tag:theconversation.com,2011:/us/topics/privasi-47533/articlesPrivasi – The Conversation2023-10-06T14:42:28Ztag:theconversation.com,2011:article/2150782023-10-06T14:42:28Z2023-10-06T14:42:28ZPrivasi dalam pemilu: data pribadi rentan disalahgunakan jelang tahun politik, kualitas demokrasi dipertaruhkan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/552297/original/file-20231005-29-mfxgul.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C26%2C5991%2C3961&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Surat Suara Pemilu 2019.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/banda-aceh-province-indonesia-17-april-2359885323">herims/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Penggunaan teknologi digital semakin masif dalam demokrasi elektoral, tidak terkecuali di Indonesia yang akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Media digital menjadi medium favorit, khususnya pada tahapan kampanye yang melibatkan <a href="http://privacyinternational.org/learn/data-and-elections">proses pengumpulan, penyimpanan, dan analisis data pribadi pemilih</a>. Partai politik menggunakan data-data tersebut untuk membuat profil pemilih dan acuan dalam menentukan strategi kampanye–dan ini berpotensi mendorong eksploitasi dan penyalahgunaan data.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/cara-penargetan-cambridge-analytica-di-facebook-menurut-orang-yang-membuatnya-94575">Skandal Cambridge Analytica</a> dalam Pemilu Amerika Serikat (AS) menjadi contoh bagaimana penyalahgunaan data pengguna media sosial dapat <a href="https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/view/37259">memengaruhi perilaku pemilih</a> melalui iklan politik yang ditujukan kepada audiens yang ditargetkan atau sesuai dengan materi iklan (<em>micro-targeting</em>) dan mengancam institusi demokrasi.</p>
<p>Namun, perlindungan privasi pemilih penting bukan hanya untuk menghindari eksploitasi dan penyalahgunaan data. Ada yang lebih fundamental, yakni berkaitan dengan kualitas demokrasi.</p>
<h2>Pentingnya privasi</h2>
<p>Mendengar istilah privasi, biasanya kita membayangkan upaya untuk merahasiakan <em>chat</em> kita dengan seseorang agar tidak dibaca oleh orang lain atau memilih untuk meninggalkan ruangan yang ramai ketika menerima telepon agar percakapan kita tidak didengar oleh siapapun. Contoh tersebut tidak salah, namun tidak sepenuhnya menjelaskan makna privasi.</p>
<p>Dalam <a href="https://spssi.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/j.1540-4560.1977.tb01879.x">perspektif psikologi</a>, seseorang dikatakan menjaga privasinya ketika ia menentukan sejauh mana ia ingin membuka atau menutup informasi tentang dirinya kepada pihak lain. Artinya, cakupan privasi dapat bervariasi, tergantung situasi dan tingkat kedalaman hubungan yang ia miliki dengan individu atau institusi.</p>
<p>Namun, satu hal yang pasti, privasi dapat <a href="https://privacyinternational.org/explainer/56/what-privacy">melindungi kita</a> dari pihak-pihak yang berupaya untuk mengontrol atau mengintervensi kita dengan cara membangun batasan (<em>boundary</em>) atas diri kita.</p>
<p>Di era digitalisasi dan informasi, privasi termasuk dalam <a href="https://www.humanrightscareers.com/issues/is-privacy-a-human-right/#:%7E:text=The%20right%20to%20privacy%20is%20considered%20fundamental%20because%20privacy%20protects,by%20much%20more%20powerful%20forces.">kategori hak dasar</a> karena mendasari hak-hak lainnya seperti kebebasan berpendapat, berekspresi dan berserikat.</p>
<p>Kini, masifnya penetrasi teknologi digital di kehidupan sehari-hari telah membuat perlindungan privasi semakin sulit ditegakkan. Sebab, digitalisasi lekat dengan kegiatan pengumpulan beragam informasi pengguna. </p>
<p>Fenomena ini disebut <a href="https://findingctrl.nesta.org.uk/text/shoshana-zuboff/"><em>surveillance capitalism</em></a>. Ini merujuk pada bagaimana teknologi “pintar” mengumpulkan data dari pengalaman personal manusia, baik melalui <em>online browsing</em>, aktivitas sosial media, segala pergerakan dan perpindahan lokasi, obrolan di dunia maya, serta ekspresi wajah, suara, teks, dan gambar, yang kemudian diterjemahkan sebagai data perilaku (<em>behavioral data</em>).</p>
<p>Data yang luar biasa besar dan banyak ini, selain digunakan untuk peningkatan kualitas produk dan layanan, juga digunakan sebagai masukan bagi produk kecerdasan buatan yang memprediksi perilaku kita.</p>
<p>Pengumpulan data pengguna yang masif oleh perusahaan teknologi menyebabkan adanya <a href="https://www.nytimes.com/2020/01/24/opinion/sunday/surveillance-capitalism.html">ketimpangan epistemik</a>, yaitu distribusi pengetahuan atau informasi yang tidak merata karena perusahaan memiliki lebih banyak pengetahuan tentang kita daripada yang kita miliki tentang mereka. Perusahaan teknologi berpotensi secara aktif memengaruhi dan mengontrol perilaku kita tanpa kita sadari.</p>
<p>Sebagai ilustrasi, ketika hendak membeli produk perawatan kulit, lazim bagi konsumen untuk mencari ulasan produk melalui mesin pencari. Kemudian, laman mesin pencari atau akun media sosial konsumen akan dipenuhi oleh beragam iklan produk perawatan kulit sejenis yang sudah dipersonalisasi berdasarkan data tentang konsumen. </p>
<p>Tak jarang, keputusan pembelian konsumen berakhir dengan membeli produk yang berbeda dengan yang direncanakan atau bahkan membeli lebih dari satu produk akibat terpengaruh oleh iklan yang muncul. Bagaimana teknologi prediktif mengintervensi perilaku pengguna dan mengarahkannya ke keputusan yang menguntungkan bagi perusahaan juga berlaku pada iklan dan kampanye politik. </p>
<h2>Perlindungan privasi cerminan kualitas demokrasi</h2>
<p>Perlindungan privasi sangat penting tidak hanya untuk kepentingan individu tetapi juga untuk menjaga iklim demokrasi agar tetap kondusif. Kualitas demokrasi suatu negara ditentukan oleh <a href="https://academic.oup.com/idpl/article-abstract/6/3/222/2447251">kompetensi demokrasi</a>, yaitu adanya kompetisi dan partisipasi masyarakat untuk memunculkan gagasan, argumen, dan diskursus. Diskursus tersebut terutama yang “kontroversial” dan heterogen karena hanya dengan demikian kompetisi dan partisipasi masyarakat menjadi lebih bermakna.</p>
<p>Agar dapat memunculkan gagasan dan diskursus yang berkualitas dan beragam, penting untuk memastikan bahwa masyarakat dapat menyampaikan pendapatnya secara otonom, independen, dan percaya diri. Di sinilah privasi berperan. Jaminan perlindungan atas privasi memungkinkan individu untuk berpikir dan mengekspresikan diri secara merdeka dan kreatif karena mereka tidak perlu mengkhawatirkan dirinya akan diamati, diintimidasi, atau didiskriminasi berdasarkan atribut yang melekat pada dirinya.</p>
<p>Sebagai contoh, apabila pemerintah di negara A selalu mengawasi masyarakat secara ketat serta tidak adanya jaminan atas perlindungan privasi, maka masyarakat akan membatasi kata kunci yang dicari di mesin pencari, buku yang dibaca, atau film yang ditonton karena mereka tahu mereka selalu dipantau.</p>
<p>Orang-orang akan berupaya tidak terlihat “mencolok” karena tidak ingin menerima konsekuensi seperti pengucilan atau bahkan sanksi karena mengakses informasi yang dilarang pemerintah. Implikasinya, individu tidak bisa mengembangkan <em>personal autonomy</em>, yaitu kondisi ketika seseorang berdaulat atas dirinya berdasarkan alasan, nilai, atau keinginan yang secara otentik datang dari dirinya sendiri. Akhirnya, terbentuklah masyarakat yang homogen dan seragam karena pengawasan yang dilakukan pemerintah menghalangi masyarakat untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan ide-ide inovatif.</p>
<p>Dengan demikian, kompetensi demokrasi tidak akan terbentuk di tengah masyarakat yang tidak ada perlindungan atas privasi. Ketiadaan perlindungan privasi juga menyebabkan gagasan yang muncul dari individu tidak dinilai berdasarkan substansinya, melainkan berdasarkan atribut si pemberi gagasan yang <a href="https://www.brookings.edu/articles/examining-the-intersection-of-data-privacy-and-civil-rights/">rentan diskriminasi dan persekusi</a>.</p>
<p>Sebagai contoh, seseorang dengan akun <em>pseudonim</em> (menggunakan identitas samaran) di Instagram mengkritik kebijakan pemerintah dengan kritik yang konstruktif. Namun, ia terkena <a href="https://katadata.co.id/agung/berita/62e8f01c48344/doxing-adalah-penyebaran-data-pribadi-tanpa-izin-ini-penjelasannya">doksing</a> (menyebarkan informasi pribadi orang lain tanpa izin) sehingga suku, agama, atau bahkan orientasi seksual minoritas individu tersebut terungkap. Fokus warganet akan bergeser ke atribut tersebut ketimbang membahas substansi gagasannya.</p>
<h2>Butuh upaya kolektif</h2>
<p>Pemahaman umum yang berlaku saat ini adalah bahwa privasi adalah tanggung jawab pribadi: data saya adalah milik saya dan hanya saya yang dapat melindungi dan mengontrolnya. Jika data saya bocor, maka itu salah saya karena ceroboh.</p>
<p>Namun, pada dasarnya privasi adalah barang publik yang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160791X20310381">bersifat agregat</a>, yaitu barang yang pemenuhannya bergantung kepada upaya kolektif dan berkelanjutan dari semua pihak. Singkatnya, privasi kita baru akan terlindungi apabila orang-orang di sekitar kita ikut menghormati dan menjaganya.</p>
<p>Kita pasti sering melihat bagaimana selebritas atau figur publik berupaya untuk menyembunyikan identitas anak atau keluarga mereka tetapi tetap bocor ke publik akibat fans atau wartawan yang tidak menghormati privasi yang telah mereka tetapkan. Karena sifatnya sebagai barang publik, maka perlindungannya pun tidak bisa dibebankan ke masing-masing individu.</p>
<p>Dalam konteks ini, peran pemerintah menjadi sangat penting, apalagi karena pemerintah juga berperan sebagai <em>data controller</em> atau entitas yang mengumpulkan data pribadi masyarakat, termasuk saat proses pemilu. </p>
<p>Kita patut merayakan pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi sebagai langkah awal menuju ekosistem digital Indonesia yang lebih berdaulat, meskipun masih terdapat <a href="https://theconversation.com/panel-ahli-uu-perlindungan-data-pribadi-rentan-makan-korban-dan-belum-jamin-proteksi-data-yang-kuat-191018">beberapa pekerjaan rumah</a> yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah.</p>
<p>Dalam konteks demokrasi elektoral, diperlukan penyesuaian terhadap aturan kampanye seiring dengan bergesernya lingkungan kampanye menjadi berbasis media digital. Transparansi dari semua aktor, mulai dari partai politik, pengiklan, dan platform digital, untuk memberikan informasi mengenai praktik pengumpulan data mereka, bagaimana data tersebut digunakan, dan bagaimana profil tersebut digunakan untuk menargetkan iklan politik kepada pemilih menjadi krusial.</p>
<p>Hal ini penting untuk memahami cara kerja kampanye politik sehingga dapat dipastikan tidak adanya penyalahgunaan data pribadi yang dilakukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215078/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mirna Rahmadina Gumati tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perlindungan privasi pemilih penting bukan hanya untuk menghindari eksploitasi dan penyalahgunaan data. Ada yang lebih fundamental, yakni berkaitan dengan kualitas demokrasi.Mirna Rahmadina Gumati, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2098222023-07-25T00:46:48Z2023-07-25T00:46:48ZChatGPT merupakan mimpi buruk bagi privasi data. Jika pernah memposting secara online, sepertinya perlu khawatir<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/537522/original/file-20230714-29-wdqkk2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>ChatGPT telah menggemparkan dunia. Dalam waktu dua bulan setelah dirilis, aplikasi ini telah mencapai 100 juta <a href="https://news.yahoo.com/chatgpt-100-million-users-january-130619073.html">pengguna aktif</a>, menjadikannya <a href="https://www.reuters.com/technology/chatgpt-sets-record-fastest-growing-user-base-analyst-note-2023-02-01/">aplikasi konsumen dengan pertumbuhan tercepat</a> yang pernah diluncurkan.</p>
<p>Para pengguna tertarik dengan <a href="https://oneusefulthing.substack.com/p/chatgtp-is-my-co-founder">kemampuan canggih</a> alat ini - dan khawatir dengan potensinya yang dapat menyebabkan gangguan di <a href="https://theconversation.com/chatgpt-students-could-use-ai-to-cheat-but-its-a-chance-to-rethink-assessment-altogether-198019">berbagai sektor</a>.</p>
<p>Implikasi yang jarang dibicarakan adalah risiko privasi yang ditimbulkan oleh ChatGPT pada kita semua. Baru-baru ini, <a href="https://blog.google/technology/ai/bard-google-ai-search-updates/">Google meluncurkan</a> AI (<em>artificial intelligence</em>) percakapannya sendiri yang disebut <em><a href="https://bard.google.com/">Bard</a></em>, dan yang lainnya pasti akan menyusul. Perusahaan-perusahaan teknologi yang bekerja pada AI telah memasuki perlombaan superioritas ini.</p>
<p>Masalahnya, hal ini didorong oleh data pribadi kita.</p>
<h2>300 miliar kata. Berapa banyak yang milik kamu?</h2>
<p>ChatGPT didukung oleh model bahasa besar yang membutuhkan data dalam jumlah besar agar dapat berfungsi dan berkembang. Semakin banyak data yang dilatih, semakin baik model ini dalam mendeteksi pola, mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya, dan menghasilkan teks yang masuk akal.</p>
<p>OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, memberi alat ini sekitar <a href="https://www.sciencefocus.com/future-technology/gpt-3/">300 miliar kata</a> yang diambil secara sistematis dari internet: buku, artikel, situs web, dan postingan - termasuk informasi pribadi yang diperoleh tanpa persetujuan.</p>
<p>Jika kamu pernah menulis postingan di suatu blog atau ulasan produk, atau mengomentari sebuah artikel secara daring, ada kemungkinan besar informasi ini dikonsumsi oleh ChatGPT.</p>
<h2>Jadi, mengapa hal itu menjadi masalah?</h2>
<p>Pengumpulan data yang digunakan untuk melatih ChatGPT bermasalah karena beberapa alasan.</p>
<p>Pertama, tidak ada satu pun dari kita yang ditanya apakah OpenAI dapat menggunakan data kita. Ini jelas merupakan pelanggaran privasi, terutama ketika data tersebut bersifat sensitif dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kita, anggota keluarga kita, atau lokasi kita.</p>
<p>Bahkan ketika data tersedia untuk umum, penggunaannya dapat melanggar apa yang kita sebut <a href="https://digitalcommons.law.uw.edu/wlr/vol79/iss1/10/">integritas kontekstual</a>. Ini adalah prinsip dasar dalam diskusi hukum tentang privasi. Prinsip ini mensyaratkan bahwa informasi individu tidak boleh diungkapkan di luar dari konteks penggunaan informasi tersebut.</p>
<p>Selain itu, OpenAI tidak menawarkan prosedur bagi individu untuk memeriksa apakah perusahaan menyimpan informasi pribadi mereka, atau untuk memintanya dihapus. Ini adalah hak yang dijamin sesuai dengan Peraturan Perlindungan Data Umum Eropa (<a href="https://gdpr-info.eu/art-17-gdpr/">GDPR</a>) - meskipun masih dalam perdebatan apakah ChatGPT mematuhi <a href="https://blog.avast.com/chatgpt-data-use-legal">persyaratan GDPR</a>.</p>
<p>“Hak untuk dilupakan” ini sangat penting terutama dalam kasus-kasus yang informasinya tidak akurat atau menyesatkan, yang tampaknya <a href="https://www.fastcompany.com/90833017/openai-chatgpt-accuracy-gpt-4">sering terjadi</a> pada ChatGPT.</p>
<p>Selain itu, data hasil pencarian ini yang digunakan ChatGPT bisa jadi merupakan hak milik atau hak cipta. Misalnya, ketika saya memintanya, alat ini menghasilkan beberapa bagian pertama dari buku Joseph Heller, <em><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Catch-22">Catch-22</a></em> - sebuah teks yang dilindungi hak cipta.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="ChatGPT" src="https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=263&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=263&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=263&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=330&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=330&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/509380/original/file-20230210-22-ylxsyx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=330&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">ChatGPT tidak selalu mempertimbangkan perlindungan hak cipta ketika menghasilkan <em>output</em>.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Akhirnya, OpenAI tidak membayar data yang diambilnya dari internet. Individu, pemilik situs web, dan perusahaan yang memproduksinya tidak diberi kompensasi. Hal ini sangat penting mengingat OpenAI baru-baru ini <a href="https://www.nasdaq.com/articles/microsofts-%2410-billion-investment-in-openai%3A-how-it-could-impact-the-ai-industry-and-stock">dihargai sebesar US$29 miliar (Rp 433 triliun)</a>, lebih dari dua kali lipat <a href="https://www.forbes.com/sites/nicholasreimann/2023/01/05/chatgpt-creator-openai-discussing-offer-valuing-company-at-29-billion-report-says/?sh=f2ca73b11e04">nilainya pada 2021</a>.</p>
<p>OpenAI juga baru saja <a href="https://openai.com/blog/chatgpt-plus/">mengumumkan ChatGPT Plus</a>, suatu paket langganan berbayar yang akan menawarkan pelanggan akses berkelanjut, waktu respons yang lebih cepat, dan akses prioritas ke fitur-fitur baru. Paket ini akan berkontribusi pada <a href="https://www.reuters.com/business/chatgpt-owner-openai-projects-1-billion-revenue-by-2024-sources-2022-12-15/">pendapatan yang diharapkan sebesar $1 miliar (Rp 15 triliun) pada 2024</a>.</p>
<p>Semua ini tidak akan mungkin terjadi tanpa data - data kita - yang dikumpulkan dan digunakan tanpa izin dari kita.</p>
<h2>Kebijakan privasi yang lemah</h2>
<p>Risiko privasi lainnya melibatkan data yang diberikan kepada ChatGPT dalam bentuk pertanyaan pengguna. Ketika kita meminta alat ini untuk menjawab pertanyaan atau melakukan tugas, kita mungkin secara tidak sengaja menyerahkan <a href="https://www.forbes.com/sites/lanceeliot/2023/01/27/generative-ai-chatgpt-can-disturbingly-gobble-up-your-private-and-confidential-data-forewarns-ai-ethics-and-ai-law/?sh=5d7dd7ce7fdb">informasi sensitif</a> dan meletakkannya di domain publik.</p>
<p>Misalnya, seorang pengacara mungkin meminta alat ini untuk meninjau draf perjanjian perceraian, atau seorang programmer mungkin memintanya untuk memeriksa sebuah kode. Perjanjian dan kode, selain esai yang dihasilkan, sekarang menjadi bagian dari basis data ChatGPT. Ini berarti mereka dapat digunakan untuk melatih alat ini lebih lanjut, dan disertakan dalam tanggapan terhadap permintaan orang lain.</p>
<p>Selain itu, OpenAI mengumpulkan cakupan yang luas dari informasi pengguna lainnya. Menurut <a href="https://openai.com/privacy/">kebijakan privasi</a> perusahaan OpenAI, mereka mengumpulkan alamat IP (Internet Protocol) pengguna, jenis dan pengaturan <em>browser</em>, dan data interaksi pengguna dengan situs - termasuk jenis konten yang digunakan pengguna, fitur-fitur yang mereka gunakan, dan tindakan yang mereka lakukan.</p>
<p>OpenAI juga mengumpulkan informasi tentang aktivitas penjelajahan pengguna dari waktu ke waktu dan di seluruh situs web. Yang mengkhawatirkan, OpenAI menyatakan dapat <a href="https://openai.com/privacy/">membagikan informasi pribadi pengguna</a> dengan pihak ketiga yang tidak ditentukan, tanpa memberi tahu mereka, untuk memenuhi tujuan bisnis mereka.</p>
<h2>Saatnya untuk mengendalikannya?</h2>
<p>Beberapa ahli percaya bahwa ChatGPT <a href="https://hbr.org/2022/12/chatgpt-is-a-tipping-point-for-ai">merupakan titik kritis bagi AI</a> - sebuah realisasi perkembangan teknologi yang dapat merevolusi cara kita bekerja, belajar, menulis, dan bahkan berpikir. Terlepas dari potensi manfaatnya, kita harus ingat bahwa OpenAI adalah perusahaan swasta pencari laba yang kepentingan dan kepentingan komersialnya tidak selalu selaras dengan kebutuhan masyarakat yang lebih besar.</p>
<p>Risiko privasi yang melekat pada ChatGPT seharusnya menjadi peringatan. Dan sebagai konsumen dari teknologi AI yang semakin banyak, kita harus sangat berhati-hati tentang informasi apa yang kita bagikan dengan alat tersebut.</p>
<p><em>The Conversation telah menghubungi OpenAI untuk meminta komentar, tetapi mereka tidak merespons hingga batas waktu yang ditentukan.</em></p>
<hr>
<p><em>Koreksi: sehubungan dengan potensi ChatGPT untuk menghasilkan teks berhak cipta, artikel ini sebelumnya merujuk pada novel Peter Carey, True History of the Kelly Gang, dengan tangkapan layar ChatGPT yang bukan merupakan kutipan aktual dari buku tersebut. Ini telah diubah menjadi contoh akurat yang merujuk pada buku Joseph Heller, Catch-22.</em></p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209822/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Uri Gal tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>ChatGPT dilatih dengan 300 miliar kata data pengguna, namun pengguna tidak memiliki cara untuk mengetahui apakah data mereka digunakan atau tidak.Uri Gal, Professor in Business Information Systems, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1986912023-01-28T03:42:45Z2023-01-28T03:42:45ZApa yang terjadi pada data pribadi kita ketika kita tidak lagi menggunakan media sosial?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/506786/original/file-20230127-12-lgo9m.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Apa yang terjadi pada semua konten yang diunggah di platform media sosial dan blog — seperti MySpace dan LiveJournal — lebih dari dua dekade lalu?</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock) </span></span></figcaption></figure><p>Internet memiliki peran sentral dalam kehidupan kita. Saya — dan banyak orang seusia saya — tumbuh beriringan dengan perkembangan media sosial dan platform konten.</p>
<p>Bersama rekan-rekan saya, saya membuat situs web pribadi di <a href="https://www.howtogeek.com/692445/remembering-geocities-the-1990s-precursor-to-social-media/">GeoCities</a>, membuat blog di <a href="https://www.livejournal.com/about/">LiveJournal</a>, berteman di <a href="https://www.failory.com/cemetery/myspace">MySpace</a> dan bergaul di <a href="https://www.macleans.ca/society/technology/nexopia-is-an-online-utopia-for-teens/">Nexopia</a>. Banyak dari platform dan ruang sosial sebelumnya menempati sebagian besar ingatan masa muda kita. Oleh karena itu, web telah menjadi keterikatan yang rumit yang menjadi dasar hubungan dan koneksi.</p>
<p>Penelitian doktoral saya melihat bagaimana kita telah menjadi “<em>databound</em>” — <a href="https://hdl.handle.net/1807/125246">terikat pada data yang telah kita hasilkan sepanjang hidup kita, baik dengan cara yang dapat kita kendalikan maupun tidak</a>.</p>
<p>Apa yang terjadi pada data kita saat kita meninggalkan platform? Apa yang seharusnya terjadi? Apakah Anda ingin mendapatkan jawabannya?</p>
<h2>Data pribadi dalam jumlah yang sangat besar</h2>
<p>Sebagai bagian dari pekerjaan, komunikasi, perbankan, perumahan, transportasi, dan kehidupan sosial kita, kita memproduksi data setiap hari. Kita sering tidak menyadari — dan oleh karena itu tidak dapat menghindarinya — berapa banyak data yang kita hasilkan. Kita juga jarang dapat menentukan cara penggunaan, penyimpanan, atau penyebarannya.</p>
<p>Kurangnya kendali ini berdampak negatif pada kita, dan efeknya tidak proporsional kaitannya dengan perbedaan ras, jenis kelamin, dan kelas. Informasi tentang identitas kita dapat digunakan dalam algoritme dan oleh orang lain untuk <a href="https://research-information.bris.ac.uk/en/publications/patterns-of-use-conceptualising-the-role-of-web-archives-in-onlin">menindas</a>, <a href="https://www.dhi.ac.uk/san/waysofbeing/data/data-crone-crawford-2015b.pdf">mendiskriminasi</a>, <a href="https://pudding.cool/2021/10/lenna/">melecehkan</a>,<a href="https://doi.org/10.7551/mitpress/10483.001.0001">menyebarluaskan data pribadi</a>, dan <a href="https://doi.org/10.26522/ssj.%20v15i3.2536">merugikan kita</a>.</p>
<p>Privasi data pribadi sering dipikirkan dengan adanya <a href="https://globalnews.ca/news/9271365/privacy-sobeys-data-breach-perscriptions/">pelanggaran perusahaan</a>, <a href="https://www.cbc.ca/news/canada/toronto/scarborough-health-network-data-breach-1.6465355">peretasan rekam medis</a>, dan <a href="https://toronto.ctvnews.ca/ontario-gamblers-affected-by-recent-betmgm-data-breach-1.6217778">pencurian kartu kredit</a>.</p>
<p>Penelitian saya tentang partisipasi kaum muda dan produksi data pada platform populer yang menjadi ciri akhir tahun 1990-an hingga 2000-an — seperti GeoCities, Nexopia, LiveJournal, dan MySpace — menunjukkan bahwa periode ini adalah era di mana privasi data jarang dipertimbangkan dalam konteks kontemporer.</p>
<p>Data seringkali bersifat pribadi dan dibuat dalam konteks partisipasi sosial dan digital yang khusus. Contohnya termasuk blog bergaya buku harian, penulisan kreatif, swafoto, dan ketika seseorang ikut dalam fandom. Konten buatan pengguna ini, kecuali memang ada tindakan untuk menghapusnya, dapat bertahan lama: ingat, <a href="https://www.salon.com/2018/01/10/the-tyranny-of-the-internet-is-forever/">internet bersifat abadi</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-real-problem-with-posting-about-your-kids-online-110131">The real problem with posting about your kids online</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Keputusan tentang apa yang akan terjadi pada jejak digital kita harus dipengaruhi oleh orang yang membuatnya. Penggunaannya mempengaruhi privasi, otonomi, dan anonimitas kita. Pada akhirnya, ini merupakan masalah kekuasaan.</p>
<p>Biasanya, saat situs web atau platform “mati,” atau “<a href="https://www.netlingo.com/word/sunset.php">tidak melanjutkan operasinya (<em>sunset</em>)</a>,” keputusan tentang data dibuat oleh karyawan perusahaan pada <a href="https://www.latimes.com/opinion/story/2021-05-04/yahoo-answers-shut-down-social-platforms">dalam kurun waktu tertentu (<em>ad-hoc</em>)</a>.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/Cm7qN7MuTMT","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<h2>Mengontrol data</h2>
