tag:theconversation.com,2011:/us/topics/kardiovaskular-56551/articleskardiovaskular – The Conversation2019-11-01T06:32:43Ztag:theconversation.com,2011:article/1260162019-11-01T06:32:43Z2019-11-01T06:32:43ZTidak berolah raga selama dua minggu dapat merusak kesehatan kita<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/299602/original/file-20191031-187912-1o8yntz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bersantai selama dua minggu di pantai seperti yang Anda impikan dapat memberikan efek kesehatan jangka panjang.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/young-asian-adult-men-traveler-casual-1428130970?src=3LXUOFrilv26pLU_zD1g8w-1-1">PVStudio/ Shutterstock </a></span></figcaption></figure><p>Kita kurang berolah raga. <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity">Pedoman aktivitas kesehatan yang ada saat ini</a> menganjurkan orang dewasa melakukan paling sedikit 150 menit aktivitas yang sedang - atau 75 menit aktivitas yang intens (olahraga) - setiap minggu. </p>
<p>Tapi, <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity">penelitian menemukan</a> bahwa satu dari empat orang dewasa dinilai <a href="https://theconversation.com/qanda-how-often-do-we-need-to-go-to-the-gym-and-other-exercise-questions-answered-74094">tidak cukup aktif</a>.</p>
<p>Sangat mudah untuk mengetahui alasannya. Banyak dari kita mengendarai mobil untuk bekerja, alih-alih berjalan kaki, dan bagi kita yang bekerja kantoran, kerap kali kita begitu fokus dengan apa yang dikerjakan sehingga jarang beranjak dari meja, kecuali ketika ke kamar mandi atau mengambil air minum.</p>
<p>Singkatnya, meskipun kita sibuk, kita tidak banyak bergerak. Tetapi setelah berhadapan dengan tekanan pekerjaan dari minggu ke minggu, kita cenderung menginginkan untuk bersantai di pantai, tidak melakukan apa-apa selain bersantai selama dua minggu. Ini bukan yang dibutuhkan tubuh kita. Bahkan, itu sebenarnya lebih berbahaya daripada yang kita sadari.</p>
<p><a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s00125-018-4603-5">Penelitian kami</a> menelisik efek apa saja yang akan terjadi dalam tubuh kita akibat minimnya aktivitas fisik dalam waktu singkat. Kami menemukan bahwa tidak melakukan aktivitas serius selama dua minggu dapat meningkatkan risiko penyakit serius, seperti <a href="https://www.alodokter.com/kenali-penyakit-kardiovaskuler-yang-paling-umum-terjadi">penyakit kardiovaskular</a>, yaitu penyakit karena gangguan jantung dan pembuluh darah.</p>
<h2>Tetap aktif</h2>
<p>Kita tahu bahwa aktivitas fisik itu baik untuk kita. Ini tidak bisa dibantah, dan kita sudah mengetahui ini sejak lama. Sejak 1950-an, hubungan antara aktivitas fisik sehari-hari dan kesehatan pertama kali diidentifikasi dalam <a href="http://www.epi.umn.edu/cvdepi/study-synopsis/london-transport-workers-study/">studi pada para pekerja transportasi di London</a>.</p>
<p>Studi ini menemukan bahwa sopir bus lebih mungkin mengalami serangan jantung dibandingkan rekan mereka, kondektur bus. Perbedaan utama antara kedua kelompok ini adalah kondektor bekerja dengan berjalan kaki mengumpulkan ongkos dari penumpang, sementara sopir bus duduk di belakang kemudi.</p>
<p>Sejak itu, beberapa orang menyebut aktivitas fisik sebagai “<a href="https://www.bmj.com/content/366/bmj.l5605">obat ajaib</a>” untuk risiko kardiovaskular. Namun, kita kini <a href="https://digital.nhs.uk/data-and-information/publications/statistical/statistics-on-obesity-physical-activity-and-diet/statistics-on-obesity-physical-activity-and-diet-england-2019/part-5-adult-physical-activity">lebih banyak duduk dibanding era sebelumnya</a>, dan kematian akibat kardiovaskular tetap menjadi <a href="https://www.bhf.org.uk/what-we-do/our-research/heart-statistics">penyebab utama kematian di seluruh dunia</a>.</p>
