4% orang Indonesia punya opini yang positif terhadap IS. Persentase ini mungkin tampak kecil, tapi jika diterjemahkan dalam dalam jumlah, ini lebih dari 9 juta orang. Masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi semakin konservatif. Maka dukungan pada IS akan terus tumbuh. </p>
<p>Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan berat yang terjadi dalam waktu bersamaan, yaitu kembalinya pejuang IS dan kekerasan ekstrem yang tumbuh di dalam negeri. </p>
<p>Tidak ada bangsa yang bisa memerangi terorisme sendirian. Meski Australia dan Indonesia telah bekerja sama dengan baik dalam inisiatif anti-terorisme, seorang pejabat senior pemerintah Australia <a href="https://www.theaustralian.com.au/national-affairs/national-security/families-inspired-by-islamic-state-strike-in-worst-attacks-in-a-decade/news-story/19850deb5cdb2886844c29fb752597c9">kepada The Australian pada Senin</a> mengatakan bahwa Canberra akan memperkuat kerja sama dengan Jakarta untuk mengatasi masalah para pejuang IS yang kembali ke Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96727/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Josh Roose tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan berat yang terjadi dalam waktu bersamaan, yaitu kembalinya pejuang IS dan kekerasan ekstrem yang tumbuh di dalam negeri.
Josh Roose, Director, Institute for Religion, Politics and Society, Australian Catholic University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/96642
2018-05-15T08:11:17Z
2018-05-15T08:11:17Z
Ketika teroris mengorbankan anak dalam aksi bom bunuh diri—apa yang bisa dilakukan?
<p>Serangkaian bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur dalam dua hari terakhir merupakan serangan teroris terburuk yang terjadi di Indonesia sejak 2005. Dua keluarga menyerang tiga gereja pada hari Minggu dan satu kantor polisi pada hari Senin, menewaskan sedikitnya 23 orang dan melukai lusinan. Masyarakat <a href="https://www.nytimes.com/2018/05/14/world/asia/indonesia-church-bombings-families-isis-suicide.html">kaget dan tak percaya</a> dengan kenyataan bahwa serangan bom itu dilakukan oleh orang tua sambil membawa anak-anak mereka yang akhirnya meninggal dalam aksi tersebut.</p>
<p>Pada hari Minggu, seorang ibu membawa dua putrinya yang berusia 9 dan 12 tahun dan meledakkan bom di Gereja Kristen Indonesia. Dua putranya yang berusia 16 dan 18 mengendarai sepeda motor ke Gereja Santa Maria dan meledakkan diri mereka. Suaminya, Dita Oepriarto yang dilaporkan merupakan pemimpin sel Surabaya kelompok estremis pendukung IS Jemaah Ansharut Daulah (JAD), mengendarai mobilnya dan membom Gereja Pentekosta.</p>
<p>Pada hari Senin, keluarga beranggotakan lima orang mengendarai dua sepeda motor meledakkan sebuah <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/14/breaking-another-bomb-attack-hits-surabaya-police-hq.html">bom di Mabes Polri Surabaya</a>. </p>
<p>Serangan tersebut mengiyakan peringatan dari analis <a href="http://www.scmp.com/week-asia/society/article/2103070/ignoring-women-jihadis-ranks-asias-islamic-state%20-fatal-kesalahan">untuk tidak mengabaikan peran perempuan dalam tindakan terorisme</a>. Pada 2016, polisi menangkap para jihadis perempuan pertama di Indonesia—Dian Yulia Novi, yang menyiapkan bom dan berencana meledakkannya di Jakarta, dan, beberapa hari kemudian Ika Puspitasari di Bali.</p>
<p><a href="http://file.understandingconflict.org/file/2017/01/IPAC_Report_35.pdf">Peningkatan peran perempuan dalam ekstremisme kekerasan telah difasilitasi oleh pertumbuhan media sosial</a>, yang digunakan oleh kelompok-kelompok ekstremis untuk merekrut anggota.</p>
<p>Serangan di Surabaya tidak hanya menunjukkan pergeseran peran perempuan dalam tindakan terorisme, tetapi juga keterlibatan keluarga dalam aksi teror.</p>
