tag:theconversation.com,2011:/us/topics/asi-53944/articlesASI – The Conversation2024-03-06T10:57:02Ztag:theconversation.com,2011:article/2207802024-03-06T10:57:02Z2024-03-06T10:57:02ZSaatnya hilangkan stigma negatif pada perempuan yang menyusui di ruang publik<p>Pemberian ASI memberikan banyak manfaat, tidak hanya pada aspek kesehatan, tetapi juga aspek ekonomi. <a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13006-020-00277-w">Studi</a> yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu poin persentase dalam tingkat pemberian ASI eksklusif, Sistem Kesehatan Nasional Spanyol dapat menghemat sebesar 5,6 juta euro atau setara Rp95 miliar. </p>
<p>Sayangnya, angka cakupan ASI eksklusif baik secara global maupun nasional belum cukup menggembirakan. <a href="https://www.who.int/indonesia/news/detail/03-08-2020-pekan-menyusui-dunia-unicef-dan-who-menyerukan-pemerintah-dan-pemangku-kepentingan-agar-mendukung-semua-ibu-menyusui-di-indonesia-selama-covid-19">Di Indonesia</a>, hanya satu dari dua bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. </p>
<p>Ada sejumlah faktor penyebab belum maksimalnya angka cakupan ASI. Di Indonesia, salah satu faktor yang selama ini kurang mendapat perhatian adalah keterbatasan ruang menyusui di fasilitas publik maupun ruang-ruang perkantoran. </p>
<p>Kegiatan menyusui di ruang publik juga masih kerap <a href="https://theconversation.com/the-backwards-history-of-attitudes-toward-public-breastfeeding-54876">menuai perdebatan</a>. Hak perempuan untuk menyusui dan hak anak untuk mendapatkan ASI kemudian dibenturkan dengan norma-norma sosial seperti kesopanan dan ketabuan.</p>
<p>Memang, di satu sisi, perdebatan ini menandakan bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya pemberian ASI untuk anak. Namun, di sisi lain, perdebatan semacam ini dapat membenturkan para perempuan atas pilihannya masing-masing. Ini kemudian memaksa perempuan memenuhi ekspektasi masyarakat.</p>
<p>Apa yang dapat dilakukan agar anak-anak tetap mendapatkan haknya, dan perempuan dapat menjalani pilihannya dengan leluasa? </p>
<h2>Perbanyak ruang menyusui</h2>
<p><a href="https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/view/40">Hasil studi</a> terkait keberadaan ruang menyusui di perkantoran di Jakarta menunjukkan sangat kurangnya ruang menyusui di tempat bekerja. Bahkan, memerah ASI pun dilakukan di toilet, yang sudah pasti tidak higienis.</p>
<p>Studi tersebut juga menemukan bagaimana ibu menyusui diolok-olok ketika sedang memerah ASI di meja kerjanya. Alih-alih memperoleh dukungan, ibu menyusui justru lebih sering mendapat komentar negatif dari rekan kerja. Padahal ia tak punya pilihan lain karena kantornya tidak menyediakan fasilitas ruang menyusui. </p>
<p>Menyusui maupun memerah ASI di ruang publik, belum sepenuhnya dianggap sebagai sesuatu yang positif, bahkan sebaliknya. Meskipun sang ibu menggunakan apron (kain penutup bagian leher sampai perut) untuk menutupi payudaranya, ibu tetap mendapatkan pandangan negatif. </p>
<p>Keterbatasan ruang menyusui yang ada di fasilitas publik serta anggapan negatif dalam menyusui di ruang publik sudah tentu berdampak pada pemberian ASI. Bagaimana cakupan ASI akan melampaui target yang telah ditetapkan, apabila ibu menyusui dihadapkan pada situasi serba salah seperti itu? </p>
<h2>Hilangkan stigma menyusui di ruang publik</h2>
<p>Secara kultural, menyusui menjadi hal yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Visualisasi ini misalnya diperlihatkan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) pada tahun 1980-an. KMS tersebut menampilkan foto seorang ibu yang tengah menyusui bayinya, tanpa sensor.</p>
<p>Berbagai penemuan benda prasejarah di Nusantara juga menunjukkan hal serupa. Misalnya, patung asli Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), berusia 14 abad bernama <a href="https://news.detik.com/berita/d-2715150/sang-penenun-patung-asli-flores-14-abad-ini-ada-di-museum-australia">Sang Penenun</a>. Patung tersebut berbentuk seorang ibu yang sedang menyusui anaknya. </p>
<p>Selain itu, ada juga beberapa arca ibu menyusui, seperti yang ditemukan di <a href="https://www.mongabay.co.id/2015/02/08/mampukah-pesona-situs-megalitik-di-lahat-bertahan-dari-kepungan-tambang/">situs Megalitik Pasemah, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan</a> dan di <a href="https://forumarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/fa/article/view/244/189">Pura Merantin, Nusa Penida, Bali</a>. Ini artinya, nenek moyang orang Indonesia sudah menganggap menyusui sebagai sebuah pengalaman reproduksi yang lumrah dibawa ke ruang publik.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/579085/original/file-20240301-24-gruasj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tampilan depan Kartu Menuju Sehat (KMS).</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun belakangan, opini khalayak terpecah mengenai etis tidaknya menyusui di ruang publik. <a href="https://www.urbanjabar.com/hype/9211268496/denise-chariesta-kembali-dicibir-usai-konten-menyusuinya-dinilai-vulgar-warganet-cari-sensasi">Pada November 2023</a> misalnya, konten menyusui di kanal YouTube <em>influencer</em> Denise Chariesta dicibir karena dianggap tidak senonoh.</p>
<p>Pada Desember 2023, perdebatan juga sempat mewarnai media sosial X (dulunya Twitter), setelah seorang ibu dengan akun @Denald mengunggah pandangannya tentang keharusan masyarakat untuk menormalisasi menyusui di tempat umum.</p>
<p>Pro-kontra seputar menyusui di ruang publik tidak hanya terjadi di Indonesia. <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-37946858">Seorang ibu di Irlandia Utara,</a> misalnya, sempat dipersekusi saat menyusui anaknya di sebuah restoran. Selain itu, sebuah <a href="https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40767431">foto Aliya Shagieva</a>, anak perempuan Presiden Kyrgyztan, yang sedang menyusui anaknya sempat memicu polemik di media sosial di negaranya.</p>
<p>Perdebatan mengenai menyusui di ruang publik tidak terlepas dari faktor sosial. Dalam norma sosial, tubuh perempuan ditempatkan sebagai objek seksual. Payudara hanya dilihat dalam kerangka fungsi seksualnya. Hal ini semakin kuat dengan adanya norma agama dan budaya, sehingga proses menyusui di ruang publik makin tidak bisa diterima. </p>
<p>Pandangan ini jelas berbenturan dengan anggapan bahwa menyusui merupakan proses alamiah untuk memberi makan pada bayi. </p>
<p>Terlepas dari perselisihan yang ada, bagaimana pun perempuan yang sedang menyusui hendaknya tidak mendapatkan stigma buruk. Reaksi-reaksi negatif dari sekitar yang diterima ibu ketika menyusui di ruang publik membuat ibu kapok menyusui di ruang publik, sehingga memilih untuk memberikan susu formula untuk bayinya. Bahkan lebih ekstremnya lagi, sampai <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/mcn.13407">memutuskan untuk berhenti menyusui</a>. </p>
<h2>Pentingnya pembenahan</h2>
<p>Setiap ibu memiliki preferensi masing-masing terkait di mana dan bagaimana ia akan menyusui, tanpa dibenturkan dengan pro-kontra dari lingkungannya.</p>
<p>Bagi ibu yang lebih nyaman menyusui di tempat tertutup, ruang laktasi bisa menjadi pilihan. Untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi, pemerintah serta swasta harus turun tangan memastikan ketersediaan ruang laktasi yang mudah diakses.</p>
<p>Di lain pihak, ibu yang memilih untuk menyusui di ruang publik secara terbuka pun tidak boleh mendapatkan sentimen negatif.</p>
<p>Membuat masyarakat sadar untuk tidak menyerang ibu menyusui, misalnya dapat dilakukan oleh pemerintah dengan kampanye mengenai pentingnya ASI, atau kampanye yang mendukung pemberian ASI di ruang publik.</p>
<p>Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan pendidikan seksualitas sedini mungkin. Pendidikan seksualitas akan membuat masyarakat di masa depan sadar untuk tidak memandang tubuh perempuan sebagai objek seksual.</p>
<p>Menyusui erat kaitannya dengan <a href="https://journal2.unusa.ac.id/index.php/JHS/article/view/483/435">kondisi psikologis sang ibu</a>. Yang terpenting adalah menciptakan ruang aman dan nyaman bagi ibu, agar proses menyusui dapat berjalan optimal.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/220780/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perdebatan tentang menyusui di ruang publik telah membenturkan perempuan atas pilihannya masing-masing, dan memaksa perempuan memenuhi ekspektasi masyarakat.Wabilia Husnah, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Angga Sisca Rahadian, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2084612023-08-03T08:53:58Z2023-08-03T08:53:58ZTiga faktor utama penyebab industri susu formula leluasa jualan produk lewat tenaga kesehatan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/540945/original/file-20230803-17-rfc6b9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bayi yang baru lahir merupakan "sasaran" perusahaan susu formula.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/photo-of-baby-laying-on-fleece-blanket-3341189/">Pexels/Natalie Bond</a></span></figcaption></figure><p>Dalam banyak <a href="https://www.kompas.id/baca/ilmiah-populer/2022/02/23/pemasaran-susu-formula-tidak-etis-melibatkan-tenaga-kesehatan">laporan</a> <a href="https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/27/hari-hari-yang-menentukan">beberapa tahun terakhir</a>, pemberian susu formula bayi jamak <a href="https://media.neliti.com/media/publications/103546-ID-tingkat-kepatuhan-pelaksanaan-pp-no-33-t.pdf">dilakukan oleh tenaga kesehatan</a>. </p>
<p>Umumnya, susu formula diberikan dalam bentuk <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/violations-of-the-international-code-of-marketing-of-breastmilk-substitutes-indonesia-context/18D7DB0EF1FC86C3E105372247118EE6">sampel</a> atau pun paket setelah ibu melahirkan bersama dengan perlengkapan persalinan lain, seperti gurita ibu, wadah plasenta atau ari-ari, dan pembalut perempuan. </p>
<p>Persoalannya, ‘inisiatif’ memberi susu formula bayi ini sebetulnya telah dilarang oleh pemerintah dengan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5245/pp-no-33-tahun-2012">Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012</a> tentang pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. </p>
<p>Namun demikian, ancaman sanksi berupa teguran lisan hingga pencabutan izin praktik tenaga kesehatan pun tidak mampu membendung praktik buruk ini untuk tetap tumbuh subur bak cendawan pada musim hujan.</p>
<h2>Lebih banyak mudarat daripada manfaat</h2>
<p>Tidak disanksikan lagi bahwa pemberian susu formula pada bayi lebih banyak membawa <a href="https://www.bmj.com/content/375/bmj.n2202.full">keburukan ketimbang sebaliknya</a>, baik secara kesehatan maupun ekonomi. </p>
<p>Bayi menjadi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5013784/">lebih rentan</a> terhadap masalah pencernaan dan perkembangan kecerdasannya dapat terhambat. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli susu tidaklah sedikit. Rata-rata keluarga dengan pendapatan bulanan sekitar Rp 2 juta harus menyisihkan sekitar 10% <a href="https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/28/belanja-susu-formula-bebani-masyarakat-miskin">untuk membeli susu formula</a>. </p>
<p>Namun, mengapa distribusi susu formula oleh banyak tenaga kesehatan tetap tinggi? Padahal seharusnya para tenaga kesehatan profesional ini berperan sebagai penerang sekaligus fasilitator utama kesehatan.</p>
<p>Masalah ini terjadi paling tidak karena tiga masalah di level kesadaran dan pengetahuan, pemasaran agresif, dan implementasi regulasi. </p>
<p><em>Pertama</em>, yang membuat praktik ini langgeng adalah rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya ASI bagi bayi. </p>
