Menu Close
Christina Neudorf, Author provided

Alat-alat batu menunjukkan manusia purba di India selamat dari letusan dahsyat Toba 74.000 tahun lalu

Sekitar 74.000 tahun lalu sebuah letusan gunung berapi di tempat yang sekarang menjadi Danau Toba di Pulau Sumatra, Indonesia, menciptakan salah satu bencana alam paling dramatis dalam 2 juta tahun terakhir. Berbagai material hasil ledakan gunung berapi tersebut terhempas hingga 30 kilometer atau bahkan lebih ke langit di sekitarnya yang menyebabkan terbentuknya lapisan abu yang menyelimuti sebagian besar India dan sebagian Afrika.

Beberapa ilmuwan berpendapat letusan itu membuat Bumi memasuki “musim dingin vulkanik” selama 6 tahun yang diikuti oleh masa pendinginan permukaan planet selama ribuan tahun. Kejadian ini bahkan dapat menyebabkan hampir punahnya spesies kita.

Salah satu teori yang paling terkemuka mengatakan letusan gunung berapi itu merupakan peristiwa penting dalam evolusi manusia. Jika hal tersebut benar, maka beberapa manusia yang selamat di Afrika akan mengembangkan strategi sosial, simbol, dan ekonomi yang lebih canggih untuk mengatasi kondisi yang membahayakan tersebut. Strategi-strategi baru tersebut memungkinkan mereka untuk mengisi kembali Afrika dan bermigrasi ke Eropa, Asia, dan Australia pada 60.000 hingga 50.000 tahun lalu.


Read more: Armageddon and its aftermath: dating the Toba super-eruption


Masih belum jelas seberapa kuat dampak dari letusan Toba sebenarnya dan bagaimana ia mempengaruhi kehidupan manusia kala itu. Debat mengenai hal ini telah berlangsung selama beberapa dekade yang berdasarkan tinjauan banyak disiplin ilmu, baik ilmu iklim, geologi, arkeologi, maupun genetika.

Kami telah menemukan bukti baru bahwa manusia di India selamat dari letusan Toba dan terus berkembang setelahnya. Studi ini, yang merupakan kolaborasi para peneliti dari University of Queensland, University of Wollonggong, Max Planck Institute for the Science of Human History, the University of Allahabad, dan yang lainnya, telah dipublikasikan baru-baru ini di Nature Communications.

Beberapa alat batu ditemukan di Dhaba. Chris Clarkson

Menjalin hidup ketika ledakan gunung terjadi

Kami mempelajari sebuah catatan arkeologis unik yang berusia 80.000 tahun di situs Dhaba yang terletak di tengah lembah Son, India utara. Abu dari letusan Toba ditemukan di lembah Son pada 1980-an, namun sampai sekarang belum ada bukti arkeologis yang mendukungnya.

Situs Dhaba mengisi celah waktu yang besar untuk memahami bagaimana manusia purba selamat keluar dari Afrika dan bermigrasi ke seluruh dunia. Alat-alat batu yang kami temukan di Dhaba sangat mirip dengan alat-alat yang manusia purba gunakan di Afrika dalam waktu yang bersamaan.

Alat-alat ini telah ada di Dhaba sebelum dan setelah ledakan besar Toba. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi manusia selamat dari peristiwa tersebut. Sangat besar kemungkinan bahwa manusia purba membuat jenis alat yang sama di sepanjang rute penyebaran mereka dari Afrika menuju India, bahkan hingga Australia yang setidaknya terjadi 65.000 tahun lalu.


Read more: Buried tools and pigments tell a new history of humans in Australia for 65,000 years


Oleh karena itu, situs Dhaba menyediakan hubungan budaya yang penting antara Afrika, Asia, dan Australia. Meskipun bukti fosil dan genetika mengindikasikan manusia modern telah hidup di luar Afrika selama 200.000 tahun terakhir, berdasarkan penemuan bukti di situs Apedima, Misliya, Qafzeh, Skhul, Al Wusta, dan gua Fuyan, tapi hanya bukti fosil manusia yang tanpa keraguan dapat membuktikan bahwa telah ada manusia purba di India 80.000 tahun lalu.

Kendati demikian, alat-alat bantu di situs Dhaba sangat menunjukkan keberadaan manusia.

Kemungkinan rute migrasi manusia purba. Chris Clarkson, Author provided

Memecah teka-teki

Penemuan kami di situs Dhaba cocok dengan bukti arkeologis dari Afrika, Asia, dan tempat lain di India. Hal ini mendukung gagasan bahwa letusan besar Toba memiliki efek yang minim pada kehidupan manusia dan tidak menyebabkan hambatan populasi. Situs arkeologi di Afrika selatan menunjukkan populasi manusia berkembang pesat setelah letusan besar Toba.

Catatan iklim dan vegetasi dari Danau Malawi di Afrika Timur juga tidak menunjukkan bukti “musim dingin vulkanik” pada masa saat letusan Toba terjadi. Studi genetika juga belum mendeteksi adanya hambatan populasi yang jelas terjadi pada sekitar 74.000 tahun lalu.

Di Jwalapuram, di India selatan, Michael Petraglia dan kolega menemukan alat batu zaman Paleolitik Tengah yang serupa di atas dan di bawah lapisan tebal abu Toba. Di situs Lida Ajer, di Sumatra, yang terletak dekat dengan lokasi letusan gunung berapi, Kira Westaway dan kolega menemukan gigi manusia yang berumur sekitar 73.000 hingga 63.000 tahun. Ini mengindikasikan manusia telah hidup di Sumatra yang merupakan lingkungan hutan hujan berkanopi tertutup (hutan dengan densitas pohon tinggi yang membuat cahaya matahari sulit menembus ke tanah) tidak lama setelah letusan Toba terjadi.

Temuan baru kami berkontribusi untuk merevisi pemahaman akan dampak global dari letusan besar Toba. Walau letusan besar Toba yang secara pasti merupakan peristiwa luar biasa memberikan dampak yang minim, bisa jadi pendinginan global juga memberikan dampak yang kurang signifikan dari yang diperkirakan sebelumnya.

Bagaimanapun juga, bukti arkeologis menunjukkan bahwa manusia selamat dan dapat mengatasi salah satu peristiwa vulkanik terbesar dalam sejarah manusia. Kelompok kecil manusia purba yang berburu dan mengumpulkan makanan menjadi kelompok yang paling adaptif dalam menghadapi perubahan iklim.


Read more: Under the volcano: predicting eruptions and coping with ash rain


This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now