tag:theconversation.com,2011:/au/topics/kerja-41205/articlesKerja – The Conversation2023-10-05T02:36:41Ztag:theconversation.com,2011:article/2148522023-10-05T02:36:41Z2023-10-05T02:36:41ZBI Checking bagi pelamar kerja oleh perusahaan: apakah etis untuk dilakukan?<p>Diskusi pengecekan <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1609956/apa-arti-skor-kredit-buruk-dan-bagaimana-memperbaikinya">skor <em>BI Checking</em></a> calon pegawai saat melamar pekerjaan tengah hangat diperbincangkan. Belakangan, kasus gagalnya calon pelamar kerja karena skor kredit yang buruk jadi sorotan tajam.</p>
<p>Banyak perusahaan, khususnya perusahaan keuangan, melakukan pengecekan skor kredit calon pegawainya dengan tujuan melihat apakah calon pegawai tersebut terlibat masalah finansial atau tidak. </p>
<p>Menanggapi topik ini, <a href="https://finance.detik.com/fintech/d-6893761/kemnaker-tak-ada-aturan-bi-checking-jadi-syarat-calon-pekerja">Kementerian Tenaga Kerja menjelaskan</a> bahwa pemberlakuan pengecekan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) itu dikembalikan lagi kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Dalam aturan pemerintah pun tidak terdapat kebijakan pengecekan BI Checking pada proses rekrutmen pekerja.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/3-alasan-perusahaan-tolak-pelamar-yang-punya-tunggakan-utang-dan-skor-kreditnya-buruk-212530">3 alasan perusahaan tolak pelamar yang punya tunggakan utang dan skor kreditnya buruk</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Bagaimana menurut akademisi mengenai pengecekan skor kredit dalam proses rekrutmen tenaga kerja ini?</p>
<p>Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berdiskusi dengan Ayunita Nur Rohanawati, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).</p>
<p>Ayunita berpendapat perusahaan sah-sah saja melakukan pengecekan skor kredit ini sebagai salah satu tahapan penyaringan calon pegawai. Namun, perlu juga ada konfirmasi ulang kepada calon pegawai apabila skor kredit kandidat pekerja tersebut bermasalah.</p>
<p>Simak episode selengkapnya di SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/214852/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Diskusi pengecekan skor BI Checking calon pegawai saat melamar pekerjaan tengah hangat diperbincangkan. Belakangan, kasus gagalnya calon pelamar kerja karena skor kredit yang buruk jadi sorotan tajam…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2109722023-08-04T01:28:16Z2023-08-04T01:28:16ZPerlukah kita berteman dengan kolega di kantor? Ini kata riset<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/541141/original/file-20230804-17-zdq7c6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5990%2C3981&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tempat kerja berfungsi lebih baik ketika rekan kerja memiliki hubungan yang baik satu sama lain.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/group-businesswoman-sitting-shade-on-stairslooking-1010020015">Kaewmanee jiangsihui/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Ketika saya masih remaja dan di usia sekitar 20-an, saya tidak terlalu memikirkan pentingnya untuk menyukai rekan-rekan kerja saya. Pada saat itu, saya bekerja sebagai pelayan di sebuah restauran di Toronto, dan salah satu pengalaman yang saya dapat adalah mengenai pertemanan dengan kolega saya.</p>
<p>Namun, ketika saya menjadi profesor di universitas sekaligus pengajar para pekerja profesional, saya menyadari pentingnya membangun relasi di tempat kerja. Kini, saya menyadari bahwa <a href="https://doi.org/10.1111/0033-3352.00172">tempat kerja dapat terasa lebih nyaman</a> ketika para pekerjanya memiliki hubungan baik satu sama lain.</p>
<p>Temuan ini berbeda dengan sentimen umum yang saya lihat selama lebih dari 20 tahun bekerja dengan karyawan lainnya: berteman dengan rekan kerja itu tak penting. Meskipun sentimen macam ini juga dapat dipahami, tapi ini tidak ada gunanya - apalagi ketika kita bekerja dengan individu yang sulit bisa akur dengan kita.</p>
<h2>Jenis-jenis pertemanan di tempat kerja</h2>
<p>Sekitar 30% warga Amerika Utara <a href="https://doi.org/10.33423/jop.v19i5.2517">mengatakan bahwa mereka memiliki sahabat di tempat kerja</a>. Sisanya melaporkan bahwa mereka memiliki teman kerja biasa saja. </p>
<p>Sangat berguna untuk membedakan berbagai jenis pertemanan, karena tidak semua hubungan memberikan manfaat yang sama. Dengan menentukan jenis pertemanan, dan memahami manfaatnya masing-masing, kita dapat membuat keputusan berdasarkan informasi tentang apakah berinvestasi dalam hubungan tertentu membawa manfaat.</p>
<p>Dengan merujuk pada <a href="https://doi.org/10.1080/10570319809374611">penelitian psikologis terdahulu</a> tentang <a href="https://doi.org/10.1088/1757-899X/390/1/012064">berbagai jenis pertemanan di tempat kerja</a>, bersama dengan pengalaman saya bekerja dengan ribuan manajer dan pimpinan, saya membuat empat kategori pertemanan di kantor.</p>
<p><strong>1. Sahabat di kantor.</strong> Ini adalah jenis pertemanan yang sangat dekat dan ditandai dengan adanya hal-hal personal yang saling diungkapkan. Sahabat tempat kerja menghargai temannya, jujur, dan dapat dipercaya.</p>
<p><strong>2. Teman dekat di kantor.</strong> Ini adalah pertemanan yang erat, tetapi tidak sampai ke level sahabat. Kebanyakan orang dalam hubungan ini ingin tetap berteman baik, bahkan jika satu orang meninggalkan tempat kerja tersebut.</p>
<p><strong>3. Teman kantor.</strong> Hubungan ini memiliki beberapa kriteria yang sama seperti di atas, tetapi kecil kemungkinannya untuk bertahan di luar pekerjaan. Umumnya, tak banyak hal-hal pribadi yang diungkapkan satu sama lain. Teman seperti ini biasanya tipe orang yang bisa kamu ajak makan siang atau <em>ngopi</em>.</p>
<p><strong>4. Rekan sekantor.</strong> Ini merujuk pada seseorang yang mungkin sering kamu temui di kantor, tapi interaksimu dengan mereka hanya sebatas bertukar senyum atau basa-basi singkat.</p>
<h2>Keuntungan pertemanan sekantor</h2>
<p>Pertemanan di tempat kerja meningkatkan <a href="https://doi.org/10.1007/s12144-022-03949-4">inovasi, perasaan aman secara psikologis</a>, dan belas kasih. Saat atasan menciptakan suasana seimbang di kantor dan bersahabat dengan para karyawannya, <a href="https://hbr.org/2020/10/todays-leaders-need-vulnerability-not-bravado">ini dapat mendorong keterbukaan emosional, kemampuan beradaptasi, dan kerendahan hati</a>, yang diperlukan di lingkungan bisnis masa kini.</p>
<p>Elton Mayo, salah satu penemu teori organisasi modern, menyadari bahwa <a href="https://ia600205.us.archive.org/14/items/socialproblemsof00mayo/socialproblemsof00mayo.pdf">hubungan sosial-emosional di tempat kerja</a> <a href="https://hbr.org/2014/12/what-bosses-gain-by-being-vulnerable">penting bagi kinerja</a> karyawan.</p>
<p>Namun, sekadar berbagi informasi dengan orang lain tak membangun peluang ini — perlu adanya pertukaran yang bersifat emosional. Pertukaran emosional memerlukan seseorang untuk terbuka akan perasaan dan kekhawatirannya, hal yang tidak ada dalam pertukaran informasi biasa.</p>
<p>Karena pertukaran emosional ini, <a href="https://doi.org/10.1111/peps.12109">pertemanan di tempat kerja bisa jadi sulit</a>. Mereka membutuhkan <a href="https://doi.org/10.1177/0265407518761225">investasi waktu yang signifikan</a> dan kepercayaan serta pengungkapan diri, <a href="https://theconversation.com/why-do-%20kami-menemukan-mencari-teman-baru-sangat-sulit-sebagai-dewasa-171740">yang bisa menakutkan</a> bagi beberapa orang.</p>
<h2>Jenis hubungan apa yang layak untuk dibangun?</h2>
<p>Menjalin dan menjaga pertemanan di tempat kerja <a href="https://www.gallup.com/workplace/397058/increasing-importance-best-friend-work.aspx">menjadi semakin penting bagi orang-orang</a> semenjak pandemi. Dengan semakin umumnya bekerja jarak jauh dan <em>hybrid</em>, pertemanan di tempat kerja berperan penting dalam memberikan dukungan sosial dan emosional yang dibutuhkan para pekerja.</p>
<p>Sahabat di kantor memberikan paling banyak keuntungan karena jenis hubungan ini menawarkan paling banyak peluang untuk pertukaran emosi antara rekan kerja. Manfaatnya termasuk <a href="https://doi.org/10.1111/spc3.12087">meningkatkan kebahagiaan</a>, produktivitas, dan <a href="https://doi.org/10.1016/j.jeconbus.2016.10.004">motivasi</a> karyawan. </p>
<p>Namun, <a href="https://doi.org/10.1111/pere.12455">hubungan sedekat ini sulit dibangun</a> dan cenderung <a href="https://doi.org/10.1111/peps.12109">melelahkan</a>, sehingga jenis hubungan ini <a href="https://doi.org/10.1088/1757-899X/390/1/012064">lebih jarang terjadi dibanding tipe lainnya</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Dua orang pria berbusana kerja mengobrol di atap gedung." src="https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541148/original/file-20230804-13675-1odvn6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Membangun dan menjaga pertemanan menjadi semakin penting bagi pekerja semenjak pandemi dimulai.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/two-asian-business-executives-talking-city-213923599">imtmphoto/shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Teman dekat dan teman sekantor adalah tipe-tipe hubungan yang paling mungkin memberikan manfaat ini tanpa membuat lelah secara emosional dan tak sulit untuk dikelola. Namun, penting untuk dicatat bahwa berteman dekat juga memiliki tantangan-tantangan yang sama dengan memiliki sahabat sekantor – termasuk risiko yang lebih tinggi akan terjadinya konflik terkait pelimpahan beban kerja.</p>
<p>Rekan sekantor adalah tipe hubungan di tempat kerja yang tak menawarkan keuntungan apa pun. Jika kamu ingin mendapatkan banyak hal di tempat kerja, hal terbaik yang bisa kamu dapatkan adalah berusaha membangun pertemanan.</p>
<h2>Tak membangun pertemanan bisa merugikan</h2>
<p>Namun, bagaimana jika kamu punya kolega yang kamu tak suka? Daripada berusaha tersenyum dan sabar menghadapi keberadaan mereka, kamu bisa membuat pilihan untuk menjauhkan diri. Ini bisa saja berarti melepaskan peranmu, atau menjaga jarak tanpa mengorbankan kemampuan untuk bekerja.</p>
<p>Meskipun menghindari orang yang tidak kamu sukai dapat membantu, hal itu sering kali menantang untuk dilakukan di tempat kerja. Selain itu, bersikap tidak ramah di tempat kerja — baik karena menjalin pertemanan dirasa terlalu sulit atau karena kamu menghindari orang tertentu — dapat membuat pekerjaanmu terasa <a href="https://www.gallup.com/cliftonstrengths/en/406298/%20mengapa-memiliki-sahabat-pekerjaan-penting.aspx">kurang menyenangkan</a>.</p>
<p>Pekerja yang kurang berteman biasanya <a href="https://doi.org/10.1108/JOEPP-06-2018-0034">lebih sedikit mendapatkan makna dari pekerjaan mereka</a> dan memiliki <a href="https://doi.org/10.1016/%20j.paid.2020.109944">lebih sedikit peluang untuk maju</a>. Keengganan untuk membangunan pertemanan juga dapat menyebabkan tingkat <a href="https://www.researchgate.net/publication/232518458_Loneliness_Human_Nature_and_the_Need_for_Social_Connection">kesepian dan isolasi</a> lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat membuatmu sakit.</p>
<h2>Perspektif baru</h2>
<p>Jika kamu memutuskan untuk mempertahankan hubungan pertemanan dengan rekan kerja yang tidak kamu sukai, ada beberapa strategi yang dapat kamu gunakan untuk membangun hubungan kerja yang produktif dengan mereka. Salah satu strategi ini melibatkan penggunaan pembingkaian ulang yang positif demi mengubah caramu berpikir dan menginterpretasikan perilaku kolegamu.</p>
<p>Menggunakan metafora untuk mengubah perspektif bisa menjadi cara yang berguna untukmu mencapai hal tersebut. Salah satu metafora yang sangat berguna adalah menyamakan kolegamu dengan sebuah buku. Saat membaca buku, meskipun menyenangkan, mungkin ada bagian yang tidak kamu sukai dan kamu abaikan. Namun, kamu tidak mengabaikan keseluruhan buku tersebut.</p>
<p>Menerapkan metafora ini kepada rekan kerja dapat membantumu menonjolkan bagian yang kamu sukai dari seseorang, sembari melepaskan bagian yang kurang diinginkan. Penting untuk mengetahui bahwa tidak ada orang yang sempurna — di dalam atau di luar pekerjaan.</p>
<p>Meskipun akan selalu ada rekan kerja yang tidak kamu pedulikan, dengan pembingkaian ulang, kamu dapat membantu menciptakan tempat kerja yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar kamu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210972/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stephen Friedman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Berteman di tempat kerja dapat meningkatkan kebahagiaan, produktivitas, dan membantumu memanfaatkan waktu dengan lebih baik. Tak berteman dapat membuat pekerjaan kurang menyenangkan dan menarik.Stephen Friedman, Adjunct Professor of Organizational Studies, Schulich School of Business, York University, CanadaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2106382023-07-30T23:02:16Z2023-07-30T23:02:16ZBagaimana laki-laki bisa jadi panutan untuk wujudkan inklusivitas gender di tempat kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/540035/original/file-20230730-15-fgzsw9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=5%2C0%2C992%2C666&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kesetaraan gender di tempat kerja.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/happy-proud-excited-indian-ethnicity-employee-1770073400">fizkes/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dari penggambaran budaya populer <a href="https://www.penguin.co.uk/books/275430/girlboss-by-amoruso-sophia/9780241217931b">#girlboss</a> (sering digunakan untuk menyebut perempuan pekerja keras) hingga berbagai saran dan buku tentang bagaimana perempuan seharusnya “<a href="https://leanin.org/book">bersandar</a>” untuk memajukan karier mereka, diskusi tentang kesetaraan gender di tempat kerja cenderung berfokus pada bagaimana <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1467-8551.12320">pemimpin perempuan dapat menjadi panutan</a> untuk perempuan lainnya. Meskipun buku, nasihat dan pelatihan-pelatihan tentang kepemimpinan di tempat kerja seringkali tampak netral gender, kebanyakan masih belum menyentuh perihal tanggung jawab pemimpin untuk mendorong inklusivitas gender itu sendiri.</p>
<p>Penelitian menunjukkan bahwa untuk menciptakan organisasi yang benar-benar inklusif gender, laki-laki juga dapat – bahkan harus – menjadi panutan untuk kesetaraan gender.</p>
<p><a href="https://bristoluniversitypress.co.uk/men-stepping-forward">Cuthbert*</a>, pemimpin senior di perusahaan global yang saya wawancara sebagai bagian dari penelitian saya, bisa menjadi satu contoh bagaimana laki-laki dapat membantu mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.</p>
<p>Sebelumnya dia pikir dia sudah melakukan cara yang benar dalam mendorong kesetaraan gender di kantornya, dengan cara berhati-hati agar tidak bias saat merekrut karyawan dan berusaha mendukung perempuan di kantornya dengan, misalnya, memberikan mereka bimbingan untuk pengembangan karier.</p>
<p>Namun, selama sesi mentoring dengan Phillipa, salah satu <em>mentee</em>-nya (orang yang diberikan mentoring), Cuthbert menyarankan padanya untuk mencontoh perempuan lain yang bisa jadi panutan jika ia ingin bisa memajukan kariernya.</p>
<p>Hampir pada waktu yang sama, Cuthbert juga membimbing karyawan laki-laki bernama Ben. Dalam salah satu sesi tersebut, Cuthbert menyarankan agar Ben menjadi panutan bagi orang lain.</p>
<p>Jika melihat percakapan dalam dua sesi mentoring ini, ada perbedaan nasihat yang diberikan kepada kedua <em>mentee</em>-nya: menemukan panutan dan menjadi panutan.</p>
<p>Ben dan Phillipa mungkin memang membutuhkan saran yang berbeda untuk pengembangan karier mereka masing-masing. Namun, apa yang dilakukan Cuthbert secara kebetulan <a href="https://research.cbs.dk/en/publications/there-is-no-ilean-ini-for-men">membuktikan kebenaran penelitian</a> yang mengungkap bahwa perempuan sering kali dituntut untuk mencari panutan, sedangkan laki-laki didorong untuk menjadi panutan.</p>
<p>Penelitian tersebut juga mempertanyakan mengapa ada banyak buku tentang kepemimpinan perempuan, sementara literatur tentang kepemimpinan laki-laki hampir tidak ada. Ini karena kepemimpinan laki-laki sudah dianggap hal yang lumrah. Buku-buku umum tentang kepemimpinan seringkali tidak berbicara tentang bagaimana para pemimpin bisa lebih inklusif gender.</p>
<p>Dalam sebuah artikel pada jurnal <a href="https://doi.org/10.1111/emre.12372">European Management Review</a>, saya mendefinisikan para pembawa perubahan (<em>change-maker</em>) - atau lebih populer disebut agen perubahan - sebagai orang yang memimpin organisasi mereka menuju inklusivitas. Untuk membuat perubahan dalam hal kesetaraan gender di tempat kerja, mereka perlu menyadari bahwa nasihat yang mereka berikan kepada orang yang mereka bimbing mungkin, nyatanya, masih memiliki kesenjangan dalam dimensi gender.</p>
<p>Hal ini berlaku baik bagi perempuan maupun laki-laki yang berperan sebagai mentor. Namun, karena <a href="https://www.weforum.org/reports/global-gender-gap-report-2022/in-full/2-4-gender-gaps-in-leadership-by-industry-and-cohort/">laki-laki umumnya masih lebih dominan (<em>overrepresented</em>)</a> menempati posisi senior di kantor, mereka punya peluang lebih besar untuk menjadi mentor. Ini membuat semakin pentingnya mereka untuk mengetahui bagaimana menjadi pemimpin yang memimpin keberagaman gender.</p>
<h2>Menciptakan perubahan</h2>
<p>Dalam <a href="https://bristoluniversitypress.co.uk/men-stepping-forward">buku</a> terbaru saya, saya menjabarkan tiga perbedaan sikap laki-laki tentang kesetaraan gender di tempat kerja. Beberapa dari mereka memang telah mendukung kesetaraan gender dari dulu dan memiliki gagasan yang cukup bagus tentang apa yang harus dilakukan. Beberapa lainnya cenderung mengalami kesulitan menghubungkan antara kebutuhan akan kesetaraan gender dengan pencapaian prestasi. Tetapi ada juga kelompok ketiga, yaitu laki-laki yang ingin mempromosikan kesetaraan gender, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.</p>
<p>Selama melakukan <a href="https://doi.org/10.1111/emre.12372">penelitian</a>, saya menemukan bahwa kelompok yang ingin mempromosikan kesetaraan gender dapat memperoleh manfaat dari mempelajari cara menjadi agen perubahan untuk kesetaraan gender. Kemudian, calon agen perubahan ini bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang memungkinkan mereka membuat perbedaan melalui tindakan mereka.</p>
<p>Hal pertama, dan penting, yang bisa mereka lakukan penting untuk memikirkan alasan personal dalam mendukung kesetaraan gender. Pemimpin laki-laki perlu menciptakan lingkungan yang membuka ruang bagi semua orang yang bekerja padanya untuk dapat mengambil tindakan yang dapat mewujudkan kesetaraan gender. Contohnya bisa dalam bentuk tindakan sederhana, seperti menegaskan pentingnya program kesetaraan gender – jika ada karyawan menentang gagasan tersebut.</p>
<p>Agen perubahan juga harus menjadi <em>role model</em> untuk mewujudkan kesetaraan gender di tempat kerja, agar dapat memengaruhi bagaimana karyawan lainnya bersikap dalam kaitannya dengan kesetaraan gender. Seorang <em>role model</em> diharapkan menunjukkan perilaku yang akan dapat ditiru orang lain.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539349/original/file-20230725-27-csjiht.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Banyak tempat kerja mencoba menjadi lebih terbuka terhadap keberagaman.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/portrait-smiling-group-diverse-corporate-colleagues-765674290">Ground Picture/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mencontohkan perilaku inklusif</h2>
<p>Menjadi <em>role model</em> bisa mencakup beragam aktivitas. Selain memberikan mentoring, seperti yang dilakukan Cuthbert dengan Ben dan Phillipa, tugas penting lainnya adalah <a href="https://cord.cranfield.ac.uk/articles/journal_contribution/Linchpin_-_men_middle_managers_and_gender_inclusive_leadership/3491408">menentang perilaku apa pun</a> yang menghalangi upaya penyetaraan gender.</p>
<p>Ini bisa terkait dengan <a href="https://cord.cranfield.ac.uk/articles/journal_contribution/Linchpin_-_men_middle_managers_and_gender_inclusive_leadership/3491408">perekrutan</a> karyawan, misalnya dengan memberi peringatan jika diskusi dalam rekrutmen karyawan dilakukan dengan cara yang bias, atau jika seorang karyawan (yang bias) mencoba mempekerjakan orang lain yang mirip dengan dirinya.</p>
<p>Umumnya, seorang agen perubahan pun mungkin masih meyakini bahwa kemampuan laki-laki dan perempuan diukur dengan cara yang berbeda. Contoh klasiknya adalah jika seorang perempuan cenderung asertif, seringkali ia dianggap agresif. Dalam sebuah rapat, misalnya, mereka mungkin juga akan merespons dengan benar komentar yang disampaikan oleh perempuan yang kerap diabaikan oleh karyawan lainnya - atau berbicara secara personal dengan seseorang yang mengabaikan komentar perempuan itu setelah rapat selesai.</p>
<p>Dalam beberapa situasi, menghadapi perilaku yang tidak mendukung kesetaraan gender secara langsung bisa menjadi cara yang tepat. Namun, pada beberapa situasi lain, melakukan intervensi secara halus bisa jadi lebih efektif. Penting bagi agen perubahan untuk memiliki keterampilan untuk mencari tahu strategi mana yang digunakan dan dalam situasi apa. Inilah jalan menuju <a href="https://bristoluniversitypress.co.uk/men-stepping-forward">kepemimpinan inklusif</a>.</p>
<p>Tentu saja, para pemimpin tersebut mungkin masih melakukan kesalahan atau perlu banyak koreksi. Butuh kesabaran, karena banyak praktik, yang menimbulkan ketidaksetaraan gender di tempat kerja, yang sulit untuk diubah. Namun, sangat penting bagi laki-laki, bukan hanya perempuan, untuk bertindak sebagai agen perubahan dan panutan bagi kesetaraan gender, baik di tempat kerja maupun di luar lingkungan pekerjaan.</p>
