Menu Close

Rencana pemerintahan Jokowi ajukan PK atas vonis MA hambat upaya cegah kebakaran hutan dan lahan

Putusan MA menolak kasasi yang diajukan oleh pemerintah seharusnya bisa dimanfaatkan untuk perbaikan tata kelola hutan di Indonesia. www.shutterstock.com

Berita Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi dari pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan pada tahun 2015 sempat mendominasi media massa pada pertengahan Juli lalu.

Putusan MA tersebut memperkuat putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan Jokowi beserta jajarannya lalai hingga menyebabkan kasus kebakaran hutan dan wajib membenahi peraturan terkait dengan tata kelola hutan dan lahan.

Namun, alih-alih melaksanakan putusan MA tersebut, pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehidupan (KLHK) berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) karena mereka mengklaim sudah mengeluarkan kebijakan yang sesuai untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.


Read more: Tiga hal yang bisa dilakukan Jokowi untuk tangani kebakaran hutan di Indonesia


Menurut pandangan saya, tindakan pemerintah ini tidak bijak. PK ini berpotensi akan menghambat pemerintah dalam membenahi tata kelola hutan dan lahan dalam mencegah kebakaran hutan.

PK hambat pelaksanaan putusan MA

PK merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. PK diajukan setelah upaya hukum biasa dilakukan di persidangan di Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan Tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.

Pemerintah mengajukan PK pada kasus kebakaran hutan karena proses hukum di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah serta MA memenangkan gugatan warga.

Bank Dunia memperhitungkan bahwa kerugian dari kebakaran hutan dan lahan di tahun 2015 mencapai hingga 16,1 miliar dolar atau sekitar Rp 225 triliun.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan tahun 2015 juga berdampak ke negara tetangga, salah satunya Singapura yang sempat diselimuti oleh asap tebal. Trong Nguyen/shutterstock

PK dapat diajukan jika diketahui terdapat kesalahan dalam memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah diungkapkan dalam persidangan.

Dalam kasus ini, pemerintah mengajukan PK dengan dasar klaim bahwa mereka sudah mengeluarkan aturan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

Selain landasan hukum, pertimbangan pemerintah Jokowi mengajukan PK atas putusan MA bisa jadi mempertimbangkan juga kemungkinan PK pemerintah akan diterima.

Sebagai contoh, awal tahun ini, MA mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani atas putusan swastanisasi air.

Namun, pengajuan PK ini berpotensi menghambat pelaksanaan putusan MA yang lain.

Dalam putusannya, selain mewajibkan pemerintah menerbitkan aturan-aturan baru untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, MA juga memerintahkan pembentukan tim gabungan yang bertugas mengkaji ulang izin-izin pengelolaan hutan dan perkebunan yang ada dan juga peta jalan dalam pencegahan kasus-kasus kebakaran di masa depan.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 1985 tentang MA, keputusan pemerintah untuk mengajukan PK seharusnya tidak akan menunda eksekusi.

Ketika pemerintah memutuskan mengajukan PK, kemungkinan pelaksanaan putusan MA akan terbengkalai.

Sebagai perbandingan, putusan MA tahun 2009 yang memerintahkan pemerintah untuk menghapus Ujian Nasional (UN) baru dilaksanakan tujuh tahun kemudian, yaitu akhir tahun 2016. Padahal proses hukum berjalan tanpa adanya PK.

Itikad baik

Sejauh ini, memang sangat sulit mengeksekusi putusan perdata yang melibatkan pemerintah menjadi tergugat. Malah cenderung diharapkan ada “kemurahan hati” pemerintah untuk patuh pada putusan peradilan. Pelaksanaan putusan terkait UN yang butuh tujuh tahun itu salah satu buktinya.

Padahal putusan MA ini sebenarnya bisa menjadi kesempatan pemerintah untuk membenahi tata kelola hutan dan lahan.


Read more: Jokowi tidak sebut isu lingkungan dalam pidato kemenangan. Ini kata para ahli.


Pemerintah bisa menggunakan putusan tersebut untuk menerbitkan peraturan pelaksana UU yang penting untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan masyarakat.

Kepatuhan pemerintah terhadap putusan kasasi MA juga akan menjadi tolak ukur komitmen pemerintah Jokowi pada periode kedua dalam memerangi kasus kebakaran hutan dan lahan.

Sayangnya, meski putusan MA merupakan upaya hukum paling akhir dan telah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah bisa dieksekusi, belum ada tanda-tanda dari pemerintah memenuhi tuntutan yang diajukan tersebut.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now