Menu Close

Menjelajahi Samudra Hindia: arsip sejarah yang kaya – di permukaan dan di dalam laut

Shutterstock

Di banyak pantai di sekitar Samudra Hindia, kalau kita cermat, kita dapat menemukan pecahan tembikar.

Tersapu oleh ombak lautan, pecahan-pecahan ini kemungkinan besar berusia ratusan tahun, berasal dari pusat-pusat produksi keramik seperti kekhalifahan Abbasiyah Timur Tengah dan Dinasti Ming Cina.

Tembikar ini awalnya ditujukan untuk kota-kota pelabuhan di Samudra Hindia, kemudian dibeli oleh para elite pedagang yang terbiasa makan dengan menggunakan piring-piring bagus.

Para pedagang ini merupakan bagian dari jaringan komersial luas yang melintasi Samudera Hindia dan sekitarnya, dari Afrika Timur hingga Indonesia, Timur Tengah, dan Cina.

Jaringan perdagangan ini telah berlangsung selama ribuan tahun, didukung dengan adanya angin muson.

Berhembus ke arah sebaliknya di musim yang berbeda, angin ini telah lama membentuk ritme kehidupan di sekitar lautan, membawa hujan bagi para petani, menggerakkan layar perahu dan memungkinkan adanya perdagangan antara zona ekologi yang berbeda.


Artikel ini adalah bagian dari serial Oceans 21
Lima profil samudera dunia membuka serial kami mengenai lautan global, menyelami jaringan perdagangan kuno Samudrra Hindia, polusi plastik di Samudra Pasifik, cahaya dan kehidupan di Samudra Arktik, perikanan Samudera Atlantik, dan dampak Lautan Selatan terhadap iklim global. Nantikan artikel-artikel terbaru menjelang COP26. Semua ini persembahan dari jaringan internasional The Conversation.

Pola angin muson membuat Samudra Hindia relatif mudah untuk dilintasi dua arah. Sebaliknya, di Atlantik, angin bertiup ke satu arah sepanjang tahun.

Itulah mengapa Samudra Hindia adalah arena perdagangan trans-samudra jarak jauh tertua di dunia dan terkadang dikenal sebagai tempat lahirnya globalisasi.

Dunia kosmopolitan ini telah lama memukau para ilmuwan dan telah menjadi domain penelitian yang dinamis.

Namun, tulisan ini sedikit menyentuh soal lautan itu sendiri, dan fokus pada pergerakan manusia dengan lautan sebagai latar belakang yang pasif.

Saat era kenaikan permukaan laut dan perubahan iklim, penting untuk mempelajari lebih lanjut mengenai laut dari sudut pandang material dan ekologi.

Selama beberapa tahun terakhir, situasi ini mulai bergeser.

Dalam artikel ini, kami mensurvei kedua bentuk studi Samudera Hindia yang lama dan yang baru, dari permukaan dan kedalaman.

Sejarah permukaan Samudera Hindia

Mengingat perdagangan dan pertukaran yang berlangsung selama ribuan tahun, salah satu perhatian utama dari studi Samudra Hindia fokus pada interaksi budaya.

Kota-kota di tepi pantai telah mempertahankan bentuk material, intelektual, dan pertukaran budaya yang mendalam, sehingga penghuni pelabuhan ini memiliki lebih banyak kesamaan satu sama lain dibanding kota-kota terdekat di pedalaman.

Dunia kosmopolitan awal ini sudah terkenal dalam buku In An Antique Land karya Amitav Ghosh, yang menelusuri perjalanan Abram bin Yiju, seorang pedagang Yahudi Tunisia di abad ke-12 yang berbasis di Kairo dan kemudian di Mangalore, India.

Buku ini membandingkan kekakuan batas wilayah pada tahun 1980-an dengan pergerakan yang relatif mudah di akhir abad pertengahan Samudra Hindia.

Pesisir Swahili dapat menjadi contoh dari kosmopolitanisme Samudra Hindia.