<p><em>*Nama telah disamarkan.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210638/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Elisabeth Kelan menerima dana dari Leverhulme Trust Major Research Fellowship (MRF-2019-069) dan dana hibah British Academy (SRG20\200195). Penelitian ini didanai oleh British Academy Mid-Career Fellowship (MD130085) dan KPMG.</span></em></p>Tanggung jawab untuk menciptakan kesetaraan gender di tempat kerja awalnya dibebankan pada perempuan, padahal laki-laki memiliki peran penting untuk mewujudkannya.Elisabeth Kelan, Professor of Leadership and Organisation, University of EssexLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2021332023-03-22T05:09:26Z2023-03-22T05:09:26ZPakar berikan 7 tips untuk merasa bahagia di tempat kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516326/original/file-20230320-22-cepj83.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">bahagia di tempat kerja</span> </figcaption></figure><p>Bekerja adalah sesuatu yang mayoritas dari kita lakukan meskipun hal itu tidak selalu menyenangkan. Entah itu karena jam kerja yang panjang, tugas-tugas yang melelahkan, atau hanya rutinitas yang berulang-ulang setiap hari, pekerjaan terkadang menjadi sesuatu yang harus kita lakukan, bukan yang ingin kita lakukan. </p>
<p>Namun, mengingat rata-rata orang akan menghabiskan <a href="https://www.forbes.com/2010/03/04/happiness-work-resilience-forbes-woman-well-being-satisfaction.html?sh=4521c887126a">90.000 jam dalam seumur hidupnya di tempat kerja</a>, maka masuk akal untuk mencoba menikmatinya selagi kita bisa. Jadi, apa yang bisa kita lakukan agar lebih merasa bahagia di tempat kerja dan mengurangi stres? </p>
<p>Saya adalah kepala peneliti dalam <a href="https://www.wiley.com/en-gb/Mental+Capital+and+Wellbeing-p-9781405185912">proyek pemerintah</a> yang meneliti bagaimana kesejahteraan dan ketahanan emosional kita bisa berubah sepanjang hidup. </p>
<p>Sebagai bagian dari proyek ini, tim saya dengan bantuan dari lembaga <em>think-tank</em> Inggris <a href="https://neweconomics.org/"><em>New Economics Foundation</em></a>, mengidentifikasi beberapa hal yang dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan serta kebahagiaan - yang semuanya dapat diterapkan di tempat kerja.</p>
<p>Apa saja?</p>
<h2>1. <em>Be active</em></h2>
<p><a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/17/13/4817/htm">Melakukan olahraga dan aktivitas fisik lainnya</a> memang tidak akan membuat masalah atau stres kita hilang, tetapi akan mengurangi intensitas emosional dan memberikan ruang bagi mental kita untuk memecahkan masalah - serta membuat kita tetap bugar secara fisik. </p>
<p><a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10902-018-9976-0?platform=hootsuite&error=cookies_not_supported&code=a592bab8-77e7-45db-8299-6661718e8da4">Banyak penelitian</a> yang menunjukkan manfaat positif dari olahraga. Jadi, mengapa kita tidak mengisi hari kerja kita dengan melakukan <a href="https://www.nhs.uk/live-well/exercise/exercise-guidelines/physical-activity-guidelines-for-adults-aged-19-to-64/">aktivitas fisik</a>?</p>
<p>Berjalan kaki dari dan ke tempat kerja adalah cara yang bagus untuk menciptakan jeda dari hari kerja. Jika tidak memungkinkan melakukannya, kita bisa coba turun dari bus lebih awal, membuat waktu makan siang kita lebih aktif, atau mungkin mengikuti kelas olahraga sebelum mulai bekerja.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang wanita melakukan gerakan plank di kelas yoga." src="https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515176/original/file-20230314-22-6v996v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Cobalah kelas olahraga saat makan siang untuk mengubah suasana.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/woman-in-black-tank-top-and-black-leggings-doing-push-ups-8436690/">Pexels/Yan Krukau</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>2. Interaksi dengan orang lain</h2>
<p>Jika kamu mencoba berbagai kuisioner tentang <a href="https://www.pursuit-of-happiness.org/science-of-happiness/measuring-happiness/">skala kebahagiaan</a>, sebagian besar pasti menempatkan <a href="http://ghwbpr-2019.s3.amazonaws.com/UAE/GH19_Ch6.pdf">berelasi</a> dengan orang lain dalam urutan teratas daftar ini. </p>
<p>Selama pandemi, banyak orang yang merasa mentalnya terganggu karena kurangnya kontak sosial. Sejatinya, dukungan yang baik dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956797619898826?journalCode=pssa">teman dan keluarga</a> dapat meminimalkan masalah pekerjaan dan membantumu melihat segala sesuatunya dari sisi yang berbeda. </p>
<p>Ada baiknya juga untuk mengenal rekan kerjamu. Semakin banyak investasimu dalam hubungan di tempat kerja, maka kamu akan merasa <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0033354919878434">lebih menikmati</a> hari-harimu. </p>
<p>Membantu rekan kerja dan orang lain dalam hidupmu juga dapat meningkatkan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140197117300507">kepercayaan diri</a> dan memberimu rasa memiliki tujuan yang sangat penting untuk <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956797619849666?casa_token=zHOv_GeDvXkAAAAA%3Ah-vgfibn2aME4gV0QakcXFN0_Oa5xns5X6ZGG9IhrsriAjGmqHEkxOQ9PwZCNqatYFxZvs4z8A&journalCode=pssa">kesejahteraan dan kepuasan diri</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Three women walking at work." src="https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515177/original/file-20230314-3349-mnk1jl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kenalilah kolegamu, kamu mungkin akan menemukan kenyamanan dari interaksi tersebut.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/diverse-successful-businesswomen-smiling-and-walking-together-in-modern-workplace-6457562/">Pexels/Alexander Suhorucov</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>3. Pelajari keterampilan baru</h2>
<p>Menjaga diri agar tetap <a href="https://www.scientificamerican.com/article/physical-and-mental-exercises-keep-you-smart/">aktif secara kognitif</a> sangat penting untuk kesejahteraan psikologis dan mentalmu serta dapat memberi kamu peluang baru dalam hal pengembangan karier. Jadi, cobalah untuk terus belajar - ikuti kursus, kembangkan keterampilan baru atau pelajari hobi baru, semuanya akan bermanfaat.</p>
<p>Memiliki kesibukan di luar pekerjaan juga penting untuk kesehatan emosional dan mental. Inggris, misalnya, merupakan negara dengan <a href="https://www.tuc.org.uk/news/british-workers-putting-longest-hours-eu-tuc-analysis-finds">jam kerja terpanjang di Eropa</a>. Masyarakatnya seringkali tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai. Jangan bekerja terlalu lama. Dan pastikan kamu meluangkan waktu untuk bersosialisasi, berolahraga, dan melakukan aktivitas yang kamu anggap menyenangkan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang wanita menggantungkan bunga di toko" src="https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515178/original/file-20230314-2482-v7ut18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hobi baru bahkan bisa membawamu ke jalur karier yang baru.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/through-glass-of-cheerful-florists-creating-cozy-counter-in-floristry-store-5414337/">Pexels/Amina Filkins</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>4. Hidup di saat ini</h2>
<p>Ini adalah tentang “hidup untuk saat ini” daripada untuk masa lalu atau melihat terlalu jauh ke depan. Nikmati hidupmu di saat ini dan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17439760.2019.1651888?casa_token=BgnPI1MYoM4AAAAA%3AHqFldsOEsSQ7sb35iz9R3sGXiwItSEJGCW69yuw3-nbIty80lMCWkmUEdZ4y4JpIkntvj8zTcw&journalCode=rpos20">kamu akan lebih menghargai</a> hidup. Banyak sekali <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0191332">penelitian</a> mengenai aspek positif dari <a href="https://theconversation.com/mindfulness-is-not-a-waste-of-time-it-can-help-treat-depression-59100"><em>mindfulness</em></a> dan bagaimana hal ini dapat membantu kesehatan mental.</p>
<p>Kamu juga tidak perlu duduk berjam-jam untuk bermeditasi. Mencoba untuk “hidup di saat ini” adalah tentang membawa pikiranmu kembali ke momen di saat sekarang. <a href="https://www.nhs.uk/mental-health/self-help/tips-and-support/mindfulness/">Pendekatan yang lebih <em>mindful</em></a> terhadap kehidupan adalah sesuatu yang dapat kita praktikkan kapan saja sepanjang hari, ini hanya tentang menyadari dan memperhatikan lingkungan sekitar kita - seperti pemandangan, suara, dan bau di sekitar kita. Kita bisa melakukan ini saat sedang berjalan, saat rapat, atau saat membuat secangkir teh.</p>
<h2>5. Mengenali hal-hal positif</h2>
<p>“Hidup untuk saat ini” juga membantumu mengenali hal-hal positif <a href="https://ggsc.berkeley.edu/images/uploads/GGSC-JTF_White_Paper-Gratitude-FINAL.pdf?_ga=2.245695623.2060952378.1676481192-1952323121.1676481192">dalam hidup</a> - memungkinkan kamu untuk menjadi orang dengan ‘<a href="https://www.health.harvard.edu/healthbeat/giving-thanks-can-make-you-happier">gelas setengah penuh</a>’, bukan orang dengan 'gelas setengah kosong’. </p>
<p>Terimalah bahwa ada beberapa hal di tempat kerja atau dalam kehidupan yang tidak dapat kamu ubah. Fokuslah saja pada hal-hal yang dapat kamu kendalikan. Ingatkan dirimu untuk bersyukur atas <a href="https://baycrest.echoontario.ca/wp-content/uploads/2021/05/Positive-Psychology-Progress-Empirical-Validation-of-Interventions.pdf">hal-hal positif dalam hidupmu</a>.</p>
<h2>6. Hindari kebiasaan yang tidak sehat</h2>
<p>Mengingat apa yang kita ketahui tentang konsekuensi jangka panjangnya, menggunakan alkohol, kopi serta merokok secara berlebihan sebagai strategi mengatasi stres kerja justru akan memberikan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3621324/">dampak negatif</a> pada kebahagiaan, bahkan jika hal tersebut terlihat seperti memberikan semangat yang cepat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang pria bekerja dari rumah dengan laptop." src="https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/515180/original/file-20230314-3872-7cur6o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Menemukan hal positif dari berbagai hal dapat membantumu menikmati waktu yang dihabiskan untuk rapat di Zoom, alih-alih membencinya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/man-using-a-laptop-5198239/">Pexels/Tima Miroshnichenko</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>7. Bekerja lebih cerdas, bukan lebih lama</h2>
<p>Buat skala prioritas atas <a href="https://hbswk.hbs.edu/archive/productivity-means-working-smarter-not-longer">beban kerja kamu selama jam kerja</a>, sehingga kamu akan memiliki lebih banyak waktu luang untuk melakukan hal-hal yang kamu sukai. Sadarilah bahwa agenda kerja kamu akan selalu penuh, jadi berkonsentrasilah pada hal-hal yang penting terlebih dahulu. </p>
<p>Semakin kamu bisa mengendalikan kehidupan kerjamu dan mendapatkan keseimbangan yang kamu butuhkan, semakin besar kemungkinan kamu akan lebih bahagia di tempat kerja.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202133/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Cary Cooper tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Rata-rata orang akan menghabiskan 90.000 jam seumur hidupnya di tempat kerja, jadi kamu sebaiknya mencoba untuk menikmatinya.Cary Cooper, Professor of Organisational Psychology and Health, University of ManchesterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2011482023-03-10T01:42:44Z2023-03-10T01:42:44ZAntropolog ungkap sisi gelap digital nomad dalam pekerjaan mereka<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/513457/original/file-20230304-20-aad4em.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">digital nomad</span> </figcaption></figure><blockquote>
<p>A ‘network state’ is ideologically aligned but geographically decentralised. The people are spread around the world in clusters of varying size, but their hearts are in one place. </p>
</blockquote>
<p>Pada Juni 2022, Balaji Srinivasan, mantan Kepala Bidang Teknologi dari bursa cryptocurrency Coinbase menerbitkan <em>e-book _ berjudul
_The Network State: How to Start a New Country</em> (Negara Jaringan: Bagaimana memulai sebuah negara). Buku ini adalah keluaran terbaru para kaum visioner digital, pemuja kripto, dan rasul <em>web 3.0</em> yang bersatu untuk menyatakan matinya konsep tentang negara dan bangsa yang tradisional.</p>
<p>Dalam satu kasus, negara “virtual” ternyata sudah dalam tahap pengembangan. “Konsep <em>nation state</em> sudah ketinggalan zaman, ini berdasarkan pada pemikiran abad ke-19 dan kami bertujuan untuk mengakhiri semua itu,” kata Lauren Razavi yang sedang berada di co-working space melalui aplikasi zoom kepada saya. </p>
<p>Razavi adalah seorang direktur eksekutif di <a href="https://plumia.org/about/">Plumia</a>, sebuah perusahaan dengan misi “perjalanan ke bulan” yaitu ingin membangun negara virtual bagi para digital nomad. Lahir di Inggris dari keluarga imigran Iran, Razavi melihat dirinya sebagai orang yang tidak terikat dan tanpa batas, ia menyamakan konsep kewarganegaraan dan pajak nasional sama seperti “langganan <em>subscription</em>” yang sangat sulit untuk dibatalkan.</p>
<p>Kita semua secara otomatis masuk dalam sistem “<em>subscription</em>” ini berdasarkan tempat lahir atau warisan keturunan dan sistem ini sudah tidak cocok digunakan pada abad ke-21.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Seorang perempuan dengan laptopnya di kafe berinternet" src="https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=339&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=339&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=339&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=426&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=426&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482592/original/file-20220903-29445-pnlr93.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=426&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Lauren Razavi, direktor eksekutif Plumia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Photograph: Barbara Jovanovic</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kebebasan untuk semua?</h2>
<p>Sebagai seorang <a href="https://www.ucl.ac.uk/anthropology/people/research-students/dave-cook">antropolog</a>, saya telah menulusuri gaya hidup digital nomad dan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0308275X221120172">hubungan mereka yang buruk dengan negara</a> selama tujuh tahun terakhir. Sebelum pandemi, <a href="https://theconversation.com/digital-nomads-what-its-really-like-to-work-while-travelling-the-world-99345">stereotip populer</a> bagi para digital nomad ini adalah kumpulan kaum milenial yang kabur dari kesibukan sehari-hari untuk berkeliling dunia tanpa batas, bekerja pada laptop di beberapa kafe pantai yang jauh, dan satu-satunya batasan mereka adalah kualitas wifi yang buruk.</p>
<p>Sejak tahun 2015, saya mendengar keluhan berulang dari para perantau ini tentang perbedaan ideologis dan praktis yang ditimbulkan oleh negara-negara namun orang-orang yang mengeluh ini belum mengorganisir dirinya ke dalam sebuah gerakan maupun komunitas.</p>
<p>Selama beberapa saat, COVID-19 tampaknya menghalangi mimpi nomaden ini karena sebagian besar terpaksa pulang ke negara-negara barat yang mempunyai sistem kesehatan yang baik. Namun, sekarang <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.1201/9781003094937-10/global-remote-work-revolution-future-work-dave-cook">revolusi kerja jarak jauh</a> yang dipicu oleh pandemi ternyata telah memberikan “proyek” gaya hidup tanpa batas ini, sebuah <a href="https://theconversation.com/remote-work-visas-will-shape-the-future-of-work-travel-and-citizenship-145078">dorongan baru</a>. </p>
<p>Sebelum COVID-19 melanda, <a href="https://www.pewresearch.org/social-trends/2020/12/09/how-the-coronavirus-outbreak-has-and-hasnt-changed-the-way-americans-work/">terdapat 12% pekerja di Amerika Serikat (AS)</a> yang melakukan kerja jarak jauh penuh waktu, dan 5% diantaranya ada di Inggris. Tetapi pandemi secara cepat membuktikan bahwa pekerjaan jarak jauh lebih dimungkinkan bagi lebih banyak orang. Norma-norma kebiasaan di tempat kerja runtuh seperti domino: kantor, pertemuan tatap muka, dan perjalanan sehari-hari jatuh lebih dulu. Negara-negara seperti Barbados, Estonia, dan Portugal mulai mengeluarkan <a href="https://theconversation.com/remote-work-visas-will-shape-the-future-of-work-travel-and-citizenship-145078">visa kerja jarak jauh</a> untuk mendorong karyawan yang fleksibel secara geografis untuk pindah ke wilayah mereka. “<a href="https://www.forbes.com/sites/jackkelly/2021/11/03/small-towns-and-cities-are-offering-up-to-20000-for-remote-workers-to-relocate/">Kota Zoom</a>” adalah tren lain, dengan kota-kota seperti Augusta, Maine di AS menawarkan pemanis dalam bentuk uang untuk menarik pekerja jarak jauh.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/remote-work-visas-will-shape-the-future-of-work-travel-and-citizenship-145078">Remote-work visas will shape the future of work, travel and citizenship</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Setelah membuang konsep pergi ke kantor, masuk akal bahwa negara adalah <a href="https://time.com/6211405/internet-country-plumia-remote-work/">lembaga berikutnya yang ingin dibuang atau didaur ulang oleh para digital nomad</a>. Bagi Razavi, sebuah keanggotaan negara “menawarkan nilai yang sangat buruk … Aspek-aspek yang benar-benar terjebak di masa lalu termasuk kewarganegaraan, paspor dan pajak. Visi kami adalah mengunggah negara ke penyimpanan digital.” </p>
<p>Konsep dalam <a href="https://plumia.org/foundations-for-a-country-on-the-internet/">menciptakan negara digital</a> ini diwujudkan selama periode hackathon. Plumia sendiri dimiliki dan dikelola oleh <a href="https://safetywing.com/">Safety Wing</a>, sebuah perusahaan asuransi tanpa kantor pusat yang menjual perlindungan atau asuransi perjalanan dan kesehatan kepada para digital nomad dan pekerja kerja jarak jauh (dengan slogannya: Asuransi buat nomad dan untuk nomad). Safety Wing, menurut informasi di berandanya, “ berada di sini untuk menghilangkan batas geografis sebagai penghalang untuk kesempatan dan kebebasan yang sama bagi semua orang”.</p>
<p>Tetapi, fakta di lapangan memberikan kita penjelasan bahwa realitas kehidupan sebagai digital nomad dan impian untuk melepaskan kewarganegaraan untuk mencapai hidup tanpa batas dan tanpa kertas, ternyata penuh dengan masalah yang sehari-hari dapat terjadi seperti yang telah saya temukan terutama jika kamu tidak termasuk dalam stereotip yang populer dan cenderung dilanggengkan oleh media mainstream contohnya: anak muda, kulit putih, dan kebarat baratan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/3vmtz1xPFSM?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Trailer untuk konferensi DNX.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Menjadi seorang digital nomad</h2>
<p>Saya pertama kali mendengar tentang digital nomad pada tahun 2015 saat mengobrol dengan Thom*, seorang traveler berpengalaman di Koh Phangan. Thom bukan ekspatriat ataupun turis dan sepertinya jarang kembali ke rumah. Saya bertanya kepadanya bagaimana orang-orang bisa bertahan hidup, di saat yang bersamaan terus-menerus bepergian. Dia ternyata memiliki banyak masalah, dari kerepotan menyewakan apartemennya di Hamburg, Jerman, hingga banknya yang menguntitnya untuk menanyakan alamatnya, serta masalah dalam pengaturan visa. </p>
<p>Kemudian dalam percakapan itu, dia berhenti dan mengucapkan, “oalah kamu berbicara tentang <em>digital nomad</em> – aku tidak percaya kamu belum pernah mendengar tentang mereka!” Sambil tertawa, dia menjelaskan, “Ini adalah seseorang yang sedikit mirip dengan saya tetapi yang berpikir lapisan bawah <a href="https://www.verywellmind.com/what-is-maslows-hierarchy-of-needs-4136760">hierarki kebutuhan Maslow</a> adalah wifi yang cepat, bukan tempat berlindung. Ada konferensi nomad digital yang berlangsung di Bangkok, Thailand dalam beberapa bulan. Ayo pergi kesana.”</p>
<p><strong>Bagaimana para digital nomad melihat diri mereka:</strong></p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="grafik kerja/mobilitas" src="https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=548&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=548&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=548&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=689&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=689&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482979/original/file-20220906-14-hcnvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=689&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Para pengembara digital diperintahkan untuk menunjukan posisi mereka pada grafik kerja/mobilitas. Zona utama mereka ditunjukan dengan warna merah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Diagram: Dave Cook and Tony Simonovsky</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dua bulan setelahnya, pada saat itu saya sedang berjalan di jalan Rangnam di Bangkok pada pagi yang lembab mencari konferensi <a href="https://www.pinterest.co.uk/DNXGlobal/dnx-digital-nomad-conference/">DNX</a>. Sebelumnya, selepas turun dari pesawat sambil mengalami <em>jetlag</em>, saya mengunjungi sebuah kedai kopi dan mendengar dua pria Jerman mendiskusikan konferensi tersebut. Fabian, yang mengenakan celana pendek kargo Camo dan T-shirt hitam, mengatakan kepada saya bahwa dia akan menjadi pembicara utama. Dia berencana untuk berbagi pengalamannya melintasi Afrika bermain gitar untuk amal, dan mendirikan <em>startup</em> teknologi tanpa batas saat ia bepergian mengelilingi Amerika Selatan.</p>
<p>Di tempat konferensi, saya menemukan kerumunan orang yang check-in menggunakan aplikasi <em>Eventbrite</em>. Panitia membagikan kalung ID dengan slogan “<em>I CHOOSE FREEDOM</em>” (aku memilih kebebasan). Pada saat itu, saya tidak mempertanyakan kebebasan seperti apa yang dimaksud. </p>
