tag:theconversation.com,2011:/au/topics/yogyakarta-47283/articlesYogyakarta – The Conversation2023-08-01T02:03:54Ztag:theconversation.com,2011:article/2106432023-08-01T02:03:54Z2023-08-01T02:03:54ZTPA Piyungan ditutup: Yogyakarta semakin darurat sampah laut<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/540095/original/file-20230731-198058-weux3o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi sampah yang menumpuk di pesisir laut.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Dedhez Anggara/Antara)</span></span></figcaption></figure><p>Yogyakarta, selain karena wisata dan budayanya, juga kondang dengan masalah penumpukan sampah yang tak kunjung tuntas.</p>
<p>Kabar terakhir, Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyampaikan Tempat Pemrosesan sampah Akhir (TPA) Piyungan <a href="https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/07/24/tpa-piyungan-tutup-pemda-diy-siapkan-lahan-penampungan-sampah-sementara">tutup</a> mulai 23 Juli hingga 5 September 2023 akibat kelebihan kapasitas. TPA Piyungan selama ini menampung sampah dari sejumlah daerah di Yogyakarta.</p>
<p>Penutupan TPA Piyungan justru memperburuk persoalan. Sampah yang menumpuk dan tidak dikelola dari sumbernya (manusia) bisa mencemari sungai hingga kawasan pesisir dan laut.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1007/s12210-022-01125-1">Riset saya</a> bersama kolega menguraikan penyebab tebaran sampah di sejumlah pesisir Bantul, Yogyakarta. Kebanyakan sampah ini berasal dari aktivitas manusia di daratan. Sampah berhasil sampai ke pantai karena diangkut oleh aliran sungai (Gambar 1).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=336&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=336&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=336&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539946/original/file-20230728-27-6e7ea4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 1. Contoh sampah di komplek Pantai Parangtritis (Courtesy: Fikri Hibatullah, 2022)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hasil pemantauan kami menunjukkan adanya peningkatan kepadatan massa sampah plastik sangat signifikan di daerah Bantul. Angkanya mencapai 364% hanya dalam waktu tiga tahun (2019 - 2022).</p>
<p>Lonjakan sampah yang kami temukan di Bantul bisa terus berlanjut dan terjadi di daerah lainnya. Pasalnya, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/108358/perda-no-1-tahun-2019">pengembangan tujuan-tujuan wisata di Yogyakarta</a> tidak dibarengi kebijakan khusus untuk mengurangi dan menangani sampah laut.</p>
<h2>Perjalanan sampah di Yogyakarta</h2>
<p>Di Yogyakarta, mayoritas wilayahnya (63%) merupakan bagian dari DAS Opak dan DAS Progo.</p>
<p>Dalam sebuah sistem Daerah Aliran Sungai (DAS), aktivitas di wilayah hulu akan memengaruhi wilayah hilir.</p>
<p>Sungai Progo (bagian dari DAS Progo), misalnya, merupakan satu dari 20 sungai di dunia yang <a href="https://www.nature.com/articles/ncomms15611">berkontribusi signifikan</a> terhadap pencemaran sampah laut, khususnya sampah jenis plastik. Sungai yang bermuara di Samudra Hindia ini melepaskan sekitar <a href="https://www.nature.com/articles/ncomms15611">9.800-22.900 ton sampah plastik per tahun.</a></p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=288&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=288&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=288&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=361&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=361&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539952/original/file-20230728-17-1c4ax5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=361&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 2. Gambaran sampah di muara Sungai Progo (Courtesy: Bachtiar Mutaqin, 2023)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sungai Progo melewati sebelas kabupaten kota. Di antaranya adalah Temanggung, Wonosobo, Boyolali, Purworejo, Semarang, Magelang, dan Kota Magelang di Jawa Tengah. Ada juga Bantul, Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kulonprogo di Yogyakarta.</p>
<p>Ada juga sungai Opak (bagian dari DAS Opak) yang melintasi Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul, serta Kota Yogyakarta. Sungai Opak berhulu di Gunung Merapi serta Pegunungan Baturagung kemudian berhilir di selatan Bantul.</p>
<p>Alih fungsi dua sungai ini menjadi ‘saluran sampah’ dapat terjadi karena <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/10.1098/rstb.2008.0205">tingginya kepadatan penduduk.</a> <a href="https://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/">Data Kementerian Dalam Negeri</a> tahun 2022 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di sekitar DAS Progo mencapai 3,64 juta jiwa. Sedangkan ada 2,5 juta penduduk yang mendiami daerah di sekitar DAS Opak.</p>
<p>Kepadatan membuat aktivitas di sekitar dari hulu ke hilir DAS Opak dan Progo semakin marak. Tekanan datang dari pengelolaan sampah yang buruk, tempat Pembuangan Sampah (TPS) terbatas, dan perilaku membuang sampah sembarangan, dan pariwisata tidak ramah lingkungan. Dua aspek yang ada di pesisir seperti aktivitas budi daya dan penangkapan ikan juga turut berkontribusi.</p>
<p>Sampah yang tidak terkelola dapat terbuang ke sungai. Karena itulah, dalam konteks ini, karakteristik DAS turut memengaruhi jumlah sampah yang mengalir dari sungai ke laut.</p>
<p>DAS Opak berbentuk bulat, lebih kecil, dan lebih pendek dibandingkan DAS Progo. Walhasil, sampah di sungai Opak lebih cepat mengalir lalu mengendap di pantai. Sampah ini belum sempat lapuk sehingga massanya cenderung lebih berat.</p>
<p>Tipologi pantai dan karakteristik gelombang juga turut memengaruhi proses pengendapan sampah dari laut ke pantai. </p>
<p>Saya mengambil contoh pantai Samas sebagai hilir dari DAS Opak, dan pantai Baru yang merupakan bagian hilir DAS Progo. Ada sejumlah alasan mengapa dua pantai ini yang dipilih. Misalnya, kedua pantai ini tidak memiliki fasilitas pengelolaan sampah dan tidak menjadi gerakan pembersihan sampah. Keduanya juga memiliki perbedaan karakteristik dan tipologi sehingga jenis dan karakter sampahnya bisa jadi berbeda.</p>
<p>Berdasarkan hasil analisis data dan kegiatan lapangan selama 2019 - 2022, kami menemukan berbagai macam jenis sampah di pesisir pantai Samas dan Baru. Di antaranya adalah plastik, busa plastik, kaca dan keramik, logam, karet, kertas dan kardus, kayu, dan bahan lainnya (Gambar 3).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=467&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=467&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=467&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=587&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=587&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539969/original/file-20230728-24473-xahusw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=587&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 3. Gambaran kepadatan sampah laut di Pantai Baru dan Pantai Depok dari tahun 2019 hingga semester pertama tahun 2022 (Sumber: Mutaqin dan Hamidin, in review)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Massa sampah laut di pantai Samas lebih berat dari pantai Baru karena material pasir pantai ini lebih kasar, kemiringan lerengnya lebih curam, dan gelombang yang lebih pecah. Semua karakter itu membuat sampah dari laut cenderung lebih mengendap di perairan dibandingkan terempas ke pantai.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1007/s12210-022-01125-1">Temuan riset kami tahun 2023</a> menunjukkan bahwa jumlah sampah laut di pantai Baru lebih banyak daripada pantai Samas. Meskipun jumlah sampahnya lebih sedikit, sampah laut di pantai Samas lebih berat daripada pantai Baru. Hal ini disebabkan sampah berukuran makro (> 2,5 cm) lebih mendominasi pantai Samas daripada sampah meso atau menengah (0,5-2,5 cm).</p>
<p>Kepadatan setiap jenis sampah laut di kedua pantai ini sangat bervariasi tiap tahunnya, bisa mencapai hingga 18 potong sampah per meter persegi. Peringkat teratas jenis sampah yang banyak dijumpai selama 2019 - 2022 adalah sampah plastik.</p>
<p>Pengambilan data dalam riset kami (sedang dalam proses telaah) di Kulonprogo dan Gunungkidul pada 2022 dan 2023 juga menunjukkan hal yang serupa. Jenis sampah yang paling dominan adalah sampah plastik dan diduga berasal dari darat.</p>
<p>Sampah laut yang kami anggap berasal dari darat antara lain: busa makanan, botol, alat makan, wadah paket makanan, wadah makanan, kantong plastik, mainan, rokok, sandal, sarung tangan, karpet, dan karet gelang.</p>
<p>Sementara itu, <a href="https://doi.org/10.2788/018068">sampah yang berasal dari laut</a> antara lain: busa spons dan busa pendingin (Gambar 4).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=317&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=317&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=317&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=399&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=399&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539972/original/file-20230728-18-naw856.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=399&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 4. Contoh proporsi sampah laut yang ditemukan di a) Pantai Samas dan b) Pantai Baru. Di kedua lokasi tersebut, sampah laut dominan berasal dari daratan (Sumber: Isnain dan Mutaqin 2023)</span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Solusi mengatasi darurat sampah</h2>
<p>Pemerintah Yogyakarta perlu melakukan banyak hal untuk membantu pencapaian target <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/254905/Perpres%20Nomor%2083%20Tahun%202018.pdf">Indonesia mengurangi 70% sampah di laut pada 2025.</a></p>
<p>Untuk mengurangi volume sampah di tingkat sumber (rumah tangga), pemerintah perlu mengatur pembatasan penggunaan material yang sulit terurai seperti plastik dan <em>styrofoam</em>, serta pemilahan sampah. Langkah lainnya adalah pengembangan fasilitas daur ulang sampah dan limbah dengan konsep pengolahan sampah berbasis 3R (kurangi, pakai kembali, daur ulang) di tingkat terkecil seperti desa ataupun kelurahan.</p>
<p>Kebijakan ini perlu dibarengi program sosialisasi kondisi sampah laut di Yogyakarta dan bahayanya. Pemerintah DIY hingga desa dapat menggandeng lembaga swadaya masyarakat lokal, seperti GARDU Action di Bantul (Gambar 5), meningkatkan kualitas kegiatan pembersihan seperti Gerakan Merti Pantai, serta menggalakkan kerja bakti membersihkan/memilah sampah.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=226&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=226&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=226&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=285&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=285&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/539981/original/file-20230728-27-x19buz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=285&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 5. Pemilahan sampah plastik oleh organisasi lokal GARDUaction di Dusun Mancingan, Kabupaten Bantul (Courtesy: Irfan Fahmi, 2019)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Otoritas dapat membuat kebijakan khusus agar lebih banyak pelaku usaha pariwisata dan juga wisatawan yang menggunakan peralatan makanan dan minuman guna ulang.</p>
<p>Aturan pemberian bonus dan denda bagi pelaku usaha yang menyumbang sampah padat non organik juga penting. Besarannya dapat disesuaikan dengan jumlah sampah padat non organik yang dihasilkan dari kegiatan/usaha yang dilakukan.</p>
<p>Pemerintah dapat membuat kebijakan khusus pemantauan sampah laut. Otoritas juga bisa bekerja sama dengan pemerintah Jawa Tengah terutama untuk pemantauan dan penanganan sampah lintas provinsi.</p>
<p>Penanganan sampah laut bisa juga dilakukan melalui penyediaan alat penangkap sampah otomatis di muara Sungai Opak dan Progo.</p>
