tag:theconversation.com,2011:/us/topics/petani-42986/articlesPetani – The Conversation2023-08-29T05:56:18Ztag:theconversation.com,2011:article/2114232023-08-29T05:56:18Z2023-08-29T05:56:18ZKeong mas: kisah spesies eksotik impor perusak padi, bagaimana mengendalikannya?<p>Keong mas dikenal sebagai spesies eksotik yang mudah ditemukan di persawahan. Sebenarnya spesies ini bukan asli Indonesia, tapi spesies impor yang baru <a href="https://www.cabidigitallibrary.org/doi/10.1079/cabicompendium.68490">diperkenalkan ke negeri ini pada tahun 1980-an</a>. </p>
<p>Setidaknya, data sains mengindikasikan dua spesies keong mas yang ditemukan di Indonesia adalah berjenis <a href="https://doi.org/10.11598/btb.2011.18.2.247"><em>Pomacea canaliculata</em> dan <em>P. insularum</em> (disebut juga sebagai <em>P. maculata</em></a>. Keduanya berasal dari Amerika Selatan. </p>
<p>Di Indonesia, perkembangbiakan keong mas yang cepat telah menjadi hama yang merusak tanaman padi dan <a href="http://www.knowledgebank.irri.org/step-by-step-production/growth/pests-and-diseases/golden-apple-snails">dapat menurunkan hasil panen hingga separuh dari produksi</a>. </p>
<p>Selain itu, kenaikan suhu global juga <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28726175/">diprediksi</a> akan meningkatkan jumlah wilayah yang sesuai sebagai habitat keong mas. Pada 2050 dan 2080 penyebaran keong mas diprediksi <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28726175/">meningkat 8–10%</a> di seluruh dunia. </p>
<p>Kita perlu mengendalikan populasi spesies ini agar tidak merusak sumber pangan dan kehidupan manusia.</p>
<h2>Dari ikan hias jadi hama</h2>
<p>Dalam <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Keong_Emas">cerita rakyat di Indonesia</a>, keong mas digambarkan sebagai kisah iri dengki.</p>
<p>Akibat iri dengki, seorang perempuan bernama Candra Kirana disihir menjadi keong mas. Namun, pada akhirnya dia dapat menjadi manusia lagi setelah bertemu dengan Raden Inu. Menariknya, pengarang asli dan mulai kapan cerita ini muncul sangat susah untuk ditelusuri. </p>
<p>Dalam dunia sains, keong mas masuk Indonesia diduga melalui bisnis hewan hiasan rumah. Keong mas, terutama jenis <em>P. canaliculata</em>, di Indonesia diimpor sebagai <a href="https://www.cabidigitallibrary.org/doi/10.1079/cabicompendium.68490">hewan peliharaan akuarium</a>. Namun, saat perdagangannya tidak begitu sukses, keong mas dibuang ke badan perairan seperti sungai, danau, atau kanal irigasi. </p>
<p>Distribusi secara tidak sengaja, seperti terbawa muatan kapal, ditengarai juga menjadi alat penyebar keong mas di Indonesia. </p>
<p>Setelah puluhan tahun, salah satu dari <a href="http://www.iucngisd.org/gisd/100_worst.php">spesies asing invasif terburuk</a> ini dapat dijumpai di lahan persawahan di negeri ini. </p>
<p>Keberadaan mereka di lahan persawahan salah satunya dapat diketahui dengan adanya telur keong mas yang berwarna merah jambu tersusun seperti anggur. Telur ini menempel di berbagai permukaan seperti batang padi dewasa atau tembok saluran irigasi. Cangkang keong mas ini tidak selalu berwarna keemasan. Cangkang mereka lebih dekat ke warna cokelat muda seperti lumpur. </p>
<p>Di lahan persawahan inilah keong mas menjadi hama utama padi.</p>
<p><a href="http://www.knowledgebank.irri.org/step-by-step-production/growth/pests-and-diseases/golden-apple-snails">International Rice Research Institute (IRRI) Knowledge Bank</a> menyebutkan bahwa jika hama ini tidak dibasmi, area satu meter persegi sawah dapat dirusak dalam semalam dan mengurangi hasil panen sampai lebih dari 50%. </p>
<p>Selain dampak pada persawahan, introduksi suatu spesies eksotik pada suatu ekosistem baru secara umum dapat <a href="https://www.cbd.int/undb/media/factsheets/undb-factsheet-ias-en.pdf">menimbulkan dampak yang negatif</a>. Spesies eksotik dapat bereproduksi dengan cepat, mengalahkan spesies asli dalam kompetisi memperoleh makanan atau ruang. Spesies eksotik ini dikenal sebagai salah satu penyebab hilangnya biodiversitas global. </p>
<h2>Sulit mengendalikan keong mas di sawah</h2>
<p>Berbagai metode untuk memberantas hama keong mas di sawah telah dicoba. </p>
<p>Salah satunya, secara lengkap IRRI telah menyajikan <a href="http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-management/item/golden-apple-snails-fact-sheet">informasi cara mengendalikan keong mas</a>. Contohnya, di lingkungan yang telah terinvasi keong mas, kerja sama massal petani memungut keong mas dan menghancurkan telurnya dapat menjadi langkah yang baik. </p>
<p>Manajemen tinggi air maksimum 2 cm di persawahan juga dipercaya mampu menghambat penyebaran keong mas. Pada ketinggian air di bawah 2 cm ini, keong mas akan lebih susah bergerak. </p>
<p>Cara lain untuk menghambat penyebaran mereka di lahan persawahan adalah dengan manajemen aliran air. Penghalang fisik, seperti saringan, akan mampu mengalirkan air irigasi tapi menahan keong keluar sawah. Petani juga dapat meletakkan daun tembakau atau jeruk yang bersifat toksik pada keong mas di tanggul-tanggul sawah.</p>
<p>Mengontrol populasi keong mas dengan pestisida juga dapat dilakukan. Cara ini mungkin efektif, tapi <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4020-6059-5_24">dapat membahayakan hewan akuatik lain</a>, meningkatkan polusi bahan kimia, atau menjadi paparan racun pada petani itu sendiri. </p>
<p>Alternatifnya, penggunaan pestisida nabati untuk keong mas mulai banyak diteliti keefektifannya. Cara alami lainnya adalah penggunaan agens kontrol biologi seperti <a href="https://pertanian.kulonprogokab.go.id/detil/715/peluang-ternak-bebek-di-area-sawah-endemis-keong-mas">introduksi bebek ke sawah</a> atau budi daya ikan di sawah (<a href="https://ppid.jemberkab.go.id/berita-ppid/detail/pelepasan-benih-ikan-dalam-program-inovasi-mina-padi-kelurahan-tegal-gede">minapadi</a>). </p>
<p>Sementara itu, tahap paling rentan serangan keong mas dalam budi daya padi adalah saat persiapan lahan dan penanaman. Padi berusia 10 hari setelah pindah tanam (dari persemaian) dan 20 hari dengan metode tebar benih adalah kelompok padi paling rentan terhadap serangan keong mas. </p>
<p>Jadi, penyelamatan padi pada tahap ini adalah kunci utama mengurangi potensi kerugian panen akibat hama keong mas. </p>
<p>Namun, <a href="https://www.cabi.org/wp-content/uploads/Working-Paper-21.pdf">belum ada proses pengendalian keong mas</a>, termasuk cara di atas, terbukti efektif, aman, atau menguntungkan secara ekonomi. Upaya tersebut hanya mampu menyelesaikan masalah secara singkat. </p>
<p>Pengendalian keong mas terbaik adalah dengan mencegahnya masuk ke suatu lingkungan budi daya tanaman, seperti lahan padi. </p>
<p>Karantina ketat dan pemusnahan dini saat populasinya masih sedikit harus dilakukan untuk mencegah penyebaran. Saat mereka sudah memperbanyak populasinya, bisa dikatakan sudah terlambat.</p>
<h2>Keong mas makin menyebar karena perubahan iklim</h2>
<p>Masyarakat yang paling terdampak pada serangan hama keong mas adalah petani. Namun, dalam skala nasional, jika produksi beras nasional turun, seluruh masyarakat dapat terdampak. </p>
<p>Oleh karena itu, masyarakat juga dapat diimbau untuk mengenal hama ini, yang sedikit banyak dapat membantu dalam manajemennya.</p>
<p>Di Jepang, masyarakat diajak untuk <a href="https://sites.google.com/site/sukumiringo/">melaporkan keberadaan keong mas</a> di sekitar mereka. </p>
<p>Dalam kurun waktu 2017-2019, keberadaan keong mas dilaporkan secara rinci lokasinya dalam bentuk geolokasi di Google Map. Data yang telah <a href="https://esj-journals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1440-1703.12152">dipublikasikan</a> tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk melihat penyebaran keong mas dan bahan riset untuk mengendalikannya. </p>
<p>Dari data geolokasi yang telah dipublikasikan, keberadaan keong mas yang paling banyak dijumpai di daerah barat dan tengah Jepang, yang kondisi iklimnya relatif lebih hangat.</p>
<p>Riset menunjukkan suhu global yang meningkat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28726175/">diperkirakan</a> akan memperluas jumlah wilayah yang sesuai sebagai habitat keong mas. </p>
<p>Pengendalian keong mas pada masa depan tidak hanya akan berkutat di sawah dan perairan tawar, tapi harus lebih luas lagi lagi mengingat dapat begitu berbahayanya spesies eksotik di lingkungan baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/211423/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mafrikhul Muttaqin menerima dana dari Japanese Government (MEXT) Scholarship untuk studi doktoral di Nara Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang dengan topik penelitian terkait padi dan keong mas. Mafrikhul juga dosen di Departemen Biologi IPB University.</span></em></p>Kita perlu mengendalikan populasi keong mas agar tidak merusak kehidupan manusia. Perubahan iklim juga meningkatkan populasi keong mas.Mafrikhul Muttaqin, Doctoral Student, Nara Institute of Science and Technology (NAIST) JapanLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2107072023-07-31T08:33:06Z2023-07-31T08:33:06ZMitos efisiensi perkebunan sawit: Merugikan Indonesia dan memperparah ketimpangan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/540089/original/file-20230731-21-85o5vl.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang pekerja Malaysia memanen buah sawit dari sebuah perkebunan di semenanjung Malaysia, Rabu, 6 Maret 2019. Meskipun masalah ketenagakerjaan sebagian besar telah diabaikan, dampak buruk minyak sawit terhadap lingkungan telah dikecam selama bertahun-tahun. (AP Photo/Gemunu Amarasinghe)</span> </figcaption></figure><p><a href="https://orangutancanada.ca/palm-oil/">Separuh produk yang dijual di supermarket dan bahan bakar nabati</a> mengandung minyak sawit. Sekitar 50% pasokan minyak sawit dunia berasal dari Indonesia, dan kebanyakan dihasilkan oleh perusahaan perkebunan.</p>
<p>Dewasa ini hingga <a href="https://chainreactionresearch.com/report/28-percent-of-indonesias-palm-oil-landbank-is-stranded/">sepertiga dari lahan pertanian Indonesia,</a> dikonsesikan pemerintah kepada perusahaan sawit dan merampas akses sejumlah besar penduduk desa sumber daya yang menopang kehidupan mereka.</p>
<p>Secara konsisten pemerintah Indonesia mendukung perusahaan perkebunan dengan mengorbankan kepentingan petani kecil (usaha budi daya dengan lahan kurang dari 25 hektar). Seperti yang disampaikan <a href="https://news.mongabay.com/2021/06/final-court-ruling-orders-indonesian-government-to-publish-hgu-palm-oil-plantation-data/">Menteri Pertanahan pada 2019,</a> “kalau (tanah) tidak produktif di tangan rakyat, maka kami akan mengambil tanah… Adalah fakta bahwa perusahaan perkebunan adalah mesin tercepat untuk menciptakan kemakmuran.”</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Peta yang menunjukkan konsesi lahan oleh pemerintah Indonesia kepada perusahaan penanam kelapa sawit." src="https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=328&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=328&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=328&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=412&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=412&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539209/original/file-20230725-29-yy0hdp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=412&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sekarang perkebunan menguasai lebih dari sepertiga lahan pertanian Indonesia, terutama untuk budidayasawit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Chain Reaction Research)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para pejabat berasumsi bahwa perkebunan “mesin” yang efisien, <a href="https://www.taniali.org/book-posts/plantation-life">tetapi penelitian kami menunjukkan bahwa efisiensi perkebunan adalah mitos yang berbahaya.</a></p>
<h2>Perkebunan besar kalah bersaing</h2>
<p>Secara global, tanaman pasar seperti kakao, kopi, teh dan karet yang semula dibudidayakan oleh perkebunan sekarang kebanyakan digarap petani kecil yang <a href="https://doi.org/10.3390/land3030574">menghasilkan panen yang sama dengan biaya lebih rendah.</a></p>
<p>Beberapa pengamat berpendapat bahwa sawit berbeda. Mereka mencatat bahwa panen rata-rata perkebunan lebih tinggi daripada panen petani kecil, tetapi <a href="https://www.yieldgap.org/indonesia-oil-palm">angka rata-rata menutupi variasi yang signifikan.</a></p>
<p><a href="https://www.academia.edu/34111743/Indonesian_Palm_Oil_Production_Sector_A_Wave_of_Consolidation_To_Come">Analis industri yang melacak 18 perusahaan perkebunan</a> menemukan panen mereka berkisar antara 14 hingga 26 ton buah segar per hektar; kisaran di kalangan ratusan petani kecil di lokasi penelitian kami juga serupa.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kerusakan-hutan-akibat-sawit-bisa-dipulihkan-melalui-praktik-jangka-benah-apa-itu-177375">Kerusakan hutan akibat sawit bisa dipulihkan melalui praktik "jangka benah", apa itu?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Alasan utama rendahnya panen di kalangan petani kecil adalah kurangnya akses mereka ke benih unggul yang dipakai oleh perkebunan–benih yang mampu menghasilkan panen buah hingga <a href="https://www.neliti.com/publications/94380/analisis-kelayakan-finansial-penggunaan-bibit-bersertifikat-kelapa-sawit-di-prov">66 persen lebih tinggi.</a> Namun, program pemerintah untuk memasok benih unggul kepada petani kecil berhenti. Setelah lima tahun berjalan, program hanya mencapai sekitar 10% dari target.</p>
<p>Jika sawit tumbuh baik di lahan kecil maupun di lahan besar (dengan bibit yang sama), bagaimana perbandingan dimensi efisiensi lainnya?</p>
<h2>Efisiensi penggunaan lahan</h2>
<p><a href="https://chainreactionresearch.com/report/28-percent-of-indonesias-palm-oil-landbank-is-stranded/">Dari 22 juta hektare</a> yang dikonsesikan pemerintah kepada perkebunan sawit, <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0266178">baru 10 juta hektare yang ditanami.</a></p>
<p>Sebagian lahan konsesi adalah wilayah curam, gambut, dan rapuh secara ekologis. Sawit dapat ditanam di sana tetapi <a href="https://jopeh.com.my/index.php/jopecommon/article/view/60">biayanya tinggi dan panennya rendah.</a> Namun, sering kali para manajer yang dikejar target perusahaan menanam sawit di lahan tidak bagus tadi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang pekerja mengasah sabitnya." src="https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539561/original/file-20230726-25-pkn3es.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemanen mengasah sabit pengunduh tandan sawit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(AP Photo/Binsar Bakkara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Petani kecil dan masyarakat adat di Indonesia menggarap lahan dengan sangat hemat. Mereka memanfaatkan sumber daya hutan secara berkelanjutan dan memilih tanaman yang cocok untuk setiap bidang lahan, sambil memanfaatkan uang dan tenaga kerja dengan bijaksana. Hasilnya, mereka mampu memberi respon yang lebih fleksibel terhadap perubahan iklim. Hanya saja, <a href="https://doi.org/10.21307/borderlands-2021-002">mereka dilarang</a> memanfaatkan lahan konsesi perkebunan, karenanya banyak hamparan lahan perkebunan tidak ditanami dan banyak petani mengalami kurang pangan. </p>
<h2>Menghemat biaya tenaga kerja</h2>
<p>Budi daya sawit bukan usaha berteknologi tinggi. Pemanen mengunduh tandan buah secara manual dengan sabit tajam yang diikatkan pada tongkat panjang. Para pekerja perempuan menebar pupuk dan menyemprot herbisida dari wadah dan tangki yang digendong di punggung mereka.</p>
<p>Kerja kebun di lahan perkebunan maupun lahan petani dilakukan dengan cara yang sama. Bedanya, perkebunan memerlukan manajer, akuntan, mandor dan satpam, dengan biaya yang tinggi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/industri-sawit-ingkari-komitmen-antideforestasi-bagaimana-menuntut-pertanggungjawaban-mereka-199000">Industri sawit ingkari komitmen antideforestasi, bagaimana menuntut pertanggungjawaban mereka?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Untuk mengurangi biaya tenaga kerja, <a href="https://www.abacademies.org/articles/precarious-and-neglected-indonesias-oil-palm-workers-ten-years-after-the-ungps-11078.html">perkebunan</a> semakin mengurangi karyawan penuh waktu dan menggantinya dengan pekerja lepas dan kontrak luar yang tidak perlu diberi pensiun, premi perawatan kesehatan, perumahan keluarga atau tunjangan lainnya.</p>
<p>Namun “efisiensi” tenaga kerja perkebunan ada harganya: di perkebunan yang kami teliti, inkonsistensi pasokan tenaga kerja mengakibatkan pemeliharaan kebun dan panen yang buruk.</p>
<h2>Persoalan angkutan dan pengolahan</h2>
<p>Pengangkutan buah dan pengolahan minyak mentah adalah bagian besar dalam narasi industri tentang keunggulan efisiensi perkebunan, karena tandan buah segar sawit harus sampai di pabrik dalam waktu 48 jam setelah panen di kebun. Namun ukuran perkebunan yang besar menimbulkan tantangan tersendiri.</p>
<p>Perkebunan swasta yang kami teliti membangun jalan kebun sepanjang 258 kilometer untuk mengangkut buah sawit, tetapi selama musim hujan banyak jalan yang tidak dapat dilalui; selama berbulan-bulan, berton-ton sawit menumpuk busuk sia-sia.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Asap menguar dari fasilitas penggilingan kelapa sawit." src="https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539562/original/file-20230726-21-92rfig.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Asap mengepul dari pabrik sawit di Indonesia. Pabrik-pabrik ini menjadi penghambat yang cukup besar dalam produksi minyak sawit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(AP Photo)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada juga masalah kemacetan bongkar muat buah di pabrik. Puluhan truk harus antre menunggu, terkadang semalaman. Pabrik hanya beroperasi kurang dari setengah kapasitasnya–masalah umum di Indonesia saat perusahaan membangun pabrik yang <a href="https://medium.com/trase/transparency-gaps-in-indonesian-palm-oil-supply-chains-106777d8942e">jauh lebih besar dari yang dibutuhkan.</a></p>
<p>Di Thailand, negara di mana <a href="https://doi.org/10.3390/land3030574">petani kecil menanam 80% sawit,</a> dan di beberapa wilayah <a href="https://doi.org/10.1111/1477-9552.12163">Sumatera</a> tempat para petani swadaya mapan, warga desa menggunakan jalan lokal dan truk kecil untuk mengangkut panen ke pabrik kecil yang dekat letaknya. Namun, di Kalimantan <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0266178">tempat 86% sawit ditanam oleh perkebunan raksasa,</a> pabrik besar yang tidak efisien umum ada di mana-mana.</p>
<h2>Pemilik dan agen</h2>
<p>Perkebunan juga mengidap persoalan yang diidentifikasi para ekonom sebagai <a href="https://doi.org/10.2307/2096404">“masalah <em>prinsipal</em>-agen”</a>. <em>Prinsipal</em> atau pemilik (perusahaan dan pemegang saham) harus bergantung pada agen (manajer dan pekerja) untuk menjalankan rodaproduksi, akan tetapi sering kali kepentingan mereka berbeda.</p>