<p>Data milik pribadi — yang diproduksi di platform dan dipegang oleh perusahaan — dikuasai oleh perusahaan, bukan orang yang memproduksinya. Lebih sering, opsi yang diberikan platform kepada pengguna untuk menentukan privasi atau penghapusan mereka tidak menghapus semua jejak digital dari basis data internal. Meskipun beberapa data dapat dihapus secara teratur (<a href="https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/mar/10/yahoo-deleted-all-my-emails-and-theres-nothing-i-can-do-about-it">seperti surel Yahoo</a>), data lain dapat tetap bertahan secara online untuk waktu yang sangat lama.</p>
<p>Terkadang, data ini dikumpulkan oleh <a href="https://archive.org/">Internet Archive</a>, sebuah perpustakaan digital online. Setelah diarsipkan, data tersebut menjadi bagian dari warisan budaya kolektif kita. Namun, tidak ada konsensus atau standar tentang bagaimana data ini harus diperlakukan.</p>
<p>Para pengguna harus diikusertakan untuk mempertimbangkan bagaimana data pada platform mereka dikumpulkan, disimpan, dipertahankan, disebarkan, atau dihapuskan, dan dalam konteks apa. Apa yang seharusnya terjadi pada data kita?</p>
<p>Dalam penelitian saya, saya mewawancarai para pengguna tentang pendapat mereka mengenai pengarsipan dan penghapusan data. Tanggapan yang diberikan sangat bervariasi: beberapa dari mereka kecewa ketika mereka menemukan blog mereka dari tahun 2000 telah lenyap, sementara yang lain merasa takut bahwa konten mereka masih ada hingga sekarang.</p>
<p>Perbedaan pendapat ini umumnya berada dalam konteks produksi seperti: ukuran asli audiens yang mereka lihat, kepekaan materi, dan apakah kontennya terdiri dari foto atau teks, menggunakan bahasa yang tidak jelas atau eksplisit, atau berisi tautan ke informasi yang dapat diidentifikasi seperti profil Facebook saat ini.</p>
<h2>Perlindungan privasi</h2>
<p><a href="https://aoir.org/ethics/">Para peneliti sering berdebat</a> apakah konten buatan pengguna harus digunakan untuk penelitian, dan <a href="https://doi.org/10.1108/JICES-12-2021-0125">dalam kondisi apa</a> konten tersebut dapat digunakan.</p>
<p>Di Kanada, <a href="https://ethics.gc.ca/eng/policy-politique_tcps2-eptc2_2022.html"><em>Tri-Council Policy Statement guidelines</em></a> (pedoman Pernyataan Kebijakan Tri-Dewan) untuk penelitian etis menegaskan bahwa informasi yang dapat diakses publik tidak memiliki ekspektasi privasi yang wajar. Namun, terdapat interpretasi yang menyertakan persyaratan khusus media sosial untuk penggunaan secara etis. Hanya saja, pembedaan konteks publik dan konteks privat tidak mudah dibuat dalam konteks digital.</p>
<p><a href="https://gdpr-info.eu/">Regulasi Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa</a> telah membantu mengubah standar penanganan data pribadi oleh perusahaan dan lainnya. Hal ini memperluas hak untuk mempertimbangkan pembatasan untuk mengakses, mengubah, menghapus, dan memindahkan data pribadi.</p>
<p>Pasal 17 dan 19 GDPR tentang <a href="https://www.dataprotection.ie/en/individuals/know-your-rights/right-erasure-articles-17-19-gdpr">hak untuk menghapus (hak untuk melupakan data)</a> merupakan langkah signifikan menuju hak privasi digital individu. Jika dapat berujung pada cedera pribadi, bahaya, atau memberikan informasi yang tidak akurat, para anggota UE dapat menghapus jejak digital mereka secara hukum.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="dua remaja perempuan yang memakai kacamata hitam mengambil swafoto" src="https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/506656/original/file-20230126-20-o6lxgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kita sering membuat dan mengunggah konten tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Hak atas keamanan online</h2>
<p>Namun, banyak yang berpendapat bahwa fokus pada privasi individu melalui <em>informed consent</em> (persetujuan yang diinformasikan) tidak ditempatkan dengan baik dalam konteks digital di mana privasi sering dialami secara kolektif. Model <em>informed consent</em> juga menegaskan harapan bahwa individu dapat mempertahankan batasan akan data mereka dan harus mampu mengantisipasi penggunaan data tersebut di masa mendatang.</p>
<p>Pengguna platform media sosial didorong untuk “mengambil alih” kehidupan digital mereka, sehingga <a href="https://reallifemag.com/digital-hygiene/">penggunaan data diri sendiri dapat selalu diawasi dan jejak digital dapat dibatasi</a>. Sebagian besar produksi data berada di luar kendali pengguna, hanya karena metadata dihasilkan dengan berpindah melalui ruang online.</p>
<p>Jika web akan menjadi ruang belajar, bermain, eksplorasi, dan koneksi, maka terus-menerus mengurangi risiko di masa depan dengan mengantisipasi bagaimana dan kapan informasi pribadi digunakan dapat secara aktif menghambat terwujudnya tujuan tersebut.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/au/topics/social-media-and-society-125586"><img src="https://images.theconversation.com/files/498128/original/file-20221129-22-imtnz0.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=144&fit=crop&dpr=1" width="100%"></a></p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198691/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Katie Mackinnon menerima dana dari Ontario Graduate Scholarship (OGS).</span></em></p>Pengguna media sosial dan platform penerbitan telah menghasilkan data dalam jumlah besar. Data ini bersifat online setelah platform telah lama berhenti digunakan dan dapat memengaruhi kehidupan orang.Katie Mackinnon, Postdoctoral Fellow, Critical Digital Humanities Initiative, University of TorontoLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1938442022-11-03T03:58:27Z2022-11-03T03:58:27Z‘Check-in’ sebelum menikah bisa dipenjara: Apakah pemerintah perlu mengatur urusan privat warganya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/493187/original/file-20221103-12-4l6w1k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/5LxEhLx3yBLaBBgDXVm0JJ?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Beberapa waktu lalu warganet di media sosial sempat resah perihal <a href="http://partisipasiku.bphn.go.id/ruu-kuhp/350/perzinaan">pasal dalam draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengatur ancaman pidana bagi pasangan belum menikah yang <em>check in</em> di hotel</a>. Sanksi yang dikenakan pasal ini adalah pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak 10 juta rupiah.</p>
<p>Dalam draft RKUHP terbaru, pasal 415 poin 1 berbunyi “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.”. Kemudian pasal 416 berbunyi “setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”.</p>
<p>Pasal ini menimbulkan banyak perdebatan di tengah masyarakat. Menurut beberapa pakar hukum,<a href="https://ylbhi.or.id/publikasi/artikel/pasal-zina-dalam-rancangan-kuhp-bermasalah-tak-jelas-arah/"> pasal zina dalam RKUHP ini bermasalah karena terlalu mencampuri ranah privat individu</a>.</p>
<p>Apakah pemerintah harus serta merta mengatur urusan privasi warganya? Apa manfaat serta konsekuensi yang akan ditimbulkan dari penerapan pasal ini nantinya?</p>
<p>Dalam episode terbaru SuarAkademia kali ini, kita berbincang dengan M. Fatahillah Akbar, dosen dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.</p>
<p>Menurut Akbar, hukum pidana seharusnya menyeimbangkan kepentingan negara, kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu.</p>
<p>Akbar menambahkan bahwa urusan perzinahan sebenarnya bisa diselesaikan, bahkan dihindari, dengan edukasi yang lebih baik terlebih dahulu daripada menggunakan pasal pidana yang belum tentu menyelesaikan masalah dan menimbulkan efek jera.</p>
<p>Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/193844/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Beberapa waktu lalu warganet di media sosial sempat resah perihal pasal dalam draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengatur ancaman pidana bagi pasangan belum menikah yang check…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1873742022-08-05T06:21:35Z2022-08-05T06:21:35ZLanggengnya akun-akun ‘kampus cantik’: gejala pendisiplinan tubuh perempuan di tengah pendidikan tinggi Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/477799/original/file-20220805-1342-ecqjm8.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(The Conversation/Wes Mountain)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Sejak beberapa tahun lalu, unggahan foto mahasiswi oleh berbagai akun ‘kampus cantik’ hadir di media sosial dan senantiasa mengundang kontroversi.</p>
<p>Berbagai diskusi mengkritik fenomena ini – dari masalah <a href="https://magdalene.co/story/akun-akun-mahasiswi-cantik-raup-untung-dari-objektifikasi-perempuan">komodifikasi dan komersialisasi konten</a> oleh akun kampus cantik hingga <a href="https://www.anakui.com/masuk-ui-cantik-malah-jadi-musibah-yuk-dengerin-curhatan-mereka-yang-fotonya-pernah-dicomot-akun-ini-bincang-ui-2/">pelanggaran privasi</a> yang kerap terjadi. </p>
<p>Misalnya, selama ini tak jarang akun-akun kampus cantik tersebut memuat foto <a href="https://www.instagram.com/p/Cfn-4nAvP5Z/?utm_source=ig_web_copy_link">tanpa persetujuan</a> mahasiswi yang bersangkutan.</p>
<p>Tapi, bukannya menutup akun, di tengah badai kritik ini banyak dari mereka yang sekadar mengunci profil sehingga tak mudah diakses publik. Akun <a href="https://www.instagram.com/uicantikid/">@uicantikid</a>, misalnya, bersifat privat dan hingga kini punya lebih dari 220 ribu pengikut, serta banyak memanfaatkan tagar agar publik bisa menemukan sejumlah besar foto mahasiswi.</p>
<p>Mereka tidak hilang, malah semakin tersembunyi dari pengawasan publik.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=292&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=292&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=292&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=367&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=367&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/477794/original/file-20220805-4466-arzjo.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=367&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Akun-akun ‘kampus cantik’ yang memiliki banyak pengikut dan mengunci profil tidak hilang dari media sosial, dan justru makin tersembunyi dari pengawasan publik.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam kacamata kami, akun-akun ini merupakan wujud praktik pendisiplinan tubuh perempuan yang membentuk sebuah <a href="https://genderlitutopiadystopia.fandom.com/wiki/Definition_of_Hegemony">hegemoni (kekuatan dominan)</a> atas gender di lingkungan kampus. </p>
<p>Untuk mendalaminya, kami mengumpulkan data secara daring menggunakan perangkat lunak analisis NVivo (NCapture) untuk memahami diskursus yang terjadi pada beberapa akun kampus cantik. Kami juga melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa dan alumni perguruan tinggi negeri mengenai persepsi mereka terhadap akun-akun ini.</p>
<p>Meski tak dapat digunakan sebagai generalisasi fenomena kampus cantik, studi kami menemukan kentalnya budaya objektifikasi perempuan – baik dari mahasiswa laki-laki atau perempuan, atau bahkan kampus melalui pembiaran. Ini terjadi di lingkungan pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi ruang kritis.</p>
<h2>Pendisiplinan tubuh perempuan lewat <em>male gaze</em></h2>
<p>Pakar teori film Laura Mulvey memperkenalkan konsep <a href="https://www.filminquiry.com/film-theory-basics-laura-mulvey-male-gaze-theory/">‘<em>male gaze</em>’</a> untuk menggambarkan bagaimana laki-laki menggunakan sudut pandangnya untuk menciptakan wacana tentang perempuan dalam layar.</p>
<p>Wacana ini berupa citra yang dibuat untuk memenuhi kepuasan (<em>pleasure</em>) laki-laki dengan perempuan sebagai objek. Dalam <em>male gaze</em> ini, laki-laki mengikat perempuan sebagai simbol untuk memenuhi fantasi seksual mereka melalui berbagai citra yang menghapus kualitas perempuan, sehingga pandangan tentang perempuan seakan hanyalah tentang tubuhnya.</p>
<p>Di sini, akun kampus cantik memangkas perempuan menjadi ‘seonggok daging’. Tapi, pada saat yang sama, mereka juga melatih perempuan lain <a href="https://dbpedia.org/page/Phallogocentrism">menormalisasi sudut pandang</a> yang menempatkan mereka sendiri sebagai objek pemuas seks.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/477800/original/file-20220805-23-u40qdl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Fenomena akun kampus cantik adalah gejala budaya ‘<em>male gaze</em>’ di lingkup pendidikan tinggi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Andy Simmons)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hal tersebut konsisten dengan data dalam studi ini. Baik laki-laki maupun perempuan memanfaatkan ruang yang disediakan akun kampus cantik untuk mereduksi keberadaan perempuan, sekaligus meminggirkan narasi tentang kemampuan akademik mereka. </p>
<p>Dulu kita menyalahkan media massa yang menyuguhkan konten-konten yang sesuai kepentingan mereka, termasuk konsep <em>sex sells</em> (seks itu menjual). Pada era digital, yang harapannya bisa mengangkat martabat perempuan, ternyata tak jauh berbeda dengan masa pra-digital. </p>
<p>Beragam komentar dari pengunjung laki-laki – seperti ‘<em>cantiknya</em>’, ‘<em>sensual banget</em>’, ‘<em>trauma sama yang tepos lur</em>’, ‘<em>angan-angan yang terlalu tinggi buatku yang ga sampai 170cm</em>’, ‘<em>dah kek tante aja</em>’, hingga ‘<em>cantik sama seksi beda ga bosque</em>?’ – menghiasi kolom komentar akun kampus cantik.</p>
<p>Sementara komentar dari pengunjung perempuan memperlihatkan bagaimana banyak dari mereka sendiri menormalisasi cara pandang tersebut. Tanpa sadar, perempuan menginternalisasi <em>male gaze</em> untuk memangkas keberadaan mahasiswi lain dengan berpartisipasi melalui komentar yang fokus pada penampilan.</p>
<p>Bagi saya, para perempuan ini seakan ‘meminjam mata laki-laki’ untuk mengobjektifikasi mahasiswi lain. </p>
<p>Ini memperlihatkan bagaimana laki-laki tak hanya berhasil menggunakan cara pandang mereka untuk mendisiplinkan tubuh perempuan. Laki-laki turut melibatkan perempuan untuk menciptakan sistem agar pendisiplinan tubuh perempuan terus berjalan. </p>
<h2>‘Rumah kenikmatan’ yang melanggengkan eksploitasi</h2>
<p>Fenomena akun kampus cantik mengingatkan saya juga pada buku <a href="https://archive.org/details/prostitutionofse00barrrich/page/n11/mode/2up"><em>The Prostitution of Sexuality</em></a>.</p>
<p>Sosiolog Kathleen Barry, sang penulis, menekankan segala praktik yang mereduksi perempuan sekadar jadi ‘seonggok daging’ adalah bentuk eksploitasi seksual. Akun kampus cantik, sebagai wacana maskulinitas, memajang wajah dan tubuh perempuan sebagai pusat perhatian di medsos, layaknya objek dalam etalase atau katalog.</p>
<p>Praktik tersebut menunjukkan adanya <a href="https://www.instagram.com/p/CeiuPHzBt_I/?utm_source=ig_web_copy_link">seksualisasi besar-besaran</a> terhadap mahasiswi. Kondisi ini pun didorong karakter media sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi antar-partisipan, sehingga mereka sekaligus dapat membangun jejaring. </p>
<p>Pengunjung akun kampus cantik – yang mayoritasnya laki-laki – tak hanya menikmati atau memilah gambar tertentu, tapi juga dapat mencari, mengunduh, mengunggah, membandingkan, melakukan penilaian (<em>love</em> atau <em>rating</em>), dan memberi komentar. Berbagai aktivitas ini memudahkan pengunjung untuk semakin mengeksploitasi perempuan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=344&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=344&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=344&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=433&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=433&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/477802/original/file-20220805-20052-gwa1qd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=433&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Akun kampus cantik memajang wajah dan tubuh perempuan sebagai pusat perhatian di medsos, layaknya objek dalam etalase atau katalog.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Flickr/Andrea44)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Wawancara kami dengan beberapa alumni kampus negeri memperlihatkan adanya beragam praktik kenikmatan laki-laki terkait foto mahasiswi dalam akun kampus cantik. Ini mulai dari sekadar kenikmatan melihat (<em>visual pleasure</em>) sampai kenikmatan seksual (<em>sexual pleasure</em>).</p>
<p>“<em>Awalnya cuma buat liat-liat, lama-lama buat bahan coli</em>,” ungkap salah satu responden.</p>
<p>Hasil wawancara ini konsisten dengan data yang kami tarik dari akun-akun tersebut. Kebanyakan komentar laki-laki yang kami kumpulkan mayoritas meminta nomor kontak WhatsApp, atau akun Instagram dan Twitter sang mahasiswi. Beberapa laki-laki nekat memberikan nomor kontak di kolom komentar dengan harapan mahasiswi yang dituju menghubungi nomor tersebut.</p>
<p>Komentar yang muncul menggambarkan bagaimana laki-laki mengkonstruksi seksualitas perempuan sebagai aset yang dapat diakses secara acak, gratis, dan semena-mena.</p>
<p>Simak saja komentar seperti ‘<em>yang kek gini nih bikin pengen kuliah offline</em>’, ‘<em>dijadiin bini seer nih</em>’, ‘<em>gemesin dan bikin ah sudahlah</em>’, hingga ‘<em>berapa semalam?</em>’.</p>
<p>Akun-akun kampus cantik ini berperan jadi suatu <a href="https://archive.org/details/prostitutionofse00barrrich/page/n11/mode/2up">‘rumah kenikmatan’ (<em>house of pleasure</em>)</a> – tempat untuk memangkas dan memarginalisasi peran seksual, sosial, dan politik perempuan. Sementara, industri dan media sosial berperan sebagai fasilitator kekuasaan patriarki yang mememberikan ruang seluas-luasnya bagi kenikmatan laki-laki.</p>
<h2>Institusi pendidikan, kekuasaan simbol, dan hegemoni</h2>
<p>Studi kecil yang kami lakukan menunjukkan bagaimana masyarakat – tak terkecuali mahasiswa laki-laki dan perempuan – melanggengkan budaya pendisiplinan tubuh perempuan, bahkan di lingkungan pendidikan tinggi. </p>
<p>Padahal, ada banyak sarjana, terutama feminis, yang menaruh harapan besar pada lembaga pendidikan tinggi untuk memberdayakan civitasnya. </p>
<p>Pembiaran penggunaan logo institusi pendidikan oleh akun kampus cantik juga tidak dapat dianggap sepele. Di balik setiap logo perguruan tinggi tersemat wacana kekuasaan yang bisa masyarakat artikan sebagai ‘legitimasi’ atas praktik objektifikasi dan pelanggaran privasi terhadap perempuan.</p>
<p>Sayangnya, belum ada kampus yang menyatakan keberatan secara resmi. Harus diakui, seringkali langkah ini adalah sesuatu yang mereka anggap dilematis. Mereka kerap menimbang antara ‘menjaga reputasi nama baik lembaga’ yang sudah dikenal, dengan komitmen untuk melindungi mahasiswi dari pencurian data dan eksploitasi. </p>
<p>Mereka lupa bahwa pembiaran ini pada akhirnya akan menormalisasi eksploitasi seksualitas perempuan.</p>
<p>Praktik-praktik akun cantik juga akan menjadi sebuah ladang yang menyuburkan praktik <a href="https://plato.stanford.edu/entries/beauvoir/#Bib">peliyanan (<em>othering</em>)</a> terhadap mahasiswi dan akademisi perempuan: apapun pencapaian mereka secara akademik, perempuan lahir hanya untuk menjadi objek seksual dan pemuas laki-laki. </p>
<p>Kampus seharusnya adalah lembaga yang yang memberi ruang sebesar-besarnya pada kemampuan akademis, bukan menyuburkan praktik yang memangkas keberadaan perempuan menjadi sebatas objek pemuas seksualitas laki-laki.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187374/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Akun-akun ‘kampus cantik’ merupakan gejala budaya pendisiplinan tubuh perempuan di lingkungan kampus, tempat yang seharusnya menjadi ruang kritis.Endah Triastuti, Lecturer, Researcher, Universitas IndonesiaBilly Sarwono, Guru Besar di bidang Ilmu Komunikasi dan Gender, FISIP Universitas Indonesia, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1741552022-01-04T04:37:53Z2022-01-04T04:37:53ZFitur pemindaian wajah pada ponsel dapat memicu kejahatan yang berbahaya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/438781/original/file-20211222-27-1olox78.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=22%2C15%2C5050%2C2806&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Fitur pemindaian wajah semakin kerap digunakan lebih dari yang kita bayangkan.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Pada 14 Desember, beberapa pemerintah provinsi di negara saya, Kanada, memerintahkan perusahaan pengenalan wajah Clearview AI untuk <a href="https://globalnews.ca/news/8451440/clearview-ai-facial-recognition-order-stop/">berhenti mengumpulkan — dan menghapus — gambar orang yang diperoleh tanpa persetujuan mereka</a>. </p>
<p>Diskusi tentang risiko sistem pengenalan wajah (<em>face recognition</em>) yang mengandalkan teknologi analisis wajah otomatis cenderung fokus pada perusahaan, pemerintah nasional, dan penegakan hukum. Tapi yang seharusnya menjadi perhatian besar adalah bahwa fitur pengenalan dan analisis wajah ini telah terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari kita.</p>
<p>Amazon, Microsoft, dan IBM telah <a href="https://www.vox.com/recode/2020/6/10/21287194/amazon-microsoft-ibm-facial-recognition-moratorium-police">berhenti memasok sistem pengenalan wajah ke kepolisian</a> setelah <a href="https://doi.org/10.1145/3306618.3314244">beberapa penelitian menunjukkan adanya bias algoritmik</a> yang secara tidak proporsional telah salah mengidentifikasi <a href="https://www.nist.gov/publications/face-recognition-vendor-test-part-3-demographic-effects">orang kulit berwarna, terutama orang kulit hitam</a>.</p>
<p>Facebook dan Clearview AI telah menghadapi <a href="https://www.theverge.com/2021/5/27/22455446/clearview-ai-legal-privacy-complaint-privacy-international-facial-recognition-eu">tuntutan hukum</a> dan <a href="https://www.cnet.com/tech/services-and-software/facebook-privacy-lawsuit-over-facial-recognition-leads-to-650m-settlement/">penyelesaian kasus</a> akibat menyusun database dengan miliaran <em>template</em> wajah tanpa persetujuan orang.</p>
<p>Di Inggris, polisi menghadapi penyelidikan atas penggunaan <a href="https://www.wired.co.uk/article/met-police-facial-recognition-new"><em>real-time face recognition</em> di ruang publik</a>. Pemerintah Cina <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/14/technology/china-surveillance-artificial-intelligence-racial-profiling.html">melacak populasi minoritas Uighur melalui teknologi pemindaian wajah</a>.</p>
<p>Namun, untuk memahami ruang lingkup dan konsekuensi dari teknologi ini, kita juga harus memperhatikan praktik harian pengguna yang menerapkan pemindaian dan analisis wajah secara rutin yang lambat laun turut mengikis privasi dan meningkatkan diskriminasi sosial dan rasisme.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/sxQXARMJcys?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Investigasi PBS dalam isu privasi dan bias dari pengenalan wajah.</span></figcaption>
</figure>
<p>Sebagai seorang peneliti <a href="https://doi.org/10.1177/0163443719846610">praktik visual media seluler</a> dan <a href="https://mitpress.mit.edu/books/fabric-interface">hubungannya dengan kesenjangan sosial</a>, saya telah mengeksplorasi bagaimana tindakan pengguna dapat membangun atau mengubah norma pada hal seputar privasi dan identitas. Dalam hal ini, penggunaan sistem dan produk analisis wajah dalam kehidupan kita sehari-hari telah mencapai titik kritis yang berbahaya.</p>
<h2>Pemindaian wajah sehari-hari</h2>
<p><a href="https://opencv.org/about/">Algoritma <em>open source</em> yang mendeteksi fitur wajah</a> membuat sistem pengenalan wajah menjadi fitur yang mudah ditambahkan bagi pengembang aplikasi. Kita semua menggunakan fitur ini untuk membuka <em>password</em> ponsel atau <a href="https://www.latimes.com/business/technology/story/2020-08-14/facial-recognition-payment-technology">membayar belanjaan</a>. </p>
<p>Kamera video yang ada dalam rumah pintar (<em>smart home</em>) menggunakan pengenalan wajah untuk mengidentifikasi pengunjung serta mempersonalisasi tampilan layar dan pengingat audio. Fitur fokus otomatis pada kamera ponsel mencakup deteksi dan pelacakan wajah, sementara penyimpanan foto <em>cloud</em> menciptakan album dan tayangan slide yang mencocokkan dan mengelompokkan wajah yang dikenalinya dalam gambar yang kita ambil.</p>
<p>Fitur analisis wajah digunakan oleh banyak aplikasi termasuk media sosial dan aksesori yang menghasilkan efek seperti efek penuaan artifisial dan fitur animasi wajah. Aplikasi pengembangan diri dan filter kecantikan, horoskop, atau deteksi etnis juga menghasilkan saran dan kesimpulan berdasarkan pemindaian wajah.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/reel/CT7Vg74FChg","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Tetapi, penggunaan sistem analisis wajah untuk aplikasi horoskop, selfie, atau mengidentifikasi siapa yang ada di depan rumah kita akan menghasilkan konsekuensi sosial jangka panjang: ini dapat <a href="https://www.publicaffairsbooks.com/titles/shoshana-zuboff/the-age-of-surveillance-capitalism/9781610395694/">menciptakan pengawasan skala besar</a> dan pelacakan, dan <a href="https://us.macmillan.com/books/9781250074317/automatinginequality">mempertahankan ketidaksetaraan sosial sistemik</a>.</p>
<h2>Risiko</h2>
<p>Ketika diulang terus-menerus, penggunaan seperti itu dapat mendorong kita untuk terus menggunakan fitur ini, membukakan pintu kepada <a href="https://doi.org/10.1177/0261018303023002006">sistem yang lebih luas di berbagai konteks yang berbeda</a>. Kita tidak memiliki kendali atas — dan sedikit wawasan tentang — siapa yang menjalankan sistem tersebut dan bagaimana data kita dapat digunakan.</p>
<p>Jika kita telah terbiasa menyediakan wajah kita untuk dipindai secara otomatis, tidak hanya dengan persetujuan kita tetapi juga dengan partisipasi aktif kita, maka pemindaian dan analisis serupa saat kita berada di ruang publik atau saat mengakses layanan akan tidak terasa mengganggu.</p>
