tag:theconversation.com,2011:/institutions/badan-pusat-statistik-3944/articlesBadan Pusat Statistik2023-04-07T04:07:10Ztag:theconversation.com,2011:article/2027472023-04-07T04:07:10Z2023-04-07T04:07:10ZPendidikan bagi perempuan di pedesaan masih sangat rendah dan timpang - bagaimana solusinya?<p><em>Survei Agenda Warga dari New Naratif mengundang lebih dari 1.400 orang dari seluruh Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang apa saja isu yang dianggap paling penting bagi masyarakat. Artikel ini merupakan kolaborasi The Conversation Indonesia dan New Naratif untuk menanggapi hasil survei tersebut.</em></p>
<hr>
<p>Sepanjang 2023 kemarin, survei Agenda Warga mencoba merangkum isu-isu yang dianggap paling mendesak oleh masyarakat. Salah satu isu yang mendapat sorotan warga adalah tentang pendidikan yang beragam, setara, dan inklusif, terutama dalam konteks kesetaraan gender dan partisipasi perempuan.</p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/indicator/40/468/1/indeks-pemberdayaan-gender-idg-.html">Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)</a> di Indonesia, berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terpantau terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. IDG berada di kisaran 76,26% pada 2021, jauh lebih baik dibandingkan 69,14% satu dekade sebelumnya.</p>
<p>Terlebih, meningkatnya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/40/464/1/keterlibatan-perempuan-di-parlemen.html">keterlibatan perempuan di parlemen</a> dan makin banyaknya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/40/466/1/perempuan-sebagai-tenaga-profesional.html">perempuan yang bekerja sebagai tenaga profesional</a> menunjukkan deretan partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan ekonomi dan politik. Hal ini juga menandakan bahwa perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki dalam menjalankan berbagai peran pembangunan.</p>
<p>Meski demikian, kualitas pendidikan bagi perempuan masih timpang jika dibandingkan dengan laki-laki.</p>
<p>Pada tahun 2021, rata-rata lama sekolah untuk perempuan adalah 8,17 tahun, sementara laki-laki adalah 8,92 tahun. Perbedaan sebesar 0,75 ini tergolong signifikan karena perkembangan periode lama sekolah setiap tahunnya rata-rata sebesar 0,10 tahun saja.</p>
<p>Kesenjangan ini kemudian berdampak pada rendahnya upah yang diterima pekerja perempuan jika dibandingkan laki-laki.</p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/indicator/19/1174/1/upah-rata---rata-per-jam-pekerja-menurut-jenis-kelamin.html">Upah rata-rata per jam</a> untuk perempuan adalah sejumlah Rp 17.848,00, masih lebih rendah dari laki-laki yang sejumlah Rp 18.210,00. Dalam pasar tenaga kerja formal, perempuan hanya memiliki kontribusi 35,57%, karena mereka cenderung lebih banyak bekerja di sektor informal dengan persentasenya mencapai 63,80%.</p>
<p>Ketimpangan pendidikan yang lebih signifikan akan semakin terlihat nyata di wilayah pedesaan. Banyaknya anggapan yang mendiskreditkan pentingnya pendidikan bagi perempuan menjadi faktor utama sulitnya perempuan di pedesaan mendapatkan pendidikan yang layak sampai ke tingkat yang lebih tinggi.</p>
<h2>Kondisi pendidikan bagi perempuan di pedesaan</h2>
<p>Pendidikan perempuan di Indonesia saat ini memiliki perbedaan yang cukup mencolok jika dilihat menurut daerah pedesaan dan perkotaan.</p>
<p>Berdasarkan hasil <a href="https://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=YTM3ZmI0OTM0NTVkNzcyMjc0Y2MyMzE0&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMjIvMTIvMTYvYTM3ZmI0OTM0NTVkNzcyMjc0Y2MyMzE0L3BlcmVtcHVhbi1kYW4tbGFraS1sYWtpLWRpLWluZG9uZXNpYS0yMDIyLmh0bWw%3D&twoadfnoarfeauf=MjAyMy0wMy0wNiAwOTo1MzoyMQ%3D%3D">Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS 2022</a>, jenis ijazah tertinggi yang dimiliki sebagian besar perempuan di pedesaan adalah lulusan SD (31,28%), sementara perempuan di perkotaan sebagian besar adalah lulusan SMA/SMK (33,36%).</p>
<p>Persentase perempuan yang lulus dari perguruan tinggi di perkotaan adalah sebesar 13,97%, lebih dari dua kali lipat dibanding di pedesaan yang hanya berkisar 6,00%. Tak hanya itu, perempuan yang tidak memiliki ijazah atau tidak pernah bersekolah formal di pedesaan ada sebanyak 19,77%, jauh lebih banyak dibanding perkotaan yang sebanyak 10,26%.</p>
<p>Ditambah lagi, ada sebanyak 7,35% perempuan usia 15 tahun ke atas di pedesaan yang buta huruf, sedangkan di perkotaan hanya sepertiganya, yaitu 2,83%.</p>
<h2>Apa penyebab pendidikan perempuan di pedesaan masih tertinggal?</h2>
<p>Ada faktor eksternal dan internal yang melatarbelakangi rendahnya pendidikan perempuan di pedesaan.</p>
<p>Faktor eksternalnya adalah sangat <a href="https://www.academia.edu/22878069/PENGARUH_KUALITAS_INFRASTRUKTUR_SEBAGAI_SALAH_SATU_PERMASALAHAN_PENDIDIKAN_DI_INDONESIA">kurangnya ketersediaan infrastruktur</a> dan fasilitas yang mendukung yang dapat memberikan akses dan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat pedesaan untuk mengenyam pendidikan.</p>
<p>Sementara faktor internalnya, menurut hasil <a href="https://journal.unesa.ac.id/index.php/jcms/article/view/18002">penelitian terkait</a>, adalah karena masih banyak masyarakat di desa yang memiliki persepsi bahwa pendidikan tinggi untuk perempuan adalah pemborosan.</p>
<p>Biaya yang dikeluarkan untuk menempuh pendidikan dianggap percuma karena pada akhirnya perempuan belum tentu bekerja dan hanya akan mengurus rumah tangga. Berbeda dengan laki-laki yang didorong untuk menempuh pendidikan sebagai bekal untuk bekerja menafkahi keluarga.</p>
<p>Masyarakat pedesaan juga masih beranggapan bahwa perempuan berpendidikan tinggi rentan menjadi perawan tua karena waktunya akan tersita untuk bersekolah dan membuat mereka cenderung menunda pernikahan. Fakta menunjukkan proporsi perempuan yang <a href="https://bps.go.id/indicator/40/1361/1/proporsi-perempuan-umur-20-24-tahun-yang-berstatus-kawin-atau-berstatus-hidup-bersama-sebelum-umur-18-tahun-menurut-daerah-tempat-tinggal.html">menikah sebelum usia 18 tahun</a> di pedesaan (13,73%) mencapai lebih dari dua kali lipat dibanding perempuan di perkotaan (6,12%).</p>
<p>Selain itu, masyarakat pedesaan masih beranggapan bahwa perempuan dengan pendidikan tinggi rentan memiliki keluarga yang tidak harmonis sebab mereka akan disibukkan dengan pekerjaannya dan tidak dapat mengurus anak serta rumah tangga sebagaimana mestinya.</p>
<p>Masyarakat di desa masih memiliki pola pikir bahwa mengurus anak dan rumah tangga adalah tanggung jawab seorang istri saja. Pola pikir masyarakat pedesaan inilah yang harus menjadi perhatian dan bersama-sama diarahkan agar lebih terbuka untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka sendiri.</p>
<p>Umumnya, mereka masih belum menyadari bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan dampak dan perubahan untuk kesejahteraan masyarakat pedesaan dan generasi anak cucu mereka.</p>
<p>Padahal, perempuan memegang peran penting jika pada akhirnya mereka memilih untuk melahirkan generasi penerus. Hasil <a href="http://repository.iainkediri.ac.id/504/1/Peran%20Ibu%20Terhadap%20Karakter%20Anak%20Ditinjau%20Dari%20Tingkat%20Pendidikan%20Dan%20Pola%20Asuh.pdf">penelitian</a> menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, khususnya ibu, semakin baik pula pola asuh yang diterapkan.</p>
<h2>Upaya apa yang dapat dilakukan?</h2>
<p>Pembangunan infrastruktur bisa menjadi upaya utama yang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk pembangunan pedesaan. Tidak hanya untuk peningkatan pendidikan saja, infrastruktur yang memadai akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat pada berbagai unsur secara keseluruhan.</p>
<p>Pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi semua pihak baik masyarakat umum maupun lembaga swasta. Dalam persoalan pendidikan, beasiswa masih menjadi solusi yang paling konkret. Namun, dalam hal pendidikan perempuan, tentunya diperlukan beasiswa yang lebih eksklusif untuk perempuan di wilayah pedesaan.</p>
<p>Adanya program beasiswa yang eksklusif ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk perempuan di pedesaan dalam memperoleh pendidikan.</p>
<p>Data BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa <a href="https://www.bps.go.id/indicator/40/501/1/angka-harapan-hidup-ahh-menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin.html">Angka Harapan Hidup (AHH)</a> untuk perempuan adalah 73,55 tahun, lebih tinggi daripada laki-laki yang berkisar di 69,67 tahun. <a href="https://www.bps.go.id/indicator/40/457/1/angka-harapan-lama-sekolah-hls-menurut-jenis-kelamin.html">Angka harapan lama sekolah</a> perempuan adalah 13,22 tahun, lebih unggul dari laki-laki yang 12,95 tahun.</p>
<p>Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki peluang untuk hidup dan sekolah lebih panjang daripada laki-laki. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas perempuan sebagai modal untuk pembangunan nasional merupakan sebuah investasi jangka panjang yang strategis dan visioner.</p>
<p>Selanjutnya, menyelenggarakan pendidikan nonformal di pedesaan untuk mengedukasi dan memotivasi masyarakat pedesaan tentang pentingnya mendapatkan pendidikan tinggi dan dampak yang akan mereka peroleh dari pendidikan itu sendiri. Ini dapat dilakukan melalui program relawan atau pengabdian masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah.</p>
<p>Usaha-usaha ini lebih dari sekadar untuk meningkatkan kualitas pendidikan perempuan dan memperjuangkan kesetaraan gender. Lebih jauh lagi, ini adalah upaya bersama untuk membangun bangsa ini menjadi lebih besar, berdaya dan sejahtera melalui kelembutan, kecakapan, dan ketangguhan kaum perempuan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202747/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andriana Lisnasari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Banyaknya anggapan yang mendiskreditkan pentingnya pendidikan bagi perempuan menjadi faktor utama sulitnya perempuan di pedesaan mendapatkan pendidikan yang layak sampai ke tingkat yang lebih tinggi.Andriana Lisnasari, Statistisi Ahli Pertama, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2004442023-03-03T02:35:40Z2023-03-03T02:35:40ZPenurunan ‘stunting’ berjalan lambat di tengah melimpahnya produksi ikan Indonesia: tanya kenapa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/513095/original/file-20230302-24-deh1mm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kader Posyandu mengukur lingkar kepala anak saat kegiatan Bulan Vitamin A dan Penimbangan Serentak untuk memeriksa kesehatan anak di Kelurahan Pajang, Laweyan, Solo, 9 Februari 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1675926607&getcod=dom">ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc.</a></span></figcaption></figure><p>Angka anak yang mengalami gangguan pertumbuhan (<em>stunting</em>) di Indonesia, <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/">menurut survei terbaru,</a> turun sedikit dari 24,4% pada 2021 ke 21,6% pada 2022. Angka tersebut masih di atas batas maksimal dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20%.</p>
<p>Tahun depan, pemerintah menargetkan angka <em>stunting</em> tinggal 14%. Ini sebuah target yang ambisius jika kita melihat tren penurunan per tahun hanya sekitar 2-3%.</p>