<p>Usaha untuk mengurangi, mengelola, dan memantau sampah di Yogyakarta amat mendesak. Tanpa aksi dan kebijakan nyata, sampah laut dapat merusak lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati, dan membahayakan kesehatan penduduk. Terganggunya fungsi ekosistem akibat sampah juga menurunkan pendapatan daerah Yogyakarta dari aktivitas pariwisata.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210643/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bachtiar Mutaqin tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Massa sampah plastik di Bantul, misalnya, melonjak hingga 364% hanya dalam 3 tahun. Sementara itu belum ada kebijakan penanganan dan pencegahan dari Pemerintah Yogyakarta.Bachtiar Mutaqin, Associate professor, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2035282023-05-25T09:34:55Z2023-05-25T09:34:55ZBagaimana aksi kolektif orang tua bisa dorong sekolah menghasilkan kebijakan berkualitas untuk semua siswa: belajar dari Yogyakarta<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/528209/original/file-20230525-23-dtwlb9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> <span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Di tengah capaian pendidikan Indonesia yang stagnan – <a href="https://theconversation.com/naik-kelas-tapi-tak-belajar-penelitian-ungkap-3-capaian-buruk-terkait-pendidikan-di-indonesia-sejak-tahun-2000-164408">bahkan menurun</a> – selama setidaknya dua dekade terakhir, orang tua pun kini dituntut untuk turut membantu sekolah dan pemerintah mendongkrak pembelajaran siswa. Sayangnya, mereka belum dilibatkan secara bermakna dan diberikan ruang untuk menyuarakan aspirasi terkait kebijakan pendidikan, baik di level nasional, lokal, maupun sekolah.</p>
<p>Salah satu contoh belum lama ini, misalnya, adalah <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230301180755-20-919509/protes-orang-tua-murid-masuk-sekolah-jam-5-pagi-di-ntt">pengabaian protes orangtua</a> dalam perumusan dan pelaksanaan <a href="https://theconversation.com/masuk-kelas-jam-5-pagi-kebijakan-yang-mengabaikan-riset-tentang-jam-tidur-layak-remaja-dan-jadwal-sekolah-yang-ideal-200847">kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi</a> di Nusa Tenggara Timur (NTT). </p>
<p>Sebelumnya, <a href="https://documents.worldbank.org/en/publication/documents-reports/documentdetail/537441468042883853/implementation-of-school-based-management-in-indonesia">survei Bank Dunia</a> pada 2012 menunjukkan orang tua – melalui komite sekolah – cenderung belum berpengaruh pada berbagai pengambilan keputusan di sekolah. Kami juga menemukan bahwa sekolah dan Dinas Pendidikan merasa lebih berkewajiban <a href="https://riseprogramme.org/publications/power-and-learning-district-heads-bureaucracy-and-education-policies-indonesias">menjalankan tuntutan kepala daerah</a> dibandingkan masukan orang tua.</p>
<p>Hal ini menggambarkan keterlibatan orang tua di Indonesia masih bersifat <em>tokenistic</em> (sekadar formalitas) dan parsial (belum dilibatkan sepenuhnya). </p>
<p>Menariknya, di tengah kondisi tersebut, <a href="https://rise.smeru.or.id/en/publication/sociocultural-drivers-local-educational-innovations-findings-indonesia">studi etnografi yang pernah kami lakukan</a> lewat program <em>Research on Improving Systems of Education (RISE)</em> menunjukkan secercah harapan dari Kota Yogyakarta. Pada tiga sekolah dasar (SD) negeri dan swasta yang kami amati – baik yang didominasi murid ekonomi rendah atau yang berperforma akademik tinggi – banyak orang tua terlibat secara kolektif dalam kebijakan sekolah melalui wadah yang disebut Paguyuban Orang Tua (PO).</p>
<p>Lewat forum ini, orang tua di Yogyakarta memainkan peran penting dan aktif dalam advokasi kebijakan pendidikan – bukan hanya sekadar menggantikan tugas sekolah di rumah.</p>
<h2>Potret partisipasi orang tua di Yogyakarta</h2>
<p>Dibandingkan daerah lain di Indonesia, Yogyakarta merupakan daerah yang unggul dalam pendidikan. Hasil asesmen pembelajaran dalam aspek seperti <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/5225924/warga-yogyakarta-paling-rajin-membaca-apa-rahasianya">literasi</a>, maupun laporan internasional seperti <a href="https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/13524501/skor-pisa-melorot-disparitas-dan-mutu-guru-penyebab-utama?page=all">Programme for International Student Assessment (PISA)</a>, menunjukkan Yogyakarta memiliki hasil tertinggi di Indonesia.</p>
<p>Di sini, riset terbatas kami menunjukkan bahwa orang tua di Yogyakarta cenderung terlibat secara kolektif untuk mendorong kebijakan sekolah. </p>
<p>Berbeda dengan keterlibatan individualistik yang cenderung memposisikan orang tua sebagai pengganti guru di rumah, keterlibatan orang tua secara kolektif <a href="https://eric.ed.gov/?id=EJ534901">berorientasi pada kepentingan semua anak</a> pada suatu sekolah, bukan hanya untuk anak-anak yang orang tuanya bisa dan bersedia terlibat. </p>
<p>Keterlibatan kolektif ini terwadahi melalui <a href="https://rise.smeru.or.id/en/publication/sociocultural-drivers-local-educational-innovations-findings-indonesia">Paguyuban Orang Tua (PO) yang tumbuh secara organik</a> sejak tahun 2000-an. Berbeda dengan komite sekolah yang dibentuk secara formal pada tingkat sekolah dan <a href="https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S073805931730367X">pengambilan keputusannya cenderung dipengaruhi kepala sekolah</a>, PO merupakan perkumpulan orangtua atau wali siswa di tiap rombongan belajar (rombel/kelas). Akibatnya, mereka bisa lebih dekat bekerja sama dengan guru dan sekolah. </p>
<p>Melalui PO, orang tua mengorganisasi diri untuk memastikan semua siswa – bukan hanya anaknya – mendapatkan pembelajaran dan layanan pendidikan yang berkualitas. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/528210/original/file-20230525-25-t37kb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pertemuan orang tua di salah satu sekolah dasar (SD) di Yogyakarta.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Misalnya, di beberapa SD negeri, kami menemukan PO dari anak-anak kelas atas (kelas 4-6) mendorong sekolah untuk memberikan jam pelajaran tambahan bagi siswa yang membutuhkan atau kesulitan. Tanpa wadah atau aksi kolektif semacam ini, alih-alih mendorong sekolah, orang tua biasanya dipaksa mengeluarkan sumber daya tambahan untuk <a href="https://theconversation.com/mengapa-adanya-jasa-bimbel-bisa-sulitkan-pemerintah-ketahui-kualitas-pembelajaran-yang-sebenarnya-di-sekolah-115012">mengirimkan anaknya les privat</a> di tempat lain.</p>
<p>Selanjutnya, kami juga menemukan beberapa praktik orang tua yang terlibat secara aktif meninjau kualitas guru. Selain ikut berkontribusi memberikan masukan terkait performa guru, misalnya, kami mendapati perwakilan PO yang mengkritisi proses rekrutmen guru baru agar tidak dilakukan secara asal-asalan serta bisa menjaring guru yang kompeten dan kreatif.</p>
<p>Eksperimen yang dilakukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2016-2018 melalui program <a href="https://www.worldbank.org/in/results/2023/01/10/improving-learning-outcomes-through-social-accountability-and-performance-based-teacher-allowance-payment-in-indonesia">KIAT Guru</a> menunjukkan ketika masyarakat terlibat memonitor kinerja guru, hasil belajar siswa bisa cenderung meningkat secara signifikan.</p>
<p>Di luar kegiatan intrakurikuler, orang tua yang kami temui juga aktif terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.</p>
<p>Misalnya, bersama dengan guru dan sekolah, PO terlibat untuk merancang kegiatan karyawisata yang mendukung proses pembelajaran. Untuk memastikan semua anak bisa terlibat, PO mengusulkan pembiayaan karyawisata dilakukan melalui mekanisme subsidi silang dengan para orang tua lainnya.</p>
<h2>Memupuk peran kolektif</h2>
<p>Mengapa keterlibatan kolektif muncul di Yogyakarta?</p>
<p><strong>Pertama</strong>, riset kami menemukan adanya hubungan sosial yang erat dan bersumber dari filsafat Jawa bernama “<em><a href="https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6501/23-Susatyo%20Yuwono.pdf?sequence=1">handarbeni</a></em>” (rasa memiliki di antara masyarakat).</p>
<p>Budaya kolektivis seperti ini akhirnya menghasilkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab untuk <a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1219794.pdf">membuat anak orang lain berhasil seperti anak sendiri</a> – termasuk pada kelompok sosial dan ekonomi rendah. </p>
<p>Untuk meningkatkan minat baca, misalnya, PO memfasilitasi pojok baca di masing-masing kelas. Pada kegiatan ini, anak secara bergantian membawa buku dari rumah agar bisa dibaca bersama teman-temannya.</p>
<p>Orang tua juga tidak enggan berbagi informasi terkait penyediaan buku bacaan tambahan. Menjelang ujian, orangtua biasanya mendaftarkan anak-anak pada lomba atau <em>try-out</em> bersama, dan menggandakan soal-soal latihan untuk dibagikan dengan orang tua lainnya. </p>
<p><strong>Kedua</strong>, keterlibatan kolektif orang tua terjadi karena adanya dukungan pemerintah daerah, berlandaskan moto “<em>Semangat Gotong Royong Agawe Majune Ngayogyakarta</em>” (Segoro Amarto).</p>
<p>Misalnya, <a href="https://jogja.antaranews.com/berita/353472/anggaran-jbm-langsung-masuk-ke-stimulan-rw">Pemda mengalokasikan sejumlah dana</a> untuk melaksanakan program <a href="https://wirobrajankel.jogjakota.go.id/detail/index/21711">Jam Belajar Masyarakat</a>, kerja sama dengan organisasi masyarakat lain, serta kolaborasi pendidikan antarorganisasi – termasuk dengan perpustakaan daerah dan universitas.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, studi kami juga menemukan orang tua di Yogyakarta cenderung memiliki relasi kuasa yang setara dengan pihak sekolah.</p>
<p>Di Kota Yogakarta, adanya jumlah <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/519991580138621024/pdf/Aspiring-Indonesia-Expanding-the-Middle-Class.pdf">kelompok kelas menengah yang cukup besar</a> – meski diiringi kesenjangan ekonomi yang relatif tinggi pula – membuat para orang tua di sana relatif punya <a href="https://www.ucpress.edu/book/9780520271425/unequal-childhoods">sumber daya dan kemampuan komunikasi</a> ke sekolah yang lebih baik ketimbang orang tua ekonomi bawah. Kekuatan dan kepentingan bersama ini kemudian membuat mereka bisa mendorong <a href="https://www.jstor.org/stable/43590714">kebijakan pendidikan yang fokus pada kualitas</a>, demi semakin bisa mendukung mobilitas sosial semua anak.</p>
<p>Akibat ketiga faktor di atas pula, temuan kami menunjukkan bahwa jaringan sosial masyarakat di Kota Yogyakarta menjadi tidak terlalu hierarkis. Masyarakat biasa dapat menyuarakan aspirasi dan terlibat secara aktif dalam implementasi kebijakan pendidikan. </p>
<h2>Perlunya partisipasi yang setara dan bermakna</h2>
<p>Meski Yogyakarta menawarkan kisah baik, ada beberapa catatan penting yang perlu digarisbawahi.</p>
<p>Seperti yang sudah pernah kami <a href="https://theconversation.com/mengapa-tuntutan-bagi-orang-tua-untuk-mendampingi-anak-belajar-justru-berpotensi-mendiskriminasi-rumah-tangga-miskin-199602">tulis sebelumnya</a>, partisipasi orang tua masih didominasi oleh ibu. Di antara seluruh kegiatan pertemuan orangtua yang kami amati di Yogyakarta, keterlibatan laki-laki cenderung sangat terbatas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-tuntutan-bagi-orang-tua-untuk-mendampingi-anak-belajar-justru-berpotensi-mendiskriminasi-rumah-tangga-miskin-199602">Mengapa tuntutan bagi orang tua untuk mendampingi anak belajar justru berpotensi mendiskriminasi rumah tangga miskin</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Selain itu, tugas-tugas advokasi yang kami temukan di Yogyakarta juga masih didominasi orang tua kelas menengah. Dalam banyak kasus, misalnya, bukan tidak mungkin <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.3102/0002831209345791">kepentingan kelas menengah berbeda dengan kelas ekonomi bawah</a>.</p>
<p>Oleh karena itu, pemerintah maupun sekolah perlu memastikan bahwa hal-hal yang diadvokasikan oleh orang tua kelas menengah masih sejalan dengan tujuan pemerintah meningkatkan kualitas dan kesetaraan. </p>
<p>Lepas dari keterbatasan yang ada, keterlibatan orang tua secara kolektif di Yogyakarta berpotensi menjaga kualitas pendidikan.</p>
