tag:theconversation.com,2011:/africa/topics/diabetes-42974/articlesDiabetes – The Conversation2023-11-17T03:23:49Ztag:theconversation.com,2011:article/2170142023-11-17T03:23:49Z2023-11-17T03:23:49ZBagaimana cara mencegah diabetes pada anak sejak dalam kandungan<p>Kasus diabetes anak di Indonesia terus meningkat dan telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. <a href="https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230202091237-33-410301/kasus-diabetes-anak-meningkat-70-kali-lipat-kenali-gejalanya">Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)</a> menyatakan pada Januari 2023 jumlah kasus diabetes anak naik tujuh puluh kali lipat dibandingkan tahun 2010. </p>
<p>Telah banyak <a href="https://www.cambridge.org/core/services/aop-cambridge-core/content/view/BF8E380F251FCF3843E66A25830B8C29/S1368980021001580a.pdf/div-class-title-trends-and-patterns-in-sugar-sweetened-beverage-consumption-among-children-and-adults-by-race-and-or-ethnicity-2003-2018-div.pdf">riset</a> yang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S2212267217303015?fr=RR-2&ref=pdf_download&rr=823cb572bd95a367">menyerukan</a> pembatasan jumlah asupan gula per hari pada anak. </p>
<p><a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a> telah lama menggaungkan pentingnya aktivitas fisik pada anak dan mewaspadai adanya kandungan <a href="https://theconversation.com/obesitas-di-indonesia-tinggi-minuman-manis-kemasan-mengintai-sejak-kanak-kanak-208462">gula tersembunyi pada makanan dan minuman berpemanis</a>.</p>
<p>Namun, eskalasi jumlah kasus itu belum mendorong pendekatan pencegahan diabetes anak yang lebih baru, yakni upaya preventif sejak masa kehamilan ibu. Kementerian Kesehatan dan profesional kesehatan masyarakat perlu segera mempertimbangkan pencegahan diatebes pada anak sejak dalam kandungan.</p>
<h2>Dampak gula darah tinggi saat hamil</h2>
<p>Sebuah penelitian <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31296866/">pada 2019</a> menyatakan ibu hamil dengan gula darah tinggi memiliki risiko kesehatan pada diri dan bayinya.</p>
<p>The International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups (<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2827530/">IADPSG</a>) membuat batasan bahwa gula darah ibu hamil masuk kategori tinggi saat gula puasanya 92mg/dl, atau satu jam setelah diberi cairan glukosa <a href="https://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2017/11/Diabetes_Melitus_Gestasional_Dr_Farid_Kurniawan.pdf">dalam
tes toleransi glukosa oral (TTGO)</a> mencapai 180mg/dl, atau dua jam setelah TTGO angkanya 153mg/dl. </p>
<p>Dampak tinggi gula darah bisa terjadi dalam jangka pendek maupun panjang. Dampak jangka pendek pada ibu di antaranya adalah mempersulit proses persalinan akibat bayi besar serta meningkatnya risiko terjadinya persalinan caesar dan preeklampsia. </p>
<p>Sedangkan efek negatif jangka panjangnya adalah ibu berisiko tujuh kali lipat untuk terkena diabetes tipe 2 pada masa mendatang. </p>
<p>Pada bayi, dampak jangka pendek yang terjadi bisa berupa <em>stillbirth</em> (lahir mati), lahir prematur, ataupun hipoglikemi (gula darah rendah) saat lahir. </p>
<p>Selain itu, dampak jangka panjangnya adalah bayi yang lahir akan lebih mudah mengalami obesitas pada usia anak, dan lebih berisiko mengalami diabetes. </p>
<p>Oleh karena itu, mengelola gula darah ibu pada masa kehamilan adalah satu hal kecil tetapi berdampak besar bagi masa depan anak. Bila gula darah ibu hamil yang tinggi bisa dikelola dengan baik, maka dengan sendirinya risiko anak terkena diabetes pun dapat diminimalkan.</p>
<p>Pada masa hamil, tubuh ibu menggunakan insulin secara kurang efektif (resistensi insulin) yang menyebabkan naiknya gula darah. Keadaan ini disebut diabetes gestasional. </p>
<p>Biasanya masyarakat menganggap ini adalah perubahan biasa yang akan hilang saat bayi lahir, atau lazimnya disebut ‘bawaan bayi’. Padahal, kondisi ini sebagian ada yang hilang setelah persalinan, tetapi juga ada yang menetap. </p>
<p>Menurut <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25828275/">riset pada 2015</a>, kondisi ibu hamil dengan gula darah tinggi bisa ditangani dengan beberapa cara. </p>
<p><em>Pertama</em>, modifikasi gaya hidup yang bisa dilakukan meliputi perubahan pola makan, pengaturan berat badan selama hamil dan aktivitas fisik. </p>
<p>Seorang ibu hamil dengan gula darah tinggi perlu mendapatkan informasi dan pengetahuan seputar pengaturan makanan mereka.</p>
<p>Sebaiknya tenaga kesehatan tidak hanya memberi saran umum untuk sekadar mengurangi nasi dan gula, seperti yang selama ini sering kita dengar. Namun perlu informasi spesifik yang menjelaskan jenis dan jumlah makanan yang sebaiknya ibu hamil konsumsi. </p>
<p><em>Kedua</em>, pilihan makanan yang tepat akan menentukan keberhasilan diet sehat ibu. Makanan bergizi seperti sayuran, biji-bijian dan protein sangat penting bagi ibu. Makanan yang mengandung tinggi gula dan karbohidrat sederhana sebaiknya dihindari. </p>
<p>Konsumsi buah perlu menjadi perhatian karena beberapa buah mengandung gula alami yang tinggi. </p>
<p>Hal-hal tersebut di atas membantu ibu mengelola berat badannya selama hamil. Perubahan pola makan ini adalah hal yang gampang-gampang susah. Pola makan seseorang adalah kebiasaan yang telah terbentuk dalam kurun waktu lama yang biasanya sulit untuk dimodifikasi. </p>
<p>Oleh sebab itu, ibu hamil perlu mendapat dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengubah pola makan. </p>
<h2>Manfaat olahraga rutin dan obat</h2>
<p>Selain perubahan pola makan, ibu hamil dengan gula darah tinggi perlu melakukan aktivitas fisik secara rutin. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4515443/#:%7E:text=It%20is%20recommended%20that%20women,30%2D60%20min%20each%20time.&text=Core%20tip%3A%20Exercise%20has%20been,gestational%20diabetes%20mellitus%20(GDM).">Olahraga ringan</a> seperti jalan pagi dapat membantu mencegah terjadinya lonjakan gula darah. </p>
<p>Sayangnya, masih jarang kita lihat ibu hamil yang melakukan aktivitas fisik. Kehamilan seringkali dipandang sebagai masa rentan, karena ibu hamil dianggap dalam kondisi ‘lemah’. Sehingga, ibu hamil disarankan untuk istirahat dan tidak melakukan hal-hal yang berbau ‘fisik’ demi keselamatan ibu dan bayi. </p>
<p>Padahal, di atas kertas, lebih dari 50% ibu hamil dengan diabetes gestasional dapat dikelola dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7599681/">modifikasi gaya hidup</a>.</p>
<p>Bila cara-cara di atas ternyata tidak berhasil menurunkan kadar gula darah ibu ke level yang diinginkan, maka jalan lain yang bisa diambil adalah menggunakan obat-obatan. </p>
<p>Sebuah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26433807/">penelitian melaporkan</a> bahwa obat oral penurun gula terbukti aman bagi ibu hamil. Meski demikian, hal ini masih menjadi perdebatan.</p>
<p>Pilihan lain yang dapat diambil adalah dengan terapi insulin. Cara ini dipercaya aman dan efektif untuk pengelolaan gula darah selama kehamilan. </p>
<p>Jika kondisi gula darah tinggi pada kehamilan ditangani dengan baik, ibu dan bayi dapat memperoleh manfaat kesehatan. Ibu dapat terhindar dari berbagai komplikasi kehamilan, dan menurunkan risiko mengalami diabetes di masa depan. </p>
<p>Sedangkan bagi bayi, pengelolaan gula darah ibunya dapat membantu mengurangi risiko terjadinya kegemukan dan diabetes pada masa kanak-kanak. Langkah ini adalah tawaran ‘investasi’ untuk kesehatan ibu dan anak Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/217014/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ririn Wulandari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pada masa hamil, tubuh ibu menggunakan insulin secara kurang efektif (resistensi insulin) yang menyebabkan naiknya gula darah.Ririn Wulandari, PhD Student at School of Healthcare, University of LeedsLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2079972023-06-20T09:39:45Z2023-06-20T09:39:45ZObesitas pada anak-anak naik dramatis, dan konsekuensi kesehatannya besar - terkadang seumur hidup<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/532892/original/file-20230620-23-b5ym4j.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Mengetahui cara berbicara dengan anak-anak tentang makan sehat adalah kuncinya.</span> <span class="attribution"><span class="source">MI PHAM/Unsplash</span></span></figcaption></figure><p>Dalam dua dekade terakhir, <a href="https://doi.org/10.1542/peds.2021-053708">anak-anak menjadi lebih gemuk</a> dan mengalami obesitas pada usia yang lebih muda. Sebuah laporan pada 2020 menemukan bahwa <a href="https://www.cdc.gov/obesity/data/childhood.html#">14,7 juta</a> anak-anak dan remaja di Amerika Serikat (AS) hidup dengan obesitas.</p>
<p>Karena <a href="https://childhoodobesityfoundation.ca/what-is-childhood-obesity/complications-childhood-obesity/">obesitas adalah sebuah faktor risiko yang diketahui</a> sebagai <a href="https://www.mayoclinic.org/%20disease-conditions/childhood-obesity/symptoms-causes/syc-20354827">masalah kesehatan serius</a>, <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/70/wr/mm7037a3.htm">peningkatannya yang pesat selama pandemi COVID-19</a> menjadi peringatan keras.</p>
<p>Tanpa intervensi, banyak remaja yang obesitas <a href="https://doi.org/10.1111/obr.12334">akan tetap obesitas</a> saat dewasa. Bahkan beberapa anak akan mengalami masalah kesehatan yang serius sejak sebelum usia remaja.</p>
<p>Untuk mengatasi masalah ini, pada awal tahun 2023, American Academy of Pediatrics merilis <a href="https://www.aap.org/en/news-room/news-releases/aap/2023/american-academy-of-pediatrics-issues-its-first-comprehensive-guideline-on-evaluating-treating-children-and-adolescents-with-obesity/">pedoman manajemen obesitas baru</a> yang pertama dalam 15 tahun.</p>
<p>Saya seorang <a href="https://www.scvmc.org/find-provider-result?field_specialties_target_id=536&field_spoken_language_target_id=All&title=&field_gender_target_id=All&sort_bef_combine=field_last_name_value_ASC">ahli gastroenterologi pediatrik (gangguan pencernaan anak</a> yang merawat pasien anak di rumah sakit umum terbesar di California, AS, dan saya menyaksikan adanya tren yang jelas selama 2 dekade terakhir. </p>
<p>Pada awal-awal praktik, saya hanya sesekali melihat seorang anak dengan komplikasi obesitas; sekarang saya melihat banyak kasus serupa setiap bulan. Beberapa dari anak-anak ini mengalami obesitas parah dan sebagian dari mereka mengalami komplikasi kesehatan yang memerlukan penanganan dari berbagai dokter spesialis.</p>
<p>Pengamatan ini yang melatarbelakangi laporan saya untuk <a href="https://centerforhealthjournalism.org/2023/03/06/pandemic-made-childhood-obesity-even-worse-how-can-we-help-children-most-risk">California Health Equity Fellowship</a> di University of Southern California.</p>
<p>Penting untuk diperhatikan bahwa tidak semua anak yang kelebihan berat badan berarti tidak sehat. Namun, bukti menunjukkan bahwa obesitas, terutama obesitas berat, membutuhkan pengkajian lebih lanjut.</p>
<h2>Bagaimana mengukur obesitas</h2>
<p><a href="https://www.who.int/health-topics/obesity#tab=tab_1">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan obesitas</a> sebagai “penumpukan lemak abnormal atau berlebihan yang menimbulkan risiko bagi kesehatan”.</p>
<p>Mengukur komposisi lemak memerlukan peralatan khusus yang tidak tersedia di klinik biasa. Oleh karena itu, sebagian besar dokter menggunakan ukuran tubuh untuk mengukur obesitas.</p>
<p>Salah satu metode yang digunakan adalah Indeks Massa Tubuh, atau BMI, perhitungan berdasarkan tinggi dan berat badan anak dibandingkan dengan teman sebaya yang usia dan jenis kelaminnya sama. BMI tidak mengukur lemak tubuh, tetapi <a href="https://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/index.html">BMI yang tinggi</a> dianggap berkorelasi dengan total lemak tubuh.</p>
<p>Menurut <a href="https://doi.org/10.1542/peds.2022-060640">American Academy of Pediatrics</a>, seorang anak memenuhi syarat kelebihan berat badan <a href="https://www.cdc.gov/growthcharts/clinical_charts.htm">jika BMI-nya antara persentil ke-85 dan ke-95</a>. Obesitas didefinisikan sebagai <a href="https://www.cdc.gov/obesity/basics/childhood-defining.html">BMI di atas persentil ke-95</a>.</p>
<p>Cara lain untuk mendeteksi obesitas adalah melalui ukuran <a href="https://www.nccor.org/nccor-tools/a-guide-to-methods-for-assessing-childhood-obesity/">lingkar pinggang dan ketebalan lipatan kulit</a>, tetapi metode ini kurang umum digunakan.</p>
<p>Karena banyak anak yang melampaui batas grafik pertumbuhan yang ada, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) pada 2022 memperkenalkan <a href="https://www.cdc.gov/growthcharts/extended-bmi.htm">perpanjangan grafik pertumbuhan</a> untuk obesitas berat. Obesitas parah terjadi ketika seorang anak mencapai persentil ke-120 atau memiliki BMI lebih dari 35. Misalnya, anak laki-laki berusia 6 tahun dengan tinggi 48 inci dan berat 110 pon akan memenuhi kriteria obesitas berat karena BMI-nya adalah persentil ke-139.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1161/cir.0b013e3182a5cfb3">Obesitas parah</a> meningkatkan risiko penyakit hati, penyakit kardiovaskular, dan masalah metabolisme seperti diabetes. Pada 2016, hampir <a href="https://doi.org/10.1542%2Fpeds.2017-3459">8% anak usia 2 hingga 19 tahun mengalami obesitas parah</a>.</p>
<p>Masalah kesehatan lain yang terkait dengan obesitas parah termasuk <a href="https://doi.org/10.1155%2F2012%2F134202">gangguan pernapasan saat tidur (<em>obstructive sleep apnea</em>)</a>, <a href="https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases-%20-conditions/slipped-capital-femoral-epiphysis-scfe">masalah tulang dan persendian</a> yang dapat menyebabkan radang sendi (artritis) dini, <a href="https://doi.org/10.5527%2Fwjn.v4.i2.223">tekanan darah tinggi</a> dan <a href="https://doi.org/10.1159/000492826">penyakit ginjal</a>. Banyak dari masalah ini terjadi bersamaan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZpbZ33Dc53E?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Semakin banyak anak yang mengidap penyakit yang secara tradisional hanya terlihat pada orang dewasa.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana obesitas memengaruhi hati</h2>
<p>Penyakit hati yang terkait dengan obesitas disebut <a href="https://www.niddk.nih.gov/health-information/liver-disease/nafld-nash-children#">penyakit hati berlemak non-alkohol</a>. Untuk menyimpan kelebihan lemak dan gula makanan, sel-sel hati diisi dengan lemak. Kelebihan karbohidrat khususnya diproses menjadi zat yang mirip dengan <a href="https://doi.org/10.3945%2Fan.112.002998">produk pemecahan alkohol</a>. Di bawah mikroskop, perlemakan hati anak-anak terlihat mirip dengan hati dengan kerusakan akibat alkohol.</p>
<p>Kadang-kadang anak dengan perlemakan hati tidak mengalami obesitas; namun, <a href="https://doi.org/10.1002/cld.1027">faktor risiko terbesar untuk perlemakan hati</a> adalah obesitas. Pada BMI yang sama, anak Hispanik dan Asia lebih rentan terhadap penyakit hati berlemak dibandingkan anak kulit hitam dan putih. Pengurangan berat badan atau mengurangi konsumsi fruktosa, gula alami dan bahan tambahan makanan yang umum - bahkan tanpa penurunan berat badan yang signifikan – dapat memperbaiki perlemakan hati.</p>
<p>Perlemakan hati adalah penyakit hati kronis yang paling umum pada anak-anak dan orang dewasa. Di California Selatan, <a href="https://doi.org/10.1542%2Fpeds.2020-0771">perlemakan hati anak berlipat ganda</a> dari 2009 hingga 2018. Penyakit ini dapat berkembang pesat pada anak-anak, dan <a href="https://doi.org/10.1136/gut.2008.171280">beberapa akan mengalami jaringan parut hati</a> setelah hanya beberapa tahun.</p>
<p>Meskipun beberapa anak saat ini memerlukan transplantasi hati untuk perlemakan hati, itu adalah <a href="https://doi.org/10.1097/mcg.00000000000000925">alasan yang paling cepat meningkat untuk transplantasi pada dewasa muda</a>. Perlemakan hati adalah alasan paling umum kedua untuk transplantasi hati di AS, dan akan menjadi <a href="https://liverfoundation.org/about-your-liver/facts-about-liver-disease%20/penyakit-lemak-hati/">penyebab utama di masa mendatang</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A light micrograph image of fatty liver, with large vacuoles of triglyceride fat accumulated inside liver cells." src="https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/524456/original/file-20230504-17-zbul98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar mikrograf ringan dari hati berlemak, dengan vakuola besar lemak trigliserida di dalam sel hati.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/light-micrograph-of-a-fatty-liver-royalty-free-image/851075118?phrase=fatty+liver&adppopup=true">Dr_Microbe/iStock via Getty Images Plus</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kaitan antara obesitas dan diabetes</h2>
<p><a href="https://doi.org/10.1016/S2213-8587(14)70032-4">Hati berlemak atau perlemakan hati berpengaruh</a> dalam <a href="https://www.nhlbi.nih.gov/health/metabolic-syndrome">sindrom metabolik</a>, sekelompok kondisi yang mengelompok bersama dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.</p>
<p>Dalam sebuah wawancara telepon, Dr. Barry Reiner, seorang ahli endokrin pediatrik, menyuarakan keprihatinannya kepada saya tentang obesitas dan diabetes.</p>
<p>“Saat saya memulai praktik, saya belum pernah mendengar tentang diabetes tipe 2 pada anak-anak,” kata Reiner. “Sekarang, bergantung pada bagian AS mana, antara seperempat dan sepertiga dari kasus baru diabetes adalah tipe 2.”</p>
<p><a href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/type-1-diabetes/symptoms-causes/syc-20353011">Diabetes tipe 1</a> adalah penyakit autoimun yang sebelumnya disebut diabetes pada remaja. Sebaliknya, <a href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/type-2-diabetes/symptoms-causes/syc-20351193">diabetes tipe 2</a> secara historis dianggap sebagai penyakit orang dewasa.</p>
<p>Namun, diabetes tipe 2 kini meningkat pada anak-anak, dan obesitas adalah <a href="https://www.endocrine.org/news-and-advocacy/news-room/2017/childhood-obesity-quadruples-risk-%20dari-berkembang-diabetes%20tipe-2">faktor risiko utama</a>. Sementara kedua jenis diabetes memiliki pengaruh genetik dan gaya hidup, tipe 2 lebih dapat dimodifikasi melalui diet dan olahraga.</p>
<p>Pada 2060, jumlah orang di bawah 20 tahun dengan diabetes tipe 2 akan <a href="https://doi.org/10.2337/dc22-0945">meningkat sebesar 700%</a>. Anak kulit hitam, Latin, Asia, Kepulauan Pasifik, dan penduduk Asli Amerika/Alaska akan memiliki lebih banyak diagnosis diabetes tipe 2 daripada anak kulit putih.</p>
<p>“Keparahan diabetes tipe 2 pada anak-anak diremehkan,” kata Reiner. Dia menambahkan bahwa banyak orang mengungkapkan kesalahpahaman bahwa diabetes tipe 2 adalah penyakit yang ringan dan lambat.</p>
<p>Reiner menunjuk ke sebuah penelitian penting yang menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 yang didapat pada masa kanak-kanak <a href="https://www.adameetingnews.org/live-updates/session-coverage/today2-study-youth-onset-type-2-diabetes-more-severe-than-adult-onset-disease">dapat berkembang pesat</a>. Sejak 10 hingga 12 tahun setelah diagnosis masa kanak-kanak mereka, pasien mengalami kerusakan saraf, masalah ginjal, dan kerusakan penglihatan. Pada 15 tahun setelah diagnosis, pada usia rata-rata 27 tahun, hampir <a href="https://doi.org/10.1056/NEJMoa2100165">70% pasien memiliki tekanan darah tinggi</a>.</p>
<p>Sebagian besar pasien memiliki lebih dari satu komplikasi. Meski jarang, beberapa pasien mengalami serangan jantung dan <em>stroke</em>. Ketika orang yang mengidap diabetes sejak masa kanak-kanak hamil, 24% dari mereka melahirkan bayi prematur, lebih dari <a href="https://www.marchofdimes.org/peristats/reports/united-states/prematurity-profile#">2 kali lipat angka pada populasi umum</a>.</p>
<h2>Kesehatan jantung</h2>
<p>Perubahan kardiovaskular yang terkait dengan obesitas dan obesitas berat juga dapat meningkatkan kemungkinan anak terkena serangan jantung dan <em>stroke</em> seumur hidup. </p>
<p>Membawa beban ekstra pada usia 6 hingga 7 tahun dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, kolesterol, dan kekakuan arteri pada <a href="https://doi.org/10.1542/peds.2019-3666">usia 11 hingga 12 tahun</a>. Obesitas <a href="https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehv089">mengubah struktur jantung</a>, membuat otot menebal dan mengembang.</p>
<p>Meski masih jarang, lebih banyak orang berusia 20-an, 30-an, dan 40-an <a href="https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.119.024156">mengalami stroke</a> dan <a href="https://www.acc.org/about%20-acc/press-releases/2019/03/07/08/45/heart-attacks-increasingly-common-in-young-adults">serangan jantung</a> dibandingkan beberapa dekade yang lalu. Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan serangan jantung dan <em>stroke</em>, obesitas menambah risiko tersebut.</p>
<h2>Berfokus pada kesehatan, bukan berat badan</h2>
<p>Venus Kalami, ahli diet terdaftar, menjelaskan pada saya tentang pengaruh lingkungan dan masyarakat terhadap obesitas pada masa kanak-kanak.</p>
<p>“Makanan, pola makan, gaya hidup, dan berat badan seringkali merupakan proksi dari sesuatu yang lebih besar yang terjadi dalam hidup seseorang,” kata Kalami.</p>
<p>Faktor-faktor di luar kendali anak, termasuk <a href="https://med.stanford.edu/news/all-news/2018/04/pediatric-obesity-depression-connected-in-the-brain.html">depresi</a>, <a href="https://doi.org/10.1542/peds.2021-055571">akses ke makanan sehat</a> dan <a href="https://doi.org/10.1210/endrev/bnac005">lingkungan yang dapat dilalui dengan berjalan kaki</a>, berkontribusi terhadap obesitas.</p>
<p>Orang tua mungkin bertanya-tanya bagaimana membantu anak-anak tanpa membuat mereka merasa malu atau bersalah.</p>
<p>Pertama, percakapan tentang berat badan dan makanan harus sesuai usia. “Anak usia 6 tahun tidak perlu memikirkan berat badannya,” kata Kalami. Dia menambahkan bahwa bahkan praremaja dan remaja tidak boleh fokus pada berat badan mereka, meskipun mereka mungkin sudah melakukannya.</p>
<p>Bahkan <a href="https://doi.org/10.1542/peds.2016-1649">godaan “baik hati”</a> berbahaya. Hindari pembicaraan diet, dan alih-alih mendiskusikan kesehatan. Kalami merekomendasikan agar orang dewasa menjelaskan bagaimana kebiasaan sehat dapat meningkatkan suasana hati, fokus, atau kinerja anak-anak dalam aktivitas favorit mereka.</p>
<p>“Seorang anak berusia 12 tahun tidak selalu tahu apa yang sehat,” kata Kalami. “Bantu mereka memilih apa yang tersedia dan membuat pilihan terbaik, yang mungkin bukan pilihan yang sempurna.”</p>
<p>Dia menambahkan pembicaraan berat apa pun, baik kritik atau pujian untuk penurunan berat badan, bisa menjadi bumerang. Memuji seorang anak karena penurunan berat badannya dapat memperkuat siklus negatif gangguan makan. Sebaliknya, dukunglah kesehatan anak yang lebih baik dengan pilihan yang baik.</p>