<p>Tingginya angka <em>stunting</em> itu sebenarnya menyesakkan dada. Sebab, laporan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pada 2020 menunjukkan <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/12/10-negara-penghasil-ikan-laut-terbesar-ri-peringkat-berapa">produksi ikan laut tangkap Indonesia amat besar, sekitar 6,43 juta ton</a>. Angka ini menempati urutan kedua setelah Cina (11,77 juta ton) di tingkat global. </p>
<p>Masalahnya, data 2017 menyatakan <a href="http://www.seafdec.org/documents/2021/10/seasofia22-part3-1.pdf">konsumsi ikan Indonesia hanya 44,7 kg per kapita per tahun, lebih rendah dari Malaysia (57,8 kg per kapita per tahun)</a>. Sementara itu, pada kenyataannya <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2019/02/25/2024/ekspor-ikan-segar-dingin-hasil-tangkap-menurut-negara-tujuan-utama-2012-2021.html">Malaysia adalah negara tujuan utama ekspor ikan (segar) hasil tangkap Idonesia dengan volume terbesar</a> selama 10 tahun terakhir. Sejak 2019, ekspor ikan ke Malaysia mencapai lebih dari 50% total ekspor ikan Indonesia. </p>
<p>Produksi ikan yang melimpah di negeri ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menurunkan angka <em>stunting</em> dengan meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. </p>
<h2>Kurang protein hewani</h2>
<p><a href="https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1388/mengenal-apa-itu-stunting"><em>Stunting</em></a> merupakan kondisi anak yang pendek atau sangat pendek berdasarkan tinggi badan menurut usia (TB/U) yang kurang dari standar WHO. </p>
<p>Apabila indeks TB/U berada dalam rentang -2 SD (standar deviasi) sampai +3 SD maka anak tersebut memiliki kondisi normal. Pertumbuhaan anak tergolong tidak normal (<em>stunted</em>) jika indeks TB/U kurang dari -2 SD. Ini terjadi karena asupan nutrisi yang tidak memadai dan infeksi berulang dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). </p>
<p>Misalnya, bayi laki-laki usia 36 bulan memiliki tinggi badan 84 cm, maka berdasarkan <a href="https://www.orami.co.id/magazine/berat-badan-ideal-anak-menurut-who">tabel standar indeks TB/U WHO</a>, anak tersebut memiliki indeks TB/U yaitu -3, yang berarti masuk dalam golongan pendek (<em>stunted</em>).</p>
<p>Salah satu penyebab utama <em>stunting</em> adalah tidak terpenuhinya asupan gizi yang cukup baik pada ibu saat <a href="https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1529/faktor-faktor-penyebab-kejadian-stunting-pada-balita">mengandung janin atau pun pada saat anak usia balita</a>. Protein merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh dan dapat dipenuhi dari sumber protein nabati serta hewani.</p>
<p>Data <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2018/01/11/1986/rata-rata-harian-konsumsi-protein-per-kapita-dan-konsumsi-kalori-per-kapita-tahun-1990---2022.html">Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022</a> Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat konsumsi protein harian per kapita sebesar 62,21 gram. Tren ini stagnan sejak 2019–bahkan menurun jika dibandingkan pada 2018 yang sempat mencapai 64,64 gram. </p>
<p>Jika kita melihat jenis sumber protein, <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20230121/1542263/protein-hewani-efektif-cegah-anak-alami-stunting/">konsumsi protein hewani Indonesia masih tergolong rendah</a>. Konsumsi ikan per hari per kapita sebesar 9,58 gram, daging 4,79 gram, serta telur dan susu sebesar 3,7 gram.</p>
<h2>Ikan sebagai sumber protein hewani</h2>
<p><a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20230121/1542263/protein-hewani-efektif-cegah-anak-alami-stunting/">Konsumsi pangan dari protein hewani</a> lebih dari satu jenis lebih menguntungkan daripada konsumsi satu jenis pangan hewani. Kebanyakan masyarakat mencukupi kebutuhan protein hewani dari daging, telur, atau susu. Ikan yang juga termasuk sebagai salah satu sumber protein hewani, masih belum familiar untuk seluruh kalangan masyarakat. </p>
<p>Tingkat konsumsi ikan, <a href="https://media.neliti.com/media/publications/283181-tingkat-konsumsi-ikan-di-indonesia-ironi-4d30fa59.pdf">menurut riset</a>, untuk suku Sunda mencapai 7,2% dan suku Bugis 15,9% walau sama-sama tinggal di sekitar Waduk Cirata Cianjur Jawa Barat. Ini berarti suku Bugis dengan latar belakang sejarah sebagai kelompok pelaut memiliki budaya makan ikan yang lebih tinggi. </p>
<p>Selain itu, masih ada anggapan di masyarakat bahwa <a href="https://media.neliti.com/media/publications/283181-tingkat-konsumsi-ikan-di-indonesia-ironi-4d30fa59.pdf">ikan</a> adalah sumber penyebab cacingan, alergi, meningkatkan kolesterol, dan kandungan logam berat.</p>
<p>Padahal, ikan memiliki banyak kandungan protein untuk mencukupi kebutuhan asam amino. Ikan juga kaya akan <a href="https://media.neliti.com/media/publications/283181-tingkat-konsumsi-ikan-di-indonesia-ironi-4d30fa59.pdf">asam lemak omega 3 yang lebih unggul</a> dibanding hewan ternak lain seperti ayam, sapi, dan kambing, vitamin, serta berbagai mineral bermanfaat untuk kesehatan ibu dan perkembangan janin. </p>
<p>Guru besar ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hardiansyah <a href="https://m.antaranews.com/amp/berita/3366477/pakar-konsumsi-ikan-yang-cukup-pada-ibu-hamil-bisa-cegah-stunting">menganjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi ikan setidaknya 150 gram per hari</a>, minimal 4 kali dalam seminggu untuk mencegah anak lahir <em>stunting</em>.</p>
<p>Data <a href="https://statistik.kkp.go.id/home.php?m=aki&i=209#panel-footer">Angka Konsumsi Ikan (AKI)</a> dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan konsumsi ikan nasional pada 2021 mencapai 55,37 kg per kapita per tahun meningkat dari 54,56 kg pada 2020. </p>
<p>Pada level provinsi, AKI tertinggi pada 2021 dimiliki oleh Provinsi Maluku (77,49 kg), lalu Maluku Utara (75,75 kg), dan selanjutnya Kalimantan Utara (73,94 kg). </p>
<p>Sementara itu, AKI terendah ada di Yogyakarta (34,82 kg), Lampung (36,66 kg), dan Jawa Tengah (36,74 kg). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konsumsi ikan di Indonesia masih belum merata di semua wilayah. </p>
<p>Beberapa wilayah, khususnya Pulau Jawa masih memilki AKI yang rendah, dengan DKI Jakarta memiliki AKI tertinggi di Pulau Jawa, yakni 48,92 kg.</p>
<p>Sementara itu, produksi <a href="https://statistik.kkp.go.id/home.php?m=prod_ikan_prov&i=2#panel-footer-kpda">ikan laut tertinggi di Indonesia</a> tahun 2021 yaitu Maluku (547,46 ribu ton), Jawa Timur (534,39 ribu ton), dan Sulawesi Selatan (376,12 ribu ton). </p>
<p>Melihat kondisi tersebut, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan potensi ikan laut melimpah seharusnya berbanding lurus dengan tingkat konsumsi ikan yang tinggi pula. </p>
<p>Sayangnya hal itu belum terealisasi sehingga masih ada celah yang harus dibenahi oleh pemerintah, yakni kebutuhan peningkatan konsumsi protein untuk pencegahan <em>stunting</em>, dengan kondisi produksi ikan yang berlimpah tapi konsumsinya masih rendah dan belum merata. </p>
<p>Kendala utama dalam permasalahan tersebut adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan padahal negara kita memiliki potensi produksi ikan yang tinggi.</p>
<h2>Upaya untuk meningkatkan konsumsi ikan</h2>
<p>Pemerintah berusaha meningkatkan konsumsi ikan, salah satunya melalui program <a href="https://kkp.go.id/artikel/8225-faq-tentang-gerakan-memasyarakatkan-makan-ikan-gemarikan">Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan)</a> sejak 2004.</p>
<p>Walau angka konsumsi ikan terus meningkat setiap tahunnya, pemerintah harus berusaha lebih keras agar kenaikannya lebih signifikan. Harapannya, tren ini berimbas pada kenaikan konsumsi protein harian masyarakat. </p>
<p>Pemerintah dapat menggenjot edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi ikan untuk perbaikan kecukupan gizi. </p>
<p>Kita perlu mengemas pesan kampanye lebih persuasif, aktif, kekinian, dan menarik. Misalnya membuat konten digital yang disebarluaskan di berbagai media sosial. </p>
<p>Selain itu, tidak semua daerah memiliki produksi ikan sehingga masyarakat tidak terbiasa untuk mengkonsumsi ikan. Mengingat masa simpan ikan segar tergolong pendek, untuk menjaga kesegarannya tetap terjaga pemerintah perlu melancarkan distribusi produk perikanan yang merata ke seluruh daerah dengan menyediakan infrastruktur pendukung yang memadai. Tujuannya agar harga ikan lebih terjangkau kelompok masyarakat ekonomi bawah. </p>
<p>Upaya selanjutnya yakni memperbanyak jenis makanan olahan ikan. Pemerintah dapat memberikan pelatihan kepada masyarakat, UMKM, atau Unit Pengolahan Ikan (UPI) tentang pengolahan produk ikan yang lebih bervariasi. Selain itu, pemerintah hendaknya dapat meningkatkan standar penjaminan mutu ikan karena kualitas kesegaran ikan akan sangat berpengaruh pada proses pengolahan ikan dan harga jual ekonomis dari ikan.</p>
<p>Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, kenaikan konsumsi ikan tentu akan berkontribusi meningkatkan konsumsi protein harian guna mencegah <em>stunting</em>. Sektor perikanan itu sendiri juga akan menggeliat. </p>
<p>Oleh karena itu, seluruh pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat harus berupaya meningkatkan konsumsi ikan untuk mengakhiri <em>stunting</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200444/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andriana Lisnasari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ikan memiliki banyak kandungan protein untuk mencukupi kebutuhan asam amino. Ikan juga kaya akan asam lemak omega 3 dan 6, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan ibu dan janin.Andriana Lisnasari, Statistisi Ahli Pertama, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1981512023-01-26T02:20:22Z2023-01-26T02:20:22ZMakin sulit miliki rumah saat resesi, bagaimana memilih opsi pembiayaan hunian yang tepat?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/506042/original/file-20230124-15-9s4k35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C17%2C4000%2C2640&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan di Margadadi, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023). Pada tahun 2023 pemerintah menargetkan bisa menyalurkan 220.000 unit rumah subsidi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah senilai Rp 25,18 triliun. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1673940617&getcod=dom">ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/hp.</a></span></figcaption></figure><p>Ancaman krisis ekonomi global kian terasa nyata. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat inflasi – sebagai salah satu indikator ekonomi yang menggambarkan kondisi perekonomian suatu negara – <a href="https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_250123.aspx#:%7E:text=Berdasarkan%20data%20Badan%20Pusat%20Statistik,dampak%20penyesuaian%20harga%20bahan%20bakar">hingga 5,55%</a> pada 2022. Angka ini naik tajam dari inflasi 2021 yaitu 1,87% dan merupakan angka tertinggi selama 8 tahun terakhir.</p>
<p>Pemerintah mengambil beberapa kebijakan untuk menyikapi hal ini, termasuk dengan menaikkan suku bunga acuan bank sentral. Sejak Agustus 2022, Bank Indonesia (BI) <a href="https://fokus.kontan.co.id/news/suku-bunga-bi-sudah-naik-225-sejak-agustus-2022-masih-perlu-naik-lagi">menaikkan suku bunga acuan hingga 6 kali</a>, dimulai pada bulan Agustus dan terjadi setiap bulan sampai bulan ini. Tingkat suku bunga acuan yang berada pada 3,50% pada Juli 2022 menanjak bertahap hingga 5,75% pada Januari 2023. </p>