<p>IS mungkin sudah menyerah membujuk orang untuk datang ke Suriah, karena pemerintah Suriah telah mengalahkan sebagian besar pejuang IS. Tetapi serangan hari-hari terakhir adalah bagian dari penyebaran ide mengenai jihad yang melibatkan anggota keluarga di tingkat lokal.</p>
<h2>Orang tua membawa anak-anak mati</h2>
<p>Orang-orang terkejut bahwa para pelaku membawa anak-anak mereka dalam aksi teroris mereka.</p>
<p>Meski demikian, ada suatu pilihan rasional orang tua di baliknya yang didasarkan pada keyakinan mereka bahwa imbalan untuk <em>amaliyah</em> (istilah yang digunakan oleh pejihad untuk merujuk pada aksi lapangan) sedang menunggu mereka di akhirat. Mereka percaya mereka akan bersama lagi di surga.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=494&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=494&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=494&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/218929/original/file-20180515-100719-2x8jy5.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Foto keluarga yang dilaporkan polisi bertanggung jawab atas serangan hari Minggu di Surabaya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Handout</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika seorang ayah melakukan pengeboman bunuh diri seorang diri, dia akan meninggalkan istri dan anak-anaknya dengan stigma keluarga teroris.</p>
<p>Sementara itu, ketika perempuan mengambil peran yang lebih aktif dalam terorisme, sebagai ibu mereka akan merasa sulit untuk meninggalkan anak-anak mereka tanpa dapat memastikan bahwa anak-anak mereka mengikuti ideologi mereka. Maka, mereka memilih untuk melakukan <em>amaliyah</em> bersama.</p>
<p>Serangan bersama keluarga tersebut bisa jadi bagian dari strategi mereka untuk menyebarluaskan propaganda untuk membujuk militan lain agar mengikuti jejak mereka.</p>
<h2>Kisah “Ummu Shabrina”</h2>
<p>Propaganda untuk melibatkan keluarga dalam <em>amaliyah</em> telah beredar sejak tahun 2014 di komunitas militan Indonesia. Sebuah cerita tentang perjalanan keluarga Ummu Shabrina telah tersebar luas. Kisah empat bab ini berakhir dengan penjaga perbatasan menangkap dia dan anak-anaknya.</p>
<p>Ummu Sabrina menutup ceritanya dengan pesan yang kuat kepada semua keluarga pendukung IS untuk memperkuat tekad mereka dan mengorbankan diri mereka untuk Negara Islam.</p>
<h2>Peran keluarga dalam radikalisasi</h2>
<p>Saya meneliti tentang peran keluarga dalam menciptakan pejihad. Keluarga adalah ruang efektif untuk pengembangan ideologi ekstrem karena merupakan <a href="http://sk.sagepub.com/reference/sociology/n13.xml">unit utama dalam pengembangan sosial dan psikologis individu melalui proses sosialisasi</a>. Kegiatan sehari-hari seperti mendiskusikan jihadisme, Islam dan politik, menonton video ekstremis bersama, berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan pasangan dan orang tua, dan lain-lain dapat membentuk ideologi tersebut. </p>
<p>Anak-anak melihat apa yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa dan umum terjadi dalam keluarga. Mereka mungkin tidak mempertanyakannya, karena mereka mempercayai orang tua mereka. </p>
<p>Bagi keluarga yang telah pergi ke Suriah, hidup di bawah penguasa Negara Islam juga menciptakan konteks untuk sosialisasi itu sendiri. Tanpa disadari, ideologi jihad menjadi ideologi diterima oleh semua anggota keluarga yang pernah tinggal di sana.</p>
<p>Anak-anak juga meniru bagaimana orang tua mengekspresikan komitmen dan kesetiaan mereka terhadap ideologi atau organisasi setiap hari. <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1057610X.2014.952511">Anak akan memperlihatkan “kesetiaan” yang akan mereka berikan pada seseorang atau sesuatu</a> seperti ideologi, pemimpin atau organisasi, dan lain-lain, terbentuk dengan cara ini.</p>
