Menu Close

Melawan tuberkulosis yang resistan terhadap obat: sebuah penelitian beri harapan baru

Penelitian terbaru menunjukkan potensial untuk memperpendek masa pengobatan tuberkulosis yang memiliki resistansi terhadp obat. Daniel Irungu/EPA

Tuberkulosis (TB) adalah penyebab paling besar dari kematian yang dipengaruhi oleh penyakit menular, yang menyebabkan lebih banyak kematian daripada HIV/AIDS. Pada 2017, 10 juta orang terinfeksi penyakit TB secara global dan diperkirakan 1,6 juta orang meninggal. Kemarin, 24 Maret merupakan Hari Tuberkulosis Sedunia, yang diperingati untuk menurunkan penyebaran penyakit ini.

Salah satu hambatan terbesar untuk mengalahkan penyakit adalah meningkatnya resistansi terhadap obat yang sebelumnya dapat menyembuhkan TB.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa resistansi virus TB terhadap obat adalah krisis kesehatan global. Di seluruh dunia pada 2017, diperkirakan 558.000 orang yang terinfeksi TB resistan terhadap obat ampuh yang paling efektif-rifampisin (RR-TB). Dari jumlah tersebut, 82% menderita TB yang resistan terhadap beberapa obat lain.

Tapi saat ini upaya pengobatan TB yang resistan masih belum efisien sama sekali. Pengobatan medis selama 20 sampai 24 bulan yang digunakan di banyak negara untuk mengobati pasien terbilang mahal dan juga memiliki efek samping yang signifikan. Selain itu, lama pengobatan membuat pasien sulit untuk menjalaninya, dan layanan kesehatan juga kesulitan menopangnya. Secara global, tingkat keberhasilan pengobatan medis rata-rata hanya sedikit lebih besar dari 50% sistem perawatan yang ada, meski ada variasi yang cukup besar dari satu negara ke negara lain.

Atas dasar itu, para peneliti di seluruh dunia segera mendesak mengeksplorasi lama perawatan yang lebih pendek, lebih efektif, dan lebih aman untuk pasien yang memiliki TB yang resistan terhadap obat.

Salah satu upaya tersebut sudah mulai berbuah. Hasil dari Tahap 1 dari uji coba klinis baru-baru ini diterbitkan. Berita tersebut menggembirakan. Percobaan ini memberikan bukti bahwa terdapat pengobatan medis dengan waktu yang lebih pendek–9 hingga 11 bulan–sama efektifnya untuk pengobatan TB yang resistan terhadap beberapa obat dalam waktu yang lebih lama, 20 bulan yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh WHO pada 2011.

Uji coba STREAM (Standardised Treatment Regimen of Anti-TB Drugs for Patients with Multidrug-resistant/MDR-TB) menyajikan bukti kuat terkait efektivitas dan keamanan pengobatan medis 9 hingga 11 bulan bila dibandingkan dengan pengobatan 20 bulan yang jauh lebih lama. Hasilnya sama baiknya dan fakta bahwa pengobatan yang lebih pendek membuatnya jauh lebih dapat diterima oleh pasien. Hal ini juga cenderung menghasilkan penghematan biaya bagi pasien dan layanan kesehatan.

Uji coba

Uji coba STREAM (Pengobatan Medis Standar untuk Obat Anti-TB terhadap Pasien dengan MDR-TB) adalah uji klinis fase III acak pertama yang melibatkan banyak negara untuk menguji keberhasilan, keamanan, dan dampak ekonomi dari pengobatan MDR-TB yang diperpendek. Sifat acak dari percobaan tersebut berarti bahwa pasien masing-masing dimasukkan dalam pengobatan yang panjang atau pendek sedemikian rupa untuk menghindari bias. Pembagian perawatannya ditentukan secara acak bukan oleh pilihan dokter.

Uji coba fase III dirancang untuk menilai efektivitas dan keamanan intervensi baru dalam praktik nyata.

Tahap 1 uji coba ini dirancang untuk menilai apakah pengobatan 9 hingga 11 bulan yang dilakukan dalam program percontohan di Bangladesh menunjukkan tingkat penyembuhan yang menjanjikan, dan sama efektifnya dengan pengobatan yang lebih lama ketika dinilai di program lain di bawah kondisi uji coba kontrol yang ketat. Tujuh daerah di Vietnam, Mongolia, Afrika Selatan, dan Ethiopia berpartisipasi.

Hasil dari Tahap 1 menunjukkan bahwa pengobatan yang lebih pendek sama baiknya dengan pengobatan 20 bulan.

Hampir 80% pasien dalam uji coba menunjukkan hasil yang baik setelah dua setengah tahun pada masa pemulihan dihitung dari mulai masuk hingga uji coba. Persentasenya adalah 79,8% untuk pengobatan selama 20 bulan. Dan pengobatan 9 hingga 11 bulan, persentasenya adalah 78,8%.

Hasil pada pasien dengan HIV, meski tidak sebagus pada mereka yang HIV-negatif, juga sangat mirip baik pada pengobatan pendek dan pajang.

Temuan tentang efek sampingnya juga terlihat penting. Ada tingkat efek samping yang terlihat sangat mirip selama pengobatan dan masa pemulihan untuk kedua tipe pengobatan. Tapi ada perbedaan dalam jenis efek samping. Efek samping yang paling umum adalah gangguan konduksi jantung, yang meningkatkan risiko aritmia serius dan berpotensi fatal, untuk tipe pengobatan 9 hingga 11 bulan. Dalam pengobatan 20 bulan, efek samping yang paling umum adalah gangguan metabolisme, khususnya hipokalemia.

Analisis data ekonomi kesehatan sedang berlangsung dan akan mulai menilai potensial biaya yang dihemat untuk pasien dan layanan insuransi kesehatan pada pengobatan 9 sampai 11 bulan jika dibandingkan dengan pengobatan 20 bulan.

Kesimpulan

Hasil akhir dari percobaan ini menggembirakan karena menunjukkan bahwa pengobatan 9 hingga 11 bulan sebanding dalam hal efektivitas dan keamanannya terhadap pengobatan selama 20 bulan. Hal ini mendukung penggunaan pengobatan yang lebih pendek untuk pasien dengan TB yang resistan terhadap rifampisin.

Pengobatan 9 hingga 11 bulan memberikan keuntungan yang substansial. Ini mengurangi waktu perawatan, dapat meningkatkan retensi pasien dalam kondisi terprogram, dan mengurangi jumlah pil yang harus diminum pasien.

Namun, pemantauan Elektrokardiograf (EKG) yang diperlukan juga merupakan pertimbangan penting.

Dalam pedoman terbaru yang dikeluarkan tahun lalu, WHO kembali menyoroti kebutuhan untuk terus mencari pengobatan yang tidak hanya lebih pendek, tapi juga lebih tidak beracun bagi pasien. Hasil STREAM Tahap 1 menunjukkan bahwa beberapa kemajuan sedang dibuat.

STREAM Tahap 2 saat ini sedang mengevaluasi semua pengobatan oral yang berpotensi memiliki tingkat keefektifan yang sama dan lebih dapat ditoleransi daripada pengobatan dengan suntikan yang saat ini digunakan di beberapa negara. Ini juga akan menjadi langkah maju yang besar dalam pertempuran melawan MDR-TB.

Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Muhammad Gaffar.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now