<p>Kendati tujuan akhir dari kebijakan menaikkan suku bunga acuan adalah untuk menekan inflasi, ini akan berdampak terhadap kenaikan suku bunga kredit bank umum, termasuk suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang membuat cicilan semakin mahal. Hal ini akan semakin menyulitkan masyarakat dalam memiliki hunian di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.</p>
<p>Padahal, hampir separuh populasi Indonesia belum punya akses terhadap hunian layak dan <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/23/kpr-masih-jadi-pilihan-favorit-masyarakat-membeli-rumah-pada-triwulan-i-2022">hampir 70% pembeli rumah di Indonesia masih mengandalkan KPR</a>. Guncangan ekonomi akan semakin membuyarkan angan-angan masyarakat untuk dapat memiliki rumahnya sendiri.</p>
<h2>Separuh populasi belum punya rumah layak huni</h2>
<p>Hasil dari <a href="https://bps.go.id/indicator/29/1241/1/persentase-rumah-tangga-yang-memiliki-akses-terhadap-hunian-yang-layak-dan-terjangkau-menurut-provinsi.html">Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022</a> yang dilaksanakan oleh BPS menunjukkan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau di Indonesia berada di kisaran 60,68%, turun dari 60,90% tahun sebelumnya. Artinya, hampir 40% dari rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau. </p>
<p>Apa yang dimaksud dengan rumah layak huni?</p>
<p>Sejak tahun 2019, BPS telah menentukan <a href="https://www.bps.go.id/subject/29/perumahan.html">klasifikasi hunian layak dengan kriteria</a> memiliki luas tempat tinggal minimal 7,2 meter persegi per kapita dan memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi layak.</p>
<p>Selain itu, rumah yang layak huni mesti memiliki ketahanan yang baik yaitu atap terluas berupa beton, genteng, seng, kayu, atau sirap; dinding terluas berupa tembok, plasteran anyaman bambu, kawat, kayu, atau papan dan batang kayu; dan lantai terluas berupa marmer atau granit, keramik, vinil, karpet, ubin, tegel, teraso, kayu, papan, semen, atau bata merah.</p>
<p>Apabila dilihat pada tingkat provinsi, Yogyakarta memiliki <a href="https://bps.go.id/indicator/29/1241/1/persentase-rumah-tangga-yang-memiliki-akses-terhadap-hunian-yang-layak-dan-terjangkau-menurut-provinsi.html">tingkat akses hunian layak oleh rumah tangga</a> yang tertinggi di Indonesia, yakni 84,94%. Sementara itu, persentase terendah dimiliki oleh provinsi Papua dengan persentase sebesar (27,28%), Kepulauan Bangka Belitung (30,79%), dan DKI Jakarta (36,69%).</p>
<p>Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan akses hunian layak di Indonesia. Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah, mengingat hunian layak merupakan <a href="https://www.ohchr.org/en/special-procedures/sr-housing/human-right-adequate-housing">bagian dari hak asasi manusia</a> dan merupakan <a href="https://sdgs.un.org/goals/goal11">salah satu target pembangunan berkelanjutan (<em>sustainable development goals</em>/SDGs) PBB</a>.</p>
<p>Kesenjangan antara jumlah rumah yang terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rumah tangga, masih menjadi permasalahan utama bagi perumahan di Indonesia. Pemerintah pun telah berupaya menangani permasalahan tersebut melalui <a href="https://pembiayaan.pu.go.id/faq/p/category/kpr-bersubsidi-flpp-ssb-dan-sbum#:%7E:text=Apa%20yang%20dimaksud%20dengan%20Fasilitas,Umum%20dan%20Perumahan%20Rak...">beberapa terobosan program pembiayaan perumahan</a>, di antaranya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Namun program-program tersebut masih belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan akan akses terhadap rumah layak huni, sebab hanya menjangkau masyarakat yang bekerja di sektor formal saja. </p>
<p>Masyarakat kelas menengah ke bawah yang bekerja di sektor informal masih mengalami kesulitan dalam mengajukan pembiayaan KPR. Selain itu, pada umumnya mereka memiliki kredit lain seperti kredit modal usaha mikro dan kecil, kendaraan bermotor, bahkan <em>paylater</em> dan pinjaman <em>online</em> lainnya, yang akan <a href="https://www.kompas.tv/article/352294/meski-tak-sampai-rp1-juta-utang-paylater-pinjol-bisa-hambat-pengajuan-kpr">berpengaruh pada hasil penilaian riwayat kredit oleh BI (BI Checking)</a>. </p>
<p>Oleh karena itu, pemerintah – menggandeng para pemegang kepentingan termasuk perbankan – perlu merumuskan kembali kebijakan yang lebih inklusif untuk membantu seluruh lapisan masyarakat memperoleh akses kepemilikan rumah layak huni, khususnya masyarakat yang bekerja di sektor informal.</p>
<h2>Bagaimana memilih skema tepat untuk memiliki rumah</h2>
<p>Selain pemerintah, masyarakat juga perlu menyikapi kondisi perekonomian yang tidak stabil ini dengan lebih bijak dan cermat dalam hal menentukan pilihan skema untuk memiliki rumah hunian. </p>
<p>Beberapa pilihan skema kepemilikan rumah yang ada saat ini di antaranya <a href="https://investasi.kontan.co.id/news/rent-to-own-solusi-mudah-milenial-punya-rumah"><em>Rent To Own</em> (RTO)</a>, yakni konsep membeli rumah dengan sistem kontrak atau sewa dalam jangka waktu tertentu. Dengan skema ini, konsumen bisa mencicil kredit rumah atau membayar tunai rumah yang sudah ditempati saat masa sewa berakhir.</p>
<p>Selain itu, ada juga skema <em>staircasing ownership</em> dengan konsep <em>share to equity</em>, atau kepemilikan rumah dibagi menjadi dua antara calon pemilik rumah dan penjual rumah selama masa cicilan berlangsung. </p>
<p>Misalnya, pada tahap pertama, KPR yang harus dibayarkan adalah sejumlah 25% dari total harga rumah sehingga persentase cicilan pun menjadi lebih kecil dan sisa 75%-nya berbentuk sewa. Umumnya, metode ini digunakan untuk hunian vertikal seperti apartemen.</p>
<p>Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan bahwa skema ini ada untuk <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20221005/47/1584191/pupr-kembangkan-staircasing-ownership-untuk-pembiayaan-rumah-apa-itu">memfasilitasi mereka yang bekerja di sektor formal maupun informal</a>, dengan kriteria yang lebih ketat bagi mereka yang berkerja di sektor informal.</p>
<p>Selanjutnya, terdapat juga skema menabung untuk membeli tanah, sembari menyewa hunian atau tinggal bersama kerabat. </p>
<p>Atau, jika memang ingin mengambil KPR, calon pembeli harus bisa memilih skema pembiayaan yang tepat – baik dari segi uang muka, bunga tetap atau mengambang (mengikuti suku bunga BI), dan tenor atau lama pinjaman yang disesuaikan dengan kemampuan finansial yang dimiliki.</p>
<p>Masyarakat perlu menyadari fleksibilitas kemampuan finansialnya dalam jangka panjang sebelum memutuskan mengambil KPR. Pada umumnya, masyarakat hanya berfokus agar pengajuan KPR dapat disetujui dan lalai untuk memikirkan secara matang kondisi keuangan jangka panjang untuk menyelesaikan cicilan KPR sesuai periode waktu yang telah disepakati. </p>
<p>Selain itu, mitigasi resiko juga harus disiapkan ketika hendak mengambil KPR apabila terjadi pengurangan sumber penghasilan di kemudian hari, misalnya keadaan darurat yang sulit dielakkan seperti pandemi COVID-19 atau ancaman resesi global yang tengah mengancam kini, yang berdampak mengurangi pendapatan masyarakat. </p>
<p>Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan bahwa lebih baik <a href="https://www.cermati.com/artikel/cara-menghitung-cicilan-kpr-yang-aman-agar-keuangan-tak-berantakan">besarnya cicilan yang diambil kurang dari 30% dari total pendapatan</a>, agar tak kaget jika kehilangan pendapatan atau cicilan melambung akibat kenaikann suku bunga.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198151/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andriana Lisnasari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Resesi dan kenaikan suku bunga membuat mengangsur rumah dengan KPR makin sulit. Padahal, hampir separuh dari populasi Indonesia belum punya hunian layak. Bagaimana agar masyarakat mampu membeli rumah?Andriana Lisnasari, Statistisi Ahli Pertama, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1887312022-08-26T00:52:03Z2022-08-26T00:52:03ZBagaimana bantuan tunai pancing penerima tambah anak dan makin terperangkap dalam kemiskinan<p>Bantuan tunai diberikan dengan harapan membantu meringankan beban masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Namun, pemberian bantuan ini berpotensi meningkatkan kesuburan dan jumlah anggota keluarga, yang lebih jauh menjerumuskan masyarakat sasaran ke jurang kemiskinan.</p>
<p>Alasannya, keluarga penerima bisa terpicu untuk menambah jumlah anak demi meraup keuntungan lebih besar dari program-program bantuan keluarga miskin.</p>
<p>Di Indonesia, pemerintah mengadopsi program bantuan tunai bersyarat yang sebelumnya <a href="https://publications.iadb.org/en/growth-conditional-cash-transfers-latin-america-and-caribbean-did-they-go-too-far">sukses menurunkan kemiskinan di negara-negara Amerika Latin</a>. Bantuan ini, dikenal dengan <a href="https://kemensos.go.id/program-keluarga-harapan-pkh">Program Keluarga Harapan (PKH)</a>, diperkenalkan pada 2007 untuk memberi perlindungan sosial bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM). KPM merupakan keluarga miskin dan rentan yang masuk dalam <a href="http://bdt.tnp2k.go.id/">daftar terpadu kesejahteraan sosial (DTKS)</a>.</p>
<p>Namun, <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/68201">hasil penelitian kami</a> menunjukkan bahwa ibu dari rumah tangga yang pernah dan saat ini menerima PKH cenderung memiliki intensi fertilitas (keinginan untuk memiliki anak) yang tinggi daripada ibu dari rumah tangga yang tidak pernah menerima PKH. </p>
<p>Walau memberikan keuntungan sesaat dalam bentuk bantuan tunai per anggota keluarga, hal ini berisiko meningkatkan pengeluaran keluarga dalam jangka panjang dan semakin menekan kondisi ekonomi mereka.</p>
<h2>Bantuan PKH dan intensi fertilitas</h2>
<p>Bantuan PKH diberikan kepada rumah tangga sebanyak empat kali dalam setahun. Jumlah bantuan tetap sebesar Rp 550.000 per keluarga per tahun. </p>
<p>Selain bantuan tetap, program ini juga memberi bantuan komponen menurut jumlah anggota keluarga yaitu maksimal 4 orang dalam satu keluarga. </p>
<p>Bantuan akan bertambah sebesar Rp 900.000 per tahun jika keluarga memiliki anak yang duduk di bangku sekolah dasar atau sederajat dan sebesar Rp 2,4 juta untuk setiap anak berusia 0-6 tahun. Adanya ibu hamil akan memberikan tambahan bantuan sebesar Rp 2,4 juta.</p>
<p>Mekanisme bantuan seperti ini berpotensi menimbulkan efek yang tidak diharapkan, yaitu menjadi pemicu meningkatnya fertilitas rumah tangga miskin. </p>
<p>Kami menyaring data <a href="https://www.bps.go.id/index.php/subjek/81">Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)</a> untuk mengidentifikasi perempuan menikah berusia 15-49 tahun dan tidak mengikuti program kontrasepsi. Hasilnya, 20% dari mereka yang menerima atau pernah menerima bantuan PKH ingin memiliki anak dalam waktu kurang dari dua tahun ke depan, dan 15% ingin memiliki anak setelah dua tahun. </p>
<p>Selain itu, studi juga menunjukkan bahwa mereka yang pernah menerima PKH, telah memiliki satu anak, dan saat ini sedang tidak menerima bantuan, memiliki keinginan menambah momongan 1,18 kali lebih besar dibanding mereka yang tidak pernah menerima PKH. Sementara, perempuan yang saat ini sedang menerima PKH dan sudah memiliki anak memiliki intensi fertilitas 1,13 lebih tinggi dari mereka yang tidak pernah menerima bantuan tersebut.</p>
