Menu Close

Blog

Aristides Katoppo: tokoh pers nasional dan salah satu pendiri Conversation Indonesia meninggal

Aristides Katoppo Courtesy of Bea Wiharta.

Salah satu dari pendiri The Conversation Indonesia Aristides Katoppo meninggal pada usia ke-81 tahun di Jakarta pada Minggu kemarin.

Jasadnya dikremasi hari ini di Oasis Lestari, Tanggerang, Banten.

Aristides adalah tokoh jurnalis nasional dan aktivis lingkungan hidup. Ia berperan besar dalam pendirian berbagai organisasi media juga organisasi lingkungan dan organisasi sosial.

Sinar Harapan

Lahir pada 1938 di Tomohon, Sulawesi Utara, Aristides memulai karir jurnalistiknya sebagai reporter di PIA (Persbiro Indonesia Aneta) dan juga sebagai stringer untuk New York Times selama pemerintahan Sukarno berada pada puncak kekuasaannya.

Dia termasuk salah satu jurnalis yang mendirikan harian sore Sinar Harapan pada 1961. Pemerintahan Soeharto berkali-kali membredel surat kabar tersebut karena liputan Aristides. Pada 1972, setelah koran ini menerbitkan ihwal anggaran negara yang belum resmi diterbitkan oleh pemerintah, Soeharto mencabut surat izin terbit Sinar Harapan. Pemerintah kembali mengizinkan Sinar Harapan dengan syarat Aristides harus meninggalkan ruang redaksi.

Pada tahun yang sama, setelah menerima ancaman dari militer yang mengancam keamanan keluarganya, Aristides terbang ke Amerika Serikat dan mendapat beasiswa John S. Knight Journalism Fellowship di Universitas Stanford.

Ketika kembali ke Indonesia pada 1975, Aristides lebih banyak terlibat dalam bidang manajemen penerbitan. Ia membangun tabloid Mutiara dan penerbitan buku Sinar Harapan Pustaka.

Soeharto kembali menutup Sinar Harapan pada 1986. Empat tahun setelah berakhirnya pemerintahan Soeharto pada 1998, Sinar Harapan kembali bangkit dan Aristides pun ditunjuk sebagai pemimpin redaksi. Surat kabar sore tersebut akhirnya ditutup pada akhir tahun 2015 karena kesulitan keuangan. Namun ia tetap mendorong sekelompok jurnalis muda dari Sinar Harapan untuk membawa Sinar Harapan ke ranah online.

“Seorang sahabat, guru, dan pendekar”

Aristides mulai terlibat dengan The Conversation Indonesia pada 2015 sebagai bagian dari Dewan Penasehat yang dibentuk oleh Sangkot Marzuki (Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan juga saya sendiri, dengan dukungan Andrew Jaspan selaku pendiri The Conversation.

Dia langsung melihat nilai misi dari The Conversation untuk menyediakan jurnalisme berbasis bukti dengan membuat penelitian dan pengetahuan dari universitas dan pusat penelitian dapat diakses oleh masyarakat umum.

Dia menyatakan bahwa: “Banyak orang di Indonesia telah lama berharap agar penelitian dari Indonesia bisa lebih dikenal di luar dunia akademis dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan mempopulerkan penelitian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, para peneliti dan ilmuwan Indonesia tidak hanya akan memenuhi kebutuhan dan tugas pada institusi mereka tapi juga pada tanggung jawab sosial”.

Bersama Sangkot Marzuki, ahli biologi konservasi Jatna Supriatna, dan pengacara Tuti Hadiputranto ia turut mendirikan The Conversation Indonesia pada 2017. Aristides kemudian menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina The Conversation Indonesia.

Ahli ilmu kelautan Gino V. Limmon dari Universitas Pattimura Ambon mengatakan Aristides selalu menekankan kepadanya bahwa penelitian harus diketahui oleh masyarakat umum.

“Dia selalu menekankan bahwa para ilmuwan harus menulis dalam bahasa yang populer agar orang awam dapat memahami apa yang kita lakukan dan apa yang kita temukan,” kata Gino.

Gino yang juga menjadi anggota Dewan Pengawas The Conversation Indonesia, mengingat kembali momennya yang paling mengesankan bersama Aristides. Dia mengatakan bahwa Aristides bertanya kepadanya apakah dia melakukan penelitian dengan ikhlas. “Saya menjawab ya, sangat ikhlas. Beliau tersenyum dan mengatakan ‘itu sangat bagus sekali, karena kalau kita bekerja dengan iklas maka semua pasti akan akan berhasil dengan baik’,” kata Gino.

Jatna Supriatna mengingat sosok Aristides sebagai “seorang sahabat, guru, dan pendekar hak asasi manusia dan dan lingkungan”.

Sebagai seorang pendaki gunung yang rajin, Aristides mencintai alam. Aristides juga membantu mendirikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Ia juga menjadi salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan juga Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Semoga jiwanya berisirahat dalam damai dan warisannya terus berlanjut.

Selamat jalan menuju keabadian Pak Tides.


Fahri Nur Muharom menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now