<p>Sebagian besar peserta adalah pria yaang berpakaian santai dari negara global bagian utara berusia 20-an dan 30-an. Meskipun sebagian besar membawa ransel kecil, tidak ada yang terlihat seperti backpacker. Para pria itu mengenakan celana pendek dan kemeja polo Navy atau Khaki. Beberapa wanita yang hadir mengenakan baju terusan netral. Tidak ada orang yang terlihat “tidak pada tempatnya” dalam pertemuan bisnis di lobi hotel internasional.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Gelang konferensi" src="https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=221&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=221&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=221&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=278&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=278&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482703/original/file-20220905-22-d98seb.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=278&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gelang konferensi DNX.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Dave Cook</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para digital nomad sangat membedakan diri mereka dari turis dan <em>backpacker</em>. Seorang mengatakan kepada saya, “Aku akan bosan jika aku berkeliaran di pantai sepanjang hari dan diam seperti batu.” Namun demikian, kedua “suku” ini sering “bertabrakan” di tempat seperti Ko Pha Ngan atau Chiang Mai di Thailand.</p>
<p>Pembicaraan pada konferensi tersebut sering menyebut kata “kebebasan”. Kebebasan untuk hidup dan bekerja di mana saja, kebebasan dari kehidupan ultra kompetitif, kebebasan berwirausaha, kebebasan untuk mengendalikan hidup dan takdir anda. Tema lain yang sering muncul termasuk “lifehack” yang memungkinkan bisnis nomaden berfungsi secara efisien saat bepergian, peran <em>co-working space</em>, dan aktivitas bepergian yang menginspirasi.</p>
<p>Dalam pengantar konferensi yang dibawakan oleh pendiri DNX, Marcus Meurer dan Feli Hargarten (yang juga dikenal masing-masing sebagai Sonic Blue dan Yara Joy), <a href="https://www.youtube.com/watch?v=bOAIXwUZdU8">sebuah video YouTube</a> berjudul “The Rise of Lowsumerism” (Kebangkitan <em>Lowsumeris</em>) dimainkan. Video tersebut mengklaim bahwa konsumerisme yang berlebihan digantikan oleh ekonomi berbagi yang unggul yang “memprioritaskan akses daripada kepemilikan”. Inilah yang disebut Razavi sebagai <em><a href="https://medium.com/curious/the-rise-of-subscription-living-21356d69a1dd">subscription living</a></em>. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/bOAIXwUZdU8?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Terlepas dari kritik terhadap konsumerisme yang berlebihan, video itu menggunakan gaya visual yang bisa saja digunakan unruk menjual apartemen mewah. Semuanya terdengar menyenangkan dan mahal. Video diakhiri dengan kalimat: “Bumi bukanlah pusat perbelanjaan raksasa.” Padahal konferensi ini diselenggarakan di sebuah mal.</p>
<p>Beberapa pembicaraan masuk ke dalam hal-hal kecil mengenai kehidupan global yang mengikutsertakan detail-detail yang mengejutkan. Natalie Sissons, yang memasarkan dirinya sebagai <em><a href="https://suitcaseentrepreneur.com/about/">The Suitcase Entrepreneur</a></em> (Wirausahawan Koper), menggunakan kesempatan presentasinya untuk berbagi strategi produktivitas digitalnya, menunjukan jadwal tahunannya di layar konferensi yang luas. Dia juga menjelaskan bagaimana implementasi kalender digitalnya bernama <a href="https://calendly.com/">Calendly</a> yang secara otomatis dapat menerjemahkan zona waktu, memasukkan perbedaan waktu nasional menjadi suatu daftar kegiatan yang produktif. Dia juga pemegang juara <em>frisbee</em> dan suka melakukan tegak tumpu tangan.</p>
<p>Kemudian muncullah presentasi yang dibawakan Fabian Dittrich. Dia adalah seorang pengusaha teknologi keliling dan merupakan seorang yang tulus dan intens, pada saat presentasi, ia berjalan di atas panggung mengenakan celana pendek dan T-shirt. Dia menceritakan bagaimana penasihat karirnya mengatakan kepadanya bahwa dia perlu “menyesuaikan diri seperti warga negara di mana dia berada” – tetapi dia menolak sistem dan pekerjaan bergaji tinggi di London karena dia menganggap itu sebagai gaya kerja, bukan gaya hidup. Dia menghubungkan ketidakpuasan ini dengan kehidupan kantor dan penolakannya terhadap identitas nasional.</p>
<p>Baik Dittrich maupun Sissons tampaknya merupakan contoh nyata dari gaya hidup yang dipuji oleh Tim Ferriss dalam buku “self help” seminalnya di tahun 2004 yang berjudul <em>The 4-Hour Work Week</em> (Bekerja 4 jam seminggu). Pemikiran mereka sangat mengharamkan kehidupan di kantor dan negara – keduanya dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan yang absolut.</p>
<p>Di bagian penutup konferensi, Dittrich mengalihkan amarahnya langsung pada topik kenegaraan. Dia menunjukan halaman sebuah <em>PowerPoint</em> selebar 25 kaki yang memparodikan dokumenter <em>The Ascent of Man</em>. Visualnya menggambarkan evolusi manusia dari kera menjadi manusia yang dibebaskan secara digital, menghadirkan nomadisme digital sebagai lintasan masa depan bagi umat manusia.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Pembicara yang sedang presentasi di panggung depan " src="https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482705/original/file-20220905-14-5b6pwo.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pidato Fabian Dittrich di konferensi DNX pada tahun 2015.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Dave Cook</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Slide berikutnya menunjukkan dua bola dunia: yang pertama ditutupi dengan bendera nasional berjudul “Apa yang orang pikir terhadap saya,” yang kedua tanpa bendera berjudul “Siapa sebenarnya saya”. Dittrich menjelaskan bahwa identitas pribadinya tidak ada hubungannya dengan kewarganegaraannya. Penampilannya membuat saya berpikir tentang proklamasi Diogenes: “Saya adalah warga dunia.” Penonton kemudian bertepuk tangan.</p>
<p>Setelah konferensi utama diadakan acara lain seperti pesta ahkir dan lokakarya. Saya menemukan fakta bahwa banyak anggota baru yang masuk dalam komunitas nomaden ini. Semua orang menginginkan formula rahasia dalam mencapai kehidupan bahagia yang menggabungkan pekerjaan dan keliling dunia.</p>
<p>Ketika acara itu berakhir, dalam imajinasi dan bayangan saya, semua orang terbang ke tempat tidur gantung tropis mereka. Namun yang saya dapatkan adalah perjalanam melelahkan ke musim dingin di Inggris, pekerjaan harian saya, dan ke ranjang rumah sakit ibu saya yang telah saya tinggalkan empat hari sebelumnya. Saya menemukannya di ranjang yang sama, pulih dari operasi kanker yang disediakan oleh Layanan Kesehatan Nasional Inggris yang telah menyelamatkan hidupnya.</p>
<h2>Menjadi soerang nomaden dapat jadi beban</h2>
<p>Merupakan sebuah fakta bahwa prototipe sebuah negara virtual Plumia dimiliki oleh perusahaan asuransi perjalanan. Baik para digital nomad maupun yang meragukan mereka setuju bahwa tantangan untuk mempertahankan keberadaan kaum nomaden terdiri dari hal yang 90% praktis. Aturan visa, kewajiban pajak, dan perawatan kesehatan adalah masalah-masalah umum yang dihadapi kaum nomaden ini. </p>
<p>Perawatan kesehatan adalah rintangan pertama yang sangat jelas. Kaum nomaden ini membutuhkan asuransi yang melindungi mereka untuk hal-hal seperti kecelakaan skuter dan pengobatannya di jalan sehingga mereka dapat kembali ke ruang kerja mereka berikutnya. Secara historis, sebagian besar asuransi perjalanan memiliki standar mencakup maksimum 30 hari, jadi untuk Safety Wing, perawatan kesehatan jangka panjang dan asuransi perjalanan untuk para kaum digital ini menjadi sebuah celah. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482600/original/file-20220903-14-jjp2ia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Realita nomadenisme digital dapat terasa berbeda dari stereotip yang ada.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/bird-view-remote-online-working-digital-1742840084">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Perencanaan pajak tidak dapat menghasilkan postingan blog yang seksi tetapi itu mengajari saya banyak hal tentang perjuangan menjadi digital nomad dan apa artinya menjadi anggota sebuah negara. Saya bertemu dengan Ben di ruang co-working di Thailand. Dia berwajah segar dan idealis, tetapi juga stres dan terikat pada uang.</p>
<p>Ben meninggalkan Inggris sebagai backpacker, ia tinggal di Australia di bawah program visa liburan kerja di mana dia bekerja di sebuah peternakan domba di pedalaman Australia. Suatu malam ia merasa bosan dan dia menemukan [blog nomad digital](digital nomad blog](https://www.digitalnomadsoul.com/start-a-dropshipping-business/) yang menjanjikan kehidupan perjalanan, pekerjaan, dan kebebasan. Ketika Ben meninggalkan pertanian untuk pergi bersama teman-temannya, pikirannya terus kembali ke blog yang mengatakan “dapatkan uang sambil berkeliling dunia”. Dia mengatakan kepada saya: </p>
<blockquote>
<p>Yang ingin dilakukan teman-teman saya hanyalah mabuk di penginapan berikutnya. Mereka tahu padaha ahkirnya mereka akan kehabisan uang dan harus pulang. Saya menyadari bahwa saya dapat terus bepergian sambil bekerja, alih-alih pulang bangkrut dan harus mencari pekerjaan.</p>
</blockquote>
<p>Ben kemudian berangkat menuju ke ruang co-working di Thailand dan belajar sendiri desain situs web. Tetapi pemerintah Australia mengejarnya untuk pajak yang belum dibayar karena dia telah tinggal melebihi izin visanya untuk bekerja. Sayangnya, kesengsaraan pajak ini menyebabkan kesengsaraan yang lain. </p>
<p>Dihadapkan dengan dilema kewajiban untuk membayar pemerintah Australia atau mengambil risiko tidak dapat mengunjungi pacarnya di Sydney, ia menggunakan keterampilan desain barunya untuk mendapatkan uang. Dia telah berteman dengan pemilik wisma Thailand dan memberi tahu mereka bahwa dia dapat membuat situs web murah untuk mereka. Pemiliknya “senang”, tetapi manajer ruang co-working di Thailand mengetahuinya dan memberi tahu Ben bahwa adalah ilegal bagi seseorang dengan visa turis untuk bekerja secara langsung dengan klien Thailand. Jika co-working space ditemukan menampung pekerja ilegal, mereka dapat dituntut dan ditutup. </p>
<p>Untuk mendapatkan kebebasan, para kaum digital nomad harus menjadi ahli dalam menjaga kegiatannya di depan birokrasi negara. Sebagian besar orang belajar dengan cara yang sulit ketika mereka mengalami masalah. Sebelum pandemi, Thailand tampak seperti lokasi nomad digital yang sempurna karena pantainya yang layak untuk Instagram, internet cepat, dan biaya hidup yang rendah. Bayangkan seminggu bekerja selama 4 Jam ala Ferriss bergabung dengan <em>The Beach</em> ala Alex Garland, hanya bagian akhirnya saja yang berbeda. </p>
<p>Namun, ternyata aturan visa dan perlindungan pekerja di Thailand sangat ketat. Sekitar tahun 2018, negara Thailand menjadi sangat sadar dan curiga terhadap perkembangan kehidupan kaum digital ini. Sebagai jawaban atas pertanyaan “dapatkah digital nomad bekerja di Thailand tanpa izin kerja?”, <a href="https://www.thaiembassy.com/thailand/thailand-digital-nomad-visa-and-work-permit">sebuah situs web hukum di Thailand</a> menyatakan: “Untuk bekerja di Thailand, orang asing perlu: menggunakan visa yang sesuai, mendapatkan izin kerja, dan membayar pajak.” Situs web tersebut kemudian mempertanyakan arti pekerjaan:</p>
<blockquote>
<p>Apa itu pekerjaan? Seorang digital nomad yang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya di ruang kerja, apakah itu dianggap sebuah pekerjaan? Bagaimana dengan seorang pengusaha yang duduk di kamar hotelnya sedang mempersiapkan seminar? Kapan kantor izin kerja menganggap ini sebagai pekerjaan? Ini adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab dengan ya atau tidak langsung. </p>
</blockquote>
<p>Bagi Ben dan para digital nomad pemula lainnya, perlindungan pajak dan tempat kerja adalah karpet yang menyebabkan impian mereka terguling. Banyak orang menyerah pada tahap ini. Namun, bagi yang lain, mimpi digital nomad bisa menjadi mimpi buruk yang berulang.</p>
<h2>Akar dari nomad digital</h2>
<p>Salah satu komponen kunci dari nomadenisme digital adalah konsep <em>geoarbitrage</em> yang merupakan istilah mewah untuk yang menggambarkan penggunaan upah yang dihasilkan di negara barat dan menggunakannya di negara berkembang berbiaya rendah. Beberapa orang menganggap ide itu tidak etis tetapi bagi pengusaha yang harus menunggu meja sambil memperjuangkan bisnis, masuk akal untuk tinggal di tempat yang lebih murah daripada di <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/San_Fernando_Valley">The Valley</a>, London ataupun New York, AS.</p>
<p><em>Geoarbitrage</em> dipopulerkan oleh Ferriss dalam bukunya dan bagi sebagian orang, buku ini merangkum segala sesuatu yang tepat dari globalisasi: gagasan bahwa seluruh dunia harus beroperasi sebagai pasar yang terbuka dan bebas. Bagi kaum yang lain, hal itu adalah mimpi buruk.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/M3gmC7WmB4Q?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Setelah buku Ferriss dan juga “Digital Nomad” oleh teknolog Jepang Tsugio Makimoto (yang secara luas termasuk salah satu orang yang menciptakan istilah tersebut) terjadilah fenomena di mana pengembara digital tertarik untuk bekerja di lokasi negara tropis dengan biaya hidup yang lebih rendah. Thailand dan Bali di Indonesia adalah konsentrasi awal tetapi seorang perantau digital bukan merupakan kaum yang sentimental. Jika ia melihat ada tempat yang lebih baik menawarkan kombinasi yang tepat antara visa dan biaya hidup yang rendah, atau hal lain seperti yang dilakukan El Salvador pada tahun 2021 dengan menjadi negara pertama yang <a href="https://www.bbc.co.uk/news/world-latin-america-57398274">mengklasifikasikan mata uang Bitcoin menjadi legal</a>. Hal ini memancing para pengembara digital untuk hadir dengan membawa devisa.</p>
<p>Untuk bertahan hidup sebagai seorang nomaden, kamu membutuhkan keterampilan, keuletan, dan hak istimewa untuk memegang paspor <a href="https://www.passportindex.org/byRank.php">kuat</a>. Poin ini telah disorot Razavi di <a href="https://mobile.twitter.com/PlumiaCountry/status/1488895849002418184">cuitan Twitter Plumia</a>:</p>
<p>:>“Paspor bukan lagi merupakan dokumen fisik saja tetapi seperangkat hak dan ketidaksetaraan yang diprogram ke dalam komputer. Bagi saya ini harus berubah. Dalam dunia kerja jarak jauh, hal ini tidak masuk akal sama sekali”.</p>
<p>Visa turis seringkali pendek secara waktu, hal ini membuat pengembara yang bepergian dengan mereka perlu pindah lokasi secara teratur, kadang-kadang sesering setiap dua minggu. Beberapa melakukan visa berjalan ke perbatasan terdekat (untuk memperpanjang visa mereka) atau pergi dan mengajukan visa pengunjung jangka panjang. Tetapi ini berarti termasuk perjalanan tambahan dan mengganggu <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s40558-020-00172-4">rutinitas kerja</a>. Pengembara mapan sering menjelaskan bagaimana mereka telah belajar dari kesalahan masa lalu. Ketika mereka menjadi lebih paham terhadap langkahnya, mereka akan memperlambat pola perjalanan mereka, memperbaiki pengaturan pajak dan visa mereka, dan memastikan mereka tidak melanggar undang-undang imigrasi setempat. </p>
<p>Bekerja sambil jalan-jalan adalah sebuah mimpi indah yang sekaligus membuat sakit kepala. Persentase tinggi pengembara yang saya temui tiba-tiba menghilang dari tempat kejadian, dan posting media sosial mereka tentang nomaden berhenti. Namun itu tidak menghentikan generasi pemimpi berikutnya muncul di Bali dan Chiang Mai. Dan tidak ada mimpi yang mungkin lebih memikat daripada praktik <em>dropshipping</em> (praktik menjual barang tanpa harus memilikinya). Hal Ini juga sangat kontroversial bahkan di kalangan nomaden. </p>
<h2>Sisi buruk dari nomadenisme digital</h2>
<p>Diantara 2016 dan 2018, <em><a href="https://www.shopify.co.uk/blog/what-is-dropshipping">dropshipping</a></em> menjadi skema usaha paling populer (karena cepat membuat kaya) yang saya temui di Chiang Mai. Model bisnis online ini melibatkan orang-orang yang memasarkan dan menjual produk yang mungkin belum pernah mereka lihat, diproduksi di negara-negara yang mungkin tidak pernah mereka kunjungi, dan kepada pelanggan yang tidak akan pernah mereka temui. Produknya sering kali berwujud <a href="https://smallbiztrends.com/2022/08/dropshipping-business-ideas.html">item khusus</a> seperti alat dapur atau aksesori hewan peliharaan.</p>
<p>Biasanya, <em>dropshippers</em> mempromosikan produk mereka di media sosial dan menjualnya melalui Amazon, eBay, atau dengan membuat toko online mereka sendiri menggunakan perangkat lunak seperti Shopify. <em>Dropshipping</em> adalah “catnip” bagi calon pengembara digital karena jangkauannya yang tanpa batas dan menawarkan janji dalam bentuk pendapatan pasif. Seperti yang dijelaskan oleh seorang perantau kepada saya, “Siapa yang tidak ingin mendapatkan uang saat kamu tidur?”</p>
<p>Tetapi banyak pengembara digital yang berkomitmen, membenci sisi gelap nomadenisme digital ini. Baik Razavi maupun Pieter Levels yang merupakan pencipta situs web <a href="https://nomadlist.com/">nomadlist.com</a>, telah menyatakan bahwa <em>dropshipping</em> adalah “omong kosong”. Ekspatriat Inggris lainnya menggambarkannya sebagai “minyak ular yang melumasi roda seribu start-up yang ada di Chiang Mai. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=205&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=205&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=205&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=257&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=257&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482593/original/file-20220903-13382-9iwbby.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=257&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bagaimana dropshipping bekerja.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/dropshipping-process-how-dropshipment-work-vector-1548306857">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para kaum nomaden muda sering menceritakan kepada saya bahwa mereka sedang menyempurnakan model bisnis <em>dropshipping</em> mereka. Beberapa menunjukkan kepada saya spreadsheet yang menampilkan lebih dari US$5.000 atau setara Rp 77 juta sebulan sebagai penghasilan pasif. Tetapi saya juga belajar lebih banyak tentang biaya emosional dan ekonomi.</p>
<p>Pada satu pertemuan tidak resmi dengan seorang <em>dropshipper</em> di Chiang Mai pada tahun 2018, saya diberitahu bahwa jika kamu ingin benar-benar sukses, kamu harus menjadi ahli dalam memanipulasi platform jual beli daring besar seperti Amazon dan eBay. Beberapa berbicara tentang mencoba menghindari undang-undang kesehatan dan keselamatan lokal ketika menjual produk khusus seperti alat dapur sambil memanfaatkan kumpulan tenaga kerja global yang murah.</p>
<p>Bersaing dengan penjual lain yang menjebak kamu dengan ulasan buruk adalah sebuah seni gelap yang saya temukan. Dua pria mengaku bahwa akun penjual Amazon mereka telah ditangguhkan setelah dituduh memposting ulasan yang mencurigakan. Beberapa mengaku punya teman untuk memberikan ulasan buruk secara berlebihan untuk mereka.</p>
<p><em>Dropshippers</em> ini lebih takut pada algoritma Amazon daripada inspeksi perbatasan dan bea cukai. Memanipulasi sistem peninjauannya (Amazon) sangat rumit karena menurut Larry, seorang mantan marinir yang memproduksi produk "sangat rahasia” miliknya sendiri di China (<em>dropshippers</em> jarang berbagi apa produk “niche” mereka), “Proses dan algoritma Amazon tampaknya tahu segalanya.” </p>
<p>Mereka akan tahu jika sepupu kamu memberi produkmu ulasan bintang lima,“ Ucap Ted. Diikuti dengan gestur semua orang yang mengangguk dengan semangat. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482602/original/file-20220903-9501-9nmm55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Chiang Mai merupakan pusat kegiatan dropshipping pada tahun 2010-an.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/digital-nomads-freelance-working-on-job-655389331">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Setiap <em>dropshipper</em> yang menjual di Amazon.com (domain AS-nya) mengeluh tentang ”<a href="https://oehha.ca.gov/proposition-65/proposition-65-list">Proposition 65</a>“, yang merupakan daftar bahan kimia beracun yang diatur di California, AS yang banyak digunakan dalam manufaktur plastik Cina. Beberapa memiliki seluruh kategori produk (seluruh "daftar penjual” mereka) dihapus di California. Pertempuran dengan undang-undang lokal dan raksasa teknologi ini menunjukkan bagaimana garis antara negara dan perusahaan dapat menjadi kabur bagi para digital nomad. Dengan kata lain, seperti yang dikatakan Ted: “Persetan dengan wilayah pesisir barat. Kamu terjebak di antara kesehatan dan keselamatan dan raksasa teknologi.”</p>
<p>Amazon sangat jelas terhadap <a href="https://sellercentral.amazon.co.uk/help/hub/reference/external/G201808410?locale=en-GB">kebijakan <em>dropshippingnya</em></a> “Kami tidak mengizinkan pihak ketiga untuk memenuhi pesanan dari pihak retail lain atas nama penjual, kecuali penjual itu telah diidentifikasi Amazon berfokus pada bidang pengemasan,” kata seorang juru bicara kepada saya. “ Kebijakan kami juga melarang penyalahgunaan ulasan.”</p>
<p>Pete, seorang veteran dalam bidang <em>dropshipping</em> yang menggunakan berbagai platform, mengatakan kepada saya pada pertemuan di Chiang Mai bahwa dia memiliki barang simpanan senilai lebih dari US$ 10.000 “di laut atau dalam perjalanan” dan telah membangun toko e-commerce sendiri. Dia juga mengisyaratkan bahwa dia akan menutup mata (tak acuh) terhadap kemungkinan terlibatnya pekerja anak/dibawah umur. “Saya semakin terlibat dalam dunia manufaktur,” dia setengah berbisik ke kamar. “Saya mengirim agen untuk memeriksa bagaimana keadaannya dan saya mendengar bahwa anak-anak sedang mengemasi pesanan.” <em>Dropshipper</em> lain menimpali: “Yah, itu China … apa yang bisa kamu lakukan?” diikuti dengan gestur setengah orang di ruangan itu dengan mengangkat bahu mereka.</p>
<p>Beberapa <em>dropshippers</em> membual kepada saya mengenai kumpulan asisten virtual (VA) global yang murah dan berpendidikan yang seringkali berasal dari Filipina di mana bahasa Inggris digunakan secara luas. Zena, yang menjual dekorasi rumah ke “klien ahli di bidang desain di AS”, menjelaskan bagaimana “Instagram dulunya adalah saluran pembunuh bisnisnya”, tetapi dia segera menyadari “Bisnis saya mati karena saya terlalu bingung untuk fokus diantara pemenuhan pesanan atau posting media sosial”. </p>
<p>Pada ahkirnya Zena menemukan VA yang tinggal di pinggiran Manila dan mengalihdayakan segalanya kepadanya. “Dibutuhkan satu bulan untuk membuatnya sepenuhnya siap untuk mempercepat - dia memiliki gelar MBA, bahasa Inggrisnya bagus. Investasi waktu benar-benar sepadan; Saya menyelesaikan semuanya lebih baik daripada yang bisa saya lakukan sendiri.”
