tag:theconversation.com,2011:/id/topics/tempat-kerja-43032/articlesTempat kerja – The Conversation2023-10-25T08:19:42Ztag:theconversation.com,2011:article/2156912023-10-25T08:19:42Z2023-10-25T08:19:42Z‘Lookism’ dan diskriminasi di tempat kerja: bagaimana penampilan memengaruhi kesejahteraan seseorang<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/555764/original/file-20231025-17-zb7rv9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C44%2C7360%2C4858&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/man-taking-care-his-hair-291542273">Sunabesyou/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://mydramalist.com/people/21052-park-tae-joon">Park Tae-joon</a>, seorang komikus asal Korea Selatan, sukses merilis <a href="https://www.webtoons.com/id/action/lookism/list?title_no=532">webtoon <em>Lookism</em></a> yang begitu disukai masyarakat. Webtoon populer yang sudah terbit hampir 500 episode bahkan kini diadaptasi menjadi anime dan tengah tayang di Netflix. </p>
<p><em>Lookism</em> berkisah mengenai Park Hyung-seok, seorang siswa SMA yang gemuk dan kerap mengalami perundungan di sekolah. Ia hidup bersama ibunya yang bekerja keras. Suatu hari, ibunya menyaksikan Hyung-seok dipukuli oleh teman-temannya di sekolah, yang membuatnya memutuskan untuk pindah ke sekolah baru di kota lain.</p>
<p>Sesaat sebelum sekolah dimulai, Hyung-seok yang kini tinggal sendiri mengalami kejadian aneh: ia tiba-tiba terbangun dengan tubuh yang tampan dan atletis. Perubahan ini membuatnya mendapatkan banyak perhatian positif di sekolah barunya, menjadikannya populer, dan mendapatkan banyak kemudahan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan.</p>
<p>Kata <em>lookism</em> sendiri mengacu pada bentuk diskriminasi berdasarkan penampilan fisik individu. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10825783/">Sebuah riset</a> yang mencakup temuan sepanjang 1932 - 1999, misalnya, menemukan adanya standar kecantikan umum yang diterima baik dalam maupun antarberbagai budaya dan mereka yang dianggap menarik cenderung mendapatkan penilaian lebih positif dibandingkan individu yang dianggap kurang menarik. </p>
<p>Bagaimana refleksi <em>lookism</em> di dunia kerja? Apakah penampilan fisik dapat memengaruhi kesejahteraan seseorang?</p>
<h2>Cerminan obsesi terhadap penampilan dalam industri kecantikan</h2>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Lookism" src="https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555762/original/file-20231025-17-1wayv4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Komik ‘Lookism’ mengisahkan seorang siswa SMA yang memiliki dua tubuh.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.webtoons.com/id/action/lookism/list?title_no=532">LINE Webtoon</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebagai fenomena sosial yang <a href="https://www.newswise.com/articles/people-spend-16th-of-their-lifetime-on-enhancing-their-appearance">mengakar dalam masyarakat modern</a>, <em>lookism</em> secara tidak sadar mendorong kita untuk <a href="https://www.researchgate.net/publication/373970557_Lookism_Climate_in_Organizations_Construct_Development_and_Validation_of_a_Scale">semakin terobsesi dengan penampilan fisik</a>. </p>
<p>Ini tercermin dari pertumbuhan pasar industri kecantikan dan perawatan tubuh global yang <a href="https://www.statista.com/outlook/cmo/beauty-personal-care/worldwide">mencapai US$625,7 miliar</a> (Rp9,95 triliun) pada 2022, dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 3,3% per tahunnya. Di Indonesia, persentase pertumbuhannya menyentuh <a href="http://ikft.kemenperin.go.id/perkembangan-industri-kosmetik-nasional/">5,91% per tahun</a>. </p>
<p>Sementara itu, <a href="https://nypost.com/2023/03/03/the-shocking-amount-of-time-people-spend-on-their-looks-every-day/">sebuah riset global</a> menunjukkan bahwa individu umumnya menghabiskan seperenam waktu hidupnya untuk mengurusi penampilan.</p>
<p>Data-data tersebut menunjukkan kepada kita bahwa semakin banyak orang yang ingin mencapai <a href="https://www.researchgate.net/publication/372112341_Beauty_standards_beauty_patterns">standar kecantikan yang ditetapkan oleh masyarakat</a> dan mendapatkan <a href="https://ejournal.unib.ac.id/jsn/article/view/27262">validasi sosial</a>–walau tak jarang <a href="https://magdalene.co/story/standar-kecantikan-indonesia/">ada di antara kita yang sampai depresi</a> karena gagal mencapainya.</p>
<p>Pertanyaannya, mengapa seseorang mau berkorban sebegitu banyak waktu dan uang untuk memoles diri? <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1090513822000472">Riset yang ada</a> menunjukkan berbagai macam jawaban, mulai dari insting reproduktif untuk menemukan pasangan, pengaruh sosial media hingga adanya keyakinan bahwa <a href="https://heinonline.org/HOL/LandingPage?handle=hein.journals/cardw19&div=29&id=&page=">penampilan adalah kunci kesuksesan</a>.</p>
<p>Namun, apakah betul penampilan yang menarik memengaruhi rezeki seseorang?</p>
<h2>Betulkan penampilan memengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan finansial?</h2>
<p>Sayangnya, penelitian yang ada menunjukkan demikian–<a href="https://www.businessinsider.com/halo-effect-money-beauty-bias-2014-11">termasuk studi di Amerika Utara</a> yang menunjukkan bagaimana orang-orang yang berpenampilan menarik menghasilkan 12-14% lebih banyak daripada populasi lainnya.</p>
<p>Penampilan fisik sering kali menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan dalam <a href="https://womenlead.magdalene.co/2021/07/15/beauty-privilege-di-tempat-kerja-bukti-standar-kecantikan-tak-masuk-akal/">penilaian kualifikasi seseorang dalam dunia kerja</a> dan mereka yang memenuhi standar kecantikan lebih mungkin untuk <a href="https://sci-hub.se/https://doi.org/10.1111/soc4.12132">mendapatkan peluang kerja yang lebih baik</a> atau promosi. </p>
<p>Misalkan saja, <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/behavioral-and-brain-sciences/article/abs/explaining-financial-and-prosocial-biases-in-favor-of-attractive-people-interdisciplinary-perspectives-from-economics-social-psychology-and-evolutionary-psychology/BB9900C25A6052CBE71D0BD4FF9B29E8">sebuah penelitian</a> mengenai bagaimana bias finansial dan sosial yang telah lama ada menguntungkan individu yang memiliki penampilan yang lebih menarik dari yang lain. Keuntungan yang diperoleh biasanya mencakup aktivitas transaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Bias finansial dan sosial ini adalah hasil dari preferensi atau prasangka yang mirip dengan yang ditunjukkan terhadap anggota kelompok kelamin, ras, etnis, atau agama tertentu.</p>
<p>Dalam banyak kasus, <a href="https://www.myimperfectlife.com/features/pretty-privilege#:%7E:text=%E2%80%9CThe%20beauty%20bias%20means%20that%20people%20who%20look,smarter%2C%20more%20capable%2C%20or%20intelligent%20than%20anyone%20else.%E2%80%9">penampilan fisik dapat menjadi faktor dominan</a> yang menentukan apakah seseorang layak diberikan kesempatan atau tidak dalam sebuah sistem kerja modern–terlebih bagi industri yang bergerak dalam jasa dan pelayanan publik. Studi pun menunjukkan bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0160738319301136">konsumen merasa lebih puas</a> jika berhadapan dengan karyawan yang berpenampilan menarik.</p>
<p>Memiliki penampilan fisik yang menarik juga dapat membuka pintu ke berbagai sektor dan industri yang mungkin <a href="https://www.forbes.com/sites/traversmark/2023/10/15/a-psychologist-explains-the-pretty-privilege-paradox/?sh=543a692445fc">sulit diakses oleh individu yang dianggap kurang menarik</a>. Ini berarti seseorang dengan penampilan yang baik dapat memiliki lebih banyak pilihan karier, yang dapat <a href="https://journals.aom.org/doi/abs/10.5465/annals.2018.0134">meningkatkan potensi pendapatan mereka</a>.</p>
<p>Selain itu, individu yang dianggap menarik secara fisik seringkali memberikan kesan positif kepada perekrut dan atasan, yang dapat mengarah pada peluang pekerjaan yang lebih baik, kenaikan pangkat yang lebih cepat, dan penghasilan yang lebih tinggi. Hal ini berasal dari <a href="https://www.businessinsider.com/halo-effect-money-beauty-bias-2014-11">efek halo</a>, yakni bias kognitif ketika penampilan menjadi tolak ukur karakter seseorang. <a href="https://heinonline.org/HOL/LandingPage?handle=hein.journals/cardw19&div=29&id=&page=">Sudah cukup banyak studi</a> yang menunjukkan bahwa penampilan menarik memberikan kesan bahwa individu tersebut memiliki karakter dan kompetensi yang baik pula.</p>
<p>Adanya gap ini membuat diskriminasi dalam pekerjaan semakin tak terjembatani. Misalkan saja, ketika seorang yang berpenampilan menarik dan yang tidak menarik sama sama membuat kesalahan, orang akan lebih memaklumi orang yang berpenampilan menarik. Inilah yang dinamakan <a href="https://www.economica.id/2020/04/20/beauty-privilege-keistimewaan-bagi-si-rupawan/"><em>beauty privilege</em></a>–ketika mereka yang berpenampilan menarik mendapat berbagai keuntungan <a href="https://sci-hub.se/https://doi.org/10.1111/soc4.12132">dalam interaksi sosialnya</a>.</p>
<h2>Menghapus diskriminasi berdasarkan penampilan</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="Diskriminasi gender di tempat kerja." src="https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555767/original/file-20231025-23-kmjy2a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Banyak orang terobsesi untuk memperbaiki tampilan mereka demi mendapatkan berbagai peluang. Namun bagi permpuan, penampilan menarik justru bisa menjegal karier.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/women-making-her-office-during-work-1159884418">TORWAISTUDIO/shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tentu saja kita tak bisa serta merta menyimpulkan bahwa mereka yang cantik dan tampan pasti penuh keberuntungan–utamanya bagi perempuan. </p>
<p><a href="https://sci-hub.se/https://compass.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/soc4.12132">Penelitian</a>, misalnya, menunjukkan bagaimana penampilan fisik yang menarik lebih menguntungkan laki-laki dibanding perempuan di tempat kerja. Ini terutama menyangkut rekrutmen dan promosi untuk posisi manajerial dan pekerjaan yang dianggap lebih cocok untuk laki-laki. Sebab, masih ada stereotip gender yang menghubungkan feminimitas dan inkompetensi–kerap disebut sebagai efek “<a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0749597814000715"><em>beauty is beastly</em></a>” (kecantikan itu mengerikan).</p>
<p>Tak hanya itu, <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/29/090300023/9-jenis-pelecehan-seksual-yang-dialami-82-persen-perempuan-indonesia">sebuah riset</a> menunjukkan 82% perempuan Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.</p>
<p>Namun bagaimanapun juga, diskriminasi berdasarkan penampilan fisik sudah sepatutnya kita atasi. Sebab, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang dapat memilih untuk dilahirkan di mana–yang membuatnya memiliki gen tertentu dari lingkungan tersebut.</p>
<p>Kualitas diri seseorang <a href="https://www.universitaspsikologi.com/2019/12/pengertian-kualitas-hidup-dan-aspek-dimensi-quality-of-life.html">tidak dapat dinilai hanya berdasarkan standar subjektif sepeti penampilan fisik semata</a>. Apalagi, sudah banyak penelitian yang menunjukkan <a href="https://jhr.uwpress.org/content/47/3/851.short">tak ada hubungan antara penampilan fisik dengan kompetensi dan kinerja</a> seseorang.</p>
<p>Tak gampang untuk mengatasi bias yang telah lama mengakar, tetapi perlu perubahan pola pikir masing-masing individu untuk bisa mengatasi ini. Penting untuk lebih menghargai dan menilai seseorang berdasarkan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang mereka bawa ke meja kerja. </p>
<p>Ini memerlukan perubahan budaya dalam dunia kerja dengan membuat sistem penilaian berdasarkan merit dan pada apa yang dapat seseorang berikan serta membatasi kemungkinan <a href="https://www.mattchristiansenmedia.com/outback-observer/2021/7/9/intersectionality-individualism-and-the-big-lie-of-white-privilege">penampilan fisik memengaruhi penilaian</a>. </p>
<p>Selain itu, perusahaan dan organisasi perlu menerapkan kebijakan yang mencegah diskriminasi berdasarkan penampilan fisik–termasuk dalam membuat iklan lowongan kerja yang mensyaratkan penampilan menarik–dan mengedukasi personel mereka tentang pentingnya keragaman dan inklusi dalam tempat kerja.</p>
<p>Oleh karena itu, perlu kewaspadaan penuh bagi kita semua untuk tetap sadar dan menjunjung tinggi rasionalitas, jangan sampai terjerumus pada pemahaman sempit atas hidup yang lebih mementingkan penampilan semata ketimbang kualitas hidup secara mendalam.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215691/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Novia Utami tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>‘Beauty privilege’ nyata adanya, bahkan bisa memengaruhi karier dan gaji yang kamu terima.Novia Utami, Lecturer in Finance, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2125302023-08-31T01:53:57Z2023-08-31T01:53:57Z3 alasan perusahaan tolak pelamar yang punya tunggakan utang dan skor kreditnya buruk<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/545473/original/file-20230830-15-bfr172.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=24%2C16%2C5519%2C3665&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/stressed-upset-businessman-sitting-on-chair-712178062">fizkes/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Belakangan, <a href="https://twitter.com/kawtuz/status/1693426843456770120">sempat viral di sosial media</a> tentang <em>fresh graduate</em> yang ditolak lamaran kerja karena status kreditnya tercatat ‘Kolektibilitas 5’ atau macet–bahkan sampai membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut memberikan pendapat. </p>
<p>Persoalan ini banyak dikaitkan dengan <a href="https://theconversation.com/di-balik-melonjaknya-utang-paylater-anak-muda-dampak-psikologis-kerentanan-hingga-absennya-pemerintah-205121">perilaku berutang generasi muda pada pinjol (pinjaman <em>online</em>)</a>. Menurut catatan OJK, generasi Z atau Gen Z (rentang usia 19-25 tahun) dan generasi milenial (26-35 tahun) menjadi kelompok usia yang paling banyak berutang pada tahun 2021 dengan nilai pinjaman <em>online</em> saja mencapai Rp 14,74 triliun.</p>
<p>Generasi muda mungkin tidak banyak memiliki akses terhadap perbankan, sehingga jalur pinjol merupakan alternatif yang menarik. Apalagi, aksesnya mudah dengan teknologi yang hanya dalam genggaman jari.</p>
<p>Namun, layaknya hutang pada jalur konvensional seperti bank, hutang pada pinjol juga tercatat dalam riwayat kredit. Ketepatan waktu membayar akan menjadi catatan untuk pihak terkait–termasuk lembaga penyalur simpanan lain dan pemberi kerja. </p>
<p>Kasus yang baru-baru ini terjadi pun mungkin menjadi viral karena sangat jarang terdengar secara umum seseorang gagal mendapat kerja karena peringkat kreditnya. Perdebatan yang muncul bahkan sampai menyebut pemberi kerja yang menolak pelamar tersebut ‘alay’. </p>
<p>Akan tetapi, bagaimana dengan perspektif pemberi kerja? Perlukah <em>credit score</em> (skor kredit) calon karyawan digunakan sebagai dasar seleksi? </p>
<p>Sebagai perspektif, saya akan membahas peran skor kredit individu terhadap berbagai variabel kerja dan performa karyawan dan organisasi berdasarkan berbagai riset terdahulu.</p>
<h2>Mengenal status dan penilaian kredit</h2>
<p>Sebelumnya, penting bagi kita untuk mengetahui skor kredit dan pemeringkatannya.</p>
<p><a href="https://www.consumerfinance.gov/ask-cfpb/what-is-a-credit-score-en-315/">Skor kredit</a> merupakan penilaian performa utang individu untuk memberi informasi–misalnya kepada lembaga pemberi pinjaman–seberapa bertanggung jawabnya seseorang ketika berutang dan melunasi pinjaman tepat waktu.</p>
<p>Di Indonesia, hal ini diukur melalui <a href="https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/20597">skor kolektibilitas kredit</a> yang mencatat lancar atau macetnya pembayaran utang. Riwayat utang individu ini terekam di dalam BI Checking atau Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. Data ini ditampung dalam <a href="https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10422#:%7E:text=Sistem%20Layanan%20Informasi%20Keuangan%20atau%20SLIK%20sendiri%20merupakan%20sistem%20informasi,penyediaan%20informasi%20debitur%20(iDeb).">Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)</a> yang diampu OJK sebagai pengawas jasa keuangan di Indonesia.</p>
<p>Ada lima skor: lancar (Kolektibilitas 1, tidak ada tunggakan), dalam perhatian khusus (Kolektibilitas 2, memiliki catatan penunggakan 1-90 hari), kurang lancar (Kolektibilitas 3, memiliki catatan penunggakan 90-120 hari), diragukan (Kolektibilitas 4, memiliki catatan penunggakan 120-180 hari), dan macet (Kolektibilitas 5, memiliki catatan utang melewati jatuh tempo).</p>
<p>Jika sudah sampai ke tahap macet, sang pengutang bisa diberi catatan hitam atau <em>blacklist</em> dan bisa ditolak jika ingin mengajukan cicilan rumah atau kredit lainnya. Namun, mereka yang sudah masuk ke Kolektibilitas 2 dan seterusnya juga perlu waspada karena <a href="https://www.bfi.co.id/id/blog/mengenal-kolektibilitas-kredit-skor-penting-sebelum-ajukan-kredit">sudah dianggap memiliki rekam jejak buruk</a>.</p>
<h2>3 alasan skor kredit jadi alat seleksi karyawan</h2>
<p>Tepatkah menggunakan skor kredit untuk menilai seseorang layak atau tidak diterima? Nah, dari berbagai riset yang pernah dilakukan sebelumnya, saya menemukan adanya tiga alasan mengapa perusahaan menggunakan skor kredit seseorang dalam rekrutmen–dan ini berkaitan dengan potensi karyawan berlaku problematik di tempat kerja.</p>
<p>Ada tiga hal:</p>
<p><strong>1. Penilaian risiko</strong></p>