<p>Menurut <a href="https://www.who.int/indonesia/news/detail/03-08-2020-pekan-menyusui-dunia-unicef-dan-who-menyerukan-pemerintah-dan-pemangku-kepentingan-agar-mendukung-semua-ibu-menyusui-di-indonesia-selama-covid-19">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, di Indonesia, bayi di bawah usia 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif hanya 50%, dan anak usia 23 bulan yang masih diberi ASI hanya 5%. Artinya, secara umum hanya separuh anak Indonesia yang mendapat gizi ideal dalam dua tahun pertama kehidupannya. </p>
<p>Selain itu, pada 2019, cakupan ASI eksklusif di Indonesia tercatat <a href="https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2019.pdf">hanya 67,74%</a>. </p>
<p>Angka tersebut menunjukkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia perlu ditingkatkan untuk memenuhi <a href="https://www.globalbreastfeedingcollective.org/media/1921/file#:%7E:text=BREASTFEEDING%20RATES,-Globally%2C%20the%20rates&text=The%20global%20target%20for%202030,80%25%20and%2060%25%20respectively.">target global 70% pada 2030</a></p>
<p>Melihat rendahnya angka pencapaian di atas, tentu saja kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pada masyarakat mengingat di Indonesia <a href="https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/28/konselor-asi-sulit-diakses-warga">masyarakat cukup kesulitan</a> untuk mendapatkan layanan konseling menyusui.</p>
<p>Hal ini diduga berkontribusi pada rendahnya cakupan ASI eksklusif. Selain itu, penyematan istilah-istilah teknis seperti DHA (<em>docosahexaenoc acid</em>), EPA (<em>eicosapentaenoic acid</em>), ARA (<em>arachidonic acid</em>) pada produk susu, terdengar ‘akademis’ dan ‘cerdas’.</p>
<p>Walau masyarakat umum tidak tahu kepanjangan dan kegunaan dari istilah di atas, tapi istilah-istilah ini merupakan magnet tersendiri. </p>
<p>Masyarakat pikir dengan memberi susu formula bayi yang mengandung zat-zat di atas dapat membantu perkembangan anaknya. Tidak jarang muncul anggapan bahwa susu formula bayi lebih bisa mencukupi kebutuhan gizi dibandingkan dengan ASI. </p>
<p><em>Kedua</em>, penetrasi agresif dari industri susu sebagai strategi pemasaran susu formula. </p>
<p>Harus diakui bahwa industri susu formula memburu ‘celah’ regulasi. Mereka bisa masuk tanpa harus berhadapan dengan pemerintah. Sebagai contoh, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/117331/permenkes-no-15-tahun-2014">Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2014</a> menyatakan bahwa produsen atau distributor dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif. </p>
<p>Salah satunya adalah penggunaan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi kepada masyarakat. </p>
<p>Selain itu, peraturan itu menyatakan tenaga kesehatan tidak boleh menerima hadiah atau bantuan dari mereka, tapi boleh menerima bantuan untuk tujuan pelatihan atau kegiatan lain sejenis. Di sinilah ‘celah’ tercipta. Tenaga kesehatan kerap diundang dalam kegiatan berbalut ‘peningkatan kapasitas’ (<em>capacity building</em>), lengkap dengan fasilitas menginap di hotel yang disponsori oleh industri susu formula. </p>
<p>Tentu saja pada satu sisi hal ini terjadi karena peraturan memang tidak secara detail meregulasi aktivitas-aktivitas lain yang disamarkan sebagai promosi. Di atas kertas, tidak ada peraturan yang mereka langgar. Mereka ‘hanya’ memfasilitasi para tenaga kesehatan untuk seminar atau pelatihan. </p>
<p>Sedangkan dari sisi tenaga kesehatan, tawaran untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dapat diambil karena menganggap tak ada aturan yang dilanggar di sana. </p>
<p>Faktor <em>ketiga</em>, implementasi dari peraturan yang belum maksimal membuat praktik ini semakin menjamur. </p>
<p>Sanksi tegas berupa dicabutnya izin praktik tenaga akibat hal ini belum pernah terjadi. Selain itu, para pelanggar mudah berkelit dengan alasan bahwa susu itu diperuntukkan bagi bayi yang alergi atau untuk ibu yang ASI-nya tidak lancar. </p>
<p>Hal ini sebagaimana tertuang pada peraturan yang memperbolehkan susu formula bagi bayi dengan indikasi medis. Kalau sudah begitu, apakah masyarakat umum dapat membuktikan? Bukankah penilaian ‘indikasi medis’ terhadap pasien adalah ranah tenaga kesehatan? Setahu saya belum pernah ada sidang kasus tenaga kesehatan yang diduga menerima “hadiah pelatihan” dari perusahaan susu formula.</p>
<h2>Lalu apa langkahnya?</h2>
<p>Langkah penting yang bisa diambil dalam meminimalkan penggunaan susu formula bayi adalah edukasi menyusui. Kesadaran ini harus didorong sejak sebelum hamil sehingga efektif dalam membantu mempersiapkan ibu dan mempromosikan inisiasi menyusui setelah melahirkan. </p>
<p>Beberapa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0266613822003278">riset mutakhir</a> menunjukkan bahwa edukasi menyusui dapat mendorong pemberian ASI eksklusif pada bayi. </p>
<p>WHO pun telah merekomendasikan <a href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/program-pranatal-untuk-keberhasilan-menyusui">tujuh kontak edukasi</a> menyusui selama hamil dan setelah melahirkan. Upaya edukasi ini adalah upaya termudah, bukan untuk menjegal bisnis industri susu formula, tapi untuk meningkatkan mutu kesehatan generasi bangsa selanjutnya. </p>
<p>Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan kemauan dan kesungguhan untuk menjalankan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5245/pp-no-33-tahun-2012">peraturan</a>, termasuk mengawasi pemasaran oleh perusahaan susu formula.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/208461/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ririn Wulandari merupakan pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Bandar Lampung.
</span></em></p>Sanksi tegas berupa dicabutnya izin praktik tenaga akibat hadiah pelatihan dari perusahaan belum pernah terjadi. Mereka berkelit bahwa susu itu untuk ibu yang ASI-nya tidak lancar.Ririn Wulandari, PhD Student at School of Healthcare, University of LeedsLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2049292023-05-10T02:38:27Z2023-05-10T02:38:27ZStunting sulit diturunkan jika pemerintah biarkan produsen agresif memasarkan susu formula<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/524878/original/file-20230508-149621-l50yvn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para ibu dan anaknya mengikuti Lomba Menyusui 2023 di Kota Kediri, Jawa Timur, 8 Mei 2023, sebagai upaya sosialisasi pencegahan stunting dengan memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi hingga usia 2 tahun. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1683528616&getcod=dom">ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/rwa.</a></span></figcaption></figure><p>Satu dari empat bayi di Indonesia mengalami masalah serius yang sebenarnya bisa dicegah: kurang tinggi dari standar minimal, yang dikenal sebagai <em><a href="https://theconversation.com/penurunan-stunting-berjalan-lambat-di-tengah-melimpahnya-produksi-ikan-indonesia-tanya-kenapa-200444">stunting</a></em>.</p>
<p>Untuk mencegah <em>stunting</em>, Kementerian Kesehatan baru-baru ini mengeluarkan kampanye <a href="https://promkes.kemkes.go.id/cegah-stunting-itu-penting">#CegahStuntingItuPenting</a> dengan lima langkah utama. Dua di antaranya adalah mencukupi konsumsi protein hewani bagi anak usia 6 bulan ke atas dan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. </p>
<p>Namun demikian, produsen dan pemasaran susu formula (sufor) yang agresif dapat mengancam keberhasilan kedua langkah ini, mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/mcn.13097">pertumbuhan penjualan sufor tercepat</a> di dunia.</p>
<p>Data terbaru mengamini bahwa sufor kerap dikonsumsi oleh anak berusia di bawah tiga tahun (batita). Survei <a href="http://dhsprogram.com/pubs/pdf/FR342/FR342.pdf">Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)</a> di kalangan anak usia 6–23 bulan yang sudah tidak mengkonsumsi ASI menunjukkan 72,9% di antaranya mengkonsumsi susu formula.</p>
<p>Jika pemerintah tidak membatasi ketat pemasaran susu formula, target penurunan stunting <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/">dari 21,6% pada 2022 ke 14% tahun depan</a> jelas sulit dicapai.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-kampanye-asi-tidak-menyenangkan-industri-susu-formula-dan-pendukungnya-142997">Mengapa kampanye ASI tidak menyenangkan industri susu formula dan pendukungnya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kenapa penggunaan sufor dapat berdampak pada stunting?</h2>
<p>Meski sufor adalah susu yang diformulasikan secara khusus dan diberikan dengan indikasi tertentu, kandungan sufor tidak bisa mengalahkan ASI, terutama untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0092867421002208">mendukung kekebalan tubuh anak</a>. </p>
<p>Anak dengan kekebalan tubuh yang kurang optimal rentan sakit, sehingga mayoritas zat gizi yang dikonsumsi digunakan untuk melawan penyakit, bukan untuk tumbuh. Karena itulah, ASI eksklusif akan selalu menjadi salah satu langkah terbaik untuk mencegah stunting.</p>
<p>Namun demikian, penggunaan sufor pada periode anak di bawah tiga tahun (12–36 bulan) yang dapat berdampak pada pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) kerap luput diperhatikan. </p>
<p>Sufor kadang menjadi alternatif ketika batita tidak mau makan. Padahal, periode ini penting untuk membuat <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017.01046/full">anak terbiasa dengan makanan tertentu (<em>familiarization</em>)</a> dari segi rasa, tekstur, dan tampilan. </p>
<p>Sayangnya, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33830660/">71% dari sufor batita tergolong tinggi gula</a> berdasarkan sistem Badan Standar Makanan Inggris (UK FSA). Selain itu, rata-rata kadar gula pada sufor batita mencapai 7,3 gram per 100 ml, setara dengan kadar gula pada minuman berpemanis.</p>
<p>Hal ini berisiko membangun <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25183757/">preferensi anak terhadap rasa manis</a> pada periode sensitif di awal kehidupan. Akhirnya, hal ini membuat orangtua bergantung pada makanan dan minuman berpemanis sebagai pilihan yang lebih disukai anak. </p>
<p>Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa semakin sering dan semakin dini anak mengkonsumsi kudapan, termasuk <a href="https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1950">minuman berpemanis</a>, berhubungan dengan kejadian <em>stunting</em> yang lebih tinggi.</p>
<p>Makanan atau minuman manis pada masa balita ini dapat menggantikan makanan padat gizi yang dibutuhkan untuk mencegah <em>stunting</em>, terutama pada <a href="https://data.unicef.org/wp-content/uploads/2021/09/Fed-to-Fail-FULL-REPORT-Child-Nutrition-Report-2021-FINAL.pdf">periode rentan</a> pada usia 6 bulan–2 tahun. Usia ini merupakan saat prevalensi <em>stunting</em> meningkat pesat akibat pola makan anak tidak bisa mengimbangi kebutuhan zat gizi untuk tumbuh.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pemberian-asi-eksklusif-di-indonesia-baru-capaian-semu-ini-tanggung-jawab-siapa-121750">Pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu, ini tanggung jawab siapa?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pertumbuhan penjualan sufor di Indonesia</h2>
<p>Maraknya pemasaran sufor tergambar dari pesatnya penjualan produk tersebut di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. </p>
<p>Berdasarkan data penjualan sufor pada 2005–2019, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/mcn.13097">Indonesia</a> adalah salah satu negara dengan pertumbuhan penjualan sufor terpesat, terutama pada kategori batita. </p>
<p>Sebuah data riset menunjukkan penjualan sufor pada 2011 mencapai Rp 12,3 triliun dan meningkat hingga <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/mcn.13186">Rp 24 triliun pada 2016</a>, serta diprediksi naik 23% pada 2021. Data <a href="https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/26/belanja-susu-formula-pertahun-capai-rp-3-triliun">terbaru menunjukkan</a> proporsi belanja susu formula oleh keluarga di Indonesia dapat mencapai hampir 13% dari upah per bulan.</p>