<p>Kami mencoba meneliti dengan tepat apa efek berbahaya akibat tidak aktif secara fisik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/qanda-how-often-do-we-need-to-go-to-the-gym-and-other-exercise-questions-answered-74094">Q&A: How often do we need to go to the gym? (And other exercise questions answered)</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Untuk penelitian ini, kami merekrut orang muda (usia 18-50 tahun) dengan berat badan sehat (Indeks Massa Tubuh kurang dari 30) dan aktif secara fisik (berjalan rata-rata lebih dari 10.000 langkah per hari). Setelah melakukan penilaian untuk mengukur kesehatan pembuluh darah, komposisi tubuh, dan kontrol gula darah, kami meminta mereka untuk tidak aktif secara fisik selama dua minggu.</p>
<p>Untuk mencapai hal ini, para partisipan diberi alat penghitung langkah dan diminta untuk tidak melebihi 1.500 langkah per hari, setara dengan sekitar dua putaran lapangan sepak bola. Setelah dua minggu, kami menilai kembali kesehatan pembuluh darah, komposisi tubuh, dan kontrol gula darah mereka, untuk mengetahui efek dari dua minggu ketidakaktifan fisik terhadap tubuh mereka. </p>
<p>Kami kemudian meminta mereka untuk melanjutkan rutinitas dan perilaku normal mereka. Dua minggu setelah melanjutkan gaya hidup normal, kami memeriksa penanda kesehatan partisipan untuk melihat apakah mereka kembali ke tingkat mereka berada sebelum percobaan ini.</p>
<p>Kelompok partisipan kami berhasil mengurangi jumlah langkah mereka dari rata-rata sekitar 10.000 langkah per hari, dan akibatnya mengalami peningkatan waktu tidur rata-rata 103 menit per hari. Fungsi arteri menurun setelah periode tidak aktif selama dua minggu, tapi kembali ke tingkat normal setelah dua minggu mereka kembali mengikuti gaya hidup normal mereka.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/297471/original/file-20191017-156314-1g3jhc3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Penurunan fungsi arteri adalah tanda awal penyakit kardiovaskular.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/red-blood-cells-artery-flow-inside-622603862?src=k_quBz_JsosPSfw3akzkbw-4-26">Rost9/ Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kami tertarik melihat bagaimana tingkat aktivitas mempengaruhi kesehatan pembuluh darah, karena di sinilah sebagian besar penyakit kardiovaskular dimulai. Sebagian besar dari kita tidak menyadari bahwa pembuluh darah adalah sistem yang kompleks. </p>
<p>Pembuluh darah berjajar dengan otot dan secara konstan beradaptasi dengan kebutuhan kita, melebarkan (membuka) dan mengerut (menutup) untuk mengalirkan darah di tempat yang paling dibutuhkan. </p>
<p>Sebagai contoh, selama olahraga, pembuluh-pembuluh yang memberi makan organ, seperti lambung, akan mengerut, karena tidak aktif pada saat itu. Dengan demikian, darah dialirkan kembali ke otot-otot yang bekerja untuk mendorong pergerakan. Salah satu tanda risiko kardiovaskular yang paling awal terdeteksi adalah berkurangnya fungsi kapasitas melebar ini.</p>
<p>Untuk mengukur ini, kami menggunakan teknik pencitraan yang disebut <a href="https://academic.oup.com/eurheartj/article-abstract/40/30/2534/5519997"><em>flow-mediated dilation</em>, pelebaran yang dimediasi aliran</a> atau FMD. FMD mengukur seberapa baik arteri melebar dan menyempit, dan ini dapat memprediksi risiko kardiovaskular kita pada masa depan.</p>
<h2>Kesehatan jantung</h2>
<p>Kami menemukan bahwa setelah dua minggu tidak aktif secara fisik, terjadi penurunan fungsi arteri. Ini menunjukkan awal dari perkembangan penyakit kardiovaskular. Kami juga mengamati peningkatan faktor risiko tradisional, seperti lemak tubuh, lingkar pinggang, kebugaran dan penanda diabetes, termasuk lemak hati, dan sensitivitas insulin.</p>
<p>Sesuatu yang juga kami amati - yang awalnya tidak kami teliti - adalah melanjutkan tingkat aktivitas normal setelah dua minggu tidak aktif secara fisik berada di bawah garis dasar. Dengan kata lain, peserta kami tidak kembali ke aktivitas normal mereka dalam dua minggu setelah menyelesaikan intervensi.</p>