<p>Selain itu, penggunaan teknologi analisis wajah untuk kepentingan pribadi secara langsung membuat kita berkontribusi pada pengembangan dan penerapan sistem yang lebih besar yang diciptakan untuk melacak warga, memeringkat klien, atau membuat daftar tersangka untuk penyelidikan. </p>
<p>Perusahaan dapat mengumpulkan dan membagikan data yang menghubungkan gambar kita dengan identitas kita, atau untuk <a href="https://www.computer.org/csdl/journal/ta/2019/01/08013713/13rRUwjXZQG">mengatur data yang lebih besar untuk melatih sistem AI mengenali wajah atau emosi</a>.</p>
<p>Meskipun platform-platform yang kita gunakan membatasi penggunaan tersebut, mitra-mitra mereka mungkin tidak mematuhi batasan yang sama. Pengembangan database baru individu tertentu bisa sangat menguntungkan, terutama jika database tersebut terdiri dari beberapa gambar wajah setiap pengguna, atau bila database tersebut dapat menghubungkan gambar dengan informasi pengenal, seperti nama akun.</p>
<h2>Gempuran pseudosains</h2>
<p>Dari semua ini, mungkin yang paling meresahkan adalah ketergantungan kita yang semakin besar terhadap teknologi analisis wajah sangat mendukung mereka, tidak hanya untuk menentukan identitas individu, tetapi juga mengetahui latar belakang, karakter, dan nilai sosial para pengguna.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A digital mapping of a smiling face" src="https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Teknologi analisis wajah yang memprediksi karakteristik seperti etnisitas dan daya tarik bergantung pada ilmu-ilmu pseudo.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Banyak aplikasi prediktif dan aplikasi diagnostik yang memindai wajah kita untuk menentukan etnis, kecantikan, kesehatan, emosi, dan bahkan potensi penghasilan kita yang dibuat berdasarkan pseudosains yang meresahkan: <a href="https://www.smithsonianmag.com/history/facing-a-bumpy-history-144497373/">frenologi</a>, <a href="https://blogs.scientificamerican.com/observations/can-we-read-a-persons-character-from-facial-images/">fisiognomi</a>, dan <a href="https://plato.stanford.edu/entries/eugenics/">eugenika</a>.</p>
<p>Pseudosains adalah teori, asumsi, dan metode yang secara keliru dianggap ilmiah, padahal tidak.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1177/1357034X02008001004">Sistem yang saling terkait</a> ini bergantung pada berbagai derajat pada analisis wajah untuk membenarkan hierarki rasial, kolonisasi, perbudakan, sterilisasi paksa, dan penahanan preventif.</p>
<p>Cara kita menggunakan teknologi analisis wajah dapat <a href="https://www.dukeupress.edu/dark-matters">menguatkan keyakinan dan bias ini</a>, menyiratkan bahwa ilmu-ilmu pseudo ini punya tempat di masyarakat. Penggunaan ini kemudian dapat membenarkan <a href="https://doi.org/10.1016/j.jvlc.2017.09.006">sistem analisis wajah otomatis serupa</a> untuk penggunaan seperti <a href="https://www.washingtonpost.com/technology/2019/10/22/ai-hiring-face-scanning-algorithm-increasingly-decides-whether-you-deserve-job/">menyaring pelamar kerja</a> atau <a href="https://www.bbc.com/news/technology-53165286">menentukan kriminalitas</a>.</p>
<h2>Membangun kebiasaan yang lebih baik</h2>
<p>Aturan bagaimana sistem pengenalan wajah mengumpulkan, menafsirkan, dan mendistribusikan data biometrik <a href="https://www.vox.com/recode/2020/7/3/21307873/facial-recognition-ban-law-enforcement-apple-google-facebook">belum mampu mengejar penggunaan</a> fitur pemindaian dan analisis wajah sehari-hari. Ada beberapa pembaharuan kebijakan di <a href="https://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/IDAN/2021/698021/EPRS_IDA(2021)698021_EN.pdf">Eropa</a> dan <a href="https://www.ilga.gov/legislation/ilcs/ilcs3.asp?ActID=3004&ChapterID=57">beberapa negara bagian di Amerika Serikat</a>, tetapi diperlukan regulasi yang lebih besar.</p>
<p>Selain itu, kita perlu menghadapi kebiasaan dan asumsi kita sendiri. Bagaimana kita dapat menempatkan diri kita sendiri dan orang lain, terutama warga yang terpinggirkan, dalam suatu risiko dengan menjadikan pengawasan berbasis mesin sebagai hal yang lumrah?</p>
<p>Beberapa penyesuaian sederhana dapat membantu kita mengatasi asimilasi sistem analisis wajah dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk langkh awal yang baik, kita dapat mengubah pengaturan aplikasi dan perangkat untuk meminimalkan pemindaian dan mengurangi fitur <em>share</em>. Sebelum mengunduh aplikasi, teliti dan <a href="https://tech.co/news/understand-online-terms-of-service-2018-05">baca ketentuan penggunaan</a>.</p>
<p>Kita perlu menahan diri untuk tidak menggunakan fitur efek wajah di media sosial yang sedang tren — apakah kita benar-benar perlu tahu bagaimana rupa kita kalau menjadi karakter Pixar? Pertimbangkan kembali perangkat pintar yang dilengkapi dengan teknologi pengenalan wajah. Waspadai hak orang-orang yang gambarnya mungkin diambil pada perangkat <em>smart home</em> kita — kita harus selalu mendapatkan persetujuan eksplisit dari siapa pun yang lewat di depan kamera kita.</p>
<p>Perubahan kecil ini jika dikalikan dengan seluruh pengguna, produk, dan platform dapat melindungi data kita dan mengulur waktu agar kita dapat kita berefleksi sejenak terhadap risiko, manfaat, dan penerapan teknologi pengenalan wajah yang adil.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174155/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stephen Monteiro tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Teknologi pendeteksi wajah semakin populer di dengan meningkatnya jumlah perangkat dan mode canggih. Namun, fitur ini memiliki dampak sosial jangka panjang.Stephen Monteiro, Assistant Professor of Communication Studies, Concordia UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1727082021-12-21T06:07:05Z2021-12-21T06:07:05ZIni daftar ‘password’ paling umum tahun 2021, ada punya kamu di situ?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/434134/original/file-20211126-17-1i30mul.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=8%2C26%2C5982%2C3970&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-typing-password-her-laptop-computer-1117015901">Thomas Andreas</a></span></figcaption></figure><p>Bila kamu menggunakan “123456”, “password”, atau “qwerty” sebagai kata sandi (<em>password</em>), kamu mungkin sadar telah membuat diri rentan terhadap peretas. Tetapi kamu juga tidak sendirian - ini adalah tiga dari sepuluh kata sandi paling umum di seluruh dunia, menurut <a href="https://nordpass.com/most-common-passwords-list/">laporan terbaru</a>.</p>
<p>Bekerja sama dengan peneliti independen, layanan manajemen kata sandi NordPass mengumpulkan jutaan kata sandi ke dalam kumpulan data untuk membuat daftar 200 kata sandi yang paling umum digunakan di seluruh dunia pada tahun 2021.</p>
<p>Mereka menganalisis data dan mempresentasikan hasil di 50 negara, melihat seberapa populer berbagai pilihan di berbagai belahan dunia. Mereka juga melihat tren kata sandi berdasarkan jenis kelamin.</p>
<iframe title="Top 10 most common passwords globally" aria-label="table" id="datawrapper-chart-jOmug" src="https://datawrapper.dwcdn.net/jOmug/2/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="510"></iframe>
<p>Penemuan ini menunjukkan pilihan kata sandi biasanya berhubungan dengan referensi budaya pengguna. Contohnya, orang-orang dari berbagai negara biasanya terinspirasi dari klub sepak bola favorit mereka. </p>
<p>Di Inggris, “liverpool” berada dalam urutan ketiga dari kata sandi terpopuler, dengan 224.160 temuan. sedangkan nama klub sepak bola Chili “colocolo” digunakan oleh 15.748 orang di Chili, menjadikannya pilihan paling umum kelima. </p>
<p>Di beberapa negara, kata sandi terkait agama sangat populer. Misalnya, “christ” adalah kata sandi ke-19 yang paling umum digunakan di Nigeria, digunakan 7.169 kali. Sementara itu “bismillah” digunakan oleh 1.599 orang di Arab Saudi – pilihan ke-30 yang paling umum.</p>
<p>Laporan tersebut juga menunjukkan perbedaan antara jenis kelamin. Perempuan cenderung menggunakan kata dan frasa yang lebih positif dan penuh kasih sayang seperti “sunshine” atau “iloveyou”. </p>
<p>Sementara, laki-laki sering menggunakan kata sandi yang berhubungan dengan olahraga. Di beberapa negara, laki-laki lebih banyak menggunakan kata-kata umpatan daripada perempuan.</p>
<p>Kata sandi bertema musik populer di kedua jenis kelamin. Tapi, pilihan seperti “onedirection” atau “justinbieber” lebih populer di kalangan perempuan. Sedangkan lelaki menyukai band seperti “metallica” dan “slipknot”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bila-kode-keamanan-login-via-sms-dan-email-tak-aman-lagi-ini-dia-penggantinya-117321">Bila kode keamanan login via SMS dan email tak aman lagi, ini dia penggantinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Gunakanlah <em>passwords</em> yang panjang dan kompleks</h2>
<p>Kata sandi masih menjadi mekanisme autentikasi utama untuk komputer dan produk serta layanan berbasis jaringan. </p>
<p>Namun kami tahu bahwa orang-orang terus memilih kata sandi yang lemah dan sering kali tidak mengelolanya dengan aman. Akhirnya akun mereka rentan terhadap ancaman keamanan online.</p>
<p>Kata sandi yang lemah mudah ditebak dan dapat dipecahkan tanpa kesulitan oleh penyerang menggunakan <a href="https://www.cloudflare.com/en-gb/learning/bots/brute-force-attack/">metode brute-force.</a> Metode ini mencoba semua kombinasi huruf, angka dan simbol untuk menemukan kecocokan. </p>
<p>Mereka juga menjadi sasaran empuk untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/topics/computer-science/dictionary-attack">serangan kamus</a>, yang merupakan metode sistematis yang digunakan penyerang untuk menebak kata sandi, mencoba banyak kata umum dan variasinya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A man using a smartphone in a cafe." src="https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kombinasi angka sederhana banyak ditemukan dalam daftar 10 kata sandi terpopuler.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/film-effect-handsome-african-student-shirt-435536992">WAYHOME studio/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Untuk mengatasi masalah keamanan, peneliti dan pengembang berfokus pada pembuatan sistem autentikasi yang <a href="https://ieeexplore.ieee.org/stamp/stamp.jsp?tp=&arnumber%20=9152694">tidak bergantung</a> pada kata sandi sama sekali. </p>
<p>Sejauh ini, metode autentikasi dua faktor (2FA) atau autentikasi multi-faktor (MFA) adalah cara yang baik untuk mengamankan akun kita. Metode ini menggabungkan kata sandi dengan informasi biometrik (misalnya, pemindaian wajah atau sidik jari) atau sesuatu yang kita miliki, seperti token.</p>
<p>Kita dapat membuat sandi yang kuat dan mudah diingat dengan menggabungkan <a href="https://www.ncsc.gov.uk/blog-post/three-random-words-or-thinkrandom-0">tiga kata acak</a>. <a href="https://www.ncsc.gov.uk/collection/passwords/updating-your-approach">Kata sandi yang dibuat mesin</a> juga sulit ditebak dan cenderung tidak muncul di kamus kata sandi yang digunakan oleh penyerang.</p>
<p>Tapi tentu saja, semua ini lebih mudah diucapkan ketimbang dilakukan. </p>
<p>Salah satu tantangan yang kita hadapi di era digital saat ini adalah banyaknya jumlah kata sandi yang mungkin akan sulit untuk diingat – terlebih yang rumit, terutama yang dibuat oleh mesin.</p>
<p>Jadi, sebaiknya gunakan pengelola kata sandi yang andal untuk tujuan ini. Mengandalkan browser web kita untuk mengingat kata sandi tidaklah aman. Penyerang bisa saja mengeksploitasi kerentanan di browser untuk mengakses kata sandi yang disimpan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dari-pembobolan-rekening-hingga-pemerasan-seksual-4-risiko-kebocoran-data-pribadi-dan-cara-mudah-mengantisipasinya-163879">Dari pembobolan rekening hingga pemerasan seksual: 4 risiko kebocoran data pribadi dan cara mudah mengantisipasinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Temuan NordPass, meskipun tidak dipublikasikan dalam jurnal peer-review, sejalan dengan apa yang kami temukan pada <a href="https://www.teampassword.com/blog/top-50-worst-passwords-of-2019">daftar serupa</a> yang diterbitkan di tempat lain – bahwa kata sandi yang paling populer memanglah lemah.</p>
<p>Dengan mengetahui daftar ini, semoga kita terdorong untuk menggunakan kata sandi yang lebih kuat. Peretas etis – orang yang bekerja untuk mencegah komputer dan jaringan diretas – juga dapat menggunakan informasi ini untuk kebaikan. </p>
<p>Di sisi lain, kita harus mengakui kemungkinan bahwa peretas dapat menggunakan informasi ini untuk menargetkan serangan kata sandi. Ini semua menjadi faktor kuat agar kita menggunakan kata sandi yang lebih aman.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172708/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Membuat dan mengelola kata sandi yang kuat lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tapi ini diperlukan untuk melindungi keamanan online kita.Chaminda Hewage, Reader in Data Security, Cardiff Metropolitan UniversityElochukwu Ukwandu, Lecturer in Computer Security, Department of Computer Science, Cardiff Metropolitan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1736712021-12-20T04:59:24Z2021-12-20T04:59:24ZKecerdasan buatan membawa banyak manfaat, potensi dampak buruk perlu ditangani<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/437500/original/file-20211214-21-1iwjmvj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">ai imagee</span> <span class="attribution"><span class="source">Getty Images</span></span></figcaption></figure><p>Kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin (<em>machine learning</em>) dapat berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah paling pelik dalam hidup kita, termasuk krisis iklim dan pandemi. Tapi teknologi juga berbahaya – jika tidak digunakan secara tepat – dapat melanggengkan ketidakadilan dan ketimpangan struktural.</p>
<p>Untuk mencegah bahaya ini, kita memerlukan kebijakan pengaturan data yang mampu memberdayakan perekonomian masyarakat sekaligus dan menjamin hak-haknya.</p>
<p>Kecerdasan buatan (<em>artificial intelligence</em> atau AI) dan pembelajaran mesin (<em>machine learning</em>) beroperasi dengan rangkaian data (<em>dataset</em>) yang masif. Algoritma diprogram untuk mengenali pola-pola dari <em>dataset</em> ini. Pola-pola ini bisa digunakan untuk menghasilkan pemahaman baru serta memperkirakan perilaku maupun hasil.</p>
<p>AI dan <em>machine learning</em> kian marak digunakan untuk menggantikan keputusan manusia dengan keputusan otomatis yang mewakili manusia. Teknologi ini kerap dipakai di area yang dapat berdampak signifikan bagi kehidupan banyak orang, misalnya <a href="https://policyaction.org.za/sites/default/files/PAN_TopicalGuide_AIData1_IntroSeries_Elec.pdf">kredit atau akses masuk ke suatu negara</a>.</p>
<p>Namun, semua proses terjadi di dalam suatu kotak hitam yang bahkan si pembuat algoritma mungkin tidak punya akses. Karena itu, penting untuk memastikan apa yang masuk ke dalam kotak tersebut.</p>
<p><em>Dataset</em> dan aktivitas algoritma terbesar dihasilkan oleh jaringan-jaringan sosial global yang <a href="https://www.theguardian.com/books/2019/oct/04/shoshana-zuboff-surveillance-capitalism-assault-human-automomy-digital-privacy">mengawasi</a> segala tindak-tanduk kita di dunia maya. <em>Dataset</em> ini dapat digunakan untuk mengantisipasi dan mengarahkan kebutuhan dan keinginan kita.</p>
<p>Perusahaan teknologi besar, <a href="https://aiforgood.itu.int/">lembaga-lembaga multilateral</a>, dan <a href="https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/35619">bank-bank penyedia hutang untuk negara miskin</a> telah memanfaatkan potensi AI untuk kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional. </p>
<p>Teknologi ini semakin banyak digunakan untuk tujuan sosial dan ekonomi dan juga pembuatan kebijakan publik, perencanaan, dan penganggaran sumber daya. Penggunaannya juga termasuk untuk mengarahkan keputusan pengadilan, memilih pelamar kerja, dan menugaskan akademikus dalam sistem pendidikan.</p>
<p>Pandemi COVID-19 telah menunjukkan betapa berharganya data publik. Kombinasi penggunaan data publik dan privat juga amat berperan untuk mengatasi krisis kesehatan publik maupun bencana.</p>
<p>Meski demikian, <a href="https://gpai.ai/projects/data-governance/data-justice/">kehawatiran terhadap penggunaan AI juga meningkat</a>, terutama terkait persoalan ketimpangan kesempatan dan bahaya yang ditimbulkan.</p>
<h2>Ancaman</h2>
<p>Meningkatnya penggunaan AI dan pembelajaran mesin dalam kebijakan publik memunculkan isu penting soal keadilan dan hak asasi, khususnya tentang bagaimana data digital dihasilkan. </p>
<p><em>Dataset</em> memiliki bolong-bolong besar terkait perihal cara pengumpulan data yang mengakibatkan beberapa kelompok orang tidak terlihat, tidak terwakilkan, dan terdiskriminasi. </p>
<p>Misalnya, jaringan masyarakat global menjalankan ekonomi berbasis data. Padahal, sebagian besar penduduk dunia tidak terhubung ke internet sehingga sebagian besar penduduk dianggap tidak ada.</p>
<p>Secara global, AI juga menciptakan risiko yang menghambat <a href="https://theconversation.com/the-fourth-industrial-revolution-risks-leaving-women-behind-121216">kesetaraan gender</a>. Sudah banyak laporan tentang bagaimana sistem-sistem AI bias terhadap perempuan maupun gender lainnya.</p>
<p>Lebih buruk lagi, sistem AI hanya mengandalkan asumsi dan data yang kurang mewakili (bahkan tidak mencakup) kelompok yang mengalami diskriminasi. Akibatnya, hasil mesin komputasi itu hanyamenegaskan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/03080188.2020.1840225">ketidaksetaraan dan bias-bias</a> gender, ras, dan penyandang disabilitas.</p>
<p>Sistem-sistem ini pun tidak diawasi dengan mekanisme akuntabilitas dan peraturan yang cukup untuk memitigasi dampaknya terhadap masyarakat.</p>
<p>Ancaman ini begitu besar hingga beberapa <a>forum internasional</a> sudah berdiri untuk komitmen pada pengembangan AI yang “<a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiWt9P-6rj0AhURTcAKHed9ACoQFnoECAoQAw&url=https%3A%2F%2Faiforgood.itu.int%2F&usg=AOvVaw0QnD_1IqJuwkeQwaNTGKi1">baik</a>”, “<a href="https://standards.ieee.org/content/dam/ieee-standards/standards/web/documents/other/ead1e.pdf">etis</a>”, dan “bertanggung jawab”.</p>
<p>Tapi sebagian besar inisiatif ini menawarkan solusi teknis pada masalah sosial dam politik. Artinya, solusi ini masih dikembangkan di luar kerangka perlindungan hak asasi manusia. Sebagian besar gerakan itu juga datang dari negara-negara maju di belahan bumi utara, hanya melibatkan sedikit pemangku kebijakan dari negara-negara berkembang dari belahan bumi selatan.</p>
<h2>Pendekatan berbasis hak</h2>
<p>Ada beberapa kerangka berbasis hak yang mengatur perkembangan AI, salah satunya adalah Regulasi Umum Perlindungan Data (<a href="https://gdpr.eu/what-is-gdpr/#:%7E:text=The%20General%20Data%20Protection%20Regulation,to%20people%20in%20the%20EU.">General Data Protection Regulation atau GDPR</a>) dari Uni Eropa. </p>
<p>Namun, kerangka ini cenderung fokus pada hak-hak generasi pertama atau fundamental, misalnya privasi. Secara umum, privasi dianggap sebagai hak individu – yang belum tentu menjadi nilai penting dalam masyakarat yang mengedepankan kepentingan komunitas.</p>
<p>Pandemi COVID-19 menunjukkan perlunya pengaturan data untuk memenuhi kepentingan kolektif atau tujuan bersama. Hal ini bukan berarti <a href="https://theconversation.com/mobile-phone-data-is-useful-in-coronavirus-battle-but-are-people-protected-enough-136404">hak atas privasi</a> diabaikan.</p>
<p>Kepentingan bersama juga berarti, dalam proses identifikasi suatu kelompok atau komunitas, pengaturan data juga dapat mencakup identitas suatu individu. Sebab, identitas ini juga berguna untuk mengenali suatu kelompok.</p>
<p>Secara konsep dan praktik, ‘perspektif terbalik’ ini dapat diterapkan dalam tata kelola data. Pengaturan dapat berfokus pada perlindungan data pribadi, keamanan siber, dan sanksi atas pelanggaran.</p>
<p>Fokus tersebut menjadi persyaratan penting untuk <a href="https://researchictafrica.net/project/ai-policy-research-centre/">AI yang adil</a>. Tapi ini tidak cukup. Ada area-area pengaturan data yang membutuhkan intervensi positif; penyediaan akses data, kegunaan dan integritas data demi keterbukaan (inklusivitas), kesetaraan, dan keadilan sosial.</p>
<p>Isu-isu ini dapat dimasukkan sebagai hak-hak generasi kedua dan ketiga: hak-hak sosial dan ekonomi.</p>
<h2>AI yang menghargai hak asasi</h2>
<p>Untuk mengatasi masalah-masalah ini, sebuah proyek global diluncurkan berbarengan dengan <a href="https://summit4democracy.org/event/moving-from-principles-to-practice-in-responsible-ai-around-the-world-announcement-of-the-new-global-index-on-responsible-ai/">Summit for Democracy</a> – konferensi tingkat tinggi virtual yang diselenggarakan pemerintah Amerika Serikat.</p>
<p><a href="https://www.state.gov/summit-for-democracy/">Konferensi ini</a> adalah forum internasional untuk meningkatkan komitmen dukungan pada demokrasi dan hak asasi. Tujuannya adalah mengukur kemajuan negara-negara dalam mengembangkan AI yang menghormati nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi.</p>
<p>Proyek ini dikenal sebagai Global Index on Responsible AI (Indeks Global AI yang Bertanggung Jawab). Proyek ini dipimpin oleh lembaga pemikir kebijakan <a href="https://www.researchictafrica.net">Research ICT Africa</a> dan jaringan independen <a href="https://www.od4d.net/">Data 4 Development</a>.</p>
<p>Negara-negara dan komunitas internasional juga mulai merespon seruan global untuk AI yang bertanggung jawab. Pada 2019, sebanyak 42 negara menandatangani prinsip-prinsip OECD untuk <a href="https://www.oecd.org/digital/artificial-intelligence/">Trustworthy AI</a> yang berkomitmen pada sistem AI yang aman, adil, dan terpercaya.</p>
<p>Yang terbaru, UNESCO mengembangkan <a href="https://en.unesco.org/news/unesco-member-states-adopt-first-ever-global-agreement-ethics-artificial-intelligence">Rekomendasi Etik dalam AI</a> yang diadopsi dalam Sidang Umum. Rekomendasinya menitikberatkan pada perlindungan hak-hak fundamental, kebebasan, keberlanjutan lingkungan, dan keberagaman.</p>
<p>Indeks AI Global menjawab kebutuhan adanya standar yang inkslusif dan terukur yang melengkapi pemahaman (yang semakin cepat berevolusi) tentang penerapan AI bertanggung jawab. Indeks itu juga mendorong dan mencatat penerapan prinsip-prinsip pengaturan oleh aktor-aktor relevan.</p>
<p>Indeks AI Global akan mencatat penerapan prinsip AI bertanggung jawab di lebih dari 210 negara. Sebuah jaringan internasional berisi peniliti independen akan dibentuk untuk menilai sejauh mana prinsip-prinsip itu telah diterapkan. Jaringan itu juga akan mengumpulkan data primer dan sekunder terkait indikator kunci AI bertanggung jawab.</p>
<p>Indeks ini akan menyediakan bukti penting yang dibutuhkan pemerintahan, masyarakat sipil, peneliti, dan pemangku kebijakan untuk menegakkan prinsip penggunaan bertanggung jawab dalam pengembangan dan penerapan sistem AI. Bukti-bukti ini akan digunakan juga untuk:</p>
<ul>
<li><p>memenuhi kewajiban pembangunan dan hak asasi,</p></li>
<li><p>membangun kemampuan AI bertanggung jawab di seluruh dunia, dan</p></li>
<li><p>memperkuat kerja sama internasional.</p></li>
</ul>
<p>Masyarakat dan pemangku kebijakan yang berkepentingan akan mendapat kesempatan untuk membantu pembantu rancangan dan capaian Indeks yang akan dikembangkan dengan perspektif masyarakat belahan bumi selatan.</p>
<p>Pengembangan indeks ini juga menjadi kesempatan bagi ahli-ahli dari Afrika dan belahan bumi selatan untuk berada di depan, membentuk agenda global dalam penggunaan dan pengembangan AI yang bertanggung jawab.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173671/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alison Gillwald menerima dana dari International Development Research Centre (IDRC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rachel Adams menerima dana untuk penelitian di Research ICT Africa dari the International Development Research Centre and GIZ.</span></em></p>Meningkatnya penggunaan AI dan machine learning dalam keputusan kebijakan publik menimbulkan kekhawatiran soal keadilan dan hak asasi.Alison Gillwald, Adjunct Professor, Nelson Mandela School of Public Governance, University of Cape TownRachel Adams, Doctoral Supervisor, University of Cape TownLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1719582021-11-19T05:34:07Z2021-11-19T05:34:07ZBagaimana rancangan produk teknologi dapat membantu mengurangi ‘stalking’ dan kekerasan rumah tangga<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/432802/original/file-20211119-16-1emd326.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C1961%2C1278&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Dragana Gordic / Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Teknologi telepon pintar dan online kerap digunakan <a href="https://eprints.qut.edu.au/199781/1/V1_Briefing_Paper_template.pdf">para pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga</a> untuk memaksa, mengendalikan, dan membatasi kebebasan para korban dan penyintas.</p>
<p>Penguntitan (<em>stalking</em>) menggunakan teknologi dan penggunaan identitas media sosial palsu semakin sering ditemukan dalam kasus-kasus <a href="https://www.coroners.nsw.gov.au/content/dam/dcj/ctsd/coronerscourt/documents/reports/2017-2019_DVDRT_Report.pdf">pembunuhan dalam rumah tangga dan kekerasan keluarga</a>.</p>
<p>Di negara saya, Australia, ada dua lembaga yang berusaha mengurangi kekerasan yang dibantu oleh teknologi: <a href="https://wesnet.org.au/">WESNET</a> dan <a href="https://www.esafety.gov.au/women/domestic-family-violence">eSafety Commissioner</a>. Keduanya menyediakan pelatihan bagi penyedia advokasi dan praktisi, dan juga menyediakan sumber daya untuk para korban dan penyintas. WEST juga menyediakan <a href="https://wesnet.org.au/ourwork/telstra/">telepon pengganti</a>.</p>
<p>Upaya kedua lembaga ini - dan juga keamanan orang-orang yang mengalami kekerasan - terhambat oleh produk dan layanan teknologi yang tidak memikirkan keamanan pengguna sejak awal. Penyedia platform dan industri teknologi dapat melakukan banyak hal untuk mengurangi bahaya dengan menyiapkan keamanan pengguna sedari awal sebuah produk dirancang.</p>