<p>Sementara itu, survei terbaru di kota Bandung menemukan bahwa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/mcn.13189">1 dari 2 batita</a> mengkonsumsi sufor pada hari sebelum survei. Temuan serupa didapatkan pada survei di Jakarta yang menunjukkan bahwa <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33406319/">1 dari 3 batita</a> mengkonsumsi sufor hingga lebih dari 7 kali per minggu.</p>
<p>Penjualan sufor, khususnya pada periode batita, telah menjadi sumber pendapatan bagi produsen sufor. Jika tidak diawasi secara serius, maka target untuk mendukung gizi anak yang optimal akan terhambat. </p>
<p>Data terbaru menunjukkan <a href="https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/09/26/belanja-susu-formula-pertahun-capai-rp-3-triliun">empat dari lima provinsi</a> dengan pembelian sufor tertinggi adalah provinsi dengan prevalensi <em>stunting</em> di atas 30%. Ini mengindikasikan bahwa konsumsi sufor memiliki dampak yang sangat besar terhadap kesehatan masyarakat. </p>
<p>Karena itu, untuk mengejar target <em>stunting</em> sebesar 14% pada 2024, pemerintah harus serius mencari celah pencegahan <em>stunting</em> yang belum tergarap maksimal, salah satunya adalah pemasaran sufor.</p>
<h2>Pelanggaran pemasaran sufor di Indonesia</h2>
<p>Laporan <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240048799">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan</a> bahwa Indonesia masih belum secara signifikan mengintegrasikan <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9241541601">The International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes</a> atau The Code sebagai kode etik pemasaran sufor ke dalam peraturan nasional. </p>
<p><a href="https://aimi-asi.org/storage/app/media/pustaka/Dasar-Dasar%20Hukum/Permenkes%20No.%2039%20Th.%202013%20Tentang%20Formula%20Bayi%20dan%20Produk%20Lainnya.pdf">Regulasi di Indonesia</a> saat ini baru mencapai skor maksimal pada satu aspek, yaitu aturan mengenai promosi di fasilitas kesehatan, dari total tujuh aspek implementasi The Code. </p>
<p>Terdapat beberapa bagian The Code yang belum tercakup secara maksimal dalam regulasi Indonesia, terutama pada aspek materi informasi, promosi publik, keterlibatan sistem dan tenaga kesehatan, dan pelabelan. Seperti, belum ada kewajiban bagi produsen untuk menyampaikan bahaya kesehatan dari pemberian sufor yang tidak tepat, serta dampak sosial dan finansial penggunaan sufor; belum ada larangan alat promosi sufor di tingkat pengecer; serta belum adanya kewajiban pengawasan aturan yang mandiri, transparan, dan bebas dari pengaruh komersial. </p>
<p>Menariknya, belum ada pula aturan klaim gizi dan kesehatan khusus sufor batita.</p>
<p>Integrasi The Code dan pengawasannya menjadi hal yang mendesak, mengingat pelanggaran terhadap The Code kerap ditemukan dan berkembangnya <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(22)01931-6/fulltext">media sosial</a> sebagai media promosi secara masif yang sulit diawasi. Kementerian Kesehatan perlu memperhatikan hal ini dengan lebih serius. </p>
<p>Dalam studi di 6 provinsi di Pulau Jawa, sebanyak <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/violations-of-the-international-code-of-marketing-of-breastmilk-substitutes-indonesia-context/18D7DB0EF1FC86C3E105372247118EE6">15% ibu menerima sampel sufor gratis</a> dan 16% menerima hadiah, seperti kaus untuk anak, dari perusahaan sufor – kedua hal ini melanggar The Code. </p>
<p>Pelanggaran The Code terkait iklan yang memasarkan sufor di media sosial dan media massa kerap <a href="https://www.aliveandthrive.org/sites/default/files/media_scan_country_report_indonesia_april_2016.pdf">ditemukan terutama pada sufor batita</a>. Selain pemasaran, media sosial juga digunakan oleh produsen sufor untuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9066994/">mendata calon konsumen</a> maupun untuk berkontak langsung dengan ibu yang berhasil meningkatkan jumlah konsumen sufor.</p>
<p>Di antara para ibu yang pernah berbicara dengan tenaga kesehatan (nakes) mengenai sufor, <a href="https://accesstonutrition.org/app/uploads/2020/02/BMS_Westat-Indonesia_Full_Report_2016.pdf">83% di antara nakes tersebut</a> menyarankan merek sufor tertentu. Hal ini juga menjadi catatan untuk meningkatkan kesadaran di antara nakes mengenai The Code; studi menunjukkan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/violations-of-the-international-code-of-marketing-of-breastmilk-substitutes-indonesia-context/18D7DB0EF1FC86C3E105372247118EE6">hanya 45%</a> dari nakes yang memiliki kesadaran akan The Code. </p>
<p>Dengan demikian, edukasi mengenai ASI eksklusif dan Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) tetap menjadi garda terdepan untuk mencegah <em>stunting</em>. Namun berbagai pelanggaran pemasaran sufor ini menunjukkan perlunya kombinasi dengan tindak tegas dari pemerintah untuk mengawasi pemasaran sufor demi <em>zero stunting</em> di Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dihantam-pemasaran-susu-formula-konsumen-butuh-edukasi-dan-support-system-yang-kuat-191939">Dihantam pemasaran susu formula, konsumen butuh edukasi dan _support system_ yang kuat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/204929/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Davrina Rianda adalah anggota peneliti di Human Nutrition Research Center, Indonesian Medical Education and Research Institute (HNRC-IMERI), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Davrina Rianda menerima dana beasiswa dari program Beasiswa Pendidikan Indonesia yang dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.</span></em></p>Untuk mengejar target stunting sebesar 14% pada 2024, pemerintah harus serius mencari celah pencegahan stunting yang belum tergarap maksimal, salah satunya adalah pemasaran sufor.Davrina Rianda, PhD Student in Nutritional Biology, University of California, DavisLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1926132022-10-20T06:34:44Z2022-10-20T06:34:44ZSatu riset temukan komponen plastik mikro dalam ASI: haruskah kita berhenti susui bayi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/490774/original/file-20221020-23-64n8np.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Manfaat menyusui bayi jauh lebih besar untuk ibu dan bayi dibanding risiko kesehatan. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/grayscale-photo-of-a-mother-breastfeeding-her-child-12169643/">Pexels/ Alina Matveycheva</a></span></figcaption></figure><p>Baru-baru ini sebagian masyarakat di Indonesia khawatir setelah ada <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20221013151048-255-860131/pertama-kalinya-mikroplastik-ditemukan-dalam-asi">berita</a> yang menyebutkan adanya temuan komponen plastik mikro (selanjutnya disingkat KPM) dalam air susu ibu (ASI). </p>
<p>Berita ini bersumber dari <a href="https://www.mdpi.com/2073-4360/14/13/2700">penelitian di Roma, Italia</a> dan telah dipublikasikan di <em>peer-reviewed journal</em> pada Juni 2022. Penelitian dilakukan pada sampel ASI dari 34 ibu, dan KPM ditemukan pada 26 sampel ASI (76%). </p>
<p>Sampel ASI diperoleh dengan memerah menggunakan tangan, bukan alat pumping untuk menghindari kontaminasi komponen plastik dari alat tersebut. KPM yang ditemukan meliputi polyethylene, polyvinyl chloride, dan polypropylene dengan ukuran bervariasi dari 2-12 μm (mikrometer).</p>
<p>Berita ini membuat khawatir sebagian masyarakat Indonesia akan dampak hal tersebut pada kesehatan bayi, meski sejatinya peneliti di Roma itu tidak menyarankan penghentian pemberian ASI. Lalu, bagaimana kita menyikapi temuan riset tersebut?</p>
<h2>Bagaimana bisa ada kandungan plastik mikro dalam ASI?</h2>
<p><a href="https://www.statista.com/statistics/282732/global-production-of-plastics-since-1950/">Produksi plastik di dunia</a> mencapai 367 juta ton pada tahun 2020. Sampah plastik yang dibuang ke lingkungan membutuhkan waktu <a href="https://www.wwf.org.au/news/blogs/the-lifecycle-of-plastics#gs.fl04aq">20-500 tahun</a> untuk hancur, yang kemudian menjadi komponen plastik mikro (KPM).</p>
<p>Ada tiga jalur manusia dapat terpapar komponen plastik mikro: (1) melalui proses menelan, (2) menghirup, dan (3) kontak kulit. Dari ketiga jalur tersebut, jalur menelan merupakan jalur utama. Setelah tertelan, KPM dapat menembus membran sel manusia. </p>
<p>Peneliti di Roma mencari hubungan antara usia ibu, pola makan, penggunaan produk kosmetik yang mengandung plastik (seperti pelembab kulit, sabun mandi dan pasta gigi) serta konsumsi ibu (seperti ikan, kerang, minuman atau makanan dalam kemasan plastik) selama 7 hari sebelum dan 7 hari setelah melahirkan. Hal-hal itu yang menjadi variabel yang diteliti dalam <a href="https://www.mdpi.com/2073-4360/14/13/2700">riset</a> yang menemukan ada KPM dalam ASI sampel. Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan. </p>
<p>Paparan dari produk kosmetik dinilai tidak terlalu signifikan karena hanya partikel yang berukuran kurang dari 100 nanometer yang dapat menembus kulit. Sedangkan untuk pola konsumsi 34 ibu yang diambil sampel ASI-nya, tidak dapat diketahui secara spesifik komponen apa dari makanan ibu yang menjadi penyebab. Ini artinya paparan KPM yang berasal dari lingkungan tidak dapat terelakkan lagi.</p>
<h2>Formula versus ASI</h2>
<p>Kalau begitu, apakah penggunaan susu formula jadi lebih aman dibandingkan menyusui? </p>
<p>Tentu saja tidak. Karena, pemberian susu formula pada bayi justru memerlukan media botol dan dot yang mayoritas menggunakan bahan dari plastik. </p>
<p>Penelitian <a href="https://www.nature.com/articles/s43016-020-00171-y">pada tahun 2020 menemukan</a> paparan partikel plastik mikro dari proses penyiapan susu formula. Ada dua faktor yang menyebabkan proses ini melepaskan KPM, yaitu suhu tinggi pada saat sterilisasi botol dan mengocok botol pada saat pembuatan susu formula.</p>
<p>Selain dampak penggunaan plastik terhadap kesehatan, kita juga perlu menilik dampak <a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13006-019-0243-8">pemberian susu formula terhadap lingkungan</a>. Produksi susu formula melalui proses panjang. Mulai dari peternakan sapi, yang menjadi bahan baku mayoritas susu formula, hingga proses produksi di pabrik, proses distribusi (dari pabrik ke toko) serta pada proses pembuatan formula di rumah. </p>
<p>Penelitian di <a href="https://www.babymilkaction.org/wp-content/uploads/2014/10/Carbon-Footprints-Due-to-Milk-Formula.pdf">6 negara Asia Pasifik</a> (Australia, Korea Selatan, Cina, Malaysia, India, dan Filipina) menemukan bahwa penjualan susu formula di enam negara tersebut menghasilkan 3,95-4,04 kilogram gas buang karbondioksida (CO2) per kilogram susu formula. Ini setara dengan gas buang dari perjalanan menggunakan mobil sejauh 6 miliar mil (= 9,65 miliar kilometer).</p>
<p>Banyak penelitian dan laporan dari organisasi internasional yang menghitung dampak lingkungan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0890334421994769">penggunaan susu formula</a> dibandingkan dampak menyusui terhadap lingkungan. </p>
<p>Sebagian orang berargumen bahwa menyusui juga memberikan dampak ke lingkungan. Salah satunya karena ibu menyusui memerlukan tambahan kalori yang lebih banyak (2,5 <em>megajoule</em>) dibandingkan saat tidak menyusui. Ini artinya butuh lebih banyak makanan, salah satunya daging sapi, dengan demikian ada dampak tidak langsung yang diberikan pada lingkungan.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9180168/">Penelitian yang dipublikasikan</a> pada 2022 menemukan bahwa pemberian susu formula eksklusif selama 4 bulan membawa dampak lingkungan yang lebih tinggi 35-72% daripada menyusui eksklusif selama 4 bulan.</p>