<p>Skor kredit sering dikaitkan sebagai indikator stres finansial. Kajian dalam bidang kriminologi dan etika bisnis sering kali menyoroti bagaimana stres finansial menjadi faktor pendorong individu untuk <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0104909">melakukan kegiatan yang menyalahi etika atau hukum</a>. <a href="https://doi.org/10.1525/sop.2003.46.1.107"><em>Strain theory</em></a>, misalnya, menghubungkan tekanan ekonomi dengan probabilitas tindakan delinkuen atau etika kerja yang rendah. </p>
<p>Tekanan finansial yang dihadapi seseorang bisa memengaruhi pilihan etis mereka dan menjadikan mereka lebih rentan terhadap berbagai <a href="https://doi.org/10.1177/2066220320964896">perilaku berisiko seperti kriminalitas</a>. </p>
<p><strong>2. Kemampuan pengambilan keputusan</strong></p>
<p>Dalam <a href="https://www.finansialku.com/investor-behavioral-finance-dalam-keputusan-investasi/">ekonomi perilaku</a>, kualitas pengambilan keputusan seseorang dalam aspek keuangan pribadi kerap menjadi indikator yang dianggap representatif untuk <a href="https://doi.org/10.1142/9789814417358_0006">kemampuan pengambilan keputusan secara umum</a>. Hal ini didasarkan pada konsep seperti <a href="https://pajak.go.id/id/artikel/bounded-rationality-sebuah-paradoks-dalam-kepatuhan-perpajakan"><em>bounded rationality</em></a> (rasionalitas terbatas) dan <a href="https://www.finansialku.com/investor-behavioral-finance-dalam-keputusan-investasi/"><em>cognitive biases</em></a> (biasa kognitif), yang menjelaskan bagaimana keputusan finansial yang buruk bisa menjadi manifestasi dari keterbatasan kognitif atau bias dalam proses pengambilan keputusan.</p>
<p>Individu yang kurang baik dalam mengelola keuangan pribadi-yang bisa tercermin dari skor kredit yang buruk–seringkali juga menunjukkan kecenderungan untuk <a href="https://doi.org/10.1080/10911359.2015.1039156">membuat keputusan yang kurang tepat dalam situasi lain</a>. Ini bisa berdampak pada berbagai aspek pekerjaan, seperti manajemen proyek, alokasi sumber daya, atau bahkan interaksi interpersonal.</p>
<p>Dari perspektif praktis perusahaan, memahami skor kredit calon bisa menjadi pertimbangan strategis. Misalnya, untuk posisi yang memerlukan analisis dan evaluasi risiko yang rumit, atau yang mengharuskan alokasi sumber daya secara efisien, perusahaan mungkin lebih berhati-hati dalam memilih calon dengan skor kredit rendah. </p>
<p><strong>3. Kestabilan hubungan pribadi dan sosial</strong></p>
<p>Skor kredit yang rendah berpotensi sebagai indikator ketidakstabilan hubungan pribadi dan sosial calon karyawan di masa depan. Perusahaan seringkali memandang kestabilan finansial sebagai pilar kesejahteraan secara keseluruhan. Sehingga, skor kredit yang kurang menunjukkan adanya ketidakstabilan finansial dan akan berdampak ke dalam interaksi di tempat kerja. </p>
<p>Hal ini juga dibuktikan dalam <a href="https://www.viva.co.id/berita/metro/1415782-perempuan-ini-dipecat-usai-pinjol-menagih-atasan-dan-teman-kantor">berbagai kasus pinjol</a>, yakni ketika perusahaan serta rekan peminjam dihubungi oleh penagih utang. Hal ini berpotensi mengganggu hubungan kerja dalam tim dan menciptakan lingkungan kerja yang kurang produktif. Selain itu stres finansial juga <a href="https://doi.org/10.1037/a0037961">meningkatkan risiko terjadinya kasus interpersonal</a> baik di lingkungan rumah ataupun tempat kerja. Selanjutnya, seorang karyawan yang mengalami stres finansial mungkin <a href="https://www.proquest.com/docview/1357567712?pq-origsite=gscholar&fromopenview=true">memiliki probabilitas absen yang lebih tinggi</a>. </p>
<h2>Penggunaan skor kredit bisa bermasalah</h2>
<p>Meskipun berbagai penelitian telah membahas stres finansial terhadap performa kerja, isu skor kredit sebagai alat seleksi calon karyawan tetap menuai pro dan kontra. </p>
<p>Pihak yang kontra juga didukung oleh hasil riset, di antaranya sebagai berikut:</p>
<p><strong>- Potensi diskriminasi</strong>: Studi-studi di bidang etika bisnis dan kebijakan publik telah menunjukkan bahwa penggunaan skor kredit bisa <a href="https://doi.org/10.1146/annurev.soc.33.040406.131740">menyebabkan diskriminasi sistemik</a>, terutama terhadap kelompok minoritas yang kerap terjebak kemiskinan struktural karena keterbatasan sumber daya atau mereka yang memiliki akses keuangan yang terbatas.</p>
<p><strong>- Invasi privasi</strong>: Beberapa literatur di bidang hukum dan etika berpendapat bahwa memeriksa skor kredit calon karyawan bisa dianggap sebagai <a href="https://doi.org/10.1109/JSYST.2020.3045076">invasi privasi</a>.</p>
<p><strong>- Keterbatasan data</strong>: Meski ada hubungan antara skor kredit dan beberapa aspek perilaku, banyak penelitian dalam psikologi organisasional dan manajemen sumber daya manusia menunjukkan bahwa skor kredit tidak selalu adalah indikator terbaik <a href="https://doi.org/10.1016/j.asoc.2018.04.033">untuk performa atau fitur budaya perusahaan</a>.</p>
<p><strong>- Faktor eksternal</strong>: <a href="https://doi.org/10.2139/ssrn.1259962">Beberapa penelitian</a> menunjukkan bahwa skor kredit bisa terpengaruh oleh sejumlah faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, perubahan kebijakan keuangan, atau bahkan masalah kesehatan yang di luar kendali individu.</p>
<h2>Bukan sekadar angka</h2>
<p>Skor kredit bisa menjadi indikator dari berbagai aspek perilaku dan kinerja di tempat kerja. Namun, penggunaannya dalam seleksi karyawan juga membawa berbagai masalah etis dan praktis seperti potensi diskriminasi, bias, dan invasi privasi. Oleh karena itu, keputusan untuk menggunakan skor kredit sebagai alat seleksi memerlukan pertimbangan yang matang.</p>
<p>Bagi generasi muda, khususnya Gen Z, sangat disarankan untuk berhati-hati dalam mengelola kredit terutama dari pinjaman daring. Kemudahan akses dan proses yang cepat tidak boleh mengecilkan pentingnya menjaga skor kredit. Selalu lakukan cek kesehatan keuangan pribadi sebelum memutuskan untuk mengambil pinjaman dan pastikan untuk mematuhi syarat dan kondisi, termasuk ketepatan waktu pembayaran.</p>
<p>Jika kamu punya tunggakan utang, jangan dulu berputus asa: BI Checking-mu bisa dibersihkan. Pastikan kamu melunasi pinjamanmu dan rajin mengecek skor kreditmu di layanan <a href="https://idebku.ojk.go.id/Public/HomePage">iDebku</a> yang disediakan OJK. Jika tak kunjung bersih, kamu bisa membawa surat klarifikasi dari lembaga yang menerbitkan pinjaman dan <a href="https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/pengertian-bi-checking-skor-dan-cara-melihatnya">mengajukannya ke OJK</a>.</p>
<p>Ingatlah bahwa riwayat kreditmu bukan hanya angka, tetapi sebuah refleksi dari kestabilan finansial dan kapabilitas pengambilan keputusan Anda, yang dapat memengaruhi peluang kerja dan relasi sosial di masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212530/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Wahyu Fahrul Ridho tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Noda hitam di BI Checking bisa jadi sinyal perilaku problematik bagi perusahaan.Wahyu Fahrul Ridho, Dosen Manajemen Keuangan, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa TimurLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2114882023-08-13T00:18:26Z2023-08-13T00:18:26ZBudaya kerja ‘toxic’ dimulai dari perilaku tak menyenangkan dan kepemimpinan medioker. Apa yang dapat kamu lakukan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/542442/original/file-20230812-23-zl9iy2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C7%2C4888%2C3241&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Kamu tengah berada di sebuah rapat, dengan sesuatu yang penting untuk disampaikan. Namun, saat kamu baru mulai berbicara, kolegamu menghela napas dan bertukar pandang dengan temannya. Dan tidak untuk pertama kalinya.</p>
<p>Hubungan di tempat kerja memang tak selalu harmonis. Entah itu di kafe, pabrik atau parlemen, orang-orang melakukan dan mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Mereka bisa saja berbicara padamu dengan nada merendahkan, “menegurmu” di depan umum, membuat gurauan yang menyakitkan, bergosip di belakangmu, atau bahkan mendiamkanmu.</p>
<p>Bentuk-bentuk tindakan kasar dan tak menyenangkan di tempat kerja, yang kerap dikenal dengan istilah “<a href="https://doi.org/10.1002/job.1976"><em>workplace incivility</em></a>”, memiliki intensitas yang cukup rendah untuk bisa kamu laporkan ke HR dan mendapatkan penyelesaian yang memuaskan. Umumnya, organisasi memiliki aturan untuk melawan tindakan rasisme, seksisme, pelecehan atau perundungan lainnya. Namun, <em>incivility</em>–dengan dampak yang tak tampak dan sulit untuk dibuktikan–cenderung tak terdeteksi.</p>
<p>Kebanyakan dari kita akan <a href="https://doi.org/10.1037/1076-8998.6.1.64">menjumpai <em>incivility</em></a> pada suatu titik selama kita bekerja. <a href="https://hbr.org/2013/01/the-price-of-incivility">Lebih dari 50%</a> mengalaminya tiap minggu. Menurut sebuah <a href="https://doi.org/10.1037/apl0000870">metaanalis</a> terhadap 105 studi tentang perilaku ini, kamu akan lebih mungkin mengalaminya jika kamu karyawan baru, perempuan, berada di posisi bawahan, atau berasal dari etnis minoritas.</p>
<p>Kata-kata yang tidak baik dan tak dipikirkan itu penting. Seperti yang dikatakan ahli bahasa Louise Banks dalam film tahun 2016, <a href="https://www.imdb.com/title/tt2543164"><em>Arrival</em></a>: “Bahasa adalah senjata pertama yang ditembakkan dalam sebuah konflik.”</p>
<p>Apa yang orang katakan dan bagaimana mereka mengatakannya sangat memengaruhi kita. Satu komentar kejam dapat merusak seluruh harimu. Jika dibiarkan, perilaku semacam ini membuat tempat kerja menjadi <em>toxic</em>.</p>
<h2>Mengapa orang berperilaku kasar pada orang lain?</h2>
<p>Mudah untuk sekadar menyalahkan karakter buruk seseorang. Memang, perilaku seperti ini <a href="https://doi.org/10.1016/j.paid.2020.110090">lebih mungkin</a> datang dari orang-orang yang memiliki gangguan kepribadian, terutama dari “tiga serangkai kegelapan”: narsisisme, psikopati dan Machiavellianisme.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="Tiga serangkai kegelapan" src="https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=580&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=580&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=580&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=729&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=729&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/531870/original/file-20230614-25-exhvab.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=729&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:The_Dark_Triad.png">Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Narsisis terobsesi dengan diri sendiri dan mendominasi interaksi sosial. Psikopat kurang empati dan tidak memahami norma sosial. Machiavellian adalah orang yang manipulatif, egois, dan amoral.</p>
<p>Namun, orang “baik” pun bisa berperilaku kasar. <a href="https://doi.org/10.1002/job.1976">Tiga pemicu utama <em>incivility</em></a> disebabkan oleh rasa kecewa pada atasan, mendapatkan tekanan lebih besar dari yang bisa mereka tangani, atau karena orang lain berperilaku kasar duluan–baik terhadap mereka atau orang lain.</p>
<p>Perilaku-perilaku ini dapat menjadi <a href="https://doi.org/10.5465/amr.1999.2202131">lingkaran jahat</a> yang mengubah korban atau penonton menjadi pelaku. Dan seperti itulah tempat kerja <em>toxic</em> lahir, berkembang, dan melanggeng.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tak-siap-menghadapi-hari-senin-coba-bajak-otakmu-207412">Tak siap menghadapi hari Senin? Coba bajak otakmu</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Perilaku tak menyenangkan di tempat kerja</h2>
<p>Kepemimpinan membentuk atmosfer tempat kerja <em>toxic</em>. Kita adalah makhluk sosial dan belajar apa yang diharapkan dan dapat kita terima dari orang yang dijadikan panutan. Perilaku pemimpin kita–entah itu yang baik atau yang buruk - dapat menular, mengalir turun dan menyebar ke penjuru organisasi.</p>
<p><em>Incivility</em> <a href="https://doi.org/10.1002/job.621">paling berbahaya</a> ketika datang dari atasan: seseorang yang mestinya kita percaya, yang seharusnya menjaga kita. </p>
<p>Adanya asimetris kekuasaan berarti perilaku yang tak seharusnya dari seorang pemimpin menjadi sulit untuk dilawan. Ambil contoh Harvey Weinstein, yang selama puluhan tahun menyalahgunakan posisinya sebagai salah satu produser film paling sukses di Hollywood untuk mengeksploitasi perempuan secara seksual, sebelum akhirnya <a href="https://theconversation.com/staying-in-grace-why-some-people-are-immune-from-scandal-until-theyre-not-140908">dimintai pertanggungjawaban</a>.</p>
<p>Namun, seorang manajer bisa saja melakukan kelalaian dalam pekerjaannya tanpa dijadikan pelaku. Dalam kasus pelecehan seksual misalnya, perilaku mereka <a href="https://doi.org/10.1037/apl0000861">kerap didiamkan</a> karena mereka mungkin <a href="https://doi.org/10.1037/apl0000910">disukai sebagai orang yang berprestasi atau sebagai teman</a>. Dengan kapasitas satu individu untuk menyengsarakan banyak kolega, kegagalan kepemimpinan dapat menimbulkan budaya <em>toxic</em> di tempat kerja.</p>
<h2>Kepemimpinan otentik</h2>
<p>Terserah pada para pemimpin untuk bisa menjadi penggerak pertama melawan perilaku-perilaku tak menyenangkan dan menciptakan budaya tempat kerja yang positif dengan perilaku mereka sendiri. Apa yang bisa ditoleransi seorang pemimpin akan menjadi standar terhadap bagaimana orang lain akan bertindak.</p>
<p>Bersama dengan kolega saya, Stephen Teo dan David Pick, saya <a href="https://doi.org/10.1155/2023/7593926">mensurvei 230 perawat</a> di penjuru Australia mengenai kualitas kepemimpinan yang dapat mengurangi perilaku tak menyenangkan di tempat kerja.</p>
<p>Mengapa perawat? Karena pekerjaan mereka penuh tekanan dan tuntutan. Stres yang timbul dari menyediakan perawatan kritis untuk pasien menyuburkan situasi rawan konflik, mulai dari memaki hingga <a href="https://www.acn.edu.au/wp-content/uploads/position-statement-occupational-violence-against-nurses.pdf">kekerasan fisik</a>.</p>
<p>Perilaku tak menyenangkan <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0244426">kerap ditemukan</a> dalam profesin ini dan adanya berbagai faktor pemicu stres juga meningkatkan potensi <a href="https://www.osha.gov/hospitals/understanding-problem">kesalahan medis</a>. Ini menjadi alasan penting untuk mengurangi perilaku tak menyenangkan dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Perawat" src="https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/531881/original/file-20230614-25-dbn8gn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Perawat bekerja dalam kondisi yang penuh tekanan dan tuntutan, kondusif terhadap timbulnya konflik.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://doi.org/10.1155/2023/7593926">Riset kami</a> menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik mendukung berkembangnya budaya tempat kerja yang minim <em>incivility</em> dan dengan kesejahteraan yang lebih baik. <a href="https://doi.org/10.1007/s10551-011-1042-3">Kepemimpinan otentik</a> menyadari kekuatannya dan kekurangannya, mengambil tindakan berdasarkan nilai yang mereka pegang meski di bawah tekanan, dan berupaya memahami bagaimana kepemimpinan mereka dapat memengaruhi orang lain.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perlukah-kita-berteman-dengan-kolega-di-kantor-ini-kata-riset-210972">Perlukah kita berteman dengan kolega di kantor? Ini kata riset</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang dapat kamu lakukan?</h2>
<p><em>Incivility</em> tak boleh diabaikan. Ia tak boleh diamini hanya sebagai “bagian dari pekerjaan”.</p>
<p>Jika ini terjadi padamu, atau pada rekan kerjamu, sekadar mendiamkannya tak akan membantumu atau kolegamu. Menahan diri dari perilaku ini melelahkan secara emosional, menanamkan rasa dendam, dan bisa saja menimbulkan konflik yang lebih besar di kemudian hari.</p>
<p>Meresponsnya dengan perilaku serupa juga bukan ide yang baik. Pembalasan dendam jarang bisa menghentikan orang yang memiliki perilaku sedemikian dan justru malah mempromosikannya secara efektif.</p>
<p>Salah satu pendekatan yang direkomendasikan psikolog ketika menghadapi orang-orang yang suka berkonflik adalah <a href="https://ombuds.ucsf.edu/sites/g/files/tkssra2661/f/wysiwyg/biff.pdf">teknik “BIFF”</a>: singkat (<em>brief</em>), informatif, ramah (<em>friendly</em>), dan tegas (<em>firm</em>).</p>
<p>Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang jahat, kamu bisa setenang mungkin merespons dengan: “Komentarmu sangat menyakitkan dan merusak hubungan kerja kita. Mari kita tetap profesional.”</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Jangan membalas dendam. Berperilakulah secara singkat, informatif, ramah, tetapi tetap tegas." src="https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/532103/original/file-20230615-21-n0wdqe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jangan membalas dendam. Berperilakulah secara singkat, informatif, ramah, tetapi tetap tegas.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika perilaku mereka tidak berubah, dekati atasanmu. Sekali lagi, tetap tenang. Jelaskan apa yang terjadi dan bagaimana hal ini memengaruhimu. Kamu juga tak harus melakukannya sendirian: pertimbangkan untuk mengajak kolega-kolega yang bisa memberikan dukungan untukmu dan terhadap pernyataanmu.</p>
<p>Apakah hal ini akan menyelesaikan masalah? Mungkin saja tidak. Manajermu mungkin hanya akan sekadar mengangkat bahu, atau melakukan “mediasi” yang tak menyelesaikan apapun. Namun, tak mengatakan atau melakukan apa-apa sudah hampir pasti akan <a href="https://hbr.org/2016/04/an-antidote-to-incivility">membuatmu merasa tak puas</a>.</p>
<p>Jika pelakunya adalah atasanmu, hubungi HR (jika organisasimu memilikinya) atau serikat kerjamu. Serikat dapat menawarkan nasihat mengenai jalan lain untuk menyelesaikan persoalan ini. </p>