“ </p>
<p>Zena tidak akan membocorkan berapa banyak dia membayar VA-nya, untuk berjaga-jaga jika seseorang mencoba memerasnya. Dua <em>dropshipper</em> laki-laki menyeletuk. "Mereka semua punya MBA, bro,” seseorang tertawa. Yang lain menambahkan, “Beberapa menerima kurang dari $500 atau sekitar Rp 7 juta sebulan. Saya pernah mendengar serendah Rp 3,5 juta, tapi itu terlalu rendah bahkan untuk saya.” </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/as-countries-ranging-from-indonesia-to-mexico-aim-to-attract-digital-nomads-locals-say-not-so-fast-189283">As countries ranging from Indonesia to Mexico aim to attract digital nomads, locals say 'not so fast'</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Levels juga mengatakan <em>dropshipping</em> adalah “kisah yang sangat kelam”, menunjukkan bahwa calon <em>dropshipper</em> juga bisa menjadi korban. Dia mengklaim di <a href="https://twitter.com/levelsio/status/830620053305335808">Twitter</a> “Apa yang mengerikan tentang <em>dropshipping</em> adalah bahwa orang-orang dari daerah miskin di AS telah membayar ribuan dolar untuk kursus yang percuma.”</p>
<p>Para pegiat kehidupan digital nomad yang masih baru sering memberi tahu saya bahwa mereka bersemangat untuk memulai kursus online, tetapi yang lain mengatakan kepada saya bahwa kontennya tidak banyak untuk mengajari mereka sampai paham. Meskipun masih menjadi perdebatan apakah kursus ini merupakan<a href="https://www.reddit.com/r/dropship/comments/d093wc/is_all_dropshipping_a_scam/">penipuan yang disengaja</a> atau bukan, banyak pegiat digital muda kecewa mengetahui bahwa <em>dropshipping</em> adalah cara yang sangat sulit untuk mendapatkan uang.</p>
<p>Bagi kebanyakan orang, hal itu hanya menjadi mimpi singkat sebelum mereka beralih ke cara menghasilkan uang yang lebih etis atau berkelanjutan. Fenomena <em>dropshipping</em> di Chiang Mai mulai berkurang sebelum pandemi melanda. Pada saat yang sama, seperti yang dikatakan seorang nomaden kepada saya pada tahun 2020, <em>cryptocurrency</em> telah mencuri perhatian.“</p>
<h2>‘Sebuah eksistensi yang sepi dan menyedihkan’</h2>
<p>Menjadi pengembara digital di pantai mungkin sudah menjadi klise, tetapi hal apa yang tidak disukai dari hidup dan bekerja di surga? Cukup banyak menurut Andrew Keen, penulis buku <a href="https://www.theguardian.com/books/2015/feb/01/internet-is-not-the-answer-review-andrew-keen"><em>The Internet Is Not The Answer</em></a> (Internet bukan jawabannya). Keen memiliki pandangan yang kritis dan meremehkan terhadap gaya hidup digital nomad lalu ketika Razavi mewawancarainya untuk acara siaran langsung Plumia, percakapan antara mereka, dalam kata-kata Razavi, "menjadi intens”.</p>
<p>Ketika Razavi bertanya kepada Keen tentang pengembara digital dan “pandangannya tentang mobilitas global”, Keen menjawab: </p>
<p>Saya tidak mendukung gerakan untuk merobek paspor kamu dan “menaruh diri kamu di berbagai tempat…” Saya cukup kritis terhadap prekariat baru ini, tenaga kerja baru yang ada di platform berbagi seperti Uber dan Lyft menjadikannya sebagai tempat untuk mencari nafkah…“ Saya tidak yakin kebanyakan orang ingin menjadi nomaden. Saya pikir keberadaannya agak jelek, menyedihkan, dan kesepian. Masalahnya di sini adalah fakta bahwa teknologi telah mendorong kita untuk melakukan itu </p>
<p>Di balik blog inspirasional dan gambar stok tempat tidur gantung, nomadenisme digital membagi pilihan, seringkali dengan amarah. Razavi percaya mobilitas adalah hak asasi manusia, sementara Keen percaya politik membutuhkan tempat. Hal ini juga terjadi dalam politik nasional. Pada konferensi Partai Konservatif tahun 2016 di Inggris, perdana menteri baru mereka, Theresa May, secara mengejutkan menyatakan: "Jika kamu adalah warga dunia sama saja berarti kamu bukan merupakan warga negara manapun .” Hal ini telah mengundang banyak perdebatan.</p>
<p>Pada Maret 2020, COVID-19 dan pembatasan mobilitas global secara singkat tampaknya menantang gagasan mengenai hidup “diluar batas sebuah negara”. Namun sekarang setelah kerja jarak jauh telah dinormalisasi, impian para digital nomad sudah sangat terpicu dan setiap minggu, <a href="https://theconversation.com/as-countries-ranging-from-indonesia-to-mexico-aim-to-attract-digital-nomads-locals-say-not-so-fast-189283">negara atau kota baru</a> tampaknya telah meluncurkan skema visa kerja jarak jauh atau digital nomad.</p>
<p>Menurut Razavi, “Plumia sedang berbicara dengan sejumlah negara tetapi itu rahasia…” Kami berbicara dengan beberapa negara-negara berkembang.“ Dia ternyata menyebut nama pemerintah Montenegro, walaupun hal itu diwajarkan karena seperti yang ia katakan: "Yang itu cukup publik karena ada di <a href="https://mobile.twitter.com/PlumiaCountry/status/1536282012570501120">media sosial</a>, saya melihat ada peluang di sana.”</p>
<p>Estonia adalah negara pertama yang memelopori visa digital nomad. Setelah baru mendapatkan kemerdekaan pada tahun 1991, ia telah memposisikan dirinya sebagai masyarakat digital di mana 99% layanan pemerintah dapat diakses secara online. Menurut pengusaha Estonia Karoli Hindricks, pendiri <a href="https://jobbatical.com/about">Jobbatical</a>, layanan pencarian kerja untuk pekerja jarak jauh: “ Tempat di mana kamu dilahirkan adalah kesalahan statistik, ucap Karoli” </p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1488895276010016770"}"></div></p>
<p>Ide untuk menciptakan negara yang baru dengan meretas dan memasang kembali ide-ide lama tentu saja bukanlah hal yang baru. “<a href="http://www.sealandgov.org/">The Principality of Sealand</a>” yang terletak di platform beton di Laut Utara, mencoba <a href="https://sealandgov.org/50-years-of-independence/">mengklaim kedaulatan pada tahun 1967</a> dengan hasil akhir yang beragam. Terdapat beberapa pengembara digital yang telah secara obsesif meneliti hukum maritim, ada juga pengembara lain pergi dengan kapal pesiar bersama rekan sekomunitasnya. Seorang pengembara menceritakan kepada saya bahwa mereka ingin membeli sebuah pulau di Brasil.</p>
<p>Walaupun gagasan mengenai negara virtual tanpa wilayah atau rencana melakukan klaim tersebut adalah konsep yang radikal bagi sebagian besar orang, sejarah mengajarkan kepada kita bahwa ide-ide, jika dikembangkan dengan baik dapat berubah menjadi kenyataan.</p>
<p>Pada tahun 1996 misalnya, John Perry Barlow menerbitkan “<a href="https://www.eff.org/cyberspace-independence">Declaration of the Independence of Cyberspace</a>” (Deklarasi Kemerdekaan Ruang Siber), di mana ia menulis berikut kepada pemerintah yang dianggap ketinggalan zaman: </p>
<blockquote>
<p>Wahai pemerintah dunia industri, kamu adalah kumpulan raksasa daging dan baja yang sudah lelah, saya berasal dari <em>Cyberspace</em>, rumah baru sebuah pikiran. Atas nama masa depan, saya meminta kamu dari masa lalu untuk meninggalkan kami sendirian. Kamu tidak diterima di antara kami. Kamu tidak memiliki kedaulatan di mana kami berkumpul. </p>
</blockquote>
<p>Dalam waktu empat tahun, gerakan “dotcom” tumbuh secara eksponensial dan kemudian meledak – membuktikan bahwa pendukung dan kritikusnya benar.</p>
<h2>Agama baru?</h2>
<p>Saya membahas ke arah mana nomadenisme digital akan berjalan dengan sutradara film dokumenter Lena Leonhardt, yang seperti saya, telah menghabiskan bertahun-tahun mencatat gaya hidup digital nomad. Filmnya <a href="https://vimeo.com/ondemand/roamersfollowyourlikes"><em>Roamers - Follow Your Likes</em></a> menceritakan empat kisah menakjubkan tentang beberapa perantau digital yang melakukan perjalanan, pekerjaan, dan sekaligus mem-<em>posting</em> petualangan mereka di media sosial.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/7b33QB2vuDw?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Karakter utama film ini adalah Nuseir Yassin atau <a href="https://nasdaily.com/#history">Nas Daily</a> seperti yang dikenal oleh para pengikutnya karena ia membuat film berdurasi satu menit setiap hari selama 1.000 hari setiap saat ia bepergian. Di awal film, dia terlihat sedang berada di atas panggung, mendesak penontonnya untuk tidak menyia-nyiakan hidup mereka: “Saya bekerja sebagai insinyur perangkat lunak untuk PayPal tetapi saya membenci pekerjaan saya dan saya membenci hidup saya.”</p>
<p>Yassin mengenakan kaus yang bergambar infografis yang menunjukkan hidupnya sudah 33% habis. “Saya mendapatkan suatu wejangan ini,” jelasnya. “Saya telah sepertiga mati dengan hidup saya.” Sisa film mendokumentasikan bagaimana dia dan perantau lainnya mengubah kehidupan biasa mereka menjadi sesuatu yang “sangat fantastis”.</p>
<p>Leonhardt menganggap gaya hidup digital nomad memiliki kualitas spiritual dan religius: “Banyak orang merasa ‘Saya hanya memiliki hidup ini dan waktu yang sangat singkat, jadi saya harus memastikan hidup ini bernilai sesuatu’.”</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Sesorang yang sedang memegang telfon genggam di ruangan luar" src="https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482594/original/file-20220903-8710-9cvsrx.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Nuseir Yassin, karakter utama di Film <em>Roamers</em></span>
<span class="attribution"><span class="source">Photograph: Lena Leonhardt, The Royal Film Company</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun tidak diragukan lagi bahwa gaya hidup digital nomad jauh lebih sulit jika kamu tidak bepergian dengan paspor “kuat” yang memungkinkan perjalanan bebas visa. Jika kamu seorang perempuan dari benua Afrika misalnya, perjalanan nomaden bisa sulit dan berbahaya. </p>
<p>Agnes Nyamwange, yang tampil dalam film tersebut, memiliki paspor Kenya. Sebelum pandemi, dia bertempat tinggal di AS dan bernomaden di Amerika Selatan. Nyamwange menjelaskan bahwa dengan memegang paspor Kenya, hal ini dapat membuat pengurusan visa lebih mahal karena paspor bebas visa jarang tersedia bagi para banyak pemegang paspor Afrika. </p>
<p>Sejak masa pandemi, bepergian ke AS atau Eropa menjadi hal yang hampir mustahil baginya. “Saya ingin pergi ke Eropa ketika mereka membuka diri, tetapi kedutaan besar di sini mengatakan itu ditutup untuk orang Afrika. Baru-baru ini saya baru saja meminta Kedutaan Besar AS memberi tahu saya bahwa mereka tidak ada slot tersedia hingga 2024.”</p>
<p>Dalam film tersebut, Nyamwange secara berkesan menyatakan: “Kami adalah generasi orang yang percaya pada pahlawan super.” Dia berbicara tentang kekuatan penyembuhan yang berasal dari melakukan perjalanan keliling dunia. Tetapi ketika saya bertemu dia pada awal tahun ini, dia mengungkapkan hal dasar nomadenisme kepada saya: </p>
<blockquote>
<p>Hal ini sebenarnya bisa dibilang sebagai kultur yang tidak sehat dan tidak berkelanjutan. Merupakan sesuatu yang baik untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain ke tempat lain, tetapi kamu harus memiliki gaya hidup berkelanjutan agar sehat … 15% dari itu nyata, 85% lainnya adalah hal bohong belaka.</p>
</blockquote>
<p>Nyamwange menambahkan bahwa ini semua hanya tentang “menjual mimpi”:</p>
<blockquote>
<p>Begitu kamu masuk ke gaya hidup ini, kamu akan mulai paham mengenai Instagram, Snapchat, dan semua sistem media sosial dengan sangat baik. Tetapi ironisnya, kebanyakan orang yang menggambarkan dan menceritakan kisah-kisah itu tidak benar-benar menjalani kehidupan yang mereka jual.</p>
</blockquote>
<figure class="align-center ">
<img alt="seorang perempuan yang sedang di dalam sebuah taksi" src="https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=250&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482595/original/file-20220903-20-8en214.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=314&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Agnes Nyamwange: ‘85% dari gaya hidup ini isinya 'sampah’.‘</span>
<span class="attribution"><span class="source">Photograph: Lena Leonhardt, The Royal Film Company</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Terlepas dari semua hambatan yang ada, Nyamwange masih tertarik pada apa yang dilihatnya sebagai aspek terapeutik dari pekerjaan dan perjalanan global. Namun untuk saat ini, dia bepergian secara lokal di Afrika, karena bepergian lebih jauh “sangat memusingkan”.</p>
<p>Nomadenisme digital mungkin menawarkan perjalan yang sulit tetapi ini adalah jalan spiritual yang ingin diambil banyak orang. Dan orang-orang yang percaya seperti Razavi, Srinivasan dan legiun perantau digital lainnya akan terus mencari alternatif dari negara-negara yang buruk dan tidak efisien dalam perjalanan mereka untuk mencari kebebasan versi mereka yang tidak memandang batas geografis.</p>
<p>Namun untuk saat ini, setidaknya jenis kebebasan ini adalah hak istimewa yang sangat tergantung pada tempat lahir Anda, tempat tinggal jangka panjang, dan keadaan ekonomi. Atau dengan kata lain, kewarganegaraan yang kamu miliki.</p>
<p><em>*Research participant names have been changed to protect their anonymity.</em>
<em>*Nama partisipan dalam riset ini telah diubah demi menjaga anonimitas.</em></p>
<hr>
<p><a href="https://theconversation.com/au/topics/social-media-and-society-125586" target="_blank"><img src="https://images.theconversation.com/files/479539/original/file-20220817-20-g5jxhm.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=144&fit=crop&dpr=1" width="100%"></a></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/201148/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dave Cook tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebagai seorang antropolog, saya sudah menulis banyak hal yang berkaitan dengan pengembara digital selama 7 tahun terahkir. Realitanya ternyata tidak se-mewah yang kita kira.Dave Cook, PhD Candidate in Anthropology, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1653342021-07-30T08:47:56Z2021-07-30T08:47:56Z‘Kerja dari Bali’: 5 cara undang pekerja dari negara lain untuk datang ke Bali<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/413926/original/file-20210730-19-1w4souw.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Fikri Yusuf/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia belum lama ini mengumumkan rencana memindahkan ribuan aparat sipil negara (ASN) untuk <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57220419">bekerja dari Bali</a> untuk membantu <a href="https://kemenparekraf.go.id/berita/Siaran-Pers-%3A-Work-From-Bali-akan-Diluncurkan-Mulai-Juli-2021-Secara-Bertahap">pemulihan ekonomi</a> di pulau wisata itu.</p>
<p>Jika pemerintah berhasil memvaksin seluruh warga Bali, maka rencana ini cukup masuk akal.</p>
<p>Hotel dan restoran berjuang setengah mati untuk tetap hidup. Tingkat hunian hotel tercatat rata-rata hanya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/16/122/1/tingkat-penghunian-kamar-pada-hotel-bintang.html">10%</a> pada empat bulan pertama 2021 - hanya sepertiga dari rata-rata national.</p>
<p>Antara Januari dan Mei tahun ini, kedatangan wisatawan asing langsung ke Bali tercatat hanya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/16/1150/1/jumlah-kunjungan-wisatawan-mancanegara-per-bulan-ke-indonesia-menurut-pintu-masuk-2017---sekarang.html">34 orang</a>; bandingkan dengan angka 2,3 juta orang pada periode yang sama 2019. Jumlah wisatawan domestik turun dari 1,8 juta pada 2019 menjadi 570.000.</p>
<p>Selain mendatangkan ASN berlaptop ke Pulau Dewata, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan juga untuk membuka Bali ke dunia dan menjadikannya “Pulau Zoom”.</p>
<h2>Memanfaatkan tren bekerja jarak jauh di dunia</h2>
<p>Pandemi selama satu tahun lebih telah mengubah cara pandang kita pada pekerjaan.</p>
<p>Survei <a href="https://www.linkedin.com/pulse/how-pandemic-changed-us-our-fastest-rising-priority-job-george-anders/">LinkedIn Workforce Confidence</a> menemukan bahwa setengah (50%) responden mengatakan bahwa jam kerja atau tempat kerja yang fleksibel semakin penting bagi mereka.</p>
<p>Perusahaan mulai beradaptasi dengan kenyataan baru ini. Perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Twitter telah menerapkan bekerja jarak jauh untuk jangka panjang.</p>
<p>Tren bekerja jarak jauh akibat COVID-19 ini mendorong berjamurnya “Kota Zoom”.</p>
<p>Kota-kota Zoom di Amerika Serikat adalah fenomena ketika pusat-pusat wilayah mengalami peningkatan pekerja jarak jauh menggunakan alat-alat pertemuan via internet seperti Zoom.</p>
<p>Beberapa tempat mengambil keuntungan dari fenomena ini, seperti Bali. Bali memiliki fasilitas dan lokasi strategis untuk mengambil keuntungan dari berubahnya dunia kerja.</p>
<p>Pada 2019, Bali memiliki hampir 5.000 “digital nomads” (orang-orang yang seorang yang bekerja secara digital dari tempat mana pun yang mereka pilih mandiri), <a href="https://www.statista.com/statistics/1103499/southeast-asia-number-of-digital-nomads-by-city/">tertinggi di Asia Tenggara</a>. Kota-kota lain seperti Yogyakarta juga tertarik untuk menangkap pasar digital nomad ini.</p>
<p>Bahkan beberapa pencipta <em>hit</em> musik terbesar dunia - seperti M-Phazes (yang memproduseri Eminem, Kimbra), Detal Goodrem, dan Trey Campbell (Dua Lipa, Bebe Rexha) - menghabiskan waktu di Bali untuk merekam album atau lagu <em>hit</em>.</p>
<h2>Lima rekomendasi</h2>
<p>Untuk menarik pekerja jarak jaruh dari seluruh dunia ke Bali, kami menawarkan lima usulan yang mungkin bisa diterapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.</p>
<p><strong>Pertama, targetkan untuk memvaksin seluruh penduduk Pulau Bali.</strong></p>
<p>Distribusi vaksin COVID-19 sedang berjalan.</p>
<p>Pada Juli, sekitar 2,8 juta penduduk Bali di atas 18 tahun - lebih dari 60% penduduk pulau itu - diperkirakan sudah divaksin.</p>
<p>Target ini semakin penting karena Indonesia saat ini mengalami <a href="https://graphics.reuters.com/world-coronavirus-tracker-and-maps/countries-and-territories/indonesia/">peningkatan jumlah kasus paling pesat</a> dalam sejarah pandemi.</p>
<p><strong>Kedua, memperluas cakupan internet ke seluruh Pulau Bali.</strong></p>
<p>Kecepatan, kapasitas, dan keandalan sambungan internet penting bagi performa kerja.</p>
<p>Menurut perusahaan pemasaran <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210225085756-185-610623/internet-thailand-paling-cepat-indonesia-kalah-dari-malaysia">We Are Social</a>, kecepatan rata-rata sambungan internet lewat kabel di Indonesia adalah 23.32 Mps, jauh dibawah rata-rata global 96.43 Mps.</p>
<p>Kecepatan internet di jaringan mobile 17.26 Mbps, masih di bawah rata-rata global 42.70 Mbps.</p>
<p>Sebagai bandingan, Thailand memiliki kecepatan internet kabel 308.35 Mbps dan internet mobile 51.75 Mbps.</p>
<p><strong>Ketiga, memperbolehkan visa jangka lebih panjang tanpa pembaharuan 30 hari.</strong></p>
<p>Kewajiban untuk keluar dan masuk lagi ke Indonesia setiap 30 hari untuk memperbaharui visa turis sangatlah merepotkan dan mahal.</p>
<p>Pekerja jarak jauh dan pemberi kerja tidak akan tertarik membayar biaya terbang keluar-masuk Indonesia setiap bulan akibat batasan visa. Adanya biaya ini juga mengurangi pengeluaran harian yang mereka lakukan di dalam ekonomi Indonesia.</p>
<p>Pada Oktober tahun lalu, pemerintah Indonesia memperkenalkan <a href="https://www.imigrasi.go.id/uploads/covid/regulasi/13-06-09-Permenkumham_No_26_Tahun_2020.pdf">kebijakan baru</a> yang memperbolehkan pensiunan untuk tinggal di Indonesia dalam kategori baru tinggal sementara (pemegang KITAS). Kebijakan ini perlu diperluas juga untuk mencakup pekerja jarak jauh.</p>
<p>Indonesia telah memiliki aturan rinci yang memperbolehkan pekerja asing dengan jaminan perusahaan lokal. Pengunjung yang menjamin dirinya sendiri seperti halnya para digital nomad tentu tidak termasuk di situ dan harus menggunakan visa turis yang tidak sesuai dengan tujuan mereka.</p>
<p><strong>Keempat, memperkenalkan insentif dan layanan khusus.</strong></p>
<p>Di AS, wilayah-wilayah seperti Northwest Arkansas dan Tucson, Arizona, telah berinvestasi untuk menarik pekerja jarah jauh dari kota-kota AS lain dan dari seluruh dunia.</p>
<p>November lalu, Northwest Arkansa meluncurkan inisiatif senilai 1,5 juta dolar (Rp 21,6 miliar) untuk menarik pekerja. Inisiatif itu menarik 26.000 pelamar dari 50 negara bagian dan 115 negara.</p>
<p>Northwest Arkansas menawarkan mereka yang lolos uang sebesar 10.000 dolar (Rp 144 juta) dan sepeda gratis kalau mereka bersedia pindah ke sana selama satu tahun.</p>
<p>Tucson menawarkan program serupa, “<a href="https://www.startuptucson.com/remotetucson">Remote Tuscon</a>”. Program itu menawarkan insentif sebesar $7.500 (Rp 108 juta) termasuk uang pindah, internet satu tahun, tempat kerja, dan staf khusus yang akan membantu mereka pindah.</p>
<p>Bahkan Finlandia - sebuah negara yang gelap, dingin, dan berangin, tapi <a href="https://worldhappiness.report/blog/its-a-three-peat-finland-keeps-top-spot-as-happiest-country-in-world/">negara paling bahagia di dunia</a> - memiliki <a href="https://www.bbc.com/worklife/article/20210121-finlands-radical-plan-to-lure-global-talent">rencana radikal</a> untuk menarik pekerja dari seluruh dunia.</p>
<p><strong>Kelima, incar generasi milenial di bidang sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika.</strong></p>
<p>Satu lagi tren penting dalam ketenagakerjaan adalah revolusi talenta yang sedang terjadi.</p>
<p>Kompetisi untuk mendapatkan pekerja terampil akan meningkat. </p>
<p>Pekerja terampil muda, terutama di bidang <em>science, technology, engineering, arts and maths</em> (STEAM) akan menuntut fleksibilitas kerja yang lebih tinggi.</p>
<p>Sebuah survei pada <a href="https://www.ey.com/en_au/news/2021/05/more-than-half-of-employees-globally-would-quit-their-jobs-if-not-provided-post-pandemic-flexibility-ey-survey-finds">fleksibilitas dan kerja</a> menemukan bahwa setengah (54%) pekerja dari seluruh dunia memilih berhenti kerja kalau tidak mendapatkan fleksibilitas setelah pandemi usai. </p>
<p>Sembilan dari 10 responden menginginkan fleksibilitas tempat dan waktu bekerja; generasi milenial dua kali lebih besar kemungkinannya untuk berhenti kerja dibanding generasi <em>baby boomer</em>. Di dalam pasar pekerja terampil yang sempit, tidak akan ada perusahaan yang bersedia kehilangan talenta-talenta terbaik.</p>
<p>Sepuluh finalis pertama untuk program Remote Tucson - yang bekerja untuk perusahaan seperti Apple, Pfizer, Facebook dan LinkedIn - sudah mulai tiba; 25 finalis putaran kedua akan pindah ke sana pada beberapa bulan ke depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165334/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kevin Evans terafiliasi dengan Australia Indonesia Centre, the Partnership for Governance Reform in Indonesia</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Eugene Sebastian dan Helen Fletcher-Kennedy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan membuka work from Bali untuk pekerja dari seluruh dunia.Eugene Sebastian, Executive Director, Australia-Indonesia Centre, Monash UniversityHelen Fletcher-Kennedy, Chief Operating Officer, The Australia-Indonesia Centre, Monash UniversityKevin Evans, Indonesia Director, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1590502021-04-15T07:03:54Z2021-04-15T07:03:54ZTantangan pekerja muda: dari magang di start-up hingga membangun serikat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/395208/original/file-20210415-15-1yj448f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/5qsIx9jsvvTs6iYxNVAUtb" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Belum lama ini, media sosial heboh terkait <a href="https://theconversation.com/eksploitasi-pekerja-magang-di-start-up-bisa-terjadi-karena-aturan-hukum-yang-ketinggalan-zaman-157353">dugaan eksploitasi pekerja magang</a> yang terjadi di industri start-up.</p>