<p>Loyalitas semacam ini tidak serta-merta muncul. Hal ini merupakan hasil <a href="http://books.wwnorton.com/books/Identity-and-the-Life-Cycle/">penanaman nilai orang tua kepada anak-anak</a> mereka dalam bentuk ide, norma, kebiasaan, dan metode.</p>
<p>Ada beberapa contoh transmisi nilai yang berhasil dari jihadis terkenal yang menjunjung ajaran ayah mereka dan mengikuti karir jihadisme. Hatf Saifurrasul, 13 tahun, meninggal di Suriah pada tahun 2016. Dia adalah putra Saiful Anam atau Brekele, seorang jihadis yang dihukum karena keterlibatannya dalam pemboman di Poso, Maluku pada tahun 2005 dan kejahatan lainnya.</p>
<p>Keluarga seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, keluarga adalah tempat tumbuhnya radikalisasi dan terorisme. Di sisi lain, keluarga juga tempat untuk <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09546553.2015.1034855">melepaskan diri dari ideologi ektrem</a>. Kuncinya ada pada hubungan positif antara anggota keluarga termasuk antara orang tua; dan antara orang tua dan anak-anak.</p>
<p>Semakin baik kondisi hubungan keluarga, semakin banyak nilai yang akan diteruskan, karena orang tua memiliki lebih banyak kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai mereka kepada anak-anak; dan sebaliknya, semakin buruk kondisi hubungan keluarga, semakin sedikit nilai yang akan ditransmisikan dalam keluarga.</p>
<h2>Apa yang harus dilakukan pemerintah?</h2>
<p>Pemerintah telah melakukan operasi anti-terorisme, program deradikalisasi, dan menyediakan program dukungan ekonomi bagi mantan militan. Selain upaya-upaya strategis ini, beberapa rekomendasi di bawah mungkin berguna untuk menangani radikalisasi melalui keluarga.</p>
<p>Program pencegahan yang menyasar pada orang tua berpotensi mencegah nilai-nilai radikal orang tua diadopsi oleh anak-anak. Anak-anak cenderung mengadopsi pandangan orang tua mereka, terutama ketika mereka berdiskusi mengenai ideologi ekstrem yang sama, dan juga ketika ada kesamaan ideologi, dan <a href="https://www.jstor.org/stable/1386273?seq=1#page_scan_tab_contents">komitmen beragama yang tinggi</a>. Karena itu, pencegahan harus dimulai dengan mendidik orang tua. </p>
<p>Mengadakan intervensi sosial untuk melawan ideologi ekstrem, misalnya melalui kegiatan-kegiatan sosial masyarakat dengan melibatkan orang tua dan anak. Ketika ideologi ekstrem tidak terlalu dianggap penting dan ketika anak-anak memahami bahwa mereka memiliki pilihan-pilihan dalam hidup, ideologi ekstrem mungkin lebih cenderung lebih rendah.</p>
<p>Pemerintah harus melibatkan orang-orang yang telah kembali ke Indonesia dari Negara Islam di Suriah untuk berpartisipasi aktif dalam program-program ekstremisme anti-kekerasan. Diperkirakan pada 2017 ada <a href="http://thesoufancenter.org/wp-content/uploads/2017/11/Beyond-the-Caliphate-Foreign-Fighters-and-the-Threat-of-Returnees-TSC-Report-October-2017-v3.pdf">600 anggota ISIS dari Indonesia, termasuk sekitar 100 perempuan</a> di Suriah. Beberapa telah kembali ke Indonesia dengan mengecilnya wilayah IS di Suriah dan Irak. </p>
<p>Terakhir, ideologi ekstrem bukanlah sesuatu yang mudah terjadi pada manusia, dan tidak ada yang bisa diprediksi. Ideologi pada akhirnya melayani individu yang memegangnya dengan memberikannya pilihan-pilihan dalam hidup—menjadi seorang teroris atau humanis.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96642/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Haula Noor tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Serangan di Surabaya tidak hanya menunjukkan pergeseran peran perempuan dalam tindakan terorisme, tetapi juga keterlibatan keluarga dalam aksi teror.