<p>Badan hukum seperti <a href="https://www.fairwork.gov.au/workplace-problems">Fair Work Ombudsman</a> di Australia, <a href="https://www.employment.govt.nz/resolving-problems/">Employment New Zealand</a> di Selandia Baru, dan <a href="https://www.acas.org.uk/">Layanan Penasihat, Konsiliasi, dan Arbitrase</a> Inggris Raya memiliki wewenang untuk menyelidiki keluhan di tempat kerja dan campur tangan dalam perselisihan melalui konsiliasi formal atau arbitrase. Tetapi sebelum memulai proses seperti ini, sebaiknya dapatkan nasihat ahli. Kamu mungkin mendapatkan keadilan, tetapi juga masih perlu mencari pekerjaan lain. </p>
<p><em>Invicility</em> tak akan bisa berhenti dengan sendirinya. Suaramu penting dan dapat membantu memutus siklus.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/211488/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andrei Lux bekerja untuk Edith Cowan University dan menjabat sebagai direktur di Australian and New Zealand Academy of Management.</span></em></p>Perilaku tak menyenangkan di kantor sulit untuk dideteksi dan diatasi. Inilah mengapa itu terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.Andrei Lux, Lecturer of Leadership and Director of Academic Studies, Edith Cowan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2109722023-08-04T01:28:16Z2023-08-04T01:28:16ZPerlukah kita berteman dengan kolega di kantor? Ini kata riset<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/541141/original/file-20230804-17-zdq7c6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5990%2C3981&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tempat kerja berfungsi lebih baik ketika rekan kerja memiliki hubungan yang baik satu sama lain.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/group-businesswoman-sitting-shade-on-stairslooking-1010020015">Kaewmanee jiangsihui/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Ketika saya masih remaja dan di usia sekitar 20-an, saya tidak terlalu memikirkan pentingnya untuk menyukai rekan-rekan kerja saya. Pada saat itu, saya bekerja sebagai pelayan di sebuah restauran di Toronto, dan salah satu pengalaman yang saya dapat adalah mengenai pertemanan dengan kolega saya.</p>
<p>Namun, ketika saya menjadi profesor di universitas sekaligus pengajar para pekerja profesional, saya menyadari pentingnya membangun relasi di tempat kerja. Kini, saya menyadari bahwa <a href="https://doi.org/10.1111/0033-3352.00172">tempat kerja dapat terasa lebih nyaman</a> ketika para pekerjanya memiliki hubungan baik satu sama lain.</p>
<p>Temuan ini berbeda dengan sentimen umum yang saya lihat selama lebih dari 20 tahun bekerja dengan karyawan lainnya: berteman dengan rekan kerja itu tak penting. Meskipun sentimen macam ini juga dapat dipahami, tapi ini tidak ada gunanya - apalagi ketika kita bekerja dengan individu yang sulit bisa akur dengan kita.</p>
<h2>Jenis-jenis pertemanan di tempat kerja</h2>
<p>Sekitar 30% warga Amerika Utara <a href="https://doi.org/10.33423/jop.v19i5.2517">mengatakan bahwa mereka memiliki sahabat di tempat kerja</a>. Sisanya melaporkan bahwa mereka memiliki teman kerja biasa saja. </p>
<p>Sangat berguna untuk membedakan berbagai jenis pertemanan, karena tidak semua hubungan memberikan manfaat yang sama. Dengan menentukan jenis pertemanan, dan memahami manfaatnya masing-masing, kita dapat membuat keputusan berdasarkan informasi tentang apakah berinvestasi dalam hubungan tertentu membawa manfaat.</p>
<p>Dengan merujuk pada <a href="https://doi.org/10.1080/10570319809374611">penelitian psikologis terdahulu</a> tentang <a href="https://doi.org/10.1088/1757-899X/390/1/012064">berbagai jenis pertemanan di tempat kerja</a>, bersama dengan pengalaman saya bekerja dengan ribuan manajer dan pimpinan, saya membuat empat kategori pertemanan di kantor.</p>
<p><strong>1. Sahabat di kantor.</strong> Ini adalah jenis pertemanan yang sangat dekat dan ditandai dengan adanya hal-hal personal yang saling diungkapkan. Sahabat tempat kerja menghargai temannya, jujur, dan dapat dipercaya.</p>
<p><strong>2. Teman dekat di kantor.</strong> Ini adalah pertemanan yang erat, tetapi tidak sampai ke level sahabat. Kebanyakan orang dalam hubungan ini ingin tetap berteman baik, bahkan jika satu orang meninggalkan tempat kerja tersebut.</p>
<p><strong>3. Teman kantor.</strong> Hubungan ini memiliki beberapa kriteria yang sama seperti di atas, tetapi kecil kemungkinannya untuk bertahan di luar pekerjaan. Umumnya, tak banyak hal-hal pribadi yang diungkapkan satu sama lain. Teman seperti ini biasanya tipe orang yang bisa kamu ajak makan siang atau <em>ngopi</em>.</p>
<p><strong>4. Rekan sekantor.</strong> Ini merujuk pada seseorang yang mungkin sering kamu temui di kantor, tapi interaksimu dengan mereka hanya sebatas bertukar senyum atau basa-basi singkat.</p>
<h2>Keuntungan pertemanan sekantor</h2>
<p>Pertemanan di tempat kerja meningkatkan <a href="https://doi.org/10.1007/s12144-022-03949-4">inovasi, perasaan aman secara psikologis</a>, dan belas kasih. Saat atasan menciptakan suasana seimbang di kantor dan bersahabat dengan para karyawannya, <a href="https://hbr.org/2020/10/todays-leaders-need-vulnerability-not-bravado">ini dapat mendorong keterbukaan emosional, kemampuan beradaptasi, dan kerendahan hati</a>, yang diperlukan di lingkungan bisnis masa kini.</p>
<p>Elton Mayo, salah satu penemu teori organisasi modern, menyadari bahwa <a href="https://ia600205.us.archive.org/14/items/socialproblemsof00mayo/socialproblemsof00mayo.pdf">hubungan sosial-emosional di tempat kerja</a> <a href="https://hbr.org/2014/12/what-bosses-gain-by-being-vulnerable">penting bagi kinerja</a> karyawan.</p>
<p>Namun, sekadar berbagi informasi dengan orang lain tak membangun peluang ini — perlu adanya pertukaran yang bersifat emosional. Pertukaran emosional memerlukan seseorang untuk terbuka akan perasaan dan kekhawatirannya, hal yang tidak ada dalam pertukaran informasi biasa.</p>
<p>Karena pertukaran emosional ini, <a href="https://doi.org/10.1111/peps.12109">pertemanan di tempat kerja bisa jadi sulit</a>. Mereka membutuhkan <a href="https://doi.org/10.1177/0265407518761225">investasi waktu yang signifikan</a> dan kepercayaan serta pengungkapan diri, <a href="https://theconversation.com/why-do-%20kami-menemukan-mencari-teman-baru-sangat-sulit-sebagai-dewasa-171740">yang bisa menakutkan</a> bagi beberapa orang.</p>
<h2>Jenis hubungan apa yang layak untuk dibangun?</h2>
<p>Menjalin dan menjaga pertemanan di tempat kerja <a href="https://www.gallup.com/workplace/397058/increasing-importance-best-friend-work.aspx">menjadi semakin penting bagi orang-orang</a> semenjak pandemi. Dengan semakin umumnya bekerja jarak jauh dan <em>hybrid</em>, pertemanan di tempat kerja berperan penting dalam memberikan dukungan sosial dan emosional yang dibutuhkan para pekerja.</p>
<p>Sahabat di kantor memberikan paling banyak keuntungan karena jenis hubungan ini menawarkan paling banyak peluang untuk pertukaran emosi antara rekan kerja. Manfaatnya termasuk <a href="https://doi.org/10.1111/spc3.12087">meningkatkan kebahagiaan</a>, produktivitas, dan <a href="https://doi.org/10.1016/j.jeconbus.2016.10.004">motivasi</a> karyawan. </p>
<p>Namun, <a href="https://doi.org/10.1111/pere.12455">hubungan sedekat ini sulit dibangun</a> dan cenderung <a href="https://doi.org/10.1111/peps.12109">melelahkan</a>, sehingga jenis hubungan ini <a href="https://doi.org/10.1088/1757-899X/390/1/012064">lebih jarang terjadi dibanding tipe lainnya</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Dua orang pria berbusana kerja mengobrol di atap gedung." src="https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Membangun dan menjaga pertemanan menjadi semakin penting bagi pekerja semenjak pandemi dimulai.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/two-asian-business-executives-talking-city-213923599">imtmphoto/shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Teman dekat dan teman sekantor adalah tipe-tipe hubungan yang paling mungkin memberikan manfaat ini tanpa membuat lelah secara emosional dan tak sulit untuk dikelola. Namun, penting untuk dicatat bahwa berteman dekat juga memiliki tantangan-tantangan yang sama dengan memiliki sahabat sekantor – termasuk risiko yang lebih tinggi akan terjadinya konflik terkait pelimpahan beban kerja.</p>
<p>Rekan sekantor adalah tipe hubungan di tempat kerja yang tak menawarkan keuntungan apa pun. Jika kamu ingin mendapatkan banyak hal di tempat kerja, hal terbaik yang bisa kamu dapatkan adalah berusaha membangun pertemanan.</p>
<h2>Tak membangun pertemanan bisa merugikan</h2>
<p>Namun, bagaimana jika kamu punya kolega yang kamu tak suka? Daripada berusaha tersenyum dan sabar menghadapi keberadaan mereka, kamu bisa membuat pilihan untuk menjauhkan diri. Ini bisa saja berarti melepaskan peranmu, atau menjaga jarak tanpa mengorbankan kemampuan untuk bekerja.</p>
<p>Meskipun menghindari orang yang tidak kamu sukai dapat membantu, hal itu sering kali menantang untuk dilakukan di tempat kerja. Selain itu, bersikap tidak ramah di tempat kerja — baik karena menjalin pertemanan dirasa terlalu sulit atau karena kamu menghindari orang tertentu — dapat membuat pekerjaanmu terasa <a href="https://www.gallup.com/cliftonstrengths/en/406298/%20mengapa-memiliki-sahabat-pekerjaan-penting.aspx">kurang menyenangkan</a>.</p>
<p>Pekerja yang kurang berteman biasanya <a href="https://doi.org/10.1108/JOEPP-06-2018-0034">lebih sedikit mendapatkan makna dari pekerjaan mereka</a> dan memiliki <a href="https://doi.org/10.1016/%20j.paid.2020.109944">lebih sedikit peluang untuk maju</a>. Keengganan untuk membangunan pertemanan juga dapat menyebabkan tingkat <a href="https://www.researchgate.net/publication/232518458_Loneliness_Human_Nature_and_the_Need_for_Social_Connection">kesepian dan isolasi</a> lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat membuatmu sakit.</p>
<h2>Perspektif baru</h2>
<p>Jika kamu memutuskan untuk mempertahankan hubungan pertemanan dengan rekan kerja yang tidak kamu sukai, ada beberapa strategi yang dapat kamu gunakan untuk membangun hubungan kerja yang produktif dengan mereka. Salah satu strategi ini melibatkan penggunaan pembingkaian ulang yang positif demi mengubah caramu berpikir dan menginterpretasikan perilaku kolegamu.</p>
<p>Menggunakan metafora untuk mengubah perspektif bisa menjadi cara yang berguna untukmu mencapai hal tersebut. Salah satu metafora yang sangat berguna adalah menyamakan kolegamu dengan sebuah buku. Saat membaca buku, meskipun menyenangkan, mungkin ada bagian yang tidak kamu sukai dan kamu abaikan. Namun, kamu tidak mengabaikan keseluruhan buku tersebut.</p>
<p>Menerapkan metafora ini kepada rekan kerja dapat membantumu menonjolkan bagian yang kamu sukai dari seseorang, sembari melepaskan bagian yang kurang diinginkan. Penting untuk mengetahui bahwa tidak ada orang yang sempurna — di dalam atau di luar pekerjaan.</p>
<p>Meskipun akan selalu ada rekan kerja yang tidak kamu pedulikan, dengan pembingkaian ulang, kamu dapat membantu menciptakan tempat kerja yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar kamu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210972/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stephen Friedman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Berteman di tempat kerja dapat meningkatkan kebahagiaan, produktivitas, dan membantumu memanfaatkan waktu dengan lebih baik. Tak berteman dapat membuat pekerjaan kurang menyenangkan dan menarik.Stephen Friedman, Adjunct Professor of Organizational Studies, Schulich School of Business, York University, CanadaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2074122023-06-11T01:23:38Z2023-06-11T01:23:38ZTak siap menghadapi hari Senin? Coba bajak otakmu<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/531221/original/file-20230611-84653-o8jhd0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5905%2C3930&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Memikirkan hari Senin kadang membuat kita stres.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/exhausted-asian-man-lay-on-bed-2051170964">Rachata Teyparsit/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Jika kamu benci hari Senin, kamu tak sendirian. </p>
<p>Setelah beberapa hari libur kerja, banyak dari kita yang mengalami kesulitan untuk kembali ke rutinitas dan tanggung jawab pekerjaan. Bahkan, kamu bisa mengalami ketakutan dan kecemasan pada akhir pekan, biasa kita kenal dengan sebutan “<a href="https://theconversation.com/three-ways-to-tackle-the-sunday-scaries-the-anxiety-and-dread-many-people-feel-at-the-end-of-the-weekend-187313"><em>Sunday scaries</em></a>”.</p>
<p>Kamu mungkin tak selalu bisa mengubah jadwal atau tuntutan kerjamu agar membuat hari Seninmu lebih menyenangkan, tetapi kamu dapat “memprogram ulang” otakmu untuk bisa melihat minggumu secara berbeda.</p>
<p>Sebab otak kita menyukai prediktabilitas dan rutinitas. Riset menunjukkan bahwa kurangnya rutinitas terhubung dengan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0003122418823184">penurunan kesejehateraan dan tekanan psikologis</a>. Meskipun akhir pekan lekat dengan waktu yang santai dan menyenangkan, otak kita sebetulnya bekerja keras untuk menyesuaikan dengan perubahan rutinitas yang tiba-tiba ini.</p>
<p>Kabar baiknya, otak kita tak butuh terlalu banyak usaha untuk menyesuaikan dengan kebebasan dan kurangnya rutinitas pada akhir pekan. Namun, beda masalahnya ketika kita kembali ke aktivitas yang kurang menyenangkan, seperti menggarap hal-hal yang harus dikerjakan pada Senin pagi. </p>
<p>Salah satu cara untuk menyesuaikan dengan perubahan setelah lewatnya akhir pekan adalah mengenalkan rutinitas yang bertahan sepanjang minggu dan mampu membuat hidup kita lebih <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0146167218795133">bermakna</a>. Bisa saja ini termasuk <a href="https://portal.research.lu.se/en/publications/routines-made-and-unmade">menonton acara TV favoritmu, berkebun</a> atau <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22976286/">pergi ke gym</a>. Akan sangat membantu untuk melakukan hal-hal ini pada jam yang sama setiap harinya.</p>
<p>Rutinitas meningkatkan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16448317/">rasa koherensi</a>, suatu proses yang membuat kita memahami teka-teki peristiwa-peristiwa yang terjadi di kehidupan. Ketika kita sudah menetapkan rutinitas, entah itu bekerja lima hari dalam seminggu dan mengambil dua hari libur atau terlibat dalam serangkaian aktivitas tiap harinya, hidup kita <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0146167218795133">lebih bermakna</a>. </p>
<p>Rutinitas penting lain yang perlu diterapkan adalah rutinitas tidur. <a href="https://www.nature.com/articles/s41746-021-00400-z">Studi menunjukkan</a> bahwa untuk bisa menikmati hari Senin, waktu tidur yang konsisten bisa jadi sama pentingnya dengan berapa lama kamu tidur atau kualitas tidurmu. </p>
<p>Perubahan dalam pola tidur dapat menimbulkan “<a href="https://www.mdpi.com/2072-6643/13/12/4543"><em>jetlag</em> sosial</a>”. Sebagai contoh, tidur telat dari biasanya dan lebih lama saat hari libur dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara jam tubuh dan tanggung jawab sosial. Ini berkaitan dengan tingkat stres yang lebih tinggi pada Senin pagi.</p>
<p>Cobalah untuk menetapkan waktu tidur dan bangun, serta hindari tidur siang. Kamu mungkin juga bisa membuat rutinitas “istirahat” selama 30 menit sebelum tidur, dengan mematikan atau menyimpan perangkat digitalmu dan mempraktikkan teknik relaksasi.</p>
<h2>Membajak hormonmu</h2>
<p>Hormon juga dapat memainkan peranan untuk menentukan apa yang kita rasakan tentang hari Senin. </p>
<p>Kortisol, misalnya, adalah hormon multifungsi yang penting. Hormon ini membantu–di antaranya–mengontrol metabolisme, mengatur siklus tidur-bangun, dan respons kita terhadap stres. Hormon ini biasanya dilepaskan sejam sebelum kita bangun tidur (ia membantu kita untuk merasa terbangun) dan terus menurun hingga keesokan paginya, kecuali jika kita berada di bawah tekanan. </p>
<p>Ketika mengalami stres akut, tubuh kita tak hanya melepaskan kortisol tapi juga adrenalin sebagai persiapan untuk “perang” atau “kabur”. Ketika ini terjadi, jantung kita akan berdebar kencang, telapak tangan kita berkeringat, dan kita bisa saja bertindak impulsif. </p>
<p>Ini adalah saat ketika amygdala kita (area kecil berbentuk almond di dasar otak kita) membajak otak kita. Hal ini menciptakan respons emosional yang sangat cepat terhadap stres, bahkan sebelum otak kita bisa memproses dan memikirkan apakah respons ini diperlukan. </p>
<p>Namun, jika tak ada ancaman nyata, respons ini akan dimitigasi begitu kita bisa berpikir–mengaktifkan korteks prefrontal kita yang bertanggung jawab terhadap kemampuan nalar dan eksekusi. Ini adalah perang konstan antara emosi dan logika kita, dan membuat kita terbangun tengah malam ketika kita terlalu stres atau cemas.</p>
<p>Tak heran jika level kortisol kita, yang diukur lewat sampel ludah para pekerja penuh waktu, cenderung lebih tinggi pada hari Senin dan Selasa, dengan level terendah tercatat pada hari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2824866/">Minggu</a>. </p>
<p>Sebagai hormon yang berkaitan dengan stres, kortisol berfluktuasi tiap hari, tetapi tidak secara konsisten. Pada hari kerja, begitu kita bangun, <a href="https://psycnet.apa.org/record/2007-18151-008">level kortisol kita menjulang</a> dan variasinya cenderung lebih tinggi ketimbang pada <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11324714/">akhir pekan</a>.</p>
<p>Untuk melawan ini, kita perlu mengakali amygdala kita dengan melatih otak kita untuk hanya menyadari ancaman-ancaman nyata saja. Dengan kata lain, kita perlu mengaktifkan korteks prefrontal kita secepat mungkin.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A young office worker with short hair and glasses wearing a green button up shirt sits at their desk with their eyes closed and airpods in, meditating with their hands in a meditation position, forefingers touching thumbs" src="https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515902/original/file-20230316-20-j0c0yg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Ambil waktu sejenak dalam harimu untuk meregulasi level kortisolmu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/young-non-binary-man-business-worker-2195482515">Krakenimages.com/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Salah satu cara terbaik untuk mencapai hal ini dan menurunkan stresmu adalah dengan aktivitas relaksasi, terutama pada hari Senin. Misalnya dengan mempraktikan “<em>mindfulness</em>” (kesadaran penuh), yang diasosiasikan dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23724462/">penurunan kortisol</a>. <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2019.00722/full">Menghabiskan waktu di alam</a> adalah salah satu metodenya–keluar rumah begitu Senin dimulai atau ketika jam makan siangmu dapat membuat perubahan signifikan terhadap bagaimana kamu melihat awal minggumu. </p>
