Menu Close
A bunch of bitcoin buttons are sitting on a table
Pada akhirnya, Bitcoin mungkin menjadi pilihan yang baik untuk lebih dari sekadar objek spekulasi dan pencarian keuntungan. AP Photo/Frank Jordans

Apa itu Desentralisasi Finansial? Ahli bitcoin dan blockchain menjelaskan risiko dan manfaat DeFi

Para pendukung mata uang kripto dan blockchain menjanjikan banyak hal.

Bagi mereka, teknologi mata uang kripto dan blockchain memberi jalan keluar dari kendali korporasi atas internet, campur tangan pemerintah terhadap kebebasan, kemiskinan, dan hampir semua hal lain yang merugikan masyarakat.

Di Indonesia, aset kripto semakin populer walau – atau mungkin karena – perekonomian dunia melambat. Kementerian Perdagangan mencatat bahwa transaksi inverstasi kripto melonjak lima kali lipat menjadi Rp 370 triliun pada Mei.

Alih-alih manfaat positif, sejauh ini di dunia yang banyak terjadi justru spekulasi keuangan; mata uang kripto populer seperti bitcoin dan dogecoin melambung dan terjun bebas semakin sering.

Lalu, apa guna mata uang kripto dan blockchain?

Sebagai pakar teknologi baru, saya yakin bahwa Desentralisasi Finansial, yang dikenal sebagai DeFi, adalah jawaban terbaik untuk pertanyaan itu. DeFi mengacu pada layanan keuangan yang sepenuhnya beroperasi di jaringan blockchain, bukan melalui perantara seperti bank.

Namun DeFi hadir dengan berbagai risiko yang juga perlu diatasi oleh para developer dan regulator sebelum dapat menjadi layanan arus utama.

Apa itu DeFi?

Pada layanan cara lama, bila kita ingin meminjam uang Rp 100 juta, pertama-tama kita memerlukan beberapa aset atau uang yang sudah ada di bank sebagai jaminan.

Bank kemudian meninjau keuangan kita dan menetapkan tingkat bunga untuk pembayaran kembali pinjaman. Bank memberi kita uang yang berasal dari simpanannya, mengumpulkan pembayaran bunga kita, dan dapat menyita jaminan kita juga kalau kita gagal membayar.

Semuanya bergantung pada bank: bank berada di tengah proses dan kendali atas uang kita.

Hal yang sama berlaku untuk perdagangan saham, manajemen aset, asuransi, dan pada dasarnya di setiap bentuk layanan keuangan yang ada saat ini. Bahkan ketika aplikasi teknologi keuangan seperti Chime, Affirm, atau Robinhood menjalankan proses keuangan secara otomatis, bank masih menempati peran perantara yang sama. Hal itulah yang kemudian menaikkan biaya kredit dan membatasi fleksibilitas peminjam.

DeFi memutar balik sistem aturan ini dengan menempatkan layanan keuangan sebagai aplikasi perangkat lunak terdesentralisasi yang beroperasi tanpa pernah mengambil alih dana pengguna.

Jika kita butuh pinjaman, kita bisa mendapatkannya secara instan hanya dengan menempatkan mata uang kripto sebagai jaminan. Ini menciptakan sebuah “smart contract” yang membantu kita mendapatkan uang dari orang lain yang menyediakan kumpulan dana di blockchain. Proses ini tidak memerlukan petugas bank.

Semua berjalan pada apa yang disebut stablecoin, yang merupakan token seperti mata uang yang biasanya dipatokkan ke dollar AS untuk menghindari perubahan tiba-tiba bitcoin dan mata uang kripto lainnya.

Transaksi juga diselesaikan secara otomatis di blockchain – sebuah buku transaksi digital yang didistribusikan di seluruh jaringan komputer – alih-alih melalui bank atau perantara lain yang mengambil potongan.

ATM Bitcoin menampilkan logo bitcoin di layar
Bitcoin dapat digunakan sebagai jaminan untuk meminjam uang menggunakan DeFi. AP Photo/Charles Krupa

Keuntungannya ada

Transaksi yang dilakukan dengan cara ini bisa lebih efisien, fleksibel, aman, dan berproses otomatis dibanding sistem keuangan tradisional.

Selain itu, DeFi menghilangkan perbedaan antara pelanggan biasa dan individu atau institusi kaya, yang memiliki akses ke lebih banyak produk keuangan.

Siapa pun dapat bergabung dengan kumpulan pinjaman DeFi dan meminjamkan uang kepada orang lain. Risikonya lebih besar dibandingkan dengan dana obligasi atau sertifikat deposito, tapi begitu pun potensi keuntungannya.

Dan itu baru permulaan. Karena layanan DeFi berjalan pada kode perangkat lunak dengan sistem open-source, layanan ini dapat digabungkan dan dimodifikasi dengan cara yang hampir tidak ada habisnya.