<p>Lebih dari setahun sebelumnya, ada juga insiden “<a href="https://theconversation.com/isu-lulusan-ui-tolak-gaji-rp8-juta-tunjukkan-ketidakjelasan-standar-gaji-di-indonesia-121135">lulusan Universitas Indonesia (UI) tolak gaji Rp8 juta</a>” yang membuka perdebatan mengenai standar gaji di Indonesia.</p>
<p>Bisa jadi, berbagai kasus tersebut hanyalah pucuk gunung es dari dalamnya permasalahan ketenagakerjaan – terutama bagi pekerja muda – yang nampaknya akan semakin menantang di masa depan.</p>
<p>Hadirnya pandemi COVID-19, misalnya, membuat <a href="https://theconversation.com/bagaimana-covid-19-akan-menghasilkan-lebih-banyak-pengangguran-muda-di-indonesia-141981">pasar kerja semakin ketat</a> dan bisa saja mendorong anak muda untuk menerima pekerjaan dengan kondisi yang lebih buruk. Di saat yang sama, Undang-<a href="https://theconversation.com/logika-keliru-aturan-ketenagakerjaan-uu-cipta-kerja-148368">Undang (UU) Cipta Kerja</a> beserta aturan turunannya juga berpotensi melonggarkan berbagai perlindungan pekerjaan bagi mereka.</p>
<p>Apa saja tantangan yang harus dihadapi pekerja muda dan lulusan baru di Indonesia saat ini maupun di masa depan?</p>
<p>Untuk menjawabnya, kami berbicara dengan <a href="https://theconversation.com/profiles/nabiyla-risfa-izzati-1129794">Nabiyla Risfa Izzati</a>, peneliti hukum ketenagakerjaan di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Nabiyla menceritakan berbagai tantangan, di antarannya lemahnya perlindungan magang di startup, tren fleksibilitas kerja, transparansi tentang gaji, hingga tantangan pembentukan serikat pekerja.</p>
<p>Dengarkan obrolan lengkapnya dalam episode terbaru <a href="https://open.spotify.com/show/2Iqni2kGMzbzeJxvKiTijD?si=5M0iUquuRqWVIGM1VfhdQw">SuarAkademia</a> – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/159050/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kami berbicara dengan Nabiyla Risfa Izzati, peneliti hukum ketenagakerjaan di Universitas Gadjah Mada (UGM) tentang tantangan bagi pekerja muda dari magang di startup hingga membangun serikat.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1265002019-11-07T04:18:46Z2019-11-07T04:18:46ZEtika dalam 4 hari kerja per seminggu. Bukan hanya tentang waktu<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/300430/original/file-20191106-12487-7l4ti.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Mengurangi jam kerja tidak selalu menambah jumlah waktu untuk melakukan apa yang Anda inginkan.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock </span></span></figcaption></figure><p>“Kita mestinya bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja,” ucap Menteri Keuangan Bayangan di parlemen Inggris John McDonnell bulan lalu, ketika ia mengumumkan bahwa Partai Buruh akan mengurangi jam kerja standar dalam seminggu menjadi 32 jam, tanpa potongan gaji, dalam 10 tahun kepemimpinannya.</p>
<p>Janji itu menyusul sebuah laporan (ditugaskan oleh McDonnell) dari sejarawan ekonomi Robert Skidelsky tentang <a href="https://progressiveeconomyforum.com/wp-content/uploads/2019/08/PEF_Skidelsky_How_to_achieve_shorter_working_hours.pdf">bagaimana mencapai jam kerja yang lebih pendek</a>.</p>
<p>Skidelsky adalah anggota Majelis Tinggi Parlemen Inggris dan penulis biografi John Maynard Keynes, yang pada 1930 memperkirakan bahwa adanya kemungkinan untuk kerja selama 15 jam per minggu dalam beberapa generasi mendatang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/its-time-to-put-the-15-hour-work-week-back-on-the-agenda-106754">It's time to put the 15-hour work week back on the agenda</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Laporan ini secara khusus disesuaikan dengan kondisi di Inggris, tapi juga menyajikan agenda dengan daya tarik universal.</p>
<p>Jam kerja yang lebih pendek digambarkan sebagai “<em>win-win</em>” - meningkatkan produktivitas bagi pengusaha dengan memberi karyawan apa yang mereka inginkan.</p>
<p>Ia mengatakan:</p>
<blockquote>
<p>Orang mestinya bekerja lebih sedikit untuk mencari nafkah. Harus bekerja lebih sedikit untuk apa yang butuh dilakukan, dan lebih banyak untuk apa yang diinginkan, untuk kesejahteraan materi dan spiritual. Dengan demikian, mengurangi waktu kerja - waktu yang harus digunakan untuk menjaga ‘jiwa dan raga’ - merupakan tujuan etis yang berharga.</p>
</blockquote>
<p>Argumen untuk waktu kerja yang lebih pendek biasanya berfokus pada manfaat “ekonomi”, dalam arti alokasi sumber daya yang memaksimalkan keuntungan.</p>
<p>Namun, laporan Skidelsky mengatakan bahwa ada alasan yang lebih penting: alasan etis.</p>
<p>Keinginan etis bukan hanya masalah biaya dan manfaat. Ini juga masalah keadilan dan mewujudkan <a href="https://www.britannica.com/topic/common-good">kebaikan bersama</a> (kebaikan bersama yang membutuhkan pertimbangan dan tindakan kolektif).</p>
<h2>Argumen yang tidak memadai</h2>
<p>Mengurangi jam kerja hanya bisa memajukan tujuan etis jika disertai dengan perubahan sosial dan budaya yang lebih dalam.</p>
<p>Pada dasarnya, argumen Skidelsky tentang keinginan etis untuk mengurangi jam kerja adalah:</p>
<ul>
<li><p>Umumnya, orang lebih bahagia ketika menghabiskan waktu untuk apa yang diinginkan, bukan pada apa yang harus mereka lakukan demi mendapatkan penghasilan</p></li>
<li><p>Lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk bekerja, dan lebih banyak waktu luang, dengan demikian akan menciptakan kebahagiaan (atau kesejahteraan)</p></li>
<li><p>Menciptakan kebahagiaan (atau kesejahteraan) adalah sesuatu yang diinginkan secara etis, sehingga diinginkan pula secara etis pengurangan jumlah jam kerja seseorang.</p></li>
</ul>
<p>Variasi dari argumen ini - digunakan, misalnya, oleh lembaga riset <a href="https://autonomy.work">Outonomy</a> dalam <a href="https://autonomy.work/portfolio/the-shorter-working-week-a-report-from-autonomy-in-collaboration-with-members-of-the-4-day-week-campaign/">proposal</a> jam kerja mingguan kerja yang lebih pendek - menggantikan kebebasan untuk kebahagiaan.</p>
<p>Pada pandangan ini, lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk bekerja (yang diharuskan oleh alasan eksternal - penghasilan) berarti lebih banyak waktu untuk melakukan apa yang diinginkan seseorang.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=910&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=910&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=910&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1144&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1144&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/298789/original/file-20191027-114011-q05lq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1144&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Argumen Robert Skidelsky didasarkan pada orang-orang yang lebih bahagia ketika mereka menghabiskan waktu untuk apa yang ingin mereka lakukan, bukan apa yang harus mereka lakukan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dari sudut pandang filosofis, tidak ada argumen yang memadai.</p>
<p>Masalahnya, mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan untuk bekerja tidak serta-merta meningkatkan jumlah waktu yang tersedia untuk melakukan apa yang Anda inginkan.</p>
<p>Pekerjaan bukan satu-satunya konteks saat tindakan tunduk pada kendala eksternal.</p>
<p>Kehidupan berkeluarga, misalnya, melibatkan banyak kegiatan yang perlu dilakukan alih-alih ingin dilakukan.</p>
<p>Masalah lain adalah keinginan etis bukan hanya masalah meningkatkan jumlah total kebutuhan (seperti kebahagiaan atau kebebasan).</p>
<p>Ini juga menyangkut distribusi kebutuhan. Suatu hasil tidak hanya harus optimal tapi juga adil.</p>
<h2>Masalah distribusi</h2>
<p>Ada argumen yang menarik tentang jam kerja yang lebih pendek secara etis: mereka memperbaiki ketidakadilan yang disebabkan oleh distribusi waktu luang yang tidak merata.</p>
<p>Beberapa penelitian, misalnya, menunjukkan bahwa <a href="https://theconversation.com/men-do-see-the-mess-they-just-arent-judged-for-it-the-way-women-are-118728">waktu luang tidak terdistribusi secara merata</a> di antara dua jenis kelamin. Laki-laki menikmati bagian lebih besar dari waktu luang yang tersedia secara sosial, sementara perempuan menghabiskan lebih banyak waktu di luar pekerjaannya untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan membesarkan dan merawat anak.</p>
<p>Jam kerja yang lebih pendek mungkin memberi para perempuan lebih banyak waktu luang. Tapi tidak dengan sendirinya terdistribusi dengan adil. Untuk mengatasi ketidakadilan dalam pembagian waktu luang, diperlukan beberapa redistribusi.</p>
<p>Ini bisa saja berarti laki-laki yang diberikan lebih banyak waktu luang, akan melakukan lebih banyak kegiatan rumah tangga. Tapi itu sebuah dugaan. Jika seorang laki-laki mendapat libur pada Sabtu dan Minggu, mengapa mengharapkan sesuatu yang berbeda terjadi jika ia juga mendapat libur pada Jumat?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/we-can-we-reduce-gender-inequality-in-housework-heres-how-58130">We can we reduce gender inequality in housework – here's how</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sesuatu yang lebih mendasar daripada perubahan jumlah waktu.</p>
<p>Mengurangi jam kerja memiliki manfaat, tapi tidak mengatasi masalah ketimpangan yang lebih dalam dari aktivitas kerja itu sendiri. Pengurangan jam kerja tidak berpengaruh dalam menghentikan produksi hal-hal berbahaya, atau hal-hal yang bertentangan dengan kebaikan bersama.</p>
<p>Tujuan kesetaraan yang diinginkan secara etis dan realisasi kebaikan umum membutuhkan perubahan sosial yang lebih dalam dari bagaimana dan untuk apa pekerjaan itu dilakukan. Kemajuan nyata terletak dalam terwujudnya kesetaraan dan kebaikan umum melalui pekerjaan serta memperoleh lebih banyak waktu untuk tidak bekerja.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/126500/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nicholas Smith has received funding from the Australian Research Council.</span></em></p>Ada argumen yang menarik tentang jam kerja yang lebih pendek secara etis: mereka memperbaiki ketidakadilan yang disebabkan oleh distribusi waktu luang yang tidak merata.Nicholas Smith, Professor of Philosophy, Macquarie UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1258332019-10-25T04:32:45Z2019-10-25T04:32:45ZBagaimana kerja jarak jauh dapat meningkatkan stres dan menurunkan kesejahteraan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/298638/original/file-20191025-115767-w17ei6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/business-woman-working-on-laptop-inflatable-674364040?src=4RkgCvhN0rIvRSsdCG1j7Q-1-11">Shutterstock </a></span></figcaption></figure><p>Kerja jarak jauh (<em>remote working</em>) kini semakin populer. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.cnbc.com/2018/05/30/70-percent-of-people-globally-work-remotely-at-least-once-a-week-iwg-study.html">studi</a> yang dirilis oleh sebuah layanan penyedia kantor di Swiss, IWG, menemukan bahwa 70% pekerja profesional bekerja dari jarak jauh setidaknya sehari dalam seminggu, sementara 53% profesional bekerja jarak jauh setidaknya tiga hari seminggu. </p>
<p>Beberapa perusahaan multinasional seluruh stafnya bekerja dari jarak jauh, tanpa kehadiran tetap di kantor sama sekali, sehingga karyawannya <a href="https://www.bbc.co.uk/news/business-48879976">berada di seluruh dunia</a>.</p>
<p>Teknologi baru memungkinkan semua ini. Meski pasti ada manfaatnya, tapi ada juga sejumlah kekurangan. Karena pekerjaan jarak jauh menjadi hal baru bagi banyak orang, penting bagi perusahaan untuk beradaptasi dan menerapkan kebijakan yang tepat demi memastikan karyawan mereka tetap merasa menjadi bagian dari tim dan tidak kelelahan.</p>
<p><a href="https://insights.learnlight.com/en/articles/end-working-remotely-why-yahoo-ibm-are-wrong/">Menurut sebuah penelitian</a>, hampir 70% milenial akan cenderung memilih perusahaan yang menawarkan pekerjaan jarak jauh. Manfaatnya penting. Karyawan <a href="https://www.ipse.co.uk/ipse-news/mymoneymag/mymoneymagazine-blog/how-remote-working-is-changing-lives.html">menghargai fleksibilitas</a> yang diberikan, terutama jika mereka memiliki tanggung jawab mengasuh anak. Orang-orang juga senang dapat lepas dari perjalanan panjang dan menghindari gangguan di kantor.</p>
<p>Tapi ada juga kekhawatiran yang tumbuh bahwa kesehatan mental dan kesejahteraan pekerja dapat terusik ketika bekerja dari jarak jauh. Di Inggris, perusahaan kehilangan £100 juta setiap tahunnya karena <a href="https://www.hrreview.co.uk/analysis/analysis-wellbeing/can-remote-working-affect-your-employees-mental-health/111800">stres, depresi, dan kecemasan di tempat kerja</a>. Penelitian menunjukkan bahwa “selalu aktif” dan dapat diakses oleh teknologi saat bekerja dari jarak jauh menyebabkan kaburnya batas kerja dan non-kerja, terutama jika kita bekerja dari rumah. </p>
<p>Sebuah <a href="http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---dcomm/---publ/documents/publication/wcms_544138.pdf">Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)</a> pada 2017 menemukan bahwa 41% pekerja jarak jauh melaporkan tingkat stres yang tinggi, dan hanya 25% pekerja kantor yang mengalami hal sama.</p>
<h2>Jika jarang bertemu, biasanya lupa?</h2>
<p>Salah satu alasan untuk ini bisa jadi mentalitas “<em>out of sight, out of mind</em>” –jika seseorang sudah lama tidak bertemu, maka mereka akan saling melupakan - yang biasa terjadi pada pekerja jarak jauh, yang mengarah pada kurangnya kepercayaan, perasaan terasing, dan kecenderungan untuk berpikir bahwa rekan kerja mereka berbicara buruk di belakang mereka. </p>
<p>Satu <a href="https://hbr.org/2017/11/a-study-of-1100-employees-found-that-remote-workers-feel-shunned-and-left-out">penelitian</a> terhadap 1.100 pekerja menemukan bahwa 52% pekerja yang bekerja dari rumah - setidaknya dalam beberapa waktu - lebih cenderung merasa tersisih dan diperlakukan dengan buruk, serta tidak mampu menangani konflik dengan kolega.</p>
<p>Menelusuri wilayah sensitif dalam tim kerja virtual adalah keterampilan penting. Jika kita tidak hati-hati, masalah bisa memburuk. Pesan dalam email dapat disalahartikan sebagai pesan yang kasar atau terlalu langsung. Dan, tanpa bahasa tubuh yang terlihat, sulit untuk menyampaikan maksud kita sesungguhnya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/296639/original/file-20191011-96208-1d33sir.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kerja jarak jauh dapat memberi tekanan untuk selalu online.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam sebuah lingkungan virtual ada kecenderungan untuk terlalu fokus pada tugas dan terlalu sedikit pada hubungan dengan kolega. Kepemimpinan transaksional semacam ini bisa menjadi jalan yang diambil oleh para pemimpin yang ingin menyelesaikan pekerjaan tapi gagal menyadari betapa pentingnya orang-orang yang mengerjakannya. </p>
<p>Dengan lebih menekankan pada tenggat waktu dan informasi rutin, pekerja jarak jauh bisa merasa diperlakukan sebagai sekrup pada mesin, bukan sebagai bagian penting dari tim. Pendekatan kepemimpinan semacam itu dapat memperburuk perasaan terisolasi yang secara alami muncul saat bekerja dari jarak jauh dan dapat berkontribusi terhadap stres di tempat kerja virtual.</p>
<h2>Stres yang baik dan buruk</h2>
<p>Sebagai bagian dari penelitian, saya berbicara dengan banyak kolega dan mahasiswa di universitas yang bekerja secara virtual. Perasaan terisolasi, kesepian dan tidak mampu “mengalihkan konsentrasi ke hal lain”, serta kurangnya dukungan sosial, semuanya disebutkan. </p>
<p>Salah satu masalah yang lebih signifikan yang diangkat adalah bagaimana cara kerja virtual dikelola. Mereka yang diwawancarai mengatakan kurangnya umpan balik dari manajernya dan kolega senior, sehingga tidak ada tolok ukur untuk menilai kemajuan, yang mengarah pada meningkatnya perasaan cemas dan kekhawatiran apakah mereka “memenuhi standar”.</p>
<p>Ketika tiba saatnya untuk bekerja, ada dua jenis stres - jenis yang baik dan jenis yang buruk. <a href="https://hbr.org/2016/04/are-you-too-stressed-to-be-productive-or-not-stressed-enough">Hukum Yerkes-Dodson</a> (diperkenalkan oleh psikolog Robert Yerkes dan John Dodson) menunjukkan bahwa stres dapat menjadikan kita produktif hingga titik tertentu dan kemudian mengakibatkan penurunan produktivitas. Tidak dapat melaporkan stres (atau tidak nyaman melakukannya) merupakan kerugian, karena tekanan pada akhirnya akan melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya. </p>
<p>Sebaliknya, satu <a href="https://www.fastcompany.com/3036935/why-you-need-to-actually-talk-to-your-coworkers-face-to-face">penelitian terbaru</a> menemukan bahwa rekan kerja yang menghabiskan hanya 15 menit bersosialisasi dan berbagi perasaan stres mereka mengalami peningkatan kinerja sebesar 20%.</p>
<p>Jenis komunikasi yang tepat adalah kunci untuk mengatasi cobaan dan kesengsaraan kerja virtual. Perusahaan perlu menempatkan struktur yang tepat seperti tatap muka lewat video secara rutin dan pertemuan tim untuk membangun hubungan. Atasan perlu memimpin dengan memberi contoh dan menciptakan budaya agar mereka yang di luar kantor merasa dihargai.</p>
<p>Namun itu harus berjalan dua arah. Semua orang perlu berpikir tentang apa yang membuat mereka produktif, bahagia dan sukses dalam kehidupan sehari-hari, dan mencoba untuk mereplikasi ini dalam pengaturan kerja jarak jauh - bisa jadi ini berupa jalan-jalan pada waktu makan siang, pergi ke tempat olahraga, menelepon teman atau membaca buku favorit kita.</p>
<p>Cara kerja masa depan akan lebih banyak dengan kerja virtual, itu tak bisa kita hindari. Kita harus menerapkan cara-cara mengelola stres sambil menikmati manfaatnya.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/125833/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stephanie Russell tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penelitian menunjukkan bahwa “selalu aktif” dan dapat diakses oleh teknologi saat bekerja dari jarak jauh menyebabkan kaburnya batas kerja dan non-kerja.Stephanie Russell, Principal Lecturer, Corporate Education, Faculty of Business and Law. Anglia Ruskin University. Human Resource Management, Anglia Ruskin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1204382019-07-25T04:46:39Z2019-07-25T04:46:39ZBaik buruknya ruang kantor terbuka (open office) tergantung dari cara kita menggunakannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/284309/original/file-20190716-173342-1ljyusy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2043%2C1228&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebuah kantor yang cukup terbuka hingga Anda mengalami keringat dingin.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/k2space/14220262826">k2space</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Selama beberapa dekade terakhir, ada perubahan tren dari ruang kantor tertutup menjadi ruang kantor terbuka atau tanpa sekat (<em>open office</em>). Namun penggunaan ruang kantor tanpa sekat dianggap kurang berhasil dan menerima banyak <a href="https://theconversation.com/a-new-study-should-be-the-final-nail-for-open-plan-offices-99756">kritikan</a>. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/get-out-of-my-face-were-more-antisocial-in-a-share-office-space-64734">Gangguan dan kebisingan</a> menjadi masalah utama yang menyebabkan perilaku yang tidak kooperatif, hubungan pribadi yang negatif, dan ketidakpercayaan, serta kurangnya privasi dan perasaan diawasi semua orang. Masalah ini khususnya <a href="https://www.fastcompany.com/90170941/the-subtle-sexism-of-your-open-plan-office">dialami perempuan</a>.</p>
<p>Kini, bekerja bisa lebih <a href="https://www.forbes.com/sites/lbsbusinessstrategyreview/2019/02/12/five-insights-from-davos-on-the-future-of-work/amp/">fleksibel</a> berkat jaringan internet yang ada mana-mana. Lalu muncul pertanyaan: seperti apa bentuk tempat kerja yang ideal saat ini?</p>
<p>Beberapa perusahaan telah berhenti menggunakan tata ruang kantor terbuka untuk mengatasi masalah yang timbul. <a href="https://www.inc.com/geoffrey-james/ikea-just-killed-open-plan-office.html">Ikea baru-baru ini</a> misalnya, menata ruang kerja sesuai selera perusahaan tersebut. Namun jujur saja, saya tidak melihat banyak perbedaan pada tempat kerja Ikea itu dengan tata ruang konvesional yang berbentuk “bilik kantor"–<a href="https://www.fastcompany.com/90312321/heres-how-ikeas-innovation-lab-redesigned-its-own-open-plan-office">coba saja lihat</a>. </p>
<p>Berbagai pendekatan dalam <a href="https://www.inc.com/geoffrey-james/5-smarter-alternatives-to-open-plan-offices.html">merancang ruang kantor terbuka yang lebih baik</a> mencakup gagasan berikut: menempatkan ruang pribadi di sekitar area bersama, menggunakan pembatas yang bisa dipindah-pindah untuk menciptakan ruang pribadi sesuai kebutuhan, membuat kantor lebih besar dengan dua atau tiga area kerja, memasang bilik-bilik kerja dengan langit-langit tinggi dan memasang kaca bening pada atap dan jendela tinggi, atau menerapkan sistem bekerja dari rumah dengan menyewa ruang untuk rapat bila diperlukan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bekerja-dari-rumah-ternyata-membawa-dampak-buruk-bagi-para-pekerja-110360">Bekerja dari rumah ternyata membawa dampak buruk bagi para pekerja</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kami memiliki kesempatan untuk bereksperimen dalam menciptakan ruang kantor terbuka yang lebih baik di universitas kami di Denmark. Kesempatan ini muncul ketika sepuluh peneliti harus pindah kantor, sehingga kami berpikir untuk mencoba dan menerapkan beberapa gagasan ini.</p>
<h2>Eksperimen dalam desain rencana terbuka</h2>
<p>Desain kantor terbuka untuk ruang yang kami buat tampak seperti ini:</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=1473&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=1473&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=1473&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1851&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1851&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281423/original/file-20190626-76726-okqymz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1851&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Ruang kantor terbuka yang baru dan lebih baik.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Alexander Brem</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tanggapan kelompok kami cukup netral, meskipun beberapa rekan ragu apa mereka dapat bekerja di kantor seperti itu. Kami menyetujui masa percobaan enam bulan, dengan menyediakan prasyarat berikut:</p>
<ul>
<li>ruang kantor untuk staf permanen, ditambah ruang kerja yang fleksibel untuk tamu;</li>
<li>kombinasi area kerja dan area sosial (informal);</li>
<li>peluang untuk diskusi spontan, tetapi juga area tenang untuk melakukan pekerjaan yang butuh konsentrasi, dan</li>
<li>rancangan yang diterima dan dipertahankan oleh para staf.</li>
</ul>
<p>Kami pertama-tama membagi area: ruang kantor dengan meja, area sosial yang berisi dapur dan sofa, ruang rapat tertutup untuk diskusi, ruang untuk menelepon, dan sudut tenang untuk membaca.</p>
<p>Penataan seperti ini berarti kami ini tidak lagi memiliki saluran telepon tetap. Sebagai gantinya, semua orang menggunakan aplikasi telepon pintar <a href="https://www.gradwell.com/a-guide-to-voip/">VOIP</a>, <em>Skype for Business</em>, yang memungkinkan orang untuk duduk di mana saja dan masih bisa melakukan dan menerima panggilan dengan koneksi internet.</p>
<p>Setelah lolos persyaratan aturan dan lainnya, kami bertanya tentang preferensi, dan rencana tempat duduk. Sebagai contoh, kami putuskan bahwa koordinator pelatihan harus tetap berada di kantor mereka sendiri, karena mereka umumnya punya banyak pertemuan dan panggilan telepon tidak nyaman dilakukan di ruang kantor yang terbuka.</p>