<p>Beri jeda waktu sebelum kamu mengecek ponselmu, media sosial atau berita. Ada baiknya menunggu puncak kortisol menurun secara alami, yang terjadi kira-kira satu jam setelah bangun tidur, sebelum kamu terpapar stresor eksternal.</p>
<p>Dengan mengikuti tip sederhana ini, kamu dapat melatih otakmu untuk percaya bahwa hari kerja bisa (hampir) sebaik akhir pekan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/207412/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Cristina menerima dana dari CURE Epilepsy, Dewan Riset Irlandia dan Epilepsy Ireland. Dia adalah Penyelidik yang Didanai dalam FutureNeuro, Pusat Penelitian Yayasan Sains Irlandia untuk Penyakit Neurologis Kronis dan Langka.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jolanta Burke tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kamu bisa melatih otakmu agar bersemangat menghadapi awal minggu baru – atau minimal mengatasinya.Cristina R. Reschke, Lecturer in the School of Pharmacy and Biomolecular Sciences & Funded Investigator in the FutureNeuro Research Centre, RCSI University of Medicine and Health SciencesJolanta Burke, Senior Lecturer, Centre for Positive Health Sciences, RCSI University of Medicine and Health SciencesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2021332023-03-22T05:09:26Z2023-03-22T05:09:26ZPakar berikan 7 tips untuk merasa bahagia di tempat kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516326/original/file-20230320-22-cepj83.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">bahagia di tempat kerja</span> </figcaption></figure><p>Bekerja adalah sesuatu yang mayoritas dari kita lakukan meskipun hal itu tidak selalu menyenangkan. Entah itu karena jam kerja yang panjang, tugas-tugas yang melelahkan, atau hanya rutinitas yang berulang-ulang setiap hari, pekerjaan terkadang menjadi sesuatu yang harus kita lakukan, bukan yang ingin kita lakukan. </p>
<p>Namun, mengingat rata-rata orang akan menghabiskan <a href="https://www.forbes.com/2010/03/04/happiness-work-resilience-forbes-woman-well-being-satisfaction.html?sh=4521c887126a">90.000 jam dalam seumur hidupnya di tempat kerja</a>, maka masuk akal untuk mencoba menikmatinya selagi kita bisa. Jadi, apa yang bisa kita lakukan agar lebih merasa bahagia di tempat kerja dan mengurangi stres? </p>
<p>Saya adalah kepala peneliti dalam <a href="https://www.wiley.com/en-gb/Mental+Capital+and+Wellbeing-p-9781405185912">proyek pemerintah</a> yang meneliti bagaimana kesejahteraan dan ketahanan emosional kita bisa berubah sepanjang hidup. </p>
<p>Sebagai bagian dari proyek ini, tim saya dengan bantuan dari lembaga <em>think-tank</em> Inggris <a href="https://neweconomics.org/"><em>New Economics Foundation</em></a>, mengidentifikasi beberapa hal yang dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan serta kebahagiaan - yang semuanya dapat diterapkan di tempat kerja.</p>
<p>Apa saja?</p>
<h2>1. <em>Be active</em></h2>
<p><a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/17/13/4817/htm">Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya</a> memang tidak akan membuat masalah atau stres kita hilang, tetapi akan mengurangi intensitas emosional dan memberikan ruang bagi mental kita untuk memecahkan masalah - serta membuat kita tetap bugar secara fisik. </p>
<p><a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10902-018-9976-0?platform=hootsuite&error=cookies_not_supported&code=a592bab8-77e7-45db-8299-6661718e8da4">Banyak penelitian</a> yang menunjukkan manfaat positif dari olahraga. Jadi, mengapa kita tidak mengisi hari kerja kita dengan melakukan <a href="https://www.nhs.uk/live-well/exercise/exercise-guidelines/physical-activity-guidelines-for-adults-aged-19-to-64/">aktivitas fisik</a>?</p>
<p>Berjalan kaki dari dan ke tempat kerja adalah cara yang bagus untuk menciptakan jeda dari hari kerja. Jika tidak memungkinkan melakukannya, kita bisa coba turun dari bus lebih awal, membuat waktu makan siang kita lebih aktif, atau mungkin mengikuti kelas olahraga sebelum mulai bekerja.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang wanita melakukan gerakan plank di kelas yoga." src="https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Cobalah kelas olahraga saat makan siang untuk mengubah suasana.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/woman-in-black-tank-top-and-black-leggings-doing-push-ups-8436690/">Pexels/Yan Krukau</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>2. Interaksi dengan orang lain</h2>
<p>Jika kamu mencoba berbagai kuisioner tentang <a href="https://www.pursuit-of-happiness.org/science-of-happiness/measuring-happiness/">skala kebahagiaan</a>, sebagian besar pasti menempatkan <a href="http://ghwbpr-2019.s3.amazonaws.com/UAE/GH19_Ch6.pdf">berelasi</a> dengan orang lain dalam urutan teratas daftar ini. </p>
<p>Selama pandemi, banyak orang yang merasa mentalnya terganggu karena kurangnya kontak sosial. Sejatinya, dukungan yang baik dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956797619898826?journalCode=pssa">teman dan keluarga</a> dapat meminimalkan masalah pekerjaan dan membantumu melihat segala sesuatunya dari sisi yang berbeda. </p>
<p>Ada baiknya juga untuk mengenal rekan kerjamu. Semakin banyak investasimu dalam hubungan di tempat kerja, maka kamu akan merasa <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0033354919878434">lebih menikmati</a> hari-harimu. </p>
<p>Membantu rekan kerja dan orang lain dalam hidupmu juga dapat meningkatkan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140197117300507">kepercayaan diri</a> dan memberimu rasa memiliki tujuan yang sangat penting untuk <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956797619849666?casa_token=zHOv_GeDvXkAAAAA%3Ah-vgfibn2aME4gV0QakcXFN0_Oa5xns5X6ZGG9IhrsriAjGmqHEkxOQ9PwZCNqatYFxZvs4z8A&journalCode=pssa">kesejahteraan dan kepuasan diri</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Three women walking at work." src="https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kenalilah kolegamu, kamu mungkin akan menemukan kenyamanan dari interaksi tersebut.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/diverse-successful-businesswomen-smiling-and-walking-together-in-modern-workplace-6457562/">Pexels/Alexander Suhorucov</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>3. Pelajari keterampilan baru</h2>
<p>Menjaga diri agar tetap <a href="https://www.scientificamerican.com/article/physical-and-mental-exercises-keep-you-smart/">aktif secara kognitif</a> sangat penting untuk kesejahteraan psikologis dan mentalmu serta dapat memberi kamu peluang baru dalam hal pengembangan karier. Jadi, cobalah untuk terus belajar - ikuti kursus, kembangkan keterampilan baru atau pelajari hobi baru, semuanya akan bermanfaat.</p>
<p>Memiliki kesibukan di luar pekerjaan juga penting untuk kesehatan emosional dan mental. Inggris, misalnya, merupakan negara dengan <a href="https://www.tuc.org.uk/news/british-workers-putting-longest-hours-eu-tuc-analysis-finds">jam kerja terpanjang di Eropa</a>. Masyarakatnya seringkali tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai. Jangan bekerja terlalu lama. Dan pastikan kamu meluangkan waktu untuk bersosialisasi, berolahraga, dan melakukan aktivitas yang kamu anggap menyenangkan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang wanita menggantungkan bunga di toko" src="https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hobi baru bahkan bisa membawamu ke jalur karier yang baru.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/through-glass-of-cheerful-florists-creating-cozy-counter-in-floristry-store-5414337/">Pexels/Amina Filkins</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>4. Hidup di saat ini</h2>
<p>Ini adalah tentang “hidup untuk saat ini” daripada untuk masa lalu atau melihat terlalu jauh ke depan. Nikmati hidupmu di saat ini dan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17439760.2019.1651888?casa_token=BgnPI1MYoM4AAAAA%3AHqFldsOEsSQ7sb35iz9R3sGXiwItSEJGCW69yuw3-nbIty80lMCWkmUEdZ4y4JpIkntvj8zTcw&journalCode=rpos20">kamu akan lebih menghargai</a> hidup. Banyak sekali <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0191332">penelitian</a> mengenai aspek positif dari <a href="https://theconversation.com/mindfulness-is-not-a-waste-of-time-it-can-help-treat-depression-59100"><em>mindfulness</em></a> dan bagaimana hal ini dapat membantu kesehatan mental.</p>
<p>Kamu juga tidak perlu duduk berjam-jam untuk bermeditasi. Mencoba untuk “hidup di saat ini” adalah tentang membawa pikiranmu kembali ke momen di saat sekarang. <a href="https://www.nhs.uk/mental-health/self-help/tips-and-support/mindfulness/">Pendekatan yang lebih <em>mindful</em></a> terhadap kehidupan adalah sesuatu yang dapat kita praktikkan kapan saja sepanjang hari, ini hanya tentang menyadari dan memperhatikan lingkungan sekitar kita - seperti pemandangan, suara, dan bau di sekitar kita. Kita bisa melakukan ini saat sedang berjalan, saat rapat, atau saat membuat secangkir teh.</p>
<h2>5. Mengenali hal-hal positif</h2>
<p>“Hidup untuk saat ini” juga membantumu mengenali hal-hal positif <a href="https://ggsc.berkeley.edu/images/uploads/GGSC-JTF_White_Paper-Gratitude-FINAL.pdf?_ga=2.245695623.2060952378.1676481192-1952323121.1676481192">dalam hidup</a> - memungkinkan kamu untuk menjadi orang dengan ‘<a href="https://www.health.harvard.edu/healthbeat/giving-thanks-can-make-you-happier">gelas setengah penuh</a>’, bukan orang dengan 'gelas setengah kosong’. </p>
<p>Terimalah bahwa ada beberapa hal di tempat kerja atau dalam kehidupan yang tidak dapat kamu ubah. Fokuslah saja pada hal-hal yang dapat kamu kendalikan. Ingatkan dirimu untuk bersyukur atas <a href="https://baycrest.echoontario.ca/wp-content/uploads/2021/05/Positive-Psychology-Progress-Empirical-Validation-of-Interventions.pdf">hal-hal positif dalam hidupmu</a>.</p>
<h2>6. Hindari kebiasaan yang tidak sehat</h2>
<p>Mengingat apa yang kita ketahui tentang konsekuensi jangka panjangnya, menggunakan alkohol, kopi serta merokok secara berlebihan sebagai strategi mengatasi stres kerja justru akan memberikan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3621324/">dampak negatif</a> pada kebahagiaan, bahkan jika hal tersebut terlihat seperti memberikan semangat yang cepat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang pria bekerja dari rumah dengan laptop." src="https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Menemukan hal positif dari berbagai hal dapat membantumu menikmati waktu yang dihabiskan untuk rapat di Zoom, alih-alih membencinya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/man-using-a-laptop-5198239/">Pexels/Tima Miroshnichenko</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>7. Bekerja lebih cerdas, bukan lebih lama</h2>
<p>Buat skala prioritas atas <a href="https://hbswk.hbs.edu/archive/productivity-means-working-smarter-not-longer">beban kerja kamu selama jam kerja</a>, sehingga kamu akan memiliki lebih banyak waktu luang untuk melakukan hal-hal yang kamu sukai. Sadarilah bahwa agenda kerja kamu akan selalu penuh, jadi berkonsentrasilah pada hal-hal yang penting terlebih dahulu. </p>
<p>Semakin kamu bisa mengendalikan kehidupan kerjamu dan mendapatkan keseimbangan yang kamu butuhkan, semakin besar kemungkinan kamu akan lebih bahagia di tempat kerja.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202133/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Cary Cooper tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Rata-rata orang akan menghabiskan 90.000 jam seumur hidupnya di tempat kerja, jadi kamu sebaiknya mencoba untuk menikmatinya.Cary Cooper, Professor of Organisational Psychology and Health, University of ManchesterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1968792022-12-22T09:16:12Z2022-12-22T09:16:12ZMengapa ‘mansplaining’ merupakan masalah di tempat kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/502533/original/file-20221222-24-5bsyk9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C33%2C5600%2C3688&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">_Mansplaining_ bukan sekadar fenomena dunia maya. Perilaku ini juga terjadi di kehidupan sehari-hari dan berdampak besar di lingkungan kerja.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/top-view-young-busy-office-team-sitting-table-discussing-one-important-issue-office_15972120.htm">KamranAydinov/freepik</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Semenjak terminologi “<a href="https://doi.org/10.1016/j.dcm.2017.09.010"><em>mansplaining</em></a>” memasuki <a href="https://investor.id/archive/kemerdekaan-dan-pemimpin-zeitgeist">zeitgeist</a> kultural sebagai bagian dari fenomena dan tagar di media sosial, popularitas dan penggunaannya pun makin meroket. Misalnya, hanya dalam waktu enam bulan antara November 2016 dan April 2017, terminologi tersebut muncul dalam paling tidak <a href="https://doi.org/10.1177/2056305119861807">10.000 cuitan unik</a> di Twitter.</p>
<p><em>Mansplaining</em> merupakan singkatan yang menggabungkan antara “<em>man</em>” (laki-laki) dan “<em>explain</em>” (menjelaskan). Ini merujuk pada bagaimana laki-laki memberikan penjelasan yang tak diminta pada perempuan. Perilaku ini ditandai dengan kepercayaan diri si pembicara, nada yang merendahkan, interjeksi atau interupsi, serta asumsi dasar bahwa lawan bicaranya tak punya pengetahuan sebelumnya tentang apa yang sedang dibicarakan.</p>
<p>Terminologi <em>mansplaining</em> pertama kali dipopulerkan oleh Rebecca Solnit pada 2008 melalui essainya yang bertajuk <a href="http://rebeccasolnit.net/book/men-explain-things-to-me/"><em>Men Explain Things to Me</em></a> (Laki-laki Menjelaskan Hal-hal Kepada Saya). Dalam tulisannya, Solnit mendeskripsikan interaksinya dengan seorang lelaki yang menjelaskan premis dan pentinganya sebuah buku, menganggap Solnit tak punya wawasan tentang buku tersebut – yang padahal ditulis oleh Solnit sendiri. Pria tersebut melanjutkan penjelasannya dengan gigih walaupun teman Solnit berulang kali menekankan “Buku itu ditulis olehnya (Solnit).”</p>
<p><a href="https://www.theguardian.com/lifeandstyle/womens-blog/2016/sep/13/mansplaining-how-not-talk-female-nasa-astronauts">Contoh lainnya yang terkemuka</a> adalah ketika seorang ahli astrofisika <a href="https://www.good.is/articles/deny-global-warming-you-get-burned">mencuit tentang perubahan iklim</a> dan diminta untuk “belajar sains sungguhan”, atau ketika cuitan seorang astronaut NASA tentang eksperimennya sendiri <a href="https://twitter.com/Astro_Jessica/status/774051144012148736">dikoreksi netizen</a>. </p>
<p>Diskursus yang tengah berjalan di media sosial tentang <em>mansplaining</em> dan hubungannya dengan pengalaman profesional perempuan pada akhirnya mempertanyakan apakah perilaku ini juga dapat terjadi di tempat kerja. Dan jika ya, efek apa yang mungkin terjadi. </p>
<h2>Perundungan terselubung di tempat kerja</h2>
<p>Studi menunjukkan bahwa perundungan terselubung di tempat kerja <a href="https://www.mckinsey.com/capabilities/people-and-organizational-performance/our-insights/the-hidden-toll-of-workplace-incivility">meningkat selama 20 tahun terakhir</a>. Ini kerap dikaitkan dengan meningkatnya kecaman terhadap diskriminasi yang bersifat terang-terangan. </p>
<p>Kebanyakan perundungan di tempat kerja kini umumnya karena <a href="https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/ocp0000089">kurangnya kesopanan atau pelanggaran terhadap norma sosial</a> – ketimbang perlakuan diskriminatif terbuka, sikap bermusuhan ataupun kekerasan. Perundungan terselubung seperti meremehkan, merendahkan, dan mempermalukan <a href="https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/1076-8998.6.1.64">sangat berbahaya</a> karena intensinya yang ambigu.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A woman sits with her head in her hands as two men speak animatedly at her" src="https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Apa dampak dari <em>mansplaining</em>, jika ada, di tempat kerja?</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kami mengeksplorasi tentang terminologi “<em>mansplaining</em>” dalam diskursus populer seputar tempat kerja. Kami juga ingin tahu apakah <em>mansplaining</em> juga terjadi di luar media sosial, atau hanya sekadar bentuk <a href="https://medium.com/@kristanannbuck/how-the-death-of-expertise-has-poisoned-conversation-on-social-media-87e77b354d0b">reaksi negatif terhadap para ahli</a> yang terjadi di jagad maya. Untuk menemukan jawabannya, <a href="https://doi.org/10.1017/jmo.2022.81">kami memeriksa prevalensi <em>mansplaining</em></a> yang terjadi di lingkup kerja. </p>
<p>Terakhir, kami ingin memetakan siapa yang mengalami <em>mansplaining</em>, siapa yang melakukannya, dan potensi dampaknya terhadap target.</p>
<h2>Mendefinisikan <em>mansplaining</em></h2>
<p>Untuk mendefinisikan <em>mansplaining</em> dalam konteks tempat kerja, kami menyusuri Twitter yang memuat terminologi tersebut sembari memasukkan kata-kata yang terkait kerjaan.</p>
<p>Analisis kami memperluas definisi dari <em>mansplaining</em>: seseorang (biasanya laki-laki) yang memberikan penjelasan yang merendahkan atau persisten, tanpa diminta atau bahkan tak dikehendaki, kepada seseorang (biasanya bukan laki-laki). Penjelasan mereka cenderung mempertanyakan wawasan lawan bicaranya, atau mengasumsikan lawan bicaranya kurang berwawasan mengenai persoalan tersebut, terlepas dari kebenaran dari isi penjelasannya. </p>
