Menu Close

Mengapa Jokowi dan Prabowo diam soal Budi Pego, aktivis lingkungan yang dituduh komunis

Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno (kiri) adalah salah satu pendiri perusahaan yang menguasai PT BSI, perusahaan tambang emas yang beroperasi di pegunungan Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Ripsa Photo/www.shutterstock.com

Dalam debat kedua calon presiden (capres) pada 17 Februari, kandidat petahana Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyebut hampir tidak ada konflik tanah selama periode pemerintahannya. Ia menuding rivalnya, Prabowo Subianto, yang menguasai ratusan ribu hektare lahan, sebagai penyebab ketimpangan kepemilikan lahan.

Prabowo berdalih penguasaan lahan tersebut sebagai bentuk sikap patriotik untuk menghindari penguasaan lahan oleh pihak asing.

Pada kenyataannya, terdapat konglomerat penguasa ribuan hektare lahan di dua kubu calon presiden. Dan kedua kubu memiliki peran dalam melahirkan konflik tambang emas di kawasan pegunungan Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang telah menyebabkan seorang aktivis penolak tambang Heri Budiawan alias Budi Pego ditangkap dengan pasal komunisme.

Di tengah dominasi sentimen-sentimen keagamaan dalam kampanye pilpres yang mengaburkan hubungan-hubungan bisnis para politikus dan konglomerat dari dua kubu, kasus pemidanaan aktivis lingkungan ini luput dalam bahasan debat serta lenyap dalam hiruk-pikuk kampanye pemilihan presiden (pilpres) 2019 selama ini.

Kriminalisasi Budi Pego

Menurut catatan media lingkungan hidup Mongabay, sejak 1997 warga sekitar pegunungan Tumpang Pitu telah menolak aktivitas pertambangan karena alasan ancaman kerusakan lingkungan yang dapat mengganggu mata pencaharian nelayan. Pegunungan Tumpang Pitu berada di sebuah semenanjung kecil yang menghadap ke Pantai Selatan Jawa.

Selain itu, belajar dari pengalaman tsunami 1994, warga ingin mempertahankan Tumpang Pitu sebagai benteng alami yang melindungi penduduk sekitar dari ancaman gelombang besar.

Memasuki 2014, perusahaan tambang PT Bumi Suksesindo (BSI) mulai berproduksi di Tumpang Pitu dan konflik dengan warga mulai meningkat. Pada November 2015, warga menyerbu gudang PT BSI menyusul buntunya pertemuan antara PT BSI, aparat, dan warga. Dalam bentrok ini, beberapa warga menderita luka tembakan polisi.

Sesudah kejadian ini, ratusan anggota polisi dari satuan Brigadir Mobil (Brimob) menjaga lokasi tambang. Pada awal 2016, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan keputusan yang menetapkan kawasan tambang Tumpang Pitu sebagai objek vital nasional. Status ini memberi legitimasi mobilisasi aparat keamanan mengamankan kawasan tambang dan aset PT BSI.

Namun, warga terus melawan karena berbagai dampak buruk kehadiran tambang terus mereka derita, termasuk banjir lumpur pada 2016. Banjir yang terjadi ketika musim hujan ini disebabkan oleh kelalaian PT BSI yang saat itu belum memenuhi komitmen analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang mewajibkan perusahaan membuat enam dam.

Buntut dari lanjutan protes itu, pada 2017, aktivis penolak tambang Budi Pego ditangkap dan didakwa dengan pasal komunisme. Budi dijatuhi pidana penjara empat tahun dengan tuduhan menyebarkan dan mengembangkan ajaran Komunisme, Marxisme-Leninisme di ruang publik melalui spanduk bergambar palu dan arit, simbol Partai Komunis Indonesia. Namun, pengacara Budi menyebutkan pemidanaan Budi penuh kejanggalan. Di pengadilan, barang bukti tidak dapat ditunjukkan dan tidak ada saksi yang menyebutkan Budi membuat spanduk dengan gambar palu arit.

Mulai dari Sandiaga Uno hingga Yenny Wahid

Melalui PT BSI, para politikus dan konglomerat dari dua kubu punya kepentingan dalam aktivitas pertambangan di sana.

PT BSI memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) untuk menambang emas di kawasan hutan Tumpang Pitu seluas 4.998 hektare hingga 2030. Dari luas areal IUP itu, 1.942 hektare sebelumnya berada di kawasan hutan lindung. Namun, pada 2012 Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang kini menjadi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengajukan perubahan status kawasan hutan lindung seluas 9.743,28 hektare menjadi hutan produksi tetap kepada Kementerian Kehutanan. Pada 2013, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan yang juga petinggi Partai Amanat Nasional (PAN), mengabulkan permohonan hanya untuk areal yang masuk dalam IUP PT BSI.

PT BSI adalah salah satu anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk (Merdeka) yang pemegang saham mayoritasnya adalah PT Saratoga Investama Sedara Tbk (SRTG) dan PT Provident Capital Indonesia.

