tag:theconversation.com,2011:/au/topics/vaksin-47141/articlesVaksin – The Conversation2023-10-06T07:01:40Ztag:theconversation.com,2011:article/2151572023-10-06T07:01:40Z2023-10-06T07:01:40ZHadiah Nobel bidang kedokteran diberikan kepada pionir mRNA – bagaimana penemuan mereka berperan penting dalam pengembangan vaksin COVID<p>Miliaran orang di seluruh dunia telah menerima vaksin COVID-19 Pfizer atau Moderna. Pesatnya pengembangan vaksin-vaksin ini mengubah arah pandemi, memberikan perlindungan untuk melawan virus SARS-CoV-2.</p>
<p>Namun vaksin ini tidak akan mungkin terwujud jika bukan karena karya perintis <a href="https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2023/press-release/">dari pemenang hadiah Nobel tahun ini</a> di bidang fisiologi atau kedokteran beberapa dekade sebelumnya.</p>
<p>Dr Katalin Karikó dan Dr Drew Weissman, peneliti dari University of Pennsylvania, telah diberikan penghargaan bergengsi atas penemuan mereka dalam biologi mRNA. Pasangan ini adalah orang pertama yang menemukan cara memodifikasi mRNA yang memungkinkannya berhasil dikirim ke sel dan direplikasi oleh sel tersebut.</p>
<p>Penemuan mereka tidak hanya merupakan bagian integral dari pengembangan vaksin COVID-19, tapi juga dapat mengarah pada pengembangan banyak terapi lain–seperti vaksin untuk kanker.</p>
<h2>Pekerjaan seumur hidup</h2>
<p>Karikó adalah seorang ahli biokimia Hongaria dan Weissman seorang ilmuwan dokter Amerika. Keduanya mulai bekerja sama pada 1985 ketika Karikó menjadi peneliti pascadoktoral di Universitas Pennsylvania, tempat Weissman sudah bekerja sebagai ahli imunologi. Mereka mempunyai ketertarikan yang sama mengenai bagaimana mRNA dapat digunakan untuk membuat terapi baru.</p>
<p><em>Messenger RNA</em> (lebih dikenal sebagai mRNA) adalah molekul penting bagi kehidupan. Molekul ini dibuat di dalam tubuh dari DNA kita sendiri dalam proses yang disebut translasi. DNA adalah buku pegangan instruksi khusus yang dikodekan untuk pembuatan protein, bahan penyusun materi dalam tubuh.</p>
<p>MRNA kita menyalin dan membawa instruksi genetik ini dari DNA ke sel kita. Sel-sel kemudian membuat protein apa pun yang diperintahkan, seperti hemoglobin yang membantu sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh.</p>
<p>Karikó dan Weissman saat itu berpikir bahwa jika proses ini dapat dikendalikan, mRNA dapat digunakan untuk menginstruksikan sel agar membuat obatnya sendiri. Namun, pada saat mereka mulai bekerja sama, upaya peneliti lain untuk melakukan hal ini tidak berhasil.</p>
<p>Para peneliti kala itu menghadapi dua tantangan besar saat mereka memulai pekerjaan mereka. Yang pertama adalah mampu mencegah inang meningkatkan respons imun terhadap mRNA yang dimodifikasi. Yang kedua adalah mampu mengirimkan mRNA ke inang dengan aman tanpa menurunkannya.</p>
<p>Untuk memahami bagaimana mereka mengatasi hambatan pertama, penting untuk memahami struktur mRNA. Biasanya, molekul mRNA mengandung empat jenis molekul kecil yang dikenal sebagai basa (nukleosida): A (adenin), U (uridin), G (guanin), dan C (sitosin). Urutan berbeda dari basa ini dapat dirangkai untuk menghasilkan dasar molekul mRNA.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A digital illustration of a strand of mRNA." src="https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Messenger RNA menyalin dan membawa instruksi genetik dari DNA kita.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/molecular-model-messenger-ribonucleic-acid-mrna-2205462601">Kateryna Kon/ Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam percobaan awal, Karikó dan Weismann menemukan bahwa penyuntikan molekul mRNA normal ke tikus menyebabkan respons imun. Ini berarti sistem kekebalan tubuh tikus melihat mRNA baru sebagai patogen yang menyerang dan sel-sel kekebalan akan menghancurkannya, bukannya mereplikasinya.</p>
<p>Jadi <a href="https://www.nature.com/articles/s41577-021-00608-w">para peneliti memodifikasi</a> nukleosida U untuk membuat pseudouridine, senyawa kimia yang menstabilkan struktur RNA. Ketika mereka mengulangi percobaan dengan mRNA yang dimodifikasi, tubuh tikus tersebut ternyata menunjukkan <a href="https://www.cell.com/immunity/fulltext/S1074-7613(05)00211-6?_returnURL=https%3A%2F%20%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS1074761305002116%3Fshowall%3Dbenar">tidak ada respons imun</a>.</p>
<p>Namun, Karikó dan Weismann masih menghadapi tantangan kedua untuk dapat menghadirkan mRNA yang dipesan lebih dahulu tanpa menurunkan kualitasnya.</p>
<p>Mereka memutuskan untuk menggunakan lipid (nanopartikel) untuk mengirimkannya. Senyawa kimia lemak ini merupakan bagian penting dari membran sel, mengontrol apa yang masuk dan keluar sel. </p>
<p>Lipid yang dibuat secara khusus memungkinkan molekul mRNA <a href="https://www.cell.com/molecular-therapy-family/molecular-therapy/fulltext/S1525-0016(16)32681-8?_returnURL=https%3A%20%2F%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS1525001616326818%3Fshowall%3Dtrue">dikirimkan</a> tanpa terdegradasi atau dipecah oleh sistem kekebalan.</p>
<p>Penelitian Karikó dan Weissman telah berhasil menghilangkan hambatan yang sebelumnya menghalangi penggunaan mRNA secara klinis. mRNA Mampu menginstruksikan tubuh untuk mereplikasi hampir semua protein yang tidak berbahaya berpotensi mengobati berbagai penyakit dan bahkan melindungi dari infeksi virus.</p>
<h2>Vaksin COVID</h2>
<p>Saat penelitian mereka pertama kali dipublikasikan, penelitian tersebut tidak menarik <a href="https://www.nytimes.com/2023/10/02/health/nobel-prize-medicine.html#:%7E:text=Katalin%20Karik%C3%B3%20and%20Drew%20Weissman%2C%20who%20together%20identified%20a%20chemical,Physiology%20or%20Medicine%20on%20Monday">banyak perhatian</a>. Namun pada 2011, dua perusahaan bioteknologi – Moderna dan BioNTech – memperhatikan dan memulai penelitian terhadap obat-obatan mRNA.</p>
<p>Itu tidak mengherankan. Metode produksi vaksin tradisional memakan waktu, mahal, dan tidak berhasil untuk semua vaksin. Namun penelitian Karikó dan Weissman menunjukkan bahwa mRNA sintetik dapat dibuat dalam skala besar.</p>
<p>Para peneliti telah berupaya mengembangkan vaksin mRNA sebelum pandemi, seperti <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-03590-y#:%7E:text=There%20is%20%20some%20research%20suggesting,imun%20responses%20in%20guinea%20pigs.">vaksin untuk Ebola</a> yang tidak menerima banyak minat komersial. Namun pada 2020, ketika COVID-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, vaksin dibutuhkan dengan cepat untuk memberikan perlindungan.</p>
<p>Dengan menggunakan karya dasar Karikó dan Weissman, para ilmuwan mengembangkan rangkaian mRNA khusus yang meniru protein <em>spike</em> (yang memungkinkan virus memasuki sel kita). Hal ini menghasilkan partikel COVID yang tidak berbahaya yang kemudian direplikasi oleh sel-sel kita, sehingga memungkinkan tubuh kita melindungi kita dari infeksi COVID yang parah ketika bertemu dengan virus yang sebenarnya.</p>
<p>Penemuan Karikó dan Weissman beberapa tahun sebelumnya sangat penting dalam memungkinkan pembuatan vaksin mRNA COVID-19. Namun ini bukanlah satu-satunya cara penerapan karya mereka.</p>
<p>Para peneliti sekarang berharap untuk mengembangkan vaksin mRNA untuk penyakit seperti HIV dan virus Zika. Penelitian juga menunjukkan bahwa vaksin mRNA mungkin berguna dalam mengobati <a href="https://theconversation.com/pancreatic-cancer-a-personalised-mrna-vaccine-may-boost-effects-of-treatment-205606">jenis kanker tertentu</a> .</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215157/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alice Godden tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hadiah bergengsi dianugerahkan kepada Dr Katalin Karikó dan Dr Drew Weissman dari University of Pennsylvania.Alice Godden, Senior research associate, School of Biological Sciences, University of East AngliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2088412023-07-13T07:40:41Z2023-07-13T07:40:41ZVaksin demam berdarah resmi beredar di Indonesia, bisakah kita bebas segera dari penyakit bawaan nyamuk ini?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/537033/original/file-20230712-25-nwdcap.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksin dengue menjadi salah satu terobosan untuk penyelesaian DBD di berbagai negara endemik.</span> <span class="attribution"><span class="source">Getty Images</span></span></figcaption></figure><p><a href="https://e-journal.unair.ac.id/IJTID/article/view/594">Demam Berdarah Dengue (DBD)</a> telah lama menjadi penyakit endemik di Indonesia. </p>
<p>Iklim tropis merupakan lingkungan yang sangat mendukung perkembangbiakan vektor nyamuk <em><a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/disease-vectors/facts/mosquito-factsheets/aedes-aegypti">Aedes aegypti</a></em> dan <em><a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/disease-vectors/facts/mosquito-factsheets/aedes-albopictus">Aedes albopictus</a></em> dengan cepat. </p>
<p>Dalam lima tahun terakhir, Indonesia telah mengalami <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20201203/2335899/data-kasus-terbaru-dbd-indonesia/">peningkatan kasus DBD</a> jika dibandingkan dengan data dua dekade yang lalu.</p>
<p>Data Kementerian Kesehatan Indonesia <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/02/05/73-persen-kematian-dbd-terjadi-pada-anak">menunjukkan</a> bahwa kasus DBD meningkat secara signifikan dari tahun 2021 (sekitar 73.500 kasus dengan 705 kematian) dan 2022 (sekitar 131.200 kasus dengan 1.183 kematian). </p>
<p>Dengan gejala yang serius dan berpotensi fatal, DBD menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat, terutama bagi anak-anak dan dewasa muda. Maka, <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/659/Persetujuan-Izin-Edar-Vaksin-Dengue--Qdenga--untuk-Usia-6---45-Tahun.html">persetujuan edar vaksin dengue untuk usia 6–45 tahun</a> di Indonesia pada September 2022 menjadi kabar baik yang dinantikan. </p>
<p>Saat ini, vaksin dengue <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/659/Persetujuan-Izin-Edar-Vaksin-Dengue--Qdenga--untuk-Usia-6---45-Tahun.html">QDENGA®</a> telah beredar di Indonesia. Vaksin tersebut terdaftar atas nama <a href="https://www.takeda.com/newsroom/newsreleases/2022/takedas-qdenga-dengue-tetravalent-vaccine-live-attenuated-approved-in-indonesia-for-use-regardless-of-prior-dengue-exposure/">PT Takeda Indonesia</a> dan diproduksi oleh <a href="https://idt-biologika.com">IDT Biologika GmbH</a> Jerman.</p>
<p>Namun, apakah dengan vaksin tersebut maka Indonesia akan terbebas dari DBD dalam waktu dekat? Apalagi, vaksinasi untuk DBD belum termasuk dalam vaksin wajib bagi anak-anak hingga saat ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ancaman-demam-berdarah-di-indonesia-meningkat-3-hal-terkait-penyebab-dan-pencegahannya-111504">Ancaman demam berdarah di Indonesia meningkat: 3 hal terkait penyebab dan pencegahannya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Epidemiologi DBD di Indonesia</h2>
<p>DBD adalah <a href="https://www.phcogj.com/article/1382">masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia</a>.</p>
<p>Sebagai negara tropis dengan iklim yang hangat dan lembap sepanjang tahun, Indonesia menjadi tempat yang ideal untuk perkembangbiakan nyamuk <em>Aedes aegypti</em> dan <em>Aedes albopictus</em>, <a href="https://rjptonline.org/AbstractView.aspx?PID=2021-14-7-38">vektor untuk penyebaran virus dengue</a> (Gambar 1).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=488&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=488&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=488&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=613&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=613&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/537218/original/file-20230713-29-xnb9nb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=613&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 1. Gambaran skematis nyamuk <em>Aedes aegypti</em> sedang menghisap darah inang melalui kulit.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Gambar dari penulis dan dibuat dengan platform BioRender.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Geografis Indonesia yang luas dan beragam juga berperan dalam <a href="https://scholar.unair.ac.id/en/publications/efficacy-of-allium-cepa-amaryllidaceae-extract-against-dengue-vir">epidemiologi (penyebaran penyakit) DBD di negara ini</a>. Beberapa area dengan populasi padat seperti <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20230205/3642353/atasi-dengue-kemenkes-kembangkan-dua-teknologi-ini/">Bandung, Jakarta Timur, dan Bogor</a> serta infrastruktur sanitasi yang kurang memadai memiliki risiko tinggi untuk penyebaran penyakit ini. </p>
<p>Selain itu, faktor iklim, seperti <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/jvec.12187">curah hujan dan suhu</a>, juga memengaruhi penyebaran dan perkembangbiakan nyamuk –pada akhirnya mendorong penyebaran DBD di masyarakat.</p>
<p>DBD di Indonesia memiliki pola musiman. Peningkatan kasus biasanya terjadi <a href="https://oamjms.eu/index.php/mjms/article/view/8897">pada musim hujan (Oktober-Maret)</a>, kondisi lembab dan adanya genangan air membuat lingkungan yang ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak. Namun, DBD tetap bisa <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-dbd-dengan-psn-3m-plus.html#:%7E:text=Setiap%20tahun%2C%20kejadian%20penyakit%20demam%20berdarah%20dengue%20%28DBD%29,turun%20pada%20bulan%20Februari%20hingga%20ke%20penghujung%20tahun">terjadi sepanjang tahun</a>.</p>
<p>Secara keseluruhan, <a href="https://workingpapers.bappenas.go.id/index.php/bwp/article/view/184">DBD tetap menjadi tantangan besar di bidang kesehatan masyarakat di Indonesia</a>. </p>
<p>Kita butuh upaya terpadu, termasuk <a href="https://www.isisn.org/BR15(3)2018/1661-1665-15(3)2018%20BR-18-175.pdf">peningkatan pengendalian vektor</a>, peningkatan deteksi dan perawatan kasus serta peningkatan cakupan vaksinasi untuk mengatasi penyakit ini.</p>
<h2>Lebih dekat dengan vaksin dengue</h2>
<p>Vaksin dengue dihasilkan dari <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0168170222003471">riset intensif dan panjang</a> yang meliputi aspek biomedik, bioteknologi, dan imunologi.</p>
<p><a href="https://jurnal.ugm.ac.id/v3/IJP/article/view/1497">Setiap dosis vaksin berisi antigen yang memicu sistem imun</a> untuk menghasilkan antibodi melawan virus dengue (Gambar 2). Dengan begitu, individu yang divaksinasi akan memiliki <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(13)60754-0/fulltext">pertahanan lebih baik terhadap serangan virus</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=403&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=403&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=403&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/537219/original/file-20230713-24-zkz2ug.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 2. Gambaran skematis dari genom virus dengue. Gen E yang menyandikan salah satu protein struktural (protein E) memberikan peranan penting dalam respon imun pada inang dan desain vaksin. Gambaran visual model tiga dimensi dari virus dengue yang dihasilkan oleh analisis kryo-mikroskop elektron merujuk pada pangkalan data <em>Protein Data Bank</em> (PDB ID: 3J35).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Gambar dibuat penulis menggunakan platform BioRender.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Secara teoritis, vaksinasi dengue skala luas di Indonesia akan berdampak pada penurunan kasus DBD secara signifikan. Akan tetapi, realisasi tersebut membutuhkan cakupan vaksinasi yang tinggi, yaitu <a href="https://ourworldindata.org/vaccination">antara 42-86%</a> di seluruh populasi, dan efektivitas vaksin yang berkelanjutan.</p>
<p>Vaksin QDENGA® adalah vaksin dengan platform <a href="https://www.takeda.com/newsroom/newsreleases/2022/takedas-qdenga-dengue-tetravalent-vaccine-live-attenuated-approved-for-use-in-european-union/?_x_tr_hist=true"><em>live attenuated tetravalent</em> dengue vaccine (TDV) alias virus hidup yang dilemahkan.</a>. </p>
<p>Ada empat galur virus dengue dengan berbagai serotipe (variasi yang berbeda dalam suatu virus). Galur-galur tersebut yaitu (1) galur virus dengue serotipe 2 (TDV-2), (2) rekombinan galur virus dengue serotipe 2/1 (TDV-1), (3) rekombinan galur virus dengue serotipe 2/3 (TDV-3), dan (4) rekombinan galur virus dengue serotipe 2/4 (TDV-4). Vaksin ini tersusun dari empat galur ini. </p>
<p>Salah satu yang <a href="http://tropmedhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s41182-016-0004-y">penting pada pengembangan vaksin adalah efikasi (keampuhan)</a>. </p>
<p>Efikasi vaksin QDENGA® dilaporkan oleh <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30414-1/">data studi klinik fase 3</a> dan didukung data imunogenisitas studi klinik fase 2 dan <a href="https://www.pharmaceutical-technology.com/news/mhra-takeda-dengue-vaccine/">fase 3</a>. <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/659/Persetujuan-Izin-Edar-Vaksin-Dengue--Qdenga--untuk-Usia-6---45-Tahun.html">Efikasi Vaksin QDENGA®</a> untuk pencegahan demam berdarah secara keseluruhan sebesar 80,2%. Sementara efikasinya untuk mencegah keparahan dengan perawatan intensif (hospitalisasi) akibat virus dengue sebesar 95,4%.</p>
<p>Vaksin ini menunjukkan <a href="https://classic.clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT02747927">efikasi</a> yang baik pada subjek dengan sero-positif (memiliki antibodi terhadap virus dengue) maupun subjek dengan sero-negatif (belum memiliki antibodi terhadap virus dengue).</p>
<p>Berdasarkan <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1903869">analisis terhadap data keamanan</a> dari studi klinik fase 1-3 pada usia 6 hingga 45 tahun, vaksin QDENGA® secara keseluruhan aman dan dapat ditoleransi dengan baik.</p>
<p>Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau efek samping yang dilaporkan umumnya bersifat ringan hingga sedang. Pada laporan yang telah dirilis, efek samping ringan yang timbul meliputi pembengkakan yang bersifat sementara (hilang dalam 1-3 hari setelah pemberian vaksin), bercak kemerahan, dan nyeri pada titik injeksi.</p>
<p>Efek samping sistemik yang dilaporkan yaitu demam, hilang nafsu makan, rasa mengantuk, rasa lelah, nyeri otot, dan sakit kepala.</p>
<p>Tidak ada kejadian perdarahan akibat vaksin dengue serta reaksi alergi berat yang dilaporkan setelah pemberian vaksin QDENGA® dalam studi klinik.</p>
<p>Meski begitu, hingga saat ini belum tersedia data efikasi vaksin QDENGA® untuk usia di atas 45 tahun sehingga efikasi vaksin pada kelompok usia tersebut belum dapat dipastikan dan membutuhkan analisis lebih lanjut.</p>
<h2>Tantangan vaksinasi dengue di Indonesia</h2>
<p>Beberapa tantangan muncul dalam <a href="https://p2pm.kemkes.go.id/storage/publikasi/media/file_1631494745.pdf">upaya mencapai Indonesia yang bebas DBD</a>. Tantangan yang utama adalah distribusi vaksin. </p>
<p>Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan infrastruktur yang belum merata, distribusi vaksin ke daerah terpencil dan kurang berkembang bisa menjadi tantangan besar.</p>
<p>Tantangan lainnya adalah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264410X16303164">penerimaan masyarakat terhadap vaksin</a>. Walaupun vaksin sudah terbukti aman dan efektif, namun masih banyak masyarakat yang ragu untuk melakukan vaksinasi karena berbagai alasan. </p>
<p><a href="https://www.antaranews.com/berita/3417309/pemerintah-perlu-terus-gencarkan-edukasi-pentingnya-imunisasi-dasar">Edukasi masyarakat tentang pentingnya vaksinasi</a> menjadi hal penting untuk dilakukan guna mengatasi tantangan ini.</p>
<p>Tantangan selanjutnya adalah <a href="https://microbiologyjournal.org/genetic-variant-of-sars-cov-2-isolates-in-indonesia-spike-glycoprotein-gene/">implementasi surveilans penyakit yang efektif</a>. Kita membutuhkan <a href="https://gisaid.org">sistem pemantauan dan pelaporan yang baik</a> untuk melacak efektivitas vaksin dan <a href="https://bgsi.kemkes.go.id">mendeteksi penyebaran penyakit dini</a>. </p>
<p>Sistem ini harus dapat dengan cepat memberikan respon terhadap kasus DBD, termasuk di daerah-daerah terpencil.</p>
<p>Salah satu aspek penting dalam <a href="https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1699310">pengendalian DBD adalah pengendalian nyamuk</a> <em>Aedes aegypti</em> dan <em>Aedes albopictus</em>. Meski vaksin dengue telah beredar, <a href="https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1699308">pengendalian populasi nyamuk ini</a> tetap penting untuk mencegah penyebaran virus. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/cara-peneliti-meyakinkan-warga-menggunakan-cara-baru-demi-membasmi-demam-berdarah-86861">Cara peneliti meyakinkan warga menggunakan cara baru demi membasmi demam berdarah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pencegahan perkembangbiakan nyamuk dan penanganan tempat potensial untuk perkembangbiakan nyamuk harus terus dilakukan.</p>
<p>Selanjutnya, tantangan juga datang dari virus dengue itu sendiri. </p>
<p><a href="https://www.jstage.jst.go.jp/article/yoken/75/2/75_JJID.2021.376/_article">Virus ini memiliki empat serotipe yang berbeda</a>. Meski vaksin yang ada sekarang dapat memberikan perlindungan terhadap keempat serotipe tersebut, ada kemungkinan seseorang yang sudah divaksinasi <a href="https://www.microbiologyresearch.org/content/journal/jgv/10.1099/jgv.0.000669">dapat terinfeksi oleh serotipe lain</a>. </p>
<p><a href="https://microbiologyjournal.org/construction-of-epitope-based-peptide-vaccine-against-sars-cov-2-immunoinformatics-study/">Penelitian dan pengembangan vaksin yang terus berlanjut</a> adalah hal yang sangat penting.</p>
<p>Selain itu, ada juga kemungkinan terjadinya <a href="https://www.nature.com/articles/s41564-022-01143-7">resistensi virus terhadap vaksin</a>. Fenomena ini mirip dengan <a href="https://smujo.id/biodiv/article/view/11896">resistensi bakteri terhadap antibiotik</a>. </p>
<p>Jika hal ini terjadi, efektivitas vaksin akan menurun, dan upaya pengendalian penyakit akan menjadi lebih sulit.</p>
<p>Jadi, meski keberadaan vaksin dengue di Indonesia adalah langkah yang sangat penting dalam pengendalian DBD, namun beberapa rintangan masih harus dihadapi sehingga membutuhkan peran semua pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk mencapai Indonesia bebas DBD.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/208841/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Demam Berdarah Dengue (DBD) telah lama menjadi penyakit endemik di Indonesia. Dengan beredarnya vaksin dengue, apakah Indonesia akan dapat terbebas dari DBD dalam waktu dekat?Arif Nur Muhammad Ansori, Researcher and Assistant Lecturer, Universitas AirlanggaArli Aditya Parikesit, Vice Rector of Research and Innovation, Indonesia International Institute for Life SciencesYulanda Antonius, Lecturer, Faculty of Biotechnology, Universitas SurabayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2063492023-05-30T02:57:31Z2023-05-30T02:57:31ZBahaya oral seks, faktor terdepan dari kanker tenggorokan di Amerika Serikat dan Inggris<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/528011/original/file-20230524-19144-jf0wl6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kanker orofaring kini telah menjadi lebih umum daripada kanker serviks di Amerika Serikat dan Inggris.</span> </figcaption></figure><p>Selama dua dekade terakhir telah terjadi peningkatan pesat kasus kanker tenggorokan di Barat sampai-sampai ada yang menyebutnya sebagai <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3294514/pdf/10-0452_finalS.pdf">suatu epidemi</a>. Hal ini disebabkan oleh peningkatan besar pada jenis kanker tenggorokan tertentu yang disebut kanker orofaringeal (area amandel dan bagian belakang tenggorokan). </p>
<p>Penyebab utama kanker ini adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3294514/pdf/10-0452_finalS.pdf">human papillomavirus (HPV)</a> yang juga merupakan penyebab utama kanker serviks. Kanker orofaring kini telah menjadi lebih banyak ditemukan daripada kanker serviks di Amerika Serikat dan Inggris.</p>
<p>HPV ditularkan secara seksual. Untuk kanker orofaring, faktor risiko utama adalah jumlah pasangan seksual seumur hidup, terutama dalam melakukan seks oral. Mereka yang memiliki enam atau lebih pasangan seks oral seumur hidup memiliki kemungkinan <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmoa065497">8,5</a> kali lebih besar untuk terkena kanker orofaring dibandingkan mereka yang tidak melakukan seks oral.</p>
<p>Studi mengenai tren perilaku menunjukkan bahwa seks oral <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3901667/pdf/pone.0086023.pdf">sangat lazim di beberapa negara</a>. Dalam sebuah penelitian yang saya dan kolega lakukan terhadap hampir 1.000 orang yang menjalani tonsilektomi (pengangkatan amandel) karena alasan non-kanker di Inggris, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6763631/pdf/ciy1081.pdf">80% orang dewasa melaporkan pernah melakukan seks oral pada suatu waktu dalam hidup mereka</a>. Namun, untungnya, hanya sebagian kecil dari mereka yang terkena kanker orofaring. Mengapa demikian masih belum jelas.</p>
<p>Teori yang berlaku adalah bahwa sebagian besar dari kita terkena infeksi HPV dan mampu membersihkannya sepenuhnya. Namun, sejumlah kecil orang tidak dapat menyingkirkan infeksi tersebut mungkin karena adanya cacat pada aspek tertentu dari sistem kekebalan tubuh mereka. Pada pasien-pasien ini, virus dapat bereplikasi secara terus menerus dan seiring waktu berintegrasi secara acak ke dalam DNA inang, beberapa di antaranya dapat menyebabkan sel inang menjadi kanker.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Graphic showing cancer in the oropharynx" src="https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/522308/original/file-20230421-2957-le0097.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Orofaring adalah bagian tengah tenggorokan (faring).</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.scientificanimations.com/wiki-images/">Scientific Animations/Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Vaksinasi HPV pada anak perempuan telah diterapkan di banyak negara untuk mencegah kanker serviks. Sekarang ada peningkatan meski belum ada bukti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6763631/pdf/ciy1081.pdf">tidak langsung</a> bahwa vaksinasi ini mungkin juga efektif dalam mencegah infeksi HPV di mulut. </p>
<p>Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa anak laki-laki juga terlindungi oleh kebebalan kawanan (<em><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6763631/pdf/ciy1081.pdf">herd immunity </a></em>) <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2749588">di negara-negara</a> yang memiliki cakupan vaksin yang tinggi pada anak perempuan (lebih dari 85%). Secara keseluruhan, hal ini diharapkan dapat menurunkan angka kejadian kanker orofaring dalam beberapa dekade ke depan.</p>
<p>Hal ini baik dan bagus dari sudut pandang kesehatan masyarakat, tapi bagus hanya jika cakupan di antara anak perempuan tinggi - lebih dari 85%, dan hanya jika seseorang tetap berada di dalam “kawanan” yang tercakup. Namun, hal ini tidak menjamin perlindungan pada tingkat individu - dan terutama pada era perjalanan internasional saat ini - jika, misalnya, seseorang berhubungan seks dengan seseorang dari negara yang cakupan vaksinasinya rendah. </p>
<p>Vaksin ini tentu saja tidak memberikan perlindungan di negara-negara yang cakupan vaksin untuk anak perempuannya rendah, misalnya di <a href="https://progressreport.cancer.gov/prevention/hpv_immunization">Amerika Serikat (AS). Di sana hanya 54,3%</a> remaja berusia 13 hingga 15 tahun yang telah menerima dua atau tiga dosis vaksinasi HPV pada 2020.</p>
<h2>Anak laki-laki harus dapat vaksin HPV juga</h2>
<p>Hal ini membuat beberapa negara, termasuk Inggris, Australia, dan Amerika Serikat, memperluas rekomendasi nasional mereka untuk vaksinasi HPV agar mencakup anak laki-laki - yang dinamakan sebagai sebuah kebijakan vaksinasi netral gender.</p>
<p>Namun, memiliki kebijakan vaksinasi universal tidak menjamin cakupan vaksinasi. Ada proporsi yang signifikan dari beberapa populasi yang menentang vaksinasi HPV karena kekhawatiran tentang keamanan, kebutuhan, atau, yang lebih jarang terjadi, karena kekhawatiran tentang mendorong pergaulan bebas. </p>
<p>Paradoksnya, ada <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapediatrics/fullarticle/384405">beberapa bukti</a> dari studi populasi bahwa, mungkin dalam upaya untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual penetrasi, orang dewasa muda mungkin melakukan seks oral sebagai gantinya, setidaknya pada awalnya. </p>
<p>Pandemi virus corona (COVID-19) juga membawa tantangan tersendiri. Pertama, menjangkau kaum muda di sekolah-sekolah tidak mungkin dilakukan selama beberapa waktu. Kedua, telah terjadi peningkatan tren keraguan terhadap vaksin secara umum, atau sikap “anti-vaksin” di banyak negara yang juga dapat berkontribusi pada penurunan penyerapan vaksin.</p>
<p>Seperti biasa, ketika berurusan dengan populasi dan perilaku, tidak ada yang sederhana atau mudah.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206349/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hisham Mehanna menerima dana dari Cancer Research Uk, National Institute for Health Research and MRC, dan Astra Zeneca, GSK, serta GSK Bio. Dia merupakan konsultan dari Oracle Trust yang merupakan badan amal advokasi penderita penyakit kepala dan leher. Dia berkonsultasi dengan MSD dan Merck</span></em></p>Kanker orofaring kini telah menjadi lebih umum daripada kanker serviks di Amerika Serikat dan Inggris. Penyebabnya adalah oral seks.Hisham Mehanna, Professor, Institute of Cancer and Genomic Sciences, University of BirminghamLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2060132023-05-25T01:44:34Z2023-05-25T01:44:34ZMengapa mayoritas vaksin diberikan via suntik?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/527948/original/file-20230524-24-6q1ux9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin meningitis meningokokkus ke Petugas Penyelenggara Ibadah Haji di Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, 14/ April 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1681471218&getcod=dom"> ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/rwa.</a></span></figcaption></figure><p>Walau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan <a href="https://www.who.int/news/item/05-05-2023-statement-on-the-fifteenth-meeting-of-the-international-health-regulations-(2005)-emergency-committee-regarding-the-coronavirus-disease-(covid-19)-pandemic">COVID-19 kini tidak lagi menjadi darurat kesehatan masyarakat global</a>, vaksin <em>booster</em> merupakan rekomendasi untuk mencegah infeksi virus corona. WHO juga merekomendasikan vaksin COVID-19 diintegrasikan ke program vaksin prioritas. </p>
<p>Pandemi COVID-19 meningkatkan kepedulian masyarakat umum mengenai vaksin. </p>
<p>Selain maju dalam penelitian di bidang ilmu kesehatan dan biomedis, teknologi medis kini juga mampu memproduksi vaksin lebih mudah, lebih tersedia, aman dan efisien. </p>
<p>Vaksin yang banyak dikenal oleh masyarakat umum, termasuk vaksin COVID, diberikan dalam bentuk suntikan atau injeksi. Metode ini merupakan pemberian yang efektif, tapi bisa menyakitkan dan beberapa orang takut jarum suntik. </p>
<p>Mengapa kebanyakan vaksin diberikan dalam bentuk sediaan injeksi? Apakah ada vaksin yang diberikan selain bentuk sediaan tersebut? </p>
<h2>Sifat bahan baku vaksin</h2>
<p>Vaksin yang awalnya berasal dari virus yang dilemahkan, saat ini juga dapat berasal dari protein atau asam nukleat seperti RNA. Vaksin dengan menggunakan <a href="https://www.nature.com/articles/s41392-022-00950-y">bahan baku RNA</a> memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan vaksin konvensional. </p>
<p>Vaksin jenis ini lebih mudah dibuat dalam skala industri. Waktu riset dan produksi bahan baku hingga menjadi produk akhir yang lebih cepat, produksi yang lebih mudah, dan sifat induksi imun yang lebih baik. </p>