<p>Kami kemudian melakukan survei terhadap para pekerja di Amerika Utara untuk mengetahui apakah mereka pernah mengalami <em>mansplaining</em>, seberapa sering mereka mengalaminya serta gender dari pelakunya.</p>
<p>Kami secara khusus tertarik untuk mengetahui apakah kata “<em>man</em>” dari <em>mansplaining</em> benar-benar tepat. Oleh karena itu, kami menanyai orang-orang dari kelompok gender manapun soal perilaku yang kami anggap terkait dengan <em>mansplaining</em>, tanpa secara spesifik bertanya tentang <em>mansplaining</em> itu sendiri.</p>
<h2>Lebih dari media sosial</h2>
<p>Penelitian kami mengindikasikan bahwa <em>mansplaining</em> lebih dari sekadar fenomena di media sosial. Perilaku ini pun terjadi di luar jagad maya dan mempengaruhi orang-orang di lingkungan kerjanya.</p>
<p>Hampir tiap orang dalam studi kami – terlepas dari gendernya – pernah menjumpai paling tidak satu perilaku <em>mansplaining</em>. Akan tetapi, perempuan dan minoritas gender mengalami perilaku ini lebih sering dan dalam cakupan yang lebih luas. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa <em>mansplaining</em> bisa jadi merepresentasikan <a href="https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2011.00891.x">adab yang buruk berbasis gender</a>, yang umumnya dialami oleh pekerja perempuan dan minoritas gender, dengan kebanyakan pelakunya adalah laki-laki. Kata “<em>mansplaining</em>” bisa jadi terlalu menggeneralisasi, namun ini tampaknya merefleksikan dengan akurat pengalaman pekerja perempuan dan minoritas gender.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="An older man in a business suit points and talks sternly to a younger woman who is also in business attire" src="https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Adab buruk terkait gender adalah bentuk perilaku buruk yang paling sering dialami oleh perempuan dan karyawan minoritas gender, dan kemungkinan besar dilakukan oleh laki-laki.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Temuan kami juga menunjukkan bahwa <em>mansplaining</em> punya efek buruk yang signifikan terhadap sasaran perilaku ini — layaknya bentuk adab buruk di tempat kerja lainnya. Tiap pengalaman <em>mansplaining</em> terasosiasi dengan rendahnya komitmen organisasional dan kepuasan kerja, keinginan berpindah kerja yang tinggi, serta kelelahan emosional dan tekanan psikologis.</p>
<h2><em>Mansplaining</em> bukan sekadar tren</h2>
<p>Organisasi sebaiknya tidak melihat <em>mansplaining</em> sebagai produk adab buruk di media sosial atau sekadar tren yang akan berlalu. Sebaliknya, perilaku ini seharusnya dipahami sebagai permasalahan terkait perilaku buruk selektif yang menyasar individu berdasarkan identitasnya dan membuat mereka merasa tak mumpuni.</p>
<p>Sekalinya diidentifikasi sebagai bentuk adab yang buruk, <em>mansplaining</em> seharusnya dapat disikapi di tempat kerja. Intervensi yang selama ini efektif untuk menghadapi adab buruk bisa jadi ampuh untuk menangani <em>mansplaining</em>.</p>
<p>Pelatihan terkait <a href="https://www.va.gov/ncod/crew.asp">intervensi kesopanan, penghormatan, dan pelibatan di tempat kerja</a> yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS), misalnya, berusaha mengatasi permasalahan seperti ini dan mendorong perilaku sopan di lingkungan kerja. <a href="https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/a0024442">Sistem rumah sakit di Kanada yang menerapkan intervensi ini menunjukkan adanya peningkatan</a> dalam perilaku menghormati, kepuasan kerja dan kepercayaan terhadap manajemen – sementara tingkat <em>burnout</em> dan kepasifan karyawan mengalami penurunan.</p>
<p>Buku <a href="https://subtleactsofexclusion.com/"><em>Subtle Acts of Exclusion</em></a> (Tindakan Pengecualian Halus), bisa jadi panduan yang berguna untuk pemimpin maupun karyawan dalam mengatasi bentuk perundungan berbasis gender yang terselubung ini. Buku ini dapat membantu organisasi untuk mencegah agresi mikro agar karyawan merasa nyaman dan diterima di lingkungan kerja mereka.</p>
<p>Bagaimana mengurangi bahaya yang disebabkan oleh <em>mansplaining</em> dan mencegahnya menjadi masalah berulang di tempat kerja merupakan hak organisasi. Namun, perlu diingat bahwa produktivitas dan kesejahteraan karyawan bisa terpengaruh olehnya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196879/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini sebagian didanai oleh Mitacs Research Training Award.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Chelsie J. Smith menerima dana untuk penelitian ini melalui Mitacs Research Training Award. Dia juga menerima dana dari Social Sciences and Humanities Research Council (SSHRC) melalui Vanier Canada Graduate Scholarship.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Katarina Lauch telah menerima dana melalui Ontario Graduate Scholarship.</span></em></p>Mansplaining bisa menyebabkan rendahnya komitmen organisasional dan kepuasan kerja, keinginan berpindah kerja yang tinggi, serta kelelahan emosional dan tekanan psikologis.Linda Schweitzer, Professor, Management and Strategy, Carleton UniversityChelsie J. Smith, PhD Candidate in Management and Strategy, Carleton UniversityKatarina Lauch, PhD Candidate, Sprott School of Business, Carleton UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1894552022-09-18T06:57:03Z2022-09-18T06:57:03ZAsmara di tempat kerja: Empat hal yang perlu kamu pertimbangkan sebelum berkencan dengan teman sekantor<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/485151/original/file-20220917-26969-ua8tty.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=15%2C7%2C5160%2C3437&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hubungan asmara di tempat kerja seringkali tak terhindarkan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/heart-keyboard-computer_1028423.htm">(Valeria Aksakova/Freepik)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Pada era digital ini, aktivitas ‘<em>swipe right</em>’ (memilah-milah profil kencan) di aplikasi kencan daring seakan sudah jadi status quo dalam dunia percintaan. Sudah tak zamannya lagi berkenalan dengan “si dia” di bar. </p>
<p>Tetapi, bagaimana dengan <em>pedekate</em> di dapur kantor (<em>pantry</em>), atau lewat Zoom? </p>
<p>Selama puluhan tahun, berpacaran dengan teman sekerja merupakan hal yang biasa ditemui – sekaligus dianggap <a href="https://theconversation.com/why-matt-hancocks-private-life-is-very-much-in-the-public-interest-163444">tabu</a>.</p>
<p>Ada banyak alasan mengapa seseorang memutuskan untuk menjalin percintaan dengan rekan sekantor. Riset menunjukkan bahwa orang cenderung memiliki ketertarikan dengan orang yang sepemikiran dan memiliki kesamaan sifat, latar belakang, kepercayaan, serta ide. Kedekatan jarak dan keakraban turut mempengaruhi rasa ketertarikan, atau yang biasa disebut oleh psikolog sebagai “<a href="https://www.neuroscience.org.uk/proximity-mere-exposure-effect-social-psychology/"><em>mere exposure effect</em></a>”. </p>
<p>Kantor adalah tempat di mana orang-orang sepemikiran berkumpul dalam jarak dekat dengan satu dan lainnya selama berjam-jam, sehingga tak heran banyak orang yang jatuh cinta di tempat kerja. Sebuah <a href="https://yougov.co.uk/topics/lifestyle/articles-reports/2020/02/13/how-do-brits-find-love">survei tahun 2020 yang dilakukan oleh YouGov</a> menemukan bahwa 18% populasi Inggris bertemu dengan pasangan mereka saat ini atau pasangan sebelumnya di tempat kerja.</p>
<p>Jika kamu berpikir untuk menjalin hubungan asmara dengan tetangga meja kerjamu atau bahkan bosmu, coba pertimbangkan dulu hal-hal berikut.</p>
<h2>1. Apakah hubungannya bersifat hierarkis?</h2>
<p>Walaupun banyak ditemui, hubungan romantis dengan rekan sekantor masih sulit diterima, terutama setelah meluasnya gerakan #MeToo. Apalagi jika hubungan ini <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0265407516635285">bersifat hierarkis</a>, yaitu ketika salah satu dari pasangan memiliki posisi kuasa yang lebih tinggi dari yang lain. Hal ini tidak bisa dianggap remeh.</p>
<p>Mereka yang berhubungan dengan bosnya atau karyawan yang jenjangnya lebih tinggi, bisa jadi menghadapi gosip dan hambatan karier.</p>
<p>Beberapa orang mungkin berpikir bahwa hubungan semacam ini bisa membantu memuluskan karier mereka. Nyatanya, <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0265407516635285">riset menemukan</a> bahwa dalam hubungan hierarkis, pasangan dengan status yang lebih rendah punya kemungkinan lebih besar untuk tidak mendapatkan promosi, atau bahkan kehilangan kesempatan pelatihan, dibandingkan koleganya yang tidak berada dalam hubungan serupa.</p>
<h2>2. Bagaimana hubunganmu akan mempengaruhi kinerjamu?</h2>
<p>Ketika perasaan cinta dan hubungan seks senantiasa ada di pikiran, mungkinkah kamu dan pasanganmu bisa menyelesaikan kerjaan dengan mulus? </p>
<p>Pandangan umum mengatakan bahwa hal ini berpengaruh buruk pada kinerja. Penelitian bahkan menemukan bahwa hubungan percintaan, terutama pada masa-masa awal, memiliki efek negatif pada produktivitas karena kerap membuat pikiran kita <a href="https://www.researchgate.net/publication/271740194_Reduced_cognitive_control_in_passionate_lovers">tak fokus</a> pada kerjaan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A man sits at his desk while a female colleague touches his shoulders." src="https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/479398/original/file-20220816-9646-oq2vva.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"><em>Flirting</em> atau <em>pedekate</em> di kantor merupakan hal yang umum, tapi bisa mengganggu kerjaan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/young-black-woman-massaging-her-male-1908773212">Prostock-studio / Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hal ini dapat menjadi tantangan di lingkungan profesional, dan ketika kamu harus bekerja dengan pasanganmu.</p>
<p>Namun, ada hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi distraksi. Kurangi komunikasi yang tak berhubungan dengan kerjaan, kecuali jika memang dibutuhkan, dan hindari sentuhan fisik di tempat kerja.</p>
<h2>3. Apakah tempat kerjamu mengizinkannya?</h2>
<p>Suka atau tidak, hubungan romantis <a href="https://core.ac.uk/outputs/161116640">merupakan fenomena alami</a>. Melarang hubungan dengan rekan sekerja bukanlah solusi, dan hanya akan membuat orang-orang <a href="https://www.ijmra.us/project%20doc/IJMIE_AUGUST2012/IJMRA-MIE1479.pdf">menutupi hubungannya</a>.</p>
<p>Walaupun demikian, masih banyak perusahaan (terutama di Amerika Serikat) yang berusaha mengatur hubungan ini lewat “<em>love contracts</em>”. Ini adalah aturan dan kebijakan tertulis yang disepakati oleh para pasangan dalam lingkungan kerja untuk mengkonfirmasi bahwa hubungan mereka bersifat sukarela dan berdasarkan kesepakatan bersama (<em>consent</em>). Kontrak ini tak hanya bertujuan melindungi para pasangan, tapi juga pemberi kerja dari kemungkinan terseret ke ranah hukum akibat kasus pelecehan jika pasangan tersebut putus. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="View from behind of two men in business dress walking hand in hand." src="https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/479404/original/file-20220816-5577-vi566e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jika kamu mengencani teman sekerja, jagalah kontak fisik seminimum mungkin di kantor.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/two-asian-business-men-walking-hand-1048582697">FLUKY FLUKY / Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Karyawan tentunya enggan untuk mengungkapkan dengan siapa mereka berhubungan seksual kepada atasannya langsung, bagian sumber daya manusia (SDM), atau rekan sekerja.</p>
<p>Sebagai gambaran, Pasal 8 dalam Piagam Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris, misalnya, melindungi hak individu akan <a href="https://www.equalityhumanrights.com/en/human-rights-act/article-8-respect-your-private-and-family-life">hubungan pribadi dan keluarganya</a>. Ini mungkin saja menjelaskan mengapa <em>love contracts</em> <a href="https://www.hrmagazine.co.uk/content/features/legal-ease-relationships-at-work-and-love-contracts">tidak digunakan di Inggris</a>. </p>
<p>Pemberi kerja harus menyeimbangkan kepentingan bisnisnya dengan hak pribadi pekerjanya. </p>
<p>Akan tetapi, layaknya kebijakan dan pelatihan untuk mengatasi pelecehan seksual, diskriminasi, dan kesehatan mental – perusahaan juga harus memperhatikan hubungan percintaan di tempat kerja. Kantormu seharusnya memiliki kebijakan dan panduan pengungkapan diri yang tidak menyulitkan (dan masuk akal) jika pegawai menjalin hubungan percintaan di tempat kerja, apalagi jika hubungan ini bersifat hierarkis.</p>
<h2>4. Apa yang terjadi jika kamu putus?</h2>
<p>Walaupun tak ada orang yang ingin hubungannya kandas, hal ini kadang tak terhindarkan dan ada perlunya kita bersiap. </p>
<p>Jika kamu tak menjalin hubungan dengan teman sekantor, patah hati bisa membuat produktivitasmu menurun dan membuatmu perlu <a href="https://theconversation.com/taking-a-mental-health-day-can-be-good-for-you-heres-how-to-make-the-most-of-one-186493">mengambil cuti untuk menjaga kesehatan mentalmu</a>. Tapi, jika kamu bekerja dengan mantanmu, ada hal-hal lain yang perlu kamu pikirkan, seperti bagaimana berinterkasi atau bekerja sama dalam suatu proyek.</p>
<p>Jika dirasa perlu, kamu bisa saja mengajukan permintaan untuk dipindah ke tim lain atau untuk bekerja jarak jauh sampai permasalahanmu usai. Tempat kerjamu juga mungkin saja menawarkan <a href="https://www.researchgate.net/publication/238318622_How_effective_is_workplace_counselling_A_review_of_the_research_literature">konseling</a> atau <a href="https://www.eapa.org.uk/">program-program lainnya</a> untuk memberi dukungan bagi karyawan yang tengah mengalami masa sulit, seperti depresi, duka, atau situasi pascaputus.</p>
<p>Pada akhirnya, bagaimana perusahaan mengatur hubungan asmara di tempat kerja akan bergantung pada apakah mereka mengakui bahwa hubungan semacam itu bisa terjadi, dan memahami bahwa semakin bahagia dan puas karyawan, semakin besar kecenderungan mereka untuk menjadi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7120033/">lebih produktif</a> dan berkolaborasi lebih baik dalam tim. Mendukung kesejahteraan karyawan akan sangat bermanfaat bagi perusahaan, bahkan (dan terutama) ketika karyawan jatuh cinta.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189455/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Chantal Gautier tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seksolog dan pakar psikologi organisasi memaparkan bagaimana caranya mengarungi hubungan percintaan di tempat kerja.Chantal Gautier, Lecturer, Organisational Psychologist and Sexologist, School of Social Sciences, University of WestminsterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1840892022-05-31T04:19:17Z2022-05-31T04:19:17ZBagaimana memberitahu atasan tentang trauma yang menghantuimu<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/466025/original/file-20220530-20-j2tcij.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=53%2C0%2C6010%2C4003&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Trauma dan PTSD merupakan masalah mental kronis yang seringkali tersembunyi di lingkungan kerja.</span> <span class="attribution"><span class="source">RODNAE Productions/Pexels</span></span></figcaption></figure><p>Dampak trauma dan gangguan stres pascatrauma (<em>post-traumatic stress disorder</em>/PTSD) merupakan masalah kesehatan mental serius di tempat kerja. Sebuah <a href="https://www.ons.gov.uk/releases/crimeinenglandandwalesyearendingmar2016">survei terhadap 8,5 juta orang dewasa di Inggris pada 2016</a> menemukan bahwa satu dari lima orang berusia antara 18 dan 74 tahun pernah mengalami paling tidak satu bentuk dari penyiksaan anak, baik dalam bentuk emosional, fisik, maupun seksual – atau menjadi saksi dari kasus kekerasan domestik sebelum mereka mencapai usia 16 tahun.</p>
<p>Pengalaman-pengalaman tersebut menghantui banyak dari mereka dalam bentuk trauma hingga usia dewasa. Mereka mengalami serangan panik, kilas balik, atau gangguan emosional intens yang berlarut akibat apa yang pernah mereka alami sebelumnya.</p>
<p>Isu kesehatan mental ini dapat mempengaruhi berbagai aspek dari para penyintas trauma ini, dan memiliki dampak buruk terutama di tempat kerja. Masalah konsentrasi, kesulitan untuk mempercayai orang lain, hingga perasaan tidak terhubung atau terisolasi secara sosial merupakan gejala-gejala <a href="https://www.ntu.ac.uk/research/groups-and-centres/projects/managing-trauma-in-the-workplace">yang dialami</a> para penyintas saat bekerja. </p>
<p>Pandemi memudahkan kita untuk membicarakan masalah kesejahteraan dan keamanan psikologis <a href="https://www.cipd.co.uk/knowledge/fundamentals/emp-law/employees/coronavirus-managing-workplace-safety#gref">di tempat kerja</a>. Akan tetapi, mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk trauma dan PTSD di tempat kerja tidaklah sesederhana itu. </p>
<p>Bagi penyintas, mendiskusikan trauma mereka secara terbuka menjadi kesulitan tersendiri. Hal ini dapat membuat trauma mereka justru kambuh karena terpapar manusia lain, insiden, atau lingkungan yang membuat mereka teringat kembali pada pengalaman traumatisnya.</p>
<p>Namun, tidak mengungkapkan kondisi kesehatan mental juga bisa jadi berbahaya. Kurangnya kesadaran tentang trauma dapat menciptakan lingkungan yang membuat para penyintas merasa tidak aman, rentan, atau terisolasi. </p>
<p>Dalam kebanyakan kasus, dukungan tidak selalu melibatkan solusi yang rumit dan memakan waktu, melainkan ekspresi pemahaman, kepercayaan, dan keadilan dari atasan. Mengungkapkan trauma dapat membantu para penyintas untuk mendapatkan kehormatan dan fleksibilitas dalam mengelola trauma mereka di tempat kerja dan menjadikan mereka karyawan yang lebih baik. </p>
<p>Ini adalah empat hal yang perlu dipertimbangkan saat mencari dukungan di tempat kerja:</p>