<p>Dengan kata lain, terdapat kecenderungan dari ibu yang berasal dari rumah tangga yang pernah atau saat ini menerima bantuan PKH untuk menambah jumlah anak.</p>
<h2>Kaitan antara fertilitas, kemiskinan, dan bantuan tunai</h2>
<p>Tingkat fertilitas berkontribusi terhadap tingkat kemiskinan yang tinggi di beberapa negara berkembang. Sebuah <a href="https://ideas.repec.org/a/taf/jdevst/v36y1999i1p1-30.html">studi</a>, misalnya, memperkirakan bahwa jika 45 negara berkembang menurunkan angka kelahirannya sebesar 5 per 1.000 sepanjang tahun 1980-an, maka rata-rata tingkat kemiskinan di negara-negara tersebut akan berkurang dari 18,9% menjadi 12,6% persen pada periode 1990-1995. </p>
<p>Sementara, <a href="https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=3FuvC6kHKFAC&oi=fnd&pg=PA201&dq=thomas+merrick+2001+research&ots=87TjE2KthQ&sig=wqqBmqXEIioU0E0tLqsNGQxfsd0&redir_esc=y#v=onepage&q=thomas%20merrick%202001%20research&f=false">ukuran keluarga berkontribusi terhadap tingkat pendapatan</a>. Semakin banyak anak, semakin tinggi pula tingkat pengeluaran. </p>
<p>Tapi, di satu sisi, keluarga miskin cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi karena menganggap hal tersebut adalah <a href="https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=3FuvC6kHKFAC&oi=fnd&pg=PA201&dq=thomas+merrick+2001+research&ots=87TjE2KthQ&sig=wqqBmqXEIioU0E0tLqsNGQxfsd0&redir_esc=y#v=onepage&q=thomas%20merrick%202001%20research&f=false">rasional</a> bagi mereka. Orang tua dari keluarga miskin ingin memiliki lebih banyak anak untuk menjadi tenaga kerja yang membantu menambah pendapatan keluarga dan memberikan jaminan hari tua.</p>
<p>Sementara, <a href="https://www.britannica.com/topic/An-Essay-on-the-Principle-of-Population-as-It-Affects-the-Future-Improvement-of-Society-with-Remarks-on-the-Speculations-of-Mr-Godwin-M-Condorcet-and-Other-Writers">pemikiran tradisional ala Malthusian</a> - yang kerap dianggap sebagai basis pengendalian populasi dan kontrasepsi - menekankan bahwa ledakan jumlah penduduk mempengaruhi tingkat kemiskinan, menurunkan upah karena meningkatnya jumlah tenaga kerja, dan mandongkrak biaya hidup.</p>
<p>Bantuan tunai memiliki kaitan dengan tingkat fertilitas dan peningkatan populasi ini.</p>
<p>Alih-alih menurunkan kemiskinan, bantuan tunai justru memiliki sejumlah mekanisme yang berpotensi menggiring keluarga penerima ke dalam lingkaran setan kemiskinan. </p>
<p>Dengan harapan memaksimalkan bantuan yang mereka peroleh, penerima bantuan melahirkan lebih banyak anak atau membiarkan anak mereka menikah lebih awal agar memiliki keturunan.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00324720701300396">Studi</a> menunjukkan bahwa <a href="https://socialprotection.org/es/discover/programmes/programa-de-asignaci%C3%B3n-familiar-praf-family-allowance-programme">program bantuan tunai di Honduras (PRAF)</a> terbukti dapat meningkatkan fertilitas dari rumah tangga penerima bantuan sebesar 2-4 persen. </p>
<p>Salah satu penyebabnya adalah karena PRAF memberikan bantuan kesehatan dan nutrisi bagi setiap anak di bawah usia 3 tahun (tanpa batasan jumlah anak), setiap perempuan hamil (maksimal 2 orang), serta bantuan pendidikan bagi setiap anak usia 6-12 tahun (maksimal 3 anak) yang tidak putus sekolah sebelum kelas 4. Mekanisme ini mirip dengan PKH.</p>
<p>PRAF membuat orang tua di Honduras memiliki kecenderungan untuk menambah jumlah anak demi mendapatkan lebih banyak keuntungan dari program tersebut. Bukan tidak mungkin, PKH membawa efek yang serupa.</p>
<h2>Banyak anak, tidak banyak rezeki</h2>
<p>Lantas, apa yang akan terjadi jika rumah tangga miskin, karena mendapatkan bantuan tunai, tetap ingin memiliki lebih banyak anak?</p>
<p>Pertama, tingkat fertilitas rumah tangga miskin tetap tinggi karena adanya transmisi perilaku fertilitas, nilai keluarga, dan preferensi fertilitas. </p>
<p>Kecenderungan untuk memiliki banyak anak akan diturunkan dari generasi ke generasi. Sementara, rumah tangga miskin tidak memiliki sumber daya untuk meningkatkan pendidikan anak-anak atau pendapatan sehingga mempersulit mereka untuk keluar dari belitan kemiskinan.</p>
<p>Kedua, tingkat ketimpangan meningkat dan pertumbuhan ekonomi melambat. </p>
<p>Perbedaan tingkat fertilitas antara rumah tangga miskin dan kaya akan memengaruhi kesenjangan <a href="https://www.investopedia.com/terms/h/humancapital.asp">akumulasi modal manusia</a> – yang mencakup pengalaman dan keahlian tenaga kerja. Hal ini berujung pada ketimpangan tingkat pendapatan dan membuat pertumbuhan ekonomi melambat.</p>
<p>Menyikapi hal ini, Pemerintah Indonesia perlu membuat penyesuaian dalam program bantuan tunai yang diberikan.</p>
<p>Misalnya, dengan membatasi jumlah anak yang diperhitungkan dalam skema pemberian bantuan PKH hingga maksimal 2 anak demi mencegah intensi fertilitas dan memaksimalkan bantuan untuk meningkatkan modal manusia anak penerima bantuan. Hal ini, tentunya, juga akan selaras dengan program keluarga berencana yang mengimbau masyarakat untuk <a href="https://www.beritasatu.com/archive/733893/bkkbn-kampanyekan-2-anak-lebih-sehat">membatasi anaknya cukup 2 saja per keluarga</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188731/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Alih-alih membantu, Program Keluarga Harapan (PKH) bisa mendorong keluarga peneruma untuk menambah anak dan terperangkap dalam kemiskinan.Rafly Parenta Bano, Statistisi Muda Badan Pusat Statistik, Badan Pusat StatistikOmas Bulan Samosir, Lecturer, Universitas IndonesiaTriasih Djutaharta, Lecturer, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1815142022-04-25T06:07:23Z2022-04-25T06:07:23ZAngka stunting naik di 6 provinsi: tiga strategi untuk menurunkannya hingga level desa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/459252/original/file-20220422-20-68e7v9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) mengukur berat badan bayi di Posyandu Bougenvile, Pemancar, Depok, Jawa Barat, 6 April 2022. Jawa Barat mengejar target zero stunting pada 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1649217315">ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww</a></span></figcaption></figure><p>Satu dari empat anak Indonesia mengalami masalah gizi buruk berlarut-larut sehingga pertumbuhan tinggi badannya di bawah rata-rata (<em>stunting</em>). </p>
<p>Angka itu merupakan hasil <a href="https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/">Studi Status Gizi Indonesia (SSGI)</a> Kementerian Kesehatan terbaru yang menyatakan angka <em>stunting</em> tahun 2021 masih tinggi, 24,4 %. Angka ini memang menurun 3,3 % dibandingkan studi serupa pada 2019, tapi masih jauh dari target pemerintah yang ditetapkan 14 % pada 2024.</p>
<p><em>Stunting</em> masih menjadi masalah serius karena tidak hanya berdampak terhadap perkembangan motorik dan verbal anak, tapi meningkatkan risiko penyakit degeneratif dan kejadian kesakitan. </p>
<p><em>Stunting</em> dapat juga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel neuron terhambat sehingga anak berisiko mengalami 7% <a href="https://journal.fkm.ui.ac.id/bikfokes/article/view/4647/1177">penurunan perkembangan kognitif</a></p>
<p>Dengan target yang cukup tinggi, penurunan 3-3,5 persen prevalensi <em>stunting</em> per tahun, Indonesia butuh suatu loncatan inovasi mengingat rata-rata penurunan <em>stunting</em> per tahun di Indonesia hanya <a href="https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/">2,0 % (2013-2021)</a>. </p>
<h2>Kebijakan pemerintah</h2>
<p>Di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, pemerintah memang tetap berkomitmen untuk mengatasi masalah <em>stunting</em>.</p>
<p>Untuk mempercepat penurunan angka stunting, pemerintah telah meluncurkan Strategi Nasional (STRANAS) Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) pada 2018. Strategi tersebut menjadi panduan untuk mendorong terjadinya kerja sama antarlembaga untuk memastikan konvergensi seluruh program terkait pencegahan anak kerdil (stunting) untuk periode 2018 hingga 2024. </p>
<p>Di level regulasi, untuk menguatkan intervensi dan kelembagaan yang bertanggung jawab dalam mempercepat penurunan <em>stunting</em>, pemerintah mengeluarkan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/174964/perpres-no-72-tahun-2021">Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan <em>Stunting</em></a>. Tim penurunan stunting melibatkan Wakil Presiden sebagai Ketua Pengarah, didampingi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk jadi Ketua Pelaksana. </p>
<p>Sebenarnya, hampir sebagian besar provinsi telah menunjukkan penurunan angka stunting. Kendati demikian, masih terdapat <a href="https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/">6 provinsi</a> yang menunjukkan kenaikan prevalensi <em>stunting</em>, yakni Papua, Kalimantan Utara, Papua Barat, Banten, Jambi, dan Kepulauan Riau. </p>
<p>Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (<a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/131386/perpres-no-18-tahun-2020">RPJMN</a>), pemerintah telah menetapkan target prevalensi <em>stunting</em> hingga 14 % pada 2024. Target ini diharapkan tercapai agar bonus demografi Indonesia pada 2030 bisa dimanfaatkan secara optimal dengan lahirnya generasi yang produktif.</p>
<p>Kondisi saat ini, masih terdapat 27 provinsi yang memiliki masalah gizi yang bersifat akut-kronis (prevalensi status gizi <em>stunted</em> ≥ 20 % dan <em>wasted</em> ≥ 5 %).</p>
<p>Kondisi <em>stunted</em> atau <em>stunting</em> merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau <a href="http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-diabetes-melitus-dan-gangguan-metabolik/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi">pendek (kerdil) dari standar usianya.</a></p>
<p>Sementara <em>wasted</em> atau <em>wasting</em> adalah kondisi ketika seorang anak memiliki berat badan rendah tidak sesuai dengan tinggi badan yang seharusnya.</p>
<h2>Perlu fokus pada indikator kunci</h2>
<p>Jika melihat determinan masalah gizi pada <a href="https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf">Riset Kesehatan Dasar 2018</a> dibandingkan dengan SSGI 2021, masih terdapat beberapa indikator yang perlu mendapat perhatian lebih.</p>
<p>Contohnya, persentase ibu yang melahirkan anak lahir hidup dalam dua tahun terakhir dan anak lahir yang mendapatkan inisiasi menyusu dini (IMD) kurang dari satu jam setelah dilahirkan mengalami penurunan dari <a href="https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/">58,2 % pada 2018 menjadi 48,6 % pada 2021</a>. </p>
<p>Padahal, IMD merupakan menjadi langkah awal dan vital untuk keberhasilan proses menyusui secara eksklusif. Saat IMD dilakukan, terjadi sentuhan kulit ke kulit yang sangat bermanfaat karena bayi mendapatkan bakteri baik dari kulit ibu yang berguna untuk kekebalannya.</p>
<p>Selain itu, persentase anak lahir hidup dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga meningkat dari <a href="https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/">6,2 % menjadi 6,6 %</a>. Kejadian BBLR terkait erat dengan <em>stunting</em> dan menjadi indikator kinerja untuk mengukur capaian dampak jangka menengah dalam upaya pencegahan <em>stunting</em>.</p>