<p>Sebagai akibatnya, rencana penataan kantor tampak seperti ini (area dapur dan kamar kecil berada di sebelah ruang rapat kecil, dan tidak ditampilkan).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=350&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=350&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=350&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=440&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=440&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281425/original/file-20190626-76717-17g7knb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=440&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Ruang dibagi menjadi area untuk penggunaan yang berbeda.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Alexander Brem</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa yang kami pelajari</h2>
<p>Masa percobaan enam bulan berlalu - eksperimen ini dimulai pada tahun 2014, dan kantor itu masih menggunakan susunan yang sama hingga hari ini. Namun, terdapat masalah selama itu.</p>
<p>Misalnya, staf kurang paham kapan harus pindah dari area satu ke area lain. Solusinya adalah memastikan setiap karyawan baru menerima penjelasan tentang aturan yang berlaku. Terkadang, orang menggunakan ruang komunikasi atau perpustakaan untuk pertemuan seharian, sehingga ruangan tersebut tidak dapat digunakan orang lain. Masalah ini diselesaikan dengan mewajibkan rapat harus di ruang pertemuan reguler khusus. Kadang-kadang diskusi atau panggilan telepon di area terbuka terdengar keras atau cukup lama dan mengganggu orang lain, sehingga staf diingatkan bahwa ada ruang lain yang tersedia untuk menelepon.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/co-working-space-mendorong-inovasi-dan-kesenjangan-digital-90826">Co-working space mendorong inovasi—dan kesenjangan digital</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Secara umum, banyak aspek positif dari desain kantor ini. Dalam beberapa hal, ruang kantor terbuka meningkatkan kerja tim, kolaborasi spontan, dan silang gagasan di ruang bersama.</p>
<p>Apa yang telah kita pelajari dan apa yang bisa kita rekomendasikan kepada orang lain? Jawab kami, ruang kantor terbuka bisa baik atau buruk. Sebelum digunakan, kita harus merencanakannya dengan strategis, seperti yang telah <a href="https://www.fastcompany.com/90285582/everyone-hates-open-plan-offices-heres-%20mengapa-mereka-masih-ada">disorot oleh kelompok lain</a>. Dan kita perlu mempertimbangkan bahwa desain ini bahkan dapat memiliki efek negatif, yaitu <a href="https://journals.aom.org/doi/10.5465/amr.2016.0240">merusak hubungan</a>.</p>
<p>Pertama, kita sangat perlu mempertimbangkan jenis pekerjaan apa yang cocok dengan pengaturan ruang tertentu. Misalnya, karyawan penjualan atau dukungan pelanggan biasanya banyak berbicara atau menerima pengunjung, sehingga pasti mengganggu pekerja lain (atau setidaknya pekerja yang bidang kerjanya berbeda), sehingga mereka memerlukan area yang berbeda.</p>
<p>Kedua, yang paling sulit adalah menerapkan peraturan secara konsisten. Ruang kantor terbuka hanya dapat diterapkan dalam jangka panjang jika semua pengguna mematuhi aturan dan saling mengingatkan. </p>
<p>Dalam hal ini, seorang pemimpin kantor harus berada di depan, tidak "bersembunyi” di ruangan mereka sendiri dan tidak terpisah dari staf. Oleh karena itu, para pemimpin kelompok tidak hanya perlu berbagi ruang yang sama, tetapi juga perlu menghindari “meja terbaik” - meja yang privasinya paling banyak, misalnya. Peraturan harus mendapatkan dukungan dari pemimpin, baik dalam teori maupun praktik.</p>
<p>Ketiga, pertimbangkan bahwa ruang kerja yang terbuka akan menciptakan suasana kerja yang terbuka. Dalam lingkungan seperti ini, seorang pekerja akan terlihat tindak-tanduknya sepanjang hari: siapa yang diajak bicara dan, kadang, apa yang dibicarakan. Suasana ini bisa berdampak positif dalam membangun kebersamaan. Tapi ada juga orang yang tidak cocok dengan suasana seperti ini.</p>
<p>Akhirnya, patut untuk dicatat bahwa kerja kreatif bergantung pada banyak faktor: <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/caim.12309">penelitian kami</a> yang terbit tahun ini menunjukkan bahwa kecenderungan staf untuk bertindak impulsif memainkan peranan penting dalam produktivitas mereka. </p>
<p>Yang penting sebenarnya bukan soal tata ruang kantor terbuka (yang tampaknya tidak disukai banyak orang), tapi soal bagaimana setiap individu bekerja di area kantor itu - dan memanfaatkan ruang itu sebaik-baiknya.</p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jika-anda-tidak-tidur-di-tempat-kerja-anda-mestinya-dipecat-115813">Jika Anda tidak tidur di tempat kerja, Anda mestinya dipecat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/120438/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alexander Brem tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ruang kantor terbuka dapat menghilangkan esensi dari tempat bekerja. Akan tetapi, ini tidak harus terjadi.Alexander Brem, Professor and Chair of Technology Management, Friedrich-Alexander-University Erlangen-Nürnberg, Honorary Professor, University of Southern DenmarkLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1201642019-07-16T09:05:59Z2019-07-16T09:05:59ZPulanglah tepat waktu! Terlalu lama bekerja, bisa tingkatkan risiko kena stroke<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/283474/original/file-20190710-44453-muho3b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=158%2C96%2C5710%2C4716&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Inikah waktunya untuk mengurangi lembur?</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/g9KFpAfQ5bc">Annie Spratt</a></span></figcaption></figure><p>Jam kerja panjang buruk bagi kesehatan kita. Sebuah <a href="https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/STROKEAHA.119.025454">penelitian</a> di Prancis baru-baru ini menemukan bahwa bekerja terus-menerus selama sepuluh hari atau lebih dapat meningkatkan risiko terkena stroke.</p>
<p><a href="https://academic.oup.com/occmed/article/67/5/377/3859790">Penelitian</a> lain juga menemukan bahwa pekerja yang memiliki jam kerja panjang cenderung memiliki kesehatan mental yang buruk dan kualitas tidur yang lebih rendah.</p>
<p>Orang dengan jam kerja yang panjang juga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10618741">cenderung</a> punya kebiasaan merokok, minum alkohol berlebihan, dan penambahan berat badan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/long-hours-at-the-office-could-be-killing-you-the-case-for-a-shorter-working-week-116369">Long hours at the office could be killing you – the case for a shorter working week</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kerja terlalu lama tidak baik</h2>
<p>Efek dari jam kerja yang panjang sangat beragam bagi kesehatan kita.</p>
<p><a href="https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/STROKEAHA.119.025454">Studi</a> dari Prancis yang melibatkan lebih dari 143.000 peserta itu menemukan bahwa mereka yang bekerja sepuluh jam atau lebih per hari selama setidaknya 50 hari dalam satu tahun berisiko terkena stroke 29% lebih tinggi.</p>
<p>Penelitian itu tidak menemukan hasil yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, tapi menunjukkan risiko lebih tinggi pada pekerja kantoran di bawah usia 50 tahun.</p>
<p>Riset meta-analisis lain yang melibatkan data lebih dari 600 ribu orang, <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(15)60295-1/fulltex">yang diterbitkan dalam jurnal medis Inggris The Lancet</a>, ternyata menemukan efek yang sama. Karyawan yang bekerja 40 sampai 55 jam per minggu memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan mereka dengan jam kerja yang standar yaitu 35-40 jam per minggu.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281521/original/file-20190627-76730-v4l7y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jam kerja yang panjang dan risiko terkena stroke lebih tinggi pada pekerja kantoran.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/UIpFY1Umamw">Bonneval Sebastien</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jam kerja yang tidak teratur, atau kerja shift, juga <a href="https://oem.bmj.com/content/58/1/68">ditengarai</a> berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan yang lebih buruk, termasuk gangguan jam biologis (yang menentukan kapan kita terbangun dan kapan kita tertidur), gangguan tidur, tingkat kecelakaan, kesehatan mental, dan risiko terkena serangan jantung.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/power-naps-and-meals-dont-always-help-shift-workers-make-it-through-the-night-74745">Power naps and meals don't always help shift workers make it through the night</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Gangguan ini bukan pada fisik semata. Bekerja berjam-jam secara terus menerus <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11482-017-9509-8">juga menyebabkan </a> ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang mengarah pada menurunnya kepuasan kerja dan kinerja, serta menurunnya kepuasan kehidupan dan hubungan pribadi.</p>
<h2>Mengapa kita banyak bekerja?</h2>
<p>Meskipun banyak negara telah memberlakukan batasan jumlah jam kerja per minggu, tetapi di seluruh dunia masih ada <a href="https://academic.oup.com/occmed/article/67/5/377/3859790">sekitar 22% pekerja</a> yang bekerja lebih dari 48 jam seminggu. Di Jepang, jam kerja yang panjang adalah masalah yang begitu besar sampai-sampai <em>karoshi</em> - “kematian karena bekerja terlalu keras” - adalah penyebab kematian yang diakui secara hukum.</p>
<p>Australia berada di urutan <a href="https://www.aihw.gov.au/reports/australias-welfare/australias-welfare-2017/contents/table-of-contents">ketiga terbawah</a> dari negara-negara OECD - Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi - dalam hal jam kerja yang panjang, dengan <a href="https://www.aihw.gov.au/getmedia/ac1e8df0-4f19-4c59-9df8-3211c395bd3f/aihw-australias-welfare-2017-chapter4-1.pdf.aspx">13% penduduknya</a> memiliki jam kerja di atas 50 jam per minggu dalam pekerjaan berbayar.</p>
<p>Kekhawatiran seputar otomatisasi, pertumbuhan upah yang lambat, dan meningkatnya pengangguran menjadi <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277953619303284">alasan</a> mengapa orang Australia bekerja lebih panjang. Sebuah <a href="https://d3n8a8pro7vhmx.cloudfront.net/theausinstitute/pages/2893/attachments/original/1542666753/GHOTD_2018_An_Update_Final_Formatted.pdf?1542666753">studi pada 2018</a> menunjukkan bahwa orang Australia bekerja lembur tidak dibayar totalnya sekitar 3,2 miliar jam.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/are-you-burnt-out-at-work-ask-yourself-these-4-questions-118128">Are you burnt out at work? Ask yourself these 4 questions</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pekerjaan sering tidak berakhir setelah mereka pulang kantor. Mereka melakukan pekerjaan ekstra di rumah, menerima telepon, atau menghadiri pertemuan online setelah jam kerja. Semakin banyak mereka yang tidak melakukan pekerjaan ekstra yang punya pekerjaan sampingan. Banyak orang Australia sekarang melakukan <a href="https://engage.vic.gov.au/inquiry-on-demand-workforce">pekerjaan tambahan</a> secara tidak tetap atau <em>freelance</em>.</p>
<h2>Pengaruh kendali pekerjaan</h2>
<p>Otonomi dan “keleluasaan keputusan” di tempat kerja–sejauh mana orang punya kendali dan dapat membuat keputusan atas pekerjaan mereka–adalah faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko masalah kesehatan.</p>
<p>Rendahnya keleluasaan keputusan dan juga kerja shift <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02678378708258525">dikaitkan</a> dengan risiko serangan jantung dan stroke yang lebih tinggi. Kendali individu memainkan peran penting dalam perilaku manusia; sejauh mana kita yakin kita memiliki kendali atas lingkungan kita, sangat <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/001872678603901104">mempengaruhi</a> persepsi dan reaksi kita terhadap lingkungan itu.</p>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/record/1974-04306-001">Penelitian</a> psikologi awal menunjukkan, misalnya, bahwa reaksi seseorang terhadap sengatan listrik sangat dipengaruhi oleh persepsi bahwa ia memiliki kendali atas sengatan itu (bahkan jika ia sebenar tidak punya kendali).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=373&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=373&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=373&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=469&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=469&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281522/original/file-20190627-76713-k70grg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=469&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pekerja yang memiliki sedikit kendali cenderung mengalami masalah kesehatan daripada mereka yang memiliki tingkat kendali yang tinggi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/zFSo6bnZJTw">NeONBRAND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/teachers-are-more-depressed-and-anxious-than-the-average-australian-117267">Teachers are more depressed and anxious than the average Australian</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Temuan ini juga ada dalam data <a href="https://www.aihw.gov.au/reports/australias-welfare/australias-welfare-2017/contents/table-of-contents">Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Australia</a>. Semakin tinggi perbedaan antara jumlah jam kerja yang mereka inginkan dan jumlah jam kerja yang mereka lakukan, maka semakin turun tingkat kepuasan dan kesehatan mental. Hasil ini berlaku baik bagi pekerja yang bekerja berlebihan dan bagi mereka yang menginginkan jam kerja lebih lama.</p>
<h2>Apa yang dapat dilakukan perusahaan?</h2>
<p>Komunikasi yang efektif dengan karyawan itu penting. Karyawan bisa jadi <a href="https://www.inc.com/betsy-mikel/microsoft-studied-what-made-their-employees-miserable-they-now-coach-managers-to-do-1-thing-differently.html">tidak dapat menyelesaikan pekerjaan</a> mereka dalam jam normal karena, misalnya, harus menghabiskan banyak waktu dalam rapat.</p>
<p>Perusahaan dapat mengambil langkah-langkah untuk menerapkan kebijakan yang dapat memastikan bahwa jam kerja yang panjang tidak terjadi terus menerus. Di Australia, ada acara <a href="https://www.gohomeontimeday.org.au/">tahunan</a> Go Home on Time Day, yaitu pulang ke rumah tepat waktu, untuk mendorong karyawan mencapai keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Walau inisiatif ini meningkatkan kesadaran akan jam kerja, orang seharusnya selalu pulang tepat waktu, bukan sekali-sekali.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/business-owners-control-of-their-work-life-balance-is-the-fine-line-between-hard-work-and-hell-100762">Business owners' control of their work-life balance is the fine line between hard work and hell</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Meningkatkan masukan karyawan ke dalam jadwal dan jam kerja mereka dapat memiliki dampak positif pada kinerja dan kesejahteraan mereka sendiri.</p>
<p>Merancang tempat kerja yang mengutamakan kesejahteraan juga penting. Penelitian tentang kerja shift <a href="https://oem.bmj.com/content/58/1/68">menunjukkan</a> bahwa memperbaiki tempat kerja dengan menyediakan makanan, perawatan anak, perawatan kesehatan, transportasi yang mudah diakses, dan fasilitas rekreasi dapat mengurangi efek buruk dari kerja shift.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/281519/original/file-20190627-76722-1d76ntd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dengan meningkatkan kondisi dan fungsi tempat kerja, pengusaha dapat membantu memperbaiki dampak negatif kesehatan dari pekerjaan shift.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/n-HtQS7IgU4">Asael Peña</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Terakhir, menerapkan praktik kerja yang fleksibel sehingga karyawan memiliki kendali atas jadwal mereka untuk mendorong keseimbangan kehidupan kerja <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/ntwe.12052">terbukti</a> memiliki efek positif pada kesejahteraan mereka.</p>
<p>Inisiatif-inisiatif semacam ini membutuhkan dukungan berkelanjutan. Jepang mengadakan Jumat Premium, yaitu gerakan yang mendorong karyawan untuk pulang jam 3 sore sebulan sekali. Namun, hasil awal <a href="https://prtimes.jp/main/html/rd/p/000000249.000001551.html">menunjukkan</a> bahwa hanya 3,7% karyawan yang melaksanakan inisiatif tersebut. Hasil rendah ini dapat <a href="https://www.japantimes.co.jp/news/2017/12/12/national/japanese-workers-feel-guilty-taking-time-off-use-fewer-holidays-international-peers-survey/#.XRRSKJMzbUI">dikaitkan</a> jam kerja panjang yang sudah jadi budaya dan pola pikir kelompok: karyawan tidak ingin merepotkan rekan kerja saat mereka mengambil cuti.</p>
<p>Dengan meningkatnya kekhawatiran tentang jaminan pekerjaan, dan budaya yang menganggap jam kerja panjang adalah hal wajar, perubahan mungkin tidak cepat terjadi. Padahal kita semua tahu bahwa jam kerja panjang tidak baik untuk kesehatan.</p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/120164/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Libby (Elizabeth) Sander tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menurut penelitian baru, orang yang bekerja 10 jam sehari memiliki risiko terkena stroke 29% lebih tinggi. Jam kerja panjang juga memengaruhi hubungan pribadi, perilaku tidur, dan kesehatan mental.Libby (Elizabeth) Sander, Assistant Professor of Organisational Behaviour, Bond Business School, Bond UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1158132019-04-26T09:25:20Z2019-04-26T09:25:20ZJika Anda tidak tidur di tempat kerja, Anda mestinya dipecat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/271140/original/file-20190426-61880-1pubdoj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak perusahaan, seperti Ben & Jerry’s, Zappos dan Nike, membolehkan para karyawannya tidur di tempat kerja. </span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Pada masa lalu, ketika ekonomi kita didominasi oleh pertanian dan manufaktur, nilai seorang pekerja diukur dengan tenaga yang mereka gunakan (<em>input</em>). Jika mereka lambat memasang bumper mobil, mereka tidak produktif, dan jika tidur pada waktu kerja, mereka mencuri waktu perusahaan, dan dapat dipecat.</p>
<p>Namun, kini kita memasuki era <a href="https://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.soc.29.010202.100037">ekonomi pengetahuan</a> di mana nilai seorang pekerja dihitung berdasarkan produk yang mereka hasilkan (<em>output</em>), bukan <em>input</em> mereka. Ini berarti hasil akhir dan bukannya jam kerja yang dipergunakan yang lebih diperhatikan dalam mengevaluasi kinerja mereka.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memajukan-industri-pengetahuan-di-indonesia-apa-yang-bisa-dilakukan-pemerintah-102486">Memajukan industri pengetahuan di Indonesia, apa yang bisa dilakukan pemerintah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dalam ekonomi pengetahuan kita ingin para pekerja fokus, bukan hanya aktif; terlibat, bukan hanya hadir. Kita ingin mereka menghasilkan <em>output</em> dengan kualitas setinggi mungkin. </p>
<p>Tidur di tempat kerja bisa membantu meraih semua itu. </p>
<h2>Epidemi kelelahan</h2>
<p>Menurut <a href="https://www.nsc.org/in-the-newsroom/69-percent-of-employees-many-in-safety-critical-jobs-are-tired-at-work-says-nsc-report">National Safety Council</a> di Amerika Serikat, hampir 70% pekerja kelelahan di tempat kerja. </p>
<p>Ongkos belanja masyarakat dari tingkat keletihan seperti ini setiap tahunnya diperkirakan mencapai US$410 miliar. Seperti saya bahas dalam buku terbaru saya
<a href="https://www.infoagepub.com/products/Boost"><em>Boost: The science of recharging yourself in an age of unrelenting demands</em></a>, orang-orang dewasa sehat butuh tidur <a href="http://jcsm.aasm.org/viewabstract.aspx?pid=30048">tujuh sampai sembilan jam</a> di malam hari, tapi banyak dari kita tidak punya cukup waktu untuk terlelap.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/267383/original/file-20190403-177196-csa96y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jika para pekerja diharuskan untuk terjaga setelah berjam-jam mereka semestinya juga diizinkan untuk tidur di tempat kerja.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sebanyak 35% penduduk di Amerika Serikat tidur kurang dari tujuh jam tiap malam. Antara 1985 dan 2012 persentase orang-orang dewasa di Amerika Serikat yang tidur kurang dari enam jam setiap malam <a href="https://doi.org/10.5665/sleep.4684">meningkat lebih dari 30%</a>. Dan, dibanding 60 tahun lalu, saat ini setiap malam orang-orang kekurangan tidur <a href="https://doi.org/10.1016/S1389-9457(08)70013-3">satu setengah sampai dua jam</a>. </p>
<p>Rasa mengantuk yang terjadi selanjutnya menciptakan risiko bahaya di dalam maupun di luar pekerjaan. Sebagai contoh, dalam 30 hari terakhir <a href="https://www.cdc.gov/features/dsdrowsydriving/index.html">sekitar satu dari 25 sopir melaporkan tertidur di belakang kemudi</a>.</p>
<p>Masalah ini begitu parah sampai Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mempertimbangkan <a href="https://www.sleepdr.com/the-sleep-blog/cdc-declares-sleep-disorders-a-public-he%20alth-epidemic/">kurang tidur sebagai sebuah epidemi kesehatan publik</a>. </p>
<h2>Tempat kerja mestinya menyediakan ruang untuk tidur sesaat</h2>
<p>Batas antara pekerjaan dan rumah menjadi semakin kabur saat ini dan menjadi salah satu penyebab tingkat keletihan yang tinggi. <a href="https://www.pewinternet.org/fact-sheet/mobile/">Sembilan puluh lima persen</a> warga Amerika kini memiliki satu telepon seluler dan 77% memiliki sebuah telepon pintar (<em>smartphone</em>).</p>
<p>Sebagai hasil dari penggunaan teknologi komunikasi secara non-stop, para pekerja kini dapat dihubungi kapan pun, siang atau malam, di saat kerja atau di luar jam kerja. Riset menunjukkan bahwa 84% pekerja <a href="http://dx.doi.org/10.1037/str0000014">melaporkan harus tetap terjaga setelah jam kerja</a> setidaknya beberapa jam. </p>
<p>Ini secara esensial membuat para pekerja selalu siaga untuk “siap dihubungi”. Dan tebak apa yang terjadi kita orang-orang selalu dalam keadaan ini? <a href="https://doi.org/10.1016/j.smrv.2016.06.001">Mereka tidak tidur juga</a>. </p>
<p>Jadi, secara umum terdapat tren pengurangan durasi tidur. Namun, tidak hanya itu, tren teknologi yang mengaburkan batasan antara pekerjaan dan rumah menyulitkan kita untuk mendapatkan tidur yang cukup. Ini tragis, karena tidur adalah <a href="https://doi.org/10.1080/13594320500513913">salah satu mekanisme pemulihan yang paling penting </a> yang tersedia selepas kita menyelesaikan pekerjaan yang membuat lelah.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/OI8Cr7QYnsU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Arianna Huffington mendiskusikan pentingnya tidur untuk para wirausahawan.</span></figcaption>
</figure>
<p>Untuk melawan epidemi kurang tidur ini, pengaburan garis batas antara pekerjaan dan rumah seharusnya diizinkan terjadi di tempat kerja juga. Jika pekerja harus tetap terjaga setelah jam kerja, mereka seharusnya juga boleh tidur di tempat kerja.</p>
<p>Jika para pemberi pekerja/perusahaan akan mengganggu waktu istirahat para pekerja dan menghambat pekerja menyegarkan diri dari tuntutan kerja harian mereka, perusahaan mestinya menyediakan kesempatan untuk pemulihan yang dibutuhkan saat di tempat kerja.</p>
<h2>Tidur sesaat meningkatkan kinerja</h2>