<p><strong>Apa dan bagaimana caranya mengungkapkan trauma?</strong></p>
<p>Pemberi kerja mungkin menawarkan beberapa informasi dasar tentang proses pengungkapan isu mental dalam dokumen internal terkait sumber daya manusia atau materi online. Tinjau dan cari jaminan bahwa tempat kerjamu dapat menjaga kepercayaan dan kerahasiaan. </p>
<p>Organisasi harus menjelaskan bagaimana mengungkapkan trauma secara formal, menjelaskan langkah-langkah kunci, dan siapa yang harus diajak bicara (biasanya, manajer langsung). </p>
<p>Jika organisasi tempatmu bekerja tidak menawarkan proses formal, kamu dapat menceritakan traumamu ke kolega yang kamu percaya. Langkah ini berisiko membuat kamu tidak mendapat dukungan formal, dan karenanya banyak penyintas trauma memutuskan untuk <a href="https://www.ntu.ac.uk/research/groups-and-centres/projects/managing-trauma-in-the-workplace">tidak mengungkapkan masalahnya</a> dalam kondisi ini.</p>
<p>Ingat – kamu tidak perlu menceritakan penyebab traumamu. Kamu hanya perlu mengungkapkan dampak emosional dan efek trauma pada pekerjaanmu, sekaligus akomodasi dan penyesuaian apa yang kamu harapkan dari tempat kerjamu.</p>
<p><strong>Bagaimana atasanmu dapat menyediakan akomodasi?</strong></p>
<p>Sebelum memberitahukan persoalan traumamu, kamu mungkin perlu mencari tahu bagaimana tempat kerjamu memandang kesejahteraan karyawan dan mengakomodasi kebutuhan individu.</p>
<p>Periksalah website perusahaan, dokumen rekrutmen dan profil media sosial mereka. Carilah bukti bahwa perusahaanmu mengakui pentingnya kesejahteraan dan fleksibilitas, tidak hanya sebagai filosofi perusahaan namun juga dalam lingkungan kerja sehari-hari. </p>
<p>Bahasa adalah alat yang ampuh – dokumen kebijakan apa pun harus menghindari penggunaan label, frasa yang menghakimi, jargon, dan bahasa yang agresif atau yang merendahkan. Jika kamu mendapati hal ini, ada baiknya berhati-hati dan mempertimbangkan untuk mencari dukungan dari sumber alternatif seperti organisasi amal tepercaya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Side view of a silhouette of a businessman at a laptop with his head resting on his hand and his glasses on the table next to him" src="https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/464831/original/file-20220523-15-1g9lu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Trauma dapat menyebabkan serangan panik, kecemasan, kesulitan fokus, kelelahan, depresi dan tantangan lainnya yang dapat memengaruhimu di tempat kerjad.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/depressed-businessman-159271628">KieferPix/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>Berbicara ke manajermu</strong></p>
<p>Manajer yang baik harus dapat mengidentifikasi tanda dan gejala trauma dan menciptakan ruang aman dan dialog terbuka. Akan tetapi, waktu yang tepat untuk mengungkapkan persoalanmu ada di tanganmu sendiri dan bukan pada atasanmu. </p>
<p>Kebijakan kantormu mungkin saja mendukung karyawan untuk berbagi mengenai trauma mereka – namun mengingat hal ini adalah keputusan personal, lakukan proses pengungkapan hanya ketika kamu merasa saat itu adalah waktu yang tepat untuk melakukannya. </p>
<p>Konsultasikan dengan mentor atau konselormu, atau jika memungkinkan, bicarakan dengan anggota keluarga atau teman yang mengetahui traumamu. Tergantung pada situasimu, tulis rancangan singkat tentang apa yang ingin kamu sampaikan kepada manajermu sebelum bertemu. </p>
<p>Tulis apa yang kamu rasakan dan mintalah pertemuan empat mata singkat di tempat yang aman. Jika kamu merasa tempat yang tersedia tidak membuatmu nyaman, tawarkan alternatif atau cobalah mengobrol sambil berjalan-jalan. </p>
<p>Jelaskan singkat masalah yang kamu hadapi: seberapa banyak detail atau konteks yang ingin kamu ungkapkan bergantung kepada keputusanmu. Fokus pada pengalaman kerjamu dan apa yang kamu perlukan untuk mengelola trauma dan menjadi pegawai yang efektif.</p>
<p><strong>Dukungan seperti apa yang bisa kamu dapat?</strong></p>
<p>Fleksibilitas kerja atau kerja jarak jauh dapat membantu penyintas yang membutuhkan waktu dan ruang untuk menghadapi serangan panik atau kilas balik. Jika belum jelas, cobalah tanyakan kebijakan kerja perusahaanmu. </p>
<p>Kamu juga dapat meminta untuk menyesuaikan beban kerja atau tenggat waktu, atau untuk mengakses dukungan konseling jika tersedia. </p>
<p>Tempat kerjamu mungkin saja bisa menyediakan peralatan khusus untuk membantu mengatasi masalah konsentrasi, kelelahan atau ingatanmu. Jika meja berdiri, perangkat lunak pengenal suara (untuk membantu mengurangi masalah ingatan dan konsentrasi) atau peralatan komputer lainnya dapat membantumu, tanyakan bagaimana kamu dapat memperolehnya.</p>
<p>Organisasi mungkin tidak diwajibkan secara hukum untuk menyediakan peralatan penanganan trauma. Namun, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk mengakomodasi kebutuhan individu dan menciptakan lingkungan yang aman secara psikologis.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/184089/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stefanos Nachmias menerima dana dari British Academy. </span></em></p>Trauma dan PTSD dapat menganggu ritme kerjamu. Seorang pakar menjabarkan hal-hal yang perlu kamu pertimbangkan sebelum mencari dukungan dari kantormu.Stefanos Nachmias, Principal Lecturer and Deputy Head of HRM Department, Nottingham Trent UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1204382019-07-25T04:46:39Z2019-07-25T04:46:39ZBaik buruknya ruang kantor terbuka (open office) tergantung dari cara kita menggunakannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/284309/original/file-20190716-173342-1ljyusy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2043%2C1228&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebuah kantor yang cukup terbuka hingga Anda mengalami keringat dingin.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/k2space/14220262826">k2space</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Selama beberapa dekade terakhir, ada perubahan tren dari ruang kantor tertutup menjadi ruang kantor terbuka atau tanpa sekat (<em>open office</em>). Namun penggunaan ruang kantor tanpa sekat dianggap kurang berhasil dan menerima banyak <a href="https://theconversation.com/a-new-study-should-be-the-final-nail-for-open-plan-offices-99756">kritikan</a>. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/get-out-of-my-face-were-more-antisocial-in-a-share-office-space-64734">Gangguan dan kebisingan</a> menjadi masalah utama yang menyebabkan perilaku yang tidak kooperatif, hubungan pribadi yang negatif, dan ketidakpercayaan, serta kurangnya privasi dan perasaan diawasi semua orang. Masalah ini khususnya <a href="https://www.fastcompany.com/90170941/the-subtle-sexism-of-your-open-plan-office">dialami perempuan</a>.</p>
<p>Kini, bekerja bisa lebih <a href="https://www.forbes.com/sites/lbsbusinessstrategyreview/2019/02/12/five-insights-from-davos-on-the-future-of-work/amp/">fleksibel</a> berkat jaringan internet yang ada mana-mana. Lalu muncul pertanyaan: seperti apa bentuk tempat kerja yang ideal saat ini?</p>
<p>Beberapa perusahaan telah berhenti menggunakan tata ruang kantor terbuka untuk mengatasi masalah yang timbul. <a href="https://www.inc.com/geoffrey-james/ikea-just-killed-open-plan-office.html">Ikea baru-baru ini</a> misalnya, menata ruang kerja sesuai selera perusahaan tersebut. Namun jujur saja, saya tidak melihat banyak perbedaan pada tempat kerja Ikea itu dengan tata ruang konvesional yang berbentuk “bilik kantor"–<a href="https://www.fastcompany.com/90312321/heres-how-ikeas-innovation-lab-redesigned-its-own-open-plan-office">coba saja lihat</a>. </p>
<p>Berbagai pendekatan dalam <a href="https://www.inc.com/geoffrey-james/5-smarter-alternatives-to-open-plan-offices.html">merancang ruang kantor terbuka yang lebih baik</a> mencakup gagasan berikut: menempatkan ruang pribadi di sekitar area bersama, menggunakan pembatas yang bisa dipindah-pindah untuk menciptakan ruang pribadi sesuai kebutuhan, membuat kantor lebih besar dengan dua atau tiga area kerja, memasang bilik-bilik kerja dengan langit-langit tinggi dan memasang kaca bening pada atap dan jendela tinggi, atau menerapkan sistem bekerja dari rumah dengan menyewa ruang untuk rapat bila diperlukan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bekerja-dari-rumah-ternyata-membawa-dampak-buruk-bagi-para-pekerja-110360">Bekerja dari rumah ternyata membawa dampak buruk bagi para pekerja</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kami memiliki kesempatan untuk bereksperimen dalam menciptakan ruang kantor terbuka yang lebih baik di universitas kami di Denmark. Kesempatan ini muncul ketika sepuluh peneliti harus pindah kantor, sehingga kami berpikir untuk mencoba dan menerapkan beberapa gagasan ini.</p>
<h2>Eksperimen dalam desain rencana terbuka</h2>
<p>Desain kantor terbuka untuk ruang yang kami buat tampak seperti ini:</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=1473&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=1473&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=1473&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1851&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1851&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1851&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Ruang kantor terbuka yang baru dan lebih baik.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Alexander Brem</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tanggapan kelompok kami cukup netral, meskipun beberapa rekan ragu apa mereka dapat bekerja di kantor seperti itu. Kami menyetujui masa percobaan enam bulan, dengan menyediakan prasyarat berikut:</p>
<ul>
<li>ruang kantor untuk staf permanen, ditambah ruang kerja yang fleksibel untuk tamu;</li>
<li>kombinasi area kerja dan area sosial (informal);</li>
<li>peluang untuk diskusi spontan, tetapi juga area tenang untuk melakukan pekerjaan yang butuh konsentrasi, dan</li>
<li>rancangan yang diterima dan dipertahankan oleh para staf.</li>
</ul>
<p>Kami pertama-tama membagi area: ruang kantor dengan meja, area sosial yang berisi dapur dan sofa, ruang rapat tertutup untuk diskusi, ruang untuk menelepon, dan sudut tenang untuk membaca.</p>
<p>Penataan seperti ini berarti kami ini tidak lagi memiliki saluran telepon tetap. Sebagai gantinya, semua orang menggunakan aplikasi telepon pintar <a href="https://www.gradwell.com/a-guide-to-voip/">VOIP</a>, <em>Skype for Business</em>, yang memungkinkan orang untuk duduk di mana saja dan masih bisa melakukan dan menerima panggilan dengan koneksi internet.</p>
<p>Setelah lolos persyaratan aturan dan lainnya, kami bertanya tentang preferensi, dan rencana tempat duduk. Sebagai contoh, kami putuskan bahwa koordinator pelatihan harus tetap berada di kantor mereka sendiri, karena mereka umumnya punya banyak pertemuan dan panggilan telepon tidak nyaman dilakukan di ruang kantor yang terbuka.</p>
<p>Sebagai akibatnya, rencana penataan kantor tampak seperti ini (area dapur dan kamar kecil berada di sebelah ruang rapat kecil, dan tidak ditampilkan).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=350&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=350&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=350&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=440&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=440&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=440&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Ruang dibagi menjadi area untuk penggunaan yang berbeda.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Alexander Brem</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa yang kami pelajari</h2>
<p>Masa percobaan enam bulan berlalu - eksperimen ini dimulai pada tahun 2014, dan kantor itu masih menggunakan susunan yang sama hingga hari ini. Namun, terdapat masalah selama itu.</p>
<p>Misalnya, staf kurang paham kapan harus pindah dari area satu ke area lain. Solusinya adalah memastikan setiap karyawan baru menerima penjelasan tentang aturan yang berlaku. Terkadang, orang menggunakan ruang komunikasi atau perpustakaan untuk pertemuan seharian, sehingga ruangan tersebut tidak dapat digunakan orang lain. Masalah ini diselesaikan dengan mewajibkan rapat harus di ruang pertemuan reguler khusus. Kadang-kadang diskusi atau panggilan telepon di area terbuka terdengar keras atau cukup lama dan mengganggu orang lain, sehingga staf diingatkan bahwa ada ruang lain yang tersedia untuk menelepon.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/co-working-space-mendorong-inovasi-dan-kesenjangan-digital-90826">Co-working space mendorong inovasi—dan kesenjangan digital</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Secara umum, banyak aspek positif dari desain kantor ini. Dalam beberapa hal, ruang kantor terbuka meningkatkan kerja tim, kolaborasi spontan, dan silang gagasan di ruang bersama.</p>
<p>Apa yang telah kita pelajari dan apa yang bisa kita rekomendasikan kepada orang lain? Jawab kami, ruang kantor terbuka bisa baik atau buruk. Sebelum digunakan, kita harus merencanakannya dengan strategis, seperti yang telah <a href="https://www.fastcompany.com/90285582/everyone-hates-open-plan-offices-heres-%20mengapa-mereka-masih-ada">disorot oleh kelompok lain</a>. Dan kita perlu mempertimbangkan bahwa desain ini bahkan dapat memiliki efek negatif, yaitu <a href="https://journals.aom.org/doi/10.5465/amr.2016.0240">merusak hubungan</a>.</p>
<p>Pertama, kita sangat perlu mempertimbangkan jenis pekerjaan apa yang cocok dengan pengaturan ruang tertentu. Misalnya, karyawan penjualan atau dukungan pelanggan biasanya banyak berbicara atau menerima pengunjung, sehingga pasti mengganggu pekerja lain (atau setidaknya pekerja yang bidang kerjanya berbeda), sehingga mereka memerlukan area yang berbeda.</p>
<p>Kedua, yang paling sulit adalah menerapkan peraturan secara konsisten. Ruang kantor terbuka hanya dapat diterapkan dalam jangka panjang jika semua pengguna mematuhi aturan dan saling mengingatkan. </p>
<p>Dalam hal ini, seorang pemimpin kantor harus berada di depan, tidak "bersembunyi” di ruangan mereka sendiri dan tidak terpisah dari staf. Oleh karena itu, para pemimpin kelompok tidak hanya perlu berbagi ruang yang sama, tetapi juga perlu menghindari “meja terbaik” - meja yang privasinya paling banyak, misalnya. Peraturan harus mendapatkan dukungan dari pemimpin, baik dalam teori maupun praktik.</p>
<p>Ketiga, pertimbangkan bahwa ruang kerja yang terbuka akan menciptakan suasana kerja yang terbuka. Dalam lingkungan seperti ini, seorang pekerja akan terlihat tindak-tanduknya sepanjang hari: siapa yang diajak bicara dan, kadang, apa yang dibicarakan. Suasana ini bisa berdampak positif dalam membangun kebersamaan. Tapi ada juga orang yang tidak cocok dengan suasana seperti ini.</p>
<p>Akhirnya, patut untuk dicatat bahwa kerja kreatif bergantung pada banyak faktor: <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/caim.12309">penelitian kami</a> yang terbit tahun ini menunjukkan bahwa kecenderungan staf untuk bertindak impulsif memainkan peranan penting dalam produktivitas mereka. </p>
<p>Yang penting sebenarnya bukan soal tata ruang kantor terbuka (yang tampaknya tidak disukai banyak orang), tapi soal bagaimana setiap individu bekerja di area kantor itu - dan memanfaatkan ruang itu sebaik-baiknya.</p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jika-anda-tidak-tidur-di-tempat-kerja-anda-mestinya-dipecat-115813">Jika Anda tidak tidur di tempat kerja, Anda mestinya dipecat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/120438/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alexander Brem tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ruang kantor terbuka dapat menghilangkan esensi dari tempat bekerja. Akan tetapi, ini tidak harus terjadi.Alexander Brem, Professor and Chair of Technology Management, Friedrich-Alexander-University Erlangen-Nürnberg, Honorary Professor, University of Southern DenmarkLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1158132019-04-26T09:25:20Z2019-04-26T09:25:20ZJika Anda tidak tidur di tempat kerja, Anda mestinya dipecat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/271140/original/file-20190426-61880-1pubdoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak perusahaan, seperti Ben & Jerry’s, Zappos dan Nike, membolehkan para karyawannya tidur di tempat kerja. </span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Pada masa lalu, ketika ekonomi kita didominasi oleh pertanian dan manufaktur, nilai seorang pekerja diukur dengan tenaga yang mereka gunakan (<em>input</em>). Jika mereka lambat memasang bumper mobil, mereka tidak produktif, dan jika tidur pada waktu kerja, mereka mencuri waktu perusahaan, dan dapat dipecat.</p>
<p>Namun, kini kita memasuki era <a href="https://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.soc.29.010202.100037">ekonomi pengetahuan</a> di mana nilai seorang pekerja dihitung berdasarkan produk yang mereka hasilkan (<em>output</em>), bukan <em>input</em> mereka. Ini berarti hasil akhir dan bukannya jam kerja yang dipergunakan yang lebih diperhatikan dalam mengevaluasi kinerja mereka.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memajukan-industri-pengetahuan-di-indonesia-apa-yang-bisa-dilakukan-pemerintah-102486">Memajukan industri pengetahuan di Indonesia, apa yang bisa dilakukan pemerintah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dalam ekonomi pengetahuan kita ingin para pekerja fokus, bukan hanya aktif; terlibat, bukan hanya hadir. Kita ingin mereka menghasilkan <em>output</em> dengan kualitas setinggi mungkin. </p>
<p>Tidur di tempat kerja bisa membantu meraih semua itu. </p>
<h2>Epidemi kelelahan</h2>
<p>Menurut <a href="https://www.nsc.org/in-the-newsroom/69-percent-of-employees-many-in-safety-critical-jobs-are-tired-at-work-says-nsc-report">National Safety Council</a> di Amerika Serikat, hampir 70% pekerja kelelahan di tempat kerja. </p>