<h2>Menciptakan risiko</h2>
<p>Saat ini, perusahaan teknologi besar seringkali merancang dan mengelola alat dan media digital tanpa menghiraukan kerentanan pengguna.</p>
<p><a href="https://support.google.com/adspolicy/answer/9726908?hl=en&ref_topic=29265">Hingga tahun 2020</a>, Google membolehkan <a href="https://www.techsafety.org/spyware-and-stalkerware-phone-surveillance">spyware dan stalkerware</a> - software yang dirancang untuk bisa dipasang diam-diam pada sebuah smartphone untuk memonitor dan merekam foto, video, teks, panggilan dan informasi lain - diiklankan di platform itu. Google akhirnya melarang iklan-iklan itu setelah banyak bukti menunjukkan bahwa software semacam digunakan dalam <a href="https://nyuscholars.nyu.edu/en/publications/the-spyware-used-in-intimate-partner-violence">kekerasan oleh orang yang memiliki hubungan intim</a>.</p>
<p>Pada April 2021, Apple meluncurkan sebuah alat seukuran koin bernama AirTags yang dimaksudkan untuk membantu orang melacak barang-barang milik mereka dengan teknologi sinyal Bluetooth. Setelah menerima kritikan karena menimbulkan risiko keamanan serius karena <a href="https://www.macobserver.com/news/airtags-pose-domestic-abuse-risk-leading-nonprofit-warns/">memungkinkan terjadinya <em>stalking</em></a>, Apple <a href="https://www.bbc.com/news/technology-57351554">memperbaharui alat itu</a> agar mengeluarkan bunyi secara acak jika berada jauh dari telepon pemilik.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">AirTags Aplle mendapat fitur keamanan tambahan setelah menerima kritikan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Jack Skeens/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kacamata pintar Facebook juga mendapat kecaman terkait <a href="https://theconversation.com/can-facebooks-smart-glasses-be-smart-about-security-and-privacy-170002">privasi</a>, sperti yang terjadi dengan <a href="https://mashable.com/article/snapchat-spectacles-privacy-safety">Spectacles milik Snapchat</a> dan <a href="https://www.wired.com/story/google-glass-reasonable-expectation-of-privacy/">Google Glass</a>. Kacamata itu memiliki kamera dan microphone yang memungkin perekaman secara diam-diam.</p>
<p>Facebook berkonsultasi dengan beberapa kelompok termasuk jaringan anti kekerasan dalam rumah tangga National Network to End Domestic Violence dalam upaya untuk “berinovasi secara bertanggung jawab”, namun tetap ada kekhawatiran risiko keamanan pada kacamata tersebut.</p>
<h2>Menyadari situasi dan ancaman pada pengguna</h2>
<p>Konsep keamanan siber tradisional fokus pada “ancaman dari orang asing”. Namun, untuk mengurangi dan memerangi kekerasan digital domestik dalam rumah tangga dan keluarga, kita memerlukan model “ancaman dari orang dekat”.</p>
<p>Pasangan dan keluarga dapat meminta akses pada alat-alat. Mereka bisa terhubung pada akun online atau mampu menebak password, karena memiliki hubungan dekat dengan pemilik akun.</p>
<p>Dalam konteks ini, teknologi yang mampu mengawasi dan merekam dapat digunakan untuk mengekang dan mengancam korban dan penyintas secara berbahaya, dalam kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Memahami dan mencari cara untuk mengurangi risiko dari pelaku kekerasan menuntut paltform dan industri untuk berpikir proaktif tentang bagaimana teknologi dapat disalahgunakan atau menjadi senjata.</p>
<h2>Safety by Design</h2>
<p>Di Australia, inisiatif <a href="https://www.esafety.gov.au/sites/default/files/2019-10/SBD%20-%20Quick%20guide.pdf">Safety by Design</a> oleh eSafety Commissioner bertujuan untuk membuat keamanan pengguna menjadi prioritas dalam perancangan, pengembangan, dan peluncuran produk dan layanan online. Inisiatif ini didasarkan pada tiga prinsip dasar.</p>
<p>Pertama, penyedia jasa bertanggung jawab menjadikan keamanan pengguna sebagai prioritas utama. Ini artinya platform dan perusahaan berupaya untuk mengantisipasi bagaimana produk mereka dapat digunakan untuk, meningkatkan, atau mendorong terjadinya kekerasan. Dengan demikian, tanggung jawab keamanan tidak hanya ada pada pengguna.</p>
<p>Kedua, pengguna harus memiliki kemampuan dan otonomi untuk membuat keputusan demi kepentingan mereka. Platform dan penyedia jasa harus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan para pengguna, termasuk dengan kelompok-kelompok yang beragam dan rentan, untuk memastikan bahwa layanan mereka bisa diakses dan bermanfaat untuk semua orang.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=394&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=394&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=394&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">‘Safety by design’ membuat keamanan pengguna sebagai prioritas dalam perancangan produk dan layanan baru.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Prinsip ketiga adalah transparansi dan akuntabilitas tentang pengoperasian dan tujuan-tujuan keamanan. Ini juga membantu pengguna mengatasi masalah-masalah keamanan.</p>
<p>Prinsip-prinsip ini telah mulai mendapat dukungan dari perusahaan-perusahaan teknologi. Tahun lalu, IBM mengeluarkan panduan untun “<a href="https://www.ibm.com/blogs/policy/wp-content/uploads/2020/05/CoerciveControlResistantDesign.pdf">rancangan yang tahan terhadap kendali koersif</a>”.</p>
<p>Pendekatan-pendekatan efektif juga perlu mengikutkan pemahaman bagaimana bentuk-bentuk opresi struktural atau sistemik yang saling berkaitan atau beririsan mempengaruhi pengalaman individu dengan teknologi dan dapat memperdalam kesenjangan sosial. </p>
<p>Untuk mewujudkan tujuan-tujuan “safety by design” atau rancangan yang tahan terhadap kendali koersif, kita perlu meninjau ulang tidak hanya kebijakan tapi juga praktik-praktik platform dan industri yang muncul seiring.</p>
<p>eSafety telah meluncurkan <a href="https://www.esafety.gov.au/about-us/safety-by-design/assessment-tools">alat-alat asesmen Safety by Design</a> untuk memperbaiki dan berinovasi berdasarkan penerapan yang baik dan sumber daya dan format-format yang dibuat berdasarkan bukti.</p>
<p>Platform dan industri memiliki peran penting dalam mengatasi desain terhadap kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga. Mereka perlu berbuat lebih banyak dalam lingkup ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171958/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bridget Harris menerima dana dari The Australian Research Council. Dia sebelumnya melakukan penelitian untuk eSafety Commissioner dan terlibat dalam riset dengan WESNET.</span></em></p>Penyedia platform dan industri teknologi dapat melakukan banyak hal untuk mengurangi bahaya dengan menyiapkan keamanan pengguna sedari awal sebuah produk dirancang.Bridget Harris, Associate professor, Queensland University of TechnologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1680992021-10-01T03:15:26Z2021-10-01T03:15:26ZMengapa penerapan ‘privacy by design’ pada aplikasi ponsel tidak cukup untuk menjaga keamanan pengguna<p>Aplikasi yang terpasang di ponsel adalah salah satu ancaman terbesar bagi <a href="https://ec.europa.eu/justice/article-29/documentation/opinion-recommendation/files/2013/wp202_en.pdf">privasi kita di dunia digital</a>. Berbagai aplikasi ini mampu mengumpulkan data dalam jumlah besar, termasuk data pribadi yang sering bersifat sensitif.</p>
<p>Model perizinan yang menjadi dasar bagi berbagai undang-undang privasi di seluruh dunia tidak berfungsi dengan baik. </p>
<p><a href="https://www.yellowbrick.com/press-releases/yellowbrick-survey-pandemic-era-consumers-love-apps-but-have-security-concerns/">Survei terkini</a> menunjukkan bahwa para pengguna tetap khawatir akan privasi mereka, dan masih bingung bagaimana melindungi diri di dunia digital. Mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan teknis atau pun waktu untuk meninjau persyaratan privasi yang rumit, atau bisa jadi mereka juga tidak dapat menahan godaan untuk mencoba aplikasi atau penawaran digital tertentu yang sedang trendi.</p>
<p>Akibatnya, undang-undang privasi kini menjadi lebih rinci, dan mengatur berbagai hal tambahan, misalnya terkait pemberitahuan pada pengguna, pengumpulan data yang lebih sedikit, serta hak pengguna. Hukumannya pun menjadi lebih berat.</p>
<p>Berbagai aturan tersebut juga sering kali berlaku secara global, seperti <a href="https://www.ftc.gov/enforcement/rules/rulemaking-regulatory-reform-proceedings/childrens-online-privacy-protection-rule">Aturan Perlindungan Privasi Daring Untuk Anak di Amerika Serikat (AS)</a> dan <a href="https://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/PDF/?uri=CELEX:32016R0679">Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR)</a> di Uni Eropa.</p>
<p>Sebagai contoh, seorang pengembang digital (<em>developer</em>) di Afrika Selatan – yang aplikasinya dapat diunduh oleh anak-anak di AS dan Eropa – harus mematuhi kedua undang-undang ini, dengan tambahan <a href="https://www.gov.za/documents/protection-personal-information-act#:%7E:text=The%20Protection%20of%20Personal%20Information,by%20public%20and%20private%20bodies%3B&text=to%20regulate%20the%20flow%20of,provide%20for%20matters%20connected%20therewith.">Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi</a> yang ada di Afrika Selatan. Hukum yang berlapis ini dapat memberi tantangan bagi pengembang maupun pengguna.</p>
<p>Tapi, masalah sebenarnya, menurut <a href="https://www.enisa.europa.eu/publications/privacy-and-data-protection-in-mobile-applications">laporan</a> Badan Keamanan Siber Uni Eropa, adalah bahwa ahli hukum dan <em>developer</em> tidak sinkron, atau dengan kata lain tidak berbicara dalam bahasa yang sama. Seorang <em>developer</em> bisa jadi tidak paham cara menerjemahkan prinsip-prinsip hukum yang abstrak ke dalam langkah-langkah pengembangan yang teknis dan konkret.</p>
<p>Pada akhirnya, ini membuat pemerintah beralih ke konsep <a href="https://iapp.org/media/pdf/resource_center/pbd_implement_7found_principles.pdf">“<em>privacy by design</em>”</a> (privasi yang dimasukkan ke dalam desain aplikasi) sebagai cara untuk menjembatani masalah ini.</p>
<p>Konsep ini digagas pada akhir 1990-an oleh Ann Cavoukian ketika ia menjadi Kepala Bidang Informasi dan Privasi untuk Provinsi Ontario di Kanada. </p>
<p>Konsep <em>privacy by design</em> ini lebih dari sekadar kebijakan privasi itu sendiri maupun pengaturan izinnya dalam aplikasi, namun juga mengharuskan <em>developer</em> untuk memikirkan tentang privasi sejak proses desain pertama dimulai.</p>
<p>Cavoukian menetapkan tujuh prinsip dasar dalam pendekatan <em>privacy by design</em>. </p>
<p>Namun, prinsip kedualah, yakni “privasi sebagai pengaturan bawaan”, yang benar-benar membuat standar baru terkait aplikasi seperti apa yang mampu melindungi privasi dengan baik.</p>
<p>Dalam Bahasa Indonesia, kira-kira bunyinya seperti ini:</p>
<blockquote>
<p>Buatlah tingkat privasi maksimum pada pengaturan bawaan untuk semua sistem dan praktik bisnis yang ada. Dengan begitu, privasi pengguna akan terjaga secara utuh, bahkan jika mereka memilih untuk tidak melakukan apa pun.</p>
</blockquote>
<p>Hal ini menjatuhkan tanggung jawab terbesar pada <em>developer</em> aplikasi untuk memikirkan privasi pengguna sejak awal, dan merancang aplikasi sedemikian rupa sehingga privasi pengguna dapat secara otomatis terlindungi, sambil tetap menawarkan aplikasi atau layanan digital yang berfungsi dengan baik.</p>
<p>Tapi <a href="https://researchspace.ukzn.ac.za/xmlui/handle/10413/19431">penelitian saya</a> menunjukkan bahwa keputusan desain yang dibuat oleh <em>developer</em> terhambat berbagai batasan yang ada dalam teknologi atau peraturan platform yang dibuat oleh pihak lain. Ini mencakup batasan pada perangkat keras dan sistem operasi, kit pengembangan perangkat lunak, basis data periklanan, dan kebijakan peninjauan di <em>app store</em>.</p>
<p>Maka, jawaban dari masalah ini adalah “<a href="https://iapp.org/resources/article/06-22-2012-privacy-by-redesign-a-practical-framework-for-implementation/"><em>privacy by (re)design</em></a>”, di mana semua pihak dalam ekosistem pengembangan aplikasi tersebut wajib memikirkan privasi dengan serius serta mendesain ulang semua platform dan teknologi yang terlibat. </p>
<p>Tetapi penerapan semacam ini akan membutuhkan peraturan hukum yang lebih ketat, terutama tentang pembagian data pada pihak ketiga.</p>
<h2>Perlu perubahan pola pikir</h2>
<p>Menerapkan pendekatan <em>privacy by design</em> membutuhkan perubahan pola pikir para <em>developer</em>.</p>
<p>Mereka harus lebih proaktif untuk mencegah kasus pelanggaran data, ketimbang baru menanggapinya setelah terjadi. Era di mana kita mengumpulkan data pribadi sebanyak mungkin dengan harapan akan berguna kemudian hari, kini telah berlalu. Para <em>developer</em> harus mendesain pengumpulan data hanya untuk tujuan yang jelas dan spesifik, kemudian mengomunikasikannya kepada pengguna aplikasi. Mereka juga harus menjamin anonimitas atau menghapus data tersebut sesegera mungkin.</p>
<p>Privasi harus menjadi komponen penting dalam metodologi desain, pemilihan teknologi dalam proses pengembangan, maupun nilai dari organisasi.</p>
<p>Semua ini adalah perubahan-perubahan yang penting, dan telah tercantum dalam berbagai pedoman pengembangan aplikasi ponsel, seperti yang misalnya dirilis oleh <a href="https://iapp.org/media/pdf/resource_center/gsmaprivacydesignguidelinesformobileapplicationdevelopmentv1%20%281%29.pdf">Global System for Mobile Communications</a>, maupun para pembuat peraturan di <a href="https://www.ftc.gov/sites/default/files/documents/public_statements/privacy-design-and-new-privacy-framework-u.s.federal-trade-commission/120613privacydesign.pdf">AS</a>, <a href="https://ico.org.uk/media/for-organisations/documents/1596/privacy-in-mobile-apps-dp-guidance.pdf">Inggris</a>, <a href="https://www.oaic.gov.au/privacy/guidance-and-advice/mobile-privacy-a-better-practice-guide-for-mobile-app-developers/">Australia</a> dan <a href="https://www.ipc.on.ca/wp-content/uploads/Resources/pbd-asu-mobile.pdf">Kanada</a>.</p>
<p>Bahkan, di Uni Eropa, “perlindungan data berdasarkan desain dan secara bawaan” sekarang menjadi <a href="https://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/PDF/?uri=CELEX:32016R0679">kewajiban hukum</a> dalam Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR).</p>
<p>Tapi, lagi-lagi seperti yang ditunjukkan dalam penelitian saya, dan juga didukung penelitian lain, hal ini mungkin tidak cukup tanpa mendesain ulang aplikasi untuk mengatasi masalah pembagian data.</p>
<p>Menurut <a href="https://dl.acm.org/doi/10.1145/3201064.3201089">satu studi</a>, sebagian besar aplikasi mengirimkan data langsung ke pihak ketiga, seperti Google, Facebook, dan layanan pertukaran iklan (<em>ad exchanges</em>), melalui pelacak yang tertanam dalam kode aplikasi. Tetapi saya menemukan bahwa undang-undang privasi tidak secara komprehensif atau konsisten membahas pembagian pada pihak ketiga ini.</p>
<p>Istilah “pihak ketiga”, misalnya, tidak didefinisikan dalam Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi di Afrika Selatan, tetapi hanya mencakup jaringan iklan, situs berbagi konten, dan platform jejaring sosial. Artinya, pihak ketiga masih dibedakan dari para pelaku di tingkat hilir yang memproses data Anda melalui suatu kontrak.</p>
<p>Sulit untuk menegakkan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga ini, yang kerap berada di negara yang berbeda dari tempat di mana aplikasi dikembangkan. Syarat dan ketentuan yang mereka buat biasanya melempar tanggung jawab untuk perlindungan privasi kepada pengembang aplikasi.</p>
<p>Hal ini dapat mengancam keamanan pengguna. Namun, ini juga membuat <em>developer</em> mengemban tanggung jawab secara penuh, terutama jika muncul tantangan hukum di kemudian hari.</p>
<p>Tanggung jawab ini dapat jatuh pada <em>developer</em> karena di bawah Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi (di Afrika Selatan) dan Peraturan Perlindungan Data Umum (di Eropa), jika suatu pihak berperan dalam mengatur tujuan maupun cara suatu data diproses, maka pihak tersebut tersebut termasuk salah satu penanggung jawab (<em>joint responsible party</em>) untuk data yang diproses pihak ketiga.</p>
<p>Pengadilan Eropa telah dua kali menetapkan perusahaan kecil sebagai salah satu pengendali data dalam proses pengumpulan data Facebook, melalui mekanisme <a href="https://curia.europa.eu/juris/liste.jsf?num=C-210%20/16"><em>fan page</em></a> dan tombol <a href="https://curia.europa.eu/juris/liste.jsf?num=C-40/17">like</a>. Meskipun ada yang menilai bahwa kontrol bersama bukan berarti memiliki “kewajiban yang sama”, hal ini tetap harus menjadi perhatian <em>developer</em>.</p>
<p>Sebagai contoh, pengembang yang menggunakan <em>Software Development Kit</em> (SDK) milik Facebook berarti sedang berbagi data pribadi dengan Facebook. Catatan peristiwa (<em>event log</em>) seperti “aplikasi terpasang”, “SDK diinisialisasi”, dan “aplikasi dinonaktifkan” memuat informasi demografis dan laporan perilaku yang mendetail tentang pengguna aplikasi.</p>
<p>Pada tahun 2018, Privacy International <a href="https://privacyinternational.org/report/2647/how-apps-android-share-data-facebook-report">melaporkan</a> bahwa pengaturan untuk menunda pengiriman <em>event log</em> hingga setelah pengguna menyetujuinya, baru ditambahkan oleh Facebook 35 hari setelah Peraturan Perlindungan Data Umum di Eropa berlaku, dan hanya berjalan jika diaktifkan oleh <em>developer</em> untuk SDK versi 4.34 atau lebih tinggi.</p>
<h2>Apa kesimpulannya?</h2>
<p>Kesimpulannya, bagi <em>developer</em> yang menerapkan pendekatan <em>privacy by design</em> adalah untuk “<a href="https://iapp.org/media/pdf/resource_center/pbd_implement_7found_principles.pdf">percaya, tapi tetap lakukan verifikasi</a>”:</p>
<ul>
<li><p>Periksa ketentuan kontrak dan persyaratan pihak ketiga dengan hati-hati;</p></li>
<li><p>Pantau platform <em>developer</em> untuk pembaruan keamanan dan privasi;</p></li>
<li><p>Hanya bekerja sama dengan organisasi yang menawarkan jaminan privasi yang memadai;</p></li>
<li><p>Beri tahu pengguna aplikasi Anda tentang transfer data ke pihak ketiga dan berikan kemudahan pada mereka untuk mengatur privasi.</p></li>
<li><p>Simpan catatan riwayat sehingga Anda dapat segera merespons jika pengguna aplikasi meminta rincian data pribadi mereka, serta informasi siapa saja yang menerima data tersebut.</p></li>
</ul>
<p>Menuntut <em>developer</em> yang melanggar undang-undang perlindungan data adalah hal yang penting, tetapi tidak cukup sampai di situ.</p>
<p>Pada akhirnya, para pihak yang mendesain teknologi dan platform di mana aplikasi dibangun dan dipasarkan, harus dilibatkan pertanggungjawabanya dalam suatu kerangka hukum perlindungan data yang baik, supaya mengatasi celah perlindungan privasi yang masih ada.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168099/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dusty-Lee Donnelly menerima dana dari National Research Foundation (NRF) dan University Capacity Development Program (UCDP). Pendapat yang diungkapkan dan kesimpulan yang diperoleh adalah milik penulis dan tidak dapat dikaitkan dengan NRF.</span></em></p>Tidak hanya pengembang, namun para pihak yang mendesain teknologi dan platform di mana aplikasi seluler dibuat dan dipasarkan, juga harus diminta pertanggungjawabannya dalam melindungi data pengguna.Dusty-Lee Donnelly, Lecturer in Law & Advocate, High Court of South Africa, University of KwaZulu-NatalLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1677992021-09-20T07:47:26Z2021-09-20T07:47:26ZApa itu “Dark Pattern” – praktik-praktik desain web yang bertujuan untuk mengelabui dan mengeksploitasi pengguna?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/420703/original/file-20210913-20-rdmnw8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=62%2C0%2C5149%2C3469&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bukan hanya kamu; kebanyakan situs e-commerce memiliki desain yang menyulitkan atau bahkan mengelabui pengguna.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/confused-woman-having-problem-with-computer-broken-royalty-free-image/845527006">fizkes/iStock via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>“<em>Dark pattern</em>” adalah unsur dalam desain web yang sengaja dibuat untuk menyembunyikan, mengelabui, menipu, dan bahkan memeras pengunjung suatu situs, atau pengguna suatu aplikasi digital, untuk membuat keputusan spontan yang mungkin berbahaya.</p>
<p>Penggunaan <em>dark pattern</em> dapat ditemukan <a href="https://darkpatternstipline.org/">di banyak jenis situs</a> dan digunakan <a href="https://themarkup.org/2021/06/03/dark-patterns-that-mislead-consumers-are-all-over-the-internet">oleh beberapa jenis organisasi dan perusahaan</a>.</p>
<p>Bentuknya bisa macam-macam; dari tombol atau notifikasi <em>pop-up</em> dengan tulisan yang mengecoh, tombol pilihan yang sulit dibatalkan, atau elemen grafis seperti warna dan bayangan yang mengarahkan atau mengalihkan perhatian pengguna dari pilihan-pilihan tertentu.</p>
<p>Contoh paling umum dari praktik <em>dark pattern</em> ini adalah yang sering digunakan dalam fitur langganan, yang kini ada di berbagai produk dan layanan digital, serta menyediakan berbagai tawaran percobaan gratis (<em>free trial</em>) yang menggiurkan. </p>
<p>Penggunaan <em>dark pattern</em> semacam ini dapat menyulitkan pengguna untuk berhenti berlangganan, atau mungkin secara otomatis mengubah paket <em>free trial</em> menjadi langganan berbayar.</p>
<p>Untuk menunjukkan betapa umumnya praktik desain semacam ini, dan untuk menggambarkan berbagai kerugian yang dapat timbul akbat penggunaannya, <a href="https://scholar.google.com/citations?user=xb9_bTUAAAAJ&hl=en">saya</a> dan juga desainer sekaligus ahli teknologi publik <a href="https://www.stephanienguyen.co/about">Stephanie Nguyen</a> meluncurkan majalah digital atau <em>zine</em> berjudul <a href="https://pacscenter.stanford.edu/news/i-obscura-a-dark-pattern-zine-launched-from-stanford-and-ucla/">I, Obscura</a>.</p>
<p>Majalah ini menerbitkan studi kasus tentang beragam <em>dark pattern</em> dan hal yang perlu dilakukan untuk melindungi pengguna dari praktik ini.</p>
<p>I, Obscura diluncurkan dengan bantuan beberapa mahasiswa; Ryan Tan, Kaylee Doty, dan Kally Zheng, dan bekerja sama dengan <a href="https://pacscenter.stanford.edu/research/digital-civil-society-lab/">Digital Civil Society Lab</a> di Stanford University, Amerika Serikat (AS) dan juga <a href="https://www.c2i2.ucla.edu/">Center for Critical Internet Inquiry</a> di University of California-Los Angeles (UCLA), AS.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/kxkrdLI6e6M?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Contoh dark pattern di berbagai situs web ternama.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Mengapa <em>dark pattern</em> penting untuk dipahami</h2>
<p>Ketidakmampuan pengguna untuk berhenti berlangganan dari satu layanan menimbulkan kerugian keuangan bagi mereka: menghabiskan uang tanpa sepengetahuan pemilik akun. </p>
<p>Tapi, selain itu, <em>dark pattern</em> juga dapat menyebabkan hal berbahaya lainnya.</p>
<p><em>Dark pattern</em> dapat menimbulkan manipulasi emosional, seperti ketika sebuah situs mendadak memunculkan notifikasi <em>pop-up</em> berisi penawaran dan menunjukkan fitur hitung mundur (<em>countdown</em>) untuk memicu keputusan cepat dari pengguna. Padahal waktu tersebut sama sekali tidak memengaruhi harga atau tawaran penjualan dari produk atau layanan tersebut.</p>
<p>Bahaya yang lain adalah ancaman privasi, seperti ketika sebuah aplikasi memaksa pengguna untuk terlebih dahulu berjibaku melewati berbagai pilihan atau menu hanya untuk mematikan pengumpulan data oleh suatu situs.</p>
<p>Di sini, ada <a href="https://www.accessnow.org/eu-digital-services-act/">ketimpangan kuasa</a> antara pengguna dengan organisasi atau perusahaan yang menyulitkan pengguna untuk melindungi diri dari praktik desain yang menipu ini. Kami membuat I, Obscura untuk membantu mendidik pengguna web tentang kemungkinan penipuan ini.</p>
<p>Perlindungan konsumen juga penting. <a href="https://ftc.gov">Komisi Perdagangan Federal (FTC)</a> beserta kejaksaan tinggi di berbagai negara bagian AS telah memberlakukan peraturan perlindungan konsumen yang menghukum para organisasi dan perusahaan yang menggunakan praktik buruk ini, khususnya pada aplikasi yang <a href="https://www.washingtonpost.com/business/2020/09/04/abcmouse-10-million-ftc-settlement/">menyasar anak-anak</a>.</p>
<p>Penting bagi pemerintah untuk melarang penggunaan <em>dark pattern</em>, serta mewajibkan organisasi dan perusahaan untuk membuat interaksi dengan para penggunanya setransparan dan sesederhana mungkin.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167799/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jasmine McNealy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tombol dengan label yang menipu, pilihan yang susah batalkan, desain web yang menyembuyikan menu tertentu – begitulah contoh “dark pattern” yang dipakai situs web untuk mengelabui para pengguna.Jasmine McNealy, Associate Professor of of Media Production, Management and Technology, University of FloridaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1290102019-12-18T09:14:40Z2019-12-18T09:14:40ZSisi gelap Alexa, Siri, dan asisten digital pribadi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/307615/original/file-20191218-11951-nihq5s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Perangkat asisten pribadi digital di rumah menjadi semakin populer, tapi kehadirannya menimbulkan masalah privasi. </span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Beberapa tahun yang lalu, asisten digital pribadi seperti Alexa milik Amazon, Siri milik Apple, dan Google Assistant milik Google terdengar futuristik. Kini, hal futuristik itu telah melekat di masyarakat, bertambah, dan berkembang di mana-mana.</p>