<p>Ini menarik untuk dipertimbangkan, terutama mengenai efek jangka panjang potensial dari aktivitas fisik yang akut. Dalam dunia nyata, ketidakaktifan fisik akut dapat terjadi karena sedang menderita flu atau berlibur di pantai selama dua minggu - apa pun yang dapat memiliki efek jangka panjang yang potensial pada kebiasaan dan perilaku normal kita.</p>
<p>Hasil ini menunjukkan kepada kita bahwa kita perlu membuat perubahan pada pesan kesehatan masyarakat dan menekankan efek berbahaya bahkan akibat ketidakaktifan fisik jangka pendek. Perubahan kecil pada kehidupan sehari-hari dapat memiliki dampak signifikan pada kesehatan - positif, atau negatif.</p>
<p>Orang-orang harus didorong untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik mereka, dengan cara apa pun. Cukup meningkatkan aktivitas fisik harian dapat memiliki manfaat yang terukur. Termasuk berjalan kaki sepuluh menit selama jam makan siang, berdiri dari meja Anda setiap jam untuk memecah waktu duduk, atau memarkir mobil kita agak jauh agar bisa berjalan lebih jauh.</p>
<p>Terdapat banyak penelitian terkait dampak menghabiskan hari dengan ketidakaktifan fisik dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, itu telah menjadi perdebatan panas dalam <a href="https://www.nhs.uk/news/lifestyle-and-exercise/lack-of-exercise-as-deadly-as-smoking/">diskusi antar ilmuwan olahraga</a>. Seiring kemajuan teknologi dan kehidupan kita yang semakin diarahkan pada kenyamanan, jenis penelitian seperti ini penting untuk terus dilanjutkan.</p>
<p>Konsekuensi kesehatan dari perilaku tidak aktif sangat parah dan banyak. Bergerak lebih banyak dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi kunci dalam meningkatkan kesehatan kita secara keseluruhan.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/126016/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tori Sprung receives funding from Diabetes UK.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Kelly Bowden Davies receives funding from Novo Nordisk UK Research Foundation.</span></em></p>Konsekuensi kesehatan dari perilaku tidak aktif sangat parah dan banyak. Bergerak lebih banyak dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi kunci dalam meningkatkan kesehatan Anda secara keseluruhan.Tori Sprung, Senior Lecturer in Sport & Exercise Sciences, Liverpool John Moores UniversityKelly Bowden Davies, Teaching Fellow in Sport and Exercise Science, Newcastle UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1190842019-06-21T05:07:12Z2019-06-21T05:07:12ZAlasan keju dapat mengontrol gula darah Anda<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/280366/original/file-20190620-171222-ymg9iu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=205%2C169%2C4695%2C3468&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebuah studi dari University of Alberta menunjukkan efek menguntungkan dari keju mungkin tidak berhubungan dengan lemak, tetapi dengan beberapa komponen lain, seperti protein atau kalsium.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Mmmm, keju adalah makanan yang bergizi sekaligus enak. Iya kan?</p>
<p>Di satu sisi, keju mengandung sumber mineral yang sangat baik seperti kalsium dan magnesium, vitamin A, B2, dan B12. Selain itu keju merupakan sumber protein lengkap.</p>
<p>Di sisi lain, keju juga merupakan sumber lemak jenuh dan natrium dalam makanan kita. Untuk menurunkan asupan lemak jenuh, mengkonsumsi keju rendah lemak kadang-kadang direkomendasikan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.</p>
<p>Namun, banyak bukti menunjukkan bahwa <a href="https://doi.org/10.1017/S0007114515005000">orang yang makan banyak keju tidak memiliki risiko tinggi menderita penyakit kardiovaskular</a>, termasuk penyakit diabetes tipe 2.</p>