Membentang ribuan mil dari Somalia ke Mozambik, masyarakat Swahili muncul dari interaksi berabad-abad antara Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

Berpusat di negara-negara kota pesisir seperti Kilwa, Zanzibar dan Lamu, jaringan perdagangan Swahili menjangkau jauh ke pedalaman hingga Zimbabwe dan keluar ke Persia, India, dan Cina saat ini.

Setelah mencapai puncak kejayaan dari abad ke-12 hingga ke-15, negara-negara kota ini akhirnya dihancurkan oleh Portugis, yang datang sejak awal abad ke-16, dan berusaha untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.

Zanzibar, Tanzania. GettyImages

Inti dari sejarah mobilitas dan pertukaran di Samudera Hindia ini adalah penyebaran Islam di darat dan laut sejak abad ke-7.

Pada abad ke-14, jaringan perdagangan di sekitar Samudra Hindia hampir seluruhnya berada di tangan para pedagang Muslim.

Lalu, muncullah para cendekiawan, teolog, peziarah, juru tulis, pakar hukum, dan ulama sufi.

Kelompok-kelompok ini menciptakan kerangka ekonomi, spiritual dan hukum.

Sufisme, suatu bentuk tasawuf dalam Islam, adalah untaian penting dalam sejarah Samudra Hindia, seperti halnya kekuatan yang menarik perjalanan haji ke Mekkah.

Kolonisasi Eropa di sepanjang Samudera Hindia

Ketika Portugis menjelajahi the Cape pada akhir abad ke-15, mereka memasuki apa yang oleh banyak orang disebut Danau Muslim, yang di utara didominasi oleh Turki Ottoman, Persia Safawi, dan kerajaan Mughal India.

Ketika Belanda tiba di Samudra Hindia pada abad ke-17, “mereka dapat berpindah dari satu ujung ke ujung lainnya dengan membawa surat pengantar dari sultan Muslim di berbagai pantai”.

Seperti yang ditunjukkan Engseng Ho, jaringan perdagangan Muslim yang luas ini beroperasi tanpa dukungan tentara atau negara.

Portugis, Belanda, dan Inggris di Samudra Hindia adalah pedagang baru yang asing yang membawa negara bersama mereka. Mereka menciptakan kerajaan-kerajaan pos perdagangan militer di Samudra Hindia, setelah mengikuti Venesia dan Genoa di Mediterania, dan terbiasa melakukan bisnis menggunakan senjata.

Pendatang awal Eropa ke dunia Samudra Hindia awalnya harus beradaptasi dengan tatanan perdagangan yang mereka hadapi.

Tetapi, pada abad ke-19, kerajaan Eropa mendominasi.

Infrastruktur militer, transportasi, dan komunikasi mereka meningkatkan pergerakan manusia di seluruh Samudra Hindia.

Seperti yang telah ditunjukkan oleh Clare Anderson, mobilitas ini kebanyakan dipaksakan dan diwajibkan.

Ini melibatkan budak, buruh kontrak, pengasingan politik, dan tahanan yang diangkut antar daerah.

Terkadang, sistem ini dibangun di atas dasar eksploitasi tenaga kerja yang ada.

Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian baru-baru ini, tenaga kerja kontrak di Asia Selatan seringkali diambil dari daerah-daerah di India tempat perbudakan terjadi.

Sistem perburuhan yang tidak bebas, baik sistem lama maupun baru, menghasilkan sebuah kepulauan berisi penjara, perkebunan, dan koloni hukuman.

Sebagai arsip, Samudra Hindia memberikan cara pandang baru terhadap sejarah dunia yang sebelumnya didominasi oleh catatan Eropa.

Era kerajaan Eropa hanyalah sepotong kecil perjalanan waktu dalam busur yang jauh lebih panjang.

Sudut pandang dari Samudra Hindia menggoncangkan gagasan tentang hubungan antara penjajah Eropa dan kelompok terjajah.

Seperti yang dikemukakan oleh sejarawan seperti Engseng Ho dan Sugata Bose, dunia Samudra Hindia adalah arena persaingan klaim.

