Menu Close
Nepotisme adalah penyalahgunaan untuk kepentingan grup tertentu dan biasanya di motivasi oleh keserakahan pribadi. www.shutterstock.com

Nepotisme berdampak buruk bagi ekonomi, tapi banyak orang menganggapnya enteng

Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat korupsi yang sangat tinggi dan lamban dalam pengentasannya.

Praktik korupsi merajalela, begitu pun dengan nepotisme, yaitu praktik memberikan akses dan fasilitas istimewa kepada keluarga, teman, dan perseorangan.

Pembahasan mengenai nepotisme masih jarang. Penelitian baru berkembang setelah tahun 2010, di mana ada beberapa penelitian yang menunjukkan dampak nepotisme pada performa perusahaan keluarga dan korporasi.

Hasil dari riset-riset tersebut menunjukkan bahwa nepotisme menghasilkan keputusan yang tidak berimbang, perlakukan tidak adil dan merusak kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa nepotisme menyebabkan kehilangan motivasi, kepercayaan diri, keterasingan, menyingkirkan karyawan yang memiliki keterampilan yang tinggi, danmembatasi persaingan dan inovasi.

Konsekuensi dari dampak nepotisme di atas melemahkan fondasi organisasi yang pada akhirnya akan berdampak pada pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Nepotisme menyebabkan banyak dampak pada kinerja organisasi, tetapi kurangnya minat di antara para peneliti di kajian ini bisa menyebabkan dampak yang lebih besar dari yang dibayangkan.

Nepotisme membawa dampak yang buruk bagi perekonomian, penelitian yang sedang saya kerjakan mengisyaratkan bahwa kebanyakan orang di Indonesia memandang nepotisme sebagai sesuatu hal yang lumrah.

Nepotisme di Indonesia

Korupsi dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan pribadi. Sedangkan nepotisme memiliki cakupan yang lebih luas, yakni penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan golongan tertentu dan biasanya di motivasi oleh keserakahan pribadi.

Di Indonesia, istilah nepotisme mulai populer pada 1990an. Aktivis mahasiswa, yang menuntut Soeharto untuk mengakhiri kekuasaannya, memakai istilah “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”.

Praktik mengistimewakan orang tertentu, yang didasarkan pada preferensi pribadi, ikatan darah dan hubungan kekeluargaan masih kental hingga kini. Ada beberapa partai politik yang dibentuk berdasarkan pada ikatan kekeluargaan seperti misalnya Partai Demokrat dan Partai Berkarya.

Praktik nepotisme juga berlangsung di pemerintahan lokal. Seperti misalnya di Banten dan Sulawesi Selatan. Para pemimpin daerah di sana menjalankan kekuasaannya dengan mengistimewakan keluarga dekatnya dalam pemerintahan. Ketika pemimpin daerah dengan keluarga dan handai tolan di administrasi sudah tidak lagi berkuasa, pengaruh dan warisan politik mereka akan tetap kuat. Ini menunjukkan bahwa praktik nepotisme ada di setiap level pemerintahan di Indonesia.

Persepsi individu terhadap nepotisme

Saya tertarik mencari tahu bagaimana orang Indonesia sendiri memaknai nepotisme. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya melakukan survei pada 237 responden antara Mei hingga Juni 2018. Saya juga mewawancarai 10 orang untuk mendapatkan pandangan yang jauh lebih dalam pada Juli dan Agustus 2018. Sekitar 90% dari responden saya adalah mahasiswa yang sedang duduk di bangku kuliah.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hampir semua responden setuju korupsi adalah tindakan yang buruk. Mereka juga mengurutkan korupsi termasuk suap, penggelapan uang, penyalahgunaan kewenangan dan pencucian uang sebagai tindakan yang paling buruk di antara praktik lain seperti dinasti politik, kolusi, politik kroni dan nepotisme.

Sekitar 73% dari responden beranggapan bahwa tindakan elite penguasa yang memberikan jabatan dan kesempatan pada keluarganya sendiri adalah tindakan yang salah. Namun, responden juga menilai nepotisme sebagai tindakan yang paling sedikit memberi dampak buruk dibanding dengan tindakan yang lain.