<p>Tim peneliti kami di University of Alberta di Kanada telah meneliti dampak <a href="https://doi.org/10.1016/j.jnutbio.2018.10.018">keju rendah lemah dan berlemak pada tingkat resistansi insulin</a> dalam tubuh tikus yang belum menderita diabetes. Kami menemukan bahwa kedua jenis keju ini mengurangi tingkat resistansi insulin yang penting untuk menjaga gula darah normal.</p>
<h2>Kenapa kami menggunakan tikus</h2>
<p>Banyak penelitian mengenai dampak keju terhadap penyakit kardiovaskular yang sebelumnya dilakukan hanya berupa pengamatan. Dengan kata lain, para peneliti hanya mengamati perilaku makan sejumlah besar orang, biasanya selama bertahun-tahun, dan kemudian mengkorelasikan jumlah keju (dan makanan susu lainnya) yang dimakan dengan tingkat risiko terjangkit penyakit kardiovaskular, seperti kolesterol tinggi atau penyakit arteri koroner. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Studi pengamatan pola makan manusia tidak dapat digunakan untuk menentukan sebab-akibat penyakit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebuah survei tahun 2016 yang berdasarkan pengamatan menemukan bahwa keju memiliki <a href="https://doi.org/10.3945/an.115.011403">efek netral atau bahkan menguntungkan</a> terkait risiko penyakit kardiovaskular. </p>
<p>Studi-studi ini sangat berguna untuk menciptakan tren pola makan, tetapi studi ini tidak dapat secara pasti mengatakan bahwa makan makanan tertentu bisa menyebabkan atau mencegah penyakit tertentu.</p>
<p>Studi dalam lingkungan yang dikontrol lebih membantu untuk mengetahui dampak makanan terhadap risiko penyakit tertentu. Studi-studi ini dapat dilakukan pada manusia, tetapi ada keterbatasannya. Dengan demikian, penelitian pada hewan laboratorium bisa membantu, terutama dalam memahami mekanisme biokimia.</p>
<h2>Keju dan resistensi insulin</h2>
<p>Resistansi terhadap insulin adalah suatu kondisi yang umumnya terjadi seiring dengan proses penuaan dan meningkatnya berat badan. Proses ini mengarah pada tingkat glukosa darah tinggi serta berisiko menyebabkan pernyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2.</p>
<p>Tujuan kami adalah <a href="https://doi.org/10.1016/j.jnutbio.2018.10.018">membandingkan antara konsumsi keju rendah lemak dengan konsumsi keju lemak biasa dalam pengaruhinya terhadap resistansi insulin, sekaligus untuk mengeksplorasi mekanisme biokimia yang terjadi</a>.</p>
<p>Kami menggunakan tikus dalam riset kami karena memiliki banyak karakteristik yang sama dengan manusia. Kami ciptakan model dengan memberi makan tikus sejumlah besar lemak babi. Setelah empat minggu, tikus dibagi menjadi tiga kelompok: 1) diet lemak babi, 2) diet lemak babi dan keju rendah lemak, 3) diet lemak babi dan keju lemak biasa.</p>
<p>Semua pola makan yang diberikan ke tikus memiliki jumlah total lemak yang sama, hanya saja sumbernya yang bervariasi (lemak babi versus keju). Tikus-tikus tersebut memakan diet ini selama delapan minggu.</p>
<p>Temuan yang paling menarik dalam penelitian kami adalah bahwa keju rendah lemak dan yang biasa, mampu mengurangi resistansi insulin pada tikus. Ini menunjukkan bahwa manfaat keju mungkin tidak terkait dengan jumlah lemak, tetapi dengan beberapa komponen lain, seperti protein atau kalsium.</p>
<h2>Mentega versus keju</h2>
<p>Beberapa penelitian baru pada manusia telah muncul sejak kami memulai penelitian kami. Sebuah kelompok peneliti dari Laval University dan University of Manitoba, keduanya di Kanada, <a href="https://doi.org/10.3945/ajcn.116.150300">membandingkan efek makan makanan berlemak dari berbagai sumber pada pria dan wanita yang menderita obesitas perut</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Studi lain menguji mentega, keju, minyak zaitun, dan diet minyak jagung dan tidak menemukan dampaknya pada kadar insulin.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Durasi diet adalah empat minggu dan setiap dampak diet diukur dari semua peserta. Diet mentega, keju, minyak zaitun, dan minyak jagung (32% kalori berasal dari lemak) dibandingkan dengan diet karbohidrat yang lebih tinggi (25% kalori berasal dari lemak).</p>