<p>Asisten digital dapat <a href="https://www.wordstream.com/blog/ws/2018/04/10/voice-search-statistics-2018">ditemukan di kantor Anda, rumah, mobil, hotel, telepon, dan banyak tempat lainnya</a>. Teknologi ini baru-baru saja mengalami transformasi besar-besaran dan bekerja pada sistem operasi yang didorong oleh kecerdasan buatan (AI). Mereka mengamati dan mengumpulkan data secara <em>real-time</em> dan memiliki kapabilitas untuk mengambil informasi dari berbagai sumber, seperti perangkat pintar dan layanan <em>cloud</em>, yang kemudian informasi tersebut dimasukkan ke dalam konteks yang sesuai dengan menggunakan AI untuk memahami situasi. </p>
<p>Meski kita telah meneliti jauh dalam desain dan eksekusi teknologi AI, tentu masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan di bidang ini.</p>
<p>Banyak data yang dikumpulkan dan digunakan oleh asisten pribadi, termasuk informasi pribadi, yang berpotensi diidentifikasi dan mungkin merupakan informasi sensitif. Dapatkah Alexa atau asisten digital pribadi lainnya melanggar privasi dan keamanan data kita? Jawabannya adalah mungkin. <a href="https://www.theguardian.com/technology/2019/oct/09/alexa-are-you-invading-my-privacy-the-dark-side-of-our-voice-assistants">Tentu ada sisi gelap yang dibawa oleh asisten virtual ini</a>.</p>
<p>Keahlian saya di bidang privasi data, tata kelola data, dan kecerdasan buatan. Saya sebelumnya adalah Pejabat Informasi dan Privasi di Kantor Komisaris Informasi dan Privasi Ontario, Kanada</p>
<h2>Layanan yang ramah</h2>
<p>Bayangkan situasi berikut.</p>
<p>Ada beberapa tamu yang akan datang ke rumah Anda. Tamu pertama Anda datang dan kamera keamanan di teras rumah Anda menangkapnya berjalan menuju rumah Anda. Kemudian muncul sebuah suara sopan yang mengucapkan selamat datang dan membukakan pintu rumah Anda. Begitu tamu Anda berada di dalam rumah, asisten digital Anda menjelaskan bahwa Anda sedang dalam perjalanan pulang dan akan segera tiba. Melalui sistem audio di rumah Anda, asisten digital kemudian mulai memainkan lagu pilihan yang sesuai dengan lagu favorit tamu Anda (dari fitur teman Spotify Anda). Asisten digital Anda juga bertanya kepada tamu Anda mengenai pilihan minuman kopi: dengan rasa vanilla atau biji kopi Kolombia. Segera setelah itu, tamu Anda mengambil kopi dari mesin kopi digital. Tugas penyambutan kini selesai, asisten digital Anda berhenti dan sembari menunggu, tamu Anda akan melakukan beberapa panggilan. </p>
<p>Sangat menarik bagaimana asisten digital dapat memvalidasi identitas tamu Anda secara akurat dan mandiri; memilih lagu favoritnya, mengingat rasa kopi kesukaannya, dan mengelola peralatan pintar di rumah Anda.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306262/original/file-20191211-95165-u31ikt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Ketika perangkat pintar menjadi lebih banyak di mana-mana, menjaga privasi kita dan orang lain membutuhkan upaya bersama yang baru dan terpadu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Asisten penerima tamu</h2>
<p>Tapi apakah tindakan asisten digital mengkhawatirkan Anda?</p>
<p>Asisten digital dapat merekam percakapan, gambar, dan banyak informasi sensitif lainnya, termasuk lokasi melalui ponsel pintar kita. Mereka menggunakan data kita untuk pembelajaran mesin (<em>machine learning</em>) untuk meningkatkan kemampuan seiring berjalannya waktu. Perangkat lunak mereka dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan yang secara terus menerus memikirkan cara baru untuk mengumpulkan dan menggunakan data kita.</p>
<p>Layaknya program komputer lainnya, permasalahan mendasar dari asisten digital ini adalah mereka rentan terhadap kegagalan teknis dan proses. Asisten digital juga dapat diretas dari jarak jauh yang mengakibatkan pelanggaran privasi pengguna. </p>
<p>Misalnya, pernah ada kejadian sepasang suami-istri di Oregon harus mencabut perangkat Alexa, asisten virtual Amazon, karena percakapan pribadi mereka <a href="https://www.npr.org/2018/05/25/614315967/oregon-couple-unplugs-alexa-after-it-records-private-conversation">direkam dan dikirim ke salah satu teman yang terdaftar di kontak mereka</a>.</p>
<p>Dalam insiden lain, seorang laki-laki Jerman secara tidak sengaja menerima akses ke <a href="https://www.darkreading.com/iot/amazon-slip-up-shows-how-much-alexa-really-knows/d/d-id/1333545">1.700 file audio Alexa milik orang asing yang tak dikenalnya</a>. File-file tersebut mengungkapkan nama orang lengkap dengan kebiasaan, pekerjaan, dan informasi sensitif lainnya.</p>
<h2>Kesadaran akan hak istimewa</h2>
<p>Meningkatnya popularitas dan ketersediaan asisten digital pribadi telah menghasilkan pelebaran pada sesuatu yang disebut <a href="https://metro.co.uk/2019/09/09/fears-privacy-widening-digital-divide-experts-suggest-10710383/">kesenjangan digital</a>. Paradoks yang menarik; individu yang sadar dan peka terhadap masalah privasi biasanya membatasi penggunaan alat-alat digital, sementara pengguna yang kurang sadar terhadap perlindungan privasi secara luas memasukkan asisten pribadi ke dalam kehidupan digital mereka. </p>
<p>Asisten digital merekam data terus menerus atau bisa juga menunggu perintah untuk menjadi aktif. Mereka tidak membatasi pengumpulan data hanya untuk informasi pemilik atau pengguna resmi. Asisten digital pribadi bisa saja mengoleksi dan memproses data pribadi pengguna yang tidak disetujui, seperti suara mereka. </p>
<p>Dalam masyarakat yang terbagi secara digital, seseorang yang mengerti privasi tidak akan melibatkan peralatan seperti itu ke dalam kehidupan mereka, sementara yang lain mungkin menerima atau merasionalisasi perilaku tersebut.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=445&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=445&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=445&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=559&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=559&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306261/original/file-20191211-95173-15d352f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=559&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Perangkat pintar menghubungkan pengguna ke peralatan rumah tangga, dengan janji untuk meningkatkan kualitas hidup dengan membuat manajemen rumah tangga lebih mudah dan lebih efisien..</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Menghormati privasi orang lain</h2>
<p>Pada era perangkat dan akses internet di mana-mana, apa yang seharusnya kita lakukan menghadapi paradoks ini sekaligus menghormati ruang dan pilihan satu sama lain?</p>
<p>Mari kita lihat kembali asisten digital pribadi imajiner kita. Asisten digital pribadi harus memproses berbagai sumber informasi mengenai tamu Anda untuk beroperasi sebagai tuan rumah yang pintar. Apakah asisten digital menggunakan semua data itu untuk pengolahan algoritme atau malah melanggar privasi tamu Anda? Pertanyaan ini akan bergantung pada siapa Anda akan bertanya karena jawabannya akan berbeda-beda.</p>
<p>Ajaran sopan santun atau etiket kita pada dasarnya memberi tahu bahwa kita memiliki tanggung jawab sosial dan etis untuk menghormati nilai yang dipegang satu sama lain dalam hal teknologi digital. Kendati demikian, implikasi dan pertumbuhan teknologi ini sangat signifikan dan cepat sehinga kita belum mampu mendefinisikan kembali norma dan harapan sosial yang seharusnya menjadi kesepahaman bersama masyarakat.</p>
<p>Misalnya, sebagai tuan rumah, apakah kita memiliki kewajiban etis terhadap tamu kita untuk memberi tahu mereka tentang asisten digital pribadi kita? Apakah sopan bagi pengunjung rumah untuk meminta tuan rumah mematikan alat digital mereka? Haruskah kita menanyakan tentang keberadaan alat pintar dan asisten digital sebelum tiba di rumah teman, hotel, atau <a href="https://www.airbnb.com/s/homes">AirBnB</a>.</p>
<p>Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini adalah ya, menurut <a href="https://emilypost.com/book/emily-posts-manners-in-a-digital-world/">pakar etiket Daniel Post Senning</a>. Senning menjelaskan bahwa kita cukup bertanya pada diri kita sendiri. Apakah kita ingin diberitahu bahwa kita sedang direkam baik dalam pertemuan bisnis maupun pertemuan pribadi? Atau apa kita akan menerima jika diminta untuk mematikan alat digital jika kita menjadi tuan rumah? Aturan etiket bersifat universal: memegang nilai kejujuran, kebaikan, dan selalu menjadi perhatian bersama.</p>
<p>Beri tahu kolega dan tamu Anda bahwa perangkat digital Anda dapat merekam suara, gambar, atau informasi lainnya. Begitu juga minta tuan rumah Anda untuk mematikan asisten digital jika Anda tidak nyaman mereka berada di sekitar Anda. Tapi berhati-hatilah. Anda mungkin tidak ingin meminta tuan rumah Anda untuk mematikan asisten digital apabila ada sanak keluarganya yang berusia lanjut atau difabel dan bergantung pada alat-alat tersebut.</p>
<h2>Menjaga privasi kolektif</h2>
<p>Privasi adalah norma sosial yang harus kita pertahankan bersama. Pertama-tama, kita perlu mendidik diri kita sendiri mengenai keamanan dunia maya dan risiko potensial dari teknologi digital. Kita seharusnya juga proaktif dalam mengikuti berita terkini mengenai teknologi dan mengambil tindakan saat diperlukan.</p>
<p>Peran pemerintah dalam paradigma kompleks ini sangat penting. Kita membutuhkan undang-undang privasi yang lebih kuat untuk mengatasi masalah privasi yang berhubungan dengan asisten digital pribadi. Kini, perusahaan seperti Amazon, Google, dan Apple sedang membuat aturan tersebut. </p>
<p>Pihak yuridiksi lainnya telah mengembangkan dan mengimplementasikan peraturan seperti <a href="https://www.cnet.com/news/alexa-privacy-fears-spark-questions-for-amazon-in-europe/"><em>Europe’s General Data Protection Regulation</em> (GDPR)</a> yang menyediakan pengawasan pada pengumpulan data untuk berbagai perangkat rumah tangga. Kanada dan negara lain harus mengikuti langkah seperti ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129010/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rozita Dara tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Asisten digital dapat merekam percakapan, gambar, dan banyak informasi sensitif lainnya, termasuk lokasi melalui ponsel pintar kita.Rozita Dara, Assistant Professor, Computer Science, University of GuelphLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1240022019-09-26T03:03:56Z2019-09-26T03:03:56Z3 alasan Risma sebaiknya batalkan rencana pemasangan CCTV pengenal wajah di Surabaya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/293937/original/file-20190925-51421-yfvk6v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=20%2C20%2C4580%2C3428&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berencana memasang <a href="https://jateng.tribunnews.com/2019/09/22/surabaya-sudah-siap-1480-cctv-pengenal-wajah-kecelakaan-tabrak-lari-juga-makin-mudah-terungkap?page=3">teknologi pengenalan wajah (<em>face recognition</em>) pada lebih dari 1400 CCTV (<em>closed-circuit television</em>) di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur</a> tersebut untuk alasan keamanan. </p>
<p>Tidak semata hanya merekam, perangkat CCTV yang akan dipasang nantinya dapat terhubung dengan data kependudukan, dan dapat diakses oleh pihak Kepolisian dan pasukan anti terorisme Detasemen Khusus 88. </p>
<p>Menurut teori, pengawasan melalui CCTV akan menimbulkan efek pencegahan pada tindak kriminal dan disiplin diri warga melalui mekanisme <a href="https://www.amazon.com/Discipline-Punish-Prison-Michel-Foucault/dp/0679752552">panoptikon</a>, yaitu bentuk pengawasan yang terus menerus dirasakan individu walaupun pengawasnya tidak selalu ada. </p>
<p>Riset mengenai keefektifan CCTV dalam mengurangi kriminalitas selama 40 tahun ke belakang mendukung bukti terjadi penurunan tindak kejahatan terutama di area parkir dan hunian. <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/1745-9133.12419">Namun CCTV tidak efektif untuk mencegah kekacauan publik dan kejahatan dengan kekerasan</a>. </p>
<p>CCTV bukan <a href="https://pdfs.semanticscholar.org/672d/b4b4d7b77bde52153a1328d1b7544d43cb09.pdf"><em>panacea</em> atau obat yang mujarab untuk mencegah semua bentuk kejahatan</a>.</p>
<p>Sebaliknya, menurut <a href="https://theconversation.com/facial-recognition-ten-reasons-you-should-be-worried-about-the-technology-122137">akademisi</a> yang fokus pada <a href="https://www.abc.net.au/news/2019-05-15/san-francisco-bans-police-use-of-facial-recognition-technology/11116204?pfmredir=sm">isu privasi dan pemerintah daerah,</a> penggunaan CCTV dengan pengenalan wajah berisiko mencederai demokrasi. </p>
<h2>Kebijakan CCTV dengan pengenalan wajah di berbagai negara</h2>
<p>CCTV bekerja dengan cara merekam aktivitas seseorang, tanpa sepengetahuannya. CCTV adalah salah satu bentuk teknologi panoptikon karena individu merasa diawasi secara terus menerus tanpa bisa mengkonfirmasi apakah di balik CCTV terdapat pengawas. Efek dari panoptikon adalah kepatuhan pada norma yang ditentukan oleh pengawas yang pada akhirnya mengubah perilaku bahkan jati diri individu yang diawasi.</p>
<p>Satu-satunya negara yang dengan massif menggunakan CCTV seperti ini hanya Cina yang memang <a href="https://fortune.com/2018/10/28/in-china-facial-recognition-tech-is-watching-you/">ingin mengontrol ketat 1,4 miliar warganya</a>. Bahkan, di negara ini perilaku warga yang tertangkap CCTV akan terhubung dengan sistem kredit sosial, yang memberi <a href="https://www.wired.co.uk/article/china-social-credit-system-explained">pemeringkatan kepada warga berdasarkan ketaatan mereka terhadap aturan</a>.</p>
<p>Cina sendiri banyak mendapatkan kritik dari kelompok pejuang hak asasi manusia karena menggunakan teknologi ini <a href="https://www.theguardian.com/world/2019/feb/18/chinese-surveillance-company-tracking-25m-xinjiang-residents">untuk menekan kelompok minoritas Muslim Uighur</a>.</p>
<p>Warga di berbagai negara juga telah <a href="https://www.theguardian.com/technology/2019/may/21/office-worker-launches-uks-first-police-facial-recognition-legal-action">menolak pemasangan teknologi CCTV</a> yang mampu mengenali wajah yang terekam. </p>
<p>Negara maju seperti Belgia telah menghentikan pemasangan CCTV dengan kemampuan mengenali wajah di bandara <a href="https://www.brusselstimes.com/brussels-2/60362/no-legal-basis-for-facial-recognition-cameras-identity-brussels-airport-intelligent-cameras/">karena tidak memilik dasar hukum</a>. </p>
<p>Langkah Belgia patut ditiru. Berikut tiga alasan mengapa Risma sebaiknya tidak memasang teknologi pengenalan wajah di CCTV. </p>
<h1>1. Melanggar privasi</h1>
<p>Indonesia belum memiliki aturan yang melindungi data pribadi warganya. Saat ini, kita masih menunggu RUU Perlindungan Data Pribadi untuk disetujui DPR. </p>
<p>Sejauh ini belum ada aturan yang jelas terkait penyimpanan dan pemanfaatan data yang dikumpulkan melalui teknologi pengenalan wajah di CCTV. </p>
<p>Beberapa potensi pelanggaran privasi yang dapat terjadi dari penggunaan teknologi ini adalah tidak adanya persetujuan (<em>consent</em>) dari individu yang terekam CCTV. Bahkan mungkin orang yang diambil dan disimpan datanya tidak pernah tahu sama sekali bahwa pemerintah Kota Surabaya memiliki data tentang dirinya. </p>
<p>Selain itu, pelanggaran privasi juga akan terkait dengan jenis informasi apa saja yang bisa terekam, pihak yang dapat mengakses rekaman, dan proses pemindahan informasi dari pemerintah ke pihak-pihak lainnya termasuk pihak swasta penyedia layanan CCTV.</p>
<h1>2. Mencederai demokrasi</h1>
<p>Pengawasan dengan menggunakan teknologi pengenalan wajah yang ditautkan dengan data raksasa yang bersifat pribadi dapat menghancurkan proses demokratis. </p>
<p>Demokrasi membutuhkan warga negara yang otonom untuk bersikap dan melawan dominasi tertentu dalam kehidupan sosialnya. Selain itu demokrasi mensyaratkan kemampuan individu untuk berkonsultasi dan berdialog yang dilandasi kebebasan berpendapat. </p>
<p>Individu membutuhkan <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-1-4020-9498-9_2">perlindungan informasi dan data pribadi untuk mempertahankan martabat dirinya</a>. Tanpa pemisahan antara yang privat dan yang publik, manusia akan kehilangan jati diri dan tidak mungkin melawan dominasi totalitarian maupun berani beropini bahkan memiliki pemikiran sendiri. </p>
<p>Sejatinya, salah satu kebutuhan mendasar manusia adalah otonomi, yakni sebuah kondisi manusia dapat menentukan nasib mereka sendiri. Artinya, manusia memiliki kemampuan untuk membuat pilihan dan mengambil keputusan atas nasib mereka. Profesor etika media dari Colorado State University Patrick Plaisance, dalam bukunya <a href="http://us.sagepub.com/en-us/nam/media-ethics/book239341">Media Ethics</a>, mengatakan bahwa kebutuhan tersebut hanya akan dapat terpenuhi jika manusia berada dalam ranah privat mereka, tanpa pengamatan dan pantauan dari publik. </p>
<p>Pemasangan CCTV dengan teknologi pengenalan wajah dapat menghambat partisipasi politik, utamanya bagi mereka yang ingin menyuarakan pendapatnya kepada pemerintah. </p>
<p>Saat ini, terjadi demonstrasi besar oleh mahasiswa di berbagai kota menggugat kinerja DPR dan lembaga eksekutif terkait berbagai <a href="https://www.washingtonpost.com/world/asia_pacific/more-than-80-students-wounded-during-indonesia-protest/2019/09/24/18025850-df40-11e9-be7f-4cc85017c36f_story.html">rancangan undang-undang</a> yang mengancam demokrasi Indonesia. </p>
<p>Memasang CCTV, apalagi dengan teknologi pengenalan wajah yang terhubung data kependudukan dan dapat diakses kepolisian, sama saja mengatakan bahwa sebaiknya setiap warga tidak macam-macam dengan pemerintah atau mereka bisa dengan mudah ditangkap.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/catatan-aktivis-98-untuk-demo-mahasiswa-2019-lanjutkan-perjuangan-124130">Catatan aktivis '98 untuk demo mahasiswa 2019: lanjutkan perjuangan!</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pengawasan CCTV model panoptikon ini <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1461444818801317">berpotensi mengurangi partisipasi politik warga negara di ruang-ruang publik</a>. Ancaman pengawasan dari pemerintah juga secara psikologis menghalangi kebebasan berpendapat dan berserikat warga bahkan di negara yang menjamin hak berpendapat secara mutlak seperti di Amerika Serikat. </p>
<p>Manusia akan menjadi seorang <a href="https://apps.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a013230.pdf">individu yang memiliki pendapat sendiri ketika berada di dalam lingkungan yang suportif</a>. Namun ketika risiko identifikasi dan kehilangan privasi semakin tinggi dengan adanya pengawasan, individu sebagai <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1461444818801317">makhluk rasional akan berusaha menurunkan risiko dengan memilih tidak berpendapat atau tidak mengemukakan sikapnya secara publik dan terbuka</a>. </p>
<p>Pada akhirnya pengawasan menggunakan CCTV berpotensi meningkatkan rasa tidak hormat warga pada pemerintahan. Pengawasan yang terus-menerus akan menghasilkan <a href="https://apps.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a013230.pdf">rasa terancam yang pada akhirnya menimbulkan perasaan bahwa relasi antara yang diawasi dan mengawasi adalah sebuah hubungan antara yang ditindas dan penindas</a>. Rasa ketertindasan dan kehilangan kebebasan hanya akan berujung pada perlawanan dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.</p>
<h1>3. Melanggengkan diskriminasi</h1>
<p>Pemanfaatan teknologi pengenalan wajah dengan kecerdasan buatan dan CCTV melahirkan diskriminasi. CCTV telah menjadi <a href="https://www2.gov.scot/Publications/1999/08/ef48bf19-08b4-4641-9119-dd22fb1d29be">instrumen diskriminasi</a> terhadap laki-laki terutama mereka yang berkulit gelap dan lebih muda. </p>
<p><a href="http://ijoc.org/index.php/ijoc/article/viewFile/6182/1807">Kecerdasan buatan serta algoritme pengenalan wajah bahkan bersifat rasis</a> dengan mengutamakan identifikasi mereka yang berkulit putih dan memasukkan mereka yang berkulit berwarna dan minoritas dalam kategori yang lebih rendah dari yang mayoritas dalam perspektif hukum. </p>
<p>Apalagi pada Agustus lalu, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190819072043-20-422556/kronologi-pengepungan-asrama-papua-surabaya-versi-mahasiswa">persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya</a> memantik protes berkepanjangan di Papua. Risiko diskriminasi terhadap minoritas dengan penggunaan teknologi yang secara desain memiliki bias rasisme adalah keniscayaan.</p>
<h2>Apakah CCTV harus dan perlu?</h2>
<p>Dalam membuat kebijakan terkait dengan pengawasan, kita mengenal adanya <a href="https://ojs.library.queensu.ca/index.php/surveillance-and-society/article/view/ethics_debate2/ethics2">prinsip <em>necessity</em> (keperluan) dan <em>proportionality</em> (proporsionalitas)</a>. </p>
<p>Prinsip <em>necessity</em> menekankan bahwa kebijakan harusnya tidak melanggar atau membatas hak asasi manusia. Dalam hal ini, seberapa perlu sebenarnya ratusan CCTV dengan teknologi pengenalan wajah untuk dipasang di Kota Surabaya? </p>
<p>Tujuan CCTV adalah untuk menekan tindakan kriminalitas serius yang dilakukan segelintir orang. Alih-alih, pemasangan CCTV akan “menghukum” seluruh warga Surabaya dan siapa pun yang berkunjung ke sana karena otomatis kebebasan mereka akan dibatasi dan hak mereka untuk tidak diawasi pemerintah telah dilanggar.</p>
<p>Selanjutnya, prinsip <em>proportionality</em> menekankan bahwa sebuah kebijakan harusnya tidak berlebihan, dan sesuai dengan porsinya. Untuk itu, sebelum memasang CCTV, para pemangku kepentingan menentukan standar urgensi tingkat kriminalitas Kota Surabaya sehingga harus dipasangi CCTV dengan teknologi pengenalan wajah yang juga dapat diakses oleh Densus 88 dan Kepolisian. Selain itu, teknologi ini harus dipastikan tidak mendiskriminasikan warga dalam pengintaian dan perekamannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/124002/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kunto Adi Wibowo menerima dana dari WhatsApp untuk menyelidiki misinformasi dan pemilu di Indonesia. Kunto terafiliasi dengan Lembaga Survei KedaiKOPI. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Ika Karlina Idris tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Memasang teknologi pengenalan wajah di CCTV akan melanggar privasi, mencederai demokrasi, dan melanggengkan diskriminasi.Ika Karlina Idris, Dosen Paramadina Graduate School of Communication, Paramadina University Kunto Adi Wibowo, Associate lecturer in Communication, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1213262019-08-02T08:06:06Z2019-08-02T08:06:06ZSetelah denda Rp70 T terkait Cambridge Analytica, mengapa polisi pengawas Facebook juga akan gagal?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/286688/original/file-20190802-169706-i8squ9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C28%2C6399%2C4761&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Siapa yang memantau bagaimana Facebook memantau Anda?</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/magnifying-glass-on-large-group-people-708972022">alphaspirit/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.cnn.com/2019/07/24/tech/facebook-ftc-settlement/">Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat memutuskan denda terbesar yang pernah ada</a>, sebesar US$5 miliar (sekitar Rp70 triliun), kepada Facebook karena melanggar <a href="https://www.ftc.gov/news-events/press-releases/2011/11/facebook-settles-ftc-charges-it-deceived-consumers-failing-keep">satu kasus pelanggaran privasi pada 2011</a> pada akhir Juli. </p>
<p>Namun jumlah denda ini hanya <a href="https://arstechnica.com/tech-policy/2019/07/facebooks-ftc-fine-will-be-5-billion-or-one-berbulan-bulan-dari%20pendapatan/">bernilai sekitar satu bulan pendapatan perusahaan raksasa teknologi ini</a>. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa denda, meskipun tampak besar, sebenarnya, tidak terlalu tinggi.</p>
<p>Hal yang lebih penting, Facebook diharuskan untuk memiliki “<a href="https://www.nytimes.com/2019/07/24/technology/ftc-facebook-privacy-data.html">tim penilai dari luar</a>” - semacam “polisi privasi” – untuk memantau penanganan data pengguna perusahaan, serta mengikuti beberapa persyaratan prosedural perusahaan lainnya. Tim tersebut dapat menjawab masalah mendasar pada cara Facebook beroperasi. </p>
<p>Namun, sebagai <a href="https://fletcher.tufts.edu/people/bhaskar-chakravorti">ahli bisnis untuk perusahaan teknologi</a>, saya khawatir peran yang sangat penting ini berpotensi gagal.</p>
<p>Menurut pendapat saya, ada tiga masalah utama terkait privasi yang perlu diwaspadai agar bisa dicari pemecahannya secara efektif: potensi pelanggaran privasi pengguna; penyebaran konten berbahaya yang misalnya dapat memanipulasi hasil pemilihan umum dan menyebabkan kekerasan etnis; dan kejadian-kejadian pengumpulan data daripada yang dijamin demi menyediakan layanan kepada pengguna.</p>
<p>Seorang penilai independen akan kekurangan standar, peraturan dan pedoman hukum, serta wawasan yang dibutuhkan untuk benar-benar memantau bagaimana Facebook menangani ketiga masalah tersebut. </p>
<p>Ini membuat pekerjaan polisi privasi jauh lebih sulit daripada pekerjaan polisi biasa atau, katakanlah, seorang auditor keuangan.</p>
<h2>Melindungi privasi pengguna</h2>
<p>Sejarah pelanggaran privasi Facebook lebih dari kasus yang paling dipublikasikan, seperti membiarkan <a href="https://www.theguardian.com/news/series/cambridge-analytica-files"><em>Cambridge Analytica</em></a> mengakses <a href="https://theconversation.com/how-cambridge-analyticas-facebook-targeting-model-really-worked-according-to-the-person-who-built-it-94078">data pribadi 50 juta pengguna</a> untuk membuat <a href="https://theconversation.com/facebook-is-killing-democracy-with-its-personality-profiling-data-93611">kampanye iklan politik bertarget mikro</a>.</p>
<p>Facebook secara <a href="https://www.nytimes.com/2018/12/19/technology/facebook-data-sharing.html">diam-diam berbagi data dengan perusahaan lain</a> selama bertahun-tahun, tanpa memberi tahu penggunanya. </p>
