Menu Close
lengan di pegangan pintu membuka pintu ke kamar
Bagaimana mungkin suatu tempat yang belum pernah kamu kunjungi terasa begitu familiar? mrs/Moment via Getty Images

Apa itu deja vu? Ini penjelasan psikolog tentang perasaan menyeramkan ini

Mengapa kita mengalami deja vu? – Atharva P., umur 10, Bengaluru, India


Apakah kamu pernah merasa aneh ketika kamu merasa pernah mengalami situasi yang persis sama sebelumnya, meskipun itu tidak mungkin? Kadang-kadang bahkan kamu seolah-olah menghidupkan kembali sesuatu yang telah terjadi. Fenomena ini, dikenal sebagai deja vu, telah membingungkan para ahli filsafat, ahli saraf dan penulis untuk waktu yang sangat lama.

Pada akhir 1800-an, banyak teori mulai bermunculan tentang apa yang mungkin menyebabkan deja vu, yang berarti “sudah terlihat” dalam bahasa Prancis. Orang-orang mengira mungkin itu berasal dari disfungsi mental atau mungkin sejenis masalah otak. Mungkin juga itu adalah cegukan sementara dalam operasi memori manusia yang normal. Namun, hanya baru-baru ini topik tersebut sampai ke ranah sains.

Dari ranah paranormal ke ranah ilmiah

Di awal milenium ini, seorang ilmuwan bernama Alan Brown memutuskan untuk melakukan pengulasan atas semua yang telah ditulis peneliti tentang deja vu hingga saat itu. Banyak dari apa yang dia temukan memiliki aspek paranormal yang berkaitan dengan hal-hal supernatural – hal-hal seperti kehidupan lampau atau kemampuan psikis. Akan tetapi, dia juga menemukan penelitian yang mensurvei orang-orang biasa tentang pengalaman deja vu mereka. Dari semua makalah ini, Brown dapat mengumpulkan beberapa temuan dasar tentang fenomena deja vu.

Misalnya, Brown menetapkan bahwa kira-kira dua pertiga orang mengalami deja vu di beberapa titik dalam kehidupan mereka. Dia menetapkan bahwa pemicu deja vu yang paling umum adalah adegan atau tempat, dan pemicu paling umum berikutnya adalah percakapan. Dia juga melaporkan petunjuk-petunjuk selama satu abad atau lebih dari literatur medis tentang kemungkinan hubungan antara deja vu dan beberapa jenis aktivitas kejang di otak.

Ulasan Brown membawa topik deja vu ke ranah sains yang lebih umum karena muncul di jurnal ilmiah yang cenderung dibaca oleh para ilmuwan yang mempelajari kognisi dan dalam sebuah buku yang ditujukan untuk para ilmuwan. Karyanya berfungsi untuk mendorong para ilmuwan untuk merancang percobaan-percobaan dengan upaya menyelidiki deja vu.

Menguji deja vu di lab psikologi

Didorong oleh karya Brown, tim peneliti saya mulai melakukan eksperimen yang bertujuan untuk menguji hipotesis tentang kemungkinan mekanisme deja vu. Kami menyelidiki hipotesis yang telah berusia hampir seabad yang mengatakan bahwa deja vu dapat terjadi jika ada kemiripan spasial antara adegan saat ini dan adegan yang tidak diingat dalam ingatan kita. Para psikolog menyebut ini sebagai hipotesis familiaritas Gestalt.

area rumah sakit yang terang dengan staf dan pasien
Mungkin tata letak tempat yang baru sangat mirip dengan tempat lain yang pernah kamu kunjungi, tetapi kamu tidak mengingatnya secara sadar. FS Productions/Tetra images via Getty Images

Sebagi contoh, coba bayangkan kamu sedang melewati pos perawatan di unit rumah sakit dalam perjalanan mengunjungi teman yang sakit. Walaupun kamu belum pernah ke rumah sakit ini sebelumnya, kamu dikejutkan oleh perasaan yang kamu miliki. Penyebab dasar deja vu ini bisa jadi karena tata letak pemandangan, termasuk penempatan furnitur dan objek tertentu di dalam ruang, memiliki tata letak yang sama dengan pemandangan berbeda yang pernah kamu alami di masa lalu.

Mungkin letak pos perawatan – furnitur, barang-barang di konter, dan bagaimana ini terhubung dengan sudut lorong – sama dengan bagaimana satu set meja penerima tamu diatur relatif terhadap berapa penanda dan furnitur di lorong di pintu masuk ke acara sekolah yang kamu hadiri setahun sebelumnya. Menurut hipotesis familiaritas Gestalt, jika situasi sebelumnya dengan tata letak yang mirip dengan yang sekarang tidak muncul di benak kamu, kamu mungkin hanya memiliki perasaan familiaritas yang kuat untuk yang sekarang.

Untuk menyelidiki ide ini di laboratorium, tim kami menggunakan realitas virtual untuk menempatkan orang-orang di dalam adegan. Dengan cara ini, kami dapat memanipulasi lingkungan tempat orang-orang tersebut menemukan diri mereka sendiri – beberapa adegan berbagi tata ruang yang sama sementara sebaliknya menjadi berbeda. Seperti yang diperkirakan, deja vu lebih mungkin terjadi ketika orang-orang berada dalam adegan yang berisi susunan elemen ruang yang sama dengan adegan sebelumnya yang telah mereka lihat tapi tidak ingat

Penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap deja vu dapat berupa kemiripan spasial dari adegan baru dengan adegan dalam ingatan yang gagal untuk secara sadar dipanggil ke pikiran di masa ini. Namun, bukan berarti kemiripan spasial menjadi satu-satunya penyebab deja vu. Kemungkinan besar, banyak faktor dapat berkontribusi pada apa yang membuat suatu adegan atau situasi terasa familiar. Lebih banyak penelitian sedang dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan faktor tambahan yang berperan dalam fenomena misterius ini.


Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin dikembangkan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami. Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:

  • mengirimkan email redaksi@theconversation.com

  • tweet ke kami @conversationIDN dengan tagar #curiouskids

  • DM melalui Instagram @conversationIDN


Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,000 academics and researchers from 4,940 institutions.

Register now