<p>Para peneliti memeriksa kadar glukosa dan insulin dalam darah (yang merupakan indikator tidak langsung tingkat resistansi insulin) dan tidak menemukan efek dari lemak mana pun. Namun, sampel darah dikumpulkan setelah para responden berpuasa, sehingga informasi tentang gula darah yang ada tidak cukup lengkap.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1186/s12986-018-0300-0">Studi lain yang membandingkan keju rendah lemak dan keju reguler</a> pun tidak menemukan perbedaan menyeluruh pada tingkat kolesterol LDL-jenis kolesterol yang ditemukan pada orang yang memiliki risiko. Tetapi penelitian ini tidak memeriksa hasil lebih lanjut terkait dengan gula darah.</p>
<h2>Mengubah metabolit darah</h2>
<p>Dalam penelitian kami, kami juga meneliti bagaimana metabolit dalam darah berubah setelah pemberian keju dan menemukan efek serupa baik pada pada keju yang rendah lemak maupun keju dengan lemak biasa.</p>
<p>Perubahan tersebut terkait dengan jenis molekul tertentu bernama fosfolipid, yang memiliki banyak fungsi dalam tubuh. Menariknya, fosfolipid dengan tingkat sirkulasi yang rendah berkaitan dengan risiko diabetes dan resistansi insulin pada manusia.</p>
<p>Tikus yang diberi makan lemak babi memiliki kadar fosfolipid yang lebih rendah. Kadar fosfolipid ditemukan normal pada tikus yang makan keju.</p>
<p>Sekarang, kami sedang mempersiapkan topik penelitian ini–untuk memahami bagaimana keju mengatur metabolisme fosfolipid dan bagaimana hubungannya dengan resistansi insulin.</p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119084/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Catherine Chan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebuah studi penelitian baru-baru ini menemukan bahwa keju mampu mengurangi resistansi insulin pada tikus yang kadar gula darahnya tinggi.Catherine Chan, Professor, Agricultural Life and Environmental Sciences, University of AlbertaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/992212018-07-16T10:54:20Z2018-07-16T10:54:20ZSeks dan gender menentukan kesehatan Anda, dengan cara yang berbeda<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/226868/original/file-20180710-70066-1k7z4s3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Gender tidak memberitahu kita tentang orientasi seksual.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/497585824?src=OlTHW40LeEVSY72W5pqXpA-1-89&size=medium_jpg">Rawpixel.com/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Ketika Anda berpikir tentang gender, apa yang muncul dalam pikiran Anda? Apakah Anda memikirkan anatomi manusia atau cara orang berpakaian atau berperilaku? Apa Anda memandang gender sebagai sesuatu yang biner–laki-laki dan perempuan? Apakah gender menentukan orientasi seksual? </p>
<p>Gender sering disamakan dengan jenis kelamin–oleh para peneliti dan juga oleh mereka yang diteliti, terutama di bidang kesehatan. Baru-baru ini, saya menelusuri sebuah <em>database</em> riset kesehatan dan mencari makalah dengan kata “gender” pada judulnya. Dari 10 judul artikel yang muncul di daftar halaman awal, seluruhnya menggunakan kata “gender” sebagai sinonim dari jenis kelamin. </p>
<p>Meski gender dapat dihubungkan dengan jenis kelamin, namun ini adalah konsep yang sangat berbeda. Gender secara umum dipahami sebagai konstruksi sosial, dan dapat berbeda tergantung masyarakat dan budayanya. Di sisi lain jenis kelamin ditentukan oleh kromosom dan anatomi–yang diberi label laki-laki atau perempuan. Termasuk di dalamnya adalah <a href="http://www.isna.org/faq/what_is_intersex">orang-orang interseks</a> yang tubuhnya biasanya tidak tipikal laki-laki atau perempuan, mereka seringkali hadir dengan karakteristik kedua jenis kelamin tersebut.</p>
