Menu Close

Pembelajaran sains, mengapa begitu dogmatis?

Pembelajaran sains, mengapa begitu dogmatis?

Indonesia mengalami darurat kualitas pembelajaran sains.

Sebagian besar lulusan sekolah menengah atas, belum menguasai matematika sederhana (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian angka sederhana), kemampuan yang semestinya telah dikuasai saat sekolah dasar.

Apa yang salah dengan pendidikan sains di Indonesia?

Intan Suci Nurhati, peneliti iklim dan kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), punya kenangan kurang baik terhadap pelajaran sains di SMA. Walau dia belajar ilmu pengetahuan alam, gurunya tidak pernah mengajarkan tentang El Niño–Osilasi Selatan (ENSO). Padahal, menurut dia, ENSO merupakan siklus alam dan fenomena iklim terbesar abad ke-21.

Fisikawan LIPI Suharyo Sumowidagdo mengkritik pengajaran sains di Indonesia yang dogmatis. Sangat sedikit diterangkan atau bahkan tidak pernah dijelaskan bagaimana asal usul suatu konsep dasar ilmu pengetahuan. Bertahun-tahun siswa mendengarkan penjelasan guru tentang rumus-rumus fisika, kimia, dan matematika. Apa itu belum cukup? Menurut Suharyo, dampak pelajaran sains akan lebih terasa jika siswa banyak bereksperimen sederhana.

Karena itu, metode pembelajaran pendidikan sains di sekolah harus segera dibenahi.

Edisi ke-42 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now