Menu Close
Gambar ini diproduksi oleh algoritma AI dari jaringan saraf buatan “Deep Dream Generator’. lylejk/flickr

Apakah kecerdasan buatan adalah pembunuh pekerjaan?

Akhir-akhir ini peringatan soal bahaya kecerdasan buatan (artificial intelligence atau kerap dikenal AI) melimpah.

Nabi modern, seperti fisikawan Stephen Hawking dan investor Elon Musk, meramalkan kejatuhan manusia yang akan segera terjadi. Dengan munculnya kecerdasan umum buatan dan program kecerdasan yang dirancang sendiri, AI jenis baru yang lebih cerdas akan lahir. AI canggih ini akan dengan cepat menciptakan mesin yang lebih cerdas yang pada akhirnya akan melampaui kemampuan manusia.

Ketika kita mencapai yang disebut singularitas teknologi AI, pikiran dan tubuh kita akan menjadi usang. Manusia bisa bergabung dengan mesin dan terus berkembang sebagai cyborg.

Apakah masa depan seperti ini yang benar-benar yang akan kita hadapi?

Warna-warni AI pada masa lalu

Tidak juga.

AI, sebuah disiplin ilmiah yang berakar pada ilmu komputer, matematika, psikologi, dan ilmu saraf, bertujuan menciptakan mesin yang meniru fungsi kognitif manusia seperti pembelajaran dan pemecahan masalah.

Sejak 1950-an, robot telah memasuki imajinasi publik. Namun, dalam sejarahnya, keberhasilan AI sering diikuti oleh kekecewaan-yang sebagian besar disebabkan oleh ramalan para visioner teknologi yang terlampau berlebihan.

Pada 1960, salah satu pendiri bidang AI, Herbert Simon, meramalkan bahwa “mesin akan mampu, dalam dua puluh tahun, melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan seorang pria.” (Dia tidak mengatakan apa pun tentang perempuan.)

Marvin Minsky, pelopor jaringan saraf tiruan, lebih blak-blakan, “dalam satu generasi,” kata dia, “… masalah bagaimana membuat ‘kecerdasan buatan’ secara substansial akan dapat dipecahkan”.

Tapi ternyata Niels Bohr, fisikawan Denmark awal abad ke-20, benar saat dia (dilaporkan) berkata, “Prediksi itu sangat sulit, apalagi tentang masa depan.”


Baca juga: AI dapat memprediksi kelanggengan cinta berdasarkan cara Anda bicara dengan pasangan


Saat ini, kemampuan AI mencakup pengenalan suara, performa unggul di permainan strategi seperti catur dan Go, mobil berjalan sendiri (self-driving cars), dan kemampuan menguak pola tersembunyi yang tertanam dalam data kompleks.

Beragam kemampuan ini tak sampai membuat manusia jadi tidak relevan.

Pemain Go Cina Ke Jie bereaksi saat pertandingan keduanya melawan program kecerdasan buatan Google. 25 Mei 2017. Reuters

Euforia neuron baru

Tapi AI sedang berkembang cepat. Euforia AI terbaru dipicu pada 2009 oleh pembelajaran jaringan saraf mendalam (learning of deep neural networks yang jauh lebih cepat. (Istilah deep learning mengacu pada melatih jaringan saraf buatan untuk mengidentifikasi pola dari sekumpulan data).

Kecerdasan buatan terdiri dari kumpulan besar unit komputasi yang disebut neuron buatan yang saling terhubung. Mereka bisa secara bebas dianalogikan seperti kumpulan saraf di otak kita. Untuk melatih jaringan ini “berpikir”, para ilmuwan memberikan banyak masalah, yang sudah ada jawabannya, untuk dipecahkan.

Salah satu contoh masalah sebagai berikut: kami menunjukkan sekumpulan gambar jaringan tubuh, masing-masing diberi catatan diagnosis kanker atau tanpa kanker, pada jaringan neuron buatan untuk menghitung probabilitas kanker.

Respon jaringan neuron buatan itu kemudian kami bandingkan dengan jawaban yang benar, menyesuaikan hubungan antara “neuron” dengan setiap kecocokan yang gagal. Kami kemudian mengulangi prosesnya, menyempurnakan semuanya, sampai sebagian besar tanggapan sesuai dengan jawaban yang benar.

Pada akhirnya, jaringan saraf buatan ini akan siap melakukan apa yang biasanya dilakukan oleh ahli patologi: memeriksa gambar jaringan untuk memprediksi kemungkinan kanker.

Ini mirip dengan cara seorang anak belajar memainkan alat musik: dia mempraktikkan dan mengulang lagu sampai sempurna. Pengetahuannya disimpan dalam jaringan saraf, tapi mekanisme bagaimana seorang anak belajar memainkan musik tak mudah dijelaskan.