<p>Sayangnya, apa yang kami temukan di Yogyakarta belum ditemukan di daerah lain. Penelitian lain kami dengan program <a href="https://rise.smeru.or.id/">RISE</a> di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan Kab. Bogor, Jawa Barat menunjukkan model partisipasi orang tua yang berbeda.</p>
<p>Faktor-faktor khas yang mendorong aksi kolektif di Yogyakarta cenderung absen di daerah-daerah tersebut. Apalagi, sekolah di sana juga sering kali hanya melibatkan orang tua demi kepentingan sekolah – misalnya untuk mendukung fasilitas belajar di rumah atau membantu perayaan di sekolah.</p>
<p>Padahal <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1747938X15000032?via%3Dihub">metaanalisis dari berbagai hasil riset</a> menunjukkan keterlibatan semacam itu tidak dapat memberikan pengaruh positif terhadap prestasi akademik siswa. Selain itu, pelibatan orang tua biasanya juga hanya berorientasi pada pergesaran tanggung jawab dari sekolah ke rumah tangga.</p>
<p><a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/">UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)</a> tahun 2003 sebenarnya mengatur hak orang tua dalam pendidikan di manapun mereka berada: masyarakat berhak berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan secara perorangan atau kelompok.</p>
<p>Sayangnya, UU ini belum mengatur dorongan bagi pemerintah daerah untuk menjaring aspirasi, dan membagi ruang kepada publik untuk terlibat secara setara dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan baik di tingkat sekolah maupun daerah. Semoga, hal ini dapat diakomodasi dalam Rancangan UU Sisdiknas yang baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203528/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Temuan kami menunjukkan bahwa orang tua di Yogyakarta memainkan peran penting dan aktif dalam advokasi kebijakan pendidikan – bukan hanya sekadar menggantikan tugas sekolah di rumah.Risa Nihayah, Peneliti Kualitatif, SMERU Research InstituteSenza Arsendy, PhD Student in Sociology, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1990062023-02-02T03:13:22Z2023-02-02T03:13:22ZDaerah Istimewa Yogyakarta: Provinsi termiskin tapi penduduknya bahagia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/507528/original/file-20230201-14-lizecq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/5mpBAtvfoYH3eUgej2acF5?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Badan Pusat Statistik (BPS) merilis <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/2015/persentase-penduduk-miskin-september-2022-naik-menjadi-9-57-persen.html">profil kemiskinan di Indonesia September 2022</a> beberapa waktu lalu. Data BPS menunjukkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di pulau Jawa, dengan angka kemiskinan di 11,49%.</p>
<p>Angka ini nyatanya berbanding terbalik dengan <a href="https://www.bps.go.id/indicator/34/601/1/indeks-kebahagiaan-menurut-provinsi.html">indeks kebahagiaan yang juga dikeluarkan oleh BPS</a>. DIY masuk dalam 10 besar provinsi paling bahagia di Indonesia dengan angka harapan hidup yang cukup tinggi.</p>
<p>Apa yang membuat provinsi DIY menjadi provinsi termiskin di pulau jawa namun penduduknya justru bahagia?</p>
<p>Dalam episode terbaru SuarAkademia, kami berbincang dengan Bhima Yudhistira Adhinegara, direktur dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).</p>
<p>Bhima mengatakan permasalahan soal upah minimum yang rendah - yang membuat daya beli masyarakatnya juga ikut rendah - menjadi salah satu penyebab DIY menjadi provinsi termiskin.</p>
<p>Ia juga menyoroti adanya ketimpangan dalam pembangunan di sisi utara dan sisi selatan DIY. Ketika pembangunan sisi utara berjalan masif dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo di sisi selatan mengalami ketertinggalan pembangunan hingga harus berhadapan dengan sulitnya akses air bersih dan pengolahan lahan pertanian. Ketimpangan ini membuat keduanya jadi kantong kemiskinan di DIY.</p>
<p>Soal indeks kebahagiaan, Bhima menyarankan kita untuk melihat lebih holistik. Meski tak menampik bahwa prinsip <em>nrimo ing pandum</em> (menerima secara utuh) menjadi salah satu faktor yang membuat orang merasa bahagia, faktor materiil juga harus diperhatikan lebih serius.</p>
<p>Simak episode selengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199006/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis profil kemiskinan di Indonesia September 2022 beberapa waktu lalu. Data BPS menunjukkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1754292022-01-21T06:45:44Z2022-01-21T06:45:44ZMembongkar fenomena “klitih” di kota pelajar: benarkah kini #YogyaTidakAman?<iframe src="https://open.spotify.com/embed/episode/3KfkCp49AxzfCDB1aDRwmb?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Aksi kekerasan jalanan menggunakan senjata tajam, atau yang kerap disebut <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/28/141500565/apa-itu-klitih-aksi-kriminalitas-jalanan-remaja-di-yogyakarta-?page=all">“<em>klitih</em>”</a> di Yogyakarta, kembali ramai terjadi di kota pelajar pada awal tahun ini.</p>
<p>Sejumlah akun di Twitter, misalnya, mengungkapkan <a href="https://twitter.com/numpangngopii/status/1475435522772267010?s=20">pengalaman mereka menjadi korban <em>klitih</em></a> saat berkendara pada malam hari.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1475435522772267010"}"></div></p>
<p>Maraknya kasus <em>klitih</em> di Yogyakarta bahkan sempat membuat tagar <a href="https://twitter.com/search?q=%23YogyaTidakAman">#YogyaTidakAman</a> menjadi salah satu topik teratas di Twitter Indonesia. </p>
<p>Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) mencatat kenaikan tren <em>klitih</em> menjadi <a href="https://yogyakarta.kompas.com/read/2021/12/29/171516678/tahun-2021-ada-58-laporan-kejahatan-jalanan-di-diy-pelaku-paling-banyak?page=all">58 kasus pada 2021</a>, dari yang sebelumnya 52 kasus pada 2020.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1477244582668627970"}"></div></p>
<p><a href="https://twitter.com/Puthutea/status/1475642349149515777?s=20">Beberapa pihak</a> juga <a href="https://mojok.co/pojokan/klitih-jogja-ancaman-untuk-citra-jogja-yang-sudah-tergores/">mengkritik Gubernur DIY</a> yang dianggap tidak serius menangani masalah yang <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/28/141500565/apa-itu-klitih-aksi-kriminalitas-jalanan-remaja-di-yogyakarta-?page=all">telah lama terjadi</a> di Yogyakarta ini.</p>
<p>Sri Sultan Hamengku Buwono X belum lama ini mengeluhkan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211229131058-20-740032/sri-sultan-buka-suara-soal-yogya-darurat-klitih">tantangan pendanaan</a> dalam penanganan <em>klitih</em> hingga kekhawatiran <a href="https://yogyakarta.kompas.com/read/2021/12/31/072051178/sultan-hb-x-berharap-maraknya-klitih-tak-pengaruhi-sektor-pariwisata?page=all">menurunnya tingkat pariwisata</a> di Yogyakarta.</p>
<p>Untuk membongkar fenomena <em>klitih</em>, dalam episode <a href="https://open.spotify.com/show/2Iqni2kGMzbzeJxvKiTijD?si=80e5e4463ee94ce2">podcast SuarAkademia</a> kali ini, kami ngobrol dengan Elanto Wijoyono dari Combine Resource Institution (CRI), lembaga yang mengkaji jaringan informasi dan komunikasi berbasis komunitas di Yogyakarta.</p>
<p>Joyo menjelaskan sejarah kekerasan jalanan di Yogyakarta, belum efektifnya respons pemerintah dan kepolisian daerah dalam menangani <em>klitih</em>, hingga dinamika ekonomi dan pembangunan yang turut berkontribusi pada keresahan sosial di kota tersebut.</p>
<p>Simak episodenya di <a href="https://open.spotify.com/episode/3KfkCp49AxzfCDB1aDRwmb?si=fe3a9a1992474f35">SuarAkademia</a> – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi dan peneliti.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/175429/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Dalam episode SuarAkademia kali ini, kami ngobrol dengan Elanto Wijoyono dari Combine Resource Institution (CRI) tentang fenomena "klitih" atau kekerasan jalanan di Yogyakarta.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1656272021-08-18T06:42:46Z2021-08-18T06:42:46ZBagaimana pekerja kreatif muda di Yogyakarta tetap produktif pada masa pandemi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/415410/original/file-20210810-17-1g3c4jc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Eko</span> </figcaption></figure><p>Danastri Rizqi Nabilah, pembuat film dari Yogyakarta, harus banting setir berjualan kue karena kehilangan pendapatannya hingga 40% selama pandemi.</p>
<p>Biasanya perempuan berusia 29 tahun tersebut melaju Yogyakarta dan Jakarta untuk beberapa proyek, tapi pandemi membuatnya harus tetap tinggal di Yogyakarta. </p>
<p>“Saya mendapat tawaran dari seorang produser film, tentu saja saya menerimanya, tapi saya menjalankan usaha kecil katering juga,” kata dia ketika diwawancarai awal Oktober tahun lalu. </p>
<p>Danastri adalah satu dari <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1221592/faktor-penyebab-pertumbuhan-industri-kreatif-di-yogya-tinggi">172.000 pekerja kreatif di Yogyakarta</a> yang harus menemukan strategi baru untuk bertahan selama pandemi agar bisa tetap menyalurkan jiwa keseniannya. </p>
<p>Pandemi telah membuat sektor kesenian dan kebudayaan di Indonesia keok karena banyak acara pertunjukan, konser, dan pemutaran film harus dibatalkan. </p>
<p>Sebuah survei terbaru <a href="https://www.sindikasi.org/wp-content/uploads/SurveyFreelanceCovid_Content_200415.pdf">dari SINDIKASI, wadah kolektif bagi pekerja media dan kreatif termasuk seniman,</a> menunjukkan bahwa hampir setengahnya (42%) dari responden dari 144 responden harus bergantung pada tabungan untuk bertahan hidup dan 22% harus meminjam uang kepada temannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.</p>
<p>Riset terbaru kami <a href="https://pair.australiaindonesiacentre.org/penelitian/kaum-muda/ekonomi-kreatif-melihat-bagaimana-pekerja-kreatif-muda-di-yogyakarta-menghadapi-covid-19/?lang=id">mengamati </a>bagaimana pandemi berdampak pada pekerja kreatif muda yang jumlahnya mencapai 18% dari total pekerja yang berkontribusi pada sektor ekonomi kreatif Indonesia. Nilai sektor ekonomi kreatif mencapai <a href="https://www.kemenparekraf.go.id/asset_admin/assets/uploads/media/pdf/media_1598879701_BUKU_BEKRAF_28-8-2020.pdf">hampir 5% dari jumlah Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2019.</a></p>
<p>Kami melakukan riset di Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Budaya dengan jumlah pekerja kreatif yang paling banyak di Indonesia. Yogyakarta sendiri telah menyumbang <a href="https://www.kemenparekraf.go.id/asset_admin/assets/uploads/media/pdf/media_1589841802_Data_Statistik_Hasil_Survei_Ekraf_2016_pdf.pdf">Rp 3,3 triliun untuk ekonomi nasional pada 2016</a>. Angka ini tertinggi dibanding dengan provinsi lainnya. </p>
<p>Riset kami menemukan bahwa persilangan berbagai faktor seperti latar belakang demografis, kelas sosial, jaringan, dan keterampilan berkesenian masing-masing individu menentukan bagaimana respons pekerja kreatif muda di Yogyakarta.</p>
<p>Faktor-faktor tersebut juga membantu mereka dalam menyusun strategi untuk terus produktif selama pandemi.</p>
<h2>Tentang riset dan temuannya</h2>
<p>Kami wawancara secara mendalam 30 pekerja kreatif muda di Yogyakarta yang mewakili beberapa bidang kesenian yaitu film, tari, fotografi, fesyen (<em>fashion</em>), musik, dan teater.</p>
<p>Karena pandemi, kami menyeleksi para peserta dan berdiskusi kelompok terpumpun (<em>focus group discussion</em> (FGD)) secara daring. </p>
<p>Wawancara dan FGD tersebut kami lakukan pada Oktober 2020 sehingga hasil studi kami menggambarkan kurang lebih 8 bulan pertama pandemi di Indonesia. </p>
<p>Studi kami menemukan bahwa reaksi para pekerja kreatif ini bermacam-macam. </p>
<p>Ada yang terkejut karena harus menunda beberapa rencana mereka. Bahkan ada yang mulai merasa gelisah. Beberapa dari mereka yang masih kaget dan ada yang mencoba menyesuaikan diri. Yang lainnya ada yang memilih untuk melihat keadaan terlebih dulu karena merasa masih memiliki tabungan. Bahkan ada yang menemukan peluang bisnis baru selama pandemi.</p>