<p>Korporasi mengejar laba, ditunjukkan pada neraca perusahaan. Sementara manajer dan pekerja berusaha untuk ‘menyakap’ sebagian dari kemakmuran yang beredar di dalam dan di sekitar perkebunan sebelum ia mengalir pergi entah ke mana. Kami melihat masalah ini berlangsung dalam berbagai bentuk pencurian yang meluas.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Sebuah truk bermuatan tandan buah sawit" src="https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539566/original/file-20230726-19-stn6k1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemuat mengunggah sawit, seberat hingga 22 kilogram per tandan ke bak truk untuk diangkut ke pabrik melalui jalan yang tidak dapat ditempuh di musim hujan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(AP Photo/Binsar Bakkara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para “agen” ini, dari direktur dan manajer hingga pekerja lapangan, menemukan cara untuk menambah penghasilan pribadi. Manajer menggelembungkan harga kontrak, mandor memotong upah pekerjanya. Buah, bahan bakar, serta peralatan pada menghilang di malam hari. Warga desa juga mencuri dari perkebunan dan terkadang memblokade jalan atau pabrik untuk memprotes ketidakadilan dan pengabaian oleh perusahaan.</p>
<p>Konflik dan pencurian menciptakan inefisiensi. Petani kecil yang menggarap lahan mereka sendiri, dalam penelitian kami, tidak mengidap masalah ini. Meskipun tidak sempurna, tata moral menjadi kontrol kontrol sosial di kalangan petani, dan hal ini tidak hadir dalam hubungan antara perusahaan dan pelaksana kerja di perkebunan.</p>
<h2>Jika tidak efisien, mengapa perkebunan bisa bertahan di Indonesia?</h2>
<p>Pada dekade 1930-an, pemerintah kolonial <a href="https://doi.org/10.1086/702877">melindungi perkebunan karet</a> yang kembang-kempis bersaing dengan petani kecil. Petani sawit saat ini secara tidak langsung tertindas juga oleh <a href="https://doi.org/10.1111/dech.12162">kebijakan pemerintah</a> yang berpihak pada perusahaan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tak-hanya-diperpanjang-moratorium-sawit-juga-harus-diperkuat-168169">Tak hanya diperpanjang, moratorium sawit juga harus diperkuat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Di wilayah penelitian kami, lima perusahaan menduduki sebagian besar lahan pertanian, dan hanya menyisakan sedikit lahan bagi petani yang ingin menanam sawit yang menguntungkan ini secara mandiri. Dalam perhitungan mereka, tambahan enam hektar kebun sawit ke kebun campuran mereka akan memungkinkan para petani menghidupi keluarga, memelihara kebun dan berinvestasi dalam pendidikan anak.</p>
<p>Membuat perkebunan perusahaan lebih efisien tidak akan mengatasi ketidakadilan mendasar ini. Kami berharap dengan membongkar mitos efisiensi perkebunan, kami dapat menawarkan peluang yang lebih baik, dan masa depan yang lebih sejahtera bagi para petani Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210707/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tania Li menerima dana dari Dewan Penelitian Ilmu Sosial dan Kemanusiaan Kanada. Dia saat ini menjadi peneliti tamu di Pusat Studi Asia Tenggara, Universitas Kyoto.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Pujo Semedi menerima dana dari Universitas Gadjah Mada.</span></em></p>Minyak kelapa sawit digunakan di separuh produk yang dijual di supermarket global. Mayoritasnya berasal dari Indonesia dan ditanam di perkebunan yang tidak efisien, tapi menempati lahan sangat luas.Tania Li, Professor, Department of Anthropology, University of TorontoPujo Semedi, Professor, Department of Anthropology, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2022392023-03-31T08:36:23Z2023-03-31T08:36:23ZBagaimana Indonesia dapat memanfaatkan Dana Loss and Damage untuk memperkuat adaptasi perubahan iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516588/original/file-20230321-28-p2mixq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pekerja ikan asin sedang mengeringkan ikan di Indramayu, Jawa Barat. Author provided</span> </figcaption></figure><p>Pembiayaan untuk penanganan perubahan iklim menjadi topik utama dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP27) di Mesir tahun lalu. Dalam perhelatan ini, <a href="https://www.unep.org/news-and-stories/story/cop27-ends-announcement-historic-loss-and-damage-fund">COP27 menyepakati pembentukan dana <em>loss and Damage</em> atau dana “kerugian dan kerusakan”</a> untuk membantu negara berkempang mengatasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.</p>
<p>Istilah <em>loss and damage</em> sebenarnya belum didefinisikan secara rinci dalam perhelatan tersebut. Namun, sejauh ini, istilah tersebut merujuk pada dampak negatif dan kerugian yang timbul akibat perubahan iklim.</p>
<p>Secara historis, negara berkembang memproduksi gas rumah kaca yang jauh lebih kecil dibanding negara maju, tapi jadi pihak yang <a href="https://theconversation.com/carbon-colonialism-must-be-challenged-if-we-want-to-make-climate-progress-173553">paling terdampak perubahan iklim.</a> Oleh karena itu, negara-negara berkembang menuntut negara maju untuk memberikan kompensasi atas kerugian yang mereka terima dari dampak perubahaan iklim.</p>
<p>Sejauh ini, belum ada kesepakatan seputar bagaimana dana <em>loss and damage</em> tersebut akan dioperasionalkan. COP27 hanya membentuk <a href="https://unfccc.int/documents/624440">komite khusus yang bertugas menyusun rekomendasi operasionalisasi dana tersebut pada COP28</a>.</p>
<p>Jika sudah beroperasi, dana <em>loss and damage</em> ini dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengatasi persoalan-persoalan iklim yang krusial. Kami menilai Indonesia dapat menggunakan tambahan pembiayaan iklim dari dana tersebut setidaknya untuk empat hal.</p>
<h2>Melindungi petani, pembudidaya ikan, dan nelayan kecil</h2>
<p>Indonesia dapat menggunakan tambahan pembiayaan dari dana <em>loss and damage</em> tersebut untuk memperkuat program-program asuransi iklim.</p>
<p>Komisi Sosial dan Ekonomi PBB untuk Asia dan Pasifik (UN ESCAP) memperkirakan Indonesia setiap tahunnya <a href="https://rrp.unescap.org/country-profile/IDN">kehilangan sekitar US$ 31,2 miliar (Rp 478 triliun)</a> akibat bencana. Sebagian besar di antaranya (US$ 23,3 miliar atau Rp 357 triliun) diakibatkan oleh bencana kekeringan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515388/original/file-20230315-371-ntl8ic.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani bawang di Jawa Barat. Salah satunya dampak perubahan iklim adalah cuaca ekstrem yang berbahaya bagi sumber penghidupan petani.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Dedhez Anggara/Antara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://tekno.tempo.co/read/1621620/dampak-perubahan-iklim-terhadap-pertanian-petani-gagal-panen">Kekeringan secara langsung dapat mengakibatkan kegagalan panen</a> yang mengancam produksi pertanian dan penghidupan petani. Jika persoalan ini memburuk, kekeringan juga dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.</p>
<p>Selain kekeringan, perubahan iklim menyebabkan kenaikan suhu air laut sehingga mengancam kelestarian <a href="https://www.worldbank.org/en/programs/indonesia-sustainable-oceans-program">sumber daya kelautan Indonesia yang bernilai US$ 256 miliar (Rp 3.929 triliun)</a>. </p>
<p>Kenaikan suhu air laut juga mengakibatkan <em>coral bleaching</em> atau pemutihan terumbu karang yang merusak habitat ikan. Sejauh ini, diperkirakan hanya <a href="https://www.biorock-indonesia.com/en/the-status-of-coral-reefs-in-indonesia-2019/">30% terumbu karang yang memiliki kondisi baik</a> di Indonesia. Rusaknya terumbu sebagai habitat ikan mengakibatkan turunnya populasi ikan.</p>
<p>Kenaikan suhu air laut juga membuat <a href="https://econusa.id/en/ecoblogs/climate-crisis-threatens-indonesia-fishermens-welfare/">ikan-ikan berpindah ke laut yang lebih dalam</a> sehingga nelayan perahu kecil akan cenderung sulit menggapai ikan-ikan tersebut. </p>
<p>Dampak perubahan iklim seperti [perubahan curah hujan dan meningkatnya keasaman air laut] turut menyebabkan <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fsufs.2021.609097/full">pengurangan produktivitas ikan budidaya</a>. Pengurangan produksi tersebut juga mengancam penghidupan pembudidaya ikan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/budi-daya-perikanan-indonesia-tumbuh-pesat-ini-3-caranya-agar-tak-merusak-lingkungan-201674">Budi daya perikanan Indonesia tumbuh pesat, ini 3 caranya agar tak merusak lingkungan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) Indonesia memandatkan program asuransi petani, pembudidaya ikan, dan nelayan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. </p>
<p>Pemerintah pun memiliki program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dengan 80% subsidi premi, serta Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK) dan Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN) dengan premi dibayarkan penuh oleh pemerintah.</p>
<p>Sayangnya, program ini baru menggapai sebagian penerima manfaat potensial karena keterbatasan anggaran serta beberapa kekurangan di desain program. Misal, capaian tahunan tertinggi Asuransi Tani hanya <a href="https://www.pertanian.go.id/home/index.php?show=repo&fileNum=553">1,7 juta petani atau sekitar 12% dari penerima manfaat potensial</a>. </p>
<p>Tekanan COVID-19 terhadap anggaran negara juga mengharuskan pemangkasan <a href="https://www.pertanian.go.id/home/index.php?show=repo&fileNum=553">setengah penerima manfaat Asuransi Usaha Tani Padi</a>. Pemerintah juga sementara menghentikan program subsidi Asuransi Pembudidaya Ikan dan Bantuan Asuransi Nelayan. Oleh karena itu, pembiayaan tambahan diperlukan untuk memperluas penerima manfaat dan menghidupkan kembali program yang terhenti.</p>
<p>Produk asuransi iklim juga masih terbatas, belum ada produk untuk buah-buahan, hortikultura, dan sebagian besar komoditas perikanan ekspor tinggi. Oleh karena itu, pembiayaan tambahan juga diperlukan untuk pengembangan produk baru.</p>
<p>Pembiayaan tambahan ini dapat berasal dari dana <em>loss and damage</em>.</p>
<h2>Pemulihan pascabencana daerah pesisir</h2>
<p>Pemerintah dapat memanfaatkan dana kerugian dan kerusakan untuk membantu kawasan pesisir yang mulai tenggelam akibat perubahan iklim.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Banjir Indonesia" src="https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515382/original/file-20230315-16-sf4se8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dampak cuaca ekstrem yaitu banjir di sepanjang pantai utara Jawa.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Harviyan Perdana Putra/Antara</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kenaikan muka air laut membahayakan daerah pesisir. <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/02/28/jakarta-among-cities-most-threatened-by-rising-sea-levels-extreme-weather-report.html">DKI Jakarta</a> dan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20221028094841-4-383189/kota-kota-atlantis-baru-bermunculan-di-pantura-ada-apa">sebagian pantai utara Jawa</a> diprediksi akan tenggelam. Selain itu, terdapat pula <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211129152437-199-727466/penjelasan-brin-soal-ancaman-115-pulau-indonesia-tenggelam">115 pulau kecil yang berisiko tenggelam pada 2100.</a></p>
<p>Mayoritas rumah pesisir yang terdampak dimiliki oleh warga miskin. Mereka membutuhkan bantuan untuk memperbaiki rumah ataupun berpindah ke kawasan lokasi yang lebih aman.</p>
<p>Pembiayaan tambahan dari dana <em>loss and damage</em> dapat digunakan untuk membantu program relokasi warga yang terdampak (dari rumah tenggelam atau tidak layak huni). Selain itu, program pemulihan pascabencana (pemulihan trauma dan peningkatan kapasitas) juga dapat ditingkatkan melalui tambahan pembiayaan ini.</p>
<p>Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menjalankan berbagai program perumahan rakyat bersama mitra pembangunan dan lembaga swadaya masyarakat. Pembiayaan tambahan dana <em>loss and damage</em> ini dapat digunakan untuk memperkuat program-program ini.</p>
<h2>Rehabilitasi mangrove dan lahan gambut</h2>
<p>Indonesia dapat memanfaatkan tambahan pembiayaan dari dana <em>loss and damage</em> untuk merehabilitasi gambut dan mangrove yang rusak.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515384/original/file-20230315-20-i6ezz2.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Warga sedang merawat sekat kanal di kawasan gambut untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Antara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.unops.org/news-and-stories/stories/restoring-indonesian-peatlands-protecting-our-planet">Indonesia adalah rumah bagi sepertiga lahan gambut</a> dan <a href="https://www.worldbank.org/en/news/feature/2021/07/26/mangrove-conservation-and-restoration-protecting-indonesia-climate-guardians#:%7E:text=Indonesia%20holds%203.5%20million%20hectares,with%2092%20true%20mangrove%20species">seperlima lahan mangrove</a> dunia. Keduanya berperan penting dalam penyimpanan karbon serta pencegahan abrasi dan banjir, sehingga amat penting bagi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.</p>
<p>Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) memiliki inisiatif <a href="https://redd.unfccc.int/">Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+)</a> untuk melindungi hutan, gambut, maupun mangrove. Indonesia pun memiliki <a href="https://www.menlhk.go.id/uploads/site/post/1673407697.pdf">strategi nasional</a>, beberapa program, serta lembaga khusus untuk menjalankan REDD+.</p>
<p>Tambahan pembiayaan dari dana <em>loss and damage</em> dapat membantu <a href="https://www2.cifor.org/redd-case-book/case-reports/indonesia/">upaya Indonesia memangkas emisi</a>, dan pemanfaatan solusi alam untuk adaptasi abrasi dan banjir.</p>
<p>Walau begitu, upaya ini masih bergantung pada bagaimana dana tersebut dikelola. Apakah dana tersebut hanya untuk kompensasi kerugian yang telah terjadi atau dibolehkan untuk membiayai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim?</p>
<h2>Memperkuat “Dana Bersama Penanggulangan Bencana” Indonesia</h2>
<p>Terakhir, tambahan dana <em>loss and damage</em> dapat digunakan untuk memperkuat Dana Bersama Penanggulangan Bencana atau yang sering disebut <em>Pooling Fund</em> Bencana (PFB) Indonesia. </p>
<p>PFB – yang dikelola badan layanan umum di bawah Kementerian Keuangan – merupakan dana yang <a href="https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2022/11/10/20-pooling-fund-bencana">dicanangkan untuk memperkuat pembiayaan di semua fase bencana (kesiapsiagaan, respons, dan pascabencana)</a>. Dana ini juga dicanangkan menjadi sumber pembiayaan yang lebih fleksibel dan responsif dari pada APBN.</p>
<p>Saat ini, <a href="https://www.theiconomics.com/accelerated-growth/menkeu-sri-mulyani-sudah-terkumpul-rp73-triliun-dana-di-pooling-fund-bencana/">pemerintah telah menginvestasikan Rp 7,3 triliun</a> ke PFB. Dana awal ini setara dengan <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/656111558922632705/pdf/Indonesia-Third-Indonesia-Fiscal-Reform-Development-Policy-Loan-Project.pdf">pengeluaran pascabencana tahunan Indonesia sekitar US$ 300-500 juta (Rp 4,6-7,6 triliun)</a>. Namun, hanya <em>return</em> atau keuntungan dari PFB ini yang bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan penanggulangan bencana.</p>
<p>Oleh karena itu, tambahan dana dari dana <em>loss and damage</em> ini dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan dana PFB. Sehingga, keuntungan dari PFB dapat lebih besar dan dapat memberikan pembiayaan bencana yang signifikan.</p>
<p>PFB sebenarnya diperuntukkan bagi bencana secara umum. Namun, pemerintah dapat merumuskan ketentuan yang mengatur bahwa pendanaan tambahan dana dari dana <em>loss and damage</em> ini hanya diperuntukkan untuk bencana terkait iklim.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202239/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika dana “Loss and Damage” dapat dioperasionalkan, dalam hal apa saja pembiayaan tambahan tersebut dapat dimanfaatkan Indonesia? Berikut adalah beberapa saran.Wewin Wira Cornelis Wahid, Program Officer, Resilience Development Initiative (RDI)Muhammad Soufi Cahya Gemilang, Research Officer, Resilience Development Initiative (RDI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1911712022-09-23T04:24:51Z2022-09-23T04:24:51ZHari Tani: program subsidi pupuk perlu dirombak dan digantikan program pertanian ramah lingkungan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/486023/original/file-20220922-10462-grjw7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petani bawang di Majalengka, Jawa Barat.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Dedhez Anggara/Antara)</span></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia masih mengandalkan program subsidi pupuk untuk menopang produktivitas sejumlah produk pertanian. Selama ini, subsidi dilakukan secara tidak langsung untuk menjaga harga pupuk tetap terjangkau oleh petani. Jumlah anggarannya pun tak sedikit, sempat menyentuh <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/11/turun-13-subsidi-pupuk-2022-dialokasikan-rp-253-triliun">Rp 34 triliun pada 2019</a>.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2021/12/21/evaluasi-program-subsidi-pupuk">alih-alih mendongrak produktivitas pertanian,</a> program subsidi pupuk justru menimbulkan dua masalah. Pertama adalah perkara kerusakan lahan pertanian akibat pupuk subsidi yakni urea dan NPK (nitrogen, fosfat, kalium) – yang menggunakan bahan baku dari produk turunan minyak dan gas bumi. Penerapan pupuk yang berlebihan dapat <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0230153">merusak kekayaan organisme dalam tanah.</a></p>
<p>Sedangkan masalah kedua adalah persoalan tata kelola, mulai dari <a href="http://joseta.faperta.unand.ac.id/index.php/joseta">lemahnya pengawasan</a> sehingga harga pupuk subsidi lebih mahal dibandingkan harga eceran tertinggi, serta <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/22716-ugm-soroti-kebijakan-pupuk-bersubsidi-belum-tepat-sasaran">distribusinya yang tidak tepat sasaran.</a></p>
<p>Tanpa perubahan yang mendasar, program subsidi pupuk justru melenceng dari tujuannya untuk meningkatkan produksi pangan dan menyejahterakan petani. Program ini semestinya dievaluasi besar-besaran, terutama terkait relevansi subsidi pupuk terhadap <a href="https://www.republika.co.id/berita/qmr7o7380/jokowi-minta-pembangunan-pertanian-jadi-perhatian-bersama">komitmen Presiden Joko Widodo</a> dalam melaksanakan pertanian yang berkelanjutan.</p>
<h2>Efek buruk subsidi pupuk</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=487&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=487&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=487&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sidak ketersediaan pupuk bersubsidi oleh aparat negara yang kerap dilakukan karena lemahnya tata kelola program ini.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Asep Fathulrahman/Antara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Subsidi pupuk merupakan salah satu program tertua Indonesia: <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/agec.12107">dilaksanakan sejak era revolusi hijau</a> (sebuah gerakan global untuk peningkatan produktivitas pertanian) pada 1971. Pupuk bersubsidi begitu mengakar di masyarakat, sehingga penggunaannya menjadi tradisi untuk sebagian petani.</p>