<p>Ongkos belanja masyarakat dari tingkat keletihan seperti ini setiap tahunnya diperkirakan mencapai US$410 miliar. Seperti saya bahas dalam buku terbaru saya
<a href="https://www.infoagepub.com/products/Boost"><em>Boost: The science of recharging yourself in an age of unrelenting demands</em></a>, orang-orang dewasa sehat butuh tidur <a href="http://jcsm.aasm.org/viewabstract.aspx?pid=30048">tujuh sampai sembilan jam</a> di malam hari, tapi banyak dari kita tidak punya cukup waktu untuk terlelap.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jika para pekerja diharuskan untuk terjaga setelah berjam-jam mereka semestinya juga diizinkan untuk tidur di tempat kerja.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebanyak 35% penduduk di Amerika Serikat tidur kurang dari tujuh jam tiap malam. Antara 1985 dan 2012 persentase orang-orang dewasa di Amerika Serikat yang tidur kurang dari enam jam setiap malam <a href="https://doi.org/10.5665/sleep.4684">meningkat lebih dari 30%</a>. Dan, dibanding 60 tahun lalu, saat ini setiap malam orang-orang kekurangan tidur <a href="https://doi.org/10.1016/S1389-9457(08)70013-3">satu setengah sampai dua jam</a>. </p>
<p>Rasa mengantuk yang terjadi selanjutnya menciptakan risiko bahaya di dalam maupun di luar pekerjaan. Sebagai contoh, dalam 30 hari terakhir <a href="https://www.cdc.gov/features/dsdrowsydriving/index.html">sekitar satu dari 25 sopir melaporkan tertidur di belakang kemudi</a>.</p>
<p>Masalah ini begitu parah sampai Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mempertimbangkan <a href="https://www.sleepdr.com/the-sleep-blog/cdc-declares-sleep-disorders-a-public-he%20alth-epidemic/">kurang tidur sebagai sebuah epidemi kesehatan publik</a>. </p>
<h2>Tempat kerja mestinya menyediakan ruang untuk tidur sesaat</h2>
<p>Batas antara pekerjaan dan rumah menjadi semakin kabur saat ini dan menjadi salah satu penyebab tingkat keletihan yang tinggi. <a href="https://www.pewinternet.org/fact-sheet/mobile/">Sembilan puluh lima persen</a> warga Amerika kini memiliki satu telepon seluler dan 77% memiliki sebuah telepon pintar (<em>smartphone</em>).</p>
<p>Sebagai hasil dari penggunaan teknologi komunikasi secara non-stop, para pekerja kini dapat dihubungi kapan pun, siang atau malam, di saat kerja atau di luar jam kerja. Riset menunjukkan bahwa 84% pekerja <a href="http://dx.doi.org/10.1037/str0000014">melaporkan harus tetap terjaga setelah jam kerja</a> setidaknya beberapa jam. </p>
<p>Ini secara esensial membuat para pekerja selalu siaga untuk “siap dihubungi”. Dan tebak apa yang terjadi kita orang-orang selalu dalam keadaan ini? <a href="https://doi.org/10.1016/j.smrv.2016.06.001">Mereka tidak tidur juga</a>. </p>
<p>Jadi, secara umum terdapat tren pengurangan durasi tidur. Namun, tidak hanya itu, tren teknologi yang mengaburkan batasan antara pekerjaan dan rumah menyulitkan kita untuk mendapatkan tidur yang cukup. Ini tragis, karena tidur adalah <a href="https://doi.org/10.1080/13594320500513913">salah satu mekanisme pemulihan yang paling penting </a> yang tersedia selepas kita menyelesaikan pekerjaan yang membuat lelah.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/OI8Cr7QYnsU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Arianna Huffington mendiskusikan pentingnya tidur untuk para wirausahawan.</span></figcaption>
</figure>
<p>Untuk melawan epidemi kurang tidur ini, pengaburan garis batas antara pekerjaan dan rumah seharusnya diizinkan terjadi di tempat kerja juga. Jika pekerja harus tetap terjaga setelah jam kerja, mereka seharusnya juga boleh tidur di tempat kerja.</p>
<p>Jika para pemberi pekerja/perusahaan akan mengganggu waktu istirahat para pekerja dan menghambat pekerja menyegarkan diri dari tuntutan kerja harian mereka, perusahaan mestinya menyediakan kesempatan untuk pemulihan yang dibutuhkan saat di tempat kerja.</p>
<h2>Tidur sesaat meningkatkan kinerja</h2>
<p>Ada sebuah kasus bisnis yang bagus untuk hal ini. Tidur 10 sampai 30 menit dapat <a href="https://doi.org/10.1007/s004210050392">meningkatkkan kewaspadaan</a>, mengurangi keletihan dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12220317">meningkatkan kinerja</a>. Tidak hanya itu, riset terbaru menunjukkan bahwa tidur mungkin <a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/324691.php">sama efektifnya</a> dengan obat untuk mengurangi tekanan darah, sehingga perusahaan yang mengimplementasikan kebijakan tidur mungkin menghemat ongkos perawatan kesehatan. </p>
<p><a href="https://www.sleep.org/articles/sleeping-work-companies-nap-rooms-snooze-friendly-policies/">Banyak perusahaan</a> seperti Ben & Jerry’s, Zappos dan Nike, mengizinkan pekerjanya tidur sesaat di tempat kerja. Saya yakin bahwa tren ini menggambarkan tempat kerja pada masa depan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apa-yang-indonesia-butuhkan-untuk-membangun-ekonomi-dengan-ilmu-pengetahuan-104316">Apa yang Indonesia butuhkan untuk membangun ekonomi dengan ilmu pengetahuan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ide bahwa para pekerja semestinya tidak diizinkan untuk terlelap di tempat kerja adalah tabu lawas dari era yang sudah berlalu. Ide ini merupakan sebuah peninggalan masa ketika nilai seorang pekerja tergantung pada <em>input</em> manualnya. </p>
<p>Namun, dalam ekonomi modern, nilai Anda sebagai seorang pekerja, manajer atau eksekutif sering bersandar pada kemampuan Anda untuk memproduksi <em>output</em> yang diinginkan. Organisasi-organisasi progresif mengakui bahwa para pekerja yang lelah tidak dapat bekerja pada tingkat kemampuan terbaik mereka. Pada esensinya, seorang pekerja yang lelah sedang mencuri kinerja dari majikan mereka. </p>
<p>Dalam ekonomi modern, jika Anda kelelahan dan tidak tidur di tempat kerja, Anda mestinya dipecat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115813/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jamie Gruman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ide bahwa para pekerja semestinya tidak diizinkan untuk terlelap di tempat kerja adalah tabu lawas dari sebuah era yang sudah berlalu.Jamie Gruman, Professor of Organizational Behaviour, University of GuelphLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/866822017-11-10T09:53:45Z2017-11-10T09:53:45ZBagaimana membangun tempat kerja yang sehat bagi jiwa—langkah demi langkah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/192774/original/file-20171101-8503-1a8ixbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Semakin banyak korporat yang memandang kesehatan mental di tempat kerja sebagai keputusan finansial yang baik.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Kesehatan mental sudah lama menjadi hal yang terabaikan dalam perawatan kesehatan: dibiarkan kembang kempis eksistensinya sementara limpahan dana dan perhatian melenggang ke tempat lain. Ketika kita memperingati <a href="https://www.mentalhealth.org.uk/campaigns/world-mental-health-day?gclid=CPKZk6OB0M8CFQs8Gwod9zoLew">Hari Kesehatan Mental Dunia</a> setiap bulan Oktober, tampak jelas bahwa para pembuat kebijakan dan khalayak <a href="http://www.worldbank.org/en/events/2016/03/09/out-of-the-shadows-making-mental-health-a-global-priority">mulai menyadari</a> bahwa tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental. Pergeseran ini sangat diperlukan.</p>
<p>Diperkirakan <a href="http://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/statistics-and-facts-about-mental-health/how-common-are-mental-health-problems/">satu dari empat orang di seluruh dunia</a> mengalami problem kesehatan jiwa pada satu titik dalam kehidupan mereka. Angka ini saja mungkin sudah mengkhawatirkan tetapi tidak mencerminkan secara memadai penderitaan manusia, isolasi, hilangnya produktivitas, hambatan bagi pembangunan manusia, dan pembangunan umum bagi negara.</p>
<p>Bagi perorangan, kesehatan mental yang buruk bisa mengisolasi, meletihkan dan kadang-kadang <a href="https://theconversation.com/who-suicide-report-shows-we-must-stop-seeing-depression-as-a-disorder-of-developed-world-30846">membawa mati</a>, tetapi ia juga memakan korban lebih luas dalam organisasi dan bisnis di seluruh dunia. Kita mungkin berpikir bahwa dunia korporat tentu gesit dalam menangani isu yang mengancam pertumbuhan dan laba. Bagaimanapun juga, walaupun fenomena umum ini menguras perekonomian melalui seringnya kemangkiran dan biaya perawatan kesehatan, <a href="http://wellbeing.bitc.org.uk/all-resources/research-articles/mental-health-work-report-2016">tabu yang tak kunjung hilang</a> di sekitar kesehatan mental <a href="https://www.theguardian.com/sustainable-business/2016/oct/04/mental-health-uk-business-employees-management-wellbeing-marks-spencer-mind">memperlambat ditemukannya</a> solusi untuk dunia bisnis, persis yang terjadi di tingkat perorangan dan pemerintahan.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/kemampuan-memahami-orang-lebih-dituntut-dunia-kerja-ketimbang-keterampilan-stem-87867">Kemampuan memahami orang lebih dituntut dunia kerja ketimbang keterampilan STEM</a></em></p>
<hr>
<h2>Manfaat finansial</h2>
<p>Mestinya itu tidak akan sulit-sulit amat. Semakin banyak organisasi-organisasi di seluruh dunia yang <a href="http://www.cipd.co.uk/pm/peoplemanagement/b/weblog/archive/2014/04/01/employers-launch-campaign-to-slash-163-70-billion-cost-of-mental-illness.aspx">kini mendukung investasi</a> demi para pekerja yang sehat secara mental sebagai suatu langkah masuk akal untuk menciptakan bisnis yang baik.</p>
<p>Langkah ini bisa menurunkan biaya medis total, meningkatkan produktivitas, mengurangi jumlah hari-hari sakit, biaya ketidakmampuan, dan lain sebagainya. Dari perspektif investor dan pemimpin perusahaan hal itu sama saja dengan soal kinerja keuangan yang lebih baik dan reputasi yang mengemuka, dengan keuntungan tambahan pekerja yang lebih bahagia, lebih termotivasi dan lebih terlibat.</p>
<p>Pada kenyataannya, tiap perusahaan sampai pada kesimpulan ini dari sudut yang agak berbeda. Sebagai bagian dari kerja <a href="https://www.weforum.org/communities/global-agenda-council-on-mental-health/">Dewan Agenda Global untuk Kesehatan Mental</a> dari Forum Ekonomi Dunia, 23 studi kasus keorganisasian korporat global tentang strategi-strategi kesehatan dikumpulkan dan dianalisis. Analisis atas investasi para pemimpin korporat global dalam kesehatan mental di tempat kerja mereka tersebut tidak mengungkapkan adanya motivasi tunggal. Justru, beberapa cenderung bekerja dalam kombinasi.</p>
<ol>
<li><p>Pekerja yang sehat dan bahagia tenyata lebih produktif dan itu bagus bagi bisnis dan dengan demikian melindungi kesehatan mental pegawai adalah sesuatu yang sangat masuk akal bagi bisnis.</p></li>
<li><p>Itu “hal yang benar” untuk dilakukan.</p></li>
<li><p>Ada manfaat-manfaat yang jelas bagi organisasi dari keterlibatan dan loyalitas pegawai berkenaan dengan reputasi keorganisasian yang lebih luas.</p></li>
<li><p>Mengelola biaya dan beban kesehatan yang buruk (termasuk kesehatan mental yang buruk) para pegawai adalah hal masuk akal.</p></li>
</ol>
<h2>Cara mengatasi</h2>
<p>Ada <a href="https://www.centreformentalhealth.org.uk/employment-the-economic-case">semakin banyak bukti</a> tentang biaya ekonomi terkait kesehatan mental di tempat kerja. Ini bisa meliputi kemangkiran <a href="http://www.cipd.co.uk/pm/peoplemanagement/b/weblog/archive/2015/11/04/annual-cost-of-presenteeism-is-twice-that-of-absenteeism-says-prof-cooper.aspx">dan kehadiran</a>—di mana staf menghabiskan waktu terlalu lama di tempat kerja walaupun sakit—maupun biaya lebih luas berkait keluarnya pegawai dan perekrutan pegawai. Kami juga mempunyai <a href="https://www.headsup.org.au/docs/default-source/resources/developing-a-mentally-healthy-workplace_final-november-2014.pdf?sfvrsn=8">semakin banyak bukti</a> bahwa ada hal-hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk menangani faktor-faktor risiko dan membangun ketahanan untuk mengatasi dan mengelola stres pegawai.</p>
<p>Berbagai studi kasus yang kami cermati menunjukkan adanya peningkatan tren di mana kesehatan mental ditangani sebagai bagian dari strategi kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan yang lebih luas. Berbagai prakarsa <a href="https://bmcpsychiatry.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-244X-14-131">semakin terintegrasi</a> dan dibangun di sekitar kesehatan yang positif, pencegahan dan pengenalan dini, di samping dukungan dan rehabilitasi ketika diperlukan. Jadi, apa sebetulnya yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut?</p>
<p>Salah satu langkah utamanya sering kali adalah memusatkan perhatian pada lingkungan kerja itu sendiri. Langkah itu bisa berupa tindakan sederhana seperti meningkatkan masuknya cahaya alami, udara segara dan membawa masuk tanaman. Kelembaman rutinitas kantor bisa dikurangi dengan membeli meja-meja berdiri—atau bahkan meja <em>treadmill</em>. </p>
<p>Corak dan penampilan tempat kerja bisa digeser dengan ruang-ruang pertemuan sosial, opsi-opsi makanan sehat di tempat kerja, area istirahat makan siang yang sesuai dan fasilitas olahraga diskon di tempat kerja atau di sekitarnya, dipadu dengan pengaturan kerja yang fleksibel untuk mendorong pemanfaatan fasilitas-fasilitas tersebut.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/6Jcd5XV4VL8?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Juga merupakan hal yang lazim bagi perusahaan-perusahaan untuk menangani stres terkait pekerjaan. Dalam hal ini pun mereka tampaknya bisa melakukannya dengan mudah, tetapi tidak semua melakukannya. Salah satu langkah yang <a href="http://www.bbc.co.uk/news/magazine-28786117">sudah diperlihatkan</a> untuk mengurangi secara signifikan tingkat stres pegawai selama cuti tahunan adalah memasang sistem email yang menghapus pesan ketika fitur out-of-office diaktifkan. Para pengirim email diberitahu agar mengirimkan pesan kembali setelah orang yang bersangkutan kembali dan penerima email tidak pulang dari berlibur untuk menyibukkan diri dengan tumpukan email.</p>
<h2>Anjing</h2>
<p>Pada ujung lebih ekstrem spektrum, beberapa bisnis korporat besar mendatangkan para pelatih profesional untuk memberikan pelatihan personal dan kelompok, atau menyediakan ruang istirahat untuk tidur siang mengembalikan tenaga maupun kontemplasi yang tenang. Para majikan bahkan bisa mengandalkan peran terapi hewan peliharaan. Terdapat <a href="http://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/17538351211215366">bukti kuat</a> bahwa meluangkan waktu mengamati, menepuk-nepuk atau mengajak berjalan-jalan anak anjing atau anjing yang riang bisa menurunkan kadar stres secara signifikan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/141062/original/image-20161010-3864-wokvvj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tidak ada yang bilang anjing harus riang.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.shutterstock.com/pic-176225708/stock-photo-sleepy-beagle-dog-in-funny-glasses-near-laptop.html?src=euwz4_y5cbdgJR52SsV8pQ-1-16">Soloviova Liudmyla/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Strategi-strategi lain yang kami jumpai meliputi perusahaan yang membuat janji terbuka untuk menangani masalah-masalah kesehatan mental maupun terlibat dalam kampanye-kampanye kesehatan mental seperti <a href="https://www.seemescotland.org/workplace/">See Me</a>, <a href="http://www.time-to-change.org.uk/">Time to Change</a> atau <a href="https://www.beyondblue.org.au/">Beyond Blue</a>. Perusahaan-perusahaan besar ini juga berinvestasi dalam pelatihan kesehatan mental di tempat kerja, termasuk tema-tema seperti <a href="https://www.samh.org.uk/work-with-us/samh-training.aspx">mengelola kesehatan mental</a>, <a href="http://mhfaengland.org/first-aid-courses/first-aid-standard/">pertolongan pertama pada kesehatan mental</a> dan <a href="http://www.bitc.org.uk/sites/default/files/emotional_resilience_toolkit_0.pdf">membangun ketahanan</a>, kemampuan beradaptasi menghadapi tantangan.</p>
<p>Dalam 23 studi kasus korporat global, bermunculan strategi-strategi umum untuk menangani kesehatan mental di tempat kerja. Kerja yang fleksibel membuahkan hasil, seperti yang dilakukan kebijakan mengizinkan pegawai <a href="https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/266512/wp120.pdf">menukar gaji dengan cuti</a>. Konseling, Terapi Perilaku Kognitif (CBT) dan layanan penuh perhatian <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22352291">juga berhasil</a>. Sebuah lingkungan yang terbuka bisa sangat penting. Meningkatkan melek kesehatan mental dan para jago kesehatan mental bisa mendorong orang untuk <a href="http://www.birmingham.ac.uk/Documents/research/ias/Wellbeing-at-work-review-Jan-31.pdf">bersuara dan minta pertolongan</a>.</p>
<p>Entah itu sebuah usaha kecil atau perusahaan multinasional FTSE 100, <a href="https://www.theguardian.com/commentisfree/2016/oct/10/mental-health-support-work-employer">menangani kesehatan mental yang buruk adalah keharusan</a> di dunia saat ini. Studi kasus yang dirujuk di sini hanya merepresentasikan 23 bisnis korporat global, tetapi studi kasus itu juga merepresentasikan praktik-praktik yang bisa menghasilkan perbedaan. </p>
<p>Masing-masing organisasi berbeda dan menghendaki serangkaian kebijakan unik yang memenuhi kebutuhan stafnya. Dengan demikian triknya adalah mengidentifikasi <a href="http://www.enwhp.org/good-whp-practice/methods-tools-mogp/questionnaire-of-self-assessment.html">apa kebutuhan-kebutuhan itu</a>, bagaimana sebuah program kesehatan mental tempat kerja <a href="http://www.joinmq.org/pages/seven-actions-towards-a-mentally-healthy-organisation">bisa dimulai untuk menangani persoalan</a>, dan mengajak seluruh pegawai saat Anda mengupayakan cara melaksanakan kebijakan penanganan kesehatan mental.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/86682/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tine Van Bortel terafiliasi dengan University of Cambridge dan University of East London. Ia juga adalah anggota pemegang mandat dalam Dewan Agenda Global untuk Kesehatan Mental di World Economic Forum.