<p>Kami menemukan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan reaksi para seniman muda Yogyakarta yang beragam tersebut selama pandemi. </p>
<p>Faktor-faktor seperti kelas sosial, keterampilan diri dalam berkesenian dan berjejaring saling berpadu menentukan respons mereka. </p>
<p>Banyak narasumber yang memang harus berpaling ke sektor usaha lain untuk bertahan hidup selama pandemi karena penghasilannya berkurang sementara uang simpanan mereka terbatas. </p>
<p>Meyda Bestari (27) seorang seniman teater pertunjukan boneka yang harus mencari pekerjaan lain sebagai penerjemah dan konsultan web untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Sementara suaminya, Rangga, yang juga belajar teater di Institut Seni Indonesia di Yogyakarta, mengembangkan bisnis budi daya <em>gecko</em> yang ternyata membantu menyelamatkan ekonomi mereka. </p>
<p>Hal ini juga yang terjadi pada Danastri di atas.</p>
<p>Namun, terlepas dari segala keterbatasan pada masa pandemi, Danastri mampu tetap produktif karena dirinya memiliki akses yang cukup solid terhadap jaringan komunitas perfilman baik di Jakarta dan Yogyakarta yang memungkinkan dia tetap terlibat dalam beberapa proses produksi.</p>
<p>Jaringan sosial dengan pelaku seni lainnya penting dalam menentukan strategi pekerja kreatif muda ini untuk mempertahankan praktik berkesenian mereka selama pandemi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/415403/original/file-20210810-19-rx5v7z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dokumentasi Youth Studies Centre, Fisipol UGM. Irwanda Putra (24) adalah penari profesional. Dia terlibat sebagai salah satu informan pada penelitian ini. Pada 8 Maret 2021 Irwanda membawakan komposisi tunggalnya dalam Festival 8x3 yang diselenggarakan secara kolaboratif bersama Tim Peneliti. Video dapat ditonton di https://www.youtube.com/watch?v=ObO_vq472v8&ab_channel=FisipolUGM.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pembuat film dari Yogyakarta, Agni Tirta (35), adalah seorang pendiri rumah produksi <a href="https://belantara-films.business.site/">Belantara Films</a>
dan saat ini adalah pemimpin <a href="https://paguyubanfilmmakerjogja.wordpress.com/">Paguyuban <em>Filmmaker</em> Jogja </a>(PFJ). </p>
<p>Meski selama pandemi Agni mengakui bahwa dirinya kehilangan beberapa pekerjaan, jaringan sosial yang telah dibangun secara berkelanjutan dengan orang-orang di Dinas Kebudayaan Yogyakarta membantunya menemukan peluang-peluang kerja baru selama pandemi.</p>
<p>Bersama dengan PFJ, Agni bisa mendapatkan insentif produksi film dari Dinas Kebudayaan Yogyakarta untuk mendukung kerja-kerja pembuat film di Yogyakarta selama pandemi. </p>
<p>Agni yang sudah lama malang melintang di dunia perfilman di Yogyakarta tampaknya memiliki keahlian dan reputasi yang membantunya untuk bisa terus bertahan selama pandemi. </p>
<p>Namun, cerita Adrian Muhammad (31), seorang musisi asal Yogyakarta, menunjukkan bahwa memiliki keahlian bermusik saja tidak cukup.</p>
<p>Adrian adalah seorang musisi profesional yang menjadi pengiring orkestra kenamaan di Jakarta, namun dirinya harus kembali ke kampung halamannya Yogyakarta karena semua proyek pertunjukannya dihentikan selama pandemi. </p>
<p>Tapi terlepas dari keahliannya, Adrian harus mulai dari nol lagi di Yogyakarta karena dirinya kurang memiliki jaringan kesenian yang cukup solid, seperti Agni dan Danastri. </p>
<p>Sambil mencari-cari kesempatan, bapak dua anak ini sempat membangun bisnis jual beli mobil bekas dan bisnis makanan beku. </p>
<p>Namun keahlian Adrian bermusik selalu mendatangkan ide-ide segar untuk terus berkarya. </p>
<p>“Saya punya rencana untuk membuat lagu untuk anak kecil […] seperti lagu <em>Naik-Naik ke Puncak Gunung</em> dan berkolaborasi dengan seniman lain yang bisa membuat animasi,” ujarnya. </p>
<h2>Apa yang bisa dilakukan?</h2>
<p>Dari temuan di atas, kami menyimpulkan bahwa daya juang para pekerja kreatif muda di Yogyakarta cukup tinggi. Dengan segala keterbatasan selama pandemi, mereka tetap bisa beradaptasi dalam bidang masing-masing. </p>
<p>Bahkan beberapa di antaranya berhasil menciptakan strategi baru untuk tetap produktif selama pandemi. </p>
<p>Namun, cerita dari para pekerja kreatif yang kami wawancarai menunjukkan bahwa peran dan bantuan pemerintah masih diperlukan untuk terus mendukung keberlanjutan kerja-kerja kesenian mereka.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/415402/original/file-20210810-27-15o3rrc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dokumentasi Youth Studies Centre (YouSure) Fisipol UGM. Ini adalah pameran kolaborasi kreatif, yang merupakan bagian dari Festival 8x3. Kegiatan ini adalah proyek kolaboratif antara tim peneliti dengan pekerja kreatif muda yang terlibat dalam penelitian ini.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dari cerita mereka, kami melihat pentingnya keberadaan kolektif yang beragam dan berkelanjutan untuk membantu para pekerja kreatif muda terhubung satu sama lain dan dengan pemangku kepentingan ekonomi budaya dalam skala nasional serta global. Istilah kolektif <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kolektif">merujuk </a> pada kumpulan individu yang bekerja sama, berbagi dan berkolaborasi. </p>
<p>Membangun kolektif yang berkelanjutan akan membantu pekerja kreatif muda karena mereka mengandalkan jejaring dan keterampilan berkesenian untuk menghadapi pandemi. </p>
<p>Para pekerja kreatif muda dapat menggunakan kolektif ini untuk berkomunikasi dan berbagi informasi, terutama tentang pekerjaan dan peluang. </p>
<p>Mengingat keterampilan digital menjadi salah satu aspek penting bagi para pekerja kreatif muda untuk dapat bertahan selama pandemi, mereka bisa menggunakan kolektif untuk berbagi akses dan keterampilan berkesenian. </p>
<p>Selain itu, kolektif juga dapat mendorong spirit inovasi dan menemukan cara serta peluang baru dalam menampilkan produk keseniannya. </p>
<p>Dari sini, kami berharap Yogyakarta bisa menjadi proyek percontohan untuk menciptakan ekosistem kesenian yang berkelanjutan. </p>
<p>Ekosistem ini nantinya akan mencakup aspek digital dan non-digital dalam proses produksi dan distribusi karya kreatif yang bermuara pada kolaborasi lintas batas. </p>
<p><em>Riset ini didanai oleh pemerintah Australia melalui <a href="https://pair.australiaindonesiacentre.org/">program PAIR</a> program dari Australia-Indonesia Centre</em>.</p>
<p><em>Australia-Indonesia Centre mendukung The Conversation Indonesia dalam penerbitan artikel ini</em>.</p>
<p><em>Artikel sudah diperbaharui dengan koreksi terhadap nama salah satu responden. Nama yang benar adalah Danastri Rizqi Nabilah, bukan Danastri Rizky Nabilah seperti yang ditulis sebelumnya</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165627/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Oki Rahadianto Sutopo menerima dana dari Australia-Indonesia Centre.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Annisa R. Beta menerima dana dari Australia-Indonesia Centre. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Ariane Utomo menerima dana dari Australia-Indonesia Centre. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Menerima dana dari Australia-Indonesia Centre</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Novi Kurnia menerima dana dari Australia-Indonesia Centre.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Helen Brown is a member of the Australia Indonesia Business Council (AIBC). Her start-up, Bisnis Asia, received Australian government funding for research on foreign investment in collaboration with CIPS Indonesia. She works for The Australia-Indonesia Centre, which is funded by the Australian Government.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Marlene Millott is employed by The Australia-Indonesia Centre which is funded by the Australian Government.</span></em></p>Persilangan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan keterampilan berkesenian menentukan bagaimana respons pekerja kreatif muda di Yogyakarta.Oki Rahadianto Sutopo, Executive Director of Youth Studies Centre, Faculty of Social and Political Science, Universitas Gadjah Mada, Universitas Gadjah Mada Annisa R. Beta, Lecturer in Cultural Studies, School of Culture and Communication, Faculty of Arts, The University of MelbourneAriane Utomo, Lecturer in Demography and Population Geography, School of Geography, Earth and Atmospheric Sciences, Faculty of Science, The University of MelbourneGregorius Ragil Wibawanto, Lecturer at Department of Sociology, Fisipol UGM., Universitas Gadjah Mada Novi Kurnia, Associate Professor, Department of Communication Science, Universitas Gadjah Mada, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1603502021-06-17T04:57:39Z2021-06-17T04:57:39Z“Akun tuyul”, “akun joki”, dan “terapi akun”: perlawanan sehari-hari pengemudi Gojek di Yogyakarta<p>Di balik kilau bisnis <em>startup</em> layanan transportasi daring seperti <a href="https://www.gojek.com/en-id/">Gojek</a>, <a href="https://www.grab.com/id/en/">Grab</a> dan <a href="https://spx.co.id/">Shopee Express</a>, banyak penelitian sudah <a href="https://theconversation.com/cerita-pengemudi-menguak-eksploitasi-di-gojek-grab-dan-uber-84599">membongkar </a> hubungan kerja yang eksploitatif antara pemilik perusahaan dan pengemudinya. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832">Riset: empat alasan kemitraan Gojek, Grab, hingga Maxim merugikan para Ojol</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Akibatnya banyak yang kemudian berasumsi bahwa pengemudi daring tersebut adalah entitas yang tidak berdaya dan tidak mampu memberikan perlawanan terhadap represi yang dilakukan pemilik modal. </p>
<p>Padahal, para pengemudi sudah melakukan banyak perlawanan dalam keseharian mereka sebagai bentuk protes mereka terhadap sistem yang eksploitatif dan tidak adil.</p>
<p>Sebagai contoh, banyak pengemudi Gojek yang melakukan <a href="https://asumsi.co/post/jadi-mogok-driver-go-send-kirim-karangan-bunga-ke-kantor-gojek">aksi <em>offbid</em></a> (aksi mematikan aplikasi agar tidak menerima order) selepas keputusan manajemen menurunkan insentif untuk layanan pengantaran mereka pasca merger dengan Tokopedia. </p>
<p>Penelitian terbaru kami berusaha <a href="https://rauli.cbs.dk/index.php/cjas/article/view/6175di%20Yogyakarta">mendokumentasi</a> bentuk-bentuk perlawanan semacam ini. </p>
<p>Dengan mengidentifikasi pola-pola perlawanan ini, kami ingin membuktikan bahwa pengendara Gojek memiliki kekuatan individual yang kuat dalam merespons sistem kerja yang eksploitatif meski dengan posisi tawar mereka yang lebih rendah secara sosial, politik, dan ekonomi. </p>
<p>Kami juga menemukan bahwa komunitas pengendara Gojek mengisi kekurangan tersebut dan mendukung berbagai bentuk perlawanan yang ada. </p>
<h2>Hasil penelitian</h2>
<p>Kami meneliti hampir 250 pengemudi Gojek laki-laki dan perempuan antara September-November 2019 dan 2020 (pada awal terjadi pandemi) di Yogyakarta. Penelitian melibatkan wawancara mendalam, diskusi kelompok terpumpun (<em>focus group discussion</em>), survei singkat, dan observasi langsung. </p>
<p>Kami memilih Yogyakarta karena kota ini memiliki pertumbuhan jumlah pengendara yang cukup signifikan dibanding kota-kota lainnya di Indonesia. Pada 2019, jumlah pengendara naik 92,5% menjadi 385 pengendara dari 200 orang pada tahun sebelumnya. </p>
<p>Kami menemukan bahwa bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan pengemudi Gojek di Yogyakarta berskala individual dan terbatas, pragmatis, jangka pendek, dengan tujuan untuk bertahan hidup.</p>
<p>Seorang ilmuwan politik Amerika Serikat, yang fokus pada masyarakat agraria, James Scott, menyebut model perlawanan ala pengemudi Gojek ini sebagai <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwj1tazThJrxAhURfSsKHcEbC1kQFjALegQIBBAD&url=https%3A%2F%2Frauli.cbs.dk%2Findex.php%2Fcjas%2Farticle%2Fdownload%2F1765%2F1785&usg=AOvVaw0VbpjwW-26rPNjfasCcP6i">bentuk perlawanan sehari-hari (<em>everyday resistance</em>)</a>.</p>
<p>Scott menemukan model perlawanan ini di kelompok petani di Kedah, Malaysia pada awal 1980-an. Dia mengamati bagaimana para petani miskin ini mencuri segenggam beras dari lumbung majikannya untuk makan setiap hari.</p>
