Menu Close

Inovasi digital Indonesia: maju di Pulau Jawa, timpang di wilayah timur

Inovasi digital seperti layanan transportasi daring Go-Jek, jual beli daring Tokopedia, dan layanan “protes” publik LAPOR! tidak akan dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat selama mereka tidak memiliki akses terhadap infrastruktur dan perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang memadai.

Bagusnya infrastruktur pun tidak menjamin inovasi digital ini dapat dinikmati semua orang jika mereka tidak mengerti cara menggunakan laptop atau ponsel pintar.

Badan Pusat Statistik menunjukkan terdapat ketimpangan yang signifikan antara kawasan Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur dalam akses teknologi dan kemampuan teknis penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Setidaknya, empat provinsi di Pulau Jawa memiliki Indeks Pembangunan TIK (IP-TIK) tinggi dan berada di atas IP-TIK nasional. Sebaliknya, lima provinsi dengan IP-TIK terendah semuanya berada di kawasan Indonesia bagian timur. Karena itu, laporan yang kami buat menunjukkan urgensi bagi pemerintah, sebagai aktor utama, dan dibantu oleh masyarakat, universitas, dan kelompok bisnis untuk memangkas kesenjangan digital.

Inovasi buka peluang dan pangkas birokrasi

Inovasi digital memungkinkan masyarakat untuk mengakses sumber daya yang dibutuhkan, baik itu berupa informasi, kesempatan, maupun peningkatan kapasitas. Arus informasi yang semakin deras, ditunjang dengan teknologi yang semakin maju, memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi yang diinginkan sesuai dengan selera masing-masing.

Tidak bisa dibantah bahwa perkembangan inovasi digital di Indonesia telah mendorong efisiensi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kehadiran berbagai aplikasi transportasi daring dan e-dagang adalah contoh inovasi digital yang berperan sebagai perantara antara masyarakat sebagai konsumen dengan penyedia layanan.

Inovasi ini membuat proses interaksi antara kedua belah pihak menjadi lebih efisien karena dilakukan secara daring. Pembeli tidak perlu mengeluarkan usaha lebih untuk mendatangi tempat penjual, dan penjual dapat mengatur waktu kerjanya dengan lebih fleksibel.

Dalam contoh yang sedikit berbeda, kehadiran layanan teknologi finansial seperti Amartha memungkinkan masyarakat yang selama ini sulit mendapatkan akses ke perbankan konvensional untuk mendapatkan modal usaha dengan lebih mudah. Taraf hidup masyarakat pun dapat meningkat menjadi lebih baik berkat hadirnya inovasi digital.

Dalam konteks pelayanan publik, inovasi digital juga membuka keran komunikasi masyarakat dengan pemerintah dan memungkinkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia.

Hadirnya aplikasi LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) menjadi salah satu contoh inovasi digital yang memudahkan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Hal ini akan berdampak pada pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif.

Memudahkan tapi lahir ketimpangan baru

Perkembangan TIK melahirkan beragam inovasi yang kini telah hadir dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Teknologi Internet of Things memungkinkan berbagai perangkat untuk dapat dikendalikan lewat medium internet. Kecerdasan buatan (artificial intelligence), sebagai sistem yang dapat berpikir dan bertindak seperti manusia, berpotensi menggantikan peran customer service dalam melayani keluhan pelanggan. Sedangkan teknologi blockchain memungkinkan informasi tersimpan dengan aman sehingga mendorong transparansi dan menghilangkan peran perantara.

Meski berpotensi mewujudkan pembangunan yang lebih inklusif, inovasi digital di Indonesia juga berpotensi memperparah ketimpangan yang saat ini masih terjadi.

Salah satu indikasinya dapat dilihat dari perubahan lanskap lapangan kerja yang sebenarnya semakin terbuka, spesifik, dan beragam, tapi membutuhkan kemampuan menggunakan teknologi yang lebih tinggi. Belum meratanya akses dan tingkat kemampuan penggunaan teknologi di Indonesia, terutama antara kawasan Indonesia barat dan Indonesia timur, membuat manfaat dari berbagai inovasi digital hanya dapat dinikmati oleh masyarakat di kawasan barat. Sebaliknya, masyarakat Indonesia timur akan semakin tertinggal karena belum memiliki kesempatan yang sama dalam hal akses dan pengetahuan digital.