<p>Para peneliti kerap berasumsi bahwa semua orang yang merupakan perempuan secara biologis akan lebih mirip satu sama lain ketimbang dengan orang-orang yang merupakan laki-laki secara biologis, dan mengelompokkan mereka bersama dalam studi-studi mereka. Para peneliti tidak mempertimbangkan variasi jenis kelamin–dan peran sosial yang berkaitan dengan gender serta kendala-kendala yang mempengaruhi kesehatan mereka. Riset ini menghasilkan <a href="https://dx.doi.org/10.1177%2F00333549111260S304">kebijakan dan rencana perawatan yang homogen</a>.</p>
<h2>‘Maskulin?’ ‘<em>Cisgender</em>?’ ‘Gender cair?’</h2>
<p>Penggunaan istilah “gender” pada awalnya dikembangkan untuk mendeskripsikan orang-orang yang tidak mengidentifikasi dirinya dengan jenis kelamin biologis mereka. John Money, pelopor penelitian gender, menjelaskan: “<a href="https://doi.org/10.1080/00926239408403428">Identitas gender adalah perasaan atau keyakinan Anda sendiri tentang kelelakian atau keperempuanan </a>; dan peranan gender adalah stereotip budaya tentang apa yang maskulin dan feminin.”</p>
<p>Sekarang terdapat banyak istilah yang <a href="https://dx.doi.org/10.1037/h0036215">digunakan untuk mendeskripsikan gender</a>–beberapa dari istilah-istilah yang paling awal yang digunakan adalah “feminin,” “maskulin”, dan “androgini” (kombinasi dari karakteristik maskulin dan feminin).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/224116/original/file-20180620-137711-1mm4jcz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Penelitian menunjukkan bahwa gender, juga jenis kelamin, dapat mempengaruhi kerentanan terhadap penyakit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Definisi gender yang lebih mutakhir termasuk: “Bigender” (mengekspresikan dua identitas gender yang berbeda), “<em>gender fluid</em>, gender cair” (berubah-ubah di antara perilaku gender yang feminin atau maskulin tergantung situasi) dan “<em>agender</em>” atau “tidak terdiferensiasi” (seseorang yang tidak mengidentifikasi dirinya dengan gender tertentu atau tanpa gender).</p>
<p>Jika gender seseorang konsisten dengan jenis kelamin mereka (misalnya seorang perempuan secara biologis yang feminin) mereka disebut sebagai “<em>cisgender</em>.”</p>
<p>Gender tidak memberitahu kita tentang orientasi seksual. Contohnya, seorang perempuan (jenis kelaminnya) feminin (gendernya) mungkin dapat mendeskripsikan dirinya sebagai heteroseksual atau sebagai salah satu dari spektrum LGBTIQIA (lesbian, gay, biseksual, transgender, <em>queer</em> atau <em>questioning</em>, interseks and aseksual atau sejenis). Hal ini juga berlaku untuk seorang laki-laki feminin.</p>
<h2>Femininitas dapat mempengaruhi jantung Anda</h2>
<p>Ketika gender diukur hubungannya dengan penelitian mengenai kesehatan, label “maskulin”, “feminin”, dan “androgini” secara tradisional telah digunakan.</p>
<p>Penelitian menunjukkan bahwa hasil kesehatan tidak serba sama untuk setiap jenis kelamin, artinya tidak semua perempuan biologis memiliki kerentanan yang sama terhadap penyakit dan begitu pula dengan laki-laki biologis.</p>
<p>Gender adalah satu dari beberapa hal yang dapat mempengaruhi perbedaan ini. Misalnya, ketika gender dari para partisipan dipertimbangkan, “skor femininitas yang lebih tinggi pada laki-laki, contohnya, dikaitkan dengan lebih rendahnya insiden penyakit jantung koroner … (dan) <a href="https://dx.doi.org/10.1177%2F00333549111260S304">kesehatan perempuan dapat terganggu ketika perempuan mengadopsi perilaku dunia kerja yang secara tradisional dipandang sebagai maskulin</a>.”</p>