<p>Dr. Muneeza Mirza, seorang dokter anak, merekomendasikan agar orang tua mencontohkan perilaku sehat.</p>
<p>“Perubahan harus dilakukan oleh seluruh keluarga,” kata Mirza. “Itu seharusnya tidak dianggap sebagai hukuman untuk si anak.”</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/207997/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Christine Nguyen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menurut American Academy of Pediatrics, seorang anak memenuhi syarat kelebihan berat badan jika BMI-nya antara persentil ke-85 dan ke-95.Christine Nguyen, 2023 California Health Equity Fellow, University of Southern CaliforniaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2069952023-06-09T03:29:50Z2023-06-09T03:29:50ZWHO sarankan tidak perlu minum pemanis buatan untuk menurunkan berat badan. Apakah gula lebih baik?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/530768/original/file-20230608-21-rfdzdn.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://www.who.int/news/item/15-05-2023-who-advises-not-to-use-non-sugar-sweeteners-for-weight-control-in-newly-released-guideline">menyarankan</a> bahwa “pemanis non-gula tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mencapai pengendalian berat badan atau mengurangi risiko penyakit tidak menular” seperti diabetes dan penyakit jantung.</p>
<p>Pemanis buatan adalah senyawa alami atau senyawa sintesis yang rasanya manis seperti gula – dan <a href="https://www.foodstandards.gov.au/consumer/additives/SiteAssets/Pages/Steviol-glycosides-%%2028960%29-%28intens-pemanis%29%20%28stevia%29/SteviolGlycosideRiskAssessment_April2023.pdf">hingga 400 kali lipat</a> lebih manis menurut beratnya – tapi tidak memberikan energi yang berarti atau bahkan tak memberikan energi. Sebagai perbandingan, gula memiliki 17 kilojoule (atau empat kalori) per gram, jadi satu sendok teh gula akan memiliki 85 kilojoule (kj).</p>
<p>Beberapa jenis pemanis buatan <a href="https://www.foodstandards.gov.au/consumer/additives/pages/sweeteners.aspx">digunakan di Australia</a>, tempat saya meneliti. Ada yang sintetis, ada yang diekstraksi dari makanan seperti buah biksu dan tanaman stevia.</p>
<p>Jadi, apa arti pedoman WHO yang baru bagi orang yang beralih ke pemanis buatan karena alasan kesehatan? Haruskah mereka kembali ke gula?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/food-and-drinks-are-getting-sweeter-even-if-its-not-all-sugar-its-bad-for-our-health-187605">Food and drinks are getting sweeter. Even if it's not all sugar, it's bad for our health</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dipromosikan untuk menurunkan berat badan</h2>
<p>Sebagai seorang ahli diet klinis pada tahun 1990-an, saya ingat ketika pemanis buatan mulai muncul dalam makanan olahan. Mereka dipromosikan sebagai cara mengganti gula menjadi produk makanan yang dapat menyebabkan penurunan berat badan.</p>
<p>Satu kaleng minuman ringan manis mengandung rata-rata sekitar 500 kj. Secara teoritis, mengganti satu kaleng minuman ringan bergula dengan satu kaleng minuman bersoda berpemanis buatan setiap hari akan mengurangi berat badan Anda sekitar 1 kg per bulan.</p>
<p>Tapi penelitian selama beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa hal ini tidak bertahan lama.</p>
<h2>Berdasarkan apa saran baru ini?</h2>
<p>WHO mendasarkan rekomendasinya pada <a href="https://theconversation.com/how-do-we-know-what-works-systematic-research-reviews-5979">peninjauan sistematis (<em>systematic review</em>)</a> yang <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240073616">telah dilakukan lembaga tersebut</a>. Tujuannya adalah untuk memberikan panduan berbasis bukti tentang penggunaan pemanis buatan dalam manajemen berat badan dan untuk pencegahan penyakit.</p>
<p><a href="https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/topic-details/GHO/ncd-mortality">Pengelolaan berat badan</a> penting, mengingat obesitas meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes dan penyakit tertentu jenis kanker, yang merupakan <a href="https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/topic-details/GHO/ncd-mortality">penyebab utama</a> kematian secara global.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1658164337758855168"}"></div></p>
<p><a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240073616">Tinjauan sistematis WHO</a> menyertakan data dari berbagai jenis penelitian, yang memberi kita informasi berbeda:</p>
<ul>
<li><p>50 adalah uji coba terkontrol secara acak (ketika para ilmuwan melakukan intervensi dan membuat perubahan – dalam hal ini pada pola makan – sambil menjaga segala sesuatunya tetap konstan, untuk melihat dampak dari perubahan itu)</p></li>
<li><p>97 adalah studi kohort prospektif (ketika para ilmuwan mengamati satu faktor risiko dalam kelompok besar orang selama periode waktu tertentu untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap hasil – tanpa campur tangan atau melakukan perubahan apa pun)</p></li>
<li><p>47 adalah studi kasus-kontrol (jenis lain dari studi observasional yang mengikuti dan membandingkan dua kelompok orang yang diuji coba, selain dari faktor risiko yang menarik).</p></li>
</ul>
<p>Uji coba terkontrol secara acak memberi kita data kausal (hubungan sebab-akibat), memungkinkan kita untuk mengatakan intervensi menyebabkan perubahan yang kita lihat.</p>
<p>Kelompok prospektif dan kontrol kasus hanya memberi kita asosiasi atau keterkaitan. Kita tidak dapat membuktikan faktor risiko yang menyebabkan perubahan hasil – dalam hal ini, berat badan – karena faktor risiko lain yang belum dipertimbangkan para ilmuwan dapat menjadi penyebabnya. Tapi mereka memberi petunjuk bagus tentang apa yang mungkin terjadi, terutama jika kita tidak dapat melakukan uji coba karena tidak etis atau tidak aman untuk memberikan atau menahan pengobatan tertentu.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="person puts sweetener in cup of tea" src="https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/526746/original/file-20230517-19-1nqed9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tinjauan WHO mengamati berbagai jenis penelitian yang menyelidiki pemanis buatan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/N2n01mhpbmg">Unsplash</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tinjauan sistematis WHO mengkaji kegemukan tubuh, penyakit tidak menular dan kematian.</p>
<p>Untuk kegemukan tubuh, uji coba terkontrol secara acak menunjukkan mereka yang mengonsumsi lebih banyak pemanis buatan memiliki berat badan yang sedikit lebih rendah – rata-rata 0,71 kg – dibandingkan mereka yang mengonsumsi lebih sedikit atau tanpa pemanis buatan.</p>
<p>Akan tetapi, studi kohort menemukan asupan pemanis buatan yang lebih tinggi dikaitkan dengan BMI yang lebih tinggi, atau indeks massa tubuh (0,14 kg/m2) dan kemungkinan peningkatan obesitas sebesar 76%.</p>
<p>Studi kohort prospektif menunjukkan pada tiap minuman yang memiliki asupan pemanis buatan yang tinggi, ada peningkatan risiko diabetes tipe 2 hingga 23%. Jika pemanis buatan dikonsumsi sebagai barang meja (yang ditambahkan konsumen ke makanan dan minuman), ada peningkatan risiko diabetes sebesar 34%.</p>
<p>Pada penderita diabetes, pemanis buatan tidak memperbaiki atau memperburuk indikator klinis apa pun yang digunakan untuk memantau diabetes mereka seperti gula darah puasa atau kadar insulin.</p>
<p>Asupan pemanis buatan yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kematian dalam studi observasi prospektif jangka panjang selama rata-rata 13 tahun terhadap peserta.</p>
<p>Tapi pemanis buatan tidak dikaitkan dengan perbedaan tingkat kanker secara keseluruhan atau kematian dini akibat kanker.</p>
<p>Secara keseluruhan, sementara uji coba terkontrol secara acak menunjukkan penurunan berat badan sedikit lebih banyak pada orang yang menggunakan pemanis buatan, studi observasional menemukan kelompok ini cenderung memiliki peningkatan risiko obesitas dan hasil kesehatan yang lebih buruk.</p>
<h2>Apakah <em>systematic review</em> memiliki kekurangan?</h2>
<p>Saran WHO telah menimbulkan <a href="https://www.sciencemediacentre.org/expert-reaction-to-new-who-guideline-which-advises-not-to-use-non-sugar-sweeteners-for-weight-control-or-to-reduce-the-risk-of-noncommunicable-diseases/">beberapa kritik</a> karena uji coba terkontrol secara acak memang menunjukkan beberapa manfaat penurunan berat badan untuk menggunakan pemanis buatan, meskipun kecil.</p>
<p>Namun WHO dengan jelas menyatakan sarannya didasarkan pada berbagai desain penelitian, bukan hanya uji coba terkontrol secara acak.</p>
<p>Selain itu, WHO menilai kualitas studi dalam tinjauan tersebut sebagai “kepastian rendah atau sangat rendah”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/sweeteners-may-be-linked-to-increased-cancer-risk-new-research-179709">Sweeteners may be linked to increased cancer risk – new research</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apakah mereka tidak aman?</h2>
<p>Nasihat ini tidak berarti pemanis buatan tidak aman atau harus dilarang. Tinjauan ilmiah WHO bukan tentang masalah kimia atau keamanan.</p>
<h2>Jadi, apakah kita lebih baik mengonsumsi gula saja?</h2>
<p>Jawabannya adalah tidak.</p>
<p>Pada 2015, WHO merilis <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789241549028">pedoman tentang asupan gula tambahan</a> untuk mengurangi risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Gula tambahan ditemukan dalam makanan dan minuman olahan dan ultra-olahan seperti minuman ringan, minuman buah, minuman olahraga, cokelat dan gula-gula, yogurt rasa, dan muesli bar.</p>
<p>Pedoman ini menyarankan orang mengkonsumsi tidak lebih 10% dari total asupan energi, yaitu sekitar 50 gram (sepuluh sendok teh), gula per hari untuk rata-rata orang dewasa yang membutuhkan 8.700 kj sehari.</p>
<p>Rekomendasi WHO sejalan dengan <a href="https://www.eatforhealth.gov.au/food-essentials/how-much-do-we-need-each-day/recommended-number-serves-%20dewasa">Panduan Diet Australia</a>, yang merekomendasikan tidak lebih dari tiga porsi makanan tambahan per hari, jika Anda membutuhkan energi ekstra. Namun yang terbaik adalah mendapatkan energi ekstra dari kelompok makanan inti (biji-bijian, sayuran, buah, produk susu dan protein) daripada makanan tambahan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/8-everyday-foods-you-might-not-realise-are-ultra-processed-and-how-to-spot-them-197993">8 everyday foods you might not realise are ultra processed – and how to spot them</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jadi apa yang saya minum sekarang?</h2>
<p>Jadi, jika minuman buatan dan gula dalam minuman tidak disarankan untuk menurunkan berat badan, apa yang bisa Anda minum?</p>
<p>Beberapa pilihan termasuk air, kombucha tanpa tambahan gula, teh atau kopi. Soda dan air mineral yang dibumbui dengan sedikit jus buah favorit Anda adalah pengganti yang baik.</p>
<p>Susu juga merupakan pilihan yang baik, terutama jika saat ini Anda tidak memenuhi kebutuhan kalsium.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206995/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Evangeline Mantzioris is affiliated with Alliance for Research in Nutrition, Exercise and Activity (ARENA) at the University of South Australia. Evangeline Mantzioris has received funding from the National Health and Medical Research Council, and has been appointed to the National Health and Medical Research Council Dietary Guideline Expert Committee.</span></em></p>Nasihat ini tidak berarti pemanis buatan tidak aman atau harus dilarang. Tinjauan ilmiah WHO bukan tentang masalah kimia atau keamanan.Evangeline Mantzioris, Program Director of Nutrition and Food Sciences, Accredited Practising Dietitian, University of South AustraliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1998762023-02-15T04:20:45Z2023-02-15T04:20:45ZKasus diabetes anak di Indonesia naik: apa penyebab dan bagaimana mencegahnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/510002/original/file-20230214-26-z74ehq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Injeksi insulin merupakan salah satu cara untuk mengendalikan gula darah para penderita diabetes. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.cdc.gov/diabetes/basics/diabetes-type-1-diagnosis.html">CDC</a></span></figcaption></figure><p>Baru-baru ini media massa memberitakan tentang meningkatnya <a href="https://www.bbc.com/indonesia/articles/clj6rene4y7o">kasus diabetes pada anak di Indonesia</a>. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan kasus diabetes pada anak melonjak <a href="https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230202091237-33-410301/kasus-diabetes-anak-meningkat-70-kali-lipat-kenali-gejalanya">hingga 70 kali lipat sejak 2010 hingga awal 2023</a>. </p>
<p>Angka itu muncul ke publik dari <a href="https://www.bbc.com/indonesia/articles/clj6rene4y7o">pernyataan IDAI</a> bahwa prevalensi diabetes anak pada 2010 adalah 0,028 per 100.000 anak, sementara per Januari 2023 angkanya 2 per 100.000 anak. Jika hal itu benar, angka itu sangat mengkhawatirkan orang tua dan masyarakat. Saya telah mencari sumber data atau laporan aslinya namun tidak dapat menemukan. </p>
<p>Namun data kelebihan berat badan pada anak di negeri ini bisa memberikan gambaran risiko diabetes. Data <a href="http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf">Riset Kesehatan Dasar 2018</a> menunjukkan 10,8% dan 9,2% anak berusia 5-12 tahun mengalami kegemukan dan obesitas, secara berurutan. Keduanya merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya diabetes. </p>
<p>Karena itu, menurunkan angka kegemukan dan obesitas pada anak merupakan langkah preventif untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes tipe 2, diabetes karena gaya hidup saat mereka dewasa.</p>
<p>Banyak penelitian menyebutkan <a href="https://academic.oup.com/nutritionreviews/article/70/9/509/1835283">menyusui</a> merupakan faktor pelindung dari <a href="https://academic.oup.com/ajcn/article/109/Supplement_1/817S/5456706">terjadinya diabetes tipe 1 (pada anak)</a> dan tipe 2 baik pada anak pada <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11892-019-1121-x">masa mendatang maupun bagi ibu</a>. Memberlakukan <a href="https://theconversation.com/penarikan-cukai-untuk-minuman-berpemanis-langkah-awal-mengurangi-diabetes-191961">cukai gula</a> juga penting untuk menurunkan konsumsi gula di masyarakat.</p>
<h2>Dua tipe diabetes</h2>
<p>Diabetes terdiri dari dua tipe. Diabetes tipe 1 biasanya muncul pada usia anak yang disebabkan oleh kondisi genetik. Sedangkan diabetes tipe 2 biasanya muncul karena pengaruh gaya hidup dan mayoritas menimpa orang dewasa.</p>
<p>Meski dalam berita tidak disebutkan tipe diabetes mana yang meningkat, namun kedua tipe diabetes ini merupakan kondisi kronis, yang hingga saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan. Kondisi ini hanya bisa dikelola dengan menjaga kadar gula darah terkendali agar orang dengan diabetes memiliki kualitas hidup yang optimal.</p>
<p>Gejala yang <a href="https://www.cdc.gov/diabetes/basics/symptoms.html">muncul pada penderita diabetes</a> antara lain sering merasa haus dan lapar, buang air kecil lebih sering, merasa lemah dan sebagainya. Namun demikian untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter secara langsung, termasuk juga pemeriksaan laboratorium.</p>
<p>Diabetes yang biasanya muncul pada usia anak adalah diabetes tipe 1, saat tubuh tidak dapat memproduksi hormon insulin yang berfungsi untuk mengatur makanan menjadi energi. Faktor penyebab diabetes tipe 1 masih belum jelas, meski seringkali penyebab dianggap karena faktor genetik. </p>
<p>Diabetes tipe 2 dapat didiagnosis pada anak dan dapat dicegah. Faktor risiko <a href="https://www.healthdirect.gov.au/diabetes">diabetes tipe 2</a> adalah pola makan, kurangnya aktivitas fisik atau olahraga, berat bada berlebih atau obesitas.</p>
<p>Laporan dari IDAI pada berita di atas menyebutkan bahwa faktor penyebab meningkatnya diabetes pada anak Indonesia salah satunya karena faktor gaya hidup, terlebih kurangnya aktivitas fisik dan tingginya konsumsi makanan dengan pemanis tambahan.</p>
<p>Pola makan sehat pada anak, meliputi menyusui anak usia 0-2 tahun, konsumsi makanan rendah gula, dan konsumsi makanan segar seperti buah, sayuran dan biji-bijian utuh.</p>
<h2>Panduan pemberian makan pada bayi dan anak</h2>
<p>Seribu hari pertama kehidupan anak, yang dihitung sejak dalam kandungan, memiliki pengaruh yang besar tidak hanya terhadap perkembangan fisik dan mental anak, tapi juga terhadap <a href="https://healthyeatingresearch.org/wp-content/uploads/2017/02/her_feeding_guidelines_report_021416-1.pdf">pola makan anak pada masa mendatang</a>.</p>
<p>Dalam panduan pemberian makan pada bayi dan anak, rekomendasi utama adalah memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja sejak lahir hingga usia 6 bulan atau yang biasa disebut ASI eksklusif. Sejak usia 6 bulan, bayi bisa diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). </p>
<p>Sesuai namanya, MPASI mengiringi proses menyusui yang direkomendasikan hingga usia 2 tahun. Anak di atas usia 2 tahun tidak membutuhkan susu lagi sebagai asupan utama, meski ASI masih boleh terus diberikan dengan manfaat membantu meningkatkan imunitas tubuh. </p>
<p>Manfaat lainnya terkait diabetes, ada banyak riset menyatakan <a href="https://academic.oup.com/nutritionreviews/article/70/9/509/1835283">menyusui</a> merupakan faktor pencegah <a href="https://academic.oup.com/ajcn/article/109/Supplement_1/817S/5456706">diabetes tipe 1 (pada anak)</a> dan tipe 2 baik pada anak pada <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11892-019-1121-x">masa mendatang maupun bagi ibu</a>.</p>
<p>Meski demikian banyak orang tua merasa nutrisi anak tidak lengkap jika tidak mengkonsumsi susu formula pertumbuhan (dalam bahasa Inggris disebut <em>growing-up milk</em> atau <em>toddler milk</em>). Susu ini dipasarkan dengan target anak usia 1 sampai 3 tahun. </p>
<p>Meskipun demikian, mirip dengan <a href="https://journals.co.za/doi/abs/10.7196/SAMJ.2019.v109i5.13314">satu berita mengenai makanan bayi komersial</a>, satu riset di Indonesia menyebutkan bahwa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/mcn.13186">rerata kandungan gula dalam susu pertumbuhan</a> yang beredar di di negeri ini sebesar 7,3 gram per 100 mililiter. Ini setara dengan level gula dalam minuman dengan tambahan gula (<em>sugar-sweetened beverages</em>). </p>
<p>Banyak susu pertumbuhan yang dipasarkan di Indonesia mengklaim manfaat gizi untuk anak, namun kandungan gula yang tinggi merupakan satu masalah penting dan tidak pantas diberikan dalam pola makan anak.</p>
<h2>Pencegahan di level individu dan keluarga</h2>
<p>Peningkatan kasus kegemukan, obesitas, dan diabetes pada anak merupakan peringatan bagi orang tua untuk menjadi lebih perhatian terhadap gaya hidup dan pola makan mereka. Gaya hidup dan pola makan keluarga sangat berpengaruh pada pola makan dan aktivitas fisik anak-anak.</p>
<p>Calon ibu dan calon ayah perlu mempersiapkan menyusui bayinya sejak masa kehamilan dengan menghadiri kelas edukasi pengasuhan bayi. Mereka bisa berdiskusi dengan tenaga kesehatan saat melakukan periksa kehamilan, memilih fasilitas kesehatan yang mendukung menyusui serta bergabung dengan komunitas pendukung menyusui. </p>
<p>Setelah persalinan, ibu dapat berdiskusi dengan konselor menyusui atau konsultan laktasi jika mereka berencana kembali bekerja.</p>
<p>Pemberian MPASI pada usia 6 bulan juga merupakan tahapan penting saat bayi mendapatkan kesempatan belajar pertama untuk mengenali bahan makanan asli dan juga kebiasaan makan yang baik. Jadi, MPASI merupakan kesempatan yang penting dari sekadar memberikan makanan pada bayi.</p>
<h2>Apa yang dapat dilakukan pemerintah?</h2>
<p>WHO dan UNICEF telah meluncurkan <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9241541601">Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI pada 1981</a> untuk mengatur pemasaran susu formula yang tidak etis. </p>
<p>Pemerintah Indonesia telah menerbitkan <a href="https://jdih.baliprov.go.id/produk-hukum/peraturan/katalog/22919">Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 49 Tahun 2014</a> tentang Standar Mutu Gizi, Pelabelan dan Periklanan Susu Formula Pertumbuhan Anak usia 1-3 tahun. Lebih jauh, WHO juga mengeluarkan informasi tambahan sebagai peringatan mengenai promosi silang susu formula bayi dan susu formula pertumbuhan. Namun demikian, pelaksanaan peraturan ini masih perlu diperkuat. </p>
<p>Pemerintah harus juga fokus pada <a href="https://www.hse.ie/file-library/sroi-on-phn-led-breastfeeding-groups-main-report.pdf">program</a> yang mendukung menyusui yang <a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-018-5334-8">terbukti menurunkan risiko diabetes</a> dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33413439/">meningkatkan imunitas anak</a>, juga <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34602882/">terbukti membawa manfaat secara ekonomi</a>.</p>
<p>Pemerintah juga dapat mempertimbangkan memberlakukan <a href="https://theconversation.com/penarikan-cukai-untuk-minuman-berpemanis-langkah-awal-mengurangi-diabetes-191961">pajak pada minuman dengan gula tambahan (<em>sugar-tax</em>)</a>. Strategi ini bertujuan untuk <a href="https://theconversation.com/minuman-manis-tak-sehat-mengepung-remaja-indonesia-saatnya-pemerintah-tarik-cukai-gula-144370">menurunkan konsumsi minuman dan makanan dengan gula</a> tambahan dengan cara menaikkan harga dengan harapan kemampuan beli masyarakat akan menurun.</p>
<p>Satu penelitian <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s40258-021-00685-x">review sistematik</a> menunjukkan bahwa kebijakan ini efektif, namun demikian penulis menyarankan untuk mengkombinasikan dengan intervensi lain, seperti peningkatan literasi kesehatan, dan peningkatan kesempatan untuk beraktivitas secara fisik, terutama pada anak-anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199876/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Peningkatan kasus kegemukan, obesitas, dan diabetes pada anak merupakan peringatan bagi orang tua untuk menjadi lebih perhatian terhadap gaya hidup dan pola makan mereka.Andini Pramono, PhD Candidate, Department of Health Economics, Wellbeing and Society, National Centre for Epidemiology and Population Health, Australian National UniversityKatelyn Barnes, Postdoctoral Research Fellow, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1945202022-12-19T04:36:01Z2022-12-19T04:36:01ZBelajar dari Austria untuk mengendalikan diabetes tipe 1 di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/500934/original/file-20221214-525-lmxifa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemeriksaan kadar gula darah pada pengidap diabetes bisa melalui pengambilan darah di ujung jari.