<p>Teknologi pembuatan vaksin dari <a href="https://www.nature.com/articles/s41392-022-00950-y">RNA juga dikembangkan</a> dalam bentuk nanopartikel untuk meningkatkan efektivitasnya. </p>
<p>Bahan utama vaksin berasal dari virus yang dilemahkan ataupun teknologi RNA berupa makromolekul. Berbeda dengan bahan aktif obat lain–yang umumnya merupakan mikromolekul seperti parasetamol atau amoxicillin–bahan ini memiliki bobot molekul yang besar dan memiliki struktur yang kompleks. </p>
<p>Sifat-sifat makromolekul menyebabkan banyak tantangan saat proses produksi seperti tidak stabil dan sulit melewati membran biologis. Makromolekul juga rentan untuk diurai menjadi bentuk molekul yang lebih kecil oleh enzim di dalam tubuh serta pengeluarannya yang cepat dalam tubuh.</p>
<p>Dibanding vaksinasi via injeksi, pemberian vaksin secara oral memiliki tantangan yang besar. Misalnya, bagaimana vaksin tersebut dapat diserap hingga sampai ke target yang dituju. Vaksin tersebut harus melewati membran saluran cerna dan harus tahan terhadap keasaman lambung yang asam dan enzim pencernaan. </p>
<p>Jika diberikan secara oral, makromolekul ini dapat terurai menjadi komponen yang lebih kecil. Hanya sedikit yang mencapai pembuluh darah untuk didistribusikan ke daerah yang dituju sehingga memiliki nilai ketersediaan hayati yang rendah (< 1% dari dosis yang diberikan). </p>
<p>Nilai ketersediaan hayati memberikan pengaruh terhadap seberapa efektif rute pemberian senyawa obat (terapi) di dalam tubuh. Karena itu, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5565796/">cara pemberian melalui injeksi</a> -yang dapat mengatasi masalah penyerapan dan ketersediaan hayati- lebih ‘mudah’ dikembangkan dan lebih menjamin perolehan izin edar untuk vaksin baru. </p>
<p>Pemberian injeksi juga dianggap cukup teruji dan cukup menjamin penggunaan jika hanya diberikan dalam satu-dua dosis. </p>
<p>Vaksin yang diberikan melalui injeksi umumnya disuntikkan lewat rute pemberian subkutan (suntikan di bawah kulit) dan intramuskuler (suntikan ke dalam otot). Adanya sel dendrit pada jaringan-jaringan ini akan memfasilitasi senyawa vaksin dalam pengenalannya terhadap sel imun limfosit T yang berperan dalam sistem imun.</p>
<h2>Pembuatan produk</h2>
<p>Pembuatan vaksin dalam bentuk injeksi harus memperhatikan aspek steril dalam seluruh proses produksi hingga siap disuntikkan.</p>
<p>Ketidakstabilan bahan baku vaksin merupakan tantangan yang besar saat produksi maupun saat penyimpanan. Perubahan sedikit pada struktur molekulnya yang kompleks dapat meniadakan efektivitasnya. Untuk menjaga stabilitas, bahan vaksin umumnya perlu dilakukan pembekuan (<em>freezing</em>) saat proses pembuatan dan penyimpanannya. </p>
<p>Namun, pembekuan dan pencairan yang dilakukan berulang kali dapat memberikan perubahan bagi makromolekul biologis ini. Oleh karena itu, proses saat produksi dengan teknologi <em>freeze and thaw</em> (bahan membeku dan cair harus) dipantau secara ketat. </p>
<p>Hal yang harus diawasi adalah berapa lama bahan diproses, suhu dan distribusi dari bahan saat berada dalam bentuk padat dan cair, perubahan derajat keasaman (pH), dan bobot jenis serta kemungkinan terjadinya kristalisasi. </p>
<p>Desain atau rencana peralatan yang dipakai serta kapan waktu bahan harus dikeringkan dan dicairkan juga harus diawasi. </p>
<p>Pembuatan juga harus mempertimbangkan kondisi stabilitas protein dan bahan tambahan seperti penstabil yang digunakan dalam formula harus dioptimalkan. </p>
<p>Kemurnian dari bahan baku vaksin yang sangat tinggi merupakan persyaratan sangat penting untuk menjaga keamanan dan efektivitas vaksin yang dibuat. Teknologi kromatografi cair skala besar digunakan untuk memurnikan bahan yang diperoleh dari sumber utama seperti bakteri, jamur, atau kultur sel.</p>
<p>Selama proses pembuatan, kemurnian serta sterilitas dari produk yang diperoleh juga harus dijaga sesuai dengan prinsip <a href="https://www.fda.gov/drugs/coronavirus-covid-19-drugs/developing-and-manufacturing-drugs-including-biologics">Good Manufacturing Practices</a>. Termasuk saat mengemas produk tersebut menjadi unit-unit sediaan yang siap didistribusikan. </p>
<h2>Perkembangan teknologi</h2>
<p>Vaksin yang diberikan secara injeksi dapat mengatasi ketersediaan hayati, dapat diproduksi massal, dan terbukti efektif. Akan tetapi pemberian vaksin dengan injeksi tidak selalu nyaman bagi pasien. Vaksin injeksi juga harus disuntikkan langsung oleh tenaga kesehatan. Hal ini akan dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien.</p>
<p>Selain itu, injeksi vaksin perlu penyimpanan khusus suhu dingin selama rantai distribusi. </p>
<p>Mengingat pentingnya peran vaksin dalam kesehatan masyarakat, pengembangan sistem produksi vaksin baru merupakan bidang penelitian yang populer dan masif. </p>
<p>Pengembangan teknologi vaksin saat ini mengarah pada sistem produksi baru seperti nanopartikel. Sistem nanopartikel memungkinkan vaksin dikemas dalam partikel kecil yang dapat disuntikkan, disemprotkan, atau diminum. </p>
<p>Sistem ini mampu memperbaiki stabilitas dan meningkatkan ketersediaan hayatinya di dalam tubuh sehingga dapat memberikan efek terapi yang lebih baik.</p>
<p>Teknologi nanopartikel dalam penghantaran vaksin telah digunakan dalam <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7997390/">pembuatan vaksin COVID-19 oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna</a>.</p>
<h2>Produk vaksin selain injeksi</h2>
<p>Pengembangan rute pemberian selain injeksi adalah jalur transdermal (melalui kulit), nasal (melalui hidung), oral (melalui mulut), sublingual (di bawah lidah) dan okular (melalui mata).</p>
<p>Namun sulitnya penyerapan hingga kecilnya nilai ketersediaan hayati dari pemberian selain suntikan, menyebabkan pemberian vaksin injeksi masih menjadi pilihan pertama. </p>
<p>Beberapa vaksin yang diberikan selain melalui injeksi, antara lain OPV (<em>oral polio vaccine</em>) dan vaksin rotavirus oral yakni <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3669171/">vaksin oral</a> diberikan melalui mulut, dan <a href="https://www.flumistquadrivalent.com/">vaksin influenza (FluMist)</a>, vaksin inhalasi diberikan melalui semprotan langsung ke paru-paru. </p>
<p>Beberapa penelitian vaksin COVID juga mengembangkan pemberian lewat kulit melalui <a href="https://www.mdpi.com/2076-393X/9/4/320"><em>microneedle</em></a>: disuntikkan ke dalam kulit dengan jarum yang sangat kecil. Vaksin jarum mikro tidak menimbulkan rasa sakit dan mungkin lebih efektif daripada vaksin suntik. </p>
<p>Kelebihan pemberian dalam bentuk <em>microneedle</em> dapat diberikan sendiri, dengan stabilitas yang lebih baik, tidak perlu di distribusikan pada suhu dingin, lebih ramah lingkungan dan mengurangi risiko kontaminasi. </p>
<p>Terlepas dari caranya, vaksinasi merupakan cara paling efektif untuk mencegah penyakit menular.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206013/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Azhoma Gumala tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Vaksin yang diberikan secara injeksi dapat mengatasi ketersediaan hayati, dapat diproduksi masal, dan terbukti efektif. Akan tetapi pemberian vaksin dengan injeksi tidak selalu nyaman bagi pasien.Azhoma Gumala, Lecturer, Departemen Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1976892023-05-11T06:23:15Z2023-05-11T06:23:15ZRiset: Takut “hukuman” administratif, salah satu pendorong terbesar kelompok rentan ikut vaksinasi COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504852/original/file-20230117-14-9beoeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 di Balai Kota Yogyakarta, 15 Desember 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1671077115&getcod=dom">ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc</a></span></figcaption></figure><p>Saat diperkenalkan pada <a href="http://p2p.kemkes.go.id/program-vaksinasi-covid-19-mulai-dilakukan-presiden-orang-pertama-penerima-suntikan-vaksin-covid-19/">Januari 2021</a>, vaksinasi COVID-19 menuai banyak pro dan kontra di masyarakat Indonesia. </p>
<p>Faktanya, mayoritas penduduk bersedia divaksin. Pada 2023 ini, <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">lebih dari 74% atau 174 juta</a> masyarakat Indonesia – hingga 10 Mei 2023 – yang menjadi sasaran vaksinasi telah menerima dua dosis vaksin COVID-19.</p>
<p>Di balik keberhasilan tersebut, masih terdapat pertanyaan mengenai akses dan penerimaan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan. Setelah dua tahun pelaksanaan <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">program vaksinasi COVID-19 di Indonesia</a>, bagaimana pandangan masyarakat rentan terhadap vaksinasi COVID-19?</p>
<p>Kementerian Kesehatan telah mengidentifikasi <a href="https://covid19.go.id/p/regulasi/surat-edaran-nomor-hk0202iii152422021">kelompok rentan target penerima vaksin COVID-19</a>, yaitu penyandang disabilitas, masyarakat adat, penghuni lembaga pemasyarakatan, pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS), pekerja migran Indonesia bermasalah (PMIB), dan masyarakat yang belum memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan). </p>
<p>Riset kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, dan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), yang laporannya sedang kami tulis, menunjukkan bahwa keputusan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan sangat bergantung pada dorongan keluarga dan pendamping, serta untuk menghindari sanksi administratif, seperti dihentikannya bantuan sosial (bansos) dan larangan bepergian. </p>
<h2>Ikut vaksinasi untuk hindari “hukuman” administratif</h2>
<p>Riset kualitatif kami fokus pada persepsi, penerimaan, kekhawatiran, dan aksesibilitas kelompok rentan (lansia dan penyandang disabilitas) terhadap vaksin COVID-19 di delapan kabupaten di empat provinsi di Indonesia: Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. </p>
<p>Riset dilaksanakan dengan melakukan enam Diskusi Kelompok Terpimpin (<em>focus group discussion</em>) di masing-masing kabupaten, dengan kelompok laki-laki dan perempuan secara terpisah untuk setiap kategori, yaitu kelompok lansia, kelompok penyandang disabilitas, serta kelompok masyarakat umum. </p>
<p>Di dalam kelompok masyarakat umum, terdapat pula anggota kelompok rentan lain, misalnya orang dengan HIV (ODHIV). Selain itu, wawancara mendalam dengan perwakilan pemerintah kabupaten dan puskesmas atau vaksinator juga dilakukan untuk mempelajari strategi komunikasi yang dilakukan di kabupaten tersebut.</p>
<p>Hampir semua informan penelitian kami, yang berjumlah total 304 orang, telah menerima vaksinasi dosis lengkap, yaitu dua kali suntik.</p>
<p>Namun demikian, capaian tersebut lebih didorong kekhawatiran atas konsekuensi yang akan mereka terima jika tidak melakukan vaksinasi. Jika tidak ikut vaksin, mereka khawatir tidak mendapatkan bantuan sosial, menghadapi penundaan pelayanan administrasi, dan dilarang bepergian dengan transportasi publik tertentu. </p>
<p>Kekhawatiran mengenai konsekuensi administratif sangat menonjol di kelompok responden laki-laki dibandingkan dengan kelompok responden perempuan, karena perannya sebagai kepala keluarga. Konsekuensi administratif tersebut, ditambah dengan pengaruh keluarga, teman sebaya, dokter, tokoh masyarakat dan tokoh agama menjadi faktor pemaksa (<em>enforcing</em>) yang berhasil meningkatkan cakupan vaksinasi.</p>
<p>Pemahaman akan vaksinasi dan manfaat vaksinasi masih rendah di semua kelompok responden, baik responden perempuan maupun laki-laki. Padahal, persepsi masyarakat mengenai kerentanan, tingkat keparahan, kematian akibat COVID-19, dan pengetahuan mengenai manfaat vaksin menjadi faktor pendorong (<em>predisposing</em>) penerimaan vaksinasi. </p>
<p>Informan dari kategori masyarakat umum menyatakan kekhawatiran atas risiko keparahan dan kematian akibat COVID-19, sehingga merasa perlu mendapatkan vaksin COVID-19. Namun, informan laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya kecenderungan simpang siurnya informasi yang mereka percaya mengenai COVID-19 dan vaksinasi. </p>
<p>Pada kelompok informan lansia dan penyandang disabilitas, meski kekhawatiran terhadap <a href="https://www.balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-kejadian-ikutan-paska-imunisasi-kipi-pada-vaksinasi-covid19">Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)</a> masih cukup besar, konsekuensi administratif dan bantuan sosial yang mungkin mereka dapatkan jika tidak melakukan vaksinasi COVID-19 mendorong mereka ikut vaksinasi. </p>
<p>Cakupan vaksinasi COVID-19 tidak terlepas dari kesiapan daerah dengan menyediakan lokasi vaksinasi yang dekat dengan tempat tinggal dan program vaksinasi massal. Hal ini menjadi faktor pemungkin (<em>enabling</em>) yang mempermudah akses masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19.</p>
<h2>Data yang tak tampak</h2>
<p>Walau cakupan vaksinasi COVID dosis dua nasional mencapai lebih dari 70%, hingga saat ini, laporan data penerima vaksin tidak memperlihatkan cakupan vaksinasi untuk kelompok rentan tersebut. Pemerintah pun <a href="https://puskapa.org/publikasi/1159/">belum mengidentifikasi langkah operasional</a> untuk menjangkau dan memastikan agar kelompok rentan tersebut menerima vaksinasi COVID-19. </p>
<p>Ketidaktransparanan data mengenai penerimaan vaksin COVID-19 bagi kelompok rentan ini memunculkan pertanyaan apakah kelompok rentan, terutama yang tinggal di daerah terpencil dan terjauh dapat mengakses informasi dan mendapatkan vaksin COVID-19? Bagaimana sebetulnya sikap mereka terhadap vaksin? </p>
<p>Apakah keraguan mengenai KIPI, terutama bagi kelompok lansia dan penyandang disabilitas yang banyak menjadi diskusi pada awal pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 ini telah teratasi? Perlu lebih banyak studi untuk menjawab pertanyaan tersebut.</p>
<h2>Keberhasilan vaksinasi berpotensi jangka panjang?</h2>
<p>Pedoman Komunikasi Risiko untuk Penanggulangan Krisis Kesehatan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan pada Mei 2021 menyampaikan <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/21053100001/Pedoman-Komunikasi-Risiko-untuk-Penanggulangan-Krisis-Kesehatan.html">tiga cara dalam mengintervensi perubahan perilaku</a>, yaitu 3E – <em>Education</em> (edukasi dan promosi kesehatan), <em>Engineering</em> (rekayasa), dan <em>Enforcement</em> (penegakan hukum). </p>
<p>Dalam situasi kritis, rekayasa dan penegakan hukum memainkan peranan penting untuk dapat segera mengendalikan situasi. Namun, untuk perubahan perilaku jangka panjang, edukasi dan promosi kesehatan yang berkelanjutan dan dapat diakses oleh kelompok rentan sangat diperlukan.</p>
<p>Kesulitan akses informasi yang diperlukan membuat kelompok penyandang disabilitas sensori, seperti teman tuli dan netra, sangat bergantung pada penerjemahan informasi yang diberikan oleh keluarga atau pendampingnya. </p>
<p>Tatanan Bahasa Indonesia yang digunakan teman tuli berbeda dengan tatanan Bahasa Indonesia yang sehari-hari digunakan masyarakat umum, sehingga informasi tertulis yang tersedia seringkali membingungkan. </p>
<p>Contoh lain adalah bagaimana materi dalam format gambar yang sering dibagikan melalui media sosial tidak dapat dibaca oleh aplikasi pembaca layar yang digunakan teman netra. </p>
<p>Penelitian ini menemukan bahwa strategi komunikasi risiko dan perubahan perilaku yang didorong oleh <em>enforcement</em> memang berhasil membantu pemerintah dalam mencapai target programnya. </p>
<p>Namun, upaya tersebut tidak cukup untuk membantu mencapai tujuan komunikasi risiko dalam mendorong <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789241550208">pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan</a> (<em>informed decision</em>) untuk perubahan perilaku kesehatan jangka panjang. </p>
<p>Hal ini berpotensi menghentikan penerimaan vaksinasi COVID-19 atau mendorong keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi <em>booster</em>. Saat ini, baru 37,9% target sasaran vaksinasi yang sudah melakukan <em>booster</em> pertama (dosis ketiga) dan <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">hanya 1,7% yang melakukan <em>booster</em> kedua (dosis keempat)</a>. Lebih jauh, strategi ini tidak cukup dalam meningkatkan kesadaran dan ketahanan kesehatan masyarakat untuk menghadapi krisis kesehatan di masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197689/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Citra Lestari pernah bekerja sebagai konsultan Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) yang membiayai penelitian ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dwidjo Susilo menerima dana dari AIHSP berupa honor sebagai peneliti dalam tulisan ini. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Shita menerima dana dari AIHSP untuk melakukan penelitian ini.</span></em></p>Cakupan vaksinasi COVID-19 tidak terlepas dari kesiapan daerah dengan menyediakan lokasi vaksinasi yang dekat dengan tempat tinggal dan program vaksinasi massal.Citra Indah Lestari, PhD Candidate - Asia Institute, The University of MelbourneDwidjo Susilo, Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK KMK, Universitas Gadjah Mada Shita Dewi, Peneliti, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2039182023-05-02T06:19:15Z2023-05-02T06:19:15ZVaksin malaria adalah lompatan besar ke depan: tapi inovasi tidak boleh berhenti di sini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/521813/original/file-20230419-18-5s2pdd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang pekerja kesehatan menyiapkan sebuah vaksin malaria di Yala, Kenya.</span> <span class="attribution"><span class="source">Brian Ongoro / AFP via Getty Images</span></span></figcaption></figure><p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengambil langkah bersejarah ketika pada 2021 merekomendasikan penggunaan <a href="https://www.who.int/news/item/06-10-2021-who-recommends-groundbreaking-malaria-vaccine-for-children-at-risk">vaksin malaria</a> untuk anak kecil.</p>
<p>Pengumuman tersebut menandai satu pencapaian besar. Pengembangan vaksin malaria pertama berhasil melawan malaria <em>falciparum</em>, bentuk malaria paling mematikan dan yang paling umum di Afrika sub-Sahara.</p>
<p>Penyerapan vaksin secara luas dapat mencegah ribuan kematian di wilayah tersebut. Menurut <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240015791">Laporan Malaria Dunia 2020</a>, lebih dari 250.000 anak di bawah usia lima tahun meninggal karena malaria di Afrika pada 2019. Laporan itu adalah satu statistik sangat suram untuk penyakit yang dapat diobati dan dicegah.</p>
<p>Pengembangan vaksin ini (disebut RTS,S) telah memakan waktu <a href="https://www.malariavaccine.org/sites/mvi/files/content/page/files/PATH_MVI_RTSS_Fact%20sheet_042019.pdf">lebih dari 30 tahun</a>. Ini adalah puncak dari kerja para peneliti dari Walter Reed Army Institute of Research, bekerja sama dengan perusahaan farmasi GlaxoSmithKline dan organisasi kesehatan global PATH.</p>
<p>Produksi suatu vaksin malaria yang efektif merupakan tantangan karena parasit malaria dapat bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh manusia. Selain itu, berbagai bentuk parasit malaria menginfeksi hati dan sel darah merah.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-does-malaria-recur-how-pieces-of-the-puzzle-are-slowly-being-filled-in-108833">Why does malaria recur? How pieces of the puzzle are slowly being filled in</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Uji coba vaksin dimulai pada 2019 di tiga <a href="https://www.who.int/docs/default-source/immunization/mvip/mvip-milestones-to-programme-development-final.pdf?sfvrsn=14768db0_4">negara Afrika</a>: Ghana, Kenya dan Malawi. Hasilnya, vaksin RTS,S aman pada anak kecil, sehingga mengurangi rawat inap dan kematian pada anak yang divaksinasi lebih dari <a href="https://www.lshtm.ac.uk/newsevents/news/2021/severe-malaria-among-young-african-children-dramatically-reduced-through">70%</a>. </p>
<p>Riset ini juga menunjukkan bahwa program vaksinasi malaria bisa dilakukan dalam konteks pedesaan Afrika.</p>
<p>Studi percontohan (<em>pilot study</em>) ini juga menunjukkan bahwa vaksin dapat menjangkau anak-anak yang tidak terlindungi dengan metode lain seperti kelambu di <a href="https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-on-who-recommendation-for-wider-use-of-the-rts-s-malaria-vaccine">lokasi penelitian</a>. Ini memberikan dukungan tambahan untuk seruan penggunaan vaksin secara luas di daerah yang terkena dampak malaria.</p>
<p><a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240015791">Sejak 2015</a> jumlah kasus malaria mendatar atau meningkat. Ini mengikuti masa 15 tahun yang jumlahnya terus menurun.</p>
<p>Penambahan vaksin RTS,S ke perangkat pengendalian dan eliminasi malaria dapat mengembalikan upaya global ke jalurnya. Namun, penambahan itu tidak bisa dilihat sebagai satu-satunya cara atau jalan terbaik yang dibutuhkan untuk mencapai eliminasi malaria.</p>
<h2>Bukan solusi lengkap</h2>
<p>Vaksin ini memiliki beberapa <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/21645515.2019.1669415?needAccess=true">kekurangan</a>.</p>
<p>Pertama, dalam bentuknya yang sekarang, vaksin ini hanya bekerja sangat efektif pada anak-anak yang sangat muda, berusia antara 5-17 bulan. Anak-anak ini harus diberikan tiga dosis vaksin, setidaknya dengan jarak satu bulan. Dosis penguat keempat direkomendasikan pada 18 bulan agar vaksin bekerja optimal.</p>
<p>Hal ini membuat program vaksinasi yang efektif menjadi sangat menantang. Salah satu solusi yang mungkin adalah program vaksinasi berbasis masyarakat untuk meningkatkan akses dan meningkatkan kepatuhan.</p>
<p>Selain itu, meski mencegah penyakit parah, vaksin itu tidak serta merta mencegah infeksi. Ini mirip dengan <a href="https://www.who.int/news-room/feature-stories/detail/vaccine-efficacy-effectiveness-and-protection">vaksin COVID-19</a>.</p>
<p>Ketiga, vaksin ini hanya efektif untuk satu (<em>Plasmodium falciparum</em>) dari lima parasit malaria manusia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/breakthrough-malaria-vaccine-offers-to-reinvigorate-the-fight-against-the-disease-169500">Breakthrough malaria vaccine offers to reinvigorate the fight against the disease</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ada kekhawatiran lain juga. Salah satunya adalah meningkatnya <a href="https://www.africaportal.org/features/myths-and-models-whats-driving-vaccine-hesitancy-in-africa-and-how-can-we-overcome-it/">keraguan vaksin</a> di seluruh Afrika.</p>
<p>Kemungkinan juga akan ada tantangan dalam memenuhi permintaan vaksin, mengingat fokus saat ini untuk memproduksi vaksin COVID-19.</p>
<p>Tantangan-tantangan ini membuat vaksin RTS,S tidak dapat menggantikan intervensi efektif yang telah ada. Contohnya penyemprotan residu dalam ruangan dan penggunaan kelambu berinsektisida. </p>
<p>Sebagai gantinya, vaksin harus dilaksanakan <a href="https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-on-who-recommendation-for-wider-use-of-the-rts-s-malaria-vaccine">bersamaan</a> untuk memutus siklus penularan malaria.</p>
<p>Karena vaksin RTS,S hanya efektif pada anak kecil, vaksin ini hanya akan digunakan jika mereka memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi daripada anak yang lebih besar. Kondisi seperti itu umumnya ditemukan di <a href="https://www.who.int/news/item/06-10-2021-who-recommends-groundbreaking-malaria-vaccine-for-children-at-risk">daerah penularan sedang hingga tinggi</a>. Di daerah ini, infeksi malaria yang sering menyebabkan anak yang lebih tua mengembangkan kekebalan parsial.</p>
<p>Kekebalan ini mencegah anak menunjukkan tanda dan gejala malaria. Mereka menjadi pembawa malaria tanpa gejala. Banyak negara Afrika endemik malaria, termasuk Botswana, Eswatini, Namibia, dan Afrika Selatan, memiliki intensitas penularan yang sangat rendah, sehingga populasinya tidak mengembangkan kekebalan terhadap malaria.</p>
<p>Pemuatan vaksin RTS,S dalam program imunisasi anak di negara dengan penyebaran malaria rendah ini tidak akan efektif secara biaya.</p>
<p>Terlepas dari tantangan yang terkait dengan vaksin RTS,S, penambahannya ke rangkaian intervensi pengendalian malaria merupakan lompatan maju dalam perang global melawan malaria. </p>
<p>Namun inovasi vaksin tidak boleh berhenti sampai di sini. Upaya harus dilakukan untuk mengembangkan vaksin yang efektif pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, yang hanya membutuhkan satu dosis dan efektif melawan semua malaria pada manusia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203918/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jaishree Raman receives funding from the National Research Foundation of South Africa, the National Health Laboratory Services Research Trust and the Bill and Melinda Gates Foundation. She is affiliated with Centre for Emerging Zoonotic Diseases, National Institute for Communicable Diseases, the Wits Research for Malaria, University of Witwatersrand and the UP Institute for Sustainable Malaria Control, University of Pretoria.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Shüné Oliver receives funding from the National Research Foundation of South Africa and the National Health Laboratory Services Services Research Trust. She is affiliated with Centre for Emerging Zoonotic Diseases, National Institute for Communicable Diseases and the Wits Research for Malaria, University of Witwatersrand.</span></em></p>Dalam bentuknya yang sekarang vaksin ini hanya bekerja sangat efektif pada anak-anak yang sangat muda, berusia antara 5-17 bulan.Jaishree Raman, Principal Medical Scientist and Head of Laboratory for Antimalarial Resistance Monitoring and Malaria Operational Research, National Institute for Communicable DiseasesShüné Oliver, Medical scientist, National Institute for Communicable DiseasesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1999002023-02-24T07:33:28Z2023-02-24T07:33:28ZRiset eksperimen di Jawa Barat: duta vaksin lokal bisa turunkan keraguan vaksin COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/511899/original/file-20230223-18-eo02e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 penguat (booster) kedua atau dosis keempat kepada seorang warga di Puskesmas Sukagalih, Bandung, Jawa Barat, 25 Januari 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1674620711&getcod=dom">ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom</a></span></figcaption></figure><p>Keyakinan terhadap vaksin <a href="https://www.thelancet.com/article/S0140-6736(20)31558-0/fulltext">menurun dalam beberapa tahun terakhir</a>, bahkan ketika vaksin disebut sebagai teknologi terpenting untuk <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-021-01454-y">pengendalian pandemi COVID-19</a>. </p>
<p>Pada Juni 2022 - <a href="https://covid-19.iza.org/publications/dp15899/">ketika studi kami lakukan</a>- hanya 61 negara yang memenuhi target WHO untuk tingkat <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2021/world/covid-vaccinations-tracker.html">vaksinasi penuh 70%</a>.</p>
<p>Stagnasi ini sebagian disebabkan oleh <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-021-01056-1">misinformasi</a> tentang manfaat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8080503/">vaksinasi</a> – yang merajalela selama pandemi COVID-19. </p>
<p>Hal ini mengkhawatirkan, terutama bagi mereka yang masih ragu-ragu untuk melakukan vaksinasi. Kecenderungan virus untuk bermutasi mengindikasikan infeksi COVID-19 akan tetap membawa <a href="https://www.who.int/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants">risiko kematian yang signifikan</a>.</p>
<p>Salah satu masalahnya adalah strategi untuk meningkatkan penerimaan vaksin tetap terfokus pada strategi persuasif melalui media massa yang sifat penyampaian pesannya satu arah. Strategi ini sebagian besar mengabaikan kebutuhan akan pendekatan berbeda terhadap mereka yang paling ragu-ragu: memulai interaksi dua arah.</p>
<p><a href="https://covid-19.iza.org/publications/dp15899/">Riset kami, dengan pendekatan eksperimen acak di Jawa Barat</a>, berfokus pada masyarakat yang betul-betul enggan mendapatkan vaksin. Saat kami mulai riset, 85% penduduk di Jawa Barat sudah mendapat setidaknya vaksin dosis pertama, sehingga partisipan pada penelitian kami betul-betul orang-orang yang ragu terhadap vaksin COVID. </p>
<p>Riset ini menunjukkan bahwa pengiriman duta vaksin lokal ke rumah-rumah penduduk yang anti-vaksin bisa mengurangi level keraguan vaksin.</p>
<h2>Duta vaksin ke rumah penduduk</h2>
<p>Jawa Barat kami pilih karena secara historis setidaknya menjadi tempat terjadinya beberapa kejadian luar biasa (KLB) seperti wabah difteri <a href="https://cegh.net/article/S2213-3984(18)30026-5/fulltext#articleInformation">pada 2017</a> dan campak <a href="https://nasional.tempo.co/read/1683932/kabupaten-bogor-dan-bandung-barat-dalam-status-klb-campak-di-jawa-barat">berulang</a>, sehingga menarik untuk ditelaah lebih lanjut pada konteks COVID.</p>
<p>Dalam <a href="https://covid-19.iza.org/publications/dp15899/">studi ini</a>, kami melakukan kampanye informasi dari rumah ke rumah kepada 3.254 individu dewasa yang belum divaksinasi. Mereka tersebar di 279 desa di tiga kabupaten (Bogor, Cirebon dan Kuningan). </p>
<p>Kampanye ini untuk mempromosikan vaksin COVID-19 di lingkungan pedesaan Jawa Barat—daerah yang vaksin tersedia secara luas, tapi tingkat vaksinasi belum mencakup semua penduduk. </p>
<p>Di <a href="https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/61c2d15113ba8/survei-kic-change-kawalcovid-38-responden-di-jabar-tak-mau-vaksinasi">Jawa Barat</a>, sekitar 4 dari 10 orang yang belum menerima vaksin sangat menentang vaksinasi. Ada 8 dari 10 orang tidak mempercayai vaksin atau percaya bahwa sistem kekebalan yang kuat sudah cukup untuk melindungi mereka dari COVID-19. </p>
<p>Pada awal penelitian kami (Februari 2022), lebih dari 360.000 orang di Jawa Barat mengalami “putus vaksin” – individu yang telah menerima dosis pertama tapi belum menggunakan dosis kedua dalam 6 bulan setelah dosis pertama. </p>
<p>Kami merekrut duta vaksin dari komunitas lokal untuk memberikan informasi tentang manfaat vaksin COVID-19 secara keseluruhan. </p>
<p>Kami merekrut tiga jenis duta lokal dari masing-masing desa untuk menyampaikan informasi tentang manfaat vaksinasi melalui kunjungan pribadi ke rumah. Mereka adalah duta dari kader kesehatan (petugas kesehatan masyarakat), pemuka desa (dipilih melalui nominasi oleh responden), dan orang awam. </p>
<p>Duta ini dilatih dan diberi tugas untuk melakukan dialog intensif “<em>one-on-one</em>” dengan partisipan. Duta berkunjung dua kali ke rumah partisipan. Kunjungan pertama sekitar 30 menit untuk berdialog dan kunjungan kedua, seminggu setelah kunjungan pertama, hanya memberikan pamflet informasi vaksinasi dan menanyakan komitmen responden ikut vaksinasi.</p>
<p>Kami menggunakan pendekatan komunikasi interpersonal melalui pertemuan tatap muka. Pendekatan ini lebih cocok daripada intervensi informasi media sosial karena beberapa alasan. <em>Pertama</em>, interaksi langsung lebih efektif daripada komunikasi satu arah karena memungkinkan duta vaksin untuk mengklarifikasi fakta penting tentang vaksin. <em>Kedua</em>, kunjungan rumah dapat menjangkau individu lansia, kelompok rentan yang relatif lebih sulit dijangkau oleh media sosial.</p>
<p>Kami memprediksi <a href="https://academic.oup.com/restud/article/86/6/2453/5345571">individu yang lebih terkemuka</a> atau berpengetahuan seperti pemuka desa setempat atau kader kesehatan akan lebih efektif meyakinkan responden untuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34413518/">divaksinasi dibandingkan dengan orang awam</a>. </p>
<h2>Tidak ada perbedaan signifikan antarkelompok duta</h2>
<p>Ada tiga temuan utama dalam studi kami. </p>
<p><em>Pertama</em>, kunjungan rumah oleh duta vaksin mengoreksi beberapa kesalahpahaman tentang vaksin COVID-19. </p>
<p>Kami mengamati proporsi individu yang melaporkan kekhawatiran akan efek samping (sebagai alasan untuk tidak melakukan vaksinasi) menurun tajam dari 28% menjadi 15%. </p>
