Menu Close
Chloe Zhao berpose dengan Piala Oscar yang ia menangkan dalam kategori Sutradara Terbaik dan Film Terbaik untuk film Nomadland di Academy Awards ke-93. (EPA/Chris Pizzello)

Oscars 2021: bagaimana pandemi menghasilkan deretan nominasi dan pemenang yang paling beragam dalam sejarah

Setelah mengalami penundaan akibat pandemi, acara Academy Award ke-93 – ajang penghargaan film terbaik selama 2020 dan awal 2021 oleh Akademi Gambar Gerak (Academy of Motion Picture Arts and Sciences) – akhirnya digelar di Los Angeles, Amerika Serikat (AS) pada Minggu lalu waktu setempat.

Berbagai pembatasan sosial akibat COVID-19 mengharuskan acara ini dilangsungkan dari beberapa lokasi. Bahkan, ada “lokasi acara cabang” di London, Inggris, yang dihadiri para aktor dan tokoh film di luar AS.

Terlepas dari kesulitan teknis tersebut, acara yang sangat ditunggu-tunggu ini pun sudah sangat berbeda dengan ajang-ajang sebelumnya. Tahun ini, daftar nominasi Piala Oscar memecahkan rekor sebagai yang paling bineka.

Kemenangan penting beberapa tokoh menandakan adanya pergeseran tradisi di tubuh Akademi.

Untuk kali pertama dalam sejarah, dua perempuan dinominasikan untuk penghargaan Sutradara Terbaik, dan Chloe Zhao tidak hanya menjadi perempuan non-kulit putih pertama yang dinominasikan tapi juga orang Asia dan Cina pertama yang memenangkan kategori tersebut.

Youn Yuh-jung juga mencetak sejarah sebagai orang Korea pertama yang memenangkan Piala Oscar untuk kategori akting. Ia membawa pulang penghargaan Aktris Pendukung Terbaik untuk perannya dalam film Minari.

Emmerald Fennel juga menjadi perempuan pertama yang memenangkan penghargaan Naskah Orisinal Terbaik dalam 13 tahun terakhir untuk film Promising Young Woman. Lalu, Daniel Kaluuya menjadi orang Inggris non-kulit putih pertama yang memenangkan penghargaan kategori akting untuk perannya dalam Judas and the Black Messiah.

Tentunya ini tidak menghapus masalah buruknya keberagaman yang telah lama mendarah daging dalam ajang Piala Oscar maupun acara penghargaan seni global lainnya.

Misalnya, setidaknya empat laki-laki selalu dinominasikan untuk Sutradara Terbaik di setiap tahun sebelumnya, sementara perempuan hanyalah 6% dari total nominasi pada kategori tersebut dalam sejarah Oscar.

Sejauh ini, belum ada orang kulit hitam yang pernah menang Oscar untuk kategori penyutradaraan (meskipun sudah ada beberapa pemenang non-kulit putih), dan hanya terdapat 34 penghargaan dalam kategori akting yang diberikan pada pemeran non-kulit putih dalam 92 tahun.

Nampaknya tahun 2021 bisa saja menjadi tahun perubahan, di mana hasil dari berbagai perjuangan melalui berbagai kampanye keberagaman seperti #OscarsSoWhite (#OscarsSangatPutih) dan seruan kesetaraan gender #MeToo (#AkuJuga) mulai terasa.

Tapi, capaian ini juga terbantu oleh efek yang ditimbulkan pandemi terhadap strategi perilisan film – platform streaming (menonton via internet) kini menjadi tempat utama orang menonon film dan serial terbaru.

Newspaper clipping that says 'Anger, resignation and indifference in Compton over 'so white' Oscars'
Kilas balik tahun 2015, saat buruknya keberagaman dalam ajang Oscar memicu berbagai seruan perubahan seperti melalui kampanya #OscarsSoWhite (#OscarsSangatPutih). Kathy deWitt/Alamy

Tahun ini, keberagaman yang lebih luas sudah terasa sejak diumumkannya daftar nominasi.

Berbagai pemeran non-kulit putih dijagokan untuk memenangkan berbagai kategori bergengsi. LaKeith Stanfield dan Daniel Kaluuya, misalnya, berada di jajaran calon pemenang Aktor Pendukung Terbaik, lalu Riz Ahmed dan almarhum Chadwick Boseman dijagokan untuk menang penghargaan Aktor Terbaik. Viola Dabis dan Andra Day juga dinominasikan untuk kategori Aktris Terbaik.