<h2>Dampak KPM terhadap kesehatan</h2>
<p>Laporan dari <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/326499/9789241516198-eng.pdf?ua=1">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan</a> bahwa masih belum ada cukup bukti mengenai dampak KPM terhadap kesehatan manusia, termasuk pada bayi.</p>
<p>Namun demikian, pemerintah dan masyarakat harus mencegah KPM itu mencemari air susu ibu. Apa yang bisa pemerintah lakukan? </p>
<p>Seperti yang disarankan para peneliti di Roma, dengan ditemukannya KPM dalam ASI, maka jelas pemerintah butuh kebijakan dan aksi yang lebih kuat mengenai pengaturan produksi dan penggunaan plastik. </p>
<p>Kebijakan pembatasan penggunaan <a href="https://theconversation.com/catatan-untuk-jakarta-tiga-masalah-dalam-larangan-kantong-plastik-di-ibu-kota-142910">kantong plastik</a> sekali pakai telah lama dikampanyekan di Indonesia untuk konsumen, namun demikian fokusnya juga harus diarahkan pada pelaku industri. Misalnya mereka diharuskan mengganti kemasan produknya dengan botol kaca atau bahan ramah lingkungan lainnya. </p>
<p>Prosedur pengembalian botol plastik bekas pakai di depo, yang kemudian ditukar dengan uang tunai juga banyak diterapkan di <a href="https://actcds.org.au/">negara maju</a> untuk mengurangi sampah plastik.</p>
<p>Di level individu, kita juga harus lebih bijak dalam menggunakan plastik, serta memilih produk yang ramah lingkungan.</p>
<p>Dalam konteks pemberian makan pada bayi dan anak, pemerintah harus memperkuat komitmen dan kebijakan, serta meningkatkan layanan edukasi dan dukungan menyusui pada calon orang tua. </p>
<h2>Apa yang harus dilakukan (calon) ibu dan keluarga?</h2>
<p>Sesuai rekomendasi <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_1">WHO</a> dan <a href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/1-2-3-menuju-asi-eksklusif">Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)</a>, menyusui merupakan metode pemberian makan terbaik sejak lahir hingga minimal dua tahun.</p>
<p><a href="https://www.healthline.com/health/breastfeeding/11-benefits-of-breastfeeding#benefits-for-you">Manfaat kesehatan</a> dari menyusui didapatkan oleh ibu dan anak, baik jangka pendek maupun untuk jangka panjang. </p>
<p>Menyusui memang hal yang alamiah, namun perlu dipelajari seawal mungkin. Saat kehamilan, calon orang tua dapat mulai berdiskusi dengan tenaga kesehatan dan <a href="https://theconversation.com/10-langkah-yang-perlu-rs-lakukan-untuk-dukung-ibu-menyusui-bayi-113942">memilih fasilitas layanan kesehatan yang mendukung menyusui</a>.</p>
<p>Jika ada kondisi medis yang menyebabkan tidak dapat menyusui pada awal kelahiran, segera diskusi dan cari bantuan tenaga kesehatan yang berkompeten.</p>
<p>Meski satu penelitian telah menemukan KPM dalam ASI, namun ibu disarankan masih terus menyusui. Hal ini karena manfaat kesehatan yang didapatkan dari menyusui lebih besar dibandingkan dari risiko kesehatan yang mungkin timbul dari konsumsi ASI.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/192613/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andini Pramono terafiliasi dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. Andini menerima dana dari LPDP untuk pendidikan S3 di Australian National University.</span></em></p>Meski satu penelitian telah menemukan KPM dalam ASI, namun ibu disarankan masih terus menyusui. Manfaat kesehatan yang didapatkan dari menyusui lebih besar dibandingkan dari risiko kesehatan.Andini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1818512022-06-21T03:13:17Z2022-06-21T03:13:17ZMengapa penting persiapan menyusui sebelum bayi lahir? Juga hindari suapi makanan tambahan di bawah 6 bulan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/469688/original/file-20220620-27-fib3iq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/a-woman-sitting-on-the-couch-while-breastfeeding-her-baby-7491413/">Mart Production/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Menyusui adalah salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir. </p>
<p>Bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif memiliki risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6175423/">terjadinya <em>stunting</em> (bayi kerdil)</a>. Anak yang tidak disusui secara eksklusif <a href="https://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/3291">berisiko 3 kali lipat</a> lebih tinggi terjadinya <em>stunting</em>, dari pada anak yang disusui secara eksklusif. </p>
<p>Inilah mengapa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF sangat <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#:%7E:text=WHO%20and%20UNICEF%20recommend%20that,child%20wants%2C%20day%20and%20night.">merekomendasikan</a> pemberian ASI eksklusif, yakni ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain, termasuk air putih.</p>
<p>Setelah 6 bulan, bayi mulai bisa diberikan makanan pendamping ASI (MPASI), namun sangat disarankan untuk tetap mendapatkan ASI hingga 2 tahun atau lebih. </p>
<p>Sayangnya, dalam praktiknya, komitmen pemberian ASI ekslusif sering kali sulit terwujud. Ini karena kurangnya edukasi menyusui yang didapat oleh para calon ibu ketika masa kehamilan.</p>
<h2>Aturan bagus, praktik tanya besar</h2>
<p>Pada kenyataanya, ternyata banyak bayi di seluruh dunia yang belum mendapatkan ASI eksklusif. Secara global, <a href="https://www.who.int/health-topics/breastfeeding#tab=tab_1">2 dari 3 bayi tidak disusui secara eksklusif selama 6 bulan</a>. </p>
<p>Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah berusaha mengikuti rekomendasi WHO dengan menerbitkan <a href="http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PP%20No.%2033%20ttg%20Pemberian%20ASI%20Eksklusif.pdf">Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012</a> tentang pemberian ASI eksklusif. Peraturan ini telah diikuti oleh peraturan yang secara otonom diterbitkan di berbagai kota atau kabupaten.</p>
<p>Tetap saja, peraturan tersebut belum diiringi oleh praktik yang sesuai di lapangan.</p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.who.int/indonesia/news/detail/03-08-2020-pekan-menyusui-dunia-unicef-dan-who-menyerukan-pemerintah-dan-pemangku-kepentingan-agar-mendukung-semua-ibu-menyusui-di-indonesia-selama-covid-19">hanya 1 dari 2 bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif</a> pada 2020, dan hanya sedikit (5%) anak yang masih diberi ASI pada usia 23 bulan.</p>
<p>Artinya, hampir separuh dari seluruh anak Indonesia tidak mendapatkan nutrisi yang mereka butuhkan selama dua tahun pertama kehidupan.</p>
<p>Menurut data <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-indonesia-2019.pdf">Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019</a>, cakupan ASI eksklusif di Indonesia secara berurutan dari tahun 2017 hingga 2019 adalah 35,7%, 68,74%, dan 67,74%. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat (86,26%) dan urutan terakhir adalah Papua Barat (41,12%). </p>
<p>Angka tersebut menunjukkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum memenuhi target pemerintah sebesar <a href="http://ppid.kemkes.go.id/uploads/img_60e3c13edba9f.pdf">80% dan belum mencapai target global 70% pada 2030</a>.</p>
<h2>Risiko bila bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif</h2>
<p>Menurut <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34959815/">penelitian di Indonesia timur</a>, ASI eksklusif dapat melindungi anak-anak, terutama yang berasal dari kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah, supaya terhindar dari <em>stunting</em>.</p>
<p>Tak hanya pada sisi anak, ibu yang tidak menyusui bayinya juga menghadapi beberapa resiko, seperti lebih berpeluang besar terkena <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28486362/">kanker endometrium</a>, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30686553/">kanker ovarium</a>, dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28818244/">kanker payudara</a>. </p>
<p>Meningkatnya kasus penyakit tersebut berkontribusi pada meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi di suatu negara. Pengeluaran dana negara di sektor kesehatan juga akan meningkat akibat dari tingginya angka kesakitan ibu dan bayi.</p>
<p>Data juga menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 40 persen bayi di Indonesia yang sudah diperkenalkan pada MPASI terlalu dini, yaitu sebelum mereka mencapai usia 6 bulan. Makanan yang diberikan, seperti pisang, seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, bahkan berisiko membahayakan mereka karena tidak sesuai dengan perkembangan sistem pencernaan di usianya. </p>
<p>Dari sisi medis, pemberian makanan terlalu dini sebelum bayi berusia 6 bulan dapat meningkatkan risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4258846/">infeksi telinga, infeksi tenggorokan, atau infeksi sinus</a> pada saat usia 6 tahun. </p>
<p><a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1746-4358-3-28">Studi</a> pada 272 bayi di Bangladesh menunjukkan bahwa bayi yang telah mendapatkan MPASI sebelum umur 6 bulan, berisiko 3 kali lebih tinggi mengalami diare dan 2 kali lebih tinggi terkena infeksi saluran pernapasan akut, dibandingkan dengan bayi yang disusui secara eksklusif.</p>
<h2>Peran penting edukasi menyusui</h2>
<p><a href="https://www.who.int/elena/bbc/breastfeeding_education/en/">WHO</a> menyatakan bahwa edukasi pentingnya menyusui terbukti efektif dalam meningkatkan cakupan ASI eksklusif. </p>
<p><a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458-11-S3-S24">Studi terhadap 268 penelitian</a> menunjukkan bahwa edukasi menyusui terbukti efektif dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif. Dampak terbesar terjadi di negara berkembang, yakni dapat meningkatkan 6 kali lipat cakupan ASI eksklusif dengan adanya intervensi edukasi menyusui.</p>
<p>Implementasi edukasi menyusui dapat dilakukan dengan berbagai cara, bisa dipilah berdasarkan waktu (sebelum melahirkan, sesudah melahirkan atau keduanya), model penyampaian (personal atau kelompok), lokasi (rumah, komunitas atau fasilitas kesehatan), dan pemberi edukasi (perorangan, kader atau konselor menyusui yang tersertifikasi). </p>
<p>Selama masa kehamilan, edukasi tersebut dapat berupa konseling dan pemberian informasi melalui berbagai sarana. </p>
<p>WHO merekomendasikan 7 kontak edukasi menyusui, yakni pada saat usia kehamilan 28 minggu, usia kehamilan 36 minggu, persalinan, dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, dalam 7 hari setelah melahirkan, dalam 2 minggu setelah melahirkan, dan hingga nifas hari ke-39.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29119825/">Penelitian di Cina</a> dengan lebih dari 500 responden menunjukkan bahwa ibu yang tidak mendapatkan edukasi menyusui saat hamil cenderung berhenti menyusui sebelum bayinya berusia 6 bulan. </p>
<p>Sementara itu, <a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13006-020-00328-2">studi di Malaysia</a> dengan 421 responden menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan edukasi menyusui selama hamil berpeluang 8 kali lebih tinggi untuk menyusui secara eksklusif dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan edukasi menyusui selama hamil.</p>
<p>Edukasi menyusui pada saat hamil atau sebelum melahirkan terbukti efektif dalam membantu mempersiapkan ibu secara praktis dan mempromosikan inisiasi menyusui setelah melahirkan. </p>
<p>Jika seorang calon ibu telah mendapatkan edukasi menyusui, maka ia akan mampu memberikan asi secara maksimal setelah melahirkan, serta mampu mengadapi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada proses menyusui, seperti persepsi ketidakcukupan ASI, bayi enggan menyusu, lecet pada puting dan bengkak pada payudara.</p>