<p>Meski demikian, beberapa determinan masalah gizi dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional tercatat sudah meningkat meski masih berkisar 1-2% (2020 dibanding 2021). </p>
<p>Indikator yang meningkat adalah persentase bayi berusia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan <a href="https://www.bps.go.id/indicator/30/1340/1/persentase-bayi-usia-kurang-dari-6-bulan-yang-mendapatkan-asi-eksklusif-menurut-provinsi.html">ASI eksklusif</a> dan persentase perempuan berusia 15-49 tahun yang melahirkan di <a href="https://www.bps.go.id/indicator/30/1352/1/persentase-perempuan-pernah-kawin-berusia-15-49-tahun-yang-proses-melahirkan-terakhirnya-di-fasilitas-kesehatan-menurut-daerah-tempat-tinggal.html">fasilitas kesehatan.</a></p>
<h2>Tugas pemimpin</h2>
<p>Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting dari pemerintah pusat berfokus pada lima pilar yang mengutamakan komitmen, visi, dan komunikasi dari kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah desa; meningkatkan intervensi spesifik dan intervensi sensitif; serta memanfaatkan data, riset dan inovasi. </p>
<p>Masalahnya, program ini berpeluang tajam di hilir namun tumpul di hulu. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa banyak intervensi gizi untuk penurunan <em>stunting</em> di daerah yang <a href="https://stunting.go.id/percepatan-penurunan-stunting-di-daerah-harus-tepat-sasaran/">belum terintegrasi dan konvergen</a>. </p>
<p>Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal.</p>
<p>Pertama, menguatkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang jelas, berjenjang, dan periodik. Di level provinsi, kabupaten dan kota, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus melakukan rapat koordinasi agar kegiatan dari perencanaan sampai pelaksanaan di level tingkat desa dapat dilaksanakan tepat sasaran. </p>
<p>Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) sebagai pelaksana pada level daerah dan bupati dan walikota merupakan pemegang peran kunci. </p>
<p>Pemerintah daerah perlu melibatkan kader, bidan, dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dalam koordinasi ini. Ada 1,2 juta kader di lapangan yang bisa dikerahkan untuk mendampingi keluarga yang yang disasar program <em>anti-stunting.</em> </p>
<p>Karena ada keterlibatan banyak pihak, evaluasi dan pengawasan yang terstruktur dan periodik harus dilakukan. Misalnya setiap 3 atau 6 bulan secara berjenjang oleh BKKBD, bupati, wali kota dan pejabat pada level kabupaten dan kota. </p>
<p>Kedua, memastikan bahwa semua pihak memahami langkah spesifik yang harus dilakukan.</p>
<p>Para kader terpilih yang bersinggungan langsung dengan keluarga sasaran harus mendapatkan informasi yang tepat. Pelatihan khusus dapat diadakan dan para kader harus memenuhi standar tes tertentu. Harapannya, para kader memiliki pengetahuan yang tepat yang bisa disampaikan kembali kepada masyarakat. </p>
<p>Selain itu, dengan luasnya informasi tentang kesehatan ibu dan anak, pelatihan secara berkala perlu dilakukan agar para kader memahami perkembangan informasi terbaru sekaligus mempertajam pemahamannya.</p>
<p>Ketiga, aparat desa harus memahami petunjuk teknis dan berbagi pengalaman terbaik seputar penggunaan Dana Desa.</p>
<p><a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/174964/perpres-no-72-tahun-2021">Peraturan Presiden No. 72 tahun 2021 tetang Percepatan Penurunan Stunting</a> memberikan mandat pemerintah desa untuk mempercepat penurunan <em>stunting</em> di tingkat desa. </p>
<p>Dengan sekitar <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/22/berapa-jumlah-desakelurahan-di-indonesia#:%7E:text=10%20Provinsi%20dengan%20Jumlah%20Desa%2FKelurahan%20Terbanyak%20(Jun%202021)&text=Berdasarkan%20data%20Direktorat%20Jenderal%20Kependudukan,34%20provinsi%20di%20seluruh%20Indonesia.">80.000 desa dan kelurahan di Indonesia</a>, harus ada penjelasan secara detail tentang pelaksanaan penggunaan dana desa untuk mengurangi angka <em>stunting.</em></p>
<p>Seluruh aparat desa perlu memahami tahapan yang harus dilakukan hingga ke petunjuk teknis dan contoh praktik terbaik dari desa yang berhasil menurunkan angka <em>stunting</em>. Jika itu diimplementasikan, pengurangan <em>stunting</em> mungkin akan signifikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/181514/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Annisa Nurul Ummah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Masih terdapat 6 provinsi yang menunjukkan kenaikan prevalensi stunting, yakni Papua, Kalimantan Utara, Papua Barat, Banten, Jambi, dan Kepulauan Riau.Annisa Nurul Ummah, Statistisi Pertama, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1488052021-01-07T07:08:04Z2021-01-07T07:08:04ZEmpat mitos demografi akibat pandemi COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/371255/original/file-20201125-21-1rr25y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas memakamkan jenazah pasien COVID-19 di sebuah pemakaman di Kota Sorong, Papua Barat, 17 Oktober 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1602937501">ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Meningkatnya <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">jumlah kematian akibat COVID-19 di Indonesia</a> akan berdampak pada perubahan demografi pada masa mendatang, tapi tidak secara ekstrem. </p>
<p>Beberapa prediksi seperti <a href="https://www.weforum.org/agenda/2020/10/united-states-population-predictions-graph-millions-change/">pandemi akan menurunkan jumlah penduduk</a>, meningkatkan <a href="https://www.abc.net.au/news/2020-05-28/indonesia-predicts-coronavirus-baby-boom-hundreds-of-thousands/12286576">kelahiran </a> dan <a href="https://knowledge.wharton.upenn.edu/article/post-covid-19-world-will-less-global-less-urban/">perpindahan penduduk dari kota ke desa</a> atau menambah tingkat pernikahan dan perceraian, sebenarnya hanya mitos demografi. </p>
<p>Sebab, perubahan demografi yang akan terjadi tidak akan seperti prediksi tersebut. Misalnya dalam konteks epidemi HIV/AIDS di Afrika, sebuah studi pada <a href="https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/app.1.3.170">12 negara di Afrika Sub Sahara</a> menunjukkan pengaruh yang sangat kecil dari wabah HIV/AIDS terhadap tingkat kelahiran baik dari yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.</p>
<p>Secara umum, walau tingkat kelahiran di Indonesia telah menurun dalam <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.TFRT.IN?locations=ID">30 tahun terakhir</a>, angka kelahiran di Indonesia <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/18/2015-2045-angka-kematian-terus-naik-angka-kelahiran-relatif-stabil">lebih tinggi dibanding angka kematian</a>. </p>
<p>Karena itu, pandemi COVID tak akan mengubah komposisi demografi yang besar-besaran. Setidaknya ada empat hal untuk membantah 4 mitos demografi akibat COVID tersebut.</p>
<h2>1. Jumlah penduduk tak akan turun</h2>
<p>Walau banyak <a href="https://www.jawapos.com/nasional/06/05/2020/dpr-pemerintah-tidak-serius-tangani-pandemi-covid-19/">dikritik karena terlambat</a>, sejak awal pandemi pemerintah Indonesia berupaya menyusun berbagai kebijakan untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 dan mencegah kematian. </p>
<p>Misalnya <a href="https://www.kemenkopmk.go.id/pembatasan-sosial-berskala-besar">kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)</a> dan berbagai jenis isolasi lainnya terpaksa diambil meski sangat berisiko melemahkan perekonomian, <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4285725/pendapatan-masyarakat-turun-selama-pandemi-corona-kelompok-ini-yang-terparah">menurunkan pendapatan penduduk</a> dan kehancuran seluruh sektor ekonomi. </p>
<p>Tanpa bermaksud menganggap enteng kematian akibat virus corona, bila dibandingkan dengan total penduduk yang kini sekitar <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/08/060000069/jumlah-penduduk-indonesia-2020?page=all">270 juta jiwa</a>, tingkat kematian di Indonesia akibat COVID-19 relatif kecil. Data pemerintah menunjukkan kasus meninggal akibat virus corona mencapai <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">lebih dari 23.000 orang per 6 Januari 2020</a>. </p>
<p>Sementara data <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/18/2015-2045-angka-kematian-terus-naik-angka-kelahiran-relatif-stabil">United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia menyatakan jumlah kematian</a> di negeri ini sebesar 1,6 juta jiwa pada 2019 dan jumlah kelahiran pada tahun yang sama mencapai 4,4 juta jiwa. </p>
<p>Sebelum pandemi COVID-19, Bank Dunia mencatat bahwa angka kematian kasar (<em>crude death rate</em>)-jumlah penduduk yang meninggal karena semua sebab kematian selama setahun dibagi jumlah penduduk per 1.000 penduduk-Indonesia pada 2018 sebesar <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.CDRT.IN?locations=ID">6,46 atau sekitar 6,46 orang meninggal untuk setiap 1.000 penduduk</a>.</p>
<p>Sedangkan angka kelahiran kasar (<em>crude birth rate</em>)-jumlah penduduk yang lahir hidup selama setahun dibagi jumlah penduduk per 1.000 penduduk-Indonesia pada tahun yang sama sebesar <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.CBRT.IN?locations=ID">18,07</a>, atau untuk setiap 1.000 penduduk jumlah lahir hidup sekitar 18 selama 2018. </p>
<p>Dengan kata lain, pandemi saat ini kemungkinan tidak akan menurunkan jumlah penduduk.</p>
<h2>2. Kelahiran tidak juga naik</h2>
<p>Tingkat kelahiran mungkin tidak akan meningkat setelah pandemi ini berakhir. </p>
<p>Sejarah menunjukkan <a href="https://www.persee.fr/doc/pop_1634-2941_2004_num_59_2_18473">tingkat kelahiran pernah meningkat di seluruh dunia pasca pandemi flu Spanyol satu abad lalu dan tragedi Perang Dunia 75 tahun lalu, yang dikenal dengan sebutan <em>baby boom</em></a>. Ledakan penduduk kala itu untuk menutupi defisit jumlah penduduk meninggal, yang diperkirakan lebih dari sepertiga penduduk dunia. </p>
<p>Pasca-ledakan penduduk, terjadi transisi demografi yang ditandai dengan penurunan tingkat kelahiran hingga saat ini. Meski dalam rentang waktu setelah <em>baby boom</em> muncul sejumlah wabah besar seperti AIDS, Ebola hingga SARS, faktanya sejumlah pandemi tersebut tidak berdampak pada meningkatnya tingkat kelahiran. </p>
<p>Sebaliknya, tingkat kelahiran akan menurun karena penurunan tingkat pendapatan akibat resesi ekonomi. Lagi pula, tren tingkat kelahiran di Indonesia cenderung menurun dalam beberapa dekade terakhir ini. </p>
<p>Data Bank Dunia menyebutkan tingkat kelahiran di Indonesia menurun <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.TFRT.IN?locations=ID">dari angka 3,12 kelahiran per perempuan pada 1990 menjadi 2,34 kelahiran pada 2017</a>.</p>
<p>Dalam konteks ini, pandemi COVID-19 yang mungkin akan terjadi dalam jangka pendek hampir tidak mungkin dapat meningkatkan tingkat kelahiran sekaligus mengubah tren secara dramatis. Artinya, pandemi ini cenderung akan berdampak pada penundaan kelahiran anak sebagai akibat dari resesi ekonomi yang tidak mungkin bisa dihindari. </p>
<h2>3. Pernikahan dan perceraian turun</h2>
<p>Pandemi COVID-19 juga tidak akan meningkatkan jumlah perceraian dan pernikahan. </p>
<p>Dalam jangka pendek, penurunan jumlah pernikahan dan perceraian dapat terjadi karena adanya pembatasan aktivitas yang dapat mengumpulkan banyak massa dan pembatasan pelayanan pernikahan dan perceraian di kantor urusan agama.</p>