<p>Praktik itu, serta fungsi yang memungkinkan pengguna masuk ke situs web dan aplikasi lain <a href="https://developers.facebook.com/blog/post/2008/05/09/announcing-facebook-connect/">dengan <em>login</em> Facebook mereka</a>, telah membantu pengiklan <a href="https://lifehacker.com/heres-how-internet-ads-follow-you-around-1826726345">mengikuti target mereka di internet</a>. </p>
<p>Perusahaan ini juga telah menggunakan data pengguna untuk memperoleh <a href="https://www.vox.com/policy-and-politics/2019/4/16/18410932/facebook-user-data%20-privacy-cambridge-analytica">keuntungan dalam negosiasi bisnis</a>, meningkatkan keuntungannya sendiri tanpa memberi kompensasi kepada pengguna sendiri.</p>
<p>Putusan FTC membuat polisi privasi tidak memiliki panduan yang jelas tentang mana pengaturan pembagian data atau penyimpanan data antara Facebook dan perusahaan lain yang sah dan mana yang melewati batas. </p>
<p>Ini karena masih <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2019/06/g20-data/592606/">belum adanya aturan perlindungan data yang disepakati secara internasional</a>, dan <a href="https://theconversation.com/fragmented-us-privacy-rules-leave-large-data-loopholes-for-facebook-and-others-94606">belum jelasnya beberapa peraturan</a> di Amerika Serikat untuk menjadi acuan pertimbangan tindakan Facebook.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/285898/original/file-20190726-43136-pt1fwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Komisioner FTC Rohit Chopra.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.ftc.gov/about-ftc/biographies/rohit-chopra">FTC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Model bisnis Facebook menggunakan harta karun data pengguna untuk mendapatkan iklan. Ini merupakan sumber utama <a href="https://finance.yahoo.com/news/facebook-users-clicking-more-ads-174600658.html">hampir semua pendapatannya</a>. </p>
<p>Orang luar tidak akan dapat memberi tahu perbedaan antara praktik bisnis yang sah untuk memanen data pengguna demi meningkatkan keuntungan dan penyalahgunaan yang melanggar privasi pengguna. </p>
<p>Bahkan, Komisioner FTC Rohit Chopra, yang <a href="https://www.ftc.gov/enforcement/cases-proceedings/092-3184/facebook-inc">berbeda pendapat dengan keputusan itu</a>, menyatakan bahwa penyelesaian yang baru masih “<a href="https://www.ftc.gov/public-statements/2019/07/dissenting-statement-commissioner-rohit-chopra-regarding-matter-facebook">memungkinkan Facebook untuk memutuskan sendiri</a> berapa banyak informasi yang dapat diambil dari penggunanya dan apa yang dapat dilakukannya dengan informasi tersebut.”</p>
<h2>Memblokir konten berbahaya</h2>
<p>Facebook telah <a href="https://www.nytimes.com/2018/09/19/technology/facebook-election-war-room.html">berjuang untuk membatasi konten berbahaya</a> di jaringannya, seperti konten yang memicu <a href="https://www.nytimes.com/2018/10/15/technology/myanmar-facebook-genocide.html">kekerasan etnis</a>, <a href="https://www.ft.com/content/9fe88fba-6c0d-%2011e9-a9a5-351eeaef6d84">menyebarkan informasi yang salah</a> atau memfasilitasi <a href="https://www.politico.com/story/2019/05/29/nancy-pelosi-facebook-russia-election-meddling-1346878">adanya campur tangan pemilu</a>. </p>
<p>Data pribadi membantu para pelaku menargetkan pesan mereka ke kelompok pengguna Facebook tertentu.</p>
<p>Penilai dari luar akan <a href="https://www.nytimes.com/2019/07/24/technology/ftc-facebook-privacy-data.html">fokus pada privasi</a>, yang berarti bahwa mengidentifikasi, memverifikasi, dan mengawasi konten akan berada di luar kekuasaan mereka. </p>
<p>Ironisnya, langkah-langkah untuk meningkatkan privasi, seperti memastikan <em>end-to-end encryption</em> (enkripsi ujung ke ujung) di semua platform pengiriman pesan Facebook – sebagaimana yang Mark Zuckerberg <a href="https://www.nytimes.com/2019/01/25/technology%20/facebook-instagram-whatsapp-messenger.html">ingin lakukan</a> – justru akan melindungi identitas penyebar pesan berbahaya, bukannya mengungkap identitas dan tindakan mereka.</p>
<h2>Melindungi pengguna dari memberi terlalu banyak</h2>
<p>Akses ke Facebook tampak gratis, karena tidak ada biaya, tapi sebenarnya pengguna <a href="https://theconversation.com/3-myths-to-bust-about-breaking-up-big-tech-119283">membayar dengan data mereka</a>. </p>
<p>Tim penilai seharus bertanya apakah pengguna ditagih secara wajar, dalam hal privasi, untuk layanan yang mereka terima. Itu menimbulkan pertanyaan tentang berapa harga “wajar” seperti apa yang sesuai dengan layanan yang disediakan Facebook.</p>
<p>Biasanya, harga ditentukan oleh pasar yang kompetitif. Dalam kondisi pasar seperti itu, <a href="https://www.penguinrandomhouse.com/books/298835/bargaining-for-untungkan-by-g-richard-shell/9780143036975">pelanggan dapat memilih</a> dari berbagai penyedia layanan. Tidak demikian halnya di Facebook, di sana ada biaya tinggi – sekali lagi, bukan finansial, tapi dalam hal waktu dan usaha – untuk meninggalkannya dengan tidak ada opsi lain yang menawarkan layanan yang setara.</p>
<p>Ini adalah fenomena ilmu sosial yang disebut dengan “<a href="https://www.wired.com/2012/05/network-effects-and-global-domination-the-facebook-strategy/">efek jaringan</a>”. </p>
<p>Jaringan apa pun semakin meningkat harganya ketika semakin banyak orang bergabung – tapi itu juga berarti semakin sulit untuk meninggalkannya. </p>
<p>Sekarang ada <a href="https://www.businessinsider.com/facebook-has-2-billion-plus-users-after-15-years-2019-2">lebih dari 2,3 miliar pengguna Facebook</a> di seluruh dunia. Bagi terlalu banyak orang, <a href="https://www.brandwatch.com/blog/facebook-statistics/">koneksi sosial online paling aktif</a> mereka ada di Facebook.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/285899/original/file-20190726-43130-tatb98.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Spotify adalah salah satu dari banyak layanan online yang memungkinkan pengguna untuk masuk dengan akun Facebook mereka.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://accounts.spotify.com/en/login/">Screenshot of Spotify website</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sulit untuk meninggalkan Facebook, bukan hanya karena ada begitu banyak pengguna. Banyak pelanggan menggunakan <em>login</em> Facebook mereka di ribuan aplikasi dan layanan lain. </p>
<p>Jika mereka menghapus akun Facebook mereka, mereka juga kehilangan semua akses ke aplikasi lain itu, seperti daftar putar Spotify yang disesuaikan dan preferensi tampilan Netflix. Lebih buruk lagi, Facebook telah membeli banyak pesaingnya. Banyak orang yang beralih dari Facebook <a href="https://mashable.com/article/facebook-losing-users-us/">ke Instagram</a> – yang juga dimiliki oleh Facebook.</p>
<p>Melihat ke masa depan, perusahaan ini membuat harga meninggalkan Facebook lebih tinggi, dengan rencananya untuk <a href="https://www.nytimes.com/2019/01/25/technology/facebook-instagram-whatsapp-messenger.html">mengkonsolidasikan kekuatan pengumpulan data</a> dengan mengintegrasikan berbagai aplikasi, termasuk Facebook Messenger, Instagram, dan WhatsApp – dan juga melalui <a href="https://qz.com/1655319/the-winners-and-loser-of-facebooks-libra/">mata uang digital yang diusulkan</a> untuk transaksi yang dilakukan di platform Facebook.</p>
<p>Semua ini menciptakan kondisi yang tidak adil karena mendukung sebuah perusahaan induk yang menguasai semua, membatasi pilihan pengguna dan membuat pengguna sulit beralih. Tidak ada penilai yang dapat memperbaiki hal ini.</p>
<p>Jauh lebih dari sekadar denda, inti dari kesepakatan FTC adalah tim penilai berasal dari luar. Jika dirancang dengan baik, peran ini bisa benar-benar mengubah permainan – salah satu polisi privasi yang kuat yang menetapkan standar untuk bagaimana kekuatan perusahaan teknologi besar dikelola mulai dari sini. </p>
<p>Namun, denda hanya tamparan di pergelangan tangan, dan lengan polisi seakan terikat dan tidak dapat mencapai cukup jauh. Ini menjadi preseden yang sangat buruk: Baik FTC dan Facebook dapat menyatakan mereka menang, meski sesungguhnya konsumen yang kalah.</p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/121326/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bhaskar Chakravorti terafiliasi dengan Institute for Business in the Global Context at Fletcher/Tufts yang menerima pendanaan dari Mastercard, Microsoft, the Gates Foundation, the Rockefeller Foundation and the Onassis Foundation. Ia adalah Non-Resident Senior Fellow pada Brookings India dan Senior Advisor terkait Digital Inclusion pada the Mastercard Center for Inclusive Growth.</span></em></p>Tidak mungkin assessor independen dapat benar-benar memantau bagaimana Facebook dapat melanggar atau menyalahgunakan privasi pengguna.Bhaskar Chakravorti, Dean of Global Business, The Fletcher School, Tufts UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1176672019-05-23T07:14:51Z2019-05-23T07:14:51ZBagaimana cara kerja VPN? Apakah VPN yang kita pakai benar-benar aman?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/276047/original/file-20190523-187147-1k48t6a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Komunikasi yang aman semakin diperlukan</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/abstract-secure-network-concept-on-dark-194040659">maxuser/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Sekitar <a href="https://blog.globalwebindex.com/chart-of-the-day/vpn-usage-2018/">seperempat pemakai internet</a> menggunakan sebuah “virtual private network” (jaringan privat virtual), yakni susunan software yang menciptakan koneksi data terenkripsi dan aman antara komputer mereka dan komputer lain di mana pun di internet.</p>
<p>Banyak orang menggunakan VPN untuk <a href="https://lifehacker.com/how-to-choose-a-vpn-1831320407">melindungi privasi mereka</a> ketika menggunakan hotspot Wi-Fi, atau untuk tersambung secara aman ke jaringan kantor ketika mereka sedang bepergian.</p>
<p>Ada pula pemakai VPN yang khawatir mengenai pengintaian dari pemerintah dan penyedia jasa internet. </p>
<p>Banyak perusahaan VPN <a href="https://www.zdnet.com/article/how-to-use-a-vpn-to-protect-your-internet-privacy/">berjanji</a> menggunakan enkripsi kokoh untuk mengamankan data, dan mengatakan mereka melindungi privasi pengguna dengan cara tidak menyimpan informasi lokasi VPN diakses atau apa yang dilakukan pengguna selama mereka tersambung ke VPN.</p>
<p>Jika semua berjalan sebagaimana mestinya, seseorang yang “mengintip” komputer Anda tidak akan melihat semua kegiatan intenet Anda—hanya koneksi tak bermakna yang bisa dilihat.</p>
<p>Perusahaan, pemerintah, atau hacker yang mengintai lalu-lintas internet secara keseluruhan memang masih dapat mengetahui adanya komputer yang mengirimkan informasi sensitif (atau misalnya membuka Facebook di kantor) tapi mereka tidak bisa mengetahui secara persis komputer mana yang dipakai. </p>
<p>Mereka akan mengira kegiatan itu berlangsung di komputer yang berbeda dari komputer sebenarnya.</p>
<p>Walau demikian, banyak orang—termasuk pelanggan VPN—tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa ulang apakah mereka sungguh mendapatkan layanan yang semestinya.</p>
<p>Saya tergabung dalam <a href="https://scholar.google.com/citations?user=NDPIex8AAAAJ&hl=en">sekelompok peneliti</a> yang punya kemampuan itu, dan pemeriksaan kami terhadap layanan dari 200 perusahaan VPN menemukan bahwa banyak perusahaan <a href="https://dl.acm.org/citation.cfm?id=3278570">mengecoh pelanggan mengenai aspek penting</a> dalam perlindungan pengguna mereka.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=433&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=433&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=433&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=544&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=544&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/255939/original/file-20190128-108364-zo4rwk.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=544&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bagaimana VPN mengamankan kegiatan internet.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Mohammad Taha Khan</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Pelanggan dalam kegelapan</h2>
<p>Penelitian kami mengungkapkan bahwa amat sulit bagi pelanggan VPN untuk mendapatkan informasi yang jernih. Sebabnya, banyak perusahaan VPN sengaja membayar pihak ketiga untuk membuat ulasan di <a href="https://www.ctrl.blog/entry/pcmag-vpn-review">website atau blog</a> untuk mempromosikan <a href="https://onemorecupof-coffee.com/best-vpn-affiliate-programs/">layanan mereka</a> dengan menulis <a href="https://www.ivpn.net/blog/closed-affiliate-program">ulasan positif</a> dan memberi <a href="https://thatoneprivacysite.net/choosing-the-best-vpn-for-you/">peringkat tinggi</a> di survei-survei. </p>
<p>Ulasan berbayar semacam ini sama saja dengan iklan bagi calon pelanggan, ketimbang ulasan jernih dan independen. Dari 26 ulasan website yang kami telaah; <a href="https://dl.acm.org/citation.cfm?id=3278570">ada 24</a> yang dibayar untuk ulasan positifnya. </p>
<p>Bentuknya kerap berupa website yang membuat daftar ratusan perusahaan VPN. Lebih dari 90 persen perusahaan itu diberi empat (dari lima) bintang atau lebih. Ini tidak ilegal, tapi melencengkan evaluasi yang semestinya independen.</p>
<p>Praktik ini juga membuat persaingan makin sulit bagi perusahaan VPN yang masih baru dan masih kecil, yang mungkin saja punya layanan lebih baik tapi budget promosi mereka lebih rendah.</p>
<h2>Ketidakjelasan soal privasi data</h2>
<p>Kami juga menemukan bahwa perusahaan VPN tidak selalu berbuat banyak untuk melindungi data pengguna (tak seperti iklan mereka). Dari 200 perusahaan yang kami teliti, 50 bahkan tidak menayangkan kebijakan privasi sama sekali—padahal <a href="https://www.ftc.gov/tips-advice/business-center/privacy-and-security">hukum</a> mewajibkan <a href="https://termsfeed.com/blog/privacy-policy-mandatory-law/">hal ini</a>.</p>
<p>Sementara itu, perusahaan yang menayangkan kebijakan privasi memiliki deskripsi yang berbeda-beda mengenai penanganan data pelanggan. Ada yang kebijakannya hanya berisi 75 kata, sangat jauh dari <a href="https://www.wsj.com/articles/privacy-policies-flooding-your-inbox-how-to-cut-through-the-gibberish-1526565342">dokumen legal berlembar-lembar</a> yang menjadi standar di perbankan dan situs media sosial. </p>
<p>Ada pula yang tidak secara resmi mengonfirmasi hal-hal yang dijanjikan di iklan, sehingga mereka masih dapat mengintai pelanggan dan melanggar janji.</p>
<h2>Membocorkan atau memantau lalu-lintas</h2>
<p>Sebagian besar keamanan VPN bergantung pada bagaimana memastikan bahwa semua lalu-lintas internet pengguna melewati sebuah koneksi terenkripsi antara komputer pengguna dan server VPN. Tetapi yang namanya software itu ditulis manusia, dan manusia bisa membuat kesalahan. </p>
<p>Ketika kami menguji 61 sistem VPN, kami menemukan kesalahan programming dan konfigurasi di 13 dari 61 sistem itu, yang memungkinkan lalu-lintas internet keluar dari koneksi terenkripsi—yang berkebalikan dari tujuan orang menggunakan VPN. Kegiatan online sang pengguna juga dapat terpapar ke pengamat dan pengintai di luar sistem.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=245&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=245&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=245&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=308&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=308&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/255947/original/file-20190128-108367-1j5n6tg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=308&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Ketika VPN tak berjalan sebagaimana mestinya, data pengguna bisa bocor.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Mohammad Taha Khan</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain itu, karena perusahaan VPN mampu (jika mau) memonitor segala aktivitas online yang dilakukan pelanggan, kami memeriksa apakah ada yang melakukan hal seperti itu.</p>
<p>Kami menemukan enam dari 200 layanan VPN ternyata memonitor kegiatan pelanggan mereka sendiri. Ini berbeda dari kebocoran yang tak disengaja, sebab ini secara aktif mengintai kegiatan pengguna—dan mungkin saja menyimpan data kegiatan pengguna itu.</p>
<p>Didorong oleh iklan yang berfokus pada privasi, para pengguna percaya saja bahwa perusahan VPN tidak akan memonitor kegiatan mereka, dan tidak membagikan data ke pihak lain, perusahaan periklanan dan polisi atau badan pemerintah lainnya.</p>
<p>Tapi enam perusahaan VPN yang kami sebut di atas tidak berkomitmen secara legal untuk melindungi pelanggan mereka, walau sudah berjanji demikian.</p>
<h2>Berbohong tentang lokasi</h2>
<p>Hal yang paling menjual dari banyak layanan VPN adalah mereka mengklaim pelanggan dapat tersambung ke internet seolah-olah dari negara lain. Beberapa pengguna melakukan ini untuk menghindari larangan hak cipta, entah secara ilegal atau semi ilegal, seperti menonton Netflix Amerika di saat sedang berlibur di Eropa.</p>
<p>Ada pula pengguna yang melakukan ini untuk menghindari penyensoran atau peraturan pemerintah terkait kegiatan internet.</p>
<p>Tapi yang kami temukan adalah, klaim-klaim terkait lokasi seolah-olah dari negara lain itu tidak selalu benar. Kami awalnya curiga ketika melihat ada VPN yang mengklaim dapat membuat pengguna seolah-olah tersambung dari <a href="https://vpn-services.bestreviews.net/countries/vpn-iran/">Iran</a>, Korea Utara and kepulauan seperti Barbados, Bermuda dan Cape Verde. Ini adalah tempat-tempat yang sangat sulit <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-37426725">mendapatkan akses internet</a>, bahkan mustahil bagi <a href="http://www.northkoreatech.org/2015/07/06/a-peek-inside-north-koreas-intranet/">perusahaan asing</a>.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=336&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=336&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=336&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=422&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=422&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/255949/original/file-20190128-108334-371qnf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=422&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Dari mana asal lalu-lintas ini sebenarnya?</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/world-map-3d-set-infographics-elements-337874288">MSSA/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ketika kami telusuri, kami menemukan bahwa beberap VPN yang mengklaim memiliki koneksi luas dan banyak sebenarnya hanya memiliki beberapa gabungan server di beberapa negara.</p>
<p>Studi kami menemukan, mereka memanipulasi rekaman jalur internet sehingga seolah-olah mereka menyediakan layanan di lokasi lain. Kami menemukan setidak-tidaknya enam layanan VPN yang mengklaim melewatkan lalu-lintas melalui satu negara tetapi sesungguhnya malah melalui negara lain.</p>
<p>Tergantung pada aktivitas pengguna dan hukum di negara itu, hal seperti ini bisa jadi ilegal atau bahkan mengancam nyawa—tapi yang jelas ini sudah mengecoh/mengelabui pengguna.</p>
<h2>Panduan bagi pengguna VPN</h2>
<p>Pelanggan yang mengerti teknologi dan berminat menggunakan VPN mungkin sebaiknya menyusun server sendiri, entah dengan <a href="https://hackernoon.com/using-a-vpn-server-to-connect-to-your-aws-vpc-for-just-the-cost-of-an-ec2-nano-instance-3c81269c71c2">layanan “cloud computing”</a> atau <a href="https://www.howtogeek.com/221001/how-to-set-up-your-own-home-vpn-server/">koneksi internet di rumah</a>. </p>
<p>Mereka yang tidak terlalu mengerti teknologi mungkin sebaiknya menggunakan <a href="https://www.torproject.org/projects/torbrowser.html.en">browser Tor</a>, sebuah jaringan komputer yang tersambung ke internet yang membantu <a href="https://theconversation.com/securing-web-browsing-protecting-the-tor-network-56840">mengawal privasi pengguna</a>.</p>
<p>Metode-metode di atas tergolong sulit dan mungkin saja lambat. Ketika memilih layanan VPN komersial, ini saran kami yang didasarkan <a href="https://dl.acm.org/citation.cfm?id=3278570">oleh riset</a>: bacalah kebijakan privasi di website secara saksama, dan cobalah berlangganan dalam periode singkat terlebih dahulu, mungkin bulanan, ketimbang tahunan. Jadi Anda mudah berpindah ketika menemukan layanan yang lebih baik lagi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117667/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mohammad Taha Khan is a PhD candidate at the University of Illinous at Chicago. This research was made possible by funding provided by the National Science Foundation and the Open Technology Fund. Also, a special thanks to the International Computer Science Insititue at Berkeley for supporting the initial phases of the project.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Narseo Vallina-Rodriguez recibe fondos de National Science Foundation de USA, el Ministerio de Economia de España, y la Comision Europea.</span></em></p>Kami memeriksa apakah layanan penyedia VPN sesuai dengan klaim dan janji mereka.Mohammad Taha Khan, Ph.D. Candidate in Computer Science, University of Illinois ChicagoNarseo Vallina-Rodriguez, Research Assistant Professor, IMDEA Networks Institute, Madrid, Spain; Research Scientist, Networking and Security, International Computer Science Institute based at, University of California, BerkeleyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1113562019-02-13T08:22:38Z2019-02-13T08:22:38ZAmazon, Facebook, dan Google tidak perlu menguping percakapan Anda untuk tahu isi pembicaraan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/258083/original/file-20190210-174887-1fjvomf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C6000%2C3799&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/personal-data-protection-privacy-concept-cabinets-631813253?src=XOOEmj7KhFGQOLeaT0vW3A-1-13">vchal/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Jika Anda penasaran apakah ponsel Anda memata-matai Anda, Anda tidak sendirian. Salah satu topik soal teknologi <a href="https://edition.cnn.com/2018/03/26/opinions/data-company-spying-opinion-schneier/index.html">yang paling banyak diperdebatkan</a> saat ini adalah jumlah data tentang diri kita yang perusahaan kumpulkan secara diam-diam secara <em>online</em>. </p>
<p>Anda mungkin semakin sering menemui iklan digital yang muncul sesuai dengan hal yang baru-baru ini Anda bicarakan di kehidupan nyata atau <em>online</em>.</p>
<p>Pengalaman semacam ini <a href="https://www.bbc.co.uk/news/technology-41802282">mengisyaratkan</a> bahwa perusahaan teknologi secara diam-diam <a href="https://www.vice.com/en_uk/article/wjbzzy/your-phone-is-listening-and-its-not-paranoia">merekam percakapan pribadi kita</a> melalui <em>smartphone</em> atau perangkat yang terhubung internet lainnya seperti <em>smart TV, Amazon Echo</em> atau <em>Google Home</em>. Atau bisa juga perusahaan teknologi membaca pesan pribadi kita walau pesan tersebut seharusnya di-enkripsi, <a href="https://medium.com/@gzanon/no-end-to-end-encryption-does-not-prevent-facebook-from-accessing-whatsapp-chats-d7c6508731b2">seperti halnya WhatsApp yang dimiliki Facebook</a>. </p>
<p>Jika ini terbukti benar, hal tersebut mengungkap konspirasi besar yang dapat merusak reputasi industri teknologi. Berita baru-baru ini tentang data pengguna Facebook <a href="https://theconversation.com/uk/topics/cambridge-analytica-51337">yang bocor</a> tidak akan meyakinkan orang bahwa perusahaan besar tidak memata-matai mereka.</p>
<p>Namun, ada alasan lain yang lebih memungkinkan mengapa Anda melihat iklan yang sangat relevan. Sederhananya, perusahaan teknologi secara rutin mengumpulkan <a href="https://www.bbc.co.uk/news/business-44702483">begitu banyak data</a> tentang Anda dengan cara-cara lain, mereka sudah mengetahui apa yang mungkin menjadi minat, keinginan, dan kebiasaan Anda. Dengan informasi ini mereka dapat membuat <a href="https://theconversation.com/big-data-security-problems-threaten-consumers-privacy-54798">profil Anda secara terperinci</a> dan <a href="https://dataethics.eu/en/facebooks-data-collection-sharelab/">menggunakan algoritme</a> berdasarkan perilaku dan tren yang ditemukan di data-data mereka, untuk memprediksi iklan apa yang mungkin relevan bagi Anda. </p>
<p>Dengan cara ini mereka dapat menunjukkan kepada Anda produk atau layanan yang sedang Anda pikirkan baru-baru ini, bahkan jika Anda belum pernah secara langsung mencari atau menunjukkan secara <em>online</em> bahwa Anda akan tertarik pada hal tersebut.</p>
<p>Perusahaan banyak menginvestasikan sumber daya mereka untuk mengumpulkan data pengguna dan melakukannya dengan cara yang cerdik. Jejaring sosial dan aplikasi lain menawarkan untuk menyimpan dan membagikan data yang kita unggah secara “gratis” saat menggunakan aplikasi tersebut, dan konten yang kita akses dan “sukai”, untuk mempelajari tentang <a href="https://www.recode.net/2017/5/17/15655854/twitter-privacy-update-targeted-ads">minat, keinginan, dan koneksi kita</a>. </p>
<p>Dan, tentu saja, terdapat data riwayat pencarian kita, yang dapat mengungkapkan banyak hal tentang keadaan kita saat ini. Kini data dari Google bahkan telah digunakan untuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3510767">mendeteksi datangnya</a> wabah flu.</p>
<p>Ini semakin mengerikan. Pesan di email pribadi Anda juga merupakan suatu incaran permainan bagi perusahaan teknologi. Pada 2017, <a href="https://www.theguardian.com/technology/2017/jun/26/google-will-stop-scanning-content-of-personal-emails">Google mengatakan</a> tidak akan lagi menganalisis isi <em>email</em> untuk tujuan periklanan, tapi <a href="https://techcrunch.com/2018/08/28/yahoo-still-scans-your-emails-for-ads-even-if-its-rivals-wont/">laporan terbaru</a> menunjukkan bahwa perusahaan besar lainnya masih melakukan ini. </p>