<p>Sebagai contoh, ketika ibu dapat melakukan teknik menyusui dengan benar, maka ibu akan terhindar dari puting lecet dan bengkak, serta bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup sehingga pertumbuhannya akan meningkat sesuai kurva. Sering kali ibu merasa ASI-nya kurang juga diakibatkan pengeluaran ASI yang tidak optimal karena teknik menyusui yang tidak tepat. </p>
<p>Selain melibatkan ibu hamil, edukasi menyusui ini harus juga menyasar orang-orang dekat seperti ayah, orang tua, dan mertua yang memiliki “kekuasaan” untuk mempengaruhi kelancaran pemberian ASI selama enam bukan pertama bayi lahir. Karena bagaimana pun, budaya memberi makanan tambahan sebelum bayi berusia enam bulan masih kuat di masyarakat karena rendahnya literasi kesehatan terkait manfaat ASI ekslusif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/181851/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hanifatur Rosyidah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Edukasi menyusui pada saat hamil atau sebelum melahirkan terbukti efektif dalam membantu mempersiapkan ibu secara praktis dan mempromosikan inisiasi menyusui setelah melahirkan.Hanifatur Rosyidah, Konselor Menyusui, Lecturer, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) SemarangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1426792020-08-19T04:22:09Z2020-08-19T04:22:09ZRiset di Kota Palu: suami, mertua dan ibu kandung hambat keberhasilan ibu menyusui<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/352129/original/file-20200811-18-1julddn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tidak adanya dukungan sosial yang didapatkan ibu selama menyusui menjadi dorongan terbesar ibu gagal memberikan ASI.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/id-id/foto/anak-balita-baru-lahir-bayi-2721581/">Lisa Fotios/Pexels.com</a></span></figcaption></figure><p>Teknologi komunikasi dan platform media sosial yang dapat membantu ibu meningkatkan pengetahuan dasar seputar air susu ibu dan menyusui, tampaknya tidak signifikan dalam membantu kelancaran dan keberhasilan ibu menyusui bayinya.</p>
<p>Riset terbaru saya, tentang penyebab kegagalan menyusui bayi di Kota Palu Sulawesi Tengah, menunjukkan hal itu. Riset (sedang dalam proses publikasi) dengan responden 400 ibu menemukan fakta bahwa minimnya pengetahuan seputar ASI dan menyusui bukan menjadi faktor pertama dan terbanyak kegagalan tersebut. </p>
<p>Sebaliknya, suami, mertua dan orang tua ibu justru menjadi faktor penghambat terbesar untuk keberhasilan ibu menyusui bayinya. Minimnya dukungan sosial yang bersumber dari keluarga inti merupakan faktor pertama yang mempengaruhi kegagalan ibu menyusui.</p>
<p>Temuan data di Kota Palu ini berbeda dari hasil penelitian pakar ASI terkait proses menyusui di negara miskin dan berkembang selama hampir satu dasawarsa terakhir. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24828026/">Sebuah riset pada 2014 bahwa menyatakan</a> di Zimbabwe hambatan utama gagalnya menyusui di negara tersebut adalah minimnya pengetahuan ibu tentang ASI dan proses menyusui.</p>
<p>Sebuah riset lainnya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23178062/">pada 2013 di Amerika Serikat menyatakan</a> kurangnya informasi mengenai manfaat ASI dan cara memberikan ASI yang tepat mempengaruhi keputusan ibu untuk berhenti memberikan ASI. </p>
<h2>Melek ASI tapi gagal menyusui, kok bisa?</h2>
<p>Sebagai konselor menyusui, saya kerap menemukan kenyataan di lapangan. Dalam riset saya, umumnya para ibu muda yang bermukim di Kota Palu dan gagal menyusui adalah ibu yang memiliki pengetahuan seputar ASI cukup baik. </p>
<p>Banyak informasi yang telah diperoleh ibu, sejak dari awal kehamilan hingga dalam proses kelahiran terkait manfaat ASI untuk bayi dan ibu sendiri. </p>
<p>Dalam riset di Palu, keberadaan fasilitas dan tenaga kesehatan baik posyandu, Puskesmas hingga rumah sakit, serta bidan dan dokter yang mulai melek ASI juga turut serta menyumbangkan informasi dan pengetahuan kepada ibu. </p>
<p>Ada juga kontribusi para konselor seperti saya. Sejak Desember 2016, misalnya, saya mempromosikan pentingnya ASI melalui kuliah WhatsApp dengan peserta lebih dari 20 ibu muda. Saya juga sering diundang untuk mengisi materi diskusi tentang ASI dan menyusui di Institut Ibu Profesional Cabang Sulawesi Tengah dan Ikatan Ibu Muda Dosen IAIN Palu, serta Organisasi Perempuan Wanita Islam Al Khairat Sulawesi Tengah.</p>
<p>Platform media sosial juga turut serta berperan sebagai sumber informasi untuk meningkatnya pengetahuan ibu terkait ASI dan proses menyusui.</p>
<p>Lalu, mengapa para ibu di Palu gagal menyusui walau pengetahuan mereka tentang ASI lebih dari cukup? Dari hasil wawancara dan pengamatan yang saya lakukan, tidak adanya dukungan sosial yang didapatkan ibu selama menyusui menjadi dorongan terbesar ibu gagal dalam memberikan ASI.</p>
<p>Suami, mertua, dan orang tua justru tidak menjadi mata rantai yang meningkatkan dan menjaga keinginan ibu menyusui bayinya. Tiga orang penting di lingkungan ibu tersebut, secara sikap tidak mau mendukung keberhasilan ibu muda dalam menyusui. </p>
<p>Misalnya, saat ibu berusaha mandiri untuk mengatasi masalah menyusui dengan anak karena terjadi <a href="https://www.alodokter.com/mastitis-kendala-para-ibu-menyusui">peradangan pada jaringan payudara</a> atau anak menolak menyusu, mertua atau orang tua akan merasa tersinggung jika tidak dilibatkan dalam penyelesaian masalah tersebut. Keputusan ibu dalam menyelesaikan masalah tersebut berdasar dari respons negatif yang muncul dari orangtua kandung dan mertua, seperti orang tua dan mertua yang memberikan label ibu manja, atau memberi jalan pintas berupa saran untuk memberi susu formula saja. </p>
<p>Mereka melabeli ibu muda ini dengan label negatif seperti “sok tahu, sok paham dan keras kepala”. </p>
<p>Setali tiga uang dengan ibu kandung dan mertua, secara umum suami juga memilih tidak terlibat dalam proses menyusui. Apalagi saat terjadi konflik terkait menyusui antara istrinya dengan mertua atau orang tua kandungnya. Pola komunikasi yang buruk ini menghambat keberhasilan ibu muda menyusui bayinya. </p>
<p>Para orang tua sang ibu, baik mertua atau ibu kandung mengharapkan ibu muda ini mencari dukungan untuk berhasil menyusui. Seorang responden menyatakan bahwa dirinya harus proaktif belajar tentang kehamilan dan persiapan menyusui kepada orang yang lebih tua darinya, meski orang tua dan mertua tidak paham soal ASI, pentingnya ASI, posisi yang ideal menyusui, manfaat menyusui dan lain sebagainya. </p>
<p>Dalam kacamata ibu muda yang menyusui, sikap yang “seharusnya” seperti ibu proaktif bertanya pada orang tua kandung dan mertua dan mengikuti saran-saran terkait ASI dari orang tua dan mertua, menjadi lampu hijau bagi orang tua dan mertua untuk hadir secara fisik dan mental selama proses hamil hingga mengasuh. </p>
<p>Dari banyak proses menyusui yang penulis temui di lapangan, para mertua dan orang tua kandung menggangap ibu masa kini sebagai pembelajar pasif yang tidak mau menjadikan orang tua atau mertua sebagai pedoman dalam menyusui anak-anaknya. </p>
<p>Menurut orang tua dan mertua, ibu masa kini tidak mau melibatkan 100 persen kehadiran mereka, sehingga label ‘mandiri’, ‘bisa sendiri’ atau ‘tidak usah dibantu karena sudah pintar’ tersematkan dengan kuat pada diri ibu, yang berdampak buruk pada keduanya, baik bagi ibu atau orang tua dan mertua. </p>
<p>Sikap ibu muda yang gamang tentang ASI dan butuh pendampingan, direspons dingin oleh orang tua dan mertua. Kondisi ini pada gilirannya menurunkan keyakinan ibu untuk sukses menyusui dan berujung gagal. </p>
<p>Demikian pula hubungan ibu bayi dan suaminya. </p>
<p>Suami yang seharusnya menjadi pijakan terbesar ibu pada saat hamil dan menyusui, justru berlaku sebaliknya. Bahkan jika bayi menunjukkan ekspresi seperti tangis ketika menyusu, maka tawaran pertama dari suami adalah pemberian susu formula, agar situasi bisa segera kembali tenang dan nyaman.</p>
<p>Data kualitatif menunjukkan bahwa pendampingan yang tidak maksimal dari suami, seperti tidak adanya informasi yang cukup tentang ASI, suami yang merasa bahwa persoalan menyusui bukan wilayah yang harus dicampurinya, menambah goyahnya keyakinan ibu untuk berhasil menyusui. </p>
<h2>Mari dukung ibu menyusui</h2>
<p>Komunikasi dan hubungan yang buruk antara ibu muda, suami, dan orang tua kandung serta mertua, tanpa disadari menjadi suatu budaya yang berdampak buruk pada kesehatan ibu dan bayi.</p>
<p>Pada ibu muda, kegagalan menyusui memberikan risiko psikologis yang besar seperti ketidakpercayaan diri sebagai ibu yang berhasil. Sementara pada bayi yang gagal menyusu akan berdampak pada kondisi kesehatan yang juga berisiko besar, seperti <a href="https://www.google.com/search?client=safari&rls=en&q=An+official+position+statement+of+the+Association+of+Women%E2%80%99s+Health,+Obstetric+and+Neonatal+Nurses+Approved+by+the+AWHONN+Board+of+Directors,+November+2014.+AWHONN+2000+L+Street,+NW,+Suite+740,+Washington,+DC+20036,+(800)+673-8499&ie=UTF-8&oe=UTF-8">terpapar obesitas, alergi akut, infeksi pernapasan, dan lain sebagainya</a>.</p>
<p>Karena itu, kita perlu mengajak semua lapisan masyarakat agar lebih peduli pada ibu yang sedang hamil dan menyusui. Caranya dengan memberikan dukungan sosial yang positif, misalnya memberikan informasi yang akurat dan menarik kepada orang tua, mertua dan suami, tentang apa yang dibutuhkan ibu. </p>
<p>Suami, orang tua, dan mertua juga harus “disasar” program kampanye pentingnya menyusui bayi melalui seminar, diskusi, dan promosi kesehatan di Posyandu, Puskesmas, dan ruang publik. </p>
<p>Kepedulian kita adalah langkah awal untuk menciptakan atmosfer yang sehat di lingkungan ibu, dan juga bentuk lain dari dukungan sosial kita kepada ibu yang sedang menyusui.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/142679/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andi Muthia Sari Handayani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Komunikasi dan hubungan yang buruk antara ibu muda, suami, dan orang tua kandung serta mertua, tanpa disadari menjadi suatu budaya yang berdampak buruk pada kesehatan ibu dan bayi.Andi Muthia Sari Handayani, Dosen Psikologi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) PaluLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1436882020-08-05T02:24:56Z2020-08-05T02:24:56ZDonasi formula saat pandemi COVID-19 berbahaya, bagaimana dan kenapa kita harus mendukung menyusui?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/350811/original/file-20200803-20-nymcen.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Air susu ibu jauh lebih menyehatkan bayi dan berkelanjutan dibanding susu formula .</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-tempat-tidur-3279208/">Pexels/Jonathan Borba</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati <a href="https://www.who.int/news-room/detail/31-07-2020-world-breastfeeding-week-2020-message">Pekan Menyusui Dunia (World Breastfeeding Week), 1-7 Agustus</a>.</em></p>
<p>Langkah sejumlah <a href="https://ambon.antaranews.com/berita/82092/bpjs-ketenagakerjaan-cabang-maluku-salurkan-bantuan-susu-formula-bayi-di-ambon">lembaga publik</a> dan <a href="https://www.harianbhirawa.co.id/pandemi-covid-19-cokro-bergerak-dan-ika-stikosa-aws-salurkan-donasi-susu-bayi/">swasta</a> di Indonesia memberikan <a href="https://www.inews.id/news/nasional/dampak-corona-bantuan-2500-boks-susu-formula-akan-disalurkan-di-14-provinsi">donasi susu formula untuk bayi</a> yang terdampak pandemi COVID-19 berpotensi memunculkan bahaya baru.</p>
<p>Donasi formula pada masa darurat hampir selalu menyebabkan <a href="https://www.worldnutritionjournal.org/index.php/wn/article/view/584">bahaya</a> karena menurunkan angka menyusui dan meningkatkan kasus infeksi. Pemberian susu formula juga menempatkan bayi pada situasi bahaya pangan karena tidak tersedianya sumber pangan yang berkelanjutan. </p>
<p>Masalahnya, produsen dan distributor formula melihat pandemi ini sebagai peluang.
