Menu Close

Absennya guru dan buruknya manajemen beasiswa di Papua: menuntut hadirnya negara

Absennya guru dan buruknya manajemen beasiswa di Papua: menuntut hadirnya negara

Hingga kini, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan yang terendah di Indonesia.

Strategi pemerintah – dari pembangunan infrastruktur, hingga pemekaran wilayah – belum mampu mengatasi masalah kesejahteraan maupun stigma keterbelakangan yang sering ditujukan pada Orang Asli Papua (OAP).

Ini menunjukkan negara masih minim perhatian dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan pendidikan di tanah Papua.

Meski data Neraca Pendidikan Daerah mencatat rasio guru dan murid di Papua mencapai 1:16 – atau lebih tinggi dari Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah – masih banyak sekolah yang kekurangan guru.

Studi menunjukkan bahwa kegiatan sekolah di daerah kampung atau distrik – tempat mayoritas OAP berada – mengalami kelangkaan guru. Tenaga pengajar di Papua terkonsentrasi di area perkotaan seperti Jayapura dan Merauke.

Pelaksanaan berbagai program beasiswa di Papua pun tidak termonitor dengan baik. Ini menyebabkan penerima beasiswa tidak mendapat arahan dan dukungan yang memadai.

Beberapa waktu lalu, sebanyak 140 mahasiswa Papua di Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat (AS) terpaksa pulang akibat pemutusan pendanaan, setelah sebelumnya mengalami keterlambatan pembiayaan hingga miskomunikasi administrasi beasiswa.

Untuk membedah hal ini, di episode terbaru SuarAkademia, kami berbicara dengan Alfath Indonesia dari Gugus Tugas Papua di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan juga seorang mahasiswi Papua yang terlibat dalam studinya, Paulina Kohome.

Alfath dan Paulina menceritakan tentang studi mereka yang menyoroti ketidakhadiran guru di Kabupaten Mappi dan Puncak, minimnya dukungan bagi tenaga pendidik honorer di sana, hingga buruknya pengelolaan, pengawasan, dan keberlanjutan program beasiswa di Papua.

Simak episode lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now