<p>Teknologi baru menjadi penyedia <a href="https://kar.kent.ac.uk/67485/1/ARES2016-author-final.pdf">sumber data lainnya</a>, baik itu <a href="https://kar.kent.ac.uk/67472/1/2017-pst-wnc-preprint.pdf">teknologi yang dapat dipakai</a>, <a href="https://bgr.com/2018/07/05/smart-tv-spying-yep/"><em>smart TV</em></a> , <a href="https://www.recode.net/2018/10/16/17966102/facebook-portal-ad-targeting-data-collection">perangkat pintar dalam rumah</a> atau <a href="https://kar.kent.ac.uk/67495/1/jowua2016_enh.pdf">aplikasi</a> <a href="https://theconversation.com/7-in-10-smartphone-apps-share-your-data-with-third-%20party-services-72404"><em>smartphone</em></a> yang kita sayangi. Teknologi tersebut dapat mengumpulkan data tentang bagaimana Anda menggunakan perangkat, siapa yang Anda hubungi, apa dan berapa lama film, perangkat lain di rumah Anda, atau ke mana Anda pergi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/253866/original/file-20190115-152980-13szaav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Melacak setiap jejak Anda dapat mengungkapkan apa yang sedang Anda pikirkan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/closeup-view-young-woman-restaurant-finder-344288111?src=VdOm9qFxel_1nUozisDsrw-1-71">Georgejmclittle/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Bukan hanya situs atau perangkat individual yang memantau perilaku <em>online</em> Anda. Suatu <a href="https://link.springer.com/article/10.1186/s13673-017-0121-6">ekosistem yang besar</a> dari perusahaan iklan dan perusahaan pendukung didedikasikan untuk bertugas melacak aktivitas Anda di internet. Situs web biasanya mencatat halaman apa yang Anda lihat dengan menyimpan <em>file</em> kecil yang disebut “<em>cookie</em>” di <em>browser</em> Anda. </p>
<p>Dan aktivitas Anda di berbagai situs dapat dicocokkan dengan melihat <a href="https://panopticlick.eff.org/static/browser-uniqueness.pdf">identitas dari “<em>browser</em>” Anda</a>, yakni suatu informasi detail seperti ukuran layar monitor Anda, versi <em>browser</em> yang Anda gunakan dan aplikasi <em>plug-in</em> yang Anda gunakan. Kemudian, ketika Anda mengunjungi situs web lain, perusahaan iklan yang telah memiliki profil Anda berdasarkan <em>cookie</em> dan identitas <em>browser</em> Anda akan memuat <a href="https://link.springer.com/article/10.1186/s13673-017-0121-6">“skrip pihak ketiga”</a> untuk menampilkan iklan yang relevan dengan Anda.</p>
<p>Mungkin hal yang lebih mengkhawatirkan, pelacakan ini tidak hanya sekadar pada data <em>online</em>. Perusahaan teknologi juga <a href="https://www.theverge.com/2018/8/30/17801880/google-mastercard-data-online-ads-offline-purchase-history-privacy">membeli data dari badan keuangan</a> tentang informasi belanja pengguna di dunia nyata untuk melengkapi informasi penawaran iklan mereka. Menurut <a href="https://www.propublica.org/article/facebook-doesnt-tell-users-everything-it-really-knows-about-them">beberapa laporan</a>, ini termasuk informasi tentang pendapatan, jenis tempat dan restoran yang sering dikunjungi dan bahkan berapa banyak kartu kredit yang ada di dompet mereka. Melepaskan diri dari pelacakan dan sistem data berbagi akan terasa sangat sulit.</p>
<p>Bahkan ketika Anda meminta agar tidak termasuk dalam pengumpulan data ini, permintaan Anda mungkin tidak diindahkan. Contohnya adalah keributan yang terjadi saat <a href="https://www.theverge.com/2017/11/21/16684818/google-location-tracking-cell-tower-data-android-os-firebase-privacy">diketahui</a> bahwa Google melacak lokasi pengguna Android bahkan ketika pengaturan lokasi dimatikan. Data lokasi adalah salah satu data yang paling berguna untuk periklanan oleh banyak perusahaan, termasuk Apple, Google dan Facebook, <a href="https://www.fastcompany.com/40477441/facebook-google-apple-know-where-you-are">untuk melacak lokasi individu</a> yang digunakan sebagai data masukan ke dalam algoritme yang telah dirancang.</p>
<h2>Mengumpulkan semua data</h2>
<p>Singkatnya dengan contoh sederhana, bayangkan Anda baru saja mulai memikirkan ke mana harus pergi untuk liburan Anda berikutnya. Anda menghabiskan pagi hari mengunjungi agen travel untuk membahas paket travel dan kemudian mengunjungi restoran favorit Anda, restoran makanan Karibia yang populer di kota Anda. Karena sangat antusias dengan perjalanan yang akan Anda lakukan, malam itu Anda banyak menonton acara TV yang bercerita tentang daerah tropis. Hari berikutnya, beranda media sosial Anda berisi iklan penerbangan, hotel, dan wisata dengan penawaran ke Barbados Karibia.</p>
<p>Ini adalah ilustrasi yang sangat nyata tentang bagaimana data di lokasi Anda, data pembelian, minat, dan riwayat menonton TV dapat dihubungkan dan digunakan untuk membuat iklan yang ditujukan secara personal. Beberapa iklan mungkin memberikan penawaran liburan, tapi jauh lebih mengkhawatirkan jika kita mempertimbangkan adanya pengumpulan data atau iklan yang menargetkan <a href="https://kar.kent.ac.uk/67470/1/2017-ccs-mps-ang-%20author-final.pdf">masalah kesehatan yang sensitif</a>, kesulitan finansial, atau kepada <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2018/09/12/technology/kids-apps-data-privacy-google-twitter.html">orang yang rentan seperti anak kecil</a>.</p>
<p>Menakjubkannya masa depan periklanan digital sama menakutkannya. Bahkan <a href="https://theconversation.com/those-pop-up-i-agree-boxes-arent-just-annoying-theyre-potential-dangerous-106898">dengan aturan-aturan baru</a> yang mencoba melindungi informasi seseorang, perusahaan teknologi terus mencari cara dalam <a href="https://www.independent.co.uk/life-style/gadgets-and-tech/news/amazon-alexa-patent-listening-to-me-facebook%20-phone-talking-ads-a8300246.html">pengumpulan data</a> dan <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2018/06/21/opinion/sunday/facebook-patents-privacy.html">rancangan algoritme</a> dengan cara yang mungkin terasa memaksa. Mungkin belum terbukti bahwa beberapa perusahaan tidak jujur kepada kita mengenai data yang mereka kumpulkan, tapi hal-hal yang kita ketahui lebih dari cukup untuk membangun gambaran akurat tentang kita.</p>
<hr>
<p><em>Artikel diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Muhammad Gaffar.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/111356/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jason R.C. Nurse tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika Anda khawatir ponsel anda merekam percakapan pribadi, lihat kembali data yang telah Anda setujui untuk dibagikan.Jason R.C. Nurse, Assistant Professor in Cyber Security, University of KentLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/928352018-03-15T09:41:28Z2018-03-15T09:41:28ZPonsel terenkripsi melindungi identitas Anda, bukan hanya data<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/209810/original/file-20180311-30994-1dfwzlr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Satu smartphone adalah bentuk ID digital untuk banyak aplikasi dan layanan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.transportationmatters.iowadot.gov/2016/12/whats-happening-with-mobile-drivers-licences.html">Iowa Department of Transportation</a></span></figcaption></figure><p>Ponsel pintar menyimpan surat elektronik, foto, dan kalender Anda. Telepon genggam digital tersebut membuka akses ke situs media sosial seperti Facebook dan Twitter, dan bahkan akun bank dan kartu kredit Anda. Dan juga merupakan kunci ke sesuatu yang bahkan lebih pribadi dan berharga—identitas digital Anda.</p>
<p>Melalui peran mereka dalam <a href="https://theconversation.com/the-challenge-of-authenticating-real-humans-in-a-digital-world-83918">sistem otentikasi dua faktor atau (<em>two-factor authentication systems</em>)</a>, <a href="https://pages.nist.gov/800-63-3/sp800-63b.html">metode proteksi identitas digital aman</a> yang paling sering digunakan, ponsel telah menjadi begitu penting untuk mengidentifiksi orang, baik daring maupun luring. Bila data dan aplikasi di ponsel tidak aman, itu merupakan ancaman bagi identitas orang, yang berpotensi memungkinkan penyusup berlagak seperti target mereka pada jaringan sosial, surat elektronik, komunikasi di tempat kerja, dan akun daring lainnya.</p>
<p>Pada 2012, FBI <a href="https://www.ic3.gov/media/2012/121012.aspx">menyarankan masyarakat melindungi data ponsel mereka</a> dengan mengenkripsinya. Namun baru-baru ini, <a href="https://www.cnn.com/2015/11/18/opinions/bellovin-encryption-debate/index.html">instansi tersebut</a> telah <a href="https://www.reuters.com/article/us-usa-cyber-fbi/fbi-chief-calls-unbreakable-encryption-urgent-public-safety-issue-idUSKBN1EY1S7">meminta pembuat ponsel</a> menyediakan suatu cara untuk <a href="https://www.brookings.edu/blog/brookings-now/2014/10/16/watch-fbi-director-james-comey-on-technology-law-enforcement-and-going-dark/">masuk ke perangkat yang terenkripsi</a>, yang oleh polisi disebut “<a href="https://theconversation.com/real-security-requires-strong-encryption-even-if-investigators-get-blocked-84252">akses istimewa</a>.” Sejauh ini, perdebatan telah berfokus pada privasi data, tapi meninggalkan aspek vital dari enkripsi ponsel: kemampuannya untuk melindungi identitas daring pribadi.</p>
<p>Seperti yang saya tulis dalam buku terbaru saya, “<a href="https://yalebooks.yale.edu/book/9780300227444/listening">Listening In: Cybersecurity in an Insecure Age</a>,” melakukan apa yang diinginkan FBI — membuat ponsel lebih mudah dibuka — tentu mengurangi keamanan pengguna. Sebuah <a href="https://www.nap.edu/catalog/25010/decrypting-the-encryption-debate-a-framework-for-decision-makers">studi National Academies of Sciences, Engineering and Mediciney</a>, saya berpartisipasi di dalamnya, juga memperingatkan bahwa membuat ponsel lebih mudah dibuka berpotensi melemahkan elemen kunci ini dalam mengamankan identitas daring orang.</p>
<h2>Mengumpulkan bukti atau melemahkan keamanan?</h2>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, polisi telah mencari akses ke ponsel tersangka sebagai bagian dari investigasi kriminal, dan perusahaan teknologi telah menolaknya. Yang paling mengemuka dari situasi ini muncul setelah <a href="https://www.nytimes.com/2015/12/03/us/san-bernardino-shooting.html">penembakan massal San Bernnardinog</a>. Sebelum para penyerang itu sendiri terbunuh dalam baku tembak, mereka sempat menghancurkan komputer dan ponsel mereka — kecuali satu, sebuah iPhone yang terkunci. FBI <a href="https://www.nytimes.com/2016/02/18/technology/apple-timothy-cook-fbi-san-bernardino.html">ingin ponsel tersebut didekripsi</a>, tapi khawatir bahwa percobaan yang gagal untuk meretas mekanisme keamanan Apple bisa menyebabkan ponsel itu <a href="https://www.wired.com/2016/02/apples-fbi-battle-is-complicated-heres-whats-really-going-on/">menghapus semua datanya</a>.</p>
<p>Instansi tersebut <a href="https://cryptome.org/2016/02/usg-apple-001-009.pdf">memanggil Apple ke pengadilan</a>, berupaya memaksa perusahaan itu untuk menulis piranti lunak khusus untuk mencegah proteksi yang ditanam di dalam ponsel. Apple menolak, menyatakan bahwa usaha FBI adalah tipu muslihat pemerintah yang, bila berhasil, akan <a href="https://cryptome.org/2016/03/usg-apple-177.pdf">menurunkan keamanan seluruh pengguna iPhone</a> dan secara lebih luas, semua pengguna ponsel cerdas.</p>
<p>Konflik itu terselesaikan ketika FBI <a href="https://www.theguardian.com/technology/2016/mar/21/fbi-apple-court-hearing-postpone-unlock-terrorist-iphone">membayar perusahaan keamanan siber untuk meretas iPhone tersebut</a>—dan <a href="http://fortune.com/2016/04/14/san-bernardino-iphone/">tidak menemukan apapun yang relevan</a> dengan penyelidikan. Namun FBI tetap bersikeras agar para penyelidik harusnya memiliki apa yang mereka sebut “<a href="https://www.cnn.com/2015/11/18/opinions/bellovin-encryption-debate/index.html">akses istimewa</a>,” dan apa yang oleh orang lain disebut “<a href="https://www.hrw.org/news/2017/06/26/perils-back-door-encryption-mandates">pintu belakang</a>”: piranti lunak yang memungkinkan polisi mendekripsi ponsel yang terkunci.</p>
<h2>Pentingnya otentikasi dua faktor</h2>
<p>Situasinya <a href="https://www.reuters.com/article/us-usa-cyber-fbi/fbi-chief-calls-unbreakable-encryption-urgent-public-safety-issue-idUSKBN1EY1S7">tidak sesederhana yang disarankan FBI</a>. Pengamanan ponsel memang menjadi hambatan bagi investigasi polisi, tapi juga merupakan komponen luar biasa untuk keamanan siber yang kuat. Dan mengingat frekuensi serangan siber serta keragaman targetnya, hal ini sangatlah penting.</p>
<p>Pada Juli 2015, pejabat AS mengumumkan bahwa <a href="https://www.nytimes.com/2015/07/11/us/katherine-archuleta-director-of-office-of-personnel-management-resigns.html">pencuri siber telah mencuri</a> nomor Keamanan Sosial, informasi kesehatan dan finansial, dan data pribadi lainnya dari <a href="https://www.nytimes.com/2015/07/10/us/office-of-personnel-management-hackers-got-data-of-millions.html">21,5 juta orang</a> yang telah mengajukan izin keamanan federal dari Kantor Manajemen Personalia AS. Pada Desember 2015, serangan siber ke tiga perusahaan listrik di Ukraina menyebabkan <a href="https://www.wired.com/2016/03/inside-cunning-unprecedented-hack-ukraines-power-grid/">seperempat juta orang tanpa listrik selama enam jam</a>. </p>
<p>Pada Maret 2016, <a href="https://www.newyorker.com/magazine/2017/03/06/trump-putin-and-the-new-cold-war">surat elektronik yang tak terhitung jumlahnya dicuri</a> dari <a href="https://theconversation.com/spearphishing-roiled-the-presidential-campaign-heres-how-to-protect-yourself-68274">akun Gmail pribadi</a> John Podesta, ketua kampanye calon presiden Hillary Clinton.</p>
<p>Pada tiap kasus tersebut, dan <a href="https://theconversation.com/cybersecuritys-weakest-link-humans-57455">lebih banyak lagi di seluruh dunia setelahnya</a>, praktik keamanan yang buruk—mengamankan akun hanya melalui kata kunci—memungkinkan orang jahat melakukan kerusakan serius. Ketika kredensial <em>login</em> mudah diretas, penyusup masuk dengan cepat—dan bisa <a href="https://www.wired.com/2016/10/inside-cyberattack-shocked-us-government/">tidak terdeteksi selama berbulan-bulan</a>.</p>
<p>Teknologi untuk mengamankan akun daring berada dalam saku kita. Menggunakan ponsel untuk menjalankan piranti lunak yang disebut <a href="https://theconversation.com/the-age-of-hacking-brings-a-return-to-the-physical-key-73094">otentikasi dua faktor (atau faktor kedua) </a>, masuk ke akun daring jadi lebih sulit bagi orang jahat. Piranti linak pada ponsel cerdas menghasilkan tambahan sepotong informasi yang harus diberikan oleh pengguna, selain nama pengguna dan kata kunci, sebelum diperbolehkan masuk.</p>
<p>Sekarang ini, banyak pemilik ponsel cerdas menggunakan pesan teks sebagai faktor kedua, tapi itu tidak cukup baik. Institut Nasional Standard and Teknologi AS <a href="http://fortune.com/2016/07/26/nist-sms-two-factor/">memperingatkan bahwa mengetik teks jauh kurang aman</a> daripada aplikasi otentikasi. Penyerang bisa <a href="https://www.theverge.com/2017/9/18/16328172/sms-two-factor-authentication-hack-password-bitcoin">menangkap teks</a> atau bahkan meyakinkan perusahaan ponsel untuk meneruskan pesan SMS ke ponsel lain. (Itu terjadi pada <a href="http://fortune.com/2016/05/06/telegram-activists-hack/">aktivis Rusia</a>, <a href="http://www.baltimoresun.com/features/baltimore-insider-blog/bal-black-lives-matter-activist-deray-mckesson-s-twitter-hacked-friday-morning-20160610-story.html">aktivis Black Lives Matter DeRay Mckesson</a>, dan <a href="https://www.nytimes.com/2017/08/21/business/dealbook/phone-hack-bitcoin-virtual-currency.html">lain-lain</a>.)</p>
<p>Versi yang lebih aman adalah aplikasi khusus, seperti <a href="https://support.google.com/accounts/answer/1066447">Google Authenticator</a> atau <a href="https://authy.com/">Authy</a>, yang menghasilkan apa yang disebut kata kunci sekali pakai berbasis waktu. Ketika pengguna ingin masuk ke sebuah layanan, ia memasukkan nama pengguna dan kata kunci, lalu mendapat konfirmasi untuk kode aplikasi. Membuka aplikasi tersebut akan menyingkap sebuah kode enam digit yang berubah tiap 30 detik. Hanya dengan mengetikkanya pengguna benar-benar masuk. </p>
<p>Sebuah <em>startup</em> di Michigan yang disebut <a href="https://duo.com/">Duo</a> bahkan membuatnya lebih mudah lagi. Setelah pengguna mengetikkan nama dan kata kunci, sistem membunyikan aplikasi Duo ke ponselnya, memintanya mengetuk layar untuk mengonfirmasi login.</p>
<p>Namun demikian, aplikas-aplikasi ini hanya seaman ponsel itu sendiri. Bila sebuah ponsel memiliki keamanan yang lemah, orang lain yang memiliki keamanan ponsel tersebut bisa mendapat akses ke akun digital seseorang, bahkan mengunci pemiliknya di luar. </p>
<p>Dan memang, tak lama setelah iPhone keluar pertama kali pada 2007, <a href="https://www.lawfareblog.com/punching-wrong-bag-deputy-ag-enters-crypto-wars">peretas mengembangkan teknik</a> untuk <a href="http://www.nytimes.com/2007/07/23/technology/23iphone.html">meretas ke dalam ponsel yang hilang dan dicuri</a>. <a href="https://www.intego.com/mac--blog/the-evolution-of-ios-security-and-privacy-features/">Apple merespon</a> dengan <a href="https://www.technologyreview.com/s/428477/the-iphone-has-passed-a-key-security-threshold/">membangun keamanan yang lebih baik</a> untuk <a href="http://www.slate.com/articles/technology/future_tense/2014/09/ios_8_encryption_why_apple_won_t_unlock_your_iphone_for_the_police.html">data di dalam ponselnya</a>; ini adalah seperangkat perlindungan yang sama, yang kini berusaha dibatalkan oleh penegakan hukum.</p>
<h2>Menghindari malapetaka</h2>
<p>Menggunakan posel sebagai otentikasi faktor kedua itu nyaman. Kebanyakan orang membawa ponsel mereka sepanjang waktu, dan aplikasinya mudah digunakan. Dan aman: Pengguna sadar bila ponselnya hilang, tapi tidak demikian bila kata kunci dicuri. Ponsel sebagai <em>authenticator</em> faktor kedua menawarkan peningkatan keamanan yang besar melebihi sekadar nama dan kata kunci.</p>
<p>Seandainya Kepala Kantor Manajemen Personalia telah menggunakan otentikasi faktor kedua, catatan personalia tersebut tidak akan sebegitu mudahnya dicuri. Seandainya perusahaan energi Ukraina telah menggunakan otentikasi faktor kedua untuk mengakses jaringan internal yang mengendalikan distribusi listrik, para peretas akan lebih kesulitan untuk mengacaukan jaringan listrik. Dan bila saja John Podesta telah menggunakan otentikasi faktor kedua, peretas Rusia tidak akan bisa masuk ke akun Gmail-nya, bahkan dengan kata kunci miliknya.</p>
<p>FBI bertentangan dengan dirinya sendiri pada masalah penting ini. Instansi tersebut telah <a href="https://www.fbi.gov/audio-repository/news-podcasts-thisweek-two-factor-authentication.mp3/view">menyarankan masyarakat menggunakan otentikasi dua faktor</a> dan <a href="https://authanvil.com/blog/cjis-education-what-does-advanced-authentication-mean">membutuhkannya</a> saat polisi ingin terhubung dengan <a href="https://www.fbi.gov/file-repository/cjis-security-policy-v5_5_20160601-2-1.pdf/view">sistem database keadilan kriminal federal</a> dari sebuah lokasi yang tidak aman seperti warung kopi atau bahkan mobil polisi. Namun kemudian FBI ingin membuat ponsel lebih mudah dibuka, yang melemahkan proteksi sistem itu sendiri.</p>
<p>Ya, ponsel yang sulit dibuka memang menghalangi penyelidikan. Namun hal itu meluputkan sebuah cerita yang lebih besar. Kejahatan daring meningkat tajam, dan serangan berkembang makin canggih. Membuat ponsel mudah dibuka oleh penyelidik akan mengacaukan cara terbaik yang ada bagi orang awam untuk mengamankan akun daring mereka. Ini adalah kesalahan bagi FBI untuk mengejar kebijakan ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/92835/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Susan Landau dulu anggota National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine Committee Washington DC di bagian Law Enforcement and Intelligence Access to Plaintext Information dan kini dia bekerja di National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine Forum on Cyber Resilience. Dia mendapat dana riset dari Google. Sebelumnya dia menerima dana dari NSF, Sun Microsystems, dan Computing Research Association. Dia berpartisipasi di grup Berkman Center yang secara periodik mempublikasikan kertas kerja tentang isu privasi dan keamanan terkait internet.</span></em></p>Ponsel sebagai authenticator faktor kedua menawarkan peningkatan keamanan yang besar melebihi sekadar nama dan kata kunci.Susan Landau, Professor of Computer Science, Law and Diplomacy and Cybersecurity, Tufts UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/927492018-03-09T10:23:51Z2018-03-09T10:23:51ZAnda tidak mengizinkan ponsel membocorkan lokasi? Ponsel ternyata bisa tidak menurut<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/208637/original/file-20180302-65522-qxte7j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">shutterstock</span> </figcaption></figure><p>Belum lama ini para pejabat militer Amerika Serikat dikejutkan oleh pengungkapan bahwa pelacak kebugaran digital personel militer <a href="https://labs.strava.com/heatmap/">menyimpan lokasi-lokasi</a> latihan fisik mereka—termasuk di dalam atau di dekat <a href="https://www.washingtonpost.com/world/a-map-showing-the-users-of-fitness-devices-lets-the-world-see-where-us-soldiers-are-and-what-they-are-doing/2018/01/28/86915662-0441-11e8-aa61-f3391373867e_story.html">pangkalan militer dan situs rahasia</a> di seluruh dunia. Ancaman ini tidak hanya terbatas pada Fitbit dan peranti-peranti serupa. Penelitian mutakhir yang dilakukan kelompok saya menunjukkan bahwa telepon seluler juga bisa melacak pengggunanya di pusat perbelanjaan dan kota-kota besar di seluruh dunia—bahkan ketika pengguna mematikan layanan pelacakan lokasi telepon seluler.</p>
<p>Kerentanan berasal dari banyak ragam sensor yang dipasang di ponsel—bukan cuma GPS dan antarmuka komunikasi, melainkan juga giroskop dan akselerometer. Akselerometer bisa mengetahui apakah sebuah ponsel sedang dipegang tegak atau horizontal, selain bisa juga mengukur gerakan-gerakan lainnya. Berbagai aplikasi ponsel bisa menggunakan sensor-sensor tersebut untuk melakukan tugas-tugas yang tidak disangka pengguna—seperti <a href="https://doi.org/10.1109/MSP.2017.25">mengikuti pergerakan pengguna belokan demi belokan</a> di sepanjang jalanan kota.</p>
<p>Banyak orang yang mengira bahwa mematikan layakan lokasi ponsel mereka berarti juga mematikan jenis pengawasan bergerak ini. Tetapi penelitian yang saya lakukan bersama kolega-kolega saya <a href="https://www.ccis.northeastern.edu/people/sashank-narain/">Sashank Narain</a>, <a href="https://www.ccis.northeastern.edu/people/triet-vo-huu/">Triet Vo-Huu</a>, <a href="https://www.ccis.northeastern.edu/people/ken-block/">Ken Block</a>, dan <a href="http://www.ccs.neu.edu/home/amirali/">Amirali Sanatinia</a> di Universitas Northeastern, dalam bidang yang disebut “<a href="https://doi.org/10.1007/3-540-68697-5_9">serangan side-channel</a>,” mengungkapkan bagaimana aplikasi bisa menghindari atau lolos dari pembatasan-pembatasan tersebut. Kami mengungkapkan bagaimana sebuah ponsel bisa menyadap ketukan jari pengguna untuk mendapatkan kata sandi. Bahkan, cukup dengan ponsel yang Anda kantongi di saku perusahaan-perusahaan data bisa tahu di mana Anda berada dan mau ke mana Anda.</p>
<h2>Asumsi-asumsi serangan</h2>
<p>Ketika merancang perlindungan bagi sebuah peranti atau sebuah sistem, orang membuat asumsi-asumsi tentang ancaman-ancaman apa yang akan muncul. Mobil, misalnya, dirancang untuk melindungi penggunanya dari tabrakan dengan mobil lain, menabrak gedung, pagar pembatas jalan, tiang telepon dan benda-benda lain yang lazim ditemukan di dekat jalan. Mobil tidak dirancang untuk melindungi keselamatan pengguna dalam mobil yang terjun ke jurang atau dihantam batu besar yang menjatuhi mobil. Tidak ekonomis jika para insinyur merancang perlindungan dari bahaya yang diasumsikan sangat tidak lazim.</p>
<p>Begitu pula halnya dengan perangkat lunak dan perangkat keras, orang membuat asumsi tentang apa yang mungkin dilakukan para peretas. Tapi tidak lantas perangkat-perangkat itu aman. Salah satu serangan side-channel diidentifikasi pada tahun 1996 oleh ahli kriptografi Paul Kocher. Dia menunjukkan bahwa sistem kripto yang populer dan mestinya aman bisa dia jebol dengan <a href="https://doi.org/10.1007/3-540-68697-5_9">menghitung secara cermat waktu yang diperlukan</a> sebuah komputer untuk mendekripsi sebuah pesan terenkripsi. Para perancang sistem kripto tidak membayangkan akan ada penyerang yang melakukan pendekatan itu, sehingga sistem yang mereka bangun rentan terhadap serangan tersebut.</p>
<p>Selama bertahun-tahun, ada banyak serangan lain yang menggunakan segala macam pendekatan berbeda. Kerentanan <a href="https://meltdownattack.com/">Meltdown and Spectre</a> mutakhir, yang mengeksploitasi cacat desain dalam prosesor komputer, juga merupakan serangan side-channel. Serangan yang memanfaatkan kebocoran informasi karena aktivitas program ini memungkinkan aplikasi-aplikasi berbahaya mengintai data aplikasi-aplikasi lain dalam memori komputer. </p>
<h2>Pemantauan yang sangat aktif</h2>
<p>Perangkat seluler adalah sasaran empuk bagi serangan dari arah tak terduga jenis ini. Perangkat tersebut <a href="https://source.android.com/devices/sensors/sensor-types">dilengkapi berbagai sensor</a>, biasanya meliputi, sekurang-kurangnya, satu akselerometer, sebuah giroskop, sebuah magnetometer, sebuah barometer, sampai empat mikrofon, satu atau dua kamera, sebuah termometer, sebuah pedometer, sebuah sensor cahaya dan sebuah sensor kelembapan.</p>
<p>Aplikasi bisa mengakses sebagian besar sensor-sensor tersebut tanpa meminta izin pengguna. Dengan memadukan pembacaan dari dua atau lebih perangkat, sering kali dimungkinkan melakukan hal-hal di luar dugaan para pengguna, perancang telepon, dan pencipta aplikasi.</p>
<p>Dalam <a href="https://dl.acm.org/citation.cfm?doid=2627393.2627417">salah satu proyek mutakhir</a>, kami mengembangkan sebuah aplikasi yang bisa menentukan huruf apa yang diketikkan pengguna di papan ketik layar sebuah telepon seluler—tanpa membaca input dari papan ketik. Yang kami lakukan adalah menggabungkan informasi dari giroskop telepon dan mikrofonnya.</p>