Haula Noor, PhD Candidate at Coral Bell School of Asia Pacific Affairs , Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/93009
2018-03-08T10:01:06Z
2018-03-08T10:01:06Z
Cerita perempuan Prancis setelah menanggalkan niqab
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/209280/original/file-20180307-146666-5f0w3a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=15%2C0%2C909%2C519&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Saliha (kiri) and Alexia pada 2012. Alexia tidak lagi mengenakan cadar. </span> <span class="attribution"><span class="source">Agnès De Feo</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Hijab dan cadar terus menjadi perdebatan tajam di <a href="https://www.theguardian.com/world/2017/mar/14/headscarves-and-muslim-veil-ban-debate-timeline">Eropa</a>. Cara negara-negara Eropa menanggapi burqa dan niqab, yang menutupi wajah, berbeda-beda. <a href="https://www.theguardian.com/world/2013/sep/17/veil-womans-choice-theresa-may">Di Inggris diterima</a>. Prancis <a href="https://www.theguardian.com/world/2010/jan/31/french-muslim-burqa-veil-niqab">melarang</a>. Reaksi perempuan Muslim terhadap pembatasan tersebut berbeda-beda. Sebagian protes, sebagian menerima dengan enggan, dan ada juga yang <a href="https://www.spectator.co.uk/2017/03/the-right-to-ban-the-veil-is-good-news-for-everybody-including-muslims/">mendukung</a> larangan tersebut.</p>
<p>Namun apa yang terjadi ketika seorang perempuan yang telah mengenakan niqab, kadang selama bertahun-tahun, memutuskan untuk menanggalkannya?</p>
<p>Hanane dan Alexia—nama samaran untuk melindungi identitas mereka—keduanya lahir di Prancis. Hanane tumbuh di keluarga yang tidak mempraktikkan ajaran Muslim, sedangkan Alexia pindah agama menjadi Islam di usia 22 tahun. Selama lima tahun mereka berdua mengenakan niqab. Hanane mulai pada 2009, tepat sebelum Perancis melarang cadar seluruh wajah, sedangkan Alexia mengenakannya kemudian. Keduanya kini telah benar-benar menanggalkan niqab setelah sebelumnya menjadi pembela hak untuk mengenakan niqab. Transisi ini terjadi secara bertahap, dan disertai dengan jarak yang semakin jauh dari <a href="https://www.brookings.edu/blog/markaz/2016/07/15/islamism-salafism-and-jihadism-a-primer/">ideologi Salafi</a> ekstrem.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/207938/original/file-20180226-120971-17yc4d2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hanane sekarang.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Agnès De Féo</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>‘Mulai hidup lagi’</h2>
<p>Pada 10 Januari, saat obral diskon Tahun Baru di Perancis, saya menjumpai Alexia dekat stasiun kereta Paris, Gare du Nord. Ia ingin membeli pakaian dan “mulai hidup lagi”. Di toko pertama ia membeli empat pasang celana yang pas badan, dan satu buah jaket. Ia kemudian menjajal beberapa pakaian Nepal yang dirancang sesuai selera Barat, termasuk jaket warna-warni dan celana dengan bagian bawah lebar.</p>
<p>Saat ia berjalan keluar dari ruang ganti, Alexia mengangguk pada dirinya di cermin: “Inilah saya sebenarnya. Saya akhirnya merasa seperti diri saya sendiri setelah bertahun-tahun terkungkung.” Dengan rambut yang menyapu wajahnya, ia terlihat seperti perempuan modern, benar-benar hidup. Saya terkesan dengan metamorfosisnya: sulit membayangkan bahwa ia mengenakan niqab selama lima tahun, dan merupakan salah satu perempuan paling radikal yang pernah saya temui. </p>