Dua perusahaan ini didirikan oleh Sandiaga Uno, calon Wakil Presiden yang mendampingi Prabowo Subianto, dan pengusaha Edwin Suryadjaya, anak pendiri konglomerasi Astra International William Suryadjaya. William adalah mentor karier bisnis Sandiaga. Seperti dikutip oleh Kompas, Sandiaga mengaku pernah disekolahkan William dan hampir setiap pekan selama tujuh tahun selalu makan siang bersama.

Sekilas nama-nama ini lebih condong terhubung hanya dengan kubu Prabowo, lewat koneksi Sandiaga. Namun dalam Merdeka juga terdapat nama-nama yang terhubung dengan kubu Jokowi.

Yenni Wahid. Sikarin Thanachaiary for World Economic Forum/flickr, CC BY

Termasuk dalam jajaran dewan komisaris Merdeka adalah Garibaldi ‘Boy’ Thohir, kakak dari Erick Thohir, Ketua Tim Pemenangan Jokowi, dan Dhohir Farisi, politikus Gerindra yang juga merupakan suami Yenny Wahid, anak pertama Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang telah mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi.

Gus Dur juga diakui Yenny telah menjalin hubungan yang dekat dengan William Suryadjaya sejak 1990-an saat keduanya mendirikan Bank Nusumma. Yenny juga sebelumnya tercatat sebagai komisaris independen Merdeka hingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Merdeka pada 2016. Masuknya Yenny dinilai berhubungan dengan basis NU di Banyuwangi tempat beroperasinya PT BSI.

Pada 2014, Yenny mengaku mau menerima posisi sebagai komisaris independen karena menurutnya warga sekitar mendukung perusahaan tambang itu. Padahal, penolakan warga atas aktivitas pertambangan telah terjadi sejak 1997. Namun, pada November 2015, Yenny mengaku mengundurkan diri setelah kejadian rusuh beberapa hari sebelumnya. Tapi mundurnya Yenny kemudian digantikan oleh suaminya.

Sebelumnya, Rony Hendropriyono, anak AM Hendropriyono—mantan Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) yang dekat dengan Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri—juga sempat berada di jajaran direksi Merdeka hingga RUPS 2017. Hingga terakhir pada RUPS 2016, AM Hendropriyono juga pernah menduduki jabatan sebagai presiden komisaris.

Retorika agama dan reproduksi narasi hantu komunis

Mencermati hubungan-hubungan politikus dan pengusaha di balik perusahaan penambang emas di Tumpang Pitu, maka dapat dimengerti jika kedua kubu tidak memperhatikan substansi penolakan warga atas aktivitas penambangan di sana. Pemerintah tidak pernah mengindahkan permintaan warga agar pemerintah mengevaluasi dan mencabut izin usaha tambang PT BSI dan perusahaan lainnya di Tumpang Pitu.

Di samping itu, tidak seperti isu agama, isu konflik tanah, ketimpangan akses lahan, dan isu lingkungan hidup kurang populer bagi para politikus karena sulit dikapitalisasi untuk dikonversi sebagai suara.

Dalam kasus Budi Pego, pemerintah juga tidak berupaya mengatasi akar masalah yang membuat mudahnya menggunakan narasi komunisme untuk menyudutkan lawan politik dan oposisi. Jokowi yang juga kerap dituduh sebagai antek komunis justru ikut dalam permainan itu.

Aparat yang dapat menjangkau hingga level pedesaan seperti anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa), misalnya, telah dimobilisasi oleh Jokowi untuk melawan tuduhan dirinya sebagai komunis. Di berbagai forum dan media massa ia juga berulang kali menolak tuduhan itu sambil mengutuk dan menegaskan akan menggunakan kekerasan untuk menghadapi komunisme.

Sebagaimana retorika keagamaan yang kerap digunakan para politikus untuk memanipulasi emosi warga, reproduksi narasi hantu komunisme juga memiliki fungsi serupa. Narasi hantu komunisme digunakan untuk mengaburkan kekerasan politik yang menyebabkan ratusan ribu orang yang diduga komunis dibunuh dan puluhan ribu lainnya ditahan tanpa pengadilan pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Dalam narasi ini, komunisme dipahami sebagai musuh dan ancaman bagi keamanan negara maupun bagi agama. Diperkuat oleh TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang larangan komunisme yang telah direplikasi dalam berbagai peraturan perundangan lainnya, narasi hantu komunisme dapat menjadi senjata ampuh untuk menyerang musuh politik serta membungkam perlawanan.

Oleh sebab itu, berbagai aturan tentang larangan komunisme nampaknya akan terus dipertahankan. Seperti retorika keagamaan, fungsi aturan ini bagi para politikus penting untuk mengaburkan persoalan yang bagi mereka lebih fundamental dari struktur sosial dan politik Indonesia, yakni melindungi kepentingan akumulasi kekayaan privat dan perampasan sumber daya alam.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now