</span></em></p>Semakin banyak perusahaan menyadari pekerja yang bahagia semakin produktif. Langkah-langkahnya termasuk membawa tanaman ke kantor, atau anjing yang riang.Tine Van Bortel, Senior Research Associate in Public Health, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/838132017-09-14T10:11:44Z2017-09-14T10:11:44ZApakah hak tinggi buruk bagi kesehatan? Dua ahli menelaah buktinya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/185807/original/file-20170913-23106-9oriyb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">shutterstock</span> </figcaption></figure><p>Jawaban untuk pertanyaan: “Apakah sepatu hak tinggi buruk bagi kesehatan Anda?” mungkin jelas bagi sebagian orang. Ada begitu banyak penelitian soal bagaimana sepatu hak tinggi mempengaruhi kesehatan pemakainya, tetapi riset-riset tersebut sangat terkotak-kotak, umumnya fokus pada isu-isu kesehatan spesifik. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan manfaat mengenakan sepatu hak tinggi. </p>
<p>Kami memutuskan untuk menimbang banyak faktor yang berkaitan dengan sepatu hak tinggi dan melakukan telaah sistematis pertama atas penelitian mengenai manfaat dan bahaya mengenakan sepatu hak tinggi.</p>
<p>Kami mengidentifikasi 506 penelitian tunggal mengenai sepatu hak tinggi dan kesehatan, memilah 27 dari kajian-kajian tersebut, dan menyertakan 20 publikasi dalam sintesis bukti kami. Temuan kami, diterbitkan dalam <a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-017-4573-4">jurnal BMC Public Health</a>, menunjukkan bukti konsisten yang mengaitkan pemakaian sepatu hak tinggi dengan peningkatan risiko <em>bunion</em> (bengkak pada ibu jari kaki yang bisa menjadi radang), nyeri muskuloskeletal dan cedera pada pemakai. Sebagian dari cedera itu, seperti fraktur pergelangan kaki, sifatnya gawat dan membutuhkan perawatan rumah sakit.</p>
<p>Meski begitu, penting untuk dicatat bahwa secara keseluruhan risiko cedera tidak begitu ekstrem. Dalam beberapa kasus, orang menderita cedera serius karena penggunaan sepatu hak tinggi, tetapi itu tidak umum dan bukti yang ada saat ini tidak menunjukkan kita perlu terlalu khawatir. </p>
<p>Beberapa studi menunjukkan kaitan antara pemakaian sepatu hak tinggi dengan osteoartritis tetapi telaah kami mendapati bahwa kaitan itu tidak meyakinkan. Memang, jelas bahwa pemakaian hak tinggi yang sering cenderung lebih merugikan kesehatan dalam jangka panjang, sementara hak yang paling tinggi dan paling runcing erat kaitannya dengan cedera gawat, seperti fraktur pergelangan kaki. </p>
<p>Salah satu unsur pemakaian sepatu hak tinggi yang sering diabaikan dalam perdebatan publik tentang sepatu hak tinggi, tetapi yang kami pertimbangkan dalam studi kami, adalah manfaat psikologis sepatu hak tinggi bagi pemakainya. Suka atau tidak, sepatu hak tinggi adalah simbol seksualitas perempuan modern (heteronormatif).</p>
<p>Kami mendapati bukti konsisten bahwa pemakaian sepatu hak tinggi memberi manfaat kepada perempuan dalam hal bagaimana mereka memandang kecantikan mereka sendiri, seberapa atraktifnya mereka bagi laki-laki, dan juga kesediaan laki-laki untuk membantu mereka, misalnya dalam mengisi kuesioner atau mengambil sarung tangan yang jatuh. Oleh karena itu ada potensi dilema yang dihadapi perempuan: mengenakan sepatu hak tinggi bisa meningkatkan daya tarik mereka tetapi bisa juga merugikan kesehatan mereka.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/masuk-angin-kerokan-saja-82161">Masuk angin? kerokan saja</a></em></p>
<hr>
<h2>Kebebasan memilih</h2>
<p>Dalam hal ini penting bagi perempuan untuk membuat pilihan-pilihan sendiri, berdasarkan pengetahuan cukup detail. Harapan kami, dengan meningkatnya kesadaran publik tentang aspek-aspek positif dan negatif pemakaian sepatu hak tinggi, orang bisa membuat pilihan secara sadar.</p>
<p>Untuk membuat pilihan demikian, mereka harus menyiasati unsur-unsur mengakar dalam budaya yang menganjurkan pemakaian sepatu hak tinggi sebagai suatu mode atau bagian dari aturan berbusana yang disarankan. Kebebasan orang untuk memilih selalu dipengaruhi oleh ekspektasi-ekspektasi sosial. Namun, berkat pengetahuan dari penelitian dan advokasi, gagasan bahwa sepatu hak tinggi merupakan satu-satunya pilihan bagi perempuan dalam situasi profesional atau sosial yang berkelas mulai ditinggalkan. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=482&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=482&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/180746/original/file-20170802-1023-13rc6c4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=482&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hak yang sama.</span>
<span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Mengingat bukti bahwa pemakaian yang semakin sering semakin merugikan kesehatan perempuan, anjuran bagi perempuan untuk memakai sepatu hak tinggi saat bekerja sangat penting untuk dihilangkan. Para perempuan, tentu saja, boleh memilih mengenakannya kalau mau (kecuali ada alasan-alasan pekerjaan spesifik yang melarang pemakaian sepatu hak tinggi, misalnya di pabrik).</p>
<p>Terdapat kemajuan yang nyata dengan adanya perusahaan-perusahaan yang menghilangkan aturan yang mengharuskan penggunaan sepatu hak tinggi. Bahkan perubahan-perubahan kebijakan di berbagai perusahaan besar sudah banyak dilaporkan di media massa. Kendati demikian, sah tidaknya perusahaan mewajibkan perempuan mengenakan sepatu hak tinggi sebagai bagian dari aturan berbusana tetap menjadi persoalan yang membingungkan. Yurisdiksi British Columbia di Kanada mengesahkan peraturan perundang-undangan yang secara khusus melarang majikan mengharuskan pegawai mengenakan sepatu hak tinggi. </p>
<p>Di Inggris, pemerintah <a href="http://www.bbc.com/news/uk-39667912">menolak usulan semacam ini</a>. Namun, bukan berarti perusahaan dapat secara legal mewajibkan perempuan mengenakan sepatu hak tinggi di tempat kerja. Bahkan, <a href="https://publications.parliament.uk/pa/cm201617/cmselect/cmpetitions/1147/1147.pdf">pernyataan yang dilansir pemerintah</a> saat itu jelas menyatakan bahwa pemerintah menentang kewajiban mengenakan sepatu hak tinggi di tempat kerja. Namun pemerintah berpandangan bahwa UU Kesetaraan 2010 bisa menghadang praktik ini dalam sebagian besar situasi. </p>
<p>Undang-undang ini menegaskan bahwa diskriminasi berdasarkan gender—yang umumnya meliputi keharusan bagi perempuan untuk mengenakan sesuatu yang merugikan kesehatan mereka sementara laki-laki tidak—adalah perbuatan melanggar hukum.</p>
<p>Sayangnya, banyak orang yang tak tahu soal ini. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat jika kita mendapat penjelasan lebih jauh tentang bagaimana UU Kesetaraan itu secara spesifik berkaitan dengan pemakaian sepatu hak tinggi atau pemberlakuan peraturan perundang-undangan khusus untuk mencegah kewajiban pemakaian sepatu hak tinggi di tempat kerja. </p>
<p>Kejelasan dalam masalah ini sangat penting bagi perlindungan terhadap kesehatan perempuan—dan tentu saja siapa saja yang mengenakan sepatu hak tinggi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/83813/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Max Barnish tidak menerima dana untuk penelitian ini atau penelitian lain yang terkait, tetapi ia ikut dalam petisi di 2016 yang ditujukan pada pemerintah Inggris untuk meningkatkan kesadaran seputar memakai sepatu hak tinggi di tempat kerja dan kesadaran atas keberadaan undang-undang terkait. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Heather May Morgan menerima dana penelitian dari hibah eksternal yang diberikan ke University of Aberdeen. Tetapi ia tidak menerima dana untuk karya ini.</span></em></p>Ada lebih dari 500 studi tentang efek sepatu hak tinggi pada kesehatan.Max Barnish, Postdoctoral Research Associate in Health Technology Assessment, University of ExeterHeather May Morgan, Lecturer, University of AberdeenLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/836492017-09-11T11:01:52Z2017-09-11T11:01:52ZSulit menemukan CEO rendah hati. Ini alasannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/185218/original/file-20170908-19911-1ruusal.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kerendah hatian yang autentik mungkin langka diantara calon untuk posisi CEO.
</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Kerendahan hati adalah karakteristik terkini di kalangan mereka yang berpengaruh. Mulai dari <a href="http://www.huffingtonpost.com/entry/bush-clinton-humble-presidential-library-talk_us_59683418e4b0d6341fe7ce11">politisi</a>, <a href="http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2011-07-16/murdoch-minta-maaf-terkait-isu-heking-telepon/98674">eksekutif</a>, hingga <a href="https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20170412144308-227-207004/kendrick-lamar-gandeng-rihanna-dan-u2-dalam-damn/">artis papan atas</a>.</p>
<p>Gagasan tentang CEO <a href="https://www.wsj.com/articles/the-case-for-humble-executives-1445385076">rendah hati</a> adalah penyimpangan romantis dari jagoan korporat serakah yang <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0304405X7690026X">mementingkan diri sendiri</a>. Hampir bisa dipastikan, ketika dihadang kesulitan, para CEO rendah hati akan mengorbankan kepentingan mereka demi maslahat yang lebih besar.</p>
<p><a href="http://pubsonline.informs.org/doi/abs/10.1287/orsc.1120.0795">Berbagai studi meneguhkan</a> anggapan bahwa pemimpin rendah hati adalah pemimpin yang paling bersahaja, stabil secara emosi, dan mau belajar. Tidak mengherankan, kecil kemungkinan mereka memperlihatkan sifat-sifat mengagungkan diri seperti narsisme.</p>
<p>Barangkali yang paling signifikan adalah <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0149206315604187">temuan</a> bahwa perusahaan dan tim yang dipimpin oleh individu lebih rendah hati memperlihatkan kinerja lebih bagus. Tetapi, walaupun kerendahan hati bagus untuk bisnis, sulit sekali bagi para CEO untuk benar-benar rendah hati.</p>
<h2>Kesuksesan menyingkirkan kerendahan hati</h2>
<p>Salah satu kekuatan khas para pemimpin rendah hati adalah <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0018726705059929">kesadaran diri</a>—keyakinan pada kemampuan mereka diiringi penilaian diri akurat atas keterbatasan mereka. Namun, pada kenyataannya orang sering <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10626367">melebih-lebihkan keunggulan</a> mereka seraya mengecilkan keterbatasan mereka. </p>
<p>Misalnya, <a href="http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/summary?doi=10.1.1.64.2655">temuan penelitian yang sering muncul</a> adalah orang merasa dirinya lebih baik dari rata-rata orang. Lebih pintar, lebih menarik, bahkan <a href="https://www.onepetro.org/journal-paper/ASSE-17-08-24">pengemudi yang lebih jago</a>. Para CEO bukan perkecualian, bahkan mereka lebih berisiko melebih-lebihkan kekuatan mereka.</p>
<p>Alasan utamanya adalah para CEO—sebagai produk sampingan kesuksesan karier mereka—sangat percaya diri. Entah CEO itu meniti dari anak tangga terbawah korporat, entah dia adalah <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/smj.405/full">CEO selebriti</a> yang ditunjuk ke posisi itu, dia harus berhasil menyingkirkan orang-orang percaya diri dan cakap lainnya untuk mendapatkan posisi itu.</p>
<p>Kepercayaan diri yang diperoleh dengan <a href="http://pubsonline.informs.org/doi/abs/10.1287/mnsc.1050.0485">kesuksesan karier</a> sangat penting artinya dalam memimpin sebuah organisasi. Bagaimana pun juga, kesuksesan adalah pedang bermata dua. Rangkaian kesuksesan karier yang panjang bisa membuat CEO menilai terlalu tinggi kekuatan mereka tanpa mengindahkan peran faktor-faktor lain, seperti <a href="http://www.jstor.org/stable/2696421?seq=1#page_scan_tab_contents">keberuntungan</a>, dalam pencapaian mereka.</p>
<p>Kepercayaan diri berlebihan semacam itu bahkan bisa mengancam organisasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa para CEO yang menilai kemampuan mereka terlalu tinggi cenderung <a href="http://www.jstor.org/stable/2393810?seq=1#page_scan_tab_contents">membayar lebih banyak untuk akuisisi</a>, mengambil <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0149206317699521">risiko yang tidak perlu</a>, menghasilkan <a href="http://amj.aom.org/content/46/2/139.short">produk-produk baru yang gagal</a>, dan menunjukkan <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2189/asqu.52.3.351">kinerja perusahaan yang tidak stabil</a>.</p>
<h2>Bertindak ‘layaknya seorang CEO’</h2>
<p>Jika menemukan seorang CEO yang benar-benar rendah hati adalah hal yang sulit, maka melihat profil kepribadian orang yang ingin menjadi CEO membuat halnya jadi tambah rumit.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/empat-pelajaran-dari-paradise-papers-tentang-bisnis-global-dan-elite-politik-87008">Empat pelajaran dari Paradise Papers tentang bisnis global dan elite politik</a></em></p>
<hr>
<p><a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0030507377900174">Penelitian menunjukkan</a> bahwa pekerjaan tertentu menarik orang dengan kepribadian spesifik. Para perekrut pada akhirnya <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1744-6570.2000.tb00217.x/full">mengandalkan penilaian</a>, sering kali subjektif, tentang bagaimana kepribadian seorang kandidat sesuai dengan pekerjaan dan organisasi.</p>
<p>CEO cenderung mencetak skor lebih tinggi daripada orang kebanyakan dalam hal atribut-tribut kepribadian seperti orientasi pencapaian, ambisi, ketegasan, preferensi risiko. Individu-individu dengan sebagian, atau kombinasi, sifat-sifat itu mungkin lebih piawai dalam <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0191886901000216">berpura-pura memenuhi kriteria ideal</a> untuk sebuah peran spesifik.</p>
<p>Misalnya, berbagai <a href="http://psycnet.apa.org/record/2009-24670-005">studi menunjukkan</a> bahwa orang-orang narsistik sangat mahir tampil karismatik pada kesan pertama. Karisma sendiri sudah lama dianggap sebagai karakteristik yang diinginkan dari CEO. Oleh karena itulah CEO yang dipandang karismatik menerima <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1048984304000232">gaji lebih tinggi</a>.</p>
<p>Dengan demikian, kerendahan hati sejati menjadi karakter kepribadian yang langka di kalangan kandidat untuk posisi CEO.</p>
<h2>Yang menghambat untuk memimimpin dengan kerendah hatian</h2>
<p>CEO rendah hati menekankan kepemimpinan sebagai <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.2211/full">aktivitas bersama</a> dan aktif <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0170840612470229">meminta saran</a> orang lain. Pendekatan ini bisa berhasil untuk keputusan-keputusan yang lebih matang dan analitis, tetapi mengorbankan kecepatan.</p>
<p>Perusahaan-perusahaan berkinerja tinggi sering kali dicirikan dengan kemampuan <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/smj.343/full">membuat keputusan dengan cepat</a>. Pada kenyataannya, beberapa bukti menunjukkan bahwa semakin narsistik CEO semakin cepat dia membuat keputusan subjektif, misalnya, mengenai pengadopsian teknologi baru.</p>
<p>CEO juga diharapkan memberikan <a href="http://amj.aom.org/content/60/3/1094.short">ramalan tepat tentang masa depan yang tidak pasti</a>. Meski begitu, saat menghadapi ketidakpastian para manajer sering <a href="http://www.jstor.org/stable/2118364">membebek mayoritas</a>, dan perusahaan-perusahaan pada akhirnya saling meniru. Berbeda dengan CEO rendah hati; berkat kesadaran diri mereka, mereka lebih mungkin mengeluarkan nasihat yang lebih realistis yang berbeda <a href="https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=71411">dari optimisme kolektif</a>.</p>
<p>Biar bagaimanapun, para analis cenderung <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1540-6261.00526/full">mengutamakan</a> ramalan optimistis. Oleh karena itulah CEO rendah hati bisa jadi “dihukum” karena menyampaikan ramalan-ramalan yang lebih konservatif, meskipun itu lebih realistis.</p>
<p>Beberapa penelitian menunjukkan bahwa para profesional paripurna berpotensi menjadi lebih sadar diri pada <a href="http://amr.aom.org/content/16/4/719.short">tahapan-tahapan belakangan</a> karier mereka. Jika memang demikian halnya, maka sebagian CEO bisa menjadi semakin rendah hati ketika mereka mendekati masa pensiun.</p>
<p>Meski begitu, keunggulan yang dianggap melekat dengan usia dan pengalaman itu bisa dimentahkan oleh kecenderungan-kecenderungan lain yang muncul selama fase belakangan karier. Misalnya, para CEO yang mendekati masa pensiun memiliki kecenderungan alamiah untuk <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hrm.21730/full">mengurangi investasi</a> dalam inovasi dan mereka yang menjabat lebih lama cenderung terlalu menentang perubahan.</p>
<p>Melengkapi organisasi dengan atribut-atribut kepemimpinan yang tepat sangatlah penting bagi kesuksesan. Kerendahan hati adalah komoditas berharga, tetapi langka, di jajaran puncak eksekutif.</p>
<p>Tetap benar-benar rendah hati di sepanjang tahapan-tahapan progresif pencapaian tingkat tinggi adalah perkara sulit bagi para CEO. Mereka yang sejatinya rendah hati, pada akhirnya, akan menghadapi tantangan-tantangan tersendiri yang bisa mengalahkan keunggulan kerendahan hati mereka.</p>
<p>Kerendahan hati terancam menjadi jargon kepemimpinan terbaru yang akan segera lewat. Organisasi-organisasi yang berhasil mendapatkan seorang CEO dengan kerendahan hati autentik, bagaimanapun juga, mungkin memang beruntung.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/83649/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mariano L.M. Heyden menerima dana dari Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Mathew Hayward does not work for, consult, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and has disclosed no relevant affiliations beyond their academic appointment.</span></em></p>Kesuksesan bisa jadi berkat sekaligus kutukan. Daftar kesuksesan yang panjang dapat membuat seorang CEO menakar kelebihan mereka terlalu tinggi tanpa mengakui peran faktor-faktor lain.Mariano L.M. Heyden, Associate Professor of Strategy & International Business, Monash UniversityMathew Hayward, Professor Entrepreneurship and Strategy, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.