<p>Masalahnya, program ini tak berjalan dengan baik karena petani <a href="https://journal.unpas.ac.id/index.php/trikonomika/article/view/3896">sulit mendapatkan pupuk bersubsidi</a>. Di sisi lain, petani juga menjadi sangat bertumpu pada penggunaan pupuk untuk mendukung keberhasilan panen. </p>
<p><a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">Penelitian saya di Indramayu, Jawa Barat,</a> menemukan bahwa pupuk sintetis menjadi salah satu komponen pendukung keberhasilan panen dan menjadi salah satu sarana utama dalam aktivitas pertanian. Demi pupuk dan pestisida sintetis, petani bahkan rela ‘berutang’ agar mendapatkan kepastian hasil panen. Utang pun bisa lebih besar karena harga pupuk subsidi jauh lebih dari besaran yang dipatok pemerintah.</p>
<p>Saya juga mendapati, di lapangan, para petani beras menggunakan pupuk sebagai salah satu langkah adaptasi iklim karena kondisi sawah yang kian rentan kekeringan dan terkena serangan hama. Hal tersebut terjadi karena petani tidak mengetahui <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0013916518793482">solusi memadai</a> untuk menghadapi kerentanan ekosistem di lahan sawah.</p>
<p>Karena persoalan tersebut, kondisi petani kian terjepit karena berfokus pada produksi jangka pendek – selama masa panen semata. Petani kesulitan untuk memikirkan dampak praktik pemupukan terhadap kesehatan tanah dan lingkungan jangka panjang.</p>
<p>Petani pun <a href="http://dx.doi.org/10.15243/jdmlm.2020.074.2301">kerap tergoda</a> untuk menggunakan pupuk lebih banyak, karena dianggap bisa menjanjikan hasil panen yang melimpah. Padahal, kelebihan pupuk dapat berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman hingga <a href="https://theconversation.com/evaluasi-revolusi-hijau-dan-masalah-tanah-pertanian-yang-makin-tandus-110290">menjadi ‘racun’</a> bagi tanah serta lingkungan sekitarnya. </p>
<p>Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di India, misalnya, subsidi pupuk juga <a href="https://www.wri.org/insights/redirecting-agricultural-subsidies-sustainable-food-future">mendorong praktik pemupukan berlebihan</a> sehingga berakibat tanah pertanian setempat yang kelebihan nitrogen.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Wonosobo, Jawa Tengah, yang menjadi salah satu daerah sasaran program food estate pemerintah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Pemprov Jateng)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tak hanya tanah, penggunaan pupuk yang berlebihan turut mencemari air. <a href="http://repository.pertanian.go.id/bitstream/handle/123456789/2355/Pencemaran%20Nitrat%20pada%20Air%20Sungai%20Sub%20DAS%20Klakah%2C%20DAS%20Serayu%20di%20Sistem%20Pertanian%20Sayuran%20Dataran%20Tinggi.pdf?">Studi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian</a> menemukan, penggunaan pupuk urea berlebihan di Wonosobo, Jawa Tengah, berakibat pada tingginya konsentrasi senyawa nitrat di Sungai Serayu. Senyawa ini, dalam konsentrasi tertentu, dapat mengakibatkan keracunan pada bayi maupun kematian bagi hewan ternak. </p>
<p>Sejumlah studi menemukan dampak pupuk sintetis yang berbahaya bagi lingkungan. <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0230153#pone.0230153.ref018">Studi Gisèle L. Herren</a> dari Ghent University, Belgia, pada 2020 menyebutkan bahwa penggunaan pupuk sintetis mempengaruhi keanekaragaman komunitas cacing dalam tanah. Cacing sendiri merupakan salah satu <a href="https://doi.org/10.1016/j.actao.2016.03.004">indikator penting kesehatan tanah</a> di suatu lingkungan.</p>
<p>Penggunaan pupuk urea juga <a href="https://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/">turut menyumbang emisi gas rumah kaca</a> sektor pertanian. Sektor ini berkontribusi <a href="https://jsal.ub.ac.id/index.php/jsal/article/view/404">sekitar 8% emisi Indonesia</a>. </p>
<p>Selain dampak lingkungan, subsidi pupuk juga menempatkan petani menjadi kelompok yang rentan terdampak situasi pasar global. Misalnya, tahun ini pemerintah <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/224621/permentan-no-10-tahun-2022">memangkas subsidi pupuk</a> dari 70 komoditas pertanian menjadi hanya 9 komoditas (padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao dan kopi). Pemangkasan ini dilatari invasi Rusia ke Ukraina yang mengakibatkan <a href="https://pertanian.sariagri.id/101088/laporan-khusus-pembatasan-pupuk-subsidi-ini-dampaknya-bagi-petani">kelangkaan sejumlah bahan baku pupuk di pasar dunia.</a></p>
<p>Dampak ikutan lainnya dari subsidi pupuk adalah masalah tata kelola dan penyelewengan. Data petani penerima pupuk bersubsidi yang <a href="https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37420/t/Jangan+Saling+Tuduh%2C+Sutrisno%3A+Fokus+Selesaikan+Akar+Masalah+Penyelewengan+Pupuk+Subsidi">bermasalah di tingkat daerah</a> mengakibatkan distribusi yang tak merata. Penyelewengan pupuk bersubsidi juga menjadi <a href="https://www.google.com/search?q=penyelewengan+pupuk+bersubsidi&rlz=1C5CHFA_enID1002ID1002&sxsrf=ALiCzsYdMkqX8oDldNLdgYuMjUIDvrD1xw:1663649304894&source=lnms&tbm=nws&sa=X&ved=2ahUKEwioiuXOyKL6AhUoErcAHeoOBz4Q_AUoAnoECAEQBA&biw=1019&bih=719&dpr=1">kasus yang jamak terjadi di banyak tempat.</a></p>
<h2>Transisi ke pertanian yang berkelanjutan</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=353&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=353&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=353&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=443&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=443&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=443&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Program sekolah lapang yang harus terus digalakkan untuk memperluas aktivitas pertanian organik.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Asep Fathulrahman/Antara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Efek buruk berganda akibat program subsidi pupuk semestinya menjadi alasan bagi pemerintah untuk meninjau ulang program ini. Tak hanya di Indonesia, seruan untuk <a href="https://www.unep.org/news-and-stories/press-release/un-report-calls-repurposing-usd-470-billion-agricultural-support">memangkas subsidi bagi praktik pertanian yang tak berkelanjutan</a> juga turut bergema di tingkat global. </p>
<p>Tulisan ini tak dimaksudkan untuk menghilangkan praktik pemupukan oleh petani. Namun, bantuan pemerintah seharusnya tak sekadar untuk menambal harga pupuk, melainkan juga pendampingan untuk praktik pemupukan yang berkelanjutan. <a href="https://www.mdpi.com/2077-0472/12/4/462/htm">Program bantuan juga harus diprioritaskan untuk pupuk organik</a> yang terbukti ampuh meningkatkan nutrisi tanah sekaligus keanekaragaman organisme di dalamnya. </p>
<p>Ambisi Jokowi untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan membutuhkan tindak lanjut yang nyata. Langkah yang dapat dilakukan adalah pembangunan kapasitas petani, pengakuan terhadap pengetahuan lokal seputar pertanian yang dimiliki para petani. </p>
<p>Negara juga semestinya mendukung serta memfasilitasi pengembangan benih padi yang dilakukan petani secara mandiri. Selama ini, pengetahuan terkait hal tersebut masih susah diakses oleh petani.</p>
<p>Sejauh ini, penggunaan benih padi wajib tersertifikasi sehingga petani hanya bisa menggunakan <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4028848/ini-alasan-benih-pertanian-harus-bersertifikasi">benih yang legal</a>. Sementara itu, petani skala kecil sulit mengikuti ketentuan sertifikasi benih karena keterbatasan informasi, penyuluhan, dan modal. Padahal, benih padi rancangan petani bisa jadi lebih irit pupuk dan pestisida sehingga modal bertani bisa dihemat.</p>
<p>Penyuluhan pertanian, yang saat ini sudah diterapkan di daerah-daerah, perlu diperkuat untuk membantu petani menerapkan praktik-praktik yang berkelanjutan.</p>
<p>Bantuan langsung untuk menopang kehidupan petani juga mesti dikucurkan untuk menunjukkan keberpihakan negara terhadap petani. Bantuan ini bisa melalui insentif aktivitas pertanian, subsidi langsung, atau pun bantuan keuangan lainnya.</p>
<p>Negara perlu membangun kapasitas petani karena aspek pertanian berkelanjutan dapat menjembatani antara kepentingan kesejahteraan petani dan kelestarian lingkungan hidup. Implementasi pertanian berkelanjutan perlu menjadi prioritas negara membangun sektor pertanian yang lebih harmonis, bukan mengeksploitasi lingkungan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/191171/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ica Wulansari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seruan untuk memangkas subsidi bagi praktik pertanian yang tak berkelanjutan juga turut bergema di tingkat global.Ica Wulansari, Lecturer of International Relations, Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1829432022-05-18T02:14:30Z2022-05-18T02:14:30ZAnalisis: petani terus ‘dicekoki’ pestisida sintetis sehingga kian rapuh hadapi perubahan iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/462653/original/file-20220512-15-bzoz4c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petani menyemprotkan cairan pestisida pada tanaman padi yang berusia 2,5 bulan, di Desa Branta Tinggi, Tlanakan, Pamekasan, Jawa Timur.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Saiful Bahri/Antara)</span></span></figcaption></figure><p>Petani termasuk kelompok yang rentan dalam menghadapi perubahan iklim. Sebagian besar petani skala kecil – terutama di negara-negara berkembang – <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17565529.2018.1442796">tidak dibekali dukungan kebijakan maupun insentif</a> yang memadai guna menopang aktivitasnya di tengah perubahan suhu bumi akibat kenaikan emisi gas rumah kaca. </p>
<p>Terkhusus di Indonesia, <a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">penelitian saya</a> menunjukkan kapasitas adaptasi petani dalam menghadapi perubahan iklim sangatlah rendah karena minimnya sumber daya ekonomi dan terbatasnya akses pengetahuan. Kerentanan ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan petani terhadap penggunaan pestisida sintetis sejak <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/17/21/8119">revolusi hijau</a> –- gerakan global untuk menggenjot produktivitas pertanian melalui penggunaan teknologi – sejak tahun 1960-an.</p>
<p>Persoalan ini mesti diatasi karena perubahan iklim berisiko meningkatkan serangan hama. Akhirnya petani yang bergantung dengan pestisida sintetis terpaksa meningkatkan penggunaannya karena tak mau mengambil risiko kegagalan panen. </p>
<p>Padahal, penggunaan pestisida yang berlebihan dapat meningkatkan resistensi hama serta berdampak pada kualitas tanah serta komoditas pertanian yang ditanam.</p>
<h2>Dimabuk pestisida sintetis</h2>
<p>Saya melakukan penelitian seputar kondisi adaptasi petani di Indramayu selama 2017-2019. Indramayu merupakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877705815033846">salah satu ‘lumbung padi’</a> yang memasok 60% total produksi beras di Jawa Barat.</p>
<p>Studi saya menemukan sebanyak 99% responden petani di Indramayu menggunakan lebih dari satu bahan aktif pestisida sintetis baik itu jenis insektisida (racun serangga) ataupun herbisida (pengendali gulma ataupun tanaman pengganggu) dengan frekuensi sebanyak 7 hingga 8 kali dalam satu musim tanam padi. Jika terjadi serangan hama yang masif di lahan sawah, penggunaan insektisida sintetis dapat mencapai 10 hingga 12 kali.</p>
<p>Sementara, saya mendapati hanya satu persen responden petani yang tidak menggunakan pestisida sintetis.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/produksi-beras-juga-bisa-beradaptasi-dengan-perubahan-iklim-syaratnya-riset-iklim-harus-diperbanyak-175737">Produksi beras juga bisa beradaptasi dengan perubahan iklim, syaratnya riset iklim harus diperbanyak</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Di Indramayu, petani bahkan memakai herbisida berbahan aktif glifosat dan parakuat yang telah dilarang di banyak negara seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0308521X21001608?via%3Dihub">Australia</a>, Uganda, <a href="https://www.env-health.org/campaigns/glyphosate-why-the-eu-needs-to-protect-health-ban-the-popular-weedkiller/">Uni Eropa,</a> <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33402828/">Kosta Rika,</a> dan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/weed-science/article/abs/banning-of-herbicides-and-the-impact-on-agriculture-the-case-of-glyphosate-in-sri-lanka/E8EEC060B5130266AB1F4862922B5DDE">Sri Lanka</a>. Larangan ini <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1547691X.2020.1804492">berbasis studi</a> yang menunjukkan bahwa glifosat memiliki zat beracun yang meninggalkan residu dan punya risiko terhadap kesehatan manusia maupun satwa. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=807&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=807&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=807&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1015&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1015&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1015&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kemasan produk pestisida sintetis di lahan sawah (Dokumentasi penulis)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pemakaian pestsida sintetis ini berdampak besar pada keseimbangan ekosistem di Indramayu. Contohnya adalah <a href="https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/mimbaragribisnis/article/view/1639">resistensi hama</a> wereng batang coklat, wereng batang putih, dan tikus yang mengakibatkan <a href="http://www.radarcirebon.com/ratusan-hektare-tanaman-padi-terserang-opt.html/areal-pertanian-">kegagalan panen</a> ratusan hektare sawah di Indramayu. </p>
<p>Selain terkait produktivitas, penggunaan pestisida sintetis telah dianggap menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan (melalui upaya memanen padi sebanyak-banyaknya) bagi petani skala kecil. Umumnya, petani padi skala kecil <a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">tidak memiliki aktivitas alternatif</a> yang dapat menopang pendapatannya.</p>
<p>Anggapan berbahaya tersebut juga ‘dilestarikan’ melalui promosi pestisida sintetis oleh para produsen. Bahkan beberapa korporasi memberi iming-iming hadiah paket perjalanan kepada petani apabila membeli produk pestisida dengan jumlah tertentu. </p>
<p>Serbuan promosi tak berhenti sampai di situ. Saya menemukan produsen pestisida sintetis juga bermitra dengan petugas penyuluh pertanian maupun kelompok tani untuk meraup konsumen dalam jumlah besar. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=633&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=633&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=633&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=795&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=795&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=795&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Spanduk produk pestisida sintetis di toko sarana produksi tani. (Dokumentasi penulis)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Alih-alih sejahtera, anggapan yang salah soal pestisida tersebut justru menambah kerentanan ekonomi petani skala kecil lantaran sebagian besar modal bertani dihabiskan untuk membeli pestisida sintetis. Petani juga sering harus berhutang untuk membeli pestisida sintetis dengan dalih ‘<em>sing penting selamat</em>’ (yang penting selamat) alias terhindar dari risiko gagal panen. </p>
<p>Para petani sebenarnya mengakui penggunaan pestisida sintetis dalam jangka panjang dan intensitas yang tinggi berdampak pada resistensi hama. Namun, penggunaan tersebut mau tak mau dilakukan karena ketiadaan insentif sebagai jaring pengaman?* bagi petani saat terjadi gagal panen. </p>
<p>Kondisi lainnya yang memaksa penggunaan pestisida terkait dengan benih. Sejauh ini petani memprioritaskan benih yang bisa cepat dipanen dan memiliki produktivitas tinggi. Sayangnya, benih ini rentan terhadap serangan hama wereng batang coklat. </p>
<p>Sebenarnya pemerintah menyediakan benih yang bisa diakses petani. Sayangnya, selain menghasilkan beras berkualitas buruk sehingga tak laku dijual, benih ini juga tidak tahan hama.</p>
<h2>Kembali ke sekolah</h2>
<p><a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">Studi saya</a> menemukan kerentanan petani terjadi karena kekurangan pendampingan dari penyuluh pertanian maupun pemahaman terkait dampak-dampak perubahan iklim. Rendahnya tingkat pendidikan juga mempengaruhi akses petani terhadap pengetahuan. </p>
<p>Persoalan ini semestinya dapat diatasi secara cepat melalui gerakan penyuluhan pertanian oleh pemerintah. Gerakan yang digalakkan saat era Orde Baru ini melemah karena otoritas penyuluhan pertanian tak lagi menjadi perantara utama antara pemerintah dengan kelompok tani. Akibatnya, penyuluhan resiko penggunaan pestisida sintetis dan langkah antisipasi dampak penggunaan pestisida dalam jangka panjang kepada petani tidak berjalan optimal.</p>
<p>Pemerintah dapat memperkuat kembali gerakan penyuluhan pertanian hingga ke satuan administrasi terkecil seperti desa dan kelurahan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/petani-dan-nelayan-tak-bisa-menghadapi-pemanasan-global-sendirian-harus-berkelompok-168618">Petani dan nelayan tak bisa menghadapi pemanasan global sendirian, harus berkelompok</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Upaya lainnya adalah penggalakkan kembali Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang sempat sukses diberlakukan selama 1989-1999. Melalui program ini, petani dibekali informasi pengendalian hama terpadu (PHT) melalui penggunaan predator alami untuk mengusir hama. Dalam PPHT, petani masih dibolehkan menggunakan pestisida sintetis selama berada dalam jumlah yang aman.</p>
<p>Penyuluhan tersebut, berdasarkan <a href="https://theconversation.com/studi-ungkap-bagaimana-petani-indonesia-mampu-beradaptasi-hadapi-krisis-iklim-154980">studi yang saya lakukan</a>, efektif meningkatkan kemampuan adaptasi kolektif petani terhadap hama maupun perubahan iklim. Seorang petani alumni SLPHT juga menyaksikan lahannya yang tidak menggunakan pestisida sintetis menghasilkan hasil panen lebih besar dibandingkan lahan dengan pestisida sintetis.</p>
<p>Sejumlah studi di <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1016/j.njas.2020.100329">Malawi</a>, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1016/j.njas.2020.100329">Pakistan</a>, dan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s13412-017-0461-6">Jamaika</a> menunjukkan bahwa metode sekolah lapang petani terbukti efektif membangun ketahanan petani menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan kemampuan petani mengolah lahan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Peserta sekolah lapang para petani di Sumatra Utara.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Bitra.or.id)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun begitu, Prinsip PHT harus dianggap sebagai solusi sementara. Indonesia harus bertransisi dari praktik pertanian konvensional ke pengelolaan yang berkelanjutan, misalnya dengan menggalakkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3763/ijas.2010.0480">metode pertanian organik</a>.