<p>Data dari Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, misalnya, <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/4342001/pandemi-covid-19-berdampak-pada-turunnya-angka-pernikahan-di-sumut">menunjukkan jumlah pasangan yang menikah dari Januari hingga akhir Juli 2020 tercatat hanya sekitar 43.000 pernikahan</a>. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah pernikahan mencapai 60 ribu lebih. </p>
<p><a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5059616/jumlah-pernikahan-di-jatim-saat-pandemi-covid-19-menurun-drastis">Setali tiga uang, tren serupa juga terjadi di Provinsi Jawa Timur.</a> </p>
<p>Sedangkan dalam jangka panjang, meningkatnya aktivitas di dalam rumah telah mengubah perilaku pernikahan dan mungkin dapat meningkatkan keharmonisan hubungan keluarga. </p>
<p>Menurut Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5180124/menko-pmk-sebut-kasus-perceraian-turun-37-selama-pandemi-covid-19">kasus perceraian di Indonesia menurun 37% selama masa pandemi COVID (April-Agustus 2020)</a>. </p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.jstor.org/stable/24541683">resesi ekonomi cenderung dapat memperkokoh ikatan perkawinan</a> sehingga akan lebih mudah untuk bertahan hidup bersama pasangan selama masa-masa sulit.</p>
<h2>4. Kecil kemungkinan deurbanisasi</h2>
<p>Walau belum pasti, <a href="https://www.mckinsey.com/industries/healthcare-systems-and-services/our-insights/when-will-the-covid-19-pandemic-end#">pandemi COVID-19 mungkin akan berakhir</a> karena telah ditemukan berbagai jenis vaksin yang sedang menjalani uji klinik tahap tiga dan kemungkinan penduduk menjalani vaksinasi massal pada 2021.</p>
<p>Dalam rentang waktu yang singkat itu, maka kecil kemungkinan untuk terjadinya fenomena deurbanisasi atau perpindahan penduduk kota ke desa dalam skala besar-besaran. </p>
<p>Urbanisasi itu sendiri tidak terjadi dalam waktu yang relatif singkat. </p>
<p>Pada umumnya, <a href="https://www.investopedia.com/ask/answers/041515/how-does-industrialization-lead-urbanization.asp">urbanisasi disebabkan oleh industrialisasi</a> dan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian secara dramatis. </p>
<p>Walau sejumlah wilayah urban seperti <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">DKI Jakarta dan sekitarnya, Surabaya hingga Makassar mendominasi jumlah kasus Covid-19</a>, tidak serta merta akan menyebabkan penduduk di daerah itu berpindah ke wilayah perdesaan yang relatif lebih aman dari COVID-19. </p>
<p>Hasil proyeksi penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2014/02/18/1276/persentase-penduduk-daerah-perkotaan-hasil-proyeksi-penduduk-menurut-provinsi-2015---2035.html">persentase penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan pada 2020 sebesar 56,7%</a> atau meningkat sebesar 3,4% dibanding tahun 2015. </p>
<p>Wilayah urban masih menarik karena menyediakan berbagai macam pekerjaan, hiburan, akses pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas tinggi. </p>
<p>Selain itu, selama masa pandemi semua aktivitas berbasis online. Jaringan internet dan komunikasi yang menjadi kebutuhan utama untuk tetap beraktivitas, nyatanya lebih baik infrastrukturnya di wilayah perkotaan. </p>
<p>Minimnya lapangan pekerjaan di desa serta transportasi ke kota yang menyita waktu lebih lama akan menyurutkan semangat relokasi ke wilayah pinggiran kota. </p>
<h2>Kesakitan meningkat, tapi kematian akibat kecelakaan menurun</h2>
<p>Virus corona telah meningkatkan angka kematian dan angka kesakitan di kalangan kelompok rentan selama masa pandemi COVID-19. Hal ini bukan mitos.</p>
<p>Tingginya kasus kematian dan tambahan kasus positif per harinya jelas terlihat <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">terutama di kota-kota besar, seperti DKI Jakarta dan sekitarnya, Surabaya dan Makassar</a>. </p>
<p>Kematian lainnya juga disumbang oleh penyakit lainnya seperti penyakit jantung, <a href="https://theconversation.com/program-screening-kanker-serviks-di-indonesia-terhenti-karena-covid-19-risiko-kematian-perempuan-makin-tinggi-145712">kanker</a> dan penyakit lainnya yang terlambat atau tidak memperoleh layanan memadai karena pembatasan layanan medis atau mayoritas kekuatan medis, baik tenaga medis maupun rumah sakit, dikerahkan untuk mengatasi pandemi. </p>
<p>Di sisi lain, virus ini telah mendorong orang lebih banyak beraktivitas di rumah, sehingga penggunaan transportasi pribadi dan umum berkurang. Dampak ikutannya, tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas cenderung menurun seperti di <a href="https://www.pikiran-rakyat.com/otomotif/pr-01587394/kecelakaan-lalu-lintas-turun-drastis-di-6-bulan-pertama-2020-total-mencapai-10-ribu-kecelakaan">Jawa Tengah</a>, <a href="https://bangka.sonora.id/read/502218095/angka-kecelakaan-lalu-lintas-menurun-selama-pandemi-covid-19">Provinsi Bangka Belitung</a>, <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/07/10/08094091/dampak-psbb-selama-pandemi-angka-kecelakaan-lalu-lintas-di-subang-menurun">Subang</a>.</p>
<p>Jika angka-angka itu dibandingkan secara keseluruhan, maka pandemi COVID-19 tidak akan mengubah demografi secara radikal. Pandemi hanya dapat mempercepat atau memperlambat tren sebelumnya yang sudah ada.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/148805/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rafly Parenta Bano tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pandemi COVID-19 tidak akan mengubah demografi secara radikal. Pandemi hanya dapat mempercepat atau memperlambat tren sebelumnya sudah ada.Rafly Parenta Bano, Statistisi Muda Badan Pusat Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1311482020-03-03T02:40:34Z2020-03-03T02:40:34ZYang perlu Indonesia lakukan untuk mengurangi jumlah anak stunting<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/317524/original/file-20200227-24676-5415a7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemeriksaan bayi secara rutin merupakan langkah penting untuk memantau kesehatan bayi dan ibunya.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/planasia/8163398507/in/album-72157627976670129/">Plan Asia/Flickr</a></span></figcaption></figure><p>Survei <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/12/30/9d583b7e2bd81fada82375e0/profil-statistik-kesehatan-2019.html">terbaru Badan Pusat Statistik (BPS)</a> menunjukkan masalah gizi dan tumbuh kembang anak masih menjadi hambatan besar bagi pemerintah Indonesia untuk mendongkrak kualitas sumber daya manusia. </p>
<p>Secara statistik pada September 2019, angka kemiskinan Indonesia menjadi <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/01/15/1743/persentase-penduduk-miskin-september-2019-turun-menjadi-9-22-persen.html">9,22 persen</a>, turun 0,19 persen dibanding Maret 2019. Namun pada akhir Desember lalu BPS merilis <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/12/30/9d583b7e2bd81fada82375e0/profil-statistik-kesehatan-2019.html">prevalensi bayi di bawah lima tahun yang menderita <em>stunting</em> (bertubuh pendek) mencapai 27,7 persen pada 2019</a>. Artinya 28 dari 100 balita masih memiliki tinggi badan kurang dari ukuran normal.</p>
<p>Walau angka tersebut turun sekitar tiga persen dibanding tahun sebelumnya, tapi jumlah tersebut tetap tinggi karena <a href="https://mediaindonesia.com/read/detail/292779-angka-stunting-di-indonesia-masih-lebih-tinggi-dari-toleransi-who">WHO menetapkan batas atasnya 20%</a>. </p>
<p>Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan angka stunting turun lebih drastis menjadi <a href="https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/kementerian-kesehatan-fokus-pada-pencegahan-stunting">19 persen pada 2024</a>. </p>
<p>Selain intervensi langsung untuk meningkatkan status gizi ibu mengandung dan anak, untuk mengatasi stunting, akses pada air bersih, penanggulanan kemiskinan dan ketimpangan gender serta edukasi orang tua mengenai gizi, sangat penting untuk mengurangi prevalensi stunting. </p>
<h2>Beban ganda karena gizi</h2>
<p>Jutaan anak dan remaja Indonesia masih menderita <em>stunting</em> (bertubuh pendek) dan <a href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/wasting-adalah-masalah-gizi-anak/"><em>wasting</em> (bertubuh kurus)</a> karena kurang gizi. Di sisi lain, banyak juga anak Indonesia yang kegemukan karena kelebihan gizi.</p>
<p>Pada 2018, misalnya, menurut UNICEF, hampir 30 dari 100 anak berusia di bawah lima tahun menderita stunting, sedangkan pada tahun yang sama 10 dari 100 anak kekurangan berat badan atau terlalu kurus untuk usia mereka. <a href="https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anak-dunia-2019">Seperlima anak usia sekolah dasar kelebihan berat badan atau obesitas</a>. </p>
<p>Kedua masalah ini sama-sama membutuhkan penyelesaian, tapi saat ini pemerintah Indonesia lebih fokus menurunkan angka stunting.</p>
<p><em>Stunting</em> pada balita merupakan <a href="http://theconversation.com/empat-dampak-stunting-bagi-anak-dan-negara-indonesia-110104">kondisi kurang gizi kronis</a> pada anak berusia 0–59 bulan yang diukur berdasarkan <a href="https://hellosehat.com/parenting/nutrisi-anak/penentuan-status-gizi-anak/">indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)</a>. Anak yang menderita <em>stunting</em> memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya (pendek atau sangat pendek). </p>
<p><a href="http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-04/S55589-Maya%20Adiyanti.">Penyebab utama stunting adalah</a> pola asuh gizi yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak. Tim Nusantara Sehat di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, misalnya, menemui bahwa keluarga balita yang mengalami stunting kebanyakan mengalami keadaan tersebut. Mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli lauk pauk yang bergizi dan tidak memiliki akses air bersih. Hal kecil menyangkut kebersihan juga kurang diperhatikan, seperti kuku anak yang hitam dan kotor dibiarkan saja. Ini menunjukkan kurangnya pengetahuan ibu. </p>
<p>Dampak dari keadaan anak kurang tinggi tidak hanya berpengaruh pada fisik melainkan juga mental dan emosional khususnya pada perkembangan <a href="https://theconversation.com/empat-dampak-stunting-bagi-anak-dan-negara-indonesia-110104">kecerdasan dalam berpikir</a>. Selain itu, dampak jangka panjangnya anak yang kekurangan gizi kronis pada masa pertumbuhan juga dapat <a href="https://theconversation.com/stunted-growth-and-obesity-the-double-burden-of-poor-nutrition-on-our-doorstep-50385">meningkatkan penyakit degeneratif</a> seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke, jantung dan lain-lain. Orang yang mudah sakit menyebabkan produktifitas menurun dan dapat merugikan perekonomian negara. Selain itu, orang tidak produktif dekat dengan kemiskinan. </p>
<p>Masalah serupa juga banyak terjadi di negara lain. <a href="https://www.unicef.org/reports/state-of-worlds-children-2019">Laporan terbaru UNICEF</a> menyatakan sampai saat ini masih terdapat 149 juta balita <a href="https://www.alodokter.com/bayi-lahir-stunting-faktor-penyebab-dan-risiko">stunting</a> dan 50 juta balita <a href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/wasting-adalah-masalah-gizi-anak/">berbadan kurus</a> di seluruh dunia. </p>
