Menu Close
Komunitas Tsaatan di Mongolia bagian utara yang beternak rusa. (Shutterstock)

Perjuangan krisis iklim dan yang bisa kita lakukan

Manusia tengah menghadapi krisis lingkungan global. Keterdesakan semakin nyata dengan banyaknya kisah terkait bencana iklim dan ekologis serta rekor-rekor iklim yang terpecahkan dari berbagai belahan dunia.

Saat ini, perwakilan negara-negara dunia berkumpul di Madrid untuk menghadiri Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim ke 25 (COP 25) di bawah PBB untuk perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change) dan membicarakan solusi atas krisis iklim.

Beberapa minggu sebelum COP 25 terselenggara, beberapa laporan terbaru menunjukkan efek berbahaya akibat terus meningkatnya emisi gas rumah kaca.

Bulan September, aktivis lingkungan Greta Thunberg dan penulis George Monbiot, memproduksi sebuah video #NatureNow untuk mempromosikan solusi alami “dalam memperbaiki iklim kita yang rusak”.

Mereka menyarankan solusi tersebut berdasarkan proses dan fungsi alami dari lingkungan dan termasuk kegiatan seperti reforestasi dan restorasi hutan, lahan basah dan kawasan mangrove.

Aktivis lingkungan Greta Thunberg dan George Monbiot membantu memproduksi film pendek yang menekankan kepada pentingnya perlindungan, restorasi, dan alam dalam menghadapi krisis iklim.

Dalam video tersebut, Greta dan George menyatakan bahwa dunia masih mengeluarkan uang 1000 kali lebih banyak untuk subsidi bahan bakar fosil ketimbang mendukung solusi-solusi perubahan iklim yang berdasarkan kemampuan alam. Mereka mengingatkan bahwa kita perlu ‘melindungi, merestorasi, dan mendanai lingkungan’.

Terlepas dari perlunya aksi-aksi cepat dan nyata, kita harus mampu mengenali adanya kepentingan lain dalam “solusi-solusi” yang ditawarkan dan untuk kepentingan siapa aksi tersebut akan dinikmati.

Solusi-solusi yang ditawarkan pada COP 25 seharusnya mampu merefleksikan tuntutan dari masyarakat. Namun, ini masih belum terlihat. Contohnya, konferensi COP 25 seharusnya digelar di Santiago, Cile, namun harus dipindahkan ke Madrid, demi menghindari demonstrasi terkait kesenjangan ekonomi antara miskin dan kaya yang sedang berjalan di negara tersebut.

Sementara, kebijakan ekonomi seperti itulah yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kerusakan ekologis. Kini, pertaruhan sangat besar dan kita bisa gagal karena waktu semakin sempit untuk menghubungkan kedua isu tersebut.

Sebuah pertarungan kepentingan

Sebagai kelompok peneliti dan praktisi yang memiliki komitmen nyata untuk mengimplementasikan solusi-solusi alami di lapangan sebagai bagian penyelesaian masalah krisis iklim, kami merasa perlu pula untuk membicarakan isu lain yang belum mampu diungkapkan dalam video #NatureNow.

Kami ingin menekankan bahwa intervensi kami bertujuan untuk lebih memberikan dukungan kepada energi dan upaya keduanya, namun kami merasa penting membahas pertanyaan yang selalu gagal diutarakan.

Ketimbang meneruskan retorika “kita berada pada kapal yang sama”, kita perlu membahas soal isu politik yang lebih mendalam, yaitu siapa yang menang, siapa yang kalah, dan alam siapa yang kita bicarakan saat kita mengajukan solusi berbasis alam tersebut.

Korporasi global seperti Coca-Cola, Shell, Bayer, dan BP, semakin tergantung kepada citra ‘hijau’ mereka untuk bisa bertahan.

Beberapa LSM diduga menerima donasi dari perusahaan besar dan memberikan pandangan bahwa industri ekstraktif peduli terhadap lingkungan. Mereka seharusnya bisa memiliki tanggung jawab lebih besar atas aksi tersebut.


Read more: More than carbon taxes, we need wholescale energy transitions


Perubahan transformatif yang kita butuhkan seharusnya dilandasi oleh prinsip keadilan lingkungan, yang memberikan penekanan kepada adanya konservasi alam serta keadilan migran, pendekatan konservasi alam yang partisipatif, dan pengakuan terhadap hak lahan masyarakat.

Isra Hirsi, remaja 16 tahun dan salah satu pelopor gerakan demonstrasi lingkungan di Amerika Serikat, mengingatkan bahwa advokasi iklim tidak sama dengan cinta ‘aktivitas luar ruangan’. Tapi, sebuah perjuangan yang mendukung komunitas yang kehilangan udara dan air akibat polusi.

Agar perubahan yang berarti bisa terwujud, kita tidak bisa membiarkan bisnis-seperti-biasa dengan wajah ramah lingkungan mengalahkan suara-suara perubahan yang tumbuh dari jalan.