<p>Saya bertemu dengan Alexia pada Agustus 2011 dalam konteks <a href="https://ehess.academia.edu/Agn%C3%A8sDeFeo">penelitian saya soal cadar penuh</a> selama demonstrasi oleh kelompok Salafi Prancis <a href="http://www.liberation.fr/societe/2015/06/10/forsane-alizza-nous-entendions-creer-une-police-musulmane_1326640">Forsane Alizza</a> (secara harfiah artinya Pendekar Kebanggaan) di sebuah kota dekat Paris. Ia mengenakan niqab dan memperkenalkan dirinya sebagai istri dari salah seorang pemimpin kelompok tersebut. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/203250/original/file-20180124-107967-1arfh7v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Acara kelompok Salafi Forsane Alizza pada Agustus 2011. Di tengah adalah pemimpinnya, Mohamed Achamlane, yang dipenjara pada 2015 atas konspirasi kriminal terkait perusahaan teroris.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Agnès De Féo</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Alexia mengingat saat itu:</p>
<blockquote>
<p>Kami menganggap semua pendukung Muslim di Republik Perancis itu kafir. Kami melakukan <em>takfir</em> (pengucilan) terhadap mereka yang tidak mempraktikkan ajaran Muslim seperti kami. Kami menentang <em>taghout</em> (penyembahan berhala dalam arti luas), misalnya negara dan institusi. Kami mendefinisikan diri sebagai <em>ghûlat</em>, yang berarti ‘ekstrimis’ dalam bahasa Arab.</p>
</blockquote>
<p>Perkiraan jumlah perempuan yang mengenakan niqab sangat bervariasi, dari beberapa ratus hingga <a href="http://www.lefigaro.fr/actualite-france/2009/09/09/01016-20090909ARTFIG00040-deux-mille-femmes-portent-la-burqa-en-france-.php">ribuan</a>. Dalam hal populasi Muslim Perancis sekali pun, persentase ini kecil.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/203251/original/file-20180124-107959-1gghw1o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hanane, yang saya temui di bagian sisi demonstrasi di depan Majelis Nasional Perancis, 2010.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Agnès De Féo</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>‘Niqab melindungi saya’</h2>
<p>Saya mengenal Hanane bahkan lebih lama daripada Alexia. Kami bertemu pada Januari 2010, saat demonstrasi mengenai perempuan dalam niqab di Place de la République di Paris, dan kemudian di depan Majelis Nasional. Dia dan yang lainnya memprotes usulan yang akan <a href="http://www.assemblee-nationale.fr/13/dossiers/dissimulation_visage_espace_public.%20asp">melarang menutupi wajah di tempat umum</a>.</p>
<p>Di awal 2017, Hanane menghubungi saya dan meminta saya untuk membantunya menulis buku tentang hidupnya. Dalam buku yang ingin ditulisnya, Hanane tidak ingin mencela niqab, melainkan untuk menceritakan kisah pemerkosaan yang dia sebutkan dilakukan berkali-kali oleh bapak mertuanya. Baginya, cerita ini membantu menjelaskan keterlibatannya dalam Salafisme.</p>
<blockquote>
<p>Agama membawa banyak hal yang membantu saya lepas dari trauma perkosaan. Saya berusia 19 sampai 20 tahun ketika saya mengenakan niqab. Saya melepasnya saat berusia 25 tahun. Dulu makin jauh saya melangkah, makin saya ingin menutupi diri. Niqab melindungi saya, saya seperti bersembunyi dari laki-laki. Saya bisa melihat mereka, tapi mereka tidak bisa melihat saya.</p>
</blockquote>
<p>Tidak seperti Alexia, yang memutuskan sendiri untuk mulai mengenakan cadar, Hanane ingat akan pengaruh dari lingkungan sosialnya saat itu:</p>
<blockquote>
<p>Kami adalah sekelompok gadis dan mengenakan niqab hampir bersamaan. Dalam kelompok kami, yang paling dulu adalah <a href="https://www.independent.co.uk/news/world/europe/paris-shootings-police-hunting-for-grocery-shop-gunmans-girlfriend-hayat-boumedienne-9969144.html">Ayat Boumédiène</a>, yang mengenakannya lebih dari dua tahun sebelum hukum (pelarangan niqab). Awalnya, semua normal tentangnya, dan kemudian dia mulai mengorganisasi pertemuan untuk mendorong kami mengangkat senjata. Adalah suaminya, Ahmadi Coulibaly, yang mengubah pemikirannya—dulu dia [Ahmadi] tidak menonjol sampai pada akhirnya dia dipenjara. Ayat ingin mengenalkan saya pada seorang laki-laki yang menurutnya harus saya nikahi, dia benar-benar memaksa. Lelaki itu kemudian dipenjara karena pembunuhan. Syukurlah saya tidak menurutinya—saya akan berada di Suriah hari ini bila mengiyakan.</p>