Respon
Respon

Hasil wawancara dengan 10 responden menunjukkan tujuh dari mereka mereka menganggap bahwa nepotisme adalah yang yang lumrah. Mereka beralasan bahwa sudah kodratnya manusia akan memilih keluarga, teman, atau orang terdekatnya, karena faktor lebih kenal mereka secara personal. Selain itu, mereka juga tidak perlu khawatir suatu saat anggota keluarga akan mengkhianati mereka.

Responden juga beranggapan bahwa sudah menjadi tugas mereka untuk memastikan bahwa keluarga mereka mendapatkan pekerjaan yang stabil dengan gaji yang layak. Meskipun orang tersebut tidak memiliki keterampilan yang cukup akan tetapi mereka percaya bisa membimbing mereka.

Sementara itu, hanya tiga responden tidak setuju dengan nepotisme. Mereka menganggap bahwa nepotisme menutup peluang untuk berkompetisi secara adil. Mereka juga yakin bahwa nepotisme membuat ikhtiar belajar dan berusaha menjadi percuma, karena pada akhirnya itu tidak menjadi faktor penentu.

Nepotism itu tindakan yang alami

Praktik nepotisme tidak hanya dapat ditemukan di kantor dan pemerintahan, tetapi juga pada binatang yang memiliki sifat sosial seperti tawon, lebah, semut, rayap dan monyet.

Ilmuwan Neo-Darwinian sepakat bahwa nepotisme mempengaruhi perilaku binatang sosial secara nyata. Contohnya dapat ditemukan pada ratu lebah yang memilih lebah pekerja yang bisa tinggal di dalam istananya berdasarkan pada kecenderungan pilihan jenis gen sang ratu lebah.

Sementara untuk manusia, nepotisme beroperasi di hampir semua lapisan sosial. Nepotisme mempengaruhi bagaimana seseorang menentukan kelas-kelas sosial ekonomi berdasarkan pada preferensi warna kulit, tampang dan penampilan.

Praktik nepotisme biasanya dimulai sangat awal ketika orang tua membeda-bedakan anaknya berdasarkan pada siapa yang orang tua paling suka. Perilaku ini kemudian secara tidak sadar masuk ke alam bawah sadar anak, sehingga membentuk perilaku mereka di masa depan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Georgetown University’s McDonough School of Business dan lembaga riset Penn Schoen Berland menunjukkan bahwa terdapat perilaku pengistimewaan tidak wajar di perkantoran di AS. Mereka mewawancarai 303 pejabat senior dan menemukan fakta bahwa 84% mengakui praktik nepotisme berlangsung di organisasi mereka.

Hal yang sama juga terjadi di birokrasi pemerintahan ketika banyak orang yang dipilih berdasarkan pada penilaian subjektif pribadi ketimbang pada kualitas dan kualifikasi dengan anggapan sepanjang orang yang terpilih cukup memenuhi kualifikasi maka praktik nepotisme sah-sah saja dilakukan.

Pembenaran tindakan nepotisme semacam ini dapat mempengaruhi bagaimana suatu negara memaknai praktik tersebut. Di negara-negara berkembang seperti Ghana, nepotisme dianggap sebagai bagian dari sifat alamiah manusia.

Sedangkan di negara maju seperti di Italia, nepotisme baru muncul ketika mereka sudah dewasa. Biasanya ditemui ketika tahun ajaran baru penerimaan mahasiswa. Mahasiswa yang keluarganya memiliki relasi politik akan mudah dibimbing oleh profesor terkenal.

Tentu tidak ada cara yang mudah untuk mengakhiri praktik korupsi di Indonesia karena sudah hadir hampir setiap lini masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu tahu dampak dari perilaku nepotisme. Pada saat yang sama, pemerintah juga sebaiknya membuat peraturan yang dapat mencegah praktik nepotisme berlangsung di birokrasi pemerintahan

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now