Ambisi imperialisme Inggris, misalnya, dilawan oleh visi Islam yang sama besarnya.

Memang, arena Samudra Hindia menghasilkan khasanah ideologi lintas samudra yang kaya, termasuk reformisme Hindu dan pan-Buddhisme.

Ideologi semacam itu pada akhirnya memperoleh karakter anti-kekaisaran yang juga dimasukkan ke dalam ide-ide solidaritas dan non-blok Afro-Asia.

Hal ini muncul dari Konferensi Bandung pada tahun 1955 saat 29 negara baru merdeka berkumpul untuk menempa jalan baru ketimbang memilih salah satu kubu saat Perang Dingin.

Inisiatif Sabuk dan Jalan (The Belt and Road Initiative). Shutterstock

Pada abad ke-21, aliansi-aliansi lama berada di bawah tekanan ketika Cina dan India saling bersaing untuk mendominasi di Samudra Hindia.

Belt and Road Initiative Cina yang ambisius melibatkan transportasi besar-besaran dan infrastruktur pelabuhan dan bertujuan untuk memperluas jejak Cina di sebagian besar arena Samudra Hindia.

Merespon hal ini, pemerintah India telah meningkatkan aktivitas ekonomi dan militer di kawasan ini.

Sejarah mendalam tentang Samudra Hindia

Meskipun permukaan Samudra Hindia telah mendapat banyak perhatian, kedalamannya nyaris tidak tercatat dalam imajinasi budaya atau sejarah.

Perairan Samudra Hindia mencakup hampir 20% dari total volume lautan dan titik terdalam, yaitu Palung Sunda, terletak hampir 8 kilometer di bawah permukaan luat.

Namun, sebagian besar dasar laut, seperti juga pada lautan lain di dunia, belum dipetakan.

Fitur dasar laut menentukan pola cuaca, konsentrasi ikan, dan dinamika tsunami.

Eksplorasi awal oleh perusahaan pertambangan menemukan endapan kaya mineral di ventilasi vulkanik bawah laut, sementara spesies baru terus ditemukan.


Read more: How many undiscovered creatures are there in the ocean?


Samudra Hindia yang dalam jauh lebih sedikit dipelajari dibanding samudra lainnya, karena alasan ekonomi: Samudra Hindia dikelilingi oleh negara-negara belum berkembang.

Ekspedisi Samudra Hindia Internasional kedua diluncurkan baru pada tahun 2015, 50 tahun setelah ekspedisi yang pertama.

Tujuannya meningkatkan pemahaman tentang karakteristik oseanografi dan biologis dari lautan ini, serta bentuk perubahan yang terjadi.

Terumbu karang Samudra Hindia di Maladewa. Shutterstock

Memberikan perhatian pada dunia bawah laut menjadi semakin penting di masa ini, masa ketika perubahan iklim terjadi dipicu oleh aktivitas manusia.

Samudra Hindia menghangat lebih cepat daripada lautan lainnya, menyimpan lebih dari 70% dari semua panas yang diserap oleh permukaan laut sejak tahun 2003.

Pulau-pulau di Samudra Hindia mulai tenggelam oleh kenaikan permukaan laut yang terjadi secara global.

Contoh paling jelas adalah Maladewa.

Pola siklon bergeser lebih jauh ke selatan dan lebih sering terjadi sebagai akibat dari kenaikan suhu lautan.

Musim hujan yang menopang jaringan pelayaran Samudra Hindia dan pola curah hujan di garis pantai kehilangan kekuatan dan tidak bisa diprediksi.

Dewa, roh dan leluhur

Meskipun kedalaman Samudra Hindia bisa dikatakan tidak jelas dalam banyak hal, bukan berarti tempat ini tidak berpenghuni dalam imajinasi banyak orang.

Samudra ini dipenuhi dengan dewa air, jin, putri duyung, dan roh leluhur. Suatu dunia bawah laut yang mistis yang mencerminkan kosmopolitanisme populasi daratan.