Sementara itu, ajang Penghargaan Film Akademi Iggris (BAFTA) yang diselenggarakan terlebih dulu awal bulan ini, juga menyuguhkan deretan nominasi dan pemenang yang lebih beragam ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Zhao, Kaluuya, dan Fennel memenangkan Piala BAFTA pada kategori mereka masing-masing. Selain itu, penghargaan Pendatang Baru Terbaik (Rising Star) untuk Bukky Bakrat untuk perannya di film Rocks beserta penghargaan Pencapaian Seumur Hidup (BAFTA Fellowship) untuk Ang Lee juga juga merupakan bukti kemajuan ajang ini dari pengalaman buruknya tahun 2020; ketika itu, BAFTA disorot karena daftar nominasinya sangat didominasi oleh laki-laki dan orang kulit putih.

Tahun ini, berbagai lembaga penghargaan di atas nampaknya telah mendengarkan berbagai kecaman dan kritikan terkait dugaan diskriminasi dan orientasi pada orang kulit putih, dan mungkin saja ini adalah langkah yang positif bagi industri film.

Namun, sebelum kita terburu-buru merayakan kemajuan ini, penting juga untuk memahami berbagai gejolak yang membuat tahun ini sangat berbeda untuk industri film.

Efek pandemi COVID-19

Pandemi telah memberikan dampak signifikan untuk industri film dunia. Berbagai “film unggulan” di tahun 2020/21 mengalami penundaan tanggal rilis maupun memilih untuk langsung tayang di platform streaming.

Akibatnya, COVID-19 nampaknya berkontribusi besar dalam memberikan peluang terutama bagi pekerja film yang selama ini kerap diabaikan. Momentum ini juga semakin didukung oleh keputusan penyelenggara Oscar yang untuk pertama kalinya dalam sejarah membolehkan film yang mendaftar tidak perlu terlebih dahulu dirilis di bioskop.

Dominasi dari platform streaming selama pandemi telah memberikan visibilitas yang lebih besar pada pembuat film yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menandatangani kontrak dengan berbagai platform tersebut.

Perempuan, pembuat film non-kulit putih, dan berbagai film non-tradisional pada tahun ini mendapatkan sorotan yang lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya, saat film bioskop selalu lebih populer dan unggul ketimbang produksi yang lebih kecil.

Netflix, misalnya, berujung mendapatkan rekor tujuh Piala Oscar pada tahun ini, termasuk untuk film Ma Rainey’s Black Bottom dan film pendek Two Disttant Strangers – keduanya memiliki tokoh utama berkulit hitam.

Black woman in blue dress dances on stage with backup dancers
Ma Rainey’s Black Bottom produksi Netflix memenangkan dua Piala Oscar pada tahun ini. David Lee / © Netflix / Courtesy Everett Collection

Sebagaimana yang ditunjukkan oleh laporan terkini dari lembaga riset kesenjangan pendidikan Annenberg Institute, film keluaran Netflix memiliki keberagaman yang lebih tinggi ketimbang industri film secara keseluruhan, dan menawarkan peluang bagi pembuatt film yang mungkin kesulitan menembus tradisi Hollywood.

Untuk berbagai pembuat film tersebut, pandemi tidak serta merta mengubah pengalaman dalam distribusi film, namun setidaknya menyediakan ruang bagi audiens yang lebih terbuka dan tidak terbebani oleh skema biaya menonton film di jaringan bioskop.

Tentu saja, strategi perilisan film tidak selalu mempengaruhi apakah suatu film layak mendapatkan nominasi Oscar atau tidak. Akademi juga telah menyatakan bahwa film yang didaftarkan untuk Piala Oscar di masa depan harus kembali memenuhi syarat tayang selama periode tertentu di bioskop.

Artinya, terbukanya ruang yang lebih kompetitif pada tahun ini nampaknya bukanlah sesuatu yang direncanakan. Meskipun demikian, hasilnya adalah pada tahun ini film yang rilis di platform streaming tidak lagi berada di bawah bayang-bayang film yang rilis di bioskop.

Musim penghargaan tahun 2021 menandakan pergeseran penting di ujung tahun perfilman yang penuh dengan kemelut dan tidak terbayangkan sebelumnya.

Kita bisa melihat bersama bagaimana kombinasi dari inisiatif oleh industri film maupun tantangan yang muncul akibat pandemi, berujung pada membaiknya tingkat keberagaman ini.

Bisa jadi keberagaman ini hanyalah suatu ketidaksengajaan – sorotan untuk film yang lebih kecil di platform streaming meningkat akibat tertundnya perilisan film yang lebih besar di bioskop.

Tapi, apabila lembaga penghargaan bisa terus fokus pada film yang lebih kecil dan lebih beragam bahkan setelah bioskop buka, bisa jadi ini adalah awal dari “normal baru” untuk Hollywood.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now