<h2>Intervensi langsung dan tidak langsung</h2>
<p>Balita stunting dapat dicegah sejak masa kandungan. Ibu hamil harus sehat dan tidak mengalami anemia. Ibu hamil dengan anemia memiliki <a href="https://www.halodoc.com/anemia-saat-hamil-tingkatkan-risiko-stunting-pada-anak">risiko melahirkan bayi <em>stunting</em>. </a></p>
<p>Untuk meningkatkan status gizi ibu yang mengandung dan anak sesudah ibu melahirkan, pemerintah telah menjalankan intervensi langsung yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini merupakan periode emas seorang anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. </p>
<p>Pemerintah melaksanakan intervensi ini melalui program-program <a href="https://cegahstunting.id/program/gizi-spesifik/">pemberian makanan tambahan untuk ibu, konseling gizi selama hamil, pemberian imunisasi, dan kegiatan lainnya</a>. </p>
<p>Meski demikian, hasil <a href="https://www.antaranews.com/berita/764584/hampir-separuh-ibu-hamil-di-indonesia-alami-anemia">Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) BPS</a> menyatakan prevalensi anemia pada ibu hamil pada 2018 mencapai 48,9 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2013 yang 37,1 persen. </p>
<p>Karena status gizi buruk pada ibu mengandung dan anak disebabkan juga oleh faktor infrastruktur–seperti akses pada air bersih-serta faktor sosial-seperti diskriminasi terhadap perempuan-dan kemiskinan, intervensi langsung pada ibu dan anak tidak cukup. </p>
<p>Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan intervensi yang tidak langsung untuk mengatasi stunting. Contoh kegiatan dalam intervensi tidak langsung ini adalah penyediaan air bersih, kegiatan penanggulangan kemiskinan, dan pemberdayaan perempuan.</p>
<p>Tidak hanya bagi ibu hamil dan balita pada 1000 HPK, masyarakat secara umum juga menjadi <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/12/30/9d583b7e2bd81fada82375e0/profil-statistik-kesehatan-2019.html">sasaran dari intervensi tak langsung ini</a>. </p>
<h2>Edukasi calon orang tua</h2>
<p>Upaya pemerintah untuk fokus pada intervensi kesehatan anak dan ibu hamil sudah cukup tepat karena titik dimulainya pembangunan sumber daya manusia (SDM) dimulai dari usaha untuk memastikan keadaan ibu sehat. Para ibu mendapatkan asupan makanan sesuai dengan kebutuhan, tidak mengalami anemia dan penyakit menular melalui cek kehamilan rutin, serta sanitasi yang baik seperti memiliki akses air bersih dan jamban sehat.</p>
<p>Namun, minimnya pengetahuan orang tua mengenai gizi turut <a href="https://www.unicef.org/indonesia/id/nutrisi">menyebabkan tingginya angka gizi buruk</a>. Pengetahuan tentang kesehatan bayi dan balita, serta pentingnya pemberian gizi yang cukup menjadi modal yang penting. </p>
<p>Oleh karena itu, perlu pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pekarangan rumah untuk dijadikan kebun gizi yang ditanami sayur-sayuran dan buah-buhan, serta petingnya peningkatan kegiatan ibu-ibu PKK dalam pengolahan makanan beragam, bergizi, aman dan seimbang.</p>
<p>Pemerintah bisa memberdayakan para tenaga kesehatan untuk mengedukasi baik calon ibu maupun ayah untuk memastikan ibu dan anak sehat. Dalam RAPBN 2020, Kementerian Kesehatan mendapat alokasi anggaran Rp 132 triliun untuk seluruh fungsi kesehatan. Hal itu membuat Kemenkes menjadi pemilik <a href="https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/kementerian-kesehatan-fokus-pada-pencegahan-stunting">anggaran terbesar keenam di APBN 2020</a>. Anggaran ini bisa digunakan untuk mendukung optimalisasi edukasi calon orang tua. </p>
<p>Perlu sinergi yang lebih kuat dari masyarakat dan pemerintah ke depan untuk memperkuat sistem pemberian layanan gizi. Organisasi internasional seperti UNICEF juga bisa menjadi partner pemerintah untuk mewujudkan tujuan bersama masyarakat yang lebih sehat dan produktif.</p>
<p><em>Fauziyah Wulandari, anggota Tim Nusantara Sehat Kementerian Kesehatan yang bertugas di Kabupaten Halmahera Tengah, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/131148/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Annisa Nurul Ummah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perlu kolaborasi pemerintah dan masyarakat luas untuk mengurangi jumlah anak stunting di IndonesiaAnnisa Nurul Ummah, Staf Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1244252019-10-04T06:27:43Z2019-10-04T06:27:43ZJika stabil, Papua diprediksi bisa mengejar ketertinggalannya dalam 5 tahun ke depan. Ini alasannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/295184/original/file-20191002-49369-vfr95j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C13%2C2995%2C1980&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebuah desa perikanan di provinsi Papua</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sumber daya manusia di Provinsi Papua yang kini tertinggal dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia berpotensi mengejar ketertinggalannya jika aktivitas pembangunan di Papua berlangsung stabil. </p>
<p>Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)–indikator pembangunan manusia sebuah daerah yang diukur dari tingkat kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak–Provinsi Papua saat ini paling rendah dibanding provinsi lainnya. </p>
<p>Namun berdasarkan analisis data, IPM Provinsi Papua akan melewati capaian IPM provinsi dengan IPM terendah lainnya karena indikator pertumbuhan tingkat pendidikan dan ekonomi Papua saat ini lebih tinggi dari provinsi-provinsi tersebut. Angkanya bahkan lebih tinggi dibanding angka rata-rata nasional. </p>
<p>Tentu saja penghitungan ini berdasarkan asumsi bahwa aktivitas pembangunan di Papua berlangsung stabil. </p>
<p>Pada 2018, Papua tercatat sebagai provinsi dengan IPM paling rendah dengan angka 60,06. IPM Provinsi Papua jauh di bawah IPM rata-rata nasional tahun 2018 yang mencapai 71,39. </p>
<p>Papua masuk kelompok provinsi-provinsi dengan IPM terendah, yaitu Papua Barat (63,74), Nusa Tenggara Timur (NTT) (64,39), Sulawesi Barat (65,1), Kalimantan Barat (66,98) dan Nusa Tenggara Barat(NTB) (67,3). </p>
<h2>Tren kemajuan</h2>
<p>Meski angka IPM Papua paling rendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia, tingkat pertumbuhan IPM Papua menunjukkan peningkatan yang pesat. Angka IPM Papua 60,06, <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/04/15/1557/pada-tahun-2018--indeks-pembangunan-manusia--ipm--indonesia-mencapai-71-39.html">lebih tinggi 1,64% di banding tahun sebelumnya</a>. </p>
<p>Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan IPM Papua menunjukkan angka sebesar <a href="https://papua.bps.go.id/pressrelease/2019/05/06/424/indeks-pembangunan-manusia--ipm--provinsi-papua-tahun-2018.html">1,32%</a> per tahun. </p>
<p>Angka tersebut merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan capaian provinsi dengan IPM paling rendah: Papua Barat (0,91%), NTB (0,86%), Kalimantan Barat (0,82%), Sulawesi Barat (1,13%), dan NTT (0,86) per tahun.</p>
<p>Bahkan, capaian rata-rata pertumbuhan IPM Papua dalam lima tahun terakhir juga lebih tinggi bila dibandingkan secara nasional yang hanya sebesar 0,89% per tahun.<br>
Dengan capaian tersebut, IPM Provinsi Papua akan melewati Papua Barat dan NTB yang masuk ke dalam lima provinsi dengan IPM terendah dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun.</p>
<p>Bahkan 10 tahun setelahnya, IPM Papua diperkirakan akan melampaui empat provinsi lainnya dengan IPM antara 70-80 (IPM tinggi) yaitu Kepulauan Riau, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Utara. </p>
<h2>Akselerasi pembangunan pendidikan dan meningkatnya daya beli masyarakat</h2>
<p>Ada dua hal utama yang berkontribusi pada peningkatan IPM Provinsi Papua. </p>
<p><strong>Pertama,</strong> akselerasi pembangunan pendidikan di Provinsi Papua relatif pesat dalam beberapa tahun terakhir. </p>
<p>Akselerasi pembangunan pendidikan diukur dengan pertumbuhan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Angka harapan lama sekolah bertumbuh 2.75% pada tahun 2018 atau <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/08/27/34432798c6ae95c6751bfbba/indeks-pembangunan-manusia-2018.html">dari 10,54 tahun di tahun 2017 menjadi 10,83 tahun di tahun 2018</a>. Capaian tersebut melebihi pertumbuhan angka harapan lama sekolah secara nasional yang hanya sebesar 0,47% atau dari 12,85 tahun di tahun 2017 menjadi 12,91 tahun di tahun 2018. </p>
<p>Capaian tersebut juga mengungguli capaian pertumbuhan angka harapan lama sekolah di Provinsi Papua Barat (0,48%), NTB (0,07%), Riau (0,08%), Banten (0,55%) dan Bangka Belitung (0,34%), dan Kalimantan Utara (0,23%) dalam jangka waktu yang sama. </p>
<p>Sedangkan angka rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua pada tahun 2018 bertumbuh sebesar 3,99% atau <a href="https://papua.bps.go.id/dynamictable/2016/08/05/11/-metode-baru-rata---rata-lama-sekolah-menurut-kabupaten-kota-2010-2018.html">dari 6,27 tahun di tahun 2017 menjadi 6,52 tahun di tahun 2018</a>. </p>
<p>Capaian tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan angka harapan lama sekolah secara nasional yang hanya sebesar 0,86% atau dari 8,1 tahun di tahun 2017 menjadi 8,17 tahun di tahun 2018. </p>
<p>Angka tersebut juga melampaui capaian pertumbuhan angka harapan lama sekolah provinsi Papua Barat (1,68%), NTB (1,88%), Riau (0,20%), Banten (1,06%), dan Bangka Belitung (0,77%), dan Kalimantan Utara (2,90%) pada periode yang sama.</p>
<p>Angka tersebut didukung fakta bahwa tingkat partisipasi sekolah semakin meningkat sejak tahun 2011. Angka partisipasi sekolah (APS) usia 7-12 tahun di Provinsi Papua terus meningkat sebesar <a href="https://papua.bps.go.id/dynamictable/2018/05/28/155/angka-partisipasi-sekolah-menurut-usia-sekolah-dan-kabupaten-kota-di-provinsi-papua-2010-2018.html">9,02%</a> sejak tahun 2011. Sedangkan di provinsi lainnya hanya meningkat di bawah level <a href="https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/12/22/1054/angka-partisipasi-sekolah-aps-menurut-provinsi-2011-2018.html">3%</a>. </p>
<p>Tren positif tersebut juga dibarengi dengan turunnya tingkat putus sekolah sebesar <a href="https://www.bps.go.id/publication/2017/12/29/a5f1de9e06a62e333bc7a33c/potret-pendidikan-indonesia-statistik-pendidikan-2017.html">5,32%</a> pada 2017 pada jenjang pendidikan SD menjadi <a href="https://www.bps.go.id/publication/2018/12/06/a65b526c119ce8f799e5ea63/statistik-pendidikan-2018.html">2,21%</a> pada 2018. </p>
<p>Sementara itu di Provinsi Papua Barat, Banten, dan Kalimantan Barat justru meningkat masing-masing sebesar 1,43%, 0,22%, dan 0,01%. </p>
<p>Sedangkan provinsi NTB, Riau, dan Bangka Belitung menurun namun dengan persentase yang kecil yakni masing-masing sebesar 0,77%, 0,07% dan 0,06%. </p>
<p>Secara nasional, tingkat putus sekolah hanya menurun sebesar 0,02% di tahun 2018. </p>
<p><strong>Kedua,</strong> pertumbuhan pengeluaran per kapita yang tinggi. </p>
<p>Tahun 2018, pertumbuhan pengeluaran per kapita penduduk di Provinsi Papua rata-rata meningkat sebesar 2,27% atau dari <a href="https://papua.bps.go.id/dynamictable/2016/08/05/12/-metode-baru-pengeluaran-per-kapita-disesuaikan-menurut-kabupaten-kota-2010-2018.html">Rp. 6,996 juta per kapita per tahun menjadi Rp. 7,12 juta per kapita per tahun</a>. </p>