<p><em>Kedua</em>, responden menganggap duta yang dinominasikan–setengahnya adalah aparat desa–lebih baik dalam menyampaikan informasi tentang vaksin dibandingkan dua jenis duta vaksin lainnya.</p>
<p><em>Ketiga</em>, kami mendapati tingkat registrasi dan vaksinasi di kalangan responden meningkat (registrasi 7,8% dan vaksinasi 3,6%%) dari survei <em>baseline</em>. </p>
<p>Namun, kami tidak menemukan perbedaan signifikan dalam tingkat registrasi dan vaksinasi antarkelompok duta vaksin. </p>
<p>Hal ini mungkin terjadi karena tidak ada dampak yang berbeda dari intervensi terhadap pengetahuan dan keyakinan tentang COVID-19 di seluruh kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa meski duta vaksin yang dinominasikan dianggap lebih efektif, informasi yang mereka sampaikan tidak ditindaklanjuti oleh responden. </p>
<h2>Implikasi bagi kebijakan</h2>
<p>Meski hasil utama studi ini tidak memperlihatkan dampak pada tingkat vaksinasi, kami menemukan bahwa perempuan dan responden dengan status sosial ekonomi rendah lebih responsif terhadap duta vaksin dari kader kesehatan dibandingkan dengan duta vaksin dari kelompok orang awam.</p>
<p>Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengapa intervensi kami tidak meningkatkan penggunaan vaksin COVID-19 di antara sasaran populasi dan mengapa jenis duta vaksin tidak berdampak.</p>
<p><em>Pertama</em>, populasi target penelitian kami cenderung sangat ragu—responden belum divaksinasi bahkan satu tahun setelah vaksin COVID-19 pertama kali tersedia pada Januari 2021. </p>
<p>Hal ini didukung oleh temuan sebagian besar responden (60%) menolak gagasan penawaran insentif uang tunai untuk vaksinasi dari pemerintah. Selain itu, kami menemukan indikasi bahwa responden menjadi kurang peduli terhadap pandemi.</p>
<p>Alternatif kebijakan yang lebih “memaksa” seperti mewajibkan vaksin sebagai syarat sekolah, pekerjaan, perjalanan, ataupun administrasi mungkin perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. </p>
<p><em>Kedua</em>, edukasi mengenai manfaat dan risiko vaksin tetap perlu dilakukan pada individu yang ragu terhadap vaksin, mengingat mereka yang anti-vaksin umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Edukasi mungkin perlu dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang dengan intensitas yang lebih tinggi. </p>
<p><em>Ketiga</em>, respons pemerintah dengan melibatkan <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5887206/jurus-polisi-tenangkan-anak-yang-takut-divaksinasi-covid-19-di-bandung">polisi</a>, <a href="https://kumparan.com/kumparannews/bin-jabar-gencarkan-vaksinasi-hingga-ke-pelosok-kejar-target-herd-immunity-1x4XjdAlm36">TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN)</a> untuk mengadakan vaksinasi massal mungkin dapat menjadi opsi terakhir. </p>
<p>Sebab, kebijakan ini dikhawatirkan dapat meningkatkan keraguan terhadap otoritas medis. </p>
<p>Temuan kami menunjukkan bahwa kampanye informasi dalam bentuk virtual atau tatap muka saja dalam jangka pendek mungkin tidak efektif dalam mempromosikan vaksinasi di kalangan individu yang sangat ragu, terutama ketika penyebaran infeksi menurun dan cakupan imunisasi telah tinggi. </p>
<p>Pengambil kebijakan dapat mempertimbangkan studi ini dan menerapkannya pada konteks program vaksinasi lain di luar COVID-19.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199900/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Giovanni van Empel, Armand Sim, dan Jahen Rezki menerima dana penelitian dari Monash University serta JPAL Southeast Asia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Armand Sim dan Jahen Rezki tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perempuan dan responden dengan status sosial ekonomi rendah lebih responsif terhadap duta vaksin dari kader kesehatan dibandingkan dengan duta vaksin dari kelompok orang awam.Giovanni van Empel, Dosen di Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada Armand Sim, Research Fellow, Center for Development Economics and Sustainability, Monash UniversityJahen Rezki, Dosen Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1983042023-01-24T01:34:29Z2023-01-24T01:34:29ZCampak: kenapa WHO menyatakannya sebagai ‘ancaman global yang segera datang’<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/505807/original/file-20230123-11-fu9xfe.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Samara Heisz / Alamy Stock Photo</span></span></figcaption></figure><p>Salah satu konsekuensi dari pandemi COVID-19 adalah <a href="https://www.who.int/publications/i/item/WHO-2019-nCoV-EHS_continuity-survey-2020.1">berkurangnya akses</a> ke layanan kesehatan rutin dan rendahnya penyerapan imunisasi. Akibatnya, pada November 2022, <a href="https://www.who.int/news/item/23-11-2022-nearly-40-million-children-are-dangerously-susceptible-to-growing-measles-threat">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan</a> campak menjadi “ancaman yang akan segera terjadi di setiap wilayah di dunia”. Mereka menggambarkan bagaimana rekor jumlah hampir 40 juta anak telah melewatkan setidaknya satu dosis vaksin campak pada 2021.</p>
<p>Campak adalah suatu penyakit pernapasan akibat infeksi virus. <a href="https://www.cdc.gov/measles/hcp/index.html">Mirip dengan COVID,</a> campak menyebar antar-orang karena tetesan pernapasan (<em>droplet</em>) dan aerosol (penularan melalui udara). Infeksi ini menghasilkan ruam dan demam pada kasus ringan.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.nhs.uk/conditions/measles/">kasus parah</a> dapat mencakup ensefalitis (pembengkakan otak), kebutaan, dan pneumonia. Ada sekitar <a>9 juta kasus per tahun dan 128.000 kematian akibat campak</a>. </p>
<p>Di <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230120/1642247/waspada-campak-jadi-komplikasi-sebabkan-penyakit-berat/#:%7E:text=%E2%80%9CSelama%20tahun%202022%20yang%20lalu,dari%20Januari%20sampai%20Desember%202022.">Indonesia</a>, sepanjang 2022 dilaporkan lebih dari 3.300 kasus campak, naik lebih dari 32 kali dibanding setahun sebelumnya. </p>
<p>Vaksin campak, yang dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan vaksinasi lain seperti gondok dan rubella untuk melengkapi imunisasi MMR, sangat efektif. Mayoritas negara memiliki jadwal dua dosis, dengan suntikan pertama biasanya diberikan pada usia 12 bulan dan dosis kedua saat anak berusia empat tahun.</p>
<p>Vaksin ini memberikan perlindungan yang sangat tinggi dan tahan lama, dan benar-benar merupakan contoh model dari istilah “penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin”. Jadwal dua dosis <a href="https://vk.ovg.ox.ac.uk/vk/mmr-vaccine#:%7E:text=After%20two%20doses%20of%20MMR,will%20be%20protected%%2020melawan%20rubella.">memberikan</a> sekitar 99% perlindungan terhadap infeksi campak.</p>
<p>Di negara-negara berkembang yang serapan vaksinnya rendah, sebanyak <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1712354/">satu dari sepuluh</a> yang terkena campak, meninggal karena infeksi ini. Di negara maju, kematian sangat tinggi pada orang yang tidak divaksinasi dengan <a href="https://vk.ovg.ox.ac.uk/vk/measles#:%7E:text=In%20high%20income%20regions%20of,children%20%20in%20resource%2Dpoor%20countries.">tingkat</a> sekitar satu per 1.000 hingga 5.000 kasus campak.</p>
<p>Wabah baru penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin di area seperti <a href="https://gh.bmj.com/content/5/9/e003515">zona konflik</a> dan di antara <a href="https://%20www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9383728/">populasi pengungsi</a> cukup tinggi. Masalah seperti <a href="https://www.msf.org/measles-poses-deadly-risk-malnutrisi-children-afghanistan">malnutrisi</a> sangat meningkatkan risiko penyakit parah. Penyakit pernapasan yang menuliar adalah <a href="https://theconversation.com/ukraine-disease-control-is-a-casualty-of-war-so-a-surge-in-covid-cases-is-likely-179218">suatu kekhawatiran besar </a> bagi kelompok kemanusiaan yang membantu kelompok-kelompok rentan seperti pengungsi Ukraina.</p>
<p>Campak sangat menular. <a href="https://www.news-medical.net/health/What-is-R0.aspx">Angka reproduksi dasar</a> (R0) – yaitu, rata-rata berapa banyak orang yang terinfeksi akan menginfeksi populasi yang rentan – <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(17)30307-9/fulltext">diperkirakan</a> antara 12-18. Sebagai perbandingan , R0 varian COVID omicron <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35262737/">sekitar 8,2</a>.</p>
<p>Proporsi dari suatu populasi yang perlu divaksinasi untuk mengendalikan wabah dan untuk meminimalkan penularan selanjutnyadikenal sebagai ambang kekebalan kawanan (<em>herd immunity threshold</em>/HIT). Untuk campak, <a href="https://www.yalemedicine.org/news/herd-immunity#:%7E:text=Measles%2C%20for%20example%2C%20spreads%20so,the%20threshold%20is%20about%20%2080%25.%22%22">cakupan vaksin</a> dari 95% biasanya dianggap sebagai angka ajaib HIT.</p>
<p>Sayangnya, sebagian besar negara di dunia berada jauh di bawah ambang batas tersebut, dengan <a href="https://www.who.int/news/item/23-11-2022-nearly-40-million-children-are-dangerously-susceptible-to-growing-measles-threat">cakupan global</a> sekitar 71% untuk dua dosis, dan 81% untuk cakupan satu dosis. Di Inggris, <a href="https://www.bmj.com/content/378/bmj.o2353">data pada 2021-2022</a> menunjukkan bahwa 89% anak-anak telah menerima satu dosis vaksin campak.</p>
<p>Secara global, telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/children-reducing-mortality">pengurangan</a> kematian dari semua penyebab pada anak di bawah usia lima tahun. Angka kematian tahunan menurun dari 12,5 juta pada 1990 menjadi 5,2 juta penduduk pada 2019. Namun, cakupan vaksin yang rendah dapat membalikkan kenaikan tersebut.</p>
<p>Bahkan jika anak-anak selamat dari campak, ada kemungkinan kerusakan jangka panjang pada sistem kekebalan mereka, <a href="https://www.cidrap.umn.edu/news-perspective/2019/11/measles-does-long-term-damage-immune-system-studies-show">digambarkan</a> sebagai “bentuk amnesia imun”. Pada populasi yang tidak divaksinasi, kasus campak yang parah mengakibatkan hilangnya rata-rata 40% antibodi yang biasanya mengenali kuman.</p>
<p>Setelah kasus campak ringan, anak-anak yang tidak divaksinasi kehilangan 33% dari antibodi tersebut. Sebagai perbandingan, pengukuran pada populasi kontrol yang sehat menunjukkan hilangnya antibodi sebesar 10% selama durasi yang sama atau lebih lama.</p>
<h2>Misinformasi tersebar luas</h2>
<p>Advokasi anti-vaksin telah menyebarkan desas-desus palsu dan cerita menakutkan, seperti <a href="http://www.bmj.com/content/342/bmj.c7452">klaim palsu</a> oleh mantan dokter dan aktivis anti-vaksin Andrew Wakefield bahwa vaksin MMR (vaksin campak, rubella, gondongan) menyebabkan autisme. </p>
<p>Keyakinan ini tetap ada. Misalnya, <a href="https://misinforeview.hks.harvard.edu/article/users-of-social-media-more-likely-to-be-misinformed-about-vaccines/">survei populasi Amerika Serikat</a> pada 2020 menemukan: “18% responden kami secara keliru menyatakan bahwa sangat atau agak akurat untuk mengatakan bahwa vaksin menyebabkan autisme.”</p>
<p>Misinformasi sejak dimulainya pandemi COVID telah <a href="https://www.who.int/health-topics/infodemic/the-covid-19-infodemic">menyebar luas</a>. Risiko informasi yang salah ini dapat beranjak ke tingkat keraguan yang lebih besar dan penolakan vaksin untuk <a href="https://journals.plos.org/globalpublichealth/article?id=10.1371/journal.pgph.0001012">imunisasi rutin</a> .</p>
<p>Campak menyebar dengan mudah dan merupakan infeksi parah dalam jangka pendek dan jangka panjang pada populasi yang tidak divaksinasi. Ada kebutuhan besar akan kampanye imunisasi untuk semakin melindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, di seluruh dunia. Kebutuhan tersebut sangat mendesak di negara-negara berkembang dan di antara populasi rentan lainnya seperti pengungsi dan daerah konflik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198304/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Michael Head has previously received funding from the Bill & Melinda Gates Foundation and the UK Department for International Development.</span></em></p>Campak menyebar dengan mudah dan merupakan infeksi parah dalam jangka pendek dan jangka panjang pada populasi yang tidak divaksinasi.Michael Head, Senior Research Fellow in Global Health, University of SouthamptonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1958232022-12-07T03:54:05Z2022-12-07T03:54:05ZSatu kasus polio di Aceh: bagaimana meningkatkan sistem surveilans dan pencegahan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/499204/original/file-20221206-20-6hnvoa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meneteskan vaksin polio kepada pelajar sekolah dasar (SD) saat pencanangan Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Banda Aceh, Aceh, 4 Desember 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1670229912&getcod=dom">ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/nym.</a></span></figcaption></figure><p>Munculnya <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/20/063000265/kronologi-penemuan-kasus-polio-di-aceh-hingga-jadi-klb?page=all">satu kasus polio yang menyerang anak berusia 7 tahun di Kabupaten Pidie, Aceh, pada awal November 2022</a> membuat publik terhenyak. Sebab, sudah hampir satu dekade penyakit tersebut jarang terdengar. Terlebih pada <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20140328/0010386/who-tetapkan-indonesia-bebas-polio/">2014 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan Indonesia sudah bebas polio</a>. </p>
<p>Kementerian Kesehatan menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) polio dan <a href="https://nasional.kompas.com/image/2022/11/19/17362121/kemenkes-akan-lakukan-vaksinasi-polio-massal-di-aceh-mulai-28-november?page=1">menggencarkan kembali imunisasi polio</a> di beberapa kabupaten di Provinsi Aceh. <a href="https://regional.kompas.com/read/2022/12/05/214837278/menkes-budi-beri-waktu-seminggu-96-persen-anak-di-pidie-aceh-divaksin-polio">Menteri Kesehatan menargetkan vaksinasi polio di Pidie</a> pada anak-anak selesai dalam sepekan lagi. </p>
<p>Temuan kasus polio ini menunjukkan <a href="https://www.emro.who.int/health-topics/public-health-surveillance/index.html">sistem surveilans kesehatan masyarakat</a> yang kurang berjalan. Padahal, sejatinya polio termasuk penyakit yang <a href="https://promkes.kemkes.go.id/?p=8989">dapat dicegah dengan mudah melalui imunisasi (PD3I)</a>. </p>
<p>Masalah lainnya adalah cakupan imunisasi dasar, termasuk imunisasi polio, <a href="https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1545/sdgs_1/1I">di Aceh termasuk yang terendah dan cenderung turun</a>. </p>
<h2>Pola penularan dan dampak</h2>
<p>Poliomielitis atau dikenal sebagai polio merupakan penyakit yang disebabkan oleh <a href="https://kidshealth.org/en/parents/enteroviruses.html">enterovirus</a>, salah satu genus virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. </p>
<p>Virus polio sangat menular dan umumnya menyerang <a href="https://www.halodoc.com/kesehatan/polio">sistem saraf</a> pada anak-anak berusia lima tahun ke bawah. <a href="https://media.neliti.com/media/publications/62062-none-3bf9b6d4.pdf">Media penularan virus adalah mulut</a> atau hidung. Umumnya virus ini disebarkan melalui makanan (penularan secara oral) atau air minum yang terkontaminasi oleh kotoran penderita polio (penularan melalui feses penderita). </p>
<p>Faktor kesehatan lingkungan seperti <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/21/073000265/penyakit-polio--penyebab-gejala-penularan-dan-cara-pencegahannya?page=all">sanitasi</a> yang buruk dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/30/19582641/menkes-ungkap-asal-usul-virus-polio-di-aceh-ternyata-dari-bab-anak-yang-baru">buang air besar (BAB) di sembarang</a> tempat turut berkontribusi terhadap penyebaran virus polio. </p>
<p>Dalam kasus di Aceh, Menteri Kesehatan menyatakan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/30/19582641/menkes-ungkap-asal-usul-virus-polio-di-aceh-ternyata-dari-bab-anak-yang-baru">kasus polio diduga berasal dari virus yang telah dilemahkan</a> dalam vaksin polio dari tubuh anak yang buang air besar di sungai. </p>
<p>Infeksi virus polio berakibat fatal serta dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28422018/">menurunkan kualitas hidup seseorang</a> akibat <a href="https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio/">kelumpuhan permanen</a> dan bahkan <a href="https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jbmi/article/view/5823/2630">berujung kematian</a>. </p>
<p>Dalam konteks kebijakan dan program kesehatan, upaya pencegahan polio yang tidak memadai dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33590521/">membebani pembiayaan kesehatan</a> suatu negara. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kekhawatiran-kebangkitan-polio-di-as-membuat-pejabat-kesehatan-waspada-ahli-virologi-jelaskan-sejarah-penyakit-yang-ditakuti-ini-190838">Kekhawatiran kebangkitan polio di AS membuat pejabat kesehatan waspada – ahli virologi jelaskan sejarah penyakit yang ditakuti ini</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Imunisasi: faktor kunci pencegahan polio</h2>
<p>Sejak 1988, WHO menginisiasi <a href="https://www.who.int/health-topics/poliomyelitis#tab=tab_1">pemberantasan polio global di seluruh dunia</a>. Program tersebut berhasil menurunkan lebih dari 99% kasus polio. </p>
<p>Akan tetapi, terdapat tiga negara: Afganistan, Pakistan, dan Nigeria yang masih berstatus <a href="https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio/">endemis</a> untuk penularan polio liar. </p>
<p>Di Indonesia, imunisasi polio sebenarnya sudah menjadi bagian dari program <a href="http://repository.bkpk.kemkes.go.id/1405/1/795-1027-1-PB.pdf">imunisasi dasar sejak 1982.</a> </p>
<p>Sayangnya, program tersebut belum berjalan secara efektif dan belum mampu memutus penyebaran virus polio liar. Kemudian, sejak 1995 pemerintah mencanangkan kegiatan imunisasi tambahan melalui <a href="https://www.biofarma.co.id/id/berita-terbaru/detail/virus-polio-di-indonesia">Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio</a>.</p>
<p>Imunisasi menjadi <a href="https://academic.oup.com/afraf/article/106/423/185/50647">cara efektif untuk pencegahan infeksi polio</a>. Pemberian <a href="https://www.alodokter.com/ini-yang-perlu-anda-ketahui-tentang-imunisasi-polio">vaksin polio</a> dilakukan dengan cara ditetes ke mulut sebanyak 4 kali, yaitu pada saat bayi baru lahir dan ketika bayi berusia 2, 3 serta 4 bulan. Pencegahan diperkuat dengan imunisasi dua dosis polio suntik sebelum anak berusia 1 tahun. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Seorang anak membawa balon polio setelah diimunisasi polio secara massal di Kota Pidie, Kabupaten Pidie, Aceh, 28 November 2022. Kementerian Kesehatan menarget vaksinasi hampir 10.000 anak guna mencegah meluas kasus polio di daerah itu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1669613113&getcod=dom">ANTARA FOTO/Ampelsa/hp</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Munculnya kembali kasus polio yang terjadi di Aceh diperkuat dengan temuan cakupan vaksinasi yang ternyata selama ini belum optimal. Sebelum kasus polio di Aceh muncul, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32677974/">KLB polio pernah terjadi di Yahukimo,</a> Papua, pada 2018.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1545/sdgs_1/1I">data Badan Pusat Statistik (BPS)</a>, cakupan imunisasi dasar di Provinsi Aceh menjadi salah satu yang terendah. Bahkan, cakupan di provinsi tersebut menurun dari tahun-tahun, 23,9% pada 2017 merosot menjadi 17,32% pada 2019.</p>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf">Data Profil Kesehatan 2021</a> juga menunjukkan Provinsi Aceh, Papua Barat, dan Papua merupakan tiga provinsi dengan cakupan terendah imunisasi polio di Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-caranya-agar-indonesia-bisa-mempertahankan-status-bebas-polio-132590">Bagaimana caranya agar Indonesia bisa mempertahankan status bebas polio?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Melemahnya layanan kesehatan rutin saat pandemi</h2>
<p>Kondisi pandemi semakin membuat cakupan imunisasi terlihat memilukan. Pasalnya, prioritas program dan kegiatan difokuskan pada penanganan COVID-19.</p>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22062800003/2-tahun-cakupan-imunisasi-rendah-pemerintah-gelar-bulan-imunisasi-anak-nasional.html">Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa cakupan imunisasi dasar</a> pada 2020 turun drastis. Kementerian menargetkan 92% anak-anak memperoleh imunisasi dasar pada 2020, tapi realitanya hanya 84%. </p>
<p>Penyebabnya adalah pembatasan mobilitas penduduk untuk memutus rantai penularan COVID-19. Puskesmas lebih memprioritaskan upaya penanganan COVID-19 sehingga <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/14306/file/Impact%20of%20COVID-19%20on%20Routine%20Immunization%20in%20Indonesia.pdf">layanan kesehatan rutin</a> lainnya agak dikesampingkan. Begitu halnya dengan kegiatan posyandu sempat terhenti. </p>
<p>Hal tersebut berdampak pada melemahnya <a href="https://www.who.int/emergencies/surveillance">surveilans kesehatan masyarakat</a>, yakni proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data dan kasus dan permasalahan kesehatan secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi. Padahal, surveilans dapat menjadi ujung tombak dalam penanganan sebuah wabah.</p>
<h2>Misinformasi dan mispersepsi terkait vaksinasi</h2>
<p>Salah satu faktor masih rendahnya cakupan imunisasi berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat. Tidak dapat dimungkiri, rendahnya cakupan imunisasi juga sangat dipengaruhi oleh maraknya <a href="https://www.republika.co.id/berita/rluk4f414/idai-ungkap-keparahan-misinformasi-soal-vaksin-yang-beredar-di-masyarakat">misinformasi</a> di masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penolakan terhadap imunisasi.</p>
<p>Riset kami di <a href="https://www.researchgate.net/publication/332845269_FAKTOR_SOSIAL_BUDAYA_DALAM_PENGASUHAN_ANAK_DI_KOTA_MEDAN_SUMATERA_UTARA">tim kesehatan Pusat Riset Kependudukan LIPI</a> pada 2017 mengenai cakupan imunisasi dasar di Kota Medan mengonfirmasi hal itu. </p>
<p>Sebanyak 5,3% dari 400 ibu dengan anak berusia di bawah 2 tahun yang menjadi responden dalam penelitian tersebut menolak untuk imunisasi anaknya. Alasan mereka beragam: kekhawatiran akan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), seperti demam, dan anggapan anak sudah memiliki antibodi alami untuk menangkal penyakit infeksi, seperti cacar dan campak.</p>
<p>Menariknya, <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210810143839-199-678792/sejarah-kelam-deretan-gerakan-antivaksin-sejak-abad-18">gerakan antivaksin sudah berlangsung sejak lama</a> salah satunya dipengaruhi oleh pandangan tokoh agama atau kepercayaan yang dianut di suatu wilayah. </p>
<p>Persepsi yang salah mengenai vaksin juga ditemukan dalam studi di <a href="https://academic.oup.com/afraf/article/106/423/185/50647">Nigeria</a> yang menyebutkan penolakan vaksin karena dianggap sebagai teori konspirasi untuk mengontrol jumlah dari etnis atau kelompok tertentu.</p>
<h2>Pentingnya sinergi lintas sektor</h2>
<p>Munculnya kembali kasus polio di Indonesia menunjukkan bahwa status “bebas polio” harus dipertahankan dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29302865/">upaya yang terus-menerus (berkelanjutan)</a>.</p>
<p>Melemahnya capaian imunisasi kesehatan dasar selama pandemi menunjukkan pentingnya inovasi pelaksanaan kegiatan, misalnya melalui kunjungan ke rumah-rumah secara berkala. </p>
<p>Hal ini penting untuk memastikan sistem surveilans kesehatan masyarakat berjalan optimal. Harapannya, kita bisa mendeteksi kasus-kasus baru secara dini, sekaligus meredam penularannya.</p>
<p>Tantangan edukasi di tengah arus informasi yang masif membuat upaya ini tidak hanya <a href="https://promkes.kemkes.go.id/?p=7172">menjadi tanggung jawab sektor kesehatan</a>, tapi juga membutuhkan peran aktif komunitas, tokoh formal dan informal (termasuk tokoh agama, tokoh adat), akademisi, serta media. </p>
<p>Kita perlu komitmen bersama untuk memutus rantai penularan sehingga status “bebas polio” tetap dapat dipertahankan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195823/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Cakupan imunisasi dasar di Provinsi Aceh menjadi salah satu yang terendah di Indonesia.Yuly Astuti, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Angga Sisca Rahadian, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Zainal Fatoni, Peneliti Demografi Sosial, Pusat Riset Kependudukan BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1944362022-11-15T03:32:19Z2022-11-15T03:32:19ZVaksin R21: vaksin menjanjikan untuk melawan malaria<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36087586/">Menurut hasil uji coba terbaru</a>, kandidat vaksin, yang disebut R21, telah terbukti hingga 80% efektif dalam mencegah malaria pada anak.</p>
<p>Ini melanjutkan sebuah penelitian yang <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33964223/">diterbitkan pada tahun 2021</a> dari tim yang sama di Oxford University, Inggris. Penelitian ini menunjukkan bahwa vaksin sebanyak tiga dosis efektif hingga 77% dalam mencegah malaria. Studi terbaru mereka menunjukkan bahwa vaksin <em>booster</em>, yang diberikan setahun kemudian, dapat mempertahankan tingkat perlindungan pada 70% hingga 80%. Artinya, ada kemungkinan besar vaksin ini memberikan perlindungan jangka panjang terhadap malaria.</p>
<p>Para peneliti Oxford <a href="https://www.bbc.co.uk/news/health-62797776">mengatakan kepada BBC</a> bahwa vaksin mereka dapat dibuat hanya dengan “beberapa dollar,” dan mereka memiliki kesepakatan untuk memproduksi lebih dari 100 juta dosis setahun.</p>
<p>Meski demikian, masih ada rintangan besar yang harus diatasi. Uji klinis fase 3 yang merupakan fase akhir pengujian pada manusia sebelum persetujuan peraturan dapat diminta belum dilakukan.</p>
<h2>Jalan panjang dengan banyak jalan buntu</h2>
<p>Percobaan untuk mengembangkan vaksin malaria dimulai hampir 100 tahun yang lalu. Sejak <a href="https://theconversation.com/new-malaria-vaccine-proves-highly-effective-and-covid-shows-how-quickly-it-could-be-deployed-159585">awal tahun 1940-an</a>, upaya untuk melindungi terhadap infeksi malaria dengan menyuntikkan parasit yang tidak aktif dilakukan pada hewan dan pada manusia. Sejak itu, upaya berlanjut tanpa henti hingga kemajuan dalam biokimia dan biologi molekuler memungkinkan para ilmuwan untuk mengisolasi protein dari parasit plasmodium penyebab malaria untuk digunakan dalam vaksin dan membuatnya di laboratorium.</p>
<p>Protein-protein ini diprediksi dapat menginduksi kekebalan yang lebih baik terhadap infeksi. Meskipun parasit memiliki protein yang sama, aksesibilitas dan keterpaparan mereka terhadap sistem kekebalan mungkin kurang efektif dalam menginduksi respons. Selain itu, menggunakan parasit utuh yang tidak aktif membawa potensi masalah lainnya, seperti kadar racun dan bahkan pengaktifan kembali parasit yang menyebabkan infeksi kembali.</p>
<p>Teknik-teknik modern mengarah pada pengembangan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2450281/">vaksin SPf66</a> di akhir tahun 1980-an yang terdiri dari beberapa molekul parasit sintesis yang diketahui dapat dikenali oleh sistem imun manusia. Vaksin yang dikembangkan di Kolombia itu diuji di berbagai negara di Amerika Selatan. Hasilnya, efektivitas dari vaksin ini mencapai 35% hingga 60%. Namun, ketika pengujian diperluas ke benua lain, tingkat efektivitas menjadi lebih rendah: 8% hingga 30% di Afrika dan tidak ada perlindungan sama sekali di Asia.</p>
<p>Meskipun mengecewakan, temuan ini membawa kabar gembira karena dapat mencapai kekebalan. Ini menunjukkan adanya kemungkinan pada vaksin untuk melawan penyakit penyebab kematian terbesar di negara-negara tropis.</p>
<p>Berbagai vaksin telah dirancang sejak penggunaan komponen parasit yang berbeda dan pengujian dalam uji klinis, termasuk RTS,S yang menjadi vaksin antimalaria berlisensi pertama. Vaksin ini mengandung bagian dari protein utama yang ditemukan pada permukaan parasit yang memulai infeksi: yang disebut tahap sporozoit (lihat grafik di bawah) yang menginfeksi hati.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Tahapan malaria." src="https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/484584/original/file-20220914-21-ygjnt5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tahapan malaria.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/life-cycle-malaria-parasite-infection-sporozoites-1490969828">N.Vinoth Narasingam/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>RTS,S diuji secara luas di Afrika dan mencapai tingkat perlindungan sekitar 40% meskipun <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25913272/">berkurang seiring waktu</a>. Ini didasarkan pada molekul parasit serupa yang digunakan dalam R21.</p>
<p>Mencapai tingkat perlindungan yang tinggi terhadap malaria nyatanya sangat sulit dilakukan. Bahkan dalam kasus-kasus yang memperoleh hasil yang menjanjikan, efektivitasnya menurun secara drastis ketika vaksin diuji secara lebih luas.</p>
<p>Masalah lainnya adalah, kekebalan yang diperoleh dari kandidat vaksin ini sangat sering menurun seiring waktu. Kekebalan jangka panjang merupakan aspek yang penting karena risiko infeksi dapat berlanjut sepanjang hidup, terutama di daerah dengan tingkat penularan yang tinggi.</p>
<h2>Mengapa menemukan vaksin yang efektif sangatlah sulit</h2>
<p>Kemajuan dalam pengurutan gen dalam beberapa dekade terakhir telah memungkinkan kami untuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33824913/">menganalisis genom parasit penyebab malaria</a>.</p>
<p>Urutan sampel dari pasien di seluruh dunia mengubah pemahaman kami tentang parasit dan penyakit malaria. Semakin jelas bagi kami untuk mengetahui bahwa ada banyak strain yang berbeda secara genetik, bukan hanya satu parasit. Keragaman ini tercermin dalam komponen parasit, termasuk yang digunakan dalam vaksin.</p>
<p>Karena vaksin dikembangkan dengan jenis parasit yang disimpan di laboratorium, identitas vaksin dibatasi untuk parasit tertentu. Sebagai hasilnya, sistem kekebalan akan dilatih untuk mengenali parasit serupa. Namun, sistem kekebalan manusia belum tentu dapat mengenali jenis lain yang berbeda secara genetik. Masalah ini meningkat akibat kompleksitas siklus hidup parasit ini dan perbedaan dinamika infeksi di berbagai wilayah di dunia</p>
<p>Sebagai contoh, penularan malaria yang tinggi di Afrika menyebabkan penduduk menjadi terbiasa dengan infeksi beberapa parasit yang berbeda secara genetik. Ini menunjukkan bahwa akan ada beberapa vaksin yang dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh ketika yang lainnya tidak jika vaksin ini efektif dalam melawan versi genetik yang terbatas. Ini menjadi masalah utama dalam pengembangan vaksin yang efektif untuk melawan malaria karena ini menyulitkan tubuh untuk menghilangkan parasit. Ini mungkin juga menjadi salah satu alasan sebagian besar vaksin yang diuji sejauh ini memiliki <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31300331/">perlindungan rendah yang berkurang seiring waktu</a>.</p>