</blockquote>
<p>Pada 9 Januari 2015, Ahmadi Coulibaly menyerang <a href="https://www.huffingtonpost.com/2015/01/09/amedy-coulibaly-paris-kosher-market_n_6444418.html">pasar Hyper Cacher dekat Paris</a>. Boumédiène meninggalkan Paris seminggu sebelumnya, dan terlihat di <a href="https://www.theguardian.com/world/video/2015/jan/12/hayat-boumeddiene-shown-on-cctv-at-istanbul-airport-video">bandara Istanbul</a>. Dia masih dalam pelarian. Coulibaly membunuh lima orang dalam serangannya, dan tewas ketika polisi menyerang supermarket di mana ia menahan sandera.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/IJTyWhq_w40?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Trailer film film <em>Forbidden Veil</em>, disutradarai oleh Agnès De Féo dan diproduksi oleh Marc Rozenblum, 2017.</span></figcaption>
</figure>
<h2>‘Saya seperti keluar dari penjara’</h2>
<p>Ketika Perancis melarang cadar panjang dan penuh pada 2010, beberapa perempuan yang mengenakan niqab berganti ke jilbab, yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, sedangkan yang lainnya <a href="http://www.slate.fr/story/153005/islam-pourquoi-quinquagenaires-virulentes-contre-niqab">menyerah pada tekanan publik</a> dan berhenti mengenakannya. Baik Alexia maupun Hanane berbeda: mereka berkata bahwa mereka telah sepenuhnya membuka lembaran baru. Alexia bahkan telah menjadi lawan sengit bagi cadar Islam dan Salafisme. Ia tetap mendefinisikan dirinya sebagai Muslim tapi kini membaca ayat-ayat dengan pandangan kritis. Hanane mengaku bahwa ia jadi kurang rajin dalam ritualnya: “Saya sering melewatkan shalat atau melakukannya terlambat. Beberapa hari saya bahkan tidak sempat shalat. Saat mengenakan niqab, saya sedikit lebih teratur, meski saya sering terlambat.”</p>
<p>Keduanya berkata mereka telah mengesampingkan bacaan lebih radikal yang sebelumnya mereka sukai, dan tidak lagi sering-sering membuka situs fundamentalis. Tapi proses ini tidak terjadi seketika—butuh waktu beberapa bulan. Alexia berkata, ia memutuskan untuk menanggalkan niqab atas saran dari seorang laki-laki yang berbagi hidup dengannya saat itu. Seorang mualaf Islam dan penganut Salafisme, dulunya ia merupakan pendukung pakaian konservatif untuk perempuan, namun demikian ia menyarankan Alexia untuk tidak lagi mengenakan niqab:</p>
<blockquote>
<p>Ketika ia melihat kondisi fisik saya, ia meminta saya untuk menanggalkan niqab—ia mengkhawatirkan kesehatan saya. Saya mengenakannya untuk menyenangkan Allah, tapi akibat kekurangan sinar matahari saya tidak lagi mensintesis vitamin D—kesehatan saya menurun. Saya mengikuti sarannya, tapi itu proses yang lama dan sulit. </p>
</blockquote>
<p>Alexia ingat:</p>
<blockquote>
<p>Ketika saya meanggalkan niqab, saya merasa seperti keluar dari penjara. Tapi tidak berarti saya terbebas—saya masih merasa buruk. Butuh waktu bertahun-tahun untuk melaluinya dan saya belum selesai membersihkan isi kepala saya. </p>
</blockquote>
<p>Hanane menanggalkan cadarnya setelah serangan terhadap majalah satir Perancis <a href="http://www.bbc.com/news/world-europe-30710883">Charlie Hebdo pada 2015</a> karena ia mengkhawatirkan keselamatan dirinya, lantaran menghadapi makin banyak cercaan di jalan. Ia mengatakan, bagian tersulit adalah pengucilan dari lingkungan sosialnya: </p>
<blockquote>
<p>Sejak saya menanggalkan cadar, banyak saudari Muslim tidak mau lagi berbicara dengan saya. Saya merasa mereka sombong dan tidak adil, karena siapa pun bisa memilih untuk menanggalkan cadarnya. Segelintir orang sesekali mengobrol dengan saya, tapi rasanya tidak seperti dulu lagi.</p>
</blockquote>
