Menu Close
Investasi kripto bukan sekadar asik-asikan. satheeshsankaran/824 images

Pakar Menjawab: Mengapa investor harus memiliki pertimbangan yang mantap sebelum berinvestasi kripto?

Dunia investasi digital di Indonesia sedang diramaikan dengan masuknya selebritas dalam bisnis kripto. Terkini, Wirda Mansur - aktris dan pengusaha yang merupakan anak dari pendakwah Yusuf Mansur - merilis instrumen kriptonya yang diberi nama I-Coin.

Sebelumnya, pada akhir Januari, penyanyi dan pengusaha Anang Hermansyah meluncurkan Token ASIX. Ketenaran Anang dan keluarganya sebagai figur publik yang banyak lalu lalang di media sosial membuat tokennya laku keras.

Namun, peluncuran bisnis kripto selebritas ini sempat menuai kotroversi, terutama terkait dengan Token ASIX. Tak lama berselang peluncurannya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sempat melarang peredaran token tersebut karena tidak termasuk dalam 229 aset kripto yang boleh diperdagangkan di Indonesia.

Walaupun Bappebti sudah memberikan klarifikasi bahwa Anang hanya perlu memenuhi dan mencatatkan nilai asetnya, harga Token ASIX sempat jeblok di pasaran. Banyak pembeli, terutama ibu-ibu, yang mengeluhkan raibnya investasi mereka.

Anang memaparkan bahwa dia menerima komplain para konsumen tersebut sembari mengedukasi mereka tentang transaksi kripto.

Kripto merupakan instrumen investasi yang relatif baru berkembang satu dekade terkahir. Sebelum memutuskan terjun ke dunia investasi digital ini, calon investor sebaiknya mempersiapkan diri dan mempertimbangkan risikonya.

Berikut adalah catatan-catatan dari pakar di seluruh dunia mengenai risiko investasi digital yang dapat dipertimbangkan oleh para calon investor.

1. Investasi kripto memiliki ketidakpastian tinggi

Pakar dari University of Canberra, John Hawkins, menegaskan bagaimana koin kripto tidak memiliki aset fundamental layaknya mata uang dan emas.

Akibatnya, ketidakpastian menjadi isu utama dalam perdagangan kripto. Harga koin kripto dapat naik dan turun ribuan dolar hanya dalam hitungan menit.

Sudah lazimnya investasi dengan imbal hasil yang tinggi memiliki risiko yang tinggi pula.

Co-Pierre Georg dan Qobolwakhe Dube dari University of Cape Town menegaskan bagaimana terdapat banyak risiko yang tidak dipahami oleh para investor kripto. Media sosial penuh dengan cerita teman dan keluarga yang sukses berinvestasi digital dan iklan yang menjanjikan investor cepat kaya dengan berinvestasi bitcoin.

Memang, mereka yang berinvestasi lebih awal dapat meraup untung yang besar. Apalagi, iklan besar-besaran investasi kripto menimbulkan fenomena takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO).

Namun hal yang sama juga terjadi di hampir setiap gelembung investasi.

Walaupun terdengar klasik, investor harus berhati-hati dengan risiko dari skema yang menjanjikan imbal balik yang cepat.

2. Faktor keamanan investasi kripto

Menurut catatan Coinopsy, situs yang mendata status koin kripto, total 2,399 merek koin dan token masuk kuburan karena diabaikan, tidak memiliki nilai, dan – yang paling utama – karena penipuan.

Kabar mengenai potensi pencurian mata uang kripto Ethereum hingga US$326 juta (Rp 4,67 triliun) sempat mencuat awal bulan ini.

Aaron M. Lane dari Royal Melbourne Institute of Technology menjabarkan adanya dua metode yang digunakan pelaku kriminal untuk mendapatkan aset kripto: pencurian langsung maupun menggunakan skema penipuan.

Pada tahun 2021, pelaku pencurian berhasil mengantongi US$3.2 miliar mata uang kripto, atau meningkat lima kali lipat dari 2020.

Sementara, skema penipuan mampu meraup US$7.8 miliar dari korban-korban yang termakan skema tersebut.

Lane mencatat bahwa umumnya modus dilakukan melalui email phishing lewat surel yang disertai tautan untuk meminta keterangan pribadi, investment scam dengan situs atau iklan palsu, dan romantic scam lewat aplikasi kencan daring.

3. Kripto bukan instrumen yang mudah diatur

Transaksi kripto dilakukan melalui blockchain, atau basis data terdistribusi yang dihubungkan lewat jaringan komputer.

Pada dasarnya, kripto beroperasi melalui sistem keuangan yang terdesentralisasi. Hal ini memungkinkan orang untuk terlibat dalam layanan keuangan seperti meminjam, meminjamkan, dan berinvestasi tanpa perantara bank.

Menurut Iwa Salami dari University East of London, transaksi kripto tidak memiliki akuntabilitas atau orang yang dapat bertanggungjawab ketika terjadi dampak buruk. Di sisi lain, transaksi terdesentralisasi ini memancing pencucian uang dan serangan siber.

Beberapa negara berusaha memblokir atau mengatur transaksi ini, seperti Rusia, Cina, Inggris, dan Amerika Serikat..

Di Inggris, khususnya, terdapat aturan yang membatasi investor retail yang tidak memahami risiko transaksi dan hanya terbawa oleh berita-berita sensasional, sehingga rawan terjebak penipuan, untuk berkecimpung di investasi ini. Investasi dilakukan di tingkat manajer investasi, yang dianggap sudah memahami risiko instrumen ini.

4. Kripto menimbulkan ancaman lingkungan

Bagi para pemerhati lingkungan, peningkatan emisi global dari kegiatan terkait aset kripto perlu menjadi perhatian sebelum memantapkan diri berinvestasi di aset ini.

Sebagai salah satu cara menghasilkan kripto, “penambang” akan diminta menyelesaikan teka-teki matematika tertentu. Penambang kripto membutuhkan tenaga listrik yang begitu besar yang berpotensi mengganggu lingkungan dan ketersediaan listrik.

Menurut Salami, dibutuhkan sekitar 7,46 gigawatt listrik per tahun untuk memfasilitasi jaringan Bitcoin di seluruh dunia. Dalam perbandingannya, Salami menyebutkan kebutuhan listrik untuk satu transaksi Bitcoin sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyalakan listrik di sebuah rumah di Amerika Serikat selama lebih dari 70 hari.

Dengan asumsi penggunaan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) dan energi fosil sebesar 1:2 saja, sebuah transaksi bitcoin menambah sekitar 400 kilogram emisi karbon ke atmosfer.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now