Inovasi digital yang sedang menjamur di Indonesia hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang mempunyai akses serta sumber daya TIK yang memadai. Faktanya, keberadaan infrastruktur TIK yang berkualitas masih terbatas di Pulau Jawa dan Sumatra, tempat empat dari lima pengguna internet di Indonesia berada di kedua pulau tersebut.

Selain itu, masyarakat perdesaan yang telah memiliki ponsel pintar dan mendapat akses internet baru berada di kisaran 42-48 persen, jauh di bawah masyarakat perkotaan yang penetrasi ponsel pintar dan akses internet-nya telah mencapai 71-72 persen. Tidak hanya itu, akses internet baru dapat dinikmati 21 persen masyarakat kelas ekonomi bawah, sangat timpang bila dibandingkan dengan penetrasi internet pada masyarakat kelas ekonomi atas yang mencapai 93 persen.

Di sisi lain, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki kemampuan teknis yang memadai untuk dapat menggunakan berbagai perangkat TIK. Pada 2017, pengguna internet Indonesia sudah mencapai 143.26 juta jiwa, tapi pemanfaatan TIK oleh masyarakat Indonesia masih didominasi oleh aktivitas pertukaran pesan instan (89 persen) serta media sosial (87 persen). Artinya, TIK belum digunakan sepenuhnya oleh masyarakat untuk peningkatan kompetensi ataupun aktivitas produktif lainnya.

Kondisi ini membuat tidak semua masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengakses informasi, peningkatan kapasitas, hingga menyampaikan aspirasi ke pemerintah. Hanya masyarakat yang mempunyai akses dan sumber daya TIK yang memadai dapat menikmati berbagai keuntungan dari inovasi digital yang terjadi di Indonesia.

Pemerataan infrastruktur dasar digital

Karena itu, kami menekankan pentingnya pemerataan infrastruktur dasar yang dibarengi dengan literasi digital. Upaya pemerataan infrastruktur sudah menjadi prioritas pemerintah Indonesia, terutama lewat proyek Palapa Ring.

Sedangkan masyarakat sipil banyak mengambil peran dalam inisiatif seperti Gerakan Nasional Literasi Digital. Agar dampak yang dirasakan semakin besar, pemerintah lokal juga perlu mengambil inisiatif untuk mengadopsi program-program sejenis.

Kami mengusulkan tiga agenda perubahan untuk memaksimalkan potensi inovasi digital di Indonesia.

Pertama, kerangka regulasi yang komprehensif dan memperhatikan berbagai aspek. Saat ini, Indonesia masih belum memiliki standar yang sama dan cenderung gagap dalam menyikapi inovasi digital seperti transportasi daring dan teknologi finansial. Selain itu, Indonesia juga belum memiliki regulasi yang jelas terkait perlindungan data pribadi. Ini menunjukkan bagaimana Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan negara ASEAN lain seperti Malaysia dan Singapura.

Kedua, pendekatan aktor jamak (multistakeholder) yang memungkinkan keterlibatan setiap aktor yang terkait (akademisi, bisnis, pemerintah, dan masyarakat sipil) sesuai kapasitas masing-masing. Visi ekonomi digital Indonesia perlu diselaraskan dengan peran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta sektor akademik agar dapat menyediakan talenta digital yang sesuai dengan kebutuhan industri digital.

Ketiga, mekanisme kontrol yang jelas dalam mengawal inovasi digital di Indonesia. Kebijakan ekonomi digital Indonesia saat ini masih disusun secara tumpang tindih oleh berbagai institusi tanpa adanya koordinasi dari satu lembaga khusus. Hal ini berbeda dengan negara lain di ASEAN yang telah bergerak cepat untuk membentuk institusi khusus yang bertanggung jawab terhadap isu ekonomi digital, seperti Thailand atau Malaysia.

Melihat tren global, inovasi digital yang sedang terjadi di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Yang harus dipastikan adalah bagaimana inovasi ini menjadi pendorong pembangunan yang lebih inklusif, bukan justru membuat ketimpangan yang semakin lebar.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now