<p>Pemikir lainnya adalah Alison Brody, peneliti dari Inggris. Dia mengamati bentuk-bentuk perlawanan ini di kalangan pekerja kebersihan perempuan yang bekerja di mal-mal di Bangkok, Thailand. Kebanyakan para migran berasal dari desa yang sangat kental tradisi kekeluargaannya.</p>
<p>Brody menemukan bagaimana pekerja perempuan tersebut <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.0066-4812.2006.00594.x">menyiasati </a> sistem kerja yang melarang mereka <em>ngobrol</em> ketika bekerja dengan menemukan area yang jauh dari pemantauan bos agar mereka masih bisa mengobrol.</p>
<p>Di mata hukum, bentuk perlawanan ini melanggar aturan. Namun perlawanan macam ini biasanya dilakukan oleh individu yang tidak berdaya secara sosial, ekonomi dan politik. Sama seperti petani di Kedah dan pekerja kebersihan di Bangkok, pengemudi daring juga lemah posisinya.</p>
<p>Dari penelitian ini, kami berhasil mengidentifikasi setidaknya tiga bentuk perlawanan pengemudi Gojek di Yogyakarta.</p>
<p><strong>1. Akun tuyul</strong></p>
<p>Dengan membuat akun tuyul, pengemudi bisa menerima “order fiktif” yang membuat mereka tetap bisa mendapatkan order meski tidak sedang bekerja. </p>
<p>Pengemudi mendapatkan akun tuyul dengan menggunakan aplikasi tandingan yang sama dengan aplikasi resmi Gojek. Tidak jelas siapa yang membuat aplikasi tandingan ini, tapi beragam versinya tersirkulasi di group Telegram para pengendara Gojek. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=1048&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=1048&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=1048&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1316&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1316&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/406691/original/file-20210616-3582-14rxatj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1316&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tampilan awal akun tuyul.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan menggunakan akun tuyul, pengemudi bisa mengakumulasi bonus dengan cepat, dengan tetap berada di rumah atau di bawah pohon rindang sambil beristirahat. </p>
<p><strong>2. Terapi akun</strong></p>
<p>Beberapa pengemudi Gojek yang berpengalaman memberikan jasa “terapi akun” ini kepada pengemudi lainnya agar kinerja mereka membaik. Jasa terapi akun biasanya ditawarkan oleh para pengemudi senior untuk membuat akun kliennya menjadi lebih responsif dalam menerima pesanan. </p>
<p>Di Yogyakarta, pengemudi Gojek menciptakan tiga istilah yang mengelompokkan akun yang mereka punya berdasarkan kinerjanya dalam menerima order : <em>gacor</em>, <em>anyep</em>, dan gagu. </p>
<p><em>Gacor</em> artinya terlalu banyak bicara dalam bahasa Jawa. Ini istilah untuk akun yang cepat menangkap order karena si pengemudi rajin menerima pesanan mulai dari pagi hingga malam. </p>
<p><em>Anyep</em> artinya tidak berasa dalam bahasa Jawa. Ini merujuk pada akun yang kecepatannya tidak menentu dalam mendapatkan order - kadang cepat, kadang lambat. Pemilik akun ini adalah pengendara yang tidak serajin pengendara akun <em>gacor</em>. </p>
<p><em>Gagu</em> artinya tidak bisa bicara dan merujuk pada akun yang lama mendapat order karena pengemudi jarang menerima pesanan. </p>
<p>Melalui terapi akun, si pemberi jasa akan membersihkan memori ponsel kliennya dan menggunakan akun tersebut untuk menerima pesanan. </p>
<p>Akun biasanya sembuh ketika terus menerima pesanan dalam kondisi cuaca jelek. Ketika hujan, biasanya pengendara lain berteduh dan mematikan aplikasi mereka. Menerima pesanan dalam situasi ini, biasanya akan meningkatkan kinerja akun pengemudi, dari akun yang sulit menangkap pesanan (gagu atau <em>anyep</em>) menjadi akun yang mudah mendapat pesanan (<em>gacor</em>).</p>
<p>Di Yogyakarta, jasa untuk mendapatkan jasa terapi ini mencapai Rp 250.000 per akun pada 2020. </p>
<p>Hasil wawancara kami menunjukkan banyak pengemudi menawarkan jasa akun terapi ini untuk mendapat pemasukan tambahan di tengah semakin tingginya kompetisi antarpengemudi. </p>
<p><strong>3. Akun joki</strong></p>
<p>Ini adalah praktik jual-beli atau meminjamkan akun pada orang lain secara komersial. </p>
<p>Harganya tergantung status keaktifan akun. Akun <em>gagu</em> atau <em>anyep</em> jelas akan lebih murah daripada akun <em>gacor</em>. </p>
<p>Biasanya beberapa pengemudi yang sudah profesional membeli akun-akun tidak aktif kemudian melakukan terapi pada akun-akun sehingga mereka menjadi aktif, sebelum akhirnya menjualnya dengan harga sekitar Rp 2,5 juta di Yogyakarta. </p>
<p>Sementara untuk penyewaan besarnya Rp 600.000 per bulan. Di kota lain harganya bisa lebih tinggi. </p>
<h2>Apa artinya?</h2>
<p>Gojek sebenarnya sudah memahami keberadaan semua praktik di atas, terutama akun tuyul. Mereka juga telah melakukan berbagai upaya untuk memberantasnya.</p>
<p>Khusus terkait akun tuyul, Gojek telah berusaha <a href="https://www.gojek.com/blog/gojek/hapus-aplikasi-tuyul-fake-gps-apk-mod-gacor/">mendisiplinkan pengemudi yang menggunakan akun tuyul</a> lalu menonaktifkan akun mereka.</p>
<p>Tindakan perlawanan di atas memang bersifat terbatas dengan skala individual. Tindakan ini belum mampu menjawab persoalan struktural yang dihadapi para pengemudi dalam menghadapi hubungan kerja yang eksploitatif. </p>
<p>Namun penelitian kami menunjukkan bahwa pengendara Gojek adalah agen yang aktif dalam merespons situasi yang mereka hadapi. </p>
<p>Meskipun reaksi mereka tidak terorganisasi dalam aksi massal yang solid, perlawanan mereka menunjukkan adanya upaya kolektivitas dari kelompok tertindas. Misalnya ketika para pengemudi saling ngobrol dan bertukar info tentang bagaimana mengakali sistem yang ada. </p>
<p>Bentuk perlawanan yang terpisah-pisah dan berskala kecil ini adalah wujud konkrit politik sehari-hari warga yang tereksploitasi di bawah tekanan perusahaan aplikasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160350/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Amalinda Savirani menerima dana dari Universitas Gadjah Mada, Direktorat Penelitian dan Pengabdian, melalui skema "Rekognisi Tugas Akhir" (RTA) 2020, untuk melakukan penelitian tulisan ini</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Wening Mustikaningsih menerima dana dari Program Rekognisi tugas akhir 2020 Universitas Gadjah Mada </span></em></p>Dengan mengidentifikasi pola-pola perlawanan ini, kami ingin membuktikan bahwa pengendara Gojek memiliki kekuatan individual yang kuat dalam merespons sistem kerja yang eksploitatifAmalinda Savirani, Lecturer, Department of Politics and Government, Universitas Gadjah Mada Wening Mustikaningsih, Lecturer, Ilmu Administrasi Negara, Universitas Muhammadiyah PalangkarayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1063772018-12-02T05:30:39Z2018-12-02T05:30:39ZSetelah Asian Para Games, pemerintah Indonesia harus prioritaskan hak orang difabel<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/245050/original/file-20181112-83567-1bxo19i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=1%2C1%2C923%2C611&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Atlet pada Asian Para Games 2018.</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com/FocusDzign</span></span></figcaption></figure><p><em>Dalam rangka Hari Penyandang Disabilitas Sedunia pada 3 Desember 2018, The Conversation Indonesia menyiapkan rangkaian tulisan mengenai hak orang dengan disabilitas. Ini adalah salah satu dari seri artikel tersebut.</em> </p>
<hr>
<p>Indonesia telah sukses menyelenggarakan ajang kompetisi olah raga terbesar di Asia untuk orang-orang dengan disabilitas, Asian Para Games. Atlet-atlet Indonesia dengan disabilitas berhasil melampaui target perolehan medali seperti atlet di ajang kompetisi Asian Games. Namun tak hanya itu, Asian Para Games berhasil membuat <a href="https://kompas.id/baca/opini/2018/10/03/difabel-dalam-asian-para-games/">disabilitas tidak lagi tak kasat mata</a>. </p>
<p>Bagi banyak orang di Indonesia, melihat orang dengan disabilitas di ruang publik dengan beragam kemampuan yang mereka miliki mungkin hal yang sangat baru.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/improving-education-inclusion-for-disabled-people-in-indonesia-87677">Kurangnya jumlah sekolah yang inklusif</a> telah menghalangi orang dengan disabilitas untuk menjalani jenjang kehidupan untuk mencapai kemajuan yang sama dengan orang tanpa disabilitas. </p>
<p>Di satu sisi, khalayak umum tidak mengerti tantangan-tantangan yang dihadapi oleh orang dengan disabilitas dalam mendapatkan hak asasi yang paling mendasar yaitu untuk dapat hidup secara mandiri. Di sisi yang lain, tidak adanya sarana infrastruktur publik yang memberi akses bagi orang dengan disabilitas menghalangi mereka untuk berpartisipasi secara sejajar dengan orang yang tanpa disabilitas. </p>
<p>Menjadi tuan rumah Asian Para Games adalah langkah besar bagi Indonesia untuk menjadi negara yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Pemerintah jadi harus membangun infrastruktur yang bisa diakses oleh mereka di sekitar tempat pelaksanaan dan mengkampanyekan perubahan sikap masyarakat dalam memandang disabilitas. Akses dan stigma bahwa orang dengan disabilitas tidak dapat menjadi warga yang produktif adalah faktor penghalang orang dengan disabilitas untuk diterima dalam masyarakat. </p>
<p>Namun, upaya untuk membuat Indonesia menjadi inklusif harus lebih dari sekedar menjadi tuan rumah kompetisi olah raga. Kampanye ini memerlukan usaha yang terus-menerus yang melibatkan seluruh elemen pemerintah hingga ke tingkat desa. </p>
<p>Salah satu contoh dari upaya di tingkat desa terjadi di desa Plembutan, Gunung Kidul, Yogyakarta. Pemerintah desa Plembutan telah memasukkan inklusi orang dengan disabilitas dalam agenda pembangunan desa sejak 2014. </p>
<p>Desa Plembutan baru-baru ini menjadi tuan rumah Temu Inklusi, pertemuan rutin dua tahun sekali antara orang dengan disabilitas, organisasi-organisasi yang bekerja untuk disabilitas dan instansi pemerintah dari seluruh wilayah Indonesia. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/244236/original/file-20181107-74751-patv6r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Temu Inklusi di desa Plembutan, Yogyakarta, Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Tentang Desa Plembutan</h2>
<p><a href="http://plembutan-playen.desa.id/first/artikel/59">Desa Plembutan</a> terletak di kabupaten Gunung Kidul dengan total jumlah penduduk sebanyak hampir lima ribu orang. </p>
<p>Kepala Desa Plembutan sudah sejak beberapa tahun terakhir bekerja dengan <a href="http://www.handicap-international-id.org/activity-update/287-the-installation-of-infrastructure-accessibility-in-plembutan-village-office">organisasi-organisasi internasional dan nasional terkait isu disabilitas</a> . Pada tahun 2017, desa Plembutan mengeluarkan Peraturan Desa atau Perdes yang mengatur agar orang dengan disabilitas dan juga kelompok rentan diikutsertakan dalam pembangunan desa.</p>
<p>Edi Suprianti, Kepala Desa Plembutan menyampaikan bahwa peraturan ini dibuat untuk memastikan orang dengan disabilitas dan kelompok rentan tidak mengalami diskriminasi dalam proses pembangunan dan pandangan masyarakat terhadap disabilitas oleh karenanya dapat berubah. </p>
<p>Kantor Desa Plembutan telah dilengkapi dengan fasilitas yang memudahkan mobilitas orang dengan disabilitas dan secara rutin mengadakan kegiatan untuk memberikan keahlian yang diharapkan dapat memberi bekal untuk dapat hidup mandiri kepada orang dengan disabilitas.</p>
<p>Desa Plembutan saat ini menjadi desa <a href="http://perkumpulanidea.or.id/perdes-plembutan-tentang-partisipasi-kelompok-rentan-dalam-pembangunan-satu-satunya-di-indonesia/">satu-satunya di Indonesia yang telah memiliki perangkat hukum yang inklusif</a>. Dengan peraturan ini, Kepala Desa mempunyai landasan hukum untuk mengalokasi dana pembangunan untuk perencanaan dan pelaksanaan program perlindungan kesejahteraan sosial bagi orang dengan disabilitas di desanya. Hal ini menurut Edi akan mendorong orang dengan disabilitas dapat hidup mandiri dan bermartabat.</p>