</span> <span class="attribution"><span class="source">Pexels/Photomix Company</span></span></figcaption></figure><p>Jumlah pengidap diabetes di Indonesia menduduki posisi kelima terbanyak di dunia, <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/22/jumlah-penderita-diabetes-indonesia-terbesar-kelima-di-dunia#:%7E:text=Indonesia%20berada%20di%20posisi%20kelima,Indonesia%20sebesar%2010%2C6%25.">dengan 19,47 juta penderita</a> pada 2021. Angka ini diprediksi jauh dari riil, karena <a href="https://lifestyle.bisnis.com/read/20191111/106/1169135/waspasda-70-penderita-diabetes-tidak-terdeteksi-gejalanya">diperkirakan 70% penyandang diabetes</a> di negeri ini belum atau tidak terdiagnosis. </p>
<p>Walau penyakit diabetes tidak bisa disembuhkan, penyakit ini dapat dikendalikan melalui pengendalian kadar gula darah agar tidak melebihi batas normal. Sebagai penyandang <a href="https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/2/apa-itu-diabetes-melitus-tipe-1">diabetes tipe 1 (T1DM)</a> selama tujuh tahun terakhir, satu penulis (Jaya Addin Linando) memiliki pengalaman dirawat di Indonesia dan Austria, <a href="https://worldpopulationreview.com/country-rankings/best-healthcare-in-the-world">negara maju yang memiliki sistem kesehatan yang sangat baik</a>. </p>
<p>Penanganan yang tepat untuk penyakit diabetes tipe 1 (pankreas tidak bisa memproduksi insulin, terjadi pada anak-anak dan dewasa muda) menjadi krusial agar para penyandang T1DM tetap dapat beraktivitas secara produktif. Dua hal paling esensial dalam penanganan T1DM adalah skrining dan terapi serta pemantauan gula darah secara rutin.</p>
<h2>Skrining dan terapi</h2>
<p>Penulis pertama kali didiagnosis mengidap penyakit diabetes pada 2015. Pada waktu itu, dokter Indonesia yang menangani penulis belum dapat memastikan apakah diabetes penulis termasuk pada <a href="https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikel-kesehatan/perbedaan-diabetes-1-dan-diabetes-2">kategori tipe 1 atau tipe 2</a>. </p>
<p>Maka, sebagai percobaan, penanganan yang penulis terima pada waktu itu berupa konsumsi obat oral metformin. Seiring berjalannya waktu, pengobatan metformin tidak berdampak signifikan, sehingga dokter menambahkan resep obat baru, yaitu glibenclamide. </p>
<p>Hingga 2016, karena tidak kunjung ada perbaikan kondisi, dokter menyarankan penulis untuk menjalani terapi insulin, tepatnya menggunakan insulin <em>mix</em>. Insulin mix adalah sebuah insulin yang mengandung <a href="https://www.sharecare.com/health/insulin/what-is-premixed-insulin">campuran insulin dengan jangka waktu kerja cepat dan waktu kerja menengah atau panjang</a>. Juga di titik ini, pada akhirnya dokter yang menangani penulis menyatakan bahwa diabetes yang penulis idap adalah diabetes tipe 1.</p>
<p>Beralih menjalani pengobatan di Austria pada 2020, dokter yang menangani penulis menyayangkan pola penanganan dengan insulin <em>mix</em> yang penulis jalani dalam kurun waktu 4 tahun (2016–2020). </p>
<p>Menurut dokter spesialis endokrinologi dan nephrologi yang menangani penulis di Austria, satu-satunya standar penanganan diabetes tipe 1 adalah dengan <a href="https://www.diabetes.co.uk/insulin/basal-bolus.html">metode basal-bolus</a>. Ini adalah metode yang melibatkan dua jenis insulin: basal (jangka panjang) dan bolus (jangka pendek). Insulin basal umumnya diinjeksi satu atau dua kali dalam sehari (tergantung jenis insulin basalnya), dan insulin bolus diinjeksi setiap akan makan.</p>
<p>Metode basal-bolus pun sebenarnya juga diakui oleh <a href="http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/80157">para akademisi</a> dan peneliti <a href="https://www.jstage.jst.go.jp/article/cpe/30/1/30_2020-0052/_pdf/-char/ja">diabetes</a> di Indonesia sebagai pola pengobatan terbaik untuk T1DM. Metode ini juga sejalan dengan pernyataan <a href="https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2021/11/22-10-21-_-Website-Pedoman-Petunjuk-Praktis-Terapi-Insulin-Pada-Pasien-Diabetes-Melitus-Ebook.pdf">Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni)</a> bahwa konsep basal-bolus memiliki kemungkinan terbaik menyerupai sekresi insulin fisiologis bagi penyandang T1DM.</p>
<p>Maka dari itu, skrining, misalnya memakai <a href="https://medlineplus.gov/lab-tests/c-peptide-test/">tes C-peptide</a> atau <a href="https://www.diabetes.co.uk/gad-antibody-test.html#:%7E:text=A%20GAD%20test%20is%20a,autoantibodies%20suggests%20type%201%20diabetes.">tes GAD</a>, menjadi titik kunci dalam penanganan diabetes di Indonesia. Hal ini penting karena tipe diabetes yang berbeda juga <a href="https://journals.lww.com/americantherapeutics/Abstract/2006/07000/A_Review_of_Types_1_and_2_Diabetes_Mellitus_and.12.aspx">memerlukan pola penanganan yang berbeda</a>. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, Kementerian Kesehatan mestinya lebih menggalakkan prosedur skrining tipe diabetes dengan biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Setelah itu, Kementerian Kesehatan melalui sistem standar pengobatan BPJS dapat memberi panduan kepada dokter penyakit dalam untuk menerapkan pola basal-bolus kepada pasien T1DM, yang biayanya juga ditanggung oleh BPJS.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jumlah-pengidap-diabetes-terus-naik-mengapa-nasi-jadi-tertuduh-utama-di-asia-194521">Jumlah pengidap diabetes terus naik: mengapa nasi jadi tertuduh utama di Asia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Sistem pemantauan kadar gula darah</h2>
<p><a href="https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Panduan-Praktik-Klinis-Diagnosis-dan-Tata-Laksana-Diabetes-Melitus-tipe-1-Anak-Remaja.pdf">Pemantauan kadar gula</a> darah secara rutin dalam sehari adalah salah satu elemen penting dalam keberhasilan penanganan kasus diabetes tipe 1.</p>
<p>Secara umum, pemantauan kadar gula dalam darah secara rutin dapat dilakukan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6604122/">melalui dua cara</a>: (1) mengambil darah dengan cara menusuk jari dan (2) menggunakan alat pemantauan glukosa berkelanjutan, <em>Continuous Glucose Monitoring</em> (CGM). </p>
<p>Kedua metode tersebut sama-sama membutuhkan biaya. Pengambilan darah dari jari memerlukan biaya pembelian jarum dan strip sekali pakai serta alat ukur kadar glukosa. Sedangkan penggunaan CGM memerlukan biaya untuk pembelian alat ukur dan sensor yang perlu diganti secara berkala.</p>
<p>Di Austria, asuransi kesehatan publik negara sekelas BPJS Kesehatan di Indonesia, yang bernama <a href="https://www.gesundheitskasse.at/cdscontent/?contentid=10007.870393&portal=oegkportal">Österreichische Gesundheitskasse (ÖGK)</a>, menanggung keseluruhan biaya CGM bagi penyandang T1DM. </p>
<p>Di Indonesia, alat untuk memantau kadar gula dalam darah secara rutin, baik yang melalui pengambilan darah dari jari, terlebih yang berupa sensor kontinu, <a href="https://www.klikdokter.com/info-sehat/diabetes/bisakah-penderita-diabetes-berobat-dengan-bpjs">belum termasuk dalam komponen yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan</a>. </p>
<p>BPJS Kesehatan telah memiliki Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang di dalamnya terdapat <a href="https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/6796d4c90a3784e30e52c3f4a8aff0a6.pdf">banyak fasilitas bermanfaat bagi para penyandang diabetes</a>, seperti edukasi, senam bersama, layanan pengobatan ke rumah bagi pasien yang membutuhkan, juga cek gula secara berkala. </p>
<p>Namun, khusus bagi penyandang diabetes tipe 1, fasilitas cek gula darah berkala dari BPJS belum cukup memadai untuk tujuan pengendalian gula darah. Para penyandang T1DM memerlukan pengecekan gula darah berkali-kali dalam sehari agar mereka dapat secara tepat menentukan dosis insulin yang harus mereka injeksikan.</p>
<p>Saat ini, advokasi penyediaan alat untuk <a href="https://www.change.org/p/strip-gula-darah-untuk-penyandang-diabetes?cs_tk=ArPjiofwcMJmE4HFU2MAAXicyyvNyQEABF8BvMoa8IAKcA-J74gHrFsbix4%3D&utm_campaign=421f9aed2baf485183f02c908e9ba760&utm_content=initial_v0_2_0&utm_medium=email&utm_source=guest_sign_login_link&utm_term=cs">mengecek gula darah secara rutin (khususnya strip pengecekan darah yang diambil dari jari) sedang digalakkan</a> oleh <a href="https://id.linkedin.com/in/anita-sabidi-3962a2213">Anita Sabidi</a>, aktivis-advokat diabetes yang juga merupakan anggota <a href="https://persadia.or.id/">Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia)</a> dan <a href="https://www.instagram.com/ikadarindonesia/?hl=id">Ikatan Diabetes Anak dan Remaja (Ikadar)</a>.</p>
<p>Ada beberapa opsi yang dapat pemerintah (BPJS) ambil untuk memfasilitasi tuntutan pengadaan alat pemantauan kadar gula darah rutin. Pertama, dengan memberikan strip dan alat untuk mengecek kadar gula darah kepada tiap-tiap individu penyandang T1DM. Meski metode ini jauh dari ideal (<a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acs.biomac.8b01429">karena sakit, berpotensi menimbulkan trauma, bahkan dapat berujung pada infeksi</a>), setidaknya ini adalah fasilitas minimum yang dapat pemerintah berikan.</p>
<p>Opsi kedua, pemerintah Indonesia juga dapat mempertimbangkan fasilitasi sensor CGM bagi pasien T1DM, seperti yang dilakukan pemerintah Austria. Meski <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa0805017">dipercaya sebagai salah satu</a> cara terbaik untuk mengontrol diabetes tipe 1 saat ini, opsi ini membutuhkan banyak biaya, mengingat mahalnya harga alat dan sensor CGM yang perlu diganti secara berkala. </p>
<p>Sensor CGM di <em><a href="https://www.tokopedia.com/search?st=product&q=freestyle%20libre%20sensor&srp_component_id=02.01.00.00&srp_page_id=&srp_page_title=&navsource=">online</a> <a href="https://shopee.co.id/search?keyword=freestyle%20libre%20sensor">marketplace</a></em> (produsen alat tersebut belum menjual produk ini secara resmi di Indonesia) dijual sekitar Rp 1.250.000 untuk sensor yang aktif selama 2 minggu, atau setara Rp 2.500.000 per bulan.</p>
<p>Opsi terakhir merujuk pada teknologi yang saat ini sedang berkembang, yaitu menggunakan teknologi <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0003267012004606?via%3Dihub"><em>non-invasive glucose monitoring</em> (NGM)</a>, mengecek kadar gula dalam darah tanpa perlu mengambil sampel darah pasien. </p>
<p>Meski saat ini <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0924424717310178?casa_token=sLOuHKoCkY4AAAAA:iWHsFb04Qg6_Npwp8dPjlKNGs7fOyuILTjKbQxSYacg2znXRoHQmwrZB1DdmFipB6ojtTJiXjlVB">metode NGM masih perlu divalidasi</a>, metode ini dapat menjadi opsi yang memungkinkan untuk diaplikasikan secara masif ke depan. </p>
<p>Supaya lebih terjangkau, <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22110700003/dorong-kebangkitan-alat-kesehatan-dalam-negeri-menkes-tinjau-pameran-hkn-ke-58.html">Kementerian Kesehatan dapat mendorong penciptaan alat sensor tersebut dari produsen dalam negeri</a> secara serius, seperti terlihat dari kegiatan <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22032500001/kemenkes-gelar-demo-inovasi-kesehatan.html">Health Innovation Sprint Accelerator 2022</a>. Di ajang tersebut, salah satu produk inovasi bernama <a href="https://semudah-health.com/">NIRGOMO</a> yang berfokus pada pengukuran kadar gula darah tanpa membutuhkan sampel darah turut mendapatkan penghargaan tiga besar <em>best innovators</em>. </p>
<p>Alat monitor kadar gula dalam darah bagi pasien diabetes tipe 1 sangatlah penting untuk menghindari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6507006/">hipoglikemia (kadar gula darah di bawah normal) yang pada tingkatan tertentu dapat membahayakan nyawa</a>. Karena itu, semestinya BPJS menanggung pembiayaan alat pemantauan kadar gula dalam darah rutin bagi pasien T1DM.</p>
<p>Kementerian Kesehatan perlu memperkuat skrining dan terapi serta memfasilitasi alat pemantauan gula darah rutin untuk pasien diabetes tipe 1 yang biayanya ditanggung oleh sistem kesehatan lewat BPJS Kesehatan. Dengan cara itu, pasien T1DM di Indonesia tetap bisa produktif dan <a href="https://diabetesstrong.com/how-diabetes-affects-life-expectancy/">memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi</a>.</p>
<hr>
<p><em>Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Laksamana Olan Es Orlando (dokter Puskesmas Godean 2 Kabupaten Sleman), dr. Riadiani Nindya Drupadi (dokter RS Mata Dr. YAP), dr. Emir Cahyo Gumilang dan Anita Sabidi atas kontribusi mereka dalam pengembangan artikel ini</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194520/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dr. Anthony Sunjaya is a Co-Founder of BantingMed Pty Ltd, an Australian based diabetes care digital platform.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jaya Addin Linando tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Fasilitas cek gula darah berkala dari BPJS belum cukup memadai untuk tujuan pengendalian gula darah pasien diabetes tipe 1.Jaya Addin Linando, Organizational behavior and human resources management lecturer-researcher, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaAnthony Paulo Sunjaya, Co-Lead (Digital Health), ASEAN Business Research Hub, UNSW Sydney | Scientia Doctoral Researcher, The George Institute for Global Health, UNSW SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1945212022-11-14T07:07:20Z2022-11-14T07:07:20ZJumlah pengidap diabetes terus naik: mengapa nasi jadi tertuduh utama di Asia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/495028/original/file-20221114-25-sl4k70.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pembeli melihat berbagai jenis beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jatinegara, Jakarta, 7 Novemer 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1667792417&getcod=dom">ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati Hari Diabetes Sedunia, 14 November.</em></p>
<p>Tiap detik, <a href="https://diabetesatlas.org/tenth-editio">sedikitnya 5 orang meninggal</a> akibat diabetes di dunia. Sekitar 537 juta orang hidup dengan diabetes. Penyakit ini juga bertanggung jawab atas <a href="https://diabetesatlas.org/tenth-edition">6,7 juta kematian pada 2021</a> - sebuah angka yang lebih tinggi dari total <a href="https://covid19.who.int/">kematian akibat COVID-19 sejak 2020 hingga November 2022</a>. </p>
<p>Diabetes, sebagai tanda akibat gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan kadar gula darah melebih batas normal, adalah salah satu penyakit yang menyebabkan jumlah <a href="https://theconversation.com/riset-terbesar-usia-harapan-hidup-orang-indonesia-naik-beban-penyakit-tidak-menular-meningkat-96901">kematian tertinggi di Indonesia setelah stroke dan jantung</a>. Diabetes juga merupakan <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes">penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan risiko</a> serius lainnya. </p>
<p>Data <a href="https://idf.org/aboutdiabetes/what-is-diabetes/facts-figures.html">International Diabetes Foundation</a> menunjukkan bahwa sebagian negara di Asia berada dalam kondisi yang sangat parah. Misalnya, di Pakistan <a href="https://worldpopulationreview.com/country-rankings/diabetes-rates-by-country">sedikitnya 31 persen penduduknya mengidap diabetes</a>. Di Indonesia, walau hanya diperkirakan 11 persen, namun angka ini <a href="https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/diabetes-penderita-di-indonesia-bisa-mencapai-30-juta-orang-pada-tahun-2030">setara dengan 30 juta penduduk</a>. </p>
<p>Salah satu faktor signifikan yang meningkatkan kadar gula darah adalah konsumsi produk olahan beras. Produk olahan ini adalah makanan yang sangat berbahaya bagi penderita diabetes. Masalahnya adalah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19083381/">nutrisi rendah kandungan gula (karbohidrat) cukup mahal</a> bagi penduduk di negara-negara berpendapatan rendah-menengah seperti Indonesia. </p>
<p>Memang tren meningkatnya diabetes ini tidak semata-mata diasosiasikan dengan peningkatan asupan karbohidrat saja. Ada faktor lainnya, termasuk tren penurunan aktivitas fisik, meningkatnya status sosial ekonomi, dan perubahan gaya hidup masyarakat. </p>
<h2>Mahalnya nutrisi rendah karbohidrat</h2>
<p>Diabetes sesungguhnya sudah menjadi epidemi global. </p>
<p>Di seluruh dunia, jumlah orang yang hidup dengan diabetes diproyeksikan meningkat menjadi 643 juta pada 2030 dan 783 juta pada 2045. Dari sisi pendanaan, tahun lalu saja, diabetes menyedot anggaran kesehatan <a href="https://diabetesatlas.org/atlas/tenth-edition/">US$ 966 miliar atau sekitar Rp 15.000 triliun atau 9% total pengeluaran kesehatan untuk orang dewasa di seluruh dunia</a> </p>
<p>Ada <a href="https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%202020%20Diabetes%20Melitus.pdf">dua jenis diabetes</a>: diabetes melitus (DM) tipe 1 dan DM tipe 2.</p>
<p>DM tipe 1 terjadi saat kadar gula meningkat akibat sel beta pankreas rusak sehingga tidak bisa memproduksi hormon insulin yang bertanggung jawab untuk mencerna kadar gula dalam darah. DM tipe 2 lebih disebabkan oleh kenaikan kadar gula karena menurunnya sekresi insulin yang rendah oleh kelenjar pankreas.</p>
<p>Sedikitnya, <a href="https://idf.org/aboutdiabetes/what-is-diabetes/facts-figures.html">541 juta orang dewasa di dunia memiliki Gangguan Toleransi Glukosa (IGT</a>), yang menempatkan mereka pada risiko tinggi diabetes tipe 2. </p>
<p>Masalah diabetes ini begitu pelik. Dalam teknologi pengobatan hingga kini, DM tidak dapat disembuhkan. Namun, kadar gula darah dapat dikelola. DM tipe 1 umumnya tidak bisa dicegah, dan kebanyakan terlambat diketahui. </p>
<p>Sementara itu, DM tipe 2 terjadi akibat perilaku dan gaya hidup, termasuk diet yang tidak sehat dan kurang aktivitas fisik. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35057547/">Berbagai studi menyarankan</a> kombinasi aktivitas fisik dan diet sehat dapat menunda atau mencegah timbulnya diabetes tipe 2.</p>
<p>Adapun pendekatan <em>mainstream</em> untuk pencegahan dan penanggulangan diabetes adalah melalui <a href="https://www.who.int/campaigns/world-diabetes-day/2022">kampanye kesadaran, pendidikan, dan akses layanan para penyintas</a>. </p>
<p>Diet pun memegang peranan penting. Salah satu masalah bagi masyarakat di negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang (NPRS) dalam hidup bersama diabetes adalah minimnya akses dan pilihan diet rendah karbohidrat yang tersedia secara murah dan praktis. </p>
<p>Salah satu ukuran kualitas diet adalah pada ukuran <a href="https://glycemicindex.com/">asupan <em>Glycemic Index</em> (GI) atau Indeks Glikemik </a> yakni <a href="https://www.nature.com/articles/1602942">panduan asupan karbohidrat bagi penderita DM</a>. GI Rendah ≤55; Sedang 56–69; dan Tinggi ≥70. Makin tinggi GI, makin buruk buat kesehatan. Makin rendah (menuju arah 30 ke bawah) makin baik buat kesehatan. </p>
<p>Contoh makanan berkadar protein tinggi seperti kacang tanah, <a href="https://www.nationalpeanutboard.org/news/diabetes-and-peanuts.htm">rerata GI 14</a>. </p>
<p>Makanan khas Indonesia seperti tempe dan tahu <a href="https://www.thediabetescouncil.com/tofu-and-diabetes/">memiliki rerata GI 15</a>. Telur memiliki GI <a href="https://glycemic-index.net/egg/">antara 0-1</a>. GI beras putih di pasaran <a href="https://www.health.harvard.edu/diseases-and-conditions/glycemic-index-and-glycemic-load-for-100-foods">bisa mencapai di atas 77</a>. </p>
<p>Tapi GI hanya menceritakan sebagian dari cerita. Masyarakat perlu mengetahui seberapa cepat makanan tersebut membuat karbohidrat memasuki aliran darah dan berapa banyak karbohidrat yang dapat dihasilkan per sajian. Variable tambahan yang penting diketahui adalah beban glikemik (<em>glycemic load/GL</em>).</p>
<p>Secara umum, produk olahan beras bisa mencapai GI 100. Dalam takaran yang tak dibatasi, artinya begitu masuk dan diolah pencernaan, karbohidratnya mirip banjir masuk dalam darah, memperparah metabolisme tubuh dan meningkatkan risiko kegagalan organ. Bila dalam takaran yang sedikit, GL-nya juga sedikit. </p>
<p>Sedangkan semangka, memiliki <a href="https://www.health.harvard.edu/diseases-and-conditions/the-lowdown-on-glycemic-index-and-glycemic-load">Indeks Glikemik lebih tinggi dari nasi (80)</a> - tapi satu porsi kecil semangka memiliki karbohidrat yang sangat sedikit sehingga GL-nya hanya 5.</p>
<h2>Strategi asupan beras ramah diabetes</h2>
<p>Diet tinggi kadar pati (<em>starch</em> atau karbohidrat) hanya salah satu dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap epidemi diabetes. </p>
<p>Beras adalah salah satu sumber utama karbohidrat dan <a href="https://www.fao.org/partnerships/container/news-article/en/c/876581/">lebih dari 3 miliar manusia di dunia mengkonsumsi nasi secara rutin</a>. </p>
<p>Salah satu fakta yang mengkhawatirkan adalah tiga dari empat orang dewasa pengidap diabetes, hidup di negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang (NPRS). Pilihan beras tentunya juga terkait harganya yang relatif terjangkau. </p>
<p>Bagi banyak masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di Asia, karbohidrat masih mendapatkan porsi yang signifikan dalam diet sehari-hari. Beras putih masih menjadi sumber utama. </p>
<p>Proses <a href="https://www.agrotera.id/id/news/jenis-dan-kegunaan-mesin-poles-beras">penggilingan beras yang dipoles</a> cenderung menghilangkan secara total butiran serat dedak dan mengubah struktur kernel yang juga <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/mnfr.200700011">mengeluarkan kadar antioksidannya</a>. </p>
<p>Para ahli melihat ada asosiasi yang kuat antara penggantian konsumsi beras yang ditumbuk atau digiling dengan beras putih poles dalam 6 dekade terakhir, dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6366262/">kejadian prevalensi diabetes di daerah perkotaan di Asia</a>. </p>
<p>Sejauh ini, kebijakan perberasan para pemerintah di Asia, masih berfokus pada jenis beras yang tinggi produktivitasnya. Pasar secara umum masih fokus pada beras gurih (umumnya berjenis pulen) yang umumnya berkadar GI tinggi.</p>
<p>Walau demikian, kami melihat bahwa ketimbang menjadikan beras sebagai musuh diabetes secara total dengan peralihan pada sumber diet alternatif rendah karbohidrat, sesungguhnya ada beberapa jalan keluar. Kita perlu melihat secara detail sistem asupan beras, karakteristik beras dan perlakuan pada proses masak beras yang lebih memberi harapan bagi para keluarga berpendapatan rendah. </p>
<p>Penting bagi kita untuk memahami ragam karakteristik beras dengan kandungan pati atau GI yang rendah sebagai upaya yang lebih efisien dalam menghadapi risiko diabetes baik pengidap maupun yang masih pra-diabetes. </p>
<p>Beras putih yang gurih seperti <a href="https://www.tokopedia.com/find/jasmine-rice">jasmine</a> memiliki angka GI di atas 77. Beras merah seringkali dijadikan alternatif asupan pengidap diabetes karena <a href="https://smujo.id/biodiv/article/view/7925/4656">kandungan antioksidan dalam senyawa <em>anthocyanin</em></a> dan <a href="https://glycemic-index.net/red-rice/">kandungan GI 55</a>. Sayangnya, harga beras merah menjadi tinggi karena ketersediannya terbatas. </p>
<p>Umumnya beras tipe butir panjang (<em>long grain</em>) dianggap lebih baik karena kandugan GI-nya rendah. Salah satu jenis <em>long grain</em> adalah beras basmati yang digemari masyarakat Asia Selatan tapi kurang disukai masyarakat Asia Tenggara dan Asia Timur, kadar GI-nya berkisar 50-58. Harga per kilo gramnya paling murah <a href="https://www.klikindomaret.com/product/beras-basmati">Rp 35 ribu</a> di Jakarta atau tiga kali lipat harga beras yang umum dikonsumsi masyarakat kelas bawah. Beras artifisial jenis <a href="https://www.bukalapak.com/products/s/beras-analog">analog</a> sering jauh lebih mahal. </p>
<p>Masalahnya adalah ada variasi yang lebih beragam, baik dalam <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28551223/">kategori <em>long-grain</em></a> maupun kategori beras basmati itu sendiri. Hal ini menyulitkan panduan praktis bagi para komsumen karena kadang terlihat ada kontrakdiksi dan rumitnya komunikasi ilmu para ahli. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=638&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=638&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=638&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=802&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=802&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/495020/original/file-20221114-16-ysw53o.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=802&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Nasi basmati XXL (bawah) lebih panjang dibanding nasi basmati cokelat (atas).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Foto di atas adalah visualisasi perbandingan panjang antara basmati cokelat dan basmati XXL. Disebut XXL karena setelah dimasak panjangnya bisa mencapai 20-22 milimeter. Kadang bisa kita ringkas bahwa, makin panjang beras tanak, makin baik buat kesehatanmu. Sebagai perbandingan, rata-rata beras jasmine panjangnya hanya 7-9 mm. </p>
<p>Alternatif karbohidrat biasanya sangat mahal bagi yang miskin. </p>
<p>Salah satu solusinya adalah beras pera (<em>pero</em> dalam bahasa Jawa) –jenis beras yang diberikan ke pegawai negeri sipil dari Bulog dan <a href="https://www.blibli.com/jual/beras-pera">harganya lebih murah</a> – menghasilkan nasi yang teksturnya keras dan kering. Karena teksturnya keras, maka membutuhkan waktu lebih lama diproses dalam saluran cerna. Bila dikonsumsi secara terukur, gula darah tidak cepat melonjak secara tiba-tiba. Beras pera, walau tidak gurih, membuat kenyang lebih lama. </p>
<p>Konsumsi beras pera bisa diterapkan di skala rumah tangga. Pemerintah mestinya tidak hanya memberikan insentif produksi beras pera, tapi juga menerapkan strategi pendidikan publik yang lebih sistimatis terkait asupan yang ramah pada pengidap diabetes.</p>
