Menu Close

Lebih banyak pasangan berarti lebih banyak dukungan, kata pasangan poliamori

Walaupun keluarga polyamorous memiliki dukungan yang besar bagi diri mereka sendiri secara internal, mereka mengalami marginalisasi dalam sistem kesehatan dan ketakutan akan penilaian oleh penyedia layanan kesehatan. Shutterstock

Poliamori adalah melakukan beberapa hubungan konsensual yang berpotensi jangka panjang, romantis, atau seksual pada saat yang bersamaan.

Kami melakukan sebuah penelitian wawancara dengan keluarga poliamori untuk meneliti pengalaman mereka dengan kelahiran dan kehamilan.

Tujuan kami adalah untuk mengidentifikasi hambatan dalam perawatan prenatal, antenatal, dan postnatal bagi keluarga poliamori serta untuk membagikan hasil dan strategi dengan penyedia layanan kesehatan agar mereka dapat menindaklanjutinya.

Kami menemukan bahwa mereka yang berada dalam hubungan poliamori mendapat keuntungan dari satu sama lain, namun tidak dari sistem. Banyak narasumber kami menyatakan pandangan bahwa memiliki lebih banyak pasangan berarti mendapatkan lebih banyak dukungan.


Read more: Why you might want to rethink monogamy


Mereka memberi tahu kami bahwa meski mengatur beberapa hubungan bisa jadi sulit, namun hal tersebut juga menawarkan dukungan finansial dan logistik yang lebih besar dalam hal membesarkan keluarga. Salah satu peserta mengatakan:

“Ada lebih banyak hubungan empat mata. Ketika anak kami yang berusia 13 tahun sedang sedih, sakit atau apa pun dan hanya menginginkan ibunya, lalu anak yang berusia 3 tahun hanya menginginkan ayahnya… tidak masalah, karena masih ada orang dewasa lain untuk merawat anak-anak yang lain.”

Peserta penelitian kami juga menyatakan kesulitan menghadapi sistem sosial formal dan informal - termasuk sistem layanan kesehatan - karena kita hidup di dunia yang cenderung memberikan privilese pada monogami.

Keragaman struktur hubungan

Konsep poliamori - yang termasuk ke dalam tipe non-monogami - kurang dipahami dan dapat memiliki arti yang berbeda bagi tiap orang.

Secara umum, hubungan poliamori adalah hubungan jangka panjang, romantis atau seksual, dan melibatkan lebih dari dua individu. Namun, definisi ini tidak dialami semua orang yang terlibat dalam poliamori. Ada berbagai struktur hubungan atau “polycules” yang ada dalam dunia poliamori.

Poliamori kini semakin umum. (Shutterstock)

Beberapa polycules memiliki struktur hierarki yang menempatkan dua individu (atau lebih) dari identitas gender yang sama (atau berbeda) untuk hidup bersama (atau terpisah) dan memprioritaskan hubungan mereka tapi juga terlibat dalam hubungan romantis atau seksual lain.

Polycules lain tidak memiliki hierarki dan semua hubungan dianggap prioritas. Dalam beberapa kasus, semua individu dalam polycules terlibat dalam hubungan romantis atau seksual dengan semua pihak, tapi hal ini tidak selalu terjadi.

Setiap hubungan poliamori unik dalam hal struktur, pengaturan, dan definisi.

Lebih sering terjadi daripada yang kita kira

Karena poliamori memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda, hubungan ini sulit untuk diukur. Semua partisipan dalam penelitian kami menjelaskan bahwa mereka menjadikan hubungan poliamori sebagai bagian dari identitas mereka.

Namun, terdapat perdebatan mengenai apakah poliamori harus dianggap sebagai bagian dari orientasi seksual atau sebuah praktik dalam hubungan sosial.

Karena itu, perkiraan prevalensi (kelaziman) juga dibatasi oleh kesediaan individu untuk mengungkapkan status polyamorous mereka.

Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa satu dari lima orang dewasa lajang pernah mempraktikkan beberapa bentuk hubungan non-monogami konsensual.

Partisipan penelitian polyamorous banyak terlibat dalam dialog seputar keluarga berencana. (Shutterstock)

Jika sepersepuluh saja dari mereka terlibat poliamori, itu tetap mewakili 2% dari total populasi orang lajang.

Terlebih lagi , angka ini tidak mencakup individu yang sudah menikah yang terlibat dalam hubungan non-monogami konsensual.

Satu survei berbasis di Kanada mengumpulkan informasi dari 547 individu yang mengidentifikasikan diri sebagai polyamorous. Survei ini melaporkan bahwa jumlah orang yang polyamorous meningkat. Survei itu juga menunjukkan bahwa mayoritas mereka berada pada usia subur (25 hingga 44 tahun) dengan lebih dari 20% memiliki, setidaknya, satu anak di bawah usia 19 tahun.


Read more: Wish you were in an open relationship? So do many Canadians


Terlepas dari keterbatasan yang ada dalam penelitian hingga saat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa poliamori terjadi lebih sering daripada yang dikira sebagian besar orang, dan bahwa orang-orang yang terlibat dalam hubungan polyamorous memiliki anak.

Diskusi mengenai peran pengasuhan

Keluarga poliamori yang kami wawancara menyatakan mereka menimbang dengan mendalam setiap keputusan yang mereka ambil, terutama terkait perencanaan keluarga.

Mereka melakukan banyak usaha dalam komunikasi seputar kehadiran anak dalam hubungan, kapan harus memiliki anak, siapa yang akan menjadi orang tua biologis, dan apa peran pengasuhan yang mereka akan lakukan.


Read more: When you have 2 lovers, the holidays can be tricky


Walau tidak semua, tapi banyak dari orang yang kami wawancara juga melaporkan kesulitan mengungkapkan status polyamorous mereka karena takut dinilai buruk oleh orang lain.

Ini berlaku untuk pengungkapan kepada keluarga, teman, kolega dan - dalam kasus kehamilan dan kelahiran - kepada penyedia layanan kesehatan.

Bahkan ketika partisipan mengungkapkan bahwa mereka memiliki hubungan dengan beberapa orang, hubungan ini tidak selalu diakui. Misalnya, satu peserta mengatakan:

“Mereka bertanya siapa yang diizinkan untuk membuat janji temu untuk anak Anda, dan saya berkata, saya, suami, dan pacar saya. Dan saya harus memberikan nama dan nomor telepon pacar saya. Dan mereka bertanya kepada saya beberapa kali, apakah Anda yakin? Apa hubungan dia dengan anak itu? Saya katakan bahwa secara teknis dia adalah ibunya. Dan mereka mengatakan bahwa mereka hanya akan mencantumkan dia sebagai bibinya karena rupanya mereka tidak dapat mencantumkan beberapa ibu karena sudah ada seorang ayah.”

Marginalisasi dalam sistem layanan kesehatan

Terkait kehamilan dan kelahiran, partisipan kami menyatakan merasa terpinggirkan dari sistem layanan kesehatan. Mereka menemukan bahwa penyedia layanan kesehatan dan sistem secara umum menawarkan sedikit ruang untuk mengakui pasangan mereka di luar hubungan biologis anak-orang tua.

Partisipan kami menyatakan menghadapi hambatan seperti kurangnya ruang fisik untuk pasangan tambahan, kurangnya inklusi dalam pengambilan keputusan medis, dan menghadapi pandangan miring ketika mereka mengungkapkan status hubungan.

Setiap pengalaman yang dibagikan oleh partisipan kepada kami unik, seperti hal semua keluarga.

Aisha Amelia Yasmin menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now