<h2>Gerakan disabilitas</h2>
<p>Setidaknya ada tujuh tujuan pembangunan dalam <em>Sustainable Development Goals</em> (SDGs) yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak orang dengan disabilitas. Di antaranya adalah perlindungan sosial, pendidikan yang berkualitas, kemandirian ekonomi, ketenagakerjaan, fasilitas, dan infrastruktur publik yang aksesibel serta akses untuk keadilan. </p>
<p>Temu Inklusi yang diselenggarakan bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan SIGAB, sebuah organisasi disabilitas nasional, bertujuan untuk mendorong Indonesia mewujudkan prinsip-prinsip dalam Konvensi Hak Penyandang Disabilitas dan SDGs. </p>
<p>Aktivisme disabilitas di Indonesia merupakan hasil proses demokrasi dan reformasi politik. Organisasi disabilitas yang menjadi bagian dari masyarakat sipil mulai tumbuh pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Bersama-sama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya mereka telah berhasil mendorong beragam reformasi kebijakan untuk memenuhi hak dasar orang dengan disabilitas. </p>
<p>Pada tahun 2011, Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas dan pada tahun 2016 menetapkan <a href="http://pug-pupr.pu.go.id/_uploads/PP/UU.%20No.%208%20Th.%202016.pdf">Undang-Undang Hak Penyandang Disabilitas</a>. </p>
<p>Undang-Undang Disabilitas pada awalnya mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menetapkan <a href="https://www.gerakinklusi.id/RPP-Disabilitas-3">lima belas peraturan pemerintah</a> dalam rangka mewujukan prinsip yang diatur dalam Undang-Undang. Di antaranya adalah terkait aspek pembangunan fasilitas publik yang inklusif, ketenagakerjaan, perlindungan sosial, dan akses keadilan.</p>
<p>Namun pemerintah Indonesia akhirnya mengurangi jumlah peraturan pemerintah tersebut <a href="https://www.solider.id/baca/3872-mengawal-tujuh-rpp-perencanaan-berpihak-difabel">menjadi hanya tujuh</a> karena dianggap beberapa mencakup hal yang serupa. Peraturan-peraturan ini mengatur perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pemenuhan hak penyandang disabilitas; akomodasi yang layak dalam proses peradilan; pendidikan yang inklusif; kesejahteraan sosial; hak atas pemukiman; pelayanan publik; dan insentif dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas. Undang-Undang juga mengharuskan dibentuknya Komisi Nasional Disabilitas. </p>
<p>Proses penyusunan peraturan pemerintah ini sayangnya berjalan lambat karena sulitnya koordinasi antarsektor di dalam pemerintahan. </p>
<p>Dalam Temu Inklusi, Kementerian Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa pada akhir tahun 2018 diharapkan peraturan pemerintah terkait hak atas pemukiman dan pelayanan publik akan disahkan. </p>
<h2>Bagaimana ke depan?</h2>
<p>Satu catatan penting dari Temu Inklusi adalah pemenuhan hak orang dengan disabilitas memerlukan kerjasama antarberbagai sektor. Praktik baik yang dilakukan di tingkat desa seperti yang terjadi di desa Plembutan dimungkinkan karena adanya interaksi antara berbagai organisasi yang bekerja di sektor disabilitas. </p>
<p>Desentralisasi dan <a href="http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf">Undang-Undang Desa</a> yang ditetapkan pada 2015 memberikan ruang yang besar bagi penyelenggara pemerintahan di tingkat desa untuk merencanakan, membuat prioritas, dan mendanai agenda pembangunan di desa berdasarkan kebutuhan dan prioritas desa. </p>
<p>Saat ini, Indonesia tidak memiliki data nasional yang memadai terkait disabilitas yang dapat mendukung pemerintah dalam merencanakan dengan baik pemenuhan hak orang dengan disabilitas. Oleh karena itu, memberikan tanggung jawab kepada pemerintahan di desa mungkin akan menjadi strategi yang baik. </p>
<p>Dengan agenda pemilihan presiden dan anggota legislatif yang akan segera dilakukan, masyarakat Indonesia harus mulai mengamati secara cermat apa yang disampaikan oleh masing-masing kandidat terkait hak orang dengan disabilitas dan bagaimana mereka merencanakan agenda pemerintahan untuk memenuhi hak orang disabilitas yang belum diperoleh sampai saat ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/106377/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dina Afrianty receives funding from Knowledge Sector Initiative, funded by the Australian Department of Foreign Affairs and Trade and implemented in partnership with Indonesia’s National Development Planning Agency. The opinions expressed in this article are the authors' own and do not represent the views of the Australian or Indonesian governments.
</span></em></p>Upaya untuk membuat Indonesia menjadi inklusif memerlukan usaha yang terus-menerus yang melibatkan seluruh elemen pemerintah hingga ke tingkat desa.Dina Afrianty, Research Fellow at La Trobe Law School, La Trobe UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1022112018-09-10T10:58:00Z2018-09-10T10:58:00ZOrang-orang dengan disabilitas menjadi korban utama dari perang antara taksi online dan konvensional<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/235188/original/file-20180906-190636-1oatu6j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C924%2C614&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Dalam usaha mengamankan tempatnya di pasar, taksi konvensional membuat "zona merah" area di mana supir taksi online dilarang mengangkut penumpang. Hal tersebut menyulitkan orang dengan disabilitas untuk mengakses pilihan transportasi ini.</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Waktu menunjukkan pukul 08.45 pagi ketika Kereta Api Prambanan Express dari Surakarta sampai di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Saya dan istri saya keluar dari stasiun dan cepat-cepat berjalan menuju satu titik di bawah jembatan penyeberangan, seratus meter dari timur stasiun, tempat di mana orang biasanya memesan taksi online.</p>
<p>Namun setelah melakukan pemesanan dan mendapatkan supir, saya mendapat telepon dari pengemudinya. Dia meminta kami untuk berjalan ke arah utara, menuju tempat penjemputan yang harus melewati rel kereta api. Saya kesal karena tempat penjemputan jauh dari stasiun. Tempat di mana kami menunggu sudah cukup jauh dari stasiun dan sekarang kami harus berjalan lebih jauh lagi. </p>
<p>Pada saat kami baru saja menginjakkan kaki di rel kereta, bel peringatan berbunyi, tanda bahwa kereta akan segera lewat. Kami panik, dan ketika kami berbalik arah, benda keras menjatuhi kepala saya. Benda tersebut adalah palang penyeberangan dari kayu, yang saya tidak perhatikan, dan palang tersebut juga mengenai istri saya pada bahunya.</p>
<p>Ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kesulitan untuk menggunakan aplikasi transportasi online di Stasiun Lempuyangan. Mereka yang memiliki gangguan penglihatan seperti saya sudah cukup kesulitan ketika mereka harus menyeberangi lintasan kereta tersebut pada malam hari; bayangkan betapa semakin sulitnya hal tersebut bagi mereka yang memiliki disabilitas fisik.</p>
<p>Bukannya menjadi pilihan transportasi yang lebih murah dan lebih aman, menggunakan taksi online nyatanya bisa berbahaya bagi orang-orang dengan disabilitas di lokasi seperti Lempuyangan, tempat di mana “zona merah” diberlakukan. </p>
<h2>Zona merah</h2>
<p>Aplikasi transportasi online seperti Uber, Gojek, dan Grab telah mendisrupsi pasar jasa taksi tradisional di Indonesia. Dalam usahanya untuk mengamankan posisi mereka, taksi konvensional memaksakan pemberlakuan “zona merah” atau area di mana pengemudi taksi online dilarang menjemput penumpangnya. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/cerita-pengemudi-menguak-eksploitasi-di-gojek-grab-dan-uber-84599">Cerita pengemudi menguak eksploitasi di Gojek, Grab, dan Uber</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>“Zona merah” tersebut tidak memiliki dasar hukum, mereka ditentukan hanya berdasarkan kesepakatan antara pengemudi taksi konvensional dan online. Pengemudi taksi konvensional seringkali memaksakan kesepakatan ini dengan menggunakan kekerasan fisik, mengintimidasi para pengemudi taksi online. Juni lalu sekelompok pengemudi taksi konvensional melecehkan dan menelanjangi pengemudi taksi online yang dituduh menjemput penumpang di “zona merah” Bandara Adisutjipto di Yogyakarta.</p>
<p>Terdapat banyak “zona merah” di Yogyakarta, seperti di Lempuyangan dan Stasiun Kereta Api Tugu, Bandara Adisutjipto, Terminal Bus Giwangan dan Jombor, Jembatan Penyeberangan Janti, Pasar Gamping, Perempatan Dongkelan, dan Rumah Sakit Sardjito.</p>
<p>Menurut Muhtar Anshori, ketua umum Paguyuban Pengemudi Online Jogjakarta yang dikutip oleh Kompas.com pada 21 Juni, pengemudi taksi online hanya bisa berada di tempat tersebut untuk menurunkan penumpang, bukan untuk menjemput.</p>
<p>“Zona merah” tersebut berbeda dengan zona terlarang resmi yang ditegakkan d beberapa tempat berdasarkan regulasi pemerintah, di mana petugas melarang moda transportasi yang tidak memiliki izin beroperasi di daerah tersebut. Contohnya, Kementerian Perhubungan memiliki aturan yang melarang seluruh moda transportasi selain bus untuk memasuki terminal bus, termasuk taksi konvensional</p>
<h2>Dampaknya pada orang dengan disabilitas</h2>
<p>Jadi apakah pengaturan ilegal ini merugikan pengemudi taksi online? Menurut saya, tidak. Sopir taksi online, ketika menerima pesanan di zona merah, dapat membuat kesepakatan dengan penumpang untuk bertemu di tempat penjemputan yang aman di luar zona “dilarang”.</p>
<p>Para penumpang yang membutuhkan transportasi yang lebih murah biasanya tidak mempermasalahkan jika harus berjalan beberapa ratus meter dari zona merah. Itulah sebabnya mereka mematuhi perjanjian zona merah. </p>
<p>Tapi sedikit sekali orang yang sadar bahwa kesepakatan zona merah ini merugikan orang dengan disabilitas. Di sisi lain, orang dengan disabilitas membutuhkan pilihan transportasi yang lebih murah, lebih aman, dan lebih sesuai. </p>
<p>Hal ini bisa terpenuhi dengan taksi online, yang karena teknologi berbasis aplikasi seharusnya berarti seseorang dengan disabilitas tidak harus pergi jauh untuk memanggil taksi.</p>
<p>Taksi online pun lebih aman karena identitas pengemudi dan nomor plat kendaraan tercatat. Selain itu, tarif taksi online jauh lebih murah, telah distandarisasi dan tidak perlu ditawar. </p>
<p>Hal ini yang menguntungkan bagi irang dengan disabilitas, yang kebutuhan mobilitasnya biasanya lebih mahal dari orang tanpa disabilitas. </p>
<p>Aturan zona merah tersebut merugikan kepentingan orang dengan disabilitas. Bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam mobilitas, berjalan ke titik yang disepakati di luar zona merah tidak memungkinkan ketika lingkungan fisik di luar stasiun, terminal, bandara, pasar dan rumah sakit tidak dapat diakses. Rel kereta api, trotoar yang tidak rata, tangga, kemacetan lalu lintas dan pencahayaan yang redup di malam hari merupakan hambatan utama bagi mobilitas orang-orang dengan disabilitas.</p>
<p>Pihak yang paling dirugikan dengan aturan zona merah bukanlah pengemudi taksi online atau pengemudi taksi konvensional. Orang dengan disabilitas adalah pihak yang paling terdampak pada skema ilegal ini. Oleh karena itu adalah kewajiban negara untuk melindungi kepentingan mereka dengan menjadi lebih bertanggung jawab untuk menyediakan pilihan transportasi yang lebih murah, lebih aman, lebih nyaman dan mudah diakses.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/102211/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Suharto Alfathi terafiliasi dengan SIGAB (Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel) Indonesia, sebuah lembaga non-pemerintah dan nirlaba yang memperjuangkan inklusi sosial dan pemenuhan hak-hak difabel (penyandang disabilitas).</span></em></p>Bukannya menjadi pilihan transportasi yang lebih murah dan lebih aman, menggunakan taksi online nyatanya bisa berbahaya bagi orang-orang dengan disabilitas di mana “zona merah” diberlakukan.Suharto Alfathi, PhD Candidate at Griffith University School of Human Services and Social Work, Griffith UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/964842018-06-06T10:17:53Z2018-06-06T10:17:53ZLayanan psikolog di Puskesmas Yogyakarta, solusi deteksi gangguan jiwa di level bawah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/221619/original/file-20180604-175411-9tmmxi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTUyODE1OTE4NCwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNjY3NDEyNDQwIiwiayI6InBob3RvLzY2NzQxMjQ0MC9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJORXdETmtTa2o0TDMybC9DajRxMHZHQzNmSWMiXQ%2Fshutterstock_667412440.jpg&pi=26377567&m=667412440&src=vU95z39fc0ad4LBztCHjmA-1-18">Eakachai Leesin/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Layanan kesehatan mental di Puskesmas di Yogyakarta jauh lebih maju dibanding di Jakarta, daerah yang mengalokasikan <a href="https://news.detik.com/berita/d-3386805/anggaran-terbesar-apbd-dki-untuk-pendidikan-dan-kesehatan">anggaran kesehatan begitu besar (13% dari anggaran daerah)</a>. </p>