Transisi juga mesti didukung pemberian insentif dan dukungan penyuluhan yang kuat sampai ke lapangan. </p>
<p>Pemerintah pun mesti merangsang aktivitas riset dan inovasi di bidang pertanian. Harapanya, rangsangan ini dapat memicu penemuan pengganti pestisida sintetis yang lebih efektif tapi tetap ramah lingkungan. Dukungan ini esensial agar ambisi ketahanan pangan dapat harmonis dengan kesejahteraan petani, kesehatan masyarakat dan kelestarian bumi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/182943/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ica Wulansari menerima dana dari Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan)</span></em></p>Selain rentan terhadap perubahan iklim, pestisida tersebut justru menambah kerentanan ekonomi petani skala kecil lantaran sebagian besar modal bertani dihabiskan untuk membeli pestisida sintetis.Ica Wulansari, Lecturer of International Relations, Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1549802021-02-26T10:46:29Z2021-02-26T10:46:29ZStudi ungkap bagaimana petani Indonesia mampu beradaptasi hadapi krisis iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/385375/original/file-20210220-17-1ranfuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=11%2C0%2C3982%2C2562&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para petani memiliki ketahanan sosial untuk menghadapi krisis iklim yang sedang terjadi. </span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.</span></span></figcaption></figure><p>Perubahan iklim berdampak pada siapa saja, termasuk para petani. </p>
<p>Perubahan iklim yang sering mengakibatkan kekeringan dan banjir bisa menimbulkan <a href="http://puslitbang.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/114">ancaman gagal panen</a> dan juga mengakibatkan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1878029616002371">penurunan produksi beras nasional</a>. </p>
<p>Beberapa kajian menunjukkan bahwa petani di berbagai belahan dunia, seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096316300250?via%3Dihub">di India</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096316301164?via%3Dihub">Pakistan</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096317300712?via%3Dihub">Ghana</a> dan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096317300402?via%3Dihub">negara-negara di Afrika Timur</a> tidak memiliki kemampuan melakukan adaptasi menghadapi perubahan iklim karena rendahnya sumber daya ekonomi dan terbatasnya pilihan baik berupa teknologi maupun infrastruktur. </p>
<p>Namun, berdasarkan hasil penelitian saya menunjukkan bahwa petani di kawasan Indramayu, Jawa Barat, mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim secara kolektif.</p>
<p>Sebagai negara yang sangat mengandalkan padi sebagai pangan pokok, survei ini penting untuk melihat ketahanan petani dalam beradaptasi atas dampak perubahan iklim yang sedang terjadi. </p>
<p>Apabila petani dapat membangun ketahanan secara mandiri, maka mereka dapat mencapai kesejahteraan dan berkontribusi positif terhadap keberlanjutan pasokan pangan nasional. </p>
<h2>Peran pemimpin, petani, dan tradisi adaptasi kolektif</h2>
<p>Kabupaten Indramayu merupakan lumbung beras terbesar di provinsi Jawa Barat karena menyumbang produksi beras sebesar <a href="https://jabar.bps.go.id/pressrelease/2018/11/01/682/luas-panen-dan-produksi-padi-di-jawa-barat-2018.html#:%7E:text=Dengan%20memperhitungkanpotensi%20sampai%20Desember%202018,Gabah%20Kering%20Giling%20(GKG)">1.391.928 ton pada tahun 2018</a>. </p>
<p>Namun, cuaca tidak menentu akibat perubahan iklim menjadi ancaman yang serius bagi petani lokal.</p>
<p>Dari hasil survei yang saya lakukan pada tahun 2019, setidaknya 70% dari 296 responden petani di Desa Nunuk menyatakan mereka tidak bisa lagi menentukan musim tanam. </p>
<p>Sebagai contoh, mereka sulit untuk menentukan awal musim tanam padi karena ketidakpastian terjadinya musim penghujan.</p>
<p>Selain itu, 58% petani menyatakan musim kekeringan semakin sering terjadi dan 69% mengakui bahwa musim penghujan semakin tidak menentu, baik waktu maupun intensitas. </p>
<p>Namun hasil survei saya juga menunjukkan bagaimana para petani desa Nunuk, Indramayu mampu beradaptasi terhadap ketidakpastian iklim melalui mekanisme partisipasi mereka dalam menentukan waktu tanam padi.</p>
<p>Di bawah kepemimpinan kepala desa, para petani lokal dapat menetapkan waktu tanam padi dengan menghitung siklus pertumbuhan hama dan mempertimbangkan informasi iklim dari ilmuwan.</p>
<p>Pengetahuan tentang hama ini didapatkan setelah mereka mengikuti program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Kabupaten Indramayu pada tahun 1994 hingga 1996. </p>
<p>SLPHT merupakan program nasional pemerintah pusat dengan bantuan teknis dari Badan Pangan Dunia (FAO), dan Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu sebagai pendamping para petani. Program ini digelar karena daerah tersebut <a href="https://www.mdpi.com/2075-4450/6/2/381">terkena serangan hama</a> secara masif pada tahun 1994 hingga 1995. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani desa Nunuk Kabupaten Indramayu tengah memanen padi pada September 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani Kabupaten Indramayu menanam padi di lahan persemaian pada Desember 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sejak itu, komunitas petani di desa Nunuk secara konsisten menerapkan pengetahuan dari SLPHT tentang hama dan skenario dalam menentukan masa tanam padi. </p>
<p>Selain itu, mereka mendapatkan informasi terkait iklim dari <a href="https://wil.ui.ac.id">Warung Ilmiah Lapangan</a>, program yang digagas oleh ahli agro-metereologi Cornelius J. Stigter (Wageningen University di Belanda) dan antropolog Yunita T. Winarto (Universitas Indonesia), tahun 2008. </p>
<p>Program ini membentuk suatu jaringan petani dan ilmuwan yang membantu meningkatkan kapasitas petani dalam melakukan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13639811.2018.1502514">antisipasi terhadap perubahan iklim</a>.</p>
<p>Dalam kasus desa Nunuk, ilmuwan memberikan <a href="https://www.mdpi.com/2073-4433/4/3/237">informasi iklim</a> untuk membantu petani dalam menentukan awal masa tanam padi. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Lokasi lahan sawah yang menerapkan percepatan tanam padi di Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu. Foto diambil pada September 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Ketahanan sosial kolektif</h2>
<p>Umumnya, secara individu, petani tidak memiliki kemampuan adaptasi menghadapi perubahan iklim karena faktor ekonomi dan akses pengetahuan yang terbatas. </p>
<p>Namun, ketika mereka beralih kepada kemampuan belajar secara kolektif untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang praktis untuk meningkatkan keterampilan, misalnya <a href="https://www.springer.com/gp/book/9783319285894">mengikuti Warung Ilmiah Lapangan</a>, maka daya tahan mereka terhadap perubahan iklim meningkat. </p>
<p>Ketahanan sosial secara kolektif ini yang membuat petani mampu menghadapi perubahan iklim.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=448&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=448&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=448&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=563&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=563&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=563&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Suasana Musyawarah Desa Nunuk dalam penentuan waktu tanam padi pada 13 November 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Berdasarkan penuturan para petani, kejadian gagal panen sudah jarang terjadi di daerah mereka. </p>
<p>Tahun 2016-17, mereka sempat mengalami gagal panen, tetapi ini disebabkan oleh petani di luar desa Nunuk yang melakukan percepatan tanam padi selama 3 kali dalam setahun.</p>
<p>Alhasil, hama wereng batang coklat juga menyerang lahan sawah mereka, dan seluruh kabupaten Indramayu. </p>
<p>Kebijakan tanam 3 kali dalam satu tahun adalah salah satu kebijakan nasional untuk meningkatkan produksi beras nasional sebanyak 1,7 juta ton setahun dengan luas areal 116 ribu hektar.</p>
<p>Modal <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264837718313759?via%3Dihub">kapital sosial</a> petani desa Nunuk yaitu partisipatif dalam tindakan kolektif juga mencegah kejadian gagal panen dan memperkuat adaptasi petani menghadapi perubahan iklim.</p>
<p>Ketahanan sosial merupakan suatu konsep yang menunjukkan bagaimana aktor-aktor sosial yang bergantung kepada sumber daya alam, seperti petani, dapat menciptakan pilihan adaptasi dari sumber daya komunitas.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/154980/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ica Wulansari menerima dana penelitian dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) sebagai penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia</span></em></p>Penelitian awal menunjukkan petani di Jawa Barat bisa bertahan menghadapi risiko perubahan iklim, seperti gagal panen akibat kekeringan dan serangan hama.Ica Wulansari, Mahasiswa S-3 Ilmu Sosiologi, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1465852020-09-24T07:23:44Z2020-09-24T07:23:44ZEnam dekade UU Pokok Agraria: reformasi pertanahan masih jalan di tempat, ancaman menghadang di depan<p>Pada 24 September 2020, <a href="https://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor-5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf">Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria</a> (UUPA) genap berusia 60 tahun.</p>
<p>Produk hukum yang dikeluarkan presiden Sukarno ini telah melalui perjalanan amat panjang di jagat hukum pertanahan Indonesia. </p>
<p>Saat UU itu dikeluarkan, <a href="https://spi.or.id/merealisasikan-semangat-keadilan-sosial-dalam-uupa-1960/">semua kalangan</a> seperti masyarakat adat, para petani, termasuk para pengusaha, menyatakan bawah bahwa UUPA merupakan jawaban dari perlawanan terhadap kolonialisme atas penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia. </p>
<p>Di samping sebagai pijakan dasar pertanahan nasional, saat itu pemerintah melalui UUPA ingin meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. </p>
<p>Semangat UUPA adalah membangun peradaban dan kedaulatan negara terhadap hak atas tanah. </p>
<p>UUPA bersandar pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan penguasaan negara terhadap bumi, air, dan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. </p>
<p>Enam dekade UUPA adalah momen refleksi. </p>
<p>Setelah puluhan tahun berjalan, reforma agraria yang diniatkan lewat UUPA masih belum mencapai tujuan akhirnya. Ke depan, masih ada ancaman-ancaman yang menghambat reforma agraria.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/logika-sektoral-dan-pasar-menjadi-masalah-utama-dalam-pelaksanaan-reforma-agraria-di-indonesia-135645">Logika sektoral dan pasar menjadi masalah utama dalam pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Belum mencapai hasil</h2>
<p>Dalam setiap rezim pemerintahan yang berkuasa, frasa “kebijakan reforma agraria” selalu ada dalam pernyataan visi, misi maupun program kerja. </p>
<p>Faktanya, kebijakan-kebijakan dan politik hukum yang dikeluarkan tidak senafas dengan reforma agraria. </p>
<p>Maria S.W. Sumardjono, begawan hukum agraria dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pernah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2010/09/24/03504295/twitter.com?page=all">menyebutkan</a> bahwa UUPA memiliki kekurangan-kekurangan secara isi dan belum mampu mengatasi pelbagai persoalan yang menyangkut konflik pertanahan di Indonesia. </p>
<p>Ia mengatakan bahwa kekurangan itu seharusnya dilengkapi di tahun-tahun berikutnya. </p>
<p>Namun pada masa Orde Baru di 1970-an, muncul pelbagai UU sektoral seperti UU kehutanan, pertambangan, minyak dan gas bumi, dan pengairan yang berorientasi pada pembangunan ekonomi. </p>
<p>Berbagai UU itu mereduksi UUPA sebagai UU yang mengatur pertanahan semata, dan mengesampingkan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum reforma agraria.</p>
<p>Ketentuan-ketentuan dalam UU sektoral tersebut tidak disandarkan pada aturan UUPA dan konsitusi bahkan melenceng dari prinsip-prinsip keadilan agraria.</p>
<p>Setelah Orde Baru jatuh pada 1998, era Reformasi ternyata juga tidak membawa perubahan berarti dalam reforma agraria. </p>
<p>Produk-produk hukum yang ditetapkan dan direncanakan dalam bidang agraria dan sumber daya alam masih mengabaikan keberpihakan terhadap masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam, perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik sebagaimana amanat UUPA. </p>
<p>Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.</p>
<p>Misalnya, awal tahun ini DPR mengesahkan <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20200512/44/1239644/dpr-sahkan-ruu-minerba-resmi-menjadi-undang-undang-">perubahan UU Mineral dan Batubara</a> (Minerba), <a href="https://nasional.tempo.co/read/1250545/ruu-sumber-daya-air-disahkan-walhi-swastanisasi-terselubung/full&view=ok">menghidupkan kembali</a> UU Sumber Daya Air yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015 silam, hingga merencanakan mengatur soal agraria dalam pembentukan rancangan omnibus law Cipta Kerja. </p>
<p>Itu semua merupakan upaya yang semata-mata mementingkan kepentingan ekonomi dan investasi namun mengabaikan prinsip-prinsip utama keadilan reforma agraria seperti tanah sebagai alat sosial, tanah bukan sebagai komoditas komersial, dan tanah untuk mereka yang benar-benar bekerja di atasnya. </p>
<h2>Ancaman di depan</h2>
<p>Kini setidaknya terdapat tiga titik api paling berbahaya yang mengancam masa depan UUPA dan reforma agraria. </p>
<p><em>Pertama</em>, wacana untuk mengundangkan berbagai pengaturan pertanahan dalam rancangan UU (RUU) Cipta Kerja. </p>
<p>Banyak sekali ketentuan dalam RUU tersebut yang berseberangan dengan prinsip-prinsip keadilan agraria. </p>
<p>Selama ini investor dan sebagian birokrat menganggap bahwa kesulitan memperoleh tanah merupakan salah satu <a href="http://kpa.or.id/media/baca2/siaran_pers/150/Atas_Nama_Pengadaan_Tanah_Untuk_Kemudahan_Investasi__Omnibus_Law_Cipta_Kerja_Bahayakan_Petani_dan_Masyarakat_Adat/">hambatan untuk berinvestasi</a>.</p>
<p>Lewat UU sapu jagat itu, ketentuan yang menyangkut pertanahan dan sumber daya alam diutak-atik dan diterobos tanpa mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan. </p>
<p>Misalnya, ada ketentuan tentang penghapusan kewajiban perkebunan mengusahakan lahan perkebunan dan sanksi bagi perusahaan yang tak menjalankan kewajiban. </p>
<p>Begitu juga ada ketentuan tentang pembentukan bank tanah sebagai upaya akselerasi proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur yang berdalih untuk kepentingan reforma agraria. </p>
<p>Kemudahan-kemudahan perizinan pertanahan atas nama pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur akan menyuburkan praktik-praktik makelar dan spekulan tanah.</p>
<p><em>Kedua</em>, semakin menjamurnya aturan sektoral atau peraturan perundang-undangan di bidang agraria pasca UUPA, yang berseberangan dengan nilai-nilai konstitusional dan HAM. </p>