Misalnya, layanan dapat secara otomatis mengalihkan dana kita kepada kumpulan jaminan yang berbeda tergantung mana yang menawarkan keuntungan terbaik untuk investasi kita.

Hasilnya, inovasi pesat yang tampak di e-commerce dan media sosial dapat menjadi normal yang baru dalam layanan keuangan yang baik.

Manfaat ini pula yang menyebabkan pertumbuhan DeFi meroket.

Pada puncak pasar baru-baru ini pada Mei 2021, mata uang kripto senilai lebih dari 80 miliar dolar (sekitar Rp 1,15 kuadriliun) disepakati dalam kontrak-kontrak DeFi; pada tahun sebelumnya, jumlah total tidak sampai 1 miliar dolar (Rp 14,4 triliun) dari tahun sebelumnya. Nilai total pasar adalah 69 miliar dolar (Rp 993 triliun) pada 3 Agustus 2021.

Jumlah itu hanya “setetes” dalam sektor keuangan global senilai 20 triliun dolar (Rp 288 ribu kuadriliun), yang menunjukkan ada banyak ruang di DeFi untuk pertumbuhan yang lebih besar.

Saat ini, sebagian besar pengguna adalah pedagang mata uang kripto berpengalaman; DeFi belum dijamah oleh para investor pemula seperti mereka yang telah berbondong-bondong bermain di platform seperti Robinhood. Bahkan di antara pemegang mata uang kripto, hanya 1% yang sudah mencoba DeFi.

Janet Yellen duduk di meja sambil memegang salinan pidato di tangannya
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen dan pembuat kebijakan lainnya sedang mempertimbangkan cara untuk mengatur keuangan terdesentralisasi. AP Photo/Virginia Mayo

Tapi risiko juga ada

Walau saya meyakini potensi DeFi memang menarik, ada juga faktor-faktor serius yang perlu dikhawatirkan.

Bloackchain tidak dapat menghilangkan risiko yang melekat dalam investasi; risiko adalah konsekuensi umum yang akan terus menyertai potensi keuntungan.

Dalam hal ini, DeFi dapat meningkatkan volatilitas mata uang kripto yang sudah tinggi. Banyak layanan DeFi memfasilitasi leverage, yaitu ketika investor pada dasarnya meminjam uang untuk memperbesar keuntungan mereka tapi menghadapi risiko kerugian yang lebih besar.

Apalagi, dalam DeFi, tidak ada bankir atau regulator yang bisa mengirim kembali dana yang telah ditransfer atas kesalahan sistem.

Pun tidak ada orang yang dapat membayar kerugian investor ketika peretas menemukan kerentanan dalam smart contract atau aspek lain dari layanan DeFi.

Hampir 300 juta dolar (Rp 4,3 triliun) telah dicuri dalam dua tahun terakhir.

Perlindungan utama terhadap kerugian tak terduga yang tersedia hanyalah imbauan agar pengguna berhati-hati, yang tidak akan dianggap cukup untuk menggantikan kerugian keuangan.

Beberapa layanan DeFi tampak melanggar kewajiban sesuai aturan di Amerika Serikat (AS) dan wilayah hukum negara-negara lain, seperti tidak melarang transaksi oleh teroris, atau mengizinkan anggota masyarakat umum untuk berinvestasi dalam aset turunan. Bahkan sebenarnya tidak jelas apakah syarat-syarat regulasi ini dapat diterapkan di DeFi tanpa perantara tradisional.

Bahkan pasar keuangan tradisional yang sangat matang dan teregulasi dengan baik bisa mengalami guncangan dan kehancuran akibat risiko tersembunyi, seperti yang terjadi pada 2008 ketika ekonomi global hampir luluh lantak karena sebagian kecil pelaku di Wall Street.

DeFi membuat jaringan-jaringan tersembunyi semakin mudah dibuat, yang tentu saja dapat membuat kehancuran yang tak kalah spektakuler.

Para pembuat peraturan di AS dan di tempat lain semakin banyak berbicara tentang cara untuk mengendalikan risiko ini. Misalnya, mereka mulai mendorong layanan DeFi untuk mematuhi persyaratan anti pencucian uang dan mempertimbangkan untuk mengatur stablecoin.

Namun sejauh ini mereka hanya baru mulai menyentuh permukaan terkait apa yang mungkin diperlukan.

Internet telah berulang kali menghancurkan kekuatan perantara yang menghambat, dari agen travel hingga penjual mobil.

DeFi adalah contoh lain bagaimana perangkat lunak berdasarkan standar terbuka berpotensi mengubah situasi secara dramatis. Namun, developer dan regulator perlu meningkatkan kinerja mereka sendiri untuk dalam mewujudkan potensi ekosistem keuangan baru ini.


Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now