<p>Di Ibu Kota, <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2017/11/04/11000061/banyak-orang-stres-di-jakarta-anies-ingin-ada-psikolog-di-puskesmas">baru-baru ini saja direncanakan ada layanan psikologi</a> di Puskesmas Kecamatan, sementara di Kota Gudeg, sejak 2010 Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyelenggarakan layanan psikologi di fasilitas kesehatan primer di <a href="https://jogja.antaranews.com/berita/335341/layanan-psikologi-di-puskesmas-yogyakarta-semakin-diminati">18 Puskesmas</a> di kecamatan. Bahkan di Puskesmas di Kabupaten Sleman layanan serupa disediakan sejak dua belas tahun lalu. </p>
<p>Deteksi dini di Puskesmas sangat penting untuk mengidentifikasi masalah <a href="https://theconversation.com/psikolog-menyarankan-anda-berhenti-menggunakan-label-orang-gila-mengapa-92414">gangguan jiwa</a>. Dari riset kami di Puskesmas Kraton, Yogyakarta pada periode 2013-2016, selama penulis bertugas di sana, layanan psikologi mencapai 1.477 kunjungan. Dari total kunjungan tersebut, yang mengalami masalah kesehatan jiwa adalah 848 orang (57,4%), 53 orang (3,6%) di antaranya mengalami gangguan jiwa berat. </p>
<p>Data ini merupakan hasil diagnosis gangguan jiwa <a href="http://kink.onesearch.id/Record/IOS2902.YOGYA000000000001850">yang mengikuti standar nasional</a> dan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Diagnostic_and_Statistical_Manual_of_Mental_Disorders">internasional</a> dari para pasien yang datang ke Puskesmas. </p>
<p>Masalah psikologi yang kami temukan dari para pasien adalah depresi, psikosomatis, trauma, gangguan panik, kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan perilaku, skizofrenia, <a href="https://theconversation.com/us/topics/bipolar-disorder-1740">bipolar</a>, gangguan emosi, gangguan <em>mood</em>, dan lainnya.</p>
<p>Mereka berkunjung ke Puskesmas atas kesadaran sendiri atau dibawa keluarga. Ada juga karena keluhan masyarakat dan dijemput petugas kesehatan untuk diperiksa di Puskesmas. Selain mendeteksi masalah, psikolog juga memberikan konseling kepada pasien. </p>
<h2>Prevalensi gangguan jiwa</h2>
<p>Jumlah penderita gangguan jiwanya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tergolong tinggi. Data <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/9715-minim.psikolog.ribuan.penderita.gangguan.jiwa.belum.tertangani?">Riset Kesehatan Dasar 2013</a> menyebutkan 3 per 1000 penduduk di DIY mengalami gangguan jiwa berat. Terakhir, ditemukan <a href="https://www.jpnn.com/news/duh-di-gunungkidul-masih-banyak-orang-gila-dipasung">72 kasus pemasungan penderita gangguan mental</a>, 32 penderita di antaranya berhasil dilepaskan dari pasung dan diobati rutin.</p>
<p>Secara nasional, kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Data <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013">Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat</a> prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk mengalami gangguan jiwa berat. Indikator kesehatan jiwa dalam Riskesdas 2013 adalah gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional, serta cakupan pengobatannya. </p>
<p>Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat di Kota Yogyakarta berdasarkan hasil Riskesdas 2013 adalah 2,14 per mil dan prevalensi gangguan mental emosional 11,4%. Dari 3,5 juta penduduk DIY, <a href="http://jogja.tribunnews.com/2018/02/21/jumlah-penderita-gangguan-jiwa-di-diy-tertinggi-di-indonesia">sekitar 12.300 orang mengalami gangguan jiwa</a>.</p>
<p>Yang termasuk gangguan jiwa berat (psikotik) di antaranya <a href="https://theconversation.com/lima-hal-yang-perlu-dipahami-tentang-skizofrenia-86850">skizofrenia</a>. Sedangkan gangguan mental emosional mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu. Bila segera ditangani dengan terapi yang tepat dapat pulih.</p>
<p>Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius bila tidak berhasil diatasi. Gangguan mental emosional tidak berkembang menjadi lebih parah bila orang yang mengalaminya dapat mengobati pengobatan sedini mungkin di pusat pelayanan kesehatan.</p>
<h2>Minim layanan kesehatan jiwa</h2>
<p>Salah satu masalah mendasar dalam mengobati gangguan kesehatan jiwa adalah minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di tingkat fasilitas primer di berbagai daerah. Jumlah tenaga profesional juga kurang. Penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, tapi baru memiliki sekitar 451 psikolog klinis (0,15 per 100.000 penduduk), 773 psikiater (0,32 per 100.000 penduduk), dan perawat jiwa 6.500 orang (2 per 100.000 penduduk). </p>
<p>Padahal <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/9715-minim.psikolog.ribuan.penderita.gangguan.jiwa.belum.tertangani">WHO menetapkan standar</a> jumlah tenaga psikolog dan psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1:30.000 orang. Bila dikonversi menjadi per 100.000 penduduk artinya 3,3 (dibulatkan mennjadi 3) per 100.000 penduduk. Dengan kata lain, untuk 250 juta penduduk Indonesia diperlukan 7.500 tenaga profesional layanan psikologi. Dengan jumlah psikolog klinis (451) dan psikiater (773), berdasarkan kepustakaan yang saya sitasi, maka Indonesia baru dapat memenuhi 16,3% dari total kebutuhan.</p>
<p>Di Daerah Istimewa Yogyakarta, layanan psikologi di Puskesmas tingkat kecamatan disediakan pertama kali di <a href="http://fpscs.uii.ac.id/2017/05/09/telisik-peran-psikolog-di-puskesmas-dan-rumah-sakit/">Kabupaten Sleman pada 2006</a> sebagai <em>pilot project</em> dan kemudian <a href="https://jogja.antaranews.com/berita/299260/24-puskesmas-buka-layanan-kesehatan-jiwa">diperbanyak layanan tersebut</a>. Langkah serupa diikuti oleh pemerintah Kota Yogyakarta empat tahun kemudian dan tahun lalu mulai di Kabupaten Bantul. </p>
<p>Di Jakarta, pada 2013 pemerintah DKI bekerja sama dengan Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia menyatakan akan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2013/03/21/03201352/.dki.siapkan.psikolog.di.puskesmas">menyiapkan layanan psikologi untuk 44 Puskesmas</a>, tapi <a href="http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/24/p30t8f396-sandi-ingin-puskesmas-dilengkapi-psikolog">sampai Januari lalu masih baru tahapan “keinginan”</a>.</p>
<p>Di daerah lain, Puskesmas Bareng, Malang, Jawa Timur menempatkan dua mahasiswa magister profesi klinis <a href="http://www.radarmalang.id/layanan-konsultasi-psikologi-di-puskesmas-bareng/">dari Universitas Muhammadiyah Malang untuk memberikan layanan psikologi</a>. Layanan di DKI dan Malang baru terbatas pada pemberian jasa psikologi dengan menempatkan mahasiswa magister profesi klinis sebagai pelaksana lapangan program layanan konsultasi psikologi. Di Yogyakarta yang ditempatkan adalah psikolog profesional dengan jam kerja Senin-Sabtu dari pukul 07.30-15.00.</p>
<p>Daerah lain belum memiliki layanan serupa. Dampaknya, banyak penderita yang belum tertangani secara profesional, bahkan untuk tahap pemeriksaan awal. Beberapa daerah seperti Riau dan Trenggalek, tertarik untuk belajar tentang penempatan psikolog di Puskesmas, sehingga mereka studi banding ke Layanan Psikologi Puskesmas Kraton pada 2014 dan 2015.</p>
<h2>Pangkas biaya mahal</h2>
<p>Selama ini, masyarakat hanya dapat mengakses layanan psikologi di rumah sakit besar dan biro-biro psikologi, yang biasanya mahal karena layanan dibayar oleh pasien sendiri. Sekali konseling dibutuhkan biaya rata-rata diperlukan sekitar Rp 150.000-250.000. Bila harus ada perlakuan lain seperti tes dan intervensi, paling tidak pasien harus menyiapkan dana Rp 500.000 per sekali kunjungan. Untuk ukuran desa, ini biaya yang relatif mahal.</p>
<p>Di Puskesmas Kota Yogyakarta, pasien layanan psikologi hanya dibebani <a href="https://jogja.antaranews.com/berita/335341/layanan-psikologi-di-puskesmas-yogyakarta-semakin-diminati">biaya Rp 7.000 per kunjungan</a> dan bahkan gratis bagi pemegang KTP Kota Yogyakarta karena ongkosnya ditanggung oleh jaminan kesehatan daerah. Layanan ini membuka semua kelas ekonomi bisa berkonsultasi karena gangguan jiwa bisa terjadi pada semua kelas ekonomi dan kelas sosial.</p>
<p>Penyembuhan gangguan ini membutuhkan biaya besar. <a href="https://theconversation.com/kami-temukan-mekanisme-psikologis-skizofrenia-dapatkah-dicegah-85686">Obat</a> generasi lama hanya Rp 200-400 per butir, tapi obat generasi baru melonjak <a href="https://nasional.tempo.co/read/109234/obat-sakit-jiwa-mahal">hingga Rp 75.000 per butir</a>. Setiap pasien perlu menyiapkan biaya Rp 2,5 juta per bulan. </p>
<p>Karena itu perlu terobosan untuk menjawab masalah tersebut dengan menempatkan psikolog di Puskesmas. Perlu kerja sama pemerintah, universitas, dan tenaga profesional untuk layanan ini. Di Yogyakarta, Center Public Mental Health - Universitas Gadjah Mada (CPMH-UGM) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul dan Ikatan Psikolog Klinis DIY dan profesi kesehatan telah memberikan pelayanan kesehatan jiwa di layanan primer. </p>
<h2>Melibatkan masyarakat</h2>
<p>Selain melibatkan psikolog profesional, penanganan gangguan jiwa perlu mengajak keluarga yang memiliki anggota keluarga pengidap masalah kejiwaan. Kami memberdayakan masyarakat dengan membentuk paguyuban keluarga pasien penderita gangguan jiwa dan membentuk kader kesehatan jiwa yang terlatih (kini ada 25 orang) untuk 43 rukun warga (RW) atau 175 RT di wilayah kerja Puskesmas Kraton.</p>
<p>Kemandirian masyarakat dalam menangani masalah kesehatannya menjadi tujuan utama perawatan kesehatan jiwa di komunitas. Pemberdayaan keluarga dan komunitas merupakan salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatannya. Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya yang memiliki indikasi gangguan jiwa. </p>
<p>Peran keluarga penting, supaya mereka punya orang yang bisa berbagai cerita dan keluh kesah. Jadi mereka tidak merasa sendiri dalam menjalani upaya pemulihannya. Di sisi lain, juga dapat menjadi <a href="https://theconversation.com/penderita-gangguan-mental-makin-terpojok-oleh-relasi-kuasa-yang-timpang-92753">sumber problem bagi anggota keluarga </a>yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya. </p>
<p>Pasien bisa kambuh dan kembali menunjukkan gejala gangguan jiwa karena keluarga <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/3887490/dokter-jiwa-tekankan-besarnya-peran-keluarga-dalam-upaya-pemulihan-odgj">lupa mengingatkan</a> mengonsumsi obat.</p>
<p>Di Puskesmas Kraton, program kesehatan jiwa memiliki tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Membentuk paguyuban keluarga penderita gangguan jiwa dan membentuk kader kesehatan jiwa yang terlatih merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka menengah meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan layanan psikologi yang komprehensif dan berkelanjutan. </p>
<p>Dalam jangka panjang, mengaktifkan kader kesehatan jiwa yang telah dibentuk untuk mencegah terjadi gangguan mental emosional di masyarakat. Upaya ini merupakan pencegahan dan diharapkan bisa terwujud desa yang mampu menangani masalah kesehatan jiwa yang berbasis masyarakat. </p>
<p>Kini kami dan 25 tenaga kesehatan dan relawan terpilih terus belajar mengembangkan program kesehatan jiwa bagi wilayah masing-masing, yang difasilitasi Kementerian Kesehatan. Pemerintah seharusnya memperluas program serupa agar menjangkau seluruh Puskesmas di Indonesia karena kesehatan jiwa hak setiap warga negara.</p>