<p>Kita harus mendesain ulang sistem pangan dengan memberi ruang bagi sumber pangan utama dan lokal yang rendah kadar gulanya. Hal ini akan memberikan dampak jangka panjang yang baik bagi kesehatan dan mengurangi pengeluaran kesehatan publik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194521/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketimbang menjadikan beras sebagai musuh diabetes secara total dengan peralihan pada sumber diet alternatif rendah karbohidrat, sesungguhnya ada beberapa jalan keluar.Jonatan A Lassa, Senior Lecturer, Humanitarian Emergency and Disaster Management and Course Coordinator (Acting) for Master of Public Policy, Charles Darwin UniversityErmi Ndoen, Peneliti Kesehatan Masyarakat, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) KupangYosep Seran Mau, Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Nusa CendanaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1919612022-10-06T03:10:34Z2022-10-06T03:10:34ZPenarikan cukai untuk minuman berpemanis: langkah awal mengurangi diabetes?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/488256/original/file-20221005-25-ac6y6n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/4qU2nqLDrLMSOvQMDldSgT?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengenakan <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220927200244-532-853416/cukai-minuman-berpemanis-disepakati-mulai-tahun-depan">cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK)</a> dan plastik dalam RAPBN 2023. Salah satu pertimbangan diterapkannya kebijakan ini adalah kesehatan. Menurut survei terbaru <a href="https://drive.google.com/file/d/1pTUdw6xJLzK8RT1Hf9fMpdbC86mzjlK5/view">Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)</a>, konsumsi masyarakat terhadap produk MBDK masih cukup tinggi yaitu 1-6 kali tiap minggu.</p>
<p>Menteri Kesehatan Budi Guna Sadikin juga meminta <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/09/26/19170111/diabetes-hantui-masyarakat-indonesia-menkes-minta-kurangi-minuman-dan">masyarakat mengurangi konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan</a> yang mengancam timbulnya penyakit diabetes yang bisa jadi ancaman untuk generasi muda Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/minuman-manis-tak-sehat-mengepung-remaja-indonesia-saatnya-pemerintah-tarik-cukai-gula-144370">Minuman manis tak sehat mengepung remaja Indonesia: saatnya pemerintah tarik cukai gula</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Apakah penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan ini bisa menurunkan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan? Apa saja yang perlu disiapkan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini?</p>
<p>Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Gita Kusnadi dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI).</p>
<p>Menurut Gita, Indonesia adalah negara konsumen minuman berpemanis dalam kemasan terbanyak <a href="https://fkkmk.ugm.ac.id/indonesia-konsumen-minuman-berpemanis-tertinggi-ke-3-di-asia-tenggara/">nomor 3 di Asia Tenggara</a>. </p>
<p>Gita juga mengatakan sudah banyak studi yang berkaitan tingginya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan dengan resiko terkena penyakit tidak menular seperti diabetes dan beberapa penyakit lain.</p>
<p>Simak episode selengkapnya di SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/191961/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik dalam RAPBN 2023. Salah satu pertimbangan diterapkannya kebijakan ini adalah…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1567682021-06-24T01:32:05Z2021-06-24T01:32:05ZBeda orang, beda strategi: intervensi spesifik pada pasien diabetes bisa tingkatkan kepatuhan minum obat antihipertensi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/389782/original/file-20210316-19-1cfmd52.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/person-holding-black-tube-1001897/">Photo by PhotoMIX Company from Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Hampir <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/05/100200923/naik-6-2-persen-selama-pandemi-pasien-diabetes-indonesia-peringkat-7-di?page=all">11 juta orang Indonesia menderita diabetes</a>. Trennya cenderung meningkat tiap tahun karena makin besarnya <a href="http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/16/faktor-gaya-hidup-tidak-sehat-yang-menjadi-pemicu-diabetes-tipe-2">pengaruh gaya hidup yang tidak sehat</a> di masyarakat. </p>
<p>Pasien dengan diabetes biasanya disertai dengan beberapa penyakit penyerta seperti hipertensi. Akan tetapi, kepatuhan minum obat antihipertensi di kalangan pasien dengan diabetes cukup rendah. </p>
<p>Riset <a href="https://bpspubs.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/bcp.14610">terbaru kami di Bandung</a> menunjukkan konseling yang dilakukan oleh apoteker yang menyesuaikan masalah individual pasien (<em>tailored intervention</em>) berhasil meningkatkan level kepatuhan pasien diabetes terhadap obat antihipertensi. </p>
<p>Cara ini lebih realistis diterapkan di Indonesia dan negara berkembang karena tidak memerlukan biaya yang mahal dan tidak perlu mengubah sistem kesehatan secara signfikan.</p>
<h2>Pentingnya kepatuhan minum obat</h2>
<p>Dalam riset-riset sejenis <a href="https://doi.org/10.18553/jmcp.2016.22.1.63">baik di negara berkembang maupun negara maju</a>, pasien diabetes memiliki masalah kepatuhan terkait pengobatan penyakit penyerta seperti hipertensi. </p>
<p>Misalnya, mereka lupa minum obat, kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan
mereka, kurang motivasi dalam minum obat, dan masalah teknis lainnya seperti kesulitan pergi ke layanan kesehatan atau sulit mengunyah obat. </p>
<p>Untuk jenis masalah yang beragam itu, umumnya apoteker dan petugas kesehatan menggunakan cara intervensi yang sama seperti pengiriman pesan melalui SMS secara massal untuk mengingatkan pasien atau dengan memberi konseling yang sama (<em>one-size-fits-all counselling</em>) tanpa menggali penyebab ketidakpatuhan pada pasien. </p>
<p>Dalam riset ini, kami menggunakan model intervensi yang berbeda. Apoteker yang kami ajak dalam riset ini juga melakukan skrining mengenai masalah ketidakpatuhan setiap pasien, dan memberikan cara penyelesaian yang spesifik untuk setiap masalah yang teridentifikasi.</p>
<p>Riset ini awalnya melibatkan 201 pasien diabetes dengan hipertensi pada bulan pertama. Apoteker memberikan layanan intervensi per pasien pada bulan pertama. Sampai riset selesai pada bulan ketiga, terdapat 56 pasien pada kelompok kontrol dan 57 orang pada kelompok intervensi.</p>
<p>Pasien yang diacak dalam kelompok intervensi diberikan tindakan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan hambatan kepatuhan mereka. Apoteker yang kami ajak dalam riset ini berperan bukan hanya memberikan obat dan memberikan panduan pengobatan secara umum tapi juga mendeteksi masalah yang spesifik dan memberikan solusi. </p>
<p>Misalnya, apabila pasien lupa minum obat, maka apoteker akan menganjurkan pasien untuk menggunakan alarm. Apabila pasien teridentifikasi dengan kurang pengetahuan mengapa dan bagaimana cara minum obat antihipertensi, maka apoteker akan memberikan informasi mengenai bagaimana dan mengapa pasien harus minum obat hipertensi.</p>
<p>Riset ini menunjukkan sekitar 42% di antara pasien lupa minum obat antihipertensi dan 18% pasien memiliki pengetahuan yang kurang. Kurang motivasi dan masalah teknis lainnya bukan merupakan hambatan yang umum dijumpai. </p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa di negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti Indonesia, lupa minum obat dan kurangnya pengetahuan tentang hipertensi merupakan penghalang yang signifikan terhadap kepatuhan mengonsumsi obat antihipertensi pada pasien diabetes tipe 2. </p>
<p>Hal ini harus menjadi perhatian karena rendahnya kepatuhan minum obat akan berdampak langsung pada pasien. Mereka berisiko terkena komplikasi yang dapat berujung pada kematian. </p>
<h2>Ajak pasien menentukan tujuan</h2>
<p>Sejumlah penelitian <a href="https://doi.org/10.4236/ojepi.2017.73018">sebelumnya menunjukkan</a> bahwa kepatuhan minum obat antihipertensi kurang optimal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. </p>
<p>Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan mengenai efek kepatuhan minum obat terhadap pengobatan.</p>
<p>Banyak intervensi yang telah dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan ini di negara-negara <a href="https://doi.org/10.1002/14651858.CD000011.pub4">berpenghasilan tinggi</a> seperti melakukan edukasi berkelanjutan pada pasien, manajemen dalam regimen pengobatan, konsultasi apoteker klinis, terapi perilaku kognitif, dan pengingat minum obat. </p>
<p>Namun sebagian besar intervensi tersebut terlalu rumit dan efektivitasnya pun terbatas. Hal ini mencerminkan bahwa banyak intervensi yang tidak didasarkan pada pendekatan terhadap hambatan kepatuhan setiap individu. </p>
<p>Dalam riset ini, kami menggunakan strategi yang tidak memerlukan biaya mahal dengan melibatkan apoteker yang bertugas di puskesmas. Kami merancang model intervensi kepatuhan pengobatan sesuai dengan setiap hambatan yang dihadapi pasien yang tidak patuh. Untuk tujuan ini, apoteker menerima 3 jam pelatihan dari kolega mereka yang senior. </p>
<p>Pada tahap pertama, peneliti mengidentifikasi kepatuhan pribadi pasien dan menyesuaikan strategi dengan hambatan tersebut. Lalu, peneliti melibatkan pasien dalam penetapan tujuan dan menulis tujuan yang telah disepakati di atas brosur khusus setiap pasien.</p>
<p>Pasien di kelompok kontrol menerima penyuluhan apoteker berdasarkan <a href="https://pafi.or.id/media/upload/20210115045710_2.pdf">pedoman pelayanan kefarmasian</a> di puskesmas. Pada setiap kunjungan, mereka mendapatkan informasi tentang jumlah dan dosis obat yang dibagikan. Juga informasi kapan dan bagaimana menggunakan dan menyimpan obat, efek samping dan cara mengatasinya, pentingnya kepatuhan pengobatan, dan memastikan apakah pasien memahami cara minum obat dengan benar.</p>
<p>Dari riset ini temuannya cukup menarik bahwa menyertakan intervensi sederhana seperti ini dalam konseling rutin yang dilakukan oleh apoteker dapat meningkatkan kepatuhan pasien. </p>
<p>Seperti <a href="https://doi.org/10.1016/j.sapharm.2009.01.004">laporan riset sebelumnya</a> meningkatkan pengetahuan pasien tentang hipertensi dan pengobatannya dapat menurunkan kesalahpahaman tentang manfaat dan risiko pengobatan. Hal ini mengarah pada perubahan positif dalam keyakinan pasien tentang obat antihipertensi. </p>
<h2>Biaya murah</h2>
<p>Untuk meningkatkan potensi dampaknya, program intervensi yang melibatkan apoteker ini menggunakan diagnosis ketidakpatuhan dan tindakan intervensi menyesuaikan dengan masalah kepatuhan per pasien.</p>
<p>Intervensi tersebut juga sejalan dengan alur kerja dan sumber daya dalam praktik klinis sehari-hari di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara biaya, intervensi ini tidak memerlukan perubahan logistik yang banyak pada sistem perawatan saat ini. </p>
<p>Temuan riset ini menggembirakan, karena ketidakpatuhan dapat diminimalkan dengan intervensi yang relatif sederhana dan berbiaya rendah.</p>
<p>Kita perlu studi lanjutan yang lebih lama yang berfokus pada bagaimana kepatuhan dan keyakinan pasien tentang obat antihipertensi mereka berubah dari waktu ke waktu.</p>
<p>Jadi, untuk meningkatkan kepatuhan berobat pasien diabetes terhadap obat antihipertensi ini langkah sederhananya: dorong pasien untuk menyertakan rutinitas minum obat ke dalam aktivitas sehari-hari mereka, tetapkan rencana tindakan dengan tujuan yang disepakati atau melibatkan anggota keluarga. </p>
<p>Jika itu dilakukan terus menerus, maka minum obat menjadi kebiasan yang mudah dilakukan. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan <a href="https://risfarklin.unpad.ac.id/">Pusat Keunggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156768/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sofa D. Alfian menerima dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk riset ini pada 2015.
</span></em></p>Kita perlu studi lanjutan yang lebih lama yang berfokus pada bagaimana kepatuhan dan keyakinan pasien tentang obat antihipertensi mereka berubah dari waktu ke waktu.Sofa D. Alfian, Lecturer, Department of Pharmacology and Clinical Pharmacy, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1443702020-08-19T08:50:52Z2020-08-19T08:50:52ZMinuman manis tak sehat mengepung remaja Indonesia: saatnya pemerintah tarik cukai gula<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/353588/original/file-20200819-43015-4n45zz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Minuman yang mengandung gula tinggi berpengaruh buruk pada kesehatan remaja dan Anda.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/variety-of-drinks-3230214/">Ian Panelo/Pexels.com</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini bagian dari rangkaian tulisan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.</em></p>
<hr>
<p>Seperempat penduduk Indonesia merupakan remaja <a href="https://lifestyle.okezone.com/read/2017/10/25/196/1802143/wow-jumlah-remaja-indonesia-66-3-juta-jiwa-kekuatan-atau-kelemahan">berusia 10-24 tahun</a>. Dalam beberapa dekade ke depan, mereka akan tumbuh menjadi dewasa usia produktif yang menggerakkan perekonomian negara. </p>
<p>Namun, dengan pola <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/149782/9789241549028_eng.pdf?sequence=1">konsumsi gula yang telah melewati batas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, para remaja tersebut saat dewasa berisiko terkena diabetes melitus dan obesitas sehingga kurang produktif pada masa depan. </p>
<p>Walau bangsa Indonesia secara politik telah merdeka 75 tahun, kita belum sepenuhnya merdeka dari “kepungan” makanan dan minuman manis yang bisa merusak kesehatan. </p>
<p>Penting bagi kita dan pemerintah untuk memastikan bahwa remaja-remaja Indonesia memiliki kehidupan yang sehat dan produktif setelah mereka dewasa. Remaja mulai banyak mendapat kebebasan dalam memilih makanan dan minuman terutama di luar rumah, sehingga perlu dikembangkan suatu upaya yang lebih mudah bagi mereka untuk membuat pilihan yang lebih sehat.</p>
<p>Masalahnya, upaya itu tidak mudah karena industri makanan dan minuman menyasar para remaja sebagai konsumen saat ini dan masa depan. </p>
<p>Riset saya <a href="https://www.google.com/url?q=https://www.cambridge.org/core/services/aop-cambridge-core/content/view/31A08F918DCDF8DBD4629B38CFCEEA88/S136898001600094Xa.pdf/foodchoice_motives_of_adolescents_in_jakarta_indonesia_the_roles_of_gender_and_family_income.pdf&sa=D&ust=1597224940770000&usg=AFQjCNGQR99k7-KTqQmmWyvSUBy-pGAqfw">pada remaja dengan sampel 681 siswa di beberapa SMP negeri di Jakarta pada 2014</a> menemukan bahwa remaja dari keluarga yang kurang mampu akan lebih memilih makanan atau minuman berdasarkan harga dan kemudahan akses ketimbang nilai kesehatan dari makan atau minuman tersebut. </p>
<p>Riset ini memperkuat temuan <a href="https://academic.oup.com/jn/article/133/3/841S/4688019">beberapa</a> <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanpub/article/PIIS2468-2667(19)30105-7/fulltext">penelitian</a> sebelumnya yang telah melaporkan bahwa harga makanan atau minuman merupakan hal utama dalam pemilihan makanan atau minuman. <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/3/12/e004277">Riset lain</a> juga menyebutkan bahwa pada umumnya makanan atau minuman yang sehat cenderung lebih mahal dari makanan atau minuman yang tidak sehat. </p>
<p>Karena itu, rencana pemerintah Indonesia <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20200219/259/1203366/minuman-manis-kemasan-bakal-kena-cukai-rp1.500-per-liter">mengenakan cukai minuman manis Rp 1.500 per liter</a> untuk mengurangi risiko diabetes melitus dan obesitas pada remaja merupakan langkah yang tepat dan layak kita dukung.</p>
<h2>Minuman manis yang berbahaya</h2>
<p>Di Indonesia, saat cuaca panas, minuman dingin manis mudah dibeli di mana saja, di penjual jalanan, warung di pinggir jalan, sampai supermarket kelas atas. </p>
<p>Kita dapat dengan mudah menemukan minuman manis di kantin-kantin sekolah dasar hingga menengah atas, bahkan universitas. Alternatif dari minuman sejenis ini biasanya hanya air mineral saja dengan harga yang bahkan kadang lebih mahal dari minuman manis tersebut. </p>
<p>Banyak minuman dalam kemasan seperti jus, kopi, dan teh serta <em>sports drink</em> tidak baik untuk kesehatan karena umumnya <a href="https://www.google.com/url?q=https://www.cdc.gov/nutrition/data-statistics/sugar-sweetened-beverages-intake.html&sa=D&ust=1597224940771000&usg=AFQjCNHTYuaI6LRTa2N1GWpFvsY_3Bcvww">ditambahi gula</a> seperti gula pasir, gula merah, <em>corn syrup</em>, fruktusa, glukosa, laktosa, dan madu oleh perusahaan yang memproduksinya. </p>
<p>Kalori yang didapatkan dari minuman-minuman ini tidak memiliki nilai gizi dan tidak dapat memberikan rasa kenyang seperti makanan padat pada umumnya. </p>
<p>Oleh karena itu, konsumsi minuman dengan gula tambahan dapat berakibat pada kenaikan berat badan yang tidak sehat. </p>
<p><a href="https://www.google.com/url?q=https://www.who.int/elena/titles/ssbs_childhood_obesity/en/&sa=D&ust=1597224940762000&usg=AFQjCNGVdf1l0XixdS4JfcAaF9SOyf9FWw">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan</a> agar konsumsi minuman dengan gula tambahan dikurangi untuk membantu mengurangi risiko obesitas pada masa kanak-kanak. </p>
<h2>Pola makan masa remaja berdampak pada kesehatan pada usia dewasa</h2>
<p>Masa remaja merupakan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1753-4887.1981.tb06736.x">masa mereka mulai punya kendali utuh</a> akan apa, di mana, dan kapan mereka makan atau minum. </p>
<p>Pada masa ini <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4717879/">pola makan terbentuk dan cenderung tidak berubah sampai dewasa</a>. Pada masa ini pula <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1753-4887.1981.tb06736.x">remaja mulai banyak mengkonsumsi makanan dan minuman di luar rumah</a>.</p>
<p>Kebiasaan yang dibangun remaja saat membuat pilihan makanan menentukan kebiasaan makan mereka pada masa mendatang.</p>
<p>Remaja berpotensi mengkonsumsi asupan makanan yang tidak tepat, yang dapat menyebabkan beberapa masalah, seperti pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual yang berkurang. Asupan makanan yang tidak tepat juga dapat mempengaruhi risiko terjadinya sejumlah gangguan kesehatan, seperti kekurangan zat besi, gizi kurang, dan obesitas. </p>
<p>Remaja yang mengalami kelebihan berat badan <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM197607012950102">dapat meningkatkan risiko mereka mengidap diabetes pada saat dewasa</a>. </p>
<h2>Kenaikan diabetes dan obesitas di populasi Indonesia</h2>
<p>Pada awal 2020, pemerintah menyampaikan rencana untuk <a href="https://www.google.com/url?q=https://sains.kompas.com/read/2020/02/19/162942023/sri-mulyani-ingin-minuman-manis-dikenakan-cukai-ini-kata-who?page%3Dall&sa=D&ust=1597224940757000&usg=AFQjCNGA7xl8cGrHhzus-1_OmYqITvcaYw">menarik cukai dari minuman manis</a>. </p>
<p>Rencana yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ini berangkat dari kekhawatiran pemerintah akan tingginya angka kasus diabetes melitus dan obesitas di Indonesia. </p>
<p>Persentase diabetes melitus <a href="https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf">meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada 2018</a>, sedangkan persentase obesitas pada periode yang sama <a href="https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf">naik dari 14,8% menjadi 21,8%</a>. </p>
<iframe title="Kenaikan persentase diabetes melitus dan obesitas di Indonesia (2013-2018) " aria-label="chart" id="datawrapper-chart-o7BbM" src="https://datawrapper.dwcdn.net/o7BbM/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="width: 0; min-width: 100% !important; border: none;" height="600" width="100%"></iframe>
<p>Jika melihat kecenderungan tersebut, maka diabetes melitus dan obesitas akan terus meningkat. Diabetes melitus dan obesitas adalah dua dari sekian banyak penyakit tidak menular. </p>
<p>Dua penyakit tidak menular ini dilaporkan ikut berkontribusi pada <a href="https://www.google.com/url?q=http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/noncommunicable-diseases&sa=D&ust=1597224940774000&usg=AFQjCNEnH-lYxZndiBsl5KEPqbbDYQORCw">sebanyak 40 juta kematian per tahunnya</a> secara global. </p>
<p>Kebanyakan dari penyakit-penyakit <a href="https://www.google.com/url?q=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673617323668&sa=D&ust=1597224940761000&usg=AFQjCNF48DlRnrLyCjAjSKWs2XJ2u14KWg">tidak menular ini dapat dicegah</a> dengan perilaku hidup sehat seperti tidak merokok, banyak beraktivitas fisik, dan pola makan yang sehat.</p>
<p>Badan Kesehatan Dunia juga menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi gula, khususnya dalam bentuk minuman dengan tambahan gula, berhubungan dengan kenaikan berat badan pada anak-anak dan orang dewasa. </p>
<p>Negara-negara yang dikategorikan berpendapatan rendah dan menengah, seperti Indonesia, mengalami peningkatan <a href="https://www.google.com/url?q=https://www.who.int/elena/bbc/ssbs_childhood_obesity/en/&sa=D&ust=1597224940767000&usg=AFQjCNEoetk696rHUS_mXlnHJv5e_VfXqw">konsumsi minuman yang diberi gula tambahan</a> akibat dari promosi produk-produk ini secara masif. Kebanyakan target promosi dari produk-produk ini adalah anak-anak dan remaja. </p>
<p>Mengendalikan diabetes melitus dan obesitas dengan cara menarik cukai pada minuman manis merupakan satu langkah yang benar. Dengan adanya cukai ini, sehingga harganya lebih mahal, diharapkan konsumen terutama remaja, akan membuat pilihan yang lebih sehat secara tidak langsung. Produsen juga seharusnya tidak akan dirugikan jika menyesuaikan dengan batasan gula yang diberlakukan. </p>
<p>Hal ini sudah terbukti pada suatu penelitian di Inggris. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1570677X19302606">Riset ini</a> menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya cukai pada minuman ringan, omset produsen minuman ringan di Inggris tidak anjlok. </p>
<p>Hal ini artinya produsen-produsen minuman ringan di Inggris dapat menyesuaikan produk mereka dengan mengurangi kadar gula pada produk-produknya. Masyarakat pun tetap membeli minuman-minuman “manis” ini hanya dengan kadar gula yang lebih aman. <a href="https://www.gov.uk/government/news/soft-drinks-industry-levy-comes-into-effect">Cukai yang diberlakukan di Inggris</a> adalah 24 penny (£0.24) per liter minuman jika mengandung 8 gram gula per 100 mililiter dan 18 penny (£0.18) per liter jika mengandung 5-8 gram gula per 100 mililiter.</p>
<h2>Intervensi kesehatan menurut status sosial</h2>
<p>Dalam <a href="https://www.google.com/url?q=https://www.cambridge.org/core/services/aop-cambridge-core/content/view/31A08F918DCDF8DBD4629B38CFCEEA88/S136898001600094Xa.pdf/foodchoice_motives_of_adolescents_in_jakarta_indonesia_the_roles_of_gender_and_family_income.pdf&sa=D&ust=1597224940770000&usg=AFQjCNGQR99k7-KTqQmmWyvSUBy-pGAqfw">riset tahun 2014</a> saya juga menemukan bahwa remaja dari kalangan menengah ke atas pun memiliki hambatan tersendiri untuk memilih makanan dan minuman yang sehat. </p>
<p>Remaja dari keluarga kelompok ini pun tampaknya memandang kesehatan tidak lebih penting daripada remaja dari keluarga menengah ke bawah. </p>
<p>Temuan ini sejalan dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3798095/">penelitian sebelumnya</a> yang menunjukkan adanya hubungan positif antara status sosial ekonomi dan indeks massa tubuh (IMT) di negara berkembang. </p>
<p>Di negara-negara berkembang, makanan dan minuman yang tidak sehat dipandang sebagai barang mewah, apalagi bagi kelompok masyarakat yang status sosial ekonominya sedang bergerak naik. </p>
<p>Dalam perencanaan upaya intervensi kesehatan harus sesuai dengan status sosial ekonomi kelompok sasaran. Intervensi gizi untuk remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah harus mencakup dukungan keuangan untuk membeli makanan yang lebih sehat. Dukungan ini tidak semerta-merta harus berbentuk bantuan tunai atau bentuk bantuan pemberian makanan yang sehat seperti program makan siang di sekolah. Dukungan ini dapat berupa cukai pada minuman manis, seperti ide pemerintah. </p>
<p>Sedangkan intervensi gizi bagi remaja dari kelompok status sosial ekonomi menengah ke atas harus mencakup pendidikan gizi yang mendorong mereka untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. Kita juga perlu merancang citra makanan sehat menjadi lebih menarik, seperti membingkai makanan sehat sebagai barang mewah dan kekinian.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/144370/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rizka Maulida tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika minuman dengan kadar gula tinggi harganya lebih mahal, maka menjadi kurang menarik untuk dibeli.Rizka Maulida, PhD researcher in behavioural epidemiology and urban health, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1212522019-08-07T02:12:35Z2019-08-07T02:12:35ZHasil riset: Tarik pajak dari minuman manis bisa bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/286372/original/file-20190731-186805-11fbc1v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=2%2C13%2C994%2C721&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Di Indonesia, kelompok berpenghasilan tinggi menghabiskan sekitar 27 kali lebih banyak minuman manis daripada kelompok berpenghasilan rendah.</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Obesitas dan diabetes dulu merupakan penyakit di negara maju, namun tren ini sudah bergeser ke negara berkembang karena semakin banyak orang mengkonsumsi makanan olahan dan makanan yang kandungan <a href="https://www.nature.com/articles/nrendo.2012.199">garam, gula, dan lemak jenuhnya tinggi</a>. </p>