<p>Akhir-akhir ini rakyat terus dihadapkan dengan kejutan-kejutan produk hukum serba instan yang tidak memihak pada kepentingan publik, tak terkecuali produk hukum di bidang agraria dan SDA. </p>
<p>Misalnya, UU Minerba yang baru memberikan kemudahan-kemudahan perizinan yang diberikan kepada taipan tambang sehingga memudarkan prinsip-prinsip kepastian hukum dan keadilan agraria. </p>
<iframe style="height:700px; width:100%; border: none;" src="https://databoks.katadata.co.id/datapublishembed/115547/di-sektor-mana-konflik-agraria-paling-besar-terjadi" width="100%" height="400"></iframe>
<p><em>Ketiga</em>, belum ada upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi letusan konflik agraria yang semakin meningkat tiap tahunnya. </p>
<p>Konsorsium Pembaruan Agraria, sebuah organisasi yang menyoroti kasus-kasus konflik lahan, <a href="https://www.krjogja.com/peristiwa/nasional/279-konflik-agraria-terjadi-di-indonesia-selama-2019/">mencatat pada 2019</a> terdapat 279 letusan konflik agraria dengan melibatkan 420 desa di berbagai provinsi. </p>
<p>Konflik agraria adalah penyebab terjadinya kerusakan lingkungan yang berujung pada terpinggirkannya hak-hak konstitusional masyarakat, terutama masyarakat adat.</p>
<p>Berdasarkan ketiga ancaman di atas, maka pilihan hukum paling ideal adalah pemerintah dan DPR menyusun kembali secara hati-hati cetak biru kebijakan pertanahan atau agraria berdasarkan perkembangan hukum dan masyarakat. </p>
<p>Cetak biru tersebut dapat berupa pembaruan-pembaruan kebijakan agraria dan sumber daya alam berdasarkan perkembangan yang menerjemahkan cita-cita keadilan agraria. </p>
<p>Cita-cita keadilan agraria tentu saja berkaitan dengan kepastian hukum kepemilikan tanah, pencegahan krisis ekologi, penyelesaian konflik, pengurangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.</p>
<p>Kebijakan tersebut harus menggambarkan apa yang menjadi visi, misi, tujuan, program, dan skala prioritas dalam reformasi pengaturan agraria. </p>
<p>Jika pemerintah dan DPR tidak melangkah ke arah itu, spirit UUPA untuk menyerasikan antara tujuan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan melalui reforma agraria akan semakin sulit terwujud; momen 60 tahun UUPA tidak akan berarti apa-apa.</p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146585/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Beni Kurnia Illahi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pengaturan pertahanan di RUU Cipta Kerja, bermacam UU sektoral, dan ketidakseriusan pemerintah mengatasi konflik menjadi ancaman di depan.Beni Kurnia Illahi, Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Universitas BengkuluLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1457552020-09-18T07:24:23Z2020-09-18T07:24:23ZPandangan negatif pada kelompok miskin tidak hanya salah, namun juga berbahaya<p>Ajakan untuk berpikir positif terhadap sesama sering kita dengar; namun sepertinya ini tidak berlaku pada cara pandang kita ke kelompok yang secara ekonomi tidak mampu. </p>
<p>Baik di percakapan sehari-hari maupun di sosial media, pandangan negatif ke kelompok miskin sering ditemui. Misalnya, mereka dianggap <a href="https://mojok.co/prm/ulasan/pojokan/orang-miskin-dilarang-punya-anak/">punya terlalu banyak anak</a> dan tidak peduli dengan pendidikan.</p>
<p>Kelompok miskin juga kerap dianggap memiliki <a href="https://www.idntimes.com/life/inspiration/muhammad-ridal/kebiasaan-buruk-si-miskin-gak-dilakukan-orang-kaya-c1c2/6">kebiasaan yang lebih buruk</a> dibandingkan dengan kelompok kaya. </p>
<p>Pemberian stigma ini tidak saja dilakukan oleh sesama warga, melainkan juga oleh pemerintah. </p>
<p>Yang belum lama terjadi, terkait dengan pandemi COVID-19, pemerintah mengeluarkan pernyataan – yang kemudian mereka <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52082427">klarifikasi</a>– bahwa <a href="https://kumparan.com/kumparannews/kunci-ri-lawan-corona-yang-kaya-dan-miskin-harus-saling-melindungi-1t6gyjoAFnJ/full">orang miskin dianggap rentan menyebarkan virus</a>.</p>
<p>Mengapa pandangan semacam ini muncul dan apa bahayanya?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-anak-dari-keluarga-miskin-cenderung-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa-penjelasan-temuan-riset-smeru-127625">Mengapa anak dari keluarga miskin cenderung akan tetap miskin ketika dewasa: penjelasan temuan riset SMERU</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Stigma ke kelompok miskin</h2>
<p>Pandangan negatif di masyarakat tentang kemiskinan telah ada sejak lama. Dua setengah abad lalu, penulis Inggris, <a href="http://oecdinsights.org/2013/09/20/poverty-then-and-now-part-1-rich-man-poor-man/">Arthur Young</a>, mengatakan bahwa: </p>
<blockquote>
<p>“semua orang, kecuali orang bodoh, tahu bahwa kelompok kelas bawah harus dibuat tetap miskin; jika tidak, mereka tidak akan bekerja keras”.</p>
</blockquote>
<p>Dalam pandangan ini, kemiskinan dianggap perlu sebagai konsekuensi untuk mereka yang dianggap malas.</p>
<p>Saat ini, meskipun mayoritas kita sepakat bahwa kemiskinan harus dihilangkan, pandangan negatif ke kelompok miskin belum sepenuhnya hilang. </p>
<p>Bahkan, sebagian orang menganggap ada sebagian kelompok miskin yang tidak berhak menerima bantuan pemerintah atau disebut <a href="https://theconversation.com/why-the-war-on-poverty-in-the-us-isnt-over-in-4-charts-99927"><em>undeserving poor</em></a>. </p>
<p>Kelompok yang masuk label ini umumnya terdiri dari orang-orang usia produktif yang masih terjebak dalam kemiskinan. Orang yang percaya bahwa ada kelompok <em>undeserving poor</em> menganggap kemiskinan yang dialami orang-orang usia produktif sebagai kegagalan individu dan bukan karena terbatasnya kesempatan.</p>
<p>Temuan terkini soal kemiskinan dari perspektif psikologi kognitif bertolak belakang dengan pandangan tersebut. </p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23990553/">Studi</a> yang dilakukan di India tahun 2013 menemukan bahwa petani tebu mengalami penurunan kemampuan kognitif yang signifikan ketika mereka miskin (sebelum masa panen) dibandingkan dengan ketika mereka punya uang (setelah masa panen).</p>
<p>Penurunan kemampuan kognitif di masa sulit mengganggu mereka dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kehidupan. </p>
<p>Hal yang mungkin sama terjadi pada kelompok menengah ketika sedang dalam kondisi terbatas misalnya lapar dan belum gajian. </p>
<p>Bedanya, berkurangnya kemampuan kognitif tersebut terjadi sementara pada kelompok menengah, tidak permanen seperti yang terjadi pada kelompok miskin.</p>
<iframe style="height:700px; width:100%; border: none;" src="https://databoks.katadata.co.id/datapublishembed/116232/10-provinsi-dengan-kemiskinan-tertinggi-di-indonesia-per-maret-2020" width="100%" height="400"></iframe>
<h2>Mengapa ada pandangan negatif?</h2>
<p>Ada beberapa potensi penjelasan di balik ini.</p>
<p><em>Pertama</em>, narasi tentang kemiskinan umum dibuat oleh kelompok dominan yang tidak banyak berinteraksi secara langsung dengan kemiskinan. </p>
<p>Keterbatasan ini berpotensi membuat mereka salah memahami kelompok miskin, dan menganggap kelompok miskin malas dan tidak memikirkan masa depan, meskipun riset berkata sebaliknya.</p>
<p>Di bidang pendidikan, <a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1219794.pdf">hasil studi</a> di Pulau Jawa pada 2019 menunjukkan bahwa meskipun memiliki pendidikan formal yang lebih rendah dibandingkan kelompok mampu, orang tua kelompok miskin tetap peduli dengan masa depan dan pendidikan anaknya. </p>
<p>Mereka juga ingin <a href="https://theconversation.com/sekolah-swasta-berbiaya-rendah-melayani-masyarakat-miskin-tapi-terpinggirkan-83895">anak belajar di sekolah berkualitas baik</a>.</p>
<p>Terkait dengan bantuan langsung tunai, evaluasi oleh SMERU Research Institute menunjukkan bahwa program itu efektif menurunkan kemiskinan dan <a href="https://www.smeru.or.id/sites/default/files/events/asep_suryahadi_-_dampak_program_bantuan_tunai.pdf">tidak membuat kelompok miskin menjadi lebih malas</a>.</p>
<p>Dalam hal reproduksi, studi yang dilakukan di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan bahwa kelompok miskin <em>tidak ingin</em> memiliki <a href="https://www.researchgate.net/publication/342974280_Do_Individuals_with_Higher_Education_Prefer_Smaller_Families_Education_Fertility_Preference_and_the_Value_of_Children_in_Greater_Jakarta">lebih banyak anak</a> dibandingkan kelompok mampu.</p>
<p>Dalam kasus-kasus keluarga miskin memiliki anak banyak, analisis yang dilakukan oleh Esther Duflo dan Abhijit Banerjee - keduanya penerima hadiah Nobel ekonomi dan profesor ekonomi di Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat (AS) - menunjukkan bahwa <a href="https://economics.mit.edu/faculty/eduflo/pooreconomics">kemiskinan rentan menyebabkan kelompok miskin punya banyak anak</a>. </p>
<p>Minimnya jaminan sosial dan terbatasnya akses ke layanan dasar meningkatkan kemungkinan pernikahan dini dan angka kelahiran, bukan sebaliknya.</p>
<p><em>Kedua</em>, pandangan negatif ke kelompok ekonomi rentan bisa juga terjadi karena, secara psikologis, kita memiliki <a href="https://lsa.umich.edu/psych/news-events/all-news/faculty-news/why-do-we-think-poor-people-are-poor-because-of-their-own-bad-ch.html">kecenderungan</a> untuk menghubungkan kegagalan orang lain dengan sifat mereka. </p>
<p>Di sisi lain, kita cenderung menghubungkan kegagalan kita dengan faktor sistem atau faktor eksternal.</p>
<p>Misalnya, jika kita terlambat datang di suatu pertemuan penting, kita mudah menyalahkan macet atau supir ojek yang salah memilih jalan. Jika hal yang sama terjadi pada orang lain, kita punya kecenderungan untuk menganggap mereka kurang disiplin.</p>
<p><em>Terakhir</em>, di level institusi, pergeseran kewenangan negara ke individu atau rumah tangga rentan menguatkan pandangan negatif masyarakat ke kelompok miskin. </p>
<p>Di Inggris, program pelibatan orang tua pada sekolah anak (yang menggeser tanggung jawab sekolah ke orang tua) rentan <a href="https://policy.bristoluniversitypress.co.uk/miseducation">mengkambinghitamkan orang tua miskin</a> atas rendahnya kemampuan akademis anaknya. </p>
<p>Jika anak tidak kunjung bisa membaca, maka orang tua miskin yang dianggap tidak mengalokasikan cukup waktu untuk membimbing anak.</p>
<p>Di Indonesia, hal yang sama makin sering didengar, terutama di masa pandemi ketika pembelajaran digantungkan pada keterlibatan aktif orang tua. </p>
<p>Tentu belajar dari rumah masih harus dilakukan untuk mencegah transmisi wabah di sekolah. Namun, sekolah perlu juga mempertimbangkan bahwa tidak semua orang tua punya sumber daya yang sama untuk mendukung anak secara akademis.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-belajar-dari-masa-lalu-bisa-mencegah-angka-kemiskinan-naik-selama-pandemi-covid-19-138521">Bagaimana belajar dari masa lalu bisa mencegah angka kemiskinan naik selama pandemi COVID-19</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa berbahaya?</h2>
<p>Pandangan negatif ke kelompok miskin berpotensi menghambat terjadinya inklusi sosial. </p>
<p>Berkurangnya rasa menghargai diri pada kelompok miskin akibat stigma negatif juga cenderung membuat mereka <a href="https://www.newmandala.org/the-poor-know-theyre-poor/">membatasi diri</a> dari kesempatan hidup dan bersosialisasi. </p>
<p>Stigma juga rentan memunculkan <a href="https://www.amazon.com/Humankind-Hopeful-History-Rutger-Bregman/dp/0316418536"><em>Golem effect</em></a>, yaitu efek yang muncul ketika ekspektasi rendah disematkan pada suatu individu oleh orang lain maupun oleh diri mereka sendiri.</p>
<p>Pandangan dan ekspektasi yang rendah ke kelompok miskin mempengaruhi perlakuan anggota-anggota masyarakat terhadap kelompok tersebut. </p>
<p>Guru yang memandang anak-anak ekonomi kurang mampu tidak memiliki semangat belajar, bisa jadi memberikan tantangan belajar yang minimal yang kemudian mempengaruhi performa belajar siswa miskin.</p>
<p>Stigma juga bisa menyebabkan kegagalan kebijakan. </p>
<p>Dalam buku mereka, profesor ilmu perilaku Sendhil Mullainathan dan Eldar Shafir mengungkapkan bahwa <a href="https://us.macmillan.com/books/9781250056115">pelatihan kerap menjadi solusi umum</a> untuk masalah kelompok marginal, misalnya kemiskinan dan pengangguran. </p>
<p>Meskipun mungkin ada manfaatnya, solusi seperti ini tidak selalu efektif dan justru berpotensi menambah beban kognitif kelompok miskin.</p>
<p>Hal ini sama sekali tidak membantah bahwa pendidikan penting untuk semua kelompok, termasuk kelompok miskin. </p>
<p>Namun pelatihan saja untuk menyelesaikan problem kompleks cenderung mengabaikan akar masalah lain yang juga penting ditangani.</p>
<h2>Bagaimana selanjutnya?</h2>
<p>Pandangan yang kurang akurat ke kelompok miskin bisa jadi juga disebabkan karena kurangnya representasi kelompok miskin dalam panggung publik. </p>
<p>Pembicaraan tentang kemiskinan atau isu sosial relevan lainnya masih didominasi oleh kelompok menengah urban. </p>
<p>Hal ini tidak mengherankan karena <a href="https://theconversation.com/mengapa-anak-dari-keluarga-miskin-cenderung-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa-penjelasan-temuan-riset-smeru-127625">proses mobilitas sosial di Indonesia yang sangat menantang untuk kelompok miskin</a>.</p>
<p>Semangat progresif untuk mendorong representasi kelompok marginal di isu-isu lain perlu dilakukan untuk isu kemiskinan.</p>
<p>Di isu <a href="https://www.fimela.com/fimelahood/read/3942435/panel-laki-gerakan-untuk-melawan-seksisme">gender</a>, gerakan panel perempuan memberikan lebih banyak kesempatan kepada perempuan untuk menyampaikan perspektifnya dalam forum publik.</p>
<p>Dalam isu <a href="https://theconversation.com/enhancing-the-involvement-of-people-with-disabilities-in-disability-research-128228">disabilitas</a>, telah ada dorongan untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam pelaksanaan riset. </p>
<p>Hal yang sama seharusnya juga dilakukan di isu kemiskinan atau isu-isu lain yang relevan dengan kelompok miskin.</p>
<p>Namun, upaya mendorong representasi ini harus bergerak lebih dari sekadar <a href="https://theconversation.com/diversity-quotas-will-only-lead-to-token-appointments-doing-more-harm-than-good-132244">tokenisme</a> yang menghadirkan representasi secara simbolis saja.</p>
<p>Selanjutnya, media dan pekerja yang bekerja di isu kemiskinan perlu <a href="https://www.opportunityagenda.org/explore/resources-publications/shifting-narrative-poverty">menggambarkan kelompok miskin</a> dengan lebih baik, tanpa harus meromantisasi kesulitan mereka. Ini bisa dilakukan dengan memahami konteks tempat kelompok miskin hidup. </p>
<p>Manusia, lepas dari latar belakang sosialnya, rentan membuat kesalahan. </p>
<p>Sayangnya, masyarakat kerap tidak menoleransi ketika kelompok miskin menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan standar dominan yang dianggap benar.</p>