Jaringan dengan banyak lapisan “neuron” (karena itu disebut jaringan saraf “dalam”) berhasil diaplikasikan secara praktis hanya ketika para peneliti mulai menggunakan banyak prosesor paralel pada chip grafis untuk pelatihan mereka.

Kondisi lain yang mendorong keberhasilan _deep learning _adalah banyaknya kumpulan soal untuk dipecahkan. Dengan menambang internet, jejaring sosial dan Wikipedia, para peneliti membuat koleksi gambar dan teks yang besar. Ini memungkinkan untuk melatih mesin mengelompokkan gambar, mengenali ucapan, dan menerjemahkan bahasa.

Jaringan saraf mendalam sudah melakukan tugas-tugas ini hampir sama seperti manusia.

AI tidak tertawa

Tapi performa bagus mereka hanya terbatas pada tugas-tugas tertentu.

Para ilmuwan belum melihat peningkatan kemampuan AI dalam memahami makna dari gambar dan teks. Jika kita menunjukkan kartun Snoopy ke jaringan mendalam yang terlatih, dia dapat mengenali bentuk dan objek–seekor anjing di sini, anak laki-laki di sana–tapi tidak akan menguraikan makna (atau melihat humornya).

Kami juga menggunakan jaringan saraf untuk meningkatkan gaya penulisan anak-anak. Alat kami menyarankan perbaikan dalam bentuk, ejaan, dan tata bahasa dengan cukup baik, namun tidak berdaya bila menyangkut struktur logis, penalaran, dan alur gagasan.

Model saat ini bahkan tidak memahami komposisi sederhana anak sekolah berusia 11 tahun.

Serial televisi sukses ‘Westworld’ oleh Jonathan Nolan dan Lisa Joy, menggambarkan hubungan kita dengan karakter AI.

Kinerja AI juga dibatasi oleh jumlah data yang tersedia. Dalam penelitian AI saya sendiri, misalnya, saya menerapkan jaringan saraf mendalam ke diagnosa medis, yang terkadang menghasilkan diagnosis yang sedikit lebih baik daripada di masa lalu, tapi peningkatannya tidak luar biasa.

Salah satu sebabnya adalah tidak tersedia koleksi data pasien yang besar untuk menyuapi mesin cerdas ini. Data rumah sakit yang ada saat ini tidak dapat menangkap interaksi yang kompleks antara psikologi dan fisik yang menyebabkan penyakit seperti jantung koroner, migrain atau kanker.

Robot mencuri pekerjaan Anda

Jadi, para manusia, tak perlu takut. Ramalan soal singularitas AI masih jauh dari kenyataan, kita tidak dalam bahaya menjadi tidak relevan.

Kemampuan AI memperkaya karya fiksi ilmiah dalam bentuk novel dan film, serta menjadi bahan perdebatan filosofis yang menarik. Namun kita belum sampai pada tahap terciptanya mesin yang dapat meningkatkan kemampuannya secara mandiri yang mampu menghasilkan kecerdasan buatan secara keseluruhan. Selain itu tidak ada indikasi bahwa kecerdasan buatan bisa berkembang tanpa batas.

‘Saya minta maaf Dave saya khawatir saya tidak dapat melakukan itu’: jawaban ikonik oleh komputer AI Hal 9000 di ‘2001: A Space Odysssey’ oleh Kubrick.

Jaringan saraf mendalam, tak bisa dipungkiri, pasti mengotomatisasi banyak pekerjaan. AI akan mengambil pekerjaan kita, membahayakan keberadaan pekerja manual, ahli diagnosa medis, dan mungkin, pada suatu hari yang akan saya ratapi, juga para profesor ilmu komputer.

Robot sudah menaklukkan Wall Street. Penelitian menunjukkan bahwa “agen kecerdasan buatan” dapat menyebabkan sekitar 230 ribu pekerjaan di sektor keuangan hilang pada 2025.

Di tangan yang salah, kecerdasan buatan sangat berbahaya. Virus komputer baru dapat mendeteksi pemilih yang belum memutuskan pilihan dan membombardir mereka dengan berita yang disesuaikan untuk menggoyang pemilihan.

Amerika Serikat, Cina, dan Rusia sudah berinvestasi dalam senjata otonom menggunakan AI di pesawat tak berawak, kendaraan tempur, dan robot tempur, yang menyebabkan perlombaan senjata berbahaya.

Nah, itu sesuatu yang mungkin harus kita cemaskan.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,000 academics and researchers from 4,940 institutions.

Register now