<p>Akibatnya banyak orang menderita <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(14)60460-8/fulltext">obesitas</a>, diabetes, penyakit jantung, dan stroke. Penyakit ini mulai menjadi masalah kesehatan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.</p>
<p>Hingga tahun 2018, <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2018/11/02/national-health-survey-finds-one-in-five-adults-obese.html">35,4% orang Indonesia kelebihan berat badan atau menderita obesitas</a>. Sepuluh tahun sebelumnya, <a href="https://pdfs.semanticscholar.org/c92b/62c0cb078547ae6b2078d5154a35fd00434e.pdf">lebih dari 5% hidup dengan diabetes</a>. Sayangnya, sistem perawatan kesehatan di Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk mengatasi meningkatnya beban penyakit kronis ini. </p>
<p>Meningkatnya beban ini dikaitkan dengan peningkatan konsumsi gula Indonesia dalam dekade terakhir ini, terutama dari minuman manis.</p>
<p>Indonesia adalah pasar besar bagi produk minuman ringan dan minuman energi. Permintaan jenis minuman ini tumbuh sekitar 8-10% setiap tahun. Total penjualan diperkirakan mencapai <a href="https://www.statista.com/outlook/20020000/120/soft-drinks/indonesia">US$12,9 miliar</a>(sekitar Rp180 triliun) pada 2019 - yang berarti sekitar 39 liter per orang.</p>
<p>Pemerintah Indonesia sudah <a href="https://asia.nikkei.com/Spotlight/Asia-Insight/Southeast-Asian-sugar-taxes-Bitter-pills-for-better-health">mempertimbangkan</a> untuk menarik pajak dari minuman manis demi mengatasi masalah kesehatan yang semakin meningkat. <a href="https://www.bbhub.io/dotorg/sites/2/2019/04/Health-Taxes-to-Save-Lives.pdf">Sebuah studi</a> baru-baru ini menunjukkan bahwa pajak dapat diterapkan dan akan <a href="https://blogs.worldbank.org/governance/taxing-sugar-sweetened-beverages-sweet-deal">memberi manfaat secara ekonomi</a>.</p>
<p>Dalam penelitian kami yang diterbitkan di <a href="https://gh.bmj.com/content/3/6/e000923">BMJ Global Health</a>, kami mengembangkan sebuah model untuk mengukur berapa banyak manfaat yang bisa didapat dari menerapkan pajak minuman manis di Indonesia.</p>
<p>Dari model ini, kami menemukan bahwa orang Indonesia yang lebih kaya akan mendapat manfaat paling banyak dengan menurunnya risiko penyakit kronis, meski pada akhirnya seluruh penduduk akan menjadi lebih sehat.</p>
<h2>Manfaat</h2>
<p>Model yang kami buat untuk Indonesia didasarkan pada<a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458-13-1072"> penelitian kami sebelumnya</a> yang menunjukkan pajak minuman manis dapat memperlambat pertumbuhan obesitas dan mengurangi penyakit kronis.</p>
<p>Model ini bertujuan untuk mengukur manfaat kesehatan ketika ada pajak <a href="https://www.idea.int/data-tools/data/international-dollars">$0,30</a>(Rp 4.200) untuk setiap liter minuman manis ditarik dari seluruh golongan ekonomi di Indonesia. </p>
<p>Untuk melakukan ini, kami melihat tanggapan orang-orang ketika ada perubahan harga. Apakah mereka beralih ke minuman lain yang tidak dikenai pajak? Kami juga melihat potensi perubahan kandungan energi di semua minuman, dan pola penyakit dalam populasi.</p>
<p>Semua faktor ini dihitung berdasarkan kelompok pendapatan, dari 20% termiskin hingga 20% terkaya.</p>
<p>Kami menemukan bahwa jika pajak minuman manis ini diterapkan selama 25 tahun, pendapatan pajak yang didapat dari orang-orang miskin berjumlah $0,5 miliar (Rp7 triliun), dan $15,1 miliar (Rp211 triliun) untuk orang-orang kaya.</p>
<p>Penerapan pajak ini dapat meningkatkan status kesehatan dari semua golongan ekonomi, namun manfaat kesehatan terbesar dirasakan lebih oleh kelompok berpenghasilan tinggi karena tingkat konsumsi minuman manis mereka yang tinggi sehingga membuat mereka paling berisiko terkena penyakit kronis.</p>
<p>Di Indonesia, kelompok berpenghasilan tinggi menghabiskan sekitar 27 kali lebih banyak minuman manis daripada kelompok berpenghasilan rendah. Ini karena orang yang lebih kaya mampu membayar gaya hidup ini.</p>
<p>Riset kami menunjukkan kasus kelebihan berat badan dan obesitas akan menurun sekitar 15.000 kasus pada orang-orang berpenghasilan rendah, dan turun 417.000 kasus untuk yang berpenghasilan tinggi.</p>
<p>Lalu, ketika 63.000 kasus diabetes dapat dihindari pada kelompok berpenghasilan rendah, maka pada kelompok berpenghasilan tingginya, kasus yang dapat dihindari mencapai 1.487.000 kasus. Jumlah penyakit jantung dan stroke juga berkurang.</p>
<h2>Studi lain</h2>
<p>Studi kasus kami di Indonesia memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian serupa di negara-negara kaya. Di negara-negara kaya, manfaat kesehatan seringkali <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/hec.3070"> dirasakan lebih besar oleh orang miskin</a>. Ini karena mereka umumnya menerapkan pola diet berkualitas rendah yang tinggi akan gula, lemak, dan garam.</p>
<p>Dalam sebagian besar studi tentang dampak perpajakan minuman manis, manfaat paling tinggi didapat oleh kelompok yang mengkonsumsi minuman dalam jumlah besar.</p>
<p>Riset kami ini mengisi kekosongan terkait riset yang meneliti pengaruh pajak minuman manis terhadap kelompok pendapatan di negara berpendapatan rendah.</p>
<h2>Manfaat untuk semua</h2>
<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menjadikan pengurangan konsumsi gula berlebih sebagai <a href="https://www.who.int/nutrition/publications/guidelines/sugars_intake/en/">sasaran utama kebijakan mereka</a>.</p>
<p><a href="https://www.who.int/bulletin/volumes/94/4/16-020416.pdf">Banyak negara</a> telah mulai menerapkan pajak minuman manis, <a href="https://www.wcrf.org/int/blog/articles/2018/06/sugary-drink-taxes-%E2%80%93-new-normal">termasuk</a> Meksiko, Ekuador, Brunei Darusalam, Vanuatu, Inggris, Portugal, India, Afrika Selatan, Arab Saudi, Filipina, Thailand, dan Sri Lanka.</p>
<p>Sudah saatnya Indonesia mengikuti jejak mereka.</p>
<p>Untuk negara-negara yang masih dalam tahap awal pergeseran pola diet ke makanan olahan, seperti Indonesia, pajak minuman manis pada awalnya mungkin hanya bermanfaat bagi orang-orang kaya.</p>
<p>Namun, pajak tersebut juga dapat memperlambat konsumsi minuman bergula di seluruh kelompok populasi dengan mengimbangi perkembangan industri minuman manis yang secara agresif meningkatkan pangsa pasar.</p>
<p>Indonesia dapat memperlambat peningkatan obesitas dengan memberi pajak kepada jenis makanan dan minuman yang padat energi dan miskin nutrisi, seperti minuman manis.</p>
<p>Langkah bisa mengurangi timbulnya penyakit tidak menular, baik karena ada pengurangan gula dan dampaknya terhadap berat badan.</p>
<p>Pajak minuman manis akan baik bagi Indonesia, mengingat masalah pada sistem kesehatan Indonesia dalam menghadapi masalah ini.</p>
<p><em>Emily Bourke dari University of Queensland, Australia berkontribusi dalam penulisan artikel ini</em></p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/121252/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penelitian kami memperkirakan berapa banyak manfaat pajak minuman manis di Indonesia.Lennert Veerman, Professor of Public Health, Griffith UniversityAnne Marie Thow, Lecturer in Health Policy, University of SydneyFebi Dwirahmadi, Lecturer in Global Health, Griffith UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1193052019-06-27T01:01:29Z2019-06-27T01:01:29ZSusu unta mengurangi radang yang disebabkan penyakit diabetes<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/280903/original/file-20190624-97751-4y7osg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=496%2C207%2C5026%2C3469&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Susu unta banyak dikonsumsi di Timur Tengah dan sebagian Afrika, tetapi telah menjadi tren di Barat dalam beberapa tahun terakhir.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/female-hands-holding-glass-milk-on-542317249?src=47gSdhGxuwu3tgolTf8h1g-2-87&studio=1">Africa Studio/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tren makanan dan pola diet saat ini—yang kerap disebut “makanan super"—sering dikaitkan dengan produk yang eksotis dan mahal. Tetapi, <a href="https://www.livescience.com/34693-superfoods.html">tidak ada kriteria standar</a> dalam menetapkan "ke-super-an” makanan ini dan klaim-klaim soal makanan super tersebut jarang memiliki dasar ilmiah. Ini biasanya hanya taktik pemasaran (<a href="https://theconversation.com/superfoods-another-battleground-between-marketing-and-common-sense-21945">yang sering kali sukses</a>).</p>
<p>Susu unta misalnya. Susu ini disebut-sebut sebagai makanan super baru, padahal <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29349446">bukti</a> yang menunjukkan manfaat kesehatan dari susu unta ini <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28142150">berdasarkan</a> <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27432772">penelitian terhadap hewan</a> atau penelitian pada populasi yang gaya hidup dan faktor genetiknya dapat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25312801">memainkan peran yang penting</a>. </p>
<p>Meski demikian, <a href="https://www.ffhdj.com/index.php/ffhd/article/view/567">penelitian baru kami</a> telah menemukan manfaat produk susu unta bagi penderita diabetes tipe 2.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/superfoods-not-so-super-after-all-14029">Superfoods: not so super after all?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Selama bertahun-tahun, beberapa bukti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5626114/">telah menunjukkan</a> bahwa mengonsumsi susu unta <a href="https://defeatdiabetes.org/camel-milk-helps-prevent-diabetes/">dapat mencegah</a> diabetes. Namun, alasan sebenarnya kurang dipahami dan hanya sedikit sekali penelitian yang menyelidiki komponen apa yang terkandung dalam susu unta sehingga bisa bermanfaat bagi penderita diabetes.</p>
<p>Studi yang meningkatkan pemahaman kita tentang manfaat atau komponen suatu makanan memang sangat menantang, apalagi untuk makanan yang serumit susu. Susu terdiri dari lipid dan protein, termasuk zat imunoglobulin (antibodi yang diproduksi oleh sel plasma) dan <em>vesicles</em> (cairan yang diproduksi oleh sel yang tertutup dalam membran lipid), serta vitamin, dan mineral. Mengingat kompleksitas ini, kami memilih untuk menyelidiki hanya lipid (lemak) dalam susu unta, dan pengaruhnya terhadap radang yang disebabkan diabetes.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/tedmT2n8m4c?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<h2>Lemak dan diabetes</h2>
<p>Diabetes bisa dibilang sebagai salah satu masalah kesehatan global terbesar saat ini. Peradangan pada lemak perut di sekitar pinggang adalah <a href="https://www.diabetes.co.uk/diabetes-and-obesity.html">efek berbahaya</a> dari penyakit diabetes tipe 2 yang paling umum. Biasanya, peradangan adalah cara tubuh menangani infeksi. Tetapi orang yang mengalami kelebihan berat badan dan menderita diabetes mengalami peradangan kronis terus menerus yang tidak melibatkan infeksi. Peradangan ini dapat menyebabkan banyak komplikasi termasuk penyakit jantung dan stroke.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/type-2-diabetes-losing-even-a-small-amount-of-weight-may-lower-heart-disease-risk-116566">Type 2 diabetes: losing even a small amount of weight may lower heart disease risk</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sel yang disebut <em>macrophage</em> yang ada dalam lemak perut adalah penyebab utama mengapa radang yang diderita penderita diabetes bisa meluas. Jadi kami memutuskan untuk mempelajari apakah lemak susu unta dapat mencegah sel <em>macrophage</em> berkembang.</p>
<p>Susu unta, mentega, dan yoghurt adalah makanan bergizi tinggi dengan kandungan vitamin C, zat besi, kalsium, insulin, dan protein yang tinggi. Kehadiran lemak dalam susu apa pun sering menjadi dasar untuk menghindari produk susu, tetapi lemak susu merupakan komponen penting karena nilai gizinya yang tinggi. Susu unta memang memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi, dan asam lemaknya sebagian besar asam lemak tak jenuh ganda. Ini umumnya dianggap sebagai asam lemak sehat, tetapi kandungan lemak jenuh atau lemak dari susu unta bisa mencapai 65%.</p>
<p>Kami menginkubasi <em>macrophages</em> dengan lemak jenuh dan tidak jenuh yang diambil dari susu unta, baik sendiri-sendiri maupun dalam keadaan tercampur keduanya. Pada dasarnya cara tersebut diadopsi dari cara kita mengonsumsi lemak cara tubuh menyimpan lemak. Percobaan kami menunjukkan bahwa asam lemak dari susu unta mengurangi peradangan yang dihasilkan oleh <em>macrophages</em> ini, tetapi efeknya lebih jelas terlihat dalam campuran lemak, daripada ketika susu unta bercampur dengan asam lemak tak jenuh.</p>
<p>Temuan yang sangat menarik adalah ketika kami menemukan jumlah protein yang dikenal sebagai <em>inflammasome</em> (pendorong utama peradangan) berkurang akibat zat lemak ini. Jika efek ini dapat diulang dalam studi dengan manusia, maka ini akan menunjukkan bahwa susu dapat mencegah peradangan yang terkait dengan diabetes. Hasil ini juga dapat menjelaskan beberapa penelitian terkait manfaat konsumsi susu unta dalam mencegah diabetes.</p>
<p>Banyak studi pola diet menggunakan data eksperimental seperti yang kita lakukan. Studi-studi ini menunjukkan bahwa makanan yang berbeda memiliki sejumlah efek yang berbeda, baik menguntungkan atau berbahaya, sehingga hasilnya jadi kurang meyakinkan. </p>
<p>Kami tidak bisa mengatakan dengan pasti bahwa susu unta “menyembuhkan” diabetes, atau susu unta akan mengurangi peradangan jika seseorang dengan diabetes tipe 2 secara teratur mengonsumsinya. </p>
<p>Data baru kami menunjukkan bahwa susu unta <em>mungkin</em> memainkan peran dalam mengurangi peradangan yang merupakan efek samping utama dari diabetes tipe 2. Studi yang jauh lebih eksperimental dan dilakukan pada manusia mungkin diperlukan untuk menunjukkan jika hasil ini memiliki relevansi pada manusia.</p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119305/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Keith Morris tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Lipid dalam susu unta dapat mengurangi penyebab peradangan yang terkait dengan diabetes tipe 2.Keith Morris, Professor of Biomedical Sciences and Biostatistics, Cardiff Metropolitan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1190842019-06-21T05:07:12Z2019-06-21T05:07:12ZAlasan keju dapat mengontrol gula darah Anda<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/280366/original/file-20190620-171222-ymg9iu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=205%2C169%2C4695%2C3468&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebuah studi dari University of Alberta menunjukkan efek menguntungkan dari keju mungkin tidak berhubungan dengan lemak, tetapi dengan beberapa komponen lain, seperti protein atau kalsium.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Mmmm, keju adalah makanan yang bergizi sekaligus enak. Iya kan?</p>
<p>Di satu sisi, keju mengandung sumber mineral yang sangat baik seperti kalsium dan magnesium, vitamin A, B2, dan B12. Selain itu keju merupakan sumber protein lengkap.</p>
<p>Di sisi lain, keju juga merupakan sumber lemak jenuh dan natrium dalam makanan kita. Untuk menurunkan asupan lemak jenuh, mengkonsumsi keju rendah lemak kadang-kadang direkomendasikan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.</p>
<p>Namun, banyak bukti menunjukkan bahwa <a href="https://doi.org/10.1017/S0007114515005000">orang yang makan banyak keju tidak memiliki risiko tinggi menderita penyakit kardiovaskular</a>, termasuk penyakit diabetes tipe 2.</p>
<p>Tim peneliti kami di University of Alberta di Kanada telah meneliti dampak <a href="https://doi.org/10.1016/j.jnutbio.2018.10.018">keju rendah lemah dan berlemak pada tingkat resistansi insulin</a> dalam tubuh tikus yang belum menderita diabetes. Kami menemukan bahwa kedua jenis keju ini mengurangi tingkat resistansi insulin yang penting untuk menjaga gula darah normal.</p>
<h2>Kenapa kami menggunakan tikus</h2>
<p>Banyak penelitian mengenai dampak keju terhadap penyakit kardiovaskular yang sebelumnya dilakukan hanya berupa pengamatan. Dengan kata lain, para peneliti hanya mengamati perilaku makan sejumlah besar orang, biasanya selama bertahun-tahun, dan kemudian mengkorelasikan jumlah keju (dan makanan susu lainnya) yang dimakan dengan tingkat risiko terjangkit penyakit kardiovaskular, seperti kolesterol tinggi atau penyakit arteri koroner. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/272360/original/file-20190502-103053-109t14b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Studi pengamatan pola makan manusia tidak dapat digunakan untuk menentukan sebab-akibat penyakit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebuah survei tahun 2016 yang berdasarkan pengamatan menemukan bahwa keju memiliki <a href="https://doi.org/10.3945/an.115.011403">efek netral atau bahkan menguntungkan</a> terkait risiko penyakit kardiovaskular. </p>
<p>Studi-studi ini sangat berguna untuk menciptakan tren pola makan, tetapi studi ini tidak dapat secara pasti mengatakan bahwa makan makanan tertentu bisa menyebabkan atau mencegah penyakit tertentu.</p>
<p>Studi dalam lingkungan yang dikontrol lebih membantu untuk mengetahui dampak makanan terhadap risiko penyakit tertentu. Studi-studi ini dapat dilakukan pada manusia, tetapi ada keterbatasannya. Dengan demikian, penelitian pada hewan laboratorium bisa membantu, terutama dalam memahami mekanisme biokimia.</p>
<h2>Keju dan resistensi insulin</h2>
<p>Resistansi terhadap insulin adalah suatu kondisi yang umumnya terjadi seiring dengan proses penuaan dan meningkatnya berat badan. Proses ini mengarah pada tingkat glukosa darah tinggi serta berisiko menyebabkan pernyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2.</p>
<p>Tujuan kami adalah <a href="https://doi.org/10.1016/j.jnutbio.2018.10.018">membandingkan antara konsumsi keju rendah lemak dengan konsumsi keju lemak biasa dalam pengaruhinya terhadap resistansi insulin, sekaligus untuk mengeksplorasi mekanisme biokimia yang terjadi</a>.</p>
<p>Kami menggunakan tikus dalam riset kami karena memiliki banyak karakteristik yang sama dengan manusia. Kami ciptakan model dengan memberi makan tikus sejumlah besar lemak babi. Setelah empat minggu, tikus dibagi menjadi tiga kelompok: 1) diet lemak babi, 2) diet lemak babi dan keju rendah lemak, 3) diet lemak babi dan keju lemak biasa.</p>
<p>Semua pola makan yang diberikan ke tikus memiliki jumlah total lemak yang sama, hanya saja sumbernya yang bervariasi (lemak babi versus keju). Tikus-tikus tersebut memakan diet ini selama delapan minggu.</p>
<p>Temuan yang paling menarik dalam penelitian kami adalah bahwa keju rendah lemak dan yang biasa, mampu mengurangi resistansi insulin pada tikus. Ini menunjukkan bahwa manfaat keju mungkin tidak terkait dengan jumlah lemak, tetapi dengan beberapa komponen lain, seperti protein atau kalsium.</p>
<h2>Mentega versus keju</h2>
<p>Beberapa penelitian baru pada manusia telah muncul sejak kami memulai penelitian kami. Sebuah kelompok peneliti dari Laval University dan University of Manitoba, keduanya di Kanada, <a href="https://doi.org/10.3945/ajcn.116.150300">membandingkan efek makan makanan berlemak dari berbagai sumber pada pria dan wanita yang menderita obesitas perut</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/272361/original/file-20190502-103060-12xwz2h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=398&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Studi lain menguji mentega, keju, minyak zaitun, dan diet minyak jagung dan tidak menemukan dampaknya pada kadar insulin.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Durasi diet adalah empat minggu dan setiap dampak diet diukur dari semua peserta. Diet mentega, keju, minyak zaitun, dan minyak jagung (32% kalori berasal dari lemak) dibandingkan dengan diet karbohidrat yang lebih tinggi (25% kalori berasal dari lemak).</p>
<p>Para peneliti memeriksa kadar glukosa dan insulin dalam darah (yang merupakan indikator tidak langsung tingkat resistansi insulin) dan tidak menemukan efek dari lemak mana pun. Namun, sampel darah dikumpulkan setelah para responden berpuasa, sehingga informasi tentang gula darah yang ada tidak cukup lengkap.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1186/s12986-018-0300-0">Studi lain yang membandingkan keju rendah lemak dan keju reguler</a> pun tidak menemukan perbedaan menyeluruh pada tingkat kolesterol LDL-jenis kolesterol yang ditemukan pada orang yang memiliki risiko. Tetapi penelitian ini tidak memeriksa hasil lebih lanjut terkait dengan gula darah.</p>
<h2>Mengubah metabolit darah</h2>
<p>Dalam penelitian kami, kami juga meneliti bagaimana metabolit dalam darah berubah setelah pemberian keju dan menemukan efek serupa baik pada pada keju yang rendah lemak maupun keju dengan lemak biasa.</p>
<p>Perubahan tersebut terkait dengan jenis molekul tertentu bernama fosfolipid, yang memiliki banyak fungsi dalam tubuh. Menariknya, fosfolipid dengan tingkat sirkulasi yang rendah berkaitan dengan risiko diabetes dan resistansi insulin pada manusia.</p>
<p>Tikus yang diberi makan lemak babi memiliki kadar fosfolipid yang lebih rendah. Kadar fosfolipid ditemukan normal pada tikus yang makan keju.</p>
<p>Sekarang, kami sedang mempersiapkan topik penelitian ini–untuk memahami bagaimana keju mengatur metabolisme fosfolipid dan bagaimana hubungannya dengan resistansi insulin.</p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119084/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Catherine Chan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebuah studi penelitian baru-baru ini menemukan bahwa keju mampu mengurangi resistansi insulin pada tikus yang kadar gula darahnya tinggi.Catherine Chan, Professor, Agricultural Life and Environmental Sciences, University of AlbertaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1157702019-04-24T09:07:12Z2019-04-24T09:07:12ZPindah ke Jakarta meningkatkan obesitas dan risiko diabetes melitus<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/270428/original/file-20190423-175535-1soz4pr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Cegalkah obesitas dengan mengukur indeks massa tubuh (BMI) secara teratur.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/doctor-measuring-waist-patients-checking-body-653895376?src=oVL8U85wq4oLgArhhsYFrw-1-99">Bangkoke/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tinggal di Jakarta “menyumbang” timbunan lemak lebih banyak dalam tubuh individu dan berpotensi meningkatkan risiko <a href="http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-12/20440387-S-PDF-Fitriyani.pdf">diabetes melitus</a>. Gaya hidup urban, seperti konsumsi makanan cepat saji yang berkalori tinggi dan lebih banyak menghabiskan waktu duduk di depan komputer, diduga kuat menjadi pemicu kegemukan. </p>
<p><a href="https://www.nature.com/articles/s41598-018-25092-6">Riset saya pada 2013-2015 menunjukkan</a> tiap satu tahun tinggal di Jakarta indeks massa tubuh seseorang meningkat 0,15 kilogram/meter persegi. Bila rata-rata tinggi badan laki-laki di Indonesia 160 sentimeter, maka berat badan naik sebesar 0,4 kg/tahun. Selain itu, tinggal di perkotaan dikaitkan dengan peningkatan kegemukan di daerah perut (obesitas sentral). Tinggal di kota menambah lingkar perut rata-rata 0,5 sentimeter per tahun. </p>
<p>Indeks massa tubuh dan lingkar perut merupakan penanda adanya penumpukan lemak dalam tubuh, jadi terkait erat dengan obesitas dan risiko diabetes melitus.</p>
<p>Temuan saya itu makin diperkuat oleh hasil <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf">Riset Kesehatan Dasar terbaru yang dirilis akhir 2018</a> lalu. Hasil riset ini sungguh mengejutkan karena setidaknya satu dari tiap tiga orang dewasa (35%) di Indonesia mengalami masalah obesitas (indeks massa tubuh >25 kg/m2). Angka ini meningkat tajam dibanding riset serupa pada 2007 dan 2013, masing-masing sebesar 19% dan 26%. </p>
<p>Sejalan dengan kenaikan angka obesitas, jumlah penduduk dewasa dengan diabetes melitus di Indonesia juga terus menanjak. Saat ini setidaknya satu dari 10 orang dewasa (10,9%) di Indonesia menyandang diabetes melitus. Angka ini naik tajam dari angka sebelumnya pada 2007 (5,7 persen) dan 2013 (6,9%). </p>
<p>Obesitas, kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh, menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan individu seperti diabetes melitus atau kencing manis. <a href="https://lifestyle.kompas.com/read/2016/04/09/150000023/Pengobatan.Diabetes.Habiskan.33.Persen.Biaya.Kesehatan.dari.BPJS">Diabetes melitus</a> merupakan beban yang besar bagi Indonesia karena dikaitkan dengan timbulnya berbagai komplikasi seperti jantung, gagal ginjal, kebutaan, amputasi, dan stroke. Penyakit ini juga dikaitkan dengan beban pembiayaan kesehatan yang tinggi.</p>
<h2>Apakah tinggal di perkotaan lebih sehat?</h2>
<p>Penelitian saya <a href="https://globalizationandhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1744-8603-9-63">pada 2013 menunjukkan bahwa angka diabetes melitus</a> lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dari daerah pedesaan. Sebagai kelanjutan riset ini pada 2014 dan 2015 saya membandingkan 154 laki-laki dengan latar belakang genetik dan usia yang sama antara 18-65 tahun yang tinggal di Nangapanda, Ende (Flores, Nusa Tenggara Timur). Dari jumlah itu, sebanyak 105 orang tetap di sana (pedesaan) dan 49 orang pindah dan tinggal di Jakarta lebih dari satu tahun.</p>
<p>Riset ini <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-018-25092-6">mendapatkan hasil</a> bahwa laki-laki yang tinggal di daerah perkotaan memiliki resistensi insulin dan rata-rata kadar gula darah yang lebih tinggi daripada orang yang tinggal di pedesaan. </p>
<p>Pada resistensi insulin, insulin (hormon utama untuk menurunkan kadar gula dalam darah) tidak dapat berfungsi optimal sehingga kadar glukosa darah tinggi dan akhirnya menyebabkan diabetes melitus. Dari temuan ini dapat saya simpulkan bahwa penduduk perkotaan lebih rentan terkena penyakit diabetes melitus dibanding penduduk pedesaan. </p>
