Menu Close

Tiga hal yang harus dilakukan Prabowo, calon presiden yang kini jadi menteri pertahanan

Adi Weda/EPA

Pengangkatan Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan kabinet pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo menimbulkan berbagai reaksi, termasuk dari kalangan akademisi.

Ada yang berargumen bahwa pemilihan Prabowo adalah langkah penyeimbang kekuatan politik yang berani sekaligus mengandung risiko. Prabowo adalah lawan politik Jokowi dalam dua pemilihan presiden (pilpres) terakhir dan dia juga pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang sebelumnya menjadi partai oposisi.

Secara teori, pemilihan Prabowo disinyalir akan mengurangi penolakan oposisi terhadap agenda Jokowi di periode kedua. Namun, dalam praktiknya hal itu perlu diuji.

Ada juga yang menganggap bahwa hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi fokus pada pembangunan ekonomi, bukan pada demokrasi.

Pemilihan Prabowo juga dilihat sebagai ancaman bagi Jokowi dan demokrasi karena melemahkan peran oposisi dan pengawasan.

Di luar aspek politis dari pemilihan Prabowo, tidak banyak yang membahas tantangan kebijakan pertahanan yang dia hadapi. Beberapa melihat bahwa Prabowo menghadapi berbagai tantangan terkait teknokrasi, hubungan sipil–militer, hingga lingkungan strategis di kawasan Asia-Pasifik.

Saya melihat adanya tiga hal mendesak yang perlu ditangani Prabowo sebagai Menteri Pertahanan yang baru, yaitu memperbaiki pengelolaan anggaran pertahanan, mempercepat pembangunan kekuatan TNI, dan memperkuat industri pertahanan.

Rendahnya anggaran

Masalah paling klasik dalam pertahanan Indonesia adalah rendahnya anggaran.

Anggaran pertahanan Indonesia memang terus meningkat, dari Rp 33,7 triliun pada 2009 menjadi Rp 127,4 triliun pada 2020. Kementerian Pertahanan adalah kementerian dengan porsi anggaran terbesar pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020.

Namun, secara nominal anggaran pertahanan Indonesia masih lebih rendah dari anggaran pertahanan Singapura yang pada 2019 mencapai 15,5 miliar dolar Singapura, atau setara Rp 159,5 triliun.

Di Asia Tenggara, pada 2018, pengeluaran militer Indonesia nomor dua setelah Singapura. Namun, persentase pengeluaran militer dalam produk domestik bruto (PDB) Indonesia berada pada peringkat kedua terendah dengan alokasi 0,7% PDB.

Idealnya, pengeluaran militer sebuah negara berkisar antara 2–3% dari PDB. Rata-rata pengeluaran militer negara-negara Asia Tenggara pada 2018 adalah 1,8% PDB.

Anggaran pertahanan Indonesia dialokasikan untuk modernisasi alat peralatan pertahanan dan keamanan, pembangunan pangkalan militer, penelitian dan pengembangan (litbang), kesejahteraan prajurit, dan lain-lain.

Rendahnya anggaran pertahanan dapat berakibat rendahnya kesiapan dan terbatasnya postur kekuatan TNI menghadapi ancaman keamanan nasional dan kedaulatan Indonesia.

Kekuatan TNI

Pada 2010, pemerintah menetapkan strategi untuk mewujudkan kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) TNI.

MEF adalah strategi pembangunan kekuatan pokok minimum TNI sebagai komponen utama pertahanan.

MEF ditargetkan terpenuhi pada 2024 dan dibagi dalam tiga rencana strategis pertahanan negara yang masing-masing berdurasi lima tahun. Akan tetapi, realisasi pencapaian pemenuhan MEF berisiko terhambat jika tidak dilakukan percepatan.

Indikator pencapaian MEF antara lain memenuhi kebutuhan organisasi, peralatan, personel, dan materiil satuan TNI, meningkatkan kemampuan satuan TNI agar sesuai dengan perkembangan ancaman dalam wilayahnya, pemindahan satuan/personel/materiil ke wilayah rawan, dan pengadaan satuan baru berikut personel dan peralatan.

Pada 2018, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardhani mengungkapkan bahwa pemenuhan MEF mencapai 61,8%. Tahun ini merupakan tahun terakhir tahap kedua pembangunan MEF, kemudian 2020 akan menjadi awal tahap ketiga.

Pada Februari 2019, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal Yuyu Sutisna mengungkapkan bahwa pemenuhan MEF TNI AU baru tercapai 44%.

Seharusnya, pada akhir 2019 MEF akan tercapai 66–67%, agar pembangunan MEF pada 2024 mencapai 100%.

Industri pertahanan

Kontribusi industri pertahanan penting untuk memenuhi kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan serta mencapai target MEF.