<p>Ketika seorang pengguna mengetuk-ngetuk layar di lokasi-lokasi berbeda, ponsel beputar sedikit dan itu bisa diukur oleh <a href="https://learn.sparkfun.com/tutorials/gyroscope/all">giroskop mikromekanis tiga poros</a> yang terdapat dalam hampir semua ponsel masa kini. Lebih dari itu, mengetuk layar ponsel menghasilkan suara yang bisa direkam oleh masing-masing mikrofon sebuah ponsel. Sebuah ketukan di tengah layar tidak akan banyak menggerakkan ponsel. Ketukan itu akan mencapai semua mikrofon pada saat yang sama, dan akan bersuara yang kurang lebih sama bagi semua mikrofon. Namun, sebuah ketukan di tepi kiri bawah layar akan memutar ponsel ke kiri dan ke bawah; ketukan itu akan mencapai mikrofon kiri lebih cepat; dan akan terdengar lebih keras bagi mikrofon-mikrofon di dekat dasar layar dan kurang keras bagi mikrofon-mikrofon lain dalam perangkat itu.</p>
<p>Pemrosesan data gerakan dan suara secara bersamaan memungkinkan kita menentukan huruf apa yang ditekan pengguna. Kami benar di atas 90% dalam hal ini. Fungsi jenis ini bisa ditambahkan diam-diam pada semua aplikasi dan bekerja tanpa diketahui pengguna.</p>
<h2>Mengidentifikasi lokasi</h2>
<p>Kami juga penasaran apakah sebuah aplikasi jahat bisa menyimpulkan keberadaan pengguna, termasuk di mana mereka tinggal dan bekerja, dan rute mana yang mereka tempuh—informasi yang oleh kebanyakan orang dianggap sangat pribadi.</p>
<p>Kami ingin mengetahui apakah lokasi seorang pengguna bisa diidentifikasi hanya dengan menggunakan sensor-sensor yang tidak memerlukan izin pengguna. Rute yang ditempuh seorang pengemudi, misalnya, bisa disederhanakan menjadi serangkaian belokan, masing-masing dalam arah tertentu dan dengan sudut tertentu. Dengan aplikasi lain, kami menggunakan kompas ponsel untuk mengamati arah perjalanan seseorang. Aplikasi itu juga menggunakan giroskop ponsel, mengukur urutan sudut-sudut belokan rute yang ditempuh pengguna. Sedangkan akselerometer menunjukkan apakah pengguna berhenti atau berjalan. </p>
<p>Dengan mengukur urutan belokan, lalu merangkai semuanya sebagai perjalanan seseorang, kami bisa membuat peta pergerakannya. (Dalam penelitian kami, kami mengetahui kota di mana kami melacak orang. Tapi pendekatan yang sama bisa dipakai untuk mencari tahu di kota mana seseorang berada.) </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=559&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=559&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=559&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=703&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=703&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/204660/original/file-20180202-19925-l501qg.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=703&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Mencocokkan rute sebuah telepon pintar dengan sebuah perjalanan lewat Boston.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.google.com/maps/dir/42.3470281,-71.0987153/42.3370778,-71.0897429/@42.3420599,-71.1012985,16z/am=t/data=!3m1!4b1!4m9!4m8!1m5!3m4!1m2!1d-71.1020206!2d42.3414756!3s0x89e379f4bcf581f7:0x79d33d7b8d6345e4!1m0!3e0">Screenshot of Google Maps</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Bayangkan kami mengamati <a href="https://www.google.com/maps/dir/42.3470281,-71.0987153/42.3370778,-71.0897429/@42.3424719,-71.0982838,16z/data=!4m9!4m8!1m5!3m4!1m2!1d-71.1020206!2d42.3414756!3s0x89e379f4bcf581f7:0x79d33d7b8d6345e4!1m0!3e0">seseorang di Boston yang menuju barat daya</a>, berbelok 100 derajat ke kanan, membuat putaran U tajam ke kiri menuju barat daya, berbelok sedikit ke kanan, terus lurus,lalu mengikuti sedikit lengkungan ke kiri, berbelok cepat ke kanan, berguncang-guncang naik turun lebih dari biasanya di sebuah jalan, berbelok 55 derajat ke kanan, dan berbelok 97 derajat ke kiri, lalu mengikuti sedikit lengkungan ke kanan sebelum berhenti.</p>
<p>Kami mengembangkan algoritme untuk mencocokkan pergerakan itu dengan sebuah peta digital jalanan kota di mana pengguna itu berada, dan menentukan rute mana yang paling mungkin ditempuh orang yang bersangkutan. Pergerakan itu bisa mengidentifikasi sebuah rute mengemudi dari Fenway Park, menyusuri Back Bay Fens, melewati Museum of Fine Arts dan tiba di Northeastern University.</p>
<p>Kami bahkan bisa menyempurnakan algoritme kami untuk menggabungkan informasi tentang lengkungan di jalan dan batas kecepatan untuk mempersempit opsi. Kami memproduksi hasil-hasil kami dalam sebuah <a href="https://doi.org/10.1109/MSP.2017.25">daftar kemungkinan jalan</a> dengan pemeringkatan menurut kemungkinan algoritme menganggap hasil-hasil itu sesuai dengan rute sesungguhnya. Sering kali, di sebagian besar kota yang kami jadikan percobaan, jalan sesungguhnya yang ditempuh seorang pengguna tercakup dalam item 10 besar di daftar.Penyempurnaan data peta, pembacaan sensor dan pencocokan algoritme bisa meningkatkan secara substansial akurasi kami. Sekali lagi, jenis kemampuan ini bisa ditambahkan pada aplikasi apa pun oleh pengembang jahat, memungkinkan aplikasi yang tampak tidak mencurigakan mengintai para pengguna mereka. </p>
<p>Kelompok penelitian kami terus menyelidiki bagaimana serangan side-channel bisa digunakan untuk mengungkapkan beragam informasi pribadi. Misalnya, dengan mengukur gerakan sebuah ponsel ketika pemiliknya sedang berjalan bisa diketahui berapa umur orang itu, apakah dia laki-laki (dengan ponsel di saku) atau perempuan (biasanya dengan ponsel di dompet), atau bahkan informasi kesehatan terkait sekokoh apa dia berdiri atau sesering apa dia tersandung. Kami mengasumsikan ada lebih banyak yang bisa diungkapkan ponsel Anda berkat pengintaian—dan kami berharap bisa mengetahui apa, dan bagaimana, atau melindungi dari aksi mata-mata semacam itu.</p>
<p>Untuk pencegahan, kami mengembangkan mekanisme yang bisa memberi pengguna ponsel akses untuk memantau apa yang sedang dilakukan aplikasi (misalnya, kapan dan bagaimana mereka mengakses sensor) dan mengendalikan informasi apa dan kapan aplikasi itu mengaksesnya. </p>
<p>Kami harap kami bisa meluncurkan sistem itu segera. Sementara itu, rekomendasi dasar kami bagi para pengguna adalah untuk menghindari menginstal aplikasi dari sumber yang tidak Anda percayai dan menghapus aplikasi ketika Anda tak lagi membutuhkannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/92749/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Guevara Noubir menerima dana untuk riset keamanan komunikasi dari Departemen Pertahanan AS, the National Science Foundation, Google, Raytheon dan Microsoft.</span></em></p>Banyak aplikasi bertanya apakah Anda mau membagi lokasi Anda? Anda jawab tidak dan Anda pikir masalah selesai. Ternyata ponsel Anda tetap bisa membocorkan lokasi Anda.Guevara Noubir, Professor of Computer and Information Science, Northeastern UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/926072018-03-02T09:26:28Z2018-03-02T09:26:28ZIndonesia sangat memerlukan undang-undang perlindungan data pribadi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/208494/original/file-20180301-152555-1703xtc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C998%2C598&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pengumpulan besar-besaran set data yang bisa dicari, dikumpulkan, dan direferensi silang dinamakan Big Data.</span> <span class="attribution"><span class="source">shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Google—perusahaan yang punya <a href="https://academic.oup.com/idpl/article-abstract/7/1/36/3097625?redirectedFrom=fulltext">beberapa masalah dengan keamanan data personal</a>—baru-baru ini mengucurkan dana investasi lebih dari <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1055285/google-benarkan-investasi-16-t-ke-go-jek-dan-ini-alasannya">US$1 miliar</a> untuk aplikasi transportasi online Gojek.</p>
<p>Aplikasi transportasi online seperti Gojek dan Grab tumbuh secara pesat <a href="http://aitinesia.com/ngerinya-pelanggaran-privasi-yang-dilakukan-go-jek-dan-grabbike-terhadap-penumpang-mereka/">di kota-kota seperti Jakarta</a>. Perusahaan-perusahaan ini juga ada masalah dengan data pelanggannya.</p>
<p>Perusahaan seperti Google, Gojek, dan Grab tidak hanya menyediakan layanan bagi pengguna mereka. Namun, mereka juga mengumpulkan data pribadi penggunanya. Pengumpulan besar-besaran set data yang bisa dicari, dikumpulkan, dan direferensi silang ini dinamakan <em>Big Data</em>. Tidak hanya perusahaan, tetapi individu dan pemerintahan juga bisa mengumpulkan data pribadi.</p>
<p>Akademisi hukum Yvonne McDermott <a href="https://www.researchgate.net/publication/315449761_Conceptualising_the_right_to_data_protection_in_an_era_of_Big_Data">berargumen</a> bahwa di era <em>Big Data</em> ada empat nilai kunci yang harus ditegakkan: privasi, otonomi, transparansi, dan nondiskriminasi.</p>
<p>Namun di Indonesia, dalam kaitannya dengan data pribadi tidak ada satu pun dari nilai-nilai ini yang sudah disahkan dalam hukum. Indonesia tidak memiliki undang-undang atau aturan yang komprehensif mengenai perlindungan data pribadi yang melindungi warganya dari penyalahgunaan data.</p>
<p>Meningkatnya investasi asing dalam ekonomi digital menunjukkan bahwa sudah saatnya ada kesadaran nasional untuk memastikan warga tidak dieksploitasi oleh perusahaan raksasa teknologi.</p>
<p>Warga Indonesia memerlukan kerangka perlindungan data pribadi yang komprehensif. Adanya contoh-contoh pelaksanaan perlindungan data pribadi dari berbagai negara.</p>
<h2>Contoh perlindungan data pribadi</h2>
<p>Hukum hak asasi internasional telah menyoroti privasi digital, mengambil konsep-konsep dalam <a href="http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/eng.pdf">berbagai</a> <a href="http://www.un.org/en/universal-declaration-human-rights/">deklarasi</a> mengenai hak asasi manusia dan kebebasan individu.</p>
<p>Pada Sidang Umum PBB 2013, negara-negara anggota menyepakati adanya hak untuk privasi. Negara-negara anggota diminta untuk <a href="https://news.un.org/en/story/2013/12/458232-general-assembly-backs-right-privacy-digital-age">transparan dan bertanggung jawab ketika mengumpulkan data pribadi</a>. </p>
<p>Negara tetangga Indonesia seperti Singapura dan Australia juga telah menetapkan peraturan perundang-undangan mengenai privasi.<a href="https://www.oaic.gov.au/privacy-law/privacy-act/">Australia menetapkan <em>Privacy Act</em> pada 1988</a>, sementara Singapura menetapkan <a href="https://www.pdpc.gov.sg/Legislation-and-Guidelines/Legislation"><em>Personal Data Protection Act</em> pada 2012</a>. </p>
<p>Uni Eropa memiliki <a href="https://www.eugdpr.org/">General Data Protection Regulation (GDPR)</a> yang akan menjalankan aturan perlindungan data pribadi pada Mei 2018.</p>
<p>Prinsip-prinsip yang berlaku dalam EU GDPR juga terlihat dalam presentasi ahli teknologi dan hukum perlindungan data pribadi, Berend van der Eijk. Pada diskusi mengenai Perlindungan Data Pribadi di Era Digital di Jakarta, beliau menjelaskan mengenai prinsip transparansi: bahwa warga memiliki hak untuk mengakses, mengubah, dan menghapus data pribadi mereka pada waktu tertentu dari data pelanggan perusahaan. Perusahaan juga diminta untuk transparan mengenai mengapa mereka mengumpulkan data dan bagaimana mereka akan menggunakannya.</p>
<p><a href="https://www.oaic.gov.au/resources/agencies-and-organisations/business-resources/privacy-business-resource-21-australian-businesses-and-the-eu-general-data-protection-regulation.pdf">Perlindungan data personal yang ada dalam GDPR</a> terkait masalah ras, etnis, politik, kesehatan, gender, dan seksualitas yang berlaku.</p>
<h2>Pelanggaran privasi sehari-hari</h2>
<p>Perlindungan data pribadi tersebut sangat kontras dengan praktik di Indonesia.</p>
<p>Di Indonesia, <a href="http://www.thejakartapost.com/life/2017/11/15/hepatitis-patients-struggle-with-discrimination-in-workplace.html">data rekam kesehatan bisa dan telah digunakan untuk mendiskriminasi individu yang mengidap HIV</a>. Beberapa perusahaan Indonesia memilih untuk tidak mempekerjakan orang dengan kondisi kesehatan tersebut. Ini terjadi, meski, <a href="https://www.cbsnews.com/news/life-expectancy-with-hiv-nears-normal-with-treatment/">orang dengan HIV dapat hidup dan bekerja</a> untuk jangka waktu hidup “normal”.</p>
<p>Contoh lain dari pelanggaran privasi bisa dilihat di <em>inbox</em> pengguna telepon seluler di Indonesia. Di Indonesia, perusahaan dapat dengan mudah mengirimkan iklan melalui SMS ke jutaan pengguna telepon seluler berdasarkan lokasi mereka. </p>
<p><a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/08/29/pengguna-ponsel-indonesia-mencapai-142-dari-populasi">Ada sekitar 371,4 juta pengguna telepon yang terdaftar di Indonesia</a>, melebihi jumlah total populasi Indonesia. Iklan melalui telepon seluler ini bisa melanggar privasi warga karena penyedia jasa telekomunikasi tidak pernah meminta izin kepada pelanggan untuk kesediaannya dalam memberikan data mereka ke pihak ketiga.</p>
<p>Pemerintah juga dapat mengambil keuntungan dari rekam data pribadi dan menggunakan informasinya yang berada di tangan mereka. Belakangan ini Indonesia sudah mengambil Langkah untuk memusatkan data warga melalui KTP elektronik (e-KTP) <a href="http://elsam.or.id/2017/05/the-urgency-of-personal-data-protection-law/">dengan menciptakan sistem identifikasi elektronik</a>. Namun tidak ada peraturan yang mengatur akan penggunaan data pribadi warga Indonesia yang terekam di dalam e-KTP.</p>
<h2>Kabar baik?</h2>
<p>Di tengah semua ini, masih ada kabar baik. Ada tanda-tanda bahwa pemerintah Indonesia menyadari pentingnya akan perlindungan data pribadi.</p>
<p>Donny Budi Utoyo, Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan bahwa lembaga swadaya masyarakat dan <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/01/21/government-expects-to-pass-data-protection-bill-in-2018.html">pemerintah</a> telah coba untuk mempromosikan dan mendorong undang - undang perlindungan data pribadi. Terlihat adanya upaya dari <a href="http://elsam.or.id/2017/05/kebutuhan-akan-uu-perlindungan-data-pribadi-kian-mendesak/">the Institute for Community Studies & Advocacy</a>, <a href="https://www.idea.or.id/berita/detail/diskusi-idea-dan-ict-watch-tentang-perlindungan-data-pribadi-di-era-digital">the Indonesian E-Commerce Association</a> dan ICT Watch.</p>
<p>Donny juga mengkhawatirkan hilangnya hak otonomi pasien dengan meningkatnya digitalisasi rekam data kesehatan. Dalam sebuah diskusi publik, dia bertanya apakah warga Indonesia memiliki hak untuk meminta rumah sakit di Indonesia untuk memindahkan atau menghapus rekam medis mereka jika mereka bukan lagi pasiennya.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/kIZoulAiczg?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Donny juga melanjutkan bahwa undang-undang untuk perlindungan data warga Indonesia masih dalam proses karena dibutuhkannya harmonisasi akan regulasi-regulasi lain dari kementerian yang terkait.</p>
<h2>Apa langkah selanjutnya?</h2>
<p>Para ahli di berbagai sektor harus berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia untuk mendorong dan menghasilkan undang-undang perlindungan data pribadi.</p>
<p>Undang-undang ini harus bisa melindungi warga dari kemungkinan data mereka yang digunakan tanpa izin atau untuk mendiskriminasi mereka.</p>
<p>Undang-undang perlindungan data pribadi juga memiliki potensi lanjutan untuk ekonomi negara dengan menciptakan ekosistem bisnis yang lebih aman. Sehingga kondisi ini akan menciptakan peluang-peluang bisnis dan juga mendorong masuknya lebih banyak investasi untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia.</p>
<p>Pada saat yang sama, warga juga perlu diedukasi mengenai privasi digital agar bisa mengerti potensi risiko yang ada dan haknya untuk melindungi privasi dan data pribadi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/92607/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fiona Suwana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meningkatnya investasi asing dalam ekonomi digital menunjukkan bahwa sudah saatnya ada diskusi nasional untuk memastikan warga tidak dieksploitasi.Fiona Suwana, PhD Candidate at Digital Media Research Centre and Research Assistant at Queensland University of Technology, Queensland University of TechnologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/872022017-12-18T09:56:39Z2017-12-18T09:56:39ZRegistrasi kartu prabayar: jalan riskan bagi perlindungan hak sipil warga<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/196117/original/file-20171123-17985-vwps37.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=57%2C0%2C5398%2C3645&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hasil eksperimen menunjukkan ketika seseorang merasa negara mengawasi aktivitas online-nya mereka cenderung mendukung pembatasan hak sipil liyan.</span> <span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Pada Oktober lalu Menteri Komunikasi dan Informasi mengeluarkan <a href="https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/602/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+21+tahun+2017+tanggal+18+oktober+2017">peraturan</a> yang mewajibkan pelanggan jasa telekomunikasi untuk mendaftarkan nomor induk kependudukan dan kartu keluarga mereka.</p>
<p>Mewajibkan warga untuk mengidentifikasi kartu prabayar, yang harusnya bisa dibuang kapan pun, dengan nomor identifikasi pribadi adalah bentuk pelanggaran privasi. Salah satu <a href="https://dl.acm.org/citation.cfm?id=1743558">prinsip penting privasi</a> adalah meminimalkan identifikasi informasi pribadi di data publik. </p>
<p>Invasi privasi oleh negara semakin menjadi tren global dengan isu terorisme yang dirangkum dalam sebuah konsep kajian berlabel <a href="http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17512780903172049">sekuritisasi</a> (<em>securitisation</em>).</p>
<h2>Pengaruh invasi privasi terhadap toleransi politik</h2>
<p>Saya bergabung dalam tim penelitian yang melakukan sebuah <a href="http://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/15205436.2017.1350278">eksperimen</a> tentang pengawasan online. Kami membuktikan bahwa invasi privasi dalam bentuk pengawasan online berpengaruh pada menurunnya komitmen warga untuk melindungi kebebasan sipil orang lain di ranah online, <em>off-line</em>, bahkan mendukung bentuk kekerasan dan perang di luar negeri. </p>
<p>Eksperimen dilakukan terhadap khalayak online di Amerika Serikat. Kami membagi secara acak dua kelompok untuk menjawab pertanyaan tentang kebebasan sipil melalui kuesioner online. Kepada kelompok pertama kami menempatkan logo National Security Agency di laman kuisioner online yang mereka isi, dan pernyataan bahwa: “Aktivitas di dalam situs ini dapat dimonitor oleh NSA”. Sedangkan kelompok kontrol tidak menjumpai pesan tentang pengawasan online oleh NSA.</p>
<p>Selanjutnya semua peserta eksperimen ditanya tingkat persetujuan mereka terhadap pengawasan online oleh pemerintah Amerika Serikat dalam bentuk pengawasan surel terkait mereka yang lahir di luar Amerika Serikat, penyensoran surel, dan situs yang diduga terkait terorisme. </p>
<p>Peserta juga ditanya tentang pendapat mereka terhadap kebebasan sipil di wilayah <em>off-line</em>. Mereka ditanya mengenai pendapat mereka tentang penahanan tanpa pengadilan dan tanpa batas waktu untuk mereka yang diduga terkait terorisme, pengawasan transaksi finansial individu, dan penggunaan ciri-ciri rasial untuk mengidentifikasi orang yang dianggap mencurigakan. </p>
<p>Terakhir, subjek eksperimen ditanya tentang persetujuan mereka terhadap pengeboman target yang diduga teroris di luar negeri menggunakan pesawat atau <em>drone</em>.</p>
<p>Hasil eksperimen menunjukkan ketika seseorang merasa negara mengawasi aktivitas online-nya mereka cenderung mendukung pembatasan hak sipil liyan. Ini selanjutnya berpengaruh terhadap dukungan pembatasan kebebasan warga negara di kehidupan nyata dan berujung pada dukungan terhadap aksi militer di luar negeri.</p>
<p>Kami berasumsi bahwa <a href="https://archive.org/details/communismconform00stou">toleransi politik warga</a>, yakni <a href="http://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/P/bo3775122.html">sejauh mana warga berkenan mengizinkan dan melindungi kebebasan sipil</a> mereka yang dianggap bagian kelompok yang marjinal atau non-konformis selalu berada dalam ketegangan dengan kepentingan keamanan. </p>
<p>Bahkan individu yang tinggi nilai toleransi politiknya akan <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/106591290105400207">berpikir ulang</a> jika kehendaknya untuk toleran harus dihadapkan dengan ongkos untuk melindungi kebebasan sipil orang lain. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga</strong>: <a href="https://theconversation.com/siasat-islam-politik-mengubah-lanskap-demokrasi-indonesia-84148">Siasat Islam-politik mengubah lanskap demokrasi Indonesia</a></em></p>
<hr>
<p>Contoh yang paling umum di Indonesia adalah media massa seringkali memuat pendapat warga yang merasa harus membayar ongkos kenyamanan dan keamanan karena kemacetan yang disebabkan demonstrasi, terutama oleh <a href="http://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/29/11452851/demo.buruh.arus.di.jalan.medan.merdeka.selatan.dan.thamrin.macet">buruh</a> dan <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3668430/ini-keluhan-warga-surabaya-saat-sopir-angkot-unjuk-rasa">sopir angkutan umum</a>. </p>
<p>Manusia memiliki kecenderungan untuk menakar pengorbanan diri sendiri dengan pengorbanan orang lain. Ketika publik diingatkan bahwa negara menginvasi hak sipil mereka demi keamanan, maka publik akan menyalakan pilihan keamanan di atas kebebasan sipil orang lain di dalam memori jangka pendek mereka.</p>
<p>Invasi privasi berupa pengawasan online atau registrasi jasa telekomunikasi dapat menyebabkan seseorang mengabaikan kebebasan sipil orang lain. Mereka merasa telah mengorbankan privasi mereka sehingga menuntut pengorbanan yang sama bahkan lebih dari mereka yang dianggap sebagai penyebab pengorbanan mereka. </p>
<p>Ini perlahan terjadi tanpa kita sadari sampai akhirnya kita akan kehilangan hak sipil kita dan kita melucuti kebebasan sipil orang lain dalam prosesnya.</p>
<p>Sebagai contoh, ketika kita menerima perlucutan sebagian hak berserikat kita dengan disahkannya <a href="http://nasional.kompas.com/read/2017/10/24/16342471/perppu-ormas-disahkan-pemerintah-kini-bisa-bubarkan-ormas">Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan</a> maka kita akan dengan mudah mempersekusi dan mengizinkan pelanggaran atas kebebasan sipil mereka yang kita anggap radikal. </p>
<p>Lebih jauh, pengorbanan dan memori tersebut membuat kita diam ketika negara sekali lagi menginvasi privasi kita melalui registrasi kartu prabayar. Invasi privasi selanjutnya membuat kita mempersekusi mereka yang melawan registrasi sebagai penyebar berita palsu, kriminal, dan teroris. </p>
<p>Di masa depan yang tidak jauh lagi, mungkin kita akan diam saja jika sekelompok aktivis yang bertentangan dengan nilai kita dipenjara tanpa pengadilan.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga</strong>: <a href="https://theconversation.com/merespons-populisme-islam-presiden-jokowi-mengambil-arah-ultra-nasionalis-86409">Merespons populisme Islam, Presiden Jokowi mengambil arah ultra-nasionalis</a></em></p>
<hr>
<h2>Privasi tonggak demokrasi</h2>
<p><a href="https://eric.ed.gov/?id=ED131515">Privasi</a> adalah hak mendasar sebagai manusia untuk mengembangkan identitas dan kepribadian diri kita. Privasi sangat penting dalam kehidupan manusia dan demokrasi, maka privasi seharusnya dilindungi oleh undang-undang. Efek invasi privasi terbukti, di dalam penelitian kami, berkontribusi pada melemahnya toleransi politik yang menjadi dasar bagi demokrasi. </p>
<p>Penelitian kami membuktikan bahwa invasi privasi juga lebih jauh akan berkontribusi pada sebuah budaya publik yang saling curiga dengan semakin terkikisnya toleransi sesama warga negara. Hal yang senada juga disampaikan oleh <a href="http://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23738871.2016.1228990">peneliti lainnya.</a> Oleh karena itu, pendidikan tentang privasi terutama di era komunikasi digital menjadi penting. </p>
<p>Registrasi jasa telekomunikasi berdampak negatif bagi privasi warga negara. Namun, isu ini bisa menjadi pintu masuk bagi edukasi privasi bagi publik. </p>
<p>Isu privasi bukan sekadar hak untuk tidak disadap atau digosipkan di acara <em>infotainment</em>. Pegiat literasi media terutama media digital selayaknya memanfaatkan momentum isu ini untuk memfokuskan kegiatan dan kajian pada isu privasi. Apalagi Menteri Komunikasi dan Informasi sendiri menyatakan bahwa kesadaran publik atas <a href="https://techno.okezone.com/read/2016/05/18/207/1391543/masyarakat-indonesia-belum-sadar-tentang-privasi-data">hak privasi digital rendah</a>.</p>
<p>Ironisnya, di <a href="https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/602/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+21+tahun+2017+tanggal+18+oktober+2017">mukadimah peraturan</a> Menteri Komunikasi termaktub bahwa tujuan diberlakukannya registrasi kartu prabayar ini adalah untuk “meningkatkan perlindungan terhadap informasi yang bersifat pribadi”. Kementerian Komunikasi dan Informasi berpikir bahwa saya harus bersedia mengorbankan privasi saya demi perlindungan privasi saya. </p>
<p>Ini sebuah kesalahan berpikir yang sangat serius di tingkat aparat negara. Pemerintah seharusnya memprioritaskan perlindungan privasi dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkannya sebelum mengurusi dan mengadakan proyek di tingkatan teknis seperti registrasi kartu prabayar.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/87202/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kunto Adi Wibowo menerima dana dari DIKTI-Fulbright untuk program doktoral di Wayne State University, Amerika Serikat.
</span></em></p>Invasi privasi berupa pengawasan online atau registrasi jasa telekomunikasi dapat menyebabkan seseorang mengabaikan kebebasan sipil orang lain.Kunto Adi Wibowo, Lecturer in Communication Science, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.