<p>Angka tersebut dapat juga dipandang sebagai indikasi adanya peningkatan pendapatan penduduk. Pendapatan penduduk yang meningkat dominan disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tahun 2018 <a href="https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/10/07/961/-seri-2010-laju-pertumbuhan-produk-domestik-regional-bruto-atas-dasar-harga-konstan-2010-menurut-provinsi-2010-2018-persen-.html">pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sebesar 7,33%</a> atau naik 2,69% dari tahun 2017. </p>
<p>Angka tersebut lebih tinggi dari <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/02/06/1619/ekonomi-indonesia-2018-tumbuh-5-17-persen.html">angka pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2018 yang mencapai 5,17%</a>. </p>
<h2>Data pembangunan</h2>
<p>Pertumbuhan IPM yang signifikan didorong oleh aktivitas pembangunan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir.</p>
<p>Ini bisa dilihat dari realisasi belanja daerah dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Papua yang cenderung meningkat. </p>
<p><a href="https://bpkad.papua.go.id/assets/rapbdapbd/eec43027a0cb57c11a5c812f817e5fb06.pdf">Tahun 2017, realisasi belanja naik sebesar 16,8% menjadi Rp 15,08 trilliun rupiah</a> dari <a href="https://bpkad.papua.go.id/assets/rapbdapbd/e44ede2ce5d49c9c87a7e50a938f6178.pdf">Rp 12,9 trilliun pada tahun 2016</a>.</p>
<p>Dalam dua tahun tersebut, anggaran pendidikan naik sebesar 236.3% menjadi Rp 552,4 miliar pada tahun 2017. Lalu anggaran untuk pelayanan kesehatan naik 52,8% menjadi Rp 1,2 triliun.</p>
<p>Tahun 2018, realisasi APBD memang menurun jika dibanding tahun 2017 menjadi Rp 14,09 triliun. Anggaran kesehatan dan pendidikan juga turun menjadi Rp 320,45 milliar dan Rp 903,23 milliar masing-masing.</p>
<p>Berkurangnya anggaran pada tahun 2018 mengakibat turunnya pertumbuhan IPM Papua pada tahun 2018 menjadi 1,64% dari tahun 2017 yang mencapai 1,79%. </p>
<p>Oleh karena jika IPM ingin melampui daerah-daerah lainnya maka aktivitas pembangunan Papua harus dijaga untuk terus stabil.</p>
<h2>Tantangan</h2>
<p>Ada satu hambatan yang dihadapi Provinsi Papua saat ini untuk mengejar ketertinggalan. </p>
<p>Tahun 2018, kesenjangan pembangunan manusia antarkabupaten dan kota yang paling tinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Papua. </p>
<p>Kesenjangan ini terlihat dari perbedaan capaian antara ibukota Provinsi Papua, Jayapura dengan Kabupaten Nduga, salah satu daerah yang terkenal sebagai wilayah konflik. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/08/27/34432798c6ae95c6751bfbba/indeks-pembangunan-manusia-2018.html">IPM Jayapura dengan Nduga berselisih sebesar 50,16%</a> dan mencakup semua dimensi.</p>
<p>Misalnya pada dimensi pendidikan, capaian <a href="https://papua.bps.go.id/dynamictable/2016/08/05/10/-metode-baru-harapan-lama-sekolah-menurut-kabupaten-kota-2010-2018.html">angka harapan lama sekolah di Kabupaten Nduga hanya sebesar 2,95 tahun, dibandingkan di Kota Jayapura sebesar 14,99 tahun.</a> </p>
<p>Hal ini cukup mengkhawatirkan karena penduduk usia tujuh tahun di Kabupaten Nduga hanya memiliki harapan sekolah selama 2 tahun saja </p>
<p>Dengan demikian, kondisi kesenjangan yang terjadi di Provinsi Papua mengharuskan adanya strategi pembangunan manusia yang menyeluruh dan menyentuh semua lini jika daerah ini ingin mengejar ketertinggalannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/124425/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rafly Parenta Bano tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sumber daya manusia di Provinsi Papua memang tertinggal dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia. Tapi dalam 5 tahun, Papua akan mengejar ketertinggalannyaRafly Parenta Bano, Statistisi Muda Badan Pusat Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1162822019-07-29T08:05:27Z2019-07-29T08:05:27ZHasil riset: Jokowi perlu ubah prioritas Dana Desa ke SDM dan sektor informal pedesaan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/285995/original/file-20190729-43145-ufwt29.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C1000%2C559&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemerintah di bawah Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah mulai memperhatikan potensi ekonomi desa melalui pelaksanaan program Dana Desa. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Survei terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan potensi ekonomi desa yang besar. </p>
<p>Pemerintah di bawah Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah mulai memperhatikan potensi ekonomi desa melalui pelaksanaan program Dana Desa. </p>
<p>Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan langsung ke desa terus meningkat yakni <a href="https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/akumulasi-penyaluran-dana-desa-hingga-tahun-2018-tahap-2-mencapai-rp149-31-triliun/">Rp20,67 triliun pada 2015, Rp46,98 triliun pada 2016, serta masing-masing Rp 60 triliun pada 2017 dan 2018</a>. Untuk periode 2019 sampai 2024, pemerintah akan meningkatkan alokasi Dana Desa menjadi <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/02/26/17333511/total-dana-desa-2019-2024-rp-400-triliun?page=all">Rp 400 triliun.</a></p>
<p>Selama ini, <a href="https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/akumulasi-penyaluran-dana-desa-hingga-tahun-2018-tahap-2-mencapai-rp149-31-triliun/">mayoritas Dana Desa diperuntukkan untuk</a> pembangunan fasilitas fisik dan infrastruktur di desa. Misalnya untuk pembangunan jalan, jembatan, dan saluran air.</p>
<p>Data terkini dari BPS menunjukkan setidaknya ada dua hal yang perlu menjadi prioritas dalam pengucuran Dana Desa, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur sektor informal di desa yang tampaknya belum diperhatikan dalam kebijakan pemerintah saat ini. </p>
<p>Berikut ini adalah paparan mengapa dua hal tersebut perlu diperhatikan sebagai fokus utama dalam alokasi Dana Desa.</p>
<h2>Peluang desa untuk menyerap tenaga kerja</h2>
<p>Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang diadakan BPS pada Februari 2019 menunjukkan bahwa <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/05/31/4a6b3b44a64b3250c10f2d36/keadaan-pekerja-di-indonesia-februari-2019.html">mayoritas penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan</a>. Lapangan kerja tersebut terkonsentrasi di desa. </p>
<p>Pada 2018, tiga sektor tersebut menyumbang <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/07/04/daac1ba18cae1e90706ee58a/statistik-indonesia-2019.html">12,81 % dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia </a> atau senilai Rp 1.900 triliun. </p>
<p>Desa sebenarnya mampu memberikan peluang besar untuk menyerap tenaga kerja. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">data BPS pada Februari 2019</a>, rasio jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah populasi di desa lebih besar (69,49) dibanding di kota (63,02). </p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa wilayah perdesaan lebih mampu dalam menyerap tenaga kerja atau menciptakan pekerjaan, terlepas pekerjaan tersebut layak atau tidak. </p>
<p>Selain itu, jumlah pengangguran di desa juga lebih kecil dari kota. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">Survei BPS</a> tentang nilai Tingkat Pengangguran Terbuka di desa menunjukkan angka 3,45% dari total jumlah penduduk. Angka tersebut lebih kecil dibanding di kota yang mencapai 6,30%.</p>
<p>Hal ini bisa terjadi karena usaha pertanian di desa yang beraneka ragam, mulai dari pengolahan hasil pertanian hingga pengolahan produk lanjutan. Semua tahap proses itu membutuhkan banyak tenaga kerja.</p>
<p>Guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia di desa, Dana Desa bisa digunakan untuk membekali masyarakat desa tentang optimalisasi pertanian dan usaha strategis desa melalui pelatihan berkelanjutan dan dan intensif. </p>
<p>Akan lebih baik lagi jika pembekalan ini juga diimbangi dengan penyediaan fasilitas pendukung untuk meningkatkan produksi usaha masyarakat tersebut.</p>
<h2>Peluang dari sektor informal</h2>
<p>Mayoritas penduduk di Indonesia bekerja di sektor informal. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">Hasil Survei SAKERNAS</a> menunjukkan sebanyak 57,27% penduduk Indonesia atau 74 juta orang bekerja di sektor informal. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">Data terakhir</a> menunjukkan hampir 60% dari orang yang bekerja di sektor informal tinggal di desa. </p>
<p>Meskipun demikian, upah pekerja di bidang sektor informal desa belum diperhatikan.</p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/05/31/4a6b3b44a64b3250c10f2d36/keadaan-pekerja-di-indonesia-februari-2019.html">Rata-rata upah pekerja</a> di desa hanya mencapai Rp 1,93 juta per bulan pada Februari 2019. Sedangkan rata-rata upah pekerja di kota mencapai Rp 2,88 juta. </p>
<p>Kajian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) <a href="https://www.bappenas.go.id/files/3513/5027/3734/kajian-peran-sektor-informal2010090310304327490__20110518101103__3050__0.pdf">menunjukkan </a> perlunya peningkatan upah di sektor informal desa untuk mencegah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang masif demi mencari pekerjaan. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2016/11/30/63daa471092bb2cb7c1fada6/profil-penduduk-indonesia-hasil-supas-2015.html">Survei Penduduk BPS tahun 2015</a> menunjukkan provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah migrasi masuk terbesar kedua setelah Jawa Barat karena banyak lulusan sekolah dari daerah lain yang pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.</p>
<p>Untuk memastikan sektor informal desa tetap berkembang, pemerintah bisa mengalokasikan Dana Desa untuk mendukung usaha informal seperti membantu pengadaan mesin penggiling padi dan mesin untuk industri kue. </p>
<h2>Peran Dana Desa</h2>
<p>Jumlah Dana Desa yang besar perlu digunakan secara optimal untuk mendorong perekonomian di desa. </p>
<p>Dari data-data yang disebutkan di atas, sektor informal dan pengembangan sumber daya manusia perlu menjadi sasaran utama dalam pemanfaatan dana desa.</p>
<p>Melalui usaha-usaha di sektor informal yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, diharapkan efek peningkatan pendapatan akan lebih terasa. </p>
<p>Selain itu, penggunaan dana desa bisa juga lebih difokuskan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia pada usaha yang menjadi unggulan di daerah tersebut.</p>
<p>Selain penggunaan yang optimal, pemerintah juga perlu meningkatkan kemampuan aparat desa dalam mengelola Dana Desa. </p>
<p>Kesadaran penuh dari pihak-pihak yang terkait langsung dalam penyaluran dana kepada masyarakat sangat diperlukan. </p>
<p>Pemerintah pusat melalui pemerintah daerah juga perlu mengawasi penggunaannya secara optimal dan tepat guna sehingga benar-benar mendorong perekonomian di desa. Untuk itu, <a href="https://www.kemenkeu.go.id/media/11911/media-keuangan-maret-2019-rev.pdf">sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah menjadi salah satu unsur penting dalam keberhasilan pemanfaatan Dana Desa</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/116282/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Annisa Nurul Ummah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sektor informal di desa adalah dua hal yang harus diperhatikan dalam alokasi Dana Desa.Annisa Nurul Ummah, Staf Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.