Data pemerintah menunjukkan kontribusi industri pertahanan terhadap MEF mencapai 44,6% pada 2016, dan ditargetkan meningkat menjadi 47% pada 2017 dan 49,8% pada 2018.

Akan tetapi, berbagai langkah peningkatan kemampuan industri pertahanan sering menghadapi hambatan. Contoh, pengembangan pesawat tempur IF-X/KF-X bersama Korea Selatan telah menghadapi berbagai penundaan.

Kabar terakhir, program ini tertunda karena Indonesia belum membayar bagiannya dari biaya pengerjaan tahap kedua. Pada akhir 2018, program ini berlanjut setelah Indonesia melakukan renegosiasi pendanaan.

Tantangan lainnya pada industri pertahanan adalah kurangnya pendanaan untuk litbang teknologi pertahanan. Pada 2016, anggaran litbang Kementerian Pertahanan tercatat Rp1,43 triliun, hanya 1,3% anggaran pertahanan atau 0,01% PDB tahun tersebut.

Di lain pihak, walau Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan industri menyediakan paling rendah 5% laba bersih untuk kepentingan penelitian dan pengembangan (litbang), ketidakpastian pemesanan dalam negeri membuat industri enggan berinvestasi besar-besaran dalam litbang.

Yang perlu dilakukan Prabowo

Prabowo memiliki wakil setelah posisi Wakil Menteri Pertahanan kembali dihidupkan dengan pengangkatan Wahyu Sakti Trenggono. Trenggono adalah bendahara tim pemenangan Jokowi sejak berkiprah di Solo. Posisi wakil menteri pertahanan terakhir dijabat Sjafrie Sjamsoeddin pada 2009–2014, saat Purnomo Yusgiantoro menjabat menteri.

Jokowi khusus menugasi Trenggono untuk mengembangkan industri pertahanan.

Sejak pengangkatan, Prabowo dan Trenggono telah memberikan pengarahan kepada Universitas Pertahanan, melakukan kunjungan ke Markas Besar TNI, serta membahas industri pertahanan dalam kunjungan ke perusahan produsen senjata milik negara PT Pindad.

Terkait industri pertahanan, Prabowo dan Trenggono dilaporkan akan mengkaji kelanjutan pengembangan pesawat tempur IF-X/KF-X.

Sejak dilantik, mereka juga telah menerima kunjungan Duta Besar Cina, Duta Besar Korea Selatan, Duta Besar Rusia, dan Duta Besar Yordania.

Dapat diinterpretasi bahwa dua fokus utama Kementerian Pertahanan di awal masa jabatan adalah penguatan industri pertahanan dan diplomasi pertahanan.

Menurut saya, yang pertama Prabowo dan Trenggono perlu lakukan adalah mendorong pemerintah menaikkan anggaran pertahanan, setidak menjadi 1,5% dari PDB sesuai target Jokowi, secara bertahap hingga 2024.

Hal ini sebenarnya telah menjadi komitmen Jokowi sejak 2014, tetapi sulit terlaksana karena pelambatan tingkat pertumbuhan PDB dan tingginya defisit APBN.

Jokowi memang secara konsisten meningkatkan anggaran pertahanan, kecuali pada 2018 ketika pemerintah mengambil langkah-langkah penghematan. Akan tetapi, peningkatan tersebut tetap belum mencapai target 1,5% PDB.

Yang lebih penting dari besaran anggaran pertahanan adalah pengelolaan anggaran yang baik. Ketidakdisiplinan anggaran dan kesenjangan implementasi kebijakan adalah masalah yang secara konsisten menghambat penggunaan alokasi anggaran pertahanan secara efektif. Masalah-masalah ini tercermin dalam masalah penyerapan anggaran dan menurunnya alokasi anggaran untuk belanja modal.

Yang kedua adalah penyelarasan dan percepatan MEF tahap ketiga.

Penyelarasan MEF perlu dilakukan dengan meningkatkan kontribusi industri pertahanan dalam negeri, meningkatkan anggaran pemenuhan MEF, serta meningkatkan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap keseluruhan proses pengadaan pertahanan. Prabowo dan Trenggono perlu meregulasi broker, memperkuat mekanisme pengawasan, dan menegakkan transparansi secara konsisten.

Terakhir, Prabowo dan Trenggono harus secara tegas menegakkan UU terkait industri pertahanan dan aturan pelaksanaannya. Kementerian Pertahanan harus berkomitmen terhadap pembangunan industri pertahanan dengan mengawal pengadaan produk dalam negeri, litbang pertahanan, kandungan lokal dan transfer teknologi dalam pengadaan produk luar negeri, serta kerja sama industri pertahanan baik di dalam maupun luar negeri.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now