<p>Tingginya resistensi insulin pada individu perkotaan ini terkait dengan temuan riset tersebut: bahwa individu perkotaan memiliki rata-rata bobot tubuh yang lebih berat dibanding orang yang tinggal di pedesaan, terutama dalam hal lemak tubuh yang lebih tinggi. </p>
<p>Perbedaan kegemukan dan risiko diabetes antara masyarakat pedesaan dan perkotaan sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam hal gaya hidup antara masyarakat yang tinggal di perkotaan dan pedesaan, terutama terkait perbedaan pola asupan makanan dan aktivitas fisik. Perubahan gaya hidup karena urbanisasi mendorong masyarakat mengurangi aktivitas fisik tapi meningkatkan konsumsi makanan cepat saji yang mengandung lemak, garam, dan kalori dalam kadar tinggi.</p>
<p>Penduduk perkotaan cenderung memiliki waktu lebih banyak duduk di depan komputer dengan mobilitas yang cenderung terbatas. Sedangkan penduduk pedesaan memiliki mobilitas yang lebih banyak dan aktivitas yang lebih berat seperti bertani dan berburu di hutan. Kedua hal ini, yaitu konsumsi makanan berkalori tinggi dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan adanya keseimbangan energi berlebih sehingga disimpan dalam bentuk timbunan lemak di tubuh, yang jika berlebihan akan menyebabkan obesitas dengan berbagai komplikasinya.</p>
<h2>Tinggal di desa bisa cegah obesitas dan diabetes?</h2>
<p>Apakah dengan tinggal di daerah pedesaan akan serta merta melindungi kita dari bahaya obesitas dan diabetes? Jawabannya belum tentu. <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-018-25092-6">Penelitian yang kami lakukan pada 2014-2015 menunjukkan</a> bahwa menjaga pola makan yang sehat merupakan hal yang penting untuk mencegah diabetes melitus.</p>
<p>Kami membandingkan efek pemberian makanan berkalori tinggi dan tinggi kandungan lemaknya (ekstra 1500 kilo kalori) tiga kali sehari dalam jangka 5 hari pada individu yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. Kami pilih yang sehat 20 orang di desa dan 20 orang di kota dari 105 laki-laki yang tetap tinggal di Ende Nusa Tenggara Timur dan 49 laki-laki yang pindah ke Jakarta.</p>
<p>Saya mengevaluasi apakah terdapat perbedaan dalam hal kenaikan resistensi insulin. Awalnya saya berpikir bahwa individu yang tinggal di daerah pedesaan akan terlindung dari terjadinya resistensi insulin karena mereka lebih banyak aktif secara fisik. Ternyata hasilnya di luar dugaan. </p>
<p>Pemberian makanan yang tinggi lemak dan jauh di atas kebutuhan harian, bahkan hanya dalam jangka pendek sekali pun, sudah dapat menyebabkan kenaikan resistensi insulin. Ini terjadi tidak hanya pada individu yang tinggal di perkotaan, tapi juga mereka yang tinggal di pedesaan. </p>
<p>Riset ini kembali menegaskan bahwa aspek asupan makanan ini merupakan salah satu aspek penting terjadinya obesitas dan diabetes melitus. Jadi benar apa kata para guru saya di Fakultas Kedokteran UI selama ini, satu hal penting yang bisa kita lakukan untuk mencegah obesitas dan diabetes melitus adalah jamu (jaga mulut). </p>
<h2>Lalu bagaimana cara mencegahnya?</h2>
<p>Ada empat langkah penting untuk mencegah obesitas dan diabetes mellitus: menjaga pola makan yang sehat, terapkan pola hidup aktif, kenali faktor risikonya, dan periksa secara berkala. </p>
<p>Selain menjaga pola hidup sehat dengan pola makan yang sehat dan aktif secara fisik, kita juga perlu meningkatkan kesadaran kita untuk mengenali faktor risiko dan memeriksa secara berkala untuk mengidentifikasi obesitas dan diabetes melitus. </p>
<p>Perlu diingat bahwa hampir tiga dari empat penyandang diabetes melitus di Indonesia tidak mengetahui dirinya menyandang diabetes melitus kalau tidak menjalani pemeriksaan darah. Bila Anda berisiko terkena diabetes melitus seperti memiliki riwayat keluarga kandung dengan diabetes, jarang makan sayur dan buah, jarang beraktivitas fisik, memiliki tekanan darah tinggi, dan kegemukan, maka sebaiknya Anda memeriksakan gula darah puasa dan dua jam setelah makan setidaknya setahun sekali. </p>
<p>Sebenarnya yang juga mudah adalah mengenali adanya kegemukan atau obesitas. Pemeriksaan ini sederhana. Kita bisa hitung indeks massa tubuh (IMT) dengan membagi berat badan (dalam kg) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Angka IMT normal untuk orang Indonesia adalah 18,5-23 kg/m2. Bila di atas itu berarti sudah terjadi kelebihan berat badan dan bila >25 kg/m2 sudah dapat dikatakan mengalami obesitas. </p>
<p>Angka patokan IMT tersebut lebih rendah dibandingkan dengan orang Eropa atau Amerika karena pada orang Indonesia atau kebanyakan orang Asia, diabetes/kencing manis dapat terjadi pada postur tubuh yang lebih ramping sekali pun. </p>
<p>Hal lain yang bisa diukur adalah lingkar perut dengan melingkarkan penggaris kain melalui pusar, angka normalnya adalah <80 cm untuk perempuan dan <90cm untuk laki-laki. Lingkar perut di atas angka tersebut menandakan adanya obesitas sentral yang meningkatkan risiko diabetes melitus dan penyakit lainnya.</p>
<p>Jadi kesehatan tubuh bukan hanya ditentukan tempat di mana Anda tinggal, tapi juga oleh makanan apa yang saja yang masuk ke mulut Anda dan seberapa banyak aktivitas fisik Anda.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115770/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Pengungkapan Dicky L. Tahapary menerima beasiswa dari Kemenristekdikti Republik Indonesia dan Leiden University untuk program PhD (2013-2017). Penelitian yang disampaikan di artikel ini mendapatkan dana dari SPIN (Scientific Program Indonesia Netherlands) KNAW, Kemenristekdikti Republik Indonesia, dan Universitas Indonesia.</span></em></p>Apakah dengan tinggal di daerah pedesaan akan serta merta melindungi kita dari bahaya obesitas dan diabetes? Jawabannya belum tentu.Dicky L. Tahapary, Lecturer at the Division of Endocrinology and Metabolism, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine. Researcher at The Metabolic, Vascular, and Aging Cluster, The Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI), Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1123532019-02-27T08:37:59Z2019-02-27T08:37:59ZMengapa waktu bermain gadget untuk anak dan remaja harus dibatasi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/260624/original/file-20190225-26156-1tuufzb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=106%2C57%2C5201%2C3579&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penggunaan gadget dengan intensitas rendah lebih baik untuk anak-anak</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://images.theconversation.com/files/256316/original/file-20190130-108367-xkkbx4.jpg">shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Kekhawatiran tentang jumlah waktu yang dihabiskan oleh anak-anak dan remaja dalam bermain gadget seperti telepon pintar, komputer, televisi, dan video game semakin bertambah. Jumlah <a href="https://www.bbc.co.uk/news/health-46749232">kontroversi</a> mengenai apakah menghabiskan waktu bermain gadget benar-benar berbahaya atau tidak juga semakin banyak.</p>
<p>Sejak 2016, kami (peneliti yang terlibat pada pengembangan pedoman <a href="http://www.csep.ca/view.asp?x=696">gerakan 24 jam untuk anak-anak dan remaja</a>) telah memimpin sejumlah <a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-017-4849-8">tinjauan</a> ilmiah tentang <a href="http://www.nrcresearchpress.com/doi/pdf/10.1139/apnm-2015-0630">dampak</a> menonton layar kaca digital dari bayi hingga anak-anak yang memasuki usia dewasa. </p>
<p>Kami memeriksa apakah jumlah penggunaan layar digital dengan tujuan rekreasi (di waktu luang, non-pendidikan) mempengaruhi kesehatan. Pengaruh ini termasuk risiko obesitas, kurang tidur, kebugaran fisik yang rendah, kecemasan dan depresi. Kami juga melihat dampak waktu penggunaan layar digital untuk tujuan rekreasi pada sosial dan emosional serta perkembangan kognitif dan bahasa, kesejahteraan dan nilai di sekolah.</p>
<p>Ulasan ini menunjukkan bahwa menonton layar digital dengan tujuan rekreasi dengan intensitas tinggi, yang kini menjadi sesuatu yang umum pada anak-anak, berpotensi bahaya. Dan ulasan yang sama menunjukkan dengan jelas bahwa bermain gadget dengan tujuan rekreasi dengan intensitas yang lebih rendah lebih baik untuk menghindari obesitas, dan untuk meningkatkan kualitas tidur, kebugaran fisik, dan perkembangan kognitif, sosial, dan emosional.</p>
<p>Selama tiga tahun terakhir, tinjauan ilmiah ini menghasilkan pedoman berskala nasional di <a href="http://www.health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/Content/npra-0-5yrs-brochure">Australia</a>, <a href="https://csepguidelines.ca/early-years-0-4/">Kanada</a>, <a href="https://theconversation.com/heres-how-much-kids-need-to-move-play-and-sleep-in-their-early-years-107024">Afrika Selatan</a>, Inggris, dan secara internasional. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/heres-how-much-kids-need-to-move-play-and-sleep-in-their-early-years-107024">Here's how much kids need to move, play and sleep in their early years</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kami terlibat dalam pengembangan pedoman global untuk anak berusia nol hingga empat tahun untuk <a href="https://www.who.int/end-childhood-obesity/news/public-consultation-2017/en/">Organisasi Kesehatan Dunia</a> (WHO). Semua pedoman ini merekomendasikan bahwa waktu bermain gadget dengan tujuan rekreasi harus dibatasi pada masa bayi, anak-anak, dan remaja.</p>
<h2>Membatasi waktu bermain gadget</h2>
<p>Pedoman dari Kanada, Australia, dan Afrika Selatan merekomendasikan bahwa bermain gadget dengan tujuan rekreasi harus dihindari pada anak di bawah dua tahun. Batasannya sampai satu jam per hari pada anak berusia dua hingga empat tahun, dan dua jam per hari pada anak berusia lima hingga 17 tahun.</p>
<p>Berdasarkan pengalaman kolektif kami dalam mengembangkan pedoman ini, jelas bahwa batasan waktu rekreasi ini diperlukan karena sejumlah alasan.
Pertama, bukti menunjukkan dengan kuat bahwa batasan dibutuhkan. Rekomendasi untuk membatasi menonton layar gadget didasarkan pada penelitian yang menggunakan pendekatan yang <a href="http://www.nrcresearchpress.com/toc/apnm/41/6+%28Suppl.+3%29">diterima secara luas</a> dan <a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/supplements/volume-17-supplement-5">berbasis bukti</a>. Pendekatan tersebut meliputi tinjauan sistematis, penilaian kritis terhadap bukti, konsultasi dan tinjauan nasional dan internasional, dan sistem pelaporan yang transparan.</p>
<p>Kedua, bermain gadget dengan tujuan rekreasi dengan intensitas rendah jelas lebih baik. Ada bukti yang mendukung batas waktu tertentu yang direkomendasikan dan dikonsultasikan secara luas oleh kami dengan individu dan orang tua dan keluarga menunjukkan bahwa mereka menganggap bahw membatasi waktu bermain gawai itu bermanfaat.</p>
<p>Ketiga, rekomendasi kami bahwa bermain gadget dengan tujuan rekreasi harus dibatasi konsisten merujuk pada bukti yang dilakukan oleh badan berwenang seperti <a href="https://www.who.int/end-childhood-obesity/publications/echo-report/en/">WHO</a> dan <a href="https://www.wcrf.org/dietandcancer/summary-third-expert-report"><em>World Cancer Research Fund</em></a> (WCRF). Ulasan ini menyoroti peran penting dari main gadget bersifat rekreasi dalam mempengaruhi perkembangan obesitas, kanker, dan masalah penglihatan.</p>
<p>Rekomendasi khusus kami juga konsisten dengan apa yang ditemukan oleh <a href="https://healthychildren.org/English/family-life/Media/Pages/Where-We-Stand-TV-Viewing-Time.aspx"><em>American Academy of Pediatrics</em></a> dan <a href="https://www.cps.ca/en/documents/position/screen-time-and-young-children"><em>Canadian Pediatric Society</em></a>.</p>
<p>Mengambil pendekatan membebaskan waktu yang dihabiskan untuk bermain game pada dasarnya mengabaikan konteks yang lebih luas. Masa kanak-kanak modern ditandai oleh aktivitas fisik yang rendah, duduk berlebihan dan waktu di dalam ruangan. Anak-anak dan remaja juga menderita keterampilan motorik yang buruk, kekurangan penglihatan tingkat tinggi, peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan hipertensi.</p>
<p>Dan ketika bentuk-bentuk baru batasan waktu bermain gadget muncul, diperlukan pendekatan pencegahan–beberapa batasan akan lebih baik jika bahaya yang dapat dihindari jelas bentuknya. </p>
<h2>Butuh waktu untuk bertindak</h2>
<p>Beberapa <a href="https://www.rcpch.ac.uk/resources/health-impacts-screen-time-guide-clinicians-parents">berpendapat</a> bahwa waktu yang dihabiskan untuk bermain gadget seperti “jin keluar dari botol”, artinya keadaan buruk itu telah terjadi. Tapi pendapat ini dikeluarkan oleh mereka yang pesimis. Argumen yang sama bisa dibuat dalam kaitannya dengan pengendalian tembakau, alkohol, dan gula. Tapi sekarang masyarakat sudah menerima bahwa paparan yang tidak terbatas terhadap zat-zat ini tidak menentukan kesehatan masyarakat. Dan kendala-kendala diterima sebagai hal yang penting.</p>
<p>Selain itu, di banyak bagian dunia, para ‘jin’ mungkin belum keluar dari botol. Di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, paparan penggunaan gadget mungkin masih relatif rendah di antara anak-anak.</p>
<p>Ada juga ruang untuk mencegah main gadget yang berlebihan pada bayi dan anak kecil, misalnya bertindak sebelum menjadi kebiasaan buruk, atau setidaknya, kebiasaan tersebut baru terbentuk kemudian di masa kanak-kanak atau remaja.</p>
<p>Kerusakan akibat main gadget dapat bersifat tidak langsung maupun langsung–bermain gadget dengan tujuan rekreasi meningkat seiring bertambahnya usia dan karena itu menggantikan bentuk perilaku duduk di kursi yang lebih menguntungkan seperti membaca. Mainan gadget juga menggeser waktu bermain aktif secara fisik, dan waktu tidur.</p>
<p>Bermain layar digital dengan tujuan rekreasi sepertinya menjadi bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan modern. Tapi bahkan sejak bayi dan anak usia dini, kita semua harus khawatir tentang potensi bahaya – setidaknya sampai ditemukan bukti baru yang kuat yang tidak menunjukkan bahaya. Pendekatan yang paling bijaksana adalah berhati-hati, berusaha untuk mengikuti panduan baru yang mengatakan bahwa waktu main gadget harus dibatasi.</p>
<p><em>Artikel dari bahasa Inggris ini diterjemahkan oleh Ariza Muthia.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/112353/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>John J Reilly menerima dana dari Pemerintah Skotlandia (Chief Scientist Office), WHO, Hannah Foundation, Cunningham Trust, dan Inspiring Scotland</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Anthony (Tony) Okely menerima dana dari Departemen Kesehatan Pemerintah Australia, National Health & Medical Research Council of Australia, dan NSW Department of Health</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Catherine Draper menerima dana dari the British Academy for the Humanities dan Social Sciences. Dia juga mempunyai afiliasi yang diberikan sebagai kehormatan dengan Division of Exercise Science di University of Cape Town </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Mark S. Tremblay menerima dana dari Badan Kesehatan Masyarakat Kanada, the Canadian Institutes of Health Research, the Conference Board of Canada, the University of Alberta, the Canadian Society for Exercise Physiology dan ParticipACTION.</span></em></p>Pakar memperingatkan bahwa waktu penggunaan gadget yang berlebihan meningkatkan risiko obesitas, kebugaran fisik yang rendah, kecemasan dan depresi.John J Reilly, Professor of Physical Activity and Public Health Science, University of Strathclyde Anthony Okely, Professor of Physical Development, University of WollongongCatherine Draper, Senior Researcher, University of the WitwatersrandMark S Tremblay, Professor of Pediatrics in the Faculty of Medicine, L’Université d’Ottawa/University of OttawaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1084352019-01-02T10:04:04Z2019-01-02T10:04:04ZEfektifkah app kesehatan untuk kendalikan penyakit tak menular?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/251462/original/file-20181219-27767-5fedf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Aplikasi kesehatan akan tumbuh pesat. Perlu regulasi yang ketat.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU0NTIzMDIxMSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTA3MDQ3ODkyNiIsImsiOiJwaG90by8xMDcwNDc4OTI2L2h1Z2UuanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJHVmUwYjErVEpNOUV6azNuSWExWm93U3c5WmciXQ%2Fshutterstock_1070478926.jpg&pi=41133566&m=1070478926&src=wjmWY3KZJbgppX69ZuKKQA-1-0">Ico Maker/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pengguna telepon pintar (<em>smartphone</em>) di Indonesia mencapai <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-digital-asia/0/sorotan_media">lebih dari 100 juta</a>, menempati peringkat keempat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Karakter populasi di Indonesia beragam, mulai dari tubuhnya masih sehat, berisiko sakit sampai yang sudah telanjur menderita penyakit tidak menular. </p>
<p>Pada era digital, penggunaan telepon pintar tidak hanya soal gaya hidup tapi sudah menjadi kebutuhan. Masyarakat juga semakin terbiasa <em>googling</em> mencari informasi kesehatan atau berkonsultasi melalui layanan <em>app</em> kesehatan. Ketika beban kesakitan penyakit tidak menular meningkat, sejauh mana telepon pintar dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengendaliannya? </p>
<h2>Prevalensi penyakit tidak menular meningkat</h2>
<p>Terobosan inovatif, bahkan disruptif, untuk pengendalian penyakit tidak menular sangatlah diperlukan. Pendekatan tradisional dalam bentuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5682364/">relasi paternalistik dokter-pasien</a> dianggap tidak relevan lagi untuk mengatasi kompleksitas kesakitan penyakit tidak menular pada era sekarang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pengidap-penyakit-tak-menular-makin-banyak-6-cara-mudah-mencegahnya-104398">Pengidap penyakit tak menular makin banyak, 6 cara mudah mencegahnya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pada 1990, tiga terbesar penyakit yang menjadi beban di masyarakat adalah penyakit menular seperti diare, infeksi saluran pernapasan, dan tuberkulosis. <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext">Dua puluh enam tahun kemudian</a>, urutannya berubah. <a href="https://theconversation.com/pengidap-penyakit-tak-menular-makin-banyak-6-cara-mudah-mencegahnya-104398">Penyakit jantung, stroke dan diabetes menempati urutan atas</a>. </p>
<p>Untuk mengatasi ini, Kementerian Kesehatan, telah menggerakkan upaya promotif dan preventif dengan mendorong berdirinya <a href="http://www.p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-belakang/program-p2ptm-dan-indikator">ribuan Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM) di masyarakat</a>. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyediakan layanan khusus kepada penderita penyakit tidak menular melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). </p>
<p>Namun, menurut Menteri Kesehatan, kunci utama pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular terletak pada kesadaran individu untuk <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/18111900003/hipertensi-di-indonesia-hampir-40-menkes-tolong-kita-semua-sehat.html">menerapkan pola hidup sehat</a>. Di sinilah titik temu antara potensi telepon pintar dengan kebutuhan pengendalian penyakit tidak menular berbasis penguatan kesadaran individu untuk hidup sehat.</p>
<h2>Potensi m-Kesehatan</h2>
<p>Pemanfaatan inovasi berbasis ponsel untuk kesehatan disebut <em><a href="https://www.who.int/goe/publications/goe_mhealth_web.pdf">(mobile-health, m-Health)</a></em> alias m-Kesehatan. Ini mencakup penggunaan sandangan (<em>wearables</em>), sensor maupun perangkat diagnostik yang dapat tersambung secara kabel atau nirkabel ke ponsel.</p>
<p>Berbagai riset m-Kesehatan telah dipublikasikan, baik baru tahap uji coba (<em>pilot study</em>) maupun uji klinis (<em>clinical trial</em>). Sebelum era 4G, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5792697/">beragam penelitian</a> m-Kesehatan telah membuktikan bahwa pasien penyakit kronis yang mendapatkan pengingat (<em>reminder</em>) melalui SMS akan lebih patuh minum obat daripada tanpa pengingat. Ketika teknologi berevolusi menjadi ponsel cerdas dan terkoneksi Internet, potensinya berlipat ganda. </p>
<p><a href="https://research2guidance.com/product/connectivity-in-digital-health/">Research2Guidance (R2G) pada 2017</a> melaporkan terdapat 325 ribu <em>app</em> (aplikasi) kesehatan di dunia. Sebagian besar tersedia di platform Android. Pada 2017 diperkirakan terdapat 3,7 miliar unduhan <em>app</em> kesehatan. </p>
<p>BPJS Kesehatan telah mengembangkan <em>app</em> <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=app.bpjs.mobile&hl=in">Mobile JKN</a> yang sudah diunduh lebih dari dari 3 juta kali per November 2018. Ini merupakan prestasi luar biasa. Dalam catatan R2G hanya 2% <em>app</em> kesehatan yang diunduh lebih dari 500 ribu kali. Pengguna <em>app Mobile JKN</em> dapat mengisi kuesioner tentang deteksi dini penyakit tidak menular. <em>App</em> akan menghitung secara otomatis risiko menderita penyakit tidak menular serta memberikan saran perilaku hidup sehat sehari-hari. </p>
<p>Selain fitur yang spesifik untuk penyakit tidak menular, pengguna <em>app</em> juga dapat mengakses riwayat kunjungan ke fasilitas kesehatan maupun layanan administratif sebagai peserta BPJS Kesehatan. </p>
<p>Kementerian Kesehatan juga mengembangkan <em>app</em> kesehatan. Salah satunya adalah <em>app</em> “<a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.kemenkes.sehatjiwa">Sehat Jiwa</a>” yang dapat digunakan untuk deteksi dini kesehatan mental. Banyak rumah sakit juga giat mengembangkan <em>app</em> untuk mempermudah registrasi pasien ke rumah sakit. </p>
<p>Dalam lima tahun ke depan, pasar potensial <em>app</em> kesehatan adalah untuk mendukung terapi penyakit diabetes, obesitas, depresi, hipertensi dan penyakit jantung. <em>App</em> kesehatan berfungsi untuk menguatkan komunikasi pasien dengan dokter, meningkatkan kepatuhan pengobatan, pengelolaan berat badan, menjaga kebugaran, deteksi dini PTM sampai dengan efisiensi pelayanan rumah sakit. </p>
<p>Konektifitas dengan perangkat diagnostik, seperti pemeriksaan gula darah dan <a href="https://health.detik.com/hidup-sehat-detikhealth/1784102/angka-normal-untuk-tanda-tanda-vital-tubuh">tanda vital tubuh</a>, memungkinkan pasien menyuplai data ke rekam kesehatan personal di rumah sakit. Pada aspek promotif dan preventif, yang populer adalah <em>app</em> untuk melacak aktivitas fisik termasuk yang disertai dengan fitur <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4307823/">gamifikasi</a>. </p>
<p>Selain itu, berbagai <em>app</em> juga berfungsi memperkuat kemauan individu berhenti merokok dan minum alkohol. </p>
<h2><em>Apps</em>, bukan apes</h2>
<p>Dengan terus meningkatnya cakupan jaringan internet serta semakin terjangkaunya harga ponsel cerdas, peluang penggunaan m-Kesehatan semakin besar. Peluang ini bermakna ganda: sebagai kesempatan bisnis ekonomi digital dan upaya sosial untuk peningkatan status kesehatan masyarakat. </p>
<p>Kelompok dokter spesialis juga mengembangkan <em>app</em> spesifik untuk mendukung pengelolaan penyakit tertentu. Inisiatif dan semangat tinggi dalam mengembangkan <em>app</em> perlu diimbangi dengan interoperabilitas (kemampuan saling bekerja sama). Jangan sampai, pasien dengan berbagai kesakitan (multimorbiditas) akhirnya harus mengunduh dan memasang berbagai <em>app</em> yang tidak interoperabel satu sama lain. Kebanyakan <em>apps</em>, bisa apes jadinya. </p>
<p>Meski ada harapan, kendala juga tampak di depan mata. <a href="https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2018/05/final-fa-lakip-kominfo-2017_21-mei-2018_new.pdf">Masih ada 8 ribuan desa di Indonesia tidak terjangkau jaringan telekomunikasi</a>. Selain itu, m-Kesehatan dicurigai menyebabkan melebarnya kesenjangan layanan kesehatan, karena hanya yang berpunya dan tinggal di wilayah berfasilitas Internet yang dapat memanfaatkannya. </p>
<p>Hal lain, pengguna ponsel cerdas didominasi oleh generasi muda, sedangkan penderita dan populasi yang berisiko lebih banyak di dewasa, pralansia dan lansia. Aspek klasik lainnya tentu saja adalah ancaman keamanan, kerahasiaan dan privasi data kesehatan. </p>
<p>Efektif tidaknya <em>app</em> kesehatan untuk membantu pengendalian PTM akan bergantung kepada banyak hal. Di antaranya adalah fungsi, kualitas, kemudahan dan biaya <em>app</em>, jenis penyakit tidak menular, perubahan perilaku yang diharapkan, karakteristik pengguna, interaksi dengan tenaga atau fasilitas kesehatan dan berbagai faktor kontekstual lainnya. </p>
<h2>Teknologi bertemu kebijakan</h2>
<p>Adanya potensi, di samping kendala yang harus diatasi, merupakan salah satu alasan perlunya regulasi. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/Permenkes%20Nomor%2046%20Tahun%202017%20tentang%20Strategi%20eKesehatan%20Nasional.pdf">Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun 2017 tentang Strategi e-Kesehatan Nasional</a>. Namun, aspek teknis mengenai m-Kesehatan, baik potensi dan risikonya belum diatur. </p>
<p>Sebagai contoh, <em>app</em> seperti apa yang dapat direkomendasikan ke dokter untuk pengelolaan pasien diabetes? Apakah <em>app</em> tersebut harus melewati uji klinis (<em>clinical trial</em>)? Bagaimanakah peran Komite Penilaian Teknologi Kesehatan/<em>Health Technology Assessment</em> di Kementerian Kesehatan dalam mengkaji produk m-Kesehatan? </p>
<p>Untuk menilai aspek keselamatan <em>(safety)</em>, siapakah yang terlibat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau lembaga lainnya? Bagaimana pula peran Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menilai interoperabilitas, keamanan, kerahasiaan dan perlindungan privasi data pribadi? Apakah dokter yang memberikan layanan melalui <em>app</em> konsultasi kesehatan harus berlisensi?</p>