Mereka memberikan <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.07.18.20152256v1.full.pdf">informasi yang kurang tepat</a> terkait keamanan menyusui pada masa pandemi dan <a href="https://www.opendemocracy.net/en/5050/infant-formula-companies-are-exploiting-covid-19-pandemic/">mendistribusikan bantuan formula</a>. Langkah mereka jelas bertentangan dengan <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/code_english.pdf">Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti Air Susu Ibu (ASI)</a> yang dikeluarkan WHO pada 1981. </p>
<p>Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia telah <a href="https://www.who.int/news-room/detail/27-05-2020-countries-failing-to-stop-harmful-marketing-of-breast-milk-substitutes-warn-who-and-unicef">meminta</a> negara-negara anggota untuk menghentikan praktik pemasaran yang tidak etis dan donasi formula yang berbahaya ini.</p>
<h2>Bencana dan susu formula</h2>
<p>Pada masa normal saja, susu formula membawa <a href="https://aimi-asi.org/layanan/lihat/alasan-medis-pengganti-asi">banyak risiko terhadap kesehatan bayi</a>. Risiko ini akan semakin meningkat pada kondisi darurat karena akses air bersih dan listrik terbatas (misalnya saat terjadi gempa bumi dan tsunami) atau keterbatasan ekonomi yang diakibatkan pandemi COVID-19 sehingga menyulitkan orang tua membeli formula.</p>
<p>Dalam peristiwa gempa bumi di <a href="https://www.ennonline.net/fex/34/special">Yogyakarta</a> pada 2006, misalnya, donasi formula untuk bayi menyebabkan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/donated-breast-milk-substitutes-and-incidence-of-diarrhoea-among-infants-and-young-children-after-the-may-2006-earthquake-in-yogyakarta-and-central-java/7BC8079D2591050A0C25258EF2FAAF01">kasus penyakit diare</a> meningkat dua kali lipat pada bayi yang menerima bantuan formula. Keluarga termiskin mendapat dampak terburuk karena muncul ketergantungan baru pada susu olahan pabrik dan tidak tersedianya akses air bersih dan listrik untuk memanaskan air pencampur formula. </p>
<p>Dalam panduan pemberian makanan bayi pada situasi darurat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa menyusui merupakan pemberian makan bayi yang aman dan terjamin, serta pemberian formula harus dilakukan dengan hati-hati. </p>
<p>Dalam situasi normal, susu formula baru bisa digunakan jika ada <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/69938/WHO_FCH_CAH_09.01_eng.pdf;jsessionid=E6DDD0E74718D61F15D764CB84765C41?sequence=1">indikasi medis yang telah diatur oleh WHO</a>, misalnya pada bayi dengan penyakit galaktosemia atau bayi dengan penyakit urin sirup mapel (<em>maple syrup urine disease</em>) yang membutuhkan susu formula khusus.</p>
<p>Sesuai dengan <a href="https://www.ennonline.net/operationalguidance-v3-2017">Panduan Pemberian Makanan Bayi dan Anak pada Masa Darurat</a> terbitan WHO, dan telah diadopsi oleh <a href="https://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/KIA/mei2/program_terkait/pmba-situasi-darurat.pdf">Kementerian Kesehatan Indonesia</a>, bantuan menyusui sangat direkomendasikan, seperti bantuan makanan bergizi untuk ibu menyusui dan bantuan konseling psikologis. </p>
<p>Pada kondisi bayi tidak disusui oleh ibunya, perlu diketahui kemungkinan ibu untuk kembali menyusui (relaktasi), mencari ibu susu dan donor ASI perah sesuai dengan konteks budaya setempat.</p>
<h2>Manfaat dari menyusui di situasi darurat</h2>
<p>Menyusui merupakan hal penting bagi bayi pada setiap masa, namun menjadi lebih penting saat masa darurat seperti pandemi COVID-19. </p>
<p>Sebuah riset menunjukkan melalui menyusui, <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736%2815%2901024-7/fulltext">bayi tercukupi kebutuhan dan keamanan makanan dan minumannya, dan perlindungan dari infeksi</a>. </p>
<p>Menyusui juga membantu ibu yang dalam kondisi stres untuk menjalin ikatan batin dan sekaligus <a href="https://academic.oup.com/bjsw/article/44/2/434/1715477">mengasuh anaknya dengan baik</a>. Tanpa disusui, kemampuan bayi melawan infeksi berkurang. </p>
<p>Sebaliknya, bayi yang diberi susu formula memiliki risiko lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit, bahkan ketika kondisinya cukup buruk, <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736%2815%2901024-7/fulltext">berisiko meninggal</a>. </p>
<p>Dengan alasan ini, Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan ibu yang terinfeksi COVID-19 tetap dapat melakukan kontak kulit segera setelah melahirkan dengan bayinya, berada dalam kamar perawatan yang <a href="https://www.who.int/publications/i/item/clinical-management-of-covid-19">sama (rawat gabung) dan terus menyusui</a>.</p>
<h2>Risiko terinfeksi rendah saat disusui</h2>
<p>Penelitian terbaru menunjukkan bahwa risiko infeksi COVID-19 tergolong rendah jika bayi dirawat bersama ibu dan disusui. </p>
<p>Penelitian dari New York menunjukkan tidak ada satu bayi dari 116 bayi yang lahir dari <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanchi/article/PIIS2352-4642(20)30235-2/fulltext">ibu yang terinfeksi COVID-19 menjadi terinfeksi</a>. Dalam <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/1471-0528.16362">penelitian lain</a>, 666 bayi yang lahir dari ibu yang terkena COVID-19, hanya 28 bayi yang terinfeksi. </p>
<p>Bayi yang disusui tidak lebih berisiko terinfeksi COVID-19 dibanding bayi yang diberi susu formula, dan telah terbukti pemisahan ibu dan bayi <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/1471-0528.16362">setelah melahirkan tidak mencegah penularan</a>. Antibodi COVID-19 telah ditemukan dalam ASI yang membantu <a href="https://europepmc.org/article/ppr/ppr141432">bayi melawan infeksi COVID-19</a>. </p>
<p>Jika bayi terinfeksi, mereka jarang menjadi parah dan tidak memiliki gejala. Bahkan bayi prematur kemungkinan tidak mengalami infeksi yang parah jika tertular COVID-19.</p>
<p>Meski demikian, ibu mengalami banyak tantangan untuk menyusui bayinya. </p>
<p>Beberapa kebijakan organisasi kesehatan beberapa negara menyatakan untuk <a href="https://theconversation.com/darurat-covid-19-mengapa-pemisahan-bayi-dari-ibu-setelah-persalinan-lebih-banyak-mudaratnya-139865">memisahkan ibu dan bayi pasca melahirkan dan tidak diperbolehkan menyusui di masa pandemi</a>. Meski kemudian beberapa merevisi kebijakan tersebut.</p>
<p>Tantangan lainnya adalah pengurangan layanan non-esensial seperti penghapusan atau pengurangan kelas edukasi menyusui, layanan konsultasi menyusui, pemeriksaan kehamilan lebih sedikit di beberapa layanan kesehatan. </p>
<p>Tantangan ini tidak hanya terjadi negara berkembang seperti di Indonesia.</p>
<p>Sebuah <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.07.18.20152256v1.full.pdf">penelitian</a> di Australia menunjukkan banyak ibu merasa stres dan tidak nyaman dengan kondisi pandemi ini. Ketika mereka mengalami kesulitan dalam menyusui, mereka ragu untuk datang ke klinik atau rumah sakit karena takut tertular COVID-19 jika mengunjungi RS atau sarana layanan kesehatan lainnya.</p>
<p>Salah satu hikmah dari pandemik ini adalah semakin banyak ibu yang menyadari pentingnya menyusui sebagai pelindung bayi mereka dari infeksi. Mereka juga sadar bahwa ASI merupakan sumber makanan yang aman dan selalu tersedia, sehingga mereka tidak perlu khawatir akan kemampuan mereka membeli susu formula. </p>
<p><a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.07.18.20152256v1.full.pdf">Australian Breastfeeding Association (ABA)</a>, misalnya, menunjukkan banyak ibu yang menghubungi layanan konseling mereka untuk bantuan menyusui. Para konselor dari ABA meyakinkan bahwa hal wajar jika bayi menyusu lebih sering pada waktu yang kurang nyaman dan bahwa stres ibu tidak mempengaruhi produksi ASI.</p>
<h2>Mari dukung ibu menyusui untuk melindungi kesehatan bayi</h2>
<p>Tak hanya meningkatkan risiko kesehatan pada bayi dan ibu, penggunaan susu formula berkontribusi dalam polusi dan perubahan iklim karena <a href="https://internationalbreastfeedingjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13006-019-0243-8">produksi formula</a> membutuhkan banyak sumber daya.</p>
<p>Peternakan sapi menyebabkan penggundulan hutan, dan selama proses produksinya membutuhkan sumber daya listrik dan air yang banyak sejak proses produksi hingga penyimpanan dan distribusi. Selain itu produksi formula menghasilkan <a href="https://www.researchgate.net/publication/301289819_Carbon_Footprints_Due_to_Milk_Formula_A_study_from_selected_countries_of_the_Asia_Pacific_region?channel=doi&linkId=570f9f2308aec95f06157265&showFulltext=true">emisi gas efek rumah kaca</a> (gas methan/CH4, nitrogen oksida/N2O, dan karbondioksida/CO2) yang berpengaruh besar terhadap perubahan iklim yang ekstrem. Ini merupakan alasan di balik topik <a href="https://worldbreastfeedingweek.org/"><em>Pekan Menyusui Sedunia</em></a> tahun ini “Dukung Menyusui untuk Bumi yang Lebih Sehat”.</p>
<p>Di tengah ketidakpastian dan belum diketahui kapan persisnya pandemi ini akan berakhir, kita harus mendukung ibu dan keluarganya menyusui bayinya agar ibu dan bayinya sehat secara fisik dan batin. Air susu ibu jauh lebih sehat dan berkelanjutan dibanding susu formula olahan pabrik. </p>
<p>Menyusui tidak hanya melindungi kesehatan ibu dan bayi, namun juga kesehatan lingkungan kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/143688/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andini Pramono menerima dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan untuk studi PhD. Andini terafiliasi dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Karleen Gribble tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa menyusui merupakan pemberian makan bayi yang aman dan terjamin, serta pemberian formula harus dilakukan dengan hati-hati.Karleen Gribble, Adjunct Associate Professor, School of Nursing and Midwifery, Western Sydney UniversityAndini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1261452019-11-04T10:21:13Z2019-11-04T10:21:13ZMenyusui bisa membantu menghadapi perubahan iklim. Ini penjelasan akademisi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/299624/original/file-20191031-28972-11ogjse.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C4%2C1356%2C667&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/peaceful-loving-young-african-mother-sitting-1440379625?src=xJYXH3-ZmUGFbKT3J0uPDA-1-2">shutterstock/SeventyFour </a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.bmj.com/content/367/bmj.l5646">Menyusui</a> akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai kontribusi signifikan para ibu untuk perubahan iklim. </p>
<p>Namun, perlu kehati-hatian dalam menyampaikan pesan tersebut. </p>
<p>Menginformasikan kepada perempuan bahwa menyusui mampu menyelamatkan planet Bumi malah dapat memicu rasa <a href="https://connect.springerpub.com/content/sgrcl/9/4/200">marah, sedih, dan kehilangan</a> bagi mereka yang tidak dapat menyusui. </p>
<p>Inggris, contohnya, memiliki <a href="https://www.breastfeedingnetwork.org.uk/crisis-in-bf/">tingkat menyusui terendah di dunia</a> bukan karena keengganan para ibu untuk menyusui. </p>
<p>Sudah banyak faktor yang memengaruhi para ibu yang ingin menyusui - tetapi tidak dapat melakukannya - yang berada di <a href="https://www.pinterandmartin.com/breastfeeding-uncovered">luar kendali mereka</a>.</p>
<p>Pesan apapun yang menyiratkan mereka harus <a href="https://theconversation.com/breastfeeding-is-not-easy-stop-telling-new-mothers-that-it-is-98026">berusaha lebih keras</a> untuk menyusui membuat mereka tertekan. </p>
<p>Oleh karena itu, hanya memberi tahu perempuan bahwa menyusui itu penting <a href="https://www.liebertpub.com/doi/abs/10.1089/bfm.2015.0175">tidak akan mengubah apa-apa</a>. </p>