<p>Mengutip sejarawan Belanda, Rutger Bregman, kemiskinan <a href="https://thecorrespondent.com/283/poverty-isnt-a-lack-of-character-its-a-lack-of-cash/37442933638-a4773584">bukan karena karakter yang buruk</a>, melainkan karena keterbatasan uang. </p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/145755/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Isi dalam artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi dimana penulis bekerja maupun afiliasinya.</span></em></p>Kita kerap menyalahkan ketika kelompok miskin berperilaku tidak sesuai dengan “standar” kelompok dominan.Senza Arsendy, Researcher, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1448792020-09-01T05:57:14Z2020-09-01T05:57:14ZSembilan mitos tentang pengembangan petani kopi khas<p>Seiring pesatnya perkembangan sektor kopi khas (spesialti) di pasar dunia <a href="https://investigasi.tempo.co/edisi-khusus-kopi/gerai-gelombang-ketiga/index.html">dalam beberapa tahun terakhir</a>, hubungan yang lebih erat tercipta antara pelaku industri di hilir (penyangrai/<em>roaster</em>) dan petani kopi. </p>
<p>Dulu, petani menanam, memanen, dan memproses kopi arabika secara tradisional, lalu menjual ke pengumpul. Pengumpul lalu membawa biji kopi ke pabrik pemrosesan sebelum kopi beras (<em>green bean</em>) diekspor atau dijual kepada <em>roaster</em> dalam negeri. </p>
<p>Sekarang, para <em>roaster</em> terdorong untuk langsung mencari biji kopi ke petani, sekaligus berusaha mendorong perbaikan kesejahteraan petani yang sebagian besar adalah keluarga miskin.</p>
<p>Ini menciptakan apa yang kami sebut sebagai <em>relationship coffee</em>.</p>
<p><em>Relationship coffee</em> adalah bentuk hubungan antara pembeli kopi (<em>roaster</em>) dan petani yang biasanya melibatkan interaksi pribadi, kepercayaan, transparansi harga, dan komitmen terhadap peningkatan mutu dan kesejahteraan petani. </p>
<p><em>Roaster</em>, dengan dukungan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, misalnya membangun Unit Pengolahan Hasil (UPH) untuk dikelola petani.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0305750X18301682">penelitian</a> kami menemukan bahwa upaya-upaya dalam <em>relationship coffee</em> justru tidak banyak membantu dalam usaha mengentaskan petani dari kemiskinan, meskipun dilakukan dengan itikad dan harapan baik.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0305750X18301682">Penelitian kami</a>, yang didanai oleh <em>Australian Centre for International Agricultural Research</em> (ACIAR) dari 2008 hingga 2020, melibatkan enam studi kasus di lokasi sentra produksi kopi spesialti di Sumatra Utara, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. </p>
<p>Melalui studi yang panjang dan interaksi intensif dengan para pemangku kepentingan di industri kopi, kami mengidentifikasi setidaknya sembilan mitos yang jamak dipahami oleh pemerintah, LSM, dan pelaku usaha tentang petani kopi, yang tidak sepenuhnya tepat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/biologi-kopi-sebagai-minuman-paling-populer-di-dunia-130326">Biologi kopi sebagai minuman paling populer di dunia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Sembilan mitos tentang perbaikan petani kopi</h2>
<p><strong>1. Meningkatkan pendapatan kopi akan selalu meningkatkan taraf hidup petani kopi</strong> </p>
<p>Petani kopi tidak serta-merta menggantungkan diri dari pendapatan panen kopi.</p>
<p>Ada lebih dari dua juta petani di Indonesia yang bertanam kopi sebagai bagian dari mata pencaharian, tapi sangat sedikit petani yang mengkhususkan diri <a href="https://www.inderscienceonline.com/doi/pdf/10.1504/IJBCRM.2020.108506">membudidayakan kopi</a>. </p>
<p>Kopi tidak selalu menjadi sumber pendapatan penting banyak rumah tangga petani, karena seringkali strategi penghidupan petani dibangun melalui diversifikasi usaha (tani dan non-tani) untuk mengurangi risiko. </p>
<p>Di kasus yang kami temui, peningkatan pendapatan kopi dilakukan melalui peningkatan produksi atau kualitas (yang berimplikasi pada harga). </p>
<p>Untuk itu diperlukan tambahan sumber daya (modal, lahan atau tenaga kerja). Usaha yang lebih besar di sektor kopi menjadi biaya di sumber pendapatan yang lain, sehingga pada akhirnya tidak selalu meningkatkan taraf hidup para petani.</p>
<p><strong>2. Memproduksi kopi berkualitas baik menghasilkan pendapatan lebih tinggi</strong> </p>
<p>Ini tidak selalu terjadi karena peningkatan mutu dapat juga meningkatkan biaya dan risiko bagi petani. </p>
<p>Biaya ini termasuk tambahan biaya tenaga kerja pemetikan yang selektif, pengupasan kulit buah kopi secara reguler, pemisahan biji kopi, serta penjemuran dan penyimpanan kopi secara lebih berhati-hati. </p>
<p>Tambahan biaya tersebut seringkali tidak sebanding dengan harga jual kopi.</p>
<p><strong>3. Menghilangkan pengumpul akan menghasilkan harga yang lebih tinggi bagi petani</strong></p>
<p>Pandangan bahwa pengumpul atau tengkulak itu eksploitatif tidak selalu tepat. Mereka juga seringkali berperan sebagai penyedia logistik yang paling efisien dan pengawas mutu. </p>
<p>Peran itu selalu diperlukan baik oleh petani, koperasi petani, atau pembeli hilir. </p>
<p>Saat peran ini digantikan oleh koperasi petani, inefisiensi dan pengelolaan yang buruk seringkali malah menyebabkan biaya operasional tinggi dan berdampak pada harga yang lebih rendah di tingkat petani.</p>
<p>Selain itu, pengumpul juga memiliki peran-peran penting lain, seperti penyedia pinjaman dan keperluan dasar yang mungkin sulit diakses oleh petani.</p>
<p><strong>4. Pengolahan kopi lebih lanjut akan selalu menambah nilai</strong> </p>
<p>Secara umum, pengolahan kopi arabika meliputi pengupasan, fermentasi, pencucian, penjemuran, pengupasan kulit tanduk, pembersihan dan penyeragaman ukuran biji (<em>grading</em>), penyangraian, penggilingan dan penyeduhan minuman. </p>
<p>Meskipun semua langkah ini layak dilakukan, petani tidak selalu melihat ini penting karena semua kegiatan ini membutuhkan waktu dan biaya. </p>
<p>Saat kegiatan pengolahan tersebut dilakukan pada skala kecil, biaya yang dikeluarkan seringkali melebihi nilai tambah yang dihasilkan. </p>
<p><strong>5. Masalah utama petani kopi adalah terbatasnya modal</strong> </p>
<p>Petani mungkin tidak memiliki akses pada layanan keuangan formal, tetapi seringkali juga petani tidak akan memilih berinvestasi pada kopi bahkan ketika mereka memiliki akses ke sana. </p>
<p>Rumah tangga di pedesaan Indonesia seringkali memandang pertanian sebagai bagian dari diversifikasi mata pencaharian untuk mengurangi risiko ketimbang sebagai “bisnis”. </p>
<p>Bagi petani, terlibat ke dalam jasa keuangan dan berutang justru dapat menjadi kontraproduktif.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pikir-lagi-cangkir-kopi-yang-dapat-digunakan-lagi-belum-tentu-lebih-baik-dari-yang-sekali-pakai-122275">Pikir lagi, cangkir kopi yang dapat digunakan lagi belum tentu lebih baik dari yang sekali pakai</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><strong>6. Kopi yang ditanam di daerah tertentu memiliki rasa yang superior</strong></p>
<p>Wilayah tertentu memiliki reputasi kuat sebagai penghasil kopi berkualitas tinggi (seperti Toraja di Sulawesi Selatan atau Gayo di Aceh), dan ini sering diasumsikan karena kondisi fisik geografi dan praktik budaya lokal. </p>
<p>Ini telah memicu minat yang kuat dalam Indikasi Geografis (penandaan asal produk) di seluruh dunia kopi, termasuk bagi pemerintah Indonesia. </p>
<p>Kenyataannya, mutu dibentuk melalui kombinasi antara lingkungan fisik geografis dan sistem pengolahan pascapanen - dan faktor kedua justru yang <a href="https://isiarticles.com/bundles/Article/pre/pdf/103772.pdf">dominan</a>. </p>
<p><strong>7. Koperasi petani adalah cara terbaik untuk mengorganisir petani</strong></p>
<p>Satu tujuan koperasi adalah untuk meningkatkan posisi tawar petani. </p>
<p>Tetapi, harga kopi secara umum dibentuk secara internasional dan ditentukan oleh pasokan dan permintaan dunia. </p>
<p>Koperasi petani lokal hanya akan dapat meningkatkan posisi tawarnya jika beroperasi sebagai serikat petani dan kinerjanya diawasi secara efektif - yang belum terbukti hingga saat ini. </p>
<p>Secara global, rantai nilai semakin didorong oleh pembeli. </p>
<p>Bahkan dalam konteks negara maju dengan tradisi koperasi yang kuat, posisi tawar koperasi petani terhadap pengecer dan perusahaan besar di industri hilir (<em>lead firms</em>) <a href="https://www.researchgate.net/profile/Jeffrey_Neilson/publication/327764501_Hilirisasi_Resource-based_industrialisation_and_Global_Production_Networks_in_the_Indonesian_coffee_and_cocoa_sectors/links/5ba33bd4299bf13e603e4e2f/Hilirisasi-Resource-based-industrialisation-and-Global-Production-Networks-in-the-Indonesian-coffee-and-cocoa-sectors.pdf">masih lemah</a>.</p>
<p><strong>8. <em>Relationship coffee</em> menghasilkan kopi yang lebih bermutu</strong></p>
<p>Pemilik kafe dan <em>roaster</em> sering beranggapan bahwa mereka akan mendapatkan kopi berkualitas lebih baik dengan membeli kopi langsung dari petani. </p>
<p>Akan tetapi, banyak <em>roaster</em> spesialti adalah bisnis skala kecil dengan omset yang terbatas.</p>
<p>Artinya mereka mungkin tidak mempunyai modal yang cukup untuk merekrut tenaga ahli di bidang rantai pasok. </p>
<p>Menghadapi pembeli bermodal kecil, maka logis bagi petani untuk ‘bernegosiasi’ untuk meminimalkan biaya dengan memberikan mutu yang juga minimal. </p>
<p><strong>9. Hubungan antara petani dan roaster berkelanjutan karena kepentingan bersama</strong></p>
<p>Keberlanjutan <em>relationship coffee</em> bergantung pada komitmen pembeli dan produsen untuk menjaga hubungan. </p>
<p>Masalahnya, tekanan pasar dan tantangan yang tak terduga seperti hambatan produksi, penurunan kualitas, dan peristiwa cuaca buruk dapat mengakibatkan rusaknya hubungan dagang. </p>
<p>Hal ini karena <em>roaster</em> pada akhirnya didorong oleh logika mencari untung dalam persaingan bisnis. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-anda-suka-kopi-dan-saya-pilih-teh-ternyata-terkait-dengan-gen-107518">Mengapa Anda suka kopi dan saya pilih teh, ternyata terkait dengan gen</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Membuat hubungan yang berkelanjutan</h2>
<p>Studi kami menggambarkan hubungan kompleks antara kopi dan pembangunan pedesaan. </p>
<p>Meskipun sebagian petani memperoleh manfaat dalam hal harga, pengetahuan dan keterampilan, secara umum, dampak pada kehidupan petani dan pembangunan desa sering tidak sesuai dengan klaim <em>roaster</em> dan agen pembangunan. </p>
<p>Bagaimana masa depan <em>relationship coffee</em>? Dapatkah model ini menawarkan sebuah alternatif yang berkelanjutan untuk rantai nilai hulu dan meningkatkan kesejahteraan petani kecil kopi? </p>
<p>Jika <em>roaster</em> serius melakukan pembangunan pedesaan, kami merekomendasikan mereka mulai memikirkan kembali mitos-mitos di atas. </p>
<p>Pesan kunci dari sembilan mitos itu adalah pentingnya mengelola risiko secara efektif dan mendistribusikannya secara adil di antara aktor yang terlibat. </p>
<p>Kerangka teoretis ‘penghidupan’ (<em>livelihood</em>) sering membantu menjelaskan mengapa intervensi pembangunan tertentu bisa sukses sedangkan yang lainnya gagal. </p>
<p>Meski banyak pihak memiliki itikad baik terkait pembangunan pedesaan, asumsi bahwa kopi merupakan jalan terbaik untuk keluar dari kemiskinan tidak selalu sesuai dengan prioritas penghidupan masyarakat lokal.</p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/144879/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Angga Dwiartama menerima dana dari Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Diany Faila Sophia Hartatri menerima dana dari ACIAR.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jeffrey Neilson menerima dana dari ACIAR. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Mark Vicol menerima dana dari ACIAR</span></em></p>Inisiatif roaster untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi khas (spesialti) seringkali mengecewakan.Angga Dwiartama, Assistant Professor, Institut Teknologi BandungDiany Faila Sophia Hartatri, Peneliti, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao IndonesiaJeffrey Neilson, Associate Professor of Economic Geography, School of Geosciences, University of SydneyMark Vicol, Assistant Professor of Rural Sociology, Wageningen UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1112632019-03-18T10:23:16Z2019-03-18T10:23:16ZMengapa Indonesia perlu dorong petani alih profesi? Pentingnya Dana Desa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/259351/original/file-20190216-56243-7v29kw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C998%2C667&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Dalam sebuah ekonomi, kontribusi pekerja sektor pertanian memang seharusnya berkurang seiring dengan berkurangnya kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB).</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Ketika membuka acara <a href="https://www.viva.co.id/berita/nasional/1014458-wapres-jk-khawatir-jumlah-petani-terus-menurun">Jakarta Food Summit</a> tahun lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan kekhawatirannya mengenai penurunan jumlah petani yang dianggap dapat mengganggu produksi pangan kita.</p>
<p><a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181105141729-532-344096/jumlah-petani-berkurang-tingkat-pengangguran-di-desa-naik">Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru</a> menunjukkan jumlah pekerja di sektor pertanian turun dari 35,9 juta orang atau sekitar 30% dari jumlah total pekerja pada tahun 2017 menjadi 35,7 juta atau sekitar 29% dari total pekerja di Indonesia pada tahun 2018. </p>
<p>Namun, penurunan proporsi petani bukanlah hal yang mengejutkan bagi negara yang ekonominya sedang bertumbuh. <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SL.AGR.EMPL.ZS?locations=US">Data</a> menunjukkan bahwa proporsi pekerja sektor pertanian di Malaysia jauh lebih kecil yaitu hanya 11%. Proporsi ini bahkan di bawah 2% untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman dan Inggris. </p>
<p>Kontribusi pekerja sektor pertanian memang seharusnya berkurang seiring dengan berkurangnya kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Jika tidak, tenaga kerja sektor pertanian akan berlebih dan menimbulkan masalah seperti produktivitas yang rendah, upah yang rendah serta kemiskinan.</p>
<p>Meski demikian, transformasi pekerja sektor pertanian ke sektor non-pertanian <a href="https://www.adb.org/publication/indonesia-enhancing-productivity-quality-jobs">tidak selalu terjadi secara langsung</a>. </p>
<p>Untuk dapat bekerja di sektor non-pertanian dengan upah yang lebih tinggi, sebagian pekerja pertanian perdesaan berpindah terlebih dahulu ke sektor non-pertanian perdesaan. </p>
<p>Membangun sektor non-pertanian yaitu pengembangan sektor industri dan jasa di perdesaan dapat dilakukan dengan adanya Dana Desa. </p>
<h2>Perpindahan tenaga kerja sektor pertanian</h2>
<p>Lambatnya penurunan jumlah petani membuat Indonesia belum secara optimal mendapatkan keuntungan dari transisi sektor pertanian ke sektor industri atau jasa. Fenomena transisi ini lazim terjadi pada negara-negara yang ekonominya sedang berkembang.</p>
<p><a href="https://www.adb.org/publication/indonesia-enhancing-productivity-quality-jobs">Perlu diketahui</a> bahwa kontribusi sektor pertanian di Indonesia menurun sebesar 74% tahun 1967 hingga 2014. Namun, dalam kurun waktu yang sama kontribusi tenaga kerja sektor pertanian hanya turun 50%.