<p>Dalam <a href="http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2004/uu29-2004.pdf">Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran</a>, dokter diizinkan berpraktik maksimal di tiga tempat. Jika harus berlisensi, apakah nanti akan mengurus surat izin praktek (SIP) ke dinas kesehatan, layaknya praktik konvensional? </p>
<p>Saat ini, banyak pertanyaan tanpa jawaban. Regulasi memang harus dibuat dengan penuh pertimbangan dan kajian. <a href="https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/6/t/peraturan+pemerintah+republik+indonesia+nomor+82+tahun+2012">Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik</a> menyebutkan peran Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor (IPPS) untuk mengawasi pelaksanaan tugas sektor dan mengeluarkan pengaturan terhadap sektor berkaitan dengan penerapan sistem dan transaksi elektronik. Namun, sampai saat ini IPPS kesehatan belum terbentuk. Di sisi yang lain, inovasi digital berkembang secara cepat. Ketika regulasi memang belum tersedia, apa solusinya?</p>
<h2>Lalu bagaimana?</h2>
<p>Pemerintah perlu menggandeng komunitas e-Kesehatan untuk berbagi pengalaman praktis sekaligus mengumpulkan repositori <em>app</em> kesehatan. Selanjutnya perlu dibentuk jejaring dengan melibatkan profesi kesehatan, pasien, penyedia layanan kesehatan serta para pengambil kebijakan. </p>
<p>Pengalaman perusahaan rintisan dalam mengembangkan dan menerapkan <em>app</em> kesehatan akan menjadi sumber informasi penting bagi pemangku kepentingan untuk membuat keputusan strategis: membiarkan begitu saja, mengadopsi atau bahkan mengintegrasikan m-Kesehatan ke dalam program pengendalian penyakit tidak menular. </p>
<p>Ketika semua tidak tersedia, ada ungkapan menarik dari bos Go-Jek Nadiem Makarim: “<a href="https://www.ziliun.com/articlesnadiem-makarim-teknologi-bukan-policy-yang-punya-dampak-terbesar-di-indonesia/">Teknologi, bukan <em>policy</em>, yang punya dampak terbesar di Indonesia</a>”.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/108435/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anis Fuad tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jutaan orang Indonesia adalah pengguna ponsel. Sejauhmana efektivitas aplikasi berbasis ponsel untuk mendukung pengendalian penyakit tidak menular? Meskipun potensial, apa pula tantangan penerapannya?Anis Fuad, Assistant lecturer, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1053982018-10-29T06:17:07Z2018-10-29T06:17:07ZApakah cuka sari apel baik untuk Anda?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/242625/original/file-20181028-7059-11wm42k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1135665464?src=COdPl7246-Kn_CTu-JD85g-1-5&size=medium_jpg">Koy_Hipster/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Beberapa media sosial dan pencarian online membuat kita percaya bahwa meminum cuka apel dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Teman dan kerabat kita akan bercerita tentang kekuatan cuka sari apel untuk masalah penyembuhan apa pun. “Oh, sakit punggung itu karen memotong rumput? Cuka.” “Lima kilogram lagi yang perlu dikurangi? Cuka akan melelehkan itu.” “Sifilis, lagi? Tahu <em>kan</em> jawabnya - cuka.”</p>
<p>Sebagai seorang dokter praktik dan profesor kedokteran, orang-orang bertanya kepada saya tentang manfaat dari meminum cuka sari apel sepanjang waktu. Saya menikmati percakapan itu, karena kita dapat berbicara tentang sejarah dari cuka yang luas (ekstensif), dan kemudian menyaring percakapan tentang bagaimana cuka bisa, mungkin, menguntungkan mereka.</p>
<h2>Obat untuk pilek, wabah, dan obesitas?</h2>
<p>Secara historis, cuka telah digunakan untuk banyak penyakit. Beberapa contoh adalah dari dokter Yunani terkenal <a href="https://www.britannica.com/biography/Hippocrates">Hippocrates</a>, yang merekomendasikan <a href="https://cup.columbia.edu/book/food/9780231111553">cuka untuk pengobatan batuk dan pilek</a>, dan dokter Italia Tommaso Del Garbo, yang selama wabah pes pada 1348, <a href="http://www.worldcat.org/title/consiglio-contro-a-pistolenza-per-maestro-tommaso-del-garbo/oclc/6940595">mencuci tangan, wajah, dan mulut dengan cuka</a> dengan harapan mencegah infeksi.</p>
<p>Cuka dan air merupakan sebuah minuman yang menyegarkan. Tentara Romawi hingga <a href="https://www.cbssports.com/nhl/news/dozens-of-teams-use-it-inside-pro-sports-modern-day-pickle-juice-phenomenon/">atlet modern meminumnya</a> untuk memuaskan rasa haus mereka. Budaya kuno dan modern di seluruh dunia telah menemukan manfaat yang baik untuk “anggur asam.”</p>
<p>Meski ada banyak sekali kesaksian historis dan anekdot tentang keutamaan cuka, apa hasil penelitian medis tentang cuka dan kesehatan?</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=504&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=504&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/236292/original/file-20180913-177959-1onc4z0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=504&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa orang suka cuka sari apel dan menyakini dapat membantu menurunkan berat badan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/bottle-apple-cider-vinegar-1176253729?src=L_3p40SGxTjfYR0hG0cvsw-1-1">Madeleine Steinbach/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Bukti yang paling dapat diandalkan untuk manfaat kesehatan cuka berasal dari beberapa studi manusia yang melibatkan cuka sari apel. Satu studi menunjukkan bahwa cuka sari apel dapat memperbaiki kadar glukosa darah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14694010">setelah makan pada subjek yang resistan terhadap insulin</a>. Ketika 11 orang yang “pra-diabetes,” minum 20 mililiter, sekitar satu sendok makan, cuka sari apel menurunkan tingkat gula darah mereka 30-60 menit setelah makan, lebih baik dibandingkan plasebo. Itu bagus–tapi itu hanya ditunjukkan pada 11 orang pra-diabetes.</p>
<p>Studi lainnya pada orang dewasa yang mengalami obesitas menunjukkan penurunan yang signifikan dalam <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19661687">berat, massa lemak, dan trigliserida</a>. Para peneliti memilih 155 orang dewasa Jepang yang obesitas untuk menelan 15 ml, sekitar satu sendok makan, atau 30 ml, hampir dua sendok makan, cuka setiap hari, atau minuman plasebo, dan mengikuti berat badan mereka, massa lemak dan trigliserida. Dalam kelompok 15 ml dan 30 ml, peneliti melihat penurunan terhadap tiga peserta. Sementara studi ini membutuhkan konfirmasi oleh penelitian yang lebih besar.</p>
<p>Studi pada hewan, sebagian besar pada tikus, menunjukkan bahwa cuka dapat <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0308814613007322.">berpotensi mengurangi tekanan darah</a> dan sel-sel lemak perut. Hal ini membantu studi untuk mengembangkan tindak lanjut pada manusia, tapi klaim manfaat yang hanya berdasarkan pada penelitian pada hewan bersifat prematur.</p>
<p>Secara keseluruhan, manfaat kesehatan soal cuka perlu dikonfirmasi oleh penelitian yang lebih besar dengan subjek manusia. Ini pasti akan terjadi karena para peneliti akan melanjutkan apa yang telah dipelajari pada manusia dan hewan hingga saat ini.</p>
<h2>Apakah ada salahnya?</h2>
<p>Apakah ada bukti bahwa cuka itu buruk untuk Anda? Tidak juga. Kecuali Anda meminumnya dalam jumlah berlebihan, atau meminum sebuah <a href="https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/acetic_acid">konsentrasi asam asetat tinggi</a> seperti cuka putih suling yang digunakan untuk membersihkan lantai (kandungan asam asetat cuka yang dapat dikonsumsi hanya 4 hingga 8 persen), atau menggosoknya di mata Anda, atau memanaskannya dalam peralatan timah seperti yang dilakukan orang Romawi untuk membuatnya manis. </p>
<p>Selain itu, jangan memanaskan jenis makanan apa pun di dalam peralatan timah. Itu adalah hal yang buruk.</p>
<p>Jadi silakan makan <em>fish and chips</em> dan cuka apel. Hal itu tidak akan menyakitimu. Cuka apel mungkin tidak akan menghasilkan semua kebaikan yang diharapkan akan terjadi; dan itu tentu bukan obat untuk menyembuhkan segalanya. Tapi itu adalah sesuatu yang orang-orang di seluruh dunia akan nikmati bersama.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/105398/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gabriel Neal tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meski ada banyak sekali kesaksian historis dan anekdot tentang keutamaan cuka, apa yang harus penelitian medis katakan tentang cuka dan kesehatan?Gabriel Neal, Clinical Assistant Professor of Family Medicine, Texas A&M UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1053832018-10-22T04:22:53Z2018-10-22T04:22:53ZBahaya gula yang selalu mengintai kesehatan tubuh kita<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/241565/original/file-20181022-105748-8bize7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kurangi konsumsi gula akan membuat tubuh Anda lebih sehat.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU0MDIwNTkyOSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNTMxMDA4NzU1IiwiayI6InBob3RvLzUzMTAwODc1NS9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJYS09mbU5EcHYraVR0UHZWeEJmWXNIZDYvZHciXQ%2Fshutterstock_531008755.jpg&pi=41133566&m=531008755&src=_cKqsn3LlPG0PjRvN6pS8Q-1-4">Eviart/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/4S73noDgIdB8pozqkABZZj" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Gula merupakan sumber energi bagi tubuh manusia. Tapi mengkonsumsi terlalu banyak zat manis ini bisa juga mendatangkan banyak penyakit yang mematikan.</p>
<p>Gula olahan dari tebu atau jagung adalah sumber karbohidrat, sama seperti kentang, biji, umbi, atau nasi. Zat esensial bagi tubuh manusia ini menghasilkan tenaga, agar berdaya. Bersama lemak dan protein, karbohidrat adalah zat yang banyak dibutuhkan tubuh. Mereka adalah makronutrien. Sampai sini tak ada soal. </p>
<p>Yang jadi masalah adalah gula buatan itu karbohidrat rantai pendek, yang sudah hampir siap untuk diserap. Kalau kita konsumsi dalam bentuk polisakarida seperti nasi, ubi, singkong, jagung, roti, dan mie, gabungan rantai karbohidrat perlu dipecah lebih dahulu, baru masuk ke peredaran darah. </p>
<p>Itulah mengapa mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk gula lebih berbahaya karena masuknya cepat. Karena terlalu cepat diserap tubuh, apalagi dalam jumlah yang berlebihan, maka terjadilah kelebihan. Kelebihan bikin aneka mudarat. Termasuk perut buncit dan kegemukan. </p>
<p>Konsumsi gula dan endapan sisa-sisanya telah terbukti membuat kerja organ tubuh menjadi lebih berat. Dalam jangka panjang endapan ini juga merusak dan berbahaya. Terlalu banyak gula dapat menyebabkan penurunan fungsi hati. Gula juga mempengaruhi kerja hormon insulin menyebabkan diabetes, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah, dan kolesterol tinggi.</p>
<p>Diabetes dan hipertensi memang tidak mematikan, tapi dapat memicu penyakit lain yang bisa membunuh: jantung, stroke, dan penyumbatan pembuluh darah. </p>
<p>Steffi Sonia, Ketua Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran FKUI-RSCM Jakarta, menyebut rasa manis itu seperti candu. Gula mampu memberikan perasaan bahagia dan mengusir stres. Karena enak di lidah, banyak orang ketagihan dan tidak menyadari bahaya yang mengintai tubuh sehat. </p>
<p>Gula tetap boleh dinikmati. Tapi jumlah, mesti dibatasi. Ada batasannya dari Badan Kesehatan Dunia (WHO): 10 persen dari asupan energi. Untuk perempuan kira-kira tiga sendok makan atau 35 gram sehari, untuk laki-laki empat sendok makan atau 50 gram sehari. Lebih baik lagi jika bisa setengahnya. Berarti satu setengah sendok makan untuk perempuan dan dua sendok makan untuk laki-laki. Sebagai perbandingan, rata-rata satu kotak minuman manis, misalnya teh dalam kemasan botol atau karton, mengandung 20 gram gula. Jadi kurangi konsumsi gula.</p>
<p>Edisi ke-31 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Hilman Handoni dan narator Aisha Rachmansyah. Selamat mendengarkan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/105383/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Gula juga mempengaruhi kerja hormon insulin menyebabkan diabetes, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah, dan kolestrol tinggi.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/969012018-07-12T10:00:05Z2018-07-12T10:00:05ZRiset terbesar: usia harapan hidup orang Indonesia naik, beban penyakit tidak menular meningkat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/226415/original/file-20180706-122268-16454xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Dokter mengetes gula darah di klinik untuk diabetes, salah satu penyakit tidak menular yang kini meningkat.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/571889917?src=fVa7fR88KjzPx8smXYAzyA-1-3&size=medium_jpg">Piotr Adamowicz/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Kabar baik dan kabar buruk datang bersamaan dari hasil riset kami tentang beban penyakit di Indonesia dalam kurun sekitar seperempat abad terakhir. Dalam riset yang baru-baru ini kami publikasikan di
<a href="http://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext"><em>The Lancet</em></a> menunjukkan ada kemajuan besar bidang kesehatan karena membaiknya layanan dan akses kesehatan masyarakat, tapi ada juga temuan yang mengkhawatirkan di masa depan. </p>
<p>Temuan yang penting, umur harapan hidup pada waktu lahir di Indonesia meningkat 8 tahun, dari 63,6 tahun pada 1990 menjadi 71,7 tahun pada 2016. Usia harapan hidup perempuan pada waktu lahir lebih lama dibanding laki-laki. Kabar positif lainnya, beban penyakit menular seperti tuberkulosis dan diare juga menurun.</p>
<p>Tapi, kabar buruknya, kini Indonesia juga menghadapi beban penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, stroke, kanker, dan penyakit lain yang sebenarnya bisa dicegah. Ini jenis penyakit yang disebabkan oleh, antara lain, pola konsumsi, gaya hidup, dan kebiasaan merokok. Penyakit-penyakit ini membutuhkan biaya besar untuk menyembuhkannya. Kini biaya <a href="https://bisnis.tempo.co/read/839929/gara-gara-rokok-klaim-bpjs-kesehatan-membengkak">penyakit terkait rokok menjebol anggaran BPJS Kesehatan</a>. </p>
<p>Dalam riset medis terbesar di Indonesia ini, karena melibatkan data besar (<em>big data</em>) yang meliputi periode 1990-2016, kami mengkaji penyebab kematian dan disabilitas dari 333 penyakit di Indonesia dan tujuh negara pembanding. Riset ini merupakan bagian dari studi <a href="http://www.healthdata.org/infographic/what-global-burden-disease-gbd">the Global Burden of Disease</a> atau Beban Penyakit Global, sebuah upaya ilmiah yang komprehensif untuk menghitung kondisi kesehatan di seluruh dunia. </p>
<p>Riset dilakukan secara kolaboratif oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington Amerika Serikat dan tim peneliti Indonesia dari Kementerian Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Biro Pusat Statistik, Universitas Indonesia, Eijkman Oxford Institute, dan BPJS Kesehatan. </p>
<p>Kami mengestimasi Umur Harapan Hidup Produktif (Healthy Life Expectancy/HALE), penyebab kematian spesifik, tahun produktif yang hilang karena kematian prematur (YLLs, <em>years of life lost</em>) dan karena disabilitas (YLDs, <em>years of life lived with disability</em>), serta tahun produktif yang hilang (DALYs loss, <em>disability adjusted life years</em>), faktor risiko yang terkait dan perbandingan (<em>benchmarking</em>) antara 1990 dan 2016.</p>
<h2>Temuan baru dan beban baru</h2>
<p>Secara umum, umur harapan hidup (laki-laki dan perempuan) pada waktu lahir menjadi 71,7 tahun pada 2016. Data lebih rinci menunjukkan umur harapan hidup pada waktu lahir untuk laki-laki meningkat 7,4 tahun, dari 62,4 tahun (1990) menjadi 69,8 tahun (2016). Pertambahan usia lebih panjang terjadi pada perempuan, meningkat 8,7 tahun dari 64,9 tahun menjadi 73,6 tahun, dalam kurun waktu yang sama.</p>
<p>Peningkatan usia harapan hidup ini sebagian besar disebabkan oleh keberhasilan Indonesia menanggulangi penyakit menular, penyakit terkait kehamilan, neonatal, dan penyakit-penyakit terkait gizi. Kenaikan usia harapan hidup ini, menyebabkan perubahan struktur penduduk: 65% penduduk merupakan usia produktif dan penduduk berusia 60 tahun atau lebih meningkat menjadi 12 % pada 2025 dan 16 % pada 2035. Pada saat yang sama, Indonesia mengalami perubahan pola kesakitan, kematian dan disabilitas.</p>
<p>Temuan lainnya, antara 1990 dan 2016, Indonesia mengalami penurunan signifikan penyakit menular, maternal, neonatal dan gizi; dengan total Disability Adjusted Life Years (DALYs) Loss alias Total Tahun Produktif yang Hilang menurun 58,6 %, dari 43,8 juta menjadi 18,1 juta tahun produktif. Ini artinya perhitungan makro dari berhasil dicegahnya total tahun produktif yang hilang atau produktivitas Indonesia bertambah 25,7 juta tahun pada 2016 karena keberhasilan mengendalikan penyakit di atas. Total DALYs Loss dari trauma tetap stabil dalam periode tersebut, kecuali pada 2004 yang disebabkan gempa bumi dan tsunami di Samudera Indonesia. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=290&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=290&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=290&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=365&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=365&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=365&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tren DALYs total jumlah (paling kiri), estimasi kasar (tengah), dan umur yang distandarisasi (paling kanan) dari 1990-2016.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada 1990, enam dari sepuluh penyebab utama DALYs Loss adalah penyakit menular, maternal dan neonatal; pada 2016 menjadi tiga dari sepuluh. Penyakit diare menurun dari nomor satu pada 1990 menjadi nomor sepuluh pada 2016. Pneumonia juga menurun dari penyebab kedua pada 1990 menjadi penyebab ke sebelas pada 2016. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/explainer-what-is-tb-and-am-i-at-risk-of-getting-it-in-australia-75290">Tuberkulosis</a> masih merupakan penyebab utama kematian, dari nomor tiga pada 1990 menjadi penyebab keempat pada 2016. Komplikasi neonatal menurun secara dramatis, dari penyebab keempat pada 1990 menjadi penyebab keenam pada 2016.</p>
<p>DALYs dari <a href="https://theconversation.com/global/topics/stroke-891">stroke</a> (penyakit cerebrovascular) meningkat signifikan, dari penyebab kedelapan pada 1990 menjadi kedua pada 2016. Penyakit diabetes meningkat tajam dan menjadi penyebab ketiga DALYs pada tahun 2016. Trauma lalu-lintas meningkat dari nomor 9 pada 1990 menjadi nomor 8 pada tahun 2016, walau total DALYs menurun. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=470&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=470&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=470&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=590&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=590&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=590&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">30 penyakit penyebab utama DALYs di Indonesia pada 1990, 2006, dan 2016.</span>
<span class="attribution"><span class="source">IHME</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Faktor risiko utama di Indonesia adalah tekanan darah sistolik yang tinggi, diet tidak sehat, dan gula darah puasa yang tinggi. <a href="https://theconversation.com/riset-terbaru-kerugian-ekonomi-di-balik-konsumsi-rokok-di-indonesia-hampir-rp600-triliun-89089">Penyakit akibat konsumsi tembakau</a> menempati nomor empat dan malnutrisi anak serta maternal merupakan faktor risiko kelima. Diet menyumbang pada beban penyakit jantung dan pembuluh darah, <a href="https://theconversation.com/us/topics/diabetes-612">diabetes</a>, urogenital, darah, endokrin dan neoplasma.</p>
<p>Tekanan darah sistolik yang tinggi menyumbang pada beban penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, urogenital, darah dan endokrin. Gula darah yang tinggi menyumbang pada beban penyakit diabetes, jantung dan pembuluh darah, endokrin, HIV/AIDS dan tuberkulosis. Faktor risiko utama lainnya meliputi tembakau, malnutrisi anak dan ibu, kelebihan berat dan obesitas, dan polusi udara.</p>
<p>Dalam konteks ini, beban ganda terjadi karena di si satu sisi beban penyakit menular masih banyak terjadi di Indonesia seperti tuberkulosis dan pada saat bersamaan masyarakat dan pemerintah juga dibebani oleh penyakit tidak menular seperti diabetes. </p>
<h2>Pentingnya estimasi di provinsi</h2>
<p>Indonesia mengalami beban ganda penyakit yang akan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan sehingga menyulitkan pencapaian pelayanan kesehatan semesta. Estimasi beban penyakit di tingkat provinsi dan kabupaten akan membantu menentukan prioritas pemerintah sesuai keadaan lokal dan spesifik, meningkatkan perencanaan program kesehatan masyarakat dan penilaian pencapaian program di masa depan. </p>
<p>Untuk menuju <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/LAKIP%20ROREN/1%20perencanaan%20kinerja/RAK%20PPJK.pdf">Pelayanan Kesehatan Semesta 2019</a>, pengetahuan mengenai pola sakit dan kematian penduduk menjadi penting untuk mengalokasikan sumber daya dan menghilangkan ketimpangan yang ada. Global Burden of Disease 2016 mengestimasikan penyebab kematian dini, kesakitan dan disabilitas, sebagai masukan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.</p>
<p>Penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 260 juta, sekitar 130 juta jiwa tinggal di Pulau Jawa dan sisanya tersebar di empat pulau besar lainnya dan 4000 pulau kecil lainnya secara tidak merata. Keadaan geografis ini merupakan tantangan tersendiri bagi sistem pemerintahan, komunikasi, transportasi dan ketersediaan pelayanan kesehatan dasar yang merata.</p>
<p><a href="http://referensi.elsam.or.id/2015/01/uu-nomor-23-tahun-2014-tentang-pemerintah-daerah/">Undang-Undang Pemerintahan Daerah</a> mengatur proses desentralisasi termasuk bidang kesehatan ke kabupaten dan Kota. Pengaturan ini memberi otonomi yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten dan kota untuk melayani masyarakat secara lebih baik.</p>
<p>Hasil dari <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext">Global Burden of Disease 2016 </a> dapat dipergunakan untuk analisis transisi kesehatan Indonesia 1990-2016, mengidentifikasi kesenjangan dan mengembangkan tanggapan pada tingkat nasional untuk meningkatkan ketersediaan, akses, kelayakan, kualitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.</p>
<p>Karena luasnya negara, adanya perbedaan lingkungan urban dan rural, perkembangan sosial-ekonomi, dan tumbuhnya kota metropolitan, terjadi beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi meningkatkan penyakit tidak menular (diabetes, stroke dan penyakit jantung iskhemik), sedangkan penyakit menular seperti tuberkulosis, diare dan HIV/AIDS masih merupakan masalah penting.</p>
<p>Karena itu, sistem kesehatan harus mampu menjawab perubahan kebutuhan akan pelayanan kesehatan, karena terjadinya transisi epidemiologi dan hilangnya hambatan keuangan, melalui program Jaminan Kesehatan Nasional.</p>
<p>Melihat gambaran geografis dan perbedaan sosial-ekonomi, pola beban penyakit dan status kesehatan akan bervariasi. Karena itu, estimasi sub nasional (provinsi) dari beban penyakit akan bermanfaat untuk penentuan prioritas kesehatan dan perencanaan program sesuai kebutuhan spesifik daerah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96901/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Soewarta Kosen terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nafsiah Mboi terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Christopher JL Murray terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Simon I Hay terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p>Indonesia masih diserang penyakit menular seperti Tuberkulosis, juga dibebani penyakit tidak menular seperti diabetes dan jantung.Soewarta Kosen, Policy Researcher, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Ministry of Health IndonesiaAndi Nafsiah Mboi, Independent Consultant and Board of The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of WashingtonChristopher JL Murray, Professor of Global Health, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of WashingtonSimon I Hay, Professor of Global Health, The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of WashingtonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/899772018-01-18T10:30:16Z2018-01-18T10:30:16ZMenghindari gluten bisa merugikan bila Anda tidak mengidap penyakit seliak<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/201618/original/file-20180111-60721-agv7nu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Diet bebas gluten tren lumayan baru di dunia makanan.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Penyakit seliak, alergi terhadap gluten yang menyebabkan kerusakan pada usus, mempengaruhi <a href="http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.184.679&rep=rep1&type=pdf">1% orang Australia</a>. Namun <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/motivations-for-avoiding-wheat-consumption-in-australia-results-from-a-population-survey/25FD610AA022221398C214691AB705DC">lebih dari 10 kali lipat jumlah ini</a>, atau sekitar 11% populasi, memilih untuk mengikuti diet bebas gluten, dan hingga 30% orang di Amerika Serikat <a href="https://www.npd.com/wps/portal/npd/us/news/press-releases/percentage-of-us-adults-trying-to-cut-down-or-avoid-gluten-in-their-diets-reaches-new-high-in-2013-reports-npd/">mencoba mengurangi asupan gluten mereka</a>. Di kota besar Indonesia diet ini juga <a href="https://halosehat.com/makanan/makanan-sehat/makanan-bebas-gluten">mulai populer</a>.</p>
<p>Makanan bebas gluten sering dipersepsikan sebagai alternatif yang lebih sehat, karena selaras dengan “gaya hidup sehat”. Namun adakah bukti ilmiah yang mendukungnya?</p>