<hr>
<p><em>Catatan: Terdapat konversi angka yang kurang akurat dari data WHO di paragraf ke-13. Kesalahan telah diperbaiki. Mohon maaf dan terima kasih</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96484/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ratna Yunita Setiyani menerima dana dari program komunitas Puskesmas Kraton dan Program Pengabdian Masyarakat oleh LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta (UNISA). </span></em></p>Kemandirian masyarakat dalam menangani masalah kesehatannya menjadi tujuan utama perawatan kesehatan jiwa di komunitas.Ratna Yunita Setiyani, Lecture of Psychology, Universitas Aisyiyah YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/911502018-02-09T10:24:40Z2018-02-09T10:24:40ZMengatasi ketimpangan dengan kekuatan perencanaan perkotaan<p>Ketimpangan pendapatan dapat menciptakan segregasi spasial maupun sosial yang terlihat di kota-kota besar dalam berbagai bentuk. Di Indonesia <em>gated communities</em>, kompleks perumahan eksklusif dengan tembok dan pagar tinggi serta penjaga keamanan di gerbangnya, merupakan contoh yang gamblang. Meski begitu, penerapan hukum dan perencanaan perkotaan bisa menjembatani perbedaan dan mengurangi ketimpangan tersebut. </p>
<p>“Instrumen perencanaan inklusif ” dirancang untuk mewujudkan hal tersebut. Tetapi agar efektif, instrumen tersebut harus dilaksanakan dengan tegas. </p>
<p>Di Indonesia, ada dua instrumen yang berpotensi menciptakan masyarakat yang lebih inklusif. Tetapi ketimpangan kuasa antara pengembang kaya dan kaum miskin kota, minimnya keahlian dalam menerapkan perencanaan inklusif, dan bahkan tidak memadainya kesadaran instrumen-instrumen terkait, menghambat pelaksanaannya. </p>
<h2>Peningkatan ketimpangan global</h2>
<p>Peningkatan ketimpangan secara global sudah ditunjukkan selama lima tahun terakhir oleh beberapa organisasi. Oxfam International baru saja menerbitkan sebuah <a href="https://www.oxfam.org/sites/www.oxfam.org/files/file_attachments/bp-reward-work-not-wealth-220118-summ-en.pdf">laporan</a> tentang ketimpangan yang menyoroti perbedaan signifikan dalam upah. </p>
<p>Antara tahun 1980 dan 2016, 1% populasi dunia teratas mengeruk 27% dari total pertumbuhan pendapatan dunia. Sedangkan 50% paling bawah hanya mengais 12% pertumbuhan pendapatan, menurut <a href="http://wir2018.wid.world">World Inequality Report 2018</a>. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/giSll/1/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" width="100%" height="407"></iframe>
<p>Indonesia tidak kebal dari tren global ini; ketimpangan pendapatan maupun ketimpangan kekayaan mengalami peningkatan di negeri ini. Indeks Gini Indonesia (koefisien antara 0-1 digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan—semakin mendekati 1, semakin timpang) meningkat dari 0,31 pada tahun 1990 (UNDP, 1990) menjadi 0,41 pada tahun 2015. </p>
<p>Lebih dari itu, menurut <a href="https://www.oxfam.org/en/research/towards-more-equal-indonesia">Oxfam</a>, ketimpangan kekayaan meningkat hingga level di mana empat orang terkaya di negeri ini punya kekayaan lebih banyak daripada 100 juta rakyat yang paling miskin.</p>
<p>Ketimpangan adalah salah satu yang harus diperhatikan jika kita menghendaki masyarakat yang harmonis dan adil. Agenda pembangunan internasional arus utama mengakui hal itu dan <a href="https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs">2015 Sustainable Development Goals</a> menuangkannya ke dalam salah satu tujuannya (SDG10) yakni “mengurangi ketimpangan di tiap-tiap dan di antara berbagai negara.” </p>
<h2>Ketimpangan di kota besar</h2>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/204204/original/file-20180131-131724-iyzuej.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sustainable Development Goal 10: Mengurangi ketimpangan di tiap-tiap negara dan di antara berbagai negara.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:TGG_Icon_Color_10.png">Global Goals org/The Global Goals Initiative</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ketimpangan pendapatan tampak nyata di kota besar. Kita bisa melihat jelas perbedaan antara berbagai kelompok sosial yang berlainan dalam hal akses terhadap perumahan dan pelayanan dasar. </p>
<p>Rumah keluarga kelas menengah atas di Indonesia umumnya sangat luas, dibangun dengan bahan-bahan bermutu tinggi dan terletak di lingkungan dengan pelayanan dan infrastruktur yang bagus. Bagi mereka yang tinggal dalam <em>gated communities</em>, tersedia berbagai sarana keamanan.</p>
<p>Sebaliknya, perumahan orang miskin tidak memiliki kondisi struktural yang memadai. Tempat hunian pun padat, sering kali satu keluarga mendiami satu ruangan. Di samping itu, tidak ada sanitasi dan akses terhadap pelayanan dasar. </p>
<p><em>Gated communities</em>, terutama di negara-negara berkembang, adalah opsi perumahan utama bagi kelompok-kelompok berpenghasilan tinggi. Golongan kaya memberi alasan bahwa mereka lebih suka tinggal dalam komunitas berpagar untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan terhadap kejahatan. Meski begitu, perasaan menjadi bagian dari suatu kelompok eksklusif dan keinginan untuk tidak melibatkan orang-orang yang “tidak diinginkan” adalah alasan kuat untuk tinggal di permukiman tertutup. </p>
<p>Bahkan ketika bisa hidup berdampingan di wilayah yang sama, golongan miskin dan golongan kaya tidak saling berinteraksi, kecuali dalam hubungan kerja formal antara majikan dan pekerja, di mana hubungan kekuasaan yang tegas berfungsi efektif.</p>
<p>Akses warga terhadap pelayanan dan infrastruktur juga terbelah menurut kemampuan ekonomi. Ini menciptakan pola “<em>splintering urbanism</em>” (kota yang tersekat-sekat), mencerminkan distribusi pelayanan dan infrastruktur yang tidak merata dalam suatu wilayah. </p>
<h2>Instrumen-instrumen perencanaan Indonesia</h2>
<p>Regulasi-regulasi perencanaan inklusif bisa digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin, termasuk disparitas dalam pelayanan dan infrastrukur yang tersedia untuk mereka. Instrumen-instrumen ini mensyaratkan para pengembang memadukan perumahan sosial dan/atau pelayanan dan infrastruktur bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung ketika membangun perumahan bagi kelompok berpenghasilan tinggi. </p>
<p>Indonesia memiliki dua regulasi inklusif potensial bagi pengembangan hunian privat baru. Yang pertama adalah skema “Rasio 1.2.3” yang tercakup dalam regulasi nasional. Skema ini menyatakan bahwa untuk setiap rumah yang dibangun bagi penghuni berpendapatan tinggi, pengembang swasta juga harus membangun dua rumah untuk keluarga berpendapatan menengah dan tiga untuk keluarga berpendapatan rendah. </p>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=978&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=978&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=978&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1229&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1229&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/204215/original/file-20180131-131711-5zxp5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1229&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Instrumen perencanaan inklusif ‘Rasio 1.2.3.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Samantha Goerling/The Conversation Indonesia</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Instrumen kedua disebut “sosialisasi”, yang disertakan sebagai sebuah tahapan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL. Persetujuan AMDAL merupakan syarat untuk mendapatkan izin bagi proyek pembangunan baru. “Tahapan sosialisasi” mewajibkan pengembang yang berencana membangun sebuah proyek di area yang sudah terbangun untuk mendapat izin dari penduduk setempat agar proyek tersebut bisa berlangsung. </p>
<p>Kedua instrumen itu merepresentasikan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan di kota-kota besar dan memberlakukan semacam “<em>planning gain</em>” (manfaat sosial dari pengembang sebagai imbalan atas izin penggunaan tanah secara komersial). Ini bisa dilihat sebagai langkah menuju redistribusi, dengan potensi sangat besar menciptakan perubahan positif di kota-kota besar Indonesia. </p>
<p>Namun, data penelitian kami dari Jakarta dan Yogyakarta menunjukkan bahwa “Rasio 1.2.3” nyaris tidak diberlakukan. Tanah adalah sesuatu yang langka di banyak kota besar Indonesia sehingga tidak akan menguntungkan bagi sektor swasta membangun rumah bagi keluarga berpenghasilan menengah dan bawah. Selain itu, banyak pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas penerapan “Rasio 1.2.3” tidak memahami dengan jelas mekanisme pelaksanaannya. </p>
<p>Sementara itu “sosialisasi” menjadi sebuah proses yang sangat terbatas. “Sosialisasi” sudah berubah menjadi negosiasi ekonomi antara pengembang swasta yang berkuasa dan warga setempat yang lemah yang tinggal di dekat proyek yang diusulkan. Mereka biasanya diwakili oleh para ketua RT/RW. </p>
<p>Dalam situasi yang paling lumayan, komunitas setempat berhasil mendapatkan beberapa lapangan pekerjaan baru sebagai satpam, tukang bersih-bersih, tukang kebun, atau pekerja bangunan. </p>
<p>Mereka juga bisa memperoleh bantuan dana untuk acara-acara tahunan warga seperti perayaan Hari Kemerdekaan. Jalan-jalan setempat dan masjid bisa tetap terurus. </p>
<p>Tetapi manfaat-manfaat itu tidak cukup untuk mengurangi kesenjangan antara kedua kelompok tersebut, juga tidak akan mendukung segala interaksi sosial antara penghuni lama dan baru. </p>
<p>Minimnya pelaksanaan “Rasio 1.2.3” dan terbatasnya cakupan proses “sosialisasi” adalah penyebab peluang yang luput dimanfaatkan oleh kota-kota besar Indonesia. Instrumen-instrumen ini berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan perkotaan dengan “memaksa” mereka yang punya uang lebih banyak untuk memberi sumbangan bagi kemaslahatan keluarga-keluarga yang lebih miskin. </p>
<h2>Bagaimana memaksimalkan manfaat dari perencanaan inklusif</h2>
<p>Untuk meningkatkan manfaat dari instrumen-instrumen perencanaan inklusif tersebut pemerintah harus: </p>
<ol>
<li><p>mengembangkan panduan dan instrumen lebih jelas dan realistis sehingga bisa diterapkan</p></li>
<li><p>membangun mekanisme-mekanisme lebih jelas bagi para pejabat publik untuk melaksanakan instrumen-instrumen tersebut </p></li>
<li><p>membuat masyarakat lebih memahami instrumen-instrumen tersebut dan, terutama, manfaat-manfaat potensial dari kota-kota besar yang lebih harmonis dan adil. </p></li>
</ol>
<h2>Peningkatan ketimpangan global</h2>
<p>Bagaimana mengatasi kesenjangan ketimpangan sering kali merupakan topik panas bagi pemerintah. Berbagai organisasi internasional mengatakan bahwa para pemimpin dunia kini mengakui adanya ketimpangan, tetapi tak cukup banyak yang dilakukan untuk menguranginya secara efektif. </p>
<p>Langkah-langkah lain untuk mengurangi ketimpangan meliputi sistem pajak yang lebih progresif, seperti yang dianjurkan dalam Laporan Ketimpangan Dunia (World Inequality Report). Dengan sistem ini, orang yang mendapatkan lebih juga memberikan sumbangan lebih banyak bagi pelayanan publik dan publik yang lebih luas. Ini meliputi belanja untuk menyediakan pendidikan, perawatan sosial, dan perlindungan sosial bagi semua. Kebijakan-kebijakan bagi upah setara antara pekerja perempuan dan laki-laki juga dipromosikan sebagai kunci bagi pengurangan ketimpangan.</p>
<p>Mengingat skala ketimpangan, dan mendesaknya persoalan, instrumen-instrumen perencanaan adalah mekanisme yang berharga. Mekanisme ini harus ditinjau kembali demi memastikan terwujudnya berbagai manfaat secara menyeluruh.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/91150/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sonia Roitman menerima dana dari ARC. </span></em></p>D tengah meningkatnya ketimpangan, dua instrumen perencanaan kota bertujuan mengatasi masalah tersebut di Indonesia. Namun, agar efektif aturan-aturan ini betul-betul harus diterapkan.Sonia Roitman, Senior lecturer in Development Planning, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.