<p>Meski demikian, ada kesamaan cara media menginformasikan krisis iklim dan menyusui secara tidak efektif, yaitu dengan judul berita yang menggugah emosi tentang pentingnya setiap individu melakukan aksi. </p>
<p>Sebagai individu, tentu saja setiap orang semua memiliki peran masing-masing. Tapi, perubahan nyata hanya bisa terjadi pada tingkat komunal. </p>
<p>Hal ini menjadi alasan bagi perlunya investasi pemerintah terkait dengan ASI dalam bentuk perubahan kebijakan, industri, serta lingkungan kerja. Tujuannya adalah menciptakan planet sekaligus populasi manusia yang lebih sehat. </p>
<h2>Dampak lingkungan</h2>
<p>Baru-baru ini terungkap sains terkait <a href="http://www.babymilkaction.org/wp-content/uploads/2014/10/Carbon-Footprints-Due-to-Milk-Formula.pdf">menyusui dan perubahan iklim</a>. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">Menyusui mengekstraksi</a> sedikit sumber daya alam, seperti air atau tanah, tidak menghasilkan emisi karbon, dan minim atau nol limbah.</p>
<p>Pemberian ASI <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4757-4242-8_7">menekan ovulasi</a>, membantu mengurangi jumlah anggota keluarga, dan menjaga <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673615010247">keluarga tetap sehat</a>. Hal ini bisa menjaga sumber daya Bumi dari dampak yang ditimbulkan oleh manusia. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">Sebuah penelitian terbaru</a> menunjukkan bahwa menyusui selama enam bulan menghemat 95-153kg CO₂e (carbon dioksida ekuivalen) per bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula. </p>
<p>Apabila semua bayi di Inggris diberikan ASI selama enam bulan saja, maka <a href="https://www.epa.gov/energy/greenhouse-gas-equivalencies-calculator">penghematan emisi karbon</a> sama dengan mengeluarkan 50.000 sampai 77.500 mobil dari jalan selama setahun. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">Data ini tetap berlaku</a>, bahkan ketika tuntutan diet menyusui turut dijadikan pertimbangan.</p>
<p><a href="https://www.pnas.org/content/109/9/3232.short">Susu bubuk</a> memerlukan sekitar 4.700 liter air per kilo susu. Susu formula menggunakan bahan-bahan
seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi. </p>
<p>Terlepas dari klaim industri tentang ‘menghijaukan’ rantai pasokan, <a href="https://www.abc.net.au/news/science/2018-06-29/nestle-suspended-sustainable-palm-oil/9923238">pencabutan sementara</a> keanggotaan Nestlé dari Perkumpulan untuk Sawit Berkelanjutan (<em>Roundtable on Sustainable Palm Oil</em>) memperlihatkan adanya masalah dalam keberlanjutan produksi pangan global.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/palm-oil-boycott-could-actually-increase-deforestation-sustainable-products-are-the-solution-106733">Palm oil boycott could actually increase deforestation – sustainable products are the solution</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Hanya ada <a href="https://wayback.archive-it.org/7993/20170405150238/https://www.fda.gov/ohrms/dockets/ac/03/briefing/3939b1_tab4b.htm">40-50 pabrik pengolahan susu formula di seluruh dunia</a>.</p>
<p>Jumlah air yang diperlukan untuk pengangkutan mulai dari bahan mentah ke pabrik pengolahan hingga ke tangan konsumen di seluruh dunia memang belum diketahui, tetapi jelas sangat besar.</p>
<p>Susu formula bubuk membutuhkan air yang <a href="https://www.firststepsnutrition.org/making-infant-milk-safely">dipanaskan hingga suhu 70°C</a> agar steril dan aman dikonsumsi. Hal ini menyerap sumber daya. </p>
<p>Di Inggris, perkiraan biaya energi untuk mendidihkan air bagi produksi susu untuk bayi di tahun pertama setara dengan mengeluarkan <a href="https://fn.bmj.com/content/100/2/F173.short">lebih dari 1,5 juta kilogram karbon dioksida</a>. Belum lagi sampah yang dihasilkan. Sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula, 86.000 ton logam, dan 364.000 ton kertas yang <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140673609606619/fulltext">dibuang ke TPA setiap tahunnya</a>. </p>
<p>Industri susu formula meningkat dua kali lipat saat penelitian tersebut diterbitkan tahun 2009. </p>
<p>Lebih lanjut, tidak menyusui biasanya berarti <a href="https://digital.hbs.edu/platform-rctom/submission/the-ecological-impact-of-feminine-hygiene-products/">period haid akan lebih cepat</a>. </p>
<p>Perempuan di Inggris rata-rata menggunakan <a href="https://www.huffingtonpost.co.uk/entry/period-cost-lifetime_n_7258780?guccounter=1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_referrer_sig=AQAAAAMFUc2GGJ0uXPVUr8JMO9KfkFtMt24sxoa5lAUMDb7eFJrQ4GqQsk7YqihIOTGcvvLFX63RS038IkQZ3xRv6DWkSXijGB6CDUBx71eJ6g8BiZyNKQ387XMvizhAq62-tm-hE4OQNXU3Zl42AOIjZ3zdAWHX-ZmiUjp27S7S_k6N">264 pembalut</a> dan tampon, setiap tahunnya. Menyusui dapat menurunkan permintaan akan serat katun, plastik polietilena dan <a href="https://www.researchgate.net/publication/265149999_Comparative_Life_Cycle_Assessment_of_Sanitary_Pads_and_Tampons_GROUP_6">bahan lainnya</a> yang digunakan untuk produksi pembalut dan tampon. </p>
<h2>Perlu dukungan lebih</h2>
<p>Ada kesenjangan pengetahuan di seluruh sektor kehidupan manusia yang harus segera diatasi oleh para ilmuwan. </p>
<p>Namun, jelas bahwa <a href="https://www.bmj.com/content/367/bmj.l5816">mengurangi ketergantungan kita pada susu formula</a>, jika memungkinkan, adalah langkah penting dalam menghadapi krisis iklim. </p>
<p>Tapi, apa gunanya pesan tersebut <a href="https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2018/jul/27/breastfeeding-support-services-failing-mothers-due-to-cuts">dalam sistem yang gagal mendukung ibu menyusui</a>? </p>
<p>Perempuan membutuhkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/jhn.12496">lingkungan dan dukungan yang tepat</a> agar menyusui dapat berkembang. </p>
<p>Pemerintah gagal memberikan perhatian terhadap isu ini meski terus-menerus
menghimbau untuk meningkatkan jumlah perempuan menyusui. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/295616/original/file-20191004-118213-ccysf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sudah ada peraturan yang melarang meminta ibu menyusui untuk meninggalkan tempat umum, meskipun demikian banyak masih merasa sulit menyusui di luar rumah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/young-beautiful-woman-breastfeeding-little-baby-1029287806?src=y3YDVRuiHydKAhGA631m0Q-2-23">Shutterstock/Irina Polonina</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada akhirnya, menyoroti peran ibu menyusui dalam melindungi Bumi bukan pesan bagi setiap perempuan. Namun, ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan. </p>
<p>Soal meningkatkan menyusui, maka pemerintah yang harus melakukan investasi dalam <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1523-536X.2010.00446.x?casa_token=P5_x0OetRhYAAAAA:nIHWjNpm8Cc_B8TxxpDP_3mCoRvZBlDUMoZiv7QvnKitjnkepNK3hwDa3yBWOrqXkr91XcD3gRjrDCQ">dukungan profesional kesehatan yang lebih besar</a>, mengurangi <a href="https://www.bmj.com/content/362/bmj.k3577/rapid-responses?int_source=trendmd&int_medium=trendmd&int_campaign=trendmd">jangkauan industri pengganti ASI</a>, memastikan <a href="https://www.unicef.org.uk/babyfriendly/still-talking-about-a-womans-right-to-breastfeed-in-public/">ruang publik</a> dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30335485">tempat kerja</a> memiliki kebijakan untuk memungkinkan bagi ibu menyusui, serta meningkatkan <a href="http://theconversation.com/six-ways-the-world-has-empowered-and-enabled-breastfeeding-121333">perlindungan kehamilan</a> bagi calon ibu. </p>
<p>Hal ini berarti memastikan bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0959652619307322">sekecil mungkin jejak karbon</a> yang dikeluarkan ketika susu formula diperlukan. </p>
<p>Beberapa strategi yang bisa diterapkan seperti mengurangi ketergantungan pada susu formula siap pakai dan botol sekali pakai, mengurangi banyaknya sumber daya yang digunakan dalam promosi susu formula, terutama <a href="https://www.nhs.uk/conditions/pregnancy-and-baby/types-of-infant-formula/">instruksi yang tidak perlu dan susu balita</a>, dan mengharuskan industri bertanggung jawab untuk mengurangi dampaknya sendiri, seperti membuat produk daur ulang.</p>
<p>Ini menjadi langkah penting yang dapat melindungi kita semua, tidak peduli bagaimana pilihan orang dalam memilih makanan bayi mereka.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/126145/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Natalie Shenker menerima dana dari UKRI melalui Future Leaders Fellowship. Natalie juga salah satu pengurus dan co-founder Human Milk Foundation, sebuah yayasan amal yang bertujuan untuk menjamin makin banyak bayi mendapatkan asi. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Amy Brown pernah menerima dana dari ESRC, NIHR, Public Health Wales, Breastfeeding Network dan First Steps Nutrition Trust. Amy adalah penulis dari empat buku yang diterbitkan oleh Pinter and Martin Ltd - 'Breastfeeding Uncovered: who really decides how we feed our babies', 'Why starting solids matters' , 'The Positive Breastfeeding Book' dan "Informed is best'</span></em></p>Dukungan yang tepat bagi ibu menyusui adalah lingkungan.Natalie Shenker, Research Associate in the Faculty of Medicine, Imperial College LondonAmy Brown, Professor of Child Public Health, Swansea UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1217502019-08-15T03:38:31Z2019-08-15T03:38:31ZPemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu, ini tanggung jawab siapa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/287785/original/file-20190813-9919-6e7sjx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Walaupun ibu yang menyusui bayinya, berapa bulan bayi diberi ASI dipengaruhi oleh interaksi ibu dengan orang dekat ibu, iklan susu, dan kebijakan tempat kerja dan pemerintah. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/mom-baby-feed-milk-by-nature-648517642?src=PNviBxbcUweq81GcFnYRlw-1-22">Anek.soowannaphoom/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Cakupan pemberian air susu ibu eksklusif (ASIX) untuk para bayi di bawah enam bulan di Indonesia secara umum meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, cakupan itu sebenarnya hanya capaian semu.</p>
<p>Data <a href="http://sdki.bkkbn.go.id/files/buku/2017IDHS.pdf">Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017</a> menunjukkan secara umum angka ASIX untuk bayi berusia kurang dari enam bulan mencapai 52%. Selain meningkat sekitar 11% dibandingkan riset serupa pada 2012, capaian ini memenuhi target minimal 50% yang ditetapkan dalam <a href="https://www.bappenas.go.id/id/data-dan-informasi-utama/dokumen-perencanaan-dan-pelaksanaan/dokumen-rencana-pembangunan-nasional/rpjp-2005-2025/rpjmn-2015-2019/">rencana pembangunan nasional lima tahun terakhir</a>. </p>
<p>Namun, sumber data yang sama juga memperlihatkan bahwa persentase ASIX ini <a href="http://sdki.bkkbn.go.id/files/buku/2017IDHS.pdf">menurun seiring dengan pertambahan usia anak</a>. Untuk anak usia di bawah satu bulan persentasenya lumayan tinggi, 67%. Angka ini berkurang menjadi 55% pada anak usia 2-3 bulan, dan anjlok lagi hanya 38% pada anak usia 4-5 bulan. </p>
<p>Ini berarti angka ASIX 52% sebenarnya merupakan capaian semu karena belum menggambarkan persentase bayi yang benar-benar memperoleh ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya, tanpa asupan lain seperti susu formula (susu pengganti ASI buatan pabrik), pisang, air tajin, dan makanan/minuman lainnya.</p>
<p>Kalau begitu, siapakah yang harus bertanggung jawab atas rendahnya cakupan ASIX? Apakah ibu menjadi “satu-satunya tertuduh”?</p>