<h2>Apakah diet bebas gluten lebih sehat?</h2>
<p>Studi skala besar baru-baru ini tidak menemukan manfaat kesehatan dari diet bebas gluten, malah yang terjadi adalah sebaliknya.</p>
<p><a href="http://www.bmj.com/content/357/bmj.j1892">Peneliti mengikuti kelompok</a> berjumlah lebih dari 100.000 orang di AS selama hampir 30 tahun dan menemukan bahwa diet bebas gluten tidak berhubungan dengan jantung yang lebih sehat. Tidak jelas apakah ini disebabkan oleh sesuatu pada makanan bebas gula, atau karena menghindari biji-bijian utuh, yang dianggap protektif terhadap penyakit jantung. </p>
<p>Satu studi menunjukkan, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10204832">gluten mungkin bermanfaat</a> karena menurunkan kadar trigliserida dalam darah. Ini adalah lemak “jahat” yang meningkatkan risiko penyakit jantung.</p>
<p><a href="http://circ.ahajournals.org/content/135/Suppl_1/A11">Studi skala besar lainnya</a> telah menemukan hubungan yang berlawanan antara asupan gluten dengan diabetes tipe 2. Orang dengan asupan gluten yang lebih rendah memiliki angka diabetes tipe 2 lebih tinggi. Peneliti menemukan bahwa kelompok ini juga memiliki asupan serat lebih rendah, dan bertanya-tanya apakah penyebabnya adalah serat yang rendah. Namun bahkan setelah memperhitungkan asupan serat yang lebih rendah, tetap ada hubungan. Menunjukkan bahwa menghindari gluten tidaklah protektif terhadap diabetes tipe 2.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/198929/original/file-20171213-31716-o48s7w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tidak makan cukup gluten bisa meningkatkan risiko diabetes.</span>
<span class="attribution"><span class="source">from www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Bebas gluten dan diabetes</h2>
<p>Produk biji-bijian utuh dibuat menggunakan tiga bagian biji—bran (kulit ari yang kaya akan serat), germ (inti biji), dan endosperma (pusatnya yang bertepung dan kaya akan karbohidrat). Bersama, mereka membentuk sepaket serat, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Produk bebas gluten yang dikemas seperti roti, seringnya hanya menggunakan komponen karbohidrat, menggunakan tepung halus dari beras, jagung, atau kentang.</p>
<p>Makanan tinggi karbohidrat ini bisa menyebabkan peningkatan tajam kadar gula darah dan dalam jangka panjang bisa meningkatkan kecenderungan terhadap diabetes. Produk bebas gluten dalam kemasan sering mengandung tambahan gula untuk meningkatkan rasa dan tambahan pengemulsi dan pengental untuk memperbaiki tekstur dan menjadikannya mirip dengan roti.</p>
<p>Pasar bebas gluten telah meningkat secara tajam dalam dua dekade terakhir karena permintaan konsumen, bahkan meluas hingga produksi <a href="https://search.mypetwarehouse.com.au/mypetwarehouse/Gluten-Free-Dog-Food?gclid=EAIaIQobChMIgMaLnZaI2AIVwTUrCh2YKgjmEAAYAyAAEgLV1_D_BwE">makanan bebas gluten untuk anjing</a>. Kita tidak tahu apakah pasar akan berkembang atau menghilang seiring waktu. Namun fesyen makanan bukanlah barang baru.</p>
<p>Misalnya popularitas diet rendah lemak pada 1980-an, ketika mentega dianggap penjahat. Sekarang mentega kembali jadi tren, dengan penjualan yang meningkat. Demikian pula anggur merah dulu dianggap protektif untuk kesehatan jantung, tapi pedoman untuk <a href="https://www.nhmrc.gov.au/health-topics/alcohol-guidelines">konsumsi alkohol yang aman</a> kini merekomendasi agar asupannya dikurangi.</p>
<p>Tentu saja, produk bebas gluten alami seperti makanan berbasis tumbuhan, biji-bijian kuno, dan produk susu, semuanya adalah bagian dari pola makan sehat dan seimbang. Namun pengganti bebas gluten yang diproses dan dikemas tidak tampak lebih bermanfaat bagi kesehatan ketimbang yang berbasis gandum. </p>
<h2>Mengapa diet bebas gluten sangat populer?</h2>
<p>Sensitivitas gluten non-seliak <a href="https://www.coeliac.org.uk/coeliac-disease/about-coeliac-disease-and-dermatitis-herpetiformis/gluten-sensitivity/">berbeda dengan penyakit seliak</a>. Pada penyakit seliak, asupan gluten merusak dinding usus, yang membaik dengan diet bebas gluten. Pada sensitivitas gluten non-seliak (disebut juga “intoleransi gluten”), gejala seperti kembung dan buang angin biasa terjadi, tapi tidak terjadi kerusakan usus maupun pengaruh terhadap kesehatan dalam jangka panjang.</p>
<p>Untuk memahami kondisi ini dengan lebih baik, peneliti mencari tahu apakah yang berkontribusi adalah asupan gluten ataukah persepsi dari asupan gluten. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23648697">Mereka merancang sebuah studi</a> di mana orang yang menyatakan diri sensitif gluten diberi makan makanan bebas gluten, rendah gluten dan tinggi gluten. </p>
<p>Diet-diet lainnya juga dibikin rendah kadar <a href="https://daa.asn.au/smart-eating-for-you/smart-eating-fast-facts/medical/fodmaps-and-ibs-whats-the-deal/">gula yang menyebabkan kembung, disebut FODMAP</a>, yang bisa menyebabkan gejala serupa. Mereka menemukan, sebagian besar kelompok membaik, terlepas apakah mereka menjalani diet tinggi gluten, rendah gluten atau bebas gluten. Disimpulkan, tidak ada bukti bahwa hanya gluten saja yang bertanggungjawab; pengurangan FODMAP juga bisa menjelaskan mengapa gejalanya membaik.</p>
<p>Alasan lain orang melaporkan perbaikan ketika menjalani diet bebas gluten yakni karena menghilangkan banyak makanan lain yang diketahui tidak sehat, seperti kue, biskuit, cracker, dan bir. Perubahan pola makan ini juga berkontribusi pada kesehatan secara keseluruhan.</p>
<h2>Lantas bagaimana?</h2>
<p>Bagi orang tanpa penyakit seliak, tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa diet ketat bebas gluten bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan mungkin yang benar adalah sebaliknya; dan menghindari biji-bijian utuh yang menyebabkan rendahnya asupan serat, bisa merugikan.</p>
<p>Mengingat makanan bebas gluten <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1747-0080.12171/abstract">harganya 17% lebih mahal</a>, mungkin ini saatnya mempertimbangkan kembali pilihan soal diet ketat bebas gluten dan menggantinya dengan beragam makanan bergluten maupun bebas gluten, dengan variasi makanan sebagai kuncinya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/89977/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Suzanne Mahady tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sekarang ini kerap dijumpai makanan bebas gluten di toko-toko. Tetapi kalau Anda tidak memiliki penyakit seliak, Anda tidak perlu berdiet gluten.Suzanne Mahady, Gastroenterologist & Clinical Epidemiologist, Senior Lecturer, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/850202017-10-05T09:02:09Z2017-10-05T09:02:09ZFakta atau mitos—apakah gula bikin kecanduan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/188951/original/file-20171005-9753-upw3cz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Gula mengaktifkan sistem di otak, sama seperti zat yang membuat kecanduan seperti nikotin dan kokain, Artinya, mengonsumsi gula membuat kita ingin makan lagi dan lagi. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sebagian dari kita tentu bisa mengatakan bahwa kita suka makan yang manis-manis. Entah itu kue, cokelat, kue kering, permen, atau minuman ringan, dunia kita dipenuhi kesenangan-kesenangan manis nan memikat. Kadang-kadang terlalu sulit untuk menahan diri dari mengonsumsi makanan-makanan tersebut.</p>
<p>Di Australia, penduduknya mengonsumsi rata-rata 60 gram (14 sendok teh) <a href="http://www.news.com.au/lifestyle/health/diet/new-abs-data-reveals-how-much-sugar-australians-really-consume/news-story/979263910569a4c55bb0051551bdce1a">gula pasir (dari tebu) per hari</a>. Konsumsi gula berlebihan adalah kontributor utama <a href="https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/healthyliving/sugar">naiknya tingkat obesitas</a> di Australia dan di seluruh dunia. </p>
<p>Mengonsumsi makanan yang mengandung gula sudah menyatu dengan gaya hidup dan rutinitas kita. Sesendok gula menjadikan kopi Anda terasa lebih enak dan hidangan penutup terasa bagai bagian terbaik makan malam. Jika Anda pernah berusaha mengurangi gula, barangkali Anda tahu betapa sulitnya itu. Bagi sebagian orang hal itu bahkan sama sekali mustahil. Ini menggiring pada pertanyaan: bisakah kita kecanduan gula?</p>
<h2>Gula mengaktifkan sistem imbalan otak</h2>
<p>Makanan manis menarik hasrat kita karena dampak kuat gula terhadap sistem imbalan (<em>reward system</em>) dalam otak yang disebut <a href="http://alcoholrehab.com/addiction-articles/mesolimbic-dopamine-system/">sistem dopamin mesolimbik</a>. Ketika kita menghadapi sesuatu yang layak mendapat imbalan, sel saraf akan melepas zat kimia yang mengirim pesan (<em>neurotransmitter</em>) yang mengandung <a href="https://www.psychologytoday.com/basics/dopamine">dopamin</a> ke sistem.</p>
<p>Narkoba seperti kokain, amfetamin, dan nikotin <a href="https://theconversation.com/explainer-what-is-dopamine-and-is-it-to-blame-for-our-addictions-51268">membajak sistem otak ini</a>. Aktivasi sistem ini menyebabkan peningkatan perasaan imbalan yang dapat menimbulkan rasa sangat membutuhkan atau kecanduan. Dengan demikian narkoba <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15987666">maupun gula</a> mengaktifkan sistem imbalan yang sama di dalam otak, menyebabkan pelepasan dopamin. </p>
<p>Rangkaian kimia ini diaktifkan oleh imbalan dan respons alami yang sangat penting bagi kelangsungan spesies, seperti makan sajian lezat, makanan dengan kandungan energi tinggi, berhubungan seks, dan bergaul secara sosial. Mengaktifkan sistem ini membuat Anda ingin melakukan respons itu lagi, karena rasanya menyenangkan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/157779/original/image-20170221-18630-247pbh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sistem otak kita mendorong kita melakukan aktivitas-aktivitas yang akan melanjutkan keberadaan spesies kita—seperti makan makanan berenergi tinggi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">from www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kriteria bagi penggunaan zat yang menyebabkan gangguan dalam <a href="https://www.psychiatry.org/psychiatrists/practice/dsm">Panduan Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental</a> (DSM 5) mengutip beragam problem yang timbul ketika kita kecanduan suatu zat. Problem-problem itu meliputi ketagihan, penggunaan terus-menerus walaupun ada konsekuensi negatif, berusaha meninggalkan tetapi tidak bisa, toleransi, dan <em>sakaw</em>. </p>
<p>Walaupun makanan mengandung gula mudah diperoleh, konsumsi berlebihan bisa menimbulkan sejumlah persoalan yang sama dengan kecanduan. Sehingga tampaknya <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2235907/">gula mungkin memiliki kualitas adiktif</a>. Tidak ada bukti konkret yang menghubungkan gula dengan sistem kecanduan/ketagihan pada manusia hingga belakangan ini, tetapi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2235907/">berbagai studi dengan menggunakan tikus</a> menunjukkan adanya kemungkinan itu. </p>
<h2>Daya tarik yang manis-manis</h2>
<p>Dopamin memiliki peran penting dalam otak, mengarahkan perhatian kita pada segala sesuatu dalam lingkungan seperti makanan mengundang selera yang terkait dengan perasaan imbalan. Sistem dopamin menjadi aktif mengharapkan rasa kesenangan.</p>
<p>Ini artinya perhatian kita bisa ditarik ke kue dan cokelat ketika kita sebetulnya sedang tidak lapar, membangkitkan keinginan yang kuat. Rutinitas kita bahkan bisa menyebabkan keinginan yang sangat pada gula. Secara tidak sadar kita bisa menginginkan sebatang cokelat atau minuman berkarbonasi di sore hari jika itu merupakan bagian normal dari kebiasaan sehari-hari kita. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/fakta-atau-mitos-apakah-gula-bikin-kecanduan-85020">Makanan yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung</a></em></p>
<hr>
<h2>Toleransi gula</h2>
<p>Akivasi berulang-ulang sistem imbalan dopamin, misalnya dengan mengonsumsi banyak makanan mengandung gula, menyebabkan otak beradaptasi dengan seringnya stimulasi sistem imbalan. Ketika kita menikmati makanan-makanan tersebut secara teratur, sistem itu mulai berubah untuk mencegahnya menjadi terstimulasi secara berlebihan. Secara khusus, reseptor-reseptor dopamin mulai melakukan proses <a href="http://www.psychiatrictimes.com/neuropsychiatry/dopamine-receptors-human-brain"><em>downregulation</em> atau pengurangan diri</a>.</p>
<p>Karena reseptor yang harus diikat dopamin menjadi semakin sedikit, maka ketika kemudian kita memakan makanan tersebut, efeknya menjadi tumpul. Semakin banyak gula yang dibutuhkan ketika kita makan selanjutnya untuk mendapatkan perasaan imbalan yang sama. </p>
<p>Ini sama dengan toleransi dalam kecanduan narkoba, dan menyebabkan peningkatan konsumsi. Konsekuensi-konsekuensi negatif dari konsumsi tak terkendali makanan-makanan bergula meliputi pertambahan berat tubuh, gigi berlubang, dan gangguan metabolis termasuk diabetes tipe-2.</p>
<h2>Meninggalkan gula bisa menyebabkan ‘sakaw’</h2>
<p>Gula bisa mencengkeramkan pengaruh kuatnya atas perilaku kita, sehingga sangat sulit menyingkirkannya dari makanan kita. Dan berhenti memakan makanan berkadar gula tinggi secara mendadak menyebabkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12055324">withdrawal effect atau ‘sakaw’</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/157780/original/image-20170221-18635-9xm7p4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gula bisa memicu respons adiktif sama seperti narkotik. .</span>
<span class="attribution"><span class="source">from www.shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Lamanya gejala ‘sakaw’ yang sangat tidak mengenakkan menyusul “detoksifikasi” gula bervariasi. Ada orang yang dengan cepat menyesuaikan diri untuk berfungsi tanpa gula, tetapi ada juga orang yang mungkin mengalami keinginan kuat sangat menyiksa dan luar biasa sulit menahan godaan makanan bergula.</p>
<p>Gejala-gejala ketagihan dianggap merupakan faktor-faktor kepekaan individual terhadap gula maupun <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21768998">penyesuaian ulang sistem dopamin</a> terhadap suatu eksistensi tanpa gula. Penurunan sementara tingkat dopamin dipandang menyebabkan banyak gejala psikologis termasuk keinginan luar biasa, terutama bila lingkungan kita penuh dengan godaan yang manis-manis yang harus Anda lawan. </p>
<h2>Mengapa meninggalkan gula?</h2>
<p>Menyingkirkan gula dari makanan Anda barangkali tidak mudah, karena begitu banyak makanan yang diproses (<em>processed food</em>) dan makanan cepat saji menambahkan gula yang tersembunyi dalam komposisinya. Beralih dari gula ke pemanis (Stevia, aspartam, sukralose) bisa menurunkan kalori, tetapi tetap saja mengumpani kecanduan pada yang manis-manis. Sama halnya dengan “pengganti” gula seperti agave, sirup beras, madu, dan fruktosa; mereka tak lebih dari gula yang menyamar, dan mengaktifkan sistem imbalan otak sama cepatnya dengan gula pasir.</p>
<p>Secara fisik, menyingkirkan gula dari makanan Anda bisa <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1467-789X.2003.00102.x/full">membantu menurunkan berat badan</a>, <a href="http://europepmc.org/abstract/med/21916275">mengurangi jerawat</a>, dan bisa menghilangkan kelesuan pukul tiga sore di tempat kerja dan sekolah yang Anda alami. Dan jika Anda mengurangi konsumsi gula, makanan-makanan mengandung gula yang tadinya dikonsumsi berlebihan bisa terasa kelewat manis karena penyesuaian pengecap kemanisan Anda, dan itu sudah cukup untuk menjauhi konsumsi berlebihan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/85020/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Amy Reichelt menerima dana dari Australian Research Council.</span></em></p>Pernah berusaha mengurangi gula? Anda pasti tahu betapa susahnya. Apa benar kita bisa kecanduan gula?Amy Reichelt, Lecturer, ARC DECRA, RMIT UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/832362017-09-08T10:35:17Z2017-09-08T10:35:17ZSiapa menghindari seks, dan mengapa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/183975/original/file-20170830-6142-9ofk0q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Riset-riset mengungkapkan masalah kesehatan menjadi alasan utama mengapa orang, perempuan atau laki-laki, menghindari seks.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Seks memiliki pengaruh besar pada banyak aspek kesejahteraan manusia: ia adalah salah satu dari kebutuhan psikologis kita yang paling dasar. Seks meneguhkan identitas kita dan elemen inti dari kehidupan sosial kita.</p>
<p>Tetapi jutaan orang menempuh suatu periode di kehidupan dewasa mereka tanpa berhubungan seks. Menghindari seks bisa menyebabkan tekanan emosional, rasa malu, dan rasa rendah diri—baik bagi yang menghindari seks maupun pasangan yang ditolaknya.</p>
<p>Masyarakat kita banyak memusatkan perhatian tentang hubungan seks, tapi kita tidak tahu banyak soal ketiadaan hubungan seks.</p>
<p>Sebagai <a href="https://medicine.umich.edu/dept/psychiatry/shervin-assari-phd">peneliti</a> perilaku manusia yang tertarik akan bagaimana <a href="https://theconversation.com/why-men-and-women-lie-about-sex-and-how-this-complicates-std-control-74215">seks</a> dan <a href="https://theconversation.com/if-men-are-favored-in-our-society-why-do-they-die-younger-than-women-71527">gender</a> berinteraksi, saya menemukan bahwa menghindari seks mempengaruhi banyak aspek dari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24589191">kesejahteraan</a> kita. Saya juga menemukan orang-orang menghindari seks karena berbagai alasan, dan beberapa di antaranya mudah ditangani.</p>
<h2>Lebih sering lebih baik?</h2>
<p><a href="https://academic.oup.com/ageing/article/44/5/823/52185/Examining-associations-between-sexual-behaviours">Orang yang lebih sering berhubungan seks </a> mencatat kepercayaan diri, kepuasan hidup, dan kualitas hidup yang lebih tinggi. Sebaliknya, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1557393/">jarang berhubungan seks</a> dan menghindari seks dikaitkan dengan <a href="http://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00224499.2016.1269308">tekanan psikologis</a>, <a href="http://centerforanxietydisorders.com/sex-avoidance-anxiety-disorders/">kecemasan, depresi</a>, dan masalah hubungan. </p>
<p>Dalam karyanya yang penting, <a href="https://muse.jhu.edu/chapter/1638468">Alfred Kinsey</a> menemukan hingga 19% orang dewasa tidak berhubungan seks. Gender dan status pernikahannya bervariasi, dan angkanya menunjukkan hampir tak ada laki-laki menikah yang tidak berhubungan seks untuk waktu yang lama.</p>
<p>Riset lain juga menunjukkan perempuan lebih lazim menghindari seks daripada laki-laki. Bahkan hingga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2327527/">40% perempuan</a> pernah menghindari seks dalam hidupnya. Rasa sakit ketika berhubungan seks dan libido rendah adalah masalah terbesar mereka.</p>
<p>Perbedaan angka antargender sudah dimulai sejak dini. Lebih banyak remaja perempuan ketimbang remaja laki-laki yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2613342/">tidak berhubungan seks</a>.</p>
<p>Perempuan juga lebih mungkin menghindari seks karena <a href="http://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1077559516656069">kekerasan seksual</a> semasa kecil. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12521698">Wanita hamil</a> menghindari seks karena khawatir keguguran atau memang tidak ingin dan kelelahan.</p>
<p>Alasan paling umum bagi laki-laki yang menghindari seks adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4291852/">disfungsi ereksi</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20092445">kondisi medis yang kronis</a>, dan kurangnya kesempatan.</p>
<h2>Masalah kesehatan alasan utama</h2>
<p>Riset kami dan riset lain menunjukkan, masalah kesehatan adalah alasan utama menghindari seks—baik bagi perempuan dan laki-laki.</p>
<p>Misalnya, pasien penyakit jantung kerap <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24589191">menghindari seks</a> karena khawatir <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17970974">terkena serangan jantung</a>. Riset lain mengungkapkan hal yang sama terjadi pada orang dengan <em>cerebrovascular</em> (gangguan aliran darah ke otak), seperti <a href="http://stroke.ahajournals.org/content/30/4/715">stroke.</a> </p>
<p><a href="http://www.mayoclinic.org/chronic-pain/art-20044369">Rasa sakit kronis</a> mengurangi kenikmatan hubungan seksual dan secara langsung mengganggu karena membatasi posisi. Depresi dan stres yang diakibatkan rasa sakit juga bisa menghalangi, begitu juga pengobatan rasa sakit kronis.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/kabar-gembira-masturbasi-sebenarnya-menyehatkan-86248">Kabar gembira! Masturbasi sebenarnya menyehatkan</a></em></p>
<hr>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28650864">Kondisi metabolis</a> seperti diabetes dan obesitas juga mengganggu kegiatan seksual. Bahkan, diabetes mempercepat senjakala seksual laki-laki hingga <a href="https://www.niddk.nih.gov/health-information/diabetes/overview/preventing-problems/sexual-urologic-problems">15 tahun</a>. Massa tubuh yang besar dan ketidakpercayaan diri akan bentuk tubuh bisa merusak <a href="http://digitalcommons.fiu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1072&context=etd">keintiman</a>, yang adalah kunci dari seberapa besar peluang berhubungan seks.</p>
<p><a href="http://people.virginia.edu/%7Eent3c/papers2/Articles%20for%20Online%20CV/South%20(2008).pdf">Gangguan kepribadian</a>, <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1743609515302447?via%3Dihub">kecanduan dan penyalahgunaan obat-obatan</a>, dan <a href="http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0092623X.2015.1113591">buruknya kualitas tidur</a> semua berperan besar pada ketertarikan dan kemampuan seksual. </p>
<p>Banyak <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3108697/">pengobatan</a>, seperti obat anti-depresi dan anti-kecemasan, mengurangi libido dan kegiatan seksual, dan, hasilnya, meningkatkan kemungkinan seseorang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3108697/#b6-dhps-2-141">menghindari seks</a>.</p>
<p>Terakhir, rendahnya testosteron pada laki-laki dan rendahnya <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0031938404003579">dopamin dan serotonin</a> pada perempuan dan laki-laki juga bisa berperan.</p>
<h2>Faktor sosial dan emosional—dan konsekuensinya</h2>
<p>Bagi kedua gender, kesepian bisa memperpendek <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6631669">waktu yang dihabiskan seseorang bersama orang lain</a> dan kemudian kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain dan juga berpengaruh pada keintiman. Orang yang kesepian terkadang menggantikan hubungan seksual dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28448246">pornografi.</a> Ini penting karena pornografi bisa <a href="http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00224499.2011.648027">secara negatif</a> mempengaruhi kinerja seks secara jangka panjang.</p>
<p>Banyak orang setengah baya tidak lagi berhubungan seks karena <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3267340/">malu dan merasa bersalah</a> atau bisa jadi karena merasa “<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3267340/">terlalu tua</a> untuk seks”. Tetapi, anggapan orang setengah baya tidak ingin <a href="http://www.apa.org/monitor/2012/12/later-life-sex.aspx">berhubungan seks</a> adalah salah.</p>
<h2>Apa solusinya?</h2>
<p><a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1743609515339709?via%3Dihub">Hanya sedikit orang membicarakan</a> masalah seksual mereka pada dokternya. Data di AS mengungkapkan bahwa paling tidak separuh dari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4657130/">kunjungan dokter tidak membahas masalah seks</a>.</p>
<p>Rasa malu, faktor kultural dan agama, dan terbatasnya waktu bisa menghalangi dokter untuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4946137/">bertanya tentang kehidupan seks pasien mereka</a>. Beberapa dokter merasa menyentuh masalah <a href="https://dash.harvard.edu/handle/1/12987242">seks</a> menciptakan kedekatan yang berlebihan dengan pasiennya. Yang lain berpikir membicarakan seks akan membuat konsultasi jadi panjang.</p>
<p>Namun, meski beberapa <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19427142">dokter mungkin ragu bertanya soal seks</a> pada pasiennya, riset menunjukkan bahwa pasien sepertinya mau menjawab jika ditanya. Ini artinya <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23743660">masalah seksual mereka tidak akan ditangani</a> kecuali sang dokter yang bertanya duluan.</p>
<p>Pasien bisa mengambil manfaat dari sedikit bantuan. Misalnya, pasien arthritis dan sakit punggung bagian bawah membutuhkan informasi dan nasihat dari tenaga kesehatan tentang posisi hubungan seksual yang tidak membikin sakit.</p>
<p>Budaya “Tidak usah tanya, tidak usah beri tahu” harusnya diubah menjadi “Silakan tanya, silakan beri tahu”.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/178707/original/file-20170718-10308-1la5buk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Penting untuk berkonsultasi tentang masalah seks Anda pada dokter.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/doctor-patient-discussing-559797409?src=Pdsi6uHSlIvHgSRUUk28lA-1-25">Branislav Nenin/www.shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure><img src="https://counter.theconversation.com/content/83236/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Shervin Assari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seks bagian penting kehidupan manusia, tapi banyak orang menghindarinya. Umumnya rasa takut, kekerasan di masa lalu, dan agama alasannya, tapi sebenarnya kesehatan Anda secara umum juga berpengaruh.Shervin Assari, Assistant Professor of Psychiatry and Public Health, University of MichiganLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.