<p>Tingkat perlindungan tinggi yang diperoleh dengan R21, yaitu vaksin malaria yang dikembangkan oleh para ilmuwan di Oxford University, benar-benar menjanjikan. Perlindungan yang diberikannya datang dengan harapan besar untuk mengetahui jika ini dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Pengujian vaksin ini di berbagai belahan dunia juga penting dilakukan untuk mengetahui jika dapat memberikan perlindungan luas. Terakhir, akan sangat membantu untuk mengetahui jika R21 juga dapat melindungi anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua dan menjadi alat pencegahan umum terhadap malaria.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194436/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alena Pance tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Vaksin malaria yang disebut R21 telah menunjukkan kemanjuran hingga 80% setelah dosis booster pada anak kecil.Alena Pance, Senior Lecturer, Molecular Genetics, University of HertfordshireLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1873502022-09-23T04:03:15Z2022-09-23T04:03:15ZIzin darurat obat-obatan jarang diajukan ke BPOM, apa bedanya dengan izin normal?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/486035/original/file-20220922-30061-sikp9n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Dalam kondisi normal, proses pembuatan obat dari riset awal sampai beredar ke pasien butuh waktu bertahun-tahun. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/person-holding-laboratory-flask-2280571/">Pexels/Chokniti Khongchum</a></span></figcaption></figure><p>Situasi pandemi COVID-19 membuat proses perizinan dan distribusi produk farmasi menjadi sorotan di masyarakat. Selama pandemi, topik mengenai regulasi merupakan isu yang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844020324427">paling banyak diberitakan oleh media masa</a>. </p>
<p>Pandemi COVID-19 telah meningkatkan literasi kesehatan masyarakat terkait dengan penerapan protokol kesehatan dan juga soal perizinan obat-obatan.</p>
<p>Regulasi terkait penggunaan masker, pelaksanaan uji laboratorium hingga pemberian vaksin tidak hanya ditekankan lewat aturan pemerintah namun juga lewat imbauan di media massa. Adanya pandemi juga mengakibatkan proses izin edar produk farmasi menjadi tema yang sering dibicarakan di masyarakat.</p>
<p>Izin edar obat dan vaksin itu sangat penting karena menyangkut keampuhan, keamanan dan akses masyarakat ke obat dan vaksin yang diberi izin.</p>
<p>Meski belum ada <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s40273-021-01065-y">biaya rata-rata</a> untuk pengembangan obat baru, satu penelitian melaporkan perkirakan pengembangan satu jenis obat baru membutuhkan biaya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32125404/#:%7E:text=Importance%3A%20The%20mean%20cost%20of,market%2C%20using%20publicly%20available%20data.">sekitar U$314 juta-2,8 miliar (Rp 5-42 triliun)</a> dan memakan waktu 8-10 tahun. Tapi karena pandemi, pengembangan vaksin COVID-19 dipercepat dan mendapatkan <a href="https://theconversation.com/belum-ada-vaksin-yang-aman-dan-ampuh-mengapa-pemerintah-indonesia-buru-buru-vaksinasi-covid-19-mulai-november-147019">izin edar darurat</a>, termasuk vaksin <a href="https://setkab.go.id/bpom-terbitkan-izin-penggunaan-darurat-lima-vaksin-sebagai-booster/"><em>booster</em></a>. </p>
<h2>Izin Edar dan Emergency Use Authorization (EUA)</h2>
<p>Pengembangan obat baru merupakan fase yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama. </p>
<p>Tidak jarang produk obat yang dikembangkan tidak berhasil menunjukkan bukti aman dan berkhasiat atau pun lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan obat yang sudah tersedia. Tanpa adanya jaminan balik modal, hanya industri farmasi dengan modal besar dan kemampuan riset mumpuni yang berani mengambil risiko ini. </p>
<p>Setiap produk obat, termasuk vaksin, suplemen atau pun obat tradisional yang didistribusikan di Indonesia perlu mendapatkan izin edar dari <a href="https://www.pom.go.id/new/">Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)</a>. </p>
<p>Produk obat harus mempunyai bukti khasiat yang memadai, memenuhi standar mutu termasuk standar proses produksi sesuai dengan ketentuan pedoman <a href="https://www.pom.go.id/new/files/pedoman/Pedoman_CPOB_6.pdf">Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)</a>, memiliki informasi produk yang lengkap dan tidak menyesatkan yang tertera pada label (kemasan) untuk dapat memperoleh izin edar. </p>
<p>Konsumen biasanya akan menemukan nomor izin edar atau nomor registrasi tertera pada kemasan produk. Adanya izin edar yang dikeluarkan BPOM diharapkan dapat menjadi suatu jaminan bahwa produk tersebut merupakan produk yang telah memenuhi standar mutu dan keamanan sehingga dapat digunakan oleh masyarakat luas. </p>
<p>Emergency Use Authorization (EUA) merupakan persetujuan penggunaan produk farmasi, termasuk obat dan vaksin dalam kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat. Persetujuan khusus ini diberikan untuk obat yang belum mendapatkan izin edar atau obat yang telah mendapatkan izin edar tapi dengan indikasi penggunaan yang berbeda (indikasi baru) untuk kondisi kedaruratan masyarakat. Semua <a href="https://setkab.go.id/bpom-terbitkan-izin-penggunaan-darurat-lima-vaksin-sebagai-booster/">vaksin COVID-19</a> yang dipakai saat ini mengunakan <a href="https://setkab.go.id/bpom-terbitkan-izin-penggunaan-darurat-untuk-vaksin-zifivax/">mekanisme izin darurat ini</a>.</p>
<p>Adanya EUA bertujuan memastikan dalam kondisi darurat obat termasuk vaksin tersedia dan dapat digunakan oleh masyarakat dengan tetap menjamin mutu, khasiat dan keamanannya. </p>
<p>Perbedaan antara EUA dengan izin edar normal dapat digambarkan secara sederhana pada gambar di bawah.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=849&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=849&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=849&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1067&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1067&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/485807/original/file-20220921-22-yiy57l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1067&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Perbedaan pengajuan izin penggunaan darurat dan izin normal untuk obat dan vaksin ke otoritas regulator obat (BPOM).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Proses pengembangan obat dan pemberian izin edar</h2>
<p>Dalam proses pengembangan obat baru, pengawasan regulator, dalam konteks Indonesia dilakuan oleh BPOM, diperlukan dari tahap awal pengembangan obat hingga pengajuan kelengkapan dokumen. </p>
<p>Obat pengembangan baru harus melewati tahap uji pra-klinik dan uji klinik dimulai dari uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3 sebelum melewati proses registrasi. Uji pra-klinik dapat meliputi uji pada hewan, serta karakterisasi dalam skala laboratorium. </p>
<p>Sedangkan uji klinik melibatkan sukarelawan sebagai subjek dan obat harus dibuat dalam skala besar dengan fasilitas sesuai ketentuan <a href="https://www.pom.go.id/new/files/pedoman/Pedoman_CPOB_6.pdf">Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)</a>. Uji klinik harus memenuhi syarat Cara Uji Klinik yang Baik dan lolos kaji etik dari komite etik. </p>
<p>Pengawalan BPOM untuk obat pengembangan baru dimulai ketika memasuki uji klinik. Walau komunikasi dari pengembang obat dengan regulator sebelum atau sesudah pra-klinik juga dapat dilakukan. </p>
<p>Setelah uji klinik dilakukan, obat pengembangan baru akan memasuki tahap registrasi obat untuk memperoleh nomor izin edar. Uji klinik berupa uji <em>post marketing</em> (fase 4) tetap diperlukan setelah pemberian izin edar untuk memantau produk jangka panjang dalam penggunaan sehari-hari.</p>
<p>Proses pengajuan izin edar dimulai dari <a href="https://jdih.pom.go.id/download/product/719/16/2015">registrasi produk</a>. Untuk produk yang sebelumnya belum pernah diedarkan di Indonesia harus mengajukan permohonan registrasi baru. Obat yang diedarkan pertama kali ini dapat berupa produk dengan bahan aktif obat yang baru, belum pernah beredar sebelumnya dan umumnya dilindungi oleh hak paten (obat pengembangan baru) atau produk <em>metoo</em>. </p>
<p>Umumnya obat-obatan yang beredar di Indonesia merupakan produk <em>metoo</em>, yaitu produk obat dari bahan aktif obat yang telah dikembangkan, diuji khasiat dan keamanannya oleh industri farmasi lain di luar negeri. Obat-obatan ini memiliki bahan obat yang telah melewati masa paten kemudian diproduksi oleh industri farmasi di dalam negeri sebagai obat generik bermerek. </p>
<p>Obat paten juga dapat didistribusikan ke Indonesia dalam bentuk obat impor. </p>
<h2>Perizinan produk farmasi dalam keadaan darurat</h2>
<p>Kebijakan EUA baru dikeluarkan oleh BPOM pada 2020 akibat kondisi pandemi COVID-19. </p>
<p>Secara global, <a href="https://d.docs.live.net/768c7b610b68c428/Documents/EUA/Urushihara%20H,%20Matsui%20S,%20Kawakami%20K.%20Emergency%20authorization%20of%20medical%20products:%20regulatory%20challenges%20from%20the%202009%20H1N1%20influenza%20pandemic%20in%20Japan.%20Biosecur%20Bioterror.%202012%20Dec;10(4):372-82.%20doi:%2010.1089/bsp.2012.0017.%20Epub%202012%20Dec%204.%20PMID:%2023210832">EUA bukan hal baru</a>. Aturan EUA sudah dikeluarkan FDA (Badan Pengawasan Obat Amerika Serikat) pada 2004 untuk antisipasi penanganan wabah anthrax. </p>
<p>Pada 2009, adanya wabah flu burung menyebabkan perizinan darurat untuk obat ini kembali diberlakukan di Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan negara lainnya.</p>
<p>Dalam proses pengajuan izin edar dan EUA terdapat perbedaan proses. Untuk <a href="https://jdih.pom.go.id/download/product/1292/HK.02.02.1.2.08.21.347/2021">pengajuan EUA</a> dimungkinkan data dokumen yang lebih fleksibel mengingat urgensi keadaan yang dihadapi. </p>
<p>Untuk memperoleh EUA ada beberapa kriteria suatu obat atau vaksin yang harus dipenuhi:</p>
<ol>
<li><p>Obat atau vaksin yang diajukan izin darurat terkait dengan penyakit yang telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah</p></li>
<li><p>Terdapat cukup bukti ilmiah terkait keamanan dan khasiat obat atau vaksin berdasarkan data yang memadai</p></li>
<li><p>Obat atau vaksinnya memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta tata cara pembuatan obat yang baik </p></li>
<li><p>Kemanfaatan obat atau vaksin ini lebih besar dari risiko berdasarkan kajian data</p></li>
<li><p>Belum ada alternatif pengobatan yang memadai dan disetujui untuk kondisi kedaruratan di masyarakat.</p></li>
</ol>
<p>Meski izin darurat lebih fleksibel dalam persyaratan, regulator (BPOM) tetap tegas dalam menjamin bahwa produk yang diedarkan tetap aman dan efektif digunakan oleh masyarakat. Karena taruhannya adalah keselamatan dan nyawa ratusan juta penduduk.</p>
<hr>
<p><em>Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sintha Ayu Nurfadilla yang telah mereview awal dan memberikan pandangannya terhadap tulisan ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187350/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Azhoma Gumala tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan izin darurat baru dikeluarkan oleh BPOM pada 2020 akibat kondisi pandemi COVID-19.Azhoma Gumala, Pharmaceutics Lecturer, Fakultas Farmasi, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1906602022-09-22T04:42:27Z2022-09-22T04:42:27ZCacar monyet – kegagalan pemerataan vaksin global berikutnya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/485770/original/file-20220921-20-967wt2.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Asisten dokter menyiapkan vaksin cacar monyet sebelum menyuntik pasien. </span> <span class="attribution"><span class="source">AP</span></span></figcaption></figure><p>Akses yang tidak adil ke vaksin COVID-19 telah menjadi kegagalan moral yang besar yang <a href="https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-%20General-s-opening-remarks-at-148th-session-of-the-executive-board">sebelumnya telah diperingatkan</a> oleh direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada awal tahun 2021.</p>
<p>Upaya internasional untuk mendistribusikan dosis vaksin COVID-19 secara adil gagal total selama 2020-2021, ketika negara-negara kaya membeli sebagian besar pasokan global, <a href="https://globalizationandhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12992%20-022-00801-z">meninggalkan dosis yang tidak mencukupi</a> untuk negara-negara yang tidak mampu membeli vaksin di pasar swasta. Hal ini mengakibatkan <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(22)00320-6/fulltext">ratusan ribu kematian yang tidak perlu </a> di negara-negara berpenghasilan rendah.</p>
<h2>Tren yang meresahkan (dan familiar) muncul</h2>
<p>Bahkan saat ini, dengan lebih dari 12,5 miliar dosis yang sekarang diberikan di seluruh dunia, <a href="https://ourworldindata.org/covid-vaccinations">sekitar satu dari lima orang di negara berpenghasilan rendah</a> belum menerima dosis COVID-19 vaksin. Dan karena masalah mendasar dari pemerataan vaksin sebelumnya belum terpecahkan, <a href="https://www.bmj.com/content/378/bmj.o1971">kesenjangan akses ke vaksin cacar monyet</a> akan menjadi aib global berikutnya.</p>
<p>Kita sudah melihat pola yang sama muncul: nasionalisme vaksin – karena negara-negara kaya menimbun dosis terbatas yang tersedia – dan hak eksklusif untuk membuat produk medis yang secara hati-hati dilindungi oleh perusahaan farmasi di Barat. Sementara, negara-negara miskin tak memiliki akses ke persediaan vaksin atau sarana untuk membuatnya sendiri.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/monkeypox-in-australia-should-you-be-worried-and-who-can-get-the-vaccine-187917">Monkeypox in Australia: should you be worried? And who can get the vaccine?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jika kita tidak membalikkan tren ini, akan sangat sulit untuk mengendalikan epidemi cacar monyet secara global. Dan, negara-negara miskin akan sekali lagi menanggung beban kesehatan dan dampak ekonomi.</p>
<h2>Cacar monyet atau MPX: darurat kesehatan masyarakat yang menyerukan solidaritas global</h2>
<p>Cacar monyet tidak menghadirkan tingkat ancaman yang sama seperti COVID-19, tapi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar dengan <a href="https://worldhealthorg.shinyapps.io/mpx_global/">lebih dari 44.000 kasus</a> dilaporkan di setidaknya 99 negara sejak awal 2022.</p>
<p>Sejauh ini, sebagian besar kasus pada tahun 2022 terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, tapi siapa pun bisa terkena cacar monyet. Beberapa <a href="https://worldhealthorg.shinyapps.io/mpx_global/#section-fns">kelompok populasi</a>, termasuk anak kecil, perempuan hamil, dan mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah memiliki risiko lebih besar terkena penyakit parah.</p>
<p>Untuk mengurangi risiko stigma yang terkait dengan istilah cacar monyet, Organisasi Kesehatan Dunia <a href="https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s%20-pembukaan-komentar-pada-penjelasan-media-covid-19--14-juni-2022">berencana untuk mengubah namanya</a>. Nama baru belum diumumkan, tapi banyak organisasi masyarakat mulai menggunakan MPX atau istilah serupa.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/we-need-to-talk-about-monkeypox-without-shame-and-blame-188295">We need to talk about monkeypox without shame and blame</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Wabah 2022 adalah pertama kalinya ada transmisi berkelanjutan MPX di luar Afrika. Keseriusan situasi ini tercermin dalam keputusan WHO untuk <a href="https://www.who.int/europe/news/item/23-07-2022-who%20-direktur-jenderal-menyatakan-yang-berkelanjutan-cacar%20monyet-wabah-acara-kesehatan-publik-yang-menjadi%20perhatian-internasional">menyatakannya sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC)</a> pada 23 Juli.</p>
<h2>Pola global kasus dan kematian MPX</h2>
<p>Selama wabah tahun 2022, sebagian besar kasus MPX dilaporkan di Amerika dan Eropa, masing-masing terhitung <a href="https://worldhealthorg.shinyapps.io/mpx_global/">lebih dari 62% dan hampir 37% kasus</a> di empat minggu terakhir. Hampir 89% kasus dilaporkan di Amerika Serikat, Spanyol, Brasil, Jerman, Inggris, Prancis, Peru, Kanada, Belanda, dan Portugal. Saat ini, infeksi baru tampaknya menurun di Eropa, tapi terus meningkat dengan cepat di Amerika Serikat.</p>
<iframe src="https://ourworldindata.org/explorers/monkeypox?tab=map&facet=none&hideControls=true&Metric=Confirmed+cases&Frequency=7-day+average&Relative+to+population=false&country=~OWID_WRL" loading="lazy" style="width: 100%; height: 600px; border: 0px none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Kasus MPX pada manusia telah dilaporkan di Afrika tengah dan barat sejak 1970. Namun, pada tahun 2022, hanya ada <a href="https://worldhealthorg.shinyapps.io/mpx_global/#4_In_focus:%20_West_and_Central_Africa">350 kasus yang dikonfirmasi di wilayah ini yang dilaporkan ke WHO</a>, mewakili 1% dari kasus global. </p>
<p>Akan tetapi, Afrika lebih banyak mencatatkan kasus kematian. <a href="https://worldhealthorg.shinyapps.io/mpx_global/#4_In_focus:_West_and_Central_Africa">Enam dari 13 kematian</a> dilaporkan ke WHO dalam wabah saat ini (46%) terjadi di Afrika Barat dan Tengah.</p>
<p>Selama dua tahun pertama pandemi COVID-19, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika), <a href="https://africacdc.org/news-item/multi-country-monkeypox-outbreak-declared-a-global-public-health-emergency-of-international-concern-2/">ribuan kasus MPX dan ratusan kematian</a> terjadi di sana. Tapi situasi ini hanya menarik sedikit perhatian internasional, dan benua itu tidak memiliki akses ke vaksin.</p>
<h2>Vaksin untuk MPX kekurangan pasokan</h2>
<p>Untungnya, ada beberapa vaksin cacar yang dapat digunakan untuk mencegah MPX.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/australia-secures-450-000-new-monkeypox-vaccines-what-are-they-and-who-can-have-them-187691">Vaksin pilihan</a> adalah Modifikasi Vaccinia Ankara - Bavarian Nordic (MVA-BN), vaksin generasi ketiga yang memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada vaksin yang lebih tua dan dapat diberikan dengan aman kepada orang dengan gangguan kekebalan dan perempuan hamil. Dua dosis diperlukan untuk memberikan perlindungan yang cukup.</p>
<p>Bavarian Nordic di Denmark merupakan satu-satunya perusahaan pemasok MVA-BN. Pabriknya dilaporkan telah ditutup selama berbulan-bulan karena ekspansi yang direncanakan, dan <a href="https://healthpolicy-watch.news/exclusive-china-monkeypox-bavarian-nordics/">diperkirakan tidak dapat memproduksi dosis baru hingga 2023</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/481672/original/file-20220829-9177-2eix1i.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bavarian Nordic adalah satu-satunya pemasok vaksin monkeypox pilihan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Menurut WHO, ada sekitar <a href="https://www.who.int/publications/m/item/monkeypox--covid-19---other-global-health-issues-virtual-press-conference-transcript---27-july-2022">16 juta dosis MVA-BN yang ada</a>. Sebagian besar dalam bahan baku (<em>bulk</em>) daripada siap digunakan.</p>
<p>Saat ini tidak jelas persis berapa banyak dosis yang diperlukan untuk mengendalikan wabah. Tapi 16 juta dosis mungkin tidak cukup, terutama jika mereka didistribusikan secara tidak merata alih-alih tersedia untuk kelompok paling berisiko tinggi di setiap negara.</p>
<h2>Negara-negara kaya menimbun persediaan vaksin yang ada</h2>
<p>Sebagian besar dari 16 juta atau lebih dosis vaksin adalah <a href="https://healthpolicy-watch.news/exclusive-china-monkeypox-bavarian-nordics/">dimiliki oleh atau dikontrakkan ke Amerika Serikat</a>, yang mendanai beberapa aspek pengembangan vaksin. <a href="https://www.hhs.gov/about/news/2022/08/18/hhs-facilitates-agreement-accelerate-delivery-additional-smallpox-monkeypox-vaccines-using-new-us-%20production-line.html">Jutaan dosis</a> dari bahan vaksin yang ada akan “diisi dan diselesaikan” di fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah AS atau oleh perusahaan yang berbasis di AS.</p>
<p>Negara-negara kaya lainnya berlomba untuk mengamankan dosis dari pasokan yang tersisa. Komisi Eropa <a href="https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_22_3674">mengumumkan</a> telah mendapatkan sekitar 109 juta dosis dari Bavarian Nordic pada Juni 2022 dan <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/eu-secures-over-50000-additional-doses-bavarian-nordics-monkeypox-vaccine-2022-07-18/">54.000 dosis</a> lebih lanjut pada Juli.</p>
<p>Inggris juga telah mendapatkan <a href="https://www.bbc.com/news/uk-england-london-62391462">lebih dari 100.000 dosis</a>, dan Kanada juga dilaporkan <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/bavarian-nordic-sells-monkeypox-vaccines-canada-2022-06-07/">menandatangani kontrak jutaan dolar</a> untuk pasokan vaksin.</p>
<p>Pada 4 Agustus, Menteri Kesehatan Australia Mark Butler <a href="https://www.health.gov.au/ministers/the-hon-mark-butler-mp/media/australia-secures-new-third-generation-monkeypox-%20vaksin%20virus">mengumumkan</a> bahwa Australia telah memesan 450.000 dosis Jynneos, 22.000 di antaranya akan tiba pada minggu yang sama dan sisanya selama 2022-2023.</p>
<p>Sementara <a href="https://www.who.int/publications/m/item/monkeypox--covid-19---other-global-health-issues-virtual-press-conference-transcript---%2027-juli-2022">WHO telah meminta</a> negara-negara yang memiliki dosis untuk membagikannya, tidak ada tanda-tanda ini terjadi hingga saat ini.</p>
<p>Tampaknya <a href="https://time.com/6201442/africa-monkeypox-vaccines/">belum ada negara Afrika</a> yang menerima dosis tunggal. Sementara CDC Afrika berusaha untuk menegosiasikan akses ke vaksin, laporan berita menunjukkan <a href="https://www.africanews.com/2022/08/12/africa-cdc-in-advanced-talks-%20to-obtain-monkeypox-vaccines/">tidak ada dosis yang tersisa</a> untuk dibeli dari sektor swasta.</p>
<p>Bavarian Nordic <a href="https://www.bavarian-nordic.com/investor/news/news.aspx?news=6604">baru-baru ini diumumkan</a> telah menandatangani perjanjian dengan Pan American Health Organization untuk menyediakan akses ke MVA-BN vaksin untuk Amerika Latin dan Karibia. Rincian perjanjian ini, termasuk jumlah dosis dan negara penerima, belum tersedia untuk umum.</p>
<h2>Hak eksklusif mencegah pembuatan vaksin yang lebih luas</h2>
<p>Saat ini, Bavarian Nordic pada dasarnya <a href="https://slate.com/transcripts/UFBoYmgyY1FnT3o1U3ZpKzZpM2NZME54UUVxQmhSMkN1VWdzU0t2cTRVMD0=">mengendalikan pasokan global</a> vaksin yang sangat dibutuhkan oleh setidaknya 99 negara. Meskipun tidak dapat membuat vaksin sendiri sekarang karena pembangunan kembali pabriknya, ia masih dapat mencegah pihak lain membuat vaksin karena hak kekayaan intelektual yang didukung oleh <a href="https://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/intel2_e.htm">Perjanjian tentang Aspek-Aspek Terkait Perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS) Organisasi Perdagangan Dunia</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/481499/original/file-20220829-18-u3jh7b.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sebuah tanda di depan klinik vaksinasi di Miami, Florida, AS.</span>
<span class="attribution"><span class="source">EPA</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hak atas kekayaan intelektual tersebut antara lain meliputi perlindungan paten dan perlindungan rahasia dagang. Perlindungan paten memberikan setidaknya 20 tahun eksklusivitas, dengan ketentuan tidak ada orang lain yang dapat membuat atau menjual produk tanpa izin dari pemegang paten. Meskipun TRIPS mengizinkan pengecualian untuk perlindungan paten dalam keadaan tertentu, perlindungan rahasia dagang menghadirkan hambatan besar <a href="https://academic.oup.com/jiplp/article/15/11/849/5998264?login=false">untuk pembuatan vaksin yang lebih luas</a>.</p>
<p>Upaya untuk menegosiasikan pengabaian sementara aturan TRIPS untuk vaksin COVID-19 <a href="https://www.msf.org/lack-real-ip-waiver-covid-19-tools-disappointing-failure%20-orang">tidak menghasilkan hasil yang berarti</a>, dan pengabaian terbatas pada COVID-19 tidak akan membantu menyediakan vaksin untuk penyakit lain seperti MPX.</p>
<h2>Sebagai komunitas global, kita perlu berbuat lebih baik</h2>
<p>Jika kesalahan yang sama dalam respons global COVID-19 terulang kembali di fenomena MPX, kecil kemungkinan wabah akan dikendalikan dengan cepat. Virus mungkin dapat menjadi <a href="https://www.science.org/content/article/concern-grows-human-monkeypox-outbreak-will-establish-virus-animals-outside-africa">kuat di reservoir hewan</a> dan menjadi endemik di lebih banyak negara.</p>
<p>Beban penderitaan dan kematian akan paling berat ditanggung oleh negara-negara yang paling tidak mampu mengakses alat-alat untuk mencegah dan mengelolanya. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk memastikan itu tidak terjadi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/190660/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Deborah Gleeson has received funding in the past from the Australian Research Council. She has received funding from various national and international non-government organisations to attend speaking engagements related to trade agreements and health. She has represented the Public Health Association of Australia on matters related to trade agreements and public health.</span></em></p>Cacar monyet tidak menghadirkan tingkat ancaman yang sama seperti COVID-19, tapi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.Deborah Gleeson, Associate Professor in Public Health, La Trobe UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1908382022-09-16T08:30:48Z2022-09-16T08:30:48ZKekhawatiran kebangkitan polio di AS membuat pejabat kesehatan waspada – ahli virologi jelaskan sejarah penyakit yang ditakuti ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/485058/original/file-20220916-1630-ss59az.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pasien perawatan kritis di bangsal polio darurat di Haynes Memorial Hospital di Boston pada Agustus 1955. </span> <span class="attribution"><span class="source">Foto Associated Press</span></span></figcaption></figure><p>Ketakutan akan polio <a href="https://history.nih.gov/display/history/Polio+Timeline">mencengkeram Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-20</a>. Orang tua takut mengirim anak-anak mereka ke pesta ulang tahun, kolam renang umum atau tempat yang anak-anak berbaur. Anak-anak di kursi roda menjadi pengingat akan kerusakan akibat penyakit ini.</p>
<p>Untuk mencegah wabah polio, <a href="https://www.pulitzer.org/winners/david-m-oshinsky">pejabat pemerintah menggunakan taktik</a> yang sekarang akrab pada era COVID-19: Mereka menutup ruang publik serta restoran, kolam renang, dan tempat berkumpul lainnya.</p>
<p>Pada 1952, dua tahun sebelum pengenalan vaksin polio percobaan, diperkirakan ada <a href="https://ourworldindata.org/polio">58.000 kasus polio dan 3.145 kematian akibat polio di AS</a>. Kasus-kasus ini termasuk anak-anak yang lumpuh seumur hidup. Tapi angka-angka itu turun secara dramatis setelah kampanye vaksinasi yang meluas terhadap polio, dimulai pada tahun 1955.</p>
<p>Pada 1970-an, ada kurang dari <a href="https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/polio-us.html">10 kasus kelumpuhan karena polio</a> di AS, dan virus polio <a href="https://www.cdc.gov/polio/why-are-we-involved/index.htm#">dianggap hilang dari negara tersebut pada 1979</a>. Sejak itu, ketakutan kolektif terhadap virus ini sebagian besar telah hilang dari sejarah. Banyak orang yang hidup di masa kini cukup beruntung karena tidak mengenal seseorang yang pernah mengalami polio.</p>
<p>Jadi, ketika tersiar kabar pada Juli 2022 bahwa <a href="https://www.nytimes.com/2022/07/21/nyregion/polio-case-new-york.html">laki-laki dewasa yang tidak divaksinasi di New York telah terjangkit polio</a> – kasus pertama di AS sejak 2013 – dan menjadi lumpuh akibat penyakit ini, hal itu mengirimkan riak ketakutan ke seluruh komunitas kesehatan masyarakat dan menimbulkan pertanyaan apakah musuh lama akan bangkit kembali.</p>
<p>Saya seorang <a href="https://medschool.cuanschutz.edu/immunology-and-microbiology/faculty/rochford">ahli virologi dan profesor imunologi dan mikrobiologi</a> dan telah menghabiskan karier saya mengajar dan meneliti tentang bagaimana virus dapat menyebabkan penyakit.</p>
<p>Tidak ada obat untuk polio. Satu-satunya pengobatan adalah pencegahan. Dan alat untuk pencegahannya adalah vaksinasi, alat yang sama yang <a href="https://historyofvaccines.org/history/polio/timeline">menghilangkan polio di AS pada wabah awal</a>.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/dJF57YyxMSk?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Pakar kesehatan mendesak warga Amerika yang tidak divaksinasi untuk divaksinasi polio.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Siklus hidup virus polio</h2>
<p><a href="https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/index.htm">Polio – atau poliomyelitis – penyakitnya</a>, disebabkan oleh virus polio, yang ditularkan dari orang ke orang melalui mulut. Dan meski tidak ada yang secara sadar menelan virus, menyentuh benda yang terkontaminasi seperti sendok atau gelas atau secara tidak sengaja menelan air yang terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi tanpa disadari.</p>
<p>Ketika seseorang terinfeksi virus polio, mereka mengeluarkan virus menular tersebut melalui kotorannya. Inilah sebabnya mengapa laporan terbaru bahwa virus polio telah <a href="https://www.cnbc.com/2022/08/16/polio-circulating-locally-in-nyc-area-poses-%20risk-to-unvaccinated-cdc-says.html">beredar di air limbah Kota New York selama berbulan-bulan</a> dan bahwa virus yang sekarang telah <a href="https://health.ny.gov/diseases/communicable/polio/wastewater.htm">terdeteksi di tiga daerah di New York</a> mendapat perhatian serius.</p>
<p>Pada Agustus 2022, Komisaris Kesehatan Negara Bagian New York, Mary Basset, mengatakan bahwa departemen kesehatan negara bagian “memperlakukan satu kasus polio <a href="https://www.health.ny.gov/press/releases/2022/2022-08-04_polio_detected_nys.htm">hanya sebagai puncak gunung es dari potensi penyebaran yang jauh lebih besar</a>.”</p>
<p>“Berdasarkan wabah polio sebelumnya,” dia menambahkan, “Warga New York harus tahu bahwa untuk setiap satu kasus polio lumpuh yang diamati, mungkin ada ratusan orang lain yang terinfeksi.”</p>
<p>Satu kasus polio mencerminkan potensi penyebaran virus yang lebih besar karena kebanyakan orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apa pun atau memiliki penyakit yang sangat ringan dengan <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/poliomyelitis">gejala yang mirip dengan flu</a>. Tapi bahkan tanpa gejala, orang yang terinfeksi masih mengeluarkan virus melalui kotorannya, yang berarti mereka dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain.</p>
<p>Virus ini, yang sangat stabil di lingkungan, mudah menyebar melalui kontaminasi permukaan. Untuk alasan ini, mencuci tangan adalah alat pencegahan yang penting. </p>
<p>Meski banyak agen desinfektan, seperti alkohol atau Lysol encer, gagal menonaktifkan virus, <a href="https://doi.org/10.1016/j.biologicals.2020.07.007">pemutih klorin menghancurkannya</a>. Inilah sebabnya mengapa pejabat kesehatan masyarakat memulai <a href="https://www.utahhumanities.org/stories/items/show/425#">mengklorinasi kolam renang</a> beberapa dekade yang lalu untuk menonaktifkan virus polio.</p>
<p>Biasanya, tubuh manusia menggunakan asam lambung untuk <a href="https://www.elsevier.com/books/mims-pathogenesis-of-infectious-disease/nash/978-0-12-397188-3">melindungi dari virus yang tertelan</a>. Tapi virus polio dapat bertahan dari asam lambung untuk melakukan perjalanan ke saluran pencernaan Anda. Di sana, virus mereproduksi dirinya sendiri untuk membuat infeksi.</p>
<h2>Apa itu polio lumpuh?</h2>
<p>Sayangnya, satu orang dari sekitar 200 orang yang terinfeksi virus polio akan <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/poliomyelitis">mengembangkan kelumpuhan</a>. Para ilmuwan masih tidak tahu mengapa satu orang rentan terhadap penyakit lumpuh sementara sebagian besar tidak.</p>
<p>Pada sebagian kecil orang yang terkena polio paralitik (menyebabkan lumpuh), <a href="https://doi.org/10.1016/j.virol.2005.09.015">virus ini dapat menyerang</a> neuron motorik bawah yang ditemukan di batang otak dan sumsum tulang belakang, yang <a href="https://biologydictionary.net/motor-neuron/">penting untuk mengendalikan otot</a>.</p>
<p>Infeksi pada neuron tersebut menyebabkan kelumpuhan otot yang merupakan karakteristik polio paralitik. Kaki biasanya terpengaruh – seringkali hanya pada satu sisi tubuh – dan kelumpuhan dapat berkisar dari ringan hingga parah. Kelompok otot lain juga dapat terpengaruh.</p>