<p>Faktanya, walaupun ibu yang secara langsung menyusui anaknya, <a href="https://theconversation.com/sebagian-besar-ibu-di-indonesia-tidak-beri-asi-eksklusif-6-bulan-apa-penghambatnya-100958">pemberian ASI tidak hanya dipengaruhi oleh keputusan ibu</a>. </p>
<p><a href="http://smeru.or.id/en/content/opinion-leader-research-barriers-optimal-infant-and-young-child-feeding-practices-indonesia">Riset kami</a> menemukan bahwa pembentukan keputusan ibu terjadi akibat interaksi antara karakteristik individual ibu dan sistem serta perilaku berbagai pihak di sekitarnya. </p>
<p>Kami menggali informasi dari berbagai pihak yang memengaruhi dinamika pemberian ASIX yakni ibu, masyarakat, tenaga kesehatan, pihak swasta, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.</p>
<p>Berdasarkan model ekologi sosial, kami menemukan sistem yang turut mempengaruhi keputusan ibu untuk menyusui anaknya meliputi: faktor interpersonal (hubungan dengan suami, orang tua, dan masyarakat), faktor institusional (pelayanan kesehatan dan dukungan tempat bekerja), dan faktor lingkungan (tradisi, iklan susu formula, dan kebijakan).</p>
<h2>Faktor ibu dan orang-orang dekat</h2>
<p>Berbagai <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24561977;%20https://paediatricaindonesiana.org/index.php/paediatrica-indonesiana/article/view/1753">penelitian di Indonesia menemukan</a> bahwa kondisi individual ibu seperti tingkat kesejahteraan dan status bekerja berkaitan dengan praktik ASIX. </p>
<p>Semakin tinggi tingkat kesejahteraan ibu, semakin mungkin ibu untuk tidak memberikan ASIX.</p>
<p>Begitu pula halnya dengan status pekerjaan ibu. Ibu bekerja memiliki kemungkinan lebih besar untuk <a href="http://apjcn.nhri.org.tw/server/APJCN/23/1/91.pdf">tidak mempraktikkan ASIX dibandingkan ibu yang tidak bekerja</a>, terutama setelah <a href="https://paediatricaindonesiana.org/index.php/paediatrica-indonesiana/article/view/1753/pdf_1">ibu selesai cuti melahirkan</a>. </p>
<p>Faktor kesehatan ibu dan anak juga menjadi penentu untuk memberikan ASI seperti diatur dalam <a href="http://kesmas.kemkes.go.id/perpu/konten/permenkes/pmk-nomor-39-tahun-2013-susu-formula-bayi-dan-produk-bayi-lainnya-114">Peraturan Menteri Kesehatan No.39/2013</a>.</p>
<p>Dalam interaksi interpersonal, dorongan dari keluarga, terutama nenek begitu besar untuk memberikan makanan tambahan pada bayi. <a href="https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/17/02/28/om2s42359-nenek-sering-kali-dianggap-merusak-tata-kelola-pemberian-asi-eksklusif">Rasa sayang dan kasihan terhadap bayi yang sering menangis</a> mendorong mereka untuk menyuapi makanan atau susu formula. Pada masa lalu, praktik ini mungkin tidak menimbulkan persoalan kesehatan sehingga tetap disarankan. Ibu yang cenderung tidak mampu menentang orang tua, akhirnya menuruti saran tersebut. </p>
<p>Temuan serupa juga terjadi di berbagai negara, bahwa <a href="https://bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12884-016-0880-5">nenek memiliki kapasitas untuk memengaruhi keputusan ibu untuk menyusui anaknya secara eksklusif</a>. Apalagi bila pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dini dan susu formula menjadi hal yang lumrah di lingkungan tempat ibu tinggal.</p>
<h2>Kurang dukungan dari tempat kerja</h2>
<p>Masih banyak tempat kerja yang belum menyediakan ruang menyusui. </p>
<p>Berdasarkan sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6182487/">penelitian</a>, hanya sekitar 21% ibu bekerja yang memiliki akses terhadap ruang laktasi di Indonesia. Ketersediaan ruang laktasi, dalam studi kami, menjadi persoalan tidak hanya di perusahaan swasta, tapi juga di instansi pemerintah. </p>
<p>Tidak jarang <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiPjq-d2u3jAhVJuI8KHWXMDrwQFjAFegQIBBAC&url=http%3A%2F%2Fejurnal.kependudukan.lipi.go.id%2Findex.php%2Fjki%2Farticle%2Fdownload%2F40%2F26&usg=AOvVaw3yVgwq0xo-nqjurjLG.">ibu terpaksa harus memerah ASI-nya di toilet</a> karena tiadanya ruang laktasi di kantornya. </p>
<p>Di antara buruh perempuan, permasalahannya lebih kompleks karena terdapat dilema antara memerah ASI dan risiko penurunan penghasilan. Memerah ASI berarti mengurangi jam kerja dan mengurangi hasil kerja. Dampaknya juga akan mengurangi penghasilan. </p>
<h2>Persepsi yang keliru</h2>
<p>Pengetahuan, persepsi dan keputusan ibu, baik secara sadar atau terpaksa, menjadi pintu masuk apakah anak memperoleh haknya atas asupan ASI atau tidak. </p>
<p>Persoalannya, sebagian ibu belum memiliki pemahaman yang cukup tentang pentingnya ASI bagi bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama bisa mencegah penyakit infeksi seperti diare dan saluran pernapasan. ASI juga untuk memasok nutrisi dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk berkembang secara optimal. </p>
<p>Masih ada anggapan bahwa susu formula lebih bernutrisi dan dapat membuat anak mereka lebih cerdas. Ada pula persepsi bahwa memperkenalkan bayi dengan makanan sejak dini dapat menstimulasi mereka agar mau makan saat usia enam bulan. </p>
<p>Secara psikologis, ibu juga terkadang tersugesti bahwa produksi ASI-nya tidak mencukupi dan merasa kesulitan jika harus memerah ASI di kantor (bagi ibu bekerja). Akhirnya mereka menyerah.</p>
<p>Alasan-alasan ini yang membuat ibu memutuskan untuk menambahkan asupan selain ASI (baik makanan, air putih, maupun susu formula) kepada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan. </p>
<h2>Bahaya paparan iklan</h2>
<p>Walau <a href="http://smeru.or.id/en/content/opinion-leader-research-barriers-optimal-infant-and-young-child-feeding-practices-indonesia">studi kami</a> menunjukkan tidak ada <a href="https://news.detik.com/berita/1876484/peraturan-pemerintah-produsen-susu-formula-dilarang-iklan">tayangan iklan susu formula</a> untuk bayi di bawah satu tahun terutama di televisi pada saat riset tahun 2015-2016, persepsi bahwa <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK215837/?log$=activity">susu formula</a> lebih <a href="https://www.intechopen.com/books/selected-topics-in-breastfeeding/bioactive-components-of-human-milk-similarities-and-differences-between-human-milk-and-infant-formul">bergizi ketimbang ASI</a> tetap terbentuk bahkan hingga <a href="https://www.researchgate.net/publication/330520073_Hubungan_Promosi_Iklan_Susu_Formula_Dengan_Pemberian_ASI_Eksklusif_Di_Desa_Pandanarum_Kecamatan_Pacet_Kabupaten_Mojokerto">sekarang</a> karena masih adanya iklan susu formula untuk anak usia di atas satu tahun. </p>
<p>Kemiripan kemasan dan tidak adanya pernyataan yang jelas pada iklan bahwa produk hanya untuk kelompok umur tertentu membuat ibu dan masyarakat cenderung berasumsi bahwa produk yang diiklankan juga sesuai untuk anak di bawah enam bulan. </p>
<p>Persepsi positif terhadap susu formula juga diperkuat oleh adanya kasus promosi susu formula yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan, perawat, dan <a href="https://www.thejakartapost.com/life/2018/05/02/combating-formula-feeding.html">pihak rumah sakit</a>). </p>
<p>Dalam studi ini kami juga menemukan bahwa kesadaran dan pengetahuan tenaga kesehatan terkait ASIX masih rendah sehingga komitmen mereka untuk mempromosikan ASIX juga lemah. </p>
<h2>Bangun ekosistem dan kapasitas</h2>
<p>Sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya ASIX untuk ibu sangat penting untuk mendorong komitmen menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama. Karena setiap ibu memiliki tantangan yang berbeda, aktor-aktor yang terlibat dalam penyuluhan perlu memahami kondisi yang dihadapi ibu pada setiap lapisan ekologi sosial. </p>
<p>Karena itu, kapasitas tenaga kesehatan harus ditingkatkan agar mereka mampu mempromosikan ASIX secara lebih efektif sehingga berdampak besar mengubah persepsi dan perilaku para ibu.</p>
<p>Ibu bukan satu-satunya target penyuluhan.</p>
<p>Suami, keluarga, nenek, tenaga kesehatan, dan tempat bekerja, juga harus menjadi sasaran untuk menciptakan sistem yang mendukung ibu dalam memberikan ASI eksklusif.</p>
<p>Pemerintah harus mengawasi dan menerapkan sanksi kepada tenaga kesehatan dan perusahaan susu formula yang memasarkan susu secara tidak etis. Perlu lembaga yang punya otoritas jelas untuk mengawasi dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran tersebut. Sampai saat ini lembaga itu belum ada. Lembaga ini juga harus mendorong penyediaan ruang laktasi di tempat bekerja. </p>
<p>Bagaimana pun, membangun sistem ekologi sosial yang mendukung ibu untuk menyusui bayinya menjadi langkah strategis yang berperan penting dalam mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/121750/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rika Kumala Dewi memimpin riset tentang sistem yang mempengaruhi ibu memberi ASI eksklusif di Indonesia dengan dukungan dana dari Alive & Thrive (A&T) pada 2015-2016.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nurmala Selly Saputri terlibat dalam riset tentang sistem yang mempengaruhi ibu memberi ASI eksklusif di Indonesia dengan dukungan dana dari Alive & Thrive (A&T) pada 2015-2016.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Ulfah Alifia terlibat dalam riset tentang sistem yang mempengaruhi ibu memberi ASI eksklusif di Indonesia dengan dukungan dana dari Alive & Thrive (A&T) pada 2015-2016.</span></em></p>Selain pengaruh iklan, nenek memiliki kapasitas untuk mempengaruhi keputusan ibu untuk menyusui anaknya secara eksklusif.Rika Kumala Dewi, Researcher, SMERU Research InstituteNurmala Selly Saputri, Researcher, SMERU Research InstituteUlfah Alifia, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/968872018-05-21T00:50:32Z2018-05-21T00:50:32ZMembongkar mitos-mitos tentang pengasuhan bayi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/219661/original/file-20180520-42245-v3ofet.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTUyNjg2NjAyNiwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTAzNDExMTQ2NCIsImsiOiJwaG90by8xMDM0MTExNDY0L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIm96Z2FkcHlqbE5NV3NBVHdPTlZvY1ZQOXRaMCJd%2Fshutterstock_1034111464.jpg&pi=26377567&m=1034111464&src=YTKTgFr-H6E2mH-EovXh0Q-1-55">Jaynothing/Shuttterstock</a></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/3r1RJwmc0akrwCguhsugxq" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Banyak mitos yang beredar terkait dengan pengasuhan bayi yang bisa berdampak buruk bagi anak dalam jangka panjang. Salah satunya, dulu, orang tua memberikan makanan padat seperti bubur dan pisang untuk bayi berusia dua bulan agar kenyang. Padahal, pencernaan bayi belum bisa mencerna makanan padat dan pemberian makanan terlalu dini itu dapat menyebabkan kolik pada bayi yang bisa berakhir kematian. Ahli kesehatan menyatakan sampai usia 6 bulan, bayi belum boleh diberi makanan padat selain air susu ibu (ASI).</p>
<p>Masalahnya, menurut Kementerian Kesehatan, hanya 54% bayi di Indonesia menerima ASI eksklusif selama enam bulan. Salah satu sebabnya adalah aturan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan yang hanya tiga bulan. Padahal, butuh setidaknya enam bulan cuti supaya bisa memberi ASI eksklusif.</p>
<p>Kali ini Sandra Fikawati, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia, mengupas beberapa mitos di seputar pengasuhan bayi, termasuk pemakaian bedung pada bayi yang sudah bisa bergerak.</p>
<p>Edisi kesebelas Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96887/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Aturan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan yang hanya tiga bulan menyulitkan ibu memberi ASI eksklusif kepada bayinya.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.