Di Afrika bagian selatan, perpaduan berbagai hal ini sangat kaya: peri air Khoisan/Bangsa Pertama, jin Muslim yang diperkenalkan oleh budak Asia Tenggara, nenek moyang Afrika - yang salah satu wilayah kekuasaannya adalah lautan - dan gagasan kekaisaran Inggris tentang romantisme laut.

Ide-ide ini bertemu satu sama lain dan mengubah perairan ini menjadi situs memori dan sejarah yang kaya.

Mereka telah dieksplorasi oleh proyek Oceanic Humanities for Global South.

Karya-karya dari Confidence Joseph, Oupa Sibeko, Mapule Mohulatsi, dan Ryan Poinasamy mengeksplorasi imajinasi sastra dan artistik dari kreolisasi perairan di Afrika bagian selatan.

Fiksi ilmiah afrofuturis juga beralih ke Samudra Hindia yang dalam.

Floating Rugs karya Mohale Mashigo berlatar di komunitas bawah laut di pantai timur Afrika Selatan.

Kisah Mia Couto dari garis pantai Mozambik telah lama memadukan mitos putri duyung dengan biologi kelautan.

Novel Yvonne Adhiambo Owuor, The Dragonfly Sea, menghubungkan jaringan Afrika-Asia kontemporer dengan bawah laut.

Penambangan laut dalam

Beberapa penjelajahan laut dalam bisa terlihat seperti fiksi ilmiah, tapi sebenarnya tidak.

Otoritas Dasar Laut Internasional, cabang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang beroperasi sejak 2001 dan bertanggung jawab untuk membagi-bagi wilayah pertambangan laut yang potensial, telah memberikan kontrak untuk eksplorasi pertambangan di Samudra Hindia.

Saat yang sama, para peneliti menemukan sejumlah besar spesies baru di laut dalam di lokasi yang sama.

Budidaya mutiara bawah air. GettyImages

Dunia bawah laut telah lama dimanfaatkan untuk mendapatkan kekayaan.

Sejarah penyelaman mutiara di Samudra Hindia, seperti di adegan utama Twenty Thousand Leagues Under the Sea Jules Verne, terjadi dalam bentuk perdagangan abalon ilegal masa kini.

Pemburu di pantai Afrika Selatan mengenakan peralatan selam untuk memanen abalon untuk diperdagangkan di pasar Asia, menghubungkan bawah laut dengan dunia kriminal di Samudra Hindia, sepanjang jalur yang sama dengan jaringan perdagangan kuno.

Terkadang, jaringan ini menjadi sumber harta karun.

Di Pulau Mozambik, misalnya, pecahan gerabah biru yang diperdagangkan di kawasan Samudra Hindia menjadi salah satu objek perburuan harta karun yang aktif diperdagangkan saat ini.

Di saat beberapa harta karun dijual oleh pedagang barang antik, ada harta karun lain yang memberikan bukti yang krusial untuk penelitian arkeologi maritim.

Baru-baru ini, Slave Wrecks Project telah menemukan bangkai kapal budak yang memberikan simbol konkret dari perdagangan budak transatlantik dan menghubungkannya dengan sejarah perbudakan dan perjanjian di Samudra Hindia.

Tepi laut zaman dulu di kota pelabuhan Afrika Timur seperti Mombasa, Zanzibar dan Lamu didominasi oleh bangunan dengan permukaan putih bersih.

Arsitektur masa kini meniru tradisi berabad-abad dalam membangun rumah, masjid, dan makam dari batu koral putih dan dihiasi dengan lapisan kapur.

Terbuat dari cangkang dan karang yang memulai kehidupan mereka di bawah laut, lapisan berkilau ini membuat kota pelabuhan terlihat dari jauh oleh kapal yang datang.

Selalu ada keterkaitan antara kehidupan bawah laut dan sejarah manusia. Dan sekarang, penulis, seniman, dan cendekiawan semakin memperhatikan hubungan ini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now