<p>Selama beberapa waktu Alexia kembali mengenakan cadar saat kembali ke lingkungan lamanya di timur laut Paris, di mana konservatisme sosial dan agama begitu kuat dalam komunitas tertentu. Kemudian dia akhirnya mengubah seluruh hidupnya.</p>
<blockquote>
<p>Hidup saya mulai berubah saat saya mendaftar di sebuah pusat kebugaran, yang memungkinkan saya keluar dari jaringan sosial Salafi yang merupakan satu-satunya sumber sosialisasi saya sebelumnya. Kemudian saya mendapat pekerjaan dan akhirnya mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu saya.</p>
</blockquote>
<p>Dan di perkerjaan inilah ia bertemu dengan laki-laki yang akan dinikahinya. Ia bukan seorang Muslim, dan pernikahan mereka berlangsung di balai kota. Pilihan yang tak terpikirkan bagi perempuan ini, yang dulu pernah membenci institusi Perancis.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/202265/original/file-20180117-53328-1oxp5mh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Alexia
mengunjungi stan di pameran tahunan untuk Muslim Perancis di Le Bourget, Paris utara, 2017.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Agnès De Féo</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Rasa yang getir</h2>
<p>Kalau dipikir-pikir, baik Alexia maupun Hanane tidak membicarakan “jalan keluar” mereka dari niqab sebagai pembebasan. Alih-alih, pengalaman telah meninggalkan mereka dengan rasa getir. Mereka berkata, dalam satu titik dalam kehidupan mereka, mereka meyakini pentingnya mengenakan cadar penuh: Alexia percaya bahwa ia tengah meraih kesempurnaan Muslim dan memberikan arti bagi hidupnya—ia membayangkan bertemu dengan laki-laki saleh dan berbudi luhur yang akan melindunginya dari kehidupannya sebagai ibu tunggal. Bagi Hanane, tujuannya adalah menyembuhkan luka masa remaja yang disebabkan oleh trauma keluarga dan pengasuhan.</p>
<p>Alexia kini merasa bahwa periode tersebut mengorbankan bertahun-tahun kehidupannya, dan memunculkan kemarahan terhadap propaganda yang berasal dari Arab Saudi. Ia menyalahkan seluruh sistem yang mendoktrinnya, meski ia sadar bahwa dalam arti tertentu, tindakannya bersifat sukarela. Menurutnya, Negara Islam (IS) mendapat keuntungan dari kenaifan mereka yang percaya bahwa mereka berkomitmen pada Salafisme untuk alasan yang sah dan masuk akal.</p>
<p>Meskipun keduanya melepas niqab, baik Hanane maupun Alexia tidak mendukung pelarangan 2010. Hanane baru-baru ini mengtakan pada saya: “Hukum itu kontraproduktif. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan diri sendiri. Larangan tidak akan meyakinkan perempuan mana pun untuk menanggalkannya.” Alexia memiliki reaksi yang sama, berkata bahwa hukum telah menyebabkan beberapa perempuan mengisolasi dirinya dari lingkungan masyarakat dan bahwa beberapa orang mungkin memakainya sebagai gerakan pemberontakan.</p>
<p>Kesaksian dari mereka yang telah memilih untuk “menanggalkan niqab” amatlah jarang. Jumlah perempuan yang telah melakukannya sangat sedikit, dan mereka yang kemudian memilih untuk menanggalkannya sering kali harus memutus hubungan lama mereka dan menerima apa yang dalam banyak hal merupakan sebuah identitas baru—mereka mengubah alamat surat elektronik, nomor telepon, dan melanjutkan hidup sepenuhnya. Bagi mereka, cadar penuh dan panjang telah menjadi sesuatu yang tegas di masa lalu, mewakili tahap transisi dalam hidup mereka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/93009/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Agnès De Féo adalah salah satu pendiri Sasana Productions dan mengajar di sekolaj jurnalisme di CFPJ. </span></em></p>
Sejumlah perempuan yang pernah menggunakan dan membela hak penggunaan cadar tertutup penuh yang dikenal sebagai niqab memilih untuk berhenti menggunakannya. Dua perempuan membagi kisah mereka.
Agnès De Féo, Sociologue, École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS)
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.