<p>Ada sebuah kasus bisnis yang bagus untuk hal ini. Tidur 10 sampai 30 menit dapat <a href="https://doi.org/10.1007/s004210050392">meningkatkkan kewaspadaan</a>, mengurangi keletihan dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12220317">meningkatkan kinerja</a>. Tidak hanya itu, riset terbaru menunjukkan bahwa tidur mungkin <a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/324691.php">sama efektifnya</a> dengan obat untuk mengurangi tekanan darah, sehingga perusahaan yang mengimplementasikan kebijakan tidur mungkin menghemat ongkos perawatan kesehatan. </p>
<p><a href="https://www.sleep.org/articles/sleeping-work-companies-nap-rooms-snooze-friendly-policies/">Banyak perusahaan</a> seperti Ben & Jerry’s, Zappos dan Nike, mengizinkan pekerjanya tidur sesaat di tempat kerja. Saya yakin bahwa tren ini menggambarkan tempat kerja pada masa depan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apa-yang-indonesia-butuhkan-untuk-membangun-ekonomi-dengan-ilmu-pengetahuan-104316">Apa yang Indonesia butuhkan untuk membangun ekonomi dengan ilmu pengetahuan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ide bahwa para pekerja semestinya tidak diizinkan untuk terlelap di tempat kerja adalah tabu lawas dari era yang sudah berlalu. Ide ini merupakan sebuah peninggalan masa ketika nilai seorang pekerja tergantung pada <em>input</em> manualnya. </p>
<p>Namun, dalam ekonomi modern, nilai Anda sebagai seorang pekerja, manajer atau eksekutif sering bersandar pada kemampuan Anda untuk memproduksi <em>output</em> yang diinginkan. Organisasi-organisasi progresif mengakui bahwa para pekerja yang lelah tidak dapat bekerja pada tingkat kemampuan terbaik mereka. Pada esensinya, seorang pekerja yang lelah sedang mencuri kinerja dari majikan mereka. </p>
<p>Dalam ekonomi modern, jika Anda kelelahan dan tidak tidur di tempat kerja, Anda mestinya dipecat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115813/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jamie Gruman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ide bahwa para pekerja semestinya tidak diizinkan untuk terlelap di tempat kerja adalah tabu lawas dari sebuah era yang sudah berlalu.Jamie Gruman, Professor of Organizational Behaviour, University of GuelphLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1113542019-02-15T06:37:32Z2019-02-15T06:37:32ZOrang magang di perusahaan: perlu dibayar atau tidak? Telaah hukum dan etika<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/258684/original/file-20190213-90476-bviy8w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Unjuk rasa mahasiswa CEGEP memprotes magang tidak dibayar di Montreal Kanada, 21 November 2018.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.cpimages.com/fotoweb/cpimages_error.fwx?SessionTimeout=1">THE CANADIAN PRESS/Ryan Remiorz</a></span></figcaption></figure><p>Sejumlah mahasiswa di Quebec Kanada <a href="https://montrealgazette.com/news/local-news/cegep-students-strike-over-unpaid-internships">pada akhir November tahun lalu </a> menuntut bahwa magang harus dibayar. Apakah mereka ada benarnya?</p>
<p>Beberapa orang menganggap magang tanpa bayaran adalah hal yang baik, khususnya mereka yang telah mendapatkan manfaat dari kontrak magang tersebut. Sedangkan beberapa orang lain menegaskan bahwa ada melupakan isu ketidakadilan jika kita menganggap pelajar bekerja dengan cuma-cuma adalah hal lumrah. </p>
<p>Sebagai contoh, artikel di <em>Globe and Mail</em> dari 2014 mendeskripsikan pengalaman seorang lulusan sarjana. Dia menerima tawaran <a href="https://www.theglobeandmail.com/report-on-business/small-business/startups/in-defence-of-the-unpaid-internship/article19545250/">magang tanpa bayaran</a> di perusahaan rintisan yang kekurangan dana untuk mendapatkan pengalaman kerja yang dia butuhkan. Dia menyebutnya sebagai langkah awal yang membuatnya terus berada di jalur karirnya.</p>
<p>Pemilik perusahaan tersebut mengatakan perusahaan juga mendapatkan manfaat dari magang tanpa bayaran. Manfaat itu tidak akan mencapai sebanyak bila perusahaan “<a href="https://www.theglobeandmail.com/report-on-business/small-business/startups/in-defence-of-the-unpaid-internship/article19545250/">mempekerjakan beberapa orang secara acak…yang mereka temukan secara online</a>.”</p>
<p>Perusahaan tersebut menilai magang sebagai alat atau jembatan perekrutan. Orang-orang yang mendapatkan manfaat dari magang tanpa bayaran tersebut tidak melihatnya sebagai suatu masalah. </p>
<p>Yang lain beranggapan bahwa magang harus dibayar. Darren Walker, kini Presiden Ford Foundation, pada 2016 menulis bahwa <a href="https://www.nytimes.com/2016/07/05/opinion/breaking-a-cycle-that-allows-privilege-to-go-to-privileged.html?action=click&pgtype=Homepage&clickSource=story-heading&module=opinion-c-col-left-region&region=opinion-c-col-left-region&WT.nav=opinion-c-col-left-region&_r=0">magang dengan bayaran</a> memastikan adanya kesetaraan peluang.</p>
<p>Dia menekankan bahwa anak-anak muda yang berasal dari kelurga mampu, mampu magang magang selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan karena orang tua mereka mampu membiayai biaya hidup mereka. Gaji orang tua masih bisa membantu anaknya. Sedangkan orang tua mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu tidak dapat membiayai mereka.</p>
<p>Para mahasiswa yang berunjuk rasa di <a href="https://montreal.ctvnews.ca/cegep-university-students-walk-out-in-protest-over-unpaid-internships-1.4187345">Québec</a> menyatakan mereka harus meninggalkan pekerjaan yang berbayar atau bekerja lembur selama magang tanpa dibayar.</p>
<h2>Apapun untuk peluang kerja?</h2>
<p>Perdebatan secara emosional ini tidak akan menjawab pertanyaan apakah mahasiswa memiliki hak untuk dibayar saat mereka magang. Kita perlu menelaahnya dari segi definisi, hukum, dan ekonomi.</p>
<p>Isu pertama yang mendasar: Apakah tujuan dari magang, dan bagaimana magang berbeda dengan pembelajaran di sekolah? Dalam sebuah analisis definisi, mahasiswa PhD dari Concordia University Ingy Bakir dan saya menemukan beberapa kesepakatan tentang tanggung jawab ketika magang.</p>
<p>Beberapa hal termasuk: Siapa yang magang (masih mahasiswa, sudah lulus kuliah)? Berapa lama magangnya (beberapa minggu, beberapa bulan)? Apa ruang lingkup kerja: Apakah cukup jelas apa saja tugasnya, atau dapatkah karyawan magang diharapkan untuk melakukan apa pun yang dibutuhkan?</p>
<p>Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut definisi magang mengerucut pada satu hal: Magang memberikan pengalaman kerja yang klinis atau praktis yang dapat membantu pelajar untuk <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00131720802361936?casa_token=pEzZuh8V020AAAAA:7RMQ2eDSZC_K-4F-EiPfbp9rtdAFCGG_i0c4nIZiI593zZ-W4FjNADzC-VdwI4A27VJ7p2AGzQQ">mengaplikasikan</a> pembelajaran akademik ke dalam lingkungan kerja nyata. Magang adalah pengalaman <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10734-012-9509-4">kerja</a> sekaligus belajar.</p>
<p>Meski ada berbagai macam aturan hukum di wilayah jurisdiksi yang berbeda, penjelasan hukum memberikan definisi yang lebih jelas dan lebih sederhana. Menurut konsultan hukum <a href="https://gowlingwlg.com/en/insights-resources/articles/2014/are-unpaid-internships-legal-in-canada/">Gowling WLG</a>, sebagian besar kode etik perburuhan mempertimbangkan karyawan magang sebagai pekerja jika mereka melakukan pekerjaan untuk perusahaan tersebut, mereka menerima perintah dari perusahaan; dan perusahaan mendapat keuntungan dari hasil pekerjaan tersebut.</p>
<p>Hanya satu pengecualian, (mereka tidak disebut pekerja) jika mahasiswa melakukan tugas magang mereka sebagai bagian dari program akademik. Sebagian besar kode etik perburuhan, termasuk di Québec, memasukkan <a href="https://mcmillan.ca/Managing-Unpaid-Internships-in-Quebec">perkecualian ini</a>.</p>
<p>Orang kemudian dapat berargumen bahwa hukum memperbolehkan magang tanpa bayaran.</p>
<h2>Persetujuan untuk kompensasi</h2>
<p>Isu kedua adalah apakah semua pengalaman kerja mahasiswa tanpa bayaran. Jawabannya adalah tidak. Kompensasi finansial adalah <a href="https://www.cewilcanada.ca/coop-defined.html">bagian dari pendidikan yang koperatif</a> yang merupakan suatu bentuk pengaturan belajar-kerja lainnya. </p>
<p>Dalam pengaturan ini, ketika siswa bekerja mereka ditempatkan pada posisi yang digaji.</p>
<p>Banyak mahasiswa magang yang juga digaji. Komponen yang paling populer di program yang saya ajar adalah <a href="https://www.concordia.ca/artsci/education/about/internship-program.html">magang</a>. Karena permintaan untuk mahasiswa magang kami melampaui yang tersedia, hampir semua perusahaan membayar gaji. Dan seperti yang terjadi pada pasar tenaga kerja yang paling kompetitif, perusahaan yang tidak mau menggaji menerima sedikit atau menerima pelamar berkualitas rendah dan akhirnya menyetujui untuk memberikan kompensasi.</p>
<h2>Siapa yang diuntungkan?</h2>
<p>Isu ketiga adalah apakah perusahaan diuntungkan dari hasil kerja magang. Jika dilihat dari tingkat individu, hal itu tergantung dari efektivitas anak magang dalam menjalankan pekerjaannya. Secara umum, bagaimana pun, jawabannya pasti ya, karena jika tidak perusahaan tidak akan mengambil anak magang. </p>
<p>Alasan utama menentang upah magang adalah perusahaan menanggung biaya pekerja magang tersebut. Beberapa perusahaan mengatakan bahwa magang adalah pelatihan. Karena itu mereka tidak dapat menanggung biaya pelatihan dan kompensasi sekaligus. Tapi masalah ini hanya relevan jika perusahaan harus berinvestasi secara signifikan untuk <a href="https://www.theglobeandmail.com/report-on-business/careers/career-advice/the-ins-and-outs-of-internships/article1319780/">supervisi yang memakan waktu.</a></p>
<p>Ketidakmampuan untuk membayar pekerja magang mungkin adalah suatu pilihan. Hasil riset lembaga Conference Board of Canada menunjukkan bahwa pengusaha Kanada meningkat tingkat kepelitannya untuk <a href="https://www.conferenceboard.ca/press/newsrelease/2018/01/31/canadian-employers-investment-in-employee-learning-and-development-continues-to-rise?AspxAutoDetectCookieSupport=1">investasi pelatihan</a>, mengurangi investasi tahunan per pekerja dari $1,116 pada 1993 menjadi $889 pada 2017.</p>
<p>Pengusaha lainnya memandang magang sebagai biaya perekrutan. Setelah wawancara, mereka menguji pekerja mereka dengan tidak menggaji selama beberapa minggu dan bulan untuk melihat kinerja para pekerja. Tapi, apakah adil mengharapkan calon pekerja selama berminggu-minggu hidup tanpa digaji sehingga pengusaha dapat mengurangi biaya rekrutmen dan pelatihan? Dapatkah calon karyawan yang sudah pekerja tetap melakukan hal yang sama?</p>
<p>Dengan kata lain, ada benarnya yang dikatakan para mahasiswa.</p>
<p>Tentu saja perguruan tinggi dan universitas dapat mencegah perusahaan memasang pengumuman magang tanpa dibayar di kampus. Tapi beberapa profesi membutuhkan pendidikan klinis untuk mendapatkan surat izin. Perjanjian antara universitas-universitas dan pihak ketiga lainnya mengizinkan peluang-peluang magang tanpa digaji. Mengubah praktik itu akan lebih menantang.</p>
<p>Selain itu, inti masalahnya terletak pada celah dalam aturan ketenagakerjaan yang memungkinkan magang tanpa bayaran untuk mahasiswa. </p>
<p>Dan sah atau tidak, magang tanpa bayaran sepertinya akan berlanjut selama orang-orang mengalami hambatan untuk menerobos ketenagakerjaan dan beberapa pengusaha melihat peluang mendapat tenaga kerja gratis.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/111354/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Saul Carliner is a fellow with the Institute for Performance and Learning. He has received funding from SSHRC, Entente Canada Québec, and Canadian Council on Learning.</span></em></p>Alasan utama yang menentang upah magang adalah perusahaan menanggung biaya pekerja magang tersebut. Tapi perusahaan mendapat banyak manfaat juga.Saul Carliner, Professor of Education, Concordia UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1104342019-01-25T05:05:12Z2019-01-25T05:05:12ZAkan terlihat seperti apakah bekerja pada tahun 2030?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/255300/original/file-20190124-135157-17ts2ln.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=21%2C10%2C3573%2C2382&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seperti apa bentuk pekerjaan di masa depan?</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Dunia kerja sedang berubah, begitu pula dengan masyarakat. Perbincangan mengenai dunia kerja masa depan semakin ramai selama tiga tahun terakhir, terutama dengan munculnya diskusi-diskusi mengenai teknologi digital, dunia wirausaha, orang-orang yang memiliki beberapa pekerjaan, pendapatan universal, atau bentuk-bentuk baru dari manajemen dan pemerintahan.</p>
<p>Perdebatan-perdebatan di atas yang fokus pada ketenagakerjaan, jenis-jenis pekerjaan, dan penerapan manajemen, memiliki satu manfaat: memperjelas kemungkinan-kemungkinan pekerjaan di masa depan.</p>
<h2>Kondisi pekerjaan masa depan</h2>
<p>Dalam penelitian berjudul <a href="https://www.researchgate.net/publication/329254461_Le_futur_du_travail_en_2030_quatre_atmospheres/stats">“The future of work in 2030: four atmospheres?”</a> atau “Masa depan dunia kerja di 2030: empat kondisi?”, lembaga riset internasional <a href="https://collaborativespacesstudy.wordpress.com/">RGCS</a> menawarkan beberapa pandangan mengenai pekerjaan di masa depan.</p>
<p>Kami mulai dengan menyajikan beberapa hal yang bertolak belakang yang terjadi dalam dunia kerja. Paradoks-paradoks ini menyoroti ketegangan dan dilema yang menyebabkan perubahan dalam dunia kerja, seperti: mobilitas versus kehidupan yang mapan; kewirausahaan versus ketergantungan; kebebasan versus keamanan; otonomi versus kontrol; digitalisasi versus dunia nyata, dan lain-lain.</p>
<p>Atas dasar ini, kami memperbarui gagasan mengenai <a href="https://www.researchgate.net/publication/327369385_Experiencing_a_New_Place_as_an_Atmosphere_A_Focus_on_Tours_of_Collaborative_Spaces">kondisi dunia kerja</a>, baik dalam konteks yang sederhana maupun yang bertolak belakang, untuk mendeskripsikan pekerjaan di hari ini dan masa depan. </p>
<p>Kondisi dunia kerja mengacu pada tempat, konteks, suasana hati, juga segala hal yang sulit untuk dijelaskan dalam sebuah lingkup kehidupan atau pekerjaan. Pada waktu yang bersamaan, komponen-komponen yang terlibat sangat konkret, yaitu; gestur, alat, tempat, praktik, sensasi, emosi, dan lain-lain. Namun mereka juga berbentuk “kuasi-materi” dan dapat dirasakan melalui cahaya, kata-kata, suara, dan tekstur yang menjadi perantara hubungan kita dengan pekerjaan. Kondisi di mana kita bekerja sangat menentukan ruang dan waktu saat kita hendak melakukan pekerjaan.</p>
<p>Oleh sebab itu, kami kemudian mengembangkan empat skenario, terkait dengan empat kondisi kerja, untuk membayangkan bagaimanakah dunia kerja pada tahun 2030;</p>
<ul>
<li><p><strong><em>Freelancing</em> atau bekerja lepas.</strong> Bayangkan sebuah masyarakat yang sebagian besar terdiri dari pekerja lepas yang terhubung oleh platform global. Hal lain berupa transaksi. Suasana kerja menjadi lebih cair seperti yang dijelaskan oleh Z. Bauman;</p></li>
<li><p><strong><em>Salaried</em> atau bekerja di kantor dengan gaji tetap.</strong> Mereka menggambarkan sebuah dunia di mana pekerjaan bergaji tetap menjadi pusat operasi sebuah perusahaan. Kontrak kerja permanen dan dalam jangka waktu tertentu mengalami pengembangan dari sisi hukum, akan tetapi kontrak kerja tetap menjadi kunci dunia kerja dan ketenagakerjaan. Hal lain yang penting adalah kontrak. Kondisi menjadi bersifat teritorial dan mengakar;</p></li>
<li><p><strong><em>Hybridisation</em> atau hibridisasi</strong>. Hal ini mewakili terobosan yang lebih lanjut dari bentuk pekerjaan saat ini. Berbagai bentuk aktivitas pekerjaan kemudian diakomodasi. Setiap orang memiliki pekerjaan yang berbeda di satu waktu atau sesudahnya menjadi pekerja tetap atau wiraswastawan. Kondisi pekerjaan semacam itu memiliki sensasi yang berbeda-beda. Kebalikannya, hal yang lain yang penting adalah munculnya pribadi yang baru yang memunculkan manajemen pribadi yang bermacam-macam. Untuk beberapa hal, kondisi kerja tipe ini bersifat skizofrenik;</p></li>
<li><p><strong>Pendapatan universal</strong>. Kondisi ini menggambarkan sebuah situasi yang mengutamakan aktivitas dibandingkan kinerja dan status. Bentuk-bentuk dari pekerjaan dengan gaji tetap dan kewirausahaan akan tetap ada, di samping juga ada solidaritas antar pekerja yang menyeluruh. Kondisi pekerjaan semacam ini ditandai dengan tindakan untuk memberi dan menciptakan kembali diri sendiri.</p></li>
</ul>
<p>Tentu saja, skenario-skenario dan kondisi kerja yang terkait dapat dikombinasikan. Kita dapat membayangkan penggabungan antara bekerja lepas dan bekerja dengan gaji tetap bersamaan dengan kontrak jangka panjang. Kondisi kerja yang didominasi pekerja lepas dan pendapatan universal pun tampaknya cocok untuk kita. Empat kemungkinan ini memberikan kemungkinan praktis dan emosional yang dapat kita coba terapkan di masa depan. </p>
<p>Untuk menegaskan keyakinan ini, kami percaya bahwa masa depan dari dunia kerja akan penuh dengan kejutan. Dunia kerja di masa depan akan terus berkembang secara kreatif lebih dari telah dibicarakan di atas. </p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/248580/original/file-20181203-194922-1uk8ecx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Rochelongue Montpellier.</span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Dengan masa depan–atau tidak dengan masa depan?</h2>
<p>Suatu malam di musim panas pada 2025 di Montpellier’s Place de la Comédie, bayangkan ada empat orang yang mewakili empat kondisi pekerjaan di masa depan–Freelancia, Salaria, Hybridia, dan Solidaria, yang mewakili pendapatan universal. Empat karakter tersebut semuanya perempuan. Mereka masing-masing membawa masa depan pekerjaan. Kemiripan dengan orang lain, hidup atau mati, atau peristiwa nyata, bukan kebetulan. Dialog di bawah ini (yang dirinci dalam catatan riset kami) antara keempat individu iyetseniy menggambarkan pilihan-pilihan hidup yang spesifik, terkadang eksklusif, juga proyek sosial yang berkaitan dengan setiap skenario yang ada. Begini contohnya:</p>
<blockquote>
<p>Hybridia: “Tiga tahun yang lalu, saya masih menjalani menjadi pekerja lepas. Dan apakah kamu ingat setelah SMA, saya memulai bisnis kecil kolaborasi seni itu? Tapi, saya pikir kamu terlalu resistan terhadap banyak hal, Freelancia! Mengapa tidak menikmati semua yang bisa kamu dapatkkan: waktu yang lebih bebas tapi juga ada jaminan rasa aman? </p>
<p>Freelancia: "Hanya ada 24 jam dalam sehari […]. Dengan adanya aktivitas lain yang saya lakukan, saya merasa berkhianat pada aktivitas saya yang pertama.”</p>
<p>[…]</p>
<p>Solidaria: “Anda tidak mau menghabiskan hidup anda dengan menjual omong kosong! Satu waktu Anda adalah "konsultan”, seorang “katalisator dalam inovasi” dan kini Anda “kepala dari unit bisnis wirausaha”. Apa langkah selanjutnya setelah itu? […] Apakah Anda tidak ingin melakukan sesuatu yang lebih bermakna? Untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain?“</p>
<p>Salaria: "Aku tidak dapat hidup hanya makan cinta dan udara segar seperti Anda. Saya mengurus dua anak saya sendirian. Saya tahu berapa besar biaya yang akan saya keluarkan untuk pendidikan mereka. Saya ingin mereka mendapatkan pendidikan terbaik (…) yang akan memberikan mereka pendapatan yang cukup.”</p>
</blockquote>
<p>Dialog ini terus berlanjut dengan hal yang lebih spesifik terkait aspek-aspek teknologi di balik skenario ini. Aspek tersebut mendiskusikan hubungan antara kecerdasan buatan (<em>artificial intelligence</em>) dan bentuk-bentuk pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan biasa. Menggunakan sebuah metafora yang berhubungan dengan Mesir Kuno dan meminjam dari Michel Serres, kami menyarankan untuk mempertimbangkan telepon pintar dan kecerdasan buatan dari pekerja masa depan sebagai <a href="https://www.decitre.fr/livres/petite-poucette-9782746506053.html">“<em>ka</em>”</a>, seorang yang mirip kita tapi bersifat otonom. Kami pun mengangkat berbagai masalah masalah etika.</p>
<p>Sebagai kesimpulan, dengan tidak menggunakan bola kristal atau ramalan, penelitian kami bertujuan untuk menggarisbawahi pilihan-pilihan yang berhubungan dengan kehidupan kita, penggunaan teknologi, bentuk-bentuk pekerjaan (baik lama maupun baru), suara politik dan keterlibatan sipil yang, hingga saat ini, akan membuat skenario-skenario tertentu soal masa depan dunia kerja menjadi mungkin atau malah menghalanginya. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini berdasarkan pada penelitian <a href="https://www.researchgate.net/publication/329254461_Le_futur_du_travail_en_2030_quatre_atmospheres">“Masa depan pekerjaan di 2030: empat kondisi?”_</a>, yang ditulis oleh Francois-Xavier de Vaunjany (PSL, Paris-Dauphine University), Amelie Bohas (Aix-Marseille), Sabine Carton (Grenoble-Alpes University), Julie Fabbri (sekolah bisnis emlyon), dan Aurelie Leclercq-Vandelannoitte (CNRS, IESEG). Studi ini dilakukan dalam kerangka kerja jaringan penelitian internasional RGCS (Research Group on Collaborative Spaces), yang berfokus pada praktik-praktik kerja di masa depan.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/110434/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>François-Xavier de Vaujany adalah pemimpin dari lembaga penelitian RGCS</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Amélie Bohas adalah anggota dari RGCS</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Aurélie Leclercq-Vandelannoitte adalah anggota dari RGCS.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Julie Fabbri adalah wakil pimpinan RGCS</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sabine Carton adalah sekretaris dari RGCS</span></em></p>Sebuah penelitian dari RGCS mengidentifikasi empat skenario tentang bagaimana dunia kerja dan sistem manajemen bisa digabung di masa depan.François-Xavier de Vaujany, Professeur en management & théories des organisations, Université Paris Dauphine – PSLAmélie Bohas, Maître de Conférences en Sciences de Gestion, Aix-Marseille Université (AMU)Aurélie Leclercq-Vandelannoitte, Chercheuse, CNRS, LEM (Lille Economie Management), IÉSEG School of ManagementJulie Fabbri, Professeur en stratégie et management de l'innovation, EM Lyon Business SchoolSabine Carton, Professeur en Management des Systèmes d'Information Grenoble IAE - CERAG, Grenoble IAE Graduate School of ManagementLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1007852018-08-16T09:50:27Z2018-08-16T09:50:27ZSistem kerja empat hari dengan bayaran lima hari berdampak baik buat karyawan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/230872/original/file-20180807-191025-hmj5b9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5615%2C3732&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Percobaan kerja empat hari seminggu menunjukkan jika pekerja bisa mengontrol pekerjaanya, maka mereka merasa dan bekerja lebih baik.</span> <span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Karyawan-karyawan di sebuah perusahaan di Selandia Baru yang tergabung dalam sebuah <a href="https://www.perpetualguardian.co.nz/our-services/four-day-working-week-trial">percobaan inovatif kerja empat hari seminggu</a> telah menyatakan kesuksesan sistem kerja empat hari tersebut dengan 78% dari mereka menyatakan dirinya merasa lebih mampu mengatur keseimbangan antara kerja dan kehidupannya.</p>
<p><a href="https://www.perpetualguardian.co.nz/"><em>Perpetual Guardian</em></a>, sebuah perusahaan yang mengelola perihal warisan dan wasiat, menerbitkan <a href="https://www.4dayweek.co.nz/">temuannya</a> dari percobaan tersebut yang didorong oleh <a href="https://www.vouchercloud.com/resources/office-worker-productivity">penelitian</a> sebelumnya yang menyatakan bahwa pekerja modern hanya produktif bekerja selama tiga jam sehari. </p>
