Menu Close
Jam macet di Jakarta, 13 Juni 2017. Jika bukan karena subsidi BBM, kemacetan bisa lebih parah lagi. Reuters/Beawiharta

Pemotongan subsidi BBM di Indonesia mencegah macet yang lebih parah

Indonesia terkenal di dunia karena kemacetan lalu lintasnya. Banyak orang menghabiskan berjam-jam di jalanan setiap hari. Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia masuk dalam daftar kota dengan lalu lintas paling lambat di dunia.

Ada beberapa penyebab masalah lalu lintas di Indonesia, di antaranya kepadatan penduduk yang tinggi dan transportasi publik yang kurang memadai.

Subsidi BBM juga berperan dalam menyumbang kemacetan lalu lintas. Pada awal 2013, harga bensin hanya Rp4.500 per liter, jauh di bawah biaya produksi.

Bensin murah? Yuk berkendara!

Dalam sebuah penelitian yang baru terbit, saya dan dua peneliti mengkaji hubungan antara subsidi BBM di Indonesia dengan kondisi lalu lintas.

Menggunakan data dari 19 jalan tol di Jabodetabek dan lokasi lainnya di Indonesia dari 2008 hingga 2015, kami menemukan bahwa suplai BBM yang terlampau murah mendorong penambahan jumlah pengguna jalan dengan sangat cepat.

Dalam serangkaian perombakan penting, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (pada 2013) dan Presiden Joko Widodo (pada 2014) menaikkan harga BBM untuk mengurangi pengeluaran subsidi.

Karena harga BBM naik, masyarakat terdorong untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi mereka; mereka memilih nebeng atau menggunakan transportasi publik.

Penelitian kami juga menemukan lalu lintas di jalan-jalan tol menurun sekitar 10% dibandingkan angka proyeksi kami jika tidak ada reformasi subsidi di 2013 dan 2014. Lalu lintas terus meningkat sesudah reformasi subsidi, tapi lebih lambat dibandingkan bila tak ada pemotongan subsidi.

Penelitian kami memperkuat bukti bahwa kebijakan publik dapat berdampak pada lalu lintas di jalanan Indonesia. Sebuah penelitian di Science menganalisis dampak pencabutan kebijakan three-in-one di Jakarta di 2016.

Masih banyak yang dapat dipangkas

Reformasi subsidi BBM Indonesia menjadi masuk akal dikarenakan berbagai alasan. Selain menambah kemacetan jalan, subsidi juga membebani anggaran pemerintah pusat. Memberi subsidi pada BBM untuk penggunaan jalan adalah bentuk pengeluaran yang regresif untuk Indonesia. Lebih banyak yang berkendara juga berarti menaikkan tingkat polusi udara.


Baca juga: Pelajaran dari LA: Stres karena macet dapat meningkatkan angka kriminalitas


Subsidi BBM memang belum sepenuhnya dihilangkan. Pertamina, perusahaan minyak negara, masih mengalami kerugian dalam penjualannya. Subsidi solar per liter juga tetap ada. Masih ada banyak subsidi lain yang dapat dipotong.

Belajar dari tetangga

Singapura telah memberi contoh dalam menggunakan pelbagai instrumen ekonomi untuk mengelola lalu lintas. Ada beberapa pelajaran dari Singapura yang bisa diterapkan di Indonesia.

Salah satu pendekatan yang digunakan Singapura adalah sistem electronic road pricing di jalan-jalan yang padat. Singapura juga memiliki cukai BBM dan skema pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor.

Kebijakan-kebijakan ini ditambah dengan sistem transportasi publik yang memadai membuat Singapura dapat menghindari kemacetan lalu lintas seperti yang terjadi di Indonesia.

Jalan ke depan

Reformasi kebijakan transportasi dapat menjadi agenda Indonesia juga.

Percobaan electronic road pricing telah diusulkan di Jakarta, meski pelaksanaannya tertunda. Pendekatan ini juga bisa diterapkan di kota-kota lain.

Cukai BBM juga bisa jadi alternatif menarik. Cukai BBM merupakan kebijakan cemerlang karena beberapa alasan. Biaya administratif untuk mengumpulkan cukai relatif rendah, mengingat jumlah produsen BBM yang relatif sedikit di Indonesia. Cukai BBM akan membantu mengurangi kemacetan, polusi, dan risiko kecelakaan lalu lintas. Pendapatan yang masuk dapat digunakan untuk memotong pajak di bidang lain, bisa mengurangi defisit anggaran, maupun mendanai program-program prioritas pemerintah.

Pengembangan fasilitas transportasi publik juga penting. Jalur pertama sistem Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta sedang dibangun. Namun, masih banyak yang harus dilakukan sebelum DKI dapat menyamai infrastruktur transportasi massal di kota-kota lain, seperti di Beijing misalnya.

Pembangunan sistem Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta. Reuters/Antara News Agency

Pengalaman Indonesia dapat menjadi acuan bahwa merancang kebijakan yang tepat sedini mungkin dalam proses pembangunan sangat penting dan bermanfaat.

Sayangnya, keberadaan subsidi BBM dan rendahnya investasi atas transportasi pada akhirnya hanya akan menghasilkan kemacetan yang semakin buruk.


Versi bebas akses dari penelitian ini tersedia di sini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now