Ini artinya, penurunan hasil pertanian tidak diiringi dengan penurunan jumlah petani yang seimbang. </p>
<p>Dibanding negara tetangga, <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SL.AGR.EMPL.ZS?locations=US">laju penurunan</a> tenaga kerja pertanian di Indonesia hanya 1,6% per tahun dalam periode 1990 hingga 2017. Di Malaysia, penurunannya lebih cepat yaitu 2.3% per tahun; sementara di Thailand dan Vietnam 1,7%.</p>
<p>Salah satu alasan mengapa perpindahan petani ke sektor non-pertanian di Indonesia begitu lambat dibanding dengan negara-negara Asia yang lain adalah <a href="https://www.adb.org/publication/indonesia-enhancing-productivity-quality-jobs">rendahnya tingkat pendidikan</a>. Perpindahan tenaga kerja ini dapat dipercepat melalui penegakan wajib belajar 12 tahun di daerah perdesaan.</p>
<p>Selain itu, lambatnya adopsi teknologi pada sektor pertanian (mekanisasi) di Indonesia membuat tenaga manusia masih sangat dibutuhkan. Karenanya mekanisasi perlu dipacu untuk menurunkan ketergantungan terhadap tenaga manusia. </p>
<h2>Tenaga kerja berlebih dan kemiskinan</h2>
<p>Fenomena kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian ini sangat erat kaitannya dengan sulitnya mengentaskan kemiskinan di perdesaan. </p>
<p>BPS mencatat penurunan kemiskinan yang nyata dari tahun ke tahun. Bahkan tingkat kemiskinan untuk pertama kalinya menyentuh di bawah <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/17/064100926/sri-mulyani-angka-kemiskinan-di-bawah-10-persen-pertama-kalinya-dalam">10%</a> pada 2018.</p>
<p>Sayangnya, tingkat kesenjangan antara desa dan kota justru meningkat. Di <a href="https://theconversation.com/cek-fakta-apakah-benar-kemiskinan-di-desa-menurun-dua-kali-lipat-dibanding-di-kota-106524">tahun 2018</a>, tingkat kemiskinan di desa sekitar 13,2% sementara di kota hanya 7%. Selain itu proporsi orang miskin yang tinggal di desa adalah 60%: lebih banyak dibanding orang miskin yang tinggal di kota.</p>
<p>Jika dilihat dari pekerjaannya, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304387808000837?via%3Dihub">53% </a> orang miskin bekerja di sektor pertanian. Artinya sebagian besar kemiskinan di desa berasal dari pekerja di sektor pertanian. Hal ini berkaitan dengan jumlah petani yang berlebih dan rendahnya produktivitas tenaga kerja. </p>
<h2>Melihat dari kacamata teori</h2>
<p>Mengapa tenaga kerja yang berlebih mencerminkan tingkat produktivitas rendah di sektor pertanian? </p>
<p>Ilustrasinya sederhana, pekerjaan yang harusnya bisa diselesaikan oleh 3 orang saat ini diselesaikan oleh 10 orang yang berarti ada kelebihan 7 orang. <a href="https://nasional.kompas.com/read/2014/03/27/1855069/Dino.Pertanian.Indonesia.Harus.Tiru.Amerika">Dengan mekanisasi</a>, satu orang petani Amerika Serikat bisa memberi makan 235 orang, di Indonesia hanya 3 sampai 4 orang. </p>
<p>Sebenarnya ini merupakan gejala umum di negara berkembang di mana tenaga kerja relatif berlimpah dibanding tanah dan modal. <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1467-9957.1954.tb00021.x">Ekonom William Arthur Lewis (1954)</a> dalam teorinya tentang pembangunan ekonomi mengatakan bahwa kelebihan tenaga kerja tersebut seharusnya pindah atau terserap di sektor lain sehingga memicu pertumbuhan ekonomi selanjutnya.</p>
<p>Menurut Lewis, semua negara yang perekonomiannya bertumbuh akan mengalami transformasi struktural yaitu perpindahan sumber daya, termasuk tenaga kerja, dari sektor tradisional ke sektor modern yang lebih tinggi produktivitasnya dan lebih padat modal. </p>
<p>Dengan asumsi tingkat upah tetap, aliran sumber daya ini memungkinkan sektor modern terus bertumbuh dari tabungan dan investasi. Pertumbuhan sektor modern pun terus menyerap tenaga kerja dari sektor tradisional. Jadi, transformasi struktural merupakan akibat dari pertumbuhan ekonomi, dan jika dimanfaatkan secara optimum, maka akan memicu pertumbuhan ekonomi lagi. </p>
<h2>Strategi tranformasi</h2>
<p>Pengembangan industri dan jasa di perdesaan membuka peluang bagi pekerja pertanian perdesaan untuk memiliki pekerjaan sampingan yang juga dapat mengurangi dampak negatif dari mekanisasi pertanian. Pengalaman di sektor non-pertanian perdesaan ini mempermudah proses perpindahan para pekerja ke sektor non-pertanian. </p>
<p>Melalui Dana Desa, kegiatan pemberdayaan dapat diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas warga desa. Namun kegiatan pemberdayaan tersebut harus sesuai kebutuhan dan potensi desa. Dengan demikian, para pekerja di sektor pertanian dengan keterampilan yang memadai dapat beralih ke sektor non-pertanian di desa. </p>
<p>Menurut teori Lewis, kelebihan tenaga kerja pada sektor pertanian perdesaan akan terus diserap di sektor non-pertanian sampai pada titik di mana tidak ada lagi kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian. Kondisi ini sudah terjadi di negara-negara maju: pekerja pertaniannya sedikit namun sangat produktif.</p>
<p>Jadi, transformasi struktural perlu terus didorong karena memicu peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika tenaga kerja pertanian berkurang selama perpindahan tersebut meningkatkan kesejahteraan mereka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/111263/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Palmira Permata Bachtiar tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perlukah pemerintah khawatir dengan jumlah petani yang semakin berkurang?Palmira Permata Bachtiar, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1102902019-02-07T04:18:34Z2019-02-07T04:18:34ZEvaluasi Revolusi Hijau dan masalah tanah pertanian yang makin tandus<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/257517/original/file-20190206-174857-1b6r8yv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sumber beras dari sawah.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU0OTQ5Njc5OCwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNDQxMDc1ODk1IiwiayI6InBob3RvLzQ0MTA3NTg5NS9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJkZnhKNU9YVHV1VjN2Uk1JeTJzMndVaEE3U28iXQ%2Fshutterstock_441075895.jpg&pi=41133566&m=441075895">FiledIMAGE/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pekan lalu menyatakan tata niaga pupuk untuk pertanian dipengaruhi oleh <a href="https://www.liputan6.com/news/read/3887535/kementan-terus-perangi-pratik-mafia-pupuk">banyaknya mafia yang mengambil keuntungan</a>, termasuk sindikasi pupuk palsu yang merugikan petani dan merusak lahan pertanian. Lebih dari 700 perusahaan sedang diusut dan sekitar 400 perusahaan lainnya telah dihukum.</p>
<p>Walau menjadi produsen beras dan produk pangan lainnya untuk semua penduduk Indonesia, sekitar <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwih--6Ep6fgAhVJwI8KHRtoBb8QFjABegQIBRAC&url=http%3A%2F%2Fpangan.litbang.pertanian.go.id%2Ffiles%2FStatistik%2FStatistikPertanian2017.pdf&usg=AOvVaw1VYmSqkhKA_mTw6DvR8jmH">35 juta petani</a> selama puluhan tahun selalu menjadi kelompok marjinal. </p>
<p>Saat musim tanam akan dimulai, misalnya, harga pupuk produksi pabrik melejit dan terjadi kelangkaan pupuk yang membuat posisi mereka makin terjepit. Saat panen tiba, harga padi <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20180220/12/740961/harga-beras-mulai-turun-ini-faktor-penyebabnya">kerap anjlok</a>. Ini belum termasuk risiko tanaman padi dirusak oleh hama dan penyakit.</p>
<p>Saat ini, di pasaran tersedia pupuk buatan <a href="http://petrosida-gresik.com/id/bisnis/pupuk/pupuk-urea-subsidi-distributor">bersubsidi</a> dan <a href="https://www.pupukkaltim.com/id/produk-distribusi-tentang-produk">non-subsidi</a>. Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus tergabung <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/10/144544926/pupuk-bersubsidi-diberikan-jika-petani-tergabung-dalam-kelompok-tani">dalam kelompok tani</a>. Harga pupuk bersubsidi dan non-subsidi ditetapkan <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=2ahUKEwjGgtuD7-bfAhUTQH0KHRRBCdQQFjADegQICRAC&url=http%3A%2F%2Fpsp.pertanian.go.id%2Fassets%2Ffile%2F2016%2FPedoman%2520Pelaksanaan%2520Penyediaan%2520Pupuk%2520Bersubsidi%2520-%25202016.pdf&usg=AOvVaw2wr3yKkqwFLKYFPr0SBZgE">oleh Menteri Pertanian</a>.</p>
<p>Masalah bukan hanya terjadi pada kelangkaan dan mahalnya pupuk buatan, tapi juga cara memupuk dan pola tanam yang terus menerus sepanjang tahun. Jika tanah selalu ditanami, maka tanah tidak ada waktu istirahat untuk memulihkan energi. Cadangan unsur hara pada mineral primer habis diserap tanaman. Mineral primer berubah menjadi mineral sekunder atau mineral oksida yang mengandung sangat sedikit unsur hara tanaman.</p>
<p>Hasil <a href="https://agromedia.net/katalog/petunjuk-pemupukan-yang-efektif/">penelitian menunjukkan </a> tiap kali panen padi 4 ton gabah kering per hektare akan menghilangkan 32 kg unsur nitrogen, 36 kg unsur fosfat dan 21 kg unsur kalium dari dalam tanah. Kehilangan unsur-unsur hara ini harus dikompensasikan dalam bentuk penambahan unsur hara baru dari luar sesuai jumlah yang dibawa ketika panen dan ketersediaannya di dalam tanah. </p>
<h2>Revolusi Hijau</h2>
<p>Sebelum 1960-an, nama pupuk buatan seperti Urea, TSP atau SP-36 maupun KCl belum dikenal. Petani kala itu tidak memupuk dengan pupuk dari pabrik melainkan pakai pupuk kandang. Produksi padi, jagung, ubi dan sayur-mayur yang keluar dari lahan pertanian saat itu tetap tinggi dengan rasa yang lebih enak.</p>
<p>Intensifikasi pertanian, pemakaian pupuk pabrik, dan penggunaan varietas tanaman baru digagas melalui program <a href="http://www.agbioworld.org/biotech-info/topics/borlaug/borlaug-green.html">Revolusi Hijau</a> pada akhir 1960-an dan awal 1970-an. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa gencar menjalankan Revolusi Hijau ke seluruh dunia. Revolusi Hijau merupakan usaha untuk meningkatkan ketersediaan pangan utama (beras dan gandum) di negara berkembang dengan cara pemakaian varietas baru tanaman yang berproduksi tinggi. </p>
<p>Tujuan program ini sangat baik, untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang makin banyak. Para pakar pertanian menemukan terobosan untuk meningkatkan produksi pangan di negara berkembang dengan memperkenalkan pupuk buatan yang bisa meningkatkan produksi pertanian.</p>
<p>Intensifikasi pertanian dilakukan dengan cara peningkatan frekuensi penanaman padi dan palawija dalam sebidang lahan menjadi 2 atau 3 kali setahun. Program ini memang menaikkan jumlah hasil pertanian per hektare secara signifikan tapi berdampak buruk terhadap kesehatan tanah. Kesuburan alami tanah menurun drastis. Tanah tak lagi mempunyai nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. </p>
<h2>Mengapa harus memupuk?</h2>
<p>Pupuk buatan menemukan “mata rantai” dalam siklus Revolusi Hijau. Pupuk pabrikan dibuat dengan cara mengkondisikan persentase jumlah unsur hara yang dikandungnya. Era pupuk anorganik dan buatan ini dimulai pada 1939 saat ditemukan deposit garam kalsium di Jerman seiring munculnya teori baru tentang unsur hara dan kimia dalam bidang pertanian. </p>
<p>Ilmuwan Jerman <a href="https://www.sciencehistory.org/historical-profile/justus-von-liebig-and-friedrich-wohler">J. Von Leibig</a> mengemukakan teori bahwa tanaman membutuhkan unsur lain untuk pertumbuhannya, tidak hanya humus sebagai sumber unsur hara utama. Pupuk buatan yang pertama diproduksi adalah pupuk superfosfat. Sejak itu, diproduksi berbagai macam pupuk yang mengandung unsur hara dibutuhkan oleh padi dan tanaman budi daya lainnya.</p>
<p>Tanaman membutuhkan 16 unsur hara esensial dan enam unsur <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03650340.2015.1101070">mikro tergolong bermanfaat</a> untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan untuk menambah nutrisi atau unsur hara agar tanaman tumbuh besar dan menghasilkan buah (biji) yang optimal. </p>
<p>Terdapat beberapa unsur kimia yang diambil tanaman dari udara: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Unsur-unsur yang diserap akar dari tanah seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), fosfor (P) dan sulfur (S). Sembilan unsur hara ini dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak (disebut unsur hara makro esensial). </p>
<p>Unsur hara esensial adalah unsur yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi. Jika tanaman kekurangan unsur hara esensial maka pertumbuhannya terhambat dan tidak bisa berproduksi. Gejala kekurangan unsur hara esensial dapat diamati langsung seperti daun muda yang pucat dan kekuningan jika kekurangan N. <a href="https://soils.wisc.edu/facstaff/barak/soilscience326/macronut.htm">Kebutuhan</a> unsur hara makro ini antara 0,1% (Sulfur) sampai 1,5% (Nitrogen) dari berat kering panen tanaman. </p>
<p>Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit disebut sebagai unsur hara mikro baik yang esensial maupun <em>beneficial</em> (berguna). Unsur hara mikro esensial seperti molibdenum (Mo), tembaga (Cu), mangan (Mn), besi (Fe), boron (B), dan klor (Cl). Batas kritis kebutuhan untuk unsur hara mikro antara 0,1 ppm (part per million) untuk Mo sampai 100 ppm untuk Cl. Unsur hara <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03650340.2015.1101070">mikro beneficial</a> seperti aluminium (Al), kobal (Co), selenium (Se), silikon (Si), natrium (Na) dan vanadium (V).</p>
<p>Kekurangan unsur hara mikro esensial menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan baik. Sedangkan jika kekurangan unsur hara mikro <em>beneficial</em>, tanaman masih bisa tumbuh dengan baik. Penambahan unsur hara <em>beneficial</em> kepada tanaman akan meningkatkan ketahanan tanaman seperti ketika kekurangan air atau melawan penyakit tanaman. Jika unsur hara mikro <em>beneficial</em> terlalu banyak di tanah dan diserap tanaman akan menjadi unsur beracun.</p>
<p>Unsur hara di tanah tersedia karena proses <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S006521130860231X">pelapukan</a> dari mineral primer yang ada di batuan induk tanah, yang akan mengeluarkan beragam unsur hara baik makro maupun mikro. Proses pelapukan ini berjalan sangat lambat dan tidak bisa mengimbangi kebutuhan nutrisi tanaman yang dibudidayakan sepanjang tahun. Kekurangan nutrisi itulah yang ditambahi dengan pupuk buatan.</p>
<h2>Cara pemupukan yang tepat</h2>
<p>Terdapat beberapa kesalahan penggunaan pupuk yang kerap dilakukan oleh petani di sawah: kurang tahu jenis dan kegunaan pupuk serta waktu pemberian, kesalahan dosis pemakaian, dan kesalahan dalam cara aplikasi pupuk. </p>
<p>Petani kini sulit lepas dari pupuk buatan. Solusi mengatasi ini adalah pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan ilmuwan pertanian selalu memberikan penyuluhan kepada petani. Perguruan tinggi dapat berperan melalui program pengabdian kepada masyarakat. </p>
<p>Kesalahan prosedur yang paling umum adalah petani <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S100201601760393X">menaburkan urea</a> di atas tanah dan tidak membenamkannya. Padahal unsur nitrogen yang dikandung urea sangat mudah menguap sehingga sia-sia saja pemupukan. Ini merupakan kerugian yang diderita petani sebab produksi pertanian tetap rendah.
