Menu Close
Padang lamun di Taman Nasional Wakatobi, Indonesia. Lamun adalah tempat bagi banyak ikan karang. Ethan Daniels/shutterstock

Mengapa padang lamun di Kawasan Perlindungan Laut Indonesia masih terancam. Ini penjelasan ahli

Meski tidak sepopuler hutan mangrove dan terumbu karang, padang lamun adalah salah satu ekosistem penting di laut dengan perannya sebagai sumber makanan bagi hewan laut dan penyerap karbon.

Mirip dengan kedua ekosistem tersebut, ekosistem padang lamun, yang sering keliru dianggap sama dengan rumput laut, juga mengalami degradasi aktivitas manusia.

Penyebabnya adalah reklamasi dan pembangunan pantai, polusi minyak, penambangan pasir dan karang, pertanian rumput laut, sedimentasi, penggundulan hutan, penangkapan ikan secara berlebihan, kualitas air yang buruk, hingga sampah. Selain itu, kegiatan memanen hewan laut hewan laut ukuran kecil seperti siput laut, kerang dan teripang dari lamun selama air surut juga bisa menjadi ancaman.


Read more: fishIDER, alat baru untuk memperbaiki manajemen perikanan Indonesia


Kegiatan yang mengancam di atas berpotensi menghilangkan 2-5% total luas padang lamun per tahun, secara global.

Masyarakat lokal dan pemerintah telah berupaya melindungi padang lamun dengan berbagai cara, misalnya para masyarakat pesisir memberlakukan moratorium penangkapan ikan atau biota lainnya untuk periode tertentu, yang dikenal dengan istilah “sasi”. Secara tidak langsung, padang lamun ikut terlindungi karena aktivitas perikanan menjadi berkurang.

Sementara, untuk skala nasional, pemerintah telah menciptakan Kawasan Perlindungan Laut (KPL) yang saat ini cakupannya seluas 20 juta hektar di seluruh Indonesia.

Beberapa kawasan perlindungan laut, seperti di Pulau Wakatobi dan Kabupaten Buton di provinsi Sulawesi Tenggara, telah berhasil meningkatkan luas padang lamun di wilayah tersebut.

Namun, tidak semua daerah berhasil. Wilayah-wilayah Nias Utara, Sumatra Utara, dan Biak Numfor di Papua, belum bisa menghentikan degradasi luasan padang lamun.

Luasan padang lamun area menurun rata-rata dari 58% menjadi 48% pada tahun 2016 dan 61% menjadi 55% pada tahun 2017.

Berikut analisis saya mengapa ekosistem lamun di kawasan lindung masih terancam.

Apa yang kurang dari Kawasan Perlindungan Laut (KPL)?

Kawasan Perlindungan Laut belum sepenuhnya efektif karena otoritas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan tersebut belum bisa merancang program yang memprediksi ancaman bagi ekosistem padang lamun.

Mayoritas ancaman ekosistem laut justru lebih banyak datang dari luar kawasan lindung, misalnya sedimentasi limpasan akibat pembangunan di pesisir dan pertumbuhan populasi.


Read more: Mencairnya lapisan es dan pengaruhnya bagi laut Indonesia. Ini kata panel ilmuwan PBB


Masalah lainnya, polutan dan puing-puing (seperti plastik) dari kegiatan perikanan juga merusak ekosistem lamun.

Dalam skala tertentu, kegiatan penangkapan ikan juga dapat merusak padang lamun dengan jangkar, baling-baling kapal, dan alat tangkap sering kali memotong daun atau mencabut seluruh tanaman.

Dengan pengetahuan yang memadai, pertumbuhan ekosistem padang lamun yang sehat bisa memainkan peran sebagai penyerap emisi karbon. Roirike Mardiana Bewinda / Shutterstock.com

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan dari otoritas Kawasan Perlindungan Laut malah mempersulit upaya untuk melindungi ekosistem lamun.

Hasilnya, mereka akan membuat program yang tidak begitu efektif untuk ekosistem lamun, seperti yang terjadi pada kedua wilayah, yaitu Sumatra Utara, dan Biak Numfor.

Mengapa ekosistem lamun penting?