<p>Dalam studi lain, <a href="https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs00702-005-0285-5">kualitas hidup laki-laki dan perempuan androgini dengan penyakit Parkinson lebih baik</a>. Dalam penelitian kardiovaskular, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1550857912001908?via%3Dihub">seseorang yang lebih maskulin mempunyai risiko lebih besar untuk terserang penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang lebih feminin</a>. Dan penelitian tentang pasien kanker menunjukan bahwa ketika <a href="https://dx.doi.org/10.1080/07347330903438917">para pasien dan orang-orang yang merawat pasien memiliki risiko depresi lebih rendah untuk mereka yang feminin atau androgini</a> jika dibandingkan dengan mereka yang maskulin dan tidak terdiferensiasi.</p>
<p>Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, banyak peneliti kesehatan tidak mengukur gender, terlepas dari ketersediaan alat ukur dan strategi untuk melakukannya. Mereka mungkin mencoba untuk menebak gender berdasarkan jenis kelamin dan atau penampilan orang. Namun jarang sekali mereka bertanya kepada orang-orang (mengenai gender mereka). </p>
<h2>Alat ukur untuk para peneliti</h2>
<p>Alat pengukuran gender dengan cara laporan mandiri (SR-Gender) yang saya kembangkan, dan <a href="https://doi.org/10.3390/geriatrics3010003">pertama kali digunakan dalam studi tentang penuaan</a>, adalah salah satu alat pengukuran sederhana yang dikembangkan khusus untuk penelitian kesehatan.</p>
<p>SR-Gender mengajukan pertanyaan sederhana: “Seringnya Anda menggambarkan diri Anda…?” dan beberapa pilihan jawabannya: “"Sangat feminin,” “kebanyakan feminin,” “perpaduan maskulin and feminin,” “bukan maskulin maupun feminin,” “kebanyakan maskulin,” “sangat maskulin” atau “lainnya.”</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=455&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=455&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=455&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=572&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=572&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/224306/original/file-20180621-137717-1m2wgx7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=572&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Alat pengukuran gender laporan mandiri.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Lisa Carver)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pilihan untuk menjawab “lainnya” ini penting dan merefleksikan <a href="http://itspronouncedmetrosexual.com/2013/01/a-comprehensive-list-of-lgbtq-term-definitions/">evolusi gender yang terus berubah-ubah</a>. Karena ada pilihan gender “lainnya”, pengukuran gender mandiri ini dapat disesuaikan untuk merefleksikan <a href="https://lgbtqia.ucdavis.edu/educated/glossary.html">kategori-kategori yang berbeda ini</a>.</p>
<p>Penting untuk dicatat bahwa SR-Gender bukan ditujukan untuk penelitian mendalam mengenai gender, tapi untuk penelitian kesehatan dan atau kedokteran, di mana ini dapat digunakan sebagai tambahan, atau sebagai pengganti, kategori jenis kelamin.</p>
<p>Menggunakan istilah gender untuk menjelaskan jenis kelamin hanya memperkeruh pemahaman kita. Memasukkan gender sesungguhnya dari partisipan penelitian dan jenis kelamin mereka dalam penelitian yang terkait kesehatan akan memperkaya pemahaman kita tentang berbagai macam penyakit. </p>
<p>Dengan meminta seseorang bercerita kepada kita tentang gender dan jenis kelamin mereka, para peneliti kesehatan mungkin dapat lebih memahami mengapa orang-orang mengalami sakit dan penyakit dengan cara yang berbeda-beda.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/99221/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>L.F. Carver tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penelitian menunjukkan bahwa hasil kesehatan tidak sama untuk setiap jenis kelamin. Semua perempuan biologis tidak memiliki kerentanan yang sama terhadap penyakit. Begitu pula laki-laki biologis.L.F. Carver, Post Doctoral Fellow, Queen's University and Ageing + Communication + Technologies (ACT) (SSHRC funded), Queen's University, OntarioLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.