Melindungi siapa dan untuk siapa?

Baik Greta Thunberg maupun George Monboit sama-sama setuju bahwa solusi krisis iklim berbasis pendekatan alami hanya mungkin apabila kita bisa meninggalkan bahan bakar fosil. Pendapat mereka benar.

Tapi, apakah yang akan terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah tempat solusi alami itu akan dilakukan?

Bagi banyak orang, alam memiliki nilai yang lebih dari sekadar alat atau sekumpulan pohon yang menyerap karbon dioksida dari udara.

Bagi orang-orang tersebut, hidup mereka merupakan bagian tak terpisahkan dari alam, sama seperti serangga dan ranting pohon menjadi bagian tak terpisahkan dari hutan.

Kita perlu lepas dari pemahaman bahwa alam sebagai alam murni karena lingkungan terbentuk dari manusia melalui gaya hidup mereka.

Untuk mencapai keuntungan semaksimal mungkin, alam kemudian menjadi sumber pendapatan bagi industri. Investasi pada keanekaragaman hayati dan konservasi alam menjadi bisnis besar yang terbentuk sebagai bentuk pencitraan belaka bahwa mereka sudah berkontribusi aktif dalam penyelesaian krisis iklim.


Read more: Greta Thunberg's radical climate change fairy tale is exactly the story we need


Ini sama halnya dengan pemberian nilai moneter terhadap alam sebagai pembenaran akan risiko perlindungan ala barat, sementara mengalienasi hubungan manusia dengan alam dan mereduksi menjadi transaksi yang berorientasi profit.

Lebih lanjut, fokus hanya kepada karbon saat berbicara perlindungan hutan dan restorasi berisiko mengabaikan makna dan nilai relasi yang diberikan oleh hutan bagi manusia.

Divestasi, dekolonisasi dan melawan

Kita harus sadar akan bahaya pertumbuhan hijau yang sebenarnya hanya mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan menjalankan bisnis seperti biasa (business as usual).

Belum ada definisi jelas yang dapat menjelaskan arti bisnis hijau, namun model ini mengarah pada penurunan emisi karbon melalui peningkatan teknologi serta penilaian alam dan lingkungan berdasar mekanisme pasar.

Desa yang terletak di pegunungan di kawasan lindung Nam Ha, di Luang Namtha, Laos. (Shutterstock)

Pertumbuhan hijau tidak sama dengan merespon krisis iklim.

Kita perlu memastikan bahwa dana perlindungan alam bukanlah upaya sektor swasta belaka untuk memuluskan kepentingan dalam pengembangan pasar karbon.

Dana itu harus disalurkan ke bentuk-bentuk alternatif divestasi yang berfokus untuk menghentikan perkembangan industri bahan bakar fosil, penangkapan ikan berlebihan, dan ekspansi bisnis agraria.

Kita perlu melakukan restorasi, tapi kita bisa berbuat lebih!

Kita perlu mengenal penjaga asli lahan dan air dan belajar dari mereka.

Alam bukanlah lanskap yang indah dan pasif untuk kita eksploitasi. Banyak gambar alam yang luput memasukkan manusia di sekitarnya (greenwashed) yang mengalami tekanan dan opresi, membuat kita lupa bahwa mereka adalah orang-orang yang benar-benar menyebut alam sebagai rumah.

Kita juga perlu meninggalkan paham yang selama ini kita pegang, bahwa alam berada jauh “di luar sana” dan bukan ada di sekitar kita.

Selain itu, kita juga harus membongkar gagasan tentang alam hanya sebagai kebaikan global yang menghasilkan konsep, kebutuhan dan permintaan lokal atas tanah dari para penghuninya.


Read more: Indigenous hunters are protecting animals, land and waterways


Kita juga harus memulai perlawanan untuk mendukung perjuangan jutaan orang yang terpinggirkan di seluruh dunia, yang kehilangan tanah, hutan, air, serta cara hidup mereka.

Perlawanan ini tidak sekadar demonstrasi dengan spanduk soal gerakan lingkungan. Peduli terhadap lingkungan juga berarti melawan objektifikasi alam sebagai komoditas dan ketidakadilan lingkungan.

Selain itu, kita bisa pula mencari tahu informasi terkait perjuangan serta aspirasi pembela lingkungan dan penghuni hutan. Siapa yang mereka lawan dan bagaimana kita bisa membantu perjuangan mereka.

Mobilisasi serta pergerakan yang terorganisir merupakan hal yang penting dalam perjuangan panjang ini.

Demonstrasi kaum muda di penjuru dunia yang dipelopori suara Greta Thunberg menjadi tonggak awal yang menandai kesadaran politik global akan krisis iklim. Terlepas dari berbagai tantangan yang akan datang, perjuangan ini harus terus kita lanjutkan.

Stefanus Agustino Sitor menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now