Lamun merupakan rumah bagi hewan laut, baik hewan langka (seperti dugong, penyu, kuda laut, hiu harimau) dan hewan yang menjadi konsumsi manusia (seperti kakap dan ikan kaisar, teripang, moluska, kepiting).

Lamun yang sehat. Author provided

Tidak hanya menjadi sumber pangan bagi hewan laut, tumbuhan ini juga menyerap karbon. Melalui proses fotosintesis, lamun menyerap karbon dioksida di udara dan mengubahnya menjadi biomassa ke dalam organ mereka (akar, rimpang, dan daun). Organ-organ ini nantinya dimakan oleh hewan laut lainnya. Organ yang tidak dikonsumsi, akan luruh dan terurai dalam sedimen.

Ini menunjukkan bahwa padang lamun ikut serta dalam mitigasi perubahan iklim, karena mereka memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dari lingkungan.

Apa yang harus dilakukan?

Untuk mengatasi minimnya perlindungan lamun di kawasan konservasi, saya menyarankan beberapa langkah yang bisa diambil oleh otoritas KPL (baik pemerintah maupun masyarakat setempat):

Pertama, diperlukan perencanaan yang cermat dalam penetapan KPL dan pemantauan kawasan secara rutin setelah KPL ditetapkan. Pemantauan tersebut juga harus memasukkan pengawasan terhadap ancaman yang datang dari luar kawasan lindung, misalnya sampah plastik dan limbah.

Lebih lanjut, KPL juga harus memantau kualitas air secara teratur untuk mendapatkan informasi tentang sedimen dan polutan yang mungkin membahayakan lamun sedini mungkin. Dengan begitu, mereka dapat mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.

Kedua, kesadaran masyarakat tentang ekosistem lamun perlu ditingkatkan melalui kampanye publik. Kampanye tersebut berisikan informasi tentang pentingnya ekosistem lamun yang disebarluaskan melalui media massa, media sosial, hingga instansi pendidikan.

Salah satu kisah sukses pengelolaan KPL yang efektif adalah Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara, yang menerima dukungan dari LSM internasional, seperti WWF dan TNC, untuk mengembangkan program perlindungan taman nasional.

Dengan manajemen yang baik, ekosistem lamun di Taman Nasional Wakatobi semakin bertambah. www.shutterstock.com

Masyarakat setempat kemudian berhasil melanjutkan proyek ini, yang melibatkan komunitas dan LSM lokal, seperti Forum Kahedupa Toudani (Forkani), untuk melindungi ekosistem.

Selain dua pendekatan ini, ada pendekatan ketiga yang melibatkan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan lindung karena aktivitas mereka bisa menjadi penyebab utama degradasi ekosistem lamun.

Kita harus melibatkan masyarakat lokal di kawasan perlindungan laut dan mendorong mereka untuk terlibat dalam perlindungan ekosistem lamun.

Misalnya, kita dapat mendorong mereka untuk memberlakukan moratorium penangkapan ikan sementara di daerah lamun untuk periode tertentu.

Contoh lain, menerapkan budi daya perairan yang ramah lingkungan, seperti pertanian rumput laut. Ini bisa memberikan pendapatan alternatif bagi masyarakat sekaligus mengurangi eksploitasi sumber daya alam di padang lamun.


Read more: Pentingnya pengaturan perikanan hiu di Indonesia. Ini saran akademisi


Taman Nasional Wakatobi telah memberikan contoh pemantauan ekosistem pesisir laut yang baik. Ia juga berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat dan melibatkan masyarakat setempat untuk melindungi ekosistem pesisir laut.

Kegiatan mereka dimungkinkan dengan adanya banyak bantuan dari LSM dan proyek ilmiah. Namun, dukungan ini tidak akan bertahan selamanya. Oleh karena itu, kami berharap bahwa pengelola KPL dan LSM lokal dapat melanjutkan program perlindungan ekosistem lamun.

Terlepas dari fakta bahwa perlindungan lamun di Indonesia masih belum efektif, upaya yang ada merupakan awal yang baik. Sedikit perlindungan masih lebih baik daripada tidak ada perlindungan sama sekali.

Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now