Perlu penelitian untuk mengukur berapa besar kerugian akibat kesalahan cara memupuk.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378429016302283">Pemberian pupuk</a> dan mekanisme penyerapannya oleh tanaman dapat dilakukan (1) melalui akar dengan cara memasukkan ke dalam tanah (pupuk akar) dan (2) melalui daun dengan cara disemprotkan ke daun (pupuk daun). </p>
<p>Aplikasi pupuk akar dapat dengan cara (1) membenamkannya dalam larikan, (2) membenamkannya dalam barisan, (3) disebarkan di atas tanah, (4) diberikan pada lubang yang sama saat penanaman benih atau bibit, (5) dicampurkan dengan air irigasi dan (6) <a href="https://kbbi.web.id/tugal">ditugalkan</a> atau dibuat lubang dengan kayu runcing. </p>
<p>Pupuk daun semakin hari semakin populer di kalangan petani dan dikategorikan sebagai pupuk majemuk (cairan dan serbuk). Jika berbentuk cairan, dapat langsung digunakan setelah diencerkan, sedangkan yang berbentuk serbuk harus dilarutkan dengan air lebih dulu. Pemakaian pupuk cair ini sangat menguntungkan karena respons tanaman terhadap pupuk cair lebih cepat bila dibandingkan dengan pupuk akar. Tapi harganya lebih mahal dan non-subsidi.</p>
<p>Penyerapan unsur hara pupuk cair oleh tanaman melalui <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780123948076000733">stomata</a> (mulut) daun di bagian bawah daun. Bagian ini mengatur penguapan air dari tanaman (transpirasi). Pada saat udara panas, stomata akan menutup sehingga tanaman tidak cepat kekeringan, sebaliknya jika suhu udara turun maka stomata akan membuka dan masuklah air ke dalam daun. </p>
<p>Adapun penyemprotan pupuk daun harus dilakukan pada saat stomata membuka dan suhu udara rendah yaitu pada pagi atau sore hari. Hindari penyemprotan pada siang hari karena cairan pupuk akan mudah menguap saat panas.</p>
<p>Cara-cara di atas merupakan langkah yang tepat untuk memulihkan tanah lebih subur, walau tetap bergantung pada pupuk buatan pabrik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/110290/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dian Fiantis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika tanah selalu ditanami terus menerus maka tidak ada waktu untuk istirahat untuk memulihkan energi. Kebutuhan nutrisi tanaman berkurang dan perlu ditambah.Dian Fiantis, Professor of Soil Science, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1037032018-09-24T04:21:57Z2018-09-24T04:21:57ZMelibatkan desa bisa bantu Jokowi penuhi target reforma agraria dan perhutanan sosial<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/237553/original/file-20180922-170656-ol78n7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3861%2C2566&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kabut di atas hutan di Pulau Jawa. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Bayangkan lahan seluas Pulau Jawa. Hampir seluas itulah kawasan hutan produksi yang ingin pemerintah alokasikan untuk dikelola petani Indonesia. </p>
<p>Presiden Joko “Jokowi” Widodo mencanangkan program yang dinamai Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) di awal pemerintahannya untuk menangani <a href="http://presidenri.go.id/program-prioritas-2/presiden-jokowi-reforma-agraria-untuk-atasi-ketimpangan-kemiskinan-dan-konflik.html">kesulitan akses lahan pertanian yang menjadi salah satu penyebab miskinnya masyarakat pedesaan</a>. Menurut pemerintah, ketiadaan lahan menyulitkan masyarakat desa mencari penghidupan dan memaksa mereka pindah ke kota. Namun penduduk desa dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah sulit untuk berkompetisi mendapatkan pekerjaan di kota. </p>
<p>Dalam program ini Jokowi mencanangkan program perhutanan sosial, yaitu pemberian izin pengelolaan kawasan hutan produksi negara seluas 12,7 juta hektar kepada petani atau hampir seluas Pulau Jawa yaitu 12,8 juta hektar. </p>
<p>Jokowi juga menargetkan 9 juta hektar (sekitar 70% luas Pulau Jawa) lahan pertanian, perkebunan, dan hutan produksi untuk program reforma agraria. Pemerintah melakukan program ini dengan melegalisasi tanah masyarakat–seperti tanah transmigran dan tanah milik masyarakat yang belum memiliki sertifikat–serta redistribusi lahan, yaitu memberikan kepada masyarakat tanah terlantar, lahan swasta yang hak gunanya sudah kadaluarsa dan lahan-lahan kawasan hutan yang terbengkalai. </p>
<h2>Pencapaian sejauh ini</h2>
<p>Indonesia memiliki persoalan ketimpangan penguasaan lahan. Ketimpangan ini terjadi karena proses historis di masa lalu, yang membolehkan pelaku ekonomi raksasa mendapatkan hak pengelolaan lahan dalam skala besar, sementara rakyat di kelas bawah makin kehilangan lahan mereka.</p>
<p>Indikator yang paling nyata bagaimana ketimpangan ini terjadi adalah penguasaan hutan konsesi seluas <a href="http://presidenri.go.id/berita-aktual/reforma-agraria-redistribusi-lahan-redistribusi-kesejahteraan.html">35,8 juta hektar</a> oleh hanya 531 perusahaan pemegang konsesi hutan. Sebaliknya, terdapat lebih kurang 31.951 desa berada dalam status ketidakjelasan karena berada di kawasan hutan. </p>
<p>Indikator yang lain adalah lebih dari separuh jumlah petani Indonesia, yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 sejumlah 39 juta jiwa yang setengahnya memiliki lahan pertanian kurang dari <a href="http://presidenri.go.id/berita-aktual/reforma-agraria-redistribusi-lahan-redistribusi-kesejahteraan.html">0,5 hektar</a> atau lebih kecil dari lapangan sepak bola. </p>
<p>Menjelang akhir periode kepresidenan Jokowi pelaksanaan program ini masih jauh dari target. Dari target 12,7 juta hektar kawasan hutan untuk perhutanan sosial, petani baru diberi tambahan akses untuk <a href="http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/1516">1,9 juta hektar hingga September 2018. Sementara untuk hutan adat, baru sekitar 25 ribu hektar</a>. Masalah kesulitan mencapai target juga terjadi untuk program redistribusi lahan. </p>
<p>Saya meneliti pelaksanaan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial di Jawa, terutama dalam lingkup perhutanan. </p>
<p>Dari penelitian yang saya lakukan bersama dengan organisasi tani dan para pegiat reforma agraria melalui pendekatan riset aksi di Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten), saya berargumen bahwa kesulitan pemerintah mencapai target dalam program ini akan dapat sedikit banyak diatasi jika pemerintah menjadikan desa sebagai aktor utama dalam pelaksanaan program ini. </p>
<h2>Hutan-hutan di Jawa</h2>
<p>Fokus penelitian saya adalah kawasan hutan di Jawa. Karena statusnya sebagai pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia (<a href="https://www.bps.go.id/statictable/2009/02/20/1267/penduduk-indonesia-menurut-provinsi-1971-1980-1990-1995-2000-dan-2010.html">60% penduduk Indonesia berada di Jawa</a>) banyak orang mungkin tak menyadari bahwa pulau ini memiliki <a href="https://foresteract.com/hutan-pulau-jawa/">sekitar 3 juta hektar kawasan hutan</a>, yang sekitar 2,54 juta hektar dikelola oleh Perusahaan Umum Perhutani, yaitu badan usaha milik negara yang mengelola hutan produksi milik negara. </p>
<p>Hutan-hutan ini ada di Jawa Barat, contohnya di Tasikmalaya, Garut, Ciamis; Jawa Tengah di Banyumas, Cilacap, Blora, dan di Jawa Timur, seperti Ngawi, Malang, Tulungagung serta di Banten yang berada di Serang, Pandeglang dan Lebak. Hutan-hutan ini memproduksi jati, mahoni, damar, dan pinus. </p>
<p>Hutan di Pulau Jawa kurang lebih dikelilingi oleh 6.807 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 13.410.384 kepala keluarga atau sekitar 30% penduduk Pulau Jawa. Meskipun masyarakat di Pulau Jawa adalah pemberi kontribusi terbaik dalam produk domestik bruto nasional dibandingkan pulau-pulau yang lainnya. <a href="http://fmsc.lk.ipb.ac.id/2016/04/26/hutan-di-pulau-jawa/">Sekitar 60% penduduk sekitar hutan di Pulau Jawa tergantung pada sektor pertanian, tergolong miskin</a>.</p>
<p>Untuk Pulau Jawa, Bali, dan Lampung pemerintah hanya melaksanakan program perhutanan sosial dan tidak memberlakukan program redistribusi lahan hutan dengan alasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) <a href="http://www.kpa.or.id/news/blog/jadikan-hutan-jawa-sebagai-obyek-reforma-agraria/">hanya mau melepaskan kawasan hutan di wilayah yang luasan hutannya di atas 30%</a>. </p>
<p>Tapi sebenarnya, pemerintah seharusnya meredistribusi lahan hutan di Jawa yang memiliki sejarah kepemilikan dengan mengembalikan tanah kepada pemiliknya. Beberapa wilayah hutan negara ada yang merupakan wilayah hak milik masyarakat yang diserobot negara. Di masa lalu, beberapa pemilik lahan diusir karena dituduh terlibat gerakan pemberontakan DI/TII atau terlibat Partai Komunis Indonesia yang dilarang pada 1966. </p>
<h2>Mengapa desa?</h2>
<p>Selama ini proses bagi petani yang memanfaatkan program reforma agraria dan perhutanan sosial sangat panjang. Individu atau kelompok akan mengajukan permohonan ke pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu waktu sekitar satu hingga tiga tahun hingga permohonan mereka dikabulkan. </p>
<p>Melibatkan desa bisa menjadi terobosan baru dalam mengupayakan pelaksanaan dan percepatan program reformasi agraria dan perhutanan sosial pemerintah. </p>
<p>Gagasan menjadikan desa sebagai aktor utama ini dilandasi pada beberapa pemikiran. </p>
<p><strong>1. Desa adalah lembaga pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat.</strong> </p>
<p>Dalam hal ini masyarakat dapat mengakses dan mengontrol desa dengan lebih mudah. Pun sebaliknya, desa akan mampu menjadi agen untuk mendistribusikan pemanfaatan pengelolaan sumber daya di wilayahnya, termasuk hutan.</p>
<p><strong>2. Desa merupakan institusi yang bersifat abadi dan selamanya menjadi bagian dari pengurus dan pelayanan bagi masyarakat.</strong> </p>
<p>Ini akan menjamin adanya keberlanjutan. Keberadaan desa berbeda dengan kelembagaan lain yang lebih bersifat sementara atau pun mudah terjadi perubahan internal atau bubar seperti: kelompok tani, koperasi maupun organisasi masyarakat sipil.</p>
<p><strong>3. Desa adalah institusi yang memiliki sumber daya pendanaan untuk mendukung implementasi program reforma agraria dan perhutanan sosial.</strong> </p>
<p>Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 19 tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2018. Aturan ini menyebutkan perhutanan sosial sebagai salah satu kegiatan prioritas dari anggaran desa. Ini sejalan juga dengan keinginan presiden untuk menjadikan desa sebagai pilar ekonomi nasional. Dengan menggunakan dana desa untuk mengembangkan sumber daya agraria yang ada di desa maka dana desa yang ada tersebut akan berkembang menjadi sumber daya ekonomi yang bisa menghidupi desa bahkan lintas desa.</p>
<h2>Bagaimana melibatkan desa?</h2>
<p>Untuk menjalankan reforma agraria dan perhutanan sosial oleh desa maka presiden perlu membuat regulasi yang menjadikan program ini prioritas dalam kebijakan dan penganggaran di level desa.</p>
<p>Dengan adanya regulasi tersebut maka seluruh desa yang ada di Indonesia dapat melakukan musyawarah desa untuk menentukan subjek dari reforma agraria dan perhutanan sosial, yaitu calon pemilik atau pengelola lahan. Musyawarah desa tersebut juga bisa menentukan objek reforma agraria dan perhutanan sosial, lahan serta hutan bagi petani. </p>
<p>Cara ini beda dengan upaya saat ini yang hanya menyelesaikan kasus berlandaskan konflik ataupun melibatkan kelompok atau organisasi yang sifatnya tidak menyeluruh. Dengan melibatkan seluruh desa maka tidak ada satu pun bagian dari Indonesia yang luput dari pelaksanaan program ini.</p>
<p>Untuk menjalankan program ini, maka pemerintah desa dengan melibatkan tokoh masyarakat, kelompok tani dan kelompok perempuan perlu melakukan langkah-langkah yang meliputi: identifikasi kondisi lahan atau hutan, pemetaan bersama, penentuan calon pemilik atau pengelola serta penentuan tanah yang akan dimiliki atau dikelola. Semua ini kemudian dibahas bersama dalam musyawarah desa. </p>
<p>Selain itu, pemerintah desa perlu membentuk lembaga yang merupakan representasi dari desa yang nantinya akan mengusulkan formulasi reforma agraria dan perhutanan sosial versi desa kepada pemerintah pusat melalui pemerintah kabupaten dan provinsi. Usulan dari desa ini yang kemudian oleh pusat dilakukan proses verifikasi dan penentuan jalan dalam penggunaan skema program ini. </p>
<p>Akhirnya, dengan melibatkan desa sebagai pelaksana reformasi agraria dan perhutanan sosial, tidak mustahil redistribusi aset dan akses lahan pertanian bagi petani di seluruh Indonesia dapat tercapai dan akan bisa melampaui target yang sekarang ini dicanangkan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/103703/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Barid Hardiyanto terafiliasi dengan Koalisi Pemulihan Hutan (KPH) Jawa dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH). </span></em></p>Menjelang akhir kepresidenan Joko Widodo target reforma agraria dan perhutanan sosial belum tercapai. Ini akan dapat diatasi jika pemerintah menjadikan desa sebagai aktor utama dalam program ini.Barid Hardiyanto, Awardee LPDP, Kandidat Doktor Ilmu Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/831122017-09-12T10:02:36Z2017-09-12T10:02:36ZKebijakan ‘zero-burning’ berpotensi merugikan petani—perlu pendekatan yang lebih fleksibel<p>Dalam rangka mengatasi bencana kebakaran dan asap yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup, <a href="http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt544603c2b2a07/node/lt544603c1022d5">sejak 2014 pemerintah Indonesia secara tegas melarang penggunaan api dalam pembukaan lahan gambut untuk pertanian</a>. </p>
<p>Pembukaan hutan dan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu sering menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yang besar. </p>
<p>Penelitian kami menemukan bahwa kebijakan tersebut, yang dikenal dengan “nol-pembakaran”, berpotensi merugikan petani skala kecil. Mereka telah lama menggunakan pembakaran terbatas sebagai praktik tradisional dan mempersiapkan hasil bumi yang beragam seperti beras dan jagung di daerah-daerah yang bukan lahan gambut. </p>
<p>Larangan penggunaan api untuk membuka lahan memperbesar biaya menyiapkan lahan untuk bercocok tanam dan untuk mengusir hama. </p>
<p>Fleksibilitas perlu diterapkan untuk membantu para petani bertahan dan mencegah mereka meninggalkan lahan mereka akibat tingginya biaya untuk bertani. </p>
<h2>Bagaimana larangan membakar mempengaruhi petani</h2>
<p>Saya melakukan penelitian bersama tim dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) berkolaborasi dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang, Sumatra Selatan, dan Universitas Lancang Kuning di Pekanbaru, Riau. Kami mempelajari bagaimana kebijakan nol pembakaran mempengaruhi praktik bertani dan penghidupan masyarakat. </p>
<p>Kami meneliti sembilan desa di tiga kabupaten (Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir) di Provinsi Riau dari Juli 2016 hingga April 2017. Kami melakukan diskusi kelompok terfokus (<em>focus group discussions</em>), mewawancarai narasumber-narasumber kunci, dan melakukan survei terhadap 280 keluarga. </p>
<p>Kami menemukan para petani kesulitan mengikuti alternatif yang disarankan pemerintah untuk menyiapkan lahan tanpa pembakaran. Mereka harus membuka lahan secara manual, menggunakan golok atau arit, dan membiarkan rumput dan sisa tebangan pohon membusuk dan terurai. Ini makan waktu lebih lama dari pembakaran—satu hingga dua bulan dibandingkan beberapa hari saja dengan api—dan lebih mahal karena biaya tenaga kerja. </p>
<p>Metode ini juga membawa hama dan penyakit dari tumpukan kayu, daun, dan rumput yang membusuk, sehingga mengancam hasil panen para petani. </p>
<p>Petani dari beberapa desa di Indragiri Hilir mengatakan pada kami bahwa kumbang kelapa menyerang pohon-pohon kelapa mereka karena perusahaan perkebunan tetangga mereka menggunakan metode tanpa bakar di area perkebunan mereka </p>
<p>Larangan bakar untuk pembukaan lahan juga membatasi kemampuan petani meningkatkan kesuburan tanah. <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s13593-016-0372-z">Penelitian</a> menunjukkan mineral yang dihasilkan proses pembakaran mengurangi tingkat keasaman tanah menjadi lebih alkalis dan subur. </p>
<p>Tanpa abu hasil pembakaran, petani perlu menabur dolomit untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini meningkatkan biaya produksi karena perlu 2 ton dolomit per hektar untuk hasil yang memuaskan. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/letusan-gunung-agung-bisa-menghasilkan-tanah-tersubur-di-dunia-85142">Letusan Gunung Agung bisa menghasilkan tanah tersubur di dunia</a></em></p>
<hr>
<p>Beberapa narasumber kunci mengatakan sejumlah pemilik lahan memutuskan menelantarkan pertanian mereka. Hasil panen mereka tak mampu menutupi biaya tinggi dari persiapan lahan. </p>
<p>Lahan-lahan terlantar menyebabkan risiko api liar yang lebih tinggi di musim kering karena meningkatnya biomassa dari tanaman yang dapat terbakar. </p>
<h2>Takut hukuman</h2>
<p>Pemerintah melarang pembakaran lahan gambut karena sulit mengatur api di ekosistem tersebut. Lahan gambut tersusun dari akar tanaman yang sedang terurai dan dapat mencapai puluhan meter ke bawah tanah. </p>
<p>Penanam kelapa sawit seringkali mengeringkan lahan gambut supaya mereka dapat menanam tanaman mereka. Membakar lahan gambut yang sudah kering demi menyiapkan lahan <a href="http://www.wri.org/blog/2015/10/indonesia%E2%80%99s-fire-outbreaks-producing-more-daily-emissions-entire-us-economy">secara signifikan meningkatkan emisi gas rumah kaca</a>, karena gambut akan terus terbakar dan mengeluarkan asap untuk waktu yang lama. </p>
<p>Pada kenyataannya aturan larangan bakar yang spesifik untuk lahan gambut tersebut, yang dituangkan dalam <a href="http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt544603c2b2a07/node/lt544603c1022d5">peraturan pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan lahan gambut</a> dan <a href="http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt585a31eb90cd7/node/534/peraturan-pemerintah-nomor-57-tahun-2016">revisinya</a>, diterapkan tidak hanya di area lahan gambut, tapi seluruh lahan pertanian di daerah tersebut. </p>
<p>Pemerintah telah membentuk Satuan Kebakaran Hutan dan Lahan (Satkarhutla), yang direkrut dari berbagai lembaga pemerintah pusat dan daerah, komunitas lokal, polisi dan militer, untuk mengawasi lapangan demi mencegah komunitas membakar lahan mereka. Satuan ini bukan hanya memadamkan kebakaran hutan dan lahan tapi juga menuntut para pelanggar. </p>
<p>Kebijakan ini membuat para petani sangat takut untuk membakar lahan mereka, meski penggunaan api dalam pembukaan lahan pertanian umum dilakukan dalam sistem pertanian mereka. </p>
<p>Sesudah melihat warga yang ditangkap karena membakar wilayah pertanian, setengah dari rumah tangga yang disurvei berhenti melakukannya. </p>
<p>Namun, ratusan petani lain dalam wilayah survei mengatakan mereka masih melakukan pembakaran untuk kegiatan pertanian mereka. Para petani ini telah lama menggunakan api untuk menyiapkan lahan dan belum menemukan cara lain yang lebih baik untuk menyiapkan lahan. Kebanyakan dari mereka melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Namun beberapa meminta izin pada pejabat desa untuk melakukan pembakaran dan ini menghasilkan dilema bagi para pejabat desa. </p>
<p>Ada juga orang-orang yang dibayar untuk membakar lahan untuk membuka perkebunan baru atau agar tanah tersebut dapat dijual ke investor perkebunan. Orang-orang ini adalah oportunis yang mencari keuntungan cepat dari pembakaran lahan. </p>
<h2>Pendekatan fleksibel</h2>
<p>Meski efektif mengurangi kebakaran hutan dan lahan, dalam jangka panjang kebijakan nol-pembakaran di lahan gambut bisa jadi merugikan industri pertanian lokal. </p>
<p>Perlu fleksibilitas dalam menerapkan kebijakan ini di lapangan. Para petani asli di wilayah non-gambut seharusnya diizinkan untuk menerapkan pembakaran lahan terbatas. Kearifan lokal di masyarakat membuat pembakaran terbatas mungkin dilakukan dengan panduan dari petugas pemerintah di lapangan. </p>
<p>Kegiatan patroli tetap dibutuhkan untuk mengendalikan kelompok oportunis yang mengejar keuntungan jangka pendek dengan membakar hutan tanpa memperhatikan keselamatan lingkungan. </p>
<p>Penting bagi petugas untuk memahami dan membedakan antara kelompok oportunis dan mereka yang betul-betul petani yang penghidupannya bergantung pada kegiatan pertanian. </p>
<p>Tak akan mudah bagi pemerintah untuk mengubah pendekatan petugas Satkarhula di lapangan. Namun penting bagi petugas-petugas ini untuk tak hanya tegas menindak pembakar oportunis, tapi juga membantu petani asli untuk menerapkan praktik pembakaran yang aman.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/83112/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dede Rohadi konsultan untuk Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). Opini ini bukan cerminan kebijakan CIFOR secara resmi. </span></em></p>Kebijakan nol-pembakaran berpotensi merugikan petani skala kecil. Larangan penggunaan api untuk membuka lahan memperbesar biaya menyiapkan lahan untuk bercocok tanam dan untuk mengusir hama.Dede Rohadi, Researcher, Centre for International Forestry ResearchLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.