Menu Close
Healthworkers swabbing for omicron in Sri Lanka.
CHAMILA KARUNARATHNE/EPA

Omicron mungkin bukan varian terakhir, tapi mungkin ia adalah varian terakhir yang ganas dan mematikan

Pertanyaan tentang apakah virus benar-benar hidup masih menjadi kontroversial. Tapi, seperti semua makhluk hidup, virus juga berevolusi.

Fakta ini kian jelas selama pandemi. Pasalnya, varian baru yang perlu dikhawatirkan karena penularan cepat dan mematikan (variant of concern) muncul setiap beberapa bulan.

Beberapa varian virus lebih mudah menyebar dari orang ke orang. Akhirnya keberadaan varian itu menjadi dominan karena mengalahkan versi SARS-CoV-2 awal yang lebih lambat; virus penyebab pandemi COVID-19.

Peningkatan kemampuan penyebaran ini berasal dari mutasi pada protein spike (S) – proyeksi berbentuk jamur pada permukaan virus – agar mampu menempel lebih kuat di reseptor ACE2.

ACE2 adalah reseptor di permukaan sel, seperti yang melapisi saluran udara manusia, tempat virus menempel untuk masuk dan bereplikasi.

Mutasi tersebut memungkinkan varian alfa, dan kemudian varian delta, menjadi dominan di seluruh dunia. Para ilmuwan memperkirakan omicron akan menyebabkan hal yang sama.

Namun, virus tidak bisa terus menerus mengganas. Hukum biokimia menjelaskan bahwa virus pada akhirnya akan mengembangkan protein S untuk mengikat ACE2 sekuat mungkin. Dalam kondisi itu, kemampuan SARS-CoV-2 untuk menular pada orang-orang tidak akan dibatasi oleh seberapa baik virus dapat berada di luar sel.

Faktor-faktor lain akan membatasi penyebaran virus. Misalnya terkait kecepatan genom bereplikasi, kecepatan virus untuk memasuki sel melalui protein TMPRSS2, dan jumlah virus yang dapat dilepaskan oleh orang yang terinfeksi. Pada prinsipnya, semua varian ini pada akhirnya akan berkembang ke kinerja terbaik mereka.

Apakah mutasi omicron sudah mencapai puncaknya? Belum ada alasan yang kuat untuk mengasumsikan itu.

Studi “gain-of-function” – untuk melihat mutasi apa yang dibutuhkan SARS-CoV-2 untuk menyebar lebih efisien – telah mengidentifikasi banyak mutasi yang dapat meningkatkan kemampuan protein S untuk mengikat sel manusia yang tidak dimiliki omicron.

Aspek lain dalam siklus hidup virus pun masih bisa berubah. Misalnya replikasi genom sebagaimana yang sudah saya sebutkan di atas.

Mari kita asumsikan sejenak bahwa omicron adalah varian dengan kemampuan menyebar yang sudah mencapai titik maksimum. Mungkin omicron tidak akan berkembang lagi karena dibatasi oleh kemungkinan genetik. Sebagaimana zebra tidak dapat mengembangkan mata di belakang kepala mereka untuk menghindari pemangsa.

Karena itu, masuk akal bila SARS-CoV-2 tidak dapat mencapai titik maksimum mutasinya (secara teori) karena seluruh mutasi tersebut harus terjadi sekaligus. Karena itulah, kemungkinan kemunculan generasi terbarunya sangat kecil.

Bahkan dalam skenario omicron adalah varian terbaik dalam penyebarannnya antarmanusia, varian baru akan tetap muncul untuk melawan sistem kekebalan kita.

Setelah terinfeksi virus, sistem kekebalan kita akan beradaptasi dengan membuat antibodi yang menempel pada virus dan menetralkannya. Antibodi juga memproduksi sel-T pembunuh guna menghancurkan sel yang terinfeksi.

Antibodi adalah potongan protein yang menempel pada bentuk molekul spesifik virus. Sel-T pembunuh mengenali sel yang terinfeksi melalui bentuk molekul juga. Karena itu, SARS-CoV-2 hanya perlu bermutasi sehingga bentuk molekulnya berubah sehingga tak terdeteksi oleh sistem kekebalan.

Inilah sebabnya mengapa omicron berhasil menginfeksi orang yang sebelumnya sudah menciptakan kekebalan pada dirinya, baik oleh vaksin atau oleh infeksi dari varian lain.

Mutasi yang lebih mengikat ACE2 dapat mengurangi kemampuan antibodi untuk mengikat virus dan menetralkannya.

Data dari Pfizer memperkirakan bahwa sel-T merespons omicron sebagaimana mereka merespons varian sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pengamatan bahwa omicron memiliki tingkat kematian yang lebih rendah di Afrika Selatan, tempat kebanyakan orang memiliki kekebalan.

Yang terpenting bagi umat manusia, infeksi yang pernah terjadi sebelumnya tampaknya melindungi kita dari penyakit parah dan kematian. Virus memang dapat bereplikasi dan kembali menginfeksi. Tapi kita tidak akan sakit parah seperti saat pertama kali terinfeksi.

Masa depan SARS-CoV-2

Di sinilah letak kemungkinan terbesar atas virus ini pada masa depan.

Meski omicron berperilaku seperti seorang gamer profesional yang memaksimalkan semua pengalamannya, dia masih bisa dikendalikan dan dibersihkan oleh sistem kekebalan. Mutasi yang meningkatkan kemampuan penyebarannya tidak akan meningkatkan angka kematian secara signifikan.

Virus yang sudah dimaksimalkan hanya akan bermutasi secara acak. Mereka lalu berubah cukup lama untuk menjadi entitas yang tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan, sehingga memungkinkan gelombang infeksi lagi.

Layaknya musim flu, kita mungkin akan memiliki musim COVID di setiap musim dingin. Virus influenza juga dapat memiliki pola mutasi yang serupa dari waktu ke waktu, yang dikenal sebagai “penyimpangan antigenik”, yang menyebabkan infeksi ulang.

Virus-viru flu tahunan yang baru tidak selalu lebih ganas dibanding versi, mereka hanya cukup berbeda. Bukti terbaik untuk meraba kemungkinan SARS-CoV-2 ini adalah virus 229E – virus corona penyebab flu biasa – yang mengalami dinamika senada.

Karena itulah omicron tidak akan menjadi varian terakhir. Omicron hanya merupakan varian terakhir yang cepat menular dan meningkatkan kematian ( variant of concern).

Jika kita beruntung, dan perjalanan pandemi ini sulit diprediksi, maka SARS-CoV-2 akan menjadi virus endemik yang perlahan bermutasi seiring waktu.

Ke depannya, penyakit ini bisa jadi sangat ringan karena infeksi pada masa lalu menciptakan kekebalan sehingga mengurangi kemungkinan rawat inap dan kematian.

Kebanyakan orang akan terinfeksi pertama kali ketika masih anak-anak, yang dapat terjadi sebelum atau setelah vaksin. Kemudian gejala infeksi berikutnya akan hampir tidak terlihat.

Bisa jadi nantinya hanya ada sekelompok kecil ilmuwan yang akan melacak perubahan genetik SARS-CoV-2 dari waktu ke waktu. Varian yang menjadi perhatian sebelumnya hanya menjadi - setidaknya sampai virus berikutnya melompati batas spesies.


Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now