<p>Analisis tersebut menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja empat hari seminggu merasa lebih baik dan terlibat dengan pekerjaannya. Mereka juga merasa kehidupan karir dan pekerjaan lebih seimbang dan tingkat stres berkurang – semua hal tersebut terjadi dengan tetap mempertahankan tingkat produktivitas yang sama. Yang menarik adalah orang-orang tersebut juga merasakan sedikit penurunan signifikan atas tuntutan pekerjaannya.</p>
<h2>Pengaturan</h2>
<p>Perusahaan tersebut meminta 240 karyawannya untuk bekerja selama empat hari seminggu (delapan jam setiap harinya), bukannya lima hari dengan tetap mendapatkan gaji untuk kerja lima hari. Percobaan tersebut terinspirasi oleh semakin banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa model ruang kerja terbuka modern bisa mengganggu pekerja dan menurunkan produktivitas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/gaya-kerja-milenial-dan-tantangan-kolaborasi-di-era-disrupsi-teknologi-90544">Gaya kerja milenial dan tantangan kolaborasi di era disrupsi teknologi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Direktur pelaksana perusahaan tersebut, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Andrew_Barnes_(businessman)">Andrew Barnes</a>, berpendapat bahwa kerja mingguan yang lebih pendek mungkin adalah cara yang inovatif untuk membuat para pekerja menjadi fokus pada pekerjaan dan menjaga produktivitasnya secara keseluruhan, sambil memberikan manfaat untuk meningkatkan keseimbangan antara kerja dan kehidupan, kesehatan mental yang lebih baik serta lebih sedikit kemacetan di jalan raya.</p>
<p>Hasilnya menunjukkan peningkatan 24% pada karyawan yang menyatakan keseimbangan kehidupan-kerjanya meningkat, peningkatan signifikan dalam keterlibatan dan penurunan sebesar 7% dalam tingkat stres - semuanya itu tanpa penurunan produktivitas</p>
<h2>Tantangan</h2>
<p>Tantangan pertama bagi perusahaan adalah tidak semua orang melakukan pekerjaan yang sama di seluruh bagian tempat kerja tersebut. Perusahaan bukanlah barisan produksi yang membuat perangkat eletronik yang produktivitasnya bisa dengan mudah diukur.</p>
<p>Solusinya adalah dengan meminta tiap tim (dan tiap managernya) untuk memberi detail apa yang sebenarnya mereka lakukan dan bagaimana mereka mungkin melakukan hal tersebut selama empat hari, bukannya lima. Hal ini melibatkan pengaturan dari tiap tim sehingga mereka dapat memenuhi tenggat waktu dan mempertahankan kinerja dan produktivitasnya. Dalam praktiknya, empat hari seminggu berarti karyawan dalam sebuah tim memiliki satu hari libur di tiap minggunya, tetapi hari libur tersebut pindah selama hari Senin hingga Jumat selama masa percobaan ini.</p>
<p>Harapannya adalah jika karyawan mampu menjaga tingkat produktivitasnya dan tetap begitu dengan kerja empat hari, maka mereka harusnya mampu mencapai keuntungan pribadi yang lebih baik dan perusahaan pun akan mendapatkan keuntungan dengan mendorong reputasi, rekrutmen dan bonus, serta penghematan energi (pengurangan 20% pekerja di tempat kerja).</p>
<p>Terdapat banyak penelitian yang menunjukkan jika organisasi peduli dengan kesejahteraan karyawannya maka para pegawainya pun akan merespons dengan <a href="http://classweb.uh.edu/eisenberger/wp-content/uploads/sites/21/2015/04/01_Perceived_Organizational_Support.pdf">perilaku</a> dan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0148296308001203">kinerja</a> yang lebih baik. Selain itu, penelitian juga menunjukkan keseimbangan kerja dan kehidupan adalah hal yang penting untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0001879114001110">kepuasan kerja</a> dan [kesejahteraan secara umum], dan juga bahwa dengan menghabiskan waktu lebih banyak di luar pekerjaannya, para karyawan <a href="http://nzjhrm.co.nz/includes/download.ashx?ID=149678">terlibat lebih baik pada pekerjaannya</a>.</p>
<p>Meski begitu, ada potensi bahwa karyawan mungkin melaporkan stres dan masalah yang lebih besar terkait tuntutan pekerjaan karena mereka sekarang, pada dasarnya, mengerjakan beban kerjanya ke dalam empat hari, bukan lima.</p>
<h2>Temuan</h2>
<p>Untuk memungkinkan analisis atas percobaan ini, karyawan dan manajer diminta mengisi survei sebelum dan sesudah percobaan. Data karyawan tambahan dikumpulkan pada akhir tahun. Sehingga analisisnya didasarkan pada lima set data yang berbeda, baik dari karyawan maupun manajer.</p>
<p><a href="https://static1.squarespace.com/static/5a93121d3917ee828d5f282b/t/5b4e4237352f53b0cc369c8b/1531855416866/Final+Perpetual+Guardian+report_Professor+Jarrod+Haar_July+2018.pdf">Hasilnya</a> menunjukkan bahwa persepsi para karyawan berubah sepanjang percobaan ini. Para pegawai merasa bahwa kerja empat hari dalam seminggu (dengan gaji untuk kerja selama lima hari) menunjukkan seberapa perhatian atasan terhadap kesejahteraan mereka. Persepsi yang seperti inilah yang membantu organisasi karena akan membuat karyawannya bekerja lebih keras, lebih puas dan lebih ingin untuk bertahan pada pekerjaan tersebut lebih lama. Mereka juga bekerja dengan lebih baik.</p>
<p>Para karyawan melaporkan kepuasan dan keterlibatan kerja yang lebih baik, mereka pun merasa timnya semakin solid dan terlatih dalam melakukannya pekerjaannya bersama-sama. Hal ini mencerminkan fokus tim ketika mereka diminta untuk mengembangkan pendekatan kerja empat hari sejak awal percobaan. </p>
<p>Temuan lain adalah para pegawai melaporkan tuntutan pekerjaan yang menurun secara signifikan. Hal ini menarik karena terdapat kemungkinan masalah pada para pegawai karena merasa lebih tertekan, namun <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/job.441">penelitian</a> menunjukkan bahwa memiliki kemampuan lebih untuk mengatur pekerjaannya menaikkan kesejahteraan psikologis. Fakta bahwa <em>Perpetual Guardian</em> memperbolehkan pegawainya untuk merencanakan kerja mingguan memperbaiki kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan mereka secara stabil dan tepat waktu.</p>
<p>Yang terakhir, para pengawas menilai kerja tim tidak berubah selama percobaan. Meski begitu, pengawas juga menemukan bahwa tim mereka memiliki kreativitas yang lebih besar serta melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat, termasuk memiliki kinerja pelayanan yang lebih baik.</p>
<p>Uji coba kerja empat hari dalam seminggu menunjukkan bahwa karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan mereka secara memuaskan, atau bahkan lebih baik dalam beberapa aspek, sambil menikmati keseimbangan kerja dan kehidupan yang lebih besar serta mengurangi stres. Ini menggambarkan kekuatan dukungan organisasi dan menggarisbawahi manfaat kinerja yang bisa dicapai ketika organisasi mengambil risiko untuk mempercayai pegawainya dan mendukung mereka dalam pendekatan baru dalam bekerja. </p>
<p>Uji coba selama delapan minggu ini dinyatakan sukses dan sekarang organisasi sedang menyempurnakan pendekatannya sebelum melaksanakan sistemnya secara total.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/100785/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jarrod Haar tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebuah percobaan empat hari kerja menunjukkan karyawan merasa lebih baik dan terlibat dengan pekerjaan mereka. Mereka juga merasa kehidupan karir dan pekerjaan lebih seimbang dan tingkat stres berkurang.Jarrod Haar, Professor of Human Resource Management, Auckland University of TechnologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/908262018-01-31T10:40:48Z2018-01-31T10:40:48ZCo-working space mendorong inovasi—dan kesenjangan digital<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/203795/original/file-20180129-41450-vg52c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C4%2C923%2C614&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tren pendirian startup, kolaborasi, dan "bekerja lepas" menyumbang pada pertumbuhan kantor virtual dan ruang kerja bersama atau co-working space. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Di Indonesia, pusat-pusat kreatif yang dikenal sebagai <em>creative hubs</em> seperti ruang kerja bersama (<em>co-working space</em>) dan ruang berkarya (<em>makerspace</em>) menjadi tempat pekerja kreatif mewujudkan ide-ide orisinal mereka. Namun, meski pertumbuhan tempat-tempat tersebut dapat mendorong inovasi, mereka berpotensi pula memperparah ketimpangan digital antara kota-kota besar dan daerah.</p>
<h2>Ruang untuk kreativitas</h2>
<p><em>Creative hubs</em> adalah istilah yang dipopulerkan Pusat Kebudayaan Inggris (Bristish Council) untuk mengidentifikasi “ruang, baik virtual maupun fisik, yang menjadi tempat bertemu orang-orang kreatif”. </p>
<p>Di Indonesia, kebanyakan tempat semacam ini berbentuk ruang kerja bersama (<em>co-working spaces</em>), yaitu tempat kerja berbasis keanggotaan, ruang tempat kerja dengan alat produksi bersama yang dikenal <em>makerspace</em>, atau ruang kreatif seperti galeri seni independen. </p>
<p>Ruang-ruang ini menyediakan lingkungan tempat ide-ide dapat bermunculan dan berbagai rencana diwujudkan. Contohnya, Code Margonda di Depok, Jawa Barat adalah markas beberapa <em>startup</em>. Sementara Makedonia di Jakarta menyediakan printer 3D untuk murid sekolah menengah atas untuk bereksperimen secara gratis. </p>
<p>Ruang-ruang ini memungkinkan ide-ide dan pendekatan yang baru dalam mengembangkan komunitas. Perkembangan ruang-ruang semacam ini tumbuh dengan stabil antara 2002 dan 2010 di Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Di Jakarta sejumlah ruang kerja bersama bermunculan antara 2010 dan 2012. Grafik di bawah menunjukkan pertumbuhan yang cepat pusat-pusat kreatif. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/54HcU/1/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Namun, seperti ditunjukkan di atas, kenaikan yang drastis terjadi antara 2012 dan 2014, saat jumlah pusat-pusat kreatif meningkat tiga kali lipat dalam waktu dua tahun. Pergeseran ke teknologi digital dalam lima tahun belakangan telah membuat jaringan orang-orang dan ide-ide kreatif menjadi lebih penting ketimbang ruang fisik permanen. </p>
<p>Tren pendirian <em>startup</em>, kolaborasi dan “bekerja lepas” menyumbang pada pertumbuhan pasar ruang kerja bersama dan kantor virtual. Ruang kerja bersama menjawab kebutuhan pekerja lepas yang tidak dapat dipenuhi berjamurnya warung kopi dengan koneksi internet yang gratis tapi terbatas. </p>
<p>Bermunculannya ruang-ruang kerja bersama datang di saat yang tepat. Tren bertumbuhnya pusat-pusat kreatif juga mengisyaratkan tumbuhnya sektor teknologi dan kreatif di negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/203798/original/file-20180129-41413-88jzri.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Ruang kerja bersama Ngalup di Malang.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Pusat-pusat kreatif unik dan ekosistemnya dinamis</h2>
<p>Bertumbuhnya ruang-ruang kerja bersama adalah fenomena sosial dan ekonomi, terutama berkaitan dengan meningkatnya <em>startup</em> digital dan ekonomi berbasis internet. Di kalangan generasi muda, menghabiskan waktu produktif di ruang kerja bersama telah menjadi kebutuhan—dan norma baru. </p>
<p>Lanskap pusat-pusat kreatif menjadi beragam karena tren tersebut. Beberapa pusat kreatif dibangun atas asas kemandirian dan prinsip lakukan sendiri (<em>Do It Yourself</em>). Makedonia dan Code Margonda adalah penganut asas tersebut. Mereka fokus pada pentingnya komunitas dan kolaborasi. </p>
<p>Di sisi lain, ada juga pusat kreatif yang beroperasi dengan dukungan dana investor besar. Contohnya Cre8 yang didukung oleh Kejora Venture dan EV Hive yang didukung oleh East Venture. Dana investor ini memungkinkan mereka yang mendapatkannya menyewa atau membeli properti dengan lebih mudah serta membantu mereka menciptakan ruang kerja yang ciamik. </p>
<p>Ruang-ruang kreatif yang didukung oleh dana <em>venture capital</em> biasanya lebih maju dalam perencanaan bisnis mereka. Hal ini mengkompensasi ketidakmampuan mereka untuk menjangkau pekerja dan komunitas kreatif yang ada. Perbedaan antara co-working space yang didukung investor dan yang tumbuh dari komunitas kadang menciptakan jarak antara para coworking space ini. Ada perbedaan persepsi dan prinsip di dalamnya, meski kolaborasi menjadi tumpuan mereka dalam mengelola sektor yang masih sangat muda ini.</p>
<p>Ruang-ruang ini juga berpotensi menjadi sumber ketimpangan digital. Seperti telah dibahas oleh <a href="https://theconversation.com/the-digital-economy-is-no-leveller-its-a-source-of-inequality-36714">beberapa penulis</a>, ruang-ruang kerja bersama ini bisa menjadi ruang-ruang “wirausahawan digital yang terisolasi” tanpa hubungan yang nyata dengan sektor-sektor lain. Dalam konteks ini, coworking space bisa jadi justru memperparah ketimpangan yang sudah lama terlihat dalam hal infrastruktur, akses, dan peluang. </p>
<p>Di sinilah pemerintah dapat berperan untuk memperkecil kesenjangan. Pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif sebaiknya mengintervensi dengan mendirikan lebih banyak pusat-pusat kreatif di luar kota-kota besar di Indonesia. </p>
<h2>Tantangan dan peluang</h2>
<p>Pemilik pusat-pusat kreatif “akar rumput” secara umum sangat tangguh. Mereka belajar beradaptasi dengan situasi dari sejak awal, seringkali melalui kesulitan yang berat. Karena pasarnya masih labil, manajer pusat-pusat kreatif memiliki kerja berat membangun produk mereka dari nol, memperkenalkan konsep pusat kreatif kepada pelanggan mereka sembari setia pada nilai-nilai yang mereka pegang. </p>
<p>Keberlangsungan pendanaan menjadi masalah yang paling utama untuk dipecahkan karena pasar masih harus diperkenalkan pada jasa yang ditawarkan <em>co-working space</em>. Ini memaksa mereka untuk berlaku kreatif dalam menjalankan operasi mereka. Menurut survei yang kami lakukan pada 2017, pendapatan utama pusat-pusat kreatif didapatkan dari pemasaran program (contohnya pelatihan, seminar, dsb) karena kesulitan menarik pendapatan tetap dari iuran pelanggan <em>co-working space</em>. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/X8ZLj/1/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" width="100%" height="284"></iframe>
<p>Di tengah tantangan-tantangan ini, manajer ruang kreatif menunjukkan optimisme yang tinggi mengenai masa depan mereka. </p>
<p>Dari survei kami, rata-rata tingkat optimisme pengelola creative hub ada pada skor 8,275 dari skala 0-10. Optimisme yang layak disebarluaskan, seandainya sektor ini dapat pula mendorong praktik yang lebih inklusif bagi para pelakunya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/90826/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fajri Siregar tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pertumbuhan pusat kreatif bagus untuk inovasi tapi bisa memperluas ketimpangan digital dan ekonomi di Indonesia.Fajri Siregar, PhD Candidate, University of AmsterdamLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/806862017-09-05T07:33:44Z2017-09-05T07:33:44ZTransportasi online di Indonesia sukses, tapi kerja pengemudi rawan<p>Pemerintah Indonesia belum lama ini mengubah peraturan soal layanan transportasi online yang <a href="https://theconversation.com/uber-and-gojek-just-the-start-of-disruptive-innovation-in-indonesia-43644">mendisrupsi bisnis angkutan</a>. </p>
<p>Aplikasi online yang menghubungkan pengendara motor dan mobil dengan penumpang melalui telepon seluler menyediakan pilihan transportasi yang murah dan nyaman bagi penumpang. Namun penyedia layanan transportasi tradisional <a href="https://video.tempo.co/read/2015/08/27/3569/Sopir-Taksi-Demo-Tolak-Keberadaan-Taksi-Uber-dan-GoJek">protes terhadap saingan baru</a> ini. </p>
<p>Di bawah aturan baru pemerintah dapat mengendalikan harga layanan transportasi demi persaingan sehat antara layanan transportasi online dan tradisional. Kendaraan-kendaraan juga harus memenuhi minimum kapasitas mesin dan persyaratan laik jalan. </p>
<p>Perubahan-perubahan aturan ini untuk memastikan persaingan sehat antara layanan transportasi online dan angkutan tradisional. Meski demikian, aturan baru soal layanan transportasi online belum menyentuh dampak bertumbuhnya jumlah pengendara lepas terhadap kerawanan dan stabilitas kerja. </p>
<h2>Menciptakan peluang kerja</h2>
<p>Ada sekitar 300.000 akun yang terdaftar sebagai pengendara lepas untuk Gojek dan Uber di Indonesia. </p>
<p>Angka ini signifikan dan kemungkinan besar akan terus bertumbuh. Indonesia memiliki sekitar <a href="http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_381565.pdf">120,85 juta pekerja</a>, menurut data 2015. </p>
<p>Gojek dan Grab mulai beroperasi di Indonesia masing-masing di 2011 dan 2012. Gojek mengaku memiliki sekitar <a href="https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/250-000-driver-go-jek-kini-kuasai-jalanan-indonesia">250.000</a> pengendara. Uber memasuki Indonesia di 2014 dan tahun berikutnya mereka mengumumkan <a href="http://www.reuters.com/article/idUSJ9N13602C20151208">akan menambah jumlah pengemudi</a> dari 12.000 menjadi 100.000 di 2017. </p>
<p>Menurut <a href="https://assets.documentcloud.org/documents/1507970/uberstudy.pdf">sebuah penelitian yang dilakukan tahun 2015</a> terhadap pengemudi Uber di Amerika Serikat, para pengemudi tertarik pada peluang pendapatan dan waktu kerja yang fleksibel yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan aplikasi transportasi. </p>
<p>Sebuah penelitian tahun 2015 yang dilakukan Grab mengenai para pengemudi mereka di Indonesia mengangkat <a href="https://www.grab.com/id/en/press/consumers-drivers/studi-menunjukkan-grab-mendorong-dampak-positif-para-penumpang-dan-mitra-pengemudinya/">dampak positif Grab pada pengemudi</a>. Supir Grab dapat membayar biaya sekolah anak-anak mereka dan memiliki tabungan untuk membeli rumah. Selain itu, pengemudi GrabCar menakar fleksibilitas kerja sebagai keuntungan utama bergabung dengan layanan tersebut. </p>
<h2>Pekerjaan yang tak stabil dan rawan</h2>
<p>Namun pekerjaan ini bukan tanpa kekurangan. Pengemudi layanan transportasi online diklasifikasikan sebagai kontraktor mandiri atau mitra kerja, bukan karyawan. Ini berarti pengemudi dan keluarga mereka harus <a href="http://heinonline.org/HOL/LandingPage?handle=hein.journals/cllpj37&div=40&id=&page=">mengatasi sendiri risiko-risiko yang berhubungan dengan pekerjaan</a>.</p>
<p>Klasifikasi ini <a href="http://www.go-ride.co.id/terms">membebaskan perusahaan</a> dari kewajiban untuk memenuhi upah minimum, uang lembur, tunjangan kesehatan, pensiun, dan jaminan sosial pekerja. </p>
<p>Para pengemudi yang bergantung pada taksi online sebagai sumber pemasukan utama mereka <a href="https://www.techinasia.com/gojek-evil-drivers-share-thoughts-improve">lebih rentan terhadap ketidakpastian pendapatan</a>, dibandingkan mereka yang memiliki pekerjaan lain. </p>
<p>Waktu kerja yang fleksibel juga membuat pengemudi terpapar pada risiko-risiko lain karena mereka <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/cccr.12157/full">cenderung bekerja lebih lama</a>, seringkali di jam-jam yang tidak wajar, untuk memaksimalkan pemasukan mereka. </p>
<h2>Sektor informal</h2>
<p>Ketidakpastian dan kerawanan ini mirip dengan <a href="http://abs.sagepub.com/content/early/2012/12/04/0002764212466236">pengalaman pekerja-pekerja sektor informal</a>, seperti kuli pasar, pembantu rumah tangga, dan pengemudi ojek biasa. </p>
<p>Pengemudi taksi online juga merasakan pengalaman pekerja formal yang dipekerjakan <a href="http://abs.sagepub.com/content/early/2012/12/04/0002764212466236">melalui <em>out-sourcing</em> atau alih daya</a>. </p>
<p>Di banyak negara di Asia, <a href="https://kevinhewison.files.wordpress.com/2011/02/kalleberg-and-hewison-2015.pdf">praktik ketenagakerjaan yang rawan</a> telah lama menjadi “standar” karena luasnya sektor informal dan kegagalan sektor formal menciptakan lapangan pekerjaan tetap. </p>
<p>Kerawanan dan ketidakpastian yang berhubungan dengan pekerjaan ini bagian dari tren global <a href="http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---travail/documents/publication/wcms_443267.pdf"><em>casualisation of labour</em></a>, di mana pekerjaan-pekerjaan tetap berubah menjadi kerja kontrak jangka pendek atau lepas. </p>
<p>Tren ini berhubungan dengan meluasnya neo-liberalisme, sekumpulan ide dan kebijakan yang mendukung persaingan pasar bebas secara global. </p>
<p><a href="https://www.amazon.com/Precariat-New-Dangerous-Class/dp/1472536169">Perubahan-perubahan ini</a> telah mendorong kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel, membongkar sistem negara kesejahteraan (<em>welfare state</em>) di tempat-tempat sistem itu sebelumnya berlaku, dan mengurangi akses kelompok termiskin dunia terhadap berbagai layanan sosial. </p>
<h2>Dampak kerawanan dan ketidakpastian kerja</h2>
<p><a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/000312240907400101">Penelitian menunjukkan</a> kerawanan dan ketidakpastian yang berhubungan dengan pekerjaan mempengaruhi pekerja secara fisik, psikologis, dan moral. </p>
<p>Kerawanan dan ketidakpastian pekerjaan meningkatkan stres, menyebabkan penyakit, juga merusak kualitas hubungan dalam keluarga dan anggota-anggota masyarakat yang lain. </p>
<p>Lebih dari itu, pekerja yang mengalami kerawanan dan ketidakpastian <a href="http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00472336.2016.1197959">rentan terpengaruh politisi populis</a> yang seringkali menggunakan isu-isu etnis dan keagamaan untuk menarik dukungan. Tanpa sarana yang memadai untuk menyuarakan aspirasi mereka, para pekerja dengan mudah akan mendengarkan suara-suara yang menyebabkan perpecahan. </p>
<h2>Tingkatkan perlindungan pekerja</h2>
<p>Pemerintah, perusahaan-perusahaan, serikat pekerja, dan elemen-elemen lain dari masyarakat perlu memikirkan ulang arti pekerjaan dan hubungan tenaga kerja dalam sistem ekonomi di era digital. Kita perlu juga memikirkan dampak semua ini pada pekerja. </p>
<p>Serangkaian strategi diperlukan untuk menyatukan pengemudi dan menciptakan saluran yang menyuarakan aspirasi para pekerja lepas transportasi online. Strategi-strategi ini perlu menimbang bahwa pengaturan kerja fleksibel dalam ekonomi era digital berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan konvensional. </p>
<p>Penting juga menimbang ulang klasifikasi pengemudi sebagai kontraktor independen. Pengemudi-pengemudi di Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada telah menuntut Uber untuk mengklasifikasikan mereka sebagai karyawan, bukan kontraktor independen. <a href="http://business.financialpost.com/news/transportation/uber-drivers-are-employees-not-contractors-canadian-lawsuit-argues">Keputusan atas sengketa ini bervariasi</a>. Beberapa hakim menetapkan bahwa pengemudi Uber adalah karyawan. Namun sebuah arbitrasi di Kalifornia, Amerika Serikat menetapkan pengemudi Uber sebagai kontraktor, bukan karyawan. </p>
<p>Layanan transportasi online bisa jadi telah menyediakan peluang pemasukan yang cukup berarti bagi para pengemudi. Namun, layanan ini menciptakan lapangan kerja yang rawan bagi pengemudi, dan kita perlu membicarakan masalah ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/80686/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Diatyka Widya Permata Yasih tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Indonesia telah mengubah aturan transportasi online demi persaingan sehat. Namun pemerintah belum membahas masalah ketidakpastian dan kerawanan pekerjaan yang dialami pengemudi.Diatyka Widya Permata Yasih, Lecturer, Department of Sociology, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.