<p>Dalam kasus terburuk polio lumpuh, virus dapat merusak pusat sistem saraf yang mengontrol pernapasan. <a href="https://www.sciencemuseum.org.uk/objects-and-stories/medicine/iron-lung">Respirator yang dikenal sebagai “paru-paru besi”</a> adalah perangkat medis awal yang membantu mereka yang mengalami kerusakan otot pernapasan, membantu mereka bernapas sampai otot mereka cukup sembuh untuk bekerja sendiri. Pasien bisa meninggal ketika kelumpuhan parah dan berkelanjutan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/jrwuq6T2dxY?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Sentimen anti-vaksinasi dan penurunan keseluruhan dalam tingkat vaksinasi rutin selama pandemi COVID-19 kemungkinan berkontribusi pada munculnya kembali virus polio di AS.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Tingkat keparahan</h2>
<p>Meski polio dapat merusak bagi mereka yang tertular parah, sistem kekebalan kebanyakan orang dilengkapi dengan baik untuk memeranginya. Ketika seseorang sembuh dari polio, peneliti dapat mendeteksi <a href="https://doi.org/10.1016/j.immuni.2022.04.007">antibodi penangkal virus polio dalam darah</a>.</p>
<p>Tapi bahkan penderita polio lumpuh jangka panjang dapat mengembangkan <a href="https://www.clinicalkey.com/#!/content/playContent/1-s2.0-S0003999311001353">kelemahan dan kelelahan otot onset lambat</a>, <a href="https://doi.org/10.1002/mus.26168">dikenal sebagai sindrom pasca polio</a>. Sementara <a href="https://doi.org/10.1002/mus.20259">efek otot dari sindrom pasca-polio sudah dikenali dengan baik</a>, sejumlah <a href="https://doi.org/10.3389/fneur.2019.00773">gejala lain dapat dikaitkan dengan sindrom pasca-polio</a>, termasuk nyeri kronis, gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin, dan kesulitan menelan.</p>
<p>Karena sindrom pasca-polio didiagnosis hanya berdasarkan gejala, tidak ada konsensus tentang <a href="https://www.clinicalkey.com/#!/content/playContent/1-s2.0%20-S0003999311001353">jumlah penderita polio yang mengembangkannya</a>. Tapi, <a href="https://doi.org/10.1002/mus.26168">perkiraan berkisar dari 15% hingga lebih dari 80%</a>.</p>
<h2>Pencegahan polio adalah kuncinya</h2>
<p>Penurunan polio di AS dan secara global adalah akibat langsung dari pengenalan vaksin dan kesediaan masyarakat untuk menerimanya. Pada 1988, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam kemitraan dengan Rotary International, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dan pemerintah nasional lainnya, meluncurkan Inisiatif Pemberantasan Polio Global dengan tujuan <a href="https://polioeradication.org/">untuk menghapus polio di seluruh dunia</a>, seperti <a href="https://www.cdc.gov/smallpox/index.html#">kasus cacar air</a>.</p>
<p>Ketika inisiatif ini diluncurkan, masih ada <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/70/wr/mm7034a1.htm?s_cid=mm7034a1_w">perkiraan 350.000 anak dengan polio di 125 negara</a>. Pada tahun 2021, <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/poliomyelitis">hanya ada enam kasus yang dilaporkan</a>.</p>
<p>Dua jenis vaksin polio digunakan di seluruh dunia. Yang digunakan <a href="https://www.cdc.gov/media/pressrel/r990617.htm">di AS sejak tahun 2000</a> adalah suntikan yang dibuat dari virus polio yang tidak aktif. Inaktivasi membunuh virus ini dan mencegahnya menyebar. <a href="https://www.cdc.gov/vaccines/schedules/hcp/imz/child-adolescent.html">Anak-anak di AS mendapatkan suntikan ini</a> pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan antara 6 hingga 15 bulan – yang pada dasarnya memberikan perlindungan seumur hidup dari polio.</p>
<p>Jenis vaksin kedua, yang masih digunakan di banyak bagian dunia, adalah bentuk virus yang dikurangi – atau dilemahkan – yang diberikan secara oral. Di tempat-tempat penularan komunitas tetap signifikan, <a href="https://www.npr.org/blogs/health/2012/09/21/161549217/on-the-road-to-polio-eradication-in-pakistan">seperti Pakistan</a>, vaksin oral lebih disukai karena mencegah orang terkena polio dan juga menghentikan penularan dari orang ke orang. </p>
<p>Di AS, yang penularan virus polio dari orang ke orang hampir tidak ada selama beberapa dekade, vaksin yang tidak aktif lebih disukai karena fokusnya adalah pada pencegahan penyakit pada orang yang divaksinasi dan kekhawatiran tentang penyebaran virus berkurang.</p>
<p>Tapi dalam kasus yang sangat jarang, virus vaksin bermutasi setelah dikeluarkan melalui tinja. Dan jika tingkat imunisasi turun di bawah ambang batas kritis – seperti yang terjadi di beberapa wilayah di dunia – <a href="https://theconversation.com/polio-in-new-york-an-infectious-disease-doctor-explains-this-exceedingly-rare-occurrence-187518">virus polio ini dapat menyebabkan penyakit</a>. Kasus polio New York baru-baru ini telah ditelusuri kembali ke virus polio yang diturunkan dari vaksin yang diduga diperoleh di luar negeri.</p>
<p>Kebanyakan orang di AS divaksinasi melalui vaksinasi rutin anak-anak. Karena kekebalan terhadap polio setelah vaksinasi adalah seumur hidup, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) <a href="https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/polio/public/index.html">tidak merekomendasikan vaksinasi penguat (<em>booster</em>) untuk populasi umum</a> untuk orang yang menyelesaikan seri penuh. Namun, CDC merekomendasikan bahwa siapa pun yang belum divaksinasi terhadap virus polio dapat divaksinasi, termasuk orang dewasa.</p>
<p>Di kantor saya, saya menyimpan lukisan <a href="https://www.salk.edu/about/history-of-salk/jonas-salk/">Dr. Jonas Salk</a>, ahli virus yang mengembangkan vaksin polio pertama. Ini berfungsi sebagai pengingat saya akan pentingnya penelitian biomedis untuk membantu menghilangkan penderitaan manusia yang disebabkan oleh penyakit menular.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/190838/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rosemary Rochford receives funding from National Institutes of Health.</span></em></p>Penurunan polio di AS dan secara global adalah akibat langsung dari pengenalan vaksin dan kesediaan masyarakat untuk menerimanya.Rosemary Rochford, Professor of Immunology and Microbiology, University of Colorado Anschutz Medical CampusLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1847472022-06-13T05:38:39Z2022-06-13T05:38:39ZPara ilmuwan sedang bikin vaksin universal untuk berbagai varian virus corona, bagaimana cara kerjanya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/467982/original/file-20220609-5837-7sdug2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/person-holding-test-tubes-3735747/">Polina Tankilevitch/Pexels.com</a></span></figcaption></figure><p>Kemunculan varian–varian baru dari virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2, dalam dua tahun terakhir menimbulkan keresahan di masyarakat dan kalangan ilmuwan. </p>
<p>Salah satu penyebabnya terungkap dari <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2021.12.033">penelitian terbaru</a> yang menunjukkan bahwa vaksin COVID yang lazim digunakan saat ini tidak memberikan proteksi yang awet terhadap varian Omicron tanpa pemberian dosis <em>booster</em>. </p>
<p>Kita pun mulai bertanya, apakah vaksin COVID-19 generasi pertama ini dapat maksimal melindungi kita dari ancaman varian-varian masa depan? Apakah dosis <em>booster</em> harus terus diberikan?</p>
<p>Kini sejumlah peneliti sedang mengembangkan vaksin universal untuk SARS-CoV-2. Vaksin ini dinilai bisa melindungi manusia dari berbagai varian virus penyebab COVID-19. </p>
<p>Para <a href="https://doi.org/10.1038/d41587-022-00001-5">ilmuwan mencoba</a> strategi “<a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33436524/">vaksin mosaik</a>” yang menggabungkan konsep vaksin multi-antigen (multivalensi) dan teknologi nanopartikel. Penelitian mereka menunjukkan bahwa vaksin mosaik ini lebih ampuh dibanding vaksin antigen tunggal. </p>
<h2>Satu jenis antigen saja tidak cukup</h2>
<p>Antigen adalah molekul penanda yang dapat merangsang timbulnya respon imun. Pada dasarnya, vaksinasi adalah proses mengenalkan antigen, dalam hal ini SARS-CoV-2, kepada sistem imun tubuh. Jika kita mengibaratkan sebagai interaksi tentara dan musuh, maka SARS-CoV-2 adalah musuhnya dan sel-sel imun adalah tentara yang bertugas melindungi tubuh. </p>
<p>Pengenalan antigen melalui vaksinasi dapat dianalogikan sebagai pelatihan militer untuk mempersiapkan sel imun melawan SARS-CoV-2. Melalui vaksinasi, sel-sel imun dapat merekam bentuk antigen dan membuat antibodi spesifik yang mengenali antigen tersebut. Antibodi ini nantinya digunakan sebagai senjata untuk melawan virus ketika infeksi SARS-CoV-2 yang sesungguhnya terjadi.</p>
<p>Sebagian besar vaksin yang telah diciptakan saat ini berbasis pada antigen tunggal yang didapat dari patogen penyebab penyakit. Vaksin COVID-19 menggunakan protein <em>spike</em> SARS-CoV-2 sebagai satu-satunya antigen. Tanpa disadari, hal ini menjadi kelemahan dalam menghadapi varian baru SARS-CoV-2.</p>
<p>Berkaca dari varian Omicron, banyak perubahan struktur yang terjadi pada daerah protein <em>spike</em> atau daerah pintu masuk virus untuk menempel ke sel manusia. Hal inilah yang mungkin menyebabkan penurunan kemampuan antibodi yang dihasilkan vaksinasi dalam melawan Omicron. Fenomena ini disebut dengan “<a href="https://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa2119451"><em>immune escape</em></a>”. </p>
<p>Mutasi yang terus-menerus terjadi, dan adanya potensi penggabungan baru antarvarian, seperti Delta dan Omicron, juga meningkatkan kemungkinan perubahan struktur protein <em>spike</em>. </p>
<p>Pemberian dosis <em>booster</em> dapat melatih tubuh untuk membentuk antibodi yang lebih spesifik dan menghalangi <em>immune escape</em>. Namun, strategi ini tidak mampu melindungi kita dari ancaman varian-varian baru. </p>
<p>Karena itu, kita membutuhkan vaksin yang bersifat universal untuk melindungi dari varian-varian baru yang muncul. </p>
<h2>Membuat vaksin universal</h2>
<p>Lalu bagaimanakah caranya membuat vaksin universal untuk SARS-CoV-2? </p>
<p>Untuk menjawab pertanyaan sejuta dolar ini, para <a href="https://doi.org/10.1038/d41587-022-00001-5">peneliti mencoba</a> strategi “<a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33436524/">vaksin mosaik</a>” yang menggabungkan konsep vaksin multi-antigen (multivalensi) dan teknologi nanopartikel .</p>
<p>Dalam penelitiannya, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33436524/">Alexander A Cohen dan koleganya dari Amerika dan Inggris melakukan terobosan vaksin mosaik</a> untuk SARS-CoV-2. Dengan menggunakan pendekatan bioinformatika, mereka mengidentifikasi berbagai macam antigen dari galur–galur betacoronavirus yang berasal dari hewan liar. </p>
<p>Antigen-antigen dengan kemampuan memicu produksi antibodi paling tinggi (imunogenisitas) pun dipilih. Kemudian, berbagai macam kombinasi ‘mosaik’ pun dibuat dari antigen-antigen terpilih ini. </p>
<p>Antigen dari galur coronavirus yang telah menginfeksi manusia sebelumnya, seperti SARS-CoV-1, SARS-CoV-2 dan virus penyebab Middle East Respiratory Syndrome (MERS), juga diikutsertakan dalam variasi komposisi antigen. </p>
<p>Masing-masing ‘mosaik’ antigen tersebut lalu dikemas dalam satu ‘kendaraan’ berupa nanopartikel untuk mengenalkan kombinasi antigen-antigen tersebut secara bersamaan kepada sistem imun tubuh. Pengenalan secara simultan melalui vaksin mosaik ini diharapkan dapat memicu tubuh menghasilkan antibodi yang dapat mengenali berbagai jenis betacoronavirus.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33436524/">Cohen pun menguji</a> vaksin mosaik ini pada hewan. Sesuai prediksi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vaksin mosaik memicu respons imun yang lebih kuat jika dibandingkan dengan vaksin antigen tunggal. </p>
<p>Menariknya, hewan model yang divaksin mosaik tanpa antigen SARS-CoV-2 ternyata tetap menunjukkan kekebalan terhadap SARS-CoV-2. Hal ini menunjukkan bahwa respons imun yang dibentuk dari paparan terhadap antigen–antigen betacoronavirus yang lain masih mampu memberikan proteksi terhadap SARS-CoV-2.</p>
<p>Respons imun ini dapat terjadi karena adanya kemiripan antigen antara galur–galur betacoronavirus yang digunakan dalam vaksin mosaik. Di dalam imunologi, fenomena ini dikenal sebagai “<em>cross-reactivity</em>”. Ibaratnya, tentara di medan perang akan lebih mudah untuk mengenali dan menyerang sekelompok musuh jika kita mengetahui kemiripan dari beberapa anggota kelompok tersebut. </p>
<p>Demikian juga dengan sistem imun tubuh, akan lebih mudah untuk mengenali dan menyerang varian baru coronavirus karena sel-sel imun telah memiliki informasi mengenai galur–galur betacoronavirus paparan vaksin mosaik.</p>
<h2>Perlindungan dari pandemi berikutnya</h2>
<p>Saat ini, Moderna tengah mengembangkan vaksin multivalensi dengan menggunakan beberapa tipe protein <em>spike</em> sekaligus, untuk <a href="https://www.idsociety.org/science-speaks-blog/2021/moderna-to-test-a-multivalent-covid-vaccine-as-well-as-single-valent-boosters/">meningkatkan proteksi</a> terhadap varian-varian baru yang akan muncul. </p>
<p>Dengan adanya hasil <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33436524/">penelitian Cohen di atas</a> dan riset yang gencar dilakukan ilmuwan-ilmuwan lain di dunia, vaksin universal untuk SARS-CoV-2 mungkin akan segera terwujud.</p>
<p>Dalam konteks yang lebih luas, teknologi vaksin mosaik ini dapat menjadi strategi untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan pandemi pada masa depan. Belajar dari sejarah, epidemi yang disebabkan oleh coronavirus sebelumnya, seperti SARS-CoV-1 dan MERS, adalah penyakit zoonosis-penyakit menular yang ditularkan dari hewan ke manusia. </p>
<p>Semua <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34480864/">galur coronavirus yang diketahui menyerang manusia</a> berasal dari kelelawar, unta, atau hewan-hewan domestik lainnya. Saat ini, beberapa jenis coronavirus telah teridentifikasi pada populasi <a href="https://theconversation.com/pada-2010-virus-menyerupai-sars-cov-2-sudah-ada-di-kamboja-154731">hewan liar</a>. Karena itu, sangatlah mungkin jika suatu hari nanti virus berpindah ke manusia dan menyebabkan pandemi coronavirus berikutnya. </p>
<p>Dengan adanya vaksin universal yang dibuat dengan teknik vaksin mosaik, vaksin dapat dibuat untuk mengantisipasi pandemi.</p>
<p>Penerapan teknologi vaksin mosaik dapat mengubah paradigma desain vaksin yang telah ada saat ini. Di samping tantangan banyaknya penelitian dan uji klinis yang harus ditempuh, keterbatasan sumber daya manusia, serta persepsi masyarakat terhadap vaksin, aplikasi dari teknologi vaksin universal ini dapat memberikan perlindungan. Proteksi bukan hanya terhadap coronavirus tapi juga penyakit-penyakit lainnya. Itulah yang sedang dirancang oleh para ilmuwan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/184747/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dengan adanya vaksin universal yang dibuat dengan teknik vaksin mosaik, vaksin antisipatori dapat dibuat sebelum pandemi terjadi.Yoko Brigitte Wang, PhD Candidate in Medicine, University of AdelaideGabriele Jessica Kembuan, Graduate Student, Department of Immunology, Harvard UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1790242022-03-11T06:31:08Z2022-03-11T06:31:08ZDelapan perubahan yang perlu dilakukan dunia untuk hidup bersama COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/451513/original/file-20220311-15-1y69ayk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Andy Rain/EPA-EFE</span></span></figcaption></figure><p>Seiring berkurangnya penyebaran COVID varian omicron, banyak orang yang meminta <a href="https://www.ft.com/content/749e3731-b702-4f1f-8d18-1408fbd8e3d7">kembali ke keadaan normal</a></p>
<p>Pemerintah pun mulai bertindak. Inggris, misalnya, <a href="https://www.gov.uk/government/publications/covid-19-response-living-with-covid-19">menghapus</a> kebijakan pengukuran kesehatan masyarakat yang tersisa, termasuk isolasi mandiri wajib kasus COVID dan tes gratis. </p>
<p>Namun, kebenaran yang tak terhindarkan adalah – kecuali virus bermutasi ke bentuk yang lebih ringan – kehidupan “normal” yang kita jalani akan lebih pendek dan lebih menyakitkan daripada sebelumnya. </p>
<p>Manusia telah menambahkan satu penyakit baru yang signifikan di tengah-tengah populasi dunia. COVID sering dibandingkan dengan flu, seolah-olah menambahkan beban yang setara dengan flu ke populasi itu baik-baik saja (tentu tidak). Faktanya, COVID telah dan <a href="https://www.cdc.gov/flu/symptoms/flu-vs-covid19.htm">tetap lebih buruk</a>. Tingkat kematian akibat infeksi COVID – proporsi orang yang meninggal begitu mereka tertular – awalnya sekitar sepuluh kali lebih tinggi daripada flu. </p>
<p>Perawatan, vaksin, dan infeksi COVID sebelumnya telah menurunkan tingkat kematian, tapi masih <a href="https://twitter.com/jburnmurdoch/status/1492138139103768576?s=20&t=DTZdTo35oB9MqDYLY1RpLQ">hampir angkanya dua kali lebih tinggi</a> dibanding flu. Ya, ini pun masih berlaku untuk omicron.</p>
<p>Dampaknya kemudian diperparah karena COVID jauh lebih mudah menular. Ini juga memiliki dampak jangka panjang yang serupa atau lebih buruk pada <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-022-01689-3.pdf">jantung</a>, <a href="https://%20www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0012369220348686">paru-paru</a> dan <a href="https://www.bmj.com/content/376/bmj-2021-068993">kesehatan mental</a> dibandingkan penyakit pernapasan lainnya. Tingkat <a href="https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1003773">gejala jangka panjang atau dikenal dengan <em>long COVID</em></a> juga lebih tinggi. </p>
<p>Vaksin sangat efektif dalam mengurangi tingkat keparahan penyakit dan kematian, tapi tidak sempurna. Varian baru telah menguji pertahanan vaksin. Pertahanannya terhadap infeksi – khususnya terhadap gejala yang tak terlalu parah – <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data%20/file/1054071/vaccine-surveillance-report-week-6.pdf">juga berkurang setelah</a> beberapa bulan.</p>
<p>Meski baru sebagian dari kita terlindung dari keparahan gejala dan kematian, upaya untuk kembali normal di Inggris, Denmark, dan Norwegia tetap mengakibatkan banyak orang menghadapi infeksi berulang COVID selama beberapa tahun mendatang. </p>
<p>Sebagian besar mungkin akan bertahan, tapi beberapa orang lainnya akan mati. Akan lebih banyak lagi orang dengan kondisi kesehatan yang buruk dalam waktu yang lama. </p>
<p>Orang-orang yang terinfeksi dengan gejala ringan pun masih membutuhkan cuti kerja ataupun izin sakit. Seperti yang telah kita lihat dengan omicron, efek karena begitu banyak orang yang tidak masuk bekerja atau libur sekolah karena sakit bisa <a href="https://www.independent.co.uk/news/uk/home-news%20/teachers-absent-england-omicron-b1991010.html">sangat mengganggu</a>.</p>
<p>Singkatnya, tidak akan ada lagi dunia sebelum 2020. Kita mungkin menginginkannya, tapi kondisi itu tak akan kembali. </p>
<h2>Bagaimana hidup setelah COVID</h2>
<p>Selama 150 tahun terakhir, kesehatan masyarakat telah berkembang pesat. Angka kematian akibat kekurangan gizi, penyakit menular, penyakit lingkungan, merokok, hingga kecelakaan lalu lintas, sudah jauh berkurang. </p>
<p>Untuk masalah komunal, kita telah mengembangkan solusinya. Mulai dari vaksin hingga pengendalian polusi, perokok pasif, perilaku mengemudi yang berbahaya, dan penyakit lainnya. </p>
<p>Sungguh aneh ketika kita malah mau membalikkan seluruh kemajuan itu dengan menerima penyakit baru yang serius seperti COVID tanpa berusaha secara aktif untuk menguranginya. </p>
<p>Kabar baiknya, kita bisa menguranginya. Kita harus merelakan bahwa kondisi dunia telah berubah dengan langkah adaptasi berdasarkan apa yang telah kita pelajari dari dua tahun terakhir. Berikut adalah delapan perubahan utama yang dapat mengurangi dampak COVID di masa depan:</p>
<p><strong>1. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0013935121004837">Di luar ruangan cukup aman.</a></strong> Mari kita buat udara dalam ruangan sama seperti di luar ruangan. Butuh modal besar agar <a href="https://www.independent.co.uk/life-style/health-and-families/covid-airborne-spread-how-to-prevent-b1993267.html">agar infrastruktur kita</a> memiliki ventilasi, penyaringan, pembersihan udara yang layak. Ini bukan hal yang sederhana, tapi juga tidak serumit pengaliran air bersih dan distribusi listrik ke rumah-rumah. Kita tahu bagaimana melakukannya dan itu akan efektif melawan varian masa depan dan penyakit apa pun yang menular melalui udara.</p>
<p><strong>2. Vaksin tetap penting.</strong> Kita perlu <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-01242-1">memvaksinasi dunia</a> sesegera mungkin untuk menyelamatkan nyawa dan memperlambat munculnya varian baru. Kita juga harus terus bekerja <a href="https://www.independent.co.uk/news/world/americas/us-politics/fauci-super-vaccine-covid-omicron-b1990899.html">menuju vaksin</a> yang lebih tahan lama dan kebal terhadap lebih banyak varian.</p>
<p><strong>3. Kita telah belajar bahwa bertindak cepat daripada belakangan sangat penting untuk menahan wabah dan mencegah penyebaran ke negara lain.</strong> Jadi kita perlu berinvestasi dalam <a href="https://twitter.com/WHO/status/1488518662021685256?s=20&t=uUtg93YVDdUslgVd6SQQ6g">pemantauan berskala global</a> untuk varian COVID baru dan penyakit menular baru lainnya.</p>
<p><strong>4. Banyak negara telah memiliki mekanisme surveilans rutin untuk penyakit menular (seperti <a href="https://ukhsa.blog.gov.uk/2020/01/09/flu-detectors/">flu</a> dan <a>campak</a>) serta rencana untuk meredam dampaknya.</strong> Negara-negara perlu menambahkan COVID ke program pengawasan rutin yang ada. Tujuannya untuk melacak sebaran penularan COVID, dan di komunitas mana.</p>
<p><strong>5. Kita masih tahu terlalu sedikit tentang dampak jangka panjang dari COVID.</strong> Kita memang mengetahui penyakit ini berisiko menyebabkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10408363.2020.1860895">kerusakan organ dalam jangka panjang</a> dan <em>long COVID</em>. Kita perlu bekerja lebih keras untuk memahami, mencegah, dan menangani dampak ini.</p>
<p><strong>6. Banyak sistem kesehatan <a href="https://www.proquest.com/docview/2347494198?pq-origsite=gscholar&fromopenview=true">sudah berjuang</a> sebelum COVID menyerang, dan sejak itu <a href="https://inews.co.uk/news/health/nhs-staff-quit-record-numbers-ptsd-covid-pandemic-trauma-1387115">ketahanannya semakin menipis </a> oleh pandemi.</strong> Investasi dalam sistem kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di musim dingin di mana beban tambahan COVID akan sangat terasa.</p>
<p><strong>7. COVID telah menyerang begitu keras pada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7298201/">orang-orang yang paling rentan</a>.</strong> Mereka yang tak mampu mengisolasi diri juga lebih cenderung <a href="https://jech.bmj.com/content/early/2021/10/12/jech-2021-217076">bekerja di luar rumah, menggunakan transportasi umum</a> dan tinggal di <a href="https://wellcomeopenresearch.org/articles/6-347">perumahan yang penuh sesak</a> – semua faktor risiko untuk tertular virus. Peningkatan paparan, ditambah dengan tingkat vaksinasi yang lebih rendah serta kesehatan yang lebih buruk di antara kelompok yang kurang beruntung, akan mengarah ke <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandsocialcare/conditionsanddiseases/articles/coronaviruscovid19latestinsights/deaths#deaths-by-%20status%20vaksinasi">hasil yang lebih buruk</a> jika terinfeksi. Negara-negara perlu berinvestasi lebih banyak dalam mengurangi ketimpangan: di bidang kesehatan, perumahan, tempat kerja, pembayaran sakit dan pendidikan. Ini akan membuat kita semua lebih siap menghadapi wabah di masa depan, perburukan kondisi kesehatan, dan kematian.</p>
<p><strong>8. Terakhir, masih akan ada <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/who-chief-scientist-pandemic-has-not-ended-more-variants-expected-2022%20-02-11/">gelombang infeksi COVID pada masa depan</a>.</strong> Hal-hal di atas hanya akan mengurangi frekuensi dan skalanya. Kita perlu memiliki rencana untuk menghadapinya. Sistem pengawasan nasional yang sangat baik akan mempercepat identifikasi, dan memahami berapa banyak penyakit yang disebabkan dan kekebalan yang dihindari. Semuanya akan meningkatkan ketepatan respons, misalnya, dengan meningkatkan deteksi, mewajibkan pemakaian masker, dan bekerja dari rumah jika diperlukan. </p>
<p>Rencana semacam itu seharusnya memungkinkan kita untuk menghindari karantina wilayah (<em>lockdown</em>) yang lama dan meluas. Penolakan untuk belajar hidup bersama COVID dengan berpura-pura mengakui kondisi ‘normal lama’ adalah risiko terbesar yang memungkinkan <em>lockdown</em> diterapkan kembali.</p>
<p>Kita perlu beralih dari tahap penolakan, dan kemarahan, kesedihan. Kita harus menerima bahwa kondisi dunia sekarang sudah berbeda. Setelah itu, kita dapat memegang stir untuk merancang cara hidup yang lebih tahan untuk terhadap virus sambil memungkinkan kita semua – termasuk yang rentan secara klinis – untuk menjalani hidup yang lebih bebas dan lebih sehat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/179024/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Christina Pagel is a member of Independent Sage.</span></em></p>Menolak untuk belajar hidup dengan COVID dengan berpura-pura ada normal lama sebenarnya adalah risiko terbesar untuk penguncian pada masa depan.Christina Pagel, Professor of Operational Research, Director of the UCL Clinical Operational Research Unit, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1785332022-03-04T07:22:53Z2022-03-04T07:22:53ZTahun ketiga pandemi COVID-19: mengapa sistem kesehatan kita perlu perubahan besar<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/449994/original/file-20220304-8225-f2wqhm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Warga berjalan di dekat mural bertema pencegahan penyebaran COVID-19 di Jakarta, 2 Maret 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1646223015">ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa</a></span></figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/2Jrx0z8zazwRnuIH7mz0PQ?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Pandemi COVID-19 di Indonesia pekan ini <a href="https://theconversation.com/pandemi-memasuki-tahun-ketiga-mengapa-layanan-telemedicine-harus-mulai-diperkuat-178162">memasuki tahun ketiga</a> dan belum ada tanda bahwa penyebaran pepenyakit global ini akan segera berakhir. Artinya kita tetap perlu menerapkan protokol kesehatan dan terus meningkatkan cakupan vaksinasi.</p>
<p>Dalam dua tahun terakhir, gelombang penularan lebih banyak dipicu varian delta setelah libur panjang <a href="https://theconversation.com/kasus-covid-19-dan-kematian-di-asia-tenggara-meningkat-tajam-apa-penyebabnya-162255">(libur Idul Fitri 2021)</a> dan kini varian omicron sejak pasca libur akhir tahun lalu. Apakah pola seperti ini berulang? Kita belum tahu jawabannya secara pasti karena pola tersebut baru berjalan dua tahun saat cakupan vaksinasi masih rendah. </p>
<p>Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo pertama kali mengumumkan ada dua kasus positif COVID di negeri ini. Setelah dua tahun, <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">5,6 juta orang telah terinfeksi COVID</a> dan 149 ribu di antaranya meninggal. Di level dunia, lebih dari 430 juta orang telah terinfeksi dan 5,9 juta yang meninggal. Jumlah ini terus meningkat.</p>
<p>Di Indonesia, upaya pengendalian melalui vaksinasi menunjukkan angka menggembirakan, <a href="https://theconversation.com/apakah-vaksinasi-covid-19-di-indonesia-akan-molor-hingga-10-tahun-5-faktor-yang-pengaruhi-cepat-lambat-imunisasi-155127">walau pada tahap awal banyak yang skeptis</a>. Vaksinasi tahap pertama per hari ini telah <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">mencapai 91 persen (190 juta)</a> dari target 208 juta penduduk yang akan divaksin. Vaksin tahap kedua baru 69 persen (144 juta). Dosis ketiga masih di bawah 5 persen (sekitar 10 juta). Varian omicron telah membuat vaksinasi makin relevan karena vaksinasi mampu mengurangi level keparahan pasien yang terinfeksi.</p>
<p>Lalu, belajar dari kegagalan dan keberhasilan pengendalian pandemi, bagaimana strategi memperkuat sistem kesehatan kita agar tahan terhadap serangan pandemi pada masa depan?</p>
<p>Untuk menjawabnya, pada episode podcast SuarAkademai kali ini, kami berbicara dengan Teguh Haryo Sasongko, peneliti The Cochrane Collaboration dan Associate Professor, Royal College of Surgeons in Ireland (RCSI) School of Medicine, Perdana University Malaysia. Dia banyak <a href="https://theconversation.com/profiles/teguh-haryo-sasongko-1031062/articles">menulis artikel COVID-19 selama pandemi</a>. </p>
<p>Teguh menjelaskan dinamika kebijakan selama pandemi antara kesehatan dan ekonomi, implementasi sains dalam kebijakan, dan pentingnya Indonesia bisa segera memproduksi vaksin sendiri, dan desakan untuk memperkuat sistem kesehatan.</p>
<p>Simak lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/178533/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Teguh menjelaskan dinamika kebijakan selama pandemi antara kesehatan dan ekonomi, implementasi sains dalam kebijakan, dan pentingnya Indonesia bisa segera memproduksi vaksin sendiri.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1743382022-01-10T08:52:36Z2022-01-10T08:52:36ZSeberapa efektif vaksin untuk melawan Omicron? Epidemiolog menjawab 6 pertanyaan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/439790/original/file-20220107-17-xw4h3i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=44%2C0%2C5838%2C3709&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Memahami seberapa besar perlindungan yang ditawarkan vaksin tidak sesederhana kedengarannya.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/covid-19-vaccine-royalty-free-image/1287544065?adppopup=true">Andriy Onufriyenko/Moment via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p><em>Pandemi telah membawa banyak istilah dan ide rumit dari epidemiologi ke dalam kehidupan setiap orang. Dua konsep yang sangat rumit adalah <a href="https://theconversation.com/pfizer-vaccine-what-an-efficacy-rate-above-90-really-means-149849">kemanjuran dan efektivitas</a> vaksin. Dua hal itu bukanlah hal yang sama. Dan seiring berjalannya waktu dan muncul varian baru seperti omicron muncul, konsep ini juga berubah. Melissa Hawkins adalah [epidemiolog dan peneliti kesehatan masyarakat] di American University. Dia menjelaskan cara para peneliti menghitung seberapa baik vaksin mencegah penyakit, apa yang mempengaruhi angka-angka ini, dan bagaimana omicron mengubah banyak hal.</em></p>
<h2>1. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh vaksin?</h2>
<p><a href="https://www.cdc.gov/vaccinesafety/ensuringsafety/history/index.html">Vaksin</a> mengaktifkan <a href="https://theconversation.com/how-mrna-vaccines-from-pfizer-and-moderna-work-why-theyre-a-breakthrough-and-why-they-need-to-be-kept-so-cold-150238">sistem kekebalan yang menghasilkan antibodi</a> yang tersisa di tubuh Anda untuk melawan paparan virus. Ketiga vaksin yang saat ini disetujui untuk digunakan di AS – vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson – menunjukkan <a href="https://www.cdc.gov/vaccines/covid-19/clinical-considerations/covid-19-vaccines-us.html">keberhasilan yang mengesankan dalam uji klinis</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A medical professional getting a shot." src="https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/437637/original/file-20211214-19-kx4h5b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Uji coba klinis digunakan untuk menghitung kemanjuran vaksin tetapi tidak selalu mewakili kondisi dunia nyata.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/VirusOutbreakGeorgiaVaccineTrial/47e7e14cbd864228b79581d3e5bd8c23/photo?Query=vaccine%20trial&mediaType=photo&sortBy=&dateRange=Anytime&totalCount=605&currentItemNo=5">AP Photo/Ben Gray</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>2. Apa perbedaan antara efikasi dan efektivitas vaksin?</h2>
<p>Semua vaksin baru harus menjalani uji klinis. Dalam proses ini, para peneliti menguji vaksin pada ribuan orang untuk memeriksa seberapa baik mereka bekerja dan apakah mereka aman digunakan.</p>
<p><a href="https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson3/section6.html">Efikasi</a> adalah alat ukur dari <a href="https://theconversation.com/pfizer-vaccine-what-an-efficacy-rate-above-90-really-means-149849">bagaimana vaksin bekerja</a> dalam uji coba klinis. Para peneliti merancang uji coba untuk memasukkan dua kelompok masyarakat: mereka yang menerima vaksin dan mereka yang menerima plasebo. Mereka menghitung kemanjuran vaksin dengan membandingkan berapa banyak kasus penyakit yang terjadi pada setiap kelompok, yang divaksinasi versus plasebo.</p>
<p><a href="https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson3/section6.html">Efektivitas</a>, di sisi lain, menjelaskan seberapa baik vaksin bekerja di dunia nyata. Ia diukur dengan cara yang sama, dengan membandingkan penyakit di antara mereka yang telah divaksin dengan mereka yang belum divaksin. </p>
<p>Efikasi dan efektivitas adalah dua konsep yang dekat, tapi keduanya bukanlah hal yang sama. Cara kerja vaksin akan sedikit berbeda dari hasil uji coba setelah jutaan orang divaksinasi.</p>
<p>Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja vaksin di dunia nyata. Varian baru seperti delta dan omicron dapat mengubah banyak hal. Jumlah dan usia orang yang terdaftar dalam uji coba termasuk komponen yang penting. Dan kesehatan mereka yang menerima vaksin juga merupakan komponen penting. </p>
<p><a href="https://doi.org/10.1001/jamapsychiatry.2021.2497">Serapan vaksin</a> – proporsi populasi yang divaksinasi – juga dapat mempengaruhi efektivitas vaksin. Ketika proporsi populasi yang cukup besar telah divaksinasi, maka kekebalan kelompok atau <em>herd immunity</em> akan berperan. </p>
<p>Vaksin dengan <a href="https://www.cdc.gov/flu/vaccines-work/effectivenessqa.htm">efikasi sedang atau bahkan rendah dapat bekerja dengan sangat baik</a> pada tingkat populasi. Demikian juga, vaksin dengan efikasi tinggi dalam uji klinis, seperti vaksin virus corona, mungkin memiliki <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-00728-2">efektivitas yang lebih rendah</a> dan berdampak kecil jika tidak ada pengambilan vaksin yang tinggi dalam populasi.</p>
<p>Memahami perbedaan antara efikasi dan efektivitas adalah penting, karena yang satu menjelaskan pengurangan risiko yang dicapai oleh vaksin dalam kondisi percobaan, sedangkan yang lainnya menjelaskan bagaimana hal ini dapat bervariasi pada berbagai populasi dengan tingkat paparan dan penularan yang berbeda. </p>
<p>Peneliti dapat menghitung keduanya, tapi mereka tidak dapat merancang studi yang akan mengukur keduanya secara bersamaan.</p>
<h2>3. Bagaimana cara mengukur efikasi dan efektivitas?</h2>
<p>Baik <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33301246/">Pfizer</a> maupun <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/69/wr/mm695152e1.htm?s_cid%20=mm695152e1_w">Moderna</a> melaporkan bahwa efikasi vaksin mereka mencapai lebih dari 90% efikasi dalam mencegah infeksi COVID-19 yang bergejala. Dengan kata lain, di antara orang-orang yang menerima vaksin dalam uji klinis, risiko terkena COVID-19 berkurang 90% dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima vaksin.</p>
<p>Coba bayangkan bagaimana kegiatan uji coba vaksin dilakukan. Anda mengacak 1.000 orang untuk menerima vaksin dalam satu kelompok. Anda mengacak 1.000 lainnya untuk diberikan plasebo di grup lain. Katakanlah sekitar 2,5% orang dalam kelompok yang divaksinasi terinfeksi COVID-19 dibandingkan dengan 50% pada kelompok yang tidak divaksinasi. Itu berarti vaksin tersebut memiliki kemanjuran 95%. Kami menentukannya karena (50% – 2,5%)/50% = .95. </p>
<p>Jadi, angka 95% menunjukkan penurunan proporsi penyakit di antara kelompok yang divaksinasi. Namun, vaksin dengan kemanjuran 95% tidak berarti 5% orang yang divaksinasi akan terkena COVID-19. Hal ini merefleksikan Anda pada berita yang lebih baik lagi: risiko penyakit Anda berkurang hingga 95%.</p>
<p>Efektivitas vaksin dihitung dengan cara yang sama persis, tapi ia ditentukan melalui <a href="https://dx.doi.org/10.17269%2Fs41997-021-00554-z">studi observasional</a>. Sejak awal, vaksin telah bekerja lebih dari <a href="https://www.statnews.com/2021/03/29/real-world-study-by-cdc-shows-pfizer-and-moderna-vaccines-were-90-effective/">90% efektif</a> dalam mencegah penyakit parah di dunia nyata. Tapi, pada dasarnya, <a href="https://doi.org/10.1038/d41586-021-03619-8">virus berubah</a>, dan ini dapat mengubah nilai efektivitas tadi. </p>
<p>Misalnya, sebuah penelitian menemukan bahwa ketika varian delta melonjak pada Agustus 2021, vaksin Pfizer terbukti <a href="http://dx.doi.org/10.15585/mmwr.mm7034e3">53% efektif dalam mencegah penyakit parah pada penghuni panti jompo</a> yang telah divaksinasi pada awal 2021. Usia, masalah kesehatan, penurunan kekebalan, dan tekanan baru menurunkan efektivitas pada kasus ini.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A model of the coronavirus." src="https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/437638/original/file-20211214-23-1e9wqqp.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Varian baru dari virus corona semuanya sedikit berbeda dari jenis asli yang menjadi dasar vaksin, sehingga kekebalan terhadap varian mungkin berbeda.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Coronavirus._SARS-CoV-2.png#/media/File:Coronavirus._SARS-CoV-2.png">Alexey Solodovnikov, Valeria Arkhipova/WikimediaCommons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>4. Bagaimana dengan varian omicron?</h2>
<p>Data awal tentang omicron dan vaksin <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/pfizer-covid-19-vaccine-partially-protective-against-omicron-bloomberg-news-2021-12-07/">datang dengan cepat</a> dan mengungkapkan efektivitas vaksin yang lebih rendah. Perkiraan terbaik menunjukkan bahwa vaksin bekerja <a href="https://www.medpagetoday.com/special-reports/exclusives/96172">30%-40% efektif untuk mencegah infeksi</a> dan <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/pfizer-vaccine-protecting-against-hospitalisation-during-omicron-wave-study-2021-12-14/">70% efektif untuk mencegah penyakit parah</a>.</p>
<p>Sebuah <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.12.07.212%2067432v1">riset <em>preprint</em></a> – belum ditinjau secara resmi oleh ilmuwan lain – yang dilakukan di Jerman menemukan bahwa antibodi dalam darah yang dikumpulkan dari orang yang divaksinasi penuh dengan Moderna dan Pfizer menunjukkan <a href="https://doi.org/10.1038/d41586-021-03672-3">berkurangnya kemanjuran dalam menetralkan varian omicron</a>. </p>
<p>Riset <em>preprint</em> <a href="https://doi.org/10.1101/2021.12.08.21267417">di Afrika Selatan</a> dan <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.12.10.21267534v1.full">Inggris</a> lainnya menunjukkan penurunan yang signifikan dalam seberapa baik antibodi menargetkan varian omicron. Lebih banyak <a href="https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2021/12/14/1063947940/vaccine-protection-vs-omicron-infection-may-drop-to-30-but-does-cut-severe-disea">terobosan diharapkan</a>, dengan penurunan kemampuan sistem kekebalan untuk mengenali omicron dibandingkan dengan varian lain.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A sign outside of a pharmacy saying vaccines are available for walk-in appointments." src="https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/437636/original/file-20211214-15-862uwa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kebanyakan orang di Amerika Serikat sekarang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin virus corona yang dapat membantu melindungi dari varian omicron.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/VirusOutbreakIllinois/07e30f89e82f47a8a6a575d3c2e8080b/photo?Query=booster%20vaccine%20sign&mediaType=photo&sortBy=&dateRange=Anytime&totalCount=50&currentItemNo=4">AP Photo/Nam Y. Huh</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>5. Apakah vaksin <em>booster</em> meningkatkan kekebalan melawan omicron?</h2>
<p>Data awal memperkuat bahwa <a href="https://theconversation.com/should-i-get-my-covid-vaccine-booster-yes-it-increases-protection-against-covid-including-omicron-172965">dosis ketiga akan membantu meningkatkan</a> respons imun dan perlindungan terhadap omicron, dengan perkiraan <a href="https://www.cnbc.com/2021/12/10/boosters-give-70percent-75percent-protection-against-mild-disease-from-omicron-uk-health-security-agency-says.html">efektivitas 70%-75%</a>.</p>
<p><a href="https://www.pfizer.com/news/press-release/press-release-detail/pfizer-and-biontech-provide-update-omicron-variant">Pfizer telah melaporkan</a> bahwa orang yang telah menerima dua dosis vaksinnya rentan terhadap infeksi dari omicron. Tapi, <a href="https://www.pfizer.com/news/press-release/press-release-detail/pfizer-and-biontech-provide-update-omicron-variant">suntikan ketiga meningkatkan aktivitas antibodi terhadap virus</a>. Temuan ini didasarkan pada percobaan laboratorium menggunakan darah orang yang telah menerima vaksin.</p>
<p>Dosis <em>booster</em> dapat meningkatkan jumlah antibodi dan kemampuan sistem imun seseorang untuk melindungi dari omicron. Namun, tidak seperti AS, sebagian besar <a href="https://ourworldindata.org/covid-vaccinations">dunia tidak memiliki akses</a> ke dosis booster.</p>
<h2>6. Apa maksud dari semua ini?</h2>
<p>Meski efektivitas vaksin terhadap omicron menurun, jelas bahwa vaksin berhasil dan tergolong sebagai <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm6019a5.htm">pencapaian kesehatan masyarakat terbesar</a>. Vaksin memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi dan masih berguna. Vaksin flu biasanya bekerja <a href="https://www.cdc.gov/flu/vaccines-work/vaccineeffect.htm">40%-60% efektif</a> dan mencegah penyakit pada jutaan orang dan rawat inap di lebih dari 100.000 orang di AS <a href="https://www.cdc.gov/flu/about/burden-averted/2019-2020.htm">setiap tahun</a>.</p>
<p>Akhirnya, vaksin tidak hanya melindungi mereka yang divaksinasi, tapi juga mereka yang tidak dapat divaksinasi. Orang yang divaksinasi <a href="https://theconversation.com/no-vaccinated-people-are-not-just-as-infectious-as-unvaccinated-people-if-they-get-covid-171302">lebih kecil kemungkinannya untuk menyebarkan</a> COVID-19, yang mengurangi infeksi baru dan menawarkan perlindungan kepada masyarakat secara keseluruhan.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174338/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Melissa Hawkins menerima dana dari USDA/NIFA.</span></em></p>Untuk beberapa alasan, seiring berjalannya waktu, vaksin menjadi kurang efektif. Jadi bagaimana para peneliti menghitung seberapa baik vaksin bekerja?Melissa Hawkins, Professor of Public Health, American UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1697282021-11-05T04:52:07Z2021-11-05T04:52:07ZPenghapusan syarat NIK langkah awal atasi kesenjangan vaksinasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/426619/original/file-20211015-15-17xi9d8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C83%2C4000%2C2574&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang warga lansia menerima suntikan vaksin COVID-19 di Kota Tangerang, Banten, pada Mei 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source">Fauzan/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p><em>Tulisan ini merupakan bagian terakhir dari serial empat artikel tentang pencatatan sipil dan pengelolaan data penduduk di Indonesia yang berjudul “Data yang Mencatat dan Melindungi Semua”.</em></p>
<p>Sampai 10 Oktober 2021, baru <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/12/203000523/vaksinasi-covid-19-dosis-pertama-capai-100-juta-bisakah-mencegah-gelombang?page=all">100.059.481 orang</a> menerima dosis pertama vaksin COVID-19 yang telah diberikan; sekitar 48% dari total target sasaran di Indonesia. Artinya, ada lebih dari setengah populasi yang belum mendapatkan vaksinasi, termasuk <a href="https://theconversation.com/klaim-herd-immunity-di-jakarta-berbahaya-2-juta-anak-belum-divaksin-dan-belum-aman-dari-ancaman-covid-16858">anak-anak</a>.</p>
<p>Persyaratan Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah salah satu faktor penghambat cakupan vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Ditambah lagi ada aturan kesesuaian domisili dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi warga untuk mengakses layanan vaksinasi.</p>
<p>Syarat NIK ada satu dari beberapa faktor yang memengaruhi cakupan vaksinasi, termasuk jumlah pasokan, rantai dingin, infrastruktur pendukung, dan sumber daya manusia. </p>
<p>Setelah mencapai titik tertinggi pada 24 Juli 2021 dengan 574 ribu kasus aktif, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia memang menurun drastis; <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/14/kasus-aktif-covid-19-di-indonesia-sedang-di-titik-terendah">jumlah kasus aktif sebanyak 19.852 </a> pada 14 Oktober 2021, merupakan yang terendah dalam 15 bulan terakhir.</p>
<p>Total jumlah kasus COVID-19 tercatat 4.228.552 sejak 3 Januari 2020 sampai 11 Oktober 2021, dengan kematian akibat COVID-19 142.716 sebagaimana yang dilaporkan pemerintah kepada <a href="https://covid19.who.int/region/searo/country/id">Badan Kesehatan Dunia (WHO)</a>.</p>
<p>Meski ada penurunan dalam beberapa bulan terakhir, kita semua tidak boleh terlena dan harus waspada. Kelengahan pada awal 2021 setelah menghadapi gelombang akhir 2020 telah membawa kita pada situasi yang mencekam pada Juni-Juli lalu. </p>
<p>Selain terus memitigasi risiko dengan pengetesan, pelacakan yang diikuti respons yang sesuai, pemakaian masker, mengelola kontak fisik, dan memperbaiki sistem ventilasi dan sirkulasi udara di ruang-ruang umum (seperti ruang kelas, penitipan anak, dan kantor), vaksinasi adalah salah satu cara untuk mengelola COVID-19. </p>
<p><a href="https://mediaindonesia.com/humaniora/429011/warga-tanpa-nik-bisa-vaksinasi-di-sentra-vaksinasi-sinergi-sehat-hingga-3-september">Beberapa wilayah sudah melunakkan syarat domisili untuk vaksinasi dan ini patut dipuji dan ditiru oleh semua</a>. Namun persyaratan NIK masih menjadi penghambat bagi akses terhadap vaksinasi, terutama untuk kelompok rentan - misalnya anak-anak dan lansia dari keluarga miskin.</p>
<p>Penghapusan syarat NIK untuk vaksinasi COVID-19 adalah langkah awal untuk mengatasi kesenjangan akibat ketiadaan dokumen kependudukan, terutama di antara kelompok rentan. Tanpa mensyaratkan NIK, pemerintah memperbesar kesetaraan akses pada layanan dasar dan perlindungan yang sangat diperlukan sekarang dan nanti di masa pemulihan pandemi.</p>
<p>Kabar baiknya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada awal Agustus 2021 telah mengeluarkan <a href="https://covid19.go.id/p/regulasi/surat-edaran-nomor-hk0202iii152422021">surat edaran</a> tentang vaksinasi masyarakat rentan dan masyarakat lainnya yang belum memiliki NIK. Surat edaran itu ditujukan kepada seluruh kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan kota, untuk meningkatkan dukungan dan kerja sama pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan para pemangku kepentingan terkait.</p>
<p>Kita harus mengapresiasi surat edaran dari Kemenkes dan kolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri ini (Kemendagri), karena hal ini dapat memastikan kelompok-kelompok rentan tanpa NIK bisa divaksinasi. Siapakah yang akan terbantu?</p>
<h2>Penghapusan syarat NIK lindungi kelompok rentan</h2>
<p><a href="https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/dasar/view?kd=1558&th=2020">Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020</a> yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan sekitar 3,99% dari 270,3 juta penduduk belum memiliki NIK. </p>
<p>Ini artinya bahwa sekitar 10,7 juta penduduk, yakni 4,3 juta yang berusia 18 tahun ke atas dan 6,4 juta anak-anak terancam tidak dapat mengakses vaksinasi.</p>
<p>Menurut Susenas 2020, ketiadaan NIK lebih banyak ditemukan di antara rumah tangga miskin dan mereka yang tinggal di daerah terpencil dengan ketersediaan dan kapasitas layanan kesehatan yang terbatas. </p>
<p>Karena kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) yang melayani dokumen kependudukan biasanya berada di ibu kota kabupaten, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil seringkali terkendala jarak, waktu, transportasi, dan biaya dalam mengakses layanan Dukcapil. Proses yang rumit dan aturan yang kerap berubah, serta ketiadaan dokumen syarat termasuk faktor-faktor lain yang menghambat kepemilikan NIK. </p>
<p>Penduduk tanpa NIK juga banyak ditemukan di antara lansia dan anak-anak yang juga rentan terinfeksi dan mengalami kesakitan serta kematian jika terinfeksi. Melindungi kelompok-kelompok ini dari kesakitan dan kematian akibat COVID-19 sangat mendesak mengingat tingkat transmisi yang tinggi saat ini, terutama mengingat semakin banyaknya daerah yang mulai menerapkan pertemuan tatap muka. </p>
<p>Selain tiga kelompok di atas, tingkat kepemilikan NIK yang rendah juga ditemukan di tengah kelompok masyarakat yang tersembunyi, tersisihkan, serta memiliki mobilitas tinggi, sehingga lebih rentan terpapar dan menyebarkan COVID-19. </p>
<p>Kelompok-kelompok ini adalah penyandang disabilitas, anak yang dikawinkan, penduduk korban bencana alam atau dalam situasi konflik (termasuk pengungsi dan pencari suaka), dan kelompok masyarakat adat atau penghayat kepercayaan. Selain itu, kelompok minoritas lain yang masih mendapatkan stigma dari masyarakat (misalnya transpuan), termasuk juga kelompok yang tinggal di panti, rumah tahanan, di luar rumah tangga tradisional lainnya. </p>
<p>Ketiadaan NIK ini merepresentasikan kerentanan multidimensi. Hambatan mendapatkan dokumen kependudukan memiliki kesamaan dan kaitan yang erat dengan hambatan kelompok rentan dalam mendapatkan kesempatan vaksinasi COVID-19 seputar jarak, informasi, serta hambatan administrasi. </p>
<p>Selain penduduk miskin dan terpencil, NIK bisa jadi belum dimiliki mereka yang tersembunyi dan memiliki mobilitas tinggi, sehingga lebih rentan terpapar dan menyebarkan COVID-19. </p>
<p>Kelompok-kelompok rentan tersebut harus tetap mendapatkan prioritas layanan vaksinasi meski tidak dapat menunjukkan NIK.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/426621/original/file-20211015-13-4ecc8i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Seorang anak menerima vaksin COVID-19 di Bandung, Jawa Barat, pada Agustus 2021.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Raisan Al Farisi/Antara Foto</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Peluang pendataan individu rentan</h2>
<p>Situasi ini sebenarnya adalah peluang untuk mencatat, menemukan, dan melayani individu rentan dengan memadukan layanan vaksinasi dan administrasi kependudukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. </p>
<p>Tawaran jalan keluar dari kami adalah layanan terpadu vaksinasi dan NIK yang melindungi dan mencatat sekaligus.</p>
<p>Ada tiga pendekatan umum yang bisa dipertimbangkan Disdukcapil dan layanan vaksinasi dalam memadukan layanan ini. Keduanya perlu disepakati oleh Kemendagri dan Kemenkes.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, pendekatan kecepatan dan keringkasan. Layanan terpadu vaksinasi dengan pencatatan dan penerbitan NIK dapat dilaksanakan di sentra-sentra vaksinasi tertentu yang menjangkau banyak orang. </p>
<p>Penduduk yang tidak memiliki NIK bisa diminta untuk mendatangi pos vaksinasi tersebut pada waktu tertentu ketika petugas Disdukcapil dapat hadir dan melakukan perekaman data. </p>
<p>Alternatif lain adalah dengan menempatkan tambahan petugas di pos vaksinasi untuk mencatat informasi individu yang tidak memiliki NIK, dan kemudian meneruskan daftar dan informasi ini kepada Disdukcapil untuk ditindaklanjuti. Sebagai pengganti NIK untuk pencatatan status vaksinasi, petugas bisa menerbitkan nomor tiket unik individu yang nantinya akan digantikan dengan NIK.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, pendekatan keaktifan di tingkat komunitas. Layanan administrasi kependudukan dapat dipadukan dengan kegiatan pendaftaran sasaran vaksinasi secara <em>bottom-up</em>. Di level daerah, Disdukcapil setempat dapat menyediakan data dasar penduduk yang berguna bagi Dinas Kesehatan sebagai daftar awal sasaran vaksinasi. Data dasar ini dapat diambil dari data sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) di Disdukcapil atau data pada Buku Induk Kependudukan di desa/kelurahan.</p>
<p>Oleh kader desa, termasuk satgas COVID-19, data dasar ini kemudian diverifikasi dan divalidasi untuk menemukenali penduduk tanpa NIK, memilih data penduduk yang memiliki dan tidak memiliki NIK. </p>
<p>Praktik ini sebetulnya bukan hal yang baru karena beberapa desa sudah memiliki inisiatif mengidentifikasi kelompok rentan tanpa NIK. Artinya, praktik ini sangat mungkin diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia secara lebih luas.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, dispensasi syarat administratif untuk vaksinasi untuk kelompok khusus. Cara ini perlu untuk menjangkau kelompok masyarakat yang mengalami hambatan secara hukum, misalnya ketiadaan bukti domisili atau dokumen prasyarat seperti Kartu Keluarga. </p>
<p>Pandemi tidak akan berlangsung selamanya, namun kesulitan hidup yang dialami kelompok rentan tidak akan berkurang jika tidak ada upaya tambahan dari pemerintah untuk menemukan dan menghubungkan mereka ke layanan dan bantuan yang dibutuhkan. </p>
<p>Melalui program vaksinasi COVID-19, pemerintah Indonesia dapat melindungi seluruh penduduk, sekaligus menemukenali, menjangkau, dan melayani mereka yang tidak memiliki NIK dengan lebih cepat dan efektif. </p>
<p>Melalui pemenuhan hak NIK dan dokumen kependudukan semua jiwa, pemerintah bisa mengelola program pemulihan pasca pandemi secara lebih efektif.</p>
<p><em>Studi-studi dan program yang berkaitan dengan artikel ini terselenggara atas kerja sama PUSKAPA dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan Pemerintah Australia lewat program KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan). Sebelumnya, studi terkait juga didukung oleh AIPJ (Kemitraan Indonesia-Australia untuk Keadilan).</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169728/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Marsha Habib bekerja di PUSKAPA. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Clara Siagian dan Santi Kusumaningrum tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tanpa mensyaratkan NIK, pemerintah memperbesar kesetaraan akses pada layanan dasar dan perlindungan yang sangat diperlukan sekarang dan nanti di masa pemulihan pandemi.Marsha Habib, Communication and Relations Manager, PUSKAPAClara Siagian, Senior Researcher, PUSKAPASanti Kusumaningrum, Director, PUSKAPALicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1697382021-10-12T08:55:09Z2021-10-12T08:55:09ZMenumbuhkan benih sains: mengumpamakan informasi sebagai kebun dalam mengatasi misinformasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/425880/original/file-20211012-13-2ess3v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3982%2C2521&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pengunjuk rasa menolak kewajiban vaksin di Kosta Rika.</span> <span class="attribution"><span class="source">Jeffrey Arguedas/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Lebih dari <a href="https://ourworldindata.org/covid-vaccinations">47%</a> penduduk dunia - dan lebih dari <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/indonesia-sudah-menyuntikkan-15243-juta-dosis-vaksin-covid-19-hingga-7-oktober">45%</a> penduduk Indonesia - telah menerima dosis pertama vaksin COVID-19; perlahan kita menuju <em>herd immunity</em>. </p>
<p>Sayangnya, laju yang baik ini dapat terganggu akibat misinformasi terkait vaksin yang membuat sebagian orang <a href="https://theconversation.com/27-penduduk-indonesia-masih-ragu-terhadap-vaksin-covid-19-mengapa-penting-meyakinkan-mereka-150172">enggan divaksin</a>.</p>
<p>Saat kita berusaha mengatasi masalah misinformasi vaksin dan seringkali tidak berhasil. Ini karena keengganan menerima vaksin, seperti halnya semua masalah misinformasi, adalah masalah kompleks. Untuk mengatasinya, kita perlu memikirkan bermacam pengaruh faktor berbeda yang bersifat sistemik dan saling terkait. Kita bisa mengatakan masalah ini <a href="https://theconversation.com/how-to-address-coronavirus-misinformation-spreading-through-messaging-apps-and-email-134310">bersifat ekologis</a>.</p>
<p>Kita hidup di lingkungan informasi yang semakin kompleks dan terpengaruh oleh sistem-sistem dan proses-proses dinamis yang beririsan. Berkebun bisa jadi sebuah perumpamaan yang baik untuk memahami bagaimana misinformasi bisa dilihat sebagai bagian dari <a href="https://mitpress.mit.edu/books/you-are-here">ekosistem informasi</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/27-penduduk-indonesia-masih-ragu-terhadap-vaksin-covid-19-mengapa-penting-meyakinkan-mereka-150172">27% penduduk Indonesia masih ragu terhadap vaksin COVID-19, mengapa penting meyakinkan mereka</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Menabur benih sains vaksin</h2>
<p>Dalam metafora berkebun ini, benih pengetahuan adalah sains soal vaksin. Dan benih ini bisa dipengaruhi berbagai faktor.</p>
<p>Keyakinan dan pengetahuan individu adalah tanah di kebun yang harus subur agar benih bisa mengakar. Di dalam ekologi informasi, tingkat kesuburan tanah untuk menumbuhkan gagasan tentang keamanan dan keefektifan vaksin bergantung pada <a href="https://doi.org/10.1037/xlm0000977">sejarah dan pengalaman individu</a>, <a href="https://doi.org/10.37016/mr-2020-020">pendidikan</a>, <a href="https://coinform.eu/wp-content/uploads/2019/12/Understanding-the-Role-of-Human-Values-in-the-Spread-of-Misinformation.pdf">nilai-nilai yang dianut</a> and <a href="https://doi.org/10.1111/pops.12494">perspektif hidup</a></p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Woman sits with hands over her ears as megaphone, cell phone, 2 laptops, 2 iPads are thrust in her face" src="https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=30%2C0%2C5080%2C3402&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/404364/original/file-20210603-15-n46u22.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebagian besar upaya menangkal misinformasi cenderung menyasar individu pengguna informasi atau platform media sosial.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kelompok masyarakat dan hubungan dalam masyarakat adalah pengunjung kebun yang baik atau berbahaya (misalnya serangga yang membantu penyerbukan atau justru hama). Pengunjung ini menentukan apakah tanaman bisa tumbuh dan berkembang. <em>Influencer</em> bisa menjadi serangga baik atau jahat yang bisa <a href="https://doi.org/10.7202/1060911ar">membantu atau menghalangi informasi vaksin</a>.</p>
<p>Peraturan dan kebijakan pemerintah adalah tukang kebun yang membantu menyingkirkan tanaman pengganggu sebelum mengakar di tanah. Kebijakan yang memandu bagaimana media sosial seharusnya <a href="http://doi.org/10.5325/jinfopoli.10.2020.0276">merespon misinformasi</a> atau yang mempengaruhi <a href="https://doi.org/10.1207/s14241250ijmm0802_2">konsolidasi media</a> penting dalam menyingkirkan gulma misinformasi dalam ekologi informasi.</p>
<p>Kebijakan yang <a href="https://doi.org/10.1037/0003-066X.56.6-7.477">memperkuat atau melemahkan pendidikan publik</a> juga berperan. Warga negara perlu memiliki pemahaman yang baik tentang sains dan memiliki akses pada media yang menyediakan informasi terbaik tentang vaksin.</p>
<p>Terakhir, budaya adalah matahari dan hujan yang melingkupi kita semua dan dapat membantu informasi tumbuh subur, atau membuat informasi kering dan rentan terhadap misinformasi. Ide-ide budaya seperti “<a href="https://doi.org/10.1080/21689725.2018.1460215">pasar gagasan</a>” - asumsi bahwa kompetisi informasi selalu membuat gagasan yang paling baik saja yang mampu bertahan - justru dapat menyediakan lahan subur bagi pertumbuhan misinformasi.</p>
<p>Dalam perumpamaan ini, misinformasi adalah spesies perusak. Misinformasi dapat mengakar jika menemukan kondisi yang cocok, dan lalu sulit sekali dihilangkan.</p>
<h2>Mempertimbangkan keseluruhan lingkungan informasi</h2>
<p>Upaya menangkal misinformasi cenderung menyasar <a href="https://theconversation.com/how-canadians-can-use-social-media-to-help-debunk-covid-19-misinformation-155653">individu pengguna informasi atau platform media sosial</a>. Upaya ini berharap orang-orang akan menolak misinformasi ketika mereka menjumpainya, menekankan pada literasi informasi dan digital individu, dan fokus pada perbaikan teknis yang bisa dilakukan oleh platform untuk menghentikan penyebaran misinformasi.</p>
<p>Upaya semacam ini jelas penting, namun tanpa upaya yang berbasis pemerintah dan budaya, maka solusi individual dan platform jadi kurang efektif - kita perlu semua bagian dari ekosistem informasi untuk bergerak bersama.</p>
<p>Kembali pada metafora berkebun tadi, jika kita punya tanah yang baik dan serangga yang berguna, tapi tanpa tukang kebun untuk mencabut gulma, tanpa matahari atau air, benih kita tidak akan tumbuh.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Graphic depicting COVID misinformation. Woman sits in front of big TV man holds sign reading fake news" src="https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=420&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=420&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=420&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=528&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=528&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/404368/original/file-20210603-25-13br6y5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=528&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Menumbuhkan benih kita</h2>
<p>Apa artinya ini bagi mereka yang mempelajari informasi? Ini artinya riset dan inisiatif yang menyasar psikologi dan keyakinan individu yang menggerakkan informasi harus berlanjut, seiring dengan pendekatan berbasis platform teknologi dan komunitas - misalnya <a href="https://www.scienceupfirst.com/">#ScienceUpFirst</a>, sebuah inisiatif yang mendorong ilmuwan untuk berpartisipasi dalam komunikasi publik tentang karya mereka.</p>
<p>Tapi selain taktik ini, ilmuwan dan komunikator sains yang ingin mengatasi misinformasi vaksin juga perlu melihat intervensi kebijakan dan budaya.</p>
<p>Seperti apa? Di sisi kebijakan, <a href="https://doi.org/10.37016/TASC-2021-03s">pendekatan seluruh masyarakat</a> yang ditawarkan ilmuwan sosial Joan Donovan menunjukkan bahwa kelompok masyarakat sipil dapat melawan misinformasi dengan bekerja sama dengan warga, tenaga kesehatan, dan platform teknologi.</p>
<p>Serupa dengan itu, sudah waktunya ilmuwan bekerja lebih banyak dalam memahami hubungan antara, misalnya, pendanaan sekolah dan misinformasi, atau deregulasi media dan misinformasi. Para jurnalis mengatakan mereka melihat adanya hubungan-hubungan ini, tapi yang paling penting adalah mencari cara untuk mempelajarinya.</p>
<p>Di sisi budaya, kita perlu memikirkan bagaimana kita melakukan pendekatan terhadap kerangka budaya semacam pasar gagasan. Ilmuwan perlu memperjelas peran-peran kerangka semacam ini dalam melindungi misinfomasi yang merusak.</p>
<p>Pembuat kebijakan dan jurnalis perlu membahas kebebasan berpendapat lewat cara-cara yang membuat kita mampu melawan pendapat berbahaya seperti misinformasi dan yang melecehkan. </p>
<p>Upaya ini memerlukan pemahaman dan menemukan cara yang yang lebih baik dalam mengkomunikasikan bagaimana gagasan-gagasan beririsan dengan kekuasaan dan uang - yang sudah berada di luar dikotomi “lebih banyak pendapat itu baik vs kurang pendapat itu buruk”.</p>
<p>Jika perhatian yang diberikan pada elemen individual dan platform diberikan juga pada elemen kebijakan dan kebudayaan terkait ekosistem misinformsi, maka kita akan mampu memastikan bahwa benih komunikasi sains kita akan mendapat cahaya, air, dan perawatan agar bisa subur, dan misinformasi bisa dicabut sebelum sempat berakar.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169738/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jaigris Hodson menerima dana dari program Social Sciences and Humanities Research Council of Canada (SSHRC) Canada Research Chairs.</span></em></p>Upaya menangkal misinformasi di level individu dan platform perlu dibarengi dengan upaya kebijakan dan kebudayaan.Jaigris Hodson, Associate Professor of Interdisciplinary Studies, Royal Roads UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1686582021-09-30T03:35:00Z2021-09-30T03:35:00ZMasyarakat bisa terbelah dalam ketegangan politik atau krisis pandemi; berikut tiga cara untuk mengendurkan polarisasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/423743/original/file-20210929-27-ejtvjt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4000%2C2662&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas mendata warga yang melanggar protokol kesehatan di Palu, Sulawesi Tengah.</span> <span class="attribution"><span class="source"> Basri Marzuki/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Polarisasi pandangan bukan hal baru di Indonesia. Namun polarisasi kian menajam, terutama dalam situasi kritis seperti pemilihan umum, kekerasan komunal, atau saat pandemi seperti sekarang ini. </p>
<p><em>Vaxxers</em> (pro-vaksinasi) vs. <em>anti-vaxxers</em> (anti-vaksinasi), yang taat vs. yang melanggar protokol kesehatan, dan pendukung vs. penentang kebijakan kesehatan publik, misalnya. Setiap kubu percaya bahwa mereka memiliki dasar valid untuk mengekspresikan pandangan hidupnya. </p>
<p>Polarisasi penting untuk menjaga keberagaman pendapat. Akan tetapi yang banyak terjadi adalah sebaliknya. Polarisasi menjadi bahan bakar yang kerap <a href="https://asistdl.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/asi.24402">provokator gunakan untuk membelah masyarakat, daring (<em>online</em>) maupun luring (<em>offline</em></a>. Oleh karena itu, upaya-upaya depolarisasi penting untuk ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari. </p>
<p><a href="https://www.routledge.com/Internet-and-Democracy-in-the-Network-Society/Dijk-Hacker/p/book/9780815363026">Depolarisasi</a> mencerminkan upaya untuk memahami pendapat atau pandangan berbeda. Jika berkelanjutan, depolarisasi dapat membantu menciptakan komunikasi konstruktif antara kubu yang berbeda.</p>
<p>Depolarisasi, secara sederhana, muncul sebagai hasil polarisasi yang acap kali menjadi sumber konflik. Depolarisasi biasanya secara perlahan muncul saat polarisasi memuncak atau kelompok yang berbeda menyadari dampak negatif akibat hidup dalam polarisasi akut. </p>
<p>Saya meneliti tentang <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/09610006211022406">peran pertukaran informasi dalam memfasilitasi depolarisasi di dalam kehidupan sehari-hari</a> di Ambon, Maluku, sebuah kota yang menyaksikan bagaimana perbedaan agama memecah masyarakat setelah kekerasan komunal terlepas dari upaya perdamaian dan penyatuan kembali. <a href="https://d2071andvip0wj.cloudfront.net/b133-indonesia-cautious-calm-in-ambon.pdf">Kekerasan di Ambon</a> melibatkan komunitas Kristen dan Islam, terjadi dari 1999 hingga 2004 dan kemudian mencuat kembali pada 2011 hingga 2012. </p>
<p>Berdasarkan penelitian itu, saya mengidentifikasi tiga cara yang bisa kita lakukan untuk depolarisasi dalam konteks keseharian di Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/polarisasi-politik-tak-melulu-buruk-asalkan-dua-syarat-terpenuhi-92279">Polarisasi politik tak melulu buruk—asalkan dua syarat terpenuhi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>1. Dekonstruksi masa lalu</h2>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/09610006211022406">Membongkar warisan masa lalu</a> menjadi hal penting untuk mencari tahu dari mana akar polarisasi berasal. </p>
<p>Di Indonesia, atau Ambon secara khusus, warisan kolonialisme seperti segregasi kelas, agama, dan etnis adalah beberapa titik yang perlu dikunjungi kembali, dipugar, dan dibangun ulang. </p>
<p>Penting bagi kita untuk memahami bahwa dalam setiap upaya memecah belah, titik rentan yang berakar dari warisan kolonialisme akan dieksploitasi oleh mereka yang ingin menjadi lebih berkuasa, menutupi kesalahan, dan menindas kelompok lemah. </p>
<p>Dalam konteks masyarakat pasca kekerasan, hal tersebut muncul dalam bentuk kesadaran bahwa jika kekerasan besar muncul kembali, maka yang rugi adalah masyarakat itu sendiri dan yang untung biasanya adalah pihak-pihak luar. </p>
<p>Oleh karenanya, memugar pengalaman masa lalu dan membentuk pemahaman yang mengarah pada pandangan konstruktif tentang kebersamaan dan perpecahan menjadi titik referensi saat pembicaraan tentang topik sulit, kontroversial, dan sensitif muncul. </p>
<p>Contohnya Usi (nama disamarkan), salah satu warga Ambon yang saya wawancara, yang sadar bahwa dirinya masih punya amarah dan prasangka terhadap kelompok agama lain. Akan tetapi, dia percaya bahwa untuk bisa berdamai dengan pengalaman kekerasan perlu waktu. </p>
<p>Setiap orang memiliki proses yang tidak sama. Yang paling penting, menurut Usi, adalah tidak menggunakan amarah dan prasangka sebagai landasan untuk melihat kelompok lain. </p>
<p>Ini terutama untuk mereka yang ada di sektor pendidikan dan informasi. </p>
<p>Dalam konteks Ambon, guru harus bisa menyajikan cerita kekerasan dari masa lalu dari perspektif semua kelompok yang terlibat, dan siapa yang diuntungkan dan dirugikan jika sejarah pahit itu terulang. </p>
<p>Jurnalis perlu menghindari mengaitkan kekerasan dengan agama yang dianut oleh pelaku dan korbannya. Narasi-narasi polarisasi tidak seharusnya menjadi sajian utama dalam berita.</p>
<p>Ini bisa juga kita lakukan di dalam masa pandemi. Media, misalnya, sebaiknya lebih memfokuskan pada praktik-praktik yang membawa masyarakat untuk bersatu dan melek protokol kesehatan alih-alih terbawa dalam agenda politik yang memecah fokus pada penanggulangan pandemi. </p>
<p>Warga negara dapat berkonsentrasi pada apa yang mereka bisa lakukan untuk mengurangi persebaran virus ketimbang mencerca mereka yang tidak patuh protokol kesehatan. Ada banyak sebab dan alasan seseorang tidak mematuhi protokol kesehatan, bisa jadi karena kondisi kesehatan, ekonomi, atau hal lainnya yang tidak tampak. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-keberpihakan-politik-mempengaruhi-perilaku-warga-terkait-pandemi-di-wilayah-dengan-konflik-politik-tinggi-misal-jakarta-150877">Riset: keberpihakan politik mempengaruhi perilaku warga terkait pandemi di wilayah dengan konflik politik tinggi (misal Jakarta)</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>2. Cita-cita yang sama</h2>
<p>Fokus pada tujuan masa depan bersama dapat menjadi tameng untuk menangkal pecah-belah. Pendapat, pandangan hidup, nilai dan ideologi bisa jadi berbeda; tetapi, dengan tujuan kolektif masa depan, maka ada potensi untuk menegosiasikan perbedaan.</p>
<p>Di Ambon hal itu tampak pada fokus untuk membangun kembali dan memperbaiki citra kota. Musik menjadi titik berangkat. Musik sempat menjadi salah satu alat untuk mempromosikan perdamaian saat kekerasan berlangsung pada akhir 90-an dan awal 2000-an. </p>
<p>Pada 2019, kota Ambon ditetapkan sebagai salah satu<a href="https://kniu.kemdikbud.go.id/?p=4351"> Kota Kreatif Dunia oleh UNESCO</a>. Ambon masuk dalam kategori Kota Kreatif Musik (Creative City of Music), dan merupakan Kota Musik UNESCO pertama di kawasan Asia Tenggara. <a href="https://www.amboncityofmusic.id/index">Ambon Music Office</a> menjadi salah satu pemeran kunci dalam mengarustamakan kreativitas dan musik untuk kalangan muda. </p>
<p>Adanya tujuan bersama dapat memitigasi risiko yang muncul dari narasi polarisasi. Tujuan itu membuka peluang untuk memberikan rasa kebersamaan dan mengalahkan “musuh”, seperti kesenjangan sosial, pendidikan, dan informasi.</p>
<p>Hal tersebut dapat menjadi panduan untuk berinteraksi dengan orang lain; warga dapat menegosiasikan apa yang bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat tempat dia hidup.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Anak-anak berlatih memainkan ukulele" src="https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/423208/original/file-20210925-21-1yqaa46.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Amboina Ukulele Kid Community berlatih di Pantai Amahusu, Ambon.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>3. Ruang bersama</h2>
<p><a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/JD-03-2019-0054/full/html">Berbagi informasi di ruang publik</a> dengan kelompok yang berbeda dapat menumbuhkan kemampuan untuk mengekpresikan perbedaan di zona aman. </p>
<p>Ini tentunya terjadi setelah kemampuan untuk mendekonstruksi masa lalu dan fokus pada tujuan kolektif masa depan muncul. </p>
<p>Warung kopi di Ambon - sebelum pandemi - menjadi salah satu ruang untuk mengasah keberanian bertemu dengan kelompok berbeda. </p>
<p>Melalui interaksi di warung kopi, potensi kolaborasi muncul di antara kelompok muda dari beragam minat dan latar belakang. Tidak menutup kemungkinan hal ini akan berlanjut saat situasi pandemi mereda. </p>
<p>Pada masa pandemi, media digital dan sosial dapat menjadi “warung kopi”; kita dapat mencoba untuk bergabung dengan grup atau mengikuti berita yang tidak sama dengan pandangan hidup kita. </p>
<p>Ini dapat menunjukkan pada kita sumber-sumber polarisasi dan kemudian berusaha memahaminya, bukan dari kacamata kita, tapi dari kacamata “mereka”. Kadang kala menjadi pengamat pasif terhadap apa yang mereka bicarakan dapat memberikan pemahaman organik tentang tindakan, perilaku, dan pikiran mereka. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/anies-vs-jokowi-risma-vs-khofifah-bagaimana-pandemi-memperburuk-gesekan-politik-yang-sudah-ada-147203">Anies vs Jokowi? Risma vs Khofifah? Bagaimana pandemi memperburuk gesekan politik yang sudah ada</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Wawasan dari Ambon bisa jadi berguna untuk menyikapi polarisasi yang mewarnai situasi pandemi di Indonesia. </p>
<p>Pandemi dan warisannya akan memperlebar jurang pemisah dalam masyarakat, terutama yang muncul dari polarisasi dalam kehidupan sehari-hari. </p>
<p>Jika virus COVID-19, masalah lama yang memburuk selama pandemi, dan masalah baru muncul karenanya adalah “musuh-musuh”, maka mendepolarisasi hal-hal yang memecah belah struktur sosial bisa menjadi bahan untuk bertahan dan terus melangkah ke depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168658/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdul Rohman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Memugar tatanan warisan masa lalu, memahami cita-cita yang sama, dan membuka ruang bersama.Abdul Rohman, Lecturer, School of Communication and Design, RMIT University VietnamLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1670562021-09-10T04:36:47Z2021-09-10T04:36:47ZDiplomasi vaksin Indonesia perlu lebih strategis, bukan semata soal stok vaksin<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/420186/original/file-20210909-19-izsihm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=215%2C29%2C3353%2C2491&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Truk kontainer bersuhu dingin membawa vaksin COVID-19 Moderna asal Amerika Serikat ke Bio Farma di Bandung, Jawa Barat, pada Juli 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source"> Novrian Arbi/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Selama pandemi, pemerintah Indonesia telah berupaya keras untuk memperoleh stok vaksin yang memadai. Hingga awal September ini, Indonesia telah menerima <a href="https://covid19.go.id/p/berita/dengan-stok-vaksin-yang-cukup-dan-pengalaman-pemerintah-yakin-vaksinasi-bisa-terus-dipercepat">220 juta stok vaksin</a> yang berasal dari berbagai jalur kerja sama. </p>
<p>Kemampuan untuk mengamankan stok vaksin ini bisa kita lihat sebagai salah satu <a href="https://republika.co.id/berita/qye5ne328/diplomasi-vaksin-indonesia-dipuji">keberhasilan diplomasi Indonesia</a> dan menunjukkan kinerja mumpuni diplomat kita pada masa pandemi. </p>
<p>Jika melihat pada ketersediaan vaksin semata, tentu saja penilaian ini tidak salah. </p>
<p>Namun, jika merujuk kepada pemaknaan yang lebih luas dari diplomasi, maka pemerintah perlu melakukan beberapa upaya agar Indonesia bisa berperan lebih jauh dalam tata kelola vaksin di dunia dan bidang lain dalam masalah kesehatan global.</p>
<h2>Fokus pada vaksin</h2>
<p>Aktivitas diplomasi yang berpusat pada vaksin terjadi dalam rangkaian perubahan atau <a href="https://kemlu.go.id/manama/id/news/10500/menlu-ri-sampaikan-capaian-politik-luar-negeri-indonesia-2020-dan-prioritas-diplomasi-2021"><em>refocusing</em> dalam prioritas diplomasi Indonesia</a> oleh Kementerian Luar Negeri pada masa pandemi.</p>
<p>Dari sebelumnya fokus pada <a href="https://dunia.tempo.co/read/1265955/menlu-retno-sebut-41-prioritas-politik-luar-negeri-ri-2019-2024">lima aspek utama</a> menjadi fokus pada tiga prioritas utama, yaitu perlindungan terhadap warga negara Indonesia, membantu pemerintah mengelola pandemi, dan terus berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas dunia. </p>
<p><em>Refocusing</em> ini membuat Indonesia semakin aktif dalam diplomasi kesehatan global, dengan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=DAKSTbpIhEE">dua tujuan utama</a>. </p>
<p>Untuk jangka pendek, tujuan diplomasi kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan alat-alat kesehatan, obat-obatan, dan vaksin. Dan untuk jangka panjang, fokusnya adalah memperkuat keamanan kesehatan <em>(health security)</em> dan kemandirian nasional. </p>
<p>Pada fase awal pandemi, diplomasi kesehatan fokus pada penyediaan alat-alat <em>diagnostics</em> dan <em>therapeutics</em> seperti ventilator, alat pelindung diri (APD) serta bahan baku obat-obatan. </p>
<p>Seiring dengan <a href="https://tekno.tempo.co/read/1374418/meningkat-mulai-september-bio-farma-produksi-2-juta-alat-tes-pcr/full&view=ok">meningkatnya kemampuan Indonesia</a> untuk memproduksi alat dan obat-obatan ini sendiri dan keberhasilan negara-negara lain untuk <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html">mulai memproduksi vaksin</a>, fokus diplomasi kesehatan mulai bergeser pada menjamin ketersediaan vaksin, atau yang sering disebut sebagai diplomasi vaksin. </p>
<p>Diplomasi vaksin sendiri <a href="https://www.graduateinstitute.ch/vaccine-diplomacy">memiliki dua sisi</a>. <em>Pertama</em>, diplomasi yang berkaitan dengan pemenuhan tujuan nasional atau kepentingan geopolitik. </p>
<p>Ini bisa kita lihat pada <a href="https://link.springer.com/article/10.1057/s41254-021-00224-4">tindakan Cina</a> yang dianggap menggunakan vaksin untuk memperluas pengaruh, Filipina yang menukar kesepakatan <a href="https://www.wartaekonomi.co.id/read353704/ditukar-vaksin-corona-kesepakatan-militer-diteken-bikin-duterte-takluk-ke-amerika?page=2"><em>Visiting Forces Agrement</em></a> dengan vaksin Amerika Serikat (AS), dan Suriah yang menukar <a href="https://apnews.com/article/israel-iran-middle-east-moscow-coronavirus-pandemic-cd41dec7248599c7494b1c59e1fbd9a4">tahanan perempuan Israel </a> untuk mendapatkan vaksin produksi Rusia senilai 1,2 juta dolar (Rp 17 miliar). </p>
<p><em>Kedua</em>, diplomasi yang menyangkut <a href="https://www.science.org/doi/full/10.1126/science.1189028">upaya kolektif</a> untuk mengatasi masalah kesehatan global, seperti negosiasi regulasi kesehatan antarnegara.</p>
<h2>Ukuran keberhasilan</h2>
<p>Diplomasi vaksin adalah bagian dari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4072536/">diplomasi kesehatan global</a>, dan kita tidak seharusnya menjadikan jumlah dosis vaksin yang kita terima sebagai ukuran keberhasilan utama.</p>
<p>Diplomasi kesehatan global melibatkan proses negosiasi multi-tingkatan dan multi-aktor yang membentuk dan <a href="https://www.graduateinstitute.ch/sites/internet/files/2021-02/GHC-Guide.pdf">mengelola lingkungan kebijakan global</a> untuk tujuan kesehatan. </p>
<p>Pengelolaan ini bukan hanya berkaitan dengan kerja sama internasional pada isu kesehatan saja, tapi juga kerja sama bidang lain yang akan berdampak terhadap isu kesehatan global. </p>
<p>Contohnya adalah <a href="https://theconversation.com/trips-waiver-theres-more-to-the-story-than-vaccine-patents-160502">kebijakan ekonomi atau perdagangan</a> yang mengatur rantai pasokan atau distribusi alat-alat kesehatan, maupun kebijakan terkait hak atas kekayaan intelektual (HaKI) yang bisa membatasi akses terhadap obat-obatan atau vaksin. </p>
<p>Hubungan antara HaKI dan ketimpangan akses obat sangat erat. Ini merupakan problem klasik tentang pertarungan hak paten melawan hak pasien <em>(<a href="https://lawecommons.luc.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1110&context=annals">patent rights vs patient rights</a>)</em>. </p>
<p>Problem ini juga muncul dalam skema kerja sama global terkait vaksin karena pemberian hak paten pada produsen justru bisa <a href="https://theconversation.com/bagaimana-hak-paten-berpengaruh-pada-kesenjangan-distribusi-vaksin-covid-19-157325">memperbesar ketimpangan distribusi vaksin</a> secara global.</p>
<p>Kapasitas produksi yang mencakup penguasaan teknologi dan rantai pasokan juga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8279498/">menjadi masalah besar</a> karena belum semua negara memiliki teknologi untuk memproduksi vaksinnya sendiri atau mengakses bahan-bahan mentahnya. </p>
<p>Sebagai contoh, benua Afrika saat ini masih <a href="https://www.mckinsey.com/industries/pharmaceuticals-and-medical-products/our-insights/africa-needs-vaccines-what-would-it-take-to-make-them-here">mengimpor hampir 99% stok</a> vaksin rutinnya karena keterbatasan kapasitas teknologi dan sumber daya finansial.<br>
Oleh karena itu, keberhasilan diplomasi vaksin seharusnya bukan hanya dilihat dari banyaknya jumlah vaksin yang berhasil Indonesia dapat. Namun juga dari kemampuan Indonesia untuk mempengaruhi tata kelola vaksin global dan bidang lain yang menyangkut kesehatan global secara umum.</p>
<p>Saat ini Indonesia adalah ketua bersama (<a href="https://kemlu.go.id/madrid/en/news/10665/foreign-minister-marsudi-elected-as-co-chair-of-covax-amc-eg"><em>co-chair</em></a>) dari skema COVAX AMC EG yang berupaya menjamin ketersediaan vaksin bagi <a href="https://www.gavi.org/vaccineswork/covax-explained?gclid=CjwKCAjwybyJBhBwEiwAvz4G78k8hGJLQkNMeqzPNOhzyxEXojc7PzNitP8LYq07q_5DpsuW2MaKDBoCol4QAvD_BwE">92 negara</a> berpenghasilan rendah dan menengah di dunia. </p>
<p>Sepintas, ini adalah inisiatif multilateral yang cukup menjanjikan. Sayangnya, ini hanya mengurangi problem terkait akses vaksin, namun tidak menyelesaikan isu lama terkait kesehatan seperti HaKI, rantai pasokan global, maupun teknologi produksi. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-hak-paten-berpengaruh-pada-kesenjangan-distribusi-vaksin-covid-19-157325">Bagaimana hak paten berpengaruh pada kesenjangan distribusi vaksin COVID-19</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mendorong diplomasi vaksin</h2>
<p>Untuk pencapaian tujuan jangka panjang diplomasi kesehatan, Indonesia perlu melakukan beberapa hal berikut. </p>
<p><em>Pertama</em>, menjamin ketersediaan vaksin di Indonesia adalah tujuan jangka pendek. Untuk tujuan jangka panjang, Indonesia perlu menguatkan diplomasi dan negosiasi terkait HaKI yang saat ini <a href="https://www.wto.org/english/news_e/news21_e/trip_20jul21_e.htm">masih bergulir di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO) </a>. </p>
<p>Indonesia termasuk negara yang <a href="https://docs.wto.org/dol2fe/Pages/SS/directdoc.aspx?filename=q:/IP/C/W669R1.pdf&Open=True">mendukung proposal</a> India dan Afrika Selatan untuk penangguhan sementara sebagian hak paten yang berkaitan dengan COVID-19. </p>
<p>Indonesia bisa memperluas peran dengan memanfaatkan jalur bilateral dan regional untuk menggalang dukungan terkait ini. Indonesia juga memiliki modal yang bagus dengan posisi sentral di ASEAN dan tahun depan <a href="https://en.antaranews.com/news/162144/indonesia-to-chair-g20-in-2022-exchanging-presidency-term-with-india">sebagai ketua di forum G20</a> - kelompok negara-negara dengan perekonomian besar di dunia.</p>
<p>Apalagi di dalam G20 ada beberapa negara maju yang hingga kini masih <a href="https://www.cnbc.com/2021/04/22/covid-rich-countries-are-refusing-to-waive-ip-rights-on-vaccines.html">menolak proposal</a> tersebut di WTO. </p>
<p><em>Kedua</em>, Indonesia perlu melakukan diplomasi yang lebih integratif, yakni melibatkan berbagai pelaku untuk mendukung kemajuan di sektor lain.</p>
<p>Misal, melibatkan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam diplomasi yang mendorong masuknya investasi tambahan untuk memperkuat industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri, yang
sebagian sudah bisa <a href="https://www.antaranews.com/berita/2269230/kemenkes-79-jenis-alat-kesehatan-lokal-bisa-gantikan-produk-impor">menggantikan produk alat kesehatan impor</a>. </p>
<p>Investasi di industri ini juga sebaiknya mendorong transfer pengetahuan dan teknologi untuk tujuan kemandirian nasional. </p>
<p>Indonesia saat ini telah memiliki beberapa <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/29087/indonesia-miliki-dua-opsi-pengembangan-vaksin-covid-19/0/virus_corona">skema kerja sama</a> untuk pengembangan bahan baku dan teknologi vaksin dengan negara lain, yang bisa dijadikan dasar untuk kerja sama jangka panjang. </p>
<p>Posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di bidang farmasi (<a href="https://www.pharmexec.com/view/10-new-countries-join-pharmerging-markets"><em>pharmerging</em></a>) juga memberikan keuntungan khusus. Karena itu, Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk mendorong skema <em>sharing technology</em> yang lebih adil. </p>
<p>Indonesia dapat bermitra dengan beberapa negara <em>pharmerging</em> lain, seperti Vietnam, Thailand, India, Afrika Selatan dan mungkin Cina, untuk mendorong reformasi industri obat-obatan yang <a href="https://cdn.doctorsonly.co.il/2011/12/2008_2_3.pdf">lebih berkeadilan sosial</a> secara global. </p>
<p>Apa pun fokus diplomasi Indonesia saat ini, amanat Undang-Undang Dasar kita tidak pernah berubah. </p>
<p>Perwujudan dari <em>ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial</em> harus tetap menjadi semangat dalam diplomasi vaksin kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167056/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Indonesia bisa berperan lebih jauh dalam tata kelola vaksin di dunia dan bidang lain dalam masalah kesehatan global.Erza Killian, Pengajar di Program Studi Hubungan Internasional FISIP, Universitas BrawijayaMely Noviryani, Pengajar di Program Studi Hubungan Internasional FISIP, Universitas BrawijayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1653342021-07-30T08:47:56Z2021-07-30T08:47:56Z‘Kerja dari Bali’: 5 cara undang pekerja dari negara lain untuk datang ke Bali<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/413926/original/file-20210730-19-1w4souw.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Fikri Yusuf/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia belum lama ini mengumumkan rencana memindahkan ribuan aparat sipil negara (ASN) untuk <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57220419">bekerja dari Bali</a> untuk membantu <a href="https://kemenparekraf.go.id/berita/Siaran-Pers-%3A-Work-From-Bali-akan-Diluncurkan-Mulai-Juli-2021-Secara-Bertahap">pemulihan ekonomi</a> di pulau wisata itu.</p>
<p>Jika pemerintah berhasil memvaksin seluruh warga Bali, maka rencana ini cukup masuk akal.</p>
<p>Hotel dan restoran berjuang setengah mati untuk tetap hidup. Tingkat hunian hotel tercatat rata-rata hanya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/16/122/1/tingkat-penghunian-kamar-pada-hotel-bintang.html">10%</a> pada empat bulan pertama 2021 - hanya sepertiga dari rata-rata national.</p>
<p>Antara Januari dan Mei tahun ini, kedatangan wisatawan asing langsung ke Bali tercatat hanya <a href="https://www.bps.go.id/indicator/16/1150/1/jumlah-kunjungan-wisatawan-mancanegara-per-bulan-ke-indonesia-menurut-pintu-masuk-2017---sekarang.html">34 orang</a>; bandingkan dengan angka 2,3 juta orang pada periode yang sama 2019. Jumlah wisatawan domestik turun dari 1,8 juta pada 2019 menjadi 570.000.</p>
<p>Selain mendatangkan ASN berlaptop ke Pulau Dewata, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan juga untuk membuka Bali ke dunia dan menjadikannya “Pulau Zoom”.</p>
<h2>Memanfaatkan tren bekerja jarak jauh di dunia</h2>
<p>Pandemi selama satu tahun lebih telah mengubah cara pandang kita pada pekerjaan.</p>
<p>Survei <a href="https://www.linkedin.com/pulse/how-pandemic-changed-us-our-fastest-rising-priority-job-george-anders/">LinkedIn Workforce Confidence</a> menemukan bahwa setengah (50%) responden mengatakan bahwa jam kerja atau tempat kerja yang fleksibel semakin penting bagi mereka.</p>
<p>Perusahaan mulai beradaptasi dengan kenyataan baru ini. Perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Twitter telah menerapkan bekerja jarak jauh untuk jangka panjang.</p>
<p>Tren bekerja jarak jauh akibat COVID-19 ini mendorong berjamurnya “Kota Zoom”.</p>
<p>Kota-kota Zoom di Amerika Serikat adalah fenomena ketika pusat-pusat wilayah mengalami peningkatan pekerja jarak jauh menggunakan alat-alat pertemuan via internet seperti Zoom.</p>
<p>Beberapa tempat mengambil keuntungan dari fenomena ini, seperti Bali. Bali memiliki fasilitas dan lokasi strategis untuk mengambil keuntungan dari berubahnya dunia kerja.</p>
<p>Pada 2019, Bali memiliki hampir 5.000 “digital nomads” (orang-orang yang seorang yang bekerja secara digital dari tempat mana pun yang mereka pilih mandiri), <a href="https://www.statista.com/statistics/1103499/southeast-asia-number-of-digital-nomads-by-city/">tertinggi di Asia Tenggara</a>. Kota-kota lain seperti Yogyakarta juga tertarik untuk menangkap pasar digital nomad ini.</p>
<p>Bahkan beberapa pencipta <em>hit</em> musik terbesar dunia - seperti M-Phazes (yang memproduseri Eminem, Kimbra), Detal Goodrem, dan Trey Campbell (Dua Lipa, Bebe Rexha) - menghabiskan waktu di Bali untuk merekam album atau lagu <em>hit</em>.</p>
<h2>Lima rekomendasi</h2>
<p>Untuk menarik pekerja jarak jaruh dari seluruh dunia ke Bali, kami menawarkan lima usulan yang mungkin bisa diterapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.</p>
<p><strong>Pertama, targetkan untuk memvaksin seluruh penduduk Pulau Bali.</strong></p>
<p>Distribusi vaksin COVID-19 sedang berjalan.</p>
<p>Pada Juli, sekitar 2,8 juta penduduk Bali di atas 18 tahun - lebih dari 60% penduduk pulau itu - diperkirakan sudah divaksin.</p>
<p>Target ini semakin penting karena Indonesia saat ini mengalami <a href="https://graphics.reuters.com/world-coronavirus-tracker-and-maps/countries-and-territories/indonesia/">peningkatan jumlah kasus paling pesat</a> dalam sejarah pandemi.</p>
<p><strong>Kedua, memperluas cakupan internet ke seluruh Pulau Bali.</strong></p>
<p>Kecepatan, kapasitas, dan keandalan sambungan internet penting bagi performa kerja.</p>
<p>Menurut perusahaan pemasaran <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210225085756-185-610623/internet-thailand-paling-cepat-indonesia-kalah-dari-malaysia">We Are Social</a>, kecepatan rata-rata sambungan internet lewat kabel di Indonesia adalah 23.32 Mps, jauh dibawah rata-rata global 96.43 Mps.</p>
<p>Kecepatan internet di jaringan mobile 17.26 Mbps, masih di bawah rata-rata global 42.70 Mbps.</p>
<p>Sebagai bandingan, Thailand memiliki kecepatan internet kabel 308.35 Mbps dan internet mobile 51.75 Mbps.</p>
<p><strong>Ketiga, memperbolehkan visa jangka lebih panjang tanpa pembaharuan 30 hari.</strong></p>
<p>Kewajiban untuk keluar dan masuk lagi ke Indonesia setiap 30 hari untuk memperbaharui visa turis sangatlah merepotkan dan mahal.</p>
<p>Pekerja jarak jauh dan pemberi kerja tidak akan tertarik membayar biaya terbang keluar-masuk Indonesia setiap bulan akibat batasan visa. Adanya biaya ini juga mengurangi pengeluaran harian yang mereka lakukan di dalam ekonomi Indonesia.</p>
<p>Pada Oktober tahun lalu, pemerintah Indonesia memperkenalkan <a href="https://www.imigrasi.go.id/uploads/covid/regulasi/13-06-09-Permenkumham_No_26_Tahun_2020.pdf">kebijakan baru</a> yang memperbolehkan pensiunan untuk tinggal di Indonesia dalam kategori baru tinggal sementara (pemegang KITAS). Kebijakan ini perlu diperluas juga untuk mencakup pekerja jarak jauh.</p>
<p>Indonesia telah memiliki aturan rinci yang memperbolehkan pekerja asing dengan jaminan perusahaan lokal. Pengunjung yang menjamin dirinya sendiri seperti halnya para digital nomad tentu tidak termasuk di situ dan harus menggunakan visa turis yang tidak sesuai dengan tujuan mereka.</p>
<p><strong>Keempat, memperkenalkan insentif dan layanan khusus.</strong></p>
<p>Di AS, wilayah-wilayah seperti Northwest Arkansas dan Tucson, Arizona, telah berinvestasi untuk menarik pekerja jarah jauh dari kota-kota AS lain dan dari seluruh dunia.</p>
<p>November lalu, Northwest Arkansa meluncurkan inisiatif senilai 1,5 juta dolar (Rp 21,6 miliar) untuk menarik pekerja. Inisiatif itu menarik 26.000 pelamar dari 50 negara bagian dan 115 negara.</p>
<p>Northwest Arkansas menawarkan mereka yang lolos uang sebesar 10.000 dolar (Rp 144 juta) dan sepeda gratis kalau mereka bersedia pindah ke sana selama satu tahun.</p>
<p>Tucson menawarkan program serupa, “<a href="https://www.startuptucson.com/remotetucson">Remote Tuscon</a>”. Program itu menawarkan insentif sebesar $7.500 (Rp 108 juta) termasuk uang pindah, internet satu tahun, tempat kerja, dan staf khusus yang akan membantu mereka pindah.</p>
<p>Bahkan Finlandia - sebuah negara yang gelap, dingin, dan berangin, tapi <a href="https://worldhappiness.report/blog/its-a-three-peat-finland-keeps-top-spot-as-happiest-country-in-world/">negara paling bahagia di dunia</a> - memiliki <a href="https://www.bbc.com/worklife/article/20210121-finlands-radical-plan-to-lure-global-talent">rencana radikal</a> untuk menarik pekerja dari seluruh dunia.</p>
<p><strong>Kelima, incar generasi milenial di bidang sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika.</strong></p>
<p>Satu lagi tren penting dalam ketenagakerjaan adalah revolusi talenta yang sedang terjadi.</p>
<p>Kompetisi untuk mendapatkan pekerja terampil akan meningkat. </p>
<p>Pekerja terampil muda, terutama di bidang <em>science, technology, engineering, arts and maths</em> (STEAM) akan menuntut fleksibilitas kerja yang lebih tinggi.</p>
<p>Sebuah survei pada <a href="https://www.ey.com/en_au/news/2021/05/more-than-half-of-employees-globally-would-quit-their-jobs-if-not-provided-post-pandemic-flexibility-ey-survey-finds">fleksibilitas dan kerja</a> menemukan bahwa setengah (54%) pekerja dari seluruh dunia memilih berhenti kerja kalau tidak mendapatkan fleksibilitas setelah pandemi usai. </p>
<p>Sembilan dari 10 responden menginginkan fleksibilitas tempat dan waktu bekerja; generasi milenial dua kali lebih besar kemungkinannya untuk berhenti kerja dibanding generasi <em>baby boomer</em>. Di dalam pasar pekerja terampil yang sempit, tidak akan ada perusahaan yang bersedia kehilangan talenta-talenta terbaik.</p>
<p>Sepuluh finalis pertama untuk program Remote Tucson - yang bekerja untuk perusahaan seperti Apple, Pfizer, Facebook dan LinkedIn - sudah mulai tiba; 25 finalis putaran kedua akan pindah ke sana pada beberapa bulan ke depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165334/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kevin Evans terafiliasi dengan Australia Indonesia Centre, the Partnership for Governance Reform in Indonesia</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Eugene Sebastian dan Helen Fletcher-Kennedy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan membuka work from Bali untuk pekerja dari seluruh dunia.Eugene Sebastian, Executive Director, Australia-Indonesia Centre, Monash UniversityHelen Fletcher-Kennedy, Chief Operating Officer, The Australia-Indonesia Centre, Monash UniversityKevin Evans, Indonesia Director, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1634902021-07-13T10:21:24Z2021-07-13T10:21:24ZIni penyebab varian delta begitu dominan dalam ledakan COVID-19. Mampukah vaksin melawannya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/410082/original/file-20210707-19-dhdra7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Satu dari 42 desa di Kudus Jawa Tengah yang masuk kategori zona merah COVID-19 ditutup untuk cegah penularan virus corona varian baru, 1 Juni 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1622540701">ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.</a></span></figcaption></figure><p>Meningkatnya kasus positif COVID-19 di Indonesia <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">dalam dua bulan terakhir</a> sangat mengkhawatirkan karena bisa meningkatkan jumlah kematian, meruntuhkan layanan kesehatan di rumah sakit, dan memperpanjang masa pandemi.</p>
<p>Jumlah kasus COVID-19 per hari dalam pekan ini telah menembus angka lebih dari <a href="https://covid19.who.int/table">40 ribu</a>, sekitar 10 kali lipat dibanding kasus <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">pada awal Mei lalu</a>. Sementara itu, kekebalan kelompok masih jauh karena <a href="https://theconversation.com/6-bulan-vaksinasi-covid-19-mengapa-indonesia-terseok-seok-mencapai-target-164237">vaksinasi nasional belum tinggi cakupannya</a>. </p>
<p>Salah satu faktor yang menyebabkan lonjakan cepat jumlah kasus COVID-19 di Indonesia adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/07/07/14503121/waspada-varian-delta-telah-mendominasi-di-indonesia-dan-bersiap-kemungkinan?page=all">dominasi varian delta SARS-CoV-2</a> yang menyebar di masyarakat.</p>
<p>Varian ini ini bukan hanya dapat meningkatkan kasus dan kematian di kalangan kelompok rentan, tapi juga vaksinasi yang baru berjalan dalam 6 bulan terakhir menghadapi tantangan serius terkait efektivitasnya melawan varian baru. </p>
<p>Kabar baiknya, sebuah riset <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.05.22.21257658v1.full.pdf">terbaru yang belum direview rekan sejawat tentang efektivitas vaksin</a> menyatakan <a href="https://khub.net/web/phe-national/public-library/-/document_library/v2WsRK3ZlEig/view/479607266">vaksin Pfizer dan AstraZeneca</a>, juga dipakai <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-utama/20210615/1837903/vaksin-covid-19-merek-sinovac-astrazeneca-pfizer-dan-novavax-tidak-dapat-dipergunakan-untuk-vaksinasi-gotong-royong/">di Indonesia</a>, masih cukup ampuh melawan varian delta.</p>
<h2>Pengaruh varian delta terhadap penularan virus</h2>
<p>Varian delta mempunyai dua mutasi pada bagian <a href="https://www.nature.com/articles/s41401-020-0485-4#:%7E:text=The%20SARS%2DCoV%2D2%20S%20protein%20is%20highly%20conserved%20among,19%20vaccine%20and%20therapeutic%20research.">protein S SARS-CoV-2</a> yang berikatan langsung dengan reseptor manusia. Sedangkan virus varian awal dari Wuhan tidak ada mutasi pada potein S.</p>
<p>Kedua mutasi tersebut diduga <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/covid-19/variants-concern">menjadi penyebab varian delta</a> mempunyai daya tular sangat tinggi dan <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.03.07.21252647v1.full.pdf">menurunkan kadar antibodi netralisasi (kekebalan tubuh)</a> terhadap infeksi COVID-19.</p>
<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/">pada 31 Mei 2021</a> telah menetapkan varian delta (B.1.617.2), bersama varian alpha (B.1.1.7), beta (B.1.351), dan gamma (P.1), sebagai varian yang harus diwaspadai (<em>Variant of Concern</em>, VOC). </p>
<p>Para <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/993879/Variants_of_Concern_VOC_Technical_Briefing_15.pdf">ahli memprediksi</a> daya tular varian delta 50% lebih tinggi dibandingkan varian alpha. </p>
<p>Sedangkan varian alpha mempunyai daya transmisi 70% lebih tinggi dibandingkan varian awal. Hal ini terbukti dengan peningkatan kasus di beberapa negara seperti <a href="https://www.gov.uk/government/news/confirmed-cases-of-covid-19-variants-identified-in-uk">Inggris</a>, <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-india-56844925">India</a>, dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/07/06/14250261/436-kasus-covid-19-varian-delta-tersebar-di-9-provinsi-di-jakarta-paling">Indonesia</a>. </p>
<p>Varian delta yang pertama kali terdeteksi di India, telah menguasai 99% virus yang bersirkulasi di <a href="https://www.gov.uk/government/news/confirmed-cases-of-covid-19-variants-identified-in-uk">Inggris pada Juli 2021</a>. Sedangkan di India, varian delta dianggap sebagai penyebab peningkatan kasus COVID-19 di negara tersebut yang mencapai 400.000 kasus per hari pada <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-india-56844925">Mei 2021</a>. </p>
<p>Di Indonesia, varian delta telah terdeteksi pada 615 virus dari total 2.917 virus yang dipublikasikan di <a href="https://www.gisaid.org/">bank data genome virus SARS-CoV-2 GISAID pada 12 Juli 2021.</a>. Angka ini lebih besar, dibandingkan varian yang harus diwaspadai lainnya yaitu 54 varian alpha dan 9 varian beta. </p>
<h2>Dampak varian Delta terhadap kadar antibodi</h2>
<p>Penelitian <a href="https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(21)01290-3.pdf"><em>in vitro</em> (di laboratorium) menunjukkan</a> varian delta menyebabkan penurunan kadar antibodi netralisasi (kekebalan tubuh) sebesar enam kali dibandingkan varian awal (<em>wild-type</em>).</p>
<p>Tubuh manusia akan membentuk antibodi netralisasi (kekebalan tubuh) baik karena terinfeksi COVID-19 secara alamiah maupun akibat vaksinasi. Menariknya penurunan kadar antibodi ini menjadi lebih signifikan pada pasien COVID-19 yang berusia lebih tua. Makin tua makin cepat waktu penurunan antibodinya.</p>
<p>Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi akan mengalami penurunan secara terus-menerus seiring berjalannya waktu. Namun demikian, <a href="https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(21)01290-3.pdf">penurunan kadar antobodi </a> ini tidak berhubungan dengan jenis kelamin dan massa indeks tubuh. </p>
<p>Artinya penurunan kadar antibodi sama levelnya antara pasien laki-laki dan perempuan, dan antara orang yang kelebihan berat badan dan tidak.</p>
<p>Pemerintah tidak menganjurkan pemeriksaan kadar antibodi setelah imunisasi atas kemauan sendiri, misalnya datang ke laboratorium secara acak, karena hanya laboratorium tertentu yang bisa memeriksa kadar antibodi secara akurat. </p>
<h2>Efektivitas vaksin terhadap varian delta</h2>
<p>Riset <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.05.22.21257658v1.full.pdf">terbaru <em>pre-print</em> tentang efektivitas vaksin</a> terhadap varian delta cukup menggembirakan hasilnya. </p>
<p>Dalam mencegah munculnya gejala COVID-19, efektivitas vaksin Pfizer terhadap varian delta pasca pemberian dosis pertama dan kedua sebesar 33,2% dan 87,9%. Sedangkan efektivitas vaksin Pfizer terhadap varian alpha pasca pemberian dosis 1 dan 2 mencapai 49,2% dan 93,4%. </p>
<p>Untuk efektivitas vaksin AstraZeneca terhadap varian delta pasca pemberian dosis 1 dan 2 sebesar 32,9% dan 59,8%. Sedangkan efektivitas vaksin Astra Zeneca terhadap varian alpha pasca pemberian dosis 1 dan 2 sebesar 51,4% dan 66,1%. </p>
<p>Bagaimana efektivitas vaksin dalam mencegah terjadinya gejala berat (hospitalisasi)? </p>
<p>Hasil riset ini menunjukkan baik vaksin Pfizer maupun AstraZeneca sangat efektif mencegah gejala berat terhadap varian alpha maupun delta. Efektivitas vaksin Pfizer terhadap varian delta pasca pemberian dosis 1 dan 2 mencapai 94% dan 96%. Sedangkan efektivitas vaksin Pfizer terhadap varian alpha pasca pemberian dosis 1 dan 2 sebesar 83% dan 95%.</p>
<p>Untuk <a href="https://khub.net/web/phe-national/public-library/-/document_library/v2WsRK3ZlEig/view/479607266">efektivitas vaksin AstraZeneca</a> terhadap terhadap varian delta pasca pemberian dosis 1 dan 2 mencapai 71% dan 92%. Sedangkan efektivitas vaksin Astra Zeneca terhadap varian alpha pasca pemberian dosis 1 dan 2 sebesar 76% dan 86%. </p>
<p>Vaksin <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-utama/20210615/1837903/vaksin-covid-19-merek-sinovac-astrazeneca-pfizer-dan-novavax-tidak-dapat-dipergunakan-untuk-vaksinasi-gotong-royong/">AstraZeneca dan Pfizer</a> digunakan di Indonesia. </p>
<p>Sayangnya, belum ada data publikasi terkait efektivitas vaksin Sinovac, yang sejak awal dipakai di Indonesia, terhadap varian delta. Namun <a href="https://www.reuters.com/world/china/are-chinese-covid-19-shots-effective-against-delta-variant-2021-06-29">riset awal menunjukkan</a> ada penurunan kadar antibodi netralisasi Sinovac terhadap varian delta.</p>
<p>Kita masih perlukan data riset yang lebih solid dengan jumlah sampel lebih besar untuk menyimpulkan efektivitas Sinovac terhadap varian delta.</p>
<h2>Varian yang diwaspadai</h2>
<p>WHO menentukan suatu varian harus diwaspadai (<em>variant of concern</em>, VOC) karena varian virus berdampak pada penanganan COVID-19 di negara yang terdeteksi punya VOC.</p>
<p>Sebelum suatu varian ditetapkan sebagai varian diwaspadai, WHO lebih dulu melihat varian tersebut harus memenuhi kriteria varian yang diawasi (<em>variant of interest (VOI)</em>) dan mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat global. Status varian diawasi ini penting karena jika memenuhi syarat, varian ini bisa naik kelas ke status diwaspadai.</p>
<p>Salah satu atau lebih parameter untuk VOC sebagai berikut: 1) daya penularan sangat tinggi, atau 2) menyebabkan penyakit COVID-19 menjadi lebih parah, atau 3) menyebabkan penurunan efektivitas protokol kesehatan, vaksin, terapi atau alat diagnosis. </p>
<p>Adapun suatu varian diawasi (<em>VOI</em>) jika varian tersebut mempunyai atau diduga berimplikasi pada gejala disertai <a href="https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/">dengan salah satu kriteria berikut</a>: menyebabkan penularan lokal atau klaster jamak atau terdeteksi di beberapa negara; atau ditetapkan oleh WHO. </p>
<p>Terbaru, <a href="https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/">pada 22 Juni lalu WHO</a> menetapkan beberapa varian yang diawasi yakni epsilon (B.1.427/B.1.429), zeta (P.2), eta (B.1.525), theta (P.3), iota (B.1.526), kappa (B.1.617.1), dan lambda (C.37).</p>
<p>Penentuan varian yang diawasi dan diwaspadai bersifat dinamis. </p>
<p>Awalnya varian B.1.617 (terdiri dari tiga garis keturunan: B.1.617.1, B.1.617.2 dan B.1.617.3), misalnya, ditetapkan WHO sebagai varian yang diwaspadai pada 11 Mei 2021. Namun, pada 31 Mei 2021 WHO hanya menetapkan B.1.617.2 (varian delta) sebagai varian yang diwaspadai karena memberikan dampak kesehatan masyarakat global paling signifikan. </p>
<p>Sedangkan B.1.617.1 (varian kappa) diturunkan statusnya menjadi varian yang diawasi karena meski penularannya meningkat, frekuensi secara global sudah mulai menurun. Varia <a href="https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/">B.1.617.3 tidak ditetapkan sebagai varian yang diawasi dan diwaspadai</a> karena hanya dideteksi pada beberapa kasus COVID-19 saja.</p>
<p>Kini varian delta yang ganas sedang mengancam Indonesia. Cara mencegah penularan varian baru itu tetap sama: pemerintah dan masyarakat harus <a href="https://www.halodoc.com/artikel/mengenal-protokol-kesehatan-5m-untuk-cegah-covid-19">menerapkan protokol kesehatan</a> seperti menggunakan masker dengan ketat. </p>
<p>Pemerintah juga harus segera memperluas cakupan vaksinasi COVID-19. Sebab, orang-orang yang terinfeksi COVID dan belum divaksin bisa menjadi sumber mutasi baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/163490/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gunadi menerima dana dari Kemenristek/BRIN. </span></em></p>Hasil riset ini menunjukkan baik vaksin Pfizer dan AstraZeneca sangat efektif mencegah gejala berat terhadap varian alpha maupun delta.Gunadi, Head, Genetics Working Group and Internationalisation, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1632522021-07-07T08:44:39Z2021-07-07T08:44:39ZAmerika akan lepaskan paten vaksin COVID-19, apa dampaknya bagi Indonesia dan negara berkembang?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/408364/original/file-20210625-13-16itsuh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Perawat menunggu orang yang datang untuk menerima vaksin COVID Moderna di pusat vaksinasi massal di Tokyo, Jepang, 24 Mei 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/int-1621831807">ANTARA FOTO/Carl Court/Pool via REUTERS/hp/cfo</a></span></figcaption></figure><p>Presiden Amerika Serikat Joe Biden Mei lalu <a href="https://www.bbc.com/news/world-us-canada-57004302">mengumumkan</a> akan melepaskan <a href="https://ustr.gov/about-us/policy-offices/press-office/press-releases/2021/may/statement-ambassador-katherine-tai-covid-19-trips-waiver">perlindungan kekayaan intelektual</a> untuk produk vaksin COVID-19.</p>
<p>Kebijakan Amerika untuk menanggalkan perlindungan paten (<em>waiver</em>) dapat menjadi pengubah arah dalam penanganan pandemi global. Saat ini Amerika Serikat merupakan tuan rumah dari beberapa manufaktur vaksin COVID-19 antara lain Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson. </p>
<p>Dengan melepaskan perlindungan paten, Amerika Serikat akan mengizinkan pihak-pihak lain untuk menggunakan patennya untuk memproduksi vaksin COVID-19. </p>
<p>Kebijakan tersebut tidak hanya akan bermanfaat bagi negara berpendapatan rendah dan menengah seperti Indonesia, tapi negara berkembang harus memanfaatkan kebijakan ini secara strategis untuk perubahan yang lebih besar dan sistematis.</p>
<p>Negara berkembang semestinya dalam melihat isu pelepasan paten vaksin ini tidak hanya sebagai ‘welas asih’ dari negara maju dalam keadaan darurat global, tapi harus melihat kesempatan ini sebagai momentum untuk mendorong reformasi hukum paten global yang timpang selama puluhan tahun.</p>
<h2>Rezim paten</h2>
<p>Akses vaksin COVID-19 bersinggungan dengan rezim perlindungan paten secara internasional. Perdebatan tentang akses terhadap obat dan perlindungan paten yang menghalanginya adalah perdebatan <a href="https://chicagounbound.uchicago.edu/cjil/vol3/iss1/6/">akademik yang sudah berlangsung lama</a>, suatu perdebatan antara perbedaan kebijakan yang diambil oleh negara maju melawan negara berkembang.</p>
<p>Kebijakan negara maju mengedepankan perlindungan paten terhadap industri farmasi sebagai insentif. Perusahaan farmasi membutuhkan insentif paten tersebut karena mereka telah mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan untuk obat-obatan, termasuk obat-obatan esensial. Perusahaan farmasi menghitung biaya riset dan pengembangan sebagai investasi yang harus kembali melalui <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7054843/">margin keuntungan yang relatif tinggi</a>.</p>
<p>Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi. Sehingga, pemilik paten dapat membuat produk berdasarkan invesinya secara swadaya atau melalui pihak rekanan dengan skema bisnis lisensi. </p>
<p>Dengan hak yang dimiliki, pemilik paten juga dapat melarang pihak lain untuk menggunakan patennya tanpa izin.</p>
<p>Karena sifatnya yang antikompetitif, paten pada dasarnya akan memberikan hak monopoli bagi pemilik paten untuk menetapkan harga produk yang diinginkan. Hal tersebut menimbulkan biaya tinggi konsumen. Biaya tinggi tersebut menjadi masalah jika produk yang dipatenkan adalah obat-obatan dan peralatan medis yang sangat dibutuhkan dalam pemenuhan hak kesehatan bagi masyarakat.</p>
<p>Vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh perusahaan farmasi dilindungi oleh ketentuan paten internasional, yang masuk perjanjian tentang aspek-aspek perdagangan dari kekayaan intelektual (<a href="https://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/trips_e.htm">Trade-related aspects of Intellectual Property Rights</a>, TRIPs). Ini merupakan bagian dari perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).</p>
<p>India dan Afrika medio Oktober 2020 lalu pertama kali menyuarakan isu pelepasan hak paten (<em>waiver</em>) untuk vaksin dan obat-obatan COVID-19 di forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). </p>
<p>Sebelumnya, <a href="https://docs.wto.org/dol2fe/Pages/FE_Search/FE_S_S009-DP.aspx?language=E&CatalogueIdList=67527&CurrentCatalogueIdIndex=0&FullTextSearch=">Rwanda</a> pernah mengajukan skema <em>waiver</em> untuk memproduksi dan mengimpor obat-obatan HIV/AIDS, yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Kanada.</p>
<p>Sebenarnya, <em>waiver</em> paten vaksin COVID-19 tersebut tidak akan menjawab tantangan negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas produksi vaksin domestik untuk memenuhi kebutuhan penanganan pandemi. Sebab, secara teknologi dan sumber daya, kapasitas produksi vaksin terkonsentrasi pada perusahaan multinasional negara-negara maju. </p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33341308/">Sebuah riset terbaru</a> menunjukkan hanya beberapa negara berkembang yang memiliki kapasitas dan fasilitas produksi vaksin antara lain Argentina, Indonesia, India, Iran, Kazakhstan, Meksiko, Nikaragua, Saudi Arabia, Serbia, Thailand, dan Vetnam. </p>
<p>Riset tersebut membuktikan adanya ketimpangan yang nyata dari kapasitas produksi vaksin secara global, yang pada akhirnya akan mempengaruhi penyediaan vaksin bagi masyarakat di negara berkembang.</p>
<h2>Peluang tanpa paten</h2>
<p>Dalam TRIPs, sebenarnya terdapat skema yang mengizinkan negara-negara anggota WTO menggunakan paten tanpa izin pemilik paten sebagai pemenuhan hak kesehatan masyarakat. </p>
<p>Skema pertama adalah lisensi wajib. Lisensi wajib memungkinkan pemerintah negara anggota WTO untuk memberikan izin terhadap pihak selain pemilik paten seperti perusahaan-perusahaan di negara berkembang untuk menggunakan penggunaan paten dalam produk. Dalam konteks penanganan pandemi, produk bisa berupa obat-obatan, vaksin, ataupun alat medis. </p>
<p>Skema kedua adalah melalui importasi produk yang dilindungi paten tanpa persetujuan pemilik paten. </p>
<p>Namun, <a href="https://brooklynworks.brooklaw.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1050&context=bjil">kritikus dan negara berkembang menganggap kedua skema tidak efektif.</a> Kedua skema ini mensyaratkan negara yang akan menerapkan lisensi wajib untuk negosiasi terlebih dulu dengan pemilik paten dan hak pemilik paten untuk tetap mendapatkan imbalan yang layak dalam bentuk royalti maupun hak-hak lain dari negara yang akan menerapkan lisensi wajib. Prasyarat ini menyulitkan pengambil kebijakan dalam situasi darurat.</p>
<p>Dengan adanya <em>waiver</em>, prosedur dan formalitas di TRIPs dapat diabaikan. Produk farmasi, baik itu bahannya maupun produk akhir yang semula dilindungi oleh hak paten dan hanya dapat dieksploitasi secara komersial oleh pemilik paten, dapat diimpor dan diproduksi di luar negara produsen dengan biaya yang relatif murah. </p>
<p>Dengan memanfaatkan <em>waiver</em> ini, perusahaan farmasi Indonesia dapat mengakses teknologi mutakhir, baik berupa produk maupun metode yang diperlukan untuk memproduksi vaksin COVID-19 dengan biaya yang relatif rendah dengan memanfaatkan skala ekonomi. </p>
<p>Alternatifnya, Indonesia pun dapat mengimpor vaksin yang dibuat oleh produsen Amerika Serikat berdasarkan teknologi yang telah dibebaskan patennya. Vaksin yang diimpor sebagai vaksin generik memiliki harga yang relatif lebih murah. Importasi vaksin sebagai alternatif dari produksi lokal perlu dilakukan untuk memenuhi jumlah kebutuhan vaksin nasional.</p>
<p>Terlepas dari inisiatif yang baik ini, Amerika Serikat mensyaratkan adanya konsensus yang perlu dicapai secara global melalui forum WTO. <a href="https://apnews.com/article/intellectual-property-coronavirus-pandemic-business-global-trade-health-c2f1ba1e6e150dc6c081b8eb6fe4f1e5">Perwakilan Dagang Amerika Serikat menyampaikan</a> bahwa kebijakan yang diambil tidak dapat segera mempengaruhi suplai vaksin dunia. Kita dapat memperkirakan akan ada resistensi perusahaan farmasi secara global bila <em>waiver</em> ini perlu menjadi konsensus anggota WTO. </p>
<p>Sejarah mencatat, sangat sulit untuk mencapai konsensus seluruh anggota WTO.</p>
<p>Persoalan lain adalah bahwa <em>waiver</em> hanya diberikan untuk produk vaksin.
Sementara, untuk berperang melawan pandemi tetap dibutuhkan peralatan medis nonvaksin lain seperti obat-obatan, alat perlindungan diri maupun peralatan untuk tes virus COVID-19.</p>
<p>Untuk itu dalam proposal balasan, anggota WTO lain, terutama negara-negara berkembang, <a href="https://docs.wto.org/dol2fe/Pages/SS/directdoc.aspx?filename=q:/IP/C/W669R1.pdf&Open=True">telah mengusulkan cakupan produk yang lebih luas yang dilepaskan dari ketentuan TRIPs.</a></p>
<h2>Momentum reformasi</h2>
<p>Terlepas dari persoalan-persoalan tersebut, rencana kebijakan <em>waiver</em> yang diambil oleh Amerika Serikat adalah suatu langkah progresif. </p>
<p>Kebijakan luar negeri ini tidak lazim bagi Amerika Serikat yang selama ini gencar mendukung dan mempromosikan hak-hak korporasi atas perlindungan kekayaan intelektual secara internasional. Kebijakan ini juga berkebalikan dari kebijakan Donald Trump yang meninggalkan pendekatan multilateral melalui WTO. </p>
<p>Sikap yang diambil oleh Presiden Joe Biden merupakan angin segar bagi kerja sama multilateral. Namun demikian, negara-negara berkembang harus melihat <em>waiver</em> ini sebagai momentum untuk mendorong reformasi hukum paten di tingkat global, dan bukan semata sebagai ‘belas kasih’ oleh negara maju dalam konteks penanganan pandemi.</p>
<p>Indonesia juga ke depannya harus secara konsisten terus mendukung reformasi hukum international secara struktural di WTO untuk pemenuhan hak atas kesehatan bagi masyarakat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/163252/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rizky Banyualam Permana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan luar negeri ini tidak lazim bagi Amerika Serikat yang sangat selama ini gencar mendukung dan mempromosikan hak-hak korporasi atas perlindungan kekayaan intelektual secara internasional.Rizky Banyualam Permana, Junior lecturer, Department of International Law; Researcher, Center for International Law Studies, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1635012021-07-01T04:40:59Z2021-07-01T04:40:59ZVaksin COVID-19 mana yang terbaik? Inilah mengapa itu sangat sulit untuk dijawab<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/409062/original/file-20210630-23-xylwtu.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/photo-pretty-lady-social-distancing-not-1748934254">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dengan peluncuran vaksin COVID-19 yang semakin cepat, orang semakin bertanya <a href="https://trends.google.com/trends/explore?q=which%20vaccine%20is%20the%20best%20for%20covid">vaksin mana yang terbaik</a>?</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=438&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=438&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=438&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=551&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=551&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/406650/original/file-20210616-3721-ufb675.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=551&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Menurut Google Trends, semakin banyak orang yang ingin tahu.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sekalipun kami mencoba menjawab pertanyaan ini, menemukan vaksin mana yang “terbaik” tidaklah sederhana. Apakah itu berarti vaksin lebih baik dalam melindungi Anda dari penyakit serius? Yang melindungi Anda dari varian apa pun yang beredar di dekat Anda? Yang membutuhkan lebih sedikit suntikan booster atau penguat? Yang untuk kelompok usia Anda? Atau itu ukuran lain sepenuhnya?</p>
<p>Bahkan jika kita dapat mendefinisikan apa yang “terbaik”, itu tidak seperti jika Anda mendapatkan pilihan vaksin. Sampai serangkaian vaksin tersedia, sebagian besar orang di seluruh dunia akan divaksinasi dengan vaksin apa pun yang tersedia. Itu berdasarkan data klinis yang tersedia dan rekomendasi otoritas kesehatan, atau berdasarkan apa yang disarankan dokter Anda jika Anda memiliki kondisi medis yang mendasarinya. Jadi, jawaban jujur tentang vaksin COVID yang “terbaik” hanyalah yang tersedia untuk Anda saat ini.</p>
<p>Masih belum yakin? Inilah mengapa sangat sulit untuk membandingkan vaksin COVID.</p>
<h2>Hasil uji klinis hanya sejauh ini</h2>
<p>Anda mungkin berpikir uji klinis mungkin memberikan beberapa jawaban tentang vaksin mana yang “terbaik”, terutama uji coba fase 3 besar yang digunakan sebagai dasar persetujuan oleh otoritas pengatur di seluruh dunia.</p>
<p>Uji coba ini, biasanya pada puluhan ribu orang, membandingkan jumlah kasus COVID-19 pada orang yang mendapatkan vaksin, dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan plasebo atau vaksin palsu. Ini memberikan ukuran kemanjuran, atau seberapa baik vaksin bekerja di bawah kondisi uji klinis yang dikontrol ketat.</p>
<p>Dan kita tahu kemanjuran vaksin COVID berbeda-beda. Misalnya, kita belajar dari uji klinis bahwa vaksin Pfizer melaporkan <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2034577">kemanjuran 95%</a> dalam mencegah gejala, sedangkan AstraZeneca memiliki kemanjuran <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)32661-1/fulltext"> 62-90%</a>, tergantung pada dosis.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-to-read-results-from-covid-vaccine-trials-like-a-pro-149916">How to read results from COVID vaccine trials like a pro</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Tetapi perbandingan langsung uji coba fase 3 lebih <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-00409-0">kompleks</a> karena berlangsung di lokasi dan waktu yang berbeda. Ini berarti tingkat infeksi di masyarakat, tindakan kesehatan masyarakat, dan campuran varian virus yang berbeda dapat bervariasi. Peserta uji coba juga dapat berbeda dalam usia, etnis, dan potensi kondisi medis yang mendasarinya.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/BRKZh_RXJC0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Sangat menggoda untuk membandingkan vaksin COVID. Namun dalam pandemi, saat vaksin langka, itu bisa berbahaya.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Kita mungkin membandingkan vaksin secara langsung</h2>
<p>Salah satu cara kita dapat membandingkan kemanjuran vaksin secara langsung adalah dengan melakukan studi langsung. Studi ini membandingkan hasil orang yang menerima satu vaksin dengan mereka yang menerima yang lain, dalam percobaan yang sama.</p>
<p>Dalam uji coba ini, bagaimana kami mengukur kemanjuran, populasi penelitian, dan setiap faktor lainnya adalah sama. Jadi kita tahu perbedaan hasil pasti karena perbedaan antara vaksin.</p>
<p>Misalnya, uji coba <em>head-to-head</em> atau antar dua vaksin <a href="https://www.globenewswire.com/news-release/2021/04/21/2214528/0/en/Valneva-Initiates-Phase%20-3-Clinical-Trial-for-its-Inactivated-Adjuvanted-COVID-19-Vaccine-Candidate-VLA2001.html">sedang berlangsung di Inggris Raya</a> untuk membandingkan vaksin AstraZeneca dan <a href="https://theconversation.com/whats-the-valneva-%20covid-19-vaksin-tembakan-perancis-yang-seharusnya-menjadi-bukti-varian-160345">Valneva</a>. Uji coba fase 3 tersebut diharapkan akan selesai akhir tahun ini.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1397849984322637827"}"></div></p>
<h2>Bagaimana kalau di dunia nyata?</h2>
<p>Sampai kita menunggu hasil studi perbandingan, banyak yang bisa kita pelajari dari cara kerja vaksin di masyarakat umum, di luar uji klinis. Data dunia nyata memberi tahu kita tentang efektivitas vaksin (bukan kemanjuran).</p>
<p>Dan efektivitas vaksin COVID dapat dibandingkan di negara-negara yang telah meluncurkan vaksin berbeda untuk populasi yang sama.</p>
<p>Misalnya, data terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa vaksin Pfizer dan AstraZeneca memiliki <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/988193/Vaccine_surveillance_report_%20-_week_20.pdf">keefektifan yang serupa</a>. Mereka <a href="https://www1.racgp.org.au/newsgp/clinical/evidence-indicates-astrazeneca-and-pfizer-covid-va">keduanya andal mencegah</a> gejala, rawat inap dan kematian karena COVID-19, bahkan setelah satu dosis.</p>
<p>Jadi apa yang sekilas terlihat “terbaik” menurut hasil efikasi dari uji klinis tidak selalu sama di dunia nyata.</p>
<h2>Bagaimana dengan masa depan?</h2>
<p>Vaksin COVID yang Anda dapatkan hari ini sepertinya bukan yang terakhir. Karena kekebalan secara alami berkurang setelah imunisasi, booster atau penguat secara berkala akan diperlukan untuk mempertahankan perlindungan yang efektif.</p>
<p>Sekarang ada <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-01359-3">data yang menjanjikan dari Spanyol</a> bahwa vaksin campuran dan saling melengkapi adalah aman dan dapat memicu respons imun yang sangat kuat. Jadi ini mungkin strategi yang layak untuk mempertahankan efektivitas vaksin yang tinggi dari waktu ke waktu.</p>
<p>Dengan kata lain, vaksin “terbaik” mungkin sebenarnya adalah sejumlah vaksin yang berbeda.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1396971762085023746"}"></div></p>
<p>Varian virus sudah mulai beredar, dan sementara vaksin saat ini menunjukkan <a href="https://theconversation.com/whats-the-indian-variant-responsible-for-victorias-outbreak-and-%20seberapa%20efektif-vaksin-terhadap-itu-161574">mereka masih melindungi</a> walau memiliki perlindungan yang kurang.</p>
<p><a href="https://www.afr.com/policy/health-and-education/australia-negotiating-with-three-vaccine-makers-for-boosters-variants-20210427-p57ms6">Perusahaan</a>, <a href="https://www.bmj.com/content/372/bmj.n232">termasuk Moderna</a>, dengan cepat memperbarui vaksin mereka untuk diberikan sebagai penguat khusus untuk memerangi varian ini.</p>
<p>Jadi, sementara satu vaksin mungkin memiliki kemanjuran yang lebih besar dalam uji coba fase 3, vaksin itu mungkin belum tentu “terbaik” dalam melindungi terhadap varian baru dan risiko pada masa depan bagi Anda.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/can-i-get-astrazeneca-now-and-pfizer-later-why-mixing-and-matching-covid-vaccines-could-help-solve-many-rollout-problems-161404">Can I get AstraZeneca now and Pfizer later? Why mixing and matching COVID vaccines could help solve many rollout problems</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Vaksin terbaik adalah yang bisa Anda dapatkan sekarang</h2>
<p>Sangatlah rasional bagi seseorang untuk menginginkan vaksin “terbaik” yang tersedia. Tetapi vaksin terbaik adalah yang tersedia untuk Anda saat ini karena vaksin tersebut menghentikan Anda dari tertular COVID-19, <a href="https://theconversation.com/mounting-evidence-suggests-covid-vaccines-do-reduce-transmission%20-bagaimana-ini-bekerja-160437">mengurangi penularan</a> kepada anggota komunitas Anda yang rentan dan secara substansial mengurangi risiko penyakit parah Anda.</p>
<p>Semua vaksin yang tersedia melakukan tugas ini dan melakukannya dengan baik. Dari perspektif kolektif, manfaat vaksin akan berlipat ganda. Semakin banyak orang divaksinasi, semakin banyak komunitas menjadi kebal (juga dikenal sebagai <em>herd immunity</em>), yang semakin membatasi penyebaran COVID-19.</p>
<p>Pandemi global adalah situasi yang sangat dinamis, dengan munculnya varian virus yang mengkhawatirkan, pasokan vaksin global yang tidak pasti, tindakan pemerintah yang tidak merata, dan potensi wabah eksplosif di banyak wilayah.</p>
<p>Jadi menunggu vaksin yang sempurna adalah ambisi yang tidak mungkin tercapai. Setiap vaksin yang dikirimkan adalah langkah kecil namun signifikan menuju normalitas global.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/163501/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bahkan jika kita menemukan definisi tentang vaksin “terbaik”, kita tidak memiliki pilihan yang mewah, ketika persediaan vaksin terbatas.Wen Shi Lee, Postdoctoral researcher, The Peter Doherty Institute for Infection and ImmunityHyon Xhi Tan, Postdoctoral